Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah
pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan
bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
Sementara trauma trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah
jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran
(twisting), atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi
fleksi pada kecelakaan jalan raya. Femur merupakan tulang terbesar dalam
tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat kuat. Dengan demikian,
trauma langsung yang keras, seperti yang dapat dialami pada kecelakaan
automobil, diperlukan untuk menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan
interna yang masif dapat menimbulkan renjatan berat.
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan
bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan
harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara
menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit,
pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu
terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang
optimal.

1.2

Rumusan Masalah
1. Apa saja etiologi dari malunion fraktur femur?
2. Bagaimana patogenesis dari malunion femur?
3. Pemeriksaan fisik apa saja untuk identifikasi malunion fraktuf femur?
4. Apa dasar diagnosis dari malunion fraktur femur?

5. Bagaimana penatalaksanaan malunion fraktur femur?

1.3

Tujuan
1. Mengetahui etiologi dari malunion fraktur femur
2. Memahami patogenesis dari malunion fraktur femur
3. Memahami pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk identifikasi malunion
fraktur femur
4. Mengetahui dasar diagnosis dari malunion femur
5. Mengetahui penatalaksanaan malunion fraktur femur

1.4

Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya tentang
malunion fraktur.
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah ortopedi.

BAB II
LAPORAN KASUS
II.1

II.2

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. A

Umur

: 30 tahun

Alamat

: Cukur Gondang-Grati, Pasuruan

Pekerjaan

: Swasta

Agama

: Islam

Status

: Belum menikah

No CM

: 27-85-67

Tanggal masuk

: 8 Desember 2015

Pemeriksaan

: 15 Desember 2015

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada tanggal 15 Desember 2015 di Ruangan Melati Bedah


pukul 06.00 WIB secara autoanamnesis dan heteroanamnesis (ibu pasien)
Keluhan utama :
Pincang saat berjalan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 30 tahun datang ke Poli Ortopedi RSUD Bangil dengan
keluhan pincang saat berjalan dan nyeri pada kaki kirinya sejak satu tahun yang lalu
post KLL (tidak didapat jejas dan tidak diobati). Nyeri dirasa terutama jika ingin
diluruskan setelah ditekuk lama, pasien juga merasa kaki kirinya lebih pendek dari
pada kaki kanan, tidak ada jejas.
Satu tahun yang lalu pasien KLL, sehari setelah kecelakaan pasien dibawa
ke sangkal putung oleh keluarganya namun tidak membaik (tiduran), 1 minggu
setelah kecelakaan pasien berinisiatif sendiri membawa ke bagian Radiologi RS
Purut untuk difoto (hasilnya terdapat patah tulang pada paha kirinya). Tapi pasien
3

tetap tidak membawanya ke dokter, melainkan ke sangkal putung (2x). 7 bulan


kemudian pasien semakin merasa nyeri berkurang dan mulai bisa berjalan namun
pincang sehingga tetap tidak juga diobati, akhirnya 1 minggu yang lalu karena
dirasa keluhan pincang semakin mengganggu maka dibawa ke Poli Ortopedi RSUD
Bangil.
Riwayat Penyakit Dahulu
Alergi obat

: Disangkal

Hipertensi

: Disangkal

DM

: Disangkal

Sakit jantung

: Disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi

: Disangkal

DM

: Disangkal

Sakit jantung

: Disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang satpam.
II.3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum

: baik

b. Kesadaran

: kompos mentis

c. Vital Sign
-

Tekanan Darah

: 110 / 80 mmHg

Frekuensi Nadi

: 76x/menit

Frekuensi Nafas : 20 x / menit

Suhu

: 36,50C

d. Kepala : kesan mesocephal


e. Mata :
konjungtiva anemis (-/-)
4

pupil isokor 3 mm/3 mm


reflek pupil (+/+)
f. Hidung :
napas cuping hidung (-)
obstruksi (-)
g. Mulut :
sianosis (-)
Pursed lips-breathing (-)
h. Telinga :
Sekret (-/-)
Serumen (-/-)
Laserasi (-/-)
i. Leher :
Pergerakan otot bantu pernafasan (-/-)
j. Thoraks :
1)

2)

Pulmo :

Cor

: simetris

Pa

: fremitus kanan = kiri

Pe

: sonor seluruh lapangan paru

Au

: Suara dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing/-

: ictus cordis tak tampak

Pa

: ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm media


linea Midclavikularis Sinistra

k. Abdomen :

Pe

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Au

: Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-).

