Disusun oleh
ANAS NASRUDIN
NIM : 21120107
MPI / Reguler 1B
Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di Mesir dan
Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa
Yunanilah yang menyempurnakannya. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani
merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Zaman ini
berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M.
Periode Yunani merupakan tonggak awal berkembangnnya ilmu pengetahuan
dalam sejarah peradaban umat manusia. Perkembangan ilmu ini dilatarbelakangi dengan
perubahan paradigma dan pola pikir yang berkembang saat itu. Sebelumnya bangsa
Yunani masih diselemuti oleh pola pikir mitosentris, namun pada abad ke 6 SM di
Yunani lahirlah filsafat yang dikenal dengan the greek miracle. “The Greek miracle”
sebagai peristiwa ajaib Yunani. Timbulnya filsafat di tempat itu dan pada saat itu memang
dapat disebut suatu peristiwa ajaib karena tidak mungkin memberi alasan-alasan yang
akan menerangkan kejadian itu secara memuaskan. (Russell, 2004)
Zaman Kegelapan
Sebelum masuk periode Islam ada yang menyebut sebagai periode pertengahan.
Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya. Karena awal mula zaman ini
pada abad 6 M sampai sekitar abad 14 M. Zaman ini disebut dengan zaman kegelapan
(The Dark Ages). Zaman ini ditandai dengan tampilnya para Theolog di lapangan ilmu
pengetahuan. Sehingga para ilmuwan yang ada pada zaman ini hampir semua adalah
para Theolog. Begitu pula dengan aktifitas keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar
atau mendukung kepada agama. Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait
erat dengan aktivitas keagamaan. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan
sebagai Anchilla Theologiae (Pengabdi Agama). Selain itu, yang menjadi ciri khas pada
masa ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci sebagai pegangan.
(Surajiyo, 2007)
2. Periode Islam.
Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini.
Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi- teknologi canggih, dan
spesialisasi ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang
fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf.
Sebagian besar aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan
mutakhir di abad 20. Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak
dibicarakan adalah fisikawan. Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu
pada masa ini. Fisikawan yang paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert
Einstein. Ia lahir pada tanggal 14 Maret 1879 dan meninggal pada tanggal 18 April
1955 (umur 76 tahun). Alberth Einstein adalah seorang ilmuwan fisika. Dia
mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan
mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. (Surajiyo, 2004)
3.Objek Material dan Objek Formal dalam Ilmu Manajemen Pendidikan Islam tentang
Kepemimpinan(Soal No.3)
Objek Material dan Objek Formal dari filsafat ilmu/ilmu pengetahuan dan manajemen
Pendidikan Islam yaitu :
1. Objek Material
Implikasi dari model kajian semacam itu adalah pengkaji dituntut untuk menguasai
lebih dari satu macam disiplin ilmu. Di satu sisi, pengkaji dituntut untuk menguasai ilmu
manajemen secara umum, dan di sisi yang lain dia juga dituntut untuk menguasai
konsep-konsep pendidikan Islam dengan menggunakan al Qur’an dan hadis sebagai cara
pandang. Ini tentu bukan pekerjaan mudah.
Sebagai program studi dengan bidang kajian khusus, secara ontologik manajemen
pendidikan Islam menetapkan kawasannya berdasarkan fakta empirik dan konsep
teoretik manajemen pendidikan Islam. Manajemen adalah sebuah konstruk teoretik.
Pendidikan adalah konsep substantif, tetapi masih di tingkat generik, sedangkan Islam
adalah konsep substantif di tingkat partikularistik. Dengan demikian, secara definitif
manajemen pendidikan Islam adalah proses mengelola lembaga-lembaga pendidikan
Islam seperti madrasah, pondok pesantren, dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi
Islam dengan menggunakan Islam (al Qur’an dan hadis) sebagai cara
pandang/perspektif. Diyakini lembaga-lembaga pendidikan tersebut memiliki ciri khusus
yang membedakaanya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya sehingga diperlukan
model pengelolaan secara khusus pula.
