Anda di halaman 1dari 123

PENGARUH JUMLAH INDUSTRI, UPAH MINIMUM DAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN


KAB/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017-2020

DRAFT SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi dan Pembangunan

Oleh:

Akmal Abdul Aziz


10090217059

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
KOTA BANDUNG
2022
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Nama : Akmal Abdul Aziz

NPM : 10090217059

Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 7 Juli 2000

Universitas : Universitas Islam Bandung

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Dengan ini saya menyatakan, bahwa skripsi dengan judul “PENGARUH

JUMLAH INDUSTRI, UPAH MINIMUM DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN KAB/KOTA DI PROVINSI

JAWA BARAT TAHUN 2017-2020”, merupakan hasil penelitian skripsi saya

sendiri dengan dibantu arahan pembimbing. Seluruh ide dan gagasan yang

dibangun merupakan hasil pemikiran saya sendiri dan serta dari sumber lain yang

telah dikutip dengan kaidah penulisan referensi yang semestinya.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, jika pernyataan ini

tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, maka saya bersedia menanggung

sanksi dan risiko yang akan dikenakan kepada saya termasuk pencabutan Gelar

Sarjana Ekonomi yang sudah saya dapatkan.

Bandung, 22 Maret 2022

Akmal Abdul Aziz


NPM: 10090217059
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH JUMLAH INDUSTRI, UPAH MINIMUM DAN


PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGAGGURAN KAB/KOTA
DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017-2020

SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana (S1)
Pada Program Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Islam Bandung

Disusun oleh:
Akmal Abdul Aziz
10090217059

Bandung, 25 Maret 2022

Disetujui Oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Aan Julia, S.E., M.Si Meidy Haviz, S.E., M.Si


HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini adalah persembahan kecil penulis untuk orang tua yaitu khususnya

untuk Ibu tercinta yang sudah mendidik penulis seorang diri sebagai Single

Parent dari kecil sampai saat ini. Ketika dunia menutup pintunya untuk saya, Ibu

membuka lengannya untuk saya. Ketika orang-orang menutup telinga mereka

untuk saya, Ibu selalu membuka hati untuk saya. Terima kasih Ibu karena selalu

ada untuk saya.

-Akmal Abdul Aziz-


ABSTRAK
AKMAL ABDUL AZIZ, 10090217059. Pengaruh Jumlah Industri, Upah
Minimum dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran Kab/Kota di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2020.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Jumlah Industri, Upah


Minimum dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran Kab/Kota di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2020. Pengangguran masih menjadi masalah
penting bagi pemerintah dan masyarakat. Dengan tinggi angka pengangguran
dapat membawa bangsa berada pada situasi kehancuran yang sulit dihindarkan.
Dalam hal ini, faktor yang mempengaruhi pengagguran yaitu antara lain jumlah
industri, upah minimum, dan pertumbuhan ekonomi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif


kuantitatif dan analisis regresi data panel dengan menggunakan model fixed effect.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari publikasi resmi website Badan Pusat Statistik (BPS), Open Data Jabar dan
situs Gajimu.com. Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 2017-
2020.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah industri secara


parsial berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Variabel upah minimum
memiliki hubungan secara parsial negatif terhadap tingkat pengangguran dan
variabel pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh negatif terhadap
tingkat pengangguran.

Kata Kunci: Tingkat Pengangguran, Jumlah Industri, Upah Minimum, dan


Pertumbuhan Ekonomi.

i
ABSTRACT

AKMAL ABDUL AZIZ, 10090217059. The Effect of Number of Industries,


Minimum Wages and Economic Growth on Regency/City Unemployment in West
Java Province in 2017-2020.

This study aims to determine the effect of the number of industries, minimum
wages and economic growth on district/city unemployment in West Java Province
in 2017-2020. Unemployment is still an important problem for the government
and society. With a high unemployment rate can bring the nation into a situation
of destruction that is difficult to avoid. In this case, the factors that influence
unemployment include the number of industries, minimum wages, and economic
growth.

The method used in this research is quantitative descriptive analysis and panel
data regression analysis using the fixed effect model. The data used in this study
is secondary data obtained from the official publications of the Central Statistics
Agency (BPS) website, Open Data Jabar and the Gajimu.com website. The data
used is annual data from 2017-2020.

The results of the study show that the variable number of industries partially
affects the unemployment rate. The minimum wage variable has a partially
negative relationship to the unemployment rate and the economic growth variable
partially has a negative effect on the unemployment rate.

Keywords: Unemployment Rate, Number of Industries, Minimum Wage, and


Economic Growth.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Jumlah Industri, Upah Minimum dan Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-

2020”.

Suatu pengalaman yang berharga dalam penulisan skripsi ini adalah

penulis dipertemukan dengan pembimbing yang memiliki wawasan luas dan

keahlian penuh dalam bidang yang penulis kaji. Segala bimbingannya, selalu

memberikan motivasi dan energi positif bagi penulis untuk dapat menyelesaikan

karya tulis ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan program sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam

Bandung. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari support, bimbingan, bantuan

dan saran dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan

terimakasih pada:

1. Prof. Dr. H. Edi Setiadi S.H., M.H sebagai Rektor Universitas Islam

Bandung.

2. Dr. Nunung Nurhayati S.E., M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Islam Bandung.

3. Dr. Hj. Ima Amaliah S.E., M.Si sebagai Ketua Prodi Ekonomi

Pembangunan yang selalu menuntun serta memberikan motivasi agar

senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik.

iii
4. Ibu Aan Julia, S.E., M.Si sebagai dosen pembimbing I yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

penuh kesabaran serta selalu memberikan dukungan.

5. Meidy Haviz, SE., M.Si sebagai dosen pembimbing II yang juga telah

memberikan dukungan, arahan dan motivasi penulis menyelesaikan skripsi

ini.

6. Ibu Ria Haryatiningsih, S.E., MT selaku wali dosen yang senantiasa

mengarahkan selama masa kuliah.

7. Seluruh Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan FEB UNISBA

yaitu Prof. Dr. Atih Rohaeti, SE., M.Si, Ade Yunita Mafruhat, S .E.,

Noviani, SE., M.Si, Hj. Westi Riani, SE., ME., Sy, Yuhka Sundaya, S.E.,

M.Si, Dr. Nurfahmiyati, S.E., M.Si, Dr. Dewi Rahmi SE., M.Si, Dr. Asnita

Frida Sebayang.,S.E., M.Si.

8. Teristimewa ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial

penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang

tua yang sangat penulis cintai yaitu Bapak Abdul Fatah dan khusus nya

Ibu Ai Ratna Suminar serta Adik penulis yang segala pengorbanannya tak

akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa mereka yang senantiasa sabar

menghadapi sikap saya selama ini dan telah memberikan motivasi, doa

restu, nasehat, serta dukungan dana sehingga penulisan skripsi ini berjalan

baik dan lancar.

iv
9. Asaepul Gina, Amin Abdul Rohman, Kang Emil, Azis Mln yang telah

meluangkan waktu dan fikiran,memberikan gagasan,ide dan semangat

memotivasi yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini.

10. Kawan-kawan grup Pancarekan (Nalla, Marselino, Sultan, Asaepul Gina,

Wafin, zulfikar, Adrian, Ahmad Sahlan Hadi, Taufiq, dan Amin Abdul

Rohman) yang selalu mengiringi langkah merangkai warna kehidupan

dalam dunia perkuliahan.

11. HIMA IE UNISBA 2019/2020, Bidang BPPM dan IKBM FEB UNISBA

2019/2020. Terima kasih telah memberikan pengalaman luar biasa dan

ruang berekspresi untuk merealisasikan gagasan dan pikiran penulis dalam

meningkatkan jiwa sosial dan organisasisator.

12. Serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima

kasih banyak atas bantuannya.

13. Last but not least, I wanna thank me for believing in me, I wanna thank me

for doing all this hard work, I wanna thank me for having no days off, I

wanna thank me for never quitting, I wanna thank me for just being me at

all times.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian skripsi ini dapat

bermanfaat untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan di masa

mendatang.

v
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 10

1.3 Tujuan Penelitian 10

1.4 Manfaat Penelitian 11

1.5 Kerangka Penelitian 11

1.6 Hipotesis Penelitian 15

1.7 Metode Penelitian 17

1.7.1 Jenis dan Metode Penelitian 17

1.7.2 Jenis dan Sumber Data 18

1.7.3 Metode Analisis 19

1.7.4 Estimasi Model Data Panel 19

1.7.4.1 Model Pooled (Common Effect) 19

1.7.4.2 Model Efek Tetap (Fixed Effect) 20

1.7.4.3 Model Efek Acak (Random Effect) 20

vi
1.7.5 Model Analisis 20

1.7.6 Pengujian Statistik dan Ekonometrik 21

1.7.6.1 Pemilihan Metode Estimasi Dalam Data Panel 21

1.7.6.2 Uji Statistik dan Ekonometrik 23

1.7.6.3 Uji Asumsi Klasik 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 27

2.1 Teori Pengangguran 27

2.1.1 Pengertian Pengangguran 27

2.1.2 Indikator Pengangguran 28

2.1.3 Bentuk dan Jenis Pengagguran 29

2.1.3.1 Pengangguran Friksional 29

2.1.3.2 Pengangguran Struktural 30

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengagguran 31

2.1.4.1 Industri 31

2.1.4.2 Upah Minimum 32

2.1.4.3 Pertumbuhan Ekonomi 34

2.2 Penelitian Terkait 35

BAB III OBJEK PENELITIAN 40

3.1 Perkembangan Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Pada


Tahun 2017-2020 40
3.2 Perkembangan Jumlah Industri Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Pada
Tahun 2017-2020 45
3.3 Perkembangan Tingkat Upah Minimum Kab/Kota di Provinsi Jawa
Barat Pada Tahun 2017-2020 50

vii
3.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2017-2020 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAAN 60

4.1 Model Regresi Data Panel 60

4.1.1 Uji Chow 61

4.1.2 Uji Hausman 62

4.1.3 Estimasi Model 63

4.2 Uji Asumsi Klasik 74

4.2.1 Uji Multikolinearitas 74

4.3 Uji Ekonometrik dan Statistik 75

4.3.1 Koefisien Determinasi 75

4.3.2 Uji t-statistik 75

4.3.3 Uji F-statistik 77


4.4 Analisis Hasil 78
4.4.1 Pengaruh Jumlah Industri Terhadap Tingkat Pengangguran 78

4.4.2 Pengaruh Upah Minimum Terhadap Tingkat Pengangguran 82

4.4.3 Pengaruh Laju Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat


Pengangguran 85

4.5 Analisis dan Implikasi Kebijakan 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 90


5.1 Kesimpulan 90

5.2 Saran 91

DAFTAR PUSTAKA 93

LAMPIRAN 101

viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2018-2020 2
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu 35
Tabel 3.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa
Barat Tahun 2017-2020 41
Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Industri Besar Sedang Kab/Kota di Provinsi
Jawa Barat Tahun 2017-2020 47
Tabel 3.3 Perkembangan Tingkat Upah Minimum Kab/Kota di Provinsi
Jawa Barat Tahun 2017-2020 52
Tabel 3.4 Perkembangan Laju PDRB Atas Harga Konstan Menurut
Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2020 56
Tabel 4.1 Hasil Uji Chow 61

Tabel 4.2 Hasil Uji Hausman 62


Tabel 4.3 Hasil Estimasi Model 63

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas 74

Tabel 4.5 Hasil Koefisien Determinasi 75

Tabel 4.6 Hasil Uji t-statistik 76


Tabel 4.7 Hasil Uji F-statistik 78
Tabel 4.8 Jumlah Migrasi Masuk Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 81

ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Tingkat Pengangguran Se-pulau Jawa Tahun 2018-2020 4
Gambar 1.2 Banyaknya Industri Kab/Kota di Jawa Barat Tahun 2020 5
Gambar 1.3 Upah Minimum Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat 2020 7
Gambar 1.4 LPE Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 8
Gambar 1.5 Bagan Kerangka Pemikiran 15
Gambar 1.6 Diagram Jalur Hipotesis Penelitian 16
Gambar 4.1 Lima Provinsi Tujuan Migran Seumur Hidup Terbesar di
Indonesia 79
Gambar 4.2 Distribusi Persentase Jenis Pekerjaan Utama Pekerja Migran
Risen Tahun 2018 80

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi pasar yang besar jika dilihat dari

sisi ketersediaan jumlah tenaga kerja. Jumlah penduduk Indonesia

yang besar seharusnya dapat menjadi penggerak perekonomian.

Namun, yang dihadapi Indonesia hingga saat ini adalah bahwa jumlah

penduduk dan angkatan kerja yang besar tidak menjadi aset potensial

yang dapat dikembangkan untuk menggerakan roda perekonomian

tetapi malah menjadi beban negara dalam pembangunan (Riswandi,

2011: 1).

Banyaknya jumlah penduduk dan angkatan kerja apabila tidak

diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan lapangan pekerjaan dan

permintaan tenaga kerja maka akan memunculkan berbagai masalah

sosial ekonomi. Menurut (Mentari & Yasa, 2016) salah satu faktor

penyebab tidak terbentuknya sosial ekonomi yang baik ialah masih

tingginya tingkat Pengangguran. Masalah pengangguran sangat

mempengaruhi seseorang secara psikologis karena menurunnya

standar kehidupan. Sehingga masalah pengangguran sangat kompleks

karena bukan hanya masalah ekonomi saja melainkan juga masalah

sosial. Tingkat pengangguran yang tinggi akan mengakibatkan

stabilitas nasional terganggu. Karena itu, masalah pengangguran harus

1
2

segera dihadapi agar tidak muncul masalah-masalah baru dalam suatu

negara.

12

10

0
2018 2019 2020

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah


Jawa Timur DIY Yogyakarta Banten

Sumber: Badan Pusat Statistik 2020, data diolah


Gambar 1.1. Tingkat Pengangguran se-Pulau Jawa Tahun

2018-2020

Berdasarkan Gambar 1.1, pada tahun 2018-2019 jumlah

pengangguran di Provinsi Jawa Barat menduduki posisi kedua di Jawa

sebesar 8,23 persen di tahun 2018 dan 8,04 persen di tahun 2019.

Tingkat pengangguran di setiap Provinsi mengalami penurunan pada

tahun 2019 akan tetapi pada tahun 2020 mengalami kenaikkan yang

signifikan disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang

mengakibatkan perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerja. Akibat

dari pandemi tersebut pada tahun 2020 tingkat pengangguran di

Provinsi Jawa Barat meningkat sebesar 10.46 persen atau meningkat

2,42 persen dari tahun sebelumnya.


3

Provinsi Jawa Barat sebgai provinsi dengan jumlah penduduk

terbanyak di pulau Jawa bahkan di Indonesia. Sehingga Jawa Barat

memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang tingkat

pengangguran di Indonesia. Indikator-indikator yang mempengaruhi

tingkat pengangguran adalah jumlah industri, tingkat upah, dan

pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Membicarakan tentang jumlah

industri semakin banyaknya penyedia lapangan pekerjaan yang

diharapkan mampu menyerap jumlah pengangguran yang ada. Proses

industrialisasi merupakan jalan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dengan arti mereka memperoleh hidup yang lebih maju

dan bermutu (Arsyad (1992:31). Oleh karena itu banyaknya industri

dapat mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di suatu daerah.

Diperlukan adanya pengembangan industri terutama jenis industri

padat karya untuk dapat mengurangi pengangguran. Dalam penelitian

ini difokuskan pada industri sedang dan industri besar karena jumlah

output industri ini mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang besar.

Berikut adalah data terkait jumlah industri di Kabupaten dan Kota di

Jawa Barat pada tahun 2020:


4

9,821 Kota Banjar


10,015 Kota Tasikmalaya
6,186 Kota Cimahi
10,549 Kota Depok
10,433 Kota Bekasi
9,452 Kota Cirebon
11,128 Kota Bandung
9,631 Kota Sukabumi
8,875
Kota Bogor
532
Pangandaran
389
Bandung Barat
12,653
Bekasi
10,553
Jumlah Industri

11,125 Karawang
3,538 Purwakarta
2,488 Subang
5,267 Indramayu
7,475 Sumedang
11,144 Majalengka
2,586 Cirebon
1,585 Kuningan
1,577 Ciamis
10,000 Tasikmalaya
14,236 Garut
1,346 Bandung
16,166 Cianjur
16,049 Sukabumi
Linear (Sukabumi)
Bogor
0

0
00

00

00

00

00
00

00

00

00

,0

,0

,0

,0

,0
2,

4,

6,

8,
10

12

14

16

18

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa barat, 2020


Gambar 1.2 Banyaknya Industri Kab/Kota di Jawa Barat Tahun 2020 (Unit)

Pada Gambar 1.2, menunjukkan besaran jumlah industri di

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2020 termasuk sebagai jumlah industri

terbanyak yang ada di Indonesia, dan menurut teori semakin

banyaknya industri yang ada disuatu daerah akan menurunkan tingkat

pengangguran di daerah tersebut (Murcia & Sanchez, 2013). Akan

tetapi berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 1.1 dan grafik 1.2

dapat dilihat bahwa banyaknya jumlah industri tidak berpengaruh

signifikan terhadap angka pengangguran berbanding terbalik atau tidak


5

sesuai dengan teori yang dinyatakan atau tidak sesuai dengan fakta

dilapangan.

Kemudian menurut (Al-Habees & Rumman, 2012) faktor lain

yang berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di suatu wilayah

adalah upah minimum. Upah yang terlalu tinggi akan membuat iklim

usaha kurang baik, tingginya upah akan membuat beban perusahaan

semakin besar sehingga tidak mampu bersaing dan pada akhirnya

untuk bertahan perusahaan akan memilih untuk mengurangi jumlah

pekerja melalui pemutusan hak kerja atau memindahkan pabrik keluar

daerah dengan upah yang lebih rendah. Namun di sisi lain upah juga

harus sesuai dengan standar biaya hidup minimum karena

bagaimanapun hak-hak pekerja tidak bisa diabaikan. Disebabkan hal

tersebut, maka kebijakan mengenai upah minimum yang ditetapkan

otoritas harus benar-benar mengakomodasi pengusaha dan buruh.

Beberapa studi memperlihatkan jika peningkatan upah minimum

berpengaruh positif terhadap meningkatnya pengangguran, misalnya

studi di negara Organization for Economic Cooperation and

Development (OECD) menunjukkan bahwa peningkatan upah

minimum sebesar 10% akan mengurangi tenaga kerja sebesar 0,7%

dan meningkatkan pengangguran sebesar 0,64% (Chong-Uk Kim,

2018). Berikut adalah Grafik besaran upah minimum di setiap

Kabupaten dan Kota di Jawa Barat:


6

Kota Banjar 1,831,884


Kota Tasikmalaya 2,264,093
Kota Cimahi 3,139,274
Kota Depok 4,202,105
Kota Bekasi 4,589,708
Kota Cirebon 2,219,487
Kota Bandung 3,623,778
Kota Sukabumi 2,530,182
Kota Bogor 4,169,806
Pangandaran 1,860,591
Bandung Barat 3,145,427
Bekasi 4,498,961
Karawang 4,594,324
Purwakarta 4,039,067
Subang 2,965,468
Indramayu 2,297,931
Sumedang 3,139,275
Majalengka 1,944,166
Cirebon 2,196,416
Kuningan 1,882,642
Ciamis 1,880,654
Tasikmalaya 2,251,787
Garut 1,961,085
Bandung 3,139,275
Cianjur 2,534,798
Sukabumi 3,028,531
Bogor 4,083,670
0 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2020


Gambar 1.3 Upah Minimum Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 (Rp)

Setiap kenaikkan tingkat upah akan diikuti oleh turunnya

tenaga kerja yang diminta, yang berarti akan menyebabkan

meningkatnya pengangguran (Alghofari, 2010). Berdasarkan Gambar

1.3, upah minimum tahun 2020 setiap Kab/Kota Provinsi Jawa Barat

selalu mengalami kenaikan upah dibanding dengan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2020 upah minimum setiap Kabupaten dan Kota di

Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan. Akan tetapi, dilihat dari

data tingkat pengangguran di Jawa Barat juga meningkat. Salah satu


7

faktor penyebabnya yaitu terjadinya krisis ekonomi akibat dampak dari

Pandemi Covid-19 yang membuat perusahaan banyak yang melakukan

tindak pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran kepada

karyawannya untuk mengurangi biaya operasional perusahaan. upah

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pengangguran sehingga besar kecilnya upah yang di tetapkan oleh

pemerintah sangat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran yang

ada.

