Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh
berbagai hal diantaranya disebabkan oleh alergi.1
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi
terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat
sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di
negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual
tersebut mengidap konjungtivitis alergi.

Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari

peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat
seperti keratokonjungtivitis alergi.2,3
Konjungtivitis atopi merupakan salah satu bentuk konjungtivitis alergi.
Konjungtivitis atopi biasanya ditandai adanya riwayat atopi sebelumnya seperti asma
bronkiale, dermatitis atopi, rhinitis alergi.
Komplikasi pada konjungtivitis atopi jarang ditemukan. Penyulit yang bisa terjadi
adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan
kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar
kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit
ini menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang
baik.4

BAB II
1

LAPORAN KASUS

2. 1.

2.2.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. S

Umur

: 14 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Lumbang - Pasuruan

Pekerjaan

: Pelajar SMP

Tgl. Pemeriksaan

: 02 November 2015

ANAMNESIS
(autoanamnesis pada 02 November 2015 di poli Mata RSUD Bangil)
Keluhan Utama

: Kedua mata gatal

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Mata RSUD Bangil dengan keluhan kedua mata terasa
gatal kurang lebih sudah satu tahun. Dalam satu tahun ini mata selalu gatal dan merah,
tidak pernah sembuh. Rasa gatal semakin parah terutama saat terkena sinar matahari
dan setelah mengkonsumsi mie instan, mata gatal disertai mata memerah dan berair
seperti molor, terasa sedikit mengganjal, silau jika terkena sinar matahari. Nyeri (-),
nerocoh (-), kabur (-), ngeres (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah sakit seperti ini sekitar dua tahun lalu. Pasien berobat ke
puskesmas mendapat obat tetes. Pasien lupa nama obat.

Riwayat Atopi:
Pasien

mengatakan

sering

sesak

dan

bersin-bersin

terutama

saat

membersihkan rumah.

Riwayat trauma pada daerah mata (-)

Riwayat penyakit mata lainnya disangkal

Riwayat pemakaian kacamata (-)

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga yang menderita keadaan seperti ini disangkal

Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal

Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien memiliki kebiasaan sering mengucek mata

Pasien memakai sepeda kayuh untuk pergi ke sekolah dan tidak menggunakan
pelindung mata

2.3.

Kesan : pasien tergolong sosial menengah

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis (Tanggal 02 November 2015)
3

Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: kompos mentis

Tanda vital

: TD 110/80 mmHg
nadi : 91x/menit

Pemeriksaan fisik

suhu : 36,50C
RR

: 20x/menit

: kepala/leher : a/i/c/d -/-/-/thoraks : cor : DBN


paru : DBN

ODS

abdomen

: DBN

ekstremitas

: DBN

: Mata tampak kemerahan

Injeksi Konjungtiva (+)


Hiperemis (+)
Oedem (+)

2.4. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF


PEMERIKSAAN

OD

OS

Visus

6/6

6/6

Koreksi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Proyeksi Sinar

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Persepsi Warna

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

2.5. PEMERIKSAAN OBJEKTIF


PEMERIKSAAN

OD

OS

PENILAIAN

1. Sekitar Mata
- Alis

Kedudukan alis baik,


jaringan parut (-), simetris

- Silia

Trikiasis (-),diskriasis (-)


madarosis (-)

2. Kelopak mata
- Pasangan

Simetris, ptosis (-)

- Gerakan

Gangguan gerak membuka


dan menutup (-),
blefarospasme (-)

- Lebar rima
- Kulit

9 mm

9 mm

Normal 9 - 14 mm
Hiperemi (-), edema (-),
massa (-)

- Tepi kelopak

Trichiasis (-), ektropion (-),


entropion (-)

- Margo intermarginalis

Tanda radang (-)

3. Apparatus Lakrimalis

- Sekitar glandula

Tanda radang (-)

Tanda radang (-)

- Uji flurosensi

Tidak didapatkan kelainan

- Uji regurgitasi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

- Tes Anel

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

- Pasangan

Simetris (orthophoria)

- Gerakan

Tidak ada gangguan gerak

lakrimalis
- Sekitar sakus
lakrimalis

4. Bola Mata

- Ukuran

(syaraf dan otot penggerak


bola mata normal)

Normal, makroftalmos (-),


mikroftalmos (-)

5. TIO

Palpasi kenyal (tidak ada


peningkatan dan penurunan
TIO)

6. Konjungtiva
- Palpebra superior

Hiperemis (+), edem


minimal

Hiperemis (+), edem Normal : Licin, warna pink


minimal

muda, mengkilap,
hiperemis (-), edem (-).

