Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT

MANIFESTASI ORAL DARI INFEKSI VIRUS

OLEH :

Nama : Evita Resky Djohari

Stambuk : J014192011

Dosen Pembimbing : drg. Ali Yusran, M.Kes

Hari/ Tanggal Baca :

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, atas

segala berkat dan karunia-Nya sehingga Referat Department Ilmu Penyakit Mulut

yang berjudul “Manifestasi Oral dari Infeksi Virus” ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya.

Pada kesempatan ini penulis berkenan untuk menyampaikan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada drg. Ali Yusran, M.Kes sebagai dosen pembimbing serta

teman-teman klaster koas yang telah memberikan banyak bantuan dan arahan untuk

menyelesaikan tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam

penyusunan Referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran kritik

yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan Referat

berikutnya.

Akhirnya, semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi

penulis sendiri.

Makassar, April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHALUAN

1.1 Latar Belakang

Mukosa mulut adalah target dari sejumlah proses infeksi yang disebabkan

oleh berbagai organisme. Virus adalah salah satu organisme yang menyebabkan

kerusakan pada mukosa mulut.(1) Terdapat sejumlah virus yang dapat

menyebabkan infeksi daerah perioral, mulut, dan orofaring. Virus dapat

menginisiasi infeksi, menyebar ke seluruh tubuh, dan bereplikasi berdasarkan

sifat dan karakteristik virulensinya. Penyakit akibat virus dapat menyebabkan

kerusakan sel secara langsung maupun dapat berupa reaksi sekunder.(2)

Virus menyebabkan sejumlah besar infeksi simptomatik atau asimptomatik

di rongga mulut, dengan manifestasi klinis mulai dari tidak ada perubahan hingga

ulserasi epitel, pertumbuhan jaringan lunak jinak ataupun ganas. Kekebalan

bawaan host dan imunitas adaptif seringkali memadai untuk pengenalan virus dan

meningkatkan respons protektif. Namun, mereka yang memiliki sistem kekebalan

tubuh yang rusak sering mengalami gejala yang lebih parah.(3)

Adapun kondisi viral utama rongga mulut seperti virus herpes simplex tipe 1

(HSV1), virus varicella zoster (VZV), virus coxsackie, dan human papilloma

virus (HPV). Manifestasi ulseratif dari berbagai infeksi virus seringkali sulit

dibedakan satu sama lain dan dari kondisi secara klinis serupa yang etiologinya
berbeda.(3) Oleh karena itu akan dibahas mengenai presentasi klinis, diagnosis,

dan pendekatan manejemen dari kondisi viral rongga mulut tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja gangguan pada mukosa rongga mulut sebagai manifestasi dari

infeksi virus?

2. Bagaimana presentasi klinis dari gangguan pada rongga mulut yang

disebabkan infeksi virus?

3. Bagaimana manajemen dari gangguan pada mukosa rongga mulut yang

disebabkan infeksi virus?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui berbagai gangguan pada mukosa rongga mulut sebagai

manifestasi dari infeksi virus.

2. Mengetahui presentasi klinis dari berbagai gangguan pada rongga mulut yang

disebabkan infeksi virus.

3. Mengetahui manajemen dari gangguan pada mukosa rongga mulut yang

disebabkan infeksi virus.


1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi akademik

Tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dan kajian

untuk pengembangan ilmu kedokteran gigi khususnya mengenai manifestasi

oral dari infeksi virus.

