Anda di halaman 1dari 20

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

Disusun Sebagai Tugas


Pada Mata Kuliah Filsafat dan Manajemen Pendidikan Islam

Disusun oleh
ANAS NASRUDIN
NIM : 21120107
MPI / Reguler 1B

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
TAHUN 2021
1. Makna, Arti dan Hakikat Filsafat Ilmu (Soal No.1)
Arti dan Hakikat Filsafat Ilmu

Apabila kita sebut istilah fifsafat (philosophy) sebenarnya menunjuk kepada


pengertian filsafat umum, yaitu filsafat yang mempersoalkan segala sesuatu yang ada
(realistas) dalam alam semesta ini untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya
atau kebenaran yang hakiki dari realitas itu. Selain filsafat umum ada filsafat
khusus, yaitu filsafat yang diterapkan pada bidang ilmu tertentu, dimana filsafat disini
berperan sebagai landasan filosofis bagi ilmu tersebut.
Sebelum membahas arti dan hakikat Filsafat Ilmu, kita harus memahami pengertian
filsafat itu sendiri. Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “philosophia”,
dari akar kata philo berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau hikmah.
Jadi filsafat secara etimologi berarti Love of Wisdom (Cinta kepada kebijaksanaan
atau kearifan). Bagi Socrates (469-399 SM) filsafat ialah kajian mengenai alam semesta
ini secara teori untuk mengenal diri sendiri. Sedangkan menurut Plato (427-347 SM)
dan Aristoteles (384-322 SM) filsafat adalah kajian mengenai hal-hal yang bersifat
asasi dan abadi untuk menghamonikan kepercayaan mistik atau agama dengan
menggunakan akal pikiran. (Soelaiman, 2019)
Menurut M.J. Langeveld Filsafat adalah hasil pembuktian dan uraian dari
keseluruhan upaya kita memikirkan dan menyelami maslaah-masalah apapun juga
dalam hubungannya dengan keseluruhan sarwa sekalian secara radikal, yaitu mulai dari
dasarnya hingga konsekwensi-konsekwensinya yang terakhir, dan menurut
sistem, artinya dengan pembuktian yang dapat diterima oleh akal dan dengan susun-
menyusun serta hubung-menghubung secara bertanggung jawab. (Langeveld, 1959)
Franz Magnis Suseno memiliki pandangan filsafat sebagai usaha manusia
untuk menangani pertanyaan-pertanyaan fundamental mengenai berbagai masalah
yang dihadapi manusia secara bertanggung jawab. Filsafat berfungsi untuk
menjawab pertanyaan- pertanyaan itu dan memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan manusia. Usaha itu mempunyai dua arah, yaitu harus
mengkritik jawaban-jawaban yang tidak memadai, dan harus ikut mencari jawaban
yang benar. (Suseno, 1992)
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah merupakan penelusuran pengembangan filsafat
pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaaan.
Pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Untuk
memahami arti dan makna filsafat ilmu. (Latif, 2014)
Filsafat ilmu (philosophy of science) adalah ikhtiar manusia untuk
memahami pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsalat ilmu ke
absahan atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsalat ilmu memperkenaIkan
knowledge dan science yang dapat ditransfer melalui proses pembelajaran atau
pendidikan.
Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan
seluas mungkin segala sesuatu mengenal semua ilmu. Filsalat ilmu merupakan
bagian dan epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu. Sedangkan
Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mernpunyai ciri- ciri tertentu, Menurut
The Liang Gie Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan
ilmu dengan segala segi dan kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada huhungan timbal balik dan saling- pengaruh antara
filsalat dan ilmu Sehubungan dengan pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu
merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan, Objek dan filsalat ilmu
adalah ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu pengetahuan dirumuskan sebagai cabang filsafat yang
mempersoalkan secara menyelu- ruh dan mendasar mengenai segala masalah
yang berhubu- ngan dengan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai hakekat ilmu
pengetahuan, sumber ilmu pengetahuan, metode ilmu pengetahuan, dan kebenaran
ilmu pengetahuan.
Kata epistemologi untuk filsafat ilmu pengetahuan berasal bahasa Yunani
episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu). Dalam literatur dijumpai bahwa ada yang
menggunakan istilah filsafat ilmu dan ada pula yang menggunakan istilah filsafat ilmu
pengetahuan. Keduanya tidak berbeda secara prinsipil, namun untuk buku ini
dipergunakan istilah filsafat ilmu pengetahuan (filsafat sains). Sebagai perbandingan,
berikut ini dikemukakan beberapa definisi mengenai filsafat ilmu pengetahuan.
Cornellius Benjamin (dalam Runes: Dictionary of Philosophy, 1975:55).
Filafat Ilmu ialah cabang filsafat yang merupakan telaah yang sitematis mengenai
sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan prasangka-
prasangkanya, serta letaknya dalam kerangka umum dan cabang-cabang pengetahuan
intellektual. (Latif, 2014)
The Liang Gie (dalam Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, 2014:30)
mendefinisiakan Filsafat Ilmu ialah segenab pemikiran reflektif terhadap persoalan-
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan
ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Landasan dari ilmu itu mencakup
konsep-konsep pangkal, anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan, struktur-
struktur teoritis dan ukuran-ukuran kebenaran ilmiah. Filsafat ilmu merupakan suatu
bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung
pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Jujun Suriasumatri Filsafat ilmu adalah bagian filsafat epistemologi yang
secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah), yang ingin
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat ilmu, baik yang mengenai
pertanyaan ontologis, maupun pertanyaan epistemologis dan axiologis tentang ilmu.
(Suriasumantri, 1996)
2. Sejarah Perkembangan Ilmu, Landasan dan Karakteristik Berfikir Filsafat
(Soal No.2)

