Anda di halaman 1dari 52

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS

No. Berkas : 01

Berkas Pembinaan Keluarga

No. RM

: 000

Puskesmas Sukodono Sidoarjo.

Nama KK

: Ny.F

Tanggal kunjungan pertama kali 04 April 2015,


Nama pembina keluarga pertama kali : Ibu Nana
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode
pembinaan )
Tanggal

Tingkat
Pemahaman

Paraf Pembimbing

Paraf

Keterangan

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama Kepala Keluarga

: Ny.F

Alamat lengkap

: Jumput Rejo RT 01/RW 01 Kec.Sukodono


Kab.Sidoarjo

Bentuk Keluarga

: nuclear family

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah


No
1
2

Nama

U
F

Kedudukan
dalam
keluarga
KK
Istri

L/P

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

L
P

47th
45 th

SMA
SMP

Serabutan
Kerja

Pasien
Klinik
(Y/T)
T
Y

pabrik
3

MF

Anak

11 th

SMA

SD kls 5

Ket
-

Kusta
tipe MB

Sumber : Data Primer,April 2015

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Penyakit kusta adalah alah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang di maksud bukan hanya dari segi medis seperti cacat fisik
tetapi juga meluas sampai masalah sosial dan ekonomi.(ditjen PPM dan P,2002)
Di perkirakan jumlah kasus kusta di dunia pada tahun 2009 terakhir adalah sekitar
296499 jiwa. Dan jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional asia tenggara diikuti
afrika,amerika. Indonesia ditemukan kasus kusta pada tahun 2009 sebanyak 19695 jiwa.
(depkes RI,2010)
Di jawa timur sendiri terdapat sekitar 315 penderita kusta baik yang sedang dalam
pengobatan maupun kasus baru. Bertambahnya kasus pada penderita kusta ini memang
tidak bisa dihindari menyangkut proses penularan yang juga tidak terduga maaupun tingkat
pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan terhindar dari penyakit.
Meskipun jumlah penderita kusta yang sedang menjalani pengobatan juga meningkat
secara signifikan, namun masih perlu diadakan penyuluhan secara intensif agar penderita
kusta terus menjalani pengobatan secara teratur dan tuntas. Selain itu juga perlu diberikan
pengertian kepada penderita bahwa kusta bukanlah penyakit yang di turunkan melainkan
kusta adalah penyakit yang menular melalui kontak dengan penderitanya namun bisa
diobati dan dapat menghindari kecacatan fisik akibat penyakit tersebut. Sehingga pasien
yang menderita penyakit tersebut tidak mengalamai kemunduran secara sosial maupun
ekonomi. Namun mereka tetap bisa beraktifitas dan menjalani pengobatan teratur di sarana
kesehatan setempat.

I.2. Perumusan masalah


1. Darimana sumber penularan penyakit tersebut?
2. Bagaimana kondisi tempat tinggal pasien?
3. Pengetahuan pasien tentang penyakitnya
I.3 Tujuan
I.3.1 tujuan umum
Tercapainya kesembuhan pada pasien dengan minum obat teratur serta tidak
terjadi komplikasi terhadap penyakitnya.
I.3.1 Tujuan khusus
1. Diketahui darimana pasien tertular
2. Diketahui kondisi lingkungan tempat tinggal pasien
3.Diketahui peran serta keluarga pasien terhadap pasien menghadapi
penyakitnya.

BAB II
STATUS PASIEN
II.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
Alamat
Suku
Tanggal pemeriksaan

: Ny.F
: 45 tahun
: Perempuan
: Kerja Pabrik
: SMP
: Islam
: Jumput Rejo RT.01/RT.01, kec.Sukodono kab. Sidoarjo
: Jawa
: 04 April 2015

II.2.ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Bercak kulit berwarna keputihan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh terdapat bercak di kulit berwarna putih di bagian kaki sebelah
kanan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya bercak berwarna merah, lama-kelamaan
menjadi putih, selain itu didapatkan adanya mati rasa pada bercak tersebut dan
tidak terasa gatal saat berkeringat.
Kulit di bercak tersebut masih dapat keluar keringat saat beraktifitas
dan tidak kering. Pasien juga mengeluh jari-jari kaki sebelah kanan kesemutan
tetapi masih dapat digerakan seperti biasa. Pasien masih bisa menutup mata dan
penglihatannya masih jelas. Pasien juga mengaku tidak ada rambut dan alisnya
yang rontok.
Kemudian pasien memeriksakan diri di pengobatan balai desa dan di
anjurkan ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
-

Riwayat kontak dengan penderita Kusta : (+) kontak dengan teman pasien saat

bekerja di pabrik
Riwayat Sakit Sebelumnya
Riwayat Imunisasi
Riwayat Sakit Gula
Riwayat Asma
Riwayat Darah tinggi
Riwayat Alergi Obat
Riwayat Sakit Jantung

: Tidak ada
: tidak ingat
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat keluarga dengan sakit yang serupa


Riwayat keluarga pasien menderita sakit kulit
Riwayat darah tinggi
Riwayat Sakit Gula

: (-)
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat berbincang-bincang dengan tetangga : Saat malam

Riwayat olah raga


: Jarang
Riwayat pengisisan waktu luang dengan berbincang-bincang dengan keluarga
sering, dengan mengikuti acara yang ada di desa.

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah seorang kepala keluarga, dan suami dari Ny. N serta
memiliki seorang anak laki-laki yaitu MF yang berumur 11 tahun. mereka bertiga
tinggal dalam satu rumah. Penderita bekerja sebagai karyawan pabrik sejak 5 tahun
yang lalu. Sedangkan Suami penderita bekerja sebagai serabutan. Anaknya yang
berusia 11 tahun tersebut di titipkan dirumah saudara yang tinggal tepat di depan
rumahnya jika mereka pergi bekerja.keluarga tersebut memiliki penghasilan sekitar
Rp. 1.500.000,- per bulan.
7. Riwayat Gizi.
Penderita makan sehari-hari 3 kali sehari dengan nasi sepiring lengkap
dengan sayur, lauk pauk seperti telur, tahu, tempe, dan krupuk. Kesan Status gizi
penderita cukup baik.
II.3 ANAMNESIS SISTEM
1.

