Anda di halaman 1dari 21

ADVOKASI DAN PENGALAMAN BELAJAR

DISUSUN OLEH :

1. TIA MONIKA WULANDARI NPM : 1680100019


2. DERIA LAURA NPM : 1680100015

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur dengan berkat rahmat Allah


SWT, yang telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah,
penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang


ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan. Sesuai dengan fitrahnya,
manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan
kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini belum mencapai tahap
kesempurnaan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu


dalam proses penyelesaian makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari.

Bengkulu, September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii


DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Advokasi .............................................................. 3
B. Jejaring Advokasi ........................................................................ 11
C. Metode dan Teknik Advokasi ..................................................... 13
D. Pengalaman Belajar ..................................................................... 14

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 17
B. Saran ............................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tentu kita sering mendengar kata advokasi dan pemberdayaan
masyarakat, benar sekali keduanya ini selalu berjalan seiring. Tanpa ada
advokasi yang jelas maka pemberdayaan masyarakat tidak akan tercapai
begitu pula sebaliknya. Pemberdayaan secara harfiah ialah sebuah proses,
dimana proses ini merupakan kumpulan aktivitas masyarakat yang
terorganisasi, proses ini ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan, kapasitas
serta kemampuan baik seacara personal, interpersonal maupun politik.
Pemberdayaan berguna jika diterapkan dalam pekerjaan sosial dengan
keluarga karena saling mendukung maka akan memperkuat pengembangan
kapasitas anggota keluarga dan membantu dalam menginterpretasikan
pekerjaan sosial dalam struktur masyarakat.
Mungkin terlintas dalam benak kita bahwa kata advokasi sering dipakai
oleh para profesional hukum seperti; pengacara, polisi, hakim, dan kejaksaan.
Advokasi itu memang relatif luas pengertiannya, bisa diartikan hukum atau
non hukum. proses advokasi yang dilakukan membutuhkan pengorganisasian
yang cukup matang agar pemberdayaan kelompok masyarakat dapat diajak
melakukan advokasi. Untuk itu, Penulis mencoba mengeksplorasikan ide-ide
yang ada dan menuangkannya dalam makalah ini. makalah ini akan melihat
perdebatan konseptual untuk memahami lebih jauh tentang konsep
pemberdayaan dan teknik advokasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Dasar Advokasi?
2. Bagaimana Jejaring Advokasi?
3. Bagaimana Metode dan Teknik Advokasi?
4. Bagaimana Pengalaman Belajar?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Advokasi.
2. Untuk mengetahui Jejaring Advokasi.
3. Untuk mengetahui Metode dan Teknik Advokasi.
4. Untuk mengetahui Pengalaman Belajar.

2
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Konsep Dasar Advokasi


1. Pengertian Advokasi
Istilah advokasi lekat sekali dalam profesi hukum, menurut bahasa
Belanda, advokasi itu berasal dari kata advocaat atau advocaateur yaitu
pengacara atau pembela. Dalam bahasa Inggris, advokasi yaitu berasal dari
kata to advocate yang artinya membela. Beberapa pengertian advokasi
sebagai berikut :
WHO ( 1989) diukutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002)
menggunkan advocacy is a combination on individual and social action
design to gain political commitment, policy support, social acceptance
and systems support for particular health goal or programme. Jadi
advokasi adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang
untuk memperoleh komitmen politis, dukungan kebijakan, penerimaan
sosial dan sisitem yang mendukung tujuan atau program kesehatan
tertentu.
Advokasi juga diartikan sebagai upaya pendekatan (approaches)
terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan
(Notoadmodjo, 2003). Peran advokat pada satu sisi berpijak pada tradisi
pembaruan sosial dan pada sisi lainnya berpijak pada pelayanan sosial.
Peran ini merupakan peran yang aktif dan terarah (directive), di mana
community worker menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang
mewakili kelompok masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan
ataupun layanan, tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan
ataupun layanan tersebut tidak memperdulikan (bersifat negative atau
menolak tuntutan warga). Dalam menjalankan fungsi advokasi, seorang
community worker tidak jarang harus melakukan persuasi terhadap