Sejarah Perkembangan Ilmu


Menurut Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam,
pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer. (Bakhtiar, 2013)
Sedangkan George J. Mouly membagi perkembangan ilmu menjadi tiga (3)
tahap yaitu animisme, ilmu empiris dan ilmu teoritis. George J. Mouly dalam
bukunya Jujun S Suriasumantri, (1985:87) menjelaskan bahwa permulaan ilmu
dapat ditelusuri sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa
manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang
memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Usaha mula-mula di
bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa
Mesir dimana banjir Sungai Nil terjadi tiap tahun ikut menyebabkan
berkembangnya sistem almanak, geometri dan kegiatan survey.
George J. Mouly menjelaskan bahwa pada tahap animisme, manusia menjelaskan
gejala yang ditemuinya dalam kehidupan sebagai perbuatan dewa-dewi, hantu dan
berbagai makhluk halus. Pada tahap inilah pola pikir mitosentris masih sangat kental
mewarnai pemikiran bangsa Yunani sebelum berubah menjadi logosentris.
Logosentrisme atau 'metafisika kehadiran' (metaphysics of presence). Logosentrisme
merupakan sistem metafisik yang mengandaikan logos atau kebenaran transendental di
balik segala hal yang tampak di permukaan atau segala hal yang terjadi di dunia Sebagai
contoh, gempa bumi pada saat itu tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa
Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan,
fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas
alam yang terjadi secara kualitas.
Dalam sejarah mencatat bangsa Yunanilah yang pertama diakui oleh dunia sebagai
perintis terbentuknya ilmu karena telah berhasil menyusunnya secara sistematis.
Implikasi dari hal tersebut manusia akan mencoba merumuskan semua hal termasuk
asal-muasal mitos-mitos karena mereka menyadari bahwa hal tersebut dapat dijelaskan
asal- usulnya dan kondisi sebenarnya. Sehingga sesuatu hal yang tidak jelas yang hanya
berupa tahu atau pengetahuan dapat dibuktikan kebenarannya dan dapat
dipertanggungjawabkan pada saat itu. Dari sinilah awal kemenangan ilmu pengetahuan
atas mitos-mitos, dan kepercayaan tradisional yang berlaku di masyarakat.

1. Periode Yunani Kuno

Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki


peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang
merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang
sederhana sudah berkembang jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan
mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga
bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat
pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga
sekarang.

Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di Mesir dan
Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa
Yunanilah yang menyempurnakannya. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani
merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Zaman ini
berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M.
Periode Yunani merupakan tonggak awal berkembangnnya ilmu pengetahuan
dalam sejarah peradaban umat manusia. Perkembangan ilmu ini dilatarbelakangi dengan
perubahan paradigma dan pola pikir yang berkembang saat itu. Sebelumnya bangsa
Yunani masih diselemuti oleh pola pikir mitosentris, namun pada abad ke 6 SM di
Yunani lahirlah filsafat yang dikenal dengan the greek miracle. “The Greek miracle”
sebagai peristiwa ajaib Yunani. Timbulnya filsafat di tempat itu dan pada saat itu memang
dapat disebut suatu peristiwa ajaib karena tidak mungkin memberi alasan-alasan yang
akan menerangkan kejadian itu secara memuaskan. (Russell, 2004)
Zaman Kegelapan

Sebelum masuk periode Islam ada yang menyebut sebagai periode pertengahan.
Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya. Karena awal mula zaman ini
pada abad 6 M sampai sekitar abad 14 M. Zaman ini disebut dengan zaman kegelapan
(The Dark Ages). Zaman ini ditandai dengan tampilnya para Theolog di lapangan ilmu
pengetahuan. Sehingga para ilmuwan yang ada pada zaman ini hampir semua adalah
para Theolog. Begitu pula dengan aktifitas keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar
atau mendukung kepada agama. Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait
erat dengan aktivitas keagamaan. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan
sebagai Anchilla Theologiae (Pengabdi Agama). Selain itu, yang menjadi ciri khas pada
masa ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci sebagai pegangan.
(Surajiyo, 2007)

