Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL

Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Tindakan Pemberantasan


Sarang Nyamuk (PSN) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pagimana Kecamatan Pagimana

FEBRIYANTO NASIR
202201101

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
TAHUN 2024

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat. Menurut (Hadriyati,

Marisdayana dan Ajizah. 2016) DBD disebabkan oleh kondisi lingkungan yang

tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu terdapat genangan air yang merupakan

tempat berkembangbiaknya nyamuk aedes aegypti. Perilaku masyarakat dalam

melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3M

Plus (menguras, menutup, mengubur) kurang maksimal sehingga menyebabkan

DBD meningkat menurut (Priesley, Reza dan Rusdji. 2018). Kesimpulannya,

penyebab terjadinya penyakit DBD akibat dari kondisi lingkungan yang buruk

dan tindakan PSN yang kurang maksimal.

Penyakit yang sudah menyebar luas dibeberapa daerah didunia dengan

jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya merupakan DBD.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 menunjukan bahwa

terjadi peningkatan jumlah kasus DBD dari 2,2 juta pada tahun 2010 menjadi

3,2 juta pada tahun 2015. Daerah yang jumlah penderita DBD paling tinggi

terkena dampak DBD yaitu Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat

(Lumingas, Kaunang dan Asrifuddin. 2016). Pada tahun 2016 wilayah Amerika

melaporkan lebih dari 2,38 juta kasus DBD dan wilayah Pasifik Barat

melaporkan lebih dari 375.000 kasus DBD. Pada tahun 2017 terjadi penurunan

signifikan di laporkan dalam jumlah kasus DBD di Amerika yaitu 548.263

kasus, ini mewakili penurunan 73%. Kesimpulannya, Jumlah persentase

Demam Berdarah Dengue didunia setiap tahunnya meningkat.

2
Di Indonesia kejadian DBD merupakan salah satu penyakit yang

tertinggi. Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2017 menunjukan bahwa

kasus DBD berjumlah 68.407 dengan jumlah kematian sebanyak 0,72%.

Jumlah tersebut menurun cukup drastis dari tahun sebelumnya, yaitu 204.171

kasus dengan jumlah kematian sebanyak 0,78%. Angka kesakitan DBD tahun

2017 menurun dibandingkan tahun 2016 yaitu dari 78,85 menjadi 26,10 per

100.000 penduduk dengan angka kematian atau nilai Case Fatality Rate (CFR)

tahun 2016 0,78% menjadi 0,72% pada tahun 2017 (Kemenkes RI, 2017).

Dapat disimpulkan bahwa angka kejadian DBD terjadi peningkatan pada tahun

2016 dan menurun pada tahun 2017.

Di Provinsi Sulawesi Tengah kasus DBD berfluktuatif setiap

tahunnya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas. Tiga

tahun berturut-turut bahwa dari 13 Kabupaten/Kota yang melaporkan

data kasus DBD sampai bulan Desember setiap tahun berjalan

menunjukkan di tahun 2022 terdapat 2097 kasus (IR = 66,37 per 100

ribu penduduk) dengan kematian 15 orang (CFR = 0,72%). Sedangkan

jumlah kasus tahun 2021 terdapat 670 kasus (IR = 22,70/100.000

penduduk) dengan jumlah kematian 5 orang (CFR = 0,75%). Jumlah

kasus pada tahun 2020 terdapat 1.190 kasus (IR : 40,31 per 100.000

penduduk) dengan jumlah kematian 12 orang (CFR : 1.01%).

Bila dibandingkan dari tahun sebelumnya (tahun 2021), pada

tahun 2022 mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu 1427

kasus (, dan bila mengacu pada indikator bahwa target kasus

diharapkan IR ≤ 49/100.000 penduduk, maka pada tahun 2022 target

indikator dimaksud tidak tercapai yaitu IR : 66,65/100.000 penduduk,

3
dan untuk angka kematian (CFR) targetnya indikator ≤ 1 % dengan

capaiannya 0,72%.

Pada tahun 2022 kasus tertinggi berada di Kota Palu dengan

jumlah kasus 640 penderita (IR : 158/100.000 penduduk), meninggal 7

orang (CFR : 1,09). Kasus tertinggi berikutnya adalah Kabupaten

Tolitoli jumlah kasus 317 penderita (IR:131,67/100.000 penduduk),

meninggal 0 orang (CFR :0,00) dan selanjutnya Kabupaten Banggai

dengan jumlah kasus 100 orang (R :40,13) dan ada 1 yang meninggal.

4
Angka kejadian DBD disebabkan karena tindakan pemberantasan sarang

nyamuk dengan cara 3M (menutup, menguras dan mengubur) yang dilakukan

kurang maksimal. Dari hasil observasi juga terdapat kondisi lingkungan yang

kurang bersih seperti terdapat genangan air dan kantong plastik digunakan

sebagai tempat sampah sehingga menimbulkan banyak lalat yang akan

mengakibatkan nyamuk bebas berkembangbiak. Kesimpulannya, dari data tiga

tahun terakhir angka kematian penderita DBD mengalami peningkatan pada

tahun 2018.

Masalah kesehatan yang masih sulit ditangani oleh masyarakat yaitu

kejadian DBD. Sehingga petugas kesehatan di Puskesmas melaksanakan

program pemberantasan sarang nyamuk yaitu penyuluhan kesehatan tentang

penyakit DBD, dilakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu dengan

melakukan Fogging (Pengasapan) dan abatasi atau larvasida setiap terdapat

penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Pagimana. Kesimpulan, petugas

kesehatan Puskesmas Pagimana telah melaksanakan program untuk mencegah

kejadian DBD.

Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banggai

khususnya Dinas Kesehatan dalam menangani kejadian DBD di Manado.

Upaya tersebut yaitu promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, melakukan

fogging namun pemerintah menyebut fogging bukanlah pencegahan yang

utama tetapi kebersihan lingkungan (Dinkes, 2019). Dapat disimpulkan bahwa

pernyataan dari Pemerintah Kabupaten Banggai upaya pencegahan DBD

yaitu kebersihan

5
lingkungan sehingga peran dari masyarakat sangat penting dalam pengendalian

vektor nyamuk tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hadriyati pada tahun 2016 di

Puskesmas Kota Jambi, hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat 39

responden (41,1%) memiliki tempat penampungan air bersih kurang baik,

terdapat jentik nyamuk dengan nilai (p=0,006≤0,05) dan terdapat 43 responden

(45,3%) yang tidak memiliki tempat pembuangan sampah dengan nilai

(p=0,002≤0,05) terdapat hubungan yang signifikan antara tempat penampungan

air bersih dan penyediaan termpat sampah dengan kejadian DBD. Dan

penelitian yang dilakukan oleh Marali pada tahun 2018 di Puskesmas Sudiang

menunjukan bahwa terdapat 24 responden kasus (85,7%) dan 16 responden

kontrol (57,1%) yang tidak melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk

(PSN) dengan nilai (p=0,018<0,05) terdapat hubungan yang signifikan antara

tindakan PSN dengan kejadian DBD.

Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan agar dapat menambah

informasi atau pengetahuan masyarakat tentang sanitasi lingkungan dan

tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk mencegah kejadian DBD

sehingga dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan hidup

bersih dan melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk yang dapat

mengurangi kejadian DBD. Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas dalam

melaksanakan program-program untuk memberantas atau mencegah penyakit

DBD pada masyarakat. Dan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi

peneliti mengenai penyakit DBD maupun sanitasi lingkungan dan tindakan

pemberantasan sarang nyamuk.

6
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peniliti tertarik untuk

meneliti “Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Tindakan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di

Wilayah Kerja Puskesmas Pagimana Kecamatan Pagimana”.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Diidentifikasi hubungan antara sanitasi lingkungan dan tindakan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Pagimana Kecamatan Pagimana.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Diidentifikasi karateristik responden di wilayah kerja Puskesmas

Pagimana Kecamatan Pagimana.

2. Diidentifikasi gambaran sanitasi lingkungan di wilayah kerja Puskesmas

Pagimana Kecamatan Pagimana.

3. Diidentifikasi gambaran tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di

wilayah kerja Puskesmas Pagimana Kecamatan Pagimana.

4. Dianalisis hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Pagimana

Kecamatan Pagimana.

5. Dianalisis hubungan tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja

Puskesmas Pagimana Kecamatan Pagimana.

7
1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas

Pagimana Kecamatan Pagimana?

1.3.2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara tindakan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

wilayah kerja Puskesmas Pagimana Kecamatan Pagimana?

1.4 Ringkasan Bab

Bab I Pendahuluan, bab ini menjelaskan latar belakang yang membahas

tentang data-data penunjang yang mendukung masalah yang diangkat yaitu

“Hubungan antara sanitasi lingkungan dan tindakan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah

kerja Puskesmas Pagimana Kecamatan Pagimana. Bab II Tinjauan Pustaka,

pada bab ini menjelaskan bahwa tinjauan pustaka ini menguraikan teori, konsep

dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. Bab

III Kerangka Konsep, pada bab ini menjelaskan kerangka konsep, hipotesis dan

definisi operasional, kerangka konsep merupakan rangkuman dari kerangka

teori yang dibuat dalam bentuk gambar yang menghubungkan antara variabel

yang diteliti dan variabel lain yang terkait.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan bahwa Tinjauan Pustaka menguraikan variabel

Dependen dan Independen. Variabel Dependen yang menjelaskan tentang penyakit

DBD dan variabel Independen menjelaskan tentang sanitasi lingkundan dan tindakan

pemberantasan sarang nyamuk. Bab ini juga membahas tentang penelitian terkait dan

teori keperawatan yang mendukung penelitian.

2.1 Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan

kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Zulkoni, 2011).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue

yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti (Priesley, dkk. 2018). DBD

adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran

darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes aegypti atau Aedes

Albopictus (Hadriyati, dkk. 2016). Jadi kesimpulannya, DBD merupakan

penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue dan ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

DBD disebabkan oleh virus dengue yang merupakan virus RNA untai

tunggal, genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe yaitu Dengue-1, Dengue-

2, Dengue-3 dan Dengue-4. Struktur antigen keempat serotipe ini sangat mirip

satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak

dapat memberikan perlindungan silang atau hanya sebagian kecil yang dapat

memberikan perlindungan silang. Virus ini tergolong Arthropod-borne Aedes

9
antara lain Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus menurut (Zulkoni, 2011).

Kesimpulannya, penyebab dari DBD yaitu virus dengue yang terdiri dari empat

serotipe dengue.

Menurut (Irianto, 2013), derajat keparahan penyakit DBD dibagi

menjadi 4 derajat meliputi Derajat 1 yaitu demam, uji torniket (+) dan

kematian; Derajat II yaitu demam dengan perdarahan spontan, pada umumnya

dikulit dan atau perdarahan ditempat lain; Derajat III yaitu ditemukan

kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lembut, tekanan nadi I

(<20 mmHg) atau hipotensi dengan kulit dingin, lembab dan gelisah; Derajat

IV yaitu renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang tidak terukur.

Kesimpulannya, DBD mempunyai klasifikasi yang dibagi menjadi empat

derajat.

Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti mempunyai empat fase. Pertama

telur, sangat sensitif dan tidak dapat hidup pada suhu rendah 100C, Tetapi dapat

hidup pada kekeringan. Telur dapat bertahan hidup >1 tahun pada suhu 21 0C.

Telur sering menetas secara bersamaan menjadi jentik pada suhu optimum 25 0-

270C didalam air menurut (Putri, 2009). Kedua jentik/larva, dipengaruhi oleh

suhu air, kepadatan populasi dan tersediannya makanan. Jentik akan menjadi

pupa/kepompong dalam waktu 4-8 hari, dapat bertahan lama dibawah

permukaan air ditempat perindukannya, serta dapat bertahan pada tanah yang

lembab selama 13 hari. Ketiga pupa/kepompong, Larva/jentik menjadi

kepompong memerlukan waktu sekita 1,5-2,5 hari. Beberapa pupa/kepompong

dapat hidup pada temperatur 4,50C selama 24 jam.

Keempat nyamuk dewasa, Siklus hidup pupa/kepompong berubah

menjadi dewasa berlangsung selama 1-5 hari dan dapat hidup <50 hari.

10
Perkawinan dilakukan 24-28 jam setelah nyamuk menjadi dewasa. Nyamuk

betina dapat memproduksi telur 50-500 butir pada pertama kali. Suhu yang baik

untuk nyamuk dewasa adalah 260C. Variasi lamanya umur nyamuk dipengaruhi

oleh temperatur, kelembaban, makanan dan aktivitas reproduksi.

Gambar 2.1 Siklus Nyamuk (sumber Putri, 2009)

Menurut (Widoyono, 2009) terdapat tiga faktor penularan/penyebaran

penyakit DBD yaitu melalui manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue

masuk kedalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang

mengalami viremia, kemudian virus ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus yang infeksius. Virus dengue

berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 sebelum demam (masa inkubasi

instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam

darah akan ikut terhisap masuk kedalam tubuh nyamuk. Kira-kira setelah satu

minggu setelah menghisap darah penderia (masa inkubasi ekstrinsik) nyamuk

tersebut siap untuk menularkan ke orang lain. Kebiasaan nyamuk menghisap

darah terutama pada peralihan musim panas dan musim hujan, pada pagi hari

jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.

Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-

11
pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain. Hal ini disebabkan

12
karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya

dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap

darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Inilah yang

menyebabkan penularan/penyeberan penyakit DBD menjadi lebih mudah

terjadi. Tempat-tempat potensial untuk penyebaran DBD yaitu wilayah yang

banyak kasus DBD (rawan/endemis), daerah dataran rendah dengan

pemukiman yang padat, sekolah, rumah sakit/puskesmas, pertokoan, pasar,

restoran dan lain-lain.

Gambar 2.2 Siklus Penyebaran DBD (sumber Widoyono, 2009)

Tanda dan gejala DBD yaitu demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang

jelas; manifestasi perdarahan dengan tes tourniquet positif, mulai dari petekie

positif sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah atau keluar

kotoran darah hitam dari anus; tanpa atau dengan gejala renjatan seperti nadi

lemah, cepat, kecil sampai tidak teraba, kulit teraba dingin dan lembab terutama

daerah akral yaitu ujung hidung, jari dan kaki, sianosis disekitar mulut; kriteria

laboratoris yaitu hasil trombosit menurun (normal 150.000-300.000µL),

hematokrit meningkat (normal: pria <45, wanita <40); akral dingin, gelisah,

tidak sadar menurut (Irianto, 2013).

13
Gambar 2.3 Gejala DBD (sumber Irianto, 2013)

Menurut (Widoyono, 2009) menjelaskan tentang patogensis DBD yaitu

Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah

manusia untuk kemudian bereplikasi (memperbanyak diri). Sebagai

perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan terbentuk

kompleks virus antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.

Kompleks antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-

sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut

menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan

dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan

mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit.

Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai

perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah),

saluran pernapasan (mimisan, batuk darah) dan organ vital (jantung, hati,

ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.

Penatalaksanaan DBD pada dasarnya bersifat suportif yaitu dengan

mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas

14
kapiler dan akibat perdarahan. Pemberian cairan intravena untuk

mengembalikan volume darah adalah salah satu bentuk terapi medis yang

paling efektif. Pengobatan simtomatik biasanya berupa pemberian antipiretik

berupa parasetamol tiap 6 jam bila hiperpireksia (>39 0C) atau terdapat

kecenderungan kejang demam. Dosis parasetamol berdasarkan umur adalah <1

tahun : 60 mg/dosis, 3-6 tahun : 120 mg/dosis, 6-12 tahun : 240 mg/dosis.

Penderita DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis

dini dan memberikan nasehat untuk dirawat bila terdapat tanda-tanda syok guna

untuk mengurangi angka kematian. Pengawasan selama perawatan dilakukan

terhadap tanda-tanda vital tiap 1-2 jam, nilai hematokrit tiap 3-4 jam, dipantau

juga intake, output dan kondisi pasien menurut (Irianto, 2013).

Adapun faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian DBD

Menurut (Wati, 2014) Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui

konsep segitiga epidemiologic, yaitu adanya penyebab (agent), pejamu (host)

dan lingkungan (environment). Faktor yang menjadi agent (penyebab) dalam

penyebaran DBD adalah virus dengue; faktor Host (pejamu) yang dimaksudkan

adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit DBD. Faktor

Host (pejamu) antara lain umur, ras, sosial. ekonomi, cara hidup, status

perkawinan, hereditas, nutrisi dan imunitas. Faktor lingkungan (environment)

diklasifikasikan atas empat komponen yaitu lingkungan fisik, lingkungan

kimia, lingkungan biologi dan lingkungan sosial ekonomi. Faktor Kegiatan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Siklus hidup nyamuk dari telur-larva-

pupa-nyamuk butuh waktu 8-10 hari (Susanti dan Suharyo. 2017), dengan

demikian penting untuk memahami siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti

15
sehingga dapat ditentukan saat yang tepat untuk memberatas larva dan nyamuk

dewasa.

Menurut (Zulkoni, 2011) pencegahan penyakit DBD sangat tergantung

pada pengendalian vektornya yaitu nyamuk aedes aegypti. Pengendalian dapat

dilakukan dengan cara : Pertama lingkungan, untuk mengendalikan nyamuk

dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) meliputi menguras bak mandi/

penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti/menguras

vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat

tempat penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas dan ban bekas

disekitar rumah dan lain-lain. Kedua biologis, pengendaliannya yaitu dengan

menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) dan bakteri (Bt.H-

14).

Ketiga kimiawi, dilakukan dengan pengasapan/fogging (menggunakan

malathion fenthion) berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai

batas waktu tertentu, memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

penampungan air seperti (gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain). Cara

yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara diatas yang disebut 3M Plus. Konsep 3M yaitu

menutup, menguras, menimbun. Selain 3M juga melakukan strategi Plus seperti

memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu

pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan isektisida,

menggunakan lotion anti nyamuk, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik

berkala sesuai dengan kondisi setempat.

16
Gambar 2.4 Pencegahan DBD (sumber Zulkoni, 2011)

2.2 Sanitasi Lingkungan

Menurut (Rejeki, 2015) Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan yang

memfokuskan suatu kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kehidupan

dan perkembangan manusia atau komunitas (Maryani, 2014). Sanitasi

lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

perumahan, pembuangan sampah, penyediaan air bersih dan pembuangan air

limbah (Maharani, 2015). Kesimpulannya, Sanitasi lingkungan merupakan

suatu kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan memenuhi lingkungan

yang sehat.

Lingkungan yang sanitasinya buruk akan berdampak buruk pula bagi

kesehatan. Berbagai jenis penyakit dapat muncul karena lingkungan yang

bersanitasi buruk. Agar kita terhindar dari berbagai penyakit, maka lingkungan

harus selalu terjaga sanitasinya, khususnya rumah dan lingkungan sekitar.

17
Rumah yang sehat memiliki berberapa persyaratan yaitu lantai rumah

yang sebaiknya dari ubin, keramik atau semen agar tidak lembab dan tidak

menimbulkan genangan, becek dan debu atau rumah bisa dibuat rumah

panggung yang lantainya dari bambu atau papan agar tidak bersentuhan

langsung dengan tanah. Dinding rumah sebaiknya dibuat dari tembok tetapi

dengan ventilasi yang cukup.