1.4.2 Bagi penulis

Dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang

ilmu penyakit mulut khususnya mengenai manifestasi oral dari infeksi virus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Herpes simplex virus

Kelompok virus herpesviridae mencakup lebih dari 80 virus herpes; untuk 8

virus, manusia adalah inang alami. Semua human herpes virus (HHVs) memiliki

inti DNA beruntai ganda dalam kapsid protein, tertutup oleh tegument dan

envelope, dan mampu laten seumur hidup. Virus herpes simpleks (VHS) memiliki

2 serotipe, VHS-1 dan VHS-2, yang sebagian homolog dalam inti DNA mereka

tetapi memiliki sifat antigenik yang berbeda.(3)

Meskipun VHS-1 dan VHS-2 utamanya menginfeksi daerah orofacial dan

genital, praktik seksual dapat menyebabkan infeksi silang. Virus herpes simpleks

sangat mudah menular melalui kontak dengan cairan oral atau genital individu.

Penyebaran infeksi ke situs mukokutan lainnya terjadi melalui autoinokulasi.(3)

Pada manusia, VHS bersifat laten atau dormant dan dapat mengalami

reaktivasi. Kemungkinan terjadi rekurensi lesi sebesar 30-40%. Lesi infeksi

rekuren bermanifestasi dalam dua bentuk, yaitu lesi yang sering terjadi pada

daerah di dekat bibir yang dikenal dengan nama herpes labialis atau cold sore,

dan lesi pada rongga mulut yang disebut infeksi herpes simpleks intraoral

rekuren. Lesi rekuren di daerah sekitar wajah lebih sering dijumpai dibanding lesi

intraoral.(4)
Prevalensi VHS-1 bervariasi tergantung pada usia, ras, lokasi geografis, dan

status sosial ekonomi. Di negara-negara terbelakang, serokonversi VHS-1 bukan

hanya lebih tinggi tetapi juga terjadi pada usia yang lebih muda.(3)

2.1.1 Herpes oral primer

Gingivostomatitis herpes primer (PHGS) berkembang ketika

seseorang yang nonimun terpapar VHS-1 untuk pertama kalinya.(3)

Infeksi yang menyertai gingivostomatitis herpes primer biasanya

subklinis pada anak usia dini dan hanya sebagian kecil pasien yang

mengalami infeksi primer akut. Sebagian besar kasus memengaruhi anak-anak

berusia 1 hingga 5 tahun. Pasien simtomatik datang dengan limfadenopati,

demam, sakit tenggorokan, dan lesi vesiculo-ulseratif yang mempengaruhi

daerah oral dan perioral (Gambar 2.1). Vesikula, yang berdiameter 2 sampai 3

mm, pecah, meninggalkan ulser nyeri yang dapat sembuh tanpa jaringan parut

setelah tujuh hingga sepuluh hari. Gingiva bengkak dan kemerahan karena

peradangan umum (Gambar 2.2 dan 2.3).(3,5) Kondisi ini sembuh sendiri

pada individu yang sehat. Ketika nyeri mulut dan disfagia menimbulkan risiko

dehidrasi dan asupan gizi buruk, paliatif dan terapi antivirus dengan asiklovir

atau valasiklovir dapat diindikasikan.(3)

Antipyetics seperti acetaminophen dapat digunakan untuk mengobati

demam, dan anesthetic rinses dapat digunakan untuk paliatif. Hidrasi dan diet

lunak juga harus dianjurkan. Pasien harus diedukasi tentang sifat menular dari
virus dan potensi penyebaran infeksi ke orang lain atau autoinokulasi ke

bagian tubuh lainnya.(3)

Virus kemudian bermigrasi ke ganglion trigeminal, di mana ia tetap

laten. Di negara-negara yang lebih makmur dengan kondisi kehidupan yang

lebih baik dan kepadatan yang lebih sedikit, banyak orang dewasa muda yang

tidak mengalami infeksi selama masa kanak-kanak. Mereka berisiko terkena

infeksi simtomatik saat dewasa, biasanya muncul sebagai faringotonsilitis,

dengan gejala konstitusional berupa demam, malaise, dan sakit kepala. Dalam

kasus limfadenopati serviks, vesikel dan ulser pada amandel dan faring

posterior dapat menyerupai mononukleosis infeksius atau streptococcal sore

throat infection. Infeksi primer pada orang dewasa yang mengalami gangguan

imunitas dapat mengancam jiwa, dengan penyakit yang menyebar, atau

mungkin disertai dengan ulserasi oral yang tidak dapat disembuhkan.(5)