2. Periode Islam.

Tidak terbantahkan bahwa Islam sesungguhnya adalah ajaran yang sangat


cinta terhadap ilmu pengetahuan, hal ini sudah terlihat dari pesan yang terkandung
dalam al-Qur’an yang diwahyukan pertama kali kepada Nabi Muhammad saw, yaitu surat
al-‘Alaq dengan diawali kata perintah iqra yang berarti (bacalah). Gairah intelektualitas
di dunia Islam ini berkembang pada saat Eropa dan Barat mengalami titik kegelapan,
Sebagaimana dikatakan oleh Josep Schumpeter dalam buku magnum opus- nya yang
menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu
masa yang dikenal sebagai dark ages. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya
merupakan masa kegemilangan umat Islam, suatu hal yang berusaha disembunyikan oleb
Barat karena pemikiran ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri
oleh para ekonom Barat. (Karim, 2007)
3. Masa renaisans dan modern

Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan


istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk
berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di
Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas
antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang
menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. (Bakhtiar,
2013)
Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung
atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era
sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi
perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme,
sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan
hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat
humanisme.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak
abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka
Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa
kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari
negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-
gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali
kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad ke-14M, rasionalisme pada abad ke-
17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M. (Bertens, 1986)
4. Periode Kontemporer

Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini.
Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi- teknologi canggih, dan
spesialisasi ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang
fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf.
Sebagian besar aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan
mutakhir di abad 20. Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak
dibicarakan adalah fisikawan. Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu
pada masa ini. Fisikawan yang paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert
Einstein. Ia lahir pada tanggal 14 Maret 1879 dan meninggal pada tanggal 18 April
1955 (umur 76 tahun). Alberth Einstein adalah seorang ilmuwan fisika. Dia
mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan
mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. (Surajiyo, 2004)

Karakteristik berfikir Filsafat


Karakteristik dasar filsafat oleh Jan Hendrik Rapar diungkapkan setidaknya
ada lima hal, yaitu berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari
kejelasan dan berpikir rasional. (Rapar, 1996)
1. Berpikir Radikal : Berpikir secara radikal adalah karakteristik utama filsafat, karena
filosuf berpikir secara radikal maka ia tidak akan pernah terpaku hanya pada fenomena
suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas
tertentu. Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa mengobarkan hasratnya untuk
menemukan akar seluruh kenyataan, termasuk realitas pribadinya. Berpikir radikal
yaitu berpikir secara mendalam, untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan.
2. Mencari Asas; Karakter filsafat berihkutnya adalah mencari asas yang paling hakiki
dari kesieluruhan realitas, yaitu berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi
suatu realitas, maka akan diketahui dengan pasti dan menjadi jelas keadaan realitas
tersebut. Oleh karena itu mencari asas adalah salah satu sifat dasar atau karakteristik
filsafat.
3. Memburu kebenaran; Berfilsafat berarti membuku kebenaran tentang segala sesuatu.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang tidak meragukan, oleh sebab itu
ia selalu terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang
lebih hakiki. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kebenaran filsafat tidak pernah
bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju
kebenaran baru yang lebih pasti.
4. Mencari kejelasan; Berfilsafat berarti berupaya mendapatkan kejelasan mengenai
seluruh realitas. Geisler Feinberg mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafat ialah
adaya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual. Mengejar kejelasan berarti harus
berjuang dengan gigih untuk mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas.
5. Berpikir Rasional; Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran dan
mencari kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir rasional.
Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis
bukan hanya sekekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal
sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang
tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan. Berpikir logis-sistematis-kritis
adalah ciri utama berpikir rasional, dan berpikir rasional adalah salah satu karakteritik
filsafat.
Sementara Mukhtar Latif (Latif, 2014) berpendapat inti dari kegiatan
berfilsafat ialah berpikir. Ciri-ciri berpikir secara filsafat adalah sebagai berikut:
1. Berpikir radikal, yaitu menggali sampai ke akar-akar persoalan yang paling
mendalam untuk menemukan hakekat atau makna yang sesungguhnya.
2. Berpikir secara menyeluruh, komprehensif, secara umum
(universal), tentang sesuatu.
3. Berpikir konseptual melalui perenungan atau kontemplasi yaitu
menemukan konsep atau teori, dan bukan untuk menemukan bukti empiris
(perceptual).
4. Berpikir secara koheren dan konsisten. Koheren
maksudnya sesuai dengan kaedah berpikir logis, dan konsisten maksudnya
pemikiran itu tidak mengandung kontradiksi.
5. Berpikir sistematik, yaitu pemikiran itu bertujuan, tersusun menurut sistem,
ide yang disusun saling berhubungan.
6. Berpikir bebas dan bertanggung jawab

3.Objek Material dan Objek Formal dalam Ilmu Manajemen Pendidikan Islam tentang
Kepemimpinan(Soal No.3)

Objek Material dan Objek Formal dari filsafat ilmu/ilmu pengetahuan dan manajemen
Pendidikan Islam yaitu :

