PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dan
aegypti. Selain itu A. aegypti dan A. albopictus juga telah diketahui dapat
menularkan penyakit DBD. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dari seluruh dunia
menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD
setiap tahunnya. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan utama di Indonesia, bersifat endemis dan timbul sepanjang
tahun disertai epidemi tiap lima tahunan dengan kecenderungan interval
serangan epidemi menjadi tidak teratur. (Chen, 2009).
DiIndonesia,DBDtelahmenjadimasalahkesehatanmasyarakatselama
30tahunterakhir.JumlahkasusDBDpadatahun2007telahmencapai139.695
kasus,denganangkakasusbaru(insidensirate)64kasusper100,000penduduk.
Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus / Case Fatality Rate sebesar 1%
(Depkes RI, 2008a). Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh
propinsidiIndonesiadan200kotatelahmelaporkanKejadianLuarBiasa(KLB)
DBD(DepkesRI,2008b).
39,59 %
7,03 %
10,61 %
10,75 %
8,12 %
Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan angka
kematian yang relatif tinggi. Angka kesakitan DBD di Puskesmas
Urangagung pada tahun 2012 terdapat 5 kasus dan 2013 meningkat menjadi
13 kasus sedangkan 2014 menurun menjadi 5 kasus. Upaya pencegahan dan
pemberantasan DBD dititikberatkan pada penggerakan potensi masyarakat
untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk dengan
gerakan 3M, pemantauan Angka Bebas Jentik (ABJ) serta pengenalan dini
gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Mulai tahun 2012 sampai
dengan tahun 2014 pemerintah daerah memberikan honor kepada para
jumantik desa yang merupakan ujung tombak keberhasilan program 3 M plus
di masyarakat. Semakin intensifnya pemeriksaan jentik di rumah, di harapkan
dapat merangsang kesadaran masyarakat untuk melaksanakan gerakan 3M
secara teratur sehingga memberi dampak positif pada upaya pemutusan rantai
penularan penyakit DBD. Kegiatan lain dalam upaya pemberantasan DBD
adalah pengasapan (fogging) baik fogging fokus maupun fogging swadaya.
(Puskesmas Urangagung, 2014)
Untuk Puskesmas Urangagung kasus DBD yang menjadi KLB
terjadi pada Tahun 2015 yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia oleh
karena DBD. Sedangkan data yang didapat untuk cakupan wilayah kerja
Puskesmas Urangagung sejak Januari sampai April 2015 tercatat kasus DBD
sebanyak 16 orang dan suspect DBD sebanyak 8 orang. Data diuraikan
sebagai berikut : Desa banjar bendo terdapat 1 orang DBD, Desa Sarirogo
sebanyak 1 orang DBD dan 1 orang suspect DBD, Desa yang terbanyak
untuk kasus DBD terdapat di Desa Jati sebanyak 4 orang DBD dan 4 orang
suspect DBD, dan di Desa Sumput yang terdapat 6 orang DBD, 3 orang
suspect DBD dan 1 orang meninggal dunia oleh karena DBD, sedangkan
pada Desa Urangagung, Desa Cemeng Kalang, Desa Cemeng Bakalan tidak
terdapat kasus DBD.
membersihkan
tempat
penampungan
air
(TPA)
terhadap
masyarakat
agar
masyarakat
tersebut
lebih
memperhatikan
Rumusan Masalah
Beberapa faktor risiko apaakah kejadian demam berdarah dengue
(DBD) bulan Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo
wilayah kerja puskesmas Urangagung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis beberapa faktor risiko kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) bulan Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo
wilayah kerja puskesmas Urangagung.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi faktor umur penderita yang merupakan risiko
tingginya angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan
kebiasaan
3M
(menguras,
menutup,
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Puskesmas Dan Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan
masalah dalam program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya
masalah pencegahan penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai
monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
3. Bagi Peneliti Lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan
penelitian ilmiah terhadap faktor-faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan kasus DBD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
11
5. Cara Penularan
12
13
komplemen
oleh
kompleks
imun
menyebabkan
14
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda
degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel
yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium
III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi
melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga
berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak
15
Penegakan Diagnosa
a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria klinis ditambah
dengan 2 kriteria laboratoris (Tabel 2.1). Kasus DBD yang menjadi
lebih berat, menjadi kasus Dengue Shock Syndrome (DSS).
