PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, masih sering terjadi di Indonesia (Depkes, 2004). Kejadian luar
biasa adalah salah satu status yang diterapkan Indonesia untuk mengklasifikasikan
peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Di sebuah Puskesmas, tetanus neonatorum
memenuhi kriteria KLB. Tetanus neonatorum diderita oleh bayi usia 0-28 hari.
Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.
Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau
kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi, sekitar 80 %. Di
Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 15 %, 10 %
lagi ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75 80 % masih ditolong oleh dukun.
(Rustam Mochtar, 1998)
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian.
Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah
usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan
tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Penyebabnya adalah
spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau
perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Faktor lain yang menjadi
penyebabnya karena kekebalan ibu saat hamil dan risiko pencemaran lingkungan fisik
dan biologik.
WHO menunjukkan angka kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah
135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya
baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Menurut laporan kerja WHO
pada bulan April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, sekitar 48% adalah kematian
neonatal. Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 42% kematian neonatal disebabkan oleh
infeksi tetanus neonatorum. Sedangkan angka kejadian tetanus neonatorum di Indonesia,
pada tahun 1992 sebanyak 760 kasus, meninggal 478 dengan CFR 72,42%. Pada tahun
1995 sebanyak 806 kasus, meninggal 475 kasus dengan CFR 58,93%. Tahun 1996
terdapat 816 kasus, meninggal 499 dengan CFR 61,15%. Dan pada tahun 1997 terdapat
570 kasus, meninggal 106 denga CFR 18,6% (Depkes RI, 1998).
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR)
sangat tinggi. Pada kasus tetanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutama yang
mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus neonatorum
yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 55 %. (Abdul
Bari Saifuddin, 2000)
Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan
angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung pada
saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang
tenaga medis dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan yang
sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum. Pemerintah
bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus neonatorum dengan jalan
memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama hamil. Diharapkan dapat membantu
menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000, menjadi
kurang dari 1 %. Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus dapat dijadikan
ukuran bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah dan secara
umum pada negara tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mengurangi angka kejadian dan mencegah agar tidak terjadi kembali
KLB Tetanus Neonatorum?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengurangi angka kejadian dan mencegah agar tidak terjadi kembali KLB
Tetanus Neonatorum.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyebab angka kejadian KLB Tetanus Neonatorum di
Puskesmas X masih tinggi.
2. Untuk mengetahui beberapa faktor risiko yang memengaruhi timbulnya KLB
Tetanus Neonatorum di Puskesmas X.
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan KLB tetanus neonatorum di
Puskesmas X.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
lagi.
BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.1. Analisa
1. Skenario
Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di
wilayah kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5 penyakit
terbanyak di Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut :
N
NAMA PENYAKIT
JAN 2014
FEB 2014
MAR 2014
O
1.
DBD
12
15
10
2.
Thyphoid fever
5
8
8
3.
Diare
10
11
8
4.
Tetanus neonatorum
2
4
9
5.
ISPA
8
10
10
Dari data yang ada Kepala Puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah satu
penyakit
selama
bulan
berturut-turut
sehingga
perlu
dilakukan
upaya
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu. Pengungkapan adanya wabah yang sering dilakukan atau
didapatkan adalah dengan deteksi dari analisis data survei rutin atau adanya
laporan petugas, pamong, atau warga yang cukup peduli. Dengan kata lain, KLB
bertujuan supaya menghentikan meluasnya suatu penyakit (penanggulangan)
serta mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Sedangkan status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
2) Kriteria KLB
Tamher (2008) menjabarkan kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada
ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Di Indonesia, suatu penyakit dinyatakan
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), jika ada unsur:
a) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal
b) Angka kejadian penyakit/kematian meningkat secara terus menerus selama
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya
e) Angka rata-rata per bulan selama 1 tahun menunjukkan kenaikan >2x
dibandingkan periode yag sama dan kurun waktu per tahun sebelumnya
h) Beberapa penyakit khusus: kholera, DHF atau DSS:
1) Keracunan makanan
2) Keracunan pestisida
Suatu kejadian luar biasa bisa ditetapkan menurut salah satu atau lebih dari
kriteria tersebut diatas.
b. Tetanus Neonatorum
1)
2)
Epidemiologi
Organisasi
Kesehatan
berkomitmen
untuk
menghilangkan tetanus neonatorum pada tahun 1995. Tiga tahun setelah itu
(1998),
infeksi
itu
menewaskan
telah
lebih
dari
tersedia. WHO
400.000
bayi
memperkirakan
per
bahwa
pada tahun 2008, 59.000 bayi meninggal, pengurangan 92% dari situasi di akhir
1980-an (pada tahun 1988, WHO mencatat bahwa 787.000 bayi meninggal
karena tetanus neonatorum (atau sekitar 6,7 kematian per 1000 kelahiran hidup).