Kulit

: warna kulit sawo matang, kulit gatal (-),

2.

Kepala

: sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok, luka pada
kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)

3.

Mata

: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),


ketajaman baik.

4.

Hidung

: tersumbat (-), mimisan (-)

5.

Telinga

: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)

6.

Mulut

: sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit

7.

Tenggorokan

: sakit menelan (-), serak (-)

8.

Pernafasan

: sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah (-)

9.

Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-),

10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-), nyeri
perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 4-5kali/hari.
12. Neuropsikiatri : Neurologik
Psikiatrik

: kejang (-), lumpuh (-)


: emosi stabil, mudah marah (-)

13. Muskuloskeletal : kaku sendi (- ) dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas

: Atas
Bawah

: bengkak (-), sakit (-)


: bengkak (-), sakit (-)

II.4 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum
Tampak tidak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E 4V5M6), status gizi kesan
cukup baik.

Tanda Vital dan Status Gizi


Tanda Vital
Nadi

: 82 x/menit, reguler, simetris

Pernafasan : 18 x/menit

Suhu

: 36,8 oC

Tensi

: 120/80 mmHg

Status gizi ( Kurva NCHS ) :


BB

: 64 kg

TB

: 160 cm

TB/U x 100% : 3,5 %


BB/U x 100% : 1,4 %
BB/TB x 100% : 4,0%
Status Gizi : cukup baik

Kulit
Warna

: Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-),

Kepala dan leher:


-Rambut : Hitam,alopesia (-),madarosis (-)
-Mata

:Bulat isokor (3mm/3mm)

-Hidung : Hidung pelana (-)


-Mulut

: ulkus (-)

- Telinga : Penebalan cuping telinga (+)


-Leher

: pembesaran KGB (-)

Thorax:
Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas

: ICS II PSS

batas kanan atas

: ICS II PSD

batas kiri bawah

: ICS V MCS

batas kanan bawah : ICS IV PSD


batas jantung kesan tidak melebar
A: S1 S2 tunggal regular, bising (-)
Pulmo :
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : frermitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan RBK (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P :timpani seluruh lapang perut
A :peristaltik (+) normal

Sistem Collumna Vertebralis


I :deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P :nyeri tekan (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-/-)
Akral dingin

oedem

14. Sistem genetalia: dalam batas normal


15. Perneriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal

Fungsi motorik :

5 5
5 5

16. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan. : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis,
Afek

: appropriate

Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk

Insight

: realistik

Isi

: waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

arus

: koheren

: baik

Pemeriksaan Fisik Dermatologi :

1.Sensoris

Tes Raba :Hipoestesi pada daerah hipopigmentasi

Tes Nyeri :Anestesi pada daerah makula hipopigmentasi

Tes Suhu : Termoanestesi pada daerah makula hipopigmentasi

2.Motoris

Nervus ulnaris : kuat

Nervus radialis : kuat

Nervus medianus : kuat

Nervus peroneus comunis : kuat


3.Penebalan saraf :

Penebalan nervus auricularis magnus dextra : (+)

Penebalan nervus ulnaris: (-)

Penebalan nervus peroneus lateralis dextra : (+)

Penebalan nervus tibialis posterior : (-)

II.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan lab cuping / jaringan kulit : Tidak dilakukan
II.6 RESUME
Pasien perempuan berusia 45 thn, Pasien mengeluh terdapat bercak di kulit
berwarna putih di daerah kaki sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya bercak
berwarna merah, lama-kelamaan menjadi putih, selain itu didapatkan adanya mati rasa
pada bercak tersebut dan tidak terasa gatal saat berkeringat.
Kulit di bercak tersebut masih dapat keluar keringat saat beraktifitas dan tidak
kering. Pasien juga mengeluh jari-jari kaki sebelah kanan kesemutan tetapi masih dapat
digerakan seperti biasa. Pasien masih bisa menutup mata dan penglihatannya masih jelas.
Pasien juga mengaku tidak ada rambut dan alisnya yang rontok.
Kemudian pasien memeriksakan diri di pengobatan balai desa dan di anjurkan ke
Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran
compos mentis,dan status gizi baik, Tanda Vital: TD 120/80 mmHg, Nadi : 82, RR 18,
Temp: 36,8C.
Status lokalis:

Ektremitas Inferior dextra et sinistra (sekitar malleolus medialis) :


- UKK : Makula hipopigmentasi, lesi >5, bentuk oval,hipoestesi
(+),termoanestesi (+), Anestesi (+)
II.7 PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Kusta kasus lama (dalam pengobatan)
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Kondisi lingkungan dan rumah yang kurang sehat.
2. Penyakit mengganggu kenyamanan dalam beraktifitas sehari - hari
II.8 PENATALAKSANAAN
Non Medika Mentosa
1. Perawatan tangan dan kaki kesemutan
-

Penderita memeriksa tangan dan kaki setiap hari.

Tangan dilindungi dari rasa panas, benda tajam dan luka.

Jari-jari tangan dan kaki sering digerakkan agar sendi-sendi tidak kaku.

2. Olah raga
Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan melakukan olah
raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar, dan latihan pernafasan
untuk menjaga daya tahan tubuh
3. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk
kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan
perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang atau bermain dan lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Medikamentosa
Obat anti MH yang diberikan untuk tipe MB (Multi Basiler) pada penderita ini terdiri
dari :
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)
1. 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600mg).

