Anda di halaman 1dari 117

SKRIPSI

PENGARUH INFORMASI LABA, ARUS KAS, DAN RASIO


SOLVABILITAS SEBAGAI PREDIKTOR FINANCIAL DISTRESS
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR TERDAFTAR DI BEI TAHUN
2017-2019

PANDI SOPIAN
A1C017121

PROGRAM STUDI SARJANA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2022
PENGARUH INFORMASI LABA, ARUS KAS, DAN RASIO
SOLVABILITAS SEBAGAI PREDIKTOR FINANCIAL DISTRESS
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR TERDAFTAR DI BEI TAHUN
2017-2019

SKRIPSI
Untuk memperoleh Gelar Sarjana
Pada Program Studi Sarjana (S-1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mataram

Oleh:

PANDI SOPIAN
A1C017121

PROGRAM STUDI SARJANA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2022

ii
SKRIPSI

PENGARUH INFORMASI LABA, ARUS KAS, DAN RASIO


SOLVABILITAS SEBAGAI PREDIKTOR FINANCIAL DISTRESS
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR TERDAFTAR DI BEI TAHUN
2017-2019

OLEH:
NAMA : PANDI SOPIAN
NIM : A1C017121
JURUSAN : AKUNTANSI

Setelah membaca naskah skripsi ini dengan seksama, maka menurut pertimbangan
kami telah memenuhi syarat untuk diuji.

Mengetahui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr. Lilik Handajani,SE.,M.SA,Ak Nurabiah,SE.,M.MSI


NIP. 197206251999032001 NIP.198002122008122001

iii
Judul Skripsi : PENGARUH INFORMASI LABA, ARUS KAS, DAN
RASIO SOLVABILITAS SEBAGAI PREDIKTOR
FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR TERDAFTAR BEI TAHUN 2017-2019.
Nama Mahasiswa : PANDI SOPIAN
Nomor Mahasiswi : A1C017121
Jurusan : AKUNTANSI

Skripsi ini telah diterima sebagai kebulatan studi Program Strata (S1)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram

Mataram, ……………..2021
Dekan, Ketua Jurusan Akuntansi

Dr. Muaidy Yasin, MS. Baiq Anggun Hilendri, SE.,Ak.,M.Si


NIP. 196008101987311002 NIP. 197804142001122002

iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi dengan
judul: PENGARUH INFORMASI LABA, ARUS KAS, DAN RASIO
SOLVABILITAS SEBAGAI PREDIKTOR FINANCIAL DISTRESS PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR TERDAFTAR BEI TAHUN 2017-2019. Dan
diajukan untuk diuji pada tanggal ………2021, adalah hasil karya saya.
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini
tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil
dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol
yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang
saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan atau tidak terdapat bagian
atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan
orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak,
dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil
tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan
tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil dari pemikiran
saya sendiri, berarti gelar, dan ijazah yang diberikan oleh Universitas batal saya
terima.

Mataram, ……………. 2021

Yang Memberi Pernyataan,

PANDI SOPIAN

NIM: A1C017121

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan kepada

Allah SWT. Karena dengan limpahan Rahmat dan karuniaNya sehingga saya

dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Shalawat serta salam juga tak lupa

saya curahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW beserta keluarga

dan para sahabatnya yang telah mengajarkan umat manusia tentang ilmu

pengetahuan yang baik dan benar. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

kedua orang tua yang saya sayangi dan banggakan, Bapak Sulasih dan Ibu

Rusmini Asri atas segala perhatian, doa dan motivasi yang diberikan untuk

menyelesaikan skripsi ini. Saya juga ingin berterima kasih kepada berbagai pihak

yang turut memberikan sumbangan pikiran guna penyelesaian skripsi, dan turut

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:

1. Rektor Universitas Mataram, Prof. Ir. H. Bambang Hari Kusumo, M.Agr.St.,

Ph.D atas kesempatan, waktu, dan izin yang diberikan untuk menempuh studi

pada Program studi sarjana (S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Mataram.

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, Bapak Dr. Muaidy Yasin, MS

atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh studi pada program studi

sarjana (S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram.

3. Ketua Jurusan Program studi sarjana (S1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Mataram, Ibu Baiq Anggun Hilendri L, SE., M.Si., Ak.atas

vi
kesempatan yang diberikan untuk menempuh studi pada program studi sarjana

(S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram.

4. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Lilik Handajani, SE., M.SA,Ak

selaku Pembimbing Utama, atas waktu yang diberikan untuk bimbingan,

masukan-masukan serta saran yang diberikan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

5. Kepada Ibu Dr. Lilik Handajani, SE., M.SA,Ak selaku pembimbing utama

dan Ibu Nurabiah,SE.,MMSI. selaku Pembimbing Pendamping, saya ucapkan

terima kasih atas bimbingan, kritikan, saran, masukan, kesabaran dan juga

dorongan untuk secepatnya menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Mataram atas semua ilmu, pengetahuan serta kenangan

yang telah diberikan khususnya bapak Bambang, SE., M.Ak., Ak., CA selaku

Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram

atas bantuannya selama masa perkuliahan.

8. Seluruh keluarga besar yang saya sayangi, khususnya Bapak Sulasih, Ibu

Rusmini Asri, yang telah banyak membantu dalam segala hal, terima kasih

atas pengorbanan baik materil maupun non materil, perhatian, kesabaran,

dukungan sumbangan tenaga, doa, saran, dan motivasi sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

9. Sahabat-sahabat saya yang luar biasa yang selalu ada untuk memberikan

motivasi, semangat, doa, dan dukungan yang luar biasa selama ini. Terima

vii
kasih untuk semua waktu dan rasa kebersamaannya semoga kita semua bisa

sukses bersama. Aamiin Allahumma Aamiin.

10. Teman-teman seperjuangan saya di kampus biru ini yaitu Kelas C Akuntansi

Reguler Pagi Angkatan 2017.

11. Kepada grup TMK (Roy, Dedi, Mubin, Ryan, dan Novian) yang selalu ada

untuk memberikan dukungan, semangat, dan motivasi agar skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang sangat membantu

dan memberikan motivasi kepada peneliti.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

untuk menyempurnakan penulisan ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi semua pihak dan dapat menjadi sumber bagi penulisan karya ilmiah

di masa mendatang.

Mataram, …………2021

Penulis

viii
PENGARUH INFORMASI LABA, ARUS KAS, DAN RASIO
SOLVABILITAS SEBAGAI PREDIKTOR FINANCIAL DISTRESS PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2017-2019

Pandi Sopian
Jurusan S1 Akuntansi
pandisopian1@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh informasi laba
bersih sebelum pajak, arus kas aktivitas operasi, dan debt to equity ratio dalam
memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019. Jenis penelitian ini adalah
penelitian asosiatif dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini menggunakan
data sekunder berupa laporan keuangan dari perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019. Populasi dalam penelitian ini
berjumlah 116 perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 34 sampel perusahaan yang diperoleh menggunakan metode porposive
sampling, sehingga didapatkan jumlah observasi sebanyak 112 perusahaan
observasi selama tiga tahun penelitian. Teknik pengolahan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan metode regresi logistic menggunakan aplikasi software IBM
SPSS 26. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba bersih sebelum pajak, arus
kas aktivitas operasi, dan debt to equity ratio tidak memiliki kemampuan dalam
memprediksi kondisi financial distress. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan
bagi pihak manjemen maupun eksternal seperti kreditor dan investor sebagai
bahan pertimbangan sebelum pengambilan keputusan.

Kata kunci: laba bersih sebelum pajak, arus kas operasi, debt to equity ratio,
financial distress.

ix
THE EFFECT OF INFORMATION PROFIT, CASH FLOW, AND
SOLVENCY RATIOS AS PREDICTORS OF FINANCIAL DISTRESS IN
MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK
EXCHANGE 2017-2019

PANDI SOPIAN
Jurusan S1 Akuntansi
pandisopian1@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of information eraning
before tax, operating activity cash flow, and debt to equty ratio in predicting
financial distress conditions in manufacturing companies listed in Indonesia Stock
Exchange in 2017-2019. This study is an associative research with a quantitative
approach that aims to determine the relationship between two or more variables.
This study uses secondary data in the form of financial reports from
manufacturing companies listed on Indonesia Stock Exchange in 2017-2019. The
population in this study amounted to 116 companies. The sample use in this study
found 34 samples of companies obtained using porposive sampling method, so
that the number of observations was 112 companies observed during the three
years of the study. The data processing techniquein this study was carried out by
logistic regression method using IBM SPSS 26 application software. The result of
this study indicate that earning before tax, operating activity cash flow, and debt
to equity ratio does not have the ability to predict financial distress conditions.
This study used for management and external parties such as creditors and
investors as material for consideration before making decisions

Keywords: earning before tax, operating activity cash flow, debt to equity ratio,
financial distress.

x
DAFTAR ISI

Hal.
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
PRASYARAT GELAR......................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................iii
PENETAPAN TIM PENGUJI SKRIPSI..........................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................................................v
KATA PENGANTAR.......................................................................................vi
ABSTRAK.........................................................................................................ix
ABSTRACT.........................................................................................................x
DAFTAR ISI.....................................................................................................xi
DAFTAR TABEL............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................8
1.4.1 Manfaat Teoritis.............................................................8
1.4.2 Manfaat Praktis...............................................................9
1.4.3 Manfaat Kebijakan.........................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS.......10
2.1 Landasan Teori...........................................................................10
2.1.1 Teori Agensi..................................................................10
2.1.2 Financial Distress.........................................................12
2.1.3 Laba...............................................................................17
2.1.4 Arus Kas........................................................................19
2.1.5 Rasio Solvabilitas..........................................................24
2.2 Penelitian Terdahulu...................................................................26
2.3 Rerangka Konseptual..................................................................32
2.4 Pengembangan Hipotesis............................................................34
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................37
3.1 Jenis Penelitian...........................................................................37
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................37
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian..................................................37
3.4 Jenis dan Sumber Data...............................................................39
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran........................................40
3.6 Prosedur Analisis Data...............................................................43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................50
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian............................................50

xi
4.2 Analisis Statistik Deskriptif........................................................52
4.3 Uji Asumsi Klasik......................................................................55
4.3.1 Uji Multikolonieritas......................................................56
4.4 Analisis Regresi Logistik............................................................57
4.4.1 Menguji Kelayakan Model Regresi................................57
4.4.2 Menilai Keseluruhan Model Fit......................................58
4.4.3 Koefisiens Determinasi (R2)...........................................59
4.4.4 Uji Regresi Logistik........................................................60
4.4.5 Pengujian Hipotesis........................................................62
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian........................................................64
4.5.1 Pengaruh Laba Bersih Sebelum Pajak Terhadap
Financial Distress...........................................................64
4.5.2 Pengaruh Arus Kas Aktivitas Operasi Terhadap
Financial Distress...........................................................65
4.5.3 Pengaruh Debt To Equity Ratio Terhadap Financial
Distress...........................................................................68
BAB V PENUTUP........................................................................................70
5.1 Simpulan.....................................................................................70
5.2 Keterbatasan Penelitian..............................................................71
5.3 Saran...........................................................................................71

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................73


LAMPIRAN......................................................................................................76

xii
DAFTAR TABEL

Hal.
Tabel 2.1 Indikator Financial Distress Penelitian Terdahulu.........................16
Tabel 2.2 Indikator Laba Penelitian Terdahulu...............................................19
Tabel 2.3 Indikator Arus Kas Penelitian Terdahulu........................................24
Tabel 2.4 Indikator Debt To Equity Ratio Penelitian Terdahulu.....................25
Tabel 3.1 Penarikan Sampel Penelitian...........................................................39
Tabel 4.1 Daftar Nama Perusahaan Sampel....................................................51
Tabel 4.2 Uji Statistik Deskriptif....................................................................53
Tabel 4.3 Uji Multikolonieritas.......................................................................56
Tabel 4.4 Hosmer and Lemeshow Test............................................................57
Tabel 4.5 Uji Overall Model Fit (-2 LL Awal)...............................................58
Tabel 4.6 Uji Overall Model Fit (-2 LL Akhir)..............................................59
Tabel 4.7 Koefisiensi Determinasi..................................................................59
Tabel 4.8 Variables in the Equation................................................................60

xiii
DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 2.1 Peta Penelitian Terdahulu.........................................................31
Gambar 2.2 Rerangka Konseptual................................................................33

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Hal.
Lampiran 1 Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian..................76
Lampiran 2 Perhitungan Financial Distress Almant Z-Score.......................77
Lampiran 3 Perhitungan Laba Bersih Sebelum Pajak....................................80
Lampiran 4 Perhitungan Arus Kas Aktivitas Operasi....................................85
Lampiran 5 Perhitungan Debt To Equity Ratio..............................................90
Lampiran 6 Data EBT, Arus Kas Operasi, DER dan Financial Dsitress
Perusahaan Sampel.....................................................................95
Lampiran 7 Hasil Pengujian Menggunakan SPSS.........................................98

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada era modernisasi yang sekarang ini persaingan dalam dunia

perusahaan menjadi semakin lebih ketat. Perusahan dituntut untuk memperkuat

manajemen mereka sehingga mampu bersaing dengan perusahaan lain baik lokal

maupun internasional. Persaingan yang terjadi antara perusahaan menyebabkan

biaya untuk menghasilkan laba semakin tinggi, akibatnya perusahaan yang gagal

mengantisipasi perkembangan perekonomian dan persaingan dapat menyebabkan

perusahaan kalah di dalam dunia bisnis dan pada akhirnya akan menyebabkan

kebangkrutan bagi perusahaan itu sendiri. Sebelum terjadinya kebangkrutan

perusahaan akan mengalami kondisi kesulitan keuangan yang disebut dengan

financial distress.

Financial distress merupakan keadaan dimana perusahaan mengalami

krisis keuangan dan gagal memenuhi kewajiban kepada debitur. Menurut Platt &

Platt (2002), Financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi

keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Situasi ini

dapat dapat digambarkan dengan kegagalan, ketidakmampuan perusahaan

melunasi hutang-hutangnya yang sudah jatuh tempo. Financial distress dapat

dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai idikasi financial distress

yang paling ringan, sampai ke pernyataan kebangkrutan yang merupakan

financial distress yang paling berat (Triwahyuningtias & Muharam, 2012).

1
Industri manufaktur merupakan industri yang mendominasi perusahaan-

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Banyaknya perusahaan

dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu

persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Peristiwa financial distress

yang terjadi adalah peristiwa dimana didelestingnya beberapa perusahaan

manufaktur pada tahun 2017-2019. Menurut Darmadji & Fakhrudin (2006)

terdapat risiko yang terdapat dalam investasi saham, salah satunya adalah

penghapusan catatan saham dari daftar saham yang tercatat di bursa atau disebut

delesting saham. Dapat dikatakan definisi delesting adalah tindakan penghapusan

catatan saham yang tercatat di bursa akibat beberapa kondisi tertentu sehingga

sahamnya tidak dapat lagi diperdagangakan secara publik.

Pada tahun 2018, BEI menghapus perusahaan manufaktur yaitu: PT Dwi

Aneka Jaya Kemasindo (DAJK) yang mengalami masalah kesulitan keuangan.

Menurut informasi keterbukaan BEI, penghapusan pencatatan DAJK efektif sejak

tanggal 18 Mei 2018. Sehingga, DAJK tidak lagi memiliki kewajiban sebagai

perusahaan tercatat dan BEI akan menghapus nama DAJK dari daftar perusahaan

yang mencatatkan sahamnya di BEI. DAJK dinyatakan pailit oleh Pengadilan

Negeri (PN) Jakarta Pusat setelah tuntutan dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)

selaku kreditur dikabulkan. DAJK memiliki utang sebesar Rp 428, 27 miliar pada

BMRI. Selain itu, pada laporan keuangan perseroan hingga September 2017,

DAJK juga memiliki hutang dengan beberapa perbankan lainnya. Pada periode

tersebut DAJK juga membukukan kerugian bersih sebesar Rp 59,61 miliar, serta

total aset senilai Rp 1,30 triliun. Untuk tahun 2019 PT Sekawan Intipratama, Tbk

2
(SIAP) tanggal 17 Juni 2019 dikeluarkan dari BEI karena kinerja perusahaan

yang buruk (www.cnbcindonesia.com).

Pada umumnya penelitian tentang kebangkrutan, kegagalan, maupun

financial distress menggunakan indikator kinerja keuangan perusahaan sebagai

prediksi untuk memprediksi kondisi perusahaan yang akan datang (Hidayat &

Meiranto, 2014). Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan

salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja, serta

perubahan posisi keuangan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan

keputusan yang tepat. Kinerja keuangan yang banyak digunakan untuk

mempengaruhi financial distress adalah rasio profitabilitas, aktivitas, solvabilitas,

dan likuiditas.

Menurut penelitian yang dilakukan Kusumaningdyah (2019), arus kas dan

laba dapat digunakan sebagai alat pemberi informasi yang relevan mengenai

perusahaan. Sebuah perusahaan dikatakan mengalami financial distress apabila

arus kas dan laba tidak mampu memenuhi kewajiban. Hal tersebut yang

mendasari peneliti dan menambahkan rasio solvabilitas proyeksi debt to equity

ratio yang akan diuji pengaruhnya terhadap financial distress.

Variabel pertama dalam penelitian ini adalah laba. Laba adalah

kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan selama periode tertentu.

Salah satu kegunaaan dari informasi laba yaitu untuk mengetahui kemampuan

perusahaan dalam pembagian deviden kepada para investor. Laba bersih suatu

perusahaan digunakan sebagai dasar pembagian deviden kepada investornya. Jika

laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau bahkan mengalami rugi maka

3
pihak investor tidak akan mendapatkan deviden. Hal ini jika terjadi berturut-turut

akan mengakibatkan para investor menarik investasinya karena mereka

menganggap perusahaan tersebut mengalami permasalahan keuangan atau

financial distress. Kondisi ini ditakutkan akan terus menerus terjadi yang

nantinya akan berakhir pada kondisi kebangkrutan. Dengan kondisi demikian

maka laba dapat dijadikan indikator oleh pihak investor untuk mengetahui

kondisi keuangan perusahaan. Penelitian ini menggunakan laba bersih sebelum

pajak sebagai bahan indikator karena dengan alasan untuk menghindari dari

pengaruh pengunaan tarif pajak yang berbeda tiap periode dan untuk pengenaan

pajak dari setiap perusahaan yang berbeda (Kusumaningdyah & Hanindyo,

2019).

Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Wahyuningtyas

(2010), Djongkang & Rio Rita (2014), Ayuningtiyas & Suryono (2017), Ardeati

(2018), Nailufar et al. (2018), dan Kusumaningdyah (2019) yang menujukkan

bahwa laba berpengaruh terhadap financial distress. Sedangkan menurut

penelitian yang dilakukan Kadir (2014) dan Julius (2017) menunjukkan bahwa

laba tidak berpengaruh terhadap financial ditress.

Variabel kedua dalam penelitian adalah arus kas. Arus kas digunakan

digunakan sebagai indikator bagi pihak investor dan kreditor untuk mengetahui

kondisi keuangan perusahaan. Disamping itu, arus kas juga merupakan laporan

yang memberikan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran

kas dalam waktu periode tertentu. Setiap perusahaan dalam menjalankan operasi

usahanya akan mengalami arus kas masuk (cash inflows) dan arus kas keluar

4
(cash outflows). Apabila arus kas yang masuk lebih besar daripada arus kas yang

keluar maka hal ini akan menunjukkan positive cash flows, sebaliknya apabila

arus kas masuk lebih sedikit daripada arus kas keluar maka akan terjadi negative

cash flows.

Apabila arus kas suatu perusahaan jumlahnya besar, maka pihak kreditor

mendapatkan keyakinan pengembalian atas kredit yang diberikan. Jika arus kas

suatu perusahaan bernilai kecil, maka kreditor tidak akan mendapatkan

keyakinan atas kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Jika hal ini

berlangsung secara terus menerus, kreditor tidak akan mempercayakan kreditnya

kembali kepada perusahaan karena perusahaan dianggap mengalami

permasalahan keuangan atau financial distress. Dengan kondisi demikian maka

arus kas dapat dijadikan indikator oleh pihak kreditor untuk mengetahui kondisi

keuangan perusahaan.Dalam penelitian ini arus kas operasi digunakan sebagai

informasi yang relevan mengenai kesehatan perusahaan.

Hal ini didukung dengan penelitian penelitian yang dilakukan oleh Mas’ud

& Srengga (2012), Djongkang & Rio Rita (2014), Kadir (2014), dan Nailufar et

al. (2018) yang menunjukkan bahwa arus kas bepengaruh terhadap financial

distress. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningtyas

(2010), Ayuningtiyas & Suryono (2017), dan Ardeati (2018) menunjukkan

bahwa arus kas tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Variabel ketiga dalam penelitian ini adalah rasio solvabilitas. Rasio

solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana

aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio solvabilitas digunakan untuk

5
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik

jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan

(dilikuidasi). Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah proyeksi debt to

equity ratio yang merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan

ekuitas. Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara seluruh hutang,

termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas.

Debt to equity ratio menunjukkan bahwa seberapa besar aset perusahaan

yang dibiayai dengan menggunakan hutang, sehingga dengan semakin banyaknya

hutang akan cenderung menambah beban bagi sebuah perusahaan untuk melunasi

pokok pinjaman dan bunga yang diwajibkan. Dengan kondisi ini maka

perusahaan tersebut dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam melunasi

hutang-hutangnya dan memicu terjadinya financial ditress.

Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2017)

menunjukkan hasil bahwa debt to equity ratio secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap financial distress. Sedangkan menurut penelitian yang

dilakukan oleh Rice (2015) menunjukkan hasil bahwa debt to equity ratio tidak

berpengaruh terhadap financial distress.

Agency teory dibangun sebagai upaya untuk memahami dan memecahakan

masalah yang mucul manakala ada ketidaklengkapan informasi pada saat

melakukan kontrak (Gundono,2012). Kontrak yang dimaksudkan di sini adalah

antara principal dengan agent. Penguasaan kendali perusahaan dipegang oleh

agent sehingga agent dituntut untuk selalu transparan dalam melaksanakan

kendali perusahaan di bawah principal. Salah satu bentuk pertanggung

6
jawabannya adalah dengan menunjukkan laopran keuangan untuk melaporkan

kondisi keuangan perusahaan pada periode waktu tertentu. Berdasarkan agency

teory, diharakan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan

kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang

mereka investasikan.

Penelitian teantang prediksi kebangkrutan perusahaan sudah sangat banyak

dilakukan di Indonesia. Akan tetapi penelitian mengenai prediksi kondisi

financial distress suatu perusahaan dengan membandingkan antara kondisi

financial distress dari sudut pandang laba, arus kas dan debt to equity ratio masih

terbatas dan adanya inkosistensi hasil penelitian-penelitian terdahulu.

Kebaharuan penelitian ini menambahkan variabel independen debt to equity ratio

agar mendapatkan hasil yang lebih komperhensif. Perusahaan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2017-2019.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Laba, Arus Kas, dan Rasio

Solvabilitas Terhadap Prediktor Financial Distress Pada Perusahaan

Manufaktur Terdaftar di BEI Tahun 2017-2019”.

7
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Apakah laba bersih sebelum pajak berpengaruh terhadap financial

distress?

2. Apakah arus kas aktivitas operasi berpengaruh terhadap financial distress?

3. Apakah debt to equity ratio berpengaruh terhadap financial distress?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji pengaruh laba bersih sebelum pajak terhadap financial

distress.

2. Untuk menguji pengaruh arus kas aktivitas operasi terhadap financial

distress.

3. Untuk menguji pengaruh debt to equity ratio terhadap financial distress.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian mengenai Pengaruh Penggunaan Laba, Arus Kas, dan

Rasio Solvabilitas Terhadap Prediktor Financial Distress Pada Perusahaan

Manufaktur Terdaftar di BEI Tahun 2017-2019 diharapkan memberikan

manfaat sebagai berikut:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang laba,

arus kas, debt to equity ratio serta pengaruhnya terhadap financial distress.

Sehingga konflik keagenan tidak terjadi karena pemegang saham atau pihak

8
principal mampu memastikan bahwa manajer atau agent bertindak untuk

kepentingan mereka.

1.4.2. Manfaat Praktis

Bagi pihak manajer perusahaan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi dan masukan bagi perusahaan untuk pertimbangan dalam

rangka meningkatkan nilai perusahaan, serta sebagai bahan pertimbangan emiten

untuk mengevaluasi, memperbaiki, dan meningkatkan kinerja manajemen dimasa

yang akan datang.

Bagi pihak investor penelitian ini diharapkan sebagai bahan wacana baru

dalam mempertimbangkan aspek-aspek yang perlu diperhitungkan dalam

investasi dan dapat membantu investor untuk memilih secara bijak dalam

berinvestasi.

1.4.3. Manfaat Kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi

bahan evaluasi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) dalam menyusun, mengatur dan menetapkan regulasi serta kebijakan

setelah mengetahui pengaruh laba, arus kas, dan debt to equity ratio terhadap

financial distress.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Agensi

Agency teory merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual

atau principals dan agents. Pihak principals adalah pihak yang memberikan

mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas

nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambilan keputusan

(Kusumaningdyah & Hanindyo, 2019). Menurut agency teory, pendelegasian

wewenang tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan kepentingan. Dalam

perekonomian sekarang ini, pihak manajemen perusahaan dan pihak pengendali

perusahaan menjadi terpisah dari kepemilikan. Manajer bertanggung jawab penuh

terhadap pemilik perusahaan yang akan berdampak pada kependanaan perusahaan

baik dari pihak investor maupun kreditur.

Tujuan dari sistem pemisahan ini adalah utuk menciptakan efisiensi dan

efektivitas dengan memperkerjakan agen-agen profesional dalam mengelola

perusahaan. Penguasaan kendali perusahaan dipegang oleh agent sehingga agent

dituntut untuk selalu transparan dalam melaksanakan kendali perusahaan di bawah

principal. Salah satu bentuk pertanggung jawabannya berupa laporan keuangan

kepada pemilik perusahaan. Pada setiap periode, laporan keuangan dipublikasikan

guna untuk memberikan informasi bagaimana keadaan keuangan perusahaan pada

periode tersebut.

10
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu

sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan

posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan

keputusan yang tepat. Jika laba yang dihasilkan perusahaan nilainnya lebih tinggi

dalam jangka watu yang lama, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut

dapat menjalankan kegiatan operasinya dengan baik. Selain itu, dapat dilihat juga

dari nilai arus kas yang diperoleh perusahaan. Jika arus kas yang diperoleh

perusahaan nilainya tinggi dalam jangka waktu yang relatif lama, maka

perusahaan tersebut dinilai dapat melakukan pengembalian atas kredit yang

diberikan oleh pihak kreditor. Perusahaan yang sehat secara keuangan juga

ditunjukkan dengan rasio debt to equity ratio di bawah angka 1. Debt to equity

yang rendah menunjukkan bahwa hutang/kewajiban perusahaan lebih kecil

daripada seluruh aset yang dimilikinya, sehingga perusahaan dapat melunasi

seluruh hutang/kewajibannya.

Sebaliknya, jika nilai laba dan arus kas suatu perusahaan bernilai rendah

dalam jangka waktu yang relatif lama, maka dapat dilihat dari nilai tersebut bahwa

pihak eksternal menganggap perusahaan tidak mampu dalam menjalankan

kegiatan operasinya dengan baik. Kondisi sebaliknya, semakin tinggi debt to

equity ratio menunjukkan komposisi jumlah hutang/kewajiban lebih besar

dibandingkan dengan jumlah seluruh modal bersih yang dimilikinya, sehingga

mengakibatkan beban perusahan terhadap pihak luar menjadi lebih besar. Kondisi

ini akan berdampak dengan kondisi dimana perusahaan akan mengalami

permasalahan kesulitan keuangan atau kondisi financial distress.

11
Didasarkan pada agency teory, diharapkan dapat berfungsi sebagai alat

untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima

return atas dana yang telah mereka investasikan. Hal ini berkaitan dengan

bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi

mereka. Sebaliknya, dari adanya laporan keuangan yang buruk dapat menujukkan

kondisi financial distress. Kondisi tersebut dapat menyebabkan keraguan dari

pihak investor dan kreditor untuk memberikan dananya karena tidak adanya

kepastian atas return dana yang telah diberikan.

2.1.2. Financial Distress

Menurut Platt & Platt (2002)dalam Rusaly (2016) financial distress

didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum

terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Kondisi financial distress tergambar dari

ketidakmampuan perusahaan atau tidak tersedianya suatu dana untuk membayar

kewajibannya yang telah jatuh tempo.

Sebuah perusahaan dianggap mengalami financial distress jika salah satu

kejadian berikut ini terjadi: mengalami laba operasi bersih negatif selama

beberapa tahun atau penghentian pembayaran deviden. Kesulitan keuangan dapat

diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban

keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan

perusahaanWongsosudono dan Chrissa, (2013) dalam (Permatasari, 2016).

Berdasarkan pada literatur, Gamayumi (2011) dalam Listiana

(2013)mengklasifikasikan beberapa definisi mengenai financial distress,

diantaranya adalah:

12
a. Economic Failure

Economic failure atau kegagalan dalam arti perekonomian dapat terjadi

pada saat pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biaya keseluruhan

termasuk biaya modal.Nilai sekarang dari arus kas sebenarnya lebih kecil

dibandingkan dengan kewajiban, atau laba yang lebih kecil daripada modal kerja.

Terjadinya kegagalan pada perusahaan yang mengalami economic failure atau

economic distress ini adalah jika arus kas yang diharapkan atau tingkat

pendapatan atas biaya historis dan investasi jauh lebih kecil dibandingkan biaya

modal yang dikeluarkan untuk investasi.

b. Business Failure

Business failure atau kegagalan dalam arti bisnis menggambarkan bahwa

perusahaan mengalami kondisi bisnis yang tidak menguntungkan, dimana

perusahaan terpaksa harus menghentikan kegiatan operasionalnya karena

ketidakmampuannya untuk menghasilkan keuntungan demi menutupi jumlah

pengeluaran.

c. Technical Insolvency

Sebuah perusahaan dapat dikategorikan mengalami kondisi technical

insolvency apabila pada perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan untuk

melunasi seluruh kewajiban jatuh temponya akibat dari kepemilikan aktiva lancar

yang tidak mencukupi.

d. Insolvency in Bankruptcy Sense

Insolvency in bankruptcy sense disini merupakan sebuah keadaan yang

13
dialami oleh perusahaan, dimana nilai buku dari keseluruhan kewajiban melebihi

nilai pasar dari aktiva perusahaan sehingga ekuitasnya menjadi negatif.

e. Legal Bankruptcy

Legal bankruptcy merupakan sebuah istilah kegagalan yang seringkali

digunakan dalam perusahaan. Sebuah perusahaan tidak dapat dikatakan bangkrut

secara hukum, kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan Undang - Undang

federal.

Financial distress dapat terjadi pada semua perusahaan. Oleh karena itu,

setiap perusahaan harus mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya kondisi

financial distress. Lizal (2002) dalam Rusaly (2016) menjelaskan ada tiga alasan

utama mengapa perusahaan mengalami financial distress, yaitu:

a. Neoclassical model

Financial distress terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Manajemen

kurang bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di perusahaan untuk

kegiatan operasional perusahaan sehingga memungkinkan mengalami kondisi

financial distress.

b. Financial model

Financial distress ditandai dengan adanya struktur keuangan yang salah

menyebabkan batasan likuidasi. Hal ini berarti bahwa meskipun perusahaan

dapat bertahan hidup dalam jangka panjang namun, perusahaan harus banngkrut

dalam jangka pendek.

14
c. Corporate governance model

Kondisi financial distress dapat terjadi ketika perusahaan memiliki

suusnan aset yang tepat dan struktur keuangan yang baik namun dikelola dengan

buruk.

Platt and Platt (2002) menyatakan terdapat berbagai cara untuk melakukan

pengujian bahwa suatu perusahaan mengalami financial distress, seperti:

1. Adanya penghentian tenaga kerja atau tidak melakukan pembayaran

deviden.

2. Interest Coverage Ratio.

3. Arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang saat ini.

4. Laba bersih operasi (net operating income) negatif.

5. Adanya perubahan harga ekuitas.

6. Perusahaan dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan

perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan

restrukturisasi.

7. Perusahaan mengalami pelanggaran teknis dalam hutang dan

diprediksi perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada

periode yang akan datang.

8. Mempunyai Earning Per Share (EPS) negatif.

Indikasi terjadinya financial distress atau kesulitan keuangan dapat

diketahui dari kinerja keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan

tercermin dari laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Laporan keuangan

merupakan laporan mengenai posisi kemampuan dan kinerja keuangan

15
perusahaan serta informasi lainnya yang diperlukan oleh pemakai informasi

akuntansi. Berikut beberapa indicator penelitian terdahulu yang mengukur

variabel financial distress.

Tabel 2.1
Indikator Financial Distress Penelitian Terdahulu
No Peneliti Indikator
(Tahun) Judul Penelitian Variabel (Y)
1 Hidayat & Prediksi Financial Distress Variabel dummy
Meiranto (2014) Perusahaan Manufaktur di
Indonesia
2 Rice (2015) Altman Z-Score: Mendeteksi Altman Z-Score
Financial Distress
3 Ardeati (2018) Pengaruh Arus Kas, Laba, dan Variabel dummy
Leverage Terhadap Financial
Distress
4 Ayuningtiyas & Pengaruh Likuiditas, Altman Z-Score
Suryono (2017) Profitabilitas, Leverage, dan
Arus Kas Terhadap Kondisi
Financial Distress
5 Chrissentia & Analisis Pengaruh Rasio Altman Z-Score
Syarief (2018) Profitabilitas, Leverage,
Likuiditas, Firm Age dan
Kepemilikan Institusional
Terhadap Financial Distress

Dalam penelitian ini untuk mengukur financial distress menggunakan

Altman Z-score yang mengacu dari beberapa penelitian terdahulu yaitu Rice

(2015), Ayuningtiyas & Suryono (2017) dan (Chrissentia & Syarief, 2018).

Altman Z-Score dipilih karena memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan mudah,

16
karena model ini menggunakan lima rasio yang digunakan dalam memprediksi

kondisi kebangkrutan yaitu: modal kerja/ total aset, laba ditahan/ total aset,

pendapatan sebelum pajak/ total aset, nilai pasar ekuitas/ total aset, dan

penjualan/ total aset.

2.1.3. Laba

Laba merupakan selisih antara pendapatan atau keuntungan setelah

dikurangi beban atau kerugian baik operasional maupun non operasional (Rice,

2015). Sementara pengertian laba yang diamati oleh struktur akuntansi sekarang

ini adalah selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Laba bersih atau keuntungan

bersih merupakan kelebihan pendapatan terhadap beban-beban yang terjadi.

Menurut Suwardjono (2008) laba dimaknai imbalan atas upaya perusahaan

menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan

diatas biaya (biaya total yang melekat kegiatan produksi dan penyerahan barang

atau jasa).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa laba

adalah perkiraan antara pendapatan dan beban-beban yang terjadi pada suatu

periode tertentu dalam suatu perusahaan. Laba merupakan empat elemen utama

yaitu pendapatan (revenue), beban (expense), keuntungan (gain), dan kerugian

(loss). Menurut Stice, dkk (2004) definisi dari elemen-elemen laba tersebut

sebagai berikut:

a. Pendapatan (revenue)

Pendapatan (revenue) adalah arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva

suatu entitas atau pelunasan kewajibannya (atau kombinasi dari keduanya) dari

17
penyerahan atau produksi suatu barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang

merupakan usaha terbesar atau usaha pertama yang sedang dilakukan entitas

tersebut.

b. Beban (expense)

Beban (expense) adalah arus keluar atau penggunaan lain dari aktiva atau

timbulnya kewajiban (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan atau produksi

suatu barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang merupakan usaha terbesar

atau usaha pertama yang sedang dilakukan entitas tersebut.

c. Keuntungan (gain)

Keuntungan (gain) adalah peningkatan dalam ekuitas atau (aktiva bersih)

dari transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi sesekali dari suatu entitas

dan dari semua transaksi. Kejadian dan kondisi lainnya yang mempengaruhi

entitas tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi pemilik.

d. Kerugian (loss)

Kerugian (loss) adalah penurunan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari

transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi sesekali dari suatu entitas dan

dari semua transaksi. Kejadian dan kondisi lainnya yang mempengaruhi entitas

tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi pemilik.

