Anda di halaman 1dari 11

MAKNA DAN TUJUAN HIDUP DALAM FILSAFAT ISLAM

A. PENDAHULUAN
Era globalisasi merupakan sebuah masa yang ditandai dengan perubahan
pola kehidupan hidup manusia serta perkembangan teknologinya.
berkembangpesatnya kehidupan manusia saat ini terdapat di segala bidang
kehidupan, baik di bidang ekonomi, sosial maupun teknologi. Globalisasi
memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari karna
manusia dimanjakan oleh mesin-mesin canggih dan teknologi modernnya.
Karna kemudahan-kemudahan ini sehingga membuat manusia melupakan jati
dirinya.
Kedudukan filsafat dalam Islam sepanjang sejarah, kedudukan itu mengalami
pasang surut pemuliaan dan kecaman. Adalah sebuah keniscayaan ketika kita
mendiskusikan kedudukan dan bahkan fungsi filsafat dalam pendekatan Studi Islam,
maka persoalan seputar harmonisasi filsafat dan agama (baca: Islam) akan menjadi
pusat perhatian. Dalam rentang sejarah Islam, diskursus harmonisasi antara filsafat
dan Islam tidak diragukan lagi, mengalami pergulatan dan perdebatan yang panjang
dan melelahkan. Sebagian ulama dan ilmuwan berpendapat bahwa Islam dan filsafat
berbeda secara diametral. Dengan kata lain, Islam dan filsafat mempunyai domain
yang sama sekali tidak bisa disatukan, apapun alasannya dan bagaimanapun
caranya.
Al-Kindi, yang lebih dikenal dengan “the philosopher of the Arabs” adalah murid
Aristoteles yang pertama dan terakhir dari ‘eastern caliphate’ (kekhalifahan timur)
yang berhasil membebaskan diri dari tradisi Arab yang jumud (P.K. Hitti, 2002: ibid).
Salah satu kontribusinya yang besar adalah menyelaraskan filsafat dan agama (Peter
S. Groff, 2007: 121). Mengikuti Aristoteles, Al-Kindi menganggap bahwa tujuan
filsafat ialah menemukan hakekat sejati benda-benda melalui penjelasan-penjelasan
kausal. Penjelasan-penjelasan alamiah bertujuan untuk mencari kebenaran tentang
alam sementara “filsafat pertama” (Ahmad Hanafi, 1996: 60) atau metafisika yang
berkenaan dengan bidang yang lebih tinggi. Al-Kindi mempertemukan agama (Islam)
dengan filsafat, atas dasar pertimbangan bahwa filsafat ialah ilmu tentang
kebenaran dan agama juga adalah ilmu tentang kebenaran pula, dan oleh karena itu,
maka tidak ada perbedaan antara keduanya.(Hanafi, Ibid).
Menyadari bahwa ada yang mengatakan bahwa kodrat manusia itu baik,
ada juga yang mengatakan bahwa kodrat manusia itu buruk, ada juga yang
mengatakan bahwa kodrat manusia itu tidak naik dan tidak buruk (netral) dan
lain sebagainya. Maka diperlukan adanya pengetahuan tentang siapa
sebenarnya manusia, apa hakikat tujuan hidup manusia itu dan apa kodratnya.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat Manusia


Filsafat manusia, dalam bahasa Inggris disebut philosophy of man,
merupakan bagian dari filsafat yang berupaya menelisik eksistensi
seorang manusia. Filsafat manusia berupaya melukiskan siapa sebenarnya
makhluk yang kita sebut sebagai manusia itu srcara total. Filsafat manusia
juga disebut dengan antropologi filosofis. Pada intinya filsafat manusia
adalah ilmu filsafat yang membahas tentang manusia yang mencakup
seluruh dimensinya. yaitu, membahas tentang fisik manusia, mental
manusia, nilai, makna, tujuan hidup dan segala hal yang berhubungan
dengan eksistenai hidup seorang manusia.

Filsafat manusia dalam konteks ini mempunyai kedudukan yang


kurang lebih setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya seperti etika,
epistemologi, kosmologi, filsafat sosial, dll. Akan tetapi filsafat manusia
mempunyai kedudukan yang lebih istimewa karna semua cabang-cabang
filsafat tersebut pada prinsipnya berawal dan berakhir pada persoalan
mengenai esensi manusia yang merupakan objek kajian dari filsafat
manusia.