10

2. 3 tablet Lamprene @100mg (300mg)


3. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg.
Pengobatan harian : hari ke 2 28
1. 1 tablet Lamprene 50 mg
2. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg.
1 blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 18 bulan.
Penderita menjalani pengobatan selama 12 bulan.

BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
III.1 FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari suami sebagai penderita (Tn,U), istri (Ny. F), Anak
Sdr.MF 11 thn.Penderita tinggal serumah dengan Suami dan anaknya. seharihari bekerja sebagai karyawan Pabrik sedangkan Suami penderita bekerja di
Serabutan.

11

2. Fungsi Psikologis.
Ny.F tinggal serumah dengan Suami dan anaknya .Hubungan keluarga
mereka terjalin dengan akrab terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang
dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup
dekat antara satu dengan yang lain. Penderita sehari-hari lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk berkerja, namun penderita selalu meluangkan waktu
pada malam hari untuk selalu mengajak ngobrol anggota keluarganya, bermain
dengan anaknya dan memperhatikan kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Penderita selalu merasa khawatir jika penyakti yang dideritanya tersebut
akan menular kepada suami dan anak-anaknya. Oleh karena itu ia sangat
berkeninginan untuk berobat dan sembuh dari penyakitnya.
3. Fungsi Sosial
Dalam masyarakat penderita dan keluarga hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat.
keluarga penderita cukup aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat. Dalam
kesehariannya penderita bergaul akrab dengan masyarakat di sekitarnya seperti
halnya anggota masyarakat yang lain.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari penderita dan istri yang
sama-sama bekerja sebagai karyawan pabrik. Dengan total penghasilan Rp.
1.500.000,- perbulannya.
Penghasilan tersebut juga digunakan untuk membiayai kehidupan keluarganya.
seperti makan, minum, atau iuran membayar listrik hanya mengandalkan uang yang
ada. Ditambah dengan angsuran 1 unit sepeda motor yang digunakan untuk bekerja.
Makanan sehari-hari terdiri dari lauk pauk, telor, daging ayam, frekuensi makan 2-3
kali. Secara keseluruhan, pemenuhan kebutuhan hidup keluarga cukup terpenuhi.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita merupakan istri yang terbuka sehingga selalu menceritakan
masalah yang ada kepada seluruh anggota keluarganya terutama kepada istrinya
untuk mencari penyelesaian masalah bersama serta memperoleh dukungan dari
istrinya untuk menjalani pengobatan secara teratur.

12

III.2APGAR SCORE
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah keluarga, penderita selalu membicarakannya terlebih dahulu
kepada suaminya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan segala hal yang menjadi
keluhannya. Penderita merasa bahwa penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya seharihari terutama saat bersosialisasi. Adanya dukungan yang besar dari istri dan petugas kesehatan
yang sering memberikan penyuluhan kepadanya baik secara langsung maupun melalui
handphone serta memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena
penderita dan keluarga yakin penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan
pengobatan sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi putus obat agar tidak
terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal tersebut menunjukkan bahwa penderita memiliki
keinginan kuat untuk sembuh dari penyakitnya.
PARTNERSHIP
Penderita memberikan pengertian yang cukup baik kepada istrinya atas penyakitnya
tersebut dan meyakinkan istrinya bahwa ia akan berobat secara teratur dan berkeinginan kuat
untuk sembuh. Meskipun demikian penderita tetap merasa khawatir jika anak dan suami akan
tertular penyakit yang dideritanya tersebut. Sedangkan suami penderita sangat memahami
keadaan istri. Dan selalu mendukung serta memberikan motivasi kepada suaminya untuk
selalu sabar dalam menjalani pengobatan dan yakin bahwa penyakit yang dideritanya bisa
disembuhkan.
GROWTH
Ny.F menyadari bahwa dirinya harus bersabar dalam menjalani pengobatan yang teratur
meskipun terkadang penderita merasa kurang percaya diri saat menjalani aktifitas sehari-hari.
Namun sedikit demi sedikit hal tersebut segera di hilangkan. Karena penderita tidak ingin jika
penyakitnya tersebut dapat menghalangi aktifitasnya sehari-hari terutama dalam bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya.
AFFECTION

13

Ny.F merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan keluarganya cukup
meskipun ia sedang menderita sakit. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah. Ia
menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya. Namun ia merasa sangat khawatir dan takut
jika penyakitnya tersebut akan menular pada anak dan istrinya. Sehingga ia memiliki semangat
yang cukup besar untuk bisa segera sembuh dari penyakitnya tersebut.
RESOLVE
Ny.F merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
keluarganya, walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena istri beliau harus bekerja dan
hanya bisa bertemu saat malam hari. Namun penderita sangat memaksimalkan waktu yang ia
miliki bersama suami dan anaknya.
APGAR Tn.U Terhadap Keluarga

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
saya
A Saya puas dengan cara keluarga
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama

Sering/
selalu

Kadangkadang

Jarang/tidak

Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik


Ny.F yang bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik dan bekerja pada pagi
hingga sore hari sampai hari sabtu hanya memiliki waktu saat malam hari untuk
bisa berkumpul bersama keluarganya.
APGAR Ny. F Terhadap Keluarga

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru

Sering/
selalu

Kadangkadang

Jarang/tidak

14

A Saya puas dengan cara keluarga

saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama

Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik


Ny.F pada saat pagi hingga sore juga bekerja di pabrik sehingga sebagai ibu
dan istri dia hanya memiliki waktu untuk keluarganya pada saat malam hari.
Anaknya yang masih berumur 11 tahun dititipkan dirumah saudaranya hingga Ny.F
pulang dari bekerja.
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny.F adalah 18, sehingga ratarata APGAR dari keluarga Ny.F adalah 9. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologis
yang dimiliki keluarga Ny.F dan keluarganya dalam keadaan baik. Hubungan antar
individu dalam keluarga tersebut terjalin baik.
A. SCREEM
SUMBER