3
kelompok professional ataupun kelompok elit tertentu agar tercapai tujuan
yang diharapkan (Adi, 2007).
Dalam konsep pemberdayaan masyarakat dikalangan bawah,
advokasi tidak hanya membela atau mendampingi masyarakat bawah,
melainkan pula bersama-sama melakukan upaya-upaya perubahan sosial
secara sistematis dan strategis.
Advokasi mudah sekali dilakukan, asalkan advokasi harus
terorganisir dengan baik, dan jelas pembagian kerjanya, tak hanya itu saja
bila kita siap ber-advokasi maka harus siap pula menanggung resiko yang
ada karena setiap advokasi selalu ada yang menjadi korban, maksudnya
korban disini ialah orang yang terkena masalah.
Pemberdayaan dalam suatu perkumpulan atau komunitas dari
kesadaran masing-masing anggota dari perkumpulan tersebut untuk
memahami realitas dan kemudian menggunakan kekuatannya untuk
menantang kekuatan yang dominan melalui perjuangan politik (Craig and
Mayo, 1995). Semua orang bisa melakukannya, advokasi merupakan kerja
tim/kelompok, ada pembagian tugas yang jelas.
Untuk melakukan advokasi, ada 3 konsep terkait yang perlu
dicermati, yaitu: legitimasi (siapa yang diwakili oleh organisasi dan
bagaimana hubungannya); kredibilitas (seberapa jauh organisasi dapat
dipercaya); dan Pertanggungjawaban (bertanggungjawab atas kerjanya).
Adapun proses advokasi yang baik yaitu:
a. Memilih isu yang tepat untuk di advokasikan.
Sebelum memulai penelusuran advokasi, kita harus tau kasus/isu
apa yang hendak kita advokasikan, karena dengan memilih isu yang
tepat itu merupakan langkah awal kita untuk memulai pekerjaan.
b. Menentukan tujuan dan target yang akan kita advokasikan. Ini penting
untuk memandu pelaku advokasi dalam melaksanakan kegiatannya.
c. Melakukan analisis dan mengkaji kasus / isu yang ada.

4
Fokuskan kasus apa yang akan kita advokasikan, analisis kasus
dengan baik, riset kembali apabila ada isu/kasus yang bisa memicu/
menimbulkan propaganda arti.
d. Bangunkan opini publik
Mempengaruhi orang banyak dapat dilakukan melalui seminar,
media cetak, media elektronik, brosur, spanduk, karena tujuannya
adalah agar mendapatkan banyak dukungan oleh orang lain, itu
merupakan hal yang penting.
e. Membangun jaringan dan koalisi.
Jaringan dan koalisi dalam gerakan advokasi sangat penting
dalam membangun legitimasi publik. Bahwa isu yang diperjuangkan
haruslah didukung oleh orang banyak. Carilah organisasi yang
memiliki visi perjuangan yang sama. Kalau perlu hubungi tokoh-tokoh
masyarakat setempat.
f. Melakukan loby, mempengaruhi dan mendesak kebijakan
Lakukan lobby dengan orang orang yang terkait dengan
kasus/isu yang akan diadvokasikan, pengaruhi mereka untuk
mendukung kasus yang akan kita teliti.
g. Refleksi
Lakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan karena
advokasi sering memberikan hasil yang lain dari apa yang kita
perkirakan. Suatu tim diperlukan untuk mengevalusi apa yang telah
dicapai dan apa yang tetap harus dikerjakan secara teratur. Refleksi
hendaknya digunakan sebagai langkah pertama dalam menganalisa
kembali yang nantinya akan membawa kita pada siklus pekerjaan
advokasi dan evaluasi yang terus menerus.

5
2. Unsur Dasar Advokasi
Sharma (2010) menyebutkan ada 8 unsur dasar advokasi yaitu :
a. Penetapan tujuan advokasi
Sering sekali masalah kesehatan masyarakat sangat kompleks,
banyak faktor dan saling berpengaruh. Agar upaya advokasi dapat
berhasil tujuan,advokasi perlu dibuatlebih spesifik berdasarakan
pernyataan berikut : Apakah isu atau masalah itu dapat menyatukan
atau membuat berbagai kelompok bersatu dalam suatu koalisi yang
kuat.
b. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi
Adanya data dan riset pendukung sangat penting agar keputusan
dibuat berdasarkan informasi yang tepat dan benar. Oleh karena itu,
data dan riset mungkin diperlukan dalam menentukan masalah yang
akan diadvokasi, identifikasi solusi pemecahaan masalah maupun
menentukan tujuan yang realitis. Selain itu, adanya data atau fakta itu
saja sering sekali sudah bisa menjadi argumen tujuan umum dapat
dicapai agar realitis.
c. Identifikasi khalayak sasaran advokasi
Bila isu dan tujuan telah disusun, upaya advokasi harus ditujukan
bagi kelompok yang dapat membuat keputusan dan idealnya ditujukan
bagi orang yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan agar tujuan
advokasi dapat dicapai.
d. Pengembangan dan penyampain pesan advokasi
Khalayak sasaran berbeda berekasi tidak sama atas pesan yang
berbeda. Seseorang toko politik mungkin termitifasi kalu dia
mengetahui bahwa banyka dari konstituen yang diwakilinya peduli
terhadap masalah tertentu. Seseorang Menkes mungkin akan
mengambil keputusan ketika kepada yang bersangkutan disajikan data
rinci mengenai besarnya masalah kesehatan tertentu.

