Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ILMU KOMUNIKASI MASYARAKAT

“KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) RABIES”

TEORI

Dosen Pengampu :

Yulia Novika J, SP. MKM

Disusun oleh :

Yasfina Aulia (2213411127)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDI DIII GIZI TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas inividu mata kuliah Ilmu Komunikasi Masyarakat
semester dua program studi Diploma Gizi yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Ilmu Komunikasi Masyarakat Ibu Yulia Novika J, SP. MKM.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata
kami berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami sendiri dan pihak
yang telah membacanya, serta kami mendoakan semoga segala bantuan yang telah
diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Bandar Lampung, 24 Januari 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN…...................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah….........................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan…...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN…...................................................................................2

2.1 Kejadian KLB Rabies.......................................................................................2

2.2 Penyebab KLB Rabies

2.3 Gejala KLB Rabies

2.4 Dampak KLB Rabies

2.5 Penanggulangan KLB Rabies

2.6 Pencegahan KLB Rabies

BAB III PENUTUP..............................................................................................12

3.1 Kesimpulan…..................................................................................................12

3.2 Saran….............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA….......................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rabies adalah infeksi virus pada otak dan sistem saraf. Umumnya, virus
penyebab rabies menular ke manusia melalui gigitan hewan. Rabies tergolong
penyakit berbahaya karena berisiko menyebabkan kematian jika tidak cepat
ditangani.
Di Indonesia, rabies atau yang dikenal dengan istilah “penyakit anjing gila”
masih menjadi salah satu penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data tahun 2020, ada 26 dari 34 propinsi di Indonesia yang belum
bebas dari rabies, dengan jumlah kematian per tahun lebih dari 100 orang.
Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit menular akut yang
menyerang susunan saraf pusat pada manusia dan hewan berdarah panas yang
disebabkan oleh virus rabies, ditularkan melalui saliva (anjing, kucing, kera) yang
kena rabies dengan jalan gigitan atau melalui luka terbuka.
Penyakit rabies masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1884, ditemukan
oleh Schrool (orang Belanda) pada kuda, kemudian tahun 1889 Esser W, J,. dan
Penning menemukan penyakit rabies pada anjing. Pada tahun 1894, pertama kali
virus rabies menyerang manusia, ditemukan oleh EV De Haan (orang Belanda).
Di Provinsi Bali Penyakit rabies muncul kembali pada tanggal 14 Nopember
2008, menimpa seorang warga Banjar Giri Darma – Desa Ungasan, Kecamatan
Kuta Selatan Badung dan sampai sekarang penyakit rabies perlu diwaspadai.

Tujuan Penulisan

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui kejadian dan jumlah kasus penderita


KLB rabies di berbagai daerah
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui Penyebab dan gejala rabies
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dampak KLB rabies
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui penanggulangan dan
pencegahan rabies
1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kejadian KLB Rabies

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan


virus dengue. Vektor virus dengue ini adalah nyamuk Aedes aegypti, dimana
Aedes aegypti ini berkembangbiak dengan cepat sehingga menyebabkan 390 juta
orang terinfeksi setiap tahunnya.1 Gejala penyakit DBD dapat ditandai dengan
demam secara tiba-tiba dan mengalami pendarahan pada bagian kulit ataupun
bagian tubuh lainnya, serta dapat menyebabkan kematian.

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tenggara pada tahun


2018 melaporkan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue sebanyak 655 kasus
dengan jumlah kematian lima kasus. Kemudian terjadi peningkatan kasus pada
tahun 2019 sampai bulan November 1.493 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak sembilan kasus. Hal ini selalu terjadi penambahan kasus sampai bulan
januari 2020 dengan penambahan kasus sebanyak 145 kasus (Dinkes Propinsi
Sulawesi Tenggara, 2020).DBD merupakan salah satu penyakit yang dapat
memicu terjadinya kejadian luar biasa (KLB) bahkan wabah dan menyebabkan
kematian. KLB DBD dapat terjadi hampir setiap tahun di beberapa wilayah
dengan tempat yang berbeda dan kejadiannya sulit diduga. Hampir seluruh
Kab/Kota di Indonesia merupakan wilayah endemis DBD. Sejak ditemukan
pertama kali tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, saat ini penyebaran DBD
semakin meluas dan mencapai seluruh provinsi di Indonesia (Kemenkes RI,
2017a). Kasus DBD di Indonesia tahun 2018 sebanyak 65.602 kasus, angka
kesakitan (Incident Rate-IR) 24,75 per 100.000 penduduk, jumlah kematian 467
orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,71%.