Gambar 2.1 Gingivostomatitis herpetik primer pada bibir bawah


Gambar 2.2 Eritema gingiva dan ulserasi fokal pada gingivostomatitis

herpes primer

Gambar 2.3 Eritema dan edema gingiva pada gingivostomatitis

herpes primer

2.1.2 Herpes oral sekunder

VHS-1 membentuk latensi seumur hidup di ganglion trigeminal.

Pemicu internal dan eksternal seperti stres, kelelahan, demam, menstruasi,

imunosupresi, dan paparan panas, flu, atau sinar matahari dapat menyebabkan
reaktivasi virus. Reaktivasi virus dapat terjadi pada hingga 40% orang yang

dites positif untuk antibodi VHS-1 dan mengarah pada pelepasan virus

asimtomatik (rekurensi) atau gangguan klinis (rekrudesensi).(3)

Rekrudesensi dapat memengaruhi mucocutaneous junction pada bibir

(Gambar 2.4 dan 2.5) atau jaringan intraoral keratin (Gambar 2.6 dan 2.7).

Tidak seperti PHGS, tidak ada gejala sistemik dengan rekrudesensi. Namun,

onset HSL sering didahului oleh prodrome kesemutan lokal, burning

sensation, atau gatal-gatal. Sensasi terbakar biasanya mendahului

perkembangan sekelompok kecil vesikel. Vesikula ini membesar, menyatu,

menjadi ulser dan menjadi berkerak sebelum sembuh dalam 10 hari.

Recrudescent intraoral herpes (RIH) lebih jarang terjadi daripada herpes

simplex labialis (HSL), dan pada host imunokompeten, ini mempengaruhi

jaringan keratin seperti gingiva dan palatum.(3,5)

Diagnosis banding untuk RIH termasuk herpes zoster, ulkus aphthous

herpetiform, dan ulkus traumatis. Onset vesikular dan lokalisasi pada mukosa

tidak bergerak sering membantu membedakan RIH dari ulserasi aphthous

berulang. Diagnosis infeksi VHS-1 primer dan sekunder bergantung pada

riwayat dan presentasi klinis. Namun, smear Tzanck, kultur virus, biopsi

jaringan, serologi, atau reaksi berantai polimerase (PCR) dapat terbukti

bermanfaat dalam kasus atipikal.(3)


Pada host imunokompeten, HSL sembuh dalam 7 hingga 14 hari tanpa

jaringan parut. Rekurensi HSL yang sering dan jangkitan HSV yang parah

atau kronis pada host imunosupresi mungkin memerlukan terapi antivirus.

Obat-obatan yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS

untuk HSL seperti deconasol dan penciclovir topikal, serta valasiklovir

sistemik. Keberhasilan terapetik yang maksimal membutuhkan pengenalan

dini tanda-tanda dan gejala infeksi dan memulai terapi antivirus selama

prodrome.(3)

Gambar 2.4 Herpes simplex labialis yang memengaruhi commissures

labial kanan
Gambar 2.5 Herpes simplex labialis mempengaruhi commissures

labial kiri

Gambar 2.6 Recurrent intraoral herpes pada mukosa palatal kiri.


Gambar 2.7 Recurrent intraoral herpes pada attached gingiva kanan

bawah

2.2 Varicella-zoster virus

2.2.1 Varicella zoster (chicken pox)

Varicella zoster virus (VZV) adalah salah satu kelompok virus herpes

manusia yang mampu mengembangkan penyakit primer dan sekunder.

Paparan primer VZV pada orang yang tidak diimunisasi menghasilkan

penyakit akut yang dikenal sebagai cacar air. Rute utama penularan virus

adalah melalui saluran pernapasan atau konjungtiva.(3)

Prodrom didahului perkembangan ruam kulit pruritus secara general,

yang menyebar secara sentripetal. Demam dan malaise juga mungkin terjadi.

