Anda di halaman 1dari 131

LAPORAN TUGAS AKHIR

GAMBARAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI

RUMAH BERSALIN PURWASARI KARAWANG

TAHUN 2020

DISUSUN OLEH:
TANIA DAMAYANTI MOTIEC
P17324417018

KEMENKES REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
2020
LAPORAN TUGAS AKHIR
GAMBARAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH

BERSALIN PURWASARI KARAWANG TAHUN 2020

Karya Tulis ini Diajukan Sebagai Salah Satu


Ujian Akhir Program Pada Program Studi Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

DISUSUN OLEH:
TANIA DAMAYANTI MOTIEC
P17324417018

KEMENKES REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
2020

i
ii
iii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Laporan Tugas Akhir dengan judul
GAMBARAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH BERSALIN
PURWASARI KARAWANGTAHUN 2020

Disusun Oleh
TANIA DAMAYANTI MOTIEC
NIM. P17324417018

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji


Karawang, 06 Mei 2020

Susunan Dewan Penguji


Ketua Sidang Anggota Penguji I Anggota Penguji II

Irna Trisnawati, SKM, MKM Ida Farida H, SST, M. Keb Dr. Jundra Darwanty, SST, M. Pd
NIP. 197811022006042013 NIP. 197903302002122002 NIP. 196906051991012001

Mengetahui
Ketua Program Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Eneng Solihah,SST,M. Keb


NIP. 197505012001122001

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha-Esa, karena atas

berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

Penulisan LTA ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu Ujian Akhir

Program pada Program Studi Kebidanan Karawang Politeknik Kemenkes

Bandung. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan orang-orang yang telah

meluangkan waktu dan bimbingan yang sangat berjasa tidak dapat terselesaikan.

Laporan Tugas Akhir ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikannya

bila tanpa adanya dukungan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis banyak

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. H. R Osman Syarif, SKM, MKM sebagai Direktur Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung.

2. Eneng Solihah, SST, M. Keb selaku Ketua Program Studi Kebidanan

Karawang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung.

3. Irna Trisnawati, SKM, MKM selaku selaku dosen pembimbing Laporan

Tugas Akhir dan selaku ketua sidang dalam Laporan Tugas Akhir yang

telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing penulis dengan

penuh kesabaran dan selalu memberikan dukungan sehingga Laporan

Tugas Akhir dapat terselesaikan.

4. Ida Farida H, SST, M. Keb selaku penguji 1 dalam sidang Laporan Tugas

Akhir.

5. Dr. Jundra Darwanty, SST, M. Pd selaku penguji 2 dalam sidang Laporan


Tugas Akhir.

v
6. Kepada Ny.S beserta keluarga, selaku subjek dalam melaksanakan

Laporan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas

kerjasama dan ketersediaan membantu dalam pengumpulan data, sehingga

Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

7. Kepada kedua orang tua saya, Bapak Eman Sulaeman dan Ibu Cicih

Hodijah yang selalu dan tak pernah bosan memberikan semangat, doa dan

dukungan dalam berbagai hal dari segi moril maupun materil, yang

memberikan perhatian serta motivasi yang tak terhingga kepada saya

sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

8. Kepada adik saya, Shafira Tasya Alifia yang selalu menghibur dikala

dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya Laporan Tugas Akhir.

9. Kepada teman spesial saya, Panji Satrio yang selalu memberikan motivasi

dan doa dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya Laporan Tugas

Akhir.

10. Sahabat saya, (Vachlia, Mulyawati, Eka, Windi, Lim, Syifa) yang selalu

memberikan motivasi dalam segala hal, memberikan cerita dikala suka

maupun duka hingga 6 tahun terakhir ini serta yang telah membantu dan

memberi semangat dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

11. Sahabat-sahabat saya Begebagas (Asryanty, Annisa Dewita, Rosi, Dhea,

dan Tya) yang selalu memberikan kisah nyata suka maupun duka dalam

perjalanan selama 3 tahun ini serta dukungan, motivasi dalam

menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

vi
12. Sahabat saya, Mila dan Inda yang selalu memberikan motivasi semangat

dan selalu menghibur dikala proses penyusunan hingga terselesaikan

Laporan Tugas Akhir ini.

13. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswi Angkatan 25 Politeknik Kesehatan

Kemenkes Bandung Prodi Kebidanan Karawang, yang senantiasa saling

memberikan semangat satu sama lain, dalam penyusunan Laporan Tugas

Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini tidak luput dari

kesalahan dan jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang bersifat

membangun penulis harapkan. Bagaimanapun Laporan Tugas Akhir ini, penulis

berharap apa yang ada di laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kebidanan.

Karawang, April 2020

Penulis

vii
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
LAPORAN TUGAS AKHIR

TANIA DAMAYANTI MOTIEC


P17324417018

GAMBARAN KASUS KETUBAN PECAH DINI PADA IBU G2P1A0 DI


RUMAH BERSALIN PURWASARI KARAWANG TAHUN 2020

ABSTRAK
Latar Belakang Salah satu penyebab angka kematian ibu yaitu terjadinya infeksi
yang disebabkan oleh Ketuban Pecah Dini (KPD). KPD menyumbangkan angka
kematian ibu (5%) karena KPD memiliki beberapa komplikasi yang begitu serius.
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(premature rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
Pada tahun 2019 data kematian ibu di Kabupaten Karawang sebanyak 45 kasus
dari 44.850 persalinan. Infeksi termasuk adanya Ketuban Pecah Dini (2 kasus)
(4,4%). Kejadian Ketuban Pecah dini berdasarkan data dari Rumah Bersalin
Assalam di Purwasari Karawang Tahun 2019 yaitu 145 kasus rujukan terdapat 26
kasus (17,9%) rujukan KPD. Tujuan Penelitian mengetahui gambaran kasus
Ketuban Pecah Dini pada Ibu G2P1A0 di Rumah Bersalin Purwasari tahun 2020.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif
menggunkan pendekatan wawancara mendalam ( In Depth Interview), hasil
observasi dan buku KIA Hasil penelitian yang didapatkan faktor predisposisi
kehamilan kembar/hamil ganda, kelainan letak, usia kehamilan, hubungan seksual
dan perilaku merokok, Penatalaksaan ANC secara kuantitas sudah memenuhi
standar, hanya secara kualitas bidan belum melakukan konseling tentang tanda-
tanda bahaya pada ibu hamil, Penatalaksanaan pra rujukan belum sepenuhnya
memeuhi standar karena bidan belum melakukan tes lakmus, pemberian antibiotik
dan tidak membawa maternal kit pada proses rujukan, pada pelaksanaan PNC
bidan tidak melakukan kunjungan nifas pertama seperti tidak melakukan
pemeriksaan fisik pada saat nifas dan tidak memberikan konseling pada pasien.
Saran diharapkan tenaga kesehatan terutama bidan dapat mengerti gambaran
penatalaksanaan yang tepat seperti, melakukan pemeriksaan lakmus dan
pemberian antibotik.
Kata kunci: Ketuban Pecah Dini; Faktor Predisposisi; Penatalaksanaan
Prarujukan
Daftar Pustaka: 35 literatur (2001-2019)

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORSINALITAS ii
LEMBAR PERSETUJUAN KTI iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK……………………………………………………………………...viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 6
1.3 Manfaat 7
1.4 Asumsi Penelitian 8
1.5 Pertanyaan Penelitian 8
BAB II TINJAUAN TEORI 10
2.1 Ketuban Pecah Dini 10
2.1.1 Pengertian 10
2.1.2 Penyebab 10
2.1.3 Faktor Predisposisi 12
2.1.4 Patofisiologi 18
2.1.5 Tanda dan Gejala 19
2.1.6 Diagnosis 20
2.1.7 Penatalaksanaan di Tingkat Pelayanan Dasar dan Tingkat Pelayanan
Rujukan 21
2.1.8 Komplikasi 23
2.1.9 Wewenang Bidan Sesuai Permenkes dalam Penatalaksanaan Ketuban
Pecah Dini (KPD) 24