PATHOLOGY
Interaksi sosial yang baik antar anggota
Sosial
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup baik.
Cultural
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan.
Religius
Pemahaman agama cukup baik. Hal ini
Agama
menawarkan nampak dengan adanya ruangan sholat di
pengalaman spiritual yang baik dalam rumah. Meskipun cukup sederhana,
untuk ketenangan individu yang namun hal tersebut menunjukkan bahwa
tidak didapatkan dari yang lain
keluarga Tn.M cukup taat dalam
menjalankan agama.
Ekonomi
Ekonomi keluarga ini tergolong menengah,
untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, meskipun demikian mereka tetap
hidup dengan sederhana untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang lainnya.
Edukasi
Pendidikan anggota keluarga cukup
memadai. Penderita lulus pendidikan S1

KET
_
_

15

sedangkan
istrinya
lulusan
sekolah
menengah atas.
Medical
Penderita cukup mampu untuk berobat ke
Pelayanan kesehatan puskesmas dokter spesialis bahkan untuk membeli obatmemberikan perhatian khusus obatan merk paten. Namun penderita
terhadap kasus penderita
memilih untuk berobat dan kontrol ke
puskesmas dan mengikuti aturan pengobatan
berdasarkan program pemerintah.

III.3 KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Alamat: Jumput Rejo RT.01/RT.01, kec.Sukodono kab. Sidoarjo
Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Diagram 1. Genogram Keluarga Ny.F Dibuat tanggal 04 April 2015

16

- Ny.F
- 45 tahun
-
- karyawan
pabrik
- etnis Jawa

- Tn. U
- 49th
-

- Serabutan
- etnis Jawa
Sdr. MF
11thn

Sumber : Data Primer, 04 april 2015


Keterangan :
Tn.U
: Suami
Ny. F
: Penderita
Sdr. MF
: Anak Penderita
III.4 Informasi Pola Interaksi Keluarga

Tn. U 47th

Ny. F 45th

Sdr. F 11 thn

Keterangan :

: hubungan baik
: hubungan tidak baik

Hubungan antara Ny.F sebagai penderita dengan suami dan anaknya berjalan baik
dan dekat. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar
anggota keluarga.

17

III.5 Pertanyaan Sirkuler


1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh suami?
Jawab :
Suami penderita yg menjaganya dan menyiapkan segala kebututan perawatan yang
dibutuhkan oleh penderita.
2. Ketika istri bertindak seperti itu, apa yang dilakukan oleh anak?
Jawab :
Berhubung anak penderita masih berumur 21 tahun, sehingga anak penderita tidak
bisa berbuat apa-apa pada saat ibunya sedang sakit.
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Dibutuhkan ijin suami, karena ia sebagai kepala keluarga. Namun sebelumya
melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau mungkin juga melibatkan
keluarga besarnya.
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah suami. Walaupun waktu
yang tersedia untuk bertemu suami tidak banyak namun penderita selalu
menyampaikan keinginannya ataupun keluhannya kepada suami.
5. Selanjutnya siapa?
Jawab :
Selanjutnya adalah saudara. Karena selama istri penderita bekerja saudaranyalah
yang paling dekat dengan penderita termasuk menjaga anak penderita pada saat
penderita dan suami pergi bekerja.
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab :
Tidak ada.
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :
Tidak ada.
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan keputusan pasien?
Jawab :

18

Tidak ada

BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

19

IV.1 Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku Keluarga
Ny.F adalah seorang istri dari pasangan yaitu suami Tn.U. Dan seorang ibu dari
anaknya yaitu sdr MF. Penderita sehari-hari bekerja sebagai karyawan di pabrik. Dan
suami bekerja Serabutan. Suaminya mengetahui bahwa istrinya sedang menderita
penyakit kusta dan berada dalam fase pengobatan. Namun suami dapat menerima
dengan lapang dada dan selalu memberikan dukungan yang cukup besar kepada
suaminya.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah
keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-hari. Keluarga
ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi
tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang dan
menjadi beban anggota keluarga lainnya. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya
disebabkan oleh kuman penyakit, bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/
takhayul. Mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah
penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan,
atau dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Perabotan rumah dan kebersihan terjaga dengan rapi misalnya dengan
menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore kebersihan
kamar mandi cukup terjaga, penderita menggunakan air sumur untuk kebutuhan seharihari, misal untuk mandi, mencuci dan sebagai air minum.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah.
Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari penderita yang bekerja
sebagai karyawan pabrik dan suami yang kerja serabutan Dari total semua
penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk
kebutuhan sekunder, salah satunya yaitu kebutuhan untuk mencicil kendaraaan
bermotor.
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai. Pembuangan limbah
keluarga belum memenuhi standart untuk sanitasi lingkungan karena limbah keluarga
tidak dialirkan melalui got pembuangan limbah keluarga melainkan dialirkan ke
belakang rumah dan dibiarkan meresap begitu saja. Sampah keluarga dibuang ditempat

20

pembuangan sampah yang ada dibelakang rumah dan dibakar. Namun terdapat jamban
pribadi yang cukup bersih dengan septik tank. Anggota keluarga juga terbiasa mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan. Serta mencuci bahan makanan
juga dengan air yang mengalir sebelum memasak.
II.

Identifikasi Lingkungan Rumah


Gambaran Lingkungan Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran
12x6 m2 dan tidak berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke
selatan. memiliki pekarangan rumah dan tidak memiliki pagar pembatas. Terdiri
dari ruang tamu, ruang keluarga dan ruang untuk menonton TV, dua kamar tidur,
dapur, Musholah dan kamar mandi dengan fasilitas jamban keluarga. Terdiri dari 2
pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah, dikamar
tamu dan disetiap kamar tidurnya. Di depan rumah terdapat teras yang berukuran
6x1,5 m2. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari bahan semen, Ventilasi dan
penerangan rumah cukup dengan sinar matahari yang dapat masuk ke masingmasing ruangan. Atap rumah tersusun dari genteng

dan ditutup langit-langit.