: datar,

Au

: bising usus (+) normal

Pe

: timpani

Pa

: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri

tekan

(-), defans muskuler (-)

l. Ekstremitas
Regio Femoralis sinistra :
Look : skeletal traksi +
Edem +
shortening deformity +
jejas Feel : Tenderness +
Neurovascular distal baik
CRT < 2'
Sensibilitas baik
True leg Length (TLL) :

dextra : 96 cm

sinistra : 91 cm

Apparent Leg Length :

dextra : 91 cm

sinistra : 86 cm

Move : False movement

PLANNING DIAGNOSIS
DL
Foto femur sinistra AP Lateral
Foto genu sinistra AP Lateral
II. 4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap tanggal 8 Desember 2015
NO
1
2
3

PEMERIKSAAN
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin

HASIL
7.81
5,49
15,3

NILAI NORMAL
3.8- 10.6
4.4-5.9
13.2-17.3

4
5
6
7
8
9

Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
GDA

49,3
89,7
27,9
31,1
240
92

2. Foto Klinis Femur Sinistra tanggal 15 Desember 2015

40-52
80-100
27-34
32-36
150-440
200

3. Foto femur sinistra tanggal 8 Desember 2015

4. Foto Genu sinistra tanggal 8 Desember 2015

5. Foto femur sinistra tanggal 18 Desember 2015

RESUME
Pasien laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan pincang saat berjalan
dan nyeri pada lutut dan paha kirinya sejak 1 tahun yang lalu post KLL (tidak
didapat jejas dan tidak diobati). Nyeri dirasa memberat 7 bulan post KLL namun
setelah itu nyeri berkurang (mulai bisa berjalan) namun pasien pincang saat
berjalan. Pasien juga merasa kaki kirinya lebih pendek. Terdapat riwayat pernah
dibawa ke sangkal putung (3x) namun tidak membaik. Pasien juga sempat
melakukan pemeriksaan radiologis 1 minggu post KLL dan hasilnya terdapat patah
tulang pada paha kiri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 110/80 mmHg, nadi 76 x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,50C (axiller).
Pemeriksaan status lokalis didapatkan skeletal traksi dengan beban 10 kg, terdapat
edema, terdapat shortening deformity (TLL D/S : 96cm/91cm, ALL D/S :
91cm/86cm), tidak didapatkan jejas, pada palpasi regio femoralis sinistra didapatkan
nyeri, neurovaskular dan sensibilitas distal baik, false movement +.
II. 5. DIAGNOSIS
Malunion Femur S + post Osteotomy + Skeletal traksi
II. 6. PLANNING TERAPI

IVFD RL 20 tpm~ maintenance

Pasang urin kateter.

Antibiotik

Analgetik

Observasi
- Tanda vital
- Femur sinistra

10

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: Bonam

Quo ad Functionam

: Bonam

Quo ad Sanactionam : Bonam


FOLLOW UP
S
15-12Terpasang skeletal
2015
traksi (14-12-2015),
post operasi sabtu
12-12-2015
mengeluh kaki
kirinya nyeri dan
tidak bisa
digerakkan.
Post operasi
osteotomy hr ke 3

16-122015

17-122015

O
GCS : 456
TD : 110/90 mmHg
Nadi : 79x/mnt
RR : 21x/mnt

A
Mal Union
Femur S Post
Osteotomy +
skeletal traksi
beban 10 kg

P
- inj antibiotic
- inj analgetik
- inj AH2blocker
- skeletal traksi
beban 10 kg

Mal Union
Femur S Post
Osteotomy +
skeletal traksi
beban 10 kg

- observasi LLD
(Leg length
discrepancy)
- inj antibioti
- inj analgetik
- inj AH2blocker
- skeletal traksi
beban 10 kg

Mal Union
Femur S Post
Osteotomy +
skeletal traksi
beban 10 kg

observasi LLD
(Leg length
discrepancy)
- inj antibioti
- inj analgetik

Status lokalis :
Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat
10 kg.
Odema (+), nyeri
tekan (+)

Post operasi
osteotomy hr ke 4.
Pasien masih merasa
nyeri pada kaki
kirinya dan tidak bisa
digerakkan