- Forniks
- Palpebra inferior

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

Dalam
Normal : Tenang,
mengkilap, hiperemis (-)

- Bulbi

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

edem (+)

Edem minimal

Inj. konjungtiva (-), Inj.


Siliar (-)

Injeksi Konjungtiva (+), Injeksi Konjungtiva (+),

7. Sclera

injeksi siliar (-)

injeksi siliar (-)

Putih, Ikterik (-)

horizontal 12 mm,

8. Kornea
- Ukuran

vertical 11 mm
- Kecembungan

Lebih cembung dari sclera

- Limbus

Benjolan (-)
Benda Asing (-)

- Permukaan

Licin, mengkilap

- Uji flurosensi

(-)

(-)

Tidak didapatkan kelainan

- Reflek kornea

- Ukuran

COA dalam

- Isi

Jernih, flare (-), hifema (-),

9. Kamera Okuli Anterior

hipopion (-)
10. Iris
- Warna

Cokelat

Cokelat

- Pasangan

Simetris

- Gambaran

Kripte baik, Sinekia (-)

11. Pupil

- Ukuran

4 mm

4 mm

Normal ( 3 - 6 mm) pada


ruangan dengan cahaya
cukup

- Bentuk

Bulat

Bulat

Isokor

- Tempat

Di tengah

- Tepi

Reguler

- Refleks direct

(+)

(+)

Positif

- Refleks indirect

(+)

(+)

Positif

- Ada/tidak

Ada

Ada

Ada

- Kejernihan

Jernih

- Letak

Di tengah, di belakang iris

Tidak ada

Tidak ada

12. Lensa

- Warna kekeruhan
13. Korpus Vitreum

OD
2.6.

Jernih

OS

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan menggunakan slit lamp : tampak hiperemi pada konjungtiva bulbi Oculi
dextra dan sinistra
2. Pemeriksaan Fluoresin test : negative pada kedua mata
8

3. Pemeriksaan visus : tidak didapatkan penurunan visus pada kedua mata

2.7.

DIAGNOSIS BANDING
ODS Konjungtivitis Atopi DD : Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis Bakteri

2.8.

DIAGNOSA KERJA
ODS Konjungtivitis Atopi

2.9.

TERAPI

Medikamentosa : Steroid/ NSAID Topikal ODS

Non medikamentosa : menghindari kontak dengan alergen

2.10. PROGNOSIS

Visum (Visam)

Kesembuhan (Sanam) : dubia ad bonam

Jiwa (Vitam)

: dubia ad bonam

Kosmetika (Kosmeticam)

: dubia ad bonam

2.11.

: dubia ad bonam

EDUKASI
1. Menjelaskan

kepada

pasien

mengenai

penyakitnya,

penyebabnya

dan

kemungkinan kekambuhan.

2. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari paparan dengan bahan allergen,


pada kasus ini mie instan dan sinar matahari.
3. Melindungi mata dengan kaca mata saat melakukan aktivitas diluar rumah.
4. Menjelaskan kepada penderita mengenai pencegahan agar tidak timbul
komplikasi. Pasien tidak boleh mengucek-ngucek mata karena bisa menyebabkan
infeksi pada penyakit pasien.
5. Pasien diminta untuk meneteskan dan menggunakan obat secara teratur.
6. Menjelaskan kepada penderita bila semakin parah segera kontrol ke dokter.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10

3.1. Definisi Konjungtivitis Alergi


Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian
putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan
timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.5
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi
adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas
tipe humoral ataupun sellular. Konjungtivitis alergi biasanya terjadi dengan adanya
riwayat atopi. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen dibandingkan
dengan kulit.5

3.2. Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea
limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
11

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :


Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :


Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri
dari sel-sel epitel skuamosa.

