Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, masih sering terjadi di Indonesia (Depkes, 2004). Kejadian luar
biasa adalah salah satu status yang diterapkan Indonesia untuk mengklasifikasikan
peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Di sebuah Puskesmas, tetanus neonatorum
memenuhi kriteria KLB. Tetanus neonatorum diderita oleh bayi usia 0-28 hari.
Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.
Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau
kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi, sekitar 80 %. Di
Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 15 %, 10 %
lagi ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75 80 % masih ditolong oleh dukun.
(Rustam Mochtar, 1998)
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian.
Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah
usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan
tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Penyebabnya adalah
spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau
perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Faktor lain yang menjadi
penyebabnya karena kekebalan ibu saat hamil dan risiko pencemaran lingkungan fisik
dan biologik.
WHO menunjukkan angka kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah
135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya
baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Menurut laporan kerja WHO

pada bulan April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, sekitar 48% adalah kematian
neonatal. Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 42% kematian neonatal disebabkan oleh
infeksi tetanus neonatorum. Sedangkan angka kejadian tetanus neonatorum di Indonesia,
pada tahun 1992 sebanyak 760 kasus, meninggal 478 dengan CFR 72,42%. Pada tahun
1995 sebanyak 806 kasus, meninggal 475 kasus dengan CFR 58,93%. Tahun 1996
terdapat 816 kasus, meninggal 499 dengan CFR 61,15%. Dan pada tahun 1997 terdapat
570 kasus, meninggal 106 denga CFR 18,6% (Depkes RI, 1998).
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR)
sangat tinggi. Pada kasus tetanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutama yang
mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus neonatorum
yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 55 %. (Abdul
Bari Saifuddin, 2000)
Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan
angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung pada
saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang
tenaga medis dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan yang
sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum. Pemerintah
bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus neonatorum dengan jalan
memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama hamil. Diharapkan dapat membantu
menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000, menjadi
kurang dari 1 %. Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus dapat dijadikan
ukuran bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah dan secara
umum pada negara tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mengurangi angka kejadian dan mencegah agar tidak terjadi kembali
KLB Tetanus Neonatorum?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum

Mengurangi angka kejadian dan mencegah agar tidak terjadi kembali KLB
Tetanus Neonatorum.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyebab angka kejadian KLB Tetanus Neonatorum di
Puskesmas X masih tinggi.
2. Untuk mengetahui beberapa faktor risiko yang memengaruhi timbulnya KLB
Tetanus Neonatorum di Puskesmas X.
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan KLB tetanus neonatorum di
Puskesmas X.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
lagi.

BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN

2.1. Analisa
1. Skenario
Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di
wilayah kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5 penyakit
terbanyak di Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut :
N

NAMA PENYAKIT

JAN 2014

FEB 2014

MAR 2014

O
1.
DBD
12
15
10
2.
Thyphoid fever
5
8
8
3.
Diare
10
11
8
4.
Tetanus neonatorum
2
4
9
5.
ISPA
8
10
10
Dari data yang ada Kepala Puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah satu
penyakit

selama

bulan

berturut-turut

sehingga

perlu

dilakukan

upaya

penanggulangan terhadap kejadian tersebut.


2. Analisa KLB Tetanus Neonatorum
Berdasarkan data dari skenario diatas , pada puskesmas X mulai bulan januari hingga
maret 2013 terdapat peningkatan angka kejadian tetanus neonatorum, insiden penyakit
ini meningkat dua kali lipat dalam tiga kurun waktu. Sehingga hal ini memenuhi
kriteria KLB dan diperlukan penanggulangan
a. KLB
1) Definisi
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Tamher (2008) adalah salah suatu status
yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya
suatu wabah penyakit yang statusnya diatur oleh pemerintah. Kejadian Luar
Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau

kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu. Pengungkapan adanya wabah yang sering dilakukan atau
didapatkan adalah dengan deteksi dari analisis data survei rutin atau adanya
laporan petugas, pamong, atau warga yang cukup peduli. Dengan kata lain, KLB
bertujuan supaya menghentikan meluasnya suatu penyakit (penanggulangan)
serta mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Sedangkan status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
2) Kriteria KLB
Tamher (2008) menjabarkan kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada
ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Di Indonesia, suatu penyakit dinyatakan
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), jika ada unsur:
a) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak

dikenal
b) Angka kejadian penyakit/kematian meningkat secara terus menerus selama

tiga kurun waktu berturut-rurut menurut jenis penyakitnya


c) Angka kejadian penyakit/kematian meningkat menjadi dua kali lipat atau

Iebih dibandingkan dengan periode sebelumnya


d) Jumlah penderita dalam satu bulan meningkat menjadi dua kali lipat atau

lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya
e) Angka rata-rata per bulan selama 1 tahun menunjukkan kenaikan >2x

dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumya.