18
Tabel 2.2
Indikator Laba Penetian Terdahulu
No Peneliti Indikator
(Tahun) Judul Penelitian Variabel
1 Wahyuningtyas Penggunaan Laba dan Arus Kas Earning before tax
(2010) Untuk Memprediksi Kondisi (EBT)
Financial Distress
2 Mas’ud & Srengga Analisis Rasio Keuangan Untuk Return on asset
(2012) Memprediksi Kondisi Financial (ROA)
Distress Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia
3 Djongkang & Rita Manfaat Laba dan Arus Kas Earning before tax
(2014) Untuk Memprediksi Kondisi (EBT)
Financial Distress
4 Setiawan & Fitria Pengaruh Debt Ratio, Current Return on asset
(2020) Ratio, dan Return On Asset (ROA)
Terhadap Financial Distress

Pada penelitian ini, laba diukur menggunakan laba bersih sebelum pajak

berdasarkan dari penelitian Wahyuningtyas (2010), dan Djongkang & Rio Rita

(2014) dan (Setiawan & Fitria, 2020). Penelitian ini menggunakan laba bersih

sebelum pajak negatif karena apabila laba yang dihasilkan suatu perusahaan

negatif maka perusahaan dalam kondisi yang tidak baik.

2.1.4. Arus Kas

Informasi tentang arus kas suatu perusahaan berguna bagi para pengguna

laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan kas dan setara kas serta menilai kebutuhan perusahaan

19
untuk menggunakan arus kas tersebut. Tujuan informasi arus kas adalah memberi

informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas dari suatu perusahaan

melalui laporan arus kas yang mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas

operasi, investasi, dan pendanaan selama suatu periode akuntansi. Menurut

Skousen dkk (2009:284) Laporan arus kas itu sendiri didefinisikan laporan arus

kas (statement of cash flow) adalah laporan keuangan yang melaporkan jumlah

kas yang diterima dan dibayar oleh suatu perusahaan selama periode tertentu.

a. Arus Kas Aktivitas Operasi

Menurut Daniati (2006) pengertian dari Aktivitas operasi perusahaan

adalah:

aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue activities)

dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan,

umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi

penetapan laba atau rugi bersih, dan merupakan indikator yang menentukan

apakah dari operasi perusahaan dapat menghasilkan kas yang cukup untuk

melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan,

membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada

sumber pendanaan.

Menurut standar akuntansi keuangan di Indonesia IAI

(2012)aktivitas operasi adalah :

Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama

pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal

dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi.

20
Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitaas operasi merupakan indicator

yang menentukan apakah operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang

cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemempuan operasi perusahaan,

membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber

pendanaan dari luar.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia IAI (2012) mengenai

contoh arus kas yang berasal dari aktivitas operasi antara lain :

1. Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa

2. Penerimaan kas dari royalti, fees, komisi dan pendapatan lain

3. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa

4. Pembayaran kas kepada karyawan

5. Penerimaan dan pembayaran kas oleh perusahaan asuransi sehubungan

dengan premi, klaim, anuitas, dan manfaat asuransi lainnya

6. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan

kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari

aktivitas pendanaan dan investasi

7. Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan

transaksi usaha dan perdagangan.

b. Arus Kas Aktivitas Investasi

Menurut Daniati (2006) pengertian dari aktivitas investasi perusahaan

adalah:

Aktivitas yang menyangkut perolehan atau pelepasan aktiva jangka panjang

(aktiva tidak lancar) serta investasi lain yang tidak termasuk dalam setara kas,

21
mencakup aktivitas meminjamkan uang dan mengumpulkan piutang tersebut

serta memperoleh dan menjual investasi dan aktiva jangka panjang produktif.

Menurut standar akuntansi Keuangan di Indonesia IAI (2012) aktivitas

investasi adalah :

perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak

termasuk setara kas. Arus kas yang berasal dari aktivitas investasi perlu dilakukan

pengungkapan terpisah karena arus kas tersebut mencerminkan penerimaan dan

pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan menghasilkan

pendapatan dan arus kas masa depan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia IAI (2012) mengenai

contoh arus kas yang berasal dari aktivitas investasi adalah

1. Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset

jangka panjang lain, termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi

dan aset tetap yang dibangun sendiri

2. Penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan dan peralatan, serta aset

tidak berwujud dan aset jangka panjang lain

3. Perolehan saham atau instrumen keuangan perusahaan lain

4. Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain serta

pelunasannya (kecuali yang dilakukan oleh lembaga keuangan)

5. Pembayaran kas sehubungan dengan futures contracts, forward contracts,

option contracts, dan swap contracts kecuali apabila kontrak tersebut

dilakukan untuk tujuan perdagangan (dealing or trading), atau apabila

pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan.

22
c. Arus Kas Aktivitas Pendanaan

Menurut Home (2005) pengertian dari arus kas pendanaan adalah:

Arus kas yang menunjukkan dampak semua transaksi kas dengan para pemegang

saham dan transaksi pinjaman serta pembayaran kembali dengan pihak pemberi

pinjaman. Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan

perlu dilakukan sebab berguna untuk memprediksi klain terhadap arus kas masa

depan oleh para pemasok modal perusahaan.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia IAI

(2012)aktivitas pendanaan adalah:

aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal

dan pinjaman perusahaan. Arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan perlu

dilakukan pengungkapan terpisah karena berguna untuk memprediksi klaim

terhadap arus kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia IAI (2012) mengenai

contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah :

1. Penerimaan kas dari penerbitan saham atau instrument modal lain

2. Pembayaran kas kepada pemilik untuk menarik atau menebus saham

entitas

3. Penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotek , dana

pinjaman jangka pendek dan jangka panjang

4. Pelunasan pinjaman

5. Pembayaran kas oleh penyewa guna usaha (lessee)

23
Tabel 2.3
Indikator Arus Kas Penelitian Terdahulu
No Peneliti Indikator
(Tahun) Judul Penelitian Variabel
1 Julius (2017) Pengaruh Financial Leverage, Rasio arus kas
Firm Growth, Laba dan Arus Kas
Terhadap Financial Distress
2 Nailufar & Pengaruh Laba, dan Arus Kas Rasio arus kas
Badaruddin (2018) Terhadap Kondisi Financial
Distress
3 Kusumaningdiyah Manfaat Pengaruh Penggunaan Total arus kas
& Hanindyo Laba Dan Arus Kas Untuk
(2019) Memprediksi Financial Distress

Dalam penelitian ini untuk mengukur arus kas didasarkan pada rasio arus

kas dengan menggunakan arus kas aktivitas operasi dibagi total aset. Hal ini juga

mengacu dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nailufar & Badaruddin

(2018) dan (Kusumaningdyah & Hanindyo, 2019)

2.1.5. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan

dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio ini

berhubungan dengan keputusan pendanaan dimana perusahaan lebih memilih

pembiayaan hutang dibandingkan modal sendiri. Rasio solvabilitas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio.

Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang

dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh

utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk

24
mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik

perusahaan (Kasmir, 2012).

Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap modal

sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Bagi bank (kreditor), semakin besar

rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar rasio

akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin besar batas

pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai

aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko

keuangan perusahaan.

Tabel 2.4
IndikatorDebt To Equity Ratio Penelitian Terdahulu
No Peneliti Indikator
(Tahun) Judul Penelitian Variabel
1 Ginting (2017) Pengaruh Current Ratio, dan Debt to equity
Debt To Equity Ratio (DER) ratio(DER)
Terhadap Financial Distress
pada Perusahaan Property &
Real Estate di Bursa Efek
Indonesia
2 Fardania, et al Pengaruh Likuiditas, Debt to equity
(2017) Solvabilitas, dan Profitabilitas ratio(DER)
Terhadap Financial Distress
3 Marota et al Pengaruh Debt To Asset Ratio Debt To Asset
(2018) (DAR), Current Ratio, dan Ratio (DAR)
Corporate Governance Dalam
Memprediksi Financial Distress

25
Dalam penelitian untuk mengukur rasio solvabilitas menggunakan debt to

equity ratio karena untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam

melunasi hutang dengan menggunakan modal sendiri. Hal ini mengacu pada

peneltian terdahulu seperti yang ditampilkan pada tabel 2.4 di atas yaituFardania

et al. (2017), dan (Morata et al., 2018).

2. 2. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan acuan penelitian-penelitian

yang sudah ada sebelumnya, namun peneltian-penelitian tersebut mempunyai

lingkup dan pembahasan yang sedikit berbeda dengan penelitian ini. Adapun

beberapa penelitian terdahulu yang menjadi landasan dalam melakukan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian Wahyuningtyas (2010) meneliti tentang “Penggunaan Laba

dan Arus Kas untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (studi kasus pada

perusahaan bukan bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun

2005-2008)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laba bersih sebelum pajak

berpengaruh terhadap financial distress dalam penelitian ini diterima.arus kas

operasi tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Penelitian Mas’ud & Srengga (2012) tentang “Analisis Rasio Keuangan

Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan likuiditas

tidak berpengaruh terhadap financial distress. Profitabilitas berpengaruh terhadap

financial distress. DER tidak berpengaruh terhadap financial distress. Arus kas

operasi berpengaruh terhadap financial distress.

26
Penelitian Hidayat &Meiranto (2014) tentang “Prediksi Financial Distress

Perusahaan Manufaktur di Indonesia”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

rasio leverage, likuiditas, dan rasio aktivitas adalah rasio keuangan yang

memiliki signifikan untuk memprediksi financial distress. Sedangkan rasio

profitabilitas hanya return on asset yang tidak signifikan untuk memprediksi

financial distress.

Penelitian Djongkang & Rio Rita (2014) tentang ”Manfaat Laba dan Arus

Kas untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress”. Hasil penelitian ini

menunjukkan hasil bahwa laba memberikan hasil yang lebih kuat dalam

memprediksi financial distress perusahaan di bandingkan dengan arus kas.

Penelitian Rice (2015) tentang Altman Z-Score: Mendeteksi Financial

Distress”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan laba tidak

berpengaruh terhadap financial distress. Perubahan arus kas operasional tidak

berpengaruh terhadap financial distress. DER tidak berpengaruh terhadap

financial distress. DAR berpengaruh terhadap financial distress.

Penelitian Ayuningtiyas & Suryono (2017)tentang “Pengaruh Likuiditas,

Profitabilitas, Leverage, dan Arus Kas Terhadap Financial Distress”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa laba berpengaruh terhadap financial distress.

Sedangkan variabel likuiditas, leverage dan arus kas tidak berpengaruh terhadap

financial distress.

Penelitian Julius (2017)“Pengaruh Financial Leverage, Firm Growth,

Laba dan Arus Kas Terhadap Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014)”. Hasil

27
penelitian menunjukkan arus kas berpengaruh terhadap financial distress.

Sedangkan financial leverage, pertumbuhan perusahaan, dan laba tidak

berpengaruh dalam memprediksi financial distress.

Penelitian Ginting (2017) tentang “Pengaruh Current Ratio dan Debt to

Equity Ratio ( DER ) Terhadap Financial Distress pada Perusahaan Property &

Real Estate di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

current ratio dan debt to equity ratio berpengaruh terhadap financial distress.

Penelitian Fardania et al. (2017) tentang “Pengaruh Likuiditas ,

Solvabilitas Dan Profitabilitas Terhadap Financial Distress ( Studi Empiris Pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di

Bursa Efek Indonesia Periode 2015 – 2017 )”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa likuiditas dan profitabilitas tidak berpengaruh secara siginifikan terhadap

financial distress, sedangkan solvabilitas terdapat pengaruh secara signifikan

terhadap financial distress.

Penelitian Chrissentia & Syarief (2018) tentang “Analisis Pengaruh Rasio

Profitabilitas, Leverage, Likuiditas, Firm Age dan Kepemilikan Institusional

Terhadap Financial Distress (Pada Perusahaan Jasa Non Keuangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016)”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa profitabilitas, likuiditas, firm age, dan kepemilikan

institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan financial

distress. Sementara itu, leverage berpengaruh positif signifikan terhadap

kemungkinan financial distress.

Penelitian Ardeati (2018) tentang “Pengaruh Arus kas, Laba Dan Leverage

28
Terhadap Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Bank Di Bursa

Efek Indonesia Periode 2012-2016)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laba

berpengaruh terhadap financial distress. Arus kas dan leverage tidak berpengaruh

terhadap financial distress.

Penelitian Nailufar et al. (2018) tentang “Pengaruh Laba dan Arus Kas

Terhadap Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Non Bank Yang Terdaftar

Di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio laba dan

arus kas secara bersama-sama dapat menjelaskan terjadinya financial distress

pada perusahaan.

Penelitian Morata et al. (2018) tentang “Pengaruh Debt To Asset Ratio

(DAR), Current Ratio, dan Corporate Governance Dalam Memprediksi

Financial Distress Pada Perusahaan BUMN Sektor Non Keuangan yang

Terdaftar di Bursa EfekIndonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAR

dan current ratio memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi

financial distress. Sedangkan corporate governance tidak memiliki pengaruh

yang signifikan dalam memprediksi financial distress.

Penelitian Kusumaningdyah & Hanindyo (2019) tentang “Manfaat

Pengaruh Penggunaan Laba Dan Arus Kas Untuk Memprediksi Financial

Distress”. Hasil penelitian menunjukkan laba bersih sebelum pajak berpengaruh

terhadap financial distress dalam penelitian ini diterima. arus kas operasi

berpengaruh terhadap financial distress.

Penelitian Setiawan & Fitria (2020) tentang ”Pengaruh Debt Ratio ,

Current Ratio dan Return On Assets Terhadap Financial Distress pada

29
Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa

Efek Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debt ratio berpengaruh

positif dan signifikan terhadap financial distress, current ratio berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap financial distress, return on assets berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat dibuatkan peta penelitian

terdahulu untuk mengetahui perbedaan variabel-variabel yang digunakan pada

penelitian terdahulu sehingga dapat digambarkan pada 2.1 sebagai berikut:

30
Gambar 2.1
Peta Penelitian Terdahulu

Likuiditas

2, 3, 6,, 9,10,

Good Corporate
Governance
13

Laba Bersih
Sebelum Pajak

1, 2, 3,
4, 5, 6,
Arus Kas aktivitas 7, 8, 9 Financial
Operasi 10, 11, Distress
12,13,
14, 15

Debt To Equity
Ratio

7
Firm Growth

10

Firm Age

31
Keterangan:
1) Wahyuningtyas (2010) 9)Fardania et al. (2017)
2) Mas’ud & Srengga (2012) 10) Chrissentia & Syarief (2018)
3) Hidayat & Meiranto (2014) 11)Ardeati (2018)
4) Djongkang & Rio Rita (2014) 12)Nailufar et al. (2018)
5) Rice (2015) 13)Morata et al. (2018)
6) Ayuningtiyas & Suryono (2017) 14)Kusumaningdyah & Hanindyo (2019)
7) Julius (2017) 15)Setiawan & Fitria (2020)
8) Ginting (2017)

2. 3. Rerangka Konseptual

Rerangka konseptual adalah suatu hubungan yang mencerminkan

hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya dari penelitian yang sedang

diteliti. Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen dan satu variabel

dependen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah laba

bersih sebelum pajak, arus dari aktivitas operasi, dan debt to equity ratio. Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah financial distress.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh laba sebelum pajak, arus

kas aktivitas operasi, dan debt to equity ratio terhadap financial distress.

Penelitian ini menggunakan agency teory yaitu hubungan antara principal dan

agent. Penguasaan kendali perusahaan dipegang oleh agent sehingga agent

dituntut untuk selalu transparan dalam melaksanakan kendali perusahaan di bawah

principal. Salah satu bentuk pertanggung jawabannya berupa laporan keuangan

kepada pemilik perusahaan. Pada setiap periode, laporan keuangan dipublikasikan

guna untuk memberikan informasi bagaimana keadaan keuangan perusahaan pada

periode tersebut.

32
Berdasarkan agency teory, diharakan dapat berfungsi sebagai alat untuk
memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima
return atas dana yang mereka investasikan. Hal ini didukung oleh penelitian
Wahyuningtyas (2010), Mas’ud & Srengga (2012), Hidayat & Meiranto (2014),
Djongkang & Rio Rita (2014), Rice (2015), Ayuningtiyas & Suryono (2017),
Julius (2017), Ginting (2017), Fardania et al. (2017), Chrissentia & Syarief
(2018), Ardeati (2018), Nailufar et al. (2018), Morata et al. (2018),
Kusumaningdyah & Hanindyo (2019), dan Setiawan & Fitria (2020).
Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan model penelitian yang
menggambarkan kerangka konseptual sebagai panduan sekaligus alur pemikiran
seperti gambar berikut:

Agency Theory
Wahyuningtyas (2010), Mas’ud & Srengga
(2012), Hidayat & Meiranto (2014), Djongkang
& Rio Rita (2014), Rice (2015), Ayuningtiyas
& Suryono (2017), Julius (2017), Ginting
(2017), Fardania et al. (2017), Chrissentia &
Syarief (2018), Ardeati (2018), Nailufar et al.
(2018), Morata et al. (2018), Kusumaningdyah
& Hanindyo (2019), dan Setiawan & Fitria
(2020).

Laba Bersih
Sebelum Pajak

Arus Kas dari Financial Distress


Aktivitas Operasi

Debt to Equity Ratio

Gambar 2.2 Rerangka Konseptual

33
2. 4. Pengembangan Hipotesis

2.4. 1. Pengaruh laba terhadap financial distress

Salah satu kegunaan dari informasi laba yaitu untuk mengetahui

kemampuan perusahaan dalam pembagian deviden kepada para investor.Laba

bersih suatu perusahaan digunakan digunakan sebagai dasar pembagian deviden

kepada investornya. Jika laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau

mengalami rugi pihak investor tidak akan mendapatkan deviden. Hal ini jika

terjadi berturut-turut akan mengakibatkan para investor menarik investasinya

karena mereka menganggap perusahaan tersebut mengalami kondisi

permasalahan keuangan atau financial distress. Kondisi ini ditakutkan akan terus

menerus terjadi yang nantinya akan berakhir pada kondisi kebangkrutan. Hal ini

didukung dengan agency teory yang dimana efektivitas dan efisien perusahaan

akan ditentukan oleh peran agent profesional dalam mengelola perusahaan

Dalam penelitian Kusumaningdyah & Hanindyo (2019) menujukkan hasil

bahwa laba berpengaruh terhadap financial distress. Laba bersih sebelum pajak

merupakan murni pendapatan dari perusahaan sebelum dikurangi dengan pajak

yang dikenakan kepada perusahaan tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian

Wahyuningtyas (2010), Djongkang & Rio Rita (2014), Ardeati

(2018)mengatakan bahwa laba memberikan hasil yang kuat dalam memprediksi

financial distress.