Tabel II.1 Kriteria Klinik dan Laboratorium DBD
Kriteria Klinik
perdarahan
Gejala
Demam disertai 2
Laboratorium
Leukopenia
16
DBD
II
DBD
III
DBD
IV
Gejala
diatas
ditambah
uji
bendung positif
Gejala
diatas
ditambah
perdarahan
spontan
Gejala
diatas
ditambah
kegagalan
sirkulasi
(kulit
dingin
dan
lembab
serta
gelisah)
Syok
berat
disertai dengan
tekanan
darah
dan nadi tidak
terukur.
Trombositopenia,
tidak ditemukan
kebocoran
plasma.
Serologi dengue
positif
Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma
Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma.
Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma.
Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma.
* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (DSS)
(Suhendro, et.al., 2006)
17
Leukopenia.
dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. (Suhendro, et.al.,
2006).
c. Dengue Shock Syndrome (DSS).
Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan
umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau setelah
demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat di terangkan
dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the immunological
enchancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda
kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis di sekitar
mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara
cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut
sesaat sebelum syok.
Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali
mendahului pendarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa
sebab
yang
jelas
dapat
memberikan
petunjuk
adanya
pendarahan
gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya
mempunyai prognosis buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai
oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi
menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai
80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati apabila terlambat
pasien dapat mengalami syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat
diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan
18
menimbulkan
komplikasi
asidosis
metabolik,
hipoksia,
pendarahan
pemeriksaan
laboratorium
ditemukan
trombositopenia
dan
19
20
a. Pengobatan/perawatan penderita
b. Penyelidikan epidemiologi
c. Pemberantasan vektor
d. Penyuluhan kepada masyarakat
e. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB (Depkes RI, 2006)
Pemberantasan vektor
Empat prinsip dalam membuat perencanaan pemberantasan vektor, yaitu:
1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk
oleh pengaruh alam, dengan melakukan pemberantasan vektor pada saat
kasus penyakit DBD paling rendah.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan vektor
pada tingkat yang rendah untuk memungkinkan penderita-penderita pada
masa viremia sembuh sendiri.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah dengan potensi
penularan tinggi, yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan
nyamuk cukup tinggi.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat pusat penyebaran seperti
sekolah, Rumah Sakit, serta daerah penyangga sekitarnya.
21
22
abatisasi adalah untuk menekan kepadatan vektor serendahrendahnya secara serentak dalam jangka waktu yang lebih lama,
agar transmisi virus dengue selama waktu tersebut dapat
diturunkan. Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung
kegiatan fogging yang dilakukan secara bersama-sama, juga
sebagai usaha mencegah letusan atau meningkatnya penderita
DBD.
b) Pemberantasan jentik tanpa insektisida.
Cara
pemberantasan
vektor
stadium
jentik
tanpa
Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan dikoordinasikan dengan kepala wilayah setempat
23
Departmen
Agama,
Kabupaten/Kota,
Kecamatan,
Kelurahan/Desa dsb)
2. Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak
3. Penyuluhan di sekolah, tempat ibadah, tempat pemukiman, pasar, dsb
4. Penyuluhan melalui Ketua RT/RW
meliputi
evaluasi
operasional
kegiatan
dan
evaluasi
24
E.
Penyelidikan Epidemiologi
Adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dirumah penderita, dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat-tempat umum yang diperkirakan
menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut (Depkes RI, 2006).