Kota Banjar 1.04


-2.01
-2.26 Kota Cimahi
-1.92
-2.55 Kota Bekasi
-0.99
-2.28 Kota Bandung
-1.48
-0.53
Kota Bogor
-0.05
-2.41 Bandung Barat
-3.3
-3.59 Karawang
-2.05
-1.27 Subang
-1.58
-1.12 Sumedang
0.86
-1.08 Cirebon
0.09
-0.14
Ciamis
-0.98
-1.26 Garut
-1.87
-0.78 Cianjur
-1.08
-1.77 Bogor
-4 -3 -2 -1 0 1 2

Kab/Kota Jawa Barat

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2020


Gambar 1.4 LPE Per Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 (Persen)
8

Dapat diketahui dari gambar 1.4 bahwa pertumbuhan

perekonomian di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan angka

yang depresi atau mencapai angka minus. Laju pertumbuhan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) di tahun 2020 mengalami krisis

ekonomi cukup parah yang diakibatkan oleh pandemic Covid-19,

sehingga laju pertumbuhan ekonomi mengalami minus sebesar -2,44%.

Selain pendidikan, upah minimum , pertumbuhan ekonomi juga

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengangguran.

Penurunan pertumbuhan ekonomi dianggap mampu mempengaruhi

tingkat pengangguran karena semakin meningkat pertumbuhan

ekonomi dapat menyerap tenaga kerjaa sehingga dapat mengurangi

pengangguran yang ada. Meskipun, pertumbuhan ekonomi belumtentu

secara kualitas dapat meminimalkan dinamika yang ada namun secara

kuantitas dapat memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu

wilayah termasuk dapat diindikasi dapat memberikan pengaruh pada

penyersapan tenaga kerja (Aziz, 2023).

Pertumbuhan ekonomi ialah perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi

dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat

(Sukirno, 2004). Dengan demikian untuk menentukan tingkat

pertumbuhan ekonomi yang dicapai perlu dihitung pendapatan

nasional riil menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku

ditahun dasar yang dipilih. Jadi, pertumbuhan ekonomi mengukur


9

prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Karena itu konsep

yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik

Bruto (PDB) dengan harga konstan. Produk Domestik Bruto (PDB)

adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam

negara tersebut dalam satu tahun tertentu (Sukirno, 1994).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Okun (1980) dalam

Dornbusch (1992) di Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan

Hukum Okun. Teori ini menjelaskan hubungan antara pertumbuhan

ekonomi dengan pengangguran. Arthur Okun dalam Putong (2002)

berpendapat bahwa “apabila GNP tumbuh sebesar 2,5% diatas

trendnya, yang telah dicapai pada tahun tertentu, tingkat pengagguran

akan turun sebesar 1%” yang artinya semakin tingginya pertumbuhan

ekonomi, maka akan mengurangi jumlah pengangguran.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian terkait bagaimana pengaruh yang

diberikan oleh tingkat upah minimum, pertumbuhan ekonomi dan

banyaknya jumlah industri terhadap jumlah pengangguran Kab/Kota di

Provinsi Jawa Barat, karenanya penulis memberi judul penelitian ini

“PENGARUH JUMLAH INDUSTRI, UPAH MINIMUM DAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN

KAB/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2017-2020”.

1.2 Rumusan Masalah


10

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disusun pertanyaan penilitian

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh variabel Upah Minimum, Pertumbuhan Ekonomi,

Jumlah Industri terhadap Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat

tahun 2017-2020?

2. Berapa besar pengaruh Jumlah Industri, Upah Minimum dan Pertumbuhan

Ekonomi terhadap Jumlah Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat

tahun 2017-2020?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis pengaruh Upah Minimum, Pertumbuhan Ekonomi dan

Jumlah Industri terhadap tingkat Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa

Barat.

2. Menghitung besaran pengaruh Jumlah Industri, Upah Minimum dan

Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat Pengangguran Kab/Kota di

Provinsi Jawa Barat.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait

Industri, Upah Minimum, Pertumbuhan Ekonomi, dan

Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat


11

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi

Pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam

menangani pengangguran.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian

yang akan datang.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pengangguran merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang

tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum

dapat memperoleh pekerjaan tersebut (Sukirno, 2000). Mereka yang tidak bekerja

tetapi tidak memiliki keinginan untuk bekerja atau sedang melakukan kegiatan

lain seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan mereka yang tidak termasuk

kedalam angkatan kerja tidak disebut sebagai pengangguran. Masalah

pengangguran merupakan masalah yang sulit diatasi. Hal ini dikarenakan masalah

pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran

masyarakat tidak mencapai potensi yang maksimal serta menjadi salah satu

permasalahan utama pemerintah yang diprioritaskan dalam menyusun strategi

pembangunan.

Dalam perekonomian selalu terdapat tingkat pengangguran yang

jumlahnya berubah-ubah dari tahun ke tahun. Tingkat pengangguran normal,

jumlah pengangguran berfluktuasi, disebut tingkat pengangguran alamiah (natural

rate of unemployment) dan deviasi dari tingkat pengaguran alamiah disebut

penganguran siklis (ciclycal unemployment). Tingkat pertumbuhan angkatan kerja


12

yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan

masalah pengangguran kemudian akan membawa dampak buruk bagi

perekonomian di Provinsi Jawa Barat.

Pengangguran dapat diatasi dengan memperluas kesempata kerja salah

satu cara untuk memperluas kesempatan kerja adalah dengan cara Industrialisasi.

Akan tetapi jika tujuan yang diutamakan adalah penciptaan lapangan kerja dan

penghapusan kemiskinan, maka sumber-sumber ekonomi yang tersedia harus

disalurkan pada usaha-usaha yang membantu sektor rumah tangga yang tidak

produktif dan tidak banyak diketahui. Jika tujuan yang diutamakan adalah

pertumbuhan ekonomi, maka sumber-sumber tersebut haruslah diarahkan kepada

usaha-usaha pengembangan perusahan-perusahaan industri besar.

Jumlah industri berhubungan erat dengan banyaknya tingkat

pengangguran terbuka. Dimana ketika banyaknya industri meningkat maka akan

meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diperlukan. Sehingga dari pernyataan

tersebut bisa diambil kesimpulan, ketika penyerapan tenaga kerja meningkat maka

tingkat pengangguran akan menurun, (Karib, 2012).

Pertumbuhan industri di Provinsi Jawa Barat dapat menjadi daya tarik

tersendiri bagi penduduk dari luar daerah atau Provinsi Jawa Barat. Beberapa

studi menunjukkan bahwa alasan migrasi masuk terjadi karena alasan ekonomi

yaitu adanya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik atau

pendapatan yang lebih tinggi. Penduduk dari subsisten di desa akan datang ke

daerah perkotaan karena di kota ada sektor industri (Lewis dalam Mariyanti,

2010).
13

Upah didefinikan sebagai pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja

dalam bentuk uang. Pendapatan yang dimaksud bukan hanya dari komponen gaji,

akan tetapi juga lemburan dan tunjangan lainnya yang diperolehnya secara rutin

(BPS, 2021). Pendapatan yang layak dapat diwujudkan melalui kebijakan

penetapan upah minimum oleh pemerintah yang dilihat dari kebutuhan hidup yang

layak. Upah minimum adalah upah yang paling rendah untuk setiap jam, setiap

hari atau setiap bulan yang dapat diterima oleh setiap tenaga kerja atau buruh

(Wirawan, 2015).

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 pasal

1 ayat 31 definisi upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan

dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi

pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan

dilakukan.

Hubungan Upah Minimum Kab/Kota (UMK) dengan pengangguran yaitu

dengan diterapkannya UMK perusahaan akan lebih selektif untuk menerima

tenaga kerja baru. Tenaga kerja yang telah menetapkan tingkat upahnya pada

tingkat upah tertentu, jika seluruh upah yang ditawarkan berada di bawah tingkat

upah yang dia tetapkan maka orang tersebut akan menolak untuk menerima upah

tersebut dan pada akhirnya tetap menganggur. Jika suatu daerah menetapkan upah

yang terlalu rendah, maka akan mengakibatkan tingginya angka pengangguran

pada daerah tersebut (Kaufman dan Hotckiss, 1999). Akan tetapi bagi perusahaan
14

jika upah ditingkatkan maka akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan sehingga

perusahaan akan lebih selektif dan mengurangi jumlah tenaga kerja yang

digunakan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kegiatan dalam suatu perekonomian

yang menimbulkan atau menghasilkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

suatu masyarakat bertambah, sehingga kemakmuran masyarakat ikut meningkat

(Sukirno, 2008). Untuk mengetahui besarnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah

maka digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dapat

menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam

dan faktor-faktor produksinya.

PDRB digunakan untuk berbagai tujuan tetapi lebih sering dianggap

sebagai ukuran terbaik dari suatu kinerja perekonomian. Secara garis besar setiap

peningkatan PDRB akan menyerap tenaga kerja yang besar sehingga dapat

mengurangi pengangguran (Mankiw, 2006).

Dalam Hukum Okun (Okun’s Law) hubungan antara pertumbuhan

ekonomi dengan pengangguran adalah negatif, begitupun sebaliknya. Hal ini

dikarenakan setiap peningkatan pengangguran 1 poin akan menurunkan GDP

(Gross Domestic Product) sebanyak 2 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi

ini menunjukkan ketidakmerataan. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif

dalam mengurangi jumlah pengangguran dikarenakan setiap kenaikan PDRB

suatu daerah maka akan meningkatkan pengembalian investasi sehingga

mendorong perusahaan baru untuk masuk ke pasar, kemudian akan timbul banyak

lowongan pekerjaan yang akan mengurangi pengangguran, (Suwandika, 2015).


15

Untuk memudahkan kegiatan penelitian, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai

berikut:

Penduduk

Angkatan
Kerja

Kebijakan
Pemerintah

Penetapan Izin Usaha


UMP & UMK Pertumbuha
Industri
n Ekonomi

Upah Jumlah
Minimum (-) Industri

(+) Tingkat (-) Penyerapan


Pengangguran Tenaga Kerja

Gambar 1.5 Bagan Kerangka Pemikiran

1.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang bersifat dugaan

(sementara), mengenai adanya hubungan tertentu antar variabel-

variabel yang digunakan dalam sebuah penelitian. Hipotesis yang


16

bersifat sementara ini, dapat diganti atau diubah dengan hipotesis lain

yang lebih tepat. Kemungkinan akan perubahan ini dikarenakan

hipotesis yang diperoleh dan ditentukan tergantung pada masalah dan

juga konsep yang diteliti (Sugiyono, 2016). Hipotesis merupakan suatu

keterangan sementara dari fakta yang diamati (Tika, 2006).

Adapun hipotesis yang akan digunakan pada kedua persamaan penelitian

ini digambarkan dalam diagram jalur sebagai berikut:

 Diagram Tingkat Pengangguran dan Variabel Independen yang

mempengaruhinya.

Industri
(X1) H1
( -)
H2 (+)
Upah Pengangguran
Minimum (X2) (Y)

(-)
Pertumbuhan H3
Ekonomi
(X3)

Gambar 1.6 Diagram Jalur Hipotesis Penelitian

1. Diduga terdapat hubungan yang negatif antara Jumlah Industri

terhadap tingkat Pengangguran.

2. Diduga terdapat hubungan yang positif antara tingkat Upah Minimum

terhadap tingkat Pengangguran.


17

3. Diduga terdapat hubungan yang negatif antara Pertumbuhan Ekonomi

terhadap tingkat Pengangguran.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dapat dideskripsikan, dibuktikan, dikembangkan, dan ditemukan

pengetahuan, teori, untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah

(Sugiyono, 2016). Di dalam penelitian diperlukan adanya beberapa teori untuk

memilih salahsatu metode yang relevan terhadap permasalahan yang diajukan.

1.7.1 Jenis dan Metode Penelitian

Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan deskriptif

kuantitatif. Pendekatan deskriptif kuantitatif adalah kegiatan penelitian yang

dimulai dari menghimpun data, menyusun data, mengatur data, mengolah data,

menyajikan dan menganalisa data.

Jenis penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kejadian suatu

variabel, gejala, peristiwa, atau keadaan (Martono, 2013). Deskriptif kuantitatif

adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan variabel-

variabel independen untuk dianalisis pengaruhnya terhadap variabel dependen

(Sugiyono, 2018).

Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat. Pada penelitian ini variabel terikat (dependen) adalah tingkat
18

Pengagguran, variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah: upah

minimum, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah industri. Adapun metode penelitian

menggunakan survei literatur yang terbagi atas:

1. Studi pustaka, merupakan teknik pengumpulan data dengan tinjauan pustaka

ke perpustakaan dan buku-buku, bahan-bahan tertulis serta referensi-referensi

yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

2. Internet Research, teknik pengumpulan data serta informasi yang selalu

berkembang seiring dengan berjalannya waktu, maka untuk mendapatkan

data yang sesuai dengan perkembangan zaman penulis memasukan sumber

yang berasal dari internet reasearch dengan mengunakan teknologi.

1.7.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan sumber data dari penelitian yang diperoleh dari peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara. Yang termasuk pada data sekunder

itu dapat diambil dari literatur, atau teks akademis, majalah, surat kabar, brosur

dan lain sebagainya. (Syafnidawaty, 2020). Lebih lanjut lagi data sekunder

merupakan catatan dari suatu dokumen perusahaan, publikasi pemerintah, analisis

industri, yang dipaparkan melalui media, situs web, internet dan lain sebagainya.

(Uma, 2011). Adapun data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

a. Laju PDRB atas harga konstan menurut Kabupaten/Kota (persen) 2017-2020

yang diambil pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat.

b. Jumlah Industri besar sedang Kabupaten/Kota (unit) tahun 2017-2020 Jawa

Barat.
19

c. Upah Minimum Kabupaten/Kota Jawa Barat tahun 2017-2020 yang diambil

pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat dan publikasi website

gajimu.com.

d. Data Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota (persen) 2017-2020

yang diambil pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat.

e. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2018-

2020, data diolah yang diambil pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS)

Indonesia.

1.7.3 Metode Analisis

Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan yaitu regresi data

panel. Data panel adalah gabungan dari data time series dan cross section. Dengan

adanya gabungan dari kedua data tersebut maka observasi pada penelitian ini akan

lebih banyak dibandingkan dengan time series dan cross section. (Gujarati &

Porter, 2019). Data panel mampu memberika informasi yang lengkap dengan

tingkat variabelitas yang tinggi kolinearitas antar variabel pun dapat berkurang

dan yang pasti lebih efisien. Dengan banyaknya obervasi akan meningkatkan

variabilitas serta informasi yang berguna untuk mengurangi kolinearitas antar

variabel (Azzainuri, 2013). Teknik analisa data panel dapat dilakukan dengan tiga

model yaitu; model common effect, fixed effect, random effect.

1.7.4 Estimasi Model Data Panel

a. Common Effect (Pooled Least Square Model)

Pendekatan Common Effect adalah pendekatan yang paling

sederhana karena hanya dengan mengkombinasikan data tampang lintang


20

(cross section) dengan data berkala (time series) tetapi tidak dengan

memperhatikan dari individu dan waktu. Terkait dengan metode

estimasinya menggunakan metode kuadrat terkecil yaitu ordinary least

square (OLS) (Baswono & Shina, 2018)

b. Fixed Effect Model (FEM)

Fixed Effect Model sendiri merupakan model dengan intercept

yang berbeda pada setiap subjeknya atau sektornya (cross section). Tetapi

slope pada subjeknya tidak pernah berubah seiring dengan berjalannya

waktu (Gujarati & Porter, Basic Econometrics. 5th ed, 2009) Model ini

sering disebut dengan model least square dummy variabel (LSDV).

c. Random Effect Model (REM)

Random Effect Model ini digunakan untuk melengkapi kelemahan

dari Fixed Effect Model, karena Fixed Effect Model masih menggunakan

variabel Dummy (Widarjono, 2005) Model ini juga mengestimasikan dari

data panel yang variabel residual diduga memiliki hubungan antara waktu

dan subjek.

1.7.5 Model Analisis

Model dalam penelitian ini merepresentasikan tingkat

pengangguran di Kabupaten/Kota provinsi Jawa Barat, dalam model

analisis penelitian ini digunakan pendekata ekonometrika yaitu

menggunakan regresi linear berganda. Analisis regresi data panel pada

penelitian ini gunanya untuk mengamati hubungan antara satu variabel


21

terikat (dependen variable) dengan variabel bebas (independent variabel).

Maka persamaan model analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Y =  0  1X1  2X 2   3X 3 e

Dimana:

Y = Pengangguran

 0 = Konstanta

X1 = Jumlah Industri

X2 = Upah Minimum Kabupaten/Kota

X3 = Produk Domestik Regional Bruto / Laju Pertumbuhan Ekonomi

e = Eror Term

1.7.6 Pengujian Statistik Dan Ekonometrik

1.7.6.1 Pemilihan Metode Estimasi Dalam Data Panel

Ada beberapa tahap dalam memilih estimasi dalam data panel. Pertama,

membandingkan Common Effect Model (CEM) dengan Fixed Effects Model

(FEM) menggunakan CHOW test. Jika hasil menunjukan model CEM yang

diterima, maka metode CEM yang dianalisis. Jika model FEM yang diterima

maka dilakukan tahap kedua yaitu uji Hausman untuk menentukan metode terbaik

antara FEM dan Random Effects Model (REM). Jika hasil menunjukan model

FEM yang diterima maka metode FEM yang dianalisis, namun jika REM maka

perlu dilakukan pengujian lagi menggunakan uji Langrange Multiplier (LM)


22

untuk memilih model terbaik antara REM dan Polled Least Square (PLS) (Kurnia

et al., 2017).

a. Chow Test

Uji Chow adalah sebuah pengujian untuk membandingkan atau memilih

model yang akan digunakan yaitu apakah common effect atau (Common Effect

Model) atau fixed effect. Dalam software Eviews hipotesis dari uji chow adalah:

 Ho: menggunakan CEM jika (probabilitas > 0,05)

 H1: menggunakan FEM jika (probabilitas < 0,05)

Kriteria penilaiannya adalah hasil yang menunjukkan bahwa

F-test maupun Chi-square jika p-value > 5% maka H0 diterima, dan

jika p-value < 5% maka H0 ditolak. Ketika model yang terpilih adalah

fixed effect maka perlu dilakukan uji lagi, yaitu uji Hausman untuk

mengetahui apakah sebaiknya memakai fixed effect model (FEM) atau

random effect model (REM) (Lestari, 2010).

b. Hausman Test

Uji Hausman digunakan untuk memilih atau membandingkan antara

FEM (fixed Effect Model) dengan REM (Random Effect Model). Dalam software

Eviews hipotesis dari uji houseman adalah:

 Ho: Menggunakan REM jika (Probabilitas > 0,05)

 H1: Menggunakan FEM jika (Probabilitasnya < 0,05)

Statistik uji hausman ini mengikuti distribusi statistik chi-

square dengan derajat bebas sebanyak jumlah peubah bebas (p).


23

Hipotesis nol ditolak jika nilai statistik hausman lebih besar daripada

nilai kritis statistic chi-square. Kriteria penilaiannya yaitu apabila hasil

pengujian menunjukkan p-value > 5% maka Ho diterima, dan jika p-

value < 5% maka Ho ditolak (Rohmana, 2013).

c. Uji Lagrange Multiplier

Uji Langrange ini digunakan untuk membandingkan atau memilih antara

CEM (Common Effect Model) dan REM (Random Effect Model). Dalam software

Eviews hipotesis dari uji Lagrange Multiplier adalah:

 Ho: Menggunakan CEM jika (Probabilitas > 0,05)

 H1: Menggunakan REM jika (Probabilitas < 0,05)

1.7.6.2 Uji Statistik dan Ekonometrik

Uji statistik merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji

diterima atau ditolak (secara statistik) hasil hipotesis no (H0) dari sampel.

Keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang

diperoleh dari data yang ada (Gujarati, 2012).

1. Uji t-statistik

Tujuan dari uji parsial adalah untuk mengetahui seberapa jauh

pengaruh dari variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y)

secara parsial. Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan

tingkat signifikansi sebesar 0,05 (α =5%) atau tingkat keyakinan sebesar

0,95. Hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

Ho: bi = 0

HA: bi ≠ 0
24

Ketentuan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

a. Jika tingkat signifikansi ≤ 5%, Ho ditolak dan Ha diterima

b. Jika tingkat signifikansi ≥ 5%, Ho diterima dan Ha ditolak

2. Uji F-statistik

Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel

independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan)

terhadap variabel dependen. Hipotesis yang digunakan dalam uji F adalah:

 H0: Variabel independen secara simultan tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen.