12

Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna
lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung
pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan
adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler
bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang
konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause
berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak
ditepi atas tarsus atas.2

3.3. Epidemiologi
Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman
yang tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas
seperti daerah mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal
lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda
13

(4-20 tahun). Biasanya onset pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade.
Gejala paling jelas dijumpai sebelum onset pubertas dan kemudian berkurang.
Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak pada dewasa muda.6

3.4. Klasifikasi Konjungtivitis Alergi


Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh
IgE terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Semua gejala
pada konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing. Terdapat
beberapa jenis konjungtivitis yakni keratokonjungivitis atopik, konjungtivitis musiman,
vernal konjungtivitis, Giant papilary konjungtivitis dan konjungtivitis flikten.
Konjungtivitis dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya yakni konjungtivitis
yang bersifat akut yakni konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis parennial
sedangkan

konjungtivitis

kronis

yakni

keratokonjungtivitis

vernal

dan

keratokonjungtivitis atopik.1
Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang
(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga
dikenal sebagai "konjungtivitis musiman" atau "konjungtivitis musim kemarau".
Sering terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang
tahun di negeri tropis (panas).1,2
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah
ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang,
dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.1,2,7
Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :
Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang
mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan
kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini
14

tampak sebagai tonjolan bersegi banyak (polygonal) dengan permukaan


yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.1,2

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat


membentuk jaringan hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas
dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1,2

Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)
terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit
tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch Weeks),
virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo
palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma
venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.
Kelainan ini biasanya ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang biasanya
dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran nafas.
Secara histopatologik terlihat kumpulan selleokosit neotrofil yang dikelilingi
slel limfosit, makrofag, dan kadang sel datia. Flikten merupakan infiltrasi seluler

15

subepitel yang terutama terdiri atas sel monokular limfosit. Biasanya konjungtivitis
flikten terlihat unilateral dan kadang-kadang mengenai kedua mata.b
Konjungtivitis flikten biassanya dimulai dengan munculnya lesi kecil
berdiameter 1-3 mm yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona hiperemis. Di
limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.1,2
Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu
tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses byang biasanya
terletak didekat limbus. Biasanya abses ini menjalar kearah sentral atau kornea dan
terdapat tidak hanya satu.
Gejala konjungtivitis flikten adalah:
Mata berair iritasi dengan rasa sakit
Fotofobi riangan hingga berat
Bila kornea terkena selain rasa sakit pasien juga akan merasa silau disertai
blefarospasme
Dapat sembuh dalam 2 minggu dengan kemungkinan terjadi kekambuhan.
Keadaan akan lebih berat bila terkena kornea.1

Konjungtivitis Iatrogenik
Konjungtivitis yang disebabkan oleh pengobatan yang diberikan dokter.
Berbagai obat dapat memberikan efek samping pada tubuh, demikian pula pada
mata. Efek tersebut berupa konjungtivitis.

Sindrom Steven Johnson


Sindrom steven Johnson adalah suatu penyakit eritema multiform yang berat
(mayor). Penyakit ini sering ditemukan pada usia sekitar 35 tahun. Penyebabnya
diduga suatu reaksi alergi pada orang yang mempunyai presdiposisi alergi terhadap
obat-obatan seperti sulfonamide, barbiturate, salisilat. Ada yang beranggapan bahwa
penyakit ini idiopatik dan sering ditemukan sesudah infeksi herpes simplek.
Kelainannya ditandai dengan:
16