GCS : 456
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/mnt
RR : 20x/mnt

Pasien masih merasa


nyeri pada kaki
kirinya dan tidak bias
digerakkan. Rencana
operasi ke 2

GCS : 456
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 84x/mnt
RR : 22x/mnt

Status lokalis :
Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat
10 kg.
Odema (+), nyeri
tekan (+)

11

Status lokalis :
Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat
10 kg.
Odema (+), nyeri
tekan (+)

- inj AH2blocker
- skeletal traksi
beban 10 kg
- rencana
rekonstruksi
femur sinitra
- puasa persiapan
operasi
-Rekonstruksi
femur
- observasi vital
sign
- observasi avn
distal
-observasi
produksi drainase
- inj AB,
Antiinflamasi,
AH2 blocker

18-122015

19-122015

Pasien post operasi


osteotomy hr ke 6 +
post operasi reduksi
+ ORIF hr ke 1,
Kaki kiri masih
nyeri.
Pusing -,
mual/muntah -

GCS : 456
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 86x/mnt
RR : 20x/mnt

Status lokalis :
Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat
10 kg.
Odema (+), nyeri
tekan (+)
Pasien post operasi
GCS : 456
osteotomy hr ke 7 +
TD : 120/90 mmHg
post operasi reduksi
Nadi : 86x/mnt
+ ORIF hr ke 2, nyeri RR : 20x/mnt
berkurang. Pusing -,
mual/muntah Status lokalis :
Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat

12

Malunion
femur S post
reduksi +
ORIF +
Skeletal traksi
10 kg

- inj antibiotic
- inj analgetik
- inj PPI
- observasi vital
sign
- observasi avn
distal
- observasi
produksi drainase

Malunion
femur S post
reduksi +
ORIF +
Skeletal traksi
10 kg

- inj antibiotic
- inj analgetik
- inj PPI
- observasi vital
sign
- observasi avn
distal
- observasi
produksi drainase

20-122015

21-122015

22-122015

10 kg.
Odema (+), nyeri
tekan (+)
Pasien post operasi
GCS : 456
osteotomy hr ke 8 +
TD : 110/90 mmHg
post operasi reduksi
Nadi : 84x/mnt
+ ORIF hr ke 3, nyeri RR : 18x/mnt
berkurang. Pusing -,
mual/muntah Status lokalis :
Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat
10 kg.
Odema (+)
minimal, nyeri
tekan (+) minimal
Pasien post operasi
GCS : 456
osteotomy hr ke 9 +
TD : 110/70 mmHg
post operasi reduksi
Nadi : 80x/mnt
+ ORIF hr ke 4, nyeri RR : 18x/mnt
berkurang. Pusing -,
mual/muntah Status lokalis :
Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat
10 kg.
Odema (+)
minimal, nyeri
tekan (+) minimal
Pasien post operasi
GCS : 456
osteotomy hr ke 10 + TD : 110/70 mmHg
post operasi reduksi
Nadi : 80x/mnt
+ ORIF hr ke 5, nyeri RR : 18x/mnt
berkurang. Pusing -,
Status lokalis :
mual/muntah Regio femoralis
sinistra
Terpasang skeletal
traksi dengan berat
10 kg.
Odema (+)
minimal, nyeri
tekan (+) minimal

13

Malunion
femur S post
reduksi +
ORIF +
Skeletal traksi
10 kg

- inj antibiotic
- inj analgetik
- inj PPI
- observasi vital
sign
- observasi avn
distal
- observasi
produksi drainase

Malunion
femur S post
reduksi +
ORIF +
Skeletal traksi
10 kg

- inj antibiotic
- inj analgetik
- inj PPI
- observasi vital
sign
- observasi avn
distal
- observasi
produksi drainase
- Rencana KRS
tgl 22/12/2015

Malunion
femur S post
reduksi +
ORIF +
Skeletal traksi
10 kg

KRS

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. ANATOMI FEMUR

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter


major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga
bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio
14

coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis,
yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk
caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada
fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur,
berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125
derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur.
Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas
leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke
depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian
posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas
dan

ke

bawah.Tepian

medial

berlanjut

ke

bawah

sebagai

crista

supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus


medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major
terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea
aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah
segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus
ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus
lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung
dengan epicondylus medialis.
III. 2. Definisi Fraktur
15

