Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN KEGIATAN

USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

F1. Upaya Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat

SOSIALISASI DEMAM BERDARAH DENGUE DAN

PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT

Disusun oleh :
dr. Andaru Tri Setyo Wibowo

PUSKESMAS SLEMAN
YOGYAKARTA
2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus aedes, terutama
Aedes aegypti dan aedes albopictus (infodatin, 2016). Penyakit DBD muncul sepanjang
tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini berkaitan
dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-32˚ membantu
nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama . pola penyakit di
Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Tingginya angka
kejadian DBD juga dpat dipengaruhi oleh kepadatan oenduduk dan dapat terjadi bila
kepadatan penduduk meningkat. Semakin banyak manusia maka peluang tergigit oleh
nyamuk Aedes Aegypti juga akan lebih tinggi (Pongsilurang, Sapulete, & Wulan,
2015).
Menurut data WHO (2014) penyakit demam berdarah dengue pertama kali
dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipinam selanjutnya menyebar
ke berbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD,
namun sekarang menjadi penyakit endemic pada lebih dari 100 negara, diantaranya
adalah Afrika, Amerika, Mediterania timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki
angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat terlah melewati 1,2 juta kasus pada tahun 2008 dan lebih dari 2,35 juta
kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasus
DBD di tingkat global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisai Kesehatan
Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus hamper 100 negara tahun 1954-1959 menjadi
1.016.612 kasus di hampir 60 egara tahun 2000-2009 (WHO, 2014).
Pada tahun 2013, Daerah Istiewa Yogyakarta (DIY) mengalami Kejadian
Luar Biasa (KLB) dan masuk dalam urutan ke lima, provinsi dengan Incidence Rate
DBD tertinggidi Indonesia yaitu sebesar 65,25 per 100.000 penduduk, di bawah Bali,
DKI Jakarta, Kalimantan timur dan Sulawesi Tengah (kemenkes RI, 2013). Tingkat
kematian penyakit atau case fatality rate DBD DIY pada tahun 2013 adalah 0.51%,
angka ini belum sesuai dengan Renstra DIY (0,22%), namun masih lebih rendah
apabila dbandingkan dengan CFR tingkat nasional (0,89%). Pada tahun 2014, kasus
DBD tercatat paling sedikit di kabupaten Kulonprogo (124 kasus) sedangkan kasus di
kota Yogyakarta (411 kasus), Bantul (555 kasus), Sleman (538 kasus), dan Gunung
Kidul (327 kasus) (Dinkes DIY, 2014).
Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah endemis penyakit DBD.
Pada tahun 2012 tercatat 236 kasus DBD (Incidens Rate/IR 23,46/100.000 penduduk
dengan kematian 0 (Case Fatality Rate/CFR 0 %). Jumlah kasus ini naik dibandingkan
tahun sebelumnya dimanatahun 2011 jumlah kasus 166 (IR = 16 / 100.000 pddk) dan
kematian 0 (CFR= 0 %). Adapun enam kecamatan yang mempunyai kasus tertinggi
berturut-turut adalah Gamping, Godean, Kalasan, Mlati, Ngaglik dan Sleman (Dinkes
Kab Sleman, 2014).
Salah satu pengendalian DBD yang dilakukan di Indonesia dan dapat
dilakukan oleh semua umur dan seluruh jenjang Pendidikan adalah kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemerintah Indonesia mencanangkan
pemberdayaan PSN secara berkelanjutan oleh masyarakat dengan cara 3M plus dan
mwwujudkan terlaksananya gerakan satu rumah satu jumantik, keberhasilan kegiatan
PSN dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan
dapat mencegah atau mengurangi kasus penularan DBD ( kemenkes RI, 2016).

B. Permasalahan
Sulitnya menurunkan insiden DBD di DI Yogyakarta hal ini perlu dikaji lebih jauh
mengenai praktik pencegahan apa saja yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Upaya
pengendalian virus Dengue melalui gerakan PSN ini membutuhkan ketekunan, motivasi, dan
partisipasi dari masyarakat.

I. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Demam Berdarah Dengue masih menjadi persoalan di Indonesia karena angka
morbiditasnya yang tinggi dan belum mencapai target pemerintah yaitu kurang dari 49
per 100.000 penduduk. Vector DBD yang paling utama adalah nyamuk Aedes Aegypti.
Aedes akan berkembang biak pada air yang tergenang dan tidak beralaskan tanah.
Angka kejadian DBD yang terus meningkat ditambah dengan siklus hidup Aedes yang
cepat adalah alasan pentingnya melakukan tindakan pengendalian vector. Tindakan
tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang tidak sesuai bagi perkembangan
vemtor. Hal ini dikarenakan vector berperan sebagai media transmisi penyakit DBD
yang menghantarakan virus dengue ke tubuh manusia sebagai host sehingga terjadinya
penyakit DBD.
Peningkatan jumlah kejadian DBD diduga kuat berhubungan dengan factor
perilaku masyarakat dalam melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
yang masih buruk. Maka dari itu perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang
upaya pengendalian vector DBD yang dapat dilakukan secara mandiri di rumah.
Program tersebut dikenal dengan PSN 3M Plus.

II. PELAKSANAAN
Tanggal : 03 Juli 2019

Tempat : kediaman Kepala Dukuh dusun Kemloko

Pukul : 20.00-22.30

Kegiatan : Sosialisasi bahaya DBD dan upaya pencegahan

Peserta : seluruh warga dusun Kemloko

Fasilitator : dr. Andaru, dr. Ellyza , Bu Muslikhah, Mba Pipit

III. MONITORING DAN EVALUASI


Kegiatan penyuluhan ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Peserta
menunjukkan antusias yang beragam terhadap materi penyuluhan. Seluruh warga
memperhatikan dan ada yang mencatat materi yang diberikan. Pada saat sesi tanya
jawab semua warga memberikan respon tanv positif dengan memberikan pertanyaan
seputar materi yang dirasa belum sepenuhnya dipahami.
Terdapat 3 indikator keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), yaitu
sebagai berikut :
a. Angka Bebas Jentik <95%
b. Container Index ≥ 5%
c. Nilai kegiatan 3M plus dalam kategori Baik
I. KESIMPULAN DAN SARAN
Untuk program berikutnya, bagi pemerintah dan tenaga medis agar dapat
meningkatkan upaya promosi kesehatan terutama terkait factor risiko kejadian DBD
sehingga angka kejadian DBD dapat diturunkan.
Sleman, Juli 2019
Peserta Pembimbing

dr. Andaru Tri Setyo Wibowo dr. Hepi Adipurnomo

Anda mungkin juga menyukai