 H1: Variabel independen secara simultan berpengaruh

terhadap variabel dependen.

F hasil perhitungan ini dibandingkan dengan F tabel yang diperoleh dengan

menggunakan tingkat resiko atau signifikan level 5% atau dengan

degreefreedom = k (n-k-1) dengan kriterian sebagai berikut:

H0: diterima jika tingkat signifikansin > 0,05

H1: diterima jika tingkat signifikansi < 0,05

3. Koefisien Determinasi R2

Koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan

variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
25

variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Gozali, 2011).

1.7.6.3 Uji Asumsi Klasik

a. Normalitas

Uji Normalitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah

variabel pengganggu atau residual berdistribusi secara normal. Terdapat

beberapa cara untuk melakukan pengujian pada normalitas yaitu n uji

Kolmogorov Smirnov, uji Anderson-Darling, uji Shapiro-Wilk, dan uji

Jarque-Bera. Pada penelitian kali ini penulis akan melakukan uji

normalitas dengan cara melihat nilai dari probabilitas Jarque-Bera.

Penyebab terjadinya kesalahan pada normalitas adalah data outlier dan

data dimungkinkan tidak berdistribusi secara normal atau berdistribusi lain

seperti eksponensial, gamma dan lain-lain. (Baswono & Shina, 2018).

Maka hipotesis dari pengujian ini adalah:

 Apabila Probabilitas Jarque-Bera < 0,05 maka Ho ditolak artinya data

tidak berdistribusi secara normal

 Apabila Probabilitas Jarque-Bera > 0,05 maka Ho diterima artinya data

telah berdistribusi secara normal

b. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah asumsi dari adanya hubungan yang linear

atau searah yang kuat antara variabel-variabel independen.

Mutikollinearitas terjadi karena apabila terdapat korelasi yang kuat atara

variabel independennya. Dalam penelitian tidak terjadi masalah


26

multikolinearitas jika korelasi antara variabel predictor atau variabel

independen pada matriks koefisien korelasi memilikin nilai terlalu tinggi

yaitu diatas 0,8 maka terdapat masalah multikolinearitas (Hidayat, 2016)

c. Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas adalah salah satu alat untuk menguji model

regresi yang berguna untuk melihat ketidaksamaan variance dan residual

satu ke residual lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lainnya tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika

berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Salah satu cara menguji

heteroskedastisitas adalah dengan cara uji gletser. Kriteria yang digunakan

adalah tingkat signifikan diatas 5% berarti tidak terjadi masalah pada uji

heteroskedastisitas dan jika di bawah 5% maka terdapat masalah pada uji

heteroskedastisitas.

d. Autokorelasi

Uji Autokorelasi merupakan alat untuk melihat adanya korelasi

antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu

pada periode t-1(sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka model tersebut

terdapat masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi

dapat dilakukan uji Durbin – Watson.

 Jika nilai D-W statistik dibawah -2 atau D-W < -2 maka terdapat positif

autokorelasi

 Jika nilai D-W statistik diantara -2 dan 2 atau -2 < D-W statistik < 2 maka

tidak terjadi autokorelasi positif


27

 Terjadi autokorelasi negatif jika nilai D-W diatas 2 atau D-W statistik > 2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pengangguran

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam indikator

ketenagakerjaan, pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja

namun sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha

baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima

bekerja tetapi belum mulai bekerja.

2.1.1 Pengertian Pengangguran

Pengangguran dapat diartikan sebagai orang atau sekelompok

orang yang termasuk ke dalam angkatan kerja akan tetapi tidak dapat

bekerja dan sedang mencari pekerjaan menurut referensi tertentu

(Feriyanto, 2014). Pengangguran tersebut biasanya didominasi oleh

angkatan kerja yang baru saja menyelesaikan pendidikannya dan sedang

berusaha mencari ataupun menunggu pekerjaan yang sesuai dengan

ekspektasi mereka. Selama pekerja belum mendapatkan pekerjaan yang

sesuai dengan keinginan, untuk mencukupi kebutuhan hidup akan

ditanggung oleh orangtua atau keluarga yang dianggap mampu (Masri dan

Sofyan, 1995).

Menurut Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan

dimana seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja ingin memperoleh

pekerjaan akan tetapi belum mendapatkannya. Seseorang yang tidak

bekerja namun tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong

28
29

sebagai pengangguran. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya

pengangguran adalah kurangnya pengeluaran agregat. Pengusaha

memproduksi barang dan jasa dengan maksud memperoleh keuntungan,

akan tetapi keuntungan tersebut akan diperoleh apabila pengusaha tersebut

dapat menjual barang dan jasa yang mereka produksi. Semakin besar

permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang mereka wujudkan.

Kenaikan produksi yang dilakukan akan menambah penggunaan tenaga

kerja.

2.1.2 Indikator Pengangguran

Indikator-indikator yang mendasari penyebab pengangguran sebagai

berikut:

1) Sedikitnya lapangan pekerjaan yang menampung para pencari kerja.

Banyaknya para pencari kerja tidak sebanding dengan lapangan

pekerjaan yang dimiliki oleh Negara Indonesia.

2) Kurangnya keahlian yang dimiliki oleh para pencari kerja. Banyak

jumlah sumber daya manusia yang tidak memiliki keterampilan

menjadi salah satu penyebab makin bertambahnya angka

pengangguran di Indonesia.

3) Kurangnya informasi, dimana pencari kerja tidak memiliki akses

untuk mencari tau informasi tentang perusahaan yang memilli

kekurangan tenaga pekerja.

4) Kurang meratanya lapangan pekerjaan, banyaknya lapangan

pekerjaan di kota, dan sedikitnya perataan lapangan pekerjaan.


30

5) Masih belum maksimalnya upaya pemerintah dalam memberikan

pelatihan untuk meningkatkan softskill budaya malas yang masih

menjangkit para pencari kerja yang membuat para pencari kerja

mudah menyerah dalam mencari peluang kerja.

Menurut Sukirno (2006) sebab terjadinya pengangguran dapat

digolongkan kepada tiga jenis yaitu:

1. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang wujud apabila

ekonomi telah mencapai kesempatan kerja penuh.

2. Pengangguran struktural, terjadi karena adanya perubahan dalam

struktur atau komposisi perekonomian.

3. Pangangguran teknologi, ditimbulkan oleh adanya pengantian

tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia yang disebabkan

perkembangan teknologi.

2.1.3 Bentuk dan Jenis Pengangguran

Mengutip pernyataan Sukirno (2000:8-9), Jenis-jenis pengangguran

menurut sebab terjadinya pengangguran dibagi menjadi 2 (dua) jenis

pengangguran, yaitu:

1. Pengangguran friksional

Makna dari pengangguran friksional adalah disaat terjadi

kesusahan sementara antara pencari pekerjaan dengan lowongan

kerja yang tersedia. Maksudnya, disaat pencari pekerjaan belum

menemukan lowongan kerja, baik karena alasan waktu, jarak,


31

maupun informasi yang kurang maka seseorang termasuk kedalam

jenis pengangguran friksional.

2. Pengangguran struktural

Makna dari pengangguran struktural adalah disaat terjadi

permasalahan struktur atau permasalahan komposisi perekonomian.

Maksudnya, pada perubahan terjadi pada struktur maka berdampak

pada kebutuhan keterampilan dari tenaga kerja. Namun, pencari

kerja belum bisa beradaptasi dengan keterampilan yang dibutuhkan

tersebut. Dengan demikian, seorang pencari kerja tersebut termasuk

ke dalam jenis pengangguran struktural.

Sukirno (1994) membagi pengangguran ke dalam 4 (empat)

kelompok yaitu:

1. Pengangguran terbuka

Penyebab terjadinya pengangguran terbuka adalah disaat

kondisi pertambahan tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan

lowongan perkerjaan yang tersedia.

2. Pengangguran tersembunyi

Pengangguran tersembunyi terjadi disaat tenaga kerja yang

dimiliki kelebihan karena beberapa faktor. Faktor yang

mempengaruhinya antara lain, berkaitan dengan jenis kegiatan

pada perusahaan tersebut, kecil besarnya perusahaan tersebut,

jenis intensif yang digunakan oleh perusahaan tersebut dan


32

capaian tingkat produksi suatu perusahaan. Misalnya: pelayan

restoran yang dibutuhkan sudah melebihi kebutuhan sehingga

kelebihan pelayan tersebut termasuk kedalam kelompok

pengangguran tersembunyi.

3. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman bergantung pada beberapa faktor

terutama faktor musim atau cuaca. Misal, pekerja pada sektor

pertanian atau perikanan. Dimana apabila cuaca baik maka

petani/nelayan dapat memperoleh untung yang besar namun

ketika cuaca buruk bisa saja tidak ada penghasilan yang

diperoleh dan pekerja tersebut harus menganggur karena tidak

memiliki pekerjaan lain selain bertani atau sebagai nelayan.

4. Setengah menganggur

Pekerja yang setengah menganggur umumnya terjadi akibat

urbanisasi yang berkembang di Indonesia. Sebagian besar dari

penduduk tersebut sulit menemukan pekerjaan di kota, ada juga

yang bisa bekerja hanya satu atau dua hari dalam satu minggu.

Pekerja seperti ini termasuk kedalam kelompok setengah

menganggur.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

2.1.4.1 Industri

Faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran adalah jumlah

industri negara tersebut. Membicarakan tentang jumlah industri


33

semakin banyaknya penyedia lapangan pekerjaan yang ada diharapkan

mampu menyerap jumlah pengangguran yang ada. Proses

industrialisasi merupakan jalan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dengan arti mereka memperoleh hidup yang lebih maju

dan bermutu (Arsyad (1992:31)). Oleh karena itu banyaknya industri

dapat mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di suatu daerah.

Diperlukan adanya pengembangan industri terutama jenis industri

padat karya untuk dapat mengurangi pengangguran. Dalam penelitian

ini difokuskan pada industri sedang dan industri besar karena jumlah

output industri ini mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang besar.

Suatu daerah dikatakan berkembang apabila mampu menaikkan

jumlah produksi barang dan jasa di daerahnya. Untuk menaikkan

jumlah barang yang diproduksi maka akan membutuhkan jumlah

tenaga kerja yang banyak. Semakin banyaknya industri yang ada

disuatu daerah akan menurunkan tingkat pengangguran di daerah

tersebut. Namun, nyatanya sebagian besar industri menggunakan

teknologi canggih sehingga, tidak diperlukan tenaga manual yang

banyak dan hanya memerlukan tenaga kerja yang memiliki sumber

daya manusia yang baik.

2.1.4.2 Upah Minimum

Menurut (Al-Habees & Rumman, 2012) faktor lain yang

berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di suatu wilayah adalah

upah minimum. Upah minimum memang menjadi salah satu isu


34

sensitif baik bagi akademisi dan pengambil kebijakan. Para pendukung

kenaikan upah minimum meyakini bahwa kenaikan upah minimum

bertujuan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan khusunya pada

golongan dengan pendapatan rendah (Cahuc & Michel, 1996;

Christiano, Eichenbaum, & Trabandt, 2013; Mortensen & Pissarides,

1994). Namun, di satu sisi banyak pihak yang percaya bahwa upah

akan menyesuaikan dengan mekanisme pasar sehingga tidak perlu ada

kebijakan upah minimum. Menurut mereka, upah minimum hanya

akan membuat kekakuan pasar dan tidak menciptakan iklim usaha

yang kondusif.

Upah yang terlalu tinggi akan membuat iklim usaha kurang baik,

tingginya upah akan membuat beban perusahaan semakin besar

sehingga tidak mampu bersaing dan pada akhirnya untuk bertahan

perusahaan akan memilih untuk mengurangi jumlah pekerja melalui

pemutusan hak kerja atau memindahkan pabrik keluar daerah dengan

upah yang lebih rendah. Namun di sisi lain upah juga harus sesuai

dengan standar biaya hidup minimum karena bagaimanapun hak-hak

pekerja tidak bisa diabaikan. Disebabkan hal tersebut maka kebijakan

mengenai upah minimum yang ditetapkan otoritas harus benar-benar

mengakomodasi pengusaha dan buruh. Disatu sisi harus tidak

membebankan pengusaha dan dilain sisi harus menjamin kelayakan

hidup pekerja. Beberapa studi memperlihatkan jika peningkatan upah

minimum berpengaruh positif terhadap meningkatnya pengangguran,


35

misalnya studi di negara OECD menunjukkan bahwa peningkatan

upah minimum sebesar 10% akan mengurangi tenaga kerja sebesar

0,7% dan meningkatkan pengangguran sebesar 0,64% (Chong-Uk

Kim, 2018).

Upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pengangguran sehingga besar kecilnya upah yang di tetapkan oleh

pemerintah sangat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran yang

ada. Jika mengacu ke pernyataan Alghofari (2010) sesuai dengan fakta

di lapangan, upah minimum Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya

meningkat akan tetapi tingkat pengangguran di Jawa Barat masih

menjadi salah satu tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia.

2.1.4.3 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan kegiatan dalam suatu

perekonomian yang menimbulkan atau menghasilkan barang dan jasa

yang diproduksi dalam suatu masyarakat bertambah, sehingga

kemakmuran masyarakat ikut meningkat (Sukirno, 2008). Untuk

mengetahui besarnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka

digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dapat

menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber

daya alam dan faktor-faktor produksinya.

PDRB digunakan untuk berbagai tujuan tetapi lebih sering

dianggap sebagai ukuran terbaik dari suatu kinerja perekonomian.

Secara garis besar setiap peningkatan PDRB akan menyerap tenaga


36

kerja yang besar sehingga dapat mengurangi pengangguran (Mankiw,

2006).

2.2 Penelitian Terkait

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu

No. Judul dan Nama Tujuan Hasil Penelitian


Peneliti/Tahun Penelitian
1. Pengaruh Pertumbuhan Menggambarkan Pertumbuhan ekonomi
Ekonomi, Upah seberapa besar berpengaruh tidak
Minimum Provinsi, dan pengaruh signifikan terhadap tingkat
Tingkat Pendidikan pertumbuhan pengangguran di Indonesia
Terhadap ekonomi, upah tahun selama periode 2011-
Pengangguran Terbuka minimum dan 2015. Upah Minimum
di Indonesia / Syurifto tingkat Provinsi (UMP)
Prawira, 2018. Pendidikan berpengaruh signifikan
terhadap terhadap tingkat
pengembangan pengangguran di Indonesia
pengangguran diselama periode 2011-2015.
Indonesia. Tingkat pendidikan
berpengaruh signifikan
terhadap tingkat
pengangguran di Indonesia
selama periode 2011-2015.
Pertumbuhan ekonomi,
Upah Minimum Provinsi
(UMP), dan tingkat
pendidikan secara bersama-
sama berpengaruh
signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Indonesia
selama periode 2011-2015.
2. Pengaruh PDRB untuk untuk Temuan dari penelitian ini
37

No. Judul dan Nama Tujuan Hasil Penelitian


Peneliti/Tahun Penelitian
Terhadap mengetahui adalah PDRB berpengaruh
Pengangguran di pengaruh negatif dan signifikan
Kabupaten/Kota pengaruh terhadap pengangguran
Kalimantan Barat / Rio PDRB terhadap Kabupaten/Kota di
Laksamana, 2016. tingkat Kalimantan Barat, artinya
pengangguran di semakin
Kalimantan bertambah PDRB, maka
Barat. pengangguran semakin
menurun, hal ini disebabkan
karena
sumbangan PDRB tertinggi
pada aspek pertanian, aspek
pertanian tidak dapat
menyerap banyak tenaga
kerja sehingga walaupun
PDRB naik, tidak diikuti
oleh penurunan
pengangguran.
3. Analisis Upah Terhadap tujuan dalam Hasil Pengujian
Pengangguran di Kota penelitian ini menunjukan bahwa dalam
Manado Tahun 2003- adalah untuk variabel upah (UMP)
2012 / Nirmala Mansur, menganalisis memberikan pengaruh
Daisy Engka dan Upah Terhadap negatif
Steeva Tumangkeng, Pengangguran di dan signifikan terhadap
2014. Kota Manado. pengangguran di Kota
Manado.
4. Analisis Pengaruh Penelitian ini Dari hasil regresi berganda
Pertumbuhan Ekonomi, dilakukan menunjukkan bahwa ketiga
Upah Minimum, dan bertujuan untuk variabel bebas berpengaruh
Investasi Terhadap mengetahui signifikan
Jumlah Pengangguran pengaruh secara parsial dansimultan
di Kabupaten Gresik / pertumbuhan terhadap variabel
Aditya Barry ekonomi, pengangguran. Variabel
Kurniawan, 2014. upah minimum, pertumbuhan ekonomi dan
dan investasi investasi berpengaruh
terhadap jumlah negative terhadap variabel
pengangguran di pengangguran. Variabel
Kabupaten upah minimum berpengaruh
38

No. Judul dan Nama Tujuan Hasil Penelitian


Peneliti/Tahun Penelitian
Gresik. posistif terhadap variabel
pengangguran.
5. Pengaruh Upah Penelitian ini Hasil regresi linier berganda
Minimum Terhadap dilakukan menunjukkan upah
Tingkat Pengangguran bertujuan untuk minimum sebagai variabel
Terbuka di Indonesia / mengetahui yang sangat besar
Rully Sutansyah pengaruh tingkat pengaruhnya terhadap
Effendy, 2018. Upah minimum penurunan tingkat
terhadap tingkat pengangguran. Inflasi
Pengangguran positif mempengaruhi
terbuka di tingkat pengangguran
Indonesia. terbuka. Sedangkan
pertumbuhan ekonomi tidak
mempengaruhi tingkat
pengangguran terbuka.
6. Pengaruh Laju Tujuan Kesimpulan dari penelitian
Pertumbuhan Sektor penelitian ini ini menunjukkan bahwa
Industri, Investasi, dan adalah untuk pertumbuhan sektor industri
Upah Terhadap mengetahui menunjukkan tren yang
Penyerapan Tenaga gambaran umum semakin menurun
Kerja Sektor Industri di dan pengaruh sedangkan investasi, upah
Provinsi Jawa Tengah pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja
Tahun 1980-2011 / sektor industri, sektor industri menunjukkan
Arifatul Chusna, 2013. investasi dan tren yang semakin
upah terhadap meningkat, laju
penyerapan pertumbuhan sektor industri
tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap
sektor industri di penyerapan tenaga kerja
Jawa Tengah. sektor industri, sedangkan
Penelitian ini investasi dan upah
dianalisis berpengaruh terhadap
menggunakan penyerapan tenaga kerja
analisis regresi sektor industri di Jawa
linear berganda. Tengah.
7. Faktor-faktor yang Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam
mempengaruhi tingkat bertujuan untuk mempengaruhi tingkat
pengangguran dan menganalisis pengangguran, pertumbuhan
kemiskinan di kota dan mengetahui ekonomiberpengaruh
39

No. Judul dan Nama Tujuan Hasil Penelitian


Peneliti/Tahun Penelitian
samarinda / Dahma pengaruh langsung dan tidak
Amar Ramdhan, Djoko pertumbuhan signifikan dengan nilai
Setyadi dan Adi ekonomi, upah pengaruh 0,269 dan
Wijaya, 2017. minimum kota signifikansi 0,177> 0,10,
(UMK), tingkat upah minimum
pendidikan, dan kotaberpengaruh langsung
inflasi terhadapdan signifikan dengan nilai
tingkat pengaruh -1,269 dan
pengangguran signifikansi 0,032 <0,10,
dan kemiskinan tingkat pendidikan
di Kota
berpengaruh langsung dan
Samarinda tidak signifikan dengan nilai
pengaruh 0,554 dan
signifikansi 0,255> 0,10,
sertainflasi berpengaruh
langsung dan tidak
signifikan dengan nilai
pengaruh 0,184 dan
signifikansi 0,352>0,10.
8. Pengaruh Pertumbuhan Tujuan dari Hasilnya, pertumbuhan
Industri terhadap penelitian ini industri dilihat dari investasi
Pengangguran Terbuka adalah untuk tidak terlalu berpengaruh
di Kabupaten Karawang mengetahui pada penurunan jumlah
/ Tiara Rahmawati, pengaruh pengangguran terbuka di
2021. pertumbuhan Kabupaten Karawang
industri dilihat
dari investasi
terhadap
pengangguran
terbuka di
Kabupaten
Karawang.
9. Pengaruh Kebijakan Penelitian ini Hasil penelitian
Upah Minimum bertujuan untuk membuktikan bahwa upah
Terhadap Penyerapan menguji sistem minimum memberikan
Tenaga Kerja pengupahan pengaruh yang positif dan
Perempuan di Indonesia apakah tinjauan signifikan terhadap
/ Iskandar Ahmaddien adil dan penyerapan pekerja
40

No. Judul dan Nama Tujuan Hasil Penelitian


Peneliti/Tahun Penelitian
dan Norma H. Sa’dia, seimbang perempuan. Oleh karena itu,
2020. tentang gender perlu adanya penetapan
dari pengaruh upah yang berwawasan
kebijakan gender. Tujuannya adalah
Pemerintah untuk menghindari
tentang terjadinya eksploitasi
penentuan upah terhadap tenaga kerja
minimum perempuan.
terhadap
penyerapan
tenaga kerja
perempuan di
Indonesia.
10. Pengaruh Pertumbuhan Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
Ekonomi dan Upah bertujuan untuk pertumbuhan
Terhadap Tingkat mengetahui ekonomi di Kabupaten
Pengangguran di pengaruh Gowa berpengaruh pnegatif
Kabupaten Gowa / Nur pertumbuhan dan signifikan terhadap
Fitra Qadri, 2019. ekonomi dan tingkat pengangguran.
upah terhadap Adapun nilai koefisien
tingkat regresi variabel upah adalah
pengangguran di -1,313
kabupaten dengan tingkat signifikansi
Gowa. 0,003. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa upah
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Kabupaten
Gowa tahun 2012-2016.
BAB III

OBJEK PENELITIAN

3.1 Perkembangan Pengangguran Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Pada

Tahun 2017-2020

Menurut Sukirno, secara umum pengangguran adalah suatu keadaan

dimana seseorang yang tergolong angkatan kerja ingin mendapatkan

pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja,

tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai

pengangguran. Menurut Mankiw, menyatakan bahwa pengangguran akan

selalu muncul dalam satu perekonomian karena beberapa alasan. Alasan

pertama adalah pencarian kerja, yaitu dibutuhkan waktu untuk mencocokkan

para pekerja dan pekerjaan. Alasan kedua adalah adanya kekakuan upah. Dari

beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah

kondisi saat seseorang tidak mempunyai pekerjaan atau tidak bekerja dalam

usia produktif.