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi.
III. 3. Etiologi Fraktur
Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma tunggal
b. Tekanan yang berulang-ulang
c. Kelainan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
A. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekutan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang
dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak juga pasti rusak.
Pemukulan : biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya
Penghancuran : kemungkinan akan menyebabkan fraktur
kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas

16

Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami


fraktur pada tempat yang jauh pada tempat yang terkena kekuatan itu,
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
Pemuntiran yang menyebabkan fraktur spiral
Penekukan yang menyebabkan fraktur melintang
Penekukan dan penekanan yang mengakibtkan fraktur yang
sebagian

melintang

tetapi

disertai

fragmen

kupu-kupu

berbentuk segitiga yang terpisah


Kombinasi pemuntiran, penekukan dan penekanan yang
menyebabkan fraktur oblik pendek
Penarikan, dimana tendon dan ligamen benar-benar menarik
tulang sampai terpisah.
B. Fraktur kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan
pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan
calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
C. Fraktul Patologis
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor atau tulang yang sangat rapuh misalnya pada
penyakit paget).
III. 4. Klasifikasi Fraktur
Salah satu kiasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya
luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Jadi, dalam klasifikasi ini,
dapat dibagi menjadi tertutup dan terbuka.

17

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat


ringannya luka dan berat ringannya fraktur, sebagaimana yang terlihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi
Gustillo dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan
IIIC (Tabel 2).

IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan


lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga


tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum,
fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan
trauma high energy tanpa memandang luas luka.

III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar


kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat
kerusakan jaringan lunak.

18

Tabel 2. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson,
1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)
Fraktur tertutup terjadi jika tidak terdapat luka yang menghubungkan
tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. Empat metode
pilihan pada fraktur tertutup Femur yaitu
1. Traksi
2. Traksi yang diikuti dengan penguatan (bracing)
3. Reduksi terbuka dengan pemasangan paku intramedula
4. Pemasangan paku intramedula secara tertutup

III. 5. Gambaran Klinis


Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding
dengan normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena
empat penyebab:
a. Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas
dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian
paha yang patah membengkak.
b. Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas.
Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja
tanpa ada aksi antagonis.
c. Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.
d. Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang
fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi
pembengkakan.
III.6. Penatalaksanaan
a. Pertolongan Pertama

19

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting


untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok
atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di
RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan
untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan
foto.
Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah antara
2 sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari darah
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin dan reaksi silang.
Jika tidak terjadi fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat dihindari,
tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah perlu diberikan segera
setelah tersedia.
Fraktur terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di
sisi lateral atau depan paha. Debridemen luka perlu dilakukan dengan
cermat dalam ruang operasi dan semua benda asing diangkat. Jika luka
telah dibersihkan secara menyeluruh, setelah debridemen luka dapat
ditutup; tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan dirawat
dengan jahitan primer yang ditunda (delayed primary suture). Antibiotika
dan antitetanus sebaiknya diberikan, seperti pada setiap fraktur terbuka.

b. Penatalaksanaan Fraktur

20

Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi untuk


memperbaiki posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk
mempertahankannya bersama-sama sebelum fragmen-fragmen itu
menyatu, sementara itu gerakan sendi dan fungsi harus dipertahankan.
Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada
tulang, sehingga dianjurkan untuk melakukan aktivitas otot dan
penahanan beban secara lebih awal. Yang meliputi reduksi,
mempertahankan dan latihan.
Reduksi
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu didahulukan,
tidak boleh ada keterlambatan dalam menangani fraktur,
pembengkakan jaringan lunak selama 12 jam pertama akan
mempersukar reduksi. Tapi terdapat beberapa situasi yang
tidak memerlukan reduksi, yaitu :
1. Pergeseran tidak banyak atau tidak ada
2. Pergeseran tidak berarti

