Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti. Selain itu A. aegypti dan A. albopictus juga telah diketahui dapat
menularkan penyakit DBD. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dari seluruh dunia
menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD
setiap tahunnya. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan utama di Indonesia, bersifat endemis dan timbul sepanjang
tahun disertai epidemi tiap lima tahunan dengan kecenderungan interval
serangan epidemi menjadi tidak teratur. (Chen, 2009).
DiIndonesia,DBDtelahmenjadimasalahkesehatanmasyarakatselama
30tahunterakhir.JumlahkasusDBDpadatahun2007telahmencapai139.695
kasus,denganangkakasusbaru(insidensirate)64kasusper100,000penduduk.
Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus / Case Fatality Rate sebesar 1%
(Depkes RI, 2008a). Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh
propinsidiIndonesiadan200kotatelahmelaporkanKejadianLuarBiasa(KLB)
DBD(DepkesRI,2008b).

Di Jawa Timur, Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)


yang meninggal dunia terus bertambah dan jumlahnya sudah mencapai 52
orang yang tersebar di 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur. Menurut Kepala

Dinas Kesehatan Jawa Timur mengungkapkan dari laporan yang masuk


jumlah penderita DBD yang meninggal terus bertambah, jumlahnya sudah 52
orang. Jumlah warga yang meninggal dunia itu jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan Januari 2014 yang hanya sembilan kasus. Kenaikannya
sangat signifikan bila dibandingkan dengan 2015.
Penderita yang meninggal dunia berada di 38 kabupaten dan kota di
Jawa Timur yang dinyatakan kejadian luar biasa (KLB) DBD, seperti di
Kabupaten Banyuwangi, Probolinggo, Bangkalan, dan Mojokerto. Tidak
hanya jumlah penderita meninggal dunia yang meningkat. Jumlah penderita
DBD juga meningkat. (Faishol, 2015).
Sementara itu, berdasarkan data di Dinas Kesehatan Pemerintahan
Provinsi Jawa Timur, pihaknya mencatat penderita demam berdarah di Jawa
Timur berjumlah 2.557 kasus sejak 1 Januari 2015. Selain itu Dinkes Jawa
Timur mencatat sebanyak sembilan daerah pada Januari 2015 ini mengalami
tren kasus demam berdarah meningkat dibandingkan 2014, yaitu Jember,
Bondowoso, Surabaya, Sidoarjo, Sampang, Gresik, Kabupaten, Bojonegoro
dan Kota Pasuruan. (Fiqih, 2015).
Target angka kesakitan DBD tahun 2014 di Sidoarjo adalah sebesar <
52 per 100.000 penduduk. Perkembangan angka kesakitan DBD sampai
dengan tahun 2014 terlihat pada grafik berikut ini:

39,59 %

7,03 %

10,61 %

10,75 %

8,12 %

Grafik 1.1 Angka Kesakitan DBD per 100.000 penduduk


Sumber: Data Dinas Kesehatan

Angka kesakitan DBD Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi. Angka


kesakitan DBD pada tahun 2014 sebesar 8,12 % per 100.000 penduduk,
menurun jika dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 10,75 % per 100.000
penduduk, namun demikian angka tersebut sudah sangat jauh atau sangat
berhasil melampui dari target yang diharapkan. Kabupaten Sidoarjo punya
potensi sebagai wilayah endemis DBD dimana tingkat penularan DBD sangat
tinggi, yang dipengaruhi antara lain curah hujan dan mobilitas penduduk yang
tinggi, disertai masalah kebersihan lingkungan. (LPPD Sidoarjo, 2014)
Sedangkan pada bulan Januari 2015 lalu di Kabupaten Sidoarjo ada
sekitar 10 orang yang terserang penyakit DBD dan 1 orang telah meninggal
dunia. Sedangkan Humas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten
Sidoarjo, H. Achmad Zainuri, SH mengungkapkan bahwa jumlah pasien yang
terinfeksi DBD dan berobat ke RSUD selama bulan Januari 2015 lalu ada
sekitar 5 orang. (Berita Sidoarjo, 2015).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk aedes aegypty.

Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan angka
kematian yang relatif tinggi. Angka kesakitan DBD di Puskesmas
Urangagung pada tahun 2012 terdapat 5 kasus dan 2013 meningkat menjadi
13 kasus sedangkan 2014 menurun menjadi 5 kasus. Upaya pencegahan dan
pemberantasan DBD dititikberatkan pada penggerakan potensi masyarakat
untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk dengan
gerakan 3M, pemantauan Angka Bebas Jentik (ABJ) serta pengenalan dini
gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Mulai tahun 2012 sampai
dengan tahun 2014 pemerintah daerah memberikan honor kepada para
jumantik desa yang merupakan ujung tombak keberhasilan program 3 M plus
di masyarakat. Semakin intensifnya pemeriksaan jentik di rumah, di harapkan
dapat merangsang kesadaran masyarakat untuk melaksanakan gerakan 3M
secara teratur sehingga memberi dampak positif pada upaya pemutusan rantai
penularan penyakit DBD. Kegiatan lain dalam upaya pemberantasan DBD
adalah pengasapan (fogging) baik fogging fokus maupun fogging swadaya.
(Puskesmas Urangagung, 2014)
Untuk Puskesmas Urangagung kasus DBD yang menjadi KLB
terjadi pada Tahun 2015 yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia oleh
karena DBD. Sedangkan data yang didapat untuk cakupan wilayah kerja
Puskesmas Urangagung sejak Januari sampai April 2015 tercatat kasus DBD
sebanyak 16 orang dan suspect DBD sebanyak 8 orang. Data diuraikan
sebagai berikut : Desa banjar bendo terdapat 1 orang DBD, Desa Sarirogo
sebanyak 1 orang DBD dan 1 orang suspect DBD, Desa yang terbanyak
untuk kasus DBD terdapat di Desa Jati sebanyak 4 orang DBD dan 4 orang

suspect DBD, dan di Desa Sumput yang terdapat 6 orang DBD, 3 orang
suspect DBD dan 1 orang meninggal dunia oleh karena DBD, sedangkan
pada Desa Urangagung, Desa Cemeng Kalang, Desa Cemeng Bakalan tidak
terdapat kasus DBD.

Total kasus meninggal adalah 1 kasus atau Case

Fatality Rate (CFR) sebesar 4,2 %.


Masalah DBD berhubungan dengan perilaku manusia yang
menguntungkan (positif) dan yang merugikan (negatif). Jika dihubungkan
pemberantasan sarang nyamuk dengan demam berdarah dengue, terdapat
perilaku positif yaitu melakukan upaya menguras, menutup, mengubur (3M)
dan perilaku yang negatif merupakan kontradiksi dari upaya ini.
Berbagai peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan guna
mengantisipasi kenaikan dan penyebaran kasus DBD diantaranya yang paling
digalakkan selama ini adalah melalui pelaksanaan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) melalui pemberdayaan masyarakat yang dikenal dengan
pemberantasan 3 M (Mengubur, Menutup, dan Menguras). Juru pemantau
jentik (Jumantik) diangkat sebagai pegawai tidak tetap guna mengetahui
tingkat kepadatan vektor sejak dini, akan tetapi upaya yang telah dilakukan
tadi belum menunjukan hasil yang optimal. Masyarakat yang belum
mempunyai kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan, sehingga kasus
DBD terus meningkat.
Menurut hasil penelitian Muhammad Rizal Ardiansyah dkk, terdapat
hubungan antara pengetahuan, sikap, tempat perindukan nyamuk, dan
kebiasaan

membersihkan

tempat

penampungan

air

(TPA)

terhadap

pengendalian vektor DBD di Kelurahan Anawai Kecamatan Wua-wua,

Kendari. Hal ini mendukung perlunya peningkatan kegiatan penyuluhan


kepada

masyarakat

agar

masyarakat

tersebut

lebih

memperhatikan

pengendalian dan pencegahan terhadap pengendalian penyakit DBD


khususnya tentang 3M plus. Selain itu perlu diselenggarakan pelatihan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader khususnya dalam
bidang penanggulangan DBD. (Rizal dkk, 2013)
Sehingga dari latar belakang permasalahan diatas, peneliti merasa
tertarik melakukan penelitian Beberapa Faktor Risiko Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) Bulan Januari April 2015 di Desa Sumput
Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
B.