Rumah yang sehat harus memungkinkan pertukaran udara dengan luar

rumah, karena itu rumah harus dilengkapi dengan ventilasi yang cukup. Ada

dua macam ventilasi yaitu ventilasi alamiah, yang dibuat dalam bentuk lubang

udara yang memungkinkan udara keluar atau masuk secara alamiah yang

memiliki keuntungan yaitu tanpa menggunakan alat untuk mengalirkan udara

sehingg bisa menghemat penggunaan energi, namun ventilasi ini merupakan

jalan masuk nyamuk dan serangga lainnya, untuk itu sebaiknya ditutup dengan

kawat kassa. Ventilasi buatan, yaitu alat-alat khusus untuk mengalirkan udara

misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara, selain tidak hemat energi

ventilasi ini harus dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi.

Rumah yang dibangun harus dirancang agar cahaya dapat masuk

kedalam rumah. Jika ruangan didalam rumah kurang cahaya, maka udara dalam

ruangan akan menjadi tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-

bibit penyakit seperti nyamuk yang suka hidup ruangan yang gelap.. Ada dua

macam cahaya yaitu cahaya alamiah yaitu cahaya matahari sangat penting

karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen didalam rumah, karena itu

diupayakan agar setiap ruangan dalam rumah dapat memperoleh cahaya

matahari yang cukup. Cahaya buatan yaitu cahaya dari lampu, lilin dan lain-

lain.

18
Rumah yang sehat juga harus memperhatikan kepadatan penghuninya.

Selain tidak nyaman, rumah yang jumlah penghuninya tidak sebanding dengan

luar rumah juga tidak sehat, baik secara fisik maupun sosial. Setiap orang yang

tinggal dalam rumah membutuhan O2 yang cukup. Jika penghuninya terlalu

banyak, maka kebutuhan O2 tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

setiap penghuni secara sehat. Selain itu, rumah yang terlalu padat lebih

memungkinkan terjadinya penulaaran berbagai jenis penyakit. Untuk itu, luas

bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakaan 2,5-3 m 2 untuk

tiap orang.

Didalam rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas yang

dapat mendukung kebutuhan dan aktivitas penghuninya. Kebutuhan tersebut

yaitu Pertama, sarana air bersih. Air merupakan kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi baik untuk minum, mandi maupun mencuci. Rumah yang sehat harus

didukung oleh ketersediaan air bersih yang cukup, air yang tidak bersih dapat

menimbulkan berbagai penyakit karena dapat menjadi tempat tumbuh

berkembangnya bakteri. Menurut (Hadriyati, dkk. 2016) menyatakan bahwa air

yang disimpan pada tempat penampungan dengan waktu yang terlalu lama akan

timbul bersamaan masalah berkembangbiaknya nyamuk aedes aegypti dan

peningkatan resiko infeksi dengue. Karena air yang dapat diminum harus

diberikan dalam kuantitas, kualitas yang cukup dan konsistensi untuk

mengurangi timbulnya berbagai penyakit.

Menurut (Maharani, 2015), jika menggunakan wadah untuk

penyimpanan air maka harus ditutup dengan rapat dan membersihkannya

minimal dua kali dalam seminggu agar nyamuk tidak dapat meletakan telurnya

dan dapat berkembangbiak. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu

19
PAM, sumur gali, sumur pompa, tempat penampungan air hujan dan perpipaan.

Untuk itu jarak sumber air minum dengan saluran pembuangan air limbah

harus memenuhi persyaratan dengan jarak lebih dari 10 meter.

Kedua, sarana tempat sampah. Sampah adalah suatu bahan atau benda

padat yang sudah tidak dipakai oleh manusia, atau benda padat yang sudah

tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Cara

pengelolaan sampah dapat dikumpul dan diangkut dengan persyaratan tempat

sampah tersebut dapat terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, tidak mudah

bocor, mempunyai penutup yang mudah dibuka dan mudah dibersihkan. Cara

pengelolaan sampah juga dapat dibakar didalam tungku pembakaran dan

dijadikan pupuk khususnya untuk sampah organik seperti daun-daunan, sisa

makanan dan sampah lain yang dapat membusuk, bisa juga membuat lubang

ditanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun dengan tanah. Menurut

(Hadriyati, dkk. 2016) upaya pengendalian vektor harus mendorong

penanganan sampah yang efektif dan memperhatikan lingkungan dengan

meningkatkan aturan dasar.

Ketiga, sarana pembuangan air limbah yang sehat yaitu dapat

mengalirkan air limbah dari sumbernya (dapur, kamar mandi dan air cuci

piring) ke tempat penampungan air limbah dengan lancar tanpa mencemari

lingkungan dan tidak dapat dijangkau serangga. Rumah yang membuag air

limbahnya diatas tanah terbuka tanpa adanya saluran pembuangan limbah akan

membuat kondisi lingkungan sekitar rumah menjadi tidak sehat. Akibatnya

menjadi kotor, becek, menyebabkan bau tidak sedap dan dapat menjadi tempat

berkembangbiak serangga terutama nyamuk. Pembuangan air limbah

mempunyai empat persyaratan yaitu tidak mengotori sumber air minum, tidak

20
menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor serta

tidak menibulkan baud an aroma tidak sedap, tidak terbuka dan harus tertutup.

Saluran limbah yang bocor atau pecah menyebabkan air keluar dan tergenang

meresap ke tanah. Jika jarak terlalu dekat dengan sumber air dapat mencemari

sumber air tersebut. Tempat penampungan air yang terbuka dapat

menyebabkan nyamuk bertelur.

2.3 Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari

persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan (Notoatmodjo,

2012). Tindakan terdiri dari beberapa aspek yaitu : Persepsi (Perception) yaitu

mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil; Respon Terpimpin (Guided Response) yaitu melakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar dan sesuai; Mekanisme (Mechanism) yaitu telah

terjadi mekanisme dan melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis dan

akan menjadi kebiasaan; Adaptasi (Adaption) yaitu suatu praktek atau tindakan

yang sudah berkembang baik, contohnya masyarakat sudah terbiasa melakukan

kebiasaan pencegahan penyakit DBD.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi terjadinya kejadian DBD. Menurut (Pangemanan dkk,

2016) PSN adalah program pemerintah berupa kegiatan pemberantas telur,

jentik dan kepompong nyamuk Aedes Aegypti ditempat perkembangbiakannya.

