Anda di halaman 1dari 18

Nama Dosen : Dr. Fatmah Afriyanti Gobel, SKM, M.

Epid
Mata Kuliah : Epidemiologi Perencanaan Kesehatan

EPIDEMIOLOGI PERENCANAAN KESEHATAN

“MAKALAH POLICY BRIEF”

OLEH :

FITRIA SYAHRUNA
14120150251

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Policy Brief” pada
Mata Kuliah Epidemiologi Pereancanaan.

Berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami
menghanturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa dalam proses pembuatan makalah


ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat


bagi seluruh pembaca.

Makassar, 04 Desember 2017

FITRIA SYAHRUNA
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................
C. Tujuan..................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Policy Brief........................................................................
B. Komponen dalam Policy Brief.............................................................
C. Sistematika Penulisan Policy Brief......................................................
D. Contoh Policy Brief..............................................................................
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Policy Brief adalah adalah bentuk laporan yang dirancang untuk


memudahkan pembuatan kebijakan.  Tujuan utamanya adalah
menyiapkan bahan pilihan kebijakan tentang isu tertentu yang
ditujukan kepada pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan perlu
membuat keputusan segera karena terbatasnya waktu dan perlu
didukung bukti-bukti kejadian di lapang, serta rekomendasi untuk
mengatasi isu atau masalah yang terjadi. Isu atau masalah yang
diangkat dalam Policy Brief merupakan sintesa dari berbagai informasi
yang diperoleh dari bukti di lapang dan study literatur, sehingga
pembuat kebijakan dengan memahami inti dari masalah/isu, latar
belakang masalah/isu, para pemangku kepentingan yang terlibat,
serta rekomendasi cara mengatasi masalah/isu tersebut. Bahan
tersebut dapat dilengkapi dengan tabel dan grafik serta daftar
referensi singkat. Hal ini akan memudahkan pembuat kebijakan
mudah mencari informasi lebih lanjut.  Policy Brief umumnya
dilengkapi “Ringkasan Eksekutif” sekitar satu halaman untuk
memudahkan pembuat kebijakan dengan cepat memahami esensi
laporan tersebut. Secara singkat, tujuan Policy Brief adalah untuk
meyakinkan pembuat kebijakan tentang urgensi dari isu atau masalah
dan perlunya mengadopsi pilihan alternatif tindakan atau cara
mengatasi masalah tersebut.

Dengan adanya Policy Brief sehingga para pengambil


kebijakan atau Stake Horder dapat mudah dalam memilih kebijakan-
kebijakan yang dapat diankat sebagai salah satu jalan dalam
memecahkan masalah/isu yang ada di lapangan atau yang ada di
tenagah-tengah masyarakat, selain itu dengan adanya Policy Brief ini
juga dapat dengan mudah mengatasi secara efektif dan efisien
terhadap masalah-masalah yang terjadi sehingga ini dapat membuat
permasalahan yang ada di sebuah negara khususnya Indonesia bisa
teratasi dengan cepat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian dari Policy Brief
2. Bagaimana Komponen dalam Policy Brief
3. Bagaimana Sistematika dalam Penulisan Policy Brief
4. Bagiamana Contoh Policy Brief

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menegetahui pengertian dari Policy Brief
2. Untuk mengatahui Komponen dalam Policy Brief
3. Untuk mengetahui Sistematika dalam Penulisan Policy Brief
4. Untuk mengetahui Contoh dari Policy Brief
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Policy Brief