Rumusan Masalah
Beberapa faktor risiko apaakah kejadian demam berdarah dengue
(DBD) bulan Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo
wilayah kerja puskesmas Urangagung?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis beberapa faktor risiko kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) bulan Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo
wilayah kerja puskesmas Urangagung.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi faktor umur penderita yang merupakan risiko
tingginya angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan

Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah


kerja puskesmas Urangagung.
b. Mengidentifikasi faktor pekerjaan yang merupakan risiko tingginya
angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan Januari
April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja
puskesmas Urangagung.
c. Mengidentifikasi faktor pendidikan yang merupakan risiko tingginya
angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan Januari
April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja
puskesmas Urangagung.
d. Mengidentifikasi faktor penghasilan yang merupakan risiko tingginya
angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan Januari
April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja
puskesmas Urangagung.
e. Mengidentifikasi faktor

kebiasaan

3M

(menguras,

menutup,

mengubur) yang merupakan risiko tingginya angka kejadian Demam


Berdarah Dengue (DBD) bulan Januari April 2015 di Desa Sumput
Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja puskesmas Urangagung.
f. Mengidentifikasi faktor kebiasaan mengunakan obat nyamuk yang
merupakan risiko tingginya angka kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) bulan Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan
Sidoarjo wilayah kerja puskesmas Urangagung.
g. Mengidentifikasi faktor penyuluhan kesehatan yang merupakan risiko
tingginya angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan
Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah
kerja puskesmas Urangagung.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Puskesmas Dan Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan
masalah dalam program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya
masalah pencegahan penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai
monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
3. Bagi Peneliti Lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan
penelitian ilmiah terhadap faktor-faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan kasus DBD.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue


1. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut
disertai dengan manifestasi perdarahan bertedensi menimbulkan syok dan
dapat menyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15
tahun, namun tidak tertutup kemungkinan menyerang orang dewasa.
Tanda-tanda penyakit ini adalah demam mendadak 2 sampai dengan 7
hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam (echymosis)
atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran
menurun atau rejatan (shock) (Depkes RI, 2003).
Menurut WHO dikenal penyakit Demam Dengue (DD), yaitu
penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala seperti
sakit kepala, sakit pada sendi, tulang dan otot. Sedangkan DBD
ditunjukkan oleh 4 (empat) manifestasi klinis yang utama, demam tinggi,
fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi darah (WHO, 1997).
2. Penyebab
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne
Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,

famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1,


DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan
virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat
(Depkes RI, 2011).
3. Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di
daerah tropis dan sub-tropis, dari seluruh dunia menunjukkan Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di Indonesia, bersifat endemis dan timbul sepanjang
tahun. (Chen, 2009).
Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI (2007) menunjukkan
jika dibandingkan antara tahun 2006 dan tahun 2005 terdapat peningkatan
jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini,
dengan case fatality rate sebesar 1,01%. (Chen, 2009).

10

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk


genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus
setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya)
(Djamaludin, 2009).
Beberapa faktor diketahui berkaitan tentang peningkatan tranmisi
virus dengue yaitu:
1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat
lain;
2) Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin.
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk
(Djamaludin, 2009).
4. Vektor Penyakit
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai
dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan
sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tunlbuhan atan
sari bunga untuk keperluan hidupnya.
Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina
mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi
(pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00. Aedes aegypti

11

mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi


lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular
penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap (beristirahat) di
dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah bendabenda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan
lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat
perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air.
Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk
dewasa (Siregar, 2004).

Gambar II.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

5. Cara Penularan

12

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes


aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap
darah orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi
didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam
darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan
penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7
hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam
lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar
diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya.
Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut
siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus
ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh
karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena
setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang
diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan
dari nyamuk ke orang lain (Siregar, 2004).
6. Patogenesis dan Patofisiologi
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah
dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui
berperan dalam patogenesis DBD adalah :

13

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam


proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus
dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit
atau makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent
enchancement (ADE);
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T
helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d. Aktivasi

komplemen

oleh

kompleks

imun

menyebabkan

terbentuknya C3a dan C5a.


Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead
dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non
netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T
sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator
inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi

14

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda
degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel
yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium
III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi
melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga
berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak

15

(kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, et.al., 2006).


7.

Penegakan Diagnosa
a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria klinis ditambah
dengan 2 kriteria laboratoris (Tabel 2.1). Kasus DBD yang menjadi
lebih berat, menjadi kasus Dengue Shock Syndrome (DSS).
Tabel II.1 Kriteria Klinik dan Laboratorium DBD
Kriteria Klinik

1. Demam tinggi mendadak, terus menerus


selama 2-7 hari
2. Terdapat
manifestasi

perdarahan

tourniquet positif, petechiae, echimosis,


purpura, perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi dan hematemesis dan
atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan
cepat, tekanan nadi turun. Tekanan darah
turun, kulit dingin dan lembab terutama
diujung jari dan ujung hidung, sianosis
Kriteria Laboratoris

sekitar mulut dan gelisah.


1. Trombositopenia (100.000 l atau kurang
2. Hemokonsentrasi,
peningkatan
hematokrit 20 % atau lebih.

Tabel II.2 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD/DBD Derajat*
DD

Gejala
Demam disertai 2

Laboratorium
Leukopenia
16

atau lebih tanda:


sakit
kepala,
nyeri
retroorbital, myalgia,
arthralgia
DBD

DBD

II

DBD

III

DBD

IV

Gejala
diatas
ditambah
uji
bendung positif
Gejala
diatas
ditambah
perdarahan
spontan
Gejala
diatas
ditambah
kegagalan
sirkulasi
(kulit
dingin
dan
lembab
serta
gelisah)
Syok
berat
disertai dengan
tekanan
darah
dan nadi tidak
terukur.

Trombositopenia,
tidak ditemukan
kebocoran
plasma.
Serologi dengue
positif
Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma
Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma.

Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma.

Trombositopenia, bukti
ada kebocoran plasma.

* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (DSS)
(Suhendro, et.al., 2006)

b. Demam Dengue (DD)


Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala.
2) Nyeri retro-orbital.
3) Mialgia / artralgia.
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung-rumple leed positif).

17

Leukopenia.
dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. (Suhendro, et.al.,
2006).
c. Dengue Shock Syndrome (DSS).
Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan
umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau setelah
demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat di terangkan
dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the immunological
enchancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda
kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis di sekitar
mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara
cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut
sesaat sebelum syok.
Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali
mendahului pendarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa
sebab

yang

jelas

dapat

memberikan

petunjuk

adanya

pendarahan

gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya
mempunyai prognosis buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai
oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi
menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai
80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati apabila terlambat
pasien dapat mengalami syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat
diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan

18

menimbulkan

komplikasi

asidosis

metabolik,

hipoksia,

pendarahan

gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan pengobatan


yang tepat segera terjadi masa penyembuhan dengan cepat. Pasien menyembuh
dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik merupakan petunjuk prognosis
baik.
Pada

pemeriksaan

laboratorium

ditemukan

trombositopenia

dan

hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000/l ditemukan di antara hari sakit


ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran
plasma, terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam
keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan ialah
hipoproteinemia, hiponatremia, kadar transaminase serum dan nitrogen darah
meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah
leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang-kadang
ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara. (Sudarmo, et al, 2002).
8. Pencegahan dan penanggulangan DBD
Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD masih sulit, karena proteksi
terhadap 1-2 virus dengue akan meningkatkan risiko penyakit DBD menjadi
lebih berat (WHO, 2008). Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis
secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila
seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi
menyebabkan reaksi anamnestic antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi
komplek imun yang tinggi (Suhendro, et.al., 2006). Oleh karena itulah, maka
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dilakukan secara promotif dan
preventif, dengan pemberantasan nyamuk vektor (hewan perantara penularan).

19

B. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD


KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada
terjadinya wabah (Depkes RI, 2006)
Setiap kasus DBD yang terdiagnosis harus dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten dan Propinsi dengan berbagai macam alur berikut ini:
1. Pelaporan langsung oleh masyarakat dengan surat pemberitahuan ke
Puskesmas
2. Pelaporan dari puskesmas ke kabupaten menggunakan form PU-DBD dan
W2
3. Pelaporan dari rumah sakit ke kabupaten menggunakan form KD-RS (1 x
24 jam setelah ada kasus DBD)
4. Pelaporan dari Kabupaten ke propinsi: K-DBD (1 bulan sekali)
Jika ada kasus yang dilaporkan, maka akan ditindaklanjuti dengan
penyelidikan epidemiologi untuk melihat intensitas masalah yang terjadi. Dari
hasil penyelidikan epidemiologi, kemudian disimpulkan ada tidaknya
kejadian KLB DBD. KLB DBD ditegakkan jika ada peningkatan jumlah
kasus DBD dan Dengue Syok Sindrom (DSS) di suatu desa/kelurahan/wilayah
lebih luas, 2 kali lipat atau lebih dalam kurun waktu 1 minggu/bulan
dibanding minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.
C. Kegiatan Penanggulangan KLB DBD
Jika terjadi KLB, maka kegiatan tersebut di bawah ini harus dilakukan:

20

a. Pengobatan/perawatan penderita
b. Penyelidikan epidemiologi
c. Pemberantasan vektor
d. Penyuluhan kepada masyarakat
e. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB (Depkes RI, 2006)
Pemberantasan vektor
Empat prinsip dalam membuat perencanaan pemberantasan vektor, yaitu:
1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk
oleh pengaruh alam, dengan melakukan pemberantasan vektor pada saat
kasus penyakit DBD paling rendah.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan vektor
pada tingkat yang rendah untuk memungkinkan penderita-penderita pada
masa viremia sembuh sendiri.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah dengan potensi
penularan tinggi, yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan
nyamuk cukup tinggi.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat pusat penyebaran seperti
sekolah, Rumah Sakit, serta daerah penyangga sekitarnya.

Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada stadium dewasa


maupun stadium jentik.
1. Pemberantasan vektor stadium dewasa Pemberantasan vektor penyakit
DBD pada waktu terjadi wabah sering dilakukan fogging atau
penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida malathion yang

21

ditujukan pada nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan menyemprot


atau mengasapkan dengan menggunakan mesin pengasap yang dapat
dilakukan melalui darat maupun udara. Dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan malathion sangat
efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa
didukung dengan aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan
meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik yang
tidak mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam
pemberantasan vektor stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
2. Pemberantasan vektor stadium jentik. Pemberantasan vektor stadium
jentik dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida maupun tanpa
insektisida.
a) Pemberantasan jentik dengan insektisida.
Insektisida yang digunakan untuk memberantas jentik Aedes
aegypti disebut larvasida yaitu Abate (temephos). Abate SG 1 %
diketahui sebagai larvasida yang paling aman dibanding larvasida
lainnya, dengan rekomendasi WHO untuk dipergunakan sebagai
pembunuh jentik nyamuk yang hidup pada persediaan air minum
penduduk, sehingga kegiatannya sering disebut abatisasi. Untuk
pemakaiannya dengan dosis 1 ppm (part per-million), yaitu setiap 1
gram Abate 1 % untuk setiap 10 liter air. Abate setelah ditaburkan
ke dalam air maka butiran pasirnya akan jatuh sampai ke dasar dan
racun aktifnya akan keluar serta menempel pada pori-pori dinding
tempat air, dengan sebagian masih tetap berada dalam air. Tujuan

22

abatisasi adalah untuk menekan kepadatan vektor serendahrendahnya secara serentak dalam jangka waktu yang lebih lama,
agar transmisi virus dengue selama waktu tersebut dapat
diturunkan. Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung
kegiatan fogging yang dilakukan secara bersama-sama, juga
sebagai usaha mencegah letusan atau meningkatnya penderita
DBD.
b) Pemberantasan jentik tanpa insektisida.
Cara

pemberantasan

vektor

stadium

jentik

tanpa

menggunakan insektisida lebih dikenal dengan pembersihan sarang


nyamuk (PSN). Kegiatan ini merupakan upaya sanitasi untuk
melenyapkan container yang tidak terpakai, agar tidak memberi
kesempatan pada nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak
pada kontainer tersebut (Widiyanto, 2007).
Tindakan pembersihan sarang nyamuk meliputi tindakan
menguras air kontainer secara teratur seminggu sekali, menutup
rapat kontainer air bersih, dan mengubur kontainer bekas seperti
kaleng bekas, gelas plastik, barang bekas lainnya yang dapat
menampung air hujan sehingga menjadi sarang nyamuk (dikenal
dengan istilah tindakan 3M) (Fathi dan Catharina, 2005).

Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan dikoordinasikan dengan kepala wilayah setempat

23

(Bupati/Walikota/Camat/Lurah). Beberapa macam kegiatan yakni:


1. Pertemuan dengan lintas sektor terkait (Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan,

Departmen

Agama,

Kabupaten/Kota,

Kecamatan,

Kelurahan/Desa dsb)
2. Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak
3. Penyuluhan di sekolah, tempat ibadah, tempat pemukiman, pasar, dsb
4. Penyuluhan melalui Ketua RT/RW

D. Evaluasi kegiatan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)


Evaluasi

meliputi

evaluasi

operasional

kegiatan

dan

evaluasi

epidemiologi setelah penanggulangan KLB. Penilaian operasional kegiatan


ditujukan untuk mengukur % (jangkauan) pemberantasan vektor dari jumlah
yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan
rumah penderita secara acak dan kunjungan ke wilayah yang direncanakan
untuk dilakukan pengasapan, larvasida dan penyuluhan. Pada saat kunjungan
itu, dilakukan wawancara untuk mengetahui apakah kegiatan pemberantasan
vektor memang sudah dilakukan.
Tujuan evaluasi epidemiologi adalah mengetahui dampak upaya
penanggulangan terhadap jumlah penderita dan jumlah kematian akibat DBD.
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan data kasus/kematian
sebelum dan sesudah usaha penanggulangan DBD. Data kemudian
dibandingkan pula dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya.

24

Gambar II.2 Alur Penanggulangan KLB-DBD

E.

Penyelidikan Epidemiologi
Adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dirumah penderita, dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat-tempat umum yang diperkirakan
menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut (Depkes RI, 2006).
Jika ada penderita/tersangka DBD yang dilaporkan langsung oleh
masyarakat atau oleh RS, maka petugas P2M Puskesmas perlu melakukan
penyelidikan epidemiologi. Adapun langkah-langkah melakukan penyelidikan
epidemiologi adalah sebagai berikut:
1. Mencatat identitas penderita / tersangka Demam Berdarah Dengue (DBD)
di buku harDian penderita DBD
2. Menyiapkan peralatan PE (tensimeter anak, senter, form dan abate)
3. Petugas datang ke Lurah atau Kades di wilayah dengan penderita DBD
4. Menanyakan ada tidaknya penerita panas dalam kurun waktu 1 minggu
sebelumnya. Bila ada, dilakukan uji Rumple Leeds

25

5. Memeriksa jentik di tempat penampuangan air di dalam dan di luar rumah


(radius 20 rumah di sekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah
penderita).
6. Hasil

pemeriksaan

jentik

dicatat

dalam

formulir

Penyelidikan

Epidemiologi (PE)

F. Beberapa Faktor Risiko Yang Merupakan Tingginya Angka Kejadian


Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Usia
Usia adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai
dengan sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan
hitungan tahun (Chaniago, 2002 ). Menurut Elisabeth yang dikutip
Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun. Pembagian umur berdasarkan psikologi
perkembangan (Hurlock, 2002) bahwa masa dewasa terbagi atas :
a. Masa Dewasa Dini, berlangsung antara usia 18 - 40 tahun
b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 - 60 tahun
c. Masa Lanjut Usia, berlangsung antara usia > 61 tahun
Menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih
dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini dilihat
dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Umur merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan

26

seseorang. Menurut Suryabudhi (2003) seseorang yang menjalani hidup


secara normal dapat diasumsikan bahwa semakin lama hidup maka
pengalaman semakin banyak, pengetahuan semakin luas, keahliannya
semakin mendalam dan kearifannya semakin baik dalam pengambilan
keputusan tindakannya.
Menurut Sumarno S. P pada awal terjadinya wabah di suatu negara
distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan
anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah
selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan dalam golongan umur
dewasa muda meningkat diIndonesia penderita DBD terbanyak adalah
anak dengan umur 5-11 tahun (Sumarno, 1999).
Dari kejadian kasus DBD di Purwokerto Timur rata-rata umur < 12
tahun lebih banyak dibandingkan dengan umur > 12 tahun, ini didukung
oleh kebiasaan masyarakat bahwa anak-anak kebanyakan aktivitasnya
berada di dalam rumah, sehingga kemungkinan kontak dengan nyamuk
Aedes aegypti lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa muda
maupun orang tua kebanyakan aktivitasnya di luar rumah (Endo Dardjito
dkk. 2008).
Menurut Penelitian Budi Ratag dkk, umur dari karakteristik pasien
terdapat pada umur 5-9 tahun (40,63%) paling banyak, kemudian pada
kelompok umur 1-4 tahun (30,20%) umur 10-14 tahun (17,71%) dan yang
paling sedikit dengan umur < 1 tahun (11,46%). Berdasarkan profil Dinas
Kesehatan Kota Manado periode Jan-Okt 2012 kelompok umur yang
rentan dengan penyakit DBD yaitu umur 5-9 tahun (Budi Ratag, 2012).

27

2. Pendidikan
Menurut Dictionary of Education (1984) pendidikan adalah proses
dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah
laku lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan definisi
tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan alat yang digunakan
untuk merubah perilaku manusia. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu
proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu
pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Daryanto (1997), pendidikan adalah upaya peningkatan
manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik. Pendidikan adalah
segala

usaha

untuk

membina

kepribadian

dan

mengembangkan

kemampuan manusia secara jasmani dan rohani yang berlangsung seumur


hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah dalam rangka pembangunan
persatuan Indonesia dan masyarakat.
Koentjoroningrat (1997), mengatakan pendidikan adalah kemahiran
menyerap pengetahuan pendidikan seseorang berhubungan dengan sikap
seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan.
Pendidikan

merupakan

unsur

karakteristik

personal

yang

sering

dihubungkan dengan derajat kesehatan seseorang/masyarakat. Semakin


tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menyerap

28

informasi dalam bidang kesehatan. Mudahnya seseorang untuk menyerap


informasi akan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku baru yang
lebih sehat. Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di
Indonesia adalah tingkat Sekolah Dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat
pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan tingkat
akademik Perguruan Tinggi (PT), Tingkat pendidikan sangat menentukan
daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap
informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi
informasi atas setiap masalah yang dihadapi.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33101/3/Chapter20II.pdf)
Menurut penelitian Awida (2008), ada perbedaan kemungkinan
risiko terkena DBD pada masyarakat yang berpendidikan rendah dan yang
berpendidikan tinggi di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Nilai
Matched Odds Ratio (mOR) sebesar 0,41, artinya bahwa kemungkinan
orang mederita DBD pendidikannya lebih rendah 0,41 kali dibandingkan
dengan orang yang tidak menderita DBD. Pada penelitian ini yang masuk
kategori pendidikan tinggi adalah mereka yang berijazah SLTP, SLTA dan
Akademi/Perguruan Tinggi (Awida, 2008).
Menurut hasil penelitian Nawar diKecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang tahun 2005 menyatakan bahwa pada daerah
endemis responden terbanyak berpendidikan rendah yaitu 68 orang
(56,2%). Pada penelitian Nawar kategori pendidikan tinggi yaitu dari
SLTA ke atas. Penelitian Sitorus (2005) mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada tingkat pendidikan

29

rendah dan tinggi yang kategori pendidikan tinggi dimulai dari SLTA ke
atas. Masyarakat yang berpendidikan tinggi diharapkan lebih banyak tahu
informasi tentang cara dan upaya mencegah terjadinya DBD terhadap
dirinya dan keluarga dari berbagai sumber dan media (Awida, 2008).

3. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dan
menunjang kebutuhan hidup. Tujuannya
Lingkungan

pekerjaan

dapat

menjadikan

adalah mencari nafkah.


seseorang

memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung dan tidak langsung.


