Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh 1 dari 4 virus Dengue berbeda dan ditularkan melalui
nyamuk, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di
daerah tropis dan subtropis diantaranya kepulauan di Indonesia hingga
bagian utara Australia (Vyas, 2017). Insiden demam berdarah telah
tumbuh luar biasa di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang menjadi endemi Dengue.
Sekarang penyakit ini sudah ada di 100 negara di wilayah WHO Afrika,
Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Wilayah
Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat adalah wilayah yang paling
terkena dampaknya. Kasus di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik
Barat sudah melebihi 1,2 juta di tahun 2008 dan lebih dari 3,2 juta pada
tahun 2015 (berdasarkan data resmi yang disampaikan oleh negara-negara
anggota). Baru-baru ini, jumlah kasus DBD dilaporkan terus bertambah.
Pada tahun 2015, 2,35 juta kasus demam berdarah dilaporkan terjadi di
Amerika saja, dimana 10.200 kasus didiagnosis sebagai demam berdarah
berat yang menyebabkan 1181 kematian (WHO, 2017).
Data diseluruh dunia menyatakan bahwa Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah terjadinya kasus DBD setiap tahunnya, khususnya
di Asia Tenggara (Syahria, et al., 2015). Jumlah kasus DBD di 2 Asia
Tenggara dan Pasifik Barat pada tahun 2008 dilaporkan ada lebih dari 1,2
juta jiwa dan meningkat sebesar 3 juta jiwa pada tahun 2013 (Mulyati, et
al., 2013). Penyakit DBD di Asia Tenggara saat ini merupakan penyebab
utama rawat inap di rumah sakit dan penyebab kematian tertinggi pada
anak-anak. Indonesia merupakan negara Asia Tenggara yang paling
banyak melaporkan penderita DBD paling tinggi khususnya pada anak-
anak (Soedarto, 2013)
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) (2016),
melaporkan jumlah penderita DBD pada tahun 2015 ada sebanyak 129.650

1
2

kejadian dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (Incident Rate


(IR) / angka kesakitan = 50,75 per 100.000 penduduk dan Case Fatality
Rate (CFR) / angka kematian = 0,83%). Jika dibanding dengan tahun 2014
dimana kejadian DBD ada sebanyak 100.347 (IR 39,80), terjadi
peningkatan kejadian DBD pada tahun 2015. Jika dilihat dari IR DBD per
provinsi tahun 2015, maka lima provinsi yang memiliki IR tertinggi adalah
Bali sebesar 276,75, Kalimantan Timur sebesar 188,46, Kalimantan Utara
sebesar 112,00, DI Yogyakarta sebesar 92,96, dan Kalimantan Selatan
sebesar 91,93 per 100.000 penduduk.
Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016
sebanyak 13.219 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 137
orang. Proporsi penderita terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia
ada pada golongan 2 anak-anak usia 5-14 tahun, mencapai 42,72% dan
yang kedua pada rentang usia 15-44 tahun mencapai 34,49% (Kemenkes
RI, 2016). DBD merupakan penyakit endemis yang ada di Provinsi D.I.
Yogyakarta. Jumlah kasus DBD paling tinggi pada tahun 2015 berada di
Kabupaten Bantul dengan jumlah 188 kasus, jumlah kasus di Gunungkidul
menempati urutan kedua sebanyak 134 kasus, kemudian diikuti Kota
Yogyakarta 132 kasus, Kabupaten Sleman 132 kasus dan kulonprogo 34
kasus (Tribunjogja, 2016).
Data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul (2014)
menyebutkan pada tahun 2013 angka kejadian DBD meningkat dibanding
dengan tahun 2012. Pada tahun 2012 tercatat ada sebanyak 277 kasus
DBD di wilayah Bantul (IR 0,3%) meningkat tajam menjadi 1203 kasus
DBD pada tahun 2013 (IR 1,28 %). Pada tahun 2013 kejadian DBD
menyebar di seluruh kecamatan yang ada di daerah Kabupaten Bantul.
Kasus DBD tertinggi terjadi di 3 (tiga) kecamatan yaitu kecamatan
Kasihan (239 kejadian), Sewon (220 kejadian), dan Banguntapan (196
kejadian). Pada tahun 2013 angka kematian Case Fatality Rate (CFR)
akibat DBD di daerah Kabupaten Bantul ada sebanyak 8 orang (CFR 1,51
%). Pada tahun 2014 Dinkes Bantul melaporkan angka kejadian DBD
menurun dibanding dengan tahun 2013. Pada tahun 2014, ada sebanyak
3