Pada tahun yang sama, 46 negara masih belum dihilangkan di semua
distrik. Meskipun kemajuan terus dilakukan, pada Desember 2010, 39 negara
belum mencapai status eliminasi.
Tetanus yang terjadi pada ibu dan bayi baru lahir didunia merupakan
penyebab penting dari kematian ibu dan bayi sekitar 180.000 kehidupan di
seluruh dunia setiap tahun. hampir secara eksklusif di negara-negara
berkembang. Meskipun sudah dicegah dengan maternal immunization, dengan
vaksin, dan aseptis obstetric, tetanus ibu dan bayi tetap sebagai masalah
Faktor Risiko
Faktor risiko Tetanus Neonatorum terdiri dari 2 faktor yaitu faktor medis
dan faktor non medis. Faktor medis meliputi kurangnya standar perawatan
prenatal (kurangnya perawatan antenatal pada ibu hamil, kurangnya pengetahuan
ibu hamil tentang pentingnya imunisasi tetanus toxoid), perawatan perinatal
(kurang tersedianya fasilitas persalinan dan tenaga medis sehingga banyak
persalinan yang dilakukan di rumah dan penggunaan alat-alat yang tidak steril,
termasuk dalam penanganan tali pusat) dan perawatan neonatal (neonatus lahir
dalam keadaan tidak steril, tingginya prematuritas, dsb) sedangkan untuk faktor
non medis berhubungan dengan adat istiadat setempat.
Penyebab penyakit Tetanus Neonatorum adalah sebagai berikut.
a) Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat seringkali
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum.
b) Cara perawatan tali pusat dengan teknik tradisional
c) Kekebalan ibu terhadap tetanus.
Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
a) Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan
Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita
dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang
kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan
saja dapat mencegah tetanus, malah sebagai penyakit lain.
b) Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan
risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi
berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan
pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur
atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir (WHO, 2008).
c) Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu
dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan
kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut
bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan
meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin,
2000).
d) Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
terjadinya
kepadatan
kuman
dan
tingginya
tingkat
10
11
Tenaga Penolong
Kurang Kompeten
MASUKAN
N
PROSES
Alat Pemotong
Tidak Steril
TENAGA
Pengetahuan rendah
Cara penyimpanan
vaksin
Pengetahuan rendah
MANAJEMEN
FASILITAS
KLB TETANUS
NEONATORUM
Kepercayaan Terhadap
Dukun
Sanitasi yang Buruk
PERAN SERTA
MASYARAKAT
KEBIJAKAN
Kurangnya Pengetahuan
Pemberian Imunisasi TT
LINGKUNGAN
12
2.2 Pembahasan
Berbagai permasalahan diatas dapat menyebabkan terjadinya KLB tetanus neonatorum.
Oleh sebab itu, akan dibahas upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi beberapa
permasalahan tersebut.
1. Kurangnya pengetahuan tentang sterilitas alat pemotong tali pusat dan cara merawat
tali pusat.
Masyarakat kebanyakan kurang mengetahui pentingnya sterilitas alat pemotong tali
pusat bayi dan cara merawat tali pusat sehingga mereka cenderung untuk
mengabaikan hal ini. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian info mengenai
kebersihan alat pemotong tali pusat dan cara merawat tali pusat yang benar sehingga
dapat mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum.
2. Kepercayaan terhadap dukun bayi
Kepercayaan terhadap dukun bayi ini dapat diatasi dengan memberi penyuluhan dan
pelatihan kepada dukun bayi tentang persalinan yang bersih.
3. Tenaga kesehatan yang minim dan kurang kompeten
Akibat dari masalah ini, masyarakat lebih memilih untuk melakukan persalinan di
dukun bayi yang belum tentu mengetahui tentang persalinan yang bersih. Untuk
mengatasinya, dapat dilakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan sehingga mereka
lebih kompeten.
4. Sanitasi yang buruk
Sanitasi buruk saat persalinan merupakan salah satu alasan dapat terjadinya tetanus
neonatorum. Melakukan pembersihan pada alat pemotong maupun lingkungan
sekitar persalinan dan tempat merawat tali pusat dapat mengatasi masalah ini.