Misalnya individu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan mempunyai
pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain yang bekerja
di luar bidang kesehatan (Erika, 2012).
Menurut penelitian Awida (2008), ada perbedaan risiko antara
masyarakat yang tidak bekerja dengan yang bekerja di Kecamatan Bukit
Raya Kota Pekan Baru, Nilai Matched Odds Ratio (mOR) sebesar 10,000
artinya bahwa kemungkinan orang yang tidak bekerja berisiko menderita
DBD dibandingkan yang bekerja. Pada penelitian ini yang masuk kategori
yang tidak bekerja adalah ibu rumah tangga (IRT), anak belum sekolah,
pelajar dan mahasiswa. Dimana kita lihat dari hasil survei yang dilakukan
sebagian besar anak sekolah, pelajar dan mahasiswa tersebut lokasi
sekolah atau perguruan tinggi mereka berada diluar Kecamatan Bukit Raya
Kota Pekanbaru. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Widyana (1998)

30

dalam Nawar (2005) yang menemukan bahwa sebagian besar penderita


DBD berstatus tidak bekerja (Awida,2008).

4. Penghasilan
Tingkat penghasilan keluarga yaitu jumlah penghasilan riil dari
seluruh anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan
bersama atau perseorangan. Penghasilan keluarga riil dihitung dengan
menjumlah semua penghasilan riil masing masing anggota keluarga, di
mana penghasilan masing-masing keluarga merupakan penghasilan
perseorangan (personal income), yaitu penghasilan yang berupa upah, gaji,
penghasilan dari usaha, termasuk hadiah dan subsidi.
Tingkat penghasilan yang baik memungkinkan anggota keluarga
untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lebih baik,
misalnya di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan
sebagainya. Demikian pula sebaliknya, jika penghasilan lemah maka hal
tersebut akan menghambat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang peranan penting dalam
meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orang tua erat
kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, bila
penghasilan

tinggi

maka

pemanfaatan

pelayanan

kesehatan

dan

pencegahan penyakit juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan


rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya

31

transportasi

dalam

mengunjungi

pusat

pelayanan

kesehatan.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33101/3/Chapter20II.pdf)
Penghasilan ini dinilai berdasarkan UMR (Upah Minumum
Regional) didaerah setempat. Pada penelitian ini dilakukan di daerah
kabupaten Sidoarjo sehingga UMR di sesuaikan dengan UMR kabupaten
Sidoarjo. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur (Pergub Jatim)
Nomor 72 Tahun 2014 tentang besaran upah minimum kabupaten-kota
(UMK) 2015, untuk UMK kabupaten Sidoarjo sebesar RP. 2. 705.000,-.
5. Upaya Pelaksanaan 3M
Dalam pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
yang penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penular ditempat
perundukan dengan melakukan "3M" yaitu:
a. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurangkurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate
kedalamnya.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
c. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas

yangdapat

menampung air hujan seperti: kaleng-kaleng bekas, plastik dan


lain-lain.
Jika kegiatan "3M" yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) ini dilakukan secara teratur oleh keluarga di rumah dan
lingkungannya masing-masing maka penyakit ini akan dapat diberantas.
Oleh karena itu berdasarkan Kep.Mekes No. 581/1992 tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, maka upaya
pemberantasan penyakit dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat

32

yang

dilakukan

melalui

kerjasama

lintas

program/sektoral.

Pengorganisasian masyarakat di desa/kelurahan dilaksanakan melalui


Pokja Demam Berdarah Dengue-LKMD yang dibina secara berjenjang
oleh Pokjanal Tim Pembina LKMD Kecamatan s/d Tk. Pusat (Siregar,
2004).
Menurut penelitian Endo Dardjito mengatakan bahwa hubungan
antara tempat penampungan air dengan kejadian DBD di Kecamatan
Purwokerto Timur diperoleh p value sebesar 0,444. Hal ini dapat diartikan
bahwa tidak ada hubungan antara tempat penampungan air dengan
kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur.
Ditjen PPM & PLP Depkes,10 menyatakan

bahwa tempat

perkembangbiakkan utama jentik Aedes aegypti pada tempat-tempat


penampungan air di dalam atau di luar rumah atau sekitar rumah, biasanya
tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perkembangbiakkan
nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau
bejana dan tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah.

6. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai
tujuan hidup sehat (Erika, 2012).

33

Mengingat keterbatasan dana dan sarana yang ada, maka kegiatan


penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN Demam Berdarah
Dengue

dilaksanakan

melalui

kerja

sama

lintas

sektor

dan

program,termasuk LSM yang terkait penyuluhan, bimbingan dan motivasi


kepada

masyarakat

dilakukan

dalam

rangka

untuk

mewujudkan

kemandirian masyarakat dalarn mencegah penyakit Demam Berdarah


Dengue melalui PSN, termasuk penyediaan abate yang dapat dibeli
bebas,terutama diwilayah yang penyediaan air bersihnya terbatas, baik
secara perorangan maupun kelompok, misalnya melalui dana sehat. Selain
itu dalarn rangka peningkatan penggerakkan masyarakat dalarn PSN
DemamBerdarah Dengue secara intensif dilakukan pembinaan dan
pemantapan terhadap Pokjanal/Pokja Demarn Berdarah Dengue melalui
orientasi secara berjenjang, dengan memperioritaskan Kecamatan endemis
Demam Berdarah Dengue. Dari hasil kerja sama lintas sektor antara
Depkes dengan Depdagri, mulai tahun anggaran 1996/1997 ini, disediakan
dana stimulan untuk penanggulangan Demam Berdarah Dengue didesa
kelurahan dengan menggunakan sebagian dari dana Inpres Bandes.
Menurut hasil penelitian Erika (2012) ini didapat bahwa pada
kelompok yang mendapat penyuluhan kesehatan, terjadi peningkatan
pengetahuan, sikap, dan praktik yang ditunjukan dengan perubahan skor
yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
menyebutkan bahwa penyuluhan kesehatan berpengaruh besar terhadap
pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pencegahan DBD pada anak.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui penyuluhan kesehatan berpengaruh

34

terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan praktik dalam pencegahan DBD


pada anak. Hal ini diketahui dari:
a. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu setelah mendapat
penyuluhan kesehatan lebih tinggi daripada sebelum mendapat
penyuluhan kesehatan.
b. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu yang mendapat
penyuluhan kesehatan lebih tinggi daripada yang tidak mendapat
penyuluhan kesehatan. (Erika, 2012).

35

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Soekidjo
Notoatmodjo, 2002:43). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Sosiodemografi
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan
Kondisi Lingkungan
Kebiasaan
3M(Menutup,
Menguras, Menimbun)
Menutup tempat
penampungan air
Menguras tempat
penampungan air
Menimbun barangbarang bekas ke
dalam tanah.
Kebiasaan
mengunakan obat
nyamuk saat tidur

Sosiodemografi
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan

Kejadian
Demam
Berdarah
Dengue (DBD)

Kondisi Lingkungan
Kebiasaan
3M(Menutup,
Menguras, Menimbun)
Menutup tempat
penampungan air
Menguras tempat
penampungan air
Menimbun barangbarang bekas ke
dalam tanah.
Kebiasaan
mengunakan obat
nyamuk saat tidur

KOMPARASI
Bukan Kejadian
Demam
Berdarah
Dengue (DBD)

Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan Kesehatan

Gambar III.1. Kerangka Konsep


B. Analisis Penelitian
Analisis data untuk faktor risiko terhadap kejadian DBD menggunakan
Odds Ratio (OR):
Sakit (+)

Tidak Sakit (-)

Faktor Risiko (+)

Faktor Risiko (-)

Hasil Odds Ratio (OR)

36

Dengan mengunakan Rumus :


axd

Jika

OR = 1 Tidak menjadi factor risiko

OR =

OR < 1 Merupakan protektif


bxc
Salah satu kegunaan analisis penelitian dengan mengunakan odds
OR >1 Merupakan factor risiko

ratio adalah untuk melihat besar risiko suatu paparan terhadap suatu jenis
penyakit atau out come, besar risiko suatu paparan atau odds rasio (OR) ada
ukuran yang menunjukan berapa kali (lebih besar atau lebih kecil ) risiko
yang akan dialami oleh kelompok yang terpapar dibandingkan kelompok
yang tidak terpapar (Sahrul dan Satya bakti 2013).
Berdasarkan tabel di atas responden yang sakit adalah responden yang
terkena DBD, sedangkan responden yang tidak sakit adalah responden yang
tidak terkena DBD. Faktor risiko pada penelitian ini yang merupakan variabel
bebas yang diteliti yang kemungkinan merupakan risiko terjadinya DBD,
antara lain :
1. Sosiodemografi meliputi :Umur, Pekerjaan, Pendidikan, dan Penghasilan.
2. Kondisi Lingkungan meliputi : Kebiasaan 3M (Menutup dan Menguras
penampungan air yang ada, serta Menimbun barang-barang bekas ke
dalam tanah) dan Kebiasaan mengunakan obat nyamuk saat tidur
3. Penyuluhan Kesehatan.