PSN merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang

dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD, dan apabila

PSN dilaksanakan seluruh masyarakat maka nyamuk Aedes Aegypti dapat

dibasmi, karena itu penyakit DBD sangat tergangtung pada pengendalian

21
vektornya yaitu nyamuk Aedes Aegypti. PSN dilakukan dengan cara 3M Plus,

diantaranya : 3M Plus adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan secara

teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk. Yang

dimaksud dengan 3M Plus yaitu:

Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi/WC,drum

dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan cara menggosok dan

menyikat dinding-dindingnya. Hal ini karena dengan pertimbangan nyamuk

harus dibunuh sebelum menadi nyamuk dewasa karena periode pertumbuhan

telur, jentik dan kepompong selama 8-12 hari, sehingga sebelum 8 hari harus

sudah dikuras supaya mati sebelum menjadi nyamuk dewasa menurut

(Desniawati, 2014). Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti

gentong air/tempayan dan sebagainya. Jika masih terdapat jentik maka air

tersebut harus dikuras dan dapat diisi kembali kemudian ditutup dengan rapat.

Menurut (Ariyati, 2015) mengubur barang-barang bekas yang dapat

menampung air seperti botol plastik, kaleng, ban bekas dan lain-lain. Hal

tersebut merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembang

biakan nyamuk. Karena semakin banyak tempat yang dapat menampung air

bagi nyamuk, semakin banyak tempat pula bagi nyamuk untuk bertelur dan

berkembang biak, sehingga makin meningkat resiko kejadian DBD. Selain itu

ditambah dengan cara lainnya (plus) yaitu : mengganti air vas bunga, tempat

minum burung dan lainnya seminggu sekali. Hal yang perlu dilakukan tidak

hanya mengganti air tersebut akan tetapi harus mencuci dengan menyikat

tempat-tempat tersebut agar jentik nyamuk tidak dapat hidup ataupun

berkembang biak didinding-dindingnya.

22
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak agar

nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat berkembang biak. Letak talang air yang

tinggi dan terletak diatas sehingga sulit dijangkau untuk dibersihkan

mengakibatkan talang air menjadi salah satu tempat yang disukai nyamuk

untuk meletakan larvanya menurut (Desniawati, 2014). Menutup lubang-lubang

pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, membersihkan/mengeringkan

tempat-tempat yang dapat menampung air hujan seperti pelepah pisang atau

tanaman lainnya sehingga nyamuk tidak dapat berkembang biak.

Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk di kolam seperti ikan cupang

dan ikan mujair, fungsi dari ikan tersebut untuk memakan jentik-jentik nyamuk

yang terdapat pada tempat penampungan air dan juga merupakan salah satu

cara pengendalian jentik Aedes Aegypti. Menurut (Ariyati, 2015) Memasang

kawat kasa pada pintu, lubang jendela dan ventilasi rumah agar nyamuk tidak

masuk kedalam rumah dan dapat memberikan perlindungan dirumah. Tidak

menggantung pakaian didalam rumah, kebiasaan menggantung pakaian

didalam rumah dapat menjadi tempat yang disukai nyamuk untuk hinggap dan

istirahat selama menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab

dan sedikit angin. Nyamuk hinggap di baju-baju yang bergantungan dan benda-

benda lain dirumah.

Menggunakan kelambu saat tidur mempunyai fungsi untuk melindungi

tubuh dari gigitan nyamuk dan merupakan salah satu upaya pencegahan

penyakit DBD. Mengatur pencahayaan dan ventilasi ruangan dirumah harus

memadai karena nyamuk menyukai tempat yang gelap sehingga nyamuk tidak

dapat berkembang biak. Menggunakan obat anti nyamuk seperti semprot,

bakar, elektrik dan obat oles (repellent) bertujuan untuk terhindar dari gigitan

23
nyamuk dan membunuh nyamuk. Macam-macam obat nyamuk tersebut

mengandung bahan aktif insektisida yaitu dichlorovynil dimethyl phosfat

(DDVP), propoxur (karbamat), dan diethyltoluamide. Bahan aktif tersebut

dapat menganggu kesehatan manusia terutama saluran pernapasan dan kulit.

Menurut (Desniawati, 2014) Obat nyamuk oles sebaiknya tidak

digunakan pada kulit yang bermasalah, pada anak-anak karena kulit anak-anak

lebih sensitif dan juga tidak terlalu sering digunakan oleh ibu hamil. Obat

nyamuk semprot menghsilkan gas, jika terhirup atau tertelan dapat

menyebabkan sesak nafas, batuk-batuk, muntah, iritasi dan gangguan saraf.

Obat nyamuk bakar menghasilkan asap yang akan menghalau dan membunuh

nyamuk, jika terpapar asap obat nyamuk dalam jangka waktu yang panjang

dapat menimbulkan kanker paru-paru. Obat nyamuk elektrik menghasilkan uap

yang dapat mengusir nyamuk. Obat nyamuk jenis ini dapat menyebabkan iritasi

mata dan alergi. Untuk meminimalkan efek negatif atau bahaya dari obat

nyamuk dapat memperhatian aturan/instruksi sesuai kemasan.

Melakukan larvasida yaitu membubuhkan larvasida misalnya temephos

ditempat-tempat yang sulit dikuras atau didaerah yang sulit air. Larvasida

adalah pengendalian larva/jentik nyamuk dengan pemberian insektisida yang

bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberian larvasida dapat menelan

kepadatan populasi untuk jangka waktu 2 bulan. Jenis larvasida ada bermacam-

macam yaitu : Temephos 1% berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang

dilapisi dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam jumlah

yang dianjurkan aman bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan. Jika

dimasukan kedalam air maka zat kimia tersebut akan larut secara merata. Dosis

24
penggunaannya adalah 10 gram untuk 100 liter air. Pemberian temephos

sebaiknya dilakukan setiap 2 bulan.

Altosid, bahan aktifnya adalah metopren 1,3%. Berbentuk butiran

seperti gula pasir berwarna hitam arang. Altosid tidak menimbulkan bau,

merubah warna air, dapat bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia tersebut dapat

menghambat/membunuh jentik nyamuk. Dosis penggunaannya adalah 2,5 gram

untuk 100 liter air. Penggunaan altosid dilakukan setiap 3 bulan. Piriproksifen

0,5% berbentuk butiran coklat kekuningan. Tidak menimbulkan bau, tidak

berubah warna. Piriproksifen larut dalam air kemudian akan menempel pada

dinding tempat penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini

akan menghambat pertumbuhan jentik. Dosis penggunaannya 0,25 gram untuk

100 liter air menurut (Ariyati, 2015).