2
Jawa Barat menempati urutan pertama dengan jumlah kasus DBD tertinggi
di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 8.732 kasus (IR 17,94), 49 orang
meninggal (tertinggi kedua) dengan CFR 0,56% (Kemenkes RI, 2019; Dinkes
Jawa Barat, 2018). Menurut data Dinkes Jawa Timur angka kejadian DB D di
Jawa Timur tergolong tinggi, dengan angka kesakitan dan kematian yang berada
di atas target nasional. Kasus DBD yang terjadi di Jawa Timur pada tahun 2019
sebanyak 18.393 orang, dengan kematian sebanyak 185 orang (CFR = 1%).
Sementara pada tahun 2020, jumlah penderita DBD di Jawa Timur pada bulan
Januari 2020 sebanyak 811 penderita, dengan kematian 6 orang. Pada bulan
Februari 2020 sebanyak 948 penderita dengan kematian 9 orang. Total jumlah
penderita DBD Januari sampai Februari 2020 sebanyak 1.759 ora ng dengan
kematian 15 orang (CFR=0,85%) (Dinkes Jawa Timur, 2020)

Di Provinsi Banten, Kabupaten Tangerang merupakan wilayah dengan


kasus DBD tertinggi. Setiap tahun, penyakit DBD terjadi di Kabupaten Tangerang
dengan puncaknya setiap tiga tahun sekali seperti yang terjadi pada tahun 2013
(373 kasus DBD) dan 2016 (1.253 kasus DBD dengan 22 kematian).2 Dengan
kata lain, CFR DBD Kabupaten Tangerang pada tahun 2016 sebesar 1,75%.
Persentase CFR tersebut lebih tinggi dari CFR nasional dan CFR Provinsi Banten.
Berdasarkan tingginya kasus DBD tersebut, pada bulan Februari 2016, Menteri
Kesehatan menetapkan Kabupaten Tangerang dengan status KLB penyakit DBD.3
Atas dasar penetapan tersebut, Pemerintah Kabupaten Tangerang kemudian
menetapkan kasus DBD yang terjadi saat itu sebagai KLB.4 Hal ini guna
memudahkan penggerakkan semua komponen pemerintah daerah dalam upaya
pemberantasan KLB penyakit DBD. Kecamatan Panongan, Balaraja, Curug,
Cikupa, Pasar Kemis, dan Legok merupakan wilayah endemis DBD di Kabupaten
Tangerang.

3
Penyebaran penyakit DBD hingga menjadi KLB sangat terkait dengan
perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Keberadaan vektor nyamuk di tempat perindukan di tempat penampungan air
bersih seperti bak mandi, tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, dan lainnya
juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan sehingga pemberantasan dilakukan
melalui pendekatan perubahan perilaku, kebersihan lingkungan dan
pemberantasan tempat perindukan nyamuk. Ketika sudah ada penderita DBD di
tengah masyarakat, biasanya permintaan dilakukannya fogging atau pengasapan
akan meningkat. Pemerintah telah menyatakan penyakit DBD sebagai salah satu
penyakit yang dapat menimbulkan wabah atau KLB.

No Daerah Tahun Jumlah kasus Meninggal


1. Tangerang 2016 1.253 kasus 22 orang
2. Sulawesi 2019 1.493 kasus 9 orang
3. Jawa timur 2019 18.393 kasus 185 orang
4. Jawa barat 2018 8739 kasus 49 orang
5. Kediri 2019 1.382 kasus 28 orang

2.2 Penyebab KLB Rabies

Rabies disebabkan oleh virus Lyssavirus dari golongan Rhabdoviridae.


Virus ini umumnya masuk ke tubuh manusia melalui cakaran atau gigitan hewan
yang terinfeksi virus rabies. Jilatan hewan yang terinfeksi ke mulut, mata, atau
luka terluka, juga bisa menjadi cara penularan virus rabies dari hewan ke manusia.
Saat sudah memasuki tubuh, virus rabies dapat masuk ke otak melalui sel
saraf, kemudian menggandakan diri dengan cepat. Hal ini dapat menyebabkan
peradangan berat pada otak dan saraf tulang belakang.
Penting untuk diingat, virus rabies yang sudah menyerang otak dapat
membuat kondisi pasien memburuk dan mengalami kematian dengan cepat.
Penyebaran virus ke otak dapat terjadi lebih cepat jika pasien mengalami gigitan
atau cakaran di area leher atau kepala.