Jika ada penderita/tersangka DBD yang dilaporkan langsung oleh
masyarakat atau oleh RS, maka petugas P2M Puskesmas perlu melakukan
penyelidikan epidemiologi. Adapun langkah-langkah melakukan penyelidikan
epidemiologi adalah sebagai berikut:
1. Mencatat identitas penderita / tersangka Demam Berdarah Dengue (DBD)
di buku harDian penderita DBD
2. Menyiapkan peralatan PE (tensimeter anak, senter, form dan abate)
3. Petugas datang ke Lurah atau Kades di wilayah dengan penderita DBD
4. Menanyakan ada tidaknya penerita panas dalam kurun waktu 1 minggu
sebelumnya. Bila ada, dilakukan uji Rumple Leeds
25
pemeriksaan
jentik
dicatat
dalam
formulir
Penyelidikan
Epidemiologi (PE)
26
27
2. Pendidikan
Menurut Dictionary of Education (1984) pendidikan adalah proses
dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah
laku lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan definisi
tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan alat yang digunakan
untuk merubah perilaku manusia. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu
proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu
pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Daryanto (1997), pendidikan adalah upaya peningkatan
manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik. Pendidikan adalah
segala
usaha
untuk
membina
kepribadian
dan
mengembangkan
merupakan
unsur
karakteristik
personal
yang
sering
28
29
rendah dan tinggi yang kategori pendidikan tinggi dimulai dari SLTA ke
atas. Masyarakat yang berpendidikan tinggi diharapkan lebih banyak tahu
informasi tentang cara dan upaya mencegah terjadinya DBD terhadap
dirinya dan keluarga dari berbagai sumber dan media (Awida, 2008).
3. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dan
menunjang kebutuhan hidup. Tujuannya
Lingkungan
pekerjaan
dapat
menjadikan
memperoleh
30
4. Penghasilan
Tingkat penghasilan keluarga yaitu jumlah penghasilan riil dari
seluruh anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan
bersama atau perseorangan. Penghasilan keluarga riil dihitung dengan
menjumlah semua penghasilan riil masing masing anggota keluarga, di
mana penghasilan masing-masing keluarga merupakan penghasilan
perseorangan (personal income), yaitu penghasilan yang berupa upah, gaji,
penghasilan dari usaha, termasuk hadiah dan subsidi.
Tingkat penghasilan yang baik memungkinkan anggota keluarga
untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lebih baik,
misalnya di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan
sebagainya. Demikian pula sebaliknya, jika penghasilan lemah maka hal
tersebut akan menghambat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang peranan penting dalam
meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orang tua erat
kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, bila
penghasilan
tinggi
maka
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
dan
31
transportasi
dalam
mengunjungi
pusat
pelayanan
kesehatan.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33101/3/Chapter20II.pdf)
Penghasilan ini dinilai berdasarkan UMR (Upah Minumum
Regional) didaerah setempat. Pada penelitian ini dilakukan di daerah
kabupaten Sidoarjo sehingga UMR di sesuaikan dengan UMR kabupaten
Sidoarjo. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur (Pergub Jatim)
Nomor 72 Tahun 2014 tentang besaran upah minimum kabupaten-kota
(UMK) 2015, untuk UMK kabupaten Sidoarjo sebesar RP. 2. 705.000,-.
5. Upaya Pelaksanaan 3M
Dalam pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
yang penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penular ditempat
perundukan dengan melakukan "3M" yaitu:
a. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurangkurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate
kedalamnya.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
c. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas
yangdapat
32
yang
dilakukan
melalui
kerjasama
lintas
program/sektoral.
bahwa tempat
6. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai
tujuan hidup sehat (Erika, 2012).
33
dilaksanakan
melalui
kerja
sama
lintas
sektor
dan
masyarakat
dilakukan
dalam
rangka
untuk
mewujudkan
34
35
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Soekidjo
Notoatmodjo, 2002:43). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Sosiodemografi
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan
Kondisi Lingkungan
Kebiasaan
3M(Menutup,
Menguras, Menimbun)
Menutup tempat
penampungan air
Menguras tempat
penampungan air
Menimbun barangbarang bekas ke
dalam tanah.