5. Imunisasi TT
Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu hamil harus mendapatkan imunisasi
tetanus toksoid, sehingga ibu sudah memiliki antitoksin tetanus dalam tubuh ibu
yang akan ditransfer melalui plasenta yang akan melindungi bayi yang akan
dilahirkan dari penyakit tetanus. Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali
(BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001), dengan dosis 0,5 cc di injeksikan
13
14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu (Depkes, 2004). Berdasarkan data diatas tetanus neonatorum
dianggap sebagai KLB karena memenuhi salah satu kriteria yaitu peningkatan kejadian
penyakit / kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,
hari, minggu, bulan, tahun).
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Tamher (2008) adalah salah suatu status
yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu
wabah penyakit yang statusnya diatur oleh pemerintah. Kejadian Luar Biasa dijelaskan
sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada
umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal
dari alat-alat persalinan yang kurang bersih. Saat ini kematian neonatal karena kasus
tetanus nenatorum mengalami peningkatan. Untuk meminimalisir angka kejadian tetanus
neonatorum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti melakukan pemeriksaan
antenatal secara berkala sebagai koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan;
melakukan imunisasi tetanus toksoid agar bayi yang dilahirkan mempunyai kekebalan
terhadap toksin tetanus; mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar dapat
memberikan pertolongan persalinan yang bersih, meliputi bersih tangan penolong, bersih
daerah perineum ibu, jalan lahir tersentuh oleh sesuatu yang tidak bersih, bersih alas
tempat melahirkan, dan memotong tali pusat menggunakan alat yang bersih; dan teknik
perawatan tali pusat yang benar.
15
4.2 Saran
4.2.1 Untuk tenaga medis
a. Memberikan arahan kepada tenaga medis agar dapat mengetahui cara mencegah
dan menanggulangi timbulnya penyakit Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
peningkatan 2 kali lipat seperti bulan sebelumnya, memberi pengetahuan tentang
penyimpanan vaksin yang baik dan benar.
b. Meningkatkan pelayanan antenatal care melalui kader kader dengan
memberikan penyuluhan kepada tenaga kesahatan seperti dokter, perawat, bidan
agar mereka dapat menjelaskan tentang pentingnya imunisasi terhadap maternal
maupun neonatal.
c. Meningkatkan pelaksanaan program imunisasi untuk menghindari terjadinya
tetanus neonatorum.
4.2.2 Untuk ibu hamil
a. Mengikuti penyuluhan terkait kehamilan agar maternal lebih paham mengenai
kesehatan diri dan janin.
b. Rutin melakukan pemeriksaan selama masa kehamilan untuk mengontrol
kesehatan janin sekaligus mencegah agar janin tidak terkena tetanus neonatorum
c. Mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar proses persalinan berjalan
sesuai standar operasional dengan menggunakan alat alat yang disterilkan.
Karena kebanyakan kasus tetanus neonatorum disebabkan karena tidak sterilnya
alat yang digunakan untuk memotong tali pusat.
4.2.3 Untuk Dukun Bayi
a. Memberikan penyuluhan tentang cara pemotongan tali pusat dan perawatan tali
pusat yang baik dan benar.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S. 2000. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Abrutyn, E., 2008. Tetanus. In: Fauci, A.S., et al. ed. Harrisons Principles of lnternal
Medicine. 17th ed. America: McGrawHill, 898-899.
Chin, J., Nyoman, K.I., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular 17th ed. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes. (1998). Tuntunan praktis bagi tenaga gizi Puskesmas bekalku membina
keluarga sadar gizi. Jakarta : Bina Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik
Imunisasi.Direktorat Janderal
Kesehatan.
Indonesia,
Kesehatan
Petugas
Promosi
17
Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta
Richard F. Edlich, dkk. 2003. Management and Prevention of Tetanus. Jurnal
(Online). Diunduh tanggal 16 Maret 2016
Rukmini S. 2005. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan.
Jakarta: REUI.
Siska Puji Lestari dan Sri Pingit Wulandari. 2014. Pemodelan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum (TN) di Jawa Timur dengan
Metode Regresi ZeroInflated Generalized Poisson (ZIGP). JURNAL SAINS DAN
SENI POMITS, Vol. 3 (2) : 2337-3520
Tamher. 2008. Flu Burung: Aspek Klinis dan Epidemiologis. Jakarta: Penerbit Salemba.
World
Health
Organization
(WHO),
2008.
Tetanus.
Available
http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html.
Diakses
tanggal 16 Maret 2016.
from:
pada
18