34
Berdasarkan uraian di atas dan didukung dengan penelitian sebelumnya,

maka dirumuskan hipotesis:

H1 : Laba bersih sebelum pajak berpengaruh terhadap financial distress

2.4. 2. Pengaruh arus kas terhadap prediktor financial distress

Laporan arus kas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan

laporan keuangan lainnya, penggunaannya secara bersama-sama memberikan

hasil yang lebih tepat untuk mengevaluasi sumber dan penggunaan kas

perusahaan dalam seluruh kegiatan perusahaan. Arus kas operasional

meruapakan transaksi dan kejadian yang akan menentukan laba bersih seperti

penerimaan dari kegiatan penjualan, penerimaan penagihan piutang, pengeluaran

untuk membeli persediaan, dan pembayaran hutang perusahaan. Dalam agency

teory sebagai principal (pemegam saham) perlu adanya transparansi informasi

terkait dengan kinerja ekonomi perusahaan. Keadaan ekonomi yang baik akan

membuat investor menanamkan modalnya semakin besar.

Dalam penelitian yang dilakukanMas’ud & Srengga (2012), (Julius, 2017),

dan Nailufar et al. (2018) menunjukkan hasil bahwa arus kas operasi berpengaruh

terhadap financial distress. Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitaas operasi

merupakan indicator yang menentukan apakah operasi perusahaan dapat

menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman tanpa

mengandalkan sumber pendanaan dari luar.

35
Berdasarkan uraian di atas dan didukung dengan penelitian sebelumnya,

maka dirumuskan hipotesis:

H2 : Arus kas aktivitas operasi berpengaruh terhadap financial distress

2.4. 3. Pengaruh debt to equity ratio terhadap prediktor financial distress

Debt to Equity Ratio mencerminkan besarnya proporsi antara total debt

(total hutang) dengan total shareholder’s equity (total modal sendiri). Rasio ini

menunjukkan komposisi dari total hutang terhadap total ekuitas. Debt to equity

ratio (DER) adalah rasio untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan

melunasi hutangnya dengan modal yang mereka miliki. Semakin tinggi DER,

menunjukkan komposisi total hutang semakin besar di banding dengan total

modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan. Hal ini

akan menyebabkan perusahaan dapat mengalami kesulitan dalam pembayaran

hutang dan beban bunga.

Kondisi hutang perusahaan menjadi salah satu bentuk transparansi

perusahaan kepada investor. Transparansi merupakan bentuk penerapan agency

teory yang digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan antara pihak

principal (pemegang saham) dengan agent (manajer). Dalam penelitian Ginting

(2017) menunjukkan hasil bahwa debt to equity ratio berpengaruh terhadap

financial distress.

Berdasarkan uraian di atas dan didukung dengan penelitian sebelumnya,

maka dirumuskan hipotesis:

H3 : Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap financial distres

36
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

asosiatif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu dilakukan dengan membuktikan

adanya faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress yaitu laba bersih

sebelum pajak, arus kas dari aktivitas operasi, dan rasio solvabilitas. Menurut

(Sugiyono, 2018) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian

yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen

penelitian, analisis data bersifat kuantitatif statistik, dengan tujuan untuk menguji

hipotesis yang telah ditetapkan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Peneltian ini berlokasi di Indonesia dengan menggunakan data laporan

keuangan pada perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang

terdapat di website resmi pada www.idx.co.id. Periode penelitian yang digunakan

adalah tahun 2017-2019. Perusahaan manufaktur digunakan karena adanya

beberapa perusahan manufaktur yang didelesting dari BEI karena mengalami

kesulitan keuangan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Adanya beberapa perusahaan manufaktur yang di delesting dari Bursa

Efek Indonesia membuat perusahaan akan semakin berusaha dalam

37
mengembangkan usahanya agar laba, arus kas, dan rasio solvabilitas yang

dihasilkan nantinya akan tersaji dalam laporan keuangan mempunyai dampak

yang positif bagi investor maupun kreditor. Populasi dalam penelitian ini

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019

sebanyak 161 perusahaan.

Menurut (Sugiyono, 2018), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Metode pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel

atas dasar kesesuaian antara sampel dengan kriteria pemilihan tertentu. Kriteria

pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2017-2019

2. Perusahaan manufaktur yang menyampaikan laporan keuangan secara

rutin di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2017-2019

3. Perusahaan manufaktur yang memiliki laba bersih sebelum pajak negatif

selama tahun 2017-2019. Apabila perusahaan memiliki laba bersih

sebelum pajak negatif maka dapat terindikasi mengalami kesulitan

keuangan.

Berdasarkan metode purposive sampling, maka diperoleh sampel yang

memenuhi kriteria sebanyak 34 perusahaan manufaktur tahun 2017-2019,

sehingga didapat 102 observasi data yang diringkas dalam tabel berikut:

38
Tabel 3.1
Penarikan Sampel Penelitian
No Keterangan Jumlah

1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 161

2017-2019

2 Perusahaan manufaktur yang tidak menyampaikan (20)

laporan keuangan secara lengkap tahun 2017-2019

3 Perusahaan manufaktur yang memiliki laba bersih (107)

sebelum pajak positif tahun 2017-2019

4 Jumlah sampel perusahaan 34

5 Jumlah observasi tahun 2017-2019 (3*34) 102

3.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam peneltian ini adalah jenis data sekunder

berupa laporan tahunan (annual report) pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2017-2019. Sumber

data dalam penelitian ini diperoleh dari website BEI www.idx.co.id. Data

yang digunakan dalam laporan keuangan adalah laba bersih negatif sebelum

pajak, arus kas aktivitas operasi, dan menghitung total debt to equity ratio.

39
3.5. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

3.5.1. Variabel Independen

3.5.4.1. Laba Bersih Sebelum Pajak

Menurut Soemarso (2004) pengertian laba adalah selisih lebih

pendapatan atas beban sehubungan dengan usaha untuk memperoleh pendapatan

tersebut selama periode tertentu. Laba yang digunakan dalam penelitian ini

adalah laba bersih sebelum pajak. Alasan penggunaan laba bersih sebelum pajak

adalah untuk menghindari pengaruh penggunaan tarif pajak yang berbeda antar

periode. Rumus perhitungannya:

Laba Bersih Sebelum Pajak


EBT =
Total Aset

(Sumber: Kadir, 2014)

3.5.4.2. Arus Kas Aktivitas Operasi

Menurut Subramanyam (2017) menyatakan arus kas operasi

merupakan aktivitas perusahaan terkait dengan laba. Aktivitas operasi juga

meliputi arus kas masuk dan arus kas keluar bersih yang berasal dari aktivitas

operasi terkait, seperti pemberian kredit kredit kepada pelanggan, investasi dalam

persediaan, dan perolehan kredit dari pemasok. Arus kas operasi yang dipakai

adalah perubahan arus kas operasi selama periode pengamatan. Rumus

perhitungannya:

Arus Kas Operasi


Perubahan arus kas operasi =
Total Aset

(Sumber: Kadir, 2014)

40
3.5.4.3. Debt To Equity Ratio

Debt to equity ratio (DER) digunakan untuk mengukur sejauh mana

perusahaan menggunakan hutang. Debt to equity ratio mempunyai dampak yang

buruk, karena tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan

semakin besar dan ini menunjukan keuntungan berkurang. Rumus

perhitungannya:

Total Hutang
DER =
Modal

(Sumber: Rice, 2015)

3.5.2. Variabel Dependen

Variabel dependen dependen dalam penelitian ini adalah financial

distress, variabel ini merupakan variabel binary yang memiliki arti variabel

disajikan dalam bentuk dummy. Dengan ukuran binominal yaitu perusahaan yang

dikategorikan dengan 0 untuk perusahaan sehat dan 1 untuk perusahaan yang

tidak sehat.perusahaan yang diukur dengan menggunakan model Altman Z-

Score. Rumus perhitungannya:

Z = X1 + X2 + X3 + X4 + X5

Z : hasil analisis Altman Z-Score

X1 : working capital / total asset

X2 : retained earnings / total asset

X3 : earning before interest and taxed / total asset

X4 : market value of equity / book value of total debt

41
X5 : sales / total asset

Klasifikasi perusahaan yang sehat dan yang mengalami financial distress

didasarkan pada nilai Z-Score model Altman yaitu:

a. Jika nilai Z < 1.8 maka termasuk perusahaan beresiko tinggi mengalami

financial distress.

b. Jika nilai 1.8 < Z < 2.70 maka termasuk perusahaan memiliki

kemungkinan mengalami fiancial distress.

c. Jika nilai 2.70 < Z > 2.99 maka termasuk perusahaan yang memiliki suatu

kondisi keuangan yang memerlukan perhatian khusus.

d. Z < 3.00 maka termasuk perusahaan yang baik atau terhindar dari resiko

kebangkrutan

Perusahaan setelah didapatkan nilai Z tersebut, variabel financial distress

diklasifikasikan menjadi dua yaitu perusahaan yang mengalami financial distress

dan perusahaan yang tidak mengalami financial distress menggunakan variabel

dummy. Variabel dummy digunakan sebagai upaya untuk melihat bagaimana

klasifikasi-klasifikasi dalam sampel berpengaruh terhadap parameter perdugaan

(Kurniawan, 2015). Nilai 1 untuk perusahaan yang mengalami financial distress

yaitu memiliki nilai Z dibawah 2.70 dan nilai 0 untuk perusahaan yang tidak

mengalami kondisi financial distress yaitu memiliki nilai Z di atas 2.70. Data

yang digunakan dalam perhitungan adalah tahun 2017-2019.

42
3.6. Prosedur Analisis Data

3.6.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran

mengenai variabel yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.

Statistik deskriptif juga memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu data

yang dilihat melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum,

minimum, sum, dari masing-masing variabel (Ghozali, 2005:19). Mean

digunakan untuk mengetahui rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi

digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi

dari rata-rata. Nilai maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data

yang bersangkutan. Nilai minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil

data yang bersangkutan. Dengan demikian, analisis ini berguna untuk memberi

gambaran tentang laba, arus kas, dan debt to equity ratio dilihat dari nilai rata-

rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum.

3.6.2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan asumsi bahwa setiap variabel dan semua

kombinasi linear dari variabel berdistribusi normal. Jika asumsi ini dipenuhi,

maka nilai residual dari analisis juga berdistribusi normal dan independen.

Asumsi ini pada umumnya dapat diuji dengan melihat normalitas, linearitas,

homoskedastisitas, multikolonieritas, dan autukorelasi pada variabel penelitian

(Ghozali, 2018:27). Namun, asumsi tersebut tidak berlaku sepenuhnya pada uji

analisis regresi logistik. Menurut Gregory dan Bader (2018) dalam artikel yang

berjudul “Logistic and Regression Assumptions: Violation Recognition and

43
Control”, menjelaskan beberapa asumsi yang berlaku untuk regresi logistik

adalah sebagai berikut:

a. Asumsi struktur hasil yang sesuai

Salah satu asumsi utama untuk memulai regresi logistik adalah struktur

variabel hasil yang sesuai. Regresi logistik biner membutuhkan variabel

dependen menjadi biner dan regresi logistik ordinal mensyaratkan

variabel dependen menjadi ordinal.

b. Asumsi independensi observasi

Regresi logistik membutuhkan observasi untuk tidak bergantung satu

sama lain. Dengan kata lain, observasi tidak boleh berasal dari

pengukuran berulang atau data yang cocok.

c. Asumsi tidak ada multikolonieritas

Regresi logistik mensyaratkan, ada sedikit atau tidak ada

multikolonieritas di antara variabel independen. Artinya, variabel

independen tidak boleh terlalu berkorelasi satu sama lain.

d. Asumsi linearitas variabel independen dan ganjil log

Regresi logistik mengansumsikan linearitas variabel independen dan

peluang log. Meskipun analisis ini tidak mensyaratkan variabel dependen

dan independen terkait secara linear, namun analisis ini mensyaratkan

variabel independen terkait secara linear dengan log odds.

44
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka dapat disimpulkan uji asumsi

klasik yang diperlukan dalam penelitian ini hanya uji multikolonieritas sebagai

berikut.

1. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independennya (Ghozali,

2018). Dalam mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model

regresi, yaitu dengan memperhatikan (1) nilai tolerance dan lawannya, (2)

variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel

independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance).

Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas

adalah nilai tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 0.10

3.6.3. Analisis Regresi Logistik

1. Uji Kelayakan Model Regresi

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur

dari Goodness of Fitt nya. Secara statistik, kelayakan model regresi dapat diukur

dari nilai koefisien determinasi dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut

signifikan secara statistik, apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis

(daerah di mana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila nilai uji

statistiknya berada dalam daerah di mana Ho diterima.

45
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol

bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara

model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and

Lemeshow Goodness of Fit Test statistik sama dengan atau kurang dari 0.05, maka

hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan

nilai observasinya, sehingga Lemeshow Goodness of Fit Test model tidak baik

karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik

Lemeshow Goodness of Fit Test lebih besar dari 0.05, maka hipotesis nol tidak

dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat

dikatakan model diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali,

2018).

2. Menilai Keseluruhan Model Fit ( Overall Model Fit Test)

Beberapa tes statistik diberikan untuk menilai overall fit model terhadap

data, hipotesis untuk menilai model fit dengan data adalah sebagai berikut:

H0: Model yang dihipotesiskan fit dengan data

HA: Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data

Hipotesis tersebut bermakna tidak menolak hipotesis nol agar model fit

dengan data. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood.

Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan

menggambarkan data input. Pada pengujian hipotesis nol dan alternatif, L

ditransformasikan menjadi -2LogL. Statistik -2LogL kadang-kadang disebut

likelihood rasio x2 statistik, di mana x2 distribusi dengan degree of freedom n – q,

dengan q adalah jumlah parameter dalam model. Jika hasil -2LogL setelah

46
dimasukkan variabel independen lebih dari nilai signifikansi alpha 5%,

menunjukkan bahwa hipotesis nol tidak diterima yang berarti model dengan nilai

konstanta saja tidak fit dengan data, sedangkan jika nilai -2LogL setelah

dimasukkan variabel independen lebih dari nilai signifikansi alpha 5%

menunjukkan bahwa hipotesis nol diterima dan model dengan nilai konstanta serta

nilai variabel independen fit dengan data (Ghozali, 2018).

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinan (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi R2 antara nol dan satu. R2= 0,1, artinya apabila nilai R2 kecil berarti

kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel dependen terbatas,

sedangkan nilai R2 yang mendekati satu berarti kemampuan variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen (Ghozali, 2020:97).

47
4. Pengujian Signifikansi dari Koefisiensi Regresi

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi

logistik dengan persamaan sebagai berikut:

p
ln =a+ b 1 X 1+b 2 X 2+b 3 X 3+e
(1−p)

Keterangan:

p/(1-p) : Financial distress

a : Konstanta

b : Koefisien

X1 : Laba

X2 : Arus kas

X3 : Debt to equity ratio

e : Error

5. Pengujian Hipotesis

a. Menentukan Tarif Signifikansi

Penerimaan atau penolakan H0 didasarkan pada tingkat signifikansi

(ɑ) 5% dengan kriteria, H0 diterima apabila nilai Asympototic

Significance > tingkat signifikansi (ɑ). Hal ini berarti H alternatif

ditolak atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas terpengaruh

terhadap variabel terikat ditolak. H1 diterima apabila nilai Asympototic

Significance < tingkat signifikansi (ɑ). Hal ini berarti H alternatif

diterima atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas terpengaruh

terhadap variabel terikat ditolak.

48
b. Penarikan Kesimpulan Hipotesis

Untuk menentukan penerimaan atau penolakan H0 didasarkan pada

tingkat signifikansi (ɑ) 5% dengan kriteria:

1) H0 diterima apabila nilai Asympototic Significance > tingkat

signifikansi (ɑ). Hal ini berarti H alternatif ditolak atau hipotesis

yang menyatakan variabel bebas terpengaruh terhadap variabel

terikat ditolak.

2) H1 diterima apabila nilai Asympototic Significance < tingkat

signifikansi (ɑ). Hal ini berarti H alternatif diterima atau hipotesis

yang menyatakan variabel bebas terpengaruh terhadap variabel

terikat ditolak.

49
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Pada bab 4 akan dibahas tahap-tahap data pengolahan data yang kemudian

akan dianalisis mengenai “Pengaruh Informasi Laba, Arus Kas, dan Rasio

Solvabilitas Sebagai Prediktor Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur

Terdaftar Di BEI Tahun 2017-2019”. Sumber data dalam penelitian merupakan

data sekunder yang diperoleh dari website BEI dan website masing-masing

perusahaan dan sumber lain yang dapat diakses oleh publik. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan perusahaan manufaktur yang listing di

BEI dan menerbitkan laporan keuangan dalam kurun waktu 2017-2019.

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.

Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya

pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah

Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun

pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar

modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode

kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh

beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari

pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi

yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun

1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring

50
dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah hingga saat ini

pasar modal Indonesia terus mengalami perkembangan.

