Anda di halaman 1dari 17

GAMBARAN FAKTOR RESIKO PENYAKIT DI RUMAH SAKIT

HERMINA MANADO

Matakuliah : Metodologi Penelitian Kuantitatif

Dosen pengampu: dr. FIMA LANRA.FREDRIK.G.LANGI Ph.D

Anggota Kelompok 1_4D :

Davinka Hariawan 22-159 Mita Mandanusa 22-195

Enjel Daloma 22-161 Rio Lamia 22-199

Juniwan Tehamen 22_164 Sheryl Manganguwi 22-202

Kurnia Kaparang 22-165 Angeli Pantow 22-2

Olivia Tamaheang 22-167 Anastasya Dunggio 22-265

Shalomitha Karamoy 22-170 Aulia Barik 22-270

Bella Tania 22_174 Danela Manuho 22-276

Franklin Mona 22-178 Ekklesia Tumewu 22-281

Greyti Mait 22-180 Dortiana Manik 22-331

Jesika Rorimpunu 22-182 Winda Marselita 23-239

Amadea Mende 22-186 Shilla Canon 22-171

Claudio Gumolung 22-275


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SAMRATULANGI

MANADO

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya anugerah Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Proposal penelitian kuantitatif yang berjudul “ GAMBARAN
FAKTOR RESIKO PENYAKIT DI RUMAH SAKIT HERMINA MANADO”. Proposal penelitian
kuantitatif ini disusun untuk melengkapi tugas dalam Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif
Prodi Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Proposal penelitian
kuantitatif ini tersusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang diberikan
kepada penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Selaku Dosen Pengajar MK yang bersedia meluangkan waktu, pikiran serta memberikan
motivasi yang sangat bermanfaat untuk membimbing penulis dalam penyusunan Proposal
penelitian kuantiatif ini.

2. Seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan pengetahuan,


khususnya Dosen Pengajar MK Metodologi Penelitian Kuantitatif

3.Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepada Penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal penelitian kuantitatif ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak yang membaca untuk penyempurnaan Proposal penelitian kuantitatif ini. Terima Kasih.

Manado,2 April 2024

Penulis,

Kelompok 1_4D
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
merupakan salah satu penyakit menular yang diprioritaskan dalam program pencegahan
dan pemberantasan penyakit. Penyakit DBD merupakan penyakit demam akut yang
berpotensi menyebabkan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan vektor
nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi oleh virus dengue
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Indonesia merupakan negara dengan
jumlah populasi yang padat mencapai 245 juta penduduk. Walaupun demikian, penyakit
dengue banyak dilaporkan di kota besar dan pedesaan di Indonesia dan telah menyebar
sampai di desa-desa terpencil oleh karena perpindahan dan kepadatan penduduk yang
tinggi. Infeksi virus dengue terjadi secara endemis di Indonesia selama dua abad terakhir
dari gejala yang ringan dan self limiting disease.
Dalam beberapa tahun terakhir, penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang semakin
berat sebagai demam berdarah dengue dan frekuensi kejadian luar biasa meningkat.

Di Indonesia, demam berdarah dengue mulai dikenal pertama kali pada tahun 1968 di
DKI Jakarta dan Surabaya, dan terus menyebar ke seluruh tiga puluh tiga propinsi di
Indonesia. Pola epidemiologi infeksi dengue mengalami perubahan dari tahun ke tahun,
jumlah kasus memuncak setiap siklus 10 tahunan. Dari tahun 1968-2008 angka
kesakitan demam berdarah dengue terus meningkat. Pada tahun 2008 didapatkanangka
kesakitan 58,85/ 100.000 penduduk. Angka kematian menurun dengan stabil dari 41%
pada tahun 1968 menjadi kurang dari 2% sejak tahun 2000, dan pada tahun 2008 angka
kematian menurun menjadi 0,86%. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus DENI, DEN2, DEN3, atau DEN4 dan juga gigitan nyamuk
vektor dengue yang tergolong dalam virus yang disebabkan oleh flavivirus dan
arthropoda flaviviridae memasuki aliran darah.

Angka kejadian DBD yang terus meningkat ditambah dengan siklus hidup aedes sebagai
vektor DBD yang cepat adalah alasan pentingnya melakukan Tindakan pengendalian
vektor. Demam berdarah dengue masih menjadi persoalan di Indonesia karena angka
morbiditas DBD sekarang belum mencapai target pemerintah yaitu kurang dari 49 per
100.000 penduduk. Pada tahun 2015 angka kesakitan DBD mencapai 50,7 per 100.000
penduduk. Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi yaitu Bali sebesar 105,95 per
100.000 penduduk selanjutnya Kalimantan Timur sebesar 62,57 per 100.000 penduduk
dan angka kesakitan Kalimantan Barat sebesar 52,61 per 100.000 penduduk. Angka
kesakitan pada provinsi Bali menurun hampir lima kali lipat dibandingkan tahun 2016
yaitu 515,90 per 100.000 penduduk pada tahun 2017.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi DBD ?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya DBD?
3. Bagaimana gejala terjadinya DBD ?
4. Bagaimana pencegahan dan pengendalian DBD ?
5. Apa saja Metode penilitan dari hasil yang sudah ada ?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian disini untuk mengetahui faktor faktor risiko kejadian DBD pada anak
di RS Hermina Manado. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif observasional

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:


a. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
penulis terkait penyakit, gejala,factor serta penanganan yang ada.
b. Bagi orangtua serta remaja , diharapkan dapat memperhatikan kesehatan diri agar
terhindar dari penyakit DBD.
c. selanjutnya, diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk melaksanakan penelitian
selanjutnya dalam menentukan serta membuat suatu penelitian kuantitatif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi DBD


Menurut Kemenkes RI (2018), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus DENI, DEN2, DEN3, atau DEN4 dan juga gigitan nyamuk vektor
dengue yang tergolong dalam virus yang disebabkan oleh flavivirus dan arthropoda
flaviviridae memasuki aliran darah. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes,
khususnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Demam berdarah bisa timbul selama tahun
serta bisa melanda seluruh usia. Dalam perihal ini situasi area serta sikap warga berhubungan
dengan penyakit ini. Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang di akibatkan oleh
virus berisiko kematian dalam durasi pendek. Pertanda klinis DBD merupakan demam tinggi
yang berjalan sepanjang 27 hari. Saat sebelum terdapatnya ciri serta pertanda epistaksis,
umumnya ada isyarat khas berbentuk bercak-bercak merah (pteechiae) pada badan pengidap
apalagi penderita dapat terguncang serta meninggal. DBD adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue. Virus ini mewabah melalui gigitan nyamuk spesies Aedes
aegypti atau jenis Aedes albopictus. Kedua tipe nyamuk ini ada hampir di seluruh Indonesia,
tetapi pada tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 m diatas permukaan laut, nyamuk ini
tidak dapat bertahan hidup dan berkembang biak.

Virus dengue merupakan mikroorganisme yang sangat kecil hanya dapat dilihat dengan
mikroskop elektron. Virus hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan
hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia yang ditempati terutama untuk kebutuhan
protein. Apabila imunitas seseorang dengan infeksi dengue tersebut rendah dapat
menyebabkan sel jaringan semakin rusak bila virus berkembang. Sebaliknya jika imunitas
seseorang baik maka akan sembuh dan membentuk sistem imun virus dengue dalam tubuh.
Penyakit demam berdarah dengue mengenai seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
lebih tepatnya nyamuk betina dewasa. Nyamuk betina memerlukan darah manusia atau
binatang untuk hidup dan berkembang biak. Bila imunitas seseorang baik maka derajat
penyakit tidak berat. (Ufthoni et al., 2022)
Sebaliknya apabila imunitas rendah seperti pada anak-anak, penyakit infeksi dengue ini dapat
menjadi berat bahkan dapat mematikan, Seperti halnya virus yang lain (misalnya influenza,
campak) sebagian besar penderita anak sembuh dengan sendirinya, karena penyakit virus
bersifat self limiting disease. Penyakit infeksi virus mempunyai keunikan yaitu datang
mendadak, penyakit akan berjalan terus walaupun diobati, dan akhirnya akan sembuh dengan
sendirinya tergantung dari imunitas penderita. (Ufthoni et al., 2022)

2.2 Faktor-Faktor Penyebab DBD

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD yaitu
faktor host (jenis kelamin), lingkungan (perilaku 3M, keberadaan sumber air tergenang
di/dekat rumah, letak geografis, musim, lingkungan fisik (frekuensi pengurasan kontainer,
tutup kontainer, kepadatan rumah), lingkungan biologi (kepadatan vektor, keberadaan jentik
pada kontainer, kepadatan rumah hunian), penggunaan kelambu, penggunaan bubuk
larvasida, status penggunaan insektisida nyamuk di rumah, keberadaan ikan pemangsa jentik
nyamuk, keberadaan tanaman pengusir nyamuk, pemasangan kawat pada ventilasi,
keberadaan jentik, serta agent. Perubahan perilaku masyarakat juga dipengaruhi oleh peran.
(2019)

Beberapa faktor penyebab DBD meliputi kebersihan lingkungan yang buruk, seperti
genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Selain itu,
faktor perilaku masyarakat yang tidak sehat, seperti tidak menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, juga dapat memicu penyebaran DBD. Kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya pencegahan dan kontrol terhadap nyamuk pembawa virus DBD juga menjadi
faktor penyebab utama penyebaran penyakit ini. Selain itu, faktor cuaca dan iklim yang
mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti juga berkontribusi pada penyebaran
DBD.

Ada juga Beberapa faktor penyebab DBD meliputi faktor iklim seperti suhu, curah hujan,
kelembaban, permukaan air, dan angin. Vektor penyakit DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti,
peka terhadap faktor-faktor lingkungan seperti curah hujan yang tinggi yang menyebabkan
genangan air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Penelitian juga menunjukkan
bahwa variabel lingkungan seperti suhu udara, tingkat urbanisme wilayah, dan elevasi juga
berhubungan dengan kejadian DBD. Selain itu, kelembaban, curah hujan, dan kepadatan
penduduk juga merupakan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyebaran
DBD, dengan curah hujan dianggap paling berpengaruh. Oleh karena itu, perubahan iklim
dan faktor lingkungan memainkan peran penting dalam penyebaran penyakit DBD dan perlu
adanya upaya pengendalian yang tepat untuk mengurangi kasus DBD.

(Faktor-faktor penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) meliputi):


1. Virus Dengue, Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus ini berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari
sebelum dapat ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk.

2. Sikap Negatif Terhadap Pencegahan DBD: Sikap negatif masyarakat terhadap pencegahan
DBD dapat menjadi faktor terjadinya peningkatan kasus DBD.

3. Pengetahuan Masyarakat yang Rendah: Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah


tentang pencegahan DBD juga dapat menjadi faktor penyebab penyebaran penyakit ini.

4. Lingkungan yang Mendukung: Faktor lingkungan seperti genangan air yang menjadi
tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti juga berkontribusi pada penyebaran DBD.

5. Kurangnya Partisipasi Masyarakat: Kurangnya partisipasi masyarakat dalam tindakan


pencegahan DBD juga dapat mempengaruhi penyebaran penyakit ini.

6. Penyebaran Virus Dengue yang Mudah: Penyebaran virus dengue yang semakin mudah
dan banyak menulari manusia juga menjadi faktor penyebab peningkatan kasus DBD.

7. Peningkatan Jumlah Penduduk: Meningkatnya jumlah penduduk di dalam kota juga dapat
mempercepat penyebaran DBD.

8. Pengelolaan Sampah yang Tidak Benar: Tidak adanya pengelolaan sampah yang benar
dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

9. Pengetahuan yang Rendah tentang DBD: Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat


tentang DBD juga dapat mempengaruhi upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit ini

2.3. Gejala Penyakit DBD

Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik
sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada
balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada
anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam
tinggi (> 39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat,
nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. Bintik-bintik
pendarahan di kulit sering terjadi, kadangkadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx
dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri
di tulang rusuk kanan (costae dexter), dan nyeri seluruh perut.

tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test
Terniquet yang positif atau mudah memar.

2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan,
pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.

4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di
periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam 2-7 hari,
penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita
berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan
denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat,
menandakan kebocoran plasma yang ringan.

Gejala klinis DBD pada awalnya muncul menyerupai gejala flu dan tifus (typhoid), oleh
karenanya seringkali dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga keliru dalam penegakkan
diagnosa. Virus ini dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat mengisap darah orang
tersebut. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler darah.

2. 4. Pencegahan dan Penanggulangan penyakit DBD

2.4.1. Masyarakat,Melakukan Pemberantasan Sarang nyamuk

a. Melakukan 3M PLUS (Menutup, Menguras dan Mendaur Ulang), barang barang


bekas yang dapat menampung air hujan, menguras/membersihkan tempat
penampungan air 2 kali seminggu. Pelaksanaan 3M Plus dilaksanakan lebih sering
dari biasanya. 3M PLUS seperti: menaburkan larvasida pembasmi jentik (abate
ditaburkan pada tempat-tempat penampungan air yang terbuka dengan takaran satu
sendok makan 100 liter air), menaburkan ikan pemakan jentik, mengganti air dalam
pot/vas bunga.
b. Untuk Mencegah agar tidak terkena gigitan nyamuk di antara lain :
1) Gunakan kulambu pada saat tidur, obat nyamuk, repellent, tidak
menggantung pakaian, menggunakan pakaian lengan panjang dan lain-
lainnya.
2) Menanam tanaman pengusit nyamuk dilingkungan tempat tinggal seperti:
Daun Nimba, Daun Pepaya, Daun Paria, Daun Gamal, Daun Anona, Daun
Sirsak, Mengkudu, Lengkuas, Damar Hutan, Biji Mahoni, Biji Anona, Bijt
Sisak, Biji Marungga/Kelor.
Setiap rumah harus ada pemantau dan pemberantasan jentik nyamuk DBD.

2.4.2. Petugas Kesehatan dan Lintas Sektor

A. (Petugas Kesehatan)

1). Melakukan advokasi/sosialisasi tentang pencegahan DBD untuk dukungan dari


pemerintah.

2. Upaya pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M PLUS adalah kegiatan


masyarakat bersama pemerintah untuk mencegah dan mengendalikan penyakit DBD
dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara terus menerus dan
berkesinambungan. Sasaran kegiatan PSN 3M PLUS adalah keluarga dan pengelola
tempat umum melalui gerakan 1 Rumah I Jumantik dimana setiap rumah tangga
memiliki satu orang penanggungjawab kegiatan PSN 3M PLUS dirumahnya. Gerakan
PSN dilakukan dengan memotivasi masyarakat (keluarga dan pengelolah- pengelolah
tempat-tempat umum) untuk melaksanakan kegiatan pemberantasan jentik nyamuk
dirumah dan lingkungannya masing-masing.

3. Melakukan Penyuluhan pada masyarakat tentang pencegahan, penanganan pertama


pada penderita DBD sebelum dibawah ke faskes, tanda-tanda dan bahaya DBD.
Penyuluhan dapat dilaksanakan difasyankes, disekolah, dipemukiman dan di tempat-
tempat umum. Penanganan Penderita DBD sesuai SOP.

B. (Lintas Sektor)

Lintas Sektor (Kepala Desa/Lurah/RT/RW) terlibat dalam serangkaian kegiatan


fasilitasi, pendampingan dan penguatan masyarakat dalam berbagai kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN 3M PLUS)

1. Pembentukan Tim Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik.


a. Pembentukan Tim/Kader Jumantik dalam Gerakan 1 Rumah I Jumantik
berasal dari masyarakat setempat terdiri dari Jumantik Rumah, Jumantik
Lingkungan, Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik.
b. Jumantik Rumah adalah: Kepala Keluarga /anggota keluarga/penghuni
dalam satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan
jentik dirumahnya.
c. Jumantik Lingkungan adalah Salah satu atau lebih pegas yangDitunjuk oleh
pengelola tempat tempat umum (TEMPAT-TEMPAT UMUM) atau tempat
institusi misalnya perkantoran, pasar, terminal, pelabuhan dll.
d. Koordinasi Jumantik adalah Satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk
oleh ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan
jumantik rumah dan jumantik lingkungan.
e. Supervisor Jumantik adalah Salah satu atau lebih anggota dari Satuan Tugas
(Satgas) DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah
untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik
dilingkungan RT.
f. Tatakerja dan Koordinasi Jumantik di lapangan adalah sebagai berikut:
 Tata kerja Jumantik mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
pemberantasan nyamuk penular DBD dan ketentuan – ketentuan lainnya yang
berlaku di wilayah setempat.
 Koordinator dan supervisor jumantik dapat berperan dalam kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit lainnya sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas masalah/penyakit yang ada diwilayah kerja.
g. Kriteria Koordinator dan kriteria supervisor Jumantik yaitu berasal dari
warga RT setempat, mampu dan mau melaksanakan tugas dan
bertanggungjawab. Koordinator adalah orang yang mampu dan mau menjadi
motivator bagi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Supervisor
adalalı orang yang mampu menjadi motivator bagi masyarakat dan
koordinator jumantik yang menjadi binaannya. Mampu berkerja sama
dengan petugas Puskesmas, koordinator jumantik dan tokoh masyarakat
setempat.Mampu bekerjasama dan Koordinasi dengan Jumantik di lapangan.
h. Perekrutan Koordinator dan supervisor Jumantik dilaksanakan sesuai dengan
tatacara yang telah diatur oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota,
dan ditetapkan melalui sebuah Surat Keputusan (SK yang ditandatangani
oleh Bupati/Walikota/Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota/Kepala
Desa/Lurah).
i. Tugas dari Tim Pemantau jentik tidak hanya memantau ada atau tidaknya
jentik tetapi memberantas/membersihkan setiap penampungan air yang
ditemukan ada jentik.

2. Kegiatan Pokok dari Penggerakan PS DBD melalui Gerakan satu rumah satu
jumantik adalah:
1) Penggerakan PSN 3M PLUS dirumah (tempat pekiman). Sasaran
penggerakan PSN didesa/kelurahan adalah “keluarga” yaitu dilaksanakannya
PSN dirumah-rumah secara berkala dan terus menerus. Kegiatan Satgas
DBD yang dilakukan didesa/kelurahan meliputi, Kegiatan oleh Masyarakat
Juru pemantau jentik (Jumantik/kader yang telah dilatih oleh Puskesmas di
tingkat RT/RW melakukan pemeriksaan jentik dan penyuluhan di tingkat
RT/RW setiap minggu.
2) Ketua RT/RW sekurang-kurangnya setiap bulan melakukan pertemuan
dengan PKK/Ketua Dasa Wisma dan tokoh masyarakat untuk membahas
pelaksanaan dan hasil.Pemeriksaan jentik oleh Jumantik. Hasil pertemuan
dilaporkan kepada kepala Desa/Lurah.
3) Kepala Desa/Lurah menindaklanjuti hasil laporan RW dan lanjut umpan
balik pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dari Puskesmas.Kegiatan lain yang
dapat diselenggarakan di desa/kelurahan dalam penggerakan PSN DBD
antara lain.
4) Masyarakat bergotong royong melakukan PSN DBD dan kerja bakti
membersihkan lingkungan seperti Gerakan Jumat Bersih atau kegiatan
sejenis seminggu sekali Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan
tokoh masyarakat antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam
pertemuan pertemuan warga masyarakat.
5)

2.4.3. Kegiatan oleh Puskesmas

Petugas Puskesmas melakukan bimbingan teknis kepada Satgas DBD Desa/Kelurahan.

a. Petugas Puskesmas melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) setiap bulan


sekali dengan cara memeriksa 100 rumah yang dipilih secara acak untuk
megetahui hasil penggerakan PSN DBD. Hasil PJB dianalisis dengan
menggunakan indicator Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu persentasi jumlah rumah
yang tidak ditemukan jentik aedes dibagi jumlah rumah yang diperiksa. Hasil PJB
disampaikan kepada Camat dan diumpanbalikkan kepada Camat dan diumpan
balikkan kepada Kepala Desa/Lurah untuk tindak lanjut upaya penggerakan PSN
DBD di wilayahnya.
b. Penggerakan PSN DBD ditempat-tempat umum.
c. Petugas Puskesmas melakukan bimbingan teknis kepada sekolah melalui UKS dan
kepada Tempat-Tempat Umum melalui kegiatan rutin pengawasan lingkungan
Tempat- Tempat Umum.

2.4.4.Kegiatan di Sekolah

a. Penggerakan PSN DBD disekolah dikoordinasi oleh Kepala Sekolah.


b. Kepala Sekolah melakukan pengawasan terhadap kebersihan di Sekolah
melaksanakan PSN 3M secara teratur sekurang- kurangnya sekali seminggu
c. Pembinaan Kegiatan PSN DBD di sekolah diintegrasikan dalam proses belajar
mengajar baik melalui intra maupun ekstrakurikuler seperti program UKS.

2.4.5.Tempat-tempat umum lainnya

tempat-tempat umum lainnya di antaranya,(tempat ibadah, perkantoran, terminal, pasar, dll).


Penggerakan PSN DBD di tempat tempat umum dikoordinasikan oleh penanggungjawab
tempat tempat umum. Petugas kebersihan Tempat Tempat Umum (Temp-tempat umum),
melaksanakan PSN 3M secara teratur seminggu sekali.
2.4.6. Penatalaksanaan pasien DBD

Umumnya diarahkan pada pemberian cairan oral atau infus saat pasien tidak sadarkan
diri atau mengalami penurunan nafsu makan. (Kemenkes RI, 2017),

Menurut (Kemenkes RI, 2017) penatalaksanaan pada demam berdarah dengue meliputi:
1. Istirahat di tempat tidur. 2. Pemberian Cairan Jika tidak ada nafsu makan dianjurkan
minum banyak 1.5-2 liter dalam 24 jam (Susu, air dengan gula/ sirup atau air tawar dengan
garam saja). 3. Antipiretika Penderita demam tinggi dapat diberikan kompres di kepala,
ketiak atau selangkangan. Obat antipiretik harus diberikan dari kelompok asetaminofen,
eukinin, atau dipiron. Hindari penggunaan asetosal karena terlalu berbaya untuk
meningkatkan perdarahan. (Kemenkes RI, 2017) 4. Antikonvulsan Jika kejang terjadi, diobati
dengan antikonvulsan. Digunakan untuk mencegah dan mengontrol kejang (konvulsi).

a. Diazepam, diberikan dengan dosis 0.5mg/ KgBB/ waktu secara intravena dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.

b. Phenobarbital, diberikan sebagai dosis, anak di atas satu tahun diberikan 75 mg


dalam lumen, dan 50 mg secara intramuskular di bawah satu tahu. Jika kejang belum
sembuh dalam 15 menit, dapat diulangi secara intramuskular dengan dosis 3 mg/kg.
(Kemenkes RI, 2017)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap salah satu Rumah Sakit Hermina manado
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif
menggunakan data rekam medik pasien secara retrospektif. Data rekam medik yang diambil
adalah pasien dewasa demam berdarah dengue yang mendapatkan terapi di salah satu Rumah
Sakit di Kota Manado. Variabel independent dalam penelitian ini yaitu ketepatan penggunaan
obat pada pasien demam berdarah dengue. Kegiatan yang dilakukan pihak puskesmas, dari
pihak sekolah dan lintar sector maupun dari pihak kesehatan.

B. Waktu dan tempat penelitian


Penelitian pada tahun 2020, dari kasus yang di ambil di RS Hermina kota manado Sulawesi
utara

C. Subyek penelitian
pada golongan umur 10-14 tahun sebanyak 66 kasus merupakan kasus tertinggi diantara usia lainnya.
Kejadian DBD pada anak usia 5-14 tahun di Kota Semarang. Jenis penelitian adalah penelitian
kuantitatif observasional analitik desain studi case control. Sampel penelitian sejumlah 70
kasus ggi diantara usia lainnya, hingga bulan Juni golongan umur 5-9 tahun sebanyak 59
kasus.

D. Variabel penelitian
Variabel independent dalam penelitian ini yaitu ketepatan penggunaan obat pada pasien
demam berdarah dengue.

E. Instrumen Penelitian
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara cluster sampling yaitu teknik pengambilan
sampel di mana sampel dipilih secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang
terjadi secara alami kejadian DBD pada anak usia 5-14 tahun di Kota Manado

Jenis kelamin merupakan faktor predisposing atau faktor pemudah seseorang untuk
berperilaku, dan ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku hidup sehat. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Denpasar Selatan menunjukkan bahwa jenis
kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD ah sehingga tidak
mungkin membuat daftar seluruh populasi tersebut.

F. Prosedur penelitian
Pengolahan data rekam medik untuk mengetahui gambaran penggunaan obat pada pasien
DBD meliputi tepat indikasi, tepat pemilihan obat dan tepat dosis.

G. Analisis penelitian
Penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian observasional analitik, Data di analisis
secara univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian serta secara bivariat untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
kejadian demam berdarah dengue pada anak usia 5-14 tahun di Kota Semarang Tahun 2020.
DAFTAR PUSTAKA

Ambar Atikah Zain Muharrom(2022), FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM BERDARAH


DENGUE PADA ANAK USIA 5-14 TAHUN, Jurnal Sehat Mandiri di akses
2023

Erika Octavia Nababan (2020) ,Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Pada Pasien Demam
Berdarah Dengue (DBD) di akses 2022

Ira Aini Dania (2016), GAMBARAN PENYAKIT DAN VEKTOR DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) di akses 2018

Anda mungkin juga menyukai