Policy Brief adalah sebuah dokumen yang menguraikan dasar
rasional dalam pemilihan sebuah alternatif kebijakan khusus atau
rangkaian tindakan dalam sebuah kebijakan saat ini. Sebuah policy
brief mungkin berfokus langsug pada penyediaan sebuah argumen
untuk pengadopsian sebuah alternatif tertentu yang bertujuan untuk
meyakinkan para pihak target akan pentingnya permasalahan saat ini
dan perlu mengadopsi alternatif yang dipilih, selanjutnya berfungsi
mendorong untuk melakukan tindakan. Dalam hal ini hasil penelitian
yang ada diharapkan mampu memberikan masukan bagi pemerintah
dalam menginisiasi kebijakan yang lebih efektif.
Policy Brief adalah adalah bentuk laporan yang dirancang untuk
memudahkan pembuatan kebijakan (Eisele, 2006).  Tujuan utamanya
adalah menyiapkan bahan pilihan kebijakan tentang isu tertentu yang
ditujukan kepada pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan perlu
membuat keputusan segera karena terbatasnya waktu dan perlu
didukung bukti-bukti kejadian di lapang, serta rekomendasi untuk
mengatasi isu atau masalah yang terjadi (Eisele, 2006).
Isu atau masalah yang diangkat dalam PolicyBrief merupakan
sintesa dari berbagai informasi yang diperoleh dari bukti di lapang dan
study literatur, sehingga pembuat kebijakan dengan memahami inti
dari masalah/isu, latar belakang masalah/isu, para pemangku
kepentingan yang terlibat, serta rekomendasi cara mengatasi
masalah/isu tersebut. Bahan tersebut dapat dilengkapi dengan tabel
dan grafik serta daftar referensi singkat. Hal ini akan memudahkan
pembuat kebijakan mudah mencari informasi lebih lanjut.  PolicyBrief
umumnya dilengkapi “Ringkasan Eksekutif” sekitar satu halaman
untuk memudahkan pembuat kebijakan dengan cepat memahami
esensi laporan tersebut. Secara singkat, tujuan PolicyBrief adalah
untuk meyakinkan pembuat kebijakan tentang urgensi dari isu atau
masalah dan perlunya mengadopsi pilihan alternatif tindakan atau
cara mengatasi masalah tersebut (Young & Quinn, n.d.).
Di negara atau pemerintah yang memiliki tradisi menulis yang
kuat, policy brief maupun policy paper memiliki posisi sekaligus peran
penting sebagai salah satu media atau alat komunikasi yang cukup
berpengaruh dalam proses pengambilan kebijakan publik. Kuatnya
tradisi menulis menjadi salah satu dasar bagi para penguasa sebelum
mengambil kebijakan. Sebaliknya, dalam suatu negara atau
pemerintah yang kurang memiliki tradisi menulis yang kuat, sebuah
tulisan belum cukup mampu menjadi faktor yang memengaruhi
seorang penguasa dalam mengambil suatu kebijakan.
Masih banyak masyarakat bahkan pejabat pemerintah yang
belum tahu fungsi policy paper atau policy brief, policy brief bukan
bulletin. Penulisan policy brief dan penggunaannya sebagai bagian
dari alat dalam proses advokasi kebijakan masih jarang dilakukan oleh
lembaga-lembaga di Indonesia. Walaupun manfaat policy brief atau
policy paper masih belum maksimal dalam proses advokasi kebijakan,
policy brief sebagai bagian dari advokasi kebijakan.
Pada sesi ini, secara khusus akan melatih peserta untuk menyusun
policy brief sebagai dokumen singkat yang menyajikan penemuan dan
rekomendasi dari penelitian yang ditujukan kepada audiens non-
pakar, dan merupakan alat untuk menyampaikan masukan terhadap
suatu kebijakan.
Sebagaimana telah disampaikan dalam pengantar dalam modul
jarak jauh, sebelum menyusun Policy Brief, Anda harus telah
mengidentifikasi beberapa hal berikut:
1. Mengidentifikasi isu kebijakan
2. Mengembangkan dialog dua-arah dan 'keterlibatan' dengan
beneficiary dari manfaat riset (misalnya: pembuat kebijakan)
3. Menciptakan tim komunikasi dan diseminasi
4. Mengidentifikasi kelompok target audiens yang relevan

B. Komponen Policy Brief


Pada prinsipnya, sebuah policy brief adalah sebuah
rekomendasi kebijakan yang merupakan dokumen yang berdiri
sendiri, berfokus pada topik dan tidak lebih dari 2-4 halaman (1.500
kata). Dalam menyampaikan isi dapat menggunakan model a laser
focus, artinya benar-benar fokus pada satu topik.