Pasar modal memiliki peran yang besar bagi perekonomian suatu negara

karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan

fungsi keuangan. Investasi dalam saham tergantung pada fluktuasi harga saham di

bursa, ketidakstabilan tingkat bunga, ketidakstabilan pasar dan juga kinerja

keuangan perusahaan tersebut. Untuk itu dalam melakukan investasi dalam bentuk

saham, investor harus melakukan analisis terhadap faktor yang dapat

mempengaruhi kondisi perusahaan. Adapun perusahaan yang masuk kriteria

sampel dan digunakan untuk mengolah data penelitian dapat dilihat dari tabel 4.1

Tabel 4.1 Daftar Nama Perusahaan Sampel

No Kode Perusahaan Nama Perusahaan


1 ADMG Polychem Indonesia Tbk
2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
3 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk
4 APLI Asiaplast Industries Tbk
5 ARGO Argo Pantes Tbk
6 BAJA Saranacentral Bajatama Tbk
7 BRNA Berlina Tbk
8 BTEK Bumi Teknolkultura Unggul Tbk
9 CPRO Central Proteina Prima Tbk
10 CTBN Citra Tubindo Tbk
11 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk
12 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk
13 FPNI PT Lotte Chemical Titan Tbk
14 GDST Gunawan Dianjaya Steel Tbk
15 GDYR Goodyear Indonesia Tbk

51
16 GJTL Gajah Tunggal Tbk
17 HDTX Panasia Indo Resources Tbk
18 IIKP Inti Agri Resources Tbk
19 IKAI Intikeramik Alamasri Industri Tbk
20 KIAS Keramika Indonesia Asosiasi Tbk
21 KICI Kedaung Indah Can Tbk
22 KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk
23 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
24 MAIN Malindo Feedmill Tbk
25 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
26 MBTO Martina Berto Tbk
27 MRAT Mustika Ratu Tbk
28 PCAR PT Prima Cakrawala Abadi Tbk
29 POLY Asia Pacific Fibers Tbk
30 RMBA Bentoel International Investama Tbk
31 SIPD PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk
32 SMCB PT Solusi Bangun Indonesia Tbk
33 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk
34 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk
Sumber: www.idx.co.id

4.2. Analisis Statistik Deskriptif

Penelitian ini melakukan analisis data dengan menggunakan metode

deskriptif yang bertujuan untuk memberikan pendeskripsian atas data yang

diolah dalam penelitian. Uji statistik deskriftif melalui program aplikasi IBM

SPSS 25. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan

manufaktur dari tahun 2017-2019 untuk dijadikan sebagai sampel. Melalui

52
statistik deskriptif maka diperoleh informasi mengenai nilai minimum, nilai

maksimum, rata-rata (mean) dan standar deviasi dari setiap variabel penelitian.

Data statistik deskriptif dari variabel-variabel penelitian dapat dilihat dalam tabel

4.2 berikut ini:

Tabel 4.2: Uji Statistik Deskriptif

Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Laba (X1) 102 -2.63 .73 -.0629 .28753
Arus Kas (X2) 102 -.31 .75 .0187 .10060
DER (X3) 102 -10.19 23.92 1.6006 4.00701
Financial Distress 102 0 1 .82 .383
(Y)
Valid N (listwise) 102

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah pengamatan dalam

penelitian ini sebanyak 102 data perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

tahun 2017-2019.

1. Nilai rata-rata laba bersih sebelum pajak (EBT) tahun 2017-2019 adalah

sebesar -.0629. Hal ini dapat diartikan bahwa rata-rata 34 perusahaan

manufaktur mencatat nilai laba bersih sebelum pajak cenderung tidak

rendah dalam laporan keuangan. Standar deviasi (EBT) adalah

sebesar .28753 dan lebih besar dari nilai rata-rata sehingga dapat dikatakan

bahwa sebaran data konservatisme akuntansi adalah tidak terdistribusi

secara normal (dengan kata lain mean bukanlah parameter yang tepat

untuk mewakili semua data). Nilai minimum sebesar -2.63 menunjukkan

laba bersih sebelum pajak yang terendah pada perusahaan sampel yang

53
terdapat pada AISA tahun 2017. Sedangkan nilai maksimum sebesar .73

menunjukkan laba bersih sebelum pajak yang tertinggi pada sampel

perusahaan terdapat pada AISA tahun 2019.

2. Nilai rata-rata arus kas aktivitas operasi (Arus Kas Operasi ) tahun 2017-

2019 adalah sebesar .0187. Hal ini dapat diartikan bahwa rata-rata 34

perusahaan manufaktur mampu mendanai aktivitas operasinya sebesar

1.87% dari total aset yang dimilikinya. Standar deviasi (Arus Kas Operasi)

adalah sebesar .10060 dan lebih besar dari nilai rata-rata sehingga dapat

dikatakan bahwa sebaran data konservatisme akuntansi adalah tidak

terdistribusi secara normal. Nilai minimum sebesar -.31 menunjukkan arus

kas aktivitas operasi terendah pada perusahaan PCAR 2018. Sedangkan

nilai maksimum sebesar .75 menunjukkan arus kas aktivitas operasi

tertinggi pada perusahaan HDTX 2018.

3. Nilai rata-rata debt to equity ratio (DER) tahun 2017-2019 adalah sebesar

1.6006. Hal ini dapat diartikan bahwa rata-rata 34 perusahaan manufaktur

hutang/kewajibannya lebih besar daripada modal bersihnya. Standar

deviasi (DER) adalah sebesar 4.00701 dan lebih besar dari nilai rata-rata

sehingga dapat dikatakan bahwa sebaran data konservatisme akuntansi

adalah tidak terdistribusi secara normal. Nilai minimum sebesar -10.19

menunjukkan DER terendah pada perusahaan ETWA tahun 2017.

Sedangkan nilai maksimum sebesar 23.92 menunjukkan DER tertinggi

pada perusahaan TIRT 2019.

54
4. Variabel Financial Distress (Y) yang menunjukkan perusahaan termasuk

dalam kriteria dengan nilai 0 jika perusahaan sehat dan nilai 1 jika

perusahaan tidak sehat. Rata-rata sebesar 0.81 yang artinya tingkat

perusahaan yang tidak sehat pada perusahaan dengan kode 1 rata-rata

sebesar 81%. Tirta Mahakam Resources, Tri Banyan Tirta Tbk, dan Citra

Tubindo Tbk adalah contoh perusahaan yang tidak sehat yang diberi

dengan kode 1 dan PT Lotte Chemical Titan Tbk dan Inti Agri Resources

Tbk adalah perusahaan yang sehat yang diberi kode 0.

4.3. Analisis Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menggunakan uji regresi logistik untuk menganilis pengaruh

yang terjadi antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen, hal

itu dikarenakan variabel Y (dependen) berbentuk variabel dummy yang berskala

kategori dengan dua kategori yaitu, perusahaan yang tidak sehat dan perusahaan

yang sehat.

Gregory dan Bader (2018) dalam artikel yang berjudul Logistic and

Regression Assumptions: Violation Recognition and Control menyatakan:

Uji regresi logistik sangat berbeda dengan uji regresi linear pada

umumnya, karena uji regresi logistik tidak mengharuskan beberapa asumsi utama

yang diharuskan oleh model linear dan model linear umum (serta model berbasis

algoritma kuadrat terkecil biasa lainnya) seperti, regresi logistik tidak

memerlukan hubungan linear antara variabel independen dan variabel dependen,

error term (residual) tidak perlu berdistribusi normal, homokedastisitas tidak

diperlukan, dan variabel dependen dalam regresi logistik tidak diukur pada suatu

55
interval atau skala rasio (hal 4).

Oleh karena itu, uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini

hanya meliputi uji multikolonieritas.

1. Uji Multikolonieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independen). Model regresi

linier yang baik adalah model regresi yang tidak ditemukan gejala adanya

korelasi antar variabel bebas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan

menggunakan nilai tolerance atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Model

penelitian dikatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas jika nilai tolerance >

0,10 dan nilai VIF < 10. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.3

berikut.

Tabel 4.3: Uji Multikolonieritas

Collinearity
Model Statistics
Tolerance VIF
1 Laba (X1) .817 1.223
Arus Kas .812 1.232
(X2)
DER (X3) .983 1.017
Dependent Variable: Financial Distress
(Y)

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai tolerance dari

masing-masing variabel yakni Laba (X1), Arus Kas (X2), dan DER (X3) adalah

lebih besar dari 0,10. Kemudian untuk nilai VIF yang diperoleh dari masing-

masing variabel adalah kurang dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi

56
tidak mengalami masalah multikolinearitas, sehingga dapat diartikan bahwa

model regresi yang digunakan adalah baik karena tidak terjadi korelasi diantara

variabel independen yang diteliti.

4.4. Analisis Regresi Logistik

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi

logistik karena variabel dependen bersifat dikotomi (perusahaan tidak sehat atau

perusahaan sehat). Ghozali (2018) menyatakan bahwa regresi logistik digunakan

untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi

dengan variabel bebasnya.

1. Menguji Kelayakan Model Regresi

Pengujian kelayakan model regresi logistik dilakukan dengan

menggunakan goodness of fit test yang diukur berdasarkan nilai Chi-Square pada

tabel Hosmer and Lemeshow Test (Tabel 4.4). Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris sesuai dengan

model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat

dikatakan fit).

Tabel 4.4 Hosmer and Lemeshow Test

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square Df Sig.
1 13.689 8 .090

Pada tabel hasil pengujian menunjukkan nilai Chi-Square sebesar 13.689

dengan signifikansi sebesar 0.090 yang nilainya lebih besar daripada 0.05.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model mampu untuk memprediksi

57
nilai observasinya atau dapat dikatakan model menerima Ho yang berarti tidak

ada perbedaan klasifikasi yang diamati. Itu berarti model regresi logistik bisa

digunakan untuk analisis selanjutnya.

2. Menilai Keseluruhan Model Fit ( Overall Model Fit Test)

Uji ini digunakan untuk melihat model yang telah dihipotesiskan telah fit

atau tidak dengan data. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -

2 log likelihood pada awal (block number = 0) dengan nilai -2 log likelihood pada

akhir (block number = 1). Nilai -2 log likelihood awal pada block number = 0,

dapat ditunjukkan melalui tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Uji Overall Model Fit Test (-2 LL Awal)

Iteration Historya,b,c
-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant
Step 0 1 96.012 1.294
2 95.068 1.523
3 95.064 1.540
4 95.064 1.540
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 95.064
c. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.

Nilai -2 log likelihood pada block number = 1, dapat dilihat pada tabel 4.6.

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa -2 log likelihood awal pada block number = 0,

yaitu model hanya memasukkan konstanta yang dapat dilihat pada step 4,

memperoleh nilai sebesar 95.064. Kemudian pada tabel 4.6 dapat dilihat nilai -2

likelihood akhir dengan block number = 1, nilai -2 likelihood pada step 1 iteraksi

6 adalah 88.860. Adanya penurunan nilai antara -2 log likelihood awal dengan

58
nilai -2 likelihood akhir menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit

dengan data (Ghozali,2018).

Tabel 4.6 Uji Overall Model Fit Test (-2 LL Akhir)

Iteration Historya,b,c,d
Coefficients
Iteration -2 Log likelihood Constant
Step 1 92.364 1.188
1 2 89.174 1.383
3 88.876 1.413
4 88.860 1.411
5 88.860 1.410
6 88.860 1.410
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 95.064
d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter
estimates changed by less than .001.

3. Koefisiens Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel konservatisme akuntansi.

Nilai koefisien determinasi adalah 0 s.d.1, yang mana apabila nilai tersebut

mendekati 1 maka variabel independen tersebut hampir memberikan semua

informasi yang dibutuhkan untuk menilai variabel dependennya. Hasil koefisien

determinasi dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut.

Tabel 4.7 Koefisien Determinasi

Step -2 Log Likehood Cox & Snell R Squere Nagelkerke R Squere

1 88.860a .059 .097

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimation

changed by less than .001.

59
60
Dari tabel 4.7 diatas, nilai Negelkerke R Square yang diperoleh adalah

0.097 atau 9,7%. Dari nilai tersebut dapat diartikan bahwa variabel independent

(laba bersih sebelum pajak, arus kas operasi, dan debt to equity ratio)

memberikan pengaruh sebesar 9,7% kepada variabel dependen yaitu financial

distress. Sedangkan sisanya sebesar 90,3%, variasi variabel financial distress

dijelaskan oleh faktor lain seperti Good Corporate Governance, likuiditas, firm

growth, firm age yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.

4. Uji Regresi Logistik

Hasil output dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi logistik

dibantu dengan alat analisis SPSS versi 23.

Tabel 4.8 Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

Step 1a EBT (X1) -.102 1.86 .003 1 .956 .903

Arus Kas (X2) 7.948 4.45 3.184 1 .074 2828.902

DER (X3) .099 .092 1.162 1 .281 1.104

Constant 1.410 .289 23.864 1 .000 4.097

a. Variable (s) entered on step 1: Laba (X1), Arus Kas (X2), DER (X3)

61
Dari hasil perhitungan sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 4.8

selanjutnya model regresi logistik dapat dinyatakan sebagai berikut:

fd
ln =1.410−.102 X 1+7.948 X 2+.099 X 3+ e
(1−fd )

Secara lebih jelasnya mengenai pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen akan diuraikan sebagai berikut:

1. Konstanta sebesar 1.140

Nilai intercept konstanta adalah sebesar 1.410. hasil ini dapat diartikan

bahwa apabila besarnya seluruh variabel independen adalah 0, maka

besarnya nilai financial distress akan bernilai 1.410

2. Laba Bersih Sebelum pajak sebesar -.102

Nilai variabel X1 adalah negatif sebesar -.102. Nilai negatif ini berarti

bahwa setiap adanya peningkatan laba bersih sebelum pajak sebesar 1

makan akan menyebabkan financial distress turun -.102, dengan asumsi

semua variabel independen selain laba bersih sebelum pajak konstan.

3. Arus Kas Operasi sebesar 7.948

Nilai variabel X2 adalaah positif sebesar 7.948. Nilai positif ini

menunjukkan bahwa setiap peningkatan arus kas operasi akan menaikkan

financial distress sebesar 7.948, dengan asumsi semua variabel

independen lain konstan.

62
4. Debt To Equity Ratio

Nilai Variabel X3 adalah positif sebesar .099. Nilai positif ini

menunjukkan bahwa setiap peningkatan debt to equty ratio akan

menaikkan financial distress sebesar .099, dengan asumsi semua variabel

independen lain konstan.

5. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotes dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

membandingkan Asymptotic Significance dengan tingkat signifikansi (ɑ) yang

digunakan. Penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5% atau 0.05. nilai

Asymptotic Significance yang digunakan dapat dilihat pada Tabel Hasil Uji

Regresi Logistik (Tabel 4.8). berdasarkan tabel tersebut, hasil uji hipotesis

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya adalah sebagai

berikut:

a. Variabel Laba Bersih Sebelum Pajak (X1)

Nilai Asymptotic Significance dari variabel laba bersih sebelum pajak

adalah 0.956. Hal ini menunjukkan nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05 sehingga H alternatif (H1) ditolak atau hipotesis yang

menyatakan variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel

terikatnya ditolak. Dapat disimpulkan bahwa laba bersih sebelum pajak

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial

distress.

63
b. Variabel Arus Kas Aktivitas Operasi (X2)

Nilai Asymptotic Significance dari variabel arus kas aktivitas operasi

adalah 0.074. Hal ini menunjukkan nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05 sehingga H alternatif (H1) ditolak atau hipotesis yang

menyatakan variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel

terikatnya ditolak. Dapat disimpulkan bahwa arus kas aktivitas operasi

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial

distress.

c. Variabel Debt To Equity Ratio (X3)

Nilai Asymptotic Significance dari variabel debt to equity ratio adalah

0.281. Hal ini menunjukkan nilai signifikansinya lebih besar dari 0.05

sehingga H alternatif (H1) ditolak atau hipotesis yang menyatakan

variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya ditolak.

Dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap kondisi financial distress.

64
4.5. Interpetasi Hasil Penelitian

4.5.1. Pengaruh Laba Bersih Sebelum Pajak Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil pengujian terhadap variabel laba bersih sebelum pajak

menunjukkan bahwa nilai Asymptotic Significance sebesar 0.956. Nilai ini lebih

besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0.05.

Artinya bahwa laba bersih sebelum pajak tidak berpengaruh terhadap financial

distress perusahaan manufaktur yang memiliki laba negatif di BEI tahun 2017-

2019.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa

perubahan laba negatif dapat menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan

kuangan. Hal ini mungkin disebabkan karena perubahan laba yang terjadi

cenderung stabil yaitu tidak ada kenaikan kerugian yang signifikan, sehingga

tidak memberikan dampak yang terlalu besar terhadap perusahaan yang dapat

mengakibatkan perusahaan itu bangkrut (Rice, 2015). Nilai rata-rata perusahaan

manufaktur mecatat laba bersih sebelum pajak sebesar -6.29% cenderung tidak

rendah, sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap financial

distress.

Laba yang diukur dengan menggunakan rasio laba merupakan

perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aset suatu perusahaan,

dimana rasio dalam penelitian ini mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba bersih berdasarkan total aset suatu perusahaan. Nilai rasio

laba yang tinggi menunjukkan tingginya pula kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan menghasilkan laba sangatlah efektif. Dengan pengelolaan aset

65
yang efektif perusahaan berpotensi menghasilkan laba yang lebih besar dan

menunjukkan kinerja perusahaan yang baik. Sehingga dengan nilai rasio laba

yang tinggi menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya kondisi financial

distress bagi perusahaan akan semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah nilai

rasio laba maka kemungkinan terjadinya kondisi financial distress bagi suatu

perusahaan akan semakin tinggi.

Perusahaan yang diprediksi mengalami financial distress dalam penelitian

ini cenderung mengalami penurunan kerugian dari tahun 2017 sampai 2019.

Beberapa contohnya adalah Tri Banyan Tirta Tbk, Saranacentral Bajatama Tbk,

dan Panasia Indo Resources Tbk dimana kerugian setiap tahunnya mengalami

penurunan, selain itu contoh lainnya seperti Mustika Ratu Tbk, PT Sreeya Sewu

Indonesia Tbk, dimana tahun pada 2017 mengalami kerugian namun setelah itu

pada tahun 2018 sampai 2019 mengalami kenaikan laba hal ini dapat menjadikan

kondisi perusahaan yang semakin membaik sehingga tidak dapat diprediksi akan

mengalami kondisi financial distress.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rice

(2015) dan Julius (2017) dimana dihasilkan bahwa laba tidak memiliki

kemampuan dalam memprediksi kondisi financial distress.

4.5.2. Pengaruh Arus Kas Aktivitas Operasi Terhadap Financial Distress

Hasil penelitian mendapatkan bahwa nilai arus kas aktivitas operasi yang

diperoleh pada periode penelitian tidak berpengaruh terhadap kondisi financial

distress. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0.076 yang lebih besar

dibandingkan tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 Hasil penelitian ini

66
tidak mendukung temuan dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mas’ud

& Srengga (2012), Julius (2017), dan Kusumaningdyah & Hanindyo (2019) yang

menyatakan bahwa variabel arus kas bepengaruh terhadap financial distress.