Fogging/pengasapan adalah salah satu upaya untuk membunuh

sebagian besar vektor infektif dengan cepat, sehingga rantai penularan segera

dapat diputuskan. Juga bertujuan untuk menekan kepadatan vektor selama

waktu yang cukup sampai dimana pembawa virus tumbuh sendiri. Cara kerja

fogging yang efektik dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-10.00 dan sore hari

pukul 15.00-17.00, bila dilakukan pada siang hari nyamuk sudah tidak

beraktivitas dan asap fogging mudah menguap karena udara terlalu panas.

Keuntungan fogging yaitu dapat memutuskan rantai penularan DBD dengan

membunuh nyamuk dewasa yang mengandung virus, namun hanya efektif 1-2

hari. Selain itu jenis insektisida yang digunakan untuk fogging harus diganti-

ganti untuk menghindari resistensi dari nyamuk. Kelemahan fogging yaitu

dapat membunuh nyamuk dewasa pada radius 100-200 meter tetapi tidak

termasuk larvanya.

25
Bahaya fogging antara lain dapat mengganggu saluran pernapasan, jika

dilakukan fogging terus-menerus nyamuk dapat kebal terhadap bahan kimia,

dapat mengakibatkan keracunan terhadap maknan yang terkena asap. Hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing fog yaitu

konsentrasi larutan dan cara pembuatannya, untuk malation konsentrasi

larutannya 4-5%, nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang

digunakan dan debit keluaran yang diinginkan, jarak moncong mesin dengan

target maksimal 100 meter, kecepatan berjalan ketika memfogging <500 m2

atau 2-3 menit untuk satu rumah dan halamannya menurut (Ariyati, 2015).

2.4 Penelitian Terkait

Penelitian terkait merupakan beberapa penelitian dengan judul yang

berkaitan yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti ditempatnya masing-

masing. Penelitian terkait yang pertama dilakukan oleh Helly Conny

Pangemanan berjudul Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Desa Watutumou

I, II, III Wilayah Kerja Puskesmas Kolongan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan tindakan PSN dengan Kejadian DBD. Jenis penelitian ini

bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Hasil

penelitian menggunakan uji chi square didapatkan nilai p=0,048 < α=0,05.

Penelitian terkait yang kedua dilakukan oleh Armini Hadriyati berjudul

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Tindakan 3M Plus Terhadap DBD.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dan

tindakan 3M Plus terhadap kejadian DBD. Jenis penelitian kuantitatif dengan

metode cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara tempat penampungan air bersih dengan kejadia DBD

26
(p=0,006), ada hubungan yang signifikan antara penyediaan tempat

pembuangan sampah dengan kejadian DBD (p=0,002), ada hubungan yang

signifikan antara tindakan 3M Plus dengan kejadian DBD (p=0,048).

Penelitian terkait yang ketiga dilakukan oleh Qoriatus Sholihah berjudul

Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan, Pengetahuan Dan Tingkat Pendidikan

Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Lontar

Kecamatan Sambikereb Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan hubungan kondisi sanitasi lingkungan, pengetahuan dan

tingkat pendidikan terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Kelurahan Lontar.. Jenis penelitian survei analitik dengan menggunakan desain

penelitian case control study. Hasil Bivariat menunjukan bahwa terdapat

hubungan antara kondisi sanitasi lingkungan terhadap kejadian DBD (p=0,012)

dan nilai OR=3,65, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian

DBD (p=0,036) dan nilai OR=3.

Penelitian terkait keempat yang dilakukan oleh Rimaruliani Marali

berjudul Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Puskesmas Sudiang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tindakan pemberantasan

sarang nyamukk dengan kejadian DBD. Jenis penelitian kuantitatif dengan

menggunakan metode observasional dengan pendekatan case control. Hasil

penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara tindakan pemberantasan

sarang nyamuk dengan kejadian DBD (p=0,018) dan nilai OR=0.2.

Penelitian terkait kelima yang dilakukan oleh Cindy Tombeng berjudul

Hubungan Antara Pengetahuan Dan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN) Dengan Kejadian DBD Di Desa Tatelu Kecamatan Dimembe Kabupaten

27
Minahasa Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan dan tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian

DBD.. Jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross-

sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan kejadian DBD (p=0,038), terdapat hubungan antara

tindakan pemberantan sarang nyamuk dengan kejadian DBD (p=0,012).

Berdasarkan lima jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan dan tindakan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD).

28
Tabel 2.4 Penelitian Terkait

No Penulis Tempat Tahun Tujuan Desain/Metode/ Populasi/Sam Hasil Manfaat/Keter


Statistik Test pling/Sampel batasan
1. Helly Conny Di Desa 2016 Penelitian ini Metode Populasi Hasil penelitian Manfaat dari
Pangemanan Watutumou bertujuan penelitian dalam menunjukan yang penelitian ini
I, II, III untuk adalah penelitian ini paling banyak adalah dapat
wilayah kerja mengetahui observasional yaitu semua melakukan PSN mengetahui
Puskesmas hubungan analitik dengan masyarakat sebanyak 73,3% berapa banyak
Kolongan tindakan pendekatan yang pernah sedangkan responden yang
PSN dengan cross sectional terkena DBD. responden yang melakukan
kejadian Dengan tidak melakukan tindakan PSN
DBD di jumlah PSN sebanyak dan
Desa responden 26,7%. Nilai keterbatasan
Watutumou sebanyak 30 p=0,048 terdapat dalam
I, II, III orang dan hubungan antara penelitian ini
wilayah teknik tindakan yaitu penilti
kerja pengambilan pemberantasan tidak
Puskesmas sampel sarang nyamuk menjelaskan
Kolongan menggunakan (PSN) dengan tentang
total sampling. kejadian DBD tindakan-
Instrumen tindakan apa
yang saja yang
digunakan dilakukan untuk
yaitu pemberantasan
kuesioner. sarang nyamuk

29
2. Armini Di Wilayah 2016 Penelitian ini Jenis penelitian Populasi Hasil penelitian Manfaat dari
Hadriyati Kerja bertujuan ini yaitu dalam menunjukan penelitian ini
Puskesmas untuk penelitian penelitian ini bahwa ada yaitu dapat
Kenali Besar mengetahui kuantitatif adalah seluruh hubungan yang mengetahui
Kota Jambi hubungan dengan metode masyarakat signifikan antara tindakan3M
sanitasi cross sectional yang ada tempat Plus dan faktor-
lingkungan diwilayah penampungan air faktor yang
dan tindakan kerja bersih dengan mempengaruhi
3M Plus Puskesmas kejadia DBD sanitasi
terhadap Kenali Besar (p=0,006) dengan lingkungan
kejadian Kota Jambi kategori kurang terhadap
DBD sebanyak baik sebanyak 39 kejadian DBD
10932 KK. orang (41,1%)
Sampel yang sedangkan
diambil sesuai kategori baik
dengan kaedah sebanyak 56
proportional orang (58,9%),
random ada hubungan
sampling yaitu yang signifikan
sebanyak 95 antara penyediaan
responden. tempat
Instrumen pembuangan
dalam sampah dengan
penelitian ini kejadian DBD
menggunakan (p=0,002) dengan
lembar kategori tidak ada
observasi dan sebanyak 43
kuesioner. orang (45,3%)
sedangkan