622 kejadian akibat DBD (IR 0,64%), kejadian ini menurun drastis
dibanding tahun 2013 dimana terdapat 1203 kasus (IR 1,28 %). Pada tahun
2014, hanya 1 (satu) kecamatan yang melaporkan kejadian DBD melebihi
100 kejadian yaitu, kecamatan Kasihan (127 kejadian). Angka kematian
(CFR) akibat 4 DBD pada tahun 2014 ada sebanyak 1 orang (CFR 0,2 %)
(Dinkes Bantul, 2015). Pada tahun 2015 Dinkes Bantul melaporkan bahwa
kembali terjadi peningkatan kejadian akibat DBD. Pada tahun 2015,
jumlah kasus DBD di daerah Bantul terdapat sebanyak 1441 kasus (IR
1,48%), hal ini lebih tinggi dibanding dengan tahun 2014 dimana
didapatkan sebanyak 622 kasus DBD (IR 0,64%). Kasus tertingi terjadi di
3 (tiga) kecamatan yaitu, kecamatan Banguntapan (285 kejadian), Kasihan
(275 kejadian), dan Sewon (230 kejadian). Angka kematian akibat DBD
pada tahun 2015 ada sebanyak 13 orang (CFR 1,9%) (Dinkes Bantul,
2016).
Penyakit DBD merupakan penyakit berbasis lingkungan dengan
perkembangbiakan nyamuk yang di pengaruhi oleh kondisi lingkungan
sekitarnya sehingga berpotensi adanya kontak antara nyamuk infektif virus
dengue dengan manusia dan menularkan virus tersebut. Dalam teori
simpul oleh Achmadi (2014), terdapat 5 macam simpul yaitu simpul
1(penderita penyakit DBD), simpul 2 (vektor nyamuk Aedes Aegypti virus
dengue), simpul 3 (karakteristik masyarakat yang beresiko menderita
penyakit DBD, simpul 4 (dampak kontak antara nyamuk infektif virus
dengue dengan manusia ) dan simpul 5 (suhu udara,kelembapan udara,
curah hujan, kecepatan angin), (Achmadi, 2014).
Virus dengue telah berkembang dari penyakit sporadik ke masalah
kesehatan masyarakat yang utama dengan dampak sosial dan ekonomi
yang tinggi karena meningkatnya ektensi geografis, jumlah kasus, dan
tingkat keparahan penyakit tersebut (Guzman & Haris, 2014). Dampak
dari segi sosial yang di maksud adalah kerugian yang dialami seseorang
yang menderita DBD termasuk juga salah seorang keluarganya, kerugian
tersebut dapat berupa rasa ketidaknyamanan, kepanikan keluarga, bahkan
kematian anggota keluarga yang nantinya akan berdampak pada
permasalahan yang lebih luas yaitu rendahnya usia harapan hidup. Selain
4