4
Jenis hewan yang dapat membawa dan menularkan virus rabies antara
lain:
• Anjing
• Kucing
• Monyet
• Kelelawar
• Musang
• Sapi
• Kambing
• Kuda
• Kelinci

• Berang-berang
• Rubah
• Rakun
• Sigung

Faktor Risiko Rabies


Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang tertular
rabies, yakni:
• Bekerja di laboratorium yang meneliti virus rabies
• Bekerja sebagai dokter hewan
• Tinggal di lingkungan yang banyak hewan liar
• Tinggal di wilayah dengan sanitasi yang buruk atau jauh dari tempat
vaksinasi
• Melakukan aktivitas yang berisiko terjadi kontak dengan hewan liar,
misalnya berkemah,
mendaki gunung, atau menjelajahi gua
• Memiliki luka terbuka di kulit

5
6
2.3 Gejala KLB Rabies

Gejala awal rabies biasanya muncul 30–90 hari setelah seseorang tergigit
hewan yang terinfeksi virus rabies. Namun pada kasus tertentu, gejala juga bisa
muncul lebih cepat atau lebih lambat.
Gejala awal rabies dapat mirip dengan gejala flu. Penderita umumnya
mengalami demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Rasa kesemutan, nyeri, dan gatal
yang sangat mengganggu di area bekas gigitan juga dapat terjadi. Gejala ini
merupakan gejala khas pada rabies.
Selain itu, beberapa gejala awal yang juga dapat dialami penderita adalah:
• Lemas
• Malas makan
• Nyeri kepala
• Menggigil
• Nyeri tenggorokan
• Mual dan muntah
• Diare
• Gangguan cemas
• Gelisah
• Sulit tidur atau insomnia
• Depresi

Jika rabies tidak teridentifikasi dan tidak ditangani, gejala akan


berkembang menjadi lebih parah. Gejala lanjutan ini bisa digolongkan menjadi
dua tipe, yaitu tipe agresif dan tipe paralitik. Berikut adalah penjelasannya:
Gejala lanjutan rabies tipe agresif

Kebanyakan rabies yang disebabkan oleh gigitan anjing akan


menimbulkan gejala ini. Penderita akan mengalami episode “marah”, yang
ditandai dengan rasa gelisah, linglung, perilaku hiperaktif, muncul keinginan
untuk memukul atau menggigit, dan halusinasi. Episode ini biasanya hanya
11
bertahan kurang dari 5 menit, tetapi dapat muncul kembali.
Penderita dengan gejala ini juga dapat mengalami kejang dan kram otot.
Di beberapa kasus, gejala dapat berkembang menjadi tipe paralitik. Kematian
dapat terjadi karena henti jantung atau gagal napas.
Gejala lanjutan rabies tipe paralitik
Penderita yang mengalami gejala ini akan lebih “diam”. Namun, gejala
demam dan sakit kepala akan lebih berat. Penderita juga akan mengalami
kelumpuhan yang menjalar, mulai dari anggota badan yang digigit hingga ke atas.
Kematian dapat terjadi jika kelumpuhan sudah menjalar hingga ke otot napas.
Di luar gejala di atas, penderita rabies juga dapat mengalami:
• Produksi air liur bertambah
• Fotofobia atau takut terhadap cahaya
• Hidrofobia atau takut air
• Priapismus atau ereksi tanpa ada rangsangan seksual

2.4 Dampak KLB Rabies

1. Linu seperti Kesemutan


Setelah tergigit hewan pembawa rabies, biasanya seseorang tidak akan
langsung merasakan gejala yang jelas. Baru setelah beberapa hari, sebagian gejala
mulai muncul dan diawali dengan rasa linu atau kesemutan di tempat yang digigit.
Orang yang tertular virus rabies juga akan merasakan gatal, bahkan perih di
bagian yang diserang hewan pembawa virus.
2. Gejala Menyerupai Flu
Berita buruknya, gejala awal rabies sering disalah artikan sebagai gejala flu
karena memiliki ciri yang serupa. Pada masa-masa awal, infeksi rabies ke manusia
bisa memunculkan gejala, seperti demam tinggi, menggigil, mudah merasa lelah,
nyeri otot, kesulitan menelan, hingga kesulitan tidur di malam hari. Beberapa
gejala lain yang mirip flu pun mungkin terjadi, jika tidak segera

ditangani, gejala ringan tersebut bisa berubah menjadi kondisi yang lebih
buruk dan menyebabkan kondisi semakin parah.
11
3. Merasa Gelisah dan Kebingungan
Infeksi virus rabies bisa menyebabkan pengidapnya mengalami halusinasi dan
gangguan kecemasan tertentu. Manusia yang sudah terinfeksi pun akan
mengalami gejala munculnya rasa gelisah, dan mudah merasa bingung.