Masing-masing kamar memiliki dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah


terbuat dari batubata yang telah diplester semen dan di cat putih. Perabotan rumah
tangga cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini
menggunakan air sumur di belakang rumah. Secara keseluruhan kebersihan rumah
cukup. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor gas.

Denah Rumah

Denah Rumah

21

Dapur

kamar
mandi

Kamar tidur I
ruang TV

S
Kamar tidur II

Ruang Tamu

Keterangan :

: dinding
: pintu
: jendela
: Ruang tamu

22

BAB V
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Kusta Kasus lama (dalam pengobatan)
b. Kondisi ekonomi cukup
c. Pengetahuan keluarga cukup baik tentang penyakit penderita
d. Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain
2. Faktor resiko :
a. Status gizi Cukup
b. Lingkungan dan tempat tinggal yang kurang sehat

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah


kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada
dalam kehidupan pasien)

3. pandangan
masyarakat
terhadap
penyakit kusta

1.Lingkungan kerja
dan rumah yang
kurang sehat dan
memadai

2. Prevensi untuk
anggota keluarga
lainnya

Ny.F

4.Pengaruh social
ekonomi pada
penderita kusta

23

BAB VI
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Penderita memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang
dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya.
Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau kondisi
fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan
YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang
harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial,
dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem psikologis
antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang penyakitnya,
kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami akibat penyakitnya.
Menentramkan hati penderita dengan memberikan edukasi tentang penyakitnya
bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit turunan dan dapat disembuhkan.
Faktor yang paling penting untuk kesembuhannya adalah ketekunan dalam
menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan
makan makanan yang bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup.
Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap
penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa mendukung
penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

24

3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien


Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang
KUSTA. Pasien KUSTA dan keluarganya

perlu tahu tentang

penyakit,

pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah dan


merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali
pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas
Yankes.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit KUSTA merupakan penyakit turunan
b. Penyakit KUSTA tidak dapat disembuhkan.
c. Penyakit KUSTA adalah Kutukan
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh
dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita
termasuk akibat penyakitnya (KUSTA) terhadap hubungan dengan keluarganya,
pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang
pentingnya menjaga diet TKTP yang benar dalam rangka mencapai berat badan ideal,
pentingnya olah raga yang teratur dan sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa
ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan rasa
tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol,
keteraturan minum obat, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta
yang perlu dilakukan.
5. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang tempat,
menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak boleh lembab
dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian genteng kaca sehingga

25

pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih
dengan disapu 2x/hari), meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara diet makanan
bergizi dan olah raga yang teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang
penyakit KUSTA di masyarakat dapat diluruskan.
B. PREVENSI BEBAS KUSTA UNTUK KELUARGA LAINNYA (SUAMI,ANAK,
DAN KELUARGA LAINNYA)
Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas KUSTA adalah sama
dengan prevensi bebas KUSTA untuk penderita, namun dalam hal ini diutamakan
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya dengan cara sebagai berikut :
1. Bagi keluarga jangan terlalu dekat cukup intim dengan anggota keluarga yang lain
(Istri dan Anak-anak), apalagi saat berbicara atau batuk, agar tidak tertular
langsung kuman Kusta dari penderita. Saat batuk sebaiknya di tutup kain atau
masker.
2. Diusahakan

agar

penderita

tidak

meludah

di

sembarang

tempat

yang

mengakibatkan kuman KUSTA dapat berterbangan dan terhirup oleh anggota


keluarga yang lain.
3. Istirahat yang cukup 6-8 jam sehari semalam.
4. Olah raga teratur dan makan-makanan yang bergizi.
Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk meningkatkan daya tahan
tubuh bagi anggota keluarga yang serumah dengan penderita agar tidak tertular infeksi
KUSTA dari penderita.

26

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA MORBUS HANSEN

MORBUS HANSEN (KUSTA/LEPRA)

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Morbus Hansen/Kusta/Lepra adalah salah satu penyakit menular yang
sifatnya kronik dan dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang
dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi,
budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular
karena berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin
ditularkan melalui tanah, armadillo (sejenis trenggiling yang mudah dipakai untuk
pembiakkan kuman kusta, tetapi hingga kini belum berhasil dibiakkan dalam medium
buatan), kutu busuk dan nyamuk. Sekitar 95% orang yang terpapar oleh kuman kusta tidak
menderita kusta karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi
pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an.
Kuman kusta (Morbus Hansen) biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan
tubuh lainnya. Penyebab penyakit Morbus Hansen ialah suatu kuman yang disebut
Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta Multi Basiler
(MB) atau kusta basah.
Penyakit Morbus Hansen pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang
sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat. Penyakit Morbus Hansen
sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan.
Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta
dan cacat yang ditimbulkannya.
Di Indonesia penderita Morbus Hansen terdapat hampir di seluruh daerah dengan
penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan bahwa di Indonesia bagian Timur terdapat
angka kesakitan Morbus Hansen yang lebih tinggi. Penderita Morbus Hansen 90 % tinggal
diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di Rumah Sakit
Kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta.

27

Prevalensi Morbus Hansen di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun.


Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000 penduduk. Pada
tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000 penduduk dan menjadi 1,39 per
10.000 penduduk pada tahun 1997. Penurunan prevalensi penyakit ini karena kemajuan di
bidang teknologi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di bidang penyakit kusta.
Dengan teratasinya penyakit Morbus Hansen ini seharusnya tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit Morbus Hansen masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan oleh pihak yang terkait,
karena mengingat kompleksnya masalah penyakit ini, maka diperlukan program
penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan, rehabilitasi
medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita Morbus
Hansen.
penyataan bahwa sebagian besar penderita Morbus Hansen adalah dari golongan
ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita apabila tidak ditangani secara
cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita Morbus
Hansen dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi
mereka, juga tidak dapat berperan serta dalam pembangunan bangsa dan negara. (drh.
Hiswani, 2001)

B. DEFINISI
Morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronis oleh Mycobacterium leprae
yang menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang kulit, saluran nafas bagian
atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan alat reproduksi, kecuali sistem saraf
pusat.