dampak sosial, dampak yang ditimbulkan adalah dampak ekonomi yang


terbagi menjadi 2 yaitu dampak ekonomi langsung meliputi biaya
pengobatan dan perawatan, dan dampak ekonomi tidak langsung meliputi
kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain seperti transportasi
dan akomodasi yang dikeluarkan selama perawatan (Imawati & Sukesi,
2015).
Dinas Kesehatan DKI Jakarta memaparkan data bahwa anak
berusia 7-12 tahun paling berisiko terkena DBD. Menurut dr.Leonard
Nainggolan Sp.PD-KPTI, anak usia sekolah berada di sekolah sejak pagi
hingga siang atau sore hari, yang merupakan waktu aktif nyamuk aedes
aegypti. Leonard mengatakan, nyamuk jenis ini aktif pada pagi hingga
siang hari dan puncaknya pada pukul 08.00-13.00 serta 15.00-17.00.
"Anak-anak duduk di kelas dari pagi sampai siang, kaki di bawah meja
jadi sasaran empuk nyamuk," ujar Leonard di Jakarta (Kompas, 2017).
Penyakit DBD dapat menyerang ke berbagai golongan umur.
Anak-anak merupakan golongan umur yang paling rentan untuk terserang
DBD. Menurut 3 Malavige et.al. (2004), angka kesakitan dan angka
kematian akibat kasus DBD paling banyak diderita oleh anak-anak dan
risiko kematian akibat DBD pada anak-anak 15 kali lipat daripada pada
orang dewasa (Cecep, 2011:). angka kesakitan dan angka kematian akibat
kasus DBD paling banyak diderita oleh anak-anak dan risiko kematian
akibat DBD pada anak-anak 15 kali lipat daripada pada orang dewasa
(Cecep, 2011).
Permasalahan dalam DBD adalah gejala yang tidak spesifik dari
DBD, mirip dengan demam seperti pada infeksi lain (influenza,
chikungunya, demam typhoid, dll.), sehingga untuk menegakkan diagnosa
DBD dengan membedakan dengan infeksi lain sangat sulit. Untuk
menegakkan diagnosa DBD bila hanya dengan gejala klinis saja sangat
tidak bisa dipercaya, diperlukan dukungan uji laboratorium untuk
kepastian penyebab (Basundari, 2008). Oleh karena itu, perlu diagnosa
lebih awal terhadap pasien yang terinfeksi virus dengue guna menentukan
tindakan selanjutnya, sehingga pasien segera mendapatkan penanganan
yang sesuai dengan tata laksana penyakit, dan juga segera dapat
5

menentukan langkah-langkah untuk mencegah penularan penyakit yang


lebih meluas (Kemenkes RI, 2011)
Konsep sehat dan sakit menjadi mantap yang mempengaruhi
presepsi/pandangan cara hidup dan upaya seseorang untuk dapat
meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan demikian pemberantasan
aedes dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang dilestarikan hasilnya
sehingga upaya untuk menyehatkan diri dan lingkungannya akan mereka
laksanakan secara spontan. Hal ini akan menjadi suatu kebiasaan, sikap
dan prilaku seseorang untuk hidup sehat. Kita ambil sebagai contoh
Kurangnya pengetahuan orangtua dalam kaitannya dengan penyakit
demam berdarah dapat disebabkan oleh banyak faktor, sebagaimana telah
dikemukakan salah satu di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan.
Di samping itu, mungkin sikap masa bodoh dan kurangnya penyuluhan
yang efektif menyebabkan pengetahuan orangtua tentang penyakit menjadi
rendah.
Pendidikan yang relatif rendah melatar belakangi sulitnya orangtua
untuk mengetahui konsep kejadian penyakit DBD. Contohnya anak jadi
membuang sampah sembarangan, jarang memakai lotion
nyamuk,bermain \ keluar rumah pada sore sampai maghrib dll. Jadi, faktor
yang berhubungan dengan ketidakberhasilan penanganan pencegahan
DHF adalah faktor pendidikan ,faktor pengetahuan anak-anak tentang
DBD dan kurangnya pengetahuan orangtua dalam melakukan pencegahan
seperti menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukan yang
pada dasarnya adalah pemberantasan jentik atau mencegah nyamuk tidak
berkembang biak. Contohnya dengan menguras bak mandi, menutup rapat
tempat penampungan air, membersihkan air yang tergenang di depan
rumah, faktor ekonomi juga merupakan faktor yang berhubungan dengan
ketidakberhasilan penanganan pencegahan DHF contohnya: di daerah
yang sulit akan air, dimana untuk kebutuhan hidup sehari-hari air harus
dibeli, maka pekerjaan untuk menguras bak mandi,tempayan seminggu
sekali sangat memberatkan kehidupan mereka.
Berdasarkan studi pendahuluan di wilayah sekolah SD
Muhammadiyah Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul,
6