Nilai rata-rata arus kas operasi 34 perusahaan manufaktur sebesar 1.87%,

nilai ini adalah angka yang lebih besar dari satu, itu berarti bisnis memiliki cukup

uang untuk melunasi kewajiban lancar sehingga tidak mempengaruhi financial

distress dalam perusahaan. Salah satu alasan yang mungkin mendasarinya adalah

laporan arus kas yang disajikan dalam perusahaan memiliki informasi yang

cukup kompleks. Laporan arus kas terbagi menjadi tiga klasifikasi dan memiliki

pola dan kriteria yang berbeda. Laporan ini terdiri dari laporan arus kas operasi,

investasi, dan pendanaan.

Arus kas operasi yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan

kondisi keuangan perusahaan untuk kegiatan operasinya. Hal ini belum menjadi

jaminan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban kepada para krediturnya

dengan baik sehingga dengan menggunakan informasi arus kas tidak mudah

untuk mengidentifikasi apakah suatu perusahaan mengalami financial distress

(Nailufar et al., 2018).

Arus kas operasi memuat aktivitas operasional perusahaan seperti

pendapatan dan beban. Nilai arus kas yang tinggi menggambarkan pendapatan

lebih besar dari beban-beban yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Laporan

ini kurang lebih memuat informasi yang sama dengan laporan laba rugi sehingga

terkadang laporan arus kas operasi hanya digunakan sebagai pelengkapanya

(Djongkang & Rio Rita, 2014). Nilai arus kas yang kompleks ini tidak dapat

67
dijadikan sebagai informasi utama dalam menilai kinerja perusahaan oleh

principal. Arus kas yang bernilai negatif belum berarti manajemen memiliki

pengelolaan yang buruk terhadap perusahaan sehingga penggunaan informasi

arus kas saja tidak dapat mempengaruhi kepercayaan investor atau kreditor

sebagai pemilik perusahaan.

Ardeati (2018) dalam penelitiannya penyebab yang menjadi alasan tidak

berpengaruhnya arus kas adalah kondisi perusahaan yang memiliki nilai arus kas

sangat fluktuatif sedangkan kondisi financial distress biasanya stabil. Fluktuasi

arus kas dapat terjadi secara ekstrem, dimana dalam satu periode perusahaan

dapat mengalami kerugian dan setelahnya keuntungan atau sebaliknya. Fluktuasi

yang ekstrem tersebut cenderung tidak dianggap menjadi salah satu faktor yang

dapat menyebabkan financial distress karena periode terjadinya yang singkat.

Nilai arus kas yang digunakan dalam penelitian ini tidak bisa digunakan

untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan. Sebagai contoh adalah

perusahaan Eterindo Wahanatama Tbk dan Martina Berto Tbk dimana pada

tahun 2017 mengalami kerugian namun pada tahun 2018 mengalami keuntungan

yang tinggi dan mengalami kerugian kembali pada tahun 2019. Begitu juga

dengan perusahaan Kedaung Indah Can Tbk dan Asia Pacific Fibers Tbk pada

tahun 2017 mengalami keuntungan namun tahun 2018 mengalami kerugian dan

kembali mengalami keuntungan tahun 2019.

Penelitian didukung dengan hasil penelitain yang sudah dilakukan oleh

Rice (2015), Ayuningtiyas & Suryono (2017), dan Ardeati (2018) yang

menyatakan bahwa arus kas tidak bepengaruh terhadap financial distress.

68
4.5.3. Pengaruh Debt To Equity Ratio Terhadap Financial Distress

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0.281 lebih besar

dari 0.05 yang berarti bahwa debt to equity ratio tidak memiliki kemampuan

dalam mempreediksi financial distress. Hal ini mendukung penelitian dari Rice

(2015) dan Julius (2017) yang menyatkan bahwa debt to equity ratio tidak

berpengaruh terhadap financial distress. Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ginting (2017) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio

berpengaruh terhadap financial distress.

Nilai rata-rata debt to equity ratio sebesar 1.6006 menunjukkan nilai yang

masih tergolong kategori aman, karena tidak melebihi 2 kali atau 200%

(www.majoo.id). Semakin rendah rasio debt to equty ratio maka semakin bagus.

Debt to equity ratio yang rendah menunjukkan bahwa hutang/kewajiban

perusahaan lebih kecil daripada seluruh aset yang dimilikinya, sehingga dalam

kondisi yang tidak diinginkan misalnya bangkrut, perusahaan masih dapat

melunasi seluruh hutang/kewajiban. Hal ini juga dikarenakan terdapat nilai

ekstrim dalam observasi data sehingga tidak memberikan hasil yang signifikan

dan tidak mempengaruhi financial distress.

Debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress

disebabkan oleh rata-rata modal perusahaan lebih besar dibandingkan dengan

hutang. Yang artinya bahwa perusahaan dalam membiayai kegiatan

operasionalnya cenderung menggunakan modal sendiri, sehingga tidak dapat

memberikan dampak yang terlalu besar terhadap perusahaan, karena perusahaan

69
cenderung tidak perlu menanggung beban pinjaman dan bunga atau hutang yang

ada (Rice, 2015).

Kondisi sebaliknya, semakin tinggi debt to equity ratio menunjukkan

komposisi jumlah hutang/kewajiban lebih besar dibandingkan dengan jumlah

seluruh modal bersih yang dimilikinya, sehingga mengakibatkan beban

perusahaan terhadap pihak luar besar juga. Meningkatnya beban kewajiban

terhadap pihak luar menunjukkan bahwa sumber modal perusahaan sangat

tergantung dari pihak luar. Apabila perusahaan tidak dapat mengelola hutangnya

dengan baik dan optimal, akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan

keuangan perusahaan.

Sebagai contoh perusahaan yang memiliki nilai debt to equity ratio di

bawah angka 1 adalah Polychem Indonesia Tbk, Citra Tubindo Tbk, Gunawan

Dianjaya Steel Tbk, Keramika Indonesia Asosiasi Tbk, Kedaung Indah Can Tbk,

Mustika Ratu Tbk, dan PT Prima Cakrawala Abadi Tbk. Selain itu juga

perusahaan Inti Agri Resources Tbk yang hanya memiliki nilai rasio hanya 0,08

yang berada jauh di bawah angka 1 yang menandakan perusahaan sangat bagus.

Dan Berdasarkan itu debt to equity ratio tidak dapat memprediksi kondisi

financial distress perusahaan.

70
BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh informasi laba, arus kas, dan

rasio solvabilitas sebagai prediktor financial distress pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2017-2019.

Berdasarkan analisis dan pembahasan data yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Variabel laba bersih sebelum pajak yang dihitung menggunakan laba

sebelum pajak terhadap total aset tidak berpengaruh terhadap prediksi

financial distress yang disebabkan karena perubahan laba yang cenderung

stabil, sehingga tidak memberikan dampak yang terlalu besar terhadap

perusahaan yang mengakibatkan kebangkrutan.

2. Variabel arus kas aktivitas operasi yang dihitung menggunakan arus kas

operasi terhadap aset tidak berpengaruh terhadap prediksi financial

distress , hal tersebut dikarenakan nilai arus kas operasi yang lebih besar

dari 1, itu berarti bisnis memiliki cukup uang untuk melunasi kewajiban

lancar. Informasi yang cukup kompleks karena pada laporan arus kas

terdiri dari kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan.

3. Variabel debt to equity ratio yang dihitung menggunakan total hutang

terhadap modal tidak bepengaruh terhadap prediksi financial distress

dikarenakan nilai rata-rata rasio debt to equity ratio masih tergolong

kategori aman, karena tidak melebihi 2 kali atau 200%.

71
5.2. Implikasi Penelitian

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, diperoleh

implikasi penelitian teoritis dan praktis, implikasi teoritis dari agensi mengenai

informasi laba yang dapat meningkatkan kepercayaan investor sebagai principal

dan tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi kondisi financial distress

dalam hasil penelitian ini dapat memperkuat penelitian sebelumnya dan menjadi

refrensi tambahan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan

ilmu pengetahuan akuntansi khususnya yang berkaitan dengan laba, arus kas,

rasio solvabilitas, dan financial distress. Implikasi praktis penelitian ini ditujukan

bagi pihak manjemen maupun eksternal seperti kreditor dan investor sebagai

bahan pertimbangan sebelum pengambilan keputusan. Saat mengambil keputusan

dalam berinvestasi hendaknya melakukan analisis terlebih dahulu. Meskipun

perusahaan mencatat laba negatif bukan berarti perusahaan mengalami financial

distress.

5.3. Keterbatasan dan Saran Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya menggunakan proksi tertentu untuk setiap variabel,

sehingga generalisasi hasil hanya terbatas pada variabel dan objek

penelitian ini. Hal ini dikarenakan hasil uji R squere 9,7% yang berarti

masih banyak variabel lain yang belum digali dalam penelitian ini.

72
2. Penelitian ini hanya terbatas pada perusahaan manufaktur terdaftar di

Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019. Hasil penelitian ini kemungkinan

dapat memberikan hasil yang berbeda pada sektor lainnya.

Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah diuraikan, maka peneliti

dapat memberikan saran bagi peneliti selanjutnya sebagai berikut:

1. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti lebih jauh faktor-faktor

lain yang dapat mempengaruhi kondisi financial distress yang lebih tepat

sehingga dapat digunakan oleh kalangan yang berkepentingan.

2. Penelitian selanjutnya dapat memperluas cakupan sektor penelitian baru

seperti pada indeks lain atau sektor industri lainnya dan memperpanjang

tahun penelitian sehingga memberikan hasil yang lebih baik.

73
DAFTAR PUSTAKA

Ardeati. (2018). Pengaruh Arus kas, Laba Dan Leverage Terhadap Financial
Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Bank Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2012-2016). Skripsi. Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.
Ayuningtiyas, I. S., & Suryono, B. (2017). Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas,
Leverage, dan Arus Kas Terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu Dan Riset
Akuntansi, 8, 1.
Chrissentia, T., & Syarief, J. (2018). Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas,
Leverage, Likuiditas, Firm Age dan Kepemilikan Institusional Terhadap
Financial Distress (Pada Perusahaan Jasa Non Keuangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016). 16(1), 45–61.
Daniati, N. (2006). Pengaruh Kandungan Informasi Komponen Laporan Arus
Kas, Laba Kotor, Size Perusahaan Terhadap Expected Return Saham.
Darmadji, & Fakhrudin. (2006). Pasar Modal d Indonesia Pendekatan Tanya
Jawab. Salemba Empat.
Djongkang, F., & Rio Rita, M. (2014). Manfaat Laba dan Arus Kas untuk
Memprediksi Kondisi Financial Distress. Seminar Nasional Dan Call for
Paper (Sancall), 247–255.
Fardania, I. M., Ermawati, E., & Wiyono, W. (2017). Pengaruh Likuiditas ,
Solvabilitas Dan Profitabilitas Terhadap Financial Distress ( Studi Empiris
Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan Dan Minuman Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2015 – 2017 ). 2(July 2019),
188–195.
Ginting, M. C. (2017). Pengaruh Current Ratio dan Debt to Equity Ratio ( DER )
Terhadap Financial Distress pada Perusahaan Property & Real Estate di
Bursa Efek Indonesia. 3(2), 37–44.
Hidayat, M. A., & Meiranto, W. (2014). Prediksi Financial Distress Perusahaan
Manufaktur Di Indonesia. 3(2002), 1–11.
Home, J. C. (2005). Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan (Fundamental of
Financial Management) (12th ed.). Diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari.
Jakarta: Salemba Empat.

74
IAI. (2012). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Julius, P. . (2017). Pengaruh Financial Leverage, Firm Growth, Laba dan Arus
Kas Terhadap Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014). 4,
1164–1178.
Kadir, A. (2014). Analisis Laba dan Arus Kas dalam Memprediksi Financial
Distress pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 6, 2.
Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kusumaningdyah, A., & Hanindyo, B. S. (2019). Manfaat Pengaruh Penggunaan
Laba Dan Arus Kas Untuk Memprediksi Financial Distress. Jurnal Ilmiah
Akuntansi Indonesia, 07(1), 83–100.
Listiana. (2013). Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Leverage
Terhadap Financial Distress.
Mas’ud, I., & Srengga, R. M. (2012). Analisis Rasio Keuangan Untuk
Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Universitas Jember.,
139–154.
Morata, R., Alipudin, A., & Maiyarash, A. (2018). Pengaruh Debt To Asset Ratio
(DAR), Current Ratio, dan Corporate Governance Dalam Memprediksi
Financial Distress Pada Perusahaan BUMN Sektor Non Keuangan yang
Terdaftar di Bursa EfekIndonesia. 4(2), 249–266.
Nailufar, F., Sufitrayati, & Badaruddin. (2018). Pengaruh Laba dan Arus Kas
Terhadap Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Non Bank Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. 2(2), 147–162.
Permatasari. (2016). Pengaruh Rasio Keuangan dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014. Skripsi. Universitas
Pembangunan Nasional, Yogyakarta.
Platt, H. D., & Platt, M. B. (2002). Predicting Corporate Financial Distress :
Reflections on Choice-Based Sample Bias. 26(2), 184–199.
Rice. (2015). Altman Z-Score: Mendeteksi Financial Distress. 5, 111–120.

75
Rusaly. (2016). Pengaruh Likuiditas, dan Profitabilitas Terhadap Financial
Distress Pada Perusahaan Transportasi Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-
2014. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Setiawan, R., & Fitria, Y. (2020). Pengaruh Debt Ratio , Current Ratio dan
Return On Assets Terhadap Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur
Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
17(2), 226–230.
Soemarso. (2004). Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat.
Stice, & Dkk. (2004). Intermediate Accounting (15th ed.). Salemba Empat.
Subramanyam. (2017). Analisis Laporan Keuangan (11th ed.). Jakarta: Salemba
Empat.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suwardjono. (2008). Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan.
Triwahyuningtias, M., & Muharam, H. (2012). Analisis Pengaruh Struktur
Kepemilikan , Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas, dan
Leverage Terhadap Terjadinya Financial Distress (Studi Pada Perusahan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010). 1,
1–14.
Wahyuningtyas, F. (2010). Penggunaan Laba dan Arus Kas untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress (studi kasus pada perusahaan bukan bank yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005-2008). Skripsi,
Universitas Diponogoro. Semarang.

76
LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No Kode Perusahaan Nama Perusahaan
1 ADMG Polychem Indonesia Tbk
2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
3 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk
4 APLI Asiaplast Industries Tbk
5 ARGO Argo Pantes Tbk
6 BAJA Saranacentral Bajatama Tbk
7 BRNA Berlina Tbk
8 BTEK Bumi Teknolkultura Unggul Tbk
9 CPRO Central Proteina Prima Tbk
10 CTBN Citra Tubindo Tbk
11 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk
12 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk
13 FPNI PT Lotte Chemical Titan Tbk
14 GDST Gunawan Dianjaya Steel Tbk
15 GDYR Goodyear Indonesia Tbk
16 GJTL Gajah Tunggal Tbk
17 HDTX Panasia Indo Resources Tbk
18 IIKP Inti Agri Resources Tbk
19 IKAI Intikeramik Alamasri Industri Tbk
20 KIAS Keramika Indonesia Asosiasi Tbk
21 KICI Kedaung Indah Can Tbk
22 KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk
23 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
24 MAIN Malindo Feedmill Tbk
25 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
26 MBTO Martina Berto Tbk
27 MRAT Mustika Ratu Tbk

77
28 PCAR PT Prima Cakrawala Abadi Tbk
29 POLY Asia Pacific Fibers Tbk
30 RMBA Bentoel International Investama Tbk
31 SIPD PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk
32 SMCB PT Solusi Bangun Indonesia Tbk
33 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk
34 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk

Lampiran 2: Perhitungan Financial Distress Menggunakan Altman Z-Score Model


NO KODE TAHUN X1 X2 X3 X4 X5 DISTRESS
-
1 ADMG 2017 0.214 0.091 -0.0083 1.608 0.852 1
-
2 AISA 2017 -1.65 2.833 -2.6289 0.131 0.984 1
-
3 ALTO 2017 0.012 0.099 -0.0629 0.318 0.236 1
4 APLI 2017 0.132 0.21 0.0441 0.794 0.959 1
-
5 ARGO 2017 -0.91 0.734 -0.1563 0.424 0.338 1
6 BAJA 2017 -0.03 -0.07 -0.0302 0.232 1.287 1
7 BRNA 2017 0.033 0.044 -0.1141 0.044 0.667 1
-
8 BTEK 2017 0.002 0.011 -0.0077 0.174 0.167 1
-
9 CPRO 2017 -0.85 1.161 -0.3567 0.461 0.938 1
10 CTBN 2017 0.33 0.359 -0.1054 0.859 0.332 1
-
11 ESTI 2017 -0.03 1.091 -0.0359 1.639 0.571 1
-
12 ETWA 2017 -0.24 0.474 -0.1261 0.313 0.046 1
-
13 FPNI 2017 0.049 0.594 -0.0115 1.707 2.259 0
-
14 GDST 2017 0.169 0.013 0.0056 2.291 1.021 0
15 GDYR 2017 -0.13 0.401 -0.0021 1.117 1.303 0
16 GJTL 2017 0.152 0.23 0.0059 0.139 0.778 1
-
17 HDTX 2017 -0.23 0.431 -0.1737 0.486 0.321 1
-
18 IIKP 2017 -0.01 0.272 -0.0545 14.57 0.068 0