Lesi pada kulit dan mukosa berupa eritematus yang mendadak dan tersebar secara simetris
Mata merah dengan demam dan kelemahan umum dan sakit pada sendi
Terdapat gejala fesikel pada kulit, bula, dan stomatitis ulseratif
Terdapat vaskularisasi pada kornea, jaringan parut konjungtiva, konjungtiva kering,
simblefaron, ulkus dan perforasi kornea, serta dapat memberikan penyulit endoftalmitis.
Kelainan lain pada mukosa dapat berupa konjungtivitis pseudomembran
Pada kondisi lanjut dapat terjadi penurunan daya penglihatan.1

Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi merupakan peradangan konjungtiva yang berdasarkan
respon imunologik, bila terdapat kontak dengan suatu zat, yang biasanya untuk
kebanyakan orang tidak berbahaya. Alergennya dapat melalui jalan pernafasan atau
jalan makanan. Berupa tepung sari, debu, jamur, kulit binatang, ataupun makanan.
Penderita penyakit ini juga mempunyai stigmata lainnya, seperti dermatitis, asma
bronkiale. Biasanya di dalam keluarganya didapat alergi. Kekambuhan sering terjadi
pada musim hujan.
Keluhannya berupa mata perih, fotofobia, mata merah, terasa panas
Gejala objektif berupa:
Kulit palpebra kering dengan deskuamasi
Konjungtiva palpebra inferior terdapat papil-papil halus disertai sekret
mukoid, terkadang didapatkan papil-papil yang besar pada pasien yang
mengalami kekambuhan beberapa kali
Konjungtiva edema
Di kornea terdapat keratitis superficial yang disertai dengan neovaskularisasi.
Pada kasus yang hebat bisa didapatkan seluruh kornea menjadi keruh dan
penuh dengan pembuluh darah.
Pemeriksaan histopatologi dari kerokan konjungtiva menunjukkan banyak sel
eosinofil.1, 7
17

3.5

Patofisiologi Konjungtivitis Atopi


Pada

konjungtivitis

atopi

terjadi

respon

alergi

dapat

berupa

reaksi

hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang berlaku apabila individu yang sudah
tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen yang spesifik. Respon alergi pada
mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang dikoordinasi oleh sel mast. Beta
chemokins seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga memulai aktifasi sel mast pada
permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi yang akan
mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik. Sel T yang
berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan merangsang
produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan dengan IgE
reseptor pada permukaan sel mast. Kemudian smemicu pelepasan sitokin,
prostaglandin dan platelet activating factor. Sel mast menyebabkan peradangan dan
gejala-gejala alergi yang diaktivasi oleh sel inflamasi. Ketika histamin dilepaskan oleh
sel mast. Histamin akan berikatan dengan reseptor H1 pada ujung saraf dan
menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin juga akan akan berikatan
dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah konjungtiva dan menyebabkan
vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast seperti chemokin, interleukin IL-8
terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan
IL-4, IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan sensitivitas.5

3.6. Penatalaksanaan Konjungtivitis Atopi


Penanganan

dari

konjungtivitis

atopi

berupa

medikamentosa

dan

nonmedikamentosa.
Medikamentosa
Pemberian korticosteroid local
Steroid topikal. Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya,
edema, dilatasi kapiler, dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi
migrasi makrofag dan neutrofil untuk daerah meradang serta memblokir
aktivitas fosfolipase A2 dan selanjutnya induksi asam arakidonat cascade. Obat
ini digunakan dalam pengobatan penyakit mata akut alergi, steroid efektif dalam
18