6
e. Membangun koalisi
Sering kali kekuatan advokasi dipengaruhi oleh jumlah oarng
atau organisasi yang mendukung advokasi tersebut.hal inisangat
penting dimana situasi dinegara tertentu sedang membangun
masyarakat demokratis dan advokasi merupan suatu hal yang relati
baru. Dalam situasi itu melibatkan orang dalam jumlah besar dan
mewakili berbagai kepentingan, sangat bermanfaat bagi upaya
advokasi maupun dukungan politis,bahkan dalam satu organisasi
sendiri, koalisi internal yaitu melibatkan berbgai orang dari berbagai
divisi / depertemen dalam mengembangkan program baru, dapat
membantu konsensus untuk aksi kegiatan.
f. Membuat presentasi yang persuasif
Kesepakatan untuk mempengaruhi khalayak sasaran kunci sekali
terbatas waktunya. Seorang tokoh politik mungkin memberi
kesempatan sekali pertemuan untuk mendiskusikan isu advokasi yang
dirancanh atau Menkes hanya punya waktu 5 menit dalam kongres
untuk berbicara kepada kelompok advokator.
g. Penggalangan dana untuk advokasi
Semua kegiatan termaksud upaya advokasi memerlukan dana.
Mempertahankan upaya advokasi yang berkelanjutan dalam jangka
panjang memerlukan waktu, energi dalam penggalangan dana atau
sumber daya lain untuk menunjang upaya advokasi.
h. Evaluasi upaya advokasi
Bagaiman kelompok advokasi dapat menegtahui bahwa tujuan
advoaksi yang telah ditetapkan dapat dicapai?Bagaiman strategis
advokasi dapat disempurnakan dan diperbaiki?untuk menjadi
advokator yang tangguh diperlukan umpan balik berkelanjutan serta
evaluasi atau upaya advokasi yang telah dilakukan.

7
3. Pendekatan Utama Advokasi
Ada 5 pendekatan utama dalam advokasi (UNFPA dan BKKBN
2009) yaitu:
a. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang,mereka yang terlibatdalam
ppenyusunan hukum, peraturan maupun pemimpin poilitik,yaitu
mereka yangmenetapkan kebijakan publik sangat berpengaruh dalam
menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial termaksud
kesehatan dan kependudukan. Oleh karena itu, sangat penting
melibatkan mereka semaksimum mungkin dalamisu yang akan
diadvokasikan.
b. Bekerja dengan media massa
Media massa sangat penting berperan dalam membentuk oponi
publik. Media juga sangat kiuat dalam mempengaruhi presespsi publik
atas isu atau masalah tertentu. Mengenal, membangun dan menjaga
kemitraan dengan media massasangat penting dalam proses advokasi.
c. Membangun kemtraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan uapaya
jaringan, kemtraan yang brekelanjutan dengan individu, prganisasi-
organisasi dan sektor lain yang bergerak dalam isu yang sama.
Kemitraan ini dibentuk oleh individu, kelompok yang bekerja sama
yang nertujuan untuk mencapai tujun umum yang sama atau hampir
sama. Namum membangun pengembangan kemitraan tidak mudah,
memrlukan aktual, perencanaan yang matang serta memerlukan
penilaian kebutuhan serta minat dari calon mitra.
d. Memobilisasi masa
Memobilisasi massa merupaka suatu proses mengorganisasikan
individu yang telah termotivasi kedalam kelompok-kelompok atau
mengorganisasikan kelompok yang sudah ada.dengan mobilisasi
dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi tindakan
kolektif.