Yogyakarta, didapatkan data bahwa anak -anak memiliki pengetahuan


terbatas mengenai pencegahan demam berdarah dengue (DBD). Dari 10
anak ada 8 anak yang belum mengetahui mekanisme penularan, belum
mengetahui tanda dan gejala penyakit DBD, belum mengetahui tempat-
tempat pertumbuhan perkembangan nyamuk, belum mengetahui cara apa
saja yang dilakukan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk. Dan
anak-anak mengatakan di rumah masih banyak baju-baju yang tergantung,
tempat penampungan air tidak di tutup, masih banyak tempat-tempat yang
lembab, masih sering membuang sampah sembarangan.
Faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit berdasarkan
segitiga epidemiologi dipengaruhi oleh faktor manusia sebagai host dan
nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penular DBD. Lingkungan secara
signifikan mempengaruhi kesakitan bagi setiap individu termasuk sosial,
ekonomi dan lebih utamanya perilaku masyarakat, meningkatnya mobilitas
penduduk, kepadatan hunian, semakin baiknya sarana transportasi dan
masih terdapat tempat perindukan nyamuk penular DBD pembangunan di
bidang pendidikan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap
kesehatan.
Dari abu malik al- Asy’ari Radhiallahu’anhu Rasulullah
sallaullahu’alaihi wassalam bersabda: ‘’kesucian ituseparuh dari iman’’
(HR. muslim). Dari Sa’ad bin Abu Waqas: ‘’sesungguhnya allah maha suci
mencintai kesucian, maha bersih menyukai kebersihan, maha mulia
menyukai kemuliaan, maha indah menyukai keindahaan, maka
bersihkanlah tempat-tempatmu’’ (HR. Tirmidzi).
Dari hadst diatas menjelaskan bahwa islammemiliki syari’at dalam
menjaga kebersihan terutama kebersihan tempat tinggal dan lingkungan.
Dengan menjaga kebersihan lingkungan, diharapkan sumber-sumber
perkembangbiakan penyakit dapat diminimalisir sehingga kemunculan
penyakit dapat di cegah secara langsung.
Berdasarkan latarbelakang uraian di atas, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “Gambaran pengetahuan anak usia sekolah
terkait pencegahan demam berdarah dengue (DBD) di SD Muhammadiyah
Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta tahun
2019”.
7

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran pengetahuan pengetahuan
anak usia sekolah di SD Muhammadiyah Mertosanan Kulon, Potorono,
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, terkait pencegahan Penyakit DBD
(Demam Berdarah Dengue) ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan anak usia sekolah terkait pencegahan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) di SD Muhammadiyah Mertosanan Kulon,
Potorono, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan anak usia sekolah
tentang pencegahan Aedes aegypti di SD Muhammadiyah
Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
b. Mengetahui karakteristik anak usia sekolah di SD Muhammadiyah
Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta
c. Membahas terkait dengan peran dari karakteristik responden
hubunganya dengan pencegahan DBD
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Bagi mahasiswa STIKes Surya Global Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan yang berharga mengenai gambaran pengetahuan anak
usia sekolah terkait pencegahan aedes aegypti di sd
muhammadiyah Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta.
b. Bagi institusi Pendidikan
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
dipublikasikan sehingga memberikan sumbangan informasi bagi
ilmu pengetahuan di bidang keperawatan anak.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Kepala sekolah SD Muhammadiyah Mertosanan Kulon
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang pengetahuan anak usia sekolah terhadap pencegahan penya
kit aedes aegypti.
8

b. Bagi guru dan Orangtua murid


Hasil penilitian ini dapat menjadi masukan bagi para guru d
an oran tua di desekolah dan dirumah untuk membantu mengemba
ngkan pengetahuan anak-anak tentang penyakit aedes aegypti.
c. Bagi dosen keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber info
rmasi untuk membimbing mahasiswa dalam melakukan penelitian
selanjutnnya.
d. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai mas
ukan sumber informasi kesehatan khususnya tentang gambaran pen
getahuan anak usia sekolah terkait pencegahan aedes aegypti.
E. Ruang Lingkup Masalah
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi fokus di da
lam suatu penelitian, baik berbentuk abstrak ataupun real. Variabel pene
litian tunggal yaitu Gambaran pengetahuan anak usia sekolah terkait pe
ncegahan penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue).
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 5 di
SD Muhammadiyah Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan, Bantul
Yogyakarta.
3. Lokasi Penelitian
SD Muhammadiyah Mertosanan Kulon, Potorono, Banguntapan, B
antul, Yogyakarta
4. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus 2019.

