Anda di halaman 1dari 17

https://www.cnnindonesia.

com/gaya-hidup/20190122103351-255-362707/situasi-demam-
berdarah-di-indonesia-naik-turun

Jakarta, CNN Indonesia -- Demam berdarah dengue (DBD) masih mengancam Indonesia,


terutama saat memasuki musim hujan. Wilayah DKI Jakarta bahkan dinyatakan memasuki fase
waspada DBD selama Januari hingga Maret 2019.

Sejak pertama kali ditemukan pada 1968, jumlah kasus DBD terus meningkat. Beberapa tahun
belakangan, situasi DBD di Indonesia cenderung fluktuatif.

DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan umumnya
menyerang pada usia anak-anak kurang dari 15 tahun dan juga dapat terjadi pada orang dewasa.
Wilayah Indonesia yang beriklim tropis menjadi tempat yang disenangi nyamuk untuk
berkembang biak.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia merupakan negara kedua dengan
kasus DBD terbesar di antara 30 negara wilayah endemis.

Berdasarkan data terbaru dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor
dan Zoonotik mengenai situasi DBD di Indonesia, jumlah kasus DBD mengalami fluktuasi.

Pada 2014, jumlah kasus DBD di 34 provinsi mencapai 100.347. Setahun berselang, angka itu
meningkat menjadi 126.675 kasus pada 2015.

Pada 2016, jumlah kasus DBD kembali melonjak menjadi 204.171 kasus. Namun, pada 2017
jumlah itu menurun signifikan menjadi 68.407 kasus.

Pada 2017, jumlah kasus tertinggi terjadi di tiga provinsi Pulau Jawa dengan masing-masing
Jawa Barat sebanyak 10.016 kasus, Jawa Timur 7.838 kasus, dan Jawa Tengah 7.400 kasus.
Jumlah kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara dengan 37 kasus.

Jumlah kematian akibat DBD pada 2017 juga menurun signifikan menjadi 493 kematian dari
sebelumnya 1.598 kematian.

Dalam 10 tahun terakhir, angka kesakitan juga mengalami fluktuasi. Dari 2008 hingga 2010
cenderung tinggi rata-rata di angka 60 per 100 ribu penduduk, lalu mengalami penurunan drastis
pada 2011 sebanyak 27,67 per 100 ribu penduduk.

Setelah itu, kecenderungan tren meningkat sampai 2016 menjadi 78,85 per 100 ribu penduduk
dan kembali turun pada 2017 menjadi 26,12 per 100 ribu penduduk.
Pemerintah juga terus melakukan upaya pencegahan dengan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) dengan pengendalian secara lingkungan melalui program 3M yakni menguras, menutup,
dan mengubur tempat nyamuk bertelur. (ptj/asr)

https://tirto.id/15-ribu-kasus-demam-berdarah-dalam-sebulan-mungkinkah-dicegah-df5Y

15 Ribu Kasus Demam Berdarah dalam Sebulan, Mungkinkah Dicegah?


Ilustrasi Periksa Data Deteksi Dini Wabah DBD. tirto.id/Nadya
Oleh: Frendy Kurniawan - 6 Februari 2019

Dibaca Normal 3 menit

Selain menunjuk faktor perilaku masyarakat, Kemenkes RI dapat mempelajari pola iklim dan
melakukan pencegahan.

tirto.id - Peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) telah dilaporkan beberapa wilayah


di Indonesia sepanjang awal tahun ini. Hingga 31 Januari 2019, setidaknya terjadi 15.132
kasus di seluruh Indonesia. Bahkan, ada daerah yang menetapkan kejadian luar biasa (KLB)
DBD, misalnya Kabupaten Manggarai Barat dan Kota Kupang di Nusa Tenggara Timur.

Selain Indonesia memang acapkali disebut wilayah endemik DBD, saat kasus DBD melonjak
cepat, pihak yang umumnya dituntut untuk sigap dan bertanggung jawab dalam menghadapi
situasi itu adalah masyarakat.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Oscar Primadi


dalam keterangannya pada 29 Januari 2019, menyatakan bahwa upaya perubahan perilaku
memang harus dilakukan dalam menyikapi DBD. Artinya, persoalan DBD bukan hanya soal
nyamuk, tapi juga faktor perilaku manusia yang mendukung perindukan nyamuk meningkat.