1. Objek Material

Secara teoretik manajemen pendidikan Islam juga mengikuti kaidah-kaidah


manajemen pada umumnya dengan objek kajiannya adalah lembaga-lembaga pendidikan
Islam. Namun demikian, secara ontologik masih terdapat beberapa varian persepsi
mengenai bidang studi yang relatif baru ini. Ditilik dari namanya, bidang kajian ini
merupakan bidang kajian lintas disiplin (inter-desciplinary course), bahkan multi-
disiplin- jika pemisahan istilahnya adalah: manajemen + pendidikan Islam. Namun jika
pemisahannya adalah: manajemen + pendidikan + Islam, maka bidang kajian ini
merupakan bidang multi disiplin (multi-desciplinary course). Bisa juga pemisahannya
adalah: manajemen pendidikan + Islam. Tampaknya yang lebih menjadi concern
program studi adalah pemisahan model pertama (manajemen + pendidikan Islam).

Implikasi dari model kajian semacam itu adalah pengkaji dituntut untuk menguasai
lebih dari satu macam disiplin ilmu. Di satu sisi, pengkaji dituntut untuk menguasai ilmu
manajemen secara umum, dan di sisi yang lain dia juga dituntut untuk menguasai
konsep-konsep pendidikan Islam dengan menggunakan al Qur’an dan hadis sebagai cara
pandang. Ini tentu bukan pekerjaan mudah.

Sebagai program studi dengan bidang kajian khusus, secara ontologik manajemen
pendidikan Islam menetapkan kawasannya berdasarkan fakta empirik dan konsep
teoretik manajemen pendidikan Islam. Manajemen adalah sebuah konstruk teoretik.
Pendidikan adalah konsep substantif, tetapi masih di tingkat generik, sedangkan Islam
adalah konsep substantif di tingkat partikularistik. Dengan demikian, secara definitif
manajemen pendidikan Islam adalah proses mengelola lembaga-lembaga pendidikan
Islam seperti madrasah, pondok pesantren, dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi
Islam dengan menggunakan Islam (al Qur’an dan hadis) sebagai cara
pandang/perspektif. Diyakini lembaga-lembaga pendidikan tersebut memiliki ciri khusus
yang membedakaanya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya sehingga diperlukan
model pengelolaan secara khusus pula.

Secara lebih rinci, objek kajian manajemen pendidikan Islam meliputi: (1)
perangkat kegiatan apa saja yang membentuk konstruk manajemen, mulai dari planning,
organizing, actuating hingga controlling, (2) komponen-komponen sistemik yang
niscaya ada dalam fenomena pendidikan, mulai dari input, output, outcome, proses
belajar, sarana dan prasarana belajar, lingkungan, guru, kurikulum, personalia
pendukung, bahan ajar, masyarakat, evaluasi dan (3) fakta empirik yang diberi label
(pendidikan) Islam, dengan kekhususannya, seperti nilai-nilai yang berkembang di
lingkungan lembaga pendidikan Islam (ikhlas, barokah, tawadu’, istiqomah, ijtihad, dan
sebagainya).

Memahami pendidikan sebagai upaya teleologik di mana manajemen merupakan


bagian komponen yang tak terpisahkan dari praktik pendidikan, ilustrasi berikut dapat
dipakai mencari ruang/wilayah kajian penelitian.
Objek material ilmu pengetahuan dan manajemen pendidikan Islam yaitu meliputi
antara lain:
a. Kitab suci
Al-Quran sebagai sumber utama dalam kajian manajemen pendidikan islam
Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam
Al-qur’an sebagai berikut :

َ‫ﺳﻨَﺔٖ ِّﻣﻤﱠﺎ ﺗَﻌُﺪﱡون‬


َ َ‫ض ﺛ ُ ﱠﻢ ﯾَﻌۡ ﺮُ ُج إِﻟَﯿۡ ِﮫ ﻓِﻲ ﯾ َۡﻮ ٖم ﻛَﺎنَ ﻣِ ﻘۡ ﺪَارُ ٓۥهُ أَﻟۡ ﻒ‬
ِ ‫ﺴ َﻤﺎ ٓءِ إِﻟَﻰ ۡٱﻷ َۡر‬
‫ﯾُﺪَﺑِّﺮُ ۡٱﻷ َﻣۡ ﺮَ ﻣِ ﻦَ ٱﻟ ﱠ‬
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu. (QS. As-Sajdah:5)
Dari isi kandungan ayat di atas, dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah
pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah
swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT
telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola
bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
b. Produk akal budi manusia
Manajemen dalam pendidikan Islam tentu tidak lepas dari tujuan pendidikan
Islam. Menurut H.Athiyah Al-Abrasyi sebagaimana yang telah di kutip oleh Oemar
Muhammad At-Thoumy al-Syabani mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah:
a) Pembentukan akhlak yang mulia
b) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
c) menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran.
d) menyiapkan pelajar yang profesioanal disamping memelihara kerohanian dan
keagamaan.
e) mempersiapkan anak didik untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi
kemanfaatan sesuai dengnan tujuan pendidikan Islam di atas. (Al Syabany, 1997)
c. Alam fisik.
Dalam hal ini al-Syaibany mengemukakan bahwa prinsip-prinsip yang menjadi
dasar pandangan tentang alam raya meliputi dasar pemikiran:
a) Pendidikan dan tingkah laku manusia serta akhlaknya selain dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dipengaruhi pula oleh lingkungan fisik (benda-benda alam).
b) Lingkungan dan yang termasuk dalam alam raya adalah segala yang diciptakan
oleh Allah swt baik makhluk hidup maupun benda-benda alam
c) Setiap wujud (keberadaan) memiliki dua aspek, yaitu materi dan roh.
d) Dasar pemikiran ini mengarahkan falsafah pendidikan Islam menyusun konsep
alam nyata dan alam ghaib, alam materi dan alam ruh, alam dunia dan alam
akhirat
e) Alam senantiasa mengalami perubahan menurut ketentuan aturan pencipta.
f) Alam merupakan sarana yang disediakan bagi manusia untuk meningkatkan
kemampuan dirinya. (Al Syabany, 1997)
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan
aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan
melalui orang lain.
Sedangkan Sondang P Siagian, mengartikan manajemen sebagai kemampuan
atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain.

Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber
daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa
dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Disisi lain, Pendidikan Islam merupakan
proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yany terkait. Sumber belajar di sini
memiliki cakupan yang cukup luas, yaitu: (1) Manusia, yang meliputi
guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, dan para pengurus yayasan;
(2) Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku palajaran, dan sebagainya; (3)
Lingkungan, merupakan segala hal yang mengarah pada masyarakat; (4) Alat dan
peralatan, seperti laboratorium; dan (5) Aktivitas. Adapun hal-hal lain yang terkait bisa
berupa keadaan sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik, maupun sosio-religius
yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
2. Objek Formal

Objek formal dalam pengetahuan dan manajemen pendidikan islam banyak


mengkaji tentang metode.
Metode merupakan bagian integral dari epistemologi, karena epistemologi
mencakup banyak pembahasan termasuk metode. Metode epistemologi pendidikan Islam
adalah sebagai metode-metode yang dipakai dalam menggali, menyusun dan
mengembangkan pendidikan Islam. Dengan kata lain, adalah metode-metode yang
dipakai dalam membangun ilmu pendidikan Islam.
Metode epistemologi pendidikan Islam adalah metode yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan tentang pendidikan Islam. Ada perbedaan
antara metode epistemologi pendidikan Islam dengan metode penelitian pendidikan
Islam. Metode epistemologi Islam lebih berada pada tataran pemikiran filosofis,
sedangkan metode penelitian pendidikan Islam berada pada tataran teknis dan
operasional. Metode epistemologi pendidikan Islam merupakan alat filsafat yang
membahas pengetahuan pendidikan Islam.
Metode epistemologi pendidikan Islam berusaha membangun, merumuskan dan
memproses pengetahuan tentang pendidikan Islam. Menurut Mujamil Qomar (dalam
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, 2010;8) dari perenungan-perenungan terhadap ayat-
ayat Al-Quran, Hadits Nabi dan penalaran sendiri, untuk sementara didapatkan lima
macam metode yang secara efektif untuk membangun pengetahuan tentang pendidikan
Islam, yaitu:
a. Metode Rasional (Manhaj ‘Aqli)
b. Metode Intuitif (Manhaj Zawqi)
c. Metode Dialogis (Manhaj Jadali)
d. Metode Komparatif (Manhaj Maqaran)
e. Metode Kritik (Manhaj Naqdi)
Pengertian kepemimpinan menurut Rodd (dalam Syarifudin, 2002:140)
"Leadership can be described as a process by which one personates certain standards and
expectations and influences the actions of others to behave in what in is considered a
desirable direction. Pengertian ini mengandung arti, bahwa kepemimpinan dapat
digambarkan sebagai suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk
berperilaku sesuai dengan diarahkannya. Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi,
mendorong, mengajak, membimbing, mengarahkan atau memaksa orang lain berbuat. Hal
tersebut terlihat di dalam proses memimpin yang terjadi dalam hubungan. antara manusia
dengan manusia lain, maupun antara individu dengan kelompok individu yang
terorganisir secara temporer atau permanen dalam suatu wadah yang disebut organisasi,
lembaga, kantor, atau bentuk-bentuk kelompok lainnya. Selanjutnya Newell memberi
definisi serupa tentang kepemimpinan: "Leadership may be defined as a process
through which persons or group intentionally influence others in the development and
attainment of group or Organizational goals".Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
suatu proses terus menerus yang mana individu atau kelompok dengan sengaja
mempengaruhi orang lain dalam perkembangan dan pencapaian tujuan organisasi atau
kelompok tersebut. Pendapat tersebut di atas diperkuat Gardner sebagai berikut:
"Leadership is the process of persuasion or example by which an individual (or
leadership team) induces a group to pursue objectives held by the leader or shared by the
leader and his or her fallowers". Pendapat ini mengatakan, bahwa kepemimpinan adalah
proses membujuk oleh seseorang yang menyebabkan suatu kelompok mengikuti
tujuan yang diselenggarakan oleh pimpinan dan para pengikutnya. Pengertian
kepemimpinan yang telah diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa
kepemimpinan mempunyai arti yang sama yaitu kepemimpinan sebagai kemampuan yang
dimiliki seseorang dalam proses mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan orang lain
agar mereka dapat mengikuti apa yang diinginkan yaitu tujuan yang telah ditetapkan.