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philos yang berarti cinta
kepada kebenaran, dan kata sophos yang berarti ilmu dan hikmah
(wisdom). Dan kombinasi dari keduanya biasa diterjemahkan sebagai love
of wisdom. Namun, yang perlu dicatat, ‘sophia’ (wisdom) dalam bahasa
Yunani mempunyai aplikasi yang lebih luas daripada ‘wisdom’ dalam
bahasa Inggris modern. Sophia disini mempunyai makna penggunaan akal
dalam semua bidang ilmu pengetahuan atau persoalan-persoalan praktis.
Dengan kata lain, kata sophia mengandung makna kemauan dan
keinginan yang sangat kuat untuk mencari tahu (Mohammad Adib, 2010)
Dari penjelasan di atas, filsafat mengandung arti ingin tahu dengan
mendalam atau cinta kepada kebijaksanaan. Selain itu, filsafat dapat pula
berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat
serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Adapun
pengertian filsafat dari segi istilah adalah berpikir secara sistematis,
radikal dan universal, untuk mengetahui tentang hakikat segala sesuatu
yang ada, seperti hakikat alam, hakikat manusia, hakikat masyarakat,
hakikat ilmu, hakikat pendidikan dan seterusnya.

Dari definisi tersebut itu pula dapat diketahui bahwa filsafat pada
intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu
yang berada di balik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang
mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah.
Sedangkan dalam Islam, istilah filsafat biasanya diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab sebagai falsafah dan hikmah (Seyyed Hossein Nasr, 2003).
Definisi falsafah sebagaimana diungkapkan oleh al-Kindi adalah
pengetahuan tentang realitas wujud dengan segala kemungkinannya,
sebab tujuan akhir dari seorang filsuf dalam pengetahuan teoritisnya
adalah untuk mendapatkan kebenaran dan dalam pengetahuan praktisnya
adalah untuk berperilaku sesuai dengan kebenaran tersebut (Ibid: 36).
Istilah hikmah mempunyai pengertian mendalam serta struktur Islam dan
essensinya. Wahyu Islam memiliki berbagai macam dimensi di dalamnya
dan diwahyukan kepada seluruh umat manusia pada level dasar yaitu al-
islam, aliman, dan al-ihsan atau dalam perspektif lain dikenal sebagai al-
shari’ah, altariqah dan al-haqiqah.

2. Hakikat Tujuan Hidup Manusia


Manusia adalah makhluk unik, makhluk yang multidimensi, makhluk
yang sulit ditemukan hakikatnya. Hal ini mengakibatkan berbagai macam
diskursur dan telaah tentang manusia tersebut yang selalu menjadi
perdebatan. Kadang kala studi tentang manusia ini tidak utuh karena
sudut pandangnya yang memang berbeda. Antropologi fisik misalnya,
memandang manusia hanya dari segi fisik- materil semata, sementara
antropologi budaya mencoba meneliti manusia dari aspek budaya.
Sedang yang memandang manusia dari sisi hakikatnya berusaha dikuak
oleh falsafah manusia. Agaknya, manusia sendiri tak henti-hentinya
memikirkan dirinya sendiri dan mencari jawab akan apa, dari mana dan
mau kemana manusia itu. Namun sebagai muslim tentu sudut pandang
yang harus kita pakai harus berakar dari ajaran Islam secara universal,
yaitu Alquran dan diperinci dengan keterangan hadits. Namun sebelum
itu untuk lebih memperkaya khazanah sekaligus juga sebagai
perbandingan dalam penulisan ini, ada baiknya penulis juga akan
memaparkan sekilas tentang konsep manusia menurut para pakar non
muslim

Manusia sebagai salah satu jenis makhluk hidup yang menjadi


anggota populasi permukaan bumi ini, memiliki ciri khas yang tidak
dimiliki oleh sekian juta himpunan makhluk lainnya. Manusia selama ia
hidup selalu berusaha dan berjuang untuk memanfaatkan alam sekitarnya
dengan cara menggunakan daya dan tenaga alam untuk kepentingan
dirinya. Digunakannya tanah, air, udara, api, sinar matahari, dan
sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lebih lanjut lagi, jika
dilihat dari segi biologis, hampir tidak dapat dibedakan antara manusia
dengan hewan. Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang
terlalu istimewa dan luar biasa jika dipandang dari satu segi saja. Dalam
perkembangannya banyak para pakar liberal yang mengkategorikan
manusia seperti binatang. Sebagaimana ahli antropologi yang
menggolongkan manusia dalam kelompok hewan karena peninjauan
mereka dari segi jasad atau jismiyah. Misalnya Charles darwin (1809 –
1882) menetapkan manusia sejajar dengan binatang, karena ia
memandang kejadian manusia dari sebab-sebab mekanis, yaitu lewat
Descendensy (ilmu turunan) dan teori Natural Selection ( teori seleksi
alam). Pandangan seperti ini akan berimplikasi pada keyakinan bahwa
manusia akan terus berkembang menuju penyempurnaan spesies melalui
struggel for the fittest. Bisa saja pandangan semacam ini menimbulkan
sikap kompetitif dalam segala hal, baik ekonomi, politik, budaya, hukum,
pendidikan maupun lainnya, bahkan dengan menghalalkan segala cara.