F. Keaslian penelitian
1. Syahria, Kaunang & Ottay (2015), melakukan penelitian yang
berjudul: “Pemetaan Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue
Dengan Geographic Information System di Minahasa Selatan’’.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik.
Populasi diambil dari semua kejaidian DBD yang tercatat di DinKes
minahasa selatan tahun 2012, 2013 dan 2014. Sampel dalam penelitian
ini adalah penderita yang ditemukan tiap puskesmas Kabupaten
Minahasa, yang tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa
menggunakan teknik Purposife sampling dengan besar sampel
9

berjumlah 106 orang. Tujuan Penelitian ini adalah untuk membuat


pemetaan kasus DBD dengan menggunakan GIS.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kasus DBD tertinggi terdapat pada
Kecamatan Tenga yaitu 39%, tidak ada hubungan antara kepadatan
penduduk dengan kasus DBD, lebih banyak pada usia 6-10 tahun
34,9% dan lebih banyak laki-laki yaitu 53,8%. Saran yang diberikan
perlu dilakukan upaya pencegahan penyebaran DBD. Persamaan
penelitian: meneliti terkait Demam Berdarah Dengue dan desain
penelitian. Perbedaan: pada variabel penelitian dan instruen penelitian.
2. Restalia, G. (2015), Melakukan penelitian yang berjudul: ‘’Gambaran p
engetahuan siswa kelas V mengenai pencegahan DBD dengan Gerakan
3m(mengubur,menguras,menutup) di SDN jln Anyar Kota Bandung’’.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif yang
popolasinya berjumlah 33 siswa, dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan total sampling. Instrument yang digunakam adalah butir
soal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
pengetahuan siswa kelas V SD mengenai Penyakit DBD di SDN Jalan
Anyar Kota Bandung.
Hasil penelitian didapat hasil bahwa yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 9,1%, yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 72,7% dan
yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 18,2%. Dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup
yaitu sebanyak 72,7%, materi yang dikuasai yaitu pengertian DBD dan
yang kurang dikuasai yaitu pencegahan DBD.
Persamaan penelitaian: Varibel penelitian, desain penelitian, tehknik
sampling dan responden. Perbedaan penelitian: waktu dan tempat
penelitian
3. Azzahra, Sri A. (2015). Melakukan penelitian yang berjudul:
‘’Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat di Kelurahan
Antang Kec.Manggala RW VI Tentang Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kota Makassar’’.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan deskriptif.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di RW VI
Kelurahan Antang Kecamatan Manggala dengan jumlah 280 KK. Total
sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 165 responden. Tehnik
10

pengambilan sampel yaitu simple random sampling. Tujuan penelitian


ini adalah untuk mengetahui Gambaran pengetahuan, sikap dan
tindakan Masyarakat di Kelurahan Antang Kec.Manggala RW VI
Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Makassar.
Hasil penelitian diperoleh pada distribusi pengetahuan 102 (63%)
dengan kategori cukup dan 60 (37%) responden dengan kategori
kurang, pada distribusi sikap 55 (34%) responden kategori positif, dan
107 (65%) kategori. negatif, dan pada distribusi tindakan diketahui
bahwa dari 162 responden. terdapat 159 (98.1%) responden dengan
kategori tindakan kurang, dibandingkan dengan kategori cukup yaitu 3
(1.9%) responden.
Persamaan penelitian: Jumlah variabel dalam penelitian azzahra
mebhas 3 variabel sedangkan dalam penelitin ini hanya membahah 1
variabel yaitu pengetahuan, dan desain penelitin . Perbedaan penelitian:
populasi, sampel, teknik teknik samping, waktu dan tempat penelitian.

Anda mungkin juga menyukai