(misalnya

pada fraktur

klavicula)
3. Bila reduksi tampaknya tidak akan berhasil (fraktur
kompresi pada vertebra)
Terdapat dua jenis reduksi yaitu :
a. Reduksi tertututp
Dengan anestesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat
direduksi dengan maneuver tiga tahap ;
1. Bagian distal tungkai ditarik ke garis tulang
2. Sementara fragmen-fragmen terlepas, maka fragmen tersebut
direposisi (dengan membalikkan arah kekuatan asal kalau ini
dapat diperkirakan)
3. Penjajaran disesuaikan ke setiap bidang.
Beberapa fraktur misalnya pada femur sulit direduksi dengan
manipulasi karena tarikan otot yang sangat kuat dan dapat
21

membutuhkan traksi yang lama. Umumnya reduksi tertutup


digunakan untuk fraktur dengan pergeseran minimal, pada fraktur
anak-anak dan pada fraktur yang stabil setelah direduksi.
b. Reduksi terbuka
Indikasi reduksi reduksi terbuka meliputi :
1. Bila

reduksi

terbuka

gagal,

karena

kesukaran

mengendalikan fragmen atau terdapat jaringan lunak


diantara fragmen-fragmen.
2. Terdapat fragmen articular besar yang perlu ditempatkan
secara tepat
3. Terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah.
Namun demikian, biasanya reduksi terbuka hanya merupakan
langkah pertama untuk fiksasisi internal.
Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi meliputi :
Traksi terus menerus
Pembebatan dengan gips
Pemakaian penahanan fungsional
Fiksasi internal
Fiksasi eksternal
1. Traksi
adalah Tarikan pada bagian distal anggota badan pasien dengan tujuan
mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula.
Comminuted

fracture dan

fraktur

yang

tidak

sesuai

untuk

intramedullary nailing paling baik diatasi dengan manipulasi dibawah


anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasang melalui tibial
pin. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk
mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus
ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan.

22

Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk


memerlukan beban yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan
beban yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaan radiologis setelah 24 jam untuk
mengetahui apakah berat beban tepat; bila terdapat overdistraction, berat
beban dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah.
Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu
selama dua minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk
memastikan apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur
dapat terselip perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk.
Ada 2 cara :
1. Traksi Kulit (skin traction). Beban pada traksi kulit sebesar 1/7 dari
berat badan, maksimal 5 kg.
Ikatan Holland atau Elastoplast rentang satu arah ditempelkan pada
kulit yang telah dicukur dan dipertahankan dengan suatu pembalut.
Malleolus dilindungi dengan tissue gamgee, dan untuk traksi
digunakan tali atau plester.
2. Traksi Skeletal (skeletal traction)
Traksi skeletal untuk jangka pendek pada fraktur femur tibia
proksimal .
Traksi skeletal untuk jangka panjang pada fraktur femur femur
distal .
Kawat kirschner, pen Steinmann atau pen Denham dimasukkan di
belakng tuberkel tibia untuk cedera pinggul, paha, dan lutut. Disebelah bawah
tibia atau pada kalkaneus utuk fraktur tibia. Dipasang kait yang dapat berputar
dengan bebas, dan tali dipasang pada kait tersebut untuk menerapkan traksi.
Traksi harus dilawan oleh traksi aksi lawan, artinya tarikan harus
dilakukan terhadap sesuatu.

23

2. Pembebatan dengan Gips


Gips masih sering digunakan sebagai bebat, terutama untuk fraktur
tungkai dibagian distal dan untuk sebagian besar fraktur pada anak-anak. Cara
ini cukup aman, selama kita waspada terhadap bahaya pembalutan gips yang
ketat dan asalkan borok akibat tekanan dapat dicegah. Kecepatan
penyatuannya tidak lebih tinggi atau lebih rendah daripada traksi, namun
pasien dapat pulang cepat.
3. Pemakaian penahanan fungsional
Pemakaian penahan fungsional atau bracing fungsional yaitu dengan
cara menggunakan gips atau salah satu dari bahan yang ringan adalah salah
satu cara mencegah kekakuan sendi sambil masih memungkinkan pembebatan
dan penahanan fraktur.
4. Fiksasi Interna

24

intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur


lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap
panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk
mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi
memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung
tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary

nailing

adalah

dapat

memberikan

stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita


dapat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu
2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan
dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan
trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa
pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking
nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
5. Fiksasi Eksternal
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat
pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast
brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi
fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
III.7. KOMPLIKASI
a. Sindroma kompartemen