Kasus DBD Fluktuatif


Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dalam laporan strateginya, “WHO
Global strategy for dengue prevention and control 2012–2020” menunjukkan di sebagian besar
negara-negara di wilayah Asia Tenggara, DBD menjadi endemik.

WHO juga menyebut di berbagai negara pola musiman DBD berbeda. Jumlah kasus yang tinggi
di India, misalnya, terjadi antara Agustus dan November. Di Indonesia, puncaknya umum terjadi
pada bulan Januari hingga Februari. Di Myanmar dan Sri Lanka, peningkatan jumlah kasus
dilaporkan antara Mei dan Agustus.

Menurut data Ditjen P2P Kemenkes RI, rata-rata ada 400-an wilayah Kabupaten/Kota di
Indonesia yang melaporkan kejadian DBD setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 2010-2016,
jumlah kabupaten/kota yang mengalami DBD di Indonesia mencatat tren kenaikan, sekalipun
kembali menurun pada 2017.
Sementara itu, untuk  incident rate atau angka kejadiannya, jika dirata-ratakan di seluruh wilayah
Indonesia, ada 49 kasus DBD per 100.000 penduduk setiap tahunnya. Pada periode 2008-2010,
rataannya 65 kasus DBD per 100.000 penduduk setiap tahun. Peningkatan drastis terjadi pada
periode 2015-2016 dan ilai lebih rendah terjadi pada 2011-2012, 2014 dan 2017.
Kejadian di Satu Wilayah Bisa Naik Drastis Saat di Wilayah Lain Turun
Jika membandingkan data 2016 dengan 2017, kasus IR DBD yang terjadi di wilayah Provinsi
Bali angkanya turun hingga lima kali lipat. Sementara itu, di wilayah Provinsi Kalimantan Barat
justru mengalami kenaikan hingga lima kali lipat. Kasus penurunan di Provinsi Bali menegaskan
bahwa pencegahan kasus DBD melalui intervensi perilaku bisa dilakukan.
Melihat gambaran fluktuatif IR per tahun dan bahkan per wilayah, muncul pertanyaan, benarkah
peningkatan kasus DBD di waktu-waktu tertentu erat kaitannya dengan faktor perilaku manusia?
Apakah mungkin melakukan deteksi dini terhadap wabah DBD?

Wilayah Rentan
Jumlah kasus kasus DBD yang besar terjadi di provinsi-provinsi di Pulau Jawa terhadap, karena
penduduknya juga memang paling padat. Data Kemenkes (PDF) memperlihatkan di Jawa Barat
ada 10.016 kasus DBD sepanjang tahun. Menyusul Jawa Timur sebanyak 7.838 kasus dan Jawa
Tengah dengan 7.400 kasus. Angka itu kontras dengan yang terjadi, misalnya, di Lampung
sebanyak 2.908 kasus, Aceh 2.591 kasus atau Jambi 525 kasus.

Angka kematian kasus DBD di tiga provinsi Pulau Jawa itu juga tertinggi di Indonesia. Sorotan
mengenai wilayah-wilayah di Jawa Timur yang punya kasus DBD terbanyak sepanjang Januari
2019 patut mendapat perhatian. Artinya, jika memang wilayah itu pernah punya angka kejadian
tinggi, sistem peringatan dini semestinya dijalankan oleh pemerintah.

Kondisi Iklim di Waktu Tertentu


Pada aspek lainnya, membaca kasus DBD dalam hubungannya dengan situasi iklim pantas lebih
banyak didorong ke publik. Artinya, sistem peringatan dini tidak hanya berdasar pada persoalan
perilaku kebersihan dan kesehatan masyarakat semata, tapi menggunakan proyeksi wilayah
lengkap dengan deteksi sistem informasi geografis.