8
e. Membangun kapasitas
Membngaun kapasitas disini dimasudkan melembagakan
kemempuan utnuk mengembangkan dan mengelolah program yang
komprehensif dan membangun critical mass pendukukung yang
memiliki ketereampilan advokasi. Kelompok ini dapat
diidentifikasikan dari LSM tertentu,kelompok profesi serta kelompok
lain.

4. Mekanisme Dan Kelompok Advokasi


Dari berbagai pengalaman nasional maupun global, dapat di
identifikasi berbagai mekanisme dan metode yang digunakan oleh
advokator masalah kesehatan masyarakat (Wise, 2001) pemanfaatan media
masa hampir selalu ada untuk memngangkat isu publik agarmenjadi
perhatian politisi.media massa ini mencakup semua yaitu koran, media
TV, bahkan akhir-akhir ini internet sanget banyak dimanfaatkan ditingkat
global. Disamping itu ada rapat-rapat umum, pertemuan kelompok
profesional, even tertentu.pada intinya para advokator kesehatan
masyrakat menggunakan metode apapun yang dapat menginformasikan,
membujuk, memotovasi masyrakat, pengelola program dan politisi agar
merekamelindungi dan mendukung upaya promosi kesehatan.
Bila sasaran advokasi adalah anggota legislatif atau pembuat
kebijakan kesehatan, maka indikator yang paling mudah di nilai dari hasil
akhir advokasi adalah : adanya peraturan, ketentuan atau kebijakan yag
mendukung isu yang diadvokasi, adanya perencanaaan program ke arah
isu yang advokasi serta dukungan pendanaannya dan persetujuan alokasi
anggaran yang diberikan oleh legislatif misalnya DPRD setempat.

5. Strategi Advokasi dalam Pemberdayaan Masyarakat


Strategi advokasi di dalam pemberdayaan masyarakat ada tiga
strategi yaitu sebagai berikut:

9
a. Strategi mikro
Yaitu penghubung sosial masyarakat atau penghubung klien
dengan sumber-sumber di lingkungan sekitar. Adapun teknik yang
dapat dilakukan adalah menjalin relasi kerjasama dengan profesi-
profesi kunci, membangun kontak-kontak antara klien dengan
lembaga-lembaga pelayanan sosial, mempelajari kebijakan-kebijakan
dan syarat-syarat serta proses pemanfaatan sumber daya yang ada di
dalam masyarakat.
b. Strategi mezzo
Yaitu mediator, maksudnya disini adalah mewakili dan
mendampingi kelompok-kelompok formal atau organisasi guna
mengidentifikasi masalah sosial yang dihadapi secara bersama dalam
merumuskan tujuan, mendiskusi solusi-solusi secara potensial,
monitoring dan mengevaluasi rencana aksi. Teknik yang dapat
dilakukan, antara lain, bersikap netral, tidak memihak, dan pada saat
bersamaan percaya bahwa kerjasama yang dibuat dapat berjalan serta
mendatangkan manfaat. Kemudian memfasilitasi pertukaran informasi
secara terbuka di antara pihak yang terlibat, mengidentifikasi manfaat
kerjasama yang timbul, menggali kesaman-kesamaan yang dimiliki
oleh pihak terlibat konflik, mendefinisikan, mengkonfrontasikan dan
menangani berbagai hambatan komunikasi.
c. Strategi makro
Yaitu sebagai aktivis dan analis kebijakan. Advokasi berperan
sebagai aktivis sosial, maka harus terlibat langsung dalam gerakan
perubahan sosial dan aksi sosial bersama masyarakat. Wujud riil dari
peran sebagai aktivis sosial adalah meningkatkan kesadaran publik
terhadap masalah sosial, ketidak-adilan, memobilisasi sumber daya
masyarakat untuk merubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil,
melakukan lobi dan negosiasi agar terjadi perubahan di bidang hukum,
termasuk melakukan class action (Zulyadi, 2014).