Saat ini tingkat pengagguran di Kabupaten/Kota Jawa Barat secara

keseluruham mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal ini dapat dilihat

dari pertumbuhan penduduk yang semakin tahunnya semakin meningkat dan

angka kelulusan sekolah yang terus meningkat namun tidak setara dengan

jumlah lowongan pekerjaan yang ada. Namun peningkatan angka

pengangguran setiap tahun tentu harus diiringi dengan jumlah lapangan

pekerjaan dan kualits manusianya. Hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah

Provinsi Jawa Barat agar penyerapan tenaga kerja dapat semaksimal mungkin

41
42

terhadap pengangguran itu merata di setiap Kabupaten/Kota dan juga kualitas

tenaga kerjanya juga harus tidak boleh dikesampingkan. Tidak hanya

kuantitas saja yang diperbanyak tetapi kualitasnya harus di tingkatkan.

Berikut terdapat gambaran perkembangan tingkat pengangguran yang ada di

Kabupaten/Kota Jawa Barat tahun 2017 – 2020.

Tabel 3.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Kab/Kota di Provinsi

Jawa Barat Tahun 2017-2020 (persen)

Kab/Kota Tingkat Pengangguran


No
Provinsi Jawa
. 2017 2018 2019 2020
Barat
1. Bogor 9,55 9,83 9,11 14,29

2. Sukabumi 7,66 7,84 8,05 9,6

3. Cianjur 10,1 10,23 9,81 11,05

4. Bandung 3,92 5,07 5,51 8,58

5. Garut 7,86 7,12 7,35 8,95

6. Tasikmalaya 6,61 6,92 6,31 7,12

7. Ciamis 5,17 4,64 5,16 5,66

8. Kuningan 7,94 9,1 9,68 11,22

9. Cirebon 9,61 10,64 10,35 11,52

10. Majalengka 5,02 5 4,37 5,84

11. Sumedang 7,15 7,54 7,7 9,89

12. Indramayu 8,64 8,46 8,35 9,21

13. Subang 8,74 8,71 8,68 9,48

14. Purwakarta 9,11 9,94 9,73 11,07

15. Karawang 9,55 9,12 9,68 11,52


43

Kab/Kota Tingkat Pengangguran


No
Provinsi Jawa
. 2017 2018 2019 2020
Barat
16. Bekasi 10,97 9,74 9 11,54

17. Bandung Barat 9,33 8,55 8,24 12,25

18. Pangandaran 3,34 3,59 4,52 5,08

19. Kota Bogor 9,57 9,74 9,16 12,68

20. Kota Sukabumi 8 8,57 8,49 12,17


21. Kota Bandung 8,44 8,05 8,18 11,19

22. Kota Cirebon 9,29 9,07 9,04 10,97

23. Kota Bekasi 9,32 9,14 8,3 10,68

24. Kota Depok 7 6,66 6,12 9,87

25. Kota Cimahi 8,43 8 8,09 13,3

26. Kota Tasikmalaya 6,89 6,89 6,78 7,99

27. Kota Banjar 5,97 5,95 6,16 6,73

28. Jawa Barat 8,22 8,23 8,04 10,46

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020

Tabel 3.1 mennunjukkan perolehan tingkat pengangguran di

Kabupaten/Kota Jawa Barat cukup bervariasi, perolehan tingkat

pengangguran yang terbesar angkanya adalah Kabupaten Bogor yaitu Sebesar

14,29 persen dan Kota Bogor sebesar 12,68 persen. Menurut publikasi Badan

Pusat Statistik Kabupaten Bogor, penyerapan tenaga kerja di Kabupaten

Bogor atau penyerapan tenaga kerjanya lebih banyak dibandingkan dengan

Kabupaten/Kota lain karena Kabupeten Bogor memiliki jumlah penduduk

terbesar dalam publikasi data Badan Pusat Statistik bahwa penduduk Bogor
44

pada tahun 2020 mencapai 6.088.233 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk

berpengaruh pada jumlah penduduk usia kerja yang besar tentunya akan

berpengaruh juga pada angkatan kerja yang besar dan angka pengangguran.

Hal tersebut menuntun agar pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan

dengan seluas-luasnya agar tidak menimbulkan pengangguran yang besar dan

secara ekonomi akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat (BPS

Kabupaten Bogor 2020).

Kemudian untuk Kota Bogor yaitu Jumlah angkatan kerja pada agustus

2020 sebanyak 24,21 juta orang, naik 0,22 juta orang dibanding agustus 2019.

Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami

penurunan sebesar 0,46 persen poin dari 64,99 persen pada agustus 2019

menjadi 64,53 persen pada agustus 2020, Dalam setahun terakhir,

pengangguran meningkat 28,35 ribu orang, namun TPT mengalami

penurunan sebesar 0,04 persen poin menjadi 7,69 persen pada februari 2020.

Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) tertinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 11,30 persen

(Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2020).

Persentase angka pengangguran tertinggi kedua di Kabupaten/Kota Jawa

Barat yaitu Kabupaten Bandung Barat. Pada tahun 2020 Kabupaten Bandung

Barat memiliki persentase angka pengangguran sebesar 12,25 persen.

Kenaikan setiap tahunnya pada Kabupaten Bandung Barat dapat dikatakan

naik turun yang sangat terlihat yaitu dari tahun 2017 hingga 2020. Pada tahun

2017 kenaikan sebesar 9,33 persen. Tetapi pada tahun 2018 sampai 2019
45

mengalami penurunan yaitu menjadi 8,24 persen. Dan ditahun berikutnya

mengalami kenaikan signifikan pada tahun 2019 ke 2020 yaitu menjadi 12,25

persen hal ini tentunya dikarenakan karena wabah pandemi Covid-19. Karena

pandemi tersebut banyak pekerja yang dirumahkan atau di PHK (Pemutusan

Hubungan Kerja). Hal tersebut yang memicu pengurangan penyerpaan tenaga

kerja pada tahun 2020.

Sementara itu perolehan persentase angka pengangguran di

Kabupaten/Kota Jawa Barat pada tahun 2017-2020 yang terendah yaitu Kota

Banjar. Pada tahun 2020 persentase angka pengangguran di Kota Banjar

sebesar 6,73 persen. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan

peringkat pertama yaitu Kabupaten Bogor. Hal yang membuat mengapa

angkanya begitu sedikit dibandingkan dengan kabupeten/kota lain karena

penduduk Kota Banjar juga merupakan jumlah penduduk yang paling sedikit

di Kota/Kabupaten Jawa Barat.

Pada tahun 2020 jumlah penduduk Kota Banjar hanya sebanyak 183.299

Jiwa. kenaikan penyerpaan tenaga kerja di Kota Banjar tiap tahunnya hanya

berkisar 1.000 hingga 3.000 jiwa saja tiap tahunnya. Pada tahun 2017 ke 2018

kenaikan peneyerapan tenaga kerja di Kota Banjar hanya sebesar 1.081 Jiwa.

Lalu pada tahun 2018 ke 2019 kenaikannya sebesar 3.733 jiwa. yang uniknya

adalah pada tahun 2020 penyerapan tenaga kerja di Kota Banjar tidak

mengalami penurunan bahkan mengalami kenaikan yaitu sebesar 2.756 jiwa

yang dimana pada tahun 2020 dunia sedang di gemparkan oleh pademi

Covid-19. Hal itu membuat banyak tenaga kerja yang di PHK. Tetapi untuk
46

Kota Banjar mereka tidak terkena imbasnya hal ini karena di Kota Banjar

tidak banyak sektor industri dan pariwisata hal itu yang membuat Kota Banjar

masih bisa mempertahankan tenaga kerjanya.

Jika dilihat berdasarkan data perolehan persentase tingkat pengangguran di

Kabupaten/Kota Jawa Barat masih diperlukannya peningkatan pertama terkait

penyebaran tenaga kerja yang ada di setiap Kabupaten/Kotanya agar tidak

terjadi penumpukan di satu Kabupeten/Kota saja yang kedua adalah perlunya

ditingkatkan sumberdaya manusia agar dapat menambah atau menciptakan

lapangan kerja yang baru.

3.2 Perkembangan Jumlah Industri Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Pada

Tahun 2017-2020

Industrialisasi merupakan sebuah upaya guna meningkatkan produktivitas

tenaga manusia dengan disertai upaya untuk memperluas ruang lingkup

kegiatan usaha. Di Provinsi Jawa Barat industri memberikan kontribusi

terhadap penyerapan tenaga kerja, akan tetapi pada tahun 2020 jumlah

pengangguran di Jawa Barat termasuk kontributor tertinggi dibandingkan

provinsi lain di Pulau Jawa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah pertumbuhan sektor industri

dan tingkat upah.

Industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector).

Peranan sektor pemimpin dalam kaitannya dengan keberhasilan sebuah

pembangunan adalah dengan adanya pembangunan industri, maka diharapkan

akan dapat memacu dan mendorong pembangunan sektor-sektor lainnya.


47

Pertumbuhan industri yang cukup cepat akan mendorong adanya perluasan

peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan

permintaan masyarakat (daya beli). Adanya peningkatan dan daya beli

(permintaan) tersebut menunjukkan bahwa perekonomian itu tumbuh dan

sehat.

Saat ini, salah satu sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat adalah sektor

industri, sektor industri secara keseluruhan terus mengalami peningkatan

setiap tahunnya, hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang

terus mengalami perkembangan. Namun peningkatan jumlah industri disuatu

daerah setiap tahunnya tentu harus diiringi dengan kualitas tenanga kerja atau

kualitas manusianya yang baik.

Sektor industri termasuk sektor yang mampu menyerap banyak tenaga

kerja di Provinsi Jawa Barat. Namun apakah dapat menjamin meningkatnya

pertumbuhan industri akan menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat

mengurangi tingkat pengangguran di Jawa Barat. Tujuan atau sasaran

kebijaksanaan pemerintah adalah bahwa kegiatan industri yang ada haruslah

mampu untuk mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Hal ini berarti

bahwa semakin bertambahnya suatu industri maka semakin besar pula

kesempatan kerja yang ada.

Hal ini akan menjadi tantangan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar

seiring bertambahnya industri, tentu penyerapan tenaga kerja yang terserap

pun harus merata di setiap Kabupaten/Kota nya dan juga kualitas tenaga

kerjanya juga harus diperhatikan. Tidak hanya industrinya saja yang


48

diperbanyak tetapi kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) harus diperhatikan

dan ditingkatkan. Berikut terdapat gambaran perkembangan Jumlah Industri

yang ada di Kabupaten/Kota Jawa Barat tahun 2017–2020.

Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Industri Besar Sedang Kab/Kota di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2020 (unit)

No Kab/Kota Jawa Barat 2017 2018 2019 2020


1. Bogor 14.204 15.961 16.049 16.049
2. Sukabumi 12.556 16.165 16.166 16.166
3. Cianjur 1.526 1.335 1.346 1.346
4. Bandung 15.917 14.229 14.233 14.236
5. Garut 2.506 9.993 10.000 10.000
6. Tasikmalaya 495 1.526 1.551 1.577
7. Ciamis 9.981 1.534 1.539 1.585
8. Kuningan 5.232 2.534 2.573 2.586
9. Cirebon 1.503 10.942 11.144 11.144
10. Majalengka 2.427 7.473 7.475 7.475
11. Sumedang 352 5.254 5.254 5.267
12. Indramayu 10.938 2.429 2.430 2.488
13. Subang 10.515 3.498 3.538 3.538
14. Purwakarta 11.098 11.125 11.125 11.125
15. Karawang 7.457 10.548 10.553 10.553
16. Bekasi 1.324 12.639 12.653 12.653
17. Bandung Barat 15.989 384 389 389
18. Pangandaran 3.487 495 531 532
19. Kota Bogor 9.446 8.875 8.875 8.875
20. Kota Sukabumi 9.987 9.571 9.571 9.631
21. Kota Bandung 8.867 11.124 11.124 11.128
22. Kota Cirebon 10.538 9.450 9.452 9.452
23. Kota Bekasi 11.092 10.418 10.433 10.433
49

No Kab/Kota Jawa Barat 2017 2018 2019 2020


24. Kota Depok 6.176 10.540 10.549 10.549
25. Kota Cimahi 10.360 6.181 6.181 6.186
26. Kota Tasikmalaya 9.767 10.005 10.005 10.015
27. Kota Banjar 9.551 9.798 9.821 9.821
28. Jawa Barat 213.29 214.026 214.560 214.799
1
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020

Tabel 3.2 menunjukkan banyaknya jumlah industri di Kabupaten/Kota

Jawa Barat yang setiap tahunnya selalu bertambah, angka perkembangan

jumlah industri yang paling banyak yaitu berada di Kabupaten Sukabumi

yaitu sebanyak 16.166 unit. Menurut publikasi Badan Penanaman Modal dan

Perizinan Terpadu (BPMPT) Kabupaten Sukabumi, dikatakan bahwa daerah

Sukabumi memiliki luas wilayah sekitar 3.934,47 km yang terbagi menjadi

47 kecamatan dan membawahi sekitar 364 desa serta 3 kelurahan.

Tersedianya bahan baku yang melimpah dan dukungan potensi sumber daya

manusia yang kreatif, menjadikan sektor industri menengah di Kabupaten

Sukabumi berkembang cukup pesat beberapa tahun belakangan ini. Bahkan,

produk - produk industri menengah yang dihasilkan para pelaku usaha tidak

hanya diminati pasar lokal, namun juga mulai merambah pasar nasional dan

juga menembus pasar ekspor ke beberapa negara tetangga.

Potensi industri besar di wilayah Kabupaten Sukabumi berjumlah 121 unit

usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 30.001 orang dan jumlah

sentral industri kecil sebanyak 241 sentral yang tersebar di seluruh wilayah

Kabupaten Sukabumi sedangkan untuk potensi industri kecil menengah dan


50

industri rumah tangga di wilayah Kabupaten Sukabumi sebanyak 18.778 unit

usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 61.061 orang.

Besarnya jumlah industri berpengaruh pada besarnya jumlah penyerapan

tenaga kerja yang tentunya akan berpengaruh juga pada angka pengangguran

di Kabupaten Sukabumi. Hal tersebut menjadikan tantangan bagi Pemerintah

Kabupaten Sukabumi agar menciptakan penyerapan tenaga kerja yang merata

dan seluas-luasnya agar tidak menimbulkan pengangguran yang besar dan

secara ekonomi akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.

Jumlah industri yang tertinggi kedua di Kabupaten/Kota Jawa Barat yaitu

adalah Kabupeten Bogor. Pada tahun 2020 Kabupaten Bogor memiliki

jumlah industri sebanyak 16.049 unit. Kenaikan setiap tahunnya pada

Kabupaten Bogor yang terlihat yaitu dari tahun 2017 hingga 2019 yaitu

bertambah sebanyak 1.845 unit, sedangkan pada tahun 2019 ke 2020 tidak

ada penambahan industri.

Sementara itu perolehan jumlah industri di Kabupaten/Kota Jawa Barat

pada tahun 2017-2020 yang terendah yaitu berada di Kabupaten Bandung

Barat. Pada tahun 2020 jumlah industri di Kabupaten Bandung Barat hanya

berjumlah 389 unit. Hal ini sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan

peringkat pertama yaitu Kabupaten Sukabumi di angka belasan ribu. Hal yang

membuat mengapa jumlah industrinya begitu sedikit dibandingkan dengan

Kabupeten/Kota lain dikarenakan oleh letak dan luas wilayah Kabupaten

Bandung Barat yang dirasa kurang menguntungkan untuk membangun lebih

banyak lagi industri, menurut Pemerintah Provinsi Jawa Barat Cakupan


51

wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 15 (lima belas) Kecamatan,

Dilihat dari sisi penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung Barat,

penggunaan lahan untuk budidaya pertanian merupakan penggunaan lahan

terbesar yaitu 66.500,294 HA, sedangkan yang termasuk kawasan lindung

seluas 50.150,928 HA, budidaya non pertanian seluas 12.159,151 HA dan

lainnya seluas 1.768,654 HA. Luas wilayah lindung di daerah Kabupaten

Bandung Barat terkait dengan isu kawasan Bandung Utara, disamping itu

dilihat dari kondisi fisik geografis posisi wilayah Kabupaten Bandung Barat

dinilai kurang menguntungkan, hal ini dikarenakan terdiri dari banyak

cekungan yang berbukit-bukit dan di daerah-daerah tertentu sangat rawan

dengan bencana alam tanah.

Jika dilihat dari perolehan data jumlah industri di Kabupaten Kota Jawa

Barat selama empat tahun terakhir cendrung mengalami kenaikan dan jumlah

industri terbanyak di pulau Jawa, kemudian tahun 2020. Terdapat beberapa

sektor yang terkena dampak adanya wabah pandemi covid-19 seperti kawasan

industri yang terpaksa harus melakukan PHK besar besaran terhadap

karyawannya. Hal ini menjadi tantangan pemerintah agar bisa belajar dari

sebelum-sebelumnya agar siap siaga dalam menghadapi krisis apapun

terutama ekonomi dan pandemi.

3.3 Perkembangan Tingkat Upah Minimum Kab/Kota di Provinsi Jawa

Barat Pada Tahun 2017-2020

Upah merupakan salah satu faktor yang jika dilihat dari sisi penawaran

ketenagakerjaan mempengaruhi terhadap penyerapan tenaga kerja. Besarnya


52

upah yang ditawarkan oleh suatu perusahaan biasanya ditentukan oleh tingkat

produktivitas, kualitas dan waktu kerja itu sendiri. Kenaikan upah mininmum

merupakan suatu hal yang sangat dinanti-nantikan oleh para pekerja/buruh,

dikarenakan karena dengan adanya kenaikan upah tersebut juga akan

memberikan dampak yang negatif terhadap tingkat pengangguran di

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat.