30
kategori ada
sebanyak 52
orang (54,7%),
ada hubungan
yang signifikan
antara tindakan
3M Plus dengan
kejadian DBD
(p=0,048) dengan
kategori kurang
baik sebanyak 38
orang (40%)
sedangkan
kategori baik
sebanyak 57
orang (60%).
3. Qoriatus Di Kelurahan 2016 Tujuan dari Jenis penelitian Jumlah sampel Hasil Bivariat Manfaat dari
Sholihah Lontar penelitian ini yang digunakan kasus 39 orang menunjukan penelitian ini
Kecamatan adalah untuk adalah dan sampel bahwa terdapat adalah untuk
Sambikereb mengetahui penelitian kontrol hubungan yang mengetahui cara
Kota hubungan survey analitik sebanyak 39 signifikan antara pengendalian
Surabaya kondisi dengan orang. kondisi sanitasi vektor nyamuk
sanitasi rancangan case lingkungan Aedes Aegypti
lingkungan, control dengan kejadian sehingga tidak
pengetahuan DBD (p=0,012) menyebabkan
dan tingkat dan nilai tempat
pendidikan OR=3,65, berkembangbia
terhadap terdapat knya nyamuk.

31
kejadian hubungan yang Keterbatasan
Beradah signifikan antara dari penelitian
Dengue pengetahuan ini yaitu peneliti
(DBD) di dengan kejadian tidak
Kelurahan DBD (p=0,036) menjelaskan
Lontar dan nilai OR=3. cara
Kecamatan pengambilan
Sambikereb sampel dalam
Kota kelompok kasus
Surabaya dan kontrol.
4. Rimaruliani Di wilayah 2018 Tujuan dari Penelitian ini Teknik Hasil penelitian Manfaat dari
Marali Puskesmas penelitian ini merupakan pengambilan menunjukan penelitian ini
Sudiang adalah untuk penelitian sampel dalam bahwa ada adalah
mengetahui kuantitatif penelitian ini hubungan antara membantu
hubungan menggunakan menggunakan tindakan peneliti untuk
tindakan observasional teknik pemberantasan mengetahui
pemberantas dengan purposive sarang nyamuk tindakan yang
an sarang pendekatan sampling dengan kejadian dapat dilakukan
nyamuk case control. dengan jumlah DBD (p=0,018) untuk mencegah
dengan total sampel dan niali OR=0.2 DBD.
kejadian 56 responden
Demam yang dibagi
Berdarah rata masing-
Dengue di masing
wilayah kedalam
Puskesmas kelompok
Sudiang kasus dan
kontrol

32
5. Cindy Di Desa 2017 Penelitian ini Penelitian ini Populasi Hasil penelitian Manfaat dari
Tombeng Tatelu bertujuan menggunakan dalam menunjukan penelitian ini
Kecamatan untuk metode penelitian ini bahwa terdapat yaitu membantu
Dimembe mengetahui observasional adalah seluruh hubungan antara peneliti dalam
Kabupaten hubungan dengan kepala pengetahuan penyusunan
Minahasa antara rancangan case keluarga yang dengan kejadian skripsi.
Utara pengetahuan control study tinggal di desa DBD (p=0,038),
dan tindakan Tatelu Jaga II terdapat
pemberantas Kecamatan hubungan antara
an sarang Dimembe tindakan
nyamuk yaitu sebanyak peberantasan
(PSN) 133 KK, sarang nyamuk
dengan namun yang (PSN) dengan
kejadian memenuhi kejadian DBD
DBD di desa kriteria inklusi (p=0,012).
tatelu jaga II yaitu sebanyak
Kecamatan 88 KK.
Dimembe

33
2.5 Aplikasi Konsep/Teori Keperawatan/Kesehatan

Menurut (Hamid, 2017) Teori Florence Nightingale berfokus pada

lingkungan, namun Nightingale menggunakan istilah surroundings

(lingkungan). Karya teoritisnya pada komponen penting dari kesehatan

lingkungan (udara murni, air murni, drainase yang efisein, kebersihan dan

cahaya) tetap relevan. Ventilasi yang tepat bagi klien tampak menjadi perhatian

sehingga untuk para perawat agar menjaga udara yang dihirup saat bernapas

semurni udar luar tanpa mendinginkannya. Nightingale mengenali ventilasi

sebagai sumber penyakit dan pemulihan. Cahaya yang dimaksudkan yaitu sinar

matahari langsung sebagai kebutuhan klien. Untuk para perawat menggerakan

dan memposisikan klien untuk mengekspos mereka terhadap sinar matahari.

Kebersihan dalam hal ini Nightingale secara khusus menunjukan

kepada klien, perawat dan lingkungan fisik. Lingkungan yang kotor (lantai,

karpet, dinding dan seprai) adalah sumber infeksi melalui bahan organik yang

dikandungnya. Bahkan meskipun lingkungan berventilasi baik, kehadiran

bahan organik bisa menciptakan area kotor. Oleh karena itu penganganan dan

pembuangan kotoran tubuh dan limbah yang tepat diperlukan untuk mencegah

kontaminasi lingkungan. Hal tersebut sangat penting dalam meningkatkan

status kesehatan masyarakat miskin yang tinggal didalam kondisi lingkungan

yang sesak dan bermutu rendah, dengan penanganan limbah yang tidak

memadai dan akses yang terbatas pada air murni.

Asumsi Florence Nightingale dalam keperawatan bahwa keperawatan

bertanggung jawab untuk kesehatan orang lain. Perawat yang terlatih harus

lebih terampil dalam mengamati dan melaporkan status kesehatan klien sambil

memberikan perawatan ketika klien sembuh. Asumsi dalam manusia yang

34
disebutnya sebagai klien. Perawat melakukan tugas untuk klien dan

mengendalikan lingkungan klien dalam meningkatkan pemulihan. Klien dapat

melakukan perawatan sendiri apabila memungkinkan dan keberadaan perawat

untuk menanyakan ke klien tentang kesukaannya, mengungkapkan

keyakinannya. Nightingale menekankan bahwa perawat adalah pengendali dan

bertanggung jawab seputar lingkungan klien. Asumsi dalam kesehatan yaitu

sebagai keadaan baik dan menggunakan setiap kekuatan (sumber daya) untuk

sepenuhnya menjalani hidup.

