Pendahuluan
Untuk itu perlu diteliti nilai kepadatan larva nyamuk Aedes pada
masing-masing kelompok penelitian dengan memeriksa kontainer
yang berisi air. setelah data hasil penelitian diolah dan dianalisa,
ternyata diperoleh nilai rata-rata indeks jentik pada kelompok
abatisasi yaitu HI 6,015%, CI 4,015% dan BI 7,75% per 100 rumah
sedangkan kelompok tanpa abatisasi yaitu HI 22%, CI 12,995% dan
BI 26,25% per 100 rumah. Untuk membuktikan apakah ada
perbedaan kepadatan larva nyamuk Aedes pada kelompok
abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi, perlu diuji secara
statistik.
1.2 Tujuan
BAB II
Tinjauan Teori
Aedes sp. mempunyai habitat pada tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, drum air,
tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, botol bekas, potongan bambu, aksila daun dan lubang-lubang
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan di Kelurahan Papanggo, Kodya Jakarta Utara khususnya tempat
penampungan air (TPA) rumah tangga menunjukkan bahwa TPA yang paling banyak ditemukan jentik dan
pupa nyamuk Aedes Aegypti adalah jenis tempayan yang terbuat dari tanah dan drum besar .
Kemungkinan penyebabnya adalah karena TPA seperti tempayan mempunyai resiko pecah bila
dikuras,selain karena volumenya besar sehingga sulit dikuras. Alasan semacam ini juga berlaku di wilayah
lain. Di Singapura pada tahun 1996 telah dilakukan penelitian habitat breeding places Aedes dengan hasil
Di daerah perkotaan habitat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sangat bervariasi, tetapi 90%
ditemukan pada wadah-wadah buatan manusia. Fay. dkk menyatakan bahwa ovitrap rancangannya dapat
dipergunakan sebagai alat pemantau populasi Aedes aegypti yang bersifat sederhana, murah, cepat dan
penampungan air, airnya sendiri, suhu kelembaban dan kondisi lingkungan setempat. Maka berdasarkan
kepada sifat dan perilaku nyamuk Aedes aegypti tersebut diatas, ovitrap memenuhi persyaratan habitat
dan perilaku nyamuk agar dapat dipakai sebagai perangkap telur yang baik sehingga berfungsi secara
optimal. Perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti tidak tergantung pada musim hujan, walaupun jumlah
2.2 Morfololgi
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang
hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena
hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya
untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk
memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah,
dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan.
Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna
hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak
karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi
hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah
meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk
mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah
dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor.
2.4.1 Gerakan 3M
2.4.2 Abatisasi
Index-index larva
Daerah.
3. Bretiau
Index :Jumlah container yang menjadi sarang Aedes Aegypti
per 100 rumah di suatu daerah
BAB III
Langkah Kerja
3.1 Alat dan Bahan
Senter
Bubuk ABATE
Blanko Abatisasi
Alat tulis
BAB IV
Hasil Kegiatan
Hari : Senin
4.1 Permasalahan
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
A. Untuk Masyarakat
Daftar Pustaka