C. EPIDEMIOLOGI
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum diketahui
pasti, hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu kontak langsung antarkulit yang lama dan
erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M.leprae masih dapat hidup beberapa
hari dalam droplet.

28

Masa tunasnya sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata 3-5
tahun. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara
penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan
dengan kerentanan perubahan imunitas dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat dan ASI, jarang didapat di urin. Tempat implantasi tidak selalu menjadi
tempat lesi pertama. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh
karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita kusta bukan menderita
karena penyakitnya saja, tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitar. Hal ini akibat
kerusakan saraf besar yang ireversibel di wajah dan ekstremitas, motorik dan sensorik,
serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anastetik disertai paralisis
dan atrofi otot.
Menurut data WHO, jumlah kasus kusta diseluruh dunia menurun sekitar 21% dari
tahun 2003-2004. Penurunan ini konsiten selama 3 tahun berturut-turut.

D. ETIOLOGI
Morbus Hansen merupakan basil tahan lama asam (BTA), bersifat obligat intraselular,
menyerang saraf ferifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran pernapasan bagian
atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri Morbus
Hansen 12-21 hari dan masa tunasnya antara empat puluh hari hingga empat puluh
tahun.
E. PATOFIOLOGI
Setelah M.Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit Morbus Hansen
bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui
tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular medated immune) pasien. Kalau
system imuntas selular tinggi, penyakit berkembang ke arah tuberkoloid dan bila rendah,
berkembang ke arah Lepromatosa M.Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relative
lebih dingin, yaitu di daerah akral dengan vaskularsasi yang sedikit.

29

F. PENULARAN
Penyakit kusta menular dari penderita Kusta tipe basah yang tidak di obati, ke
orang lain melalui pernapasan atau kontak kulit yang erat dan lama.
Apa faktor resiko penularannya?
timbulnya penyakit Kusta pada sesorang tidaklah mudah sehingga tidak perlu
ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor antara lain sumber penularan, kuman
kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim.
Adapun faktor resiko penularanya adalah :
1.

Kontak serumah

2.

Daya tahan tubuh

3.

Lingkungan padat dan kumuh

G. GEJALA
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis dan
histopatologis. Hasil bakterioskopi memerlukan waktu paling sedikit 15-30 menit
sedangkan histopatolik 10-14 hari. Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin
(Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe yang hasilnya dapat diketahui setelah 3 minggu.
Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai..
Gejala klinis yang timbul pada seseorang bergantung pada Sistem Imunitas Seluler
(SIS). SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebalikya SIS rendah
memberikan gambaran lepromatosa.
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit kusta
yang terdiri atas :
TT: Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil.
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Borderline tuberkuloid
BB : Mid Borderline

30

BL : Borderline lepromatous
Li : Lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil.
Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe tuberkuloid
polar, yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil sehingga tidak mungkin
berubah tipe. Begitu juga dengan LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa
100%, merupakan tipe yang stabil sehingga tidak mungkin berubah tipe. Ti dan Li
merupakan tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan
lepromatosa. BB adalah tipe campuran yang terdiri dari 50% tuberkuloid dan 50%
lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya dan BL dan Li lebih banyak
lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih
tipe ke arah TT maupun kea rah LL.
Menurut WHO, kusta dibagi menjadi multibasilar dan pausibasilar. Multibasilar
berarti banyak mengandung basil, yaitu tipe LL, BL dan BB dengan indeks bakteri lebih
dari 2+. Pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, yaitu tipe TT, BT dan I dengan
indeks bakteri kurang dari 2+.
Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995
PB
Lesi kulit (makula datar, - 1-5 lesi
papul

yang

meninggi,

MB
- >5 lesi

- hipopigmentasi/eritema

- distribusi lebih simetris

- distribusi tidak
semetris

- hilangnya sensasi
kurang jelas

nodus)

Kerusakan

- hilangnya sensasi yang


jelas
saraf - Hanya satu cabang saraf

- Banyak Cabang Saraf

(menyebabkan hilangnya
senses/ kelemahan otot
yang

dipersarafi

oleh

saraf yang terkena)

31

H. DIAGNOSIS
Inspeksi. Pasien diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul dan
tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh tubuh
diperhatikan. Seperti adanya makula, nodul, jaringan parut kulit yang keriput penebalan
kulit dan kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis)
Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba).
Jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan air dingin dalam
tabung reaksi (rasa suhu).
Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada : n. auricularis magnus, n.
ulnarus, n. radiasi, n. medianus, n. peroneus dan n. tibialis posterior. Hasil pemeriksaan
yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan dan adanya nyeri tekanan.
Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu pemeriksaan ada tidaknya kekeringan pada lesi
akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji
Gunawan).pertumbuhan rambut terganggu.
Ditemukan kuman tahan asam ,bahan pemeriksaanadalah hapusan kulit cuping telinga
dan lesi kulit pada bagian yang aktif.kadang bahan di peroleh dari biopsi kulit atau saraf.
Untuk menegakan diagnosis penyakit kusta,paling sedikit harus di temukan satu tanda
cardinal,bila tidak di temukan ,maka kita hanya dapat mengatakan tersangkan kusta dan
pasien perlu di amati dan di periksa ulang setelah 3-6 bulan samapai diagnosis kusta dapat
di tegakan atau di singkirkan

I.