4.Kedudukan Teori Ilmu Manajemen dan Menganalisa Teori Manajemen dalam


Kajian Kepemimpinan Kepala Sekolah (Soal No. 4)

Wiles (dalam Syarifudin, 2002:140) secara singkat mendefinisikan


kepemimpinan dari sudut pandang yang agak berbeda, dan pengertiannya lebih luas
dari pendapat para ahli lainnya. Wiles menjelaskan “Leadership is any contributiin to
establishment and attainment of group purposes” Pendapat ini memandang
kepemimpinan bukan sebagai satu kesiapan, kemampuan, atau energy belaka, tetapi
lebih menekankan kepemimpinan sebagai satu sumbangan dari setiap orang yang
bermanfaat didalam penetapan dan pencaaian tujuan kelompok bersama.

Setelah dipahami pengertian pokok tentang kepemimpinan yang bersifat


definitif, maka data dipersempit pembahasan yaitu kepemimpinan yang dimiliki oleh
mereka yang bergerak dalam lapangan pendidikan dan pengajaran. Dengan menyebut
Kepemimpinan Pendidikan maka, disamping menjelaskna dimana kepemimpinan itu
berada dan berperan, tambahan kata pendidikan dibelakang kata ‘kepemimpinan’
yang bersifat mendidik dan membimbing tetapi bukan memaksa dan menekan dalam
bentuk apapu.

Dari titik tolak itu, maka dapat dirumuskan pengertian kepemimpinan


pendidikan sebagai satu kemampuan dan proses hubungannya dengan pengembangan
ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agar kegiat-kegiatan
yang dijalankan dapat lebih efesien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan
pendidikan dan pengajaran.

Selanjutnya kepemimpinan pendidikan clapat dikelompokkan menjadi clua


yaitu pemimpin resmi clan pemimpin ticlak resmi. Kepemimpinan resmi ditempati
oleh mereka yang mempunyai posisi pimpinan clalam struktur organisasi pendidikan, baik
yang diangkat pihak atasan maupun yang dipilih oleh anggota. Seclangkan
kepemimpinan yang ticlak resmi aclalah pimpinan yang clalam struktur organisasi
pendidikan ticlak menclucluki posisi pimpinan. Dari kriteria tersebut, maka Kepala
Sekolah termasuk pimpinan resmi.

Kepala Madrasah sebagai pemimpin pada hakekatnya adalah seorang yang


mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain di dalam kerjanya
dengan menggunakan kekuasaan. Dalam dunia pendidikan kepemimpinan kepala
Madrasah sangat urgen, karena berkaitan erat dengan sistem input, proses dan
output peserta didik dan warga Madrasah itu sendiri. Dari ketiga unsur itulah
pemimpin pendidikan yaitu kepala Madrasah akan bergerak dalam upaya
menghasilkan kualitas lembaga pendidikan yang kompeten dan mampu bersaing
dengan lembaga-lembaga pendidikan lain.
Selain dalam kepemimpinan kepala Madrasah harus memiliki komitmen
terhadap lembaganya, ini merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dan penting,
karena komitmen pada lembaga mengarah kepada ikatan psikologis antara individu
terhadap lembaga tersebut, dimana individu mau untuk selalu meningkatkan dan
mengembangkan diri atas nama organisasi atau lembaga. Komitmen dapat diartikan
sebagai suatu hasil dan investasi atau kontribusi terhadap organisasi atau suatu
pendekatan psikologis dimana komitmen digambarkan sebagai suatu hal yang positif,
keterlibatan yang tinggi, orientasi intensitas tinggi terhadap organisasi. Komitmen
dan kompetensi kepala Madrasah menjadi mesin utama agar seseorang bekerja
sepenuh hati sehingga dapat mewujudkan hasil dari pemikirannya dalam bentuk
nyata. (Amalia et ll, 2021)

5.Landasan Ontologi, Epistemologi dan Axiologi Filsafat Ilmu untuk pengembangan


teori Manajemen Pendidikan Islam dalam Kepemimpinan Masa Depan (Soal No. 5)