Dikarenakan para pihak pengusaha ataupun perusahaan akan merasa berat

dalam pemberian upah terhadap para pekerjanya yang harus mengikuti

standar upah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga akan timbulnya

insiatif pihak pengusaha ataupun perusahaan untuk membatasi penerimaan

karyawan atau akan lebih menggunakan karyawan yang memiliki kualitas

yang lebih baik, dengan begitu akan berakibatkan terhadap tingkat

pengangguran di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat. Perkembangan tingkat

upah setiap Kabupaten/Kota terlihat mengalami kenaikan setiap tahunya.

Untuk kasus di Jawa Barat sistem pengupahan itu melalui desentralisasi

yaitu diserahkan kepada kepala daerah (Bupati/Walikota) dan disetujui oleh

Gubernur. Hal itu yang membuat perbedaan antara UMK setiap

Kabupaten/Kota. Karena setiap Kabupaten/Kota memiliki sektor industri

masing-masing makanya tidak bisa disamaratakan untuk upah minimum tiap

Kabupaten/Kota. Dapat dilihat perkembangan upah setiap Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Barat pada tabel berikut:


53

Tabel 3.3 Perkembangan Tingkat Upah Minimum Kab/Kota di Provinsi

Jawa Barat Tahun 2017-2020 (Rp)

No Kab/Kota Jawa Barat 2017 2018 2019 2020


1. Bogor 3.204.552 3.483.668 3.763.405 4,083,670
2. Sukabumi 2.376.558 2.583.557 2.791.016 3,028,531
3. Cianjur 1.989.115 2.162.367 2.336.004 2,534,798
4. Bandung 2.463.461 2.678.029 2.893.074 3,139,275
5. Garut 1.538.909 1.672.948 1.807.285 1,961,085
6. Tasikmalaya 1.767.030 1.920.938 2.075.189 2,251,787
7. Ciamis 1.475.793 1.604.334 1.733.162 1,880,654
8. Kuningan 1.477.353 1.606.030 1.734.994 1,882,642
9. Cirebon 1.723.578 1.873.702 2.024.160 2,196,416
10. Majalengka 1.525.632 1.658.515 1.791.693 1,944,166
11. Sumedang 2.463.461 2.678.029 2.893.074 3,139,275
12. Indramayu 1.803.239 1.960.301 2.117.713 2,297,931
13. Subang 2.327.072 2.529.760 2.732.899 2,965,468
14. Purwakarta 3.169.549 3.445.617 3.722.299 4,039,067
15. Karawang 3.605.272 3.919.291 4.234.010 4,594,324
16. Bekasi 3.530.438 3.837.940 4.146.126 4,498,961
17. Bandung Barat 2.468.289 2.683.277 2.898.744 3,145,427
18. Pangandaran 1.433.901 1.558.794 1.714.673 1,860,591
19. Kota Bogor 3.272.143 3.557.147 3.842.785 4,169,806
20. Kota Sukabumi 1.985.494 2.158.431 2.331.752 2,530,182
21. Kota Bandung 2.843.663 3.091.346 3.339.580 3,623,778
22. Kota Cirebon 1.741.683 1.893.384 2.045.422 2,219,487
23. Kota Bekasi 3.601.650 3.915.354 4.229.756 4,589,708
24. Kota Depok 3.297.489 3.584.700 3.872.785 4,202,105
25. Kota Cimahi 2.463.461 2.678.028 2.893.074 3,139,274
26. Kota Tasikmalaya 1.776.686 1.931.435 2.086.529 2,264,093
27. Kota Banjar 1.437.522 1.562.730 1.688.217 1,831,884
54

No Kab/Kota Jawa Barat 2017 2018 2019 2020

28. Jawa Barat 1.420.624 1.544.361 1.668.373 1.810.350


Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020

Berdasarkan Tabel 3.3 menunjukkan perolehan Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Barat selama empat tahun dari tahun 2017-

2020 terus mengalami peningkatan. Perolehan Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) tertinggi di Jawa Barat berada di Kabupaten

Karawang. Pada tahun 2020 UMK Kabupaten Karawang mencapai angka Rp.

4,594,324. Tidak hanya menduduki peringkat UMK tertinggi di Jawa Barat.

Kabupaten Karawang ternyata menduduki peringkat tertinggi se-Indonesia

mengalahkan DKI Jakarta. Hal yang membuat UMK Kabupaten Karawang

sangat tinggi, karena dalam industri itu terbagi menjadi 2 yaitu padat modal

(High Tech dan Manufaktur) dan padat karya (garmen). Untuk industri

Kabupaten Karawang ini lebih ke padat modal, yang dulunya Kabupaten

Karawang merupakan produsen padi, sayuran namun sekarang Kabupaten

Karawang berubah menjadi kawasan industri yang sangat besar.

Saat ini Kabupaten Karawang menjadi kawasan industri dan juga pabrik-

pabrik besar menggunakan teknologi yang membuat produktivitasnya

semakin tinggi. Tidak heran jika perusahaan mampu memberikan upah yang

sangat tinggi karena produktivitasnya juga sangat tinggi. Selain itu juga

Kabupaten Karawang menjadi tempat investasi yang menjanjikan hal terebut

ditunjukkan pada tahun 2017 yang menurut DPMTSP (Dinas Penanaman

Modal Terpadu Satu Pintu) pada realisasi PMA (Penanaman Modal Asing)
55

triwulan 1 tahun 2017 Kabupaten Karawang mendapat suntikan dana sebesar

Rp. 11,435,334,680,000.

Perolehan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2017–

2020 yang tertinggi kedua adalah Kota Bekasi. Pada tahun 2020 Upah

Minimum Kabupaten/Kota Bekasi adalah sebesar Rp. 4,589,708. Tentunya

Upah ini sangat tinggi dan berbeda tipis dengan Kabupaten Karawang.

Bahkan UMK Kota Bekasi melebihi DKI Jakarta. Hal yang membuat UMK

di Kota Bekas ini tinggi karena Kabupaten Bekasi juga merupakan salah satu

kawasan industri terbesar. Dan juga kawasan industri disana sudah

menggunakan padat modal.

Selain itu juga alasan penetapan UMK Bekasi tinggi karena KHL

(Kebutuhan Hidup Layak) di Kota Bekasi juga relatif tinggi dibandingkan

dengan wilayah Indonesia lainnya, Faktor lain yang membuat tingginya UMK

Bekasi adalah permintaan dari para buruh itu sendiri.

Kemudian perolehan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang

terendah adalah Kota Banjar. Besaran UMK di Kota Banjar pada tahun 2020

adalah sebesar Rp. 1,831,884. Hal ini dikarenakan di Kota Banjar jenis

industrinya masih menggunakan padat karya. Sehingga produktivitasnya bisa

dibilang rendah. Selain itu, KHL di Kota Banjar masih rendah dibandingkan

dengan Karawang dan Bekasi. Jadi, rendahnya UMK di Kota Banjar itu

sesuai dengan KHL di daerah tersebut. Selan itu upah minimum

Kabupaten/Kota di Jawa Barat selama periode 2017–2020 cenderung

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2020 saat terjadi
56

Pandemi tetap mengalami kenaikan karena kebutuhan yang diperlukan juga

semakin beragam. Dengan sistem pengupahan secara desentralisasi

diharapkan agar secara rill upah tersebut merata dan memenuhi standar KHL

yang ada di tiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

3.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota di Provinsi Jawa

Barat Pada Tahun 2017-2020

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan

jangka panjang secara perlahan yang terjadi melalui kenaikan dalam

tabungan, produksi dan modal untuk meningkatkan output tanpa melihat

apakah kenaikan output tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat

pertumbuhan penduduk. Dalam teori pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan

ekonomi dapat menjelaskan kenaikan output per kapita dalam jangka

panjang, seperti bagaimana faktor tersebut berinteraksi satu dengan yang

lainnya, sehingga terjadi proses pertumbuhan.

Dalam teori pertumbuhan ekonomi dijelaskan bahwa pertumbuhan

ekonomi berkaitan erat dengan kenaikan output per kapita dan ada dua sisi

yang perlu diperhatikan, yaitu PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) di

satu sisi, dan jumlah penduduk menganggur (tenaga kerja menganggur) dan

penduduk miskin di sisi lainnya akibat terbatasnya lapangan pekerjaan dalam

perekonomian. Produk Domestik Regional atas dasar harga konstan berguna

untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dari tahun ketahun.

PDRB atas dasar harga konstan juga bisa mengetahui nilai tambah yang

dihasilkan oleh semua faktor industri dan pola struktur perekonomian daerah
57

pada periode tertentu. Maka PDRB memiliki peranan penting dalam

meningkatkan perekonomian di suatu daerah. Semakin tinggi PDRBnya,

perekonomian suatu daerah tersebut akan semakin baik. Salah satu sektor

yang sangat besar dalam penyumbang PDRB adalah sektor industri. Sektor

industri sendiri itu sangat banyak menyerap tenaga kerja. Dengan kata lain

semakin besar PDRB maka semakin banyak Industri menyumbang pada

PDRB dan semakin banyak juga tenaga kerja yang akan terserap. Berikut

dapat dilihat perkembangan laju pertumbuhan ekonomi setiap

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat pada tabel berikut:

Tabel 3.4 Perkembangan Laju PDRB Atas Harga Konstan Menurut

Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2020 (persen)

No Kab/Kota Jawa 2017 2018 2019 2020


Barat
1. Bogor 5.92 6.19 5.85 -1.77
2. Sukabumi 5.75 5.79 5.81 -1.08
3. Cianjur 5.77 6.23 5.67 -0.78
4. Bandung 6.15 6.26 6.13 -1.87
5. Garut 4.91 4.96 5.02 -1.26
6. Tasikmalaya 5.95 5.70 5.43 -0.98
7. Ciamis 5.21 5.44 5.38 -0.14
8. Kuningan 6.36 6.43 6.59 0.09
9. Cirebon 5.06 5.02 4.68 -1.08
10 Majalengka 6.81 6.10 7.71 0.86
.
11 Sumedang 6.23 5.83 6.33 -1.12
.
12 Indramayu 1.43 1.34 3.20 -1.58
58

No Kab/Kota Jawa 2017 2018 2019 2020


Barat
.
13 Subang 5.10 4.38 4.41 -1.27
.
14 Purwakarta 5.15 4.98 4.38 -2.05
.
15 Karawang 5.13 6.07 4.08 -3.59
.
16 Bekasi 5.68 6.02 3.94 -3.30
.
17 Bandung Barat 5.21 5.50 5.05 -2.41
.
18 Pangandaran 5.10 5.41 5.94 -0.05
.
19 Kota Bogor 6.12 6.14 6.05 -0.53
.
20 Kota Sukabumi 5.43 5.51 5.49 -1.48
.
21 Kota Bandung 7.21 7.08 6.79 -2.28
.
22 Kota Cirebon 5.80 6.21 6.29 -0.99
.
23 Kota Bekasi 5.73 5.86 5.41 -2.55
.
24 Kota Depok 6.75 6.97 6.74 -1.92
.
25 Kota Cimahi 5.43 6.46 7.85 -2.26
.
59

No Kab/Kota Jawa 2017 2018 2019 2020


Barat
26 Kota Tasikmalaya 6.07 5.93 5.97 -2.01
.
27 Kota Banjar 5.30 5.04 5.03 1.04
.
28 Jawa Barat 5.35 5.64 5.07 -2.44
.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020

Dapat dilihat pada tabel 3.4 menunjukkan perkembangan laju

pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Jawa Barat terlihat menurun tiap

tahunnya selama periode 2017 – 2020. Perkembangan laju pertumbuhan

PDRB paling tinggi selama empat tahun terakhir adalah Kabupeten Bekasi.

Dengan jumlah 243195.25 (milyar rupiah) jika dilihat dari PDRB atas dasar

harga konstan meskipun angka perkembangan laju pertumbuhan ekonominya

-3.30 persen. Hal ini terjadi karena pandemi Covid-19 yang melanda

Indonesia pada tahun 2020 yang menyebabkan angka laju pertumbuhan

ekonomi nya menjadi negatif (-) sebab pada saat itu kondisi perekonomian di

Indonesia bahkan di seluruh dunia mengalami depresi dan inflasi setiap

sektor.

Kabupaten Bekasi merupakan tempat penghasil industri dan manufaktur

terbesar di Jawa Barat. karena Kabupaten Bekasi merupakan tempat yang

strategis untuk pabrik pabrik industri pengolahan. Menurut publikasi Badan

Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, penyumbang sektor PDRB terbesar

adalah industri pengolahan. Angkanya mencapai 197168,84 (Miliar Rupiah)


60

dari total PDRB yaitu 243195,25 (Miliar Rupiah). Artinya pada tahun 2020

sektor industri pengolahan menyumbang 81 persen dari total PDRB

Kabupaten Bekasi. Besarnya sumbangan sektor industri pengolahan

tersebutlah yang membuat Kabupaten Bekasi merupakan salah satu kawasan

industri terbesar yang ada di Jawa Barat.

Sementara itu Perkembangan laju PDRB Kabupaten/Kota Jawa Barat

tertinggi kedua setelah Kabupaten Bekasi adalah Kabupaten Kerawang. Pada

tahun 2020 Kabupaten Kerawang menyumbangkan Produk Domestik

Regional Bruto sebesar 157849.53 Milyar Rupiah namun laju

pertumbuhannya -3,59 persen dikarenakan pandemi yang menyebabkan

produksi industri menurun dan banyak pekerja buruh yang terkena PHK. Hal

ini terjadi karena Kabupaten Kerawang merupakan salah satu

Kabupaten/Kota industri yang terbesar juga selain Kabupaten Bekasi. Bahkan

dilansir dari fakta data Disnakertrans Kerawang pada tahun 2018 terdapat

13.756.358 hektar lahan yang dijadikan sebagai Kawasan industri di

Kerawang. Lalu pada tahun 2018 juga data perusahaan atau pabrik yang

beroperasi sebanyak 1.716 pabrik.

Penurunan terjadi tentunya karena Pandemi covid-19 yang membuat

pabrik tidak beroperasi karena adanya pemberlakuan PSBB (Pembatasan

Sosial Berskala Besar) sehingga membuat para pekerja tidak bekerja bahkan

di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Perolehan perkembangan laju PDRB Kabupaten/Kota Jawa Barat yang

paling rendah adalah Kota Banjar. Kota Banjar menjadi penyumbang Produk
61

Domestik Regional Bruto pada tahun 2020 sebesar 3254.94 (Milyar Rupiah)

dan laju pertumbuhannya sebesar 1,04 persen. Berbeda dengan Bekasi dan

Kerawang, Kota Banjar tidak unggul dalam hal industri. Tetapi masih

mengutamakan pada sektor pertanian.

Walaupun berstatus daerah perkotaan, Kota Banjar masih mengandalkan

pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Hal ini terjadi karena proporsi

kota Banjar memiliki area pertanian yang cukup luas bahkan Sebagian besar

wilayahnya adalah persawahan, perkebunan dan hutan raya. Selain itu juga

fasilitas irigasi yang mewadahi membuat sektor pertanian menjadi unggulan

bagi Kota Banjar. Maka karena rendahnya sumbangan PDRB Kota Banjar

karena pertanian memang masih jauh dibandingkan dengan industri

pengolahan.

Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kota Jawa

Barat selama empat tahun terakhir cenderung mengalami naik turun, terutama

pada tahun 2020 dan mengalami penurunan yang sangat jelas. Terdapat

beberapa sektor yang terkena dampak adanya wabah pandemi covid-19

seperti Kawasan industri dan pariwisata.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini ditampilkan interpretasi dari hasil estimasi model tentang

Pengaruh Jumlah Industri, Upah Minimum, dan Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Tingkat Pengangguran di Kabupaten Kota Jawa Barat Tahun 2017-

2020. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan

metode data panel yakni gabungan antara data time series dan cross section.

Data time series yang digunakan adalah data tahunan yakni 2017-2020 dan

untuk data cross section sebanyak 27 kabupaten kota di provinsi Jawa Barat

sehingga data yang diamati pada penelitian berjumlah 108 observasi. Bagian

ini diawali dengan menampilkan hasil estimasi untuk memperoleh informasi

hubungan antara variabel secara statistik dan ekonometrik.

4.1 Model Regresi Data Panel

Regresi data panel dengan tiga model analisis common, fixed dan random

effect. Pemilihan model tergantung pada asumsi yang dipakai oleh peneliti

dan pemenuhan syarat-syarat pengolahan data statistik yang benar sehingga

dapat dipertanggungjawabkan secara statistik. Oleh karena itu, pertama-tama

yang harus dilakukan adalah memilih model yang tepat dari ketiga model

yang ada. Selain itu, menurut beberapa ahli ekonometrik dikatakan bahwa,

jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (t) lebih besar

dibandingkan jumlah individu (i), maka disarankan menggunakan metode

Fixed Effect. Sedangkan jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah

62
63

waktu (t) lebih kecil dibandingkan jumlah individu (i), maka disarankan

menggunakan metode Random Effect (Aris, 2017).

4.1.1 Uji Chow

Uji ini dilakukan untuk menentukan model common effect atau fixed effect

yang lebih tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Dalam

menentukan diantara dua model tersebut maka digunakan uji chow sebagai

uji pemilihan model regresi data panel. Hipotesis dalam uji chow dalam

penelitian sebagai berikut.

Apabila dari hasil tersebut yang terpilih adalah common effect, maka tidak

perlu melakukan uji Hausman. Namun apabila dari hasil uji Chow

menentukan model fixed effect yang digunakan, maka perlu melakukan uji

Hausman untuk menentukan model fixed effect atau random effect yang

digunakan.

Tabel 4.1 Hasil Uji Chow

Effect Statistic d.f Prob.

Periode F 20.368710 (26,78) 0.0000

Periode Chi-square 221.700853 26 0.0000

Sumber: Hasil Olah Data dengan Eviews 10, 2022

Pada Tabel 4.1 menunjukan Prob. Dari Chi-square sebesar 0.0000 yang

berarti lebih kecil dari taraf signifikasi 5%. Sesuai kriteria keputusan pada

model ini perlu melakukan uji Hausman untuk menentukan Kembali model

yang digunakan antara fixed effect atau random effect.


64

4.1.2 Uji Hausman

Uji ini dilakukan untuk menentukan model fixed effect atau random effect

yang lebih tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Dalam

menentukan diantara dua model tersebut maka digunakan uji hausman

sebagai uji pemilihan model regresi data panel. Hipotesis di uji hausman

dalam penelitian sebagai berikut:

1. Apabila probabilitas Chi-Square > 0,05 maka yang dipilih adalah

Random Effect Model.

2. Apabila probabilitas Chi-Square < 0.05 maka yang dipilih adalah Fixed

Effect Model.

Apabila dari hasil tersebut yang terpilih adalah fixed effect, maka tidak perlu

melakukan uji hausman. Namun apabila dari uji hausman menentukan

model random effect yang digunakan, maka perlu melakukan uji LM untuk

menentukan model random effect atau common effect yang digunakan.

Tabel 4.2 Hasil Uji Hausman

Effect Chi-Square Statistic d.f Prob.

Cross-section random 8.753300 3 0.0328

Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 10, 2022

Pada Tabel 4.2 menunjukan Prob. dari Chi-square sebesar 0.0328 yang

berarti lebih kecil dari taraf signifikasi 5%. Sesuai kriteria keputusan pada

model ini menggunakan model fixed effect dan tidak perlu melakukan uji

LM.
65

4.1.3 Estimasi Model

Estimasi terhadap tingkat pengangguran dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan program E-views 10, metode panel data

dengan model efek tetap (fixed effect model) regresi data panel memiliki

gabungan karakteristik gabungan data yaitu data yang tergabung dalam

beberapa objek dan meliputi waktu. Analisis data panel memerlukan

estimasi model untuk menghasilkan sebuah regresi. Terdapat tiga Teknik

dalam estimasi model diantaranya: 1) Common Effect Model, 2) Fixed

Effect Model, 3) Random Effect Model. Berdasarkan hasil pengujian

melalui E-views 10 melalui Uji Chow dan Uji Hausman penelitian ini

direkomendasikan menggunakan metode fixed effect model sehingga

memunculkan estimasi model sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Estimasi Model

Method: Panel Leas t Squares


Date: 12/05/21 Tim e: 19:57
Sam ple: 2017 2020
Periods included: 4
Cros s -sections included: 27
Total panel (balanced) obs ervations : 108

Variable Coefficient Std. Error t-Statis tic Prob.