Dian Perwitasari dkk, dari Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI
pernah melakukan studi terbatas atas kondisi iklim dengan pola kejadian demam berdarah (PDF).
Mereka mencoba membuktikan bahwa curah hujan yang berkisar di atas 200 mm dan hari hujan
lebih dari 20 hari, dengan perkiraan perubahan suhu antara ± 25-27 0C dan kelembaban sebesar
80-87% berpengaruh terhadap peningkatan jumlah kasus DBD sampai lebih dari 200 kasus.

Studi tersebut memang dilakukan secara terbatas untuk Kota Yogyakarta (2004-2011). Hasilnya,
mereka meyakini bahwa kondisi iklim demikian menjadi salah satu faktor kuat peningkatan
jumlah kasus DBD, terutama pada bulan-bulan tertentu.

Pola sama dapat kita pergunakan dalam membaca situasi terakhir. Melihat peningkatan kejadian
DBD yang terjadi di Kediri, Ponorogo, dan wilayah lain di Jawa Timur, kita juga dapat
menghubungkan dengan kondisi iklimnya.

Di wilayah Jawa Timur pada bulan Januari, memang tercatat curah hujan, hari hujan, rata-rata
suhu, dan kelembaban yang tidak jauh berbeda dengan angka-angka yang dicatat Dian
Perwitasari dkk. Artinya, kasus peningkatan DBD semestinya bisa diperkirakan dari kondisi
iklim yang mendukung penyebaran DBD.

Penguatan sistem peringatan dini berdasarkan data iklim dan penanganan dengan menggunakan
data geografis kasus secara lokal sangat dibutuhkan. Kemenkes RI bisa tidak sebatas memberi
rambu dan melakukan penanggulangan pasca-kejadian. Pencegahan dapat dilakukan bukan
hanya dalam mengintervensi perilaku atau menunjuk faktor perilaku kesehatan masyarakat.
Tindakan pencegahan bisa juga dilakukan berdasarkan amatan dan analisis atas pola perubahan
iklim di lokasi tertentu.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan menarik lainnya Frendy Kurniawan

(tirto.id - Kesehatan)

Penulis: Frendy Kurniawan


Editor: Maulida Sri Handayani

https://www.antaranews.com/berita/1147152/kemenkes-catat-110921-kasus-dbd-hingga-oktober-
2019

Kemenkes catat 110.921 kasus DBD hingga Oktober 2019


 Selasa, 5 November 2019 12:50 WIB
Pemberantasan nyamuk DBD terus dilakukan melalui komunikasi, informasi dan edukasi. (1)
Angka ini meningkat cukup drastis dari 2018 dengan jumlah kasus berada pada angka 65.602
kasus

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat terdapat sebanyak


110.921 kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia pada Januari hingga 31 Oktober
2019.

"Angka ini meningkat cukup drastis dari 2018 dengan jumlah kasus berada pada angka 65.602
kasus," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Siti
Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan peningkatan kasus DBD pada 2019 salah satunya disebabkan beberapa kabupaten
dan kota di Indonesia mengalami kejadian luar biasa (KLB).
Selain itu, masih banyak masyarakat yang tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) secara rutin. Misalnya, mengumpulkan dan membersihkan botol-botol minuman yang bisa
menjadi sarang nyamuk.

Baca juga: Dokter: DBD bisa dicegah dengan kesadaran pola hidup bersih

Baca juga: Batan tawarkan teknologi pemandulan nyamuk untuk tekan DBD

Kabupaten dan kota yang mengalami KLB DBD tersebut di antaranya Kota Manado, Kota
Kupang dan Labuan Bajo sehingga total kasus mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

Secara rinci, ia menyebutkan kasus DBD tertinggi per 31 Oktober 2019 ditemukan di Provinsi
Jawa Barat dengan total 19.240 kasus. Kemudian, Jawa Timur 16.699 kasus, Jawa Tengah 8.501
kasus, Jakarta 8.408 kasus, Sumatera Utara 5.721 kasus dan Lampung 5.369 kasus.

"Secara keseluruhan kasus terbanyak ditemukan di Pulau Jawa dan Bali dengan total 61.071
kasus. Kemudian Pulau Sumatera sebanyak 21.896 kasus," kata dia.