10
Strategi pemberdayaan mengharuskan adanya komitmen yang kuat
untuk mempertahankan dan meningkatkan pelayanan adil yang efektif dan
juga konfrontasi terhadap penilaian negatif yang sudah meresap. Menurut
Solmon (2010) kebanyakan orang bergerak dalam tiga tingkatan
perkembangan. Pengalaman positif dalam awal kehidupan keluarga yang
memberikan kepercayaan serta kompetensi dalam interaksi sosial dan
memperkuat kemampuan untuk mengatur hubungan relasi sosial dan
menggunakan institusi sosial untuk mencapai kompetensi sehingga dapat
menerima dan melaksanakan dengan baik peranan sosial yang bernilai.
Halangan kekuatan tidak secara langsung mempengaruhi setiap
tingkatan. Pengalaman negative sejak dini akan mengurangi kepercayaan
dalam interaksi sosial yang kemudian akan mengurangi pencapaian
tingkatan kedua dan merintangi pertumbuhan kapasitas untuk
melaksanakan peranan sosial yang bernilai pada tingkatan ketiga.
Menurut Solmon, karena pekerjaan sosial lebih mengkonsentrasikan
pada pengubahan individu bukan pengubahan institusi maka melemah
menghadapi rintangan kekuasaan.
Strategi advokasi dan pemberdayaan yang terbukti menarik dalam
hari yang lalu yaitu penindasan kaum kaya terhadap kaum miskin karena
dicurigai sebagai pencuri bebebarapa kilogram randu kering. Keprihatinan
terhadap penindasan kaum miskin ini membuat berbagai kalangan media
begitu serius menyoroti kasus ini, untuk mendukung kaum miskin tersebut
dan untuk melihatkan bahwa ada ketidak-adilan hukum yang terjadi pada
hukum di Indonesia sekarang ini.

B. Jejaring Advokasi
Jejaring Advokasi adalah kelompok – kelompok organisasi maupun
perorangan yang bekerjasama untuk mencapai perubahan dalam kebijakan
hukum dan program untuk suatu isu/masalah tertentu. Jejaring bersifat
universal. Hampir setiap orang menjadi anggota satu atau lebih jejaring baik
formal ataupun informal. Setiap anggota kelompok, memiliki kesamaan dgn

11
anggota kelompok lainnya. Terkadang menjadi inti dari suatu kelompok yang
peduli atau mendukung suatu alasan/aksi. Dengan jejaring memungkinkan
bekerjasama, berkolaborasi dan berbagi keahlian untuk mempengaruhi
kebijakan, Jejaring yang efektif adalah yang terorganisir, memiliki identitas
kelompok, berfungsi sesuai prosedur, dan norma yang dapat menciptakan
pembuatan keputusan yang bermanfaat, ada yang menyebut koalisi, aliansi
dan lain-lain (Pamungkas, 2010).
Advokasi selalu dimulai dengan tujuan demikian pula dengan
jejaring/koalisi dalam rangka advokasi. Dimulai dengan menentukan tujuan
apa yang akan menjadi dasar gerakan bersama yang akan diciptakan. Setiap
individu dan setiap kelompok dalam masyarakat memiliki nilai yang beragam,
dan karenanya tujuan ideal yang hendak mereka capai juga beragam. Dalam
keberagaman nilai dan tujuan ini, penting untuk secara lekas memetakan
pengelompokan kepentingan dalam masyarakat. Dengan memetakan
pengelompokan kepentingan ini, kita secara akurat bisa menentukan tujuan
payung, yang bisa dipegang bersama-sama oleh pihak-pihak yang beragam.
Setelah tujuan dirumuskan, langkah berikutnya adalah membentuk
lingkaran inti jaringan advokasi yang hendak dilakukan. Komunikasi antar
pihak yang beragam amat penting untuk dilakukan. Kekuatan jejaring individu
amat menentukan pembentukan lingkaran inti jejaring advokasi yang hendak
dilakukan.
Lingkaran inti ini adalah aliansi utama yang akan memotori jejaring
advokasi yang hendak dibangun. Karena itu, penting untuk memastikan bahwa
pihak-pihak yang terlibat dalam lingkaran inti ini memiliki cara pandang yang
kongruen tentang tujuan advokasi dan cara pencapaiannya. Untuk membentuk
lingkaran inti jejaring advokasi pengadaan barang dan jasa sebagaimana
dimaksudkan di atas, diperlukan kelompok-kelompok yang jumlahnya
mungkin sedikit, namun memegang nilai yang sama. Misalnya, nilai itu bisa
tentang pentingnya keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang
dilakukan pemerintah (Pamungkas, 2010).