Hakikat manusia dapat dilihat dari tahapannya. Nafs, keakuan, diri,


ego. Dimana pada tahapbini semua unsur membentuk kesatuan diri yang
aktual, kekinian dan dinamik yang beradaa dalam perbuatan dan
amalnya. Secara substansial dan moral, manusia lebih buruk dari pada
iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karna manusia memiliki
kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakikat manusia ditentukan oleh amal,
karya dan perbuatannya. Sedangkan pada tauhid hakikat manusia sebagai
'adb dan khalifah, kesatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh
yang membentuk pada tahapan nafs secara aktual.

Memahami hakikat manusia dan kesadarannya tidak dapat


dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selaku
dikaitkan dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah
bersifat tersendiri. Manusia dalam kehadirannya tidak pernah terpisah
dari dunia dan hubungannya dengan dunia manusia bersifat unik. Status
unik manusia dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasitasnya
dapat mengetahui, mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan
orientasi manusia terhadap dunia. Dari sini muncullah kesadaran atau
tindakan otentik, dikarenakan kesadaran merupakan penjelasan eksistensi
manusia di dunia. Orientasi di dunia yang terpusat pada kemampuan
pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Manusia sebagai
proses dan sebagai makhluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu.
Manusia memiliki kemampuan dan harus bangkit dan terlibat dalam
proses sejarah dengan cara untuk menjadi lebih.

Hakikat kehidupan manusia adalah menuju kematian, suka tidak


suka, mau tidak mau, manusia pasti akan mengalami yang namanya mati.
Sesungguhnya kita datang kedunia ini bukanlah atas kehendak kita,
manusia datang kedunia, bukanlah atas kehendak manusia itu sendiri,
tetapi manusia datang kedunia atas kehendak Allah Swt. Oleh karena itu,
dalam menjalani kehidupan, manusia tidak boleh menyia-nyiakan masa
hidupnya, manfaatkan apa yang telah dikaruniakan kepada kita untuk
berbuat kebajikan.

Pada hakikatnya tujuan manusia dalam menjalankan kehidupannya


mencapai perjumpaan kembali dengan Penciptanya. Perjumpaan kembali
tersebut seperti kembalinya air hujan kelaut. Kembalinya manusia sesuai
dengan asalnya sebagaimana dalam dimensi manusia yang berasal dari
Pencipta maka ia kembali kepada Tuhan sesuai dengan bentuknya
misalkan dalam bentuk imateri maka kembali kepada pencinta dalam
bentuk imateri. sedangkan unsur materi yang berada dalam diri manusia
akan kembali kepada materi yang membentuk jasad manusia.

3. Tujuan Hidup Menurut Ajaran Islam


Tujuan hidup menurut ajaran Islam adalah untuk menghamba dan
beribadah kepada Allah SWT semata. Tujuan hidup ini tercantum dalam
Al-Quran, Surat Az-Zariyat ayat 56: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dalam Islam, hidup manusia bukanlah semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan duniawi, seperti harta, kekuasaan, dan kenikmatan.
Tujuan utama hidup manusia adalah untuk mencapai keridhaan Allah
SWT dengan menghamba dan beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu,
dalam Islam, semua tindakan dan perbuatan manusia harus dilakukan
dengan tujuan untuk memenuhi kehendak Allah SWT.
4. Makna Keberadaan Manusia Menurut Ajaran Islam:
Dalam Islam, keberadaan manusia memiliki makna yang sangat
penting dan memiliki tujuan yang jelas. Manusia adalah makhluk yang
paling mulia di antara makhluk-makhluk yang diciptakan oleh Allah
SWT. Allah SWT menciptakan manusia dengan bentuk yang paling
sempurna dan memberikan kepadanya akal, hati, dan kemampuan untuk
memahami dan mengenali-Nya.
Manusia juga diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup yang
akan ditempuh. Namun, kebebasan ini tidak berarti bahwa manusia bisa
bertindak seenaknya tanpa mempertimbangkan akibatnya. Sebaliknya,
kebebasan ini harus digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab.
Dalam Islam, manusia juga memiliki tanggung jawab untuk
menjaga lingkungan hidup dan keberlangsungan alam semesta. Manusia
harus berusaha untuk hidup berdampingan dengan alam dan menjaga
keseimbangan ekosistem agar alam tetap lestari.