mengurangi gejala alergi akut, namun, penggunaannya harus dibatasi karena


potensi efek samping bila lama digunakan. Penggunaan kortikosteroid topikal
jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi: katarak subkapsular posterior
dan peningkatan tekanan intraokular (TIO).
Non-steroid anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) topikal.
Obat ini menghambat aktivitas siklooksigenase, salah satu yang
bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke enzim prostaglandins.
Ketorolac trometamin 0,5% dan diklofenak natrium 0,1% efektif dalam
mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan dengan konjungtivitis alergi,
meskipun Makanan dan Drug Administration (FDA) telah menyetujui hanya
ketorolac untuk pengobatan konjungtivitis alergi.
Vasokonstriktor topikal / antihistamin.
Agen ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata gatal-gatal dengan
memblokir histamin H1 receptors.
Antihistamin topikal. Anithistamines kompetitif terikat dengan reseptor
histamin dan dapat mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine
hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif topikal antagonis reseptor histamin,
efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala alergi lain conjunctivitis. H1
selektif antagonis, azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam mengurangi
gejala yang terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1
selektif, mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi
chemosis, kelopak mata bengkak,dan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan
dengan konjungtivitis alergi musiman pada pasien dewasa dan anak.
Antihistamin sistemik berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi
dengan edema, dermatitis, rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan
dengan hati-hati karena penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa
antihistamin generasi pertama obat-obatan. Pasien harus memperingatkan efek
samping potensial. Antihistamin baru yang jauh lebih kecil kemungkinannya
untuk menyebabkan sedasi, tetapi penggunaannya dapat mengakibatkan
kekeringan okular meningkat permukaan.3,4,6
19

Stabilisator sel mast topikal.


Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga membatasi
pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil faktor
chemotactic, dan platelet-activating factor.
Imunosupresan.
Siklosporin A adalah agen imunosupresan sistemik ampuh digunakan
untuk mengobati berbagai immunemediated kondisi. Sistemik diberikan
siklosporin A dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk pasien dengan
keratokconjugtiviits atopik yang berat.
Antibiotik sebagai profilaksis dan pengobatan infeksi sekunder

Non Medikamentosa:
Menghindari paparan allergen agar tidak menimbulkan manifestasi klinis.
Pada kasus yang hebat yang dapat menimbulkan kerusakan kornea yang luas
dapat dilakukan keratoplasti untuk memperbaiki visus.

3.7. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini jarang ditemukan. Namun jika ada yang paling sering
adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder. Meskipun konjungtivitis atopi bsering
berulang namun jarang menyebabkan penurunan visus.

3.8. Prognosis

20

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), prognosis buruk apabila terjadi

komplikasi yang tidak

ditangani dengan baik.2,6

BAB IV
PEMBAHASAN

Anak S usia 14 tahun datang dengan keluhan kedua mata gatal, gatal saat setelah
mengkonsumsi mie instan dan jika terkena sinar matahari, keluhan ini sudah berlangsung
selama 1 tahun dan tidak pernah sembuh, selain itu pasien mengeluh matanya merah, berair,
21

terasa sedikit mengganjal, dan silau. Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien pernah
sakit seperti ini dua tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit atopi yaitu pasien
mengatakan sering sesak dan bersin-bersin terutama saat membersihkan rumah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Tidak didapat kelainan visus
Konjungtiva palpebral superior ODS hiperemi dan edem minimal
Konjungtiva palpebral inferior ODS hiperemis
Konjungtiva bulbi ODS hiperemi, edem, dan terdapa injeksi konjungtiva
Pada pemeriksaan penunjang dengan tes fluoresensi tidak didapatkan kelainan. Dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjung diagnosa mengarah pada
konjungtivitis atopi, pasien mengalami keluhan ini sudah berjalan 1 tahun dan bersifat kronis
serta pasien memiliki riwayat atopi asma bronkiale dan rhinitis alergi.
Pada pasien ini diberikan terapi kortisteroid topikan untuk meredakan gejala
inflamasinya. Jika terdapat infeksi sekunder perlu dipertimbangkan antibiotik.

BAB V
PENUTUP

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian
anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra
(konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva
22

sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang
mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan
bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah alergi.
Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya termasuk
konjungtivitis atopi.
Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang sistemik.
Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu diberi
pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu komplikasi.
Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari
penyebab alergen tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit
Mata Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2014
Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115

23

Scott,

IU.

Alergy

Conjunctivitis.

2011.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall. 25 November 2012.


Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today.
Volume 8, Number 11. November 2011.
Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
Ventocillia

M,

Roy

H.

Allergic

Conjunctivitis.

2012.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104. 25 November 2012.


Wijana Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal. 1993.

24

Anda mungkin juga menyukai