Lesi berkembang melalui tahap makula ke papular, vesikular, pustular, dan

berkrusta. Meskipun mulut dan orofaring mungkin terpengaruh, lesi intraoral

minimal bergejala. Pada individu yang sehat, pemulihan berlangsung lancar


dan mengarah pada kekebalan seumur hidup. Kondisinya sangat menular dan

tindakan untuk mencegah penularan ke orang lain harus dipertimbangkan.(3)

2.2.2 Herpes zoster (shingles)

Reaktivasi VZV yang tidak aktif dalam ganglion saraf sensorik

menyebabkan herpes zoster (HZ) atau herpes zoster pada dermatom sensoris

(Gambar 2.8). Reaktivasi terjadi pada 5 dari 1000 orang yang menguji

seropositif untuk VZV. Obat sitotoksik, imunosupresi, keganasan internal, dan

penuaan adalah beberapa faktor risiko untuk reaktivasi virus.(3)

Herpes zoster hadir dengan gejala demam ringan, malaise dan nyeri,

rasa terbakar, gatal, atau parestesia di daerah yang terkena. Ini diikuti oleh

limfadenopati regional dan ruam vesikuler unilateral pada dermatom saraf

sensorik. Keterlibatan dermatoma bilateral atau multipel jarang terjadi dan

harus meningkatkan kekhawatiran tentang imunosupresi.(3)

Hingga 15% dari kasus HZ dapat melibatkan distribusi mukokutan

saraf trigeminal dengan predileksi untuk bagian optalmikus. Yang dapat

menyebabkan komplikasi mata yang serius seperti ulserasi kornea dan

kebutaan yang memerlukan perhatian medis segera. Keterlibatan bagian

maksila CN5 menyebabkan vesikuler ipsilateral di midface dan selaput lendir

hidung, nasofaring, palatum dan tonsil. (Gbr. 2.9).(3)

HZ yang mempengaruhi saraf mandibula menyebabkan lesi ipsilateral

yang melibatkan sisi kepala, telinga, bibir bawah, dan mukosa mulut yang
terkait. Lesi hanya dapat mempengaruhi mukosa mulut dan dermatom kulit

cadangan. Komplikasi oral potensial dari HZ termasuk pengelupasan gigi,

resorpsi akar, dan osteonekrosis.(3)

Neuralgia postherpetik (PHN), ditandai dengan nyeri refrakter yang

hebat setelah munculnya lesi, merupakan komplikasi serius HZ. Paling sering

terjadi pada divisi opthalmikus saraf trigeminal, dan individu yang berusia

lebih dari 50 tahun sangat berisiko.(3)

Pengaktifan kembali VZV laten dalam ganglion geniculate

menyebabkan sindrom Ramsey Hunt yang ditandai oleh saraf kranial dan

disfungsi saraf kranial. Pasien yang terkena mungkin mengalami ruam

vesikular yang mempengaruhi telinga dan faring, bersama dengan

kelumpuhan wajah ipsilateral, sakit telinga, perubahan rasa, vertigo, tinitus,

dan gangguan pendengaran.(3)

HZ oral dapat didiagnosis keliru dengan RIH. Namun, yang utama

HZ umumnya memiliki prodrome yang lebih parah, unilateral, ruam kulit

ipsilateral, dan potensi komplikasi seperti neuralgia postherpetic. HSV dan

HZV memiliki smear Tzanck positif dan memerlukan pengujian laboratorium

tambahan untuk diferensiasi diagnosis. Pada individu imunokompeten, nyeri

dan gatal prodromal, dan vesikuler unilateral.(3)


Diagnosis HZ sering bergantung pada riwayat dan temuan klinis.