25

Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi


karena beberapa hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi
peningkatan tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia
jaringan. Peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke
dalam kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan
luas/volume kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa
darah atau edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya
tekanan intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan
perfusi kapiler (pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah
yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi
tidak adekuat (kolaps).
Hal ini akan memicu terjadinya iskemia jaringan, yang
menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen tersebut
akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak diatasi, maka iskemia yang
terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan nekrosis, yang pada
akhirnya dapat mengancam nyawa.
Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma
kompartemen, yang disingkat menjadi 5P:
1. Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom
2. Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik
3. Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa
waktu
4. Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah
5. Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri
Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi,
suatu tindakan operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap
di dalam kompartemen.
b. Cedera vascular
26

Cedera vaskular, terutama cedera arteri merupakan konsekuensi


berbahaya dari fraktur yang dapat mengancam jaringan dan nyawa.
Pembuluh darah dapat mengalami cedera di mana saja, namun ada tempattempat tertentu yang sangat rentan terhadap cedera vaskular. Di
ekstremitas atas, bagian aksila, lengan atas anterior dan medial serta fossa
antecubital adalah daerah yang berisiko tinggi, sedangkan di ekstremitas
bawah, daerah inguinal, paha medial dan fossa popliteal adalah daerah
yang berisiko tinggi jika mengalami cedera vaskular.
Pada daerah-daerah tersebut, hanya terdapat satu arteri tunggal
yang berjalan sepanjang daerah tertentu sebelum bercabang (furcatio) di
daerah yang lebih distal. Arteri tunggal ini nantinya akan bercabang
menjadi dua di ekstremitas atas (a. brachialis bercabang menjadi a.radialis
dan a.ulnaris setelah fossa cubiti) dan tiga di ekstremitas bawah
(a.femoralis akan bercabang menjadi a.tibial anterior, a.tibial posterior,
dan a.fibular/peroneal setelah fossa popliteal). Dengan demikian, apabila
terjadi cedera vaskular pada arteri tunggal ini menyebabkan iskemia yang
luas pada jaringan yang lebih distal.
Hal ini akan berbeda jika cedera vaskular terjadi di daerah yang
lebih distal setelah percabangan, di mana risiko iskemia jaringan tidak
seluas yang ditimbulkan oleh cedera arteri tunggal. Braten et al
mengemukakan bahwa penanganan cedera vaskular paling baik dalam
jangka waktu 6 jam setelah terjadinya fraktur.
Penanganan tersebut meliputi imobilisasi ekstremitas, penekanan
(namun tidak menggunakan torniket), serta tindakan operatif. Setelah itu
disarankan untuk dilakukan fasciotomi demi mencegah terjadinya
sindroma kompartemen.
c. Major blood loss
Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering
terjadi pada fraktur pelvis dan fraktur femur. Hal ini disebabkan
27

vaskularisasi yang ekstensif pada kedua daerah tersebut. Apabila terjadi


perdarahan secara signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara
sistemik, seperti shock, hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40 persen pasien
dengan fraktur pelvis mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat
berujung pada kematian.
Pada fraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan
terjadinya perdarahan setelah fraktur:
1. Perdarahan intraosseus (periosteal, kapsular, intramuscular)
2. Perdarahan intrapelvis (a.gluteus superior, obturator, pudendal, dan
iliaka)
3. Perdarahan intraabdominal (visceral dan intraabdominal mayor)
4. Perdarahan melalui luka terbuka
Pada fraktur yang disertai dengan rotasi eksternal pelvis, di mana
terjadi robekan ligamen pelvis, dapat terjadi pengumpulan darah dalam
jumlah besar di ruang retroperitoneal dan dapat berekstravasasi ke sekitar
pelvis.
Hampir sama dengan fraktur pelvis, fraktur femur juga dapat
menyebabkan kehilangan darah yang sangat masif karena strukturnya
yang sangat vaskular. Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40
persen penderita fraktur femur mengalami kehilangan darah rata-rata
sebanyak 1.276 cc. Hal ini dapat diminimalisasi dengan cara
mengimobilisasi tulang yang mengalami fraktur, memperbaiki deformitas,
menyambung (ligasi) pembuluh darah serta resusitasi.
d. Infeksi
Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:
1. Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar
2. Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran
darah
3. Infeksi pasca operasi

28

Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial)


dan infeksi dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik.
Jika infeksi terjadi di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan
nekrotik dan mengelola luka merupakan penanganan yang baik.
Pemberian antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik
memiliki

spektrum

yang

tepat.