78
-
19 IKAI 2017 -1.06 2.335 -0.2903 1.18 0.061 1
-
20 KIAS 2017 0.202 0.255 -0.0536 4.73 0.458 0
-
21 KICI 2017 0.522 0.113 0.0712 1.191 0.759 1
-
22 KRAS 2017 -0.08 0.176 -0.02 0.437 0.352 1
23 LMPI 2017 0.254 -0.15 -0.0415 1.1 0.493 1
24 MAIN 2017 -0.06 0.204 -0.0003 0.019 1.357 1
25 MASA 2017 -0.01 0.078 -0.011 0.428 0.426 1
26 MBTO 2017 0.343 0.112 -0.0406 0.291 0.937 1
27 MRAT 2017 0.558 0.443 -0.0027 0.41 0.693 1
-
28 PCAR 2017 -0.25 0.636 -0.0896 0.247 0.474 0
29 POLY 2017 0.469 -0.27 -0.0046 2.596 0.962 1
-
30 RMBA 2017 -4.27 9.525 -0.0042 0.541 1.726 1
-
31 SIPD 2017 0.307 0.448 -0.0284 0.353 1.438 1
-
32 SMCB 2017 0.043 0.256 -0.106 1.072 1.094 1
33 SSTM 2017 -0.13 0.016 -0.0352 0.308 0.478 1
-
34 TIRT 2017 0.213 0.243 -0.0513 0.745 0.568 1
-
35 ADMG 2018 0.348 0.132 -0.005 5.861 1.271 0
-
36 AISA 2018 -2.42 3.148 -0.0471 0.13 0.872 1
-
37 ALTO 2018 -0.05 0.128 -0.0412 0.303 0.262 1
38 APLI 2018 0.001 0.119 -0.0393 0.456 0.871 1
-
39 ARGO 2018 -1.1 3.259 -0.1028 0.43 0.351 1
-
40 BAJA 2018 -0.13 0.179 -0.1004 0.218 1.42 1
41 BRNA 2018 -0.01 0.04 -0.0086 0.037 0.536 1
42 BTEK 2018 0.108 0.002 0.015 0.199 0.172 1
43 CPRO 2018 -0.19 -0.97 0.2787 0.848 1.124 1
44 CTBN 2018 0.262 0.311 -0.0479 0.667 0.55 1
45 ESTI 2018 -0.05 -1.06 0.0216 1.678 0.58 1
-
46 ETWA 2018 -0.77 0.609 -0.1186 0.287 0.022 1
47 FPNI 2018 0.067 - 0.0437 1.756 2.216 0

79
0.548
-
48 GDST 2018 -0.06 0.061 -0.0936 2.027 1.151 0
49 GDYR 2018 -0.17 0.4 0.0082 1.094 1.269 0
50 GJTL 2018 0.146 0.208 -0.0043 0.126 0.779 1
-
51 HDTX 2018 -0.34 3.065 -0.6057 3.995 0.9 1
-
52 IIKP 2018 -0 0.338 -0.0566 15.36 0.06 0
-
53 IKAI 2018 -0.08 0.329 0.0524 1.697 0.008 1
-
54 KIAS 2018 0.216 0.304 -0.0558 4.612 0.514 0
-
55 KICI 2018 0.528 0.077 -0.0072 1.161 0.564 1
-
56 KRAS 2018 -0.17 0.224 -0.0492 0.395 0.486 1
-
57 LMPI 2018 0.186 0.218 -0.0748 1.105 0.579 1
58 MAIN 2018 0.169 0.249 0.0918 0.018 1.547 1
59 MASA 2018 0.024 0.059 -0.0801 0.422 0.542 1
-
60 MBTO 2018 0.235 0.038 -0.2394 0.308 0.775 1
61 MRAT 2018 0.507 0.426 0.0037 0.372 0.587 1
62 PCAR 2018 0.012 -0.68 -0.0513 0.219 0.621 0
-
63 POLY 2018 0.532 0.387 -0.0636 4.027 1.503 1
64 RMBA 2018 -4.06 -9.2 0.064 0.544 2.011 1
-
65 SIPD 2018 0.239 0.461 -0.0218 0.279 1.473 1
66 SMCB 2018 0.049 -0.25 0.0155 1.152 1.426 1
-
67 SSTM 2018 -0.38 0.028 -0.0367 0.313 0.556 1
-
68 TIRT 2018 0.308 0.277 0.0035 0.844 0.78 1
-
69 ADMG 2019 0.299 0.261 -0.1166 4.562 0.914 0
-
70 AISA 2019 -0.36 2.454 0.7301 0.194 0.808 1
-
71 ALTO 2019 -0.02 0.135 -0.01 0.303 0.312 1
72 APLI 2019 0.085 0.166 0.0467 0.66 1.045 1
-
73 ARGO 2019 -1.21 3.462 -0.0909 0.422 0.228 1
74 BAJA 2019 -0.13 - 0.006 0.236 1.282 1

80
0.196
-
75 BRNA 2019 -0.08 0.007 -0.0705 0.037 0.54 1
76 BTEK 2019 0.079 -0.01 -0.0228 0.204 0.14 1
-
77 CPRO 2019 -0.58 1.123 -0.058 0.882 1.196 1
78 CTBN 2019 0.276 0.286 0.0198 0.535 0.833 1
-
79 ESTI 2019 0.05 1.122 -0.0434 1.611 0.489 1
80 ETWA 2019 -0.81 -0.67 -0.0963 0.264 0.199 1
-
81 FPNI 2019 0.104 0.668 -0.0261 2.463 2.003 0
-
82 GDST 2019 -0.09 0.031 0.0178 1.099 1.054 1
83 GDYR 2019 -0.21 0.402 -0.0103 1.153 1.157 1
84 GJTL 2019 0.142 0.232 0.0243 0.138 0.845 1
-
85 HDTX 2019 -0.53 4.399 -0.1622 5.092 0.02 1
-
86 IIKP 2019 0.263 0.039 0.2141 14.57 0.052 0
-
87 IKAI 2019 -0.02 0.374 -0.053 2.226 0.062 1
-
88 KIAS 2019 0.117 0.803 -0.4121 4.944 0.597 0
-
89 KICI 2019 0.545 0.112 -0.0274 1.054 0.596 1
-
90 KRAS 2019 -0.55 0.668 -0.1622 0.337 0.432 1
-
91 LMPI 2019 0.103 0.289 -0.0764 1.125 0.702 1
92 MAIN 2019 0.066 0.26 0.0535 0.017 1.604 1
93 MASA 2019 0.125 -0.18 -0.0204 0.537 0.706 1
-
94 MBTO 2019 -0.23 0.522 -0.1493 0.301 0.085 1
95 MRAT 2019 0.506 0.41 0.0046 0.326 0.573 1
-
96 PCAR 2019 0.385 0.398 -0.0793 2.88 0.503 0
-
97 POLY 2019 -4.04 9.104 -0.039 0.537 1.655 1
-
98 RMBA 2019 0.324 0.402 0.0017 0.212 1.226 1
-
99 SIPD 2019 0.093 0.189 0.0445 0.999 1.662 1
10 -
0 SMCB 2019 0.012 0.001 0.0208 0.304 0.565 1

81
10 -
1 SSTM 2019 0.189 0.315 -0.0414 0.931 0.688 1
10 -
2 TIRT 2019 0.011 0.211 -0.0589 0.147 0.721 1

82
Lampiran 3: Perhitungan Variabel Laba Bersih Sebelum Pajak
Variabel
No Kode Tahun Earning Before Tax Total Aset EBT

1 ADMG 2017 (3,096,496) 374,110,303 -0.01

2 AISA 2017 (5,210,334) 1,981,940 -2.63

3 ALTO 2017 (69,728,704,187) 1,109,383,971,111 -0.06

4 APLI 2017 17,594,222,781 398,698,779,619 0.04

5 ARGO 2017 (15,393,626) 98,459,842 -0.16

6 BAJA 2017 (28,628,554,806) 946,448,936,464 -0.03

7 BRNA 2017 (224,189,380) 1,964,877,082 -0.11

8 BTEK 2017 (41,103,879,672) 5,306,055,112,389 -0.01

9 CPRO 2017 (2,499,913) 7,008,719 -0.36

10 CTBN 2017 (15,753,937) 149,450,952 -0.11

11 ESTI 2017 (2,211,156) 61,559,548 -0.04

12 ETWA 2017 (140,505,341,004) 1,114,568,571,897 -0.13

13 FPNI 2017 (2,206) 191,857 -0.01

14 GDST 2017 7,731,874,610 1,374,987,178,565 0.01

15 GDYR 2017 (265,931) 123,765,600 0.00

16 GJTL 2017 106,824 18,191,176 0.01

17 HDTX 2017 (700,884,530) 4,035,086,385 -0.17

18 IIKP 2017 (17,124,071,013) 313,924,526,593 -0.05

19 IKAI 2017 (63,642,281) 219,245,635 -0.29

20 KIAS 2017 (94,710,676,180) 1,767,603,505,697 -0.05

21 KICI 2017 10,638,117,951 149,420,009,884 0.07

83
22 KRAS 2017 (82,343) 4,114,386 -0.02

23 LMPI 2017 (34,598,578,079) 834,548,374,286 -0.04

24 MAIN 2017 (1,377,044) 4,008,635,719 0.00

25 MASA 2017 (7,223,877) 655,531,600 -0.01

26 MBTO 2017 (31,658,218,720) 780,669,761,787 -0.04

27 MRAT 2017 (1,355,570,984) 497,354,419,089 0.00

28 PCAR 2017 (645,202,337) 140,807,574,026 0.00

29 POLY 2017 (983,840) 231,566,955 0.00

30 RMBA 2017 (400,127) 14,083,598 -0.03

31 SIPD 2017 (237,482) 2,239,699 -0.11

32 SMCB 2017 (690,455) 19,626,403 -0.04

33 SSTM 2017 (31,048,829,703) 605,643,301,307 -0.05

34 TIRT 2017 2,334,588,272 859,299,056,455 0.00

35 ADMG 2018 (1,395,797) 280,679,854 0.00

36 AISA 2018 (85,573) 1,816,406 -0.05

37 ALTO 2018 (45,675,193,213) 1,109,843,522,344 -0.04

38 APLI 2018 (19,799,477,242) 503,177,499,114 -0.04

39 ARGO 2018 (9,079,650) 88,323,888 -0.10

40 BAJA 2018 (90,434,239,905) 901,181,796,270 -0.10

41 BRNA 2018 (21,224,294) 2,461,326,183 -0.01

42 BTEK 2018 77,718,131,618 5,165,236,468,706 0.02

43 CPRO 2018 1,831,870 6,572,440 0.28


44 CTBN 2018 -0.05

84
(7,453,372) 155,653,317

45 ESTI 2018 1,341,990 62,027,720 0.02

46 ETWA 2018 (129,617,154,001) 1,093,133,957,536 -0.12

47 FPNI 2018 8,562 195,826 0.04

48 GDST 2018 (126,466,776,202) 1,351,861,756,994 -0.09

49 GDYR 2018 1,028,150 126,016,356 0.01

50 GJTL 2018 (85,585) 19,711,478 0.00

51 HDTX 2018 (355,511,627) 586,940,667 -0.61

52 IIKP 2018 (16,876,169,829) 298,090,648,072 -0.06

53 IKAI 2018 70,055,565 1,337,016,109 0.05

54 KIAS 2018 (95,039,015,931) 1,704,424,579,208 -0.06

55 KICI 2018 (1,112,421,557) 154,088,747,766 -0.01

56 KRAS 2018 (176,245) 3,581,188 -0.05

57 LMPI 2018 (58,874,992,358) 786,704,752,983 -0.07

58 MAIN 2018 398,187,122 4,335,844,455 0.09

59 MASA 2018 (44,629,075) 557,051,444 -0.08

60 MBTO 2018 (155,155,168,378) 648,016,880,325 -0.24

61 MRAT 2018 1,877,100,535 511,887,783,867 0.00

62 PCAR 2018 (7,468,892,901) 117,423,511,774 -0.06

63 POLY 2018 15,255,817 238,246,828 0.06

64 RMBA 2018 (324,590) 14,879,589 -0.02

65 SIPD 2018 33,989 2,187,879 0.02

66 SMCB 2018 (684,197) 18,667,187 -0.04

85
67 SSTM 2018 1,820,189,102 526,174,180,897 0.00

68 TIRT 2018 (37,845,576,140) 923,366,433,799 -0.04

69 ADMG 2019 (29,748,345) 255,228,195 -0.12

70 AISA 2019 1,364,465 1,868,966 0.73

71 ALTO 2019 (11,089,562,244) 1,103,450,087,164 -0.01

72 APLI 2019 19,570,567,909 419,264,529,448 0.05

73 ARGO 2019 (7,731,438) 85,032,904 -0.09

74 BAJA 2019 5,026,701,131 836,870,774,001 0.01

75 BRNA 2019 (159,492,681) 2,263,112,918 -0.07

76 BTEK 2019 (113,644,339,721) 4,975,248,130,342 -0.02

77 CPRO 2019 (348,277) 6,000,259 -0.06

78 CTBN 2019 3,411,871 172,321,876 0.02

79 ESTI 2019 (2,653,375) 61,112,029 -0.04

80 ETWA 2019 (108,175,413,240) 1,123,825,685,012 -0.10

81 FPNI 2019 (4,333) 165,728 -0.03

82 GDST 2019 31,308,164,703 1,758,578,169,995 0.02

83 GDYR 2019 (1,240,768) 120,360,141 -0.01

84 GJTL 2019 457,876 18,856,075 0.02

85 HDTX 2019 (68,729,926) 423,791,061 -0.16

86 IIKP 2019 82,300,553,255 384,481,206,140 0.21

87 IKAI 2019 (71,926,221) 1,357,533,090 -0.05

88 KIAS 2019 (507,582,722,152) 1,231,680,564,971 -0.41


89 KICI 2019 -0.03

86
(4,193,649,233) 152,818,996,760

90 KRAS 2019 (533,085) 3,286,723 -0.16

91 LMPI 2019 (56,356,644,949) 737,642,257,697 -0.08

92 MAIN 2019 248,776,840 4,648,577,041 0.05

93 MASA 2019 (9,207,407) 451,103,384 -0.02

94 MBTO 2019 (88,263,038,281) 591,063,928,037 -0.15

95 MRAT 2019 2,429,538,219 532,762,947,995 0.00

96 PCAR 2019 (9,889,142,889) 124,735,506,555 -0.08

97 POLY 2019 (9,435,866) 242,051,545 -0.04

98 RMBA 2019 29,138 17,000,330 0.00

99 SIPD 2019 110,041 2,470,793 0.04

100 SMCB 2019 407,610 19,567,498 0.02

101 SSTM 2019 (21,323,408,393) 514,765,731,890 -0.04

102 TIRT 2019 (52,794,021,588) 895,683,018,081 -0.06

87
Lampiran 4: Perhitungan Variabel Arus Kas Aktivitas Operasi
Variabel
No Kode Tahun Arus Kas Operasi Total Aset
Arus Kas