Kebiasaan
mengunakan obat
nyamuk saat tidur
Sosiodemografi
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan
Kejadian
Demam
Berdarah
Dengue (DBD)
Kondisi Lingkungan
Kebiasaan
3M(Menutup,
Menguras, Menimbun)
Menutup tempat
penampungan air
Menguras tempat
penampungan air
Menimbun barangbarang bekas ke
dalam tanah.
Kebiasaan
mengunakan obat
nyamuk saat tidur
KOMPARASI
Bukan Kejadian
Demam
Berdarah
Dengue (DBD)
Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan Kesehatan
36
Jika
OR =
ratio adalah untuk melihat besar risiko suatu paparan terhadap suatu jenis
penyakit atau out come, besar risiko suatu paparan atau odds rasio (OR) ada
ukuran yang menunjukan berapa kali (lebih besar atau lebih kecil ) risiko
yang akan dialami oleh kelompok yang terpapar dibandingkan kelompok
yang tidak terpapar (Sahrul dan Satya bakti 2013).
Berdasarkan tabel di atas responden yang sakit adalah responden yang
terkena DBD, sedangkan responden yang tidak sakit adalah responden yang
tidak terkena DBD. Faktor risiko pada penelitian ini yang merupakan variabel
bebas yang diteliti yang kemungkinan merupakan risiko terjadinya DBD,
antara lain :
1. Sosiodemografi meliputi :Umur, Pekerjaan, Pendidikan, dan Penghasilan.
2. Kondisi Lingkungan meliputi : Kebiasaan 3M (Menutup dan Menguras
penampungan air yang ada, serta Menimbun barang-barang bekas ke
dalam tanah) dan Kebiasaan mengunakan obat nyamuk saat tidur
3. Penyuluhan Kesehatan.
37
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian observasional analitik yang ditujukan
untuk menggali lebih dalam terhadap bagaimana dan mengapa suatu fenomena
kesehatan itu terjadi. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah case
control yaitu untuk menetapkan ada tidaknya faktor risiko yang berperan pada
kelompok kasus, dengan membandingkan ada tidaknya faktor risiko yang
berperan pada kelompok kontrol yang dilihat secara retrospective (Imron &
Munif, 2010). Desain pada penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut :
Kasus
Faktor Risiko +
Keluarga yang
terkena BDB
Faktor Risiko Kontrol
Faktor Risiko +
Faktor Risiko -
38
Kriteria inklusi
Keluarga yang bertempat tinggal di Desa Sumput Kecamatan
Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung yang terkena DBD dan
39
tidak terkena DBD dari bulan Januari sampai April 2015 serta yang
bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi
Keluarga yang terkena DBD berpindah tempat tinggal dari Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung.
40
3) Penyuluhan Kesehatan.
b. Variabel Terikat (Devendent Variabel)
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Definisi Operasional Penelitian
Tabel IV.1 Definisi Operasional
Variabel
Penelitian
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan
Pengertian
Alat Ukur
Hasil
Skala
Kuesioner
a. 15 tahun
b. > 15 tahun
Nominal
Kuesioner
Nominal
Kuesioner
a. Bekerja
(PNS, TNI, ABRI,
Wiraswasta,
Pegawai Swasta,
Petani)
b. Tidak Bekerja
(IRT, Belum
Sekolah, Pelajar)
a. Rendah (Tidak
sekolah, SD)
b. Tinggi (SLTP,
SLTA, Akademi,
Perguruan Tinggi)
Kuesioner
Nominal
Nominal
41
penghasilan
berdasarkan Upah
Minimum Regional
(UMR) Sidoarjo Rp.