f) CFR suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50%

atau lebih dibandingkan CFR periode sebelumnya.


g) Proporsional rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan >2x

dibandingkan periode yag sama dan kurun waktu per tahun sebelumnya
h) Beberapa penyakit khusus: kholera, DHF atau DSS:

1) Setiap peningkatan kasus dari priode sebelumnya (pada daerah endemis)


2) Terdapat 1 atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut
i)

Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita

1) Keracunan makanan
2) Keracunan pestisida
Suatu kejadian luar biasa bisa ditetapkan menurut salah satu atau lebih dari
kriteria tersebut diatas.
b. Tetanus Neonatorum
1)

Definisi dan Penyebab


Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani, yang merupakan obligat anaerob, gram
positif batang yang motil dan mudah bentuk endospora, ditandai dengan spasme
otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan
paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan
neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Spora Clostridium tetani
biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong,
tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat.

2)

Epidemiologi
Organisasi

Kesehatan

Dunia (WHO) telah

berkomitmen

untuk

menghilangkan tetanus neonatorum pada tahun 1995. Tiga tahun setelah itu
(1998),

infeksi

itu

menewaskan

tahunnya, meskipun vaksin

telah

lebih

dari

tersedia. WHO

400.000

bayi

memperkirakan

per
bahwa

pada tahun 2008, 59.000 bayi meninggal, pengurangan 92% dari situasi di akhir
1980-an (pada tahun 1988, WHO mencatat bahwa 787.000 bayi meninggal
karena tetanus neonatorum (atau sekitar 6,7 kematian per 1000 kelahiran hidup).
Pada tahun yang sama, 46 negara masih belum dihilangkan di semua
distrik. Meskipun kemajuan terus dilakukan, pada Desember 2010, 39 negara
belum mencapai status eliminasi.
Tetanus yang terjadi pada ibu dan bayi baru lahir didunia merupakan
penyebab penting dari kematian ibu dan bayi sekitar 180.000 kehidupan di
seluruh dunia setiap tahun. hampir secara eksklusif di negara-negara
berkembang. Meskipun sudah dicegah dengan maternal immunization, dengan
vaksin, dan aseptis obstetric, tetanus ibu dan bayi tetap sebagai masalah

kesehatan masyarakat di 48 negara, terutama di Asia dan Africa.


Salah satu upaya dari suatu negara-negara di dunia untuk menurunkan
angka kematian pada anak dan meningkatkan status kesehatan ibu adalah dengan
mentargetkan eliminasi tetanus neonatorum. Sebanyak 104 dari 161 negara
berkembang telah mencapai keberhasilan itu. Tetapi, karena tetanus neonatorum
masih merupakan persoalan signifikan di 57 negara berkembang lain, UNICEF,
WHO, dan UNFPA pada Desember 1999 setuju mengulur eliminasi hingga
2005. Target eliminasi tetanus neonatorum adalah satu kasus per seribu kelahiran
di masing-masing wilayah dari setiap negara. WHO mengestimasikan 59.000
neonatus seluruh dunia mati akibat tetanus neonatorum.
Kasus tetanus Neonatorum di Indonesia masih tinggi, data tahun
2007 sebesar 12,5 per 1000 kelahiran hidup; sedangkan target Eliminasi
Tetanus Neonatorum (ETN) yang ingin dicapai adalah 1 per 1000 kelahiran
hidup. (Survey Penduduk Antar-Sensus (Supas, 2008). Beberapa upaya telah
dilakukan antara lain dengan imunisasi TT diberikan sejak bayi, DPT 3x murid
Sekolah Dasar, meningkatkan cakupan imunisasi TT pada Calon Penganten
(Caten), Ibu Hamil (Bumil) dan Wanita Usia Subur (WUS), surveilans Tetanus
Neonatorum dan persalinan bersih.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan
menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup
di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka
kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada
kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan
sisanya pada bayi <12 bulan. Angka kematian keseluruhan antara 6,7-30%.
3)