37

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian observasional analitik yang ditujukan
untuk menggali lebih dalam terhadap bagaimana dan mengapa suatu fenomena
kesehatan itu terjadi. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah case
control yaitu untuk menetapkan ada tidaknya faktor risiko yang berperan pada
kelompok kasus, dengan membandingkan ada tidaknya faktor risiko yang
berperan pada kelompok kontrol yang dilihat secara retrospective (Imron &
Munif, 2010). Desain pada penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut :
Kasus
Faktor Risiko +
Keluarga yang
terkena BDB
Faktor Risiko Kontrol

Faktor Risiko +
Faktor Risiko -

Keluarga yang tidak


terkena BDB

Gambar IV.1. Desain Penelitian


B. Kasus, Kontrol dan Teknik Sampling
Kasus adalah keluarga yang terkena DBD dan diduga terkena DBD di
Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung yang
dinyatakan oleh tenaga medis dan didukung oleh hasil laboratorium dan
tercatat di Puskesmas Urangagung pada bulan Januari sampai April 2015
sebanyak 15 orang.

38

Kontrol adalah keluarga yang tidak terkena DBD yang merupakan


tetangga terdekat dalam satu lingkungan dengan kelompok kasus dan
bertempat tinggal di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja
Puskesmas sebanyak 15 orang.
Karena terdapat 15 kasus demam berdarah Dengue selama 2015 di
Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo, maka sesuai case-control study, peneliti
mengalokasikan jumlah subjek yang diteliti disesuaikan dengan standar
minimal 30 yang akan menghasilkan distribusi normal (Dawson, 2004).
Kontrolnya adalah sebagai penentuan faktor yang akan menjadi faktor risiko
terhadap kasus kejadian demam berdarah Dengue. Maka besar kontrol yaitu 30
(standar minimal) dikurangi jumlah kasus (15) sehingga kontrolnya menjadi
(15) atau 1 : 1.
1. Tekhnik sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini secara Random sampling
menggunakan kriteria inklusi dan eklusi, yaitu apabila responden yang
terpilih adalah sampel kasus yang terpilih dan jika responden pindah
keluar kota atau meninggal dunia, maka responden tersebut digantikan
dengan responden terpilih lainnya, bila responden terpilih tidak berada di
tempat atau tidak mau diwawancarai sampai kunjungan ketiga, maka
responden tersebut digantikan dengan responden terpilih lainnya.
Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini yaitu:
a.

Kriteria inklusi
Keluarga yang bertempat tinggal di Desa Sumput Kecamatan
Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung yang terkena DBD dan

39

tidak terkena DBD dari bulan Januari sampai April 2015 serta yang
bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi
Keluarga yang terkena DBD berpindah tempat tinggal dari Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan pada 25 Mei sampai 20 Juni 2015.
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah
kerja Puskesmas Urangagung yang merupakan tempat tinggal keluarga kasus
dan kontrol.

D. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian


1. Variabel Penelitian
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitian
(Riwidikdo,2007). Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan
variabel lain, dalam penelitian ini menggunakan variabel bebas dan variabel
terikat.
a. Variabel Bebas (Indevendent Variabel)
Variabel bebas dari penelitian ini adalah:
1) Sosiodemografi yang meliputi : pendidikan, pekerjaan, usia,
penghasilan responden.

40

2) Kondisi Lingkungan yang meliputi :


a) Kebiasaan 3M antara lain : Menutup dan Menguras penampungan
air yang ada, serta Menimbun barang-barang bekas ke dalam tanah)
b) Kebiasaan mengunakan obat nyamuk saat tidur.

3) Penyuluhan Kesehatan.
b. Variabel Terikat (Devendent Variabel)
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Definisi Operasional Penelitian
Tabel IV.1 Definisi Operasional
Variabel
Penelitian
Umur
Pekerjaan

Pendidikan

Penghasilan

Pengertian

Alat Ukur

Hasil

Skala

Waktu hari lahirnya


seseorang dihitung
sampai pada saat diteliti
Pencaharian yang
dijadikan pokok
penghidupan

Kuesioner

a. 15 tahun
b. > 15 tahun

Nominal

Kuesioner

Nominal

Pendidikan formal yang


pernah diperoleh
responden yang
dibuktikan dengan
ijazah terakhir.
Suatu standar minimum
yang digunakan oleh
para pengusaha/ pelaku
industri untuk
memberikan upah
kepada pegawai,
karyawan/buruh
didalam lingkungan
usaha/ kerjanya sesuai
wilayah atau regional
tempat tinggalnya.
Penelitian ini

Kuesioner

a. Bekerja
(PNS, TNI, ABRI,
Wiraswasta,
Pegawai Swasta,
Petani)
b. Tidak Bekerja
(IRT, Belum
Sekolah, Pelajar)
a. Rendah (Tidak
sekolah, SD)
b. Tinggi (SLTP,
SLTA, Akademi,
Perguruan Tinggi)

Kuesioner

a. > Rp. 2.705.000,b. < Rp. 2.705.000,-

Nominal

Nominal

41

penghasilan
berdasarkan Upah
Minimum Regional
(UMR) Sidoarjo Rp.
2.705.000,Kuesioner
Kebiasaan 3 M Upaya memberantas
wabah DBD dengan
cara :
1. Menutup : tutuplah
rapat-rapat Bak
mandi/ tempat
penampungan
air(TPA) agar
nyamuk tidak masuk
dan bersarang di
dalamnya, karena
nyamuk senang
menetas di air bersih
yang mengenang
2. Menguras : kuraslah
Bak mandi/ tempat
penampungan
air(TPA) minimal 1
minggu sekali agar
nyamuk tidak masuk
dan bersarang di
dalamnya.
3. Mengubur : kubur
kaleng atau wadah
kosong yang berisi
air ke dalam tanah,
agar nyamuk tidak
menemukan tempat
untuk bertelur.
Kebiasaan
Kebiasaan responden
Kuesioner
Mengunakan
mengunakan obat
Obat Nyamuk nyamuk di rumahnya
baik obat nyamuk
bakar, semprot atau
lotion anti nyamuk.
Penyuluhan
Kesehatan

Penambahan
Kuesioner
pengetahuan
dan
kemampuan seseorang
melalui tehnik praktek
belajar
/
instruksi
dengan
tujuan

Setiap upaya ditandai Nominal


dengan
1
jika
melakukan langkah 3M
dan 0 jika tidak
melakukan langkah 3M.
a. Baik apabila memiliki
tanda 3
b.Kurang Baik apabila
memiliki tanda <3

a. Ya,
apabila Nominal
responden
mengunakan obat
nyamuk di rumah.
b. Tidak,
apabila
responden
tidak
mengunakan obat
nyamuk di rumah.
a. Baik,
apabila Nominal
dilakukan
penyuluhan
kesehatan 1 kali
dalam setahun.
b. Tidak baik, apabila
42

mengubah/
mempengaruhi perilaku
manusia
secara
individu,
kelompok
maupun
masyarakat
untuk
dapat
lebih
mandiri
dalam
mencapai tujuan hidup
sehat.

tidak pernah
dilakukan
penyuluhan
kesehatan dalam
setahun.

E. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengambilan Data
a. Data Primer diperoleh melalui kuesioner (checklist) yang berisi
pernyataan yang akan diamati dan responden memberikan jawaban
dengan memberikan checklist () dan lembar observasi yang di isi oleh
peneliti sesuai pengamatan secara langsung pada lingkungan responden.
b. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Urangagung, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yaitu data jumlah kasus
DBD dan profil puskesmas Urangagung.
2. Instrumen Penelitian
Menurut Notoatmojo (2002) instrumen penelitian merupakan alat
pengumpulan data yang berupa teknik pengamatan atau observasi,
wawancara dan angket. Pada penelitian ini menggunakan instrumen
penelitian kuesioner (check list) dan lembar observasi. Kuesioner berisi
daftar pertanyaan tentang beberapa faktor-faktor risiko terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) diajukan kepada anggota keluarga yang dianggap
mampu menjawab pernyataan. Kuesioner sudah tersusun dengan baik,
sehingga responden tinggal memberikan tanda-tanda yang ada pada
petunjuk pengisian kuesioner. Lembar observasi terdiri dari sosiodemografi

43

yang meliputi : pendidikan, pekerjaan, usia, penghasilan. Kondisi


Lingkungan yang meliputi : Kebiasaan 3M (Menutup dan Menguras
penampungan air yang ada, serta Menimbun barang-barang bekas ke dalam
tanah), Kebiasaan mengunakan obat nyamuk saat tidur serta Penyuluhan
Kesehatan.
Uji kuesioner dilaksanakan pada keluarga yang bertempat tinggal di
Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo wilayah kerja
Puskesmas Urangagung.

F. Pengolahan Data dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
a. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul pada
lembar kuesioner (checklist) dan lembar observasi.
b. Coding, yaitu memberikan code numerik (angka) terhadap data yang
terdiri dari beberapa kategori untuk memudahkan memasukan data ke
program komputer.
c. Saving, yaitu menyimpan data sebelum data diolah atau dianalisis.
d. Data entry, yaitu memasukan data yang telah disimpan kedalam
program komputer untuk dilakukan analisis lanjut.
e. Cleaning, yaitu pengetikan kembali data yang sudah dientri untuk
mengetahui ada kesalahan atau tidak.
f. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk program computer
kemudian direkap dan di susun dalam bentuk tabel supaya
memudahkan dalam membaca data.
G. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti selalu berpedoman pada norma dan etika
penelitian yaitu:

44

1. Informed consent (persetujuan)


Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden tujuannya
adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika subyek
bersedia diteliti maka harus menandatangani informed consent yang
diajukan peneliti. Jika subyek menolak diteliti maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan
mencantumkan subyek pada lembar pengumpulan data. Lembar tersebut
hanya diberi nomer kode tertentu.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Kerahasiaan

informasi

yang

diberikan

oleh

subyek

dijamin

kerahasiaanya oleh peneliti. Hanya data atau informasi yang diperlukan


untuk kepentingan penelitian saja yang di ambil peneliti.