2.705.000,Kuesioner
Kebiasaan 3 M Upaya memberantas
wabah DBD dengan
cara :
1. Menutup : tutuplah
rapat-rapat Bak
mandi/ tempat
penampungan
air(TPA) agar
nyamuk tidak masuk
dan bersarang di
dalamnya, karena
nyamuk senang
menetas di air bersih
yang mengenang
2. Menguras : kuraslah
Bak mandi/ tempat
penampungan
air(TPA) minimal 1
minggu sekali agar
nyamuk tidak masuk
dan bersarang di
dalamnya.
3. Mengubur : kubur
kaleng atau wadah
kosong yang berisi
air ke dalam tanah,
agar nyamuk tidak
menemukan tempat
untuk bertelur.
Kebiasaan
Kebiasaan responden
Kuesioner
Mengunakan
mengunakan obat
Obat Nyamuk nyamuk di rumahnya
baik obat nyamuk
bakar, semprot atau
lotion anti nyamuk.
Penyuluhan
Kesehatan
Penambahan
Kuesioner
pengetahuan
dan
kemampuan seseorang
melalui tehnik praktek
belajar
/
instruksi
dengan
tujuan
a. Ya,
apabila Nominal
responden
mengunakan obat
nyamuk di rumah.
b. Tidak,
apabila
responden
tidak
mengunakan obat
nyamuk di rumah.
a. Baik,
apabila Nominal
dilakukan
penyuluhan
kesehatan 1 kali
dalam setahun.
b. Tidak baik, apabila
42
mengubah/
mempengaruhi perilaku
manusia
secara
individu,
kelompok
maupun
masyarakat
untuk
dapat
lebih
mandiri
dalam
mencapai tujuan hidup
sehat.
tidak pernah
dilakukan
penyuluhan
kesehatan dalam
setahun.
E. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengambilan Data
a. Data Primer diperoleh melalui kuesioner (checklist) yang berisi
pernyataan yang akan diamati dan responden memberikan jawaban
dengan memberikan checklist () dan lembar observasi yang di isi oleh
peneliti sesuai pengamatan secara langsung pada lingkungan responden.
b. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Urangagung, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yaitu data jumlah kasus
DBD dan profil puskesmas Urangagung.
2. Instrumen Penelitian
Menurut Notoatmojo (2002) instrumen penelitian merupakan alat
pengumpulan data yang berupa teknik pengamatan atau observasi,
wawancara dan angket. Pada penelitian ini menggunakan instrumen
penelitian kuesioner (check list) dan lembar observasi. Kuesioner berisi
daftar pertanyaan tentang beberapa faktor-faktor risiko terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) diajukan kepada anggota keluarga yang dianggap
mampu menjawab pernyataan. Kuesioner sudah tersusun dengan baik,
sehingga responden tinggal memberikan tanda-tanda yang ada pada
petunjuk pengisian kuesioner. Lembar observasi terdiri dari sosiodemografi
43
44
informasi
yang
diberikan
oleh
subyek
dijamin
45
BAB V
HASIL DAN ANALISIS DATA
A. Hasil Penelitian
1. Usia
Tabel V. 1: Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia 15 tahun
Usia > 15 tahun
Frekuensi
11
19
Persentase (%)
36,7 %
63,3 %
Frekuensi
9
21
Persentase (%)
30 %
70 %
46
3. Pekerjaan
Tabel V.3 : Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tidak Bekerja
Bekerja
Sumber : Hasil Survei
Frekuensi
26
4
Persentase (%)
86,7 %
13,3 %
47
4. Penghasilan
Tabel V. 4 : Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan
< Rp. 2.705.000,>Rp. 2.705.000,Sumber : Hasil Survei
Frekuensi
13
17
Persentase (%)
43,3 %
56,7 %
48
5. Upaya 3M
Tabel V.5 : Distribusi Responden Berdasarkan Upaya 3M
Baik
Tidak Baik
Sumber : Hasil Survei
Frekuensi
10
20
Persentase (%)
33,3 %
66,7 %
49
16
14
Kebiasaan
Persentase (%)
53,3 %
46,7 %
50
tabel
V.6
Berdasarkan
menunjukkan
bahwa
Kebiasaan
kebiasaan
10
20
Persentase (%)
33,3 %
66,7 %
51
52
Penyakit
Usia
OR (CI
Tidak
DBD
Total
DBD
95%)
LL-UL
(LL-UL)
11
(81.82%)
6
(18.18%)
13
(100%)
19
(31.58%)
15
(68.42%)
15
(100%)
30
15 tahun
> 15 tahun
Total
1.592 9.750
59.695
2. Pendidikan
Dari hasil analisis data faktor risiko pendidikan terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:
53
OR (CI
Tidak
DBD
Total
DBD
95%)
LL-UL
(LL-UL)
(77.78%)
8
(22.22%)
13
(100%)
21
Rendah
Tinggi
Total
0.9395.688
34.457
(38.09)
15
(61.91)
15
(100%)
30
3. Pekerjaan
Dari hasil analisis data faktor risiko pekerjaan terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel V.10 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Pekerjaan
Responden dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) bulan Januari- April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja
Puskesmas Urangagung
54
Penyakit
Pekerjaan
OR (CI
Total
DBD
Tidak DBD
14
(57.14%)
7
(42.56%)
9
(100%)
16
95%)
LL-UL
(LL-UL)
Tidak Bekerja
0.4031.714
Bekerja
7.292
(43.75%)
15
Total
(56.25%)
15
(100%)
30
4. Penghasilan
Dari hasil analisis data faktor risiko penghasilan terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel V.11 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Penghasilan
Responden dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) bulan Januari- April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja
Puskesmas Urangagung
Penyakit
Penghasilan
OR (CI
Tidak
DBD
Total
95%)
LL-UL
13
(LL-UL)
0.056
0.009-
DBD
< Rp. 2.705.000,-
11
55
(15.38%)
(84.62%)
(100%)
13
17
(76.47%)
15
(23.53%)
15
(100%)
30
0.3665
5. Upaya 3M
Dari hasil analisis data faktor risiko upaya 3M terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel V.12 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Upaya 3M
Responden dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) bulan Januari- April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja
Puskesmas Urangagung
Penyakit
Upaya 3M
OR (CI
Total
DBD
Tidak DBD
13
20
(65%)
2
(35%)
8
(100%)
10
95%)
LL-UL
(LL-UL)
Buruk
Baik
Total
1.226
7.429
45.005
(20%)
13
(80%)
7
(100%)
20
56
terhadap
kejadian
Demam
Berdarah
Dengue
(DBD)
Penyakit
OR (CI
Tidak
DBD
Total
DBD
11
(68.75%) (31.65%)
4
10
95%)
LL-UL
(LL-UL)
16
(100%)
14
1.1455.500
26.412
nyamuk
Total
(28.57%) (71.43%)
15
15
(100%)
30
57
7. Penyuluhan Kesehatan
Dari hasil analisis data faktor risiko penyuluhan kesehatan terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS
didapatkan data sebagai berikut:
Tabel V.14 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Penyulahan
Kesehatan kepada Responden dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan JanuariApril 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo
Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung
Penyakit
Penyuluhan
Kesehatan
OR (CI
Tidak
DBD
Total
DBD
95%)
LL-UL
(LL-UL)
14
20
(70%)
1
(30%)
9
(100%)
10
(10%)
15
(90%)
15
(100%)
30
Tidak Pernah
2.15521.000
Pernah
Total
204.614
58
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan faktor
risiko kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) didapatkan distribusi
responden menunjukan bahwa usia responden didapatkan usia 15 tahun 11
orang (36,7 %) dan usia > 15 tahun 19 orang (63,3 %). Pada tingkat
pendidikan responden didapatkan pendidikan rendah 9 orang (30 %) dan
pendidikan tinggi 21 orang (70 %). Perkerjaan responden didapatkan
responden yang tidak bekerja 26 orang (86,7 %) dan responden yang bekerja
4 orang (13, 3%). Pada tingkat penghasilan responden didapatkan responden
dengan penghasilan < Rp. 2.705.000,- terdapat 13 orang (43,3 %) dan
responden dengan penghasilan Rp. 2. 705.000,- terdapat 17 orang (56,7%).