5. Kodrat Manusia
Apa itu kodrat manusia? kodrat manusia adalah sifat dasar manusia
yang dibawa sejak lahir sampai meninggal dunia. Sifat dasar inilah yang
menentukan sikap dan perbuatan manusia. Sifat dasar ini harus
dikembangkan secara optimal bila ingin menjadi manusia yang unggul.
Namun jika tidak maka manusia itu akan jatuh pada perbuatan sesat dan
jahat.

Dalam kehidupan masyarakat umumnya terdapat tiga konsep tentang


kodrat manusia. Pertama, kodrat manusia itu netral artinya tidak baik dan
tidak buruk atau jahat. Kedua, kodrat manusia itu bisa baik atau bisa
buruk atau jahat artinya bahwa kebaikan atau keburukan ada pada diri
manusia. Ketiga, sebagian melihat kodrat manusia itu baik dan sebagian
lainnya melihat kodrat manusia itu buruk atau jahat.
Menurut Mensius (Men Chi) ahli filsafat dari Cina, kodrat manusia
pada dasarnya itu adalah baik. seperti contoh sebagai berikut. Jika
seseorang melihat ada seorang anak kecil sedang bermain di tepi sungai
dan ketika saat bermain anak kecil itu hampir tercebur ke sungi, maka
dengan tanpa berpikir panjang orang tersebut akan segera menghampiri
dan berusaha untuk membantu anak tersebut agar tidak tercebur ke
sungai. Rasa iba dan membantu anak tersebut bukan karena ingin dipuji
oleh orang tua anak atau orang lain yang melihat. Tetapi semata-mata
merupakan rasa iba dan tolong menolong yang bersumber pada
kodratnya untuk membantu sesama jika terjadi kesulitan. Rasa iba inilah
yang memunculkan rasa kemanusiaan dari dalam diri orang tersebut.

Mensius menunjukkan kebaikan kodrat manusia ada empat unsur


fundamental dan khas yang ada hanya pada manusia. Keempat unsur
tersebut adalah.

1) Simpati. Menurutnya rasa simpati merupakan dasar dari rasa


kemanusiaan.
2) Malu dan segan. Rasa malu dan segan merupakan dasar dari
kebenaran dan keadilan.
3) Rendah hati dan kerelaan. Perasaan rendah hatidan kerelaan
merupakan dasar dari kesusilaan atau kesopanan.
4) Setiap manusia di dalam dirinya mampu memahami dan
membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Memahami apa
yang benar dan apa yang salah merupakan dasar dari kebijaksanaan
atau kearifan.
Apabila empat unsur fundamental ini tidak ada dalam diri manusia,
maka orang tersebut bukanlah manusia normal. Keempat unsur inilah
yang juga membedakan manusia dengan binatang karena binatang tidak
memiliki empat unsur tersebut. Keempat unsur fundamental yang hanya
dimiliki manusia ini melekat dengan kuat dalam hati manusia. Dengan
kata lain kebaikan dan kodrat manusia bersumber pada hati. Orang yang
bertindak menurut hatinya berarti bertindak menurut kodratnya.

Manusia yang mencintai sesamanya dan menciptakan perdamaian


dalam kehidupan bersama merupakan tindakan yang didasarkan pada
kodratnya yang baik. Dan kebaikan kodrat manusia itu bersumber pada
hati. Hati adalah adalah pusat kemanusiaan yang memberi warna khusus
pada manusia dan membedakan dari binatang yang berakal budi. Dari
hati lahirlah kesadaraan diri sebagai manusia. kehendak untuk bersikap
patuh, berlaku benar dan salah, mengetahui yang baik dan yang buruk.
Karena kodrat manusia merupakan sebuah keniscayaan pada manusia.

6. Kodrat kedua dari seorang Socrates.


Dalam dialog yang menceritakan kematian Socrates, Plato
menggambarkan sebuah potret klasik dari warga negara yang beradab.
Pada sore hari setelah dijatuhi hukuman mati, Socrates berdebat dengan
teman-temannya. Para petugas penjara membiarkan pintu penjara itu
terbuka, tetapi Socrates malah menjelaskan mengapa ia menolak melarika
diri. Socrates mengatakan bahwa dia sendiri bukanlah organisme dari otot
dan tulangnya, daya refleknya, perasaannya dan nalurinya. Ia, Socrates,
adalah pribadi yang memerintah organisme itu.