Adapun Berikut ini 8 komponen yang dapat dijadikan pedoman


dalam menyusun sebuah Brief, antara lain :
1. Executive Summary, merupakan sebuah ringkasan eksekutif yang
singkat dan memberikan gambaran kepada pembaca mengenai
tujuan dan rekomendasi policy brief yang disusun.
2.  Pernyataan isu/masalah, sebuah frase topik sebagai pertanyaan
yang memerlukan suatu keputusan, dirangkum sesingkat mungkin
dalam satu pertanyaan. Sebagai contoh:
a. peran apa yang dapat dilakukan oleh (setiap kelompok politik,
sosial, organisasi) yang merupakan target audiens, yang
dapat meningkatkan status (politik/ekonomi/sosial) bagi
masyarakat atau target audiens yang dituju
b. bagaimana seharusnya ?
c. siapa yang harus bertanggungjawab untuk memperbaiki /
meningkatkan/ mengatasi permasalahan yang disampaikan?
d. Kapan sebaiknya kelompok pengambil kebijakan memutuskan
untuk terlibat dalam perkembangan masalah atau krisis yang
disampaikan
3.  Latar belakang masalah, menyajikan fakta-fakta penting
sehingga para pengambil kebijakan memahami konteks
masalah, termasuk dalam hal ini perlu disajikan bagaimana
perspesi masyarakat mengenai permasalahan ini?
4. Pre-existing Policies, merupakan rangkuman apa yang telah
dilakukan tentang masalah sejauh ini, tujuannya adalah untuk
menginformasikan pembaca dari pilihan kebijakan yang
direkomendasikan.
5. Pilihan kebijakan, memberikan gambaran tindakan yang mungkin
atau tidak untuk dilakukan, dengan setidaknya 3 program
potensial tindakan.
6. Keuntungan dan kelemahan, setiap opsi kebijakan pasti memiliki
keuntungan dan kelemahan, sehingga perlu disampaikan
perspektif pro dan kontra dari pilihan dalam poin-pint atau format
outline.
7. Rekomendasi, setelah memprioritaskan pilihan kebijakan yang
disampaikan dan membahas pro dan kontra, dalam bagian ini
berisi rekmendasi pada pengambil kebijakan.
8. Sources Consulted or Recommended, menyediakan informasi
bagi para pengambil keputusan bila memiliki minat dan wakatu
untuk membaca tentang isu tertentu. Pada dasarnya berisi
sebuah bibliografi, menyediakan ditulis dekripsi 1-3 kalimat dan
evaluasi dari setiap sumber yang terdaftar.

C. Sistematika Penulisan Policy Brief


1. Ringkasan Eksekutif
Lead dengan pernyataan pendek, dalam bagian ini terdiri
dari ± 150 kata berisi tujuan dan rekomendasi singkat. Diharapkan
bagian ini mampu mempersuasi dan menarik minat pembaca
pembaca untuk melangkah lebih lanjut. Ditulis setelah selesai
menyusunpolicy brief.
2. Pendahuluan
Menjawab pertanyaan why? Di dalam bagian ini, diharapkan
mampu menjelaskan arti dan urgensi masalah yang disampaikan.
Selain itu berisi pula tujuan penelitian, memberikan gambaran
tentang temuan dan kesimpulan. Bagian ini bertujuan pula untuk
menarik minat pembaca.
3. Pendekatan yang digunakan
Bagian ini menyajikan ringkasan fakta-fakta, menjelaskan
masalah dan konteks, menjelaskan metode penelitian dan analisis.
Sehingga pembaca mampu memahami bagaimana penelitian yang
dilakukan, termasuk metodologi yang digunakan untuk
mengumpulkan data, serta menjelaskan latar belakang yang
relevan. Dalam penulisannya tidak diharapkan membahas terlalu
teknis. Menekan pentingnya manfaat yang akan didapatkan dan
peluang yang tersedia.
4. Hasil
Dalam menyampaikan hasil yang penting yaitu "Apa yang
bisa kita pelajari?" Mulailah menuliskan gambaran umum,
kemudian diikuti ke khusus sehingga memudahkan audiens untuk
mudah mengikuti konten yang disampaikan
5. Kesimpulan
Apakah arti dari penyajian yang kita sampaikan? Dalam
menulis kesimpulan, gunakan bagian untuk menginterpretasikan
data dan bertujuan untuk memberikan kesimpulan yang kuat.

6. Implikasi dan Rekomendasi


Tulisan pada bagian ini berisi apa yang bisa terjadi dan apa
yang harus terjadi, kedua hal tersebut mengalir dari kesimpulan
dan harus didukung oleh bukti.
Adapun yang perlu diperhatikan dalam merancang Design Policy Brief
yaitu, antara lain :

a. Judul merupakan titik acuan, dan dapat diikuti dengan sub-judul.