Faktor Risiko
Faktor risiko Tetanus Neonatorum terdiri dari 2 faktor yaitu faktor medis
dan faktor non medis. Faktor medis meliputi kurangnya standar perawatan
prenatal (kurangnya perawatan antenatal pada ibu hamil, kurangnya pengetahuan
ibu hamil tentang pentingnya imunisasi tetanus toxoid), perawatan perinatal
(kurang tersedianya fasilitas persalinan dan tenaga medis sehingga banyak

persalinan yang dilakukan di rumah dan penggunaan alat-alat yang tidak steril,
termasuk dalam penanganan tali pusat) dan perawatan neonatal (neonatus lahir
dalam keadaan tidak steril, tingginya prematuritas, dsb) sedangkan untuk faktor
non medis berhubungan dengan adat istiadat setempat.
Penyebab penyakit Tetanus Neonatorum adalah sebagai berikut.
a) Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat seringkali
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum.
b) Cara perawatan tali pusat dengan teknik tradisional
c) Kekebalan ibu terhadap tetanus.
Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
a) Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan
Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita
dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang
kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan
saja dapat mencegah tetanus, malah sebagai penyakit lain.
b) Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan
risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi
berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan
pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur
atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir (WHO, 2008).
c) Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu
dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan
kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut
bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan
meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin,
2000).
d) Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan

Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting.


Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk
menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah pada ibu
yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam
keadaan bersih dan steril (Abrutyn, 2008).
e) Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat
membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir.
Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi melalui
darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani. Sebagian
besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang
tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).
b. Analisis Kasus
1) Masukan
a) Tenaga
1)) Tenaga kesehatan kurang kompeten
Tenaga penolong persalinan kurang melakukan pelatihan sehingga
penanganannya kurang tepat dan masih banyak ditemukan persalinan yang
tiba-tiba mengalami komplikasi dan memerlukan penanganan yang
profesional tetapi tidak ditangani secara memadai dan tepat waktu
sehingga mengakibatkan kematian.
2)) Kurangnya tenaga kesehatan
Kurangnya tenaga kesehatan dapat menyebabkan persalinan tidak
ditangani dengan benar sehingga bisa menimbulkan komplikasi baik pada
ibu maupun pada bayi.
b) Fasilitas
1) Fasilitas yang Kurang Memadai
Karena keterbatasan fasilitas di puskesmas serta pelayanan antenatal care
yang kurang memadai sehingga membuat masyarakat menjadi enggan
untuk melakukan persalinan di puskesmas padahal jika masyarakat lebih

mengerti tentang pentingnya melakukan control rutin ke puskesmas secara


tidak langsung akan menurunkan resiko komplikasi saat melakukan
persalinan.
2) Proses
a) Metode
1) Alat Pemotong yang Tidak Steril
Masyarakat yang sering berobat ke dukun kadang tidak memperhatikan
kebersihan dan prosedur pelaksanaan, dapat menyebabkan meningkatnya
kejadian tetanus neonatorum karena alat yang digunakan tidak di sterilkan.
2) Cara Perawatan Tali Pusat yang Salah
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu
dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan
kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut
bayi yang baru lahir.
b) Manajemen
1) Cara Penyimpanan Vaksin TT yang Tidak Benar
Cara penyimpanan yang salah dapat menghilangkan potensi vaksin
tersebut.
3) Lingkungan
a) Sanitasi
Sanitasi buruk saat persalinan merupakan salah satu alasan dapat
terjadinya tetanus neonatorum, mulai dari tidak sterilnya alat-alat bantu
persalinan dan tidak bersihnya lingkungan disekitarnya. Tidak bersihnya
lingkungan sekitar tempat persalinan merupakan salah satu faktor yang
menentukan

terjadinya

kepadatan

kuman

dan

tingginya

tingkat

pencemaran spora di lingkungannya.


b) Peran serta masyarakat
Daerah pedesaan kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun
beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih

10

terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan


si ibu. Penelitian menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa
resiko infeksi seperti ngolesi (membasahi vagina dengan minyak kelapa
untuk memperlancar persalinan), kodok (memasukkan tangan ke dalam
vagina dan uterus untuk mengeluarkan plasenta), atau nyanda (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke
depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan
pembengkakan).
Kepercayaan masyarakat pada dukun tidak semata-mata atas dasar
keterampilan yang dimilikinya tetapi erat juga kaitannya dengan
kebudayaan masyarakat, selain itu kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang persalinan yang benar dan bahayanya. Dalam melaksanakan
penolong persalinan dukun menunggu sejak terasa mules-mules sampai
anak dan plasenta lahir. Dukun akan merawat ibu dan anaknya sampai tali
pusat lepas bahkan sampai 40 hari, disamping itu dukun bayi juga
mengambil alih tugas rumah tangga seperti memasak, mencuci, dll.
Kontak antara dukun dengan pasien lebih lama daripada seorang bidan,
terutama selama masa persalinan dan nifas. ( Rukmini,2005)
c). Kebijakan
Kebijakan yang dilakukan untuk menekan terjadinya tetanus neonatorum
adalah dengan memberikan imunisasi TT ( Tetanus Toxoid ). Untuk
mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu hamil harus mendapatkan
imunisasi tetanus toksoid, sehingga ibu sudah memiliki antitoksin tetanus
dalam tubuh ibu yang akan ditransfer melalui plasenta yang akan
melindungi bayi yang akan dilahirkan dari penyakit tetanus. Sedangkan
Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit tertentu dan
mencegah terjadinya penyakit tertentu dan pemberiannya bisa berupa
vaksin.
Tetanus toksoid merupakan antigen yang aman untuk wanita hamil.
Vaksin tetanus toksoid terdiri dari toksoid atau bibit penyakit yang telah
dilemahkan diberikan melalui suntikan vaksin tetanus toksoid kepada ibu

11

hamil. Dengan demikian, setiap ibu hamil telah mendapat perlindungan


untuk bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatorum.
( Kusmiati, 2010 ).

Fishbone Diagram (Causa dan Alternatif Causa)

Tenaga Penolong
Kurang Kompeten

MASUKAN
N

PROSES
Alat Pemotong
Tidak Steril

TENAGA

Pengetahuan rendah
Cara penyimpanan
vaksin

Kurangnya Tenaga Kesehatan


METODE
Fasilitas Kurang Memadai

Pengetahuan rendah
MANAJEMEN

Cara perawatan tali


pusat yang salah

FASILITAS
KLB TETANUS
NEONATORUM

Kepercayaan Terhadap
Dukun
Sanitasi yang Buruk
PERAN SERTA
MASYARAKAT
KEBIJAKAN

Kurangnya Pengetahuan

Pemberian Imunisasi TT

LINGKUNGAN

12

2.2 Pembahasan
Berbagai permasalahan diatas dapat menyebabkan terjadinya KLB tetanus neonatorum.
Oleh sebab itu, akan dibahas upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi beberapa
permasalahan tersebut.
1. Kurangnya pengetahuan tentang sterilitas alat pemotong tali pusat dan cara merawat
tali pusat.
Masyarakat kebanyakan kurang mengetahui pentingnya sterilitas alat pemotong tali
pusat bayi dan cara merawat tali pusat sehingga mereka cenderung untuk
mengabaikan hal ini. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian info mengenai
kebersihan alat pemotong tali pusat dan cara merawat tali pusat yang benar sehingga
dapat mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum.
2. Kepercayaan terhadap dukun bayi
Kepercayaan terhadap dukun bayi ini dapat diatasi dengan memberi penyuluhan dan
pelatihan kepada dukun bayi tentang persalinan yang bersih.
3. Tenaga kesehatan yang minim dan kurang kompeten
Akibat dari masalah ini, masyarakat lebih memilih untuk melakukan persalinan di
dukun bayi yang belum tentu mengetahui tentang persalinan yang bersih. Untuk
mengatasinya, dapat dilakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan sehingga mereka
lebih kompeten.
4. Sanitasi yang buruk
Sanitasi buruk saat persalinan merupakan salah satu alasan dapat terjadinya tetanus
neonatorum. Melakukan pembersihan pada alat pemotong maupun lingkungan
sekitar persalinan dan tempat merawat tali pusat dapat mengatasi masalah ini.
5. Imunisasi TT
Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu hamil harus mendapatkan imunisasi
tetanus toksoid, sehingga ibu sudah memiliki antitoksin tetanus dalam tubuh ibu
yang akan ditransfer melalui plasenta yang akan melindungi bayi yang akan
dilahirkan dari penyakit tetanus. Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali
(BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001), dengan dosis 0,5 cc di injeksikan

13

intramuskuler/subkutan dalam (Depkes RI, 2000).