ix
2.2 Asuhan Kehamilan 24
2.2.1 Definisi 24
2.2.2 Tujuan 25
2.2.3 Standar Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan Untuk Deteksi Dini
Komplikasi 25
2.2.4 Tugas dan Wewenang Bidan dalam Penatalaksanaan Asuhan Kehamilan
dengan Komplikasi 35
2.3 Asuhan Postpartum 37
2.3.1 Pengertian 37
2.3.2 Tujuan 37
2.3.3 Standar Pelayanan Asuhan Nifas dengan Riwayat Ketuban Pecah
Dini 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 40
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 40
3.2 Teknik Pengumpulan Data 40
3.3 Sumber Data 41
3.4 Instrumen Penelitian 41
3.5 Pelaksanaan Pengumpulan Data 42
3.6 Analisis Data 42
3.7 Penyajian Data 43
BAB IV TEMUAN PENELITIAN, INTERPRESTASI DAN
PEMBAHASAN 44
4.1 Temuan Penelitian 44
4.1.1 Gambaran Umum 44
4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian 44
4.2 Interprestasi dan Pembahasan 58
4.2.1 Faktor Predisposisi Terjadinya Ketuban Pecah Dini 58
4.2.2 Kuantitas dan Kualitas ANC 66
4.2.3 Penatalaksanaan Prarujukan Ketuban Pecah Dini pada Ny. S 68

x
4.2.4 Tatalaksana Postpartum pada Ny. S 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 77
5.1 Kesimpulan 77
5.2 Saran 78
DAFTAR REFERENSI 80

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemberian Imunisasi TT 28

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara

Lampiran 2 : Hasil Wawancara

Lampiran 3 : Daftar Tilik dan Hasil Observasi

Lampiran 3 : Buku KIA

Lampiran 4 : Foto Wawancara Penelitian

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2015 menurut GHO (Global Health Observatory) data milik

WHO (World Health Organization) tercatat ada 303.000 kematian ibu yang

disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas. Setiap hari pada tahun 2015

sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi saat kehamilan dan persalinan,

hampir semua kematian ini muncul di lingkungan dengan sumber daya rendah dan

sebagaian besar dapat dicegah. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan,

hipertensi, infeksi dan penyebab tidak langsung sebagian besar dikarenakan

pengaruh timbal balik antara kondisi penyakit sebelumnya. Seorang wanita

dengan kehamilan beresiko di negara berkembang meninggal akibat kehamilan,

persalinan, dan nifas selama hidupnya sekitar 35 kali lebih tinggi dibandingkan

wanita yang tinggal di daerah maju.1

Angka kematian ibu di Indonesia tahun 2015 yaitu 305/100.000 kelahiran

hidup. Terjadi penurunan AKI dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu sebanyak

359/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Laporan Rutin Tahunan Program

Kesehatan Ibu Dinas Kesehatan Provinsi diseluruh Indonesia Tahun 2018,

penyebab kematian Ibu di Indonesia masih di dominasi oleh perdarahan (32%),

hipertensi dalam kehamilan (25%), diikuti oleh infeksi yang termasuk dalam

ketuban pecah dini (5%), dan abourtus (1%). Selain penyebab obstetrik, kematian

1
2

ibu juga disebabkan oleh penyebab lain-lain (non-obstetrik) (32%). Angka

kematian bayi 22,3/1000 kelahiran.4

Salah satu penyebab angka kematian ibu yaitu terjadinya infeksi yang

disebabkan oleh Ketuban Pecah Dini (KPD). KPD menyumbangkan angka

kematian ibu (5%) karena KPD memiliki beberapa komplikasi yang begitu serius

komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan KPD yang pertama adalah infeksi

sampai dengan sepsis, peritonitis dan rupture uteri.4

Penyebab kematian ibu sejak dahulu tidak berubah, yaitu perdarahan,

eklampsi, komplikasi abosrsi, partus macet dan sepsis. Infeksi yang banyak

dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya

komplikasi/penyulit kehamilan seperti febris, kariomniosis, infeksi saluran kemih

sebanyak 65% adalah karena KPD yang banyak menimbulkan infeksi pada ibