HERMINA MANADO
UNIVERSITAS SAMRATULANGI
MANADO
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya anugerah Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Proposal penelitian kuantitatif yang berjudul “ GAMBARAN
FAKTOR RESIKO PENYAKIT DI RUMAH SAKIT HERMINA MANADO”. Proposal penelitian
kuantitatif ini disusun untuk melengkapi tugas dalam Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif
Prodi Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Proposal penelitian
kuantitatif ini tersusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang diberikan
kepada penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.Selaku Dosen Pengajar MK yang bersedia meluangkan waktu, pikiran serta memberikan
motivasi yang sangat bermanfaat untuk membimbing penulis dalam penyusunan Proposal
penelitian kuantiatif ini.
3.Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepada Penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal penelitian kuantitatif ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak yang membaca untuk penyempurnaan Proposal penelitian kuantitatif ini. Terima Kasih.
Penulis,
Kelompok 1_4D
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia, demam berdarah dengue mulai dikenal pertama kali pada tahun 1968 di
DKI Jakarta dan Surabaya, dan terus menyebar ke seluruh tiga puluh tiga propinsi di
Indonesia. Pola epidemiologi infeksi dengue mengalami perubahan dari tahun ke tahun,
jumlah kasus memuncak setiap siklus 10 tahunan. Dari tahun 1968-2008 angka
kesakitan demam berdarah dengue terus meningkat. Pada tahun 2008 didapatkanangka
kesakitan 58,85/ 100.000 penduduk. Angka kematian menurun dengan stabil dari 41%
pada tahun 1968 menjadi kurang dari 2% sejak tahun 2000, dan pada tahun 2008 angka
kematian menurun menjadi 0,86%. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus DENI, DEN2, DEN3, atau DEN4 dan juga gigitan nyamuk
vektor dengue yang tergolong dalam virus yang disebabkan oleh flavivirus dan
arthropoda flaviviridae memasuki aliran darah.
Angka kejadian DBD yang terus meningkat ditambah dengan siklus hidup aedes sebagai
vektor DBD yang cepat adalah alasan pentingnya melakukan Tindakan pengendalian
vektor. Demam berdarah dengue masih menjadi persoalan di Indonesia karena angka
morbiditas DBD sekarang belum mencapai target pemerintah yaitu kurang dari 49 per
100.000 penduduk. Pada tahun 2015 angka kesakitan DBD mencapai 50,7 per 100.000
penduduk. Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi yaitu Bali sebesar 105,95 per
100.000 penduduk selanjutnya Kalimantan Timur sebesar 62,57 per 100.000 penduduk
dan angka kesakitan Kalimantan Barat sebesar 52,61 per 100.000 penduduk. Angka
kesakitan pada provinsi Bali menurun hampir lima kali lipat dibandingkan tahun 2016
yaitu 515,90 per 100.000 penduduk pada tahun 2017.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi DBD ?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya DBD?
3. Bagaimana gejala terjadinya DBD ?
4. Bagaimana pencegahan dan pengendalian DBD ?
5. Apa saja Metode penilitan dari hasil yang sudah ada ?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian disini untuk mengetahui faktor faktor risiko kejadian DBD pada anak
di RS Hermina Manado. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif observasional
1.4.Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Virus dengue merupakan mikroorganisme yang sangat kecil hanya dapat dilihat dengan
mikroskop elektron. Virus hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan
hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia yang ditempati terutama untuk kebutuhan
protein. Apabila imunitas seseorang dengan infeksi dengue tersebut rendah dapat
menyebabkan sel jaringan semakin rusak bila virus berkembang. Sebaliknya jika imunitas
seseorang baik maka akan sembuh dan membentuk sistem imun virus dengue dalam tubuh.
Penyakit demam berdarah dengue mengenai seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
lebih tepatnya nyamuk betina dewasa. Nyamuk betina memerlukan darah manusia atau
binatang untuk hidup dan berkembang biak. Bila imunitas seseorang baik maka derajat
penyakit tidak berat. (Ufthoni et al., 2022)
Sebaliknya apabila imunitas rendah seperti pada anak-anak, penyakit infeksi dengue ini dapat
menjadi berat bahkan dapat mematikan, Seperti halnya virus yang lain (misalnya influenza,
campak) sebagian besar penderita anak sembuh dengan sendirinya, karena penyakit virus
bersifat self limiting disease. Penyakit infeksi virus mempunyai keunikan yaitu datang
mendadak, penyakit akan berjalan terus walaupun diobati, dan akhirnya akan sembuh dengan
sendirinya tergantung dari imunitas penderita. (Ufthoni et al., 2022)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD yaitu
faktor host (jenis kelamin), lingkungan (perilaku 3M, keberadaan sumber air tergenang
di/dekat rumah, letak geografis, musim, lingkungan fisik (frekuensi pengurasan kontainer,
tutup kontainer, kepadatan rumah), lingkungan biologi (kepadatan vektor, keberadaan jentik
pada kontainer, kepadatan rumah hunian), penggunaan kelambu, penggunaan bubuk
larvasida, status penggunaan insektisida nyamuk di rumah, keberadaan ikan pemangsa jentik
nyamuk, keberadaan tanaman pengusir nyamuk, pemasangan kawat pada ventilasi,
keberadaan jentik, serta agent. Perubahan perilaku masyarakat juga dipengaruhi oleh peran.
(2019)
Beberapa faktor penyebab DBD meliputi kebersihan lingkungan yang buruk, seperti
genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Selain itu,
faktor perilaku masyarakat yang tidak sehat, seperti tidak menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, juga dapat memicu penyebaran DBD. Kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya pencegahan dan kontrol terhadap nyamuk pembawa virus DBD juga menjadi
faktor penyebab utama penyebaran penyakit ini. Selain itu, faktor cuaca dan iklim yang
mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti juga berkontribusi pada penyebaran
DBD.
Ada juga Beberapa faktor penyebab DBD meliputi faktor iklim seperti suhu, curah hujan,
kelembaban, permukaan air, dan angin. Vektor penyakit DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti,
peka terhadap faktor-faktor lingkungan seperti curah hujan yang tinggi yang menyebabkan
genangan air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Penelitian juga menunjukkan
bahwa variabel lingkungan seperti suhu udara, tingkat urbanisme wilayah, dan elevasi juga
berhubungan dengan kejadian DBD. Selain itu, kelembaban, curah hujan, dan kepadatan
penduduk juga merupakan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyebaran
DBD, dengan curah hujan dianggap paling berpengaruh. Oleh karena itu, perubahan iklim
dan faktor lingkungan memainkan peran penting dalam penyebaran penyakit DBD dan perlu
adanya upaya pengendalian yang tepat untuk mengurangi kasus DBD.
2. Sikap Negatif Terhadap Pencegahan DBD: Sikap negatif masyarakat terhadap pencegahan
DBD dapat menjadi faktor terjadinya peningkatan kasus DBD.
4. Lingkungan yang Mendukung: Faktor lingkungan seperti genangan air yang menjadi
tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti juga berkontribusi pada penyebaran DBD.
6. Penyebaran Virus Dengue yang Mudah: Penyebaran virus dengue yang semakin mudah
dan banyak menulari manusia juga menjadi faktor penyebab peningkatan kasus DBD.
7. Peningkatan Jumlah Penduduk: Meningkatnya jumlah penduduk di dalam kota juga dapat
mempercepat penyebaran DBD.
8. Pengelolaan Sampah yang Tidak Benar: Tidak adanya pengelolaan sampah yang benar
dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik
sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada
balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada
anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam
tinggi (> 39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat,
nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam. Bintik-bintik
pendarahan di kulit sering terjadi, kadangkadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx
dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri
di tulang rusuk kanan (costae dexter), dan nyeri seluruh perut.
tingkat :
1. Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah test
Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan,
pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat di
periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam 2-7 hari,
penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita
berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan
denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat,
menandakan kebocoran plasma yang ringan.
Gejala klinis DBD pada awalnya muncul menyerupai gejala flu dan tifus (typhoid), oleh
karenanya seringkali dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga keliru dalam penegakkan
diagnosa. Virus ini dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat mengisap darah orang
tersebut. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler darah.
A. (Petugas Kesehatan)
B. (Lintas Sektor)
2. Kegiatan Pokok dari Penggerakan PS DBD melalui Gerakan satu rumah satu
jumantik adalah:
1) Penggerakan PSN 3M PLUS dirumah (tempat pekiman). Sasaran
penggerakan PSN didesa/kelurahan adalah “keluarga” yaitu dilaksanakannya
PSN dirumah-rumah secara berkala dan terus menerus. Kegiatan Satgas
DBD yang dilakukan didesa/kelurahan meliputi, Kegiatan oleh Masyarakat
Juru pemantau jentik (Jumantik/kader yang telah dilatih oleh Puskesmas di
tingkat RT/RW melakukan pemeriksaan jentik dan penyuluhan di tingkat
RT/RW setiap minggu.
2) Ketua RT/RW sekurang-kurangnya setiap bulan melakukan pertemuan
dengan PKK/Ketua Dasa Wisma dan tokoh masyarakat untuk membahas
pelaksanaan dan hasil.Pemeriksaan jentik oleh Jumantik. Hasil pertemuan
dilaporkan kepada kepala Desa/Lurah.
3) Kepala Desa/Lurah menindaklanjuti hasil laporan RW dan lanjut umpan
balik pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dari Puskesmas.Kegiatan lain yang
dapat diselenggarakan di desa/kelurahan dalam penggerakan PSN DBD
antara lain.
4) Masyarakat bergotong royong melakukan PSN DBD dan kerja bakti
membersihkan lingkungan seperti Gerakan Jumat Bersih atau kegiatan
sejenis seminggu sekali Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan
tokoh masyarakat antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam
pertemuan pertemuan warga masyarakat.
5)
2.4.4.Kegiatan di Sekolah
Umumnya diarahkan pada pemberian cairan oral atau infus saat pasien tidak sadarkan
diri atau mengalami penurunan nafsu makan. (Kemenkes RI, 2017),
Menurut (Kemenkes RI, 2017) penatalaksanaan pada demam berdarah dengue meliputi:
1. Istirahat di tempat tidur. 2. Pemberian Cairan Jika tidak ada nafsu makan dianjurkan
minum banyak 1.5-2 liter dalam 24 jam (Susu, air dengan gula/ sirup atau air tawar dengan
garam saja). 3. Antipiretika Penderita demam tinggi dapat diberikan kompres di kepala,
ketiak atau selangkangan. Obat antipiretik harus diberikan dari kelompok asetaminofen,
eukinin, atau dipiron. Hindari penggunaan asetosal karena terlalu berbaya untuk
meningkatkan perdarahan. (Kemenkes RI, 2017) 4. Antikonvulsan Jika kejang terjadi, diobati
dengan antikonvulsan. Digunakan untuk mencegah dan mengontrol kejang (konvulsi).
a. Diazepam, diberikan dengan dosis 0.5mg/ KgBB/ waktu secara intravena dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap salah satu Rumah Sakit Hermina manado
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif
menggunakan data rekam medik pasien secara retrospektif. Data rekam medik yang diambil
adalah pasien dewasa demam berdarah dengue yang mendapatkan terapi di salah satu Rumah
Sakit di Kota Manado. Variabel independent dalam penelitian ini yaitu ketepatan penggunaan
obat pada pasien demam berdarah dengue. Kegiatan yang dilakukan pihak puskesmas, dari
pihak sekolah dan lintar sector maupun dari pihak kesehatan.
C. Subyek penelitian
pada golongan umur 10-14 tahun sebanyak 66 kasus merupakan kasus tertinggi diantara usia lainnya.
Kejadian DBD pada anak usia 5-14 tahun di Kota Semarang. Jenis penelitian adalah penelitian
kuantitatif observasional analitik desain studi case control. Sampel penelitian sejumlah 70
kasus ggi diantara usia lainnya, hingga bulan Juni golongan umur 5-9 tahun sebanyak 59
kasus.
D. Variabel penelitian
Variabel independent dalam penelitian ini yaitu ketepatan penggunaan obat pada pasien
demam berdarah dengue.
E. Instrumen Penelitian
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara cluster sampling yaitu teknik pengambilan
sampel di mana sampel dipilih secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang
terjadi secara alami kejadian DBD pada anak usia 5-14 tahun di Kota Manado
Jenis kelamin merupakan faktor predisposing atau faktor pemudah seseorang untuk
berperilaku, dan ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku hidup sehat. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Denpasar Selatan menunjukkan bahwa jenis
kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD ah sehingga tidak
mungkin membuat daftar seluruh populasi tersebut.
F. Prosedur penelitian
Pengolahan data rekam medik untuk mengetahui gambaran penggunaan obat pada pasien
DBD meliputi tepat indikasi, tepat pemilihan obat dan tepat dosis.
G. Analisis penelitian
Penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian observasional analitik, Data di analisis
secara univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian serta secara bivariat untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
kejadian demam berdarah dengue pada anak usia 5-14 tahun di Kota Semarang Tahun 2020.
DAFTAR PUSTAKA
Erika Octavia Nababan (2020) ,Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Pada Pasien Demam
Berdarah Dengue (DBD) di akses 2022
Ira Aini Dania (2016), GAMBARAN PENYAKIT DAN VEKTOR DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) di akses 2018