Encep Syarifudin (Syarifudin, 2013:247-252) mendefinisikan term


kepemimpinan dalam Islam dengan Khalifah, Imam, UIi al-Amri. Hal ini merujuk
pada sumber Al Qur’an yang telah mensiratkan istilah-istilah tersebut.
1. Khalifah
Dalam AI-Qur'an kata yang berasal dari Khalif ini ternyata disebut
sebanyak 127 kali, dalam 12 kata kejadian. Maknanya berkisar diantara
kata kerja menggantikan, meninggalkan, atau kata benda pengganti atau
pewaris, tetapi ada juga yang artinya telah "menyimpang" seperti berselisih,
menyalahi janji, atau beraneka ragam.Sedangkan dari perkataan khalf yang
artinya suksesi, pergantian atau generasi penerus, wakil, pengganti,
penguasa - yang terulang sebanyak 22 kali dalam AI-Qur'an - lahir kata
khilafah.Kata ini menurut keterangan Ensiklopedi Islam, adalah istilah
yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam,
yang bersinonim dengan kata imamah yang berarti kepernimpinan.
Adapun ayat-ayat yang menunjukkan istilah khalifah baik dalam
bentuk mufrad maupun jamaknya, antara lain:

‫ﺴﺒِّ ُﺢ‬
َ ُ‫ض َﺧﻠِﯿﻔ َٗۖﺔ ﻗَﺎﻟُﻮٓ اْ أَﺗ َۡﺠﻌَ ُﻞ ﻓِﯿﮭَﺎ ﻣَﻦ ﯾُﻔۡ ِﺴﺪُ ﻓِﯿﮭَﺎ وَ ﯾَﺴۡ ﻔِﻚُ ٱﻟ ِﺪّ َﻣﺎ ٓ َء وَ ﻧ َۡﺤﻦُ ﻧ‬ ِ ‫ ﻓِﻲ ۡٱﻷ َۡر‬ٞ‫وَ إِ ۡذ ﻗَﺎ َل رَ ﺑﱡﻚَ ﻟِﻠۡ َﻤ ٰ ٓﻠَﺌِ َﻜ ِﺔ إِﻧِّﻲ ﺟَﺎﻋِﻞ‬
َ‫ﺑِﺤَﻤۡ ﺪِكَ وَ ﻧُﻘَﺪِّسُ ﻟ ۖ ََﻚ ﻗَﺎ َل إِﻧِّ ٓﻲ أَﻋۡ ﻠَ ُﻢ ﻣَﺎ َﻻ ﺗَﻌۡ ﻠَﻤُﻮن‬

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya


Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al Baqarah:
30)
َ‫ﺻ ِﺪﻗِﯿﻦ‬ َٰ ۡ‫ﺐ ٔ◌◌ُ وﻧِﻲ ﺑِﺄ َﺳۡ َﻤﺎ ٓءِ ٰ َھٓﺆُ َﻻٓءِ إِن ﻛُﻨﺘ ُﻢ‬
ِ ۢ‫ﺿﮭُﻢۡ َﻋﻠَﻰ ٱﻟۡ َﻤ ٰ ٓﻠَﺌِ َﻜ ِﺔ ﻓَﻘَﺎ َل أَﻧ‬
َ َ‫وَ َﻋﻠﱠ َﻢ ءَادَ َم ۡٱﻷ َﺳۡ َﻤﺎ ٓ َء ُﻛﻠﱠﮭَﺎ ﺛ ُ ﱠﻢ ﻋَﺮ‬

Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar!" (QS. Al Baqarah: 30)

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Khalifah bisa dipakai untuk:
menyebut suatu generasi atau kaum dan dapat pula individu, serta pengganti
yang bisa menerima kekuasaan, kewenangan dari orang lain yang bersifat
sementara. Dengan demikian paling tidak ada tiga makna khalifah.Pertama
adalah Adam yang merupakan symbol manusia sehingga kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa manusia berfungsi sebagai khalifah dalam kehidupan.Kedua,
khalifah berarti generasi penerus atau generasi pengganti yang diemban
secara kolektif oleh suatu generasi.Ketiga, khalifah afalah kepala Negara atau
pemerintahan.

2.Imam
Dalam Al-Qur'an kata imam di terulang sebanyak 7 kali atau kata
aimmah teruLang 5 kali. Kata imam dalam Al-Qur'an mempunyai beberapa arti
yaitu, nabi, pedoman, kitablbukulteks, jalanlurus,danpemimpin. Adapun
ayat-ayat yang menunjukkao istilah imam antara lain QS. al-Furqan (25): 74

‫ٱﺟﻌَﻠۡ ﻨَﺎ ﻟِﻠۡ ُﻤﺘﱠﻘِﯿﻦَ إِﻣَﺎﻣًﺎ‬


ۡ َ‫وَ ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﻘُﻮﻟُﻮنَ رَ ﺑﱠﻨَﺎ ھ َۡﺐ ﻟَﻨَﺎ ﻣِ ۡﻦ أ َۡزوَٰ ﺟِ ﻨَﺎ وَ ذ ِ ُّر ﱠٰﯾ ِﺘﻨَﺎ ﻗُﺮﱠ ةَ أَﻋۡ ﯿ ُٖﻦ و‬

Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Konsep imam dari bebarapa ayat di atas menunjukkan suami sebagai


pemimpin rujrnah tangga dan juga nabi Ibrahim sebagai pemirnpin
umatnya.