Namun, kata dia, tingginya angka DBD di Tanah Air tidak berarti semua daerah terdampak.
Melainkan masih ada beberapa daerah yang berada pada zona hijau dengan angka DBD cukup
rendah.

Daerah-daerah tergolong aman tersebut di antaranya Papua Barat dengan angka DBD terendah
yakni 49 kasus, Papua 132 kasus, Maluku 245 kasus, Sulawesi Barat 559 kasus dan Bangka
Belitung 632 kasus.

Selain itu Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara juga berada pada zona hijau dengan angka
temuan DBD di bawah 1.400 kasus.

Sementara itu, berdasarkan usia, ia menjelaskan temuan kasus DBD di berbagai daerah tersebut
didominasi oleh usia 5-14 tahun atau 43,25 persen dari keseluruhan kasus.

Selanjutnya usia 15-44 tahun sebanyak 36,46 persen, di atas 44 tahun 9,68 persen, usia 1-4 tahun
8,54 kasus dan terendah pada usia di bawah 1 tahun dengan persentase 2,07.

"Kita terus mengajak masyarakat untuk melakukan PSN di lingkungan masing-masing agar
terhindar dari DBD," ujar dia.

Baca juga: Nyamuk penyebab demam berdarah kini juga menyerang saat sore hari
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina

http://www.harnas.co/2019/06/14/tren-kasus-dbd-meningkat

Tren Kasus DBD Meningkat


Sabtu, 15 Juni 2019 03:12 WIB

Seorang ibu menjaga anaknya yang terserang Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat RSUD SK Lerik
di Kota Kupang NTT Kamis, (24/1/2019)). (ANTARA | KORNELIS KAHA )

BACA JUGA:
 Akses Air Bersih Korban Banjir Perlu Dijamin
 Penularan Hepatitis A Depok Meningkat
 Indonesia Darurat AIDS
 Kemenkes Ambil Alih Perizinan Obat
 Jumlah Kasus DBD Tahun Ini Meningkat
SILAKAN DIBAGI :


 Save

Kasus yang terjadi di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara

JAKARTA (HN)-Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi momok yang
cukup menakutkan bagi masyarakat di Indonesia. Pasalnya, tren kasus DBD di Tanah Air
tahun ini menunjukkan peningkatan dibandingkan 2018.

"Padahal, pada tahun sebelumnya (2018) kasus DBD turun drastis jika dibandingkan tahun
2017," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) Anung Sugihantono kepada HARIAN NASIONAL, Kamis, Jumat (14/6).

Pernyataan Anung sekaligus merespon momentum Hari DBD se-Asia Tenggara yang
diperingati setiap tanggal 15 Juni atau bertepatan pada Sabtu (15/6) hari ini.

Berdasarkan data Kemenkes, kasus DBD di Indonesia dari Januari hingga Mei 2019 sudah
mencapai 56.625 kasus. Sedangkan, kasus DBD di Indonesia yang terjadi selama 2018
hanya 65 ribu kasus. Menurut Anung, kasus DBD di Indonesia juga tertinggi dibanding
negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

"Kalau berbicara kasus jumlah (di Indonesia) termasuk yang terbanyak. Tetapi
kalau rate  itu Filipina yang tertinggi," ungkap Anung.

Dia menilai, upaya memberantas DBD di Indonesia harus lebih digencarkan. Pertama,
meningkatkan upaya pencegahan di level masyarakat melalui Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) 3M Plus dan penguatan peran jumantik.
Kedua, kata Anung melanjutkan, penguatan tata kelola kasus baik aspek diagnosis dan
pengobatan di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan primer maupun skunder. Ketiga,
menjaga kebersihan lingkungan untuk meminimalisasi sumber perindukan nyamuk.

"Kami juga membuat seminar di peringatan Asean Dengue Day dengan dirangkai beberapa
kegiatan, salah satunya seminar tentang bagaimana lingkungan bersih dan mencegah
banyaknya kasus DBD."