C 10.10837 1.196771 8.446370 0.0000


X1 0.000421 0.000887 0.474977 0.6361
X2 -1.84E-07 4.14E-07 -0.444330 0.6580
X3 -0.316600 0.033300 -9.507431 0.0000

Effects Specification

Cros s -section fixed (dum m y variables )

R-s quared 0.928341 Mean dependent var 8.413519


Adjus ted R-s quared 0.901699 S.D. dependent var 2.147539
S.E. of regres s ion 0.673318 Akaike info criterion 2.276934
Sum s quared res id 35.36182 Schwarz criterion 3.021971
Log likelihood -92.95444 Hannan-Quinn criter. 2.579019
F-s tatis tic 34.84459 Durbin-Wats on s tat 1.827610
Prob(F-s tatis tic) 0.000000
66

CROSSID Effect
1 Bogor 2.530450
2 Sukabumi -0.043432
3 Cianjur 1.940607
4 Bandung -2.510874
5 Garut -0.891738
6 Tasikmalaya -1.777801
7 Ciamis -3.386654
8 Kuningan 1.224709
9 Cirebon 1.860534
10 Majalengka -3.034876
11 Sumedang -0.195933
12 Indramayu -0.721409
13 Subang 0.276548
14 Purwakarta 1.497287
15 Karawang 1.532861
16 Bekasi 1.913671
17 Bandung Barat 0.932006
18 Pangandaran -4.539940
19 Kota Bogor 2.265665
20 Kota Sukabumi 0.792804
21 Kota Bandung 0.933805
22 Kota Cirebon 1.213690
23 Kota Bekasi 1.142715
24 Kota Depok -0.544063
25 Kota Cimahi 1.241365
26 Kota Tasik... -1.340951
27 Kota Banjar -2.311048

Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 10, 2022

Dalam ekspresi persamaan matematis, hasil estimasi pada tabel 4.3

disajikan pada persamaan berikut:

Tingkat Pengangguran = 10.10837 + 0.000421*X1it - 1.84E-07*X2it –

0.316600*X3it

Persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai koefisien variabel Jumlah Industri (X1) sebesar 0.000421. Artinya,

apabila terjadi kenaikan Jumlah Industri sebesar 1%, maka akan

meningkatkan Tingkat Pengangguran sebesar 0.000421 persen.


67

2. Nilai koefisien variabel Upah Minimum (X2) sebesar -1.84E-07.

Artinya, apabila terjadi kenaikan nilai tingkat Upah sebesar 1%, maka

akan menurunkan tingkat Pengangguran sebesar 1.84E-07 persen.

3. Nilai koefisien variabel Pertumbuhan Ekonomi (X3) sebesar -0.316600.

Artinya, apabila terjadi kenaikan Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar

1%, maka akan menurunkan Tingkat Pengangguran sebesar 0.316600

persen.

Effect Model (cross section) diperoleh effect untuk setiap kabupaten kota

di Provinsi Jawa Barat yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Persamaan Regresi Kabupaten Bogor

Tingkat Pengangguran (TP) = 2.530450 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Bogor menunjukan

angka sebesar 2.530450. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 2.530450 persen.

2. Persamaan Regresi Kabupaten Sukabumi

Tingkat Pengangguran (TP) = -0.043432 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Sukabumi

menunjukan angka sebesar -0.043432. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka


68

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -

0.043432 persen.

3. Persamaan Regresi Kabupaten Cianjur

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.940607 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Cianjur menunjukan

angka sebesar 1.940607. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 1.940607 persen.

4. Persamaan Regresi Kabupaten Bandung

Tingkat Pengangguran (TP) = -2.510874 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Bandung menunjukan

angka sebesar -2.510874. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -2.510874

persen.

5. Persamaan Regresi Kabupaten Garut

Tingkat Pengangguran (TP) = -0.981738 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Garut menunjukan

angka sebesar -0.981738. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya


69

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -0.981738

persen.

6. Persamaan Regresi Kabupaten Tasikmalaya

Tingkat Pengangguran (TP) = -1.777801 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Tasikmalaya

menunjukan angka sebesar -1.777801. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -

1.777801 persen.

7. Persamaan Regresi Kabupaten Ciamis

Tingkat Pengangguran (TP) = -3.386654 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Ciamis menunjukan

angka sebesar -3.386654. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -3.386654

persen.

8. Persamaan Regresi Kabupaten Kuningan

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.224709 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Kuningan menunjukan

angka sebesar 1.224709. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel


70

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 1.224709 persen.

9. Persamaan Regresi Kabupaten Cirebon

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.860534 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Cirebon menunjukan

angka sebesar 1.860534. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 1.860534 persen.

10. Persamaan Regresi Kabupaten Majalengka

Tingkat Pengangguran (TP) = -3.034876 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Majalengka

menunjukan angka sebesar -3.034876. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -

3.034876 persen.

11. Persamaan Regresi Kabupaten Sumedang

Tingkat Pengangguran (TP) = -0.195933 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Sumedang

menunjukan angka sebesar -0.195933. Artinya, apabila besaran nilai


71

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -

0.195933 persen.

12. Persamaan Regresi Kabupaten Indramayu

Tingkat Pengangguran (TP) = -0.721409 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Indramayu

menunjukan angka sebesar -0.721409. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -

0.721409 persen.

13. Persamaan Regresi Kabupaten Subang

Tingkat Pengangguran (TP) = 0.276548 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Subang menunjukan

angka sebesar 0.276548. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 0.276548 persen.

14. Persamaan Regresi Kabupaten Purwakarta

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.497287 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it
72

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Purwakarta

menunjukan angka sebesar 1.497287. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar

1.497287 persen.

15. Persamaan Regresi Kabupaten Karawang

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.532861 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Karawang

menunjukan angka sebesar 1.532861. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar

1.532861 persen.

16. Persamaan Regresi Kabupaten Bekasi

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.913671 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Bekasi menunjukan

angka sebesar 1.913671. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 1.913671 persen.

17. Persamaan Regresi Kabupaten Bandung Barat


73

Tingkat Pengangguran (TP) = 0.932006 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Bandung Barat

menunjukan angka sebesar 0.932006. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar

0.932006 persen.

18. Persamaan Regresi Kabupaten Pangandaran

Tingkat Pengangguran (TP) = -4.539940 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kabupaten Pangandaran

menunjukan angka sebesar -4.539940. Artinya, apabila besaran nilai

dari variabel independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka

pengaruhnya terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -

4.539940 persen.

19. Persamaan Regresi Kota Bogor

Tingkat Pengangguran (TP) = 2.265665 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Bogor menunjukan angka

sebesar 2.265665. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 2.265665 persen.


74

20. Persamaan Regresi Kota Sukabumi

Tingkat Pengangguran (TP) = 0.792804 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Sukabumi menunjukan

angka sebesar 0.792804. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 0.792804 persen.

21. Persamaan Regresi Kota Bandung

Tingkat Pengangguran (TP) = 0.933805 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Bandung menunjukan angka

sebesar 0.933805. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 0.933805 persen.

22. Persamaan Regresi Kota Cirebon

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.213690 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Cirebon menunjukan angka

sebesar 1.213690. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 1.213690 persen.

23. Persamaan Regresi Kota Bekasi


75

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.142715 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Bekasi menunjukan angka

sebesar 1.142715. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 1.142715 persen.

24. Persamaan Regresi Kota Depok

Tingkat Pengangguran (TP) = -0.544063 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Depok menunjukan angka

sebesar -0.544063. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -0.544063

persen.

25. Persamaan Regresi Kota Cimahi

Tingkat Pengangguran (TP) = 1.241365 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Cimahi menunjukan angka

sebesar 1.241365. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar 1.241365 persen.


76

26. Persamaan Regresi Kota Tasikmalaya

Tingkat Pengangguran (TP) = -1.340951 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Tasikmalaya menunjukan

angka sebesar -1.340951. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -1.340951

persen.

27. Persamaan Regresi Kota Banjar

Tingkat Pengangguran (TP) = -2.311048 + 0.000421*X1it - 1.84E-

07*X2it – 0.316600*X3it

Nilai Konstanta yang diperoleh oleh Kota Banjar menunjukan angka

sebesar -2.311048. Artinya, apabila besaran nilai dari variabel

independent (X1, X2 dan X3) nilainya sama, maka pengaruhnya

terhadap variabel tingkat Pengangguran yaitu sebesar -2.311048

persen.

4.2 Uji Asumsi Klasik

4.2.1 Uji Multikolinearitas

Pengujian ini berguna untuk mengetahui adanya hubungan linier

antara variabel bebas (independen) dalam model. Menurut Gujarati (2012),

jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih dari 0,8 maka dapat
77

disimpulkan bahwa model mengalami masalah multikolinearitas.

Sebaliknya, apabila koefisien korelasi kurang dari 0,8 maka model bebas

dari masalah multikolinearitas.

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas

X1 X2 X3

X1 1.000000 -0.131306 0.005860

X2 -0.131306 1.000000 -0.247723

X3 0.005860 -0.247723 1.000000

Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 10, 2022

Berdasarkan hasil pada tabel 4.4 dapat dilihat semua korelasi antar

variabel independent tidak ada yang memiliki nilai lebih besar dari 0,8.

Hasil tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas

dalam model.

4.3 Uji Ekonometrik dan Statistik

4.3.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan

dari variabel bebas secara Bersama-sama terhadap variabel terikat.

Tabel 4.5 Hasil Koefisien Determinasi

Effects Specification
R-squared 0.928341 Mean dependent var 8.413519
Adjusted R-squared 0.901699 S.D. dependent var 2.147539
S.E. of regression 0.673318 Akaike info criterion 2.276934
Sum squared resid 35.36182 Schwarz criterion 3.021971
Log likelihood -92.95444 Hannan-Quinn criter 2.579019
F-statistic 34.84459
Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.827610
Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 10, 2022
78

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.5 diperoleh nilai

R₂ sebesar 0.928341 ini menunjukan bahwa 92 persen tingkat

pengangguran di 27 Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat

dipengaruhi oleh jumlah industri, upah minimum, dan laju pertumbuhan

ekonomi dan sisanya 8 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukan kedalam model.

4.3.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel

bebas secara individual dalam menerangkan variabel terikat. Uji t-statistik

dilakukan dengan membandingkan antara nilai t-hitung dengan t-tabel

dengan tingkat signifikan tertentu.

Untuk melihat menerima atau menolak hipotesis. Tingkat

signifikan yang digunakan pada penelitian ini adalah (5% = 0.05). variabel

bebas dapat berpengaruh dengan signifikan jika hasil probabilitas lebih

kecil dari tingkat signifikansi. Maka hipotesis yang digunakan untuk

menerima atau menolak H0 adalah sebagai berikut:

1. H0: variabel bebas secara parsial (Jumlah Industri, Upah

Minimum Kabupaten/Kota, Pertumbuhan Ekonomi) secara

parsial tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat

(Pengangguran).

2. H1: variabel bebas secara parsial (Jumlah Industri, Upah

Minimum Kabupaten/Kota, Pertumbuhan Ekonomi) secara


79

parsial memiliki pengaruh terhadap variabel terikat

(Pengangguran).

Dengan kriteria pengambilan keputusan:

 Apabila probabilitas > α maka H0 diterima dan H1 ditolak,

maka variabel bebas (X) tidak berpengaruh secara parsial

terhadap variabel terikat (Y) secara signifikan

 Apabila probabilitas < α maka H0 ditolak dan H1 diterima,

maka variabel bebas (X) mempengaruhi secara parsial

terhadap variabel terikat (Y) secara signifikan

Tabel 4.6 Hasil Uji t-statistik

Variabel Coefficient Std. Error t-statistic Prob.


C 10.10837 1.196771 8.446370 0.0000
X1 0.000421 0.000887 0.474977 0.6361
X2 -1.84E-07 4.14E-07 -0.444330 0.6580
X3 -0.316600 0.033300 -9.507431 0.0000
Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 10, 2022

Hasil uji t-statistik terhadap model adalah sebagai berikut:

a. Hasil probabilitas jumlah industri (X1) sebesar 0.6361 pada

tingkat signifikan α = 0,05 menunjukkan 0.6361 > 0.05. Maka H 0

diterima, artinya pada tingkat signifikansi 95 persen jumlah industri

tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap besarnya tingkat

pengangguran di 27 Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.

b. Hasil probabilitas tingkat upah minimum (X2) sebesar 0.6580

pada tingkat signifikan α = 0,05 menunjukkan 0.6580 > 0.05. Maka


80

H0 diterima, artinya pada tingkat signifikansi 95 persen tingkat upah

minimum tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap besarnya

tingkat pengangguran di 27 Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa

Barat.

c. Hasil probabilitas pertumbuhan ekonomi (X3) sebesar 0.0000

pada tingkat signifikan α = 0,05 menunjukan 0.0000 < 0.05. Maka

H0 ditolak, artinya pada tingkat signifikasi 95 persen laju

pertumbuhan ekonomi sangat mempengaruhi secara parsial

signifikan terhadap tingkat pengangguran di 27 Kabupaten dan

Kota di Provinsi Jawa Barat.

4.3.3 Uji F-statistik

Uji F biasa disebut dengan uji kecocokan model atau uji serentak.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi yang dihasilkan

cocok dengan variabel-variabel bebas secara serentak atau simultan

memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk melihatnya dengan

cara membandingkan F-Probabilitas dengan tingkat signifikansi. Pada

penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi α= 0,05 (5%).

Tabel 4.7 Hasil Uji F-statistik

Effects Specification

R-suared 0.928341

Adjusted R-squared 0.901699

S.E. of regression 0.673318

Sum squared resid 35.36182


81

Log likelihood -92.95444

F-statistc 34.84459

Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 10, 2022

Berdasarkan tabel 4.7 dari hasil uji F pada penelitian ini didapatkan

nilai signifikansi (p-value) sebesar 0.000000. Dengan tingkat signifikansi

95% (α = 0.05). Angka signifikansi (p-value) sebesar 0.000000 < 0.05.

Atas dasar perbandingan tersebut, maka H0 ditolak atau berarti variabel

jumlah industri, upah minimum, laju pertumbuhan ekonomi secara

simultan berpengaruh terhadap variabel tingkat pengangguran di 27

kabupaten dan kota di provinsi jawa barat.

4.4 Analisis Hasil

4.4.1 Pengaruh Jumlah Industri Terhadap Tingkat Pengangguran

Berdasarkan hasil perhitungan regresi yang telah dilakukan sebelumnya,

koefisien regresi untuk variabel jumlah industri menunjukan tanda yang positif

yaitu sebesar 0.000421. Hasil uji menunjukan jumlah industri berpengaruh

signifikan terhadap tingkat pengangguran di kabupaten/kota jawa barat pada taraf

signifikansi 5%.

Nilai koefisien sebesar 0.000421 memiliki arti apabila jumlah industri naik

sebesar 1% maka akan diikuti oleh peningkatan tingkat pengangguran sebesar

0.000421 persen. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menunjukan

hubungan negatif, ada beberapa faktor yaitu salah satu faktornya dikarenakan
82

pertumbuhan ekonomi pada sektor industri telah melahirkan Kawasan-kawasan

industri di Jawa Barat.

Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah industri merupakan

suatu rencana yang memuat pendayagunaan tenaga kerja yang optimum, efisien

dan produktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi sosial secara nasional,

sektoral dan regional yang bertujuan untuk mengurangi pengangguran dan

meningkatkan kesejahteraan pekerja. Permintaan indutsri atas tenaga kerja

berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Pengusaha

mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang

dan jasa untuk dijual kepada masyarakat konsumen. Dengan kata lain

pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari

pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya.

Permintaan tenaga kerja yang seperti ini disebut dengan derived demand. Dalam

proses produksi, tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari upah

yang telah dilakukannya, yaitu berwujud upah. Maka pengertian permintaan

tenaga kerja dapat diartikan sebagai jumlah tenaga kerja yang diminta oleh

pengusaha pada berbagai tingkat upah (Mahendra, 2019).


83

20.00%

13.00%

8.80%
7.10%

4.60%

Jawa Barat DKI Jakarta Banten Riau Lampung

Sumber: Publikasi BPS,2017

Gambar 4.1 Lima Provinsi Tujuan Migran Seumur Hidup Terbesar

di Indonesia 2017

Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa Provinsi Jawa Barat menjadi arus

migrasi masuk seumur hidup di lima besar provinsi. Arus migrasi yang

ditampilkan di sini merupakan persentase migran seumur hidup yang masuk ke

provinsi tujuan. Provinsi Jawa Barat merupakan tujuan utama para migran seumur

hidup dengan persentase mencapai 20,0 persen. Penduduk yang melakukan

migrasi nampaknya memilih kota-kota besar sebagai tujuannya, terlihat dari

besarnya persentase para migran yang memilih wilayah Provinsi Jawa Barat dan

sekitarnya (DKI Jakarta dan Banten).


84

Tenaga Usaha Pen- Lainnya


jualan 2% Tenaga Produksi,
11% angkutan, dan peker-
Profesional, teknisi jaan kasar
dan Ybdi 30%
1%
Kepemimpinan dan
Ketatalaksanaan
9%

Pejabat, Pelaksana,
tata Usaha, dan ybdi Pertanian, Perke-
21% bunan, Peternakan,
Tenaga Usaha Jasa Kehutanan dan
11% Perburuan
14%

Sumber: Publikasi BPS,2018

Gambar 4.2 Distribusi Persentase Jenis Pekerjaan Utama Pekerja Migran


Risen 2018

Jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh pekerja migran risen

adalah tenaga produksi, operator alat angkutan, dan pekerja kasar (30,1 persen).

Tenaga usaha penjualan dan tenaga usaha pertanian, perkebunan, peternakan,

perikanan, kehutanan, dan perburuan merupakan jenis pekerjaan kedua dan ketiga

terbanyak yang dilakukan oleh pekerja migran masing-masing sebesar 21,2 persen

dan 14,2 persen). Upah dan jaminan pekerjaan yang ditawarkan menjadi salah

satu pertimbangan dalam memutuskan melakukan migrasi. Selain itu, banyaknya

pekerja migran sebagai buruh/karyawan/pegawai juga menjelaskan bahwa migran

cenderung berpindah ke daerah pusat perdagangan dan pusat industri seperti yang

disampaikan oleh Ravenstein (1889).


85

Tabel 4.8 Jumlah Migrasi Masuk Prov Jawa Barat Tahun 2020

Kab/Kota Jawa
No 2020
Barat
1. Bogor 40.522
2. Sukabumi 7.546
3. Cianjur 4.007
4. Bandung 7.536
5. Garut 5.057
6. Tasikmalaya 4894
7. Ciamis 3.549
8. Kuningan 4.881
9. Cirebon 6.305
10. Majalengka 3.067
11. Sumedang 2504
12. Indramayu 6.646
13. Subang 4.797
14. Purwakarta 2.350
15. Karawang 7.738
16. Bekasi 20.578
17. Bandung Barat 1.591
18. Pangandaran 1.606
19. Kota Bogor 5.653
20. Kota Sukabumi 1.106
21. Kota Bandung 7.885
22. Kota Cirebon 1.298
23. Kota Bekasi 30.583
24. Kota Depok 21.092
25. Kota Cimahi 2.128
26. Kota Tasikmalaya 2.021
27. Kota Banjar 822
28. Jawa Barat 207.762
Sumber: Publikasi Open Data JabarProv,2020

Dapat dilihat pada tabel 4.8 bahwa migrasi yang masuk ke wilayah Jawa

Barat sebanyak 207.762 orang, angkat tersebut dapat dikatakan sangat banyak dan

dapat menambah daya saing dalam penyerapan tenaga kerja industri Jawa Barat.

Hasil dari penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiara
86

Rahmawati dan Nunung Nurwati dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Industri

Terhadap Pengangguran Terbuka di Kabupaten Karawang”. Bahwa pertumbuhan

industri tidak terlalu berpengaruh terhadap angka penurunan jumlah

pengangguran. Pertumbuhan industri tersebut memicu terjadinya migrasi yang

menyebabkan perubahan pada tingkat atau jumlah penduduk yang secara tidak

langsung juga memengaruhi jumlah atau tingkat pengangguran terbuka di

Kabupaten dan Kota Jawa Barat.