BAB III
RENCANA PROGRAM

3.1 Menentukan Prioritas Urutan Kegiatan


Lampiran
3.2 Rencana penanggulangan dan pencegahan KLB
Lampiran

14

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu (Depkes, 2004). Berdasarkan data diatas tetanus neonatorum
dianggap sebagai KLB karena memenuhi salah satu kriteria yaitu peningkatan kejadian
penyakit / kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,
hari, minggu, bulan, tahun).
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Tamher (2008) adalah salah suatu status
yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu
wabah penyakit yang statusnya diatur oleh pemerintah. Kejadian Luar Biasa dijelaskan
sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada
umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal
dari alat-alat persalinan yang kurang bersih. Saat ini kematian neonatal karena kasus
tetanus nenatorum mengalami peningkatan. Untuk meminimalisir angka kejadian tetanus
neonatorum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti melakukan pemeriksaan
antenatal secara berkala sebagai koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan;
melakukan imunisasi tetanus toksoid agar bayi yang dilahirkan mempunyai kekebalan
terhadap toksin tetanus; mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar dapat
memberikan pertolongan persalinan yang bersih, meliputi bersih tangan penolong, bersih
daerah perineum ibu, jalan lahir tersentuh oleh sesuatu yang tidak bersih, bersih alas
tempat melahirkan, dan memotong tali pusat menggunakan alat yang bersih; dan teknik
perawatan tali pusat yang benar.

15

4.2 Saran
4.2.1 Untuk tenaga medis
a. Memberikan arahan kepada tenaga medis agar dapat mengetahui cara mencegah
dan menanggulangi timbulnya penyakit Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
peningkatan 2 kali lipat seperti bulan sebelumnya, memberi pengetahuan tentang
penyimpanan vaksin yang baik dan benar.
b. Meningkatkan pelayanan antenatal care melalui kader kader dengan
memberikan penyuluhan kepada tenaga kesahatan seperti dokter, perawat, bidan
agar mereka dapat menjelaskan tentang pentingnya imunisasi terhadap maternal
maupun neonatal.
c. Meningkatkan pelaksanaan program imunisasi untuk menghindari terjadinya
tetanus neonatorum.
4.2.2 Untuk ibu hamil
a. Mengikuti penyuluhan terkait kehamilan agar maternal lebih paham mengenai
kesehatan diri dan janin.
b. Rutin melakukan pemeriksaan selama masa kehamilan untuk mengontrol
kesehatan janin sekaligus mencegah agar janin tidak terkena tetanus neonatorum
c. Mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar proses persalinan berjalan
sesuai standar operasional dengan menggunakan alat alat yang disterilkan.
Karena kebanyakan kasus tetanus neonatorum disebabkan karena tidak sterilnya
alat yang digunakan untuk memotong tali pusat.
4.2.3 Untuk Dukun Bayi
a. Memberikan penyuluhan tentang cara pemotongan tali pusat dan perawatan tali
pusat yang baik dan benar.

16

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S. 2000. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Abrutyn, E., 2008. Tetanus. In: Fauci, A.S., et al. ed. Harrisons Principles of lnternal
Medicine. 17th ed. America: McGrawHill, 898-899.
Chin, J., Nyoman, K.I., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular 17th ed. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes. (1998). Tuntunan praktis bagi tenaga gizi Puskesmas bekalku membina
keluarga sadar gizi. Jakarta : Bina Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik
Imunisasi.Direktorat Janderal
Kesehatan.

Indonesia,
Kesehatan

2000. Modul Latihan


Masyarakat, Direktorat

Petugas
Promosi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004. pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.


Direktorat Janderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Promosi Kesehatan.
DepKes. 2004. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
(Pedoman Epidemiologi Penyakit)
Departemen Kesehatan Masyarakat, Biro Pengendalian Penyakit Menular. Tetanus.
Jurnal (Online). 2006 : Diunduh tanggal 16 Maret 2016
Depkes RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan dan Dukun. (online)
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/12/pedoman-kemitraan-bidan-dukun.pdf diakses
tgl 16 Maret 2017
JNPK_KR, 2008. APN. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo
Kiking, Ritarwan. 2004. Tetanus. Jurnal (Online). Diunduh tanggal 16 Maret 2016
Kusmiyati. 2010. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya (hlm: 187)

17

Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta
Richard F. Edlich, dkk. 2003. Management and Prevention of Tetanus. Jurnal
(Online). Diunduh tanggal 16 Maret 2016
Rukmini S. 2005. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan.
Jakarta: REUI.
Siska Puji Lestari dan Sri Pingit Wulandari. 2014. Pemodelan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum (TN) di Jawa Timur dengan
Metode Regresi ZeroInflated Generalized Poisson (ZIGP). JURNAL SAINS DAN
SENI POMITS, Vol. 3 (2) : 2337-3520
Tamher. 2008. Flu Burung: Aspek Klinis dan Epidemiologis. Jakarta: Penerbit Salemba.
World
Health
Organization
(WHO),
2008.
Tetanus.
Available
http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html.
Diakses
tanggal 16 Maret 2016.

from:
pada

18

Anda mungkin juga menyukai