45

BAB V
HASIL DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitian
1. Usia
Tabel V. 1: Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia 15 tahun
Usia > 15 tahun

Frekuensi
11
19

Persentase (%)
36,7 %
63,3 %

Sumber : Hasil Survei

Gambar V. 1 Proporsi Responden Berdasarkan Usia


Berdasarkan tabel V. 1 menunjukkan bahwa usia responden
didapatkan usia 15 tahun 11 responden ( 36,7 %) dan usia > 15 tahun
19 responden (63,3 %).
2. Pendidikan
Tabel V.2 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Rendah
Pendidikan Tinggi
Sumber : Hasil Survei

Frekuensi
9
21

Persentase (%)
30 %
70 %

46

Gambar V. 2 Proporsi Responden Berdasarkan Pendidikan


Berdasarkan tabel V. 2 menunjukkan bahwa pendidikan
didapatkan pendidikan rendah 9 responden ( 30 %) dan pendidikan
tinggi 21 responden (70 %).

3. Pekerjaan
Tabel V.3 : Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tidak Bekerja
Bekerja
Sumber : Hasil Survei

Frekuensi
26
4

Persentase (%)
86,7 %
13,3 %

47

Gambar V. 3 Proporsi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Berdasarkan tabel V. 3 menunjukkan bahwa pekerjaan
didapatkan tidak bekerja 26 responden ( 86,7 %) dan bekerja 4
responden (13, 3%).

4. Penghasilan
Tabel V. 4 : Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan
< Rp. 2.705.000,>Rp. 2.705.000,Sumber : Hasil Survei

Frekuensi
13
17

Persentase (%)
43,3 %
56,7 %

48

Gambar V. 4 Proporsi Responden Berdasarkan Penghasilan


Berdasarkan tabel V. 4 menunjukkan bahwa penghasilan responden
didapatkan < Rp. 2.705.000,- 13 responden ( 43,3 %) dan Rp. 2.
705.000,- 17 responden (56,7 %).

5. Upaya 3M
Tabel V.5 : Distribusi Responden Berdasarkan Upaya 3M
Baik
Tidak Baik
Sumber : Hasil Survei

Frekuensi
10
20

Persentase (%)
33,3 %
66,7 %

49

Gambar V. 5 Proporsi Responden Berdasarkan Upaya 3M


Berdasarkan tabel V.5 menunjukkan bahwa upaya 3M
dikatakan baik dilakukan 10 responden (33,3 %) dan upaya 3M
dikatakan kurang baik dilakukan 20 responden (66,7 %).

6. Kebiasaan menggunakan Obat Nyamuk


Tabel V.6 : Distribusi Responden Berdasarkan
Menggunakan Obat Nyamuk
Frekuensi
Ya
Tidak
Sumber : Hasil Survei

16
14

Kebiasaan

Persentase (%)
53,3 %
46,7 %

50

Gambar V.6 Proporsi Responden


Menggunakan Obat Nyamuk
Berdasarkan

tabel

V.6

Berdasarkan

menunjukkan

bahwa

Kebiasaan

kebiasaan

menggunakan obat nyamuk didapatkan 16 responden (53,3 %) dan


kebiasaan tidak menggunakan obat nyamuk didapatkan 14 responden
(46,7%).
7. Penyuluhan Kesehatan
Tabel V.7 : Distribusi Responden Berdasarkan Penyuluhan Kesehatan
Frekuensi
Pernah
Tidak Pernah
Sumber : Hasil Survei

10
20

Persentase (%)
33,3 %
66,7 %

51

Gambar V.7 Proporsi Responden Berdasarkan Penyuluhan


Kesehatan
Berdasarkan tabel V.7 menunjukkan bahwa responden pernah
mengikuti penyuluhan kesehatan sebanyak 10 responden (33,3 %) dan
responden tidak pernah mengikuti penyuluhan kesehatan sebanyak 20
responden (66,7%).
B. Analisis Data
1. Usia
Dari hasil analisis data faktor risiko usia responden terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS
didapatkan data sebagai berikut:
Tabel V.8 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Usia Responden
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
bulan Januari -April 2015 di Desa Sumput Kecamatan
Sidoarjo Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.

52

Penyakit
Usia

OR (CI

Tidak
DBD

Total

DBD

95%)

LL-UL

(LL-UL)

11

(81.82%)
6

(18.18%)
13

(100%)
19

(31.58%)
15

(68.42%)
15

(100%)
30

15 tahun
> 15 tahun
Total

1.592 9.750
59.695

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel V.8 di didapat nilai OR


sebesar 9.750. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia responden 15
tahun mempunyai risiko 9.750 kali mengalami kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari pada usia responden > 15 tahun pada bulan Januari
April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas
Urangagung.

2. Pendidikan
Dari hasil analisis data faktor risiko pendidikan terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:

53

Tabel V.9 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Pendidikan


Responden dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) bulan Januari- April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja
Puskesmas Urangagung
Penyakit
Pendidikan

OR (CI

Tidak
DBD

Total

DBD

95%)

LL-UL

(LL-UL)

(77.78%)
8

(22.22%)
13

(100%)
21

Rendah
Tinggi
Total

0.9395.688
34.457

(38.09)
15

(61.91)
15

(100%)
30

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel V.9 di didapat nilai OR


sebesar 5.688. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tingkat pendidikan
rendah mempunyai risiko 5.688 kali mengalami kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) dari pada Tingkat pendidikan tinggi pada bulan
Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja
Puskesmas Urangagung.

3. Pekerjaan
Dari hasil analisis data faktor risiko pekerjaan terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel V.10 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Pekerjaan
Responden dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) bulan Januari- April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja
Puskesmas Urangagung

54

Penyakit
Pekerjaan

OR (CI
Total

DBD

Tidak DBD

14

(57.14%)
7

(42.56%)
9

(100%)
16

95%)

LL-UL

(LL-UL)
Tidak Bekerja
0.4031.714

Bekerja

7.292
(43.75%)
15

Total

(56.25%)
15

(100%)
30

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel V.10 di didapat hasil nilai


OR sebesar 1.714. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang
tidak bekerja mempunyai risiko 1.714 kali mengalami kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) dari pada responden yang bekerja pada bulan
Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja
Puskesmas Urangagung.

4. Penghasilan
Dari hasil analisis data faktor risiko penghasilan terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel V.11 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Penghasilan
Responden dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) bulan Januari- April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja
Puskesmas Urangagung
Penyakit
Penghasilan

OR (CI

Tidak
DBD

Total

95%)

LL-UL

13

(LL-UL)
0.056

0.009-

DBD
< Rp. 2.705.000,-

11

55

(15.38%)

(84.62%)

(100%)

13

17

(76.47%)
15

(23.53%)
15

(100%)
30

0.3665

Rp. 2.705. 000,Total

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel V.11 di didapat nilai OR


sebesar 0.056. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat penghasilan <
Rp. 2.705.000,- merupakan risiko protektif karena hanya 0.056 kali
mengalami kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dari pada tingkat
penghasilan Rp. 2.705. 000,- pada bulan Januari April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung.

5. Upaya 3M
Dari hasil analisis data faktor risiko upaya 3M terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel V.12 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Upaya 3M
Responden dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) bulan Januari- April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja
Puskesmas Urangagung
Penyakit
Upaya 3M

OR (CI
Total

DBD

Tidak DBD

13

20

(65%)
2

(35%)
8

(100%)
10

95%)

LL-UL

(LL-UL)
Buruk
Baik
Total

1.226
7.429
45.005

(20%)
13

(80%)
7

(100%)
20

56

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel V.12 di didapat nilai OR


sebesar 7.429. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang upaya
3M buruk mempunyai risiko 7.429 kali mengalami kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) dari pada responden yang upaya 3M baik pada
bulan Januari April 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah
kerja Puskesmas Urangagung.

6. Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk


Dari hasil analisis data faktor risiko kebiasaan menggunakan obat
nyamuk

terhadap

kejadian

Demam

Berdarah

Dengue

(DBD)

menggunakan program SPSS didapatkan data sebagai berikut:


Tabel V.13 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Kebiasaan
Responden menggunakan Obat Nyamuk di Rumah
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
bulan Januari- April 2015 di Desa Sumput
Kecamatan Sidoarjo Wilayah Kerja Puskesmas
Urangagung
Kebiasaan
menggunakan
Obat Nyamuk
Tidak Mengunakan
obat nyamuk
Menggunakan obat

Penyakit

OR (CI

Tidak
DBD

Total

DBD
11

(68.75%) (31.65%)
4
10

95%)

LL-UL

(LL-UL)
16
(100%)
14

1.1455.500
26.412

nyamuk
Total

(28.57%) (71.43%)
15
15

(100%)
30

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel V.13 di didapat nilai OR


sebesar 5.500. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak
menggunakan Obat Nyamuk mempunyai risiko 5.500 kali mengalami

57

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dari pada responden yang


menggunakan Obat Nyamuk pada bulan Januari April 2015 di Desa
Sumput Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung.