4.4.2 Pengaruh Upah Minimum Terhadap Tingkat Pengangguran

Berdasarkan hasil uji perhitungan regresi yang telah dilakukan

sebelumnya, bahwa koefisien regresi untuk variabel Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) menunjukan tanda yang negatif terhadap tingkat

pengangguran di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat dengan nilai koefisien -

1.84E-07 yang berarti upah minimum tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap tingkat pengangguran. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penulis

bahwa UMK mempengaruhi signifikan positif terhadap tingkat pengangguran.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mankiw yakni teori

upah efisien. Upah tidak memiliki dampak turunan penyerapan tenaga kerja

karena ketika tingkat upah naik maka pekerja mampu memenuhi kebutuhan hidup

lebih tinggi dari angka kehidupan layak. Ketika nutrisi para pekerja lebih baik

maka mereka akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi dan dampaknya akan

meningkatkan output. Tingginya produktifitas karyawan dalam menghasilkan

output dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan sehingga

tidak terjadi pengangguran. Jadi meskipun terjadi marginal cost yakni tingkat
87

upah naik namun hal tersebut tidak berdampak dikarenakan marginal product of

labor (MPL) juga mengalami kenaikan sehingga kondisi laba keseimbangan

MC=MR atau W=MPLxP tetap terjaga dengan baik (Effendy, 2019).

Pada kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) terus mengalami kenaikan karena mengacu pada

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pada pasal 89 ayat 3 menyatakan bahwa upah

minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari

Dewan Pengupahan atau Bupati/Walikota setempat. Lebih lanjut lagi mengacu

pada Pasal 97 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pemerintah

menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud adalah berdasarkan

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan juga harus memperhatikan produktivitas

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan ketentuan mengenai penghasilan yang layak,

kebijakan upah minimum dan denda bagi pekerja atau buruh yang melakukan

pelanggaran atau kesengajaan akan diatur dengan peraturan pemerintah. Hal ini

yang membuat kenaikan upah setiap tahunnya tidak semena-mena merugikan baik

dari pihak perusahaan maupun dari pihak pekerja. 

Melihat berdasarkan fenomena tersebut dengan meningkatnya upah akan

diikuti dengan menurunnya tingkat pengangguran, hal ini berhubungan dengan

teori penyerapan tenaga kerja yaitu teori upah efisiensi (Efficiency Wage).

Berdasarkan dengan teori ini yaitu upah yang dibayarkan terlalu tinggi akan

menguntungkan dari perusahaan karena dapat menaikkan efisiensi dari

produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Teori upah efisiensi ini lebih berpengaruh di

negara-negara berkembang karena upah itu mempengaruhi nutrisi (Mankiw,


88

2006). Hal ini terjadi karena kesehatan pekerja sangat diutamakan pada teori ini,

jika para pekerja dapat memperoleh upah yang lebih tinggi maka para pekerja

tersebut dapat memperoleh nutrisi yang baik, hal itu akan memacu kesehatan bagi

pekerja tersebut. Para pekerja yang sehat akan lebih produktif dari pekerja yang

kurang sehat.

Hal yang membuat teori ini relevan dengan negara berkembang karena

sebagian besar masyarakat atau pekerja di negara berkembang kekurangan nutrisi

yang merupakan masalah umum. Untuk itu peningkatan upah minimum akan

mempengaruhi daya beli masyarakat yang nantinya akan membuat permintaan

akan semakin meningkat dan diikuti oleh semakin banyaknya perusahaan yang

masuk sehingga penyerapan tenaga kerja akan bertambah dan akan mengurangi

angka tingkat pengangguran khususnya daerah Jawa Barat.

Hasil dari penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nirmala Mansur, Daisy Engka dan Steeva Tumangkeng (2014) penelitian yang

berjudul “Analisis Upah Terhadap Pengangguran di Kota Manado Tahun 2003-

2012”. Bahwa tingkat upah memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap tingkat

pengangguran hal itu karena jika tingkat upah dinaikkan tentu akan mendorong

pengangguran untuk segera mencari pekerjaan sehingga dapat mengurangi angka

pengangguran.

Oleh sebab itu, hal-hal yang dapat meningkatkan upah yaitu dengan lebih

memperbanyak pelatihan-pelatihan bagi masyarakat terutama di wilayah daerah

Kabupaten/Kota Jawa Barat sebagai bentuk peningkatan SDM agar suatu

perusahaan dapat memberikan ruang bagi masyarakat Provinsi Jawa Barat karena
89

tentunya pelaku usaha membutuhkan tenaga profesional untuk menjalankan dan

mengembangkan perusahaan. Karena dengan meningkatnya sumber daya manusia

maka dapat mengembangkan suatu perusahaan sehingga pendapatan dalam

perusahaan tersebut dapat meningkat. Seiring dengan meningkatnya pendapatan

perusahaan maka dapat meningkatkan upah sehingga dapat mengurangi

pengangguran di setiap kabupaten/kota jawa barat. Hal ini sesuai dengan teori

bahwa faktor yang paling dominan dan sangat besar mempengaruhi terhadap

tinggi rendahnya atau besar-kecilnya upah adalah sertifikasi kompetensi dan

tingkat produktivitas pekerja/buruh. Artinya, semakin banyak sertifikasi

kompetensi yang dimiliki seseorang pekerja/buruh yang dibarengi dengan

semakin tingginya produktivitas yang dihasilkan serta semakin apik hasil kerja

yang dilakukan, maka secara otomatis akan mempengaruhi semakin besarnya gaji

atau upah produktivitas (salary) atau paling tidak take home pay yang dapat

diperoleh (Umar Kasim: 2014).

4.4.3 Pengaruh Laju Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat

Pengangguran

Berdasarkan hasil perhitungan regresi yang telah dilakukan sebelumnya,

koefisien regresi untuk variabel pertumbuhan ekonomi menunjukan tanda yang

negatif yaitu sebesar -0.316600. Hasil ini menunjukkan bahwa jika terjadi

peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen, maka akan menurunkan

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat sebesar 0.316600

persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis penulis bahwa laju pertumbuhan ekonomi
90

berpengaruh negatif pada tingkat kepercayaan 95% terhadap tingkat

pengangguran hal ini disebabkan karena Secara sektoral, struktur sumbangsih

PDRB Jawa Barat terbesar masih ditopang oleh Sektor Industri Pengolahan

(42,96%) terutama Industri Pakaian Jadi, Industri Kertas, Industri Bahan Kimia

dan Industri Komputer serta Elektronika. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

sebelumnya dari Rio Laksamana (2016) berjudul “Pengaruh PDRB Terhadap

Pengangguran di Kabupaten/Kota Kalimantan Barat” menunjukan bahwa PDRB

berpengaruh negative dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

Menurut Nurkse dalam buku Invalid Source Specified. Salah satu fakor

penting dalam terjadinya pembangunan adalah tingkat produktivitas. Dalam suatu

perekonomian terdapat sejumlah penduduk tertentu, dan jumlah barang-barang

yang dihasilkan lalu dijual pada suatu jangka periode waktu tertentu tergantung

dari proses produksinya. Jika tingkat produktivitas semakin tinggi dalam

menghasilkan suatu barang dan jasa disini yang dimaksud adalah PDB atau

PDRB. jika semakin tinggi PDRBnya maka pendapatan masyarakat akan semakin

meningkat. Meningkatnya pendapatan masyarakat akan memperbesar daya beli

masyarakat dan menciptakan permintaan terhadap barang-barang industri yang

dihasilkan sehingga akan memungkinkan semakin banyaknya jumlah industri

maka akan menciptakan kesempatan kerja yang baru dan mengurangi angka

pengangguran. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat pada periode 2017 -

2019 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya namun pada tahun 2020

mengalami krisis ekonomi dikarenakan terjadinya pandemi Covid-19. Sektor

penyumbang terbesar pertama adalah industri pengolahan, lalu penyumbang


91

terbesar kedua yaitu sektor perdagangan besar dan eceran reparasi mobil dan

sepeda motor. Oleh karena itu sektor industri di Provinsi Jawa Barat merupakan

salah satu sektor yang berperan penting untuk pembangunan nasional yang

khususnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan maka begitu akan

berkurangnya jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Barat.

Peningkatan nilai laju pertumbuhan ekonomi atau PDRB menjelaskan

bahwa jumlah suatu nilai output barang dan jasa penjualan di seluruh unit

ekonomi suatu wilayah juga meningkat. Semakin besar output atau penjualan

yang dilakukan perusahaan maka akan mendorong perusahaan untuk menambah

permintaan tenaga kerja agar produksinya lebih ditingkatkan lagi untuk meraih

laba yang lebih banyak. Sehingga penyerapan tenaga kerja akan semakin

bertambah. Hal itulah yang terjadi di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Barat harus memperhatikan sektor dan sub sektor unggulan dari penyumbang

PDRBnya untuk selalu dikembangkan. Dengan mengembangkan sektor dan sub

sektor tersebut maka akan terjadi perputaran ekonomi yang cepat dan menyerap

tenaga kerja yang banyak dan berkualitas sehingga dapat menekan angka

pengangguran.

4.5 Analisis dan Implikasi Kebijakan

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan diatas berikut ini dikemukakan

beberapa implikasi yang dianggap relevan dengan penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis dibuktikan bahwa variabel jumlah industri tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan angka


92

pengangguran di Kabupaten/Kota Jawa Barat. Perkembangan industri

memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan pertumbuhan

ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat sebagaimana bahwa sektor

industri menjadi penyumbang PDRB terbesar untuk Jawa Barat. Namun,

industri tidak dapat terlalu mempengaruhi atas turunnya angka

pengangguran, dikarenakan tidak seluruh lapisan masyarakat terserap oleh

sektor industri dan juga banyaknya masyarakat migrasi yang masuk ke

pulau Jawa khususnya Provinsi Jawa Barat. Mendorong sektor industri

untuk lebih meningkatkan kegiatan agar dapat memacu dan mendukung

laju pertumbuhan sektor industri. Hal ini dapat dapat didukung dengan

semakin meningkatnya investasi yang masuk di Provinsi Jawa Barat.

Penetapan upah akan menjadi pertimbangan bagi pengusaha sehingga

dalam penetapan upah pemerintah perlu memperhatikan kondisi

perekonomian dan pasar tenaga kerja. Perlu adanya pengembangan di

sektor industri sedang dan kecil, karena sektor industri kecil lebih banyak

menyerap tenaga kerja di sektor industri. Meningkatkan investasi lebih

banyak lagi karena investasi memiliki potensi menciptakan dan menyerap

tenaga kerja sektor industri di Provinsi Jawa Barat. Perlu di kajinya faktor-

faktor lain yang dapat mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor

industri di Jawa Barat antara lain jumlah perusahaan, nilai produksi, suku

bunga dan lain sebagainya. Dan pemerintah dapat terlibat untuk

menciptakan atau mengembangkan wirausaha berbasis teknologi atau


93

technopreneurship. Mengingat dewasa ini segala bidang kehidupan

menggunakan teknologi dalam kegiatannya.

2. Berdasarkan hasil analisis dibuktikan bahwa upah minimum menunjukkan

hasil yang negatif terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota Jawa

Barat. Hubungan besaran upah yang berpengaruh terhadap jumlah

pengangguran dijelaskan oleh Kaufman dan Hatckiss (2012) dimana

tenaga kerja yang menetapkan tingkat upah minimumnya pada tingkat

upah tertentu, jika seluruh upah yang ditawarkan besarnya dibawah tingkat

upah tersebut, seseorang akan menolak mendapatkan upah tersebut dan

akibatnya menyebabkan pengangguran. Jika upah yang ditetapkan pada

suatu daerah terlalu rendah, maka akan berakibat pada tingginya jumlah

pengangguran yang terjadi pada daerah tersebut. Namun dari sisi

pengusaha, jika upah meningkat dan biaya yang dikeluarkan cukup tinggi,

maka akan mengurangi efisiensi pengeluaran, sehingga pengusaha akan

mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya

produksi, hal ini akan berakibat pada peningkatan pengangguran. Oleh

sebab itu, diharapkan peran pemerintah untuk menjadi instrument

kebijakan untuk menetapkan upah minimun yang layak dan tidak

merugikan untuk pihak pengusaha maupun pekerja.

3. Berdasarkan hasil analisis dibuktikan bahwa laju pertumbuhan ekonomi

atau PDRB memiliki hasil negatif yang artinya pengaruh yang signifikan

terhadap penurunan tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Jawa

Barat. Pertumbuhan ekonomi sangat berperan penting dalam


94

perkembangan dan kemajuan suatu wilayah khususnya provinsi Jawa

Barat, dikarenakan provinsi jawa barat menjadi wilayah dengan

pertumbuhan industri terbesar dan menjadi penyumbang PDRB terbesar

untuk Provinsi Jawa Barat.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Untuk menjawab permasalahan yang tertuang dalam rumusan masalah

serta menjawab tujuan penelitian. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan

yang telah dilakukan dan dituangkan dalam Bab IV menunjukan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dari hasil perhitungan koefisien determinasi R² sebesar 0.928341,

hal ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel bebas (Jumlah

Industri, Upah Minimum, dan Pertumbuhan Ekonomi) terhadap

variabel terikat (Pengangguran) memiliki pengaruh sebesar 93%

yang dapat dijelaskan dalam persamaan model. Sedangkan sisanya

7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam

persamaan model.

2. Dari hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa variabel laju

pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh negatif terhadap

tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota Jawa Barat. Hal tersebut

sesuai dengan hipotesis yang menyatakan adanya hubungan negatif

signifikan antara laju pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran.

Teridentifikasi bahwa dua variabel independen yaitu jumlah

industri dan upah minimum tidak sesuai dengan hipotesis yang

menyatakan bahwa jumlah industri berpengaruh positif terhadap

tingkat pengangguran dan upah minimum berpengaruh negatif

95
96

terhadap tingkat pengangguran. Hal tersebut dikarenakan dengan

adanya pertumbuhan industri di Provinsi Jawa Barat dapat memicu

minat masyarakat di luar Provinsi Jawa untuk turut mencari

lapangan pekerjaan ke wilayah Provinsi Jawa Barat dan terjadilah

masyarakat bermigrasi dari berbagai wilayah di Indonesia yang

memutuskan untuk menetap sementara bahkan menetap seumur

hidup, maka dari itu terjadilah lonjakan pengangguran di Provinsi

Jawa Barat karena ketidak seimbangan antara penyerapan tenaga

kerja dengan para pencari kerja.

3. Tingkat upah minimum berpengaruh negatif terhadap tingkat

pengangguran dikarenakan penetapan peningkatan upah minimum

sesuai dengan arahan pemerintah daerah setempat yang dimana

harus menimbang Kualitas Hidup Layak (KHL) dari setiap daerah

tersebut, dengan adanya peningkatan upah maka daya beli

masyarakat akan meningkat sehingga permintaan akan barang

semakin meningkat lalu diikuti oleh banyaknya perusahaan yang

masuk ke dalam pasar agar mengakibatkan peningkatan

penyerapan tenaga kerja dan berkurangnya tingkat pengangguran.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan, Adapun saran dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:


97

1. Pertumbuhan industri di Kabupaten/Kota Jawa Barat menjadi daya

tarik untuk migran mendapatkan peluang kerja. Bertambahnya

penduduk yang masuk dalam usia kerja juga menambah jumlah

pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Barat. Pertumbuhan industri

dapat dilihat dari perkembangan investasi yang ada. Perkembangan

industri ternyata tidak terlalu berpengaruh pada penurunan angka

pengangguran terbuka di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

Sebaiknya, pemerintah dapat terlibat untuk menciptakan dan

mengembangkan wirausaha berbasis teknologi atau

technopreneurship. Mengingat pada Zaman yang modern ini segala

bidang kehidupan menggunakan teknologi dalam kegiatannya.

Mendorong sektor industri untuk lebih meningkatkan kegiatan agar

dapat memacu dan mendukung laju pertumbuhan sektor industri. Perlu

adanya pengembangan pada sektor industri sedang dan kecil, karena

sektor industri kecil lebih banyak menyerap tenaga kerja di sektor

industri dan meningkatkan investasi lebih banyak lagi karena investasi

memiliki potensi menciptakan dan menyerap tenaga kerja pada sektor

industri di Provinsi Jawa Barat.

2. Kebijakan penetapan upah merupakan salah satu kebijakan pemerintah

untuk mengintervensi pasar tenaga kerja yang arahnya untuk

terciptanya pasar tenaga kerja. Sehingga diharapkan setiap pemerintah

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dapat meningkatkan upah

yang tujuannya untuk penyerapan tenaga kerja lebih banyak.


98

Kebijakan kenaikan upah minimum yang ada harus dilihat dari 2 faktor

yaitu pekerja dan perusahaan dikarenakan ditakutkan yang nantinya

jika perusahaan tidak sanggup membayar upah yang diberikan terlalu

tinggi. Dan yang paling penting adalah pembangunan dari sumber daya

manusia yang harus lebih ditingkatkan lagi karena ketimpangan

sumber daya manusia dari kabupaten dan kota masih terbilang jauh.

Dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut

dapat membentuk pribadi yang kreatif dan berkualitas serta siap pakai

di dunia kerja ke depannya.

3. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus diimbangi dengan

kesejahteraan masyarakat yang merata. Untuk itu pemerintah

diharapkan dapat lebih mengoptimalkan sektor-sektor dalam PDRB

agar sektor tersebut mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja

dan mengurangi angka pengangguran di Provinsi Jawa Barat seperti

pelatihan untuk menjadi wirausaha mandiri dan kreatif. Untuk

mengurangi tingkat pengangguran di Jawa Barat maka mobilitas

pembangunan ekonomi sebaiknya diarahkan menuju daerah yang

mempunyai angka pengangguran yang rendah, atau daerah dengan

perekonomian yang rendah. Dalam hal ini, pemerintah selayaknya

untuk berinvestasi di daerah dengan perekonomian yang rendah yang

berorientasi padat karya. Sektor sekonder dan tersier harus lebih

dipacu produktivitasnya.
99

DAFTAR PUSTAKA

Agustine, M., & Ariawan, G. K. (2013). Pemberlakuan Umk (Upah Minimum


Kabupaten/Kota) Terhadap Kesejahteraan Pekerja/Buruh.
Ahmaddien, I., & Sa’dia, N. H. (2020). Pengaruh Kebijakan Upah Minimum
Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Perempuan di Indonesia. Komitmen:
Jurnal Ilmiah Manajemen, 1(1), 22–32.
https://doi.org/10.15575/jim.v1i1.8286
Alghofari, F., & Pujiyono, A. (2011). Analisis tingkat pengangguran di Indonesia
tahun 1980-2007 (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).
Amalia, S. (2014). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Terhadap
Pengangguran Terbuka dan Kemiskinan di Kota Samarinda. Journal of
Innovation in Business and Economics, 5(2), 173–181.
Asnawi, N. (2012). WIRAUSAHA SEBAGAI SOLUSI PENGANGGURAN
TERDIDIK DI INDONESIA. IQTISHODUNA.
https://doi.org/10.18860/iq.v0i0.1754
Badan Pusat Statistik. (2018). Database.
Bagijo, H. E. (2021). Kewenangan Gubernur Menetapkan Upah Pasca
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta
Kerja: Studi Kasus Penetapan UMP dan UMK Tahun 2021 di Jawa Timur.
Sosio Yustisia, 1(1), 1–20.
http://wartaekonomi.co.id/berita7450/perburuhanmenjaga-keseimbangan-
Baltagi B H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data.
Barat, K., & Laksamana, R. (2016). Pengaruh PDRB Terhadap Pengangguran di
Kabupaten/Kota Kalimantan Barat. JAAKFE UNTAN (Jurnal Audit Dan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura), 5(2), 111–134.
Biaya.net. (2019). UMK Jabar Tahun 2017-2019.
https://www.biaya.net/2015/11/umk-jawa-barat-2016-lengkap.html
BPS. (2018). Profil Migran Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2017.
https://www.bps.go.id/publication/2018/12/14/499d501370ceb2663d412b
15/profil-migran-hasil-survei-sosial-ekonomi-nasional-2017.html
BPS. (2019). Analisis Mobilitas Tenaga Kerja Hasil Survei Angkatan Kerja
Nasional 2018.
https://www.bps.go.id/publication/2019/12/09/4abf897285f4e8265346d8d
7/analisis-mobilitas-tenaga-kerja-hasil-survei-angkatan-kerja-nasional-
2018.html
100