2.5 Penanggulangan KLB Rabies

Hal-hal yang menjadi faktor risiko penularan penyakit rabies adalah sarana
transportasi, khususnya pelabuhan yang tidak resmi, hewan peliharaan yang Tidak
di vaksinasi di daerah tertular, hewan liar di daerah tertular, pekerja yang berisiko
spt dokter hewan, penangkap anjing, petugas laboratorium, pemburu dll.
Wisatawan ke daerah tertular tapi tidak diberi pre exposure, tranplantasi terutama
cornea.
Cara penularan virus rabies pada hewan berbeda dengan cara penularan
pada manusia. Pada hewan terjadi melalui gigitan hewan yang menderita rabies ke
hewan sehat. Cara penularan pada manusia, dibagi dua yaitu : (1) Dari hewan ke
manusia melalui gigitan hewan yang air liurnya mengandung virus rabies. (2)
Nongigitan melalui jilatan hewan yang mengandung virus rabies pada luka,
selaput mukosa yang utuh, selaput lendir mulut, selaput lendir anus, selaput lendir
alat genitalia eksterna dan melalui inhalasi / udara (jarang terjadi). Cara penularan
dari manusia ke manusia melalui transplantasi kornea, kontak air liur penderita ke
mukosa mata dan pernah ada laporan, orang sehat setelah digigit oleh penderita
rabies, mengalami sakit rabies.

11
Tempat perindukan vektor nyamuk Kebijakan Penanggulangan KLB DBD
Aedes dipengaruhi oleh jenis, ukuran dan warna wadah, air, suhu, kelembaban,
dan kondisi lingkungan setempat. Tempat perindukan jentik nyamuk Aedes paling
banyak di Tempat Penampungan Air (TPA) yang terbuat dari logam, semen, kayu
dan yang paling sedikit yang terbuat dari keramik.

Hal ini dikarenakan ada hubungannya dengan ketersediaan makanan larva


yang menempel di dinding TPA. Jentik banyak ditemukan di wadah TPA yang
berukuran besar seperti tempayan, drum, dan bak mandi (Hasyimi dan Mardjan,
2004). Penyimpanan air di wadah bermuatan besar cenderung membutuhkan
waktu lama untuk menggunakannya. Sebagaimana dengan penyakit yang
disebabkan oleh virus, banyak kelompok ahli yang telah melakukan upaya intensif
dan membuat kemajuan dalam mengembangkan vaksin yang aman, terjangkau
dan efektif terhadap semua serotipe virus dengue. Seperti upaya mengkaji vaksin
dengue melalui pengembangan virus dengue yang telah dilemahkan, virus dengue
yang tidak aktif, vaksin sub-unit, vaksin DNA, dan penggabungan vaksin yellow
fever dengan virus dengue yang dilemahkan. Namun hingga saat ini tidak ada
vaksin yang efektif untuk melawan virus dengue (Nedjadi, 2015). Pengembangan
vaksin dengue merupakan tugas yang berat karena adanya empat serotipe virus
dengue dengan antigen yang berbeda, masing-masing mampu memunculkan
respon antibodi yang justru dapat meningkatkan penyakit terhadap tiga serotipe
lainnya (Khetarpal, 2016).

Termasuk vaksin DBD dengvaxia yang dibuat oleh perusahaan farmasi


Perancis, yaitu Sanofi Pasteur. Vaksin telah beredar secara komersial di 11 negara
endemis DBD termasuk Asian Tenggara dan Brasil. Setelah dilakukan penelitian
selama enam tahun, dengvaxia dapat memicu munculnya penyakit yang lebih
parah pada orang yang belum pernah terinfeksi virus dengue. penanggulangan
KLB DBD difokuskan pada perubahan perilaku masyarakat untuk senantiasa
memberantas nyamuk dan jentiknya.