Ditemui terpisah, Kasubdit Pengendalian Arbovirosis Kemenkes Guntur Argana mengakui,


kesadaran masyarakat yang masih minim dalam membersihkan lingkungan untuk
memcegah munculnya penyakit DBD menjadi merupakan pekerjaan rumah besar yang
perlu diatasi.

"Ada program gerakan satu rumah satu jumantik untuk memberdayakan masyarakat.
Intinya masyarkat bertanggung jawab atas rumahnya sendiri. Maksud dari program
tersebut masyarakat peduli pada rumah dan lingkungan sendiri," papar dia.

Guntur menyebut, perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan sejatinya


mampu menekan munculnya kasus DBD."Jangan membuat sarang nyamuk dirumah. Itu
kuncinya untuk meminimalisasi DBD di Indonesia."

Reportase : Ridsha Vimanda Nasution

Editor : Aria Triyudha

https://regional.kompas.com/read/2019/01/31/14365721/13683-kasus-dbd-di-indonesia-dalam-
sebulan-133-orang-meninggal-dunia

13.683 Kasus DBD di Indonesia dalam Sebulan, 133 Orang Meninggal Dunia Kompas.com -
31/01/2019, 14:36 WIB BAGIKAN: Komentar Suasana di salah satu ruang rawat inap di RSUD
Jombang Jawa Timur. Pada Jumat (11/1/2019), beberapa anak dirawat di ruangan ini akibat virus
demam berdarah dengue (DBD).(KOMPAS.com/MOH. SYAFII) Editor Caroline Damanik
KOMPAS.com — Sejak awal Januari 2019, laporan kasus demam berdarah dengue (DBD) di
Indonesia yang masuk ke Kementerian Kesehatan terus bertambah. Direktur Penyakit Tular Vektor
dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi  mengatakan, berdasarkan data sementara
yang dihimpun Kementerian Kesehatan dari awal tahun hingga 29 Januari 2019, jumlah penderita
DBD yang dilaporkan mencapai 13.683 orang di seluruh Indonesia. Baca juga: 10 Provinsi dengan
Kasus DBD Tertinggi, Jawa Timur Peringkat Satu Dari jumlah ini, angka kematian yang disebabkan
kasus DBD mencapai 133 orang. Angka kematian tertinggi terjadi di Jawa Timur, yaitu 47 orang, lalu
NTT dengan 14 orang, Sulawesi Utara dengan 13 orang, dan Jawa Barat dengan 11 orang.
"Karena selama Januari ada kenaikan, makanya kami tetapkan status Waspada," ungkap Nadia
kepada Kompas.com, Kamis (31/1/2019). Kemenkes mencatat, jumlah kasus penderita DBD dari
tahun lalu hingga tahun ini meningkat signifikan. Pada Januari 2018, Kemenkes hanya menerima
laporan 6.800 kasus dengan angka kematian mencapai 43 orang. Baca juga: Tiga Warga Surabaya
Terjangkit DBD, Ini Pencegahan Ala Risma Namun, Jawa Timur tetap menjadi provinsi dengan
jumlah kasus tertinggi, baik dari data Januari 2018 maupun Januari 2019. Pada tahun lalu, kasus
tertinggi terjadi di Kota Malang, sedangkan pada tahun ini yang tertinggi adalah Kabupaten Kediri.
Berikut ini adalah 10 provinsi dengan jumlah kasus DBD tertinggi selama sebulan terakhir: 1. Jawa
Timur 2.657 kasus 2. Jawa Barat 2.008 kasus 3. Nusa Tenggara Timur 1.169 kasus 4. Jawa Tengah
1.027 kasus 5. Sulawesi Utara 980 kasus 6. Lampung 827 kasus 7. DKI Jakarta 613 kasus 8.
Sulawesi Selatan 503 kasus 9. Kalimantan Timur 465 kasus 10. Sumatera Selatan 353 kasus

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "13.683 Kasus DBD di Indonesia dalam
Sebulan, 133 Orang Meninggal
Dunia", https://regional.kompas.com/read/2019/01/31/14365721/13683-kasus-dbd-di-indonesia-
dalam-sebulan-133-orang-meninggal-dunia.

Editor : Caroline Damanik

Anda mungkin juga menyukai