3. Uli al- Amri


Istilah Ulu al-Amri oleh ahli Al-Qur'an, Nazwar Syamsu, diterjemahkan
sebagai functionaries, orang yang rnengemban tugas, atau diserahi
menjalankan fungsi tertentu dalam suatu organisasi.
Hal yang menarik memahami uli al-Amri ini adalah keragaman
pengertian yang terkandung dalam kata amr. Istilah yang mempunyai akar kata
yang sarna dengan amr yang berinduk kepada kata a-m-f, dalam Al-Qur'an
berulang sebanyak 257 kali. Sedang kata amr sendiri disebut sebanyak 176
kali dengan berbagai arti, menurut konteks ayatnya.
Kata amr bisa diterjemahkan dengan perintah (sebagai perintah
Tuhan) , urusan (manusia atau Tuhan), perkara, sesuatu, keputusan (oleh
Tuhan atau manusia), kepastian (yang ditentukan oleh Tuhan) , bahkan juga
bisa diartikan sebagaia tugas, misi, kewajiban dan kepemimpinan.
Berbeda dengan ayat-ayat yang menunjukkan istilah amr, ayat- ayat
yang yang rnenunjukkan istilah uli-al-Amri dalam Al-Qur'an hanya disebut
2 kali.

‫ِﯾﻼ‬
ً ‫ﻦُ ﺗَ ۡﺄو‬
art
‫ِﯾﻼ‬
ً ‫ﺮ وَ أ َۡﺣﺴَﻦُ ﺗَ ۡﺄو‬ٞ ۡ‫ﻟِﻚَ ﺧَﯿ‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Menurut Encep Syarifudin (Syarifudin, 2013) beberapa faktor yang menjadi kriteria
bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin adalah antara lain:
a. Faktor Keulamaan
Dalam AI-Fatir ayat 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-
hamba Allah, yang paling takut adalah al-ulama. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan
selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-
Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah
b. Faktor Intelektual (Kecerdasan)
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara
emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ). Dalam hadits Rasulullah
melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai
dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah matt, dan orang yang bodoh (al-
ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai
berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan. (HR. Bukhari,
Muslim, Al-Baihaqy)

Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah


orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya.Bersikap lembut, pemaaf,
dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia
lebih mengutamakan hujjah AI- Quran dan AI-Hadits, daripada hanya
sekedar nafsu dan keinginannya. Ia akan menganalisa semua aspek dan
faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengarnbilan keputusan.
c. Faktor Keteladanan
Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan
dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq.maka seorang pemimpin
haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga,
meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu
menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah. maka seorang pemimpin
haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sebingga dengannya
mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kebidupan sosial
rnasyarakat. Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan.
Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa,
tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru
akan membawa kerusakan dan kehancuran.

Dalam pandangan Encep Syarifudin kepemimpinan masa depan menurut


ajaran Islam berarti kepemimpinan yang harus mencontoh pada kepemimpinan
Rosulullah SAW, dan berpedoman atau berpegang teguh pada AI-Qur'an dan
hadist. Seorang pemimpin harus memiliki sifat sidiq, amanah, tabligh, fathonah.
Konsep kullukum rain, akan memberikan dampak sangat luar bisa dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, khususnya di dalam pengembangan
pendidikan dan kepemimpinan masa kini.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Syabany, Oemar Muhammad at-Toumy (1997) Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta,


Bulan Bintang
Arifin, Muzayyin (2010). Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Bakhtiar, Amsal (2013). Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Bertens, K. ( 1986),Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius
Karim, Adiwarman (2007). A. Ekonomi Mikro Islami, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, Edisi Ke-3
Latif, Mukhtar (2014). Orientasi Ke Arah Filsafat Ilmu,Jakarta: Kencana Prenadamedia
grup.
Langeveld, M.J. (1959). Menuju Kepemikiran Filsafat (terjemahan G.J.Claesen, Jakarta:
PT Pembangunan.
Russell, Bertrand (2004) Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Soso-
Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rapar, Jan Hendrik ( 1 9 9 6 ) . Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Penerbit Kanisius
R., Amalia, E., Syarifudin, & Zohriah, A. (2021). Kepemimpinan Dan Komitmen Kepala
Madrasah Pengaruhnya Terhadap Kinerja Guru. An-Nidhom: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 6(1), 108-121.
Surajiyo, ( 2 0 0 7 ) . Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar
Jakarta: Bumi Aksara
Soelaiman, Darwis A. (2019). Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam,
Aceh:Penerbit Bandar Publishing.
Suseno, Franz Magnis (1992). Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Syarifudin, Encep (2013). Kepemimpinan Masa Depan, Tsaqofah, Vol. 11 No.02 (Juli-
Desember).
Syarifudin, Encep (2002). Peranan Pengetahuan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Al
Qalam, Vol. 19, No. 93, 133-149

Anda mungkin juga menyukai