Dalam pemilihan judul harus dipilih kata yang menarik minat
pembaca.
b.  Dapat ditambahkan sidebars, yang ditulis pendek, dekritif,
stimulating (menggunakan pertanyaan) dan berfokus pada
tindakan
c. Design dibuat menarik dengan warna atau pilihan font
d. Dapat menggunakan grafik, foto dan grafis
e. Perlunya melakukan review dokumen setelah selesai penulisan

D. Contoh Policy Brief

MEMPERKUAT PENYEDIA LAYANAN HIV DAN AIDS


LINI TERDEPAN (FRONTLINE SERVICE)
MELALUI PERENCANAAN TERPADU

Tujuan utama dari penanggulangan HIV dan AIDS adalah


pemanfaatan secara optimal layanan pencegahan, perawatan dan mitigasi
dampak oleh Puskesmas, rumah sakit dan OMS sebagai penyedia
layanan lini terdepan yang berinteraksi langsung dengan masyarakat
(frontline service). Untuk dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
layanan ini diperlukan integrasi dari berbagai penyedia layanan terkait.
Namun demikian, integrasi yang dituntut dalam hal ini tidak hanya terbatas
pada integrasi teknis yang berupa koordinasi dan rujukan semata, akan
tetapi yang lebih mendasar hingga ke proses-proses administratif yang
mencakup perencanaan bersama, pembiayaan terpadu, kegiatan berbagi
informasi, penyediaan logistik, dan pengembangan sumber daya manusia.
Integrasi ini hanya dapat diwujudkan melalui kolaborasi sinergis dan
dukungan dari pemerintah pusat dan daerah serta dukungan internasional
terkait pengambilan keputusan pada lini terdepan dimana penyediaan
layanan dilaksanakan.

MASALAH
Arah kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019
menuntut adanya reformasi pada penguatan pelayanan kesehatan dasar
melalui peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan
peningkatan pembiayaan kesehatan. Untuk mewujudkan hal tersebut
maka SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS 2015-2019 menetapkan
bahwa pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS merupakan bentuk
otoritas wajib pemerintah terkait dengan pelayanan dasar yang
dilaksanakan dengan mengikuti kebijakan desentralisasi pemerintah di
Indonesia. Kewenangan ini termasuk upaya mendapatkan dana program
yang bersumber dari dana lokal baik dana pemerintah daerah, swasta
maupun masyarakat.
Berdasarkan proyeksi ketersediaan dana untuk sisa beberapa
tahun kedepan, KPAN telah memperkirakan adanya pengurangan
dukungan pendanaan luar negeri untuk penanggulangan HIV dan AIDS di
Indonesia, sehingga perlu adanya peningkatan alokasi dana yang
memadai di tingkat daerah untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Peran
pemangku kepentingan di kabupaten dan kota diharapkan akan lebih
besar di wilayahnya masing-masing dan menjadi lebih penting di masa
yang akan datang. Adapun yang diharapkan dari hal tersebut adalah
peningkatan kemapuan untuk (1) mengalokasikan pendanaan lokal dalam
proporsi yang lebih besar, dan (2) hal tersebut menuntut otoritas untuk
mengelola pelaksanaan dan perluasan cakupan LKB.
Hingga terdapat 386 kabupaten dan kota yang melaporkan kasus
HIV dan AIDS, sedangkan masih ada 112 yang belum melapor.
Sementara layanan HIV dan AIDS, meski belum lengkap, sudah tersebar
hampir di seluruh kabupaten dan kota yang telah melaporkan kasus HIV
dan AIDS di wilayahnya. Jumlah layanan konseling dan testing (KT)
adalah 1.291 unit, layanan infeksi menular seksual (IMS) 1.182 unit;
layanan perawatan, pengobatan dan dukungan (PDP) 448 unit; layanan
TBHIV 223 unit; layanan pencegahan penularan ibu ke anak (PPIA) 182
unit; dan 87 layanan terapi rumatan metadon (TRM). Hampir semua
layanan ini terkonsentrasi pada Puskesmas dan Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) untuk PDP. Sementara itu, terdapat lebih dari 500 OMS
yang bekerja pada layanan tersebut di seluruh Indonesia. Sebanyak 141
kabupaten dan kota yang merupakan kabupaten dan kota yang yang
menerima pendanaan dari Gobal Fund diharapkan telah
mengimplementasikan Layanan HIV dan AIDS yang Komprehensif dan
Berkesinambungan (LKB) pada akhir tahun 2014.
Adapun Konsep LKB pada dasarnya merupakan suatu bentuk
integrasi layanan yang berorientasi pada klien dengan manajemen dan
program-program layanan kesehatan diarahkan guna memberikan
pelayanan berkelanjutan kepada pasien, misalnya pencegahan dan
pengobatan, yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan melibatkan
berbagai pemangku kepentingan dalam lingkup sistem kesehatan15.
Berdasarkan sifatnya, strategi LKB seharusnya melibatkan banyak
penyedia layanan lini terdepan (frontline service) baik layanan kesehatan
pemerintah, layanan swasta dan layanan yang diberikan oleh OMS.
Permasalahan utama dalam membangun kerja sama dalam hal
perencanaan adalah keterbatasan OMS dalam penyediaan layanan
pencegahan dan dukungan kepada ODHA secara berkelanjutan. Pada
saat ini, sebagian besar OMS didukung oleh mitra pembangunan
initernasional dalam penyediaaan layanan mereka sesuai dengan rencana
dan penggunaan anggaran donor. Kerja sama hanya dapat dilakukan jika
OMS memperoleh dukungan teknis dan pendanaan dari para mitra
tersebut. Hal yang sama juga berlaku bagi layanan HIV dan AIDS di
Puskesmas yang selama ini didukung dengan pendanaan mitra
pembangunan internasional melalui Kementerian Kesehatan dan Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten. Kerja sama yang tengah berlangsung
pada dasarnya adalah kerja sama yang mengikat guna memastikan agar
‘deliverables’ yang diharapkan dapat memenuhi target yang telah
ditentukan oleh para mitra pembangunan internasional melalui dukungan
pendanaannya. Situasi ini telah menghambat kapasitas OMS dan
Puskesmas dalam membangun rencana-rencana lokal guna memenuhi
profil epidemiologi mereka. Dengan ketergantungan OMS dan Puskesmas
pada pendanaan dari mitra pembangunan internasional, perencanaan dan
kegiatan bersama kerja sama antar OMS dan Puskesmas akan sulit
terwujud.