Penyakit (disease) dan sakit (illness) Florence Nightingale melihatnya

sebagai proses perbaikan yang alam lakukan disaat seseorang tidak

memperhatikan masalah kesehatan. Pemeliharaan kesehatan melalui

pencegahan penyakit dan pengendalian lingkungan merupakan tanggung jawab

sosial. Asumsi dalam lingkungan, ia menekankan bahwa keperawatan adalah

untuk membantu alam dalam penyembuhan klien. Untuk menciptakan dan

mempertahankan lingkungan terapeutik yang akan meningkatkan kenyamanan

dan pemulihan klien. Nightingale percaya bahwa peran keperawatan adalah

untuk mencegah gangguan dari proses perbaikan dan untuk memberikan

kondisi yang optimal untuk meningkatkannya, sehingga memastikan

kesembuhan klien.

Florence Nightingale juga percaya bahwa perawat harus menggunkan

akal sehat dalam praktik, ditambah dengan pengamatan, ketekunan dan

kecerdikan. Dia percaya bahwa orang yang menginginkan kesehatan yang baik

maka mereka akan bekerja sama dengan perawat dan alam untuk

memungkinkan proses perbaikan terjadi dan bahwa mereka akan mengubah

35
lingkungan mereka untuk mencegah penyakit. Model teori Florence

Nightingale dapat dilihat dalam gambar bagan berikut ini:

Gambar 2.5 Kerangka Teori Florence Nightingale (Hamid, 2017)

36
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

Bab ini menjelaskan tentang kerangka konsep dan definisi operasional

penelitian, kerangka konsep merupakan rangkuman dari kerangka teori yang dibuat

dalam bentuk diagram yang menghubungkan antara variabel yang diteliti dan

variabel lain yang terkait.

3.1 Kerangka Konsep Florence Nightingale

Gambar 3.1 Model Konsep Florence Nightingale

Keterangan

: Variabel Independen : Tidak diteliti

: Variabel Dependen

37
Dalam kerangka konsep yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori

Florence Nightingale. Dalam teori Florence Nightingale mengatakan bahwa

kesehatan seseorang dipengaruhi oleh aspek lingkungan yang terdiri dari

kebisingan, udara, nutrisi, cahaya, tempat tidur, keanekaragaman, rumah sehat,

obrolan/harapan, kebersihan dan ventilasi. Kebersihan dalam hal ini Florence

Nightingale secara khusus menunjukan kepada klien, perawat dan lingkungan.

Lingkungan yang kotor adalah sumber infeksi. Untuk itu klien berperan penting

dalam menjaga lingkungan sekitar agar tidak terpapar oleh paparan penyakit

Dalam hal ini peneliti akan meneliti rumah sehat yang didalamnya

terdapat tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus (menutup,

menguras, mengubur) menggunakan kelambu, obat anti nyamuk, bubuk

larvasida, ikan pemangsa jentik dan kebersihan yang didalamnya terdapat

sanitasi lingkungan yaitu sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah dan

sarana pembuangan sampah yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien

terganggu. Dalam penelitian ini status kesehatan klien yaitu kejadian DBD.

3.2 Hipotesis Penelitian

H01 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas

Koya Kecamatan Tondano Selatan

Ha1 : Ada hubungan yang signifikan antara sanitas lingkungan dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Koya

Kecamatan Tondano Selatan

H02 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara tindakan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

38
di wilayah kerja Puskesmas Koya Kecamatan Tondano Selatan

Ha2 : Ada hubungan yang signifikan antara tindakan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

wilayah kerja Puskesmas Koya Kecamatan Tondano Selatan

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional mengidentifikasi variabel-variabel yang akan


diukur dengan menjelaskan cara pengukuran, hasil ukur dan skala pengukuran.
Tabel 3.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Definsi Skala Alat Ukur Hasil Ukur


Konseptual Operasional Ukur

Dependen Demam Kejadian DBD Nominal Rekam Medik Kasus :


Berdarah adalah penyakit menderita
Kejadian Dengue (DBD) yang disebabkan DBD
Demam atau Dengue oleh virus
Berdarah Hemorrhagic dengue yang Kontrol : tidak
Dengue Fever (DHF) ditularkan menderita
(DBD) adalah penyakit melalui nyamuk DBD
yang aedes aegypti.
disebabkan oleh Seseorang yang
virus dengue didiagnosa oleh
yang ditularkan dokter menderita
kepada manusia Demam Berdarah
melalui gigitan Dengue (DBD)
nyamuk Aedes atau tidak.
Aegypti
(Zulkoni,
2011).

Independen Sanitasi Sanitasi Ordinal Lembar Sanitasi


Sanitasi lingkungan lingkungan Observasi lingkungan
Lingkungan adalah status adalah kegiatan terdiri dari baik jika skor
kesehatan suatu yang dilakukan 11 ≥17
lingkungan untuk pertanyaan Sanitasi
yang mencakup mempertahankan dan 2 kriteria lingkungan
perumahan, standar kondisi penilaian kurang jika
pembuangan lingkungan yang yaitu: skor <17
sampah, mempengaruhi
penyediaan air kesejahteraan Baik = 2
bersih dan manusia berupa
Kurang = 1
pembuangan sarana air bersih,
air limbah sarana
(Maharani, pembuangan air
2015). limbah, sarana
39
pembuangan
sampah.
Tindakan Menurut Upaya yang Nominal Kuesioner Melakukan
pemberantas (Pangemanan dilakukan untuk terdiri dari 14 tindakan
an sarang dkk, 2016) PSN mencegah pertanyaan pemberantasan
nyamuk adalah program perkembangbiaka dan 2 kriteria sarang nyamuk
(PSN) pemerintah n nyamuk aedes penilaian jika skor ≥21
berupa kegiatan agypti yaitu yaitu : Tidak

pemberantas dengan cara 3M melakukan


telur, jentik Plus (menutup, Ya = 2 tindakan
dan menguras, pemberantasan
Tidak =
kepompong mengubur), sarang nyamuk
1
nyamuk Aedes menaburkan jika skor <21
Aegypti bubuk larvasida,
ditempat menggunakan
perkembangbia obat nyamuk,
kannya. menggunakan
kelambu.

40
41

Anda mungkin juga menyukai