Namun, penyelidikan laboratorium seperti kultur virus, PCR, atau serologic

testing dan hubungan epidemiologis dapat digunakan untuk konfirmasi.(3)

Manajemen HZ tergantung pada usia, status kekebalan, gejala, dan

presentasi klinis. Bergantung pada keparahan, anestesi topikal, analgesik,

antikonvulsan, antidepresan trisiklik, atau kombinasinya dapat digunakan

untuk mengatasi nyeri dan pruritis. Ketika diindikasikan, intervensi tepat

waktu dengan antivirus dosis tinggi dengan atau tanpa kortikosteroid

membantu mengendalikan gejala dan mengurangi kemungkinan PHN pada

pasien yang rentan.(3)

Gambar 2.8 Vesikular herpes zoster pada lengan atas dan dermatom

belakang
Gambar 2.9 Lesi vesikular herpes zoster pada mukosa palatal kiri

2.3 Coxsackie virus


Virus Coxsackie termasuk dalam genus Enterovirus dan mengandung satu

untai RNA tanpa envelope. Cara penularan primer adalah melalui rute fecal-oral

dan droplets pernapasan. Virus Coxsackie dibagi menjadi 2 kelompok, masing-

masing dengan beberapa serotipe. Virus coxsackie Grup A memiliki

kecenderungan untuk jaringan mukokutan dan menyebabkan herpangina atau

hand-foot-mouth disease (HFMD). Sebaliknya, virus kelompok B sering

menginfeksi organ visceral.(3)

Distribusi global infeksi coxsackievirus luas, dengan dominasi di daerah

tropis. Di Amerika Serikat, banyak infeksi enteroviral dikaitkan dengan

coxsackievirus. Kejadian infeksi coxsackievirus lebih tinggi pada bayi dan anak-

anak di bawah 10 tahun dengan predileksi pria 2:1.


Sebagian besar infeksi coxsackievirus adalah subklinis atau bermanifestasi

dengan ruam nonspesifik. Komplikasi lebih mungkin terjadi pada neonatus dan

immunocompromised.(3)

2.3.1 Herpangina

Herpangina utamanya menyerang anak-anak kecil, menyebabkan

demam, malaise, dan lesi oral simtomatik. Yang terakhir muncul dalam

kelompok dan berkembang melalui tahap makula, popular, dan vesikular

sebelum eritema difus dan erosi belang-belang berkembang di rongga mulut

posterior (Gambar 2.10).(3)

Lesi menyerang soft palatum, uvula, dinding faring posterior, dan

tonsil, menyebabkan sakit tenggorokan, odynophagia, disfagia, dan kadang-

kadang ada eksudat tenggorokan. Sakit kepala, muntah, dan sakit perut juga

bisa terjadi.

Gejala herpangina mungkin tumpang tindih dengan gejala faringitis

streptokokus dan tonsilitis. Yang terakhir dapat dikecualikan dengan kultur

tenggorokan. Faringitis yang berasal dari streptokokus tidak muncul dengan

lesi vesicular seperti yang terlihat pada herpangina.(3)


Gambar 2.10 Lesi vesikular herpangina pada rongga mulut posterior

2.3.2 Hand-foot-mouth disease

HFMD terutama terjadi pada anak-anak dan sangat mudah menular.

Pasien mengalami demam ringan dan lesi vesikuler yang menyatu untuk

membentuk erosi oral simptomatik (Gambar 2.11 dan 2.12). Lokasi khasnya

yaitu lidah, langit-langit, dan mukosa bukal.(3)

Hampir 3/4 pasien juga akan mengalami papula dan vesikel

nonpruritik pada aspek dorsal dan lateral tangan dan kaki (Gbr. 2.13).