Sebaiknya

dilakukan

analisis

mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.

e. Non-union
Non-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan
(penyembuhan) tulang yang mengalami fraktur setelah beberapa waktu,
di mana normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu. Sebagai
contoh untuk tulang panjang dikatakan non-union jika setelah 6 bulan
tidak ada penyatuan, atau 3 bulan untuk bagian leher tulang femur.
Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia,
nutrisi yang kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi radiasi,
infeksi, suplai darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang kurang
benar. Non-union bisa dibagi menjadi beberapa tipe:
1. Hypertropic non-union, di mana terbentuk kalus tulang namun tidak
terbentuk penulangan antara tulang yang fraktur.
2. Oligotropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang untuk
penyatuan namun keadaan lain seperti vaskular membaik.
3. Atropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang dan keadaan
lain seperti vaskular tidak membaik.

29

4. Gap non-union, di mana penyatuan tidak terjadi akibat terpotongnya


pusat penulangan (diafisis) pada saat fraktur.

30

f. Malunion
Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak
anatomis (abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang kurang
adekuat. Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional dan estetik,
dan paling sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang phalangs.
Beberapa contoh malunion adalah malrotasi (terjadi pada fraktur spiral
atau oblik), angulasi, dan pemendekan (shortening).
Bila fragmen menyambung pada posisi yang tak memuaskan
(angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tak dapat diterima) fraktur itu
dikatakan malunion. Penyebabnya adalah tidak tereduksinya fraktur secara
cukup, kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan,
atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotic atau
kominutif.

31

A. Gambaran Klinis Malunion

Deformitas biasanya jelas, tetapi kadang-kadang tingkat malunion


yang sebenarnya hanya tampak pada sinar-X. deformitas rotasional pada
femur, tibia, humerus atau lengan bawah dapat terlewatkan kecuali kalau
tungkai itu dibandingkan dengan anggota di sebelahnya.
Sinar-X diperlukan untuk mengecek posisi fraktur ketika sedang
terjadi penyatuan. Ini terutama diperlukan selama 3 minggu pertama
ketika keadaan dapat berubah tanpa tanda-tanda sebelumnya.
B. Terapi Malunion
Malunion insipien mungkin memerlukan terapi bahkan sebelum
fraktur benar-benar menyatu; keputusan untuk melakukan remanipulasi
atau koreksi itu mungkin sangat sukar. Ada beberapa petunjuk:
1. Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan
posisi anatomis. Tetapi, aposisi kurang begitu penting dibandingkan
alignment dan rotasi. Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang
panjang, atau deformitas rotasional yang nyata mungkin membutuhkan

32

koreksi dengan manu=ipulasi ulang, atau membutuhkan osteotomi dan


fiksasi internal.
2. Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan
berubah bentuknya sejalan dengan waktu; sedang deformitas
rotasional tidak.
3. Pada tungkai bawah, pemendekan lebih dari 2,5 cm jarang dapat
diterima oleh pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat
diindikasikan.
4. Harapan pasien (sering didorong oleh penampilan kosmetik) dapat
amat berbeda dari harapan ahli bedah; ini tidak boleh diabaikan
5. Pembahasan bersama dengan pasien, dan pemandangan dengan
panduan sinar-X, akan membantu dalam pemantauan kebutuhan terapi
dan dapat mencegah kesalahpahaman di kemudian hari
6. Efek-efek jangka panjang dari deformitas sudut yang kecil terhadap
fungsi sendi dangat sedikit yang diketahui. Tetapi, tampaknya
malposisi lebih dari 15 derajat pada setiap bisang dapat menyebabkan
pembebanan asimetris pada sendi di atasnya atau dibawahnya dan
menyebabkan munculnya osteoarthritis sekunder di kemudian hari; ini
terutama berlaku pada sendi-sendi yang menahan beban besar.
g. Delayed union
Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan
fraktur. Tidak ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan
fraktur dikatakan delayed union. Beberapa penyebab delayed union antara
lain infeksi dan suplai darah yang inadekuat.
III.8

Osteotomi
Osteotomy bertujuan untuk membelah tulang dan mereposisikan
fragmen, untuk mengoreksi deformitas yang ada, atau untuk mengubah
mekanisme penahanan beban pada sendi. Osteotomy juga dapat meredakan
kongesti vena introseosa. Berikut indikasi osteotomy :
33