Secara lebih rinci, objek kajian manajemen pendidikan Islam meliputi: (1)
perangkat kegiatan apa saja yang membentuk konstruk manajemen, mulai dari planning,
organizing, actuating hingga controlling, (2) komponen-komponen sistemik yang
niscaya ada dalam fenomena pendidikan, mulai dari input, output, outcome, proses
belajar, sarana dan prasarana belajar, lingkungan, guru, kurikulum, personalia
pendukung, bahan ajar, masyarakat, evaluasi dan (3) fakta empirik yang diberi label
(pendidikan) Islam, dengan kekhususannya, seperti nilai-nilai yang berkembang di
lingkungan lembaga pendidikan Islam (ikhlas, barokah, tawadu’, istiqomah, ijtihad, dan
sebagainya).
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber
daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa
dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Disisi lain, Pendidikan Islam merupakan
proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yany terkait. Sumber belajar di sini
memiliki cakupan yang cukup luas, yaitu: (1) Manusia, yang meliputi
guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, dan para pengurus yayasan;
(2) Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku palajaran, dan sebagainya; (3)
Lingkungan, merupakan segala hal yang mengarah pada masyarakat; (4) Alat dan
peralatan, seperti laboratorium; dan (5) Aktivitas. Adapun hal-hal lain yang terkait bisa
berupa keadaan sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik, maupun sosio-religius
yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
2. Objek Formal
ﺴﺒِّ ُﺢ
َ ُض َﺧﻠِﯿﻔ َٗۖﺔ ﻗَﺎﻟُﻮٓ اْ أَﺗ َۡﺠﻌَ ُﻞ ﻓِﯿﮭَﺎ ﻣَﻦ ﯾُﻔۡ ِﺴﺪُ ﻓِﯿﮭَﺎ وَ ﯾَﺴۡ ﻔِﻚُ ٱﻟ ِﺪّ َﻣﺎ ٓ َء وَ ﻧ َۡﺤﻦُ ﻧ ِ ﻓِﻲ ۡٱﻷ َۡرٞوَ إِ ۡذ ﻗَﺎ َل رَ ﺑﱡﻚَ ﻟِﻠۡ َﻤ ٰ ٓﻠَﺌِ َﻜ ِﺔ إِﻧِّﻲ ﺟَﺎﻋِﻞ
َﺑِﺤَﻤۡ ﺪِكَ وَ ﻧُﻘَﺪِّسُ ﻟ ۖ ََﻚ ﻗَﺎ َل إِﻧِّ ٓﻲ أَﻋۡ ﻠَ ُﻢ ﻣَﺎ َﻻ ﺗَﻌۡ ﻠَﻤُﻮن
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Khalifah bisa dipakai untuk:
menyebut suatu generasi atau kaum dan dapat pula individu, serta pengganti
yang bisa menerima kekuasaan, kewenangan dari orang lain yang bersifat
sementara. Dengan demikian paling tidak ada tiga makna khalifah.Pertama
adalah Adam yang merupakan symbol manusia sehingga kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa manusia berfungsi sebagai khalifah dalam kehidupan.Kedua,
khalifah berarti generasi penerus atau generasi pengganti yang diemban
secara kolektif oleh suatu generasi.Ketiga, khalifah afalah kepala Negara atau
pemerintahan.
2.Imam
Dalam Al-Qur'an kata imam di terulang sebanyak 7 kali atau kata
aimmah teruLang 5 kali. Kata imam dalam Al-Qur'an mempunyai beberapa arti
yaitu, nabi, pedoman, kitablbukulteks, jalanlurus,danpemimpin. Adapun
ayat-ayat yang menunjukkao istilah imam antara lain QS. al-Furqan (25): 74
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
ِﯾﻼ
ً ﻦُ ﺗَ ۡﺄو
art
ِﯾﻼ
ً ﺮ وَ أ َۡﺣﺴَﻦُ ﺗَ ۡﺄوٞ ۡﻟِﻚَ ﺧَﯿ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Menurut Encep Syarifudin (Syarifudin, 2013) beberapa faktor yang menjadi kriteria
bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin adalah antara lain:
a. Faktor Keulamaan
Dalam AI-Fatir ayat 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-
hamba Allah, yang paling takut adalah al-ulama. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan
selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-
Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah
b. Faktor Intelektual (Kecerdasan)
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara
emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ). Dalam hadits Rasulullah
melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai
dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah matt, dan orang yang bodoh (al-
ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai
berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan. (HR. Bukhari,
Muslim, Al-Baihaqy)