Coxsackievirus A16 adalah serotipe dominan dalam banyak kasus. Infeksi

HFMD yang parah sering melibatkan coxsackievirus A6.(3)

Diagnosis banding meliputi PHGS dan HZ, keduanya memiliki giant

cell berinti banyak pada apusan Tzanck. Lesi HFM menunjukkan edema

antar/intraseluler dan partikel virus intracytoplasmic pada pemeriksaan

mikroskopis.(3)
Gejala sistemik HFM lebih minim dibandingkan dengan PHGS dan

VZV. Lesi kulit HFMD berbeda dari ruam centripetal yang terlihat pada VZV.

Diagnosis definitif bergantung pada identifikasi virus coxsackievirus oleh

PCR atau isolasi kultur sel. Pasien membentuk antibodi penawar setelah

terpapar virus coxsackie dan peningkatan titer empat kali lipat antara paparan,

dan pemulihan dari penyakit mendukung diagnosis.(3)

Tidak ada vaksin atau antibiotik khusus untuk infeksi coxsackievirus

yang tersedia. Baik HFMD dan herpangina umumnya sembuh sendiri dengan

prognosis yang baik. Antipyetics seperti acetaminophen dapat digunakan

untuk mengobati demam, dan anesthetic rinses dapat digunakan untuk

paliatif. Hidrasi dan diet lunak juga harus dianjurkan. Edukasi pasien tentang

mencuci tangan, tidak berbagi peralatan, dan meminimalkan kontak dengan

mereka yang terinfeksi adalah kunci untuk mencegah penularan.(3)

Gambar 2.11 Erosi yang menyatu dari Hand-foot-mouth disease

pada mukosa palatal


Gambar 2.12 Erosi yang menyatu dari Hand-foot-mouth disease

pada di lidah kiri

Gambar 2.13 Lesi papular dari Hand-foot-mouth disease yang

mengenai telapak tangan

2.4 Human papillomavirus

Sekelompok virus DNA dengan predileksi pada jaringan mukokutaneus.

Human papilloma virus (HPV) paling sering ditularkan melalui hubungan intim
vagina, anal, atau oral, dan terdistribusikan secara luas di seluruh dunia. Paparan

seksual berulang dan status imunokompromais meningkatkan kemungkinan

infeksi HPV. Terdapat lebih dari 120 jenis HPV, 40 jenis diantaranya

menginfeksi epitel mukosa. Sebagian besar HPV diklasifikasikan sebagai risiko

rendah untuk transformasi epitelial ganas. Tiga belas strain dianggap berisiko

tinggi untuk keganasan mukokutaneus.(3)

Infeksi HPV tidak menunjukkan gejala, dan pada individu imunokompeten

sering sembuh dalam 2 tahun. Karena itu, infeksi HPV tidak memerlukan

perawatan.

Orang-orang dengan human-immunodeficiency virus (HIV)-positif tidak

hanya memiliki infeksi HPV oral yang lebih sering tetapi juga lebih cenderung

memiliki infeksi epitel basal yang persisten dan terinfeksi dengan berbagai strain.

Perokok berat juga lebih berisiko terinfeksi HPV oral.(3)

Manifestasi klinis HPV termasuk kutil mukokutaneus (oral, anal, genital),

papillomatosis pernapasan, displasia epitel mukokutaneus dan berbagai kanker

epitel (serviks, vagina, vulva, penis, anal, dan orofaringeal). Manifestasi oral

infeksi HPV termasuk:(3)

1. Respiratory papillomatosis yang dihasilkan dari penularan saat kehamilan

dengan HPV risiko rendah ke bayi baru lahir selama kelahiran normal dan

perkembangan papilloma di saluran hidung, mulut, dan paru.