Pada upaya responden yang melakukan 3M dengan baik baik
dilakukan oleh 10 orang (33,3 %) dan upaya responden yang melakukan 3M
kurang baik dilakukan oleh 20 orang (66,7 %). Untuk responden yang
mempunyai kebiasaan menggunakan obat nyamuk di rumahnya terdapat 16
orang (53,3 %) dan responden yang tidak mempunyai kebiasaan
menggunakan obat nyamuk terdapat 14 orang (46,7%). Dan untuk responden
pernah mengikuti penyuluhan kesehatan sebanyak 10 orang (33,3 %) dan
responden tidak pernah mengikuti penyuluhan kesehatan sebanyak 20 orang
(66,7%).
59
60
2. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus yang pendidikan tinggi 8 orang (38,09 %) dan
pendidikan rendah 7 orang (77,78 %). Dari hasil analisis data
menggunakan program SPSS didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 5.688,
ini menunjukkan Tingkat Pendidikan merupakan faktor risiko terhadap
terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Menurut penelitian Awida (2008), ada perbedaan kemungkinan
risiko terkena DBD pada masyarakat yang berpendidikan rendah dan yang
berpendidikan tinggi di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Nilai
Matched Odds Ratio (mOR) sebesar 0,41, artinya bahwa kemungkinan
orang mederita DBD pendidikannya lebih rendah 0,41 kali dibandingkan
dengan orang yang tidak menderita DBD. Pada penelitian ini yang masuk
kategori pendidikan tinggi adalah mereka yang berijazah SLTP, SLTA dan
Akademi/Perguruan Tinggi (Awida, 2008).
61
62
4. Penghasilan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus penghasilan responden < Rp. 2.705.000,- adalah 2 orang
(15,38%) dan penghasilan responden Rp. 2.705.000 adalah 13 orang
(76,47 %). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS
didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 0.056, ini menunjukkan tingkat
penghasilan merupakan faktor protektif terhadap terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Tetapi menurut penelitian Hariyah (2014) mengatakan bahwa
variabel
penghasilan
keluarga
(OR=0,63;
95%
CI=0,307-1,292)
seseorang,
semakin
mampu
ia
untuk
memenuhi
63
memenuhi
kebutuhan
dasarnya
dibanding
mengeluarkan
risiko
terjangkit
penyakit
DBD
sebesar
0,72
justru
kali
5. Upaya 3M
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus responden yang melakukan upaya penanggulangan 3M
baik 2 responden (20%) dan upaya penanggulangan 3M yang tidak baik
13 responden (65%). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS
didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 7.429, ini menunjukkan Upaya 3M
pada responden merupakan faktor risiko terhadap terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Menurut penelitian Endo Dardjito mengatakan bahwa hubungan
antara tempat penampungan air dengan kejadian DBD di Kecamatan
Purwokerto Timur diperoleh p value sebesar 0,444. Hal ini dapat diartikan
bahwa tidak ada hubungan antara tempat penampungan air dengan
kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur.
64
65
7. Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan
14 responden ( 70%) dan yang pernah mandapat penyuluhan 1 responden
(10%). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS didapatkan
Nilai Odds Ratio (OR) = 21.000 , ini menunjukkan Penyuluhan
Kesehatan tentang DBD merupakan faktor risiko terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Menurut hasil penelitian Erika (2012) ini didapat bahwa pada
kelompok yang mendapat penyuluhan kesehatan, terjadi peningkatan
pengetahuan, sikap, dan praktik yang ditunjukan dengan perubahan skor
yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
menyebutkan bahwa penyuluhan kesehatan berpengaruh besar terhadap
pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pencegahan DBD pada anak.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
penyuluhan
kesehatan
66
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang Beberapa Faktor Risiko
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, di wilayah kerja Puskesmas Urangagung,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Usia yang kurang atau sama dengan dari 15 tahun mempunyai faktor
risiko sebesar 9.750 kali atau 10 kali terhadap kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kabupaten Sidoarjo,
Kecamatan Sidoarjo, di wilayah kerja Puskesmas Urangagung.(OR =
b.