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa hal penting dalam menentukandiagnosis banding lepra :

Ada macula hipopigmentasi

Ada daerah anestesi

Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam

Ada pembengkakan atau pengerasan saraf tepi atau cabang-cabangnya

Tipe I( macula hipopigmentasi ) : Tinea vesicolor,vitiligo,ptiriasis rosea,dermatitis


seboroika atau dengan liken simpleks kronis

32

Tipe TT (macula eritematosa dengan pinggir meninggi) : Tinea corporis,psoriasis,lupus


eritematosus tipe discoid atau ptiriasis rosea.
Tipe BB,BT,BL (infiltrate merah tak berbatas tegas ): selulitis,erysipelas atau psoriasis
Tipe LL (bentuk nodula ) : Lupus eritematosus sistemik,dermatomikosis atau erupsi
obat.
J. PENGOBATAN
1. Penatalaksanaan
Tujuan

utama

pemberantasan

Morbus

Hansen

adalah

menyembuhkan pasien Mobus Hansen dan mencegah timbulnya


cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien
Morbur Hansen terutama tipe yang menular kepada orang lain
untuk menurunkan insdens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi
sifampisin, klofazimen, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini
bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka
putus obat dan mengeliminasi persstensi kuman Morbus Hansen
dalam jaringan.
2. Pengobatan
Rejimen

pengobatan

menurut

buku

panduan

pemberantasan penyakit Morbur Hansen adalah sebagai berikut:


a) Tipe PB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa adalah sebagai berikut :

Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas

DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah


Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan, dan

setelah

selesai

minum

tidak

lagi

dinyatakan

RFT

tetapi

menggunakan istilah Completion Treatment Cure dan Pasien tidak


lagi dalam pengawasan.
b)

Tipe MB

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :

Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas

33

Klofazimun

300

mg/bulan

diminum

di

depan

petugas

dilanjutkan dengan Klofazimun 50 mg/hari diminum di rumah


Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36
minggu. Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun
secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif.
Menurut WHO (1995) pengobatan MB dberkan untuk dua belas dosis
yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan
RFT.
K. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENULARAN KUSTA
Minimnya pengetahuan tentang kusta menyebabkan pengidap terlambat
berobat sehingga menimbulkan cacat dan berpotensi menularkan kuman. Masa
inkubasi kusta yang panjang, bisa lebih dari 10 tahun dan tanpa rasa sakit
menyebabkan pengidap kerap tidak menyadari dirinya terkena kusta, sehingga hal
tersebut berdampak pada kasus kusta yang setiap tahunnya meningkat (Widoyono,
2005).
Faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap tingginya kejadian kusta
yaitu perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya kusta seperti; tingkat
pendidikan yang masih rendah dimana masih ada yang tidak tamat SD. Faktor
lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti; ventilasi,
pencahayaan yang buruk dimana jendela jarang dibuka, kelembaban, suhu, jenis lantai,
kepadatan hunian, jenis dinding memperparah kejadian tersebut karena lingkungan
fisik tersebut menyebabkan kuman kusta bisa berkembang secara optimal dan
perkembangannya akan semakin meningkat karena ada faktor lain yang mendukung.
Selain faktor lingkungan fisik juga kepadatan hunian dimana penderita akan banyak
kontak dengan non penderita sehingga akan menyebabkan menularnya penyakit kusta
ke anggota keluarga yang lain (Widoyono, 2005).
Kondisi lain yang menyebabkan tingginya angka kusta ini adalah faktor
perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil observasi ternyata penderita kusta
bermukim di daerah terisolir dan kumuh, dimana kebiasaan dan fasilitas sanitasinya
sangat kurang sehingga perilaku hidup bersih dan sehat para penderita kusta jauh dari

34

yang diharapkan, sehingga. Hal tersebut memberikan sinyal semakin kuatnya kejadian
kusta akan terjadi (Chin, 2000).
Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh
bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan berjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena selain
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, terutama kusta akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan 2-3 orang di dalam
rumahnya. Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit,
semakin padat maka perpindahan penyakit akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab
itu kepadatan hunian dalam rumah tempat tinggal merupakan variabel yang berperan
dalam kejadian kusta (Chin, 2000).
Kepadatan hunian kamar
Tingkat kepadatan hunian kamar yang tinggi memiliki risiko kali lebih besar
untuk terjadinya kusta dibandingkan dengan kepadatan hunian kamar yang tidak tinggi
(Chin, 2000).
Suhu Dalam Rumah
Tingkat suhu dalam rumah yang tidak sesuai (31oC37oC) memiliki risiko lebih
besar untuk terjadinya kusta dibandingkan dengan suhu dalam rumah yang sesuai
(20oC30oC). Sedangkan menurut Gould & Brooker, bakteri yang bersifat BTA seperti
kusta dan M. tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang
ini terdapat suatu suhu optimum saat mereka tumbuh pesat. Kuman ini merupakan
bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40C, akan tetapi akan tumbuh
secara optimal pada suhu 31-37C (Notoadmodjo, 2007).
Dinding rumah
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin
serta melindungi dari pengaruh panas. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari

35

kayu, bambu, pasangan batu bata dan lain sebagainya, tetapi dari beberapa bahan
tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang
tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.
Dinding rumah yang kurang baik memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya
kusta dibandingkan dengan dinding rumah yang baik. Kondisi dinding rumah yang
jelek, akan mempermudah bakteri berdiam di dalam dinding tersebut karena dinding
yang terbuat dari selain tembok sulit untuk dibersihkan sehingga bakteri tentunya akan
terus

berkembang

ditambah

dengan

keadaan

yang

mendukung

terhadap

perkembangbikan kusta (Notoadmodjo, 2007).