2. Oral warts yang dihasilkan dari proliferasi epitel fokal yang disebabkan oleh

infeksi epitel oral oleh HPV risiko rendah yang persisten. Selanjutnya dibagi

lagi menjadi:

a. Squamous papilloma, pertumbuhan epitel paling umum di rongga mulut,

yang disebabkan oleh HPV 6 dan 11; Squamous papilloma berukuran

kecil, eksofitik, dan bertangkai dengan tekstur permukaan papiler dan

dapat ditemukan di mana saja di rongga mulut (Gambar 2.14 dan 2.15)

Gambar 2.14 Squamous papilloma soliter pada lidah ventral

Gambar 2.15 Squamous papilloma multipel mempengaruhi mukosa labial atas


b. Verruca vulgaris atau common wart, menunjukkan lesi berbasis soliter

atau multipel dengan tekstur permukaan seperti kembang kol; lokasi

umum di bibir, palatum, dan gingiva; paling sering berkaitan dengan HPV

2 dan 4 (Gambar 2.16-2.19).

Gambar 2.16 Verruca vulgaris sebagai pertumbuhan papiler pada palatal

Gambar 2.17 Verruca vulgaris sebagai pertumbuhan papiler pada

vestibula bukal kanan


Gambar 2.18 Verruca vulgaris sebagai pertumbuhan papiler pada gingiva

bukal gigi

Gambar 2.19 Verruca vulgaris sebagai pertumbuhan papiler pada mukosa

labial bawah

c. Condyloma acuminatum atau genital warts, yang dapat berkembang di

rongga mulut berkaitan dengan seks oro-genital dengan pasangan yang

memiliki lesi genital; lesi lebih besar, sesil, dan berkerumun dengan

predileksi pada mukosa mulut non-keratin seperti palatum molle, frenum


lingual, dan mukosa labial; berkaitan dengan HPV 6, dan 11 (Gambar 2.20

dan 2.21).

Gambar 2.20 Condyloma acuminatum pada vestibula labial bagian bawah

dan attached gingiva

Gambar 2.21 Condyloma acuminatum pada mukosa bukal anterior kiri

d. Hiperplasia epitel fokal atau penyakit Heck, muncul dengan banyak

papula kecil dengan permukaan halus yang memengaruhi mukosa labial


dan bukal; Kondisi ini berkaitan dengan HPV13 dan 32 dan biasanya

regresi tanpa pengobatan (Gambar 2.22 dan 2.23).(3)

Gambar 2.22 Papula multipel hiperplasia epitel fokal pada mukosa labial

bagian bawah

Gambar 2.23 Papula multipel hiperplasia epitel fokal pada mukosa labial

bagian bawah
Evaluasi mikroskopis dari oral warts mengungkapkan keratinosit yang

terinfeksi HPV dengan perubahan koilocytic (pembesaran nukleus, ketidakteraturan

membran nukleus dan hiperkromasia). Tergantung pada jenisnya, variasi tingkat

acanthosis, parakeratosis, dan proliferasi epitel verukosa dapat muncul. Sel yang

terinfeksi virus dengan nukleus hiperkromatik terkondensasi yang dikenal sebagai

tubuh mitosoid sering ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis dari hiperplasia

epitel fokal.(3)

Oral warts dapat diobati dengan eksisi bedah, laser ablasi, atau cryoterapi

dengan nitrogen cair. Tidak ada terapi medis yang disetujui untuk kutil oral. Namun,

lesi yang sering dan refraktori pada orang dengan status imunokompromais dapat

membaik dengan aplikasi topikal krim imiquimod 5%, gel cidofovir, larutan

podofilox, atau injeksi interferon alpha secara intralesi. Mengidentifikasi sumber

infeksi (mis. genital warts pada pasangan) dapat membantu mencegah infeksi

ulang. (3)

2.4.1 Kanker Orofaringeal

Persistensi HPV 16 dengan risiko tinggi di rongga mulut posterior

meningkatkan risiko kanker orofaringeal yang mempengaruhi dasar lidah,

tenggorokan posterior, dan struktur tonsil. Kanker dengan HPV16 di situs

anatomi ini adalah subset kanker orofaring yang tumbuh paling cepat dan
sering menyerang pria kulit putih berusia 35 hingga 55 tahun yang tidak

merokok atau minum.(3)

Peningkatan insiden kanker orofaringeal di antara mereka yang tidak

memiliki faktor risiko tradisional telah dikaitkan dengan perubahan gaya

hidup seperti memiliki banyak pasangan seks atau melakukan seks oral.