12
C. Metode Dan Tekhnik Advokasi
Metode atau cara dan tehknik advokasi untuk mencapai tujuan ada
bermacam – macam :
1. Lobi politik ( political lobiying ) Lobi adalah berbincang – bincang secara
informal dengan para pejabat untuk mengimpormasikan dan membahas
masalah dan program kesehatan yang akan dilaksanakan .
2. Seminar / presentasi : Seminar atau presentasi yang dihadiri oleh para
pejabat lintas program dan lintas sektoral .
3. Media Advokasi media ( media adpocasy ) adalah melakukan kegiatan
advokasi dengan menggunakan media , khususnya media masa .
4. Perkumpulan ( asosiasi ) peminat Asosiasi atau perkumpulan orang –
orang yang mempunyai minat atau interes terhadap permasalahan tertentu
atau perkumpulan propesi , juga merupakan bentuk advokasi.
Absori (2011), menyatakan peran masyarakat sipil haruslah dilakukan
melalui berbagai upaya yakni lewat opini publik dan akses informasi publik di
bidang keamanan, serta keterlibatan dalam pembuatan sejumlah UU serta
mengkritisi rancangan undang-undang yang berkaitan dengan sektor
keamanan. Advokasi dan pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan
keamanan, serta penegakan hukum terkait dengan penanganan pelanggaran
hak asasi manusia dan pemberantasan terorisme juga harus mendapat
perhatian.
Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam
membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup
yang lebih berkualitas.
Menurut Absori, advokasi di bidang hukum dapat dilakukan melalui
berbagai upaya. Sayangnya, pra-peradilan dalam berbagai kasus korban
penculikan, kekerasan, dan salah tangkap, serta gugatan class action hingga
kini belum menunjukan hasil yang signifikan.

13
D. Pengalaman Belajar
Pengalaman pembelajaran menurut Mudzakir (2008) adalah pengalaman
belajar tidak sama dengan konten materi pembelajaran atau kegiatan yang
dilakukan oleh guru. Istilah pengalaman belajar mengacu kepada interaksi
antara pebelajar dengan kondisi eksternal di lingkungan dimana ia melakukan
reaksi terhadap stimulus yang datang. Belajar melalui perilaku aktif siswa,
yaitu apa yang ia lakukan saat ia belajar, bukan apa yang dilakukan oleh guru.
Pengalaman belajar erat kaitannya dengan pengembnagan keterampilan
proses. Makin aktif siswa secara intelektual, manual dan sosial tampaknya
makin bermakna pengalaman belajar siswa. Dengan melakukan sendiri, siswa
akan lebih menghayati. Hal itu berbeda jika hanya dengan mendengar atau
sekedar membaca. Ada ungkapan yang sering dilontarkan dalam dunia
pendidikan yaitu “Pengalaman adalah guru yang paling baik” dimana melalui
pengalaman yang nyata seseorang belajar. Begitupula dengan belajar sains
atau biologi. Oleh karena itu, ada 4 hal pokok yang perlu dikaji dalam
pengalaman belajar yaitu :
1. Ide umum dalam pengalaman belajar
Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem pengendalian perilaku
belajar adalah perubahan perilaku sebagai fungsi pengalaman.
Menjelaskan juga sistem pengendalian perilaku , Stimulus control,
perilaku yang muncul di bawah pengendalian stimulis eksternal seperti
bersin, bernafas, dam mengedipkan mata.
a. Keterlibatan dalam pengalaman belajar merupakan pengaruh yang
amat penting terhadap pembelajaran.
b. Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak
peserta didik untuk mau melakukan tugas sekalipun mengundang
risiko.
c. Pengaruh strategi yang mendalam dapat dipergunakan namun sangat
tergantung pada beberapa aspek, misalnya usia, kematangan,
kepercayaan, dan penghargaan terhadap orang lain. Dan kebahagiaan