REKOMENDASI KEBIJAKAN
Untuk menjawab permasalahan di atas, maka perlu disepakati
dahulu bahwa pendekatan program secara vertikal akan sulit berpadu
dengan kebijakan desentralisasi. Jika Puskesmas atau OMS hanya
berisikan berbagai program yang berasal dari program vertikal, maka tidak
ada ruang bagi daerah untuk mengembangkan berbagai keputusan
strategis mereka Sendiri. Segala kebijakan dan strategi akan tetap berada
di tingkat nasional. Integrasi yang bersifat teknis harus disertai dengan
integrasi administratif yang pada dasarnya mencerminkan proses
desentralisasi.
Jadi untuk menangani masalah tersebut maka perlu adanya rekomendasi,
rekomendasi kebijakan dari masalah ini antara lain :
1. Otonomi yang lebih besar harus diletakkan pada Dinkes Kabupaten
dan kota, sebagai penanggung jawab pembangunan kesehatan di
wilayahnya mengingat penyediaan layanan kesehatan harus terus
berjalan di lini terdepan
2. Harus adanya adanya alokasi dana yang maksimal serta kerja sama
yang baik antara OMS, pihak puskesmas, Rumah sakit, dll agar
adanya pelayanan kesehatan yang dapat berjalan di lini terdepan
dimana sangat dibutuhkan guna memfasilitasi pelayanan kepada klien
atau pasien secara lebih efektif dan efisien
3. Perlu dari pihak OMS dan Puskesmas memiliki kewenangan
administratif didalam program penanggulangan HIV dan AIDS agar
meraka dapat menentukan dan memobilisasi sumber daya yang
dimilikinya.