Teman-teman Socrates, yang berada disana pada hari terakhir itu,


mungkin akan mengatakan bahwa adalah "manusiawi" kalau ia ingin
melarikan diri apabila kesempatan itu ada. Akan tetapi Socrates memilih
untuk melakukan yang sebaliknya dan menegaskan bahwa ia adalah
manusia paripurna, manusia utuh, karena ia rela dan mampu memerintah
keinginan-keinginannya.

Inti cerita itu adalah bahwa Socrates tidak mau menyelamatkan


dirinya karena seorang warga negara Athena tidak akan mencurangi
hukum, apalagi kalau itu dilakukan untuk keuntungan pribadi. Jika
Athena akan diperintah, maka haruslah oleh warga negara yang dengan
kodrat mereka yang kedua yaitu lebih senang taat hukum daripada
kepuasan dorongan batin mereka sendiri, bahkan bila perlu lebih dari
keinginan hidup mereka sendiri.

Inilah citra batin seseorang yang pantas untuk memerintah. Didalam dirinya,
dia diperintah oleh kodrat keduanya yang beradab. Jati diri yang
sesungguhnya berkuasa atas hidup dan mati dirinya yang alamiah. Karena
hanya pribadi yang beradablah yang memenuhi persyaratan sebagai pemilik
hukum dan lembaga Atena dan pemilik idealisme kehidupan, padanya ia
berbakti. Semua itu adalah tujuan dari karakternya sendiri, yang telah
terbangun sebagai bagial keberadaannya yang dia sebut sebagai jati diri.

C. KESIMPULAN
Filsafat dianggap dapat membawa kepada kebenaran, maka Islam
mengakui bahwa selain kebenaran hakiki, masih ada lagi kebenaran yang tidak
bersifat absolute, yaitu kebenaran yang dicapai sebagai hasil usaha akal budi
manusia. Akal adalah anugrah dari Allah SWT kepada manusia, maka
sewajarnya kalau akal mampu pula mencapai kebenaran, kendatipun
kebenaran yang dicapainya itu hanyalah dalam taraf yang relatif. Oleh sebab
itu kalau kebenaran yang relative itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam
(Al-Qur’an dan Hadist) maka kebenaran itu dapat saja digunakan dalam
kehidupan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bukhori, B. (2012). Hubungan Kebermaknaan Hidup Dan Dukungan Sosial


Keluarga Dengan Kesehatan Mental Narapidana (Studi Kasus Nara Pidana
Kota Semarang). Jurnal Ad-Din, 1-19.

Fani, I. F. (2015). Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Dalam Upaya Mencapai


Kesehatan Mental. Psikis: Jurnal Psikologi Islami, 1(1), 105–115

Healstead, J.M, “An Islamic concept of Education”, dalam Journal of


Comparative Education. Vol.40. No.4. November 2004

Hidayat, V. (2018). Kebermaknaan Hidup pada Mahasiswa Semester Akhir.


Jurnal Psikologi Integratif, 6(2), 141.
https://doi.org/10.14421/jpsi.v6i2.1491

Jayanti, N. (2019). Konseling Logoterapi dalam Penetapan Tujuan Hidup Remaja


Broken Home. KONSELI: Jurnal Bimbingan Dan Konseling (E-Journal),
6(1), 75–82. https://doi.org/10.24042/kons.v6i1.4203

La Kahija, Y. F. (2017). Penelitian fenomenologis. jalan memahami tujuan hidup.


Jogjakarta: Kanisius

Sujoko., Khasan, M. (2017). Kebermaknaan Hidup Pada Punkers Di Surakarta.


Jurnal Psikologi Imiah, 9 (2), 55-71.

Setiawati, F, A. & Utami, D. D. (2018). Makna Hidup Pada Mahasiswa Rantau:


Analisis Faktor Eksplorasi Skala Makna Hidup. Jurnal Ilmu Pendidikan, 11
(1), 29-39.

Ula, S. T. (2014). Makna Hidup Bagi Narapidana. Hisbah: Jurnal Bimbingan


Konseling Dan Dakwah Islam, 11(1), 15–36.
https://doi.org/10.14421/hisbah.2014.111-02

Anda mungkin juga menyukai