9.750)
Tingkat Pendidikan yang rendah mempunyai faktor risiko sebesar
5.688 kali atau 6 kali terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Desa Sumput, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo,
c.
d.
e.
g.
B. SARAN
1. Bagi Instansi Puskesmas Dan Dinas Kesehatan
a) Mensosialisasikan dan memberikan penyuluhan intensif kepada
masyarakat terutama masyarakat yang mempunyai tingkat
pendidikan yang rendah tentang gejala dan tanda-tanda Demam
Berdarah Dengue (DBD) serta cara mencegah terjadinya demam
berdarah seperti Upaya 3M (Menutup, Menguras, dan Mengubur)
dengan cara penyampaian yang menarik dan mudah dipahami.
b) Melakukan evalauasi secara berkala terhadap penyuluhan yang
telah dilakukan sebelumnya dengan tujuan agar masyarakat lebih
memahami tentang demam berdarah serta pencegahannya. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan kunjungan ke
rumah warga dengan melihat apakah sudah melaksanakan
program dari puskesmas seperti program 3M guna mencegah
terjadinya Demam Berdarah (DBD) serta pemberantasan penyakit
menular (P2M).
68
2.
Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi
informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD).
69
DAFTAR PUSTAKA
Arfani, Fiqih. 2015. 21 daerah di Jatim KLB Demam Berdarah, (Online),
(http://www.antaranews.com/berita/477288/21-daerah-di-jatim-klb-demamberdarah, diakses 27 Mei 2015).
Anonim. 2015. Cegah KLB DBD, Dinkes Fogging Sekolah Dan Fasum Lainnya,
(Online), (http://www.beritasidoarjo.com/?p=6328, diakses 27 Mei 2015).
Anonim. 2014. Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sidoarjo.,
(Online),
(http://www.sidoarjokab.go.id/control/assets/pdf/
fbecdfed3ff24f95f4122382fd85b747_13419.pdf , diakses 06 juni 2015).
Anonim, (Online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33101/3/
Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 09 Juni 2015).
Anonim. 2014. Jatim Tetapkan Besaran UMK 2015 Mulai Rp 1,2 Jt - Rp 2,7 Jt,
(Online), (http://sp.beritasatu.com/home/jatim-tetapkan-besaran-umk-2015mulai-rp-12-jt---rp-27-jt/69594 diakses 13 Juni 2015).
Budi Ratag Dkk. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Anak Di Irina E Blu Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, (Online), (http://Fkm.Unsrat.Ac.Id/WpContent/Uploads/2013/08/Nirmala-O-Soputan-091511046.Pdf Diakses 10
Juni 2015).
Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2008. Perkembangan Kejadian DBD
Indonesia,
2004-2007,
(Online),
(http://www.penyakitmenular
.info/detil.asp?m=5&s=5&i=217, diakses 06 Juni 2015).
Depkes RI. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue
dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata Laksana DBD, (Online),
(http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf diakses
pada 09 Juni 2015).
Depkes RI, Ditjen PPM & PLP. 1998/1999. Petunjuk Teknis Pemberantasan
Nyamuk Penular Penyakit Demam Beradarah Dengue. Jakarta
Endo Dardjito dkk. 2008. Beberapa Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Ke Jadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dbd)Dikabupaten
Banyumas, Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomer 3 tahun 2008,
(Online), (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/
1080/544, diakses tanggal 09 Juni 2015).
70
71
72