STRATEGI KEBIJAKAN
Upaya-upaya untuk membuat perencanaan yang terintegrasi pada
layanan di tingkat lapangan ini tidak hanya bisa dipandang sebagai
sebuah integrasi yang bersifat teknis semata akan tetapi juga akan
mencakup pengembangan kapasitas untuk merencanakan dan mengelola
program, advokasi dan mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan untuk
penyediaan layanan. Untuk itu strategi-strategi yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Sesuai dengan mandat dalam Keppres No. 75 Tahun 2006, KPAN
perlu memfasilitasi kerja sama antara Kementerian Kesehatan,
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan untuk
mengembangkan kerangka regulasi yang memungkinkan kerja sama
perencanaan program di tingkat lapangan dengan melibatkan
organisasi-organisasi masyarakat sipil dan kerangka regulasi terkait
pengembangan skema pendanaan APBN, APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten dan Kota bagi organisasi masyarakat sipil di sektor
kesehatan. Kerangka regulasi lain yang perlu dikembangkan secara
lebih jelas adalah perihal pengaturan hubungan Kerja sama antara
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas
Kesehatan Kabupaten dan Kota. Hubungan dan pembagian kerja
dalam penanggulangan HIV dan AIDS sebenarnya sudah disebutkan
dalam SRAN 2015-2019 (lihat tabel di bawah ini). Meskipun
demikian, dokumen yang dikeluarkan oleh KPAN ini tentunya perlu
disinkronkan dengn UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
2. Alokasi pendanaan yang bersumber dari APBN Kementerian
Kesehatan untuk kegiatan-kegiatan Puskesmas melalui Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) perlu diatur dan diproritaskan guna
mendukung Kerja sama antara Puskesmas dan OMS dalam
melakukan upaya-upaya promotif dan preventif dalam
penanggulangan HIV dan AIDS.
3. Pengembangan regulasi di tingkat daerah yang mencakup kerangka
perencanaan program penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat
kabupaten dan kecamatan perlu diselaraskan dengan
sisteminformasi, program-program keuangan dan tata kelola.
4. Peningkatan kapasitas bagi staf Puskesmas, rumah sakit dan
organisasi masyarakat sipil dalam proses perencanaan bersama
(joint planning), pengelolaan program terpadu, dan pengawasan dan
evaluasi program.
5. Para penyedia layanan perlu mengoptimalkan koordinasi sebagai
sebuah konsekuensi dari proses perencanaan bersama yang telah
terbentuk di lapangan. Informasi mengenai hambatan dalam
penyediaan layanan dan capaian masing-masing penyedia layanan
menjadi hal penting untuk ditangani. Dalam konteks kabupaten dan
kecamatan, Puskesmas sebagai simpul dari berbagai layanan HIV
dan AIDS di daerah dapat memanfaatkan lokakarya mini tiga
bulanan sebagai forum koordinasi dengan pihak eksternal.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Policy Brief adalah sebuah dokumen yang menguraikan dasar
rasional dalam pemilihan sebuah alternatif kebijakan khusus atau
rangkaian tindakan dalam sebuah kebijakan saat ini.
Sebuah policy brief mungkin berfokus langsug pada penyediaan
sebuah argumen untuk pengadopsian sebuah alternatif tertentu
yang bertujuan untuk meyakinkan para pihak target akan
pentingnya permasalahan saat ini dan perlu mengadopsi alternatif
yang dipilih.
2. Komponen yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun
sebuah Brief : Executive Summary, pernyataan isu/masalah, latar
belakang permasalahan, Pre-existing Policies, Pilihan Kebijakan,
Keuntungan dan Kelemahan, Rekomendasi, dan Sources
Consulted or Recommended
3. Sistematika Penulisan Policy Brief : Ringkasan Eksekutif,
Pendahuluan, Pendekatan yang digunakan, hasil, Kesimpulan,
Serta Implikasi dan Rekomendasi.
4. Contoh Policy Brief adalah “Memperkuat Penyedia Layanan Hiv
Dan Aids Lini Terdepan (Frontline Service) Melalui Perencanaan
Terpadu”
DAFTAR PUSTAKA

Situmorong, Bonar. 2016. Penyusunan Policy Brief.


http://www.bonarsitumorong.com/2016/10/penyusun-policy-brief-
paper.html?m=1 (Akses : 8 Januari 2018)

https://hardo1957.blogspot.co.id/2014/12/bagaimana-menulis-policy-
brief.html?m=1 (Akses : 8 Januari 2018)

Anda mungkin juga menyukai