7. Penyuluhan Kesehatan
Dari hasil analisis data faktor risiko penyuluhan kesehatan terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan program SPSS
didapatkan data sebagai berikut:
Tabel V.14 : Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Penyulahan
Kesehatan kepada Responden dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) bulan JanuariApril 2015 di Desa Sumput Kecamatan Sidoarjo
Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung
Penyakit
Penyuluhan
Kesehatan

OR (CI

Tidak
DBD

Total

DBD

95%)

LL-UL

(LL-UL)

14

20

(70%)
1

(30%)
9

(100%)
10

(10%)
15

(90%)
15

(100%)
30

Tidak Pernah
2.15521.000

Pernah
Total

204.614

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel V.14 di didapat nilai OR


sebesar 21.000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak
pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan mengenai DBD mempunyai
risiko 21 kali mengalami kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dari
pada responden yang pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan
mengenai DBD pada bulan Januari April 2015 di Desa Sumput
Kecamatan Sidoarjo wilayah kerja Puskesmas Urangagung.

58

BAB VI
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan faktor
risiko kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) didapatkan distribusi
responden menunjukan bahwa usia responden didapatkan usia 15 tahun 11
orang (36,7 %) dan usia > 15 tahun 19 orang (63,3 %). Pada tingkat
pendidikan responden didapatkan pendidikan rendah 9 orang (30 %) dan
pendidikan tinggi 21 orang (70 %). Perkerjaan responden didapatkan
responden yang tidak bekerja 26 orang (86,7 %) dan responden yang bekerja
4 orang (13, 3%). Pada tingkat penghasilan responden didapatkan responden
dengan penghasilan < Rp. 2.705.000,- terdapat 13 orang (43,3 %) dan
responden dengan penghasilan Rp. 2. 705.000,- terdapat 17 orang (56,7%).
Pada upaya responden yang melakukan 3M dengan baik baik
dilakukan oleh 10 orang (33,3 %) dan upaya responden yang melakukan 3M
kurang baik dilakukan oleh 20 orang (66,7 %). Untuk responden yang
mempunyai kebiasaan menggunakan obat nyamuk di rumahnya terdapat 16
orang (53,3 %) dan responden yang tidak mempunyai kebiasaan
menggunakan obat nyamuk terdapat 14 orang (46,7%). Dan untuk responden
pernah mengikuti penyuluhan kesehatan sebanyak 10 orang (33,3 %) dan
responden tidak pernah mengikuti penyuluhan kesehatan sebanyak 20 orang
(66,7%).

59

B. Beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan kejadian Demam Berdarah


Dengue di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, di
Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung
1. Usia
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus usia 15 tahun 9 orang (81,82 %) dan usia 15 tahun 6
orang (31,58%). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS
didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 9.750, ini menunjukkan usia
merupakan faktor risiko terhadap terjadinya Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, di
Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sumarno S. P pada
awal terjadinya wabah di suatu negara distribusi umur memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15
tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita
yang digolongkan dalam golongan umur dewasa muda meningkat
diIndonesia penderita DBD terbanyak adalah anak dengan umur 5-11
tahun (Sumarno, 1999).
Menurut penelitian Endo (2008), mengatakan dari kejadian kasus
DBD di Purwokerto Timur rata-rata umur < 12 tahun lebih banyak
dibandingkan dengan umur > 12 tahun, ini didukung oleh kebiasaan
masyarakat bahwa anak-anak kebanyakan aktivitasnya berada di dalam
rumah, sehingga kemungkinan kontak dengan nyamuk Aedes aegypti lebih

60

besar dibandingkan dengan orang dewasa muda maupun orang tua


kebanyakan aktivitasnya di luar rumah (Endo Dardjito dkk. 2008).
Menurut Penelitian Budi Ratag dkk, umur dari karakteristik pasien
terdapat pada umur 5-9 tahun (40,63%) paling banyak, kemudian pada
kelompok umur 1-4 tahun (30,20%) umur 10-14 tahun (17,71%) dan yang
paling sedikit dengan umur < 1 tahun (11,46%). Berdasarkan profil Dinas
Kesehatan Kota Manado periode Jan-Okt 2012 kelompok umur yang
rentan dengan penyakit DBD yaitu umur 5-9 tahun (Budi Ratag, 2012).

2. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus yang pendidikan tinggi 8 orang (38,09 %) dan
pendidikan rendah 7 orang (77,78 %). Dari hasil analisis data
menggunakan program SPSS didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 5.688,
ini menunjukkan Tingkat Pendidikan merupakan faktor risiko terhadap
terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Menurut penelitian Awida (2008), ada perbedaan kemungkinan
risiko terkena DBD pada masyarakat yang berpendidikan rendah dan yang
berpendidikan tinggi di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Nilai
Matched Odds Ratio (mOR) sebesar 0,41, artinya bahwa kemungkinan
orang mederita DBD pendidikannya lebih rendah 0,41 kali dibandingkan
dengan orang yang tidak menderita DBD. Pada penelitian ini yang masuk
kategori pendidikan tinggi adalah mereka yang berijazah SLTP, SLTA dan
Akademi/Perguruan Tinggi (Awida, 2008).

61

Menurut hasil penelitian Nawar diKecamatan Tanjung Morawa


Kabupaten Deli Serdang tahun 2005 menyatakan bahwa pada daerah
endemis responden terbanyak berpendidikan rendah yaitu 68 orang
(56,2%). Pada penelitian Nawar kategori pendidikan tinggi yaitu dari
SLTA ke atas. Penelitian Sitorus (2005) mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada tingkat pendidikan
rendah dan tinggi yang kategori pendidikan tinggi dimulai dari SLTA ke
atas. Masyarakat yang berpendidikan tinggi diharapkan lebih banyak tahu
informasi tentang cara dan upaya mencegah terjadinya DBD terhadap
dirinya dan keluarga dari berbagai sumber dan media (Awida, 2008).
3. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus responden yang bekerja 7 orang (43,75%) dan responden
yang tidak bekerja 8 orang (57,14%). Dari hasil analisis data
menggunakan program SPSS didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 1.714,
ini menunjukkan pekerjaan merupakan faktor risiko terhadap terjadinya
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Menurut penelitian Awida (2008), ada perbedaan risiko antara
masyarakat yang tidak bekerja dengan yang bekerja di Kecamatan Bukit
Raya Kota Pekan Baru, Nilai Matched Odds Ratio (mOR) sebesar 10,000
artinya bahwa kemungkinan orang yang tidak bekerja berisiko menderita
DBD dibandingkan yang bekerja. Pada penelitian ini yang masuk kategori
yang tidak bekerja adalah ibu rumah tangga (IRT), anak belum sekolah,
pelajar dan mahasiswa. Dimana kita lihat dari hasil survei yang dilakukan

62

sebagian besar anak sekolah, pelajar dan mahasiswa tersebut lokasi


sekolah atau perguruan tinggi mereka berada diluar Kecamatan Bukit Raya
Kota Pekanbaru. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Widyana (1998)
dalam Nawar (2005) yang menemukan bahwa sebagian besar penderita
DBD berstatus tidak bekerja (Awida,2008).

4. Penghasilan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus penghasilan responden < Rp. 2.705.000,- adalah 2 orang
(15,38%) dan penghasilan responden Rp. 2.705.000 adalah 13 orang
(76,47 %). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS
didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 0.056, ini menunjukkan tingkat
penghasilan merupakan faktor protektif terhadap terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Tetapi menurut penelitian Hariyah (2014) mengatakan bahwa
variabel

penghasilan

keluarga

(OR=0,63;

95%

CI=0,307-1,292)

merupakan faktor risiko terhadap kejadian DBD di Kota Bandung pada


Tahun 2014. Tetapi berdasarkan hasil uji analisis bivariat seperti yang
tampak pada tabel 5.11 diketahui jika keluarga dengan penghasilan yang
Rp.1 Juta per bulan (OR=0,49; 95% C/=0,23 -1,02) , bersifat protektif
(mengurangi risiko) terhadap kejadian DBD.
Menurut Gubler dan Meltzer (1999), semakin baik tingkat
penghasilan

seseorang,

semakin

mampu

ia

untuk

memenuhi

kebutuhannya, termasuk dalam pencegahan dan pengobatan suatu

63

penyakit. Tetapi jika ditinjau dari sudut pandang tingkat mobilitas,


keluarga dengan penghasilan yang rendah akan lebih selektif untuk
melakukan suatu perjalanan demi efisiensi anggaran. Mereka lebih
memilih

memenuhi

kebutuhan

dasarnya

dibanding

mengeluarkan

anggaran untuk suatu perjalanan yang dianggap tidak terlalu penting.


Semakin tinggi tingkat mobilitas seseorang, semakin meningkat pula
risiko terjangkit penyakit DBD. Itu sebabnya mengapa pada hasil
penelitian ini, keluarga dengan penghasilan yang <Rp. 2Juta,
mengurangi

risiko

terjangkit

penyakit

DBD

sebesar

0,72

justru
kali

dibandingkan. (Hariyah, 2014).

5. Upaya 3M
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus responden yang melakukan upaya penanggulangan 3M
baik 2 responden (20%) dan upaya penanggulangan 3M yang tidak baik
13 responden (65%). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS
didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 7.429, ini menunjukkan Upaya 3M
pada responden merupakan faktor risiko terhadap terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Menurut penelitian Endo Dardjito mengatakan bahwa hubungan
antara tempat penampungan air dengan kejadian DBD di Kecamatan
Purwokerto Timur diperoleh p value sebesar 0,444. Hal ini dapat diartikan
bahwa tidak ada hubungan antara tempat penampungan air dengan
kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur.

64

Ditjen PPM & PLP Depkes,10 menyatakan bahwa tempat


perkembangbiakkan utama jentik Aedes aegypti pada tempat-tempat
penampungan air di dalam atau di luar rumah atau sekitar rumah, biasanya
tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perkembangbiakkan
nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau
bejana dan tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah.

6. Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus kebiasaan responden menggunakan obat nyamuk 4
responden (28,57%) sedangkan yang tidak menggunakan obat nyamuk 11
responden (68,75%). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS
didapatkan Nilai Odds Ratio (OR) = 5.500, ini menunjukkan yang tidak
menggunakan Obat Nyamuk di rumah merupakan faktor risiko terhadap
terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Tetapi menurut penelitian Endo Dardjito mengatakan bahwa
besarnya risiko kejadian DBD belum tentu karena tidak menggunakan
obat nyamuk. Dari hasil uji Chi Square untuk mengetahui hubungan
antara Kebiasaan menggunakan obat nyamuk dengan kejadian DBD di
Kecamatan Purwokerto Timur diperoleh p value sebesar 0,072. Hal ini
dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan
obat nyamuk dengan kejadian DBD di Kecamatan purwokerto (Endo,
2008).

65

7. Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada responden
kelompok kasus yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan
14 responden ( 70%) dan yang pernah mandapat penyuluhan 1 responden
(10%). Dari hasil analisis data menggunakan program SPSS didapatkan
Nilai Odds Ratio (OR) = 21.000 , ini menunjukkan Penyuluhan
Kesehatan tentang DBD merupakan faktor risiko terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo, di Wilayah Kerja Puskesmas Urangagung.
Menurut hasil penelitian Erika (2012) ini didapat bahwa pada
kelompok yang mendapat penyuluhan kesehatan, terjadi peningkatan
pengetahuan, sikap, dan praktik yang ditunjukan dengan perubahan skor
yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
menyebutkan bahwa penyuluhan kesehatan berpengaruh besar terhadap
pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pencegahan DBD pada anak.
Berdasarkan

hasil

penelitian

diketahui

penyuluhan

kesehatan

berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan praktik dalam


pencegahan DBD pada anak. Hal ini diketahui dari:
a. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu setelah mendapat penyuluhan
kesehatan lebih tinggi daripada sebelum mendapat penyuluhan
kesehatan.
b. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu yang mendapat penyuluhan
kesehatan lebih tinggi daripada yang tidak mendapat penyuluhan
kesehatan. (Erika, 2012).

66

BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang Beberapa Faktor Risiko
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, di wilayah kerja Puskesmas Urangagung,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Usia yang kurang atau sama dengan dari 15 tahun mempunyai faktor
risiko sebesar 9.750 kali atau 10 kali terhadap kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kabupaten Sidoarjo,
Kecamatan Sidoarjo, di wilayah kerja Puskesmas Urangagung.(OR =
b.

9.750)
Tingkat Pendidikan yang rendah mempunyai faktor risiko sebesar
5.688 kali atau 6 kali terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Desa Sumput, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo,

c.

di wilayah kerja Puskesmas Urangagung.(OR = 5.688)


Untuk Responden yang tidak Bekerja mempunyai faktor risiko
sebesar 1.714 kali atau 2 kali terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan

d.

Sidoarjo, di wilayah kerja Puskesmas Urangagung.(OR = 1.714)


Tingkat Penghasilan baik yang < Rp. 2.705.000,- merupakan faktor
protektif karena hanya sebesar 0.056 kali ataupun Penghasilan yang
Rp. 2.705. 000,- terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Desa Sumput, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo,

e.

di wilayah kerja Puskesmas Urangagung. (OR = 0.056)


Upaya 3M (Menutup, Menguras dan Mengubur) yang buruk
mempunyai faktor risiko sebesar 7.429 kali atau 8 kali terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput,
67

Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo, di wilayah kerja


f.

Puskesmas Urangagung. (OR = 7.429)


Untuk yang tidak menggunakan Obat Nyamuk di Rumah
mempunyai faktor risiko sebesar 5.500 kali atau 6 kali terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Sumput,
Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo, di wilayah kerja

g.

Puskesmas Urangagung. (OR = 5.500)


Untuk tidak pernah mendapatkan Penyuluhan Kesehatan mempunyai
faktor risiko sebesar 21 kali terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Desa Sumput, Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan
Sidoarjo, di wilayah kerja Puskesmas Urangagung. (OR = 21.000).

B. SARAN
1. Bagi Instansi Puskesmas Dan Dinas Kesehatan
a) Mensosialisasikan dan memberikan penyuluhan intensif kepada
masyarakat terutama masyarakat yang mempunyai tingkat
pendidikan yang rendah tentang gejala dan tanda-tanda Demam
Berdarah Dengue (DBD) serta cara mencegah terjadinya demam
berdarah seperti Upaya 3M (Menutup, Menguras, dan Mengubur)
dengan cara penyampaian yang menarik dan mudah dipahami.
b) Melakukan evalauasi secara berkala terhadap penyuluhan yang
telah dilakukan sebelumnya dengan tujuan agar masyarakat lebih
memahami tentang demam berdarah serta pencegahannya. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan kunjungan ke
rumah warga dengan melihat apakah sudah melaksanakan
program dari puskesmas seperti program 3M guna mencegah
terjadinya Demam Berdarah (DBD) serta pemberantasan penyakit
menular (P2M).

68

2.

Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi
informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD).

3. Bagi Peneliti Lain


Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam
melakukan penelitian ilmiah terhadap Beberapa Faktor Risiko Yang
Mempengaruhi Tingginya Angka Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD).

69

DAFTAR PUSTAKA
Arfani, Fiqih. 2015. 21 daerah di Jatim KLB Demam Berdarah, (Online),
(http://www.antaranews.com/berita/477288/21-daerah-di-jatim-klb-demamberdarah, diakses 27 Mei 2015).
Anonim. 2015. Cegah KLB DBD, Dinkes Fogging Sekolah Dan Fasum Lainnya,
(Online), (http://www.beritasidoarjo.com/?p=6328, diakses 27 Mei 2015).
Anonim. 2014. Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sidoarjo.,
(Online),
(http://www.sidoarjokab.go.id/control/assets/pdf/
fbecdfed3ff24f95f4122382fd85b747_13419.pdf , diakses 06 juni 2015).
Anonim, (Online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33101/3/
Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 09 Juni 2015).
Anonim. 2014. Jatim Tetapkan Besaran UMK 2015 Mulai Rp 1,2 Jt - Rp 2,7 Jt,
(Online), (http://sp.beritasatu.com/home/jatim-tetapkan-besaran-umk-2015mulai-rp-12-jt---rp-27-jt/69594 diakses 13 Juni 2015).
Budi Ratag Dkk. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Anak Di Irina E Blu Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, (Online), (http://Fkm.Unsrat.Ac.Id/WpContent/Uploads/2013/08/Nirmala-O-Soputan-091511046.Pdf Diakses 10
Juni 2015).
Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2008. Perkembangan Kejadian DBD
Indonesia,
2004-2007,
(Online),
(http://www.penyakitmenular
.info/detil.asp?m=5&s=5&i=217, diakses 06 Juni 2015).
Depkes RI. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue
dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata Laksana DBD, (Online),
(http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf diakses
pada 09 Juni 2015).
Depkes RI, Ditjen PPM & PLP. 1998/1999. Petunjuk Teknis Pemberantasan
Nyamuk Penular Penyakit Demam Beradarah Dengue. Jakarta
Endo Dardjito dkk. 2008. Beberapa Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Ke Jadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dbd)Dikabupaten
Banyumas, Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomer 3 tahun 2008,
(Online), (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/
1080/544, diakses tanggal 09 Juni 2015).

70

Fathi, Soedjadjadi K dan Chatarina, U W. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan


Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1, Juli 2005: 1-10.
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan
pada demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 6
Kusumawardani Erika.2012. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat
Pengetahuan, Sikap Dan Praktik Ibu Dalam Pencegahan Demam Berdarah
Dengue Pada Anak, (Online), (http://core.ac.uk/download/pdf/11735838.pdf
diakses 13 Juni 2015).
Puskesmas Urangagung. 2014. Profil Puskesmas Urangagung Tahun 2014.
Muhammad Rizal Ardiansyah,dkk. 2013. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan
Lingkungan Terhadap Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah
Dengue, (Online), (http:///C:/Users/BILLGATES/Downloads/186-518-1PB.pdf, diakses 27 Mei 2015).
Roose, Awida. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan
Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit
Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, (Online), (http://repository.usu.ac.
id/bitstream/123456789/6637/1/08E00689.pdf diakses 07 Juni 2015).
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Indonesia, (Online), (http://library.usu.ac.id
/download/fkm/fkmfazidah3.pdf diakses pada Oktober 2011).
Suhendro, et.al. Demam Berdarah Dengue. In :Sudoyo, Aru W, et al. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006.
p.1709-1710.
Sumarno, S. P. 1999. Masalah Berdarah Dengue di Indonesia, Demam Beradah
Dengue, Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan
Dokter Spesialis Dalam TataLaksana Kasus DBD, Hal 5, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, (Online), (http://ejournal
.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/1080/544, diakses tanggal 09 Juni
2015).

Taselan, Faishol. 2015. Akibat DBD, 52 Meninggal di Jawa Timur, (Online),


(http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/7918/Akibat-DBD-52Mening
gal-di-Jawa-Timur/2015/02/03, diakses 27 Mei 2015).
World Health Organization, 1997, Dengue H.F. Diagnosis Treatment and Control,
2n
Edition, Geneva.

71

Widiyanto, Teguh. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian


Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa-Tengah,
(Online),
(http://eprints.undip.ac.id/17910/1/TEGUH_WIDIYANTO.pdf
diakses 12 Juni 2015).

72

Anda mungkin juga menyukai