Tanda-tanda dan gejala klinis dari kanker orofaring positif HPV meliputi sakit

tenggorokan atau suara serak yang persisten, massa leher, dahak berdarah saat

batuk, dan parestesia lingual atau nyeri telinga. Kadang-kadang, tidak ada

gejala. Karsinogenesis HPV dapat melibatkan viral-coded protein yang

menonaktifkan gen penekan tumor p53 dan produk gen retinoblastoma, dan

mempromosikan proliferasi sel yang tidak terkontrol.(3)

Setiap pertumbuhan wart di rongga mulut posterior harus dibiopsi dan

diperiksa secara mikroskopis untuk perubahan displastik. Fine Needle

Aspiration dari pembengkakan leher mungkin juga bersifat diagnostik. Status

HPV dari lesi orofaring sering ditentukan dengan menguji adanya DNA HPV

atau pewarnaan untuk P16, penanda pengganti untuk infeksi HPV.(3)

Keganasan oral berkaitan dengan HPV diobati dengan pembedahan,

kemoterapi, dan/atau radiasi. Mereka tidak hanya memiliki prognosis yang

lebih baik daripada kanker orofaring yang disebabkan oleh factor risiko

tradisional, tetapi juga lebih rendah kemungkinannya untuk rekuren.(3)


Mengetahui status HPV kanker orofaringeal dapat membantu

membuat stratifikasi perencanaan perawatan untuk pasien yang terkena. Tidak

ada tes yang disetujui untuk infeksi HPV pada tenggorokan atau rongga

mulut, karena pengujian positif pada waktu tertentu tidak menunjukkan

persistensi.(3)

Dental provider harus melakukan tinjauan sistem yang terfokus dan

menanyakan tentang tanda-tanda klinis dan gejala kanker orofaring sebagai

bagian dari kunjungan awal atau kunjungan kembali. Faktor risiko yang

terkait dengan infeksi HPV oral dan kanker orofaringeal juga harus

didiskusikan dengan pasien. Vaksin HPV yang ditujukan pada jenis HPV

yang menyebabkan genital warts dan kanker serviks dapat terbukti bermanfaat

dalam perlindungan terhadap kanker orofaringeal.(3)


BAB III

KESIMPULAN

Pemeriksaan rongga mulut harus dilakukan secara rutin karena mukosa mulut

sering merupakan tempat pertama yang terkena infeksi virus. Riwayat medis

menyeluruh dan pemeriksaan terperinci akan menghasilkan diagnosis yang akurat

untuk sebagian besar lesi virus yang mempengaruhi rongga mulut, sehingga

menghasilkan perawatan pasien yang tepat. Biopsi atau pemeriksaan laboratorium

lainnya juga harus dilakukan jika diagnosis klinis tidak dapat ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pradono SA. Lesi ulserasi rongga mulut yang sering dijumpai: berhubungan

dengan infeksi virus. J Kedokt Gigi Univ Indones. 2003;10(Edisi

Khusus):389–93.

2. Mahfaza H, Sufiawati I, Satari MH. Prevalensi dan pola penyakit infeksi virus

rongga mulut di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung tahun 2013-2017.

Padjadjaran J Dent Res Student. 2017;1(2):1–7.

3. Fatahzadeh M. Oral manifestations of viral infections. Atlas Oral Maxillofac

Surg Clin. 2017;25(2):163–70.

4. Marlina E, Soebadi B. Penatalaksanaan infeksi herpes simpleks oral rekuren.

Dentofasial. 2013;12(1):28–32.

5. Heerden W van. Oral manifestations of viral infections. SA Fam Pr.

2006;48(8):20–4.

Anda mungkin juga menyukai