1. Deformitas varus atau valgus


2. Hiperekstensi atau fleksi tetap yang dapat diakibatkan cacat pertumbuhan.
3. cedera epifisis
4. fraktur yang mengalami malunion.
5. Kerusakan articular akibat atritis
6. Perentangan ligamentum

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Tn A 30 tahun berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didapatkan diagnosa Malunion Femur Sinistra post Osteotomy + skeletal
traksi. Dari anamnesa didapatkan keluhan pincang saat berjalan dan nyeri pada lutut
dan paha kirinya sejak 1 tahun yang lalu post KLL (tidak didapat jejas dan tidak
diobati). Nyeri dirasa hilang timbul namun memberat 7 bulan post KLL. Pasien juga
merasa kaki kirinya lebih pendek dari pada kaki kanannya Terdapat riwayat pernah
dibawa ke sangkal putung (3x) namun tidak membaik. Pasien juga sempat
melakukan pemeriksaan radiologis dan hasilnya terdapat patah tulang pada paha
kirinya namun tidak juga diobati, akhirnya 1 minggu yang lalu pasien dibawa
keluarganya ke Poli Ortopedi RSUD Bangil.
Pada pemeriksaan fisik regio femoralis sinistra pada look didapatkan skeletal
traksi (10kg), edem, shortening deformity, namun tidak terdapat jejas. Pada Feel

34

ditemukan Tenderness, AVN distal baik, CRT < 2', Sensibilitas baik. ROM tidak
dapat dievaluasi, (TLL D/S : 96cm/91cm, ALL D/S : 91cm/86cm).
Pada pemeriksaan penunjang foto rontgen Femur Sinistra didapatkan
gambaran malunion femur sinistra tumpang tindih. Pada foto genu sinistra tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan darah lengkap dan GDA tidak tampak
adanya kelainan.
Pada kasus ini karena pasien datang dalam kondisi malunion akibat tidak
ditanganinya suatu close fracture maka penanganannya cukup sulit dan butuh waktu
lama, yaitu terlebih dulu dilakukan osteotomy untuk memotong tulang dan
mereposisikan fragmen dan untuk

mengoreksi deformitas. Kemudian dilakukan

skeletal traksi untuk memanjangkan otot yang sudah memendek akibat pemendekan
tulang, kemudian dilakukan operasi yang kedua yaitu reduksi dan pemasangan fiksasi
internal untuk memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) pada
tulang femur. Kemudian pasien kembali dilakukan skeletal traksi untuk memperbaiki
panjang otot setelah dilakukan rekonstruksi femur sinistra.
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Penanganan
pertama pada fraktur adalah melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway),
proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau
tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa
lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses
pembuatan foto. Komplikasi dari fraktur meliputi sindroma kompartemen, cedera
35

vaskuler, major blood loss, nonunion, malunion, delayed union. Untuk itu perlu
penatalaksanaan yang tepat agar tidak terjadi komplikasi yang tersebut diatas

DAFTAR PUSTAKA

Apley, Graham A., Solomon, Louis. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
7th ed. Jakarta : Widya Medika: 1995
Sjamsuhidajat R., Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. ed revisi. EGC. Jakarta:
1998. pp. 1138-96
Swiontkowski MF, Stovitz SD. Manual of orthopaedics. 6th ed. US: Lippincott
Williams and Wilkins; 2001.
Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fractures. 3rd ed. US: Lippincott Williams and
Wilkins; 2006.

36

Braten M, Helland P, Mhyhre H, Malste A, Terjesen T. 11 femoral fractures with


vascular injury - good outcome with early vascular repair and internal
fixation. Acfa Orthop Scand 1996 [cited 2009 Dec 8]; 67 (2): 1614.
Lieurance R, Benjamin JB, Rappaport WD. Blood loss and transfusion in patient
with isolated femur fracture. J Orthop Trauma 1992 [cited 2009 Dec
8];6(2):175-9.
Wheeless CR. Vascular Injuries from Pelvic Fracture [Online]. 2009 July 5 [cited
2009

Dec

8];

Available

from:

URL:http://www.wheelessonline.com/ortho/vascular_injuries_from_pelvic_frac
tures

37

Anda mungkin juga menyukai