BPS. (2020a). Profil Migran Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019.
https://www.bps.go.id/publication/2020/12/02/725d484ca73434e95d4d4b9
d/profil-migran-hasil-survei-sosial-ekonomi-nasional-2019.html
BPS. (2020b). Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Barat 2018 Buku 2.
https://jabar.bps.go.id/publication/2020/12/28/273eab651c07097ffc4a5d62
/statistik-industri-besar-dan-sedang-jawa-barat-2018-buku-2.html
BPS. (2020c). Tingkat Pengangguran Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2020.
https://jabar.bps.go.id/indicator/6/73/2/tingkat-pengangguran-terbuka-
kabupaten-kota.html
BPS. (2021a). Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-
2020. https://jabar.bps.go.id/indicator/155/48/1/laju-pdrb-atas-harga-
konstan-2010-menurut-kabupaten-kota.html
BPS. (2021b). Laporan Eksekutif Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Jawa Barat
Agustus 2021.
https://jabar.bps.go.id/publication/2021/12/14/dbb2b01995b342be64ebb12
7/laporan-eksekutif-keadaan-angkatan-kerja-provinsi-jawa-barat-agustus-
2021.html
BPS. (2021c). Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat
Triwulan IV Tahun 2019.
https://jabar.bps.go.id/pressrelease/2020/02/03/768/pertumbuhan-
produksi-industri-manufaktur-provinsi-jawa-barat-triwulan-iv-tahun-
2019.html
Burhanudin M. (2016). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten
Periode 2008-2013.
Chusna, A. (2013). Pengaruh Laju Pertumbuhan Sektor Industri, Investasi, dan
Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 1980-2011. Economics Development Analysis Journal,
2(3), 14–23. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj
Effendy, R. S. (2019). Pengaruh Upah Minimum terhadap Pengurangan Tingkat
Pengangguran Terbuka di Indonesia. Fokus Ekonomi : Jurnal Ilmiah
Ekonomi, 14(1), 115–124. https://doi.org/10.34152/fe.14.1.115-124
Fitri, K. S. (2018). Analisis Migrasi Internal Tenaga Kerja Indonesia Tahun
2007-2014.
Franita, R., Fuady, A., Ekonomi, P., Muhammadiyah, U., & Selatan, T. (n.d.).
ANALISA PENGANGGURAN DI INDONESIA.
101

Gajimu.com. (2021). UMP dan UMK Jawa Barat Tahun 2020.


https://gajimu.com/garmen/gaji-pekerja-garmen/gaji-minimum/ump-umk-
jawa-barat
Gunawan, B. T., & Nuzula, F. (n.d.). Dampak UMK dan PDRB Terhadap
Pengangguran di Pulau Jawa Tahun 2015: Analisis Spasial Ekonometrik.
Jurnal Ketenagakerjaan, 15(1), 2020.
Hendra, R., & Yuliana, Y. (2019). Analisis Upah Minimum Regional (UMR) dan
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Di
Provinsi Aceh Tahun 1984-2018. Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu
UNAYA, 3(1), 475–488.
http://jurnal.abulyatama.ac.id/index.php/semdiunaya
Iswanto. (2013). Uji Asumsi Klasik. Ilmiah.
Julianto, F. T. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Industri Besar dan Upah
Minimum terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Surabaya. Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis , 1(2), 229–256.
Kadir, H., & Hasanah, N. (2015). Pengaruh Migrasi Masuk dan Investasi
terhadap Pengangguran di Kota Pekanbaru (Doctoral dissertation, Riau
University).
Kemenperin. (n.d.). Undang-undang Upah Minimum Kemenperin.
Kemenperin. (2021). Perkembangan Jumlah Unit Usaha Industri Besar dan
Sedang Indonesia. https://kemenperin.go.id/statistik/ibs_indikator.php?
indikator=1
Kurniawan, A. B. (2013). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah
Minimum, dan Investasi Terhadap Jumlah Pengangguran di Kabupaten
Gresik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 2(2).
Laksono, P. (2006). Kewenangan Gubernur Dalam Penetapan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (Studi Kasus: Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur
Tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota, Tahun 2006)
(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Lestari. (2010). Metode Uji Chow. Ilmiah.
Mahroji, D., & Nurkhasanah, I. (2019). Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia
Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten. Jurnal Ekonomi-Qu,
9(1). https://doi.org/10.35448/jequ.v9i1.5436
Mansur, N. (2014). Analisis Upah Terhadap Pengaangguran di Kota Manado
Tahun 2003-2012. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 14(2).
102

Mardiyah, R. A., & Nurwati, R. N. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap


Peningkatan Angka Pengangguran di Indonesia.
Martiany, D. (2016). Fenomena Pekerja Migran Indonesia: Feminisasi Migrasi.
Kajian, 18(4), 289–303.
Maulida, Y. (2013). Pengaruh Tingkat Upah terhadap Migrasi Masuk di Kota
Pekanbaru. Jurnal Ekonomi, 21(2).
Merdeka.com. (2020). Angka Pengangguran di Jawa Barat Naik Selama
Pandemi. https://www.merdeka.com/peristiwa/angka-pengangguran-di-
jawa-barat-naik-selama-pandemi.html
Nurrahman, A. (2020). Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Permasalahan
Pengangguran di Indonesia. Jurnal Registratie, 1–8.
Oktriawan, W. (2017). Pengaruh Tingkat Upah dan Tingkat Pendidikan Terhadap
Produktivitas Tenaga Kerja: Studi Kasus Tenaga Kerja Indutri Garment
di Kabupaten Purwakarta (Doctoral dissertation, UIN Sunan Gunung
Djati Bandung).
Open Data Jabar. (2020). Jumlah Unit Industri Kecil, Menengah, dan Besar
Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2017-2020.
https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/jumlah-unit-industri-kecil-
menengah-dan-besar-berdasarkan-kabupatenkota-di-jawa-barat
Prawira, S. (2018). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Provinsi,
dan Tingkat Pendidikan Terhadap Pengangguran Terbuka di Indonesia.
Jurnal Ecogen, 1(4), 162. https://doi.org/10.24036/jmpe.v1i1.4735
Qadri, N. F. (2018). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Terhadap
Tingkat Pengangguran.
Rahmatullah, A., & Khaerudin, D. (2021). Analisis Dampak Ketidaktersedian
Industri Terhadap Peningkatan Angka Pengangguran dan Urbanisasi di
Kabupaten Pandeglang Banten. Jurnal Manajemen STIE Muhammadiyah
Palopo, 7(1), 60. https://doi.org/10.35906/jm001.v7i1.728
Rahmawati, T., & Nurwati, N. (2021). Pengaruh Pertumbuhan Industri terhadap
Pengangguran Terbuka di Kabupaten Karawang. Jurnal Politikom
Indonesiana, 6(1), 51–61. https://doi.org/10.35706/jpi.v6i1.5165
Ramdhan, D. A., Setyadi, D., & Wijaya, A. (2017). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Pengangguran dan Kemiskinan di Kota
Samarinda. Inovasi, 13(1), 1–18.
103

Rofik, M., Lestari, N. P., & Septianda, R. (2018). Pertumbuhan Ekonomi, Upah
Minimum dan Tingkat Pengangguran di Kalimantan Barat. Jurnal Inovasi
Ekonomi, 3(02). https://doi.org/10.22219/jiko.v3i02.7167
Rohmana. (2013). Metode Uji Hausman. Ilmiah.
Sari, R. (2013). Kebijakan Penetapan Upah Minimum Di Indonesia. Jurnal
Ekonomi & Kebijakan Publik, 4(2), 131–145.
Setiawan, D., & Muafiqie, H. (2017). Faktor-Faktor Determinan yang
Berpengaruh Pada Tingkat Pengangguran di Indonesia Periode 2000-2016.
Journal of Public Power, 1(1), 1–16.
Statistikian.com. (2017). Tutorial Regresi Data Panel .
https://www.statistikian.com/2017/04/tutorial-regresi-data-panel-dengan-
eviews.html
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. PT.
Alfabet.
Teguh M. (2010). Ekonomi Industri. PT Raja Grafindo Persada.
Trimaya, A. (2014). Pemberlakuan Upah Minimum Dalam Sistem Pengupahan
Nasional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja. Aspirasi:
Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 5(1), 11–20.
http://www.hukumonline.com/
Wildan, W. (2018). Pengaruh Investasi, Laju Pertumbuhan Ekonomi, dan Upah
Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Efficient: Indonesian Journal of
Development Economics, 1(3), 200–206.
https://doi.org/10.15294/efficient.v1i3.27878
Winarno, & Wahyu Wing. (2007). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. UPP STIM YKPN.
Wiranto, M. J. (2021). Pengaruh Tingkat Upah Minimum Dan Inflasi Terhadap
Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota Kediri Tahun 2011-2020.
www.kedirikota.go.id
Zenda, R. H. (2017). Peranan Sektor Industri Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
di Kota Surabaya. JEB17 : Jurnal Ekonomi & Bisnis, 2(1).
Zulhanafi, M. E., Aimon, H., & Syofyan, E. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produktivitas dan Tingkat Pengangguran di Indonesia.
Jurnal Kajian Ekonomi, 2(3).
 
104

LAMPIRAN

LAMPIRAN I. Data variabel dependen dan Independen; Tingkat Pengangguran,

Jumlah Industri, Upah Minimum, Pertumbuhan Ekonomi di 27 Kab/Kota Provinsi

Jawa Barat Tahun 2017-2020.

Jumlah Upah
Tahu Penganggura Pertumbuha
No Industr Minimu
n n n Ekonomi
. Kabupaten/Kota i m
(Persen) (Unit) (Rp) (Persen)
1. Bogor 2017 9.55 14.204 3.204.552 5.92
Bogor 2018 9.83 15.961 3.483.668 6.19
Bogor 2019 9.11 16.049 3.763.405 5.85
Bogor 2020 14.29 16.049 4.083.670 -1.77
2. Sukabumi 2017 7.66 12.556 2.376.558 5.75
Sukabumi 2018 7.84 16.165 2.583.557 5.79
Sukabumi 2019 8.05 16.166 2.791.016 5.81
Sukabumi 2020 9.6 16.166 3.028.531 -1.08
3. Cianjur 2017 10.1 1.526 1.989.115 5.77
Cianjur 2018 10.23 1.335 2.162.367 6.23
Cianjur 2019 9.81 1.346 2.336.004 5.67
Cianjur 2020 11.05 1.346 2.534.798 -0.78
4. Bandung 2017 3.92 15.917 2.463.461 6.15
Bandung 2018 5.07 14.229 2.678.029 6.26
Bandung 2019 5.51 14.233 2.893.074 6.13
Bandung 2020 8.58 14.236 3.139.275 -1.87
5. Garut 2017 7.86 2.506 1.538.909 4.91
Garut 2018 7.12 9.993 1.672.948 4.96
Garut 2019 7.35 10.000 1.807.285 5.02
Garut 2020 8.95 10.000 1.961.085 -1.26
6. Tasikmalaya 2017 6.61 495 1.767.030 5.95
Tasikmalaya 2018 6.92 1.526 1.920.938 5.7
Tasikmalaya 2019 6.31 1.551 2.075.189 5.43
Tasikmalaya 2020 7.12 1.577 2.251.787 -0.98
7. Ciamis 2017 5.17 9.981 1.475.793 5.21
Ciamis 2018 4.64 1.534 1.604.334 5.44
Ciamis 2019 5.16 1.539 1.733.162 5.38
Ciamis 2020 5.66 1.585 1.880.654 -0.14
8. Kuningan 2017 7.94 5.232 1.477.353 6.36
105

Jumlah Upah
Tahu Penganggura Pertumbuha
No Industr Minimu
n n n Ekonomi
. Kabupaten/Kota i m
(Persen) (Unit) (Rp) (Persen)
Kuningan 2018 9.1 2.534 1.606.030 6.43
Kuningan 2019 9.68 2.573 1.734.994 6.59
Kuningan 2020 11.22 2.586 1.882.642 0.09
9. Cirebon 2017 9.61 1.503 1.723.578 5.06
Cirebon 2018 10.64 10.942 1.873.702 5.02
Cirebon 2019 10.35 11.144 2.024.160 4.68
Cirebon 2020 11.52 11.144 2.196.416 -1.08
10. Majalengka 2017 5.02 2.427 1.525.632 6.81
Majalengka 2018 5 7.473 1.658.515 6.1
Majalengka 2019 4.37 7.475 1.791.693 7.71
Majalengka 2020 5.84 7.475 1.944.166 0.86
11. Sumedang 2017 7.15 352 2.463.461 6.23
Sumedang 2018 7.54 5.254 2.678.029 5.83
Sumedang 2019 7.7 5.254 2.893.074 6.33
Sumedang 2020 9.89 5.267 3.139.275 -1.12
12. Indramayu 2017 8.64 10.938 1.803.239 1.43
Indramayu 2018 8.46 2.429 1.960.301 1.34
Indramayu 2019 8.35 2.430 2.117.713 3.2
Indramayu 2020 9.21 2.488 2.297.931 -1.58
13. Subang 2017 8.74 10.515 2.327.072 5.1
Subang 2018 8.71 3.498 2.529.760 4.38
Subang 2019 8.68 3.538 2.732.899 4.41
Subang 2020 9.48 3.538 2.965.468 -1.27
14. Purwakarta 2017 9.11 11.098 3.169.549 5.15
Purwakarta 2018 9.94 11.125 3.445.617 4.98
Purwakarta 2019 9.73 11.125 3.722.299 4.38
Purwakarta 2020 11.07 11.125 4.039.067 -2.05
15. Karawang 2017 9.55 7.457 3.605.272 5.13
Karawang 2018 9.12 10.548 3.919.291 6.07
Karawang 2019 9.68 10.553 4.234.010 4.08
Karawang 2020 11.52 10.553 4.594.324 -3.59
16. Bekasi 2017 10.97 1.324 3.530.438 5.68
Bekasi 2018 9.74 12.639 3.837.940 6.02
Bekasi 2019 9 12.653 4.146.126 3.94
Bekasi 2020 11.54 12.653 4.498.961 -3.3
17. Bandung Barat 2017 9.33 15.989 2.468.289 5.21
Bandung Barat 2018 8.55 384 2.683.277 5.5
106

Jumlah Upah
Tahu Penganggura Pertumbuha
No Industr Minimu
n n n Ekonomi
. Kabupaten/Kota i m
(Persen) (Unit) (Rp) (Persen)
Bandung Barat 2019 8.24 389 2.898.744 5.05
Bandung Barat 2020 12.25 389 3.145.427 -2.41
18. Pangandaran 2017 3.34 3.487 1.433.901 5.1
Pangandaran 2018 3.59 495 1.558.794 5.41
Pangandaran 2019 4.52 531 1.714.673 5.94
Pangandaran 2020 5.08 532 1.860.591 -0.05
19. Kota Bogor 2017 9.57 9.446 3.272.143 6.12
Kota Bogor 2018 9.74 8.875 3.557.147 6.14
Kota Bogor 2019 9.16 8.875 3.842.785 6.05
Kota Bogor 2020 12.68 8.875 4.169.806 -0.53
20. Kota Sukabumi 2017 8 9.987 1.985.494 5.43
Kota Sukabumi 2018 8.57 9.571 2.158.431 5.51
Kota Sukabumi 2019 8.49 9.571 2.331.752 5.49
Kota Sukabumi 2020 12.17 9.631 2.530.182 -1.48
21. Kota Bandung 2017 8.44 8.867 2.843.663 7.21
Kota Bandung 2018 8.05 11.124 3.091.346 7.08
Kota Bandung 2019 8.18 11.124 3.339.580 6.79
Kota Bandung 2020 11.19 11.128 3.623.778 -2.28
22. Kota Cirebon 2017 9.29 10.538 1.741.683 5.8
Kota Cirebon 2018 9.07 945 1.893.384 6.21
Kota Cirebon 2019 9.04 9.452 2.045.422 6.29
Kota Cirebon 2020 10.97 9.452 2.219.487 -0.99
23. Kota Bekasi 2017 9.32 11.092 3.601.650 5.73
Kota Bekasi 2018 9.14 10.418 3.915.354 5.86
Kota Bekasi 2019 8.3 10.433 4.229.756 5.41
Kota Bekasi 2020 10.68 10.433 4.589.708 -2.55
24. Kota Depok 2017 7 6.176 3.297.489 6.75
Kota Depok 2018 6.66 1.054 3.584.700 6.97
Kota Depok 2019 6.12 10.549 3.872.785 6.74
Kota Depok 2020 9.87 10.549 4.202.105 -1.92
25. Kota Cimahi 2017 8.43 1.036 2.463.461 5.43
Kota Cimahi 2018 8 6.181 2.678.028 6.46
Kota Cimahi 2019 8.09 6.181 2.893.074 7.85
Kota Cimahi 2020 13.3 6.186 3.139.274 -2.26
26. Kota Tasikmalaya 2017 6.89 9.767 1.776.686 6.07
Kota Tasikmalaya 2018 6.89 10.005 1.931.435 5.93
Kota Tasikmalaya 2019 6.78 10.005 2.086.529 5.97
107

Jumlah Upah
Tahu Penganggura Pertumbuha
No Industr Minimu
n n n Ekonomi
. Kabupaten/Kota i m
(Persen) (Unit) (Rp) (Persen)
Kota Tasikmalaya 2020 7.99 10.015 2.264.093 -2.01
27. Kota Banjar 2017 5.97 9.551 1.437.522 5.3
Kota Banjar 2018 5.95 9.798 1.562.730 5.04
Kota Banjar 2019 6.16 9.821 1.688.217 5.03
Kota Banjar 2020 6.73 9.821 1.831.884 1.04

LAMPIRAN II. Hasil Estimasi Model

1. Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 20.368710 (26,78) 0.0000


Cross-section Chi-square 221.700853 26 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 12/05/21 Time: 20:02
Sample: 2017 2020
Periods included: 4
Cross-sections included: 27
Total panel (balanced) observations: 108

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.850534 0.607448 11.27757 0.0000


X1 -0.003004 0.001360 -2.207955 0.0294
X2 1.02E-06 1.88E-07 5.407225 0.0000
X3 -0.257481 0.050650 -5.083532 0.0000

R-squared 0.441810 Mean dependent var 8.413519


Adjusted R-squared 0.425708 S.D. dependent var 2.147539
S.E. of regression 1.627449 Akaike info criterion 3.848238
Sum squared resid 275.4534 Schwarz criterion 3.947577
Log likelihood -203.8049 Hannan-Quinn criter. 3.888516
F-statistic 27.43878 Durbin-Watson stat 0.276428
Prob(F-statistic) 0.000000
108

2. Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.753300 3 0.0328

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

X1 0.000421 -0.000044 0.000000 0.0435


X2 -0.000000 0.000001 0.000000 0.0175
X3 -0.316600 -0.271071 0.000380 0.0195

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 12/05/21 Time: 20:03
Sample: 2017 2020
Periods included: 4
Cross-sections included: 27
Total panel (balanced) observations: 108

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.10837 1.196771 8.446370 0.0000


X1 0.000421 0.000887 0.474977 0.6361
X2 -1.84E-07 4.14E-07 -0.444330 0.6580
X3 -0.316600 0.033300 -9.507431 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.928341 Mean dependent var 8.413519


Adjusted R-squared 0.901699 S.D. dependent var 2.147539
S.E. of regression 0.673318 Akaike info criterion 2.276934
Sum squared resid 35.36182 Schwarz criterion 3.021971
Log likelihood -92.95444 Hannan-Quinn criter. 2.579019
F-statistic 34.84459 Durbin-Watson stat 1.827610
Prob(F-statistic) 0.000000
109

3. Uji Asumsi Klasik

Uji Multikolinearitas

X1 X2 X3

X1 1.000000 -0.131306 0.005860


X2 -0.131306 1.000000 -0.247723
X3 0.005860 -0.247723 1.000000

4. Regresi (Fixed Effect Mode)

Method: Panel Least Squares


Date: 12/05/21 Time: 19:57
Sample: 2017 2020
Periods included: 4
Cross-sections included: 27
Total panel (balanced) observations: 108

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.10837 1.196771 8.446370 0.0000


X1 0.000421 0.000887 0.474977 0.6361
X2 -1.84E-07 4.14E-07 -0.444330 0.6580
X3 -0.316600 0.033300 -9.507431 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.928341 Mean dependent var 8.413519


Adjusted R-squared 0.901699 S.D. dependent var 2.147539
S.E. of regression 0.673318 Akaike info criterion 2.276934
Sum squared resid 35.36182 Schwarz criterion 3.021971
Log likelihood -92.95444 Hannan-Quinn criter. 2.579019
F-statistic 34.84459 Durbin-Watson stat 1.827610
Prob(F-statistic) 0.000000

Anda mungkin juga menyukai