1 ADMG 2017 16,913,184 374,110,303 0.05

2 AISA 2017 733,424 1,981,940 0.37

3 ALTO 2017 5,602,423,448 1,109,383,971,111 0.01

4 APLI 2017 10,904,672,310 398,698,779,619 0.03

5 ARGO 2017 (377,344) 98,459,842 0.00

6 BAJA 2017 52,474,094,986 946,448,936,464 0.06

7 BRNA 2017 9,047,191 1,964,877,082 0.00

8 BTEK 2017 (160,428,734,408) 5,306,055,112,389 -0.03

9 CPRO 2017 (145,816) 7,008,719 -0.02

10 CTBN 2017 2,914,030 149,450,952 0.02

11 ESTI 2017 278,432 61,559,548 0.00

12 ETWA 2017 (9,837,000,718) 1,114,568,571,897 -0.01

13 FPNI 2017 1,238 191,857 0.01

14 GDST 2017 32,693,373,940 1,374,987,178,565 0.02

15 GDYR 2017 16,476,806 123,765,600 0.13

16 GJTL 2017 738,861 18,191,176 0.04

17 HDTX 2017 125,143,889 4,035,086,385 0.03

18 IIKP 2017 (3,829,837,721) 313,924,526,593 -0.01

19 IKAI 2017 (22,053,634) 219,245,635 -0.10

20 KIAS 2017 (17,868,868,446) 1,767,603,505,697 -0.01

21 KICI 2017 6,225,044,449 149,420,009,884 0.04

88
22 KRAS 2017 204,160 4,114,386 0.05

23 LMPI 2017 (16,797,834,611) 834,548,374,286 -0.02

24 MAIN 2017 265,893,212 4,008,635,719 0.07

25 MASA 2017 28,043,721 655,531,600 0.04

26 MBTO 2017 (33,053,446,183) 780,669,761,787 -0.04

27 MRAT 2017 (10,355,155,394) 497,354,419,089 -0.02

28 PCAR 2017 (13,372,847,650) 140,807,574,026 -0.09

29 POLY 2017 18,676,931 231,566,955 0.08

30 RMBA 2017 6,706 14,083,598 0.00

31 SIPD 2017 (54,375) 2,239,699 -0.02

32 SMCB 2017 818,464 19,626,403 0.04

33 SSTM 2017 25,549,790,980 605,643,301,307 0.04

34 TIRT 2017 (12,654,191,610) 859,299,056,455 -0.01

35 ADMG 2018 1,503,016 280,679,854 0.01

36 AISA 2018 278,566 1,816,406 0.15

37 ALTO 2018 7,723,486,943 1,109,843,522,344 0.01

38 APLI 2018 1,429,851,349 503,177,499,114 0.00

39 ARGO 2018 (1,751,349) 88,323,888 -0.02

40 BAJA 2018 10,125,713,239 901,181,796,270 0.01

41 BRNA 2018 55,946,663 2,461,326,183 0.02

42 BTEK 2018 1,088,089,209,381 5,165,236,468,706 0.21

43 CPRO 2018 109,828 6,572,440 0.02


44 CTBN 2018 -0.14

89
(21,130,913) 155,653,317

45 ESTI 2018 (4,730,439) 62,027,720 -0.08

46 ETWA 2018 21,133,817,027 1,093,133,957,536 0.02

47 FPNI 2018 3,252 195,826 0.02

48 GDST 2018 6,606,782,082 1,351,861,756,994 0.00

49 GDYR 2018 (2,561,495) 126,016,356 -0.02

50 GJTL 2018 479,736 19,711,478 0.02

51 HDTX 2018 438,705,317 586,940,667 0.75

52 IIKP 2018 841,079,440 298,090,648,072 0.00

53 IKAI 2018 (69,560,019) 1,337,016,109 -0.05

54 KIAS 2018 (19,687,681,719) 1,704,424,579,208 -0.01

55 KICI 2018 (531,708,506) 154,088,747,766 0.00

56 KRAS 2018 (80,151) 3,581,188 -0.02

57 LMPI 2018 29,060,369,596 786,704,752,983 0.04

58 MAIN 2018 367,904,123 4,335,844,455 0.08

59 MASA 2018 17,008,259 557,051,444 0.03

60 MBTO 2018 6,591,999,142 648,016,880,325 0.01

61 MRAT 2018 (5,750,378,923) 511,887,783,867 -0.01

62 PCAR 2018 (36,516,820,278) 117,423,511,774 -0.31

63 POLY 2018 (1,167,123) 238,246,828 0.00

64 RMBA 2018 (8,892) 14,879,589 0.00

65 SIPD 2018 116,511 2,187,879 0.05

66 SMCB 2018 404,517 18,667,187 0.02

90
67 SSTM 2018 14,880,768,388 526,174,180,897 0.03

68 TIRT 2018 (11,767,626,516) 923,366,433,799 -0.01

69 ADMG 2019 9,457,131 255,228,195 0.04

70 AISA 2019 12,183 1,868,966 0.01

71 ALTO 2019 33,552,221,386 1,103,450,087,164 0.03

72 APLI 2019 18,517,650,964 419,264,529,448 0.04

73 ARGO 2019 (3,547,029) 85,032,904 -0.04

74 BAJA 2019 79,605,539,441 836,870,774,001 0.10

75 BRNA 2019 142,202,375 2,263,112,918 0.06

76 BTEK 2019 94,459,968,551 4,975,248,130,342 0.02

77 CPRO 2019 358,866 6,000,259 0.06

78 CTBN 2019 2,602,328 172,321,876 0.02

79 ESTI 2019 (4,259,860) 61,112,029 -0.07

80 ETWA 2019 (9,513,631,012) 1,123,825,685,012 -0.01

81 FPNI 2019 5,393 165,728 0.03

82 GDST 2019 (60,367,965,848) 1,758,578,169,995 -0.03

83 GDYR 2019 (2,303,996) 120,360,141 -0.02

84 GJTL 2019 1,258,371 18,856,075 0.07

85 HDTX 2019 (9,090,852) 423,791,061 -0.02

86 IIKP 2019 624,782,809 384,481,206,140 0.00

87 IKAI 2019 (55,279,005) 1,357,533,090 -0.04

88 KIAS 2019 (45,225,708,260) 1,231,680,564,971 -0.04


89 KICI 2019 0.05

91
8,147,131,727 152,818,996,760

90 KRAS 2019 176,125 3,286,723 0.05

91 LMPI 2019 18,147,515,192 737,642,257,697 0.02

92 MAIN 2019 312,988,282 4,648,577,041 0.07

93 MASA 2019 (29,530,520) 451,103,384 -0.07

94 MBTO 2019 (2,039,720,318) 591,063,928,037 0.00

95 MRAT 2019 (6,529,917,745) 532,762,947,995 -0.01

96 PCAR 2019 (12,699,138,614) 124,735,506,555 -0.10

97 POLY 2019 8,260,004 242,051,545 0.03

98 RMBA 2019 (948,162) 17,000,330 -0.06

99 SIPD 2019 223,478 2,470,793 0.09

100 SMCB 2019 (53,247) 19,567,498 0.00

101 SSTM 2019 33,552,722,613 514,765,731,890 0.07

102 TIRT 2019 7,895,681,075 895,683,018,081 0.01

92
Lampiran 5: Perhitungan Variabel Debt To Equity Ratio
Variabel
No Kode Tahun Total Hutang Modal
DER

1 ADMG 2017 134,518,424 239,591,879 0.56

2 AISA 2017 5,239,841 (33,450,942) -0.16

3 ALTO 2017 690,099,182,411 419,284,778,700 1.65

4 APLI 2017 171,514,782,371 227,183,997,248 0.75

5 ARGO 2017 170,755,921 (72,296,079) -2.36

6 BAJA 2017 774,432,726,191 172,016,210,273 4.50

7 BRNA 2017 1,111,847,645 853,029,437 1.30

8 BTEK 2017 3,318,435,703,361 1,987,619,409,028 1.67

9 CPRO 2017 8,787,597 (1,778,878) -4.94

10 CTBN 2017 44,151,213 105,299,739 0.42

11 ESTI 2017 46,846,685 14,712,863 3.18

12 ETWA 2017 1,235,873,364,700 (121,304,792,803) -10.19

13 FPNI 2017 95,955 95,902 1.00

14 GDST 2017 357,929,359,856 1,017,057,818,709 0.35

15 GDYR 2017 70,187,977 53,577,623 1.31

16 GJTL 2017 12,501,710 5,689,466 2.20

17 HDTX 2017 3,701,551,196 333,535,189 11.10

18 IIKP 2017 25,036,566,757 288,887,959,836 0.09

19 IKAI 2017 335,252,236 (116,006,601) -2.89

20 KIAS 2017 340,873,208,857 1,426,730,296,840 0.24

21 KICI 2017 57,921,570,888 91,498,438,996 0.63

93
22 KRAS 2017 2,261,577 1,852,809 1.22

23 LMPI 2017 458,292,046,535 376,256,327,751 1.22

24 MAIN 2017 2,371,092,779 1,637,542,940 1.45

25 MASA 2017 320,617,373 334,914,227 0.96

26 MBTO 2017 367,927,139,244 412,742,622,543 0.89

27 MRAT 2017 130,623,005,085 366,731,414,004 0.36

28 PCAR 2017 44,941,281,197 95,866,292,829 0.47

29 POLY 2017 1,174,807,927 (943,240,972) -1.25

30 RMBA 2017 5,159,928 8,923,670 0.58

31 SIPD 2017 1,448,387 791,312 1.83

32 SMCB 2017 12,429,452 7,196,951 1.73

33 SSTM 2017 393,177,629,584 212,465,671,723 1.85

34 TIRT 2017 735,476,711,731 123,822,344,724 5.94

35 ADMG 2018 36,903,892 243,775,962 0.15

36 AISA 2018 5,267,348 (3,450,942) -1.53

37 ALTO 2018 722,716,844,799 387,126,677,545 1.87

38 APLI 2018 298,992,622,457 204,184,876,657 1.46

39 ARGO 2018 168,398,426 (80,074,538) -2.10

40 BAJA 2018 824,660,447,657 76,521,348,613 10.78

41 BRNA 2018 1,338,054,621 1,123,271,562 1.19

42 BTEK 2018 2,904,707,799,328 2,260,528,669,378 1.28

43 CPRO 2018 5,898,097 674,343 8.75


44 CTBN 2018 0.58

94
56,917,064 98,736,253

45 ESTI 2018 45,778,095 16,249,625 2.82

46 ETWA 2018 1,349,487,510,140 (258,972,397,239) -5.21

47 FPNI 2018 93,291 102,535 0.91

48 GDST 2018 455,885,354,596 895,976,402,398 0.51

49 GDYR 2018 71,622,528 54,393,828 1.32

50 GJTL 2018 13,835,648 5,875,830 2.35

51 HDTX 2018 450,801,225 136,139,442 3.31

52 IIKP 2018 23,746,905,995 274,343,742,077 0.09

53 IKAI 2018 542,884,341 794,131,768 0.68

54 KIAS 2018 349,587,345,823 1,354,837,233,385 0.26

55 KICI 2018 59,439,145,864 94,649,601,902 0.63

56 KRAS 2018 2,498,105 1,800,213 1.39

57 LMPI 2018 456,214,088,287 330,490,664,696 1.38

58 MAIN 2018 2,439,198,361 1,896,646,094 1.29

59 MASA 2018 325,464,552 317,896,959 1.02

60 MBTO 2018 347,517,123,452 300,499,756,873 1.16

61 MRAT 2018 143,913,787,087 367,973,996,780 0.39

62 PCAR 2018 28,973,210,457 88,450,301,317 0.33

63 POLY 2018 1,167,672,439 (929,425,611) -1.26

64 RMBA 2018 6,513,618 8,365,971 0.78

65 SIPD 2018 1,347,391 840,488 1.60

66 SMCB 2018 12,250,837 6,416,350 1.91

95
67 SSTM 2018 346,923,856,267 215,250,324,630 1.61

68 TIRT 2018 835,881,014,674 87,485,419,125 9.55

69 ADMG 2019 47,404,827 207,823,368 0.23

70 AISA 2019 3,526,819 (1,657,853) -2.13

71 ALTO 2019 722,719,563,550 380,730,523,614 1.90

72 APLI 2019 206,523,459,012 212,741,070,436 0.97

73 ARGO 2019 171,666,033 (86,633,129) -1.98

74 BAJA 2019 762,683,580,285 74,187,193,716 10.28

75 BRNA 2019 1,309,332,127 953,780,791 1.37

76 BTEK 2019 2,832,632,209,365 2,142,615,920,977 1.32

77 CPRO 2019 5,670,767 329,492 17.21

78 CTBN 2019 70,871,753 101,450,123 0.70

79 ESTI 2019 47,655,351 13,456,678 3.54

80 ETWA 2019 1,469,796,558,566 (345,970,873,554) -4.25

81 FPNI 2019 66,532 99,196 0.67

82 GDST 2019 841,187,548,585 917,390,621,410 0.92

83 GDYR 2019 68,002,673 52,357,468 1.30

84 GJTL 2019 12,620,444 6,235,631 2.02

85 HDTX 2019 353,633,985 70,157,076 5.04

86 IIKP 2019 25,039,869,959 350,441,336,181 0.07

87 IKAI 2019 440,983,741 916,549,349 0.48

88 KIAS 2019 326,113,004,490 905,587,560,481 0.36


89 KICI 2019 0.75

96
65,463,957,074 87,355,039,686

90 KRAS 2019 2,930,715 356,008 8.23

91 LMPI 2019 448,320,875,981 289,321,381,716 1.55

92 MAIN 2019 2,619,935,420 2,028,641,621 1.29

93 MASA 2019 255,715,066 195,388,318 1.31

94 MBTO 2019 355,892,726,293 235,171,201,739 1.51

95 MRAT 2019 164,121,422,945 368,641,525,050 0.45

96 PCAR 2019 40,503,414,153 84,232,092,402 0.48

97 POLY 2019 1,183,397,441 (941,345,896) -1.26

98 RMBA 2019 8,598,687 8,401,643 1.02

99 SIPD 2019 1,554,580 916,213 1.70

100 SMCB 2019 12,584,886 6,982,612 1.80

101 SSTM 2019 314,416,806,582 200,348,925,308 1.57

102 TIRT 2019 859,736,792,345 35,946,225,736 23.92

97
Lampiran 6: Data Laba Bersih Sebelum Pajak, Arus Kas Aktivitas Operasi, Debt
To Equity Ratio, dan Financial Distress Perusahaan Sampel
No Kode Tahun X1 X2 X3 Y
1 ADMG 2017 -0.01 0.05 0.56 1
2 AISA 2017 -2.63 0.37 -0.16 1
3 ALTO 2017 -0.06 0.01 1.65 1
4 APLI 2017 0.04 0.03 0.75 1
5 ARGO 2017 -0.16 0.00 -2.36 1
6 BAJA 2017 -0.03 0.06 4.50 1
7 BRNA 2017 -0.11 0.00 1.30 1
8 BTEK 2017 -0.01 -0.03 1.67 1
9 CPRO 2017 -0.36 -0.02 -4.94 1
10 CTBN 2017 -0.11 0.02 0.42 1
11 ESTI 2017 -0.04 0.00 3.18 1
12 ETWA 2017 -0.13 -0.01 -10.19 1
13 FPNI 2017 -0.01 0.01 1.00 0
14 GDST 2017 0.01 0.02 0.35 0
15 GDYR 2017 0.00 0.13 1.31 0
16 GJTL 2017 0.01 0.04 2.20 1
17 HDTX 2017 -0.17 0.03 11.10 1
18 IIKP 2017 -0.05 -0.01 0.09 0
19 IKAI 2017 -0.29 -0.10 -2.89 1
20 KIAS 2017 -0.05 -0.01 0.24 0
21 KICI 2017 0.07 0.04 0.63 1
22 KRAS 2017 -0.02 0.05 1.22 1
23 LMPI 2017 -0.04 -0.02 1.22 1
24 MAIN 2017 0.00 0.07 1.45 1
25 MASA 2017 -0.01 0.04 0.96 1
26 MBTO 2017 -0.04 -0.04 0.89 1
27 MRAT 2017 0.00 -0.02 0.36 1
28 PCAR 2017 0.00 -0.09 0.47 0
29 POLY 2017 0.00 0.08 -1.25 1
30 RMBA 2017 -0.03 0.00 0.58 1
31 SIPD 2017 -0.11 -0.02 1.83 1
32 SMCB 2017 -0.04 0.04 1.73 1
33 SSTM 2017 -0.05 0.04 1.85 1
34 TIRT 2017 0.00 -0.01 5.94 1
35 ADMG 2018 0.00 0.01 0.15 0
36 AISA 2018 -0.05 0.15 -1.53 1
37 ALTO 2018 -0.04 0.01 1.87 1
38 APLI 2018 -0.04 0.00 1.46 1
39 ARGO 2018 -0.10 -0.02 -2.10 1

98
40 BAJA 2018 -0.10 0.01 10.78 1
41 BRNA 2018 -0.01 0.02 1.19 1
42 BTEK 2018 0.02 0.21 1.28 1
43 CPRO 2018 0.28 0.02 8.75 1
44 CTBN 2018 -0.05 -0.14 0.58 1
45 ESTI 2018 0.02 -0.08 2.82 1
46 ETWA 2018 -0.12 0.02 -5.21 1
47 FPNI 2018 0.04 0.02 0.91 0
48 GDST 2018 -0.09 0.00 0.51 0
49 GDYR 2018 0.01 -0.02 1.32 0
50 GJTL 2018 0.00 0.02 2.35 1
51 HDTX 2018 -0.61 0.75 3.31 1
52 IIKP 2018 -0.06 0.00 0.09 0
53 IKAI 2018 0.05 -0.05 0.68 1
54 KIAS 2018 -0.06 -0.01 0.26 0
55 KICI 2018 -0.01 0.00 0.63 1
56 KRAS 2018 -0.05 -0.02 1.39 1
57 LMPI 2018 -0.07 0.04 1.38 1
58 MAIN 2018 0.09 0.08 1.29 1
59 MASA 2018 -0.08 0.03 1.02 1
60 MBTO 2018 -0.24 0.01 1.16 1
61 MRAT 2018 0.00 -0.01 0.39 1
62 PCAR 2018 -0.06 -0.31 0.33 0
63 POLY 2018 0.06 0.00 -1.26 1
64 RMBA 2018 -0.02 0.00 0.78 1
65 SIPD 2018 0.02 0.05 1.60 1
66 SMCB 2018 -0.04 0.02 1.91 1
67 SSTM 2018 0.00 0.03 1.61 1
68 TIRT 2018 -0.04 -0.01 9.55 1
69 ADMG 2019 -0.12 0.04 0.23 0
70 AISA 2019 0.73 0.01 -2.13 1
71 ALTO 2019 -0.01 0.03 1.90 1
72 APLI 2019 0.05 0.04 0.97 1
73 ARGO 2019 -0.09 -0.04 -1.98 1
74 BAJA 2019 0.01 0.10 10.28 1
75 BRNA 2019 -0.07 0.06 1.37 1
76 BTEK 2019 -0.02 0.02 1.32 1
77 CPRO 2019 -0.06 0.06 17.21 1
78 CTBN 2019 0.02 0.02 0.70 1
79 ESTI 2019 -0.04 -0.07 3.54 1
80 ETWA 2019 -0.10 -0.01 -4.25 1
81 FPNI 2019 -0.03 0.03 0.67 0

99
82 GDST 2019 0.02 -0.03 0.92 1
83 GDYR 2019 -0.01 -0.02 1.30 1
84 GJTL 2019 0.02 0.07 2.02 1
85 HDTX 2019 -0.16 -0.02 5.04 1
86 IIKP 2019 0.21 0.00 0.07 0
87 IKAI 2019 -0.05 -0.04 0.48 1
88 KIAS 2019 -0.41 -0.04 0.36 0
89 KICI 2019 -0.03 0.05 0.75 1
90 KRAS 2019 -0.16 0.05 8.23 1
91 LMPI 2019 -0.08 0.02 1.55 1
92 MAIN 2019 0.05 0.07 1.29 1
93 MASA 2019 -0.02 -0.07 1.31 1
94 MBTO 2019 -0.15 0.00 1.51 1
95 MRAT 2019 0.00 -0.01 0.45 1
96 PCAR 2019 -0.08 -0.10 0.48 0
97 POLY 2019 -0.04 0.03 -1.26 1
98 RMBA 2019 0.00 -0.06 1.02 1
99 SIPD 2019 0.04 0.09 1.70 1
100 SMCB 2019 0.02 0.00 1.80 1
101 SSTM 2019 -0.04 0.07 1.57 1
102 TIRT 2019 -0.06 0.01 23.92 1

100
Lampiran 7: Hasil Pengujian Menggunakan SPSS
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


EBT 102 -2.63 .73 -.0629 .28753
Arus Kas Operasi 102 -.31 .75 .0187 .10060
DER 102 -10.19 23.92 1.6006 4.00701
Financial Distress 102 0 1 .82 .383
Valid N (listwise) 102

Regression (Mencari Multikolonieritas)


Coefficients(a)
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Mode
l B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) .797 .042 19.154 .000
EBT .048 .146 .036 .332 .740 .817 1.223
Arus Kas
.676 .417 .177 1.619 .109 .812 1.232
Operasi
DER .011 .010 .111 1.112 .269 .983 1.017
a Dependent Variable: Financial Distress

Regresi Logistik
Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


1 13.689 8 .090

Iteration History(a,b,c)

Coefficients
-2 Log
Iteration likelihood Constant
Step 0 1 96.012 1.294
2 95.068 1.523
3 95.064 1.540
4 95.064 1.540

a Constant is included in the model.


b Initial -2 Log Likelihood: 95.064
c Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less
than .001.

101
Iteration History(a,b,c,d)

Coefficients
-2 Log
Iteration likelihood Constant X1 X2 X3
Step 1 1 92.364 1.188 .193 2.704 .042
2 89.174 1.383 .314 6.225 .080
3 88.876 1.413 .093 7.674 .097
4 88.860 1.411 -.083 7.926 .099
5 88.860 1.410 -.101 7.947 .099
6 88.860 1.410 -.102 7.948 .099
a Method: Enter
b Constant is included in the model.
c Initial -2 Log Likelihood: 95.064
d Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less
than .001.

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R


Step likelihood R Square Square
1 88.860(a) .059 .097
a Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less
than .001.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step X1 -.102 1.860 .003 1 .956 .903
1(a) X2 7.948 4.454 3.184 1 .074 2828.902
X3 .099 .092 1.162 1 .281 1.104
Constant 1.410 .289 23.864 1 .000 4.097
a Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3.

102

Anda mungkin juga menyukai