14
guru juga tergantung pada latihan-latihan yang diberikan untuk
megendalikan atau menguasai aspek tersebut.
d. Beberapa teknis yang disajikan cenderung untuk memberikan beberapa
gagasan atau ide mengenai bagaimana pengajar dapat melibatkan
peserta didik secara emosional. Dalam hal ini referensi atau mata
pelajaran yang diberikan sangat tergantung pada peserta didik,
pelajaran tertentu, pengajaran atau guru lingkungan.
e. Terdapat banyak sekali pengaruh-pengaruh yang dapat dipelajari
sebaik mungkin dengan melalui beberapa model yaitu pengajar atau
guru yang dalam berbagai hal menyatukan pengaruh, sedangkan para
peserta didik berusaha mencoba menurunnya.
2. Pentingnya pengalaman belajar
Pembelajaran yang menarik adalah pembelajaran yang benar-benar
membelajarkan siswa, semakin siswa terlibat aktif dalam pembelajaran
akan semakin berkualitas hasil belajar siswa. Jadi siswa tidak sekedar
datang, duduk, catat, dan pulang tanpa ada pengalaman belajar.
Menurut Hamalik (2011) Jika setiap guru menerapkan metode yang
berbeda-beda dalam proses pembelajaran maka setiap siswa juga akan
memiliki pengalaman yang berbeda dalam menerima materi pelajaran.
Metode yang pertama adalah metode yang bersifat monoton dimana siswa
hanya akan bisa mendengarkan materi yang telah disampaikan oleh
seorang guru. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah
akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Metode pembelajaran yang
kedua akan lebih menarik sebab siswa tak hanya mendengar tetapi juga
melihat peristiwa yang terjadi.
3. Pandangan guru terhadap pengalaman belajar
Faktor lain yang mempengaruhi pandangan guru terhadap
pengalaman belajar yaitu pandangan guru terhadap belajar. Penelitian yang
dilakuakn oleh Aguirre dan Haggerty, 1995; Gustavson dan Rowell, 1995;
Ari Widodo, 1997, mengungkapkan bahwa sebagian besar guru dan

15
mahasiswa calon guru berpendapat bahwa belajar adalah mencari
informasi atau pengetahuan baru dari sesuatu yang sudah ada di alam.
4. Merencanakan pengalaman belajar yang sesuai.
Untuk merumuskan pengalaman belajar guru hendaknya
memperhatikan beberapa faktor antara lain :
a. Karakteristik konsep yang diajarkan
Karakteristik konsep yang dimaksud adalah tuntutan dan tuntunan
yang sudah melekat untuk tiap konsep.
b. Kesiapan Siswa
Faktor kedua yang harus diperhatikan dalam memilih pengalaman
belajar adalah kesiapan siswa. Guru hendaknya mempertimbangankan
kesiapan siswa.
c. Fasilitas yang tersedia
Faktor ketiga yang juga penting dipertimbangkan guru adalah
ketersediaan alat. Guru tentunya tidak bisa merancang alat suatu
kegiatan yang akan menggunakan alat atau bahan yang tidak dapat
diperolehnya.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas jadi yang dapat disimpulkan bahwa advokasi
merupakan pekerjaan sosial yang bisa dilakukan oleh semua orang, tidak
hanya orang-orang yang bekerja dalam lingkup professional hukum. Dalam
melakukan teknik advokasi yang baik diperlukan kerjasama tim/kelompok
yang solid, yang memegang erat prinsip-prinsip bersama, mempunyai visi
bersama atau kepentingan bersama dan fokus untuk memecahkan masalah.
Dalam melakukan advokasi, diperlukan dukungan yang banyak dari
masyarakat kalau perlu pakai media-media yang efektif untuk membuat
masyarakat semakin mendukung kita
Organisir dengan baik segala bentuk advokasi, cari informasi sebanyak-
banyaknya dan kelola jangan sampai menimbulkan arti yang propaganda
karena itu dapat membahayakan, hati-hati dalam beradvokasi, teliti lagi dan
libatkan masyarakat banyak.
Advokasi adalah kombinasi antara pendekatan atau kegiatan individu
dan sosial untuk memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan,
penerimaan sosial, dan adanya sistem yang mendukung terhadap suatu
program atau kegiatan. Strategi yang digunakan dapat berupa, strategi mikro,
strategi mezzo dan strategi makro.

17
DAFTAR PUSTAKA
Soekidko Notoadmojo, Promosi Kesehatan, penenrbit Rineka Cipta, Jakarta,
2010.
Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi komunitas pengembangan masyarakat
sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Jakarta : Rajawali Press
Teuku Zulyadi. 2014. ADVOKASI SOSIAL.Jurnal Al-Bayan / VOL. 21, NO. 30,
JULI - DESEMBER 2014. UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Sigit pamungkas, el .al (ed). 2010. Advokasi Berbasis Jejaring Research Center
for Politics and Goverment Jurusan Politik dan Pemerintahan : Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta
Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno. Psikologi Pendidikan. (Jakarta:Pustaka
Setia. 2008) hal. 48

18

Anda mungkin juga menyukai