Jenis lantai
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, kontruksi lantai
rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran dan debu.
Lantai yang tidak terbuat dari ubin tetapi plester semen yang sudah rusak dan ada yang
berasal dari tanah. Tentunya kondisi ini akan mempermudah perkembangbiakan
bakteri didalam tanah karena lantai yang kondisinya seperti itu tidak dapat dibersihkan
dengan desinfektan ataupun lisol, karena terbuat dari tanah ataupun plester yang sudah
rusak (Darmada, 2000)..

Ventilasi rumah
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga
aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang <10% dari
luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya
konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun
bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukup ventilasi akan menyebabkan
peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit
dan penyerapan.Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi mediayang baik untuk
tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman kusta.
Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
36

bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis dan kusta, karena di situ
selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan
selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003).
Pencahayaan
Ruangan dengan pencahayaan alami yang tidak ada atau kurang memberikan
risiko lebih besar untuk terjadinya kusta dibandingkan ruangan pencahayaan alami
yang baik. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan.
Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat berisiko 2,5 kali terkena tuberkulosis
dibanding penghuni yang memenuhi persyaratan di Jakarta Timur dan pada kusta pun
terjadi hal yang sesuai dengan TB tersebut. Semua cahaya pada dasarnya dapat
mematikan, namun tentu tergantung jenis dan lama cahaya tersebut. Pencahayaan
alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami),
yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah,
misalnya melalui jendela atau genteng kaca (Notoatmodjo, 2003).
Kelembaban
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan
akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia
dan virus (Notoadmodjo, 2003)
Kontak dengan penderita lain
Kontak merupakan suatu media untuk menularkan penyakit kusta. Dua pintu
keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa
hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah
organisme di dermis kulit. Bagaimana pun masih belum dapat dibuktikan bahwa
organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan
bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al
(2000) melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis.
Dalam penelitian terbaru, Job et al (2004) menemukan adanya sejumlah
Mycobacterium leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta
37

lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat
keluar melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh
Schaffer pada 1988. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa,
menurut Shepard (1988), antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley (1990)
melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri
di sekret hidung mereka. Davey dan Rees (1991) mengindikasi bahwa sekret hidung
dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari. Sehingga
hal tersebut jelas bahwa kontak merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
kejadian kusta (Widoyono, 2005).

38

BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :

Ny.F (45 tahun), menderita penyakit Kusta Kasus lama.

Status gizi Ny.F berdasarkan NCHS termasuk dalam kategori Gizi Cukup

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny.F kurang sehat.

2. Segi Psikologis :

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang terjalin


cukup akrab, harmonis, dan hangat

Pengetahuan akan Kusta yang masih kurang yang berhubungan dengan


tingkat pendidikan yang masih rendah

Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik, mendukung untuk


penyembuhan penyakit tersebut

3. Segi Sosial :

Secara pribadi, kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi dengan cukup. Selain


itu kesehatan keluarga juga agar dapat mempunyai fasilitas sanitasi, rumah
yang sesuai dengan standart kesehatan

4. Segi fisik :

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny.F sehat.

B. SARAN
1. Untuk masalah medis (Kusta) dilakukan langkah-langkah :

Preventif : penderita jangan meludah di sembarang tempat, menutup mulut


dengan kain atau masker terutama saat batuk. Harus rajin membersihkan
rumah. Rajin menjemur bantal, guling dan kasur. Menjaga Hygiene dan
sanitasi. membersihkan rumah, menguras bak mandi, membangun tempat
pembuangan sampah dan saluran air, menata barang-barang agar tidak
menjadi sarang kuman dan nyamuk.

39

Promotif

: edukasi penderita dan keluarga mengenai Kusta dan

pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang menangani.

Kuratif

: saat ini penderita memasuki pengobatan fase intensif, sehingga

diberikan obat Rifampisin 600 mg/bln yang diminum dihadapan petugas


dan DDS tablet 100 mg/hari..

Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri Ny.F sehingga tetap


memiliki semangat untuk sembuh.

2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat dilakukan
langkah-langkah :

Promotif : Edukasi penderita agar membersihkan kamar mandi dan Sumur.

3. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit Kusta, dilakukan langkah-langkah :

Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota keluarga


mengenai penyakit Kusta bahwa penyakit Kusta bukan penyakit keturunan
dan merupakan penyakit yang dapat disembuhkan.

40

DAFTAR PUSTAKA

Chin, J., Nyoman, K.I. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. 17th ed. Jakarta:
Depkes RI
Darmada, Gusti K. 2000. Multi Drug Theraphy Regimen WHO Pada Kusta Selama 1
Tahun. Vol 12. Surabaya. Airlangga University Press
Depkes RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2005.
Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta
Djuanda, Adhi. dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta. FKUI
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. II. Jakarta :Media
Aeuscualpius.
Marwali, Harahap. 2000. Kusta dalam Ilmu Penyaki Kulit Cetakan I. Jakarta. Hipokrates
Melniek, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga University Press
Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. Rineka
Rosita, Cita. dkk. 2000. HLA Pada Kusta Vol 12. Surabaya : Airlangga University Press
A. Widoyono. 2005. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasan. Jakarta: Salemba Medica

41

LAMPIRAN

Rumah Pasien tampak depan

42

Pemeriksaan N. Aurikularis magnus

Pemeriksaan N. nervus ulnaris, nervus peroneus lateralis,


nervus tibialis posterior

43

Pemeriksaan motorik

44

Lesi

45

Obat-obatan yang di minum pasien

Rumah tampak samping kanan

46

Bagian luar belakang rumah

Sisi kanan rumah terdapat kandang ayam

47

Ruang tamu beserta motor pasien

Kondisi atap ruang tamu yang lubang serta peliharaan burung

48

Ruang tengah

Kamar tidur pasien


Kamar kosong

49

Kamar tidur anak

Kamar mandi bersebelahan dengan tempat cuci pakaian

50

Dapur, terdapat kandang burung

51

Foto bersama dokter muda

52

Anda mungkin juga menyukai