11
2.6 Pencegahan KLB Rabies

1. Komplikasi Rabies
Rabies merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Begitu gejalanya
muncul, dapat dipastikan virus rabies sudah menginfeksi otak, sehingga kondisi
penderita bisa memburuk dengan cepat. Akibatnya, penderita dapat mengalami
komplikasi berikut:
• Gagal napas
• Koma
• Henti jantung
• Kematian

2. Pencegahan Rabies
Meski berbahaya, rabies adalah penyakit yang dapat dihindari. Caranya
adalah dengan melakukan sejumlah upaya berikut:
• Melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan, seperti anjing atau kucing
• Menjaga hewan peliharaan tetap di dalam kandang dan mengawasinya
bila sedang di luar
kandang
• Menutup lubang atau celah di rumah yang bisa menjadi sarang hewan
liar
• Menghindari kontak dengan hewan liar atau hewan yang menunjukkan
gejala rabies
• Melapor ke lembaga pengendalian hewan liar jika muncul hewan-hewan
liar
• Menjalani vaksinasi rabies sebelum berkunjung ke wilayah yang sering
terjadi penularan rabies, dan sebelum melakukan kegiatan yang dapat
menyebabkan Anda tertular virus rabies
Pertolongan pertama pada penderita rabies dapat dilakukan cara-cara
seperti :
(1) Cucilah gigitan hewan (anjing) dengan sabun / detergent di bawah air
11
mengalir selama 10 – 15 menit ;
(2) Beri obat antiseptik pada luka gigitan (obat merah, alkohol 70 % dll) ;
(3) Hubungi rabies center untuk pertolongan selanjutnya (Media center ;
Dinas Peternakan Provinsi Bali).
Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memberikan vaksin rabies pada
hewan peliharaan anda setiap 1 tahun sekali, segera melapor ke puskesmas /
rumah sakit terdekat bila digigit oleh hewan tersangka rabies untuk mendapatkan
Vaksin Anti Rabies (VAR).

11
12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Gejala klinis
utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegall, dan tanda-
tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan atau sindrom renjatan dengue
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. Faktor-
faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit demam berdarah
diantaranya: lingkungan rumah (jarak rumah, tata rumah, jenis kontainer,
ketinggian tempat dan iklim), lingkungan biologi, dan lingkungan sosial.
Pencegahan penyakit demam berdarah dengue terdiri dari: pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan yang terakhir adalah pencegahan tersier. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan peningkatan angka kejadian DBD dapat dicegah
keterlibatannya pada penyakit DBD dengan melakukan pencegahan primer,
sekunder dan tersier.

3.2 Saran

Dalam hal melakukan Pengendalian Faktor Resiko, penulis menyarankan


kepada pelaksana kebijakan agar lebih serius dalam memperbaiki kualitas media
lingkungan masyarakat yang dilakukan oleh para pelaksana kebijakan dan
pentingnya melakukan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit
terhadap lingkungan masyarakat agar masyarakat tahu bagaimana upaya
pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) serta agar berjalan
dengan baik kepada masyarakat terhadap kebijakan Pengendalian Faktor Risiko.

DAFTAR PUSTAKA

Sukohar A. Demam berdarah dengue. Medula. Bandar Lampung: Fakultas


Kedokteran Universitas Lampung. 2014. 2(2):1-14

13
Arsin, A. A. (2013). Epidemiologi Demam Berdarah (DBD) Di Indonesia (A.
Sade, ed.). Makassar: Masagena Press.

Dinkes Kota Cimahi. (2018). Profil Kesehatan Cimahi 2017. Cimahi: Dinas
Kesehatan Kota Cimahi.

Dinkes Jawa Barat. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2017.
Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Kemenkes RI. (2017a). Buku Pedoman: Penyeldikan dan Penanggulangan


Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Makanan (Pedoman
Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi 2017 (Puhilan, ed.). Jakarta: Subdit
Surveilans; Direktorat Surveilans Dan Karantina Kesehatan; Dirjen P3L;
Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2017). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah


Dengue di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI Dirjen P2P.

Ali, Khaidar. 2016. Study of Factors Caused Dengue Haemorrhagic Fever Case
Study: Pasuruan, Jawa Timur-Indonesia. Journal of Medical and Bioengineering.
Vol 5 (2).

Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. (2017). Profil Kesehatan Kabupaten


Tangerang. Banten: Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.

Demam Berdarah Dengue (DBD), http://www.


depkes.go.id/development/site/depkes/index.php?cid=117042500004&id=demam
-berdarahdengue-dbd-, diakses 25 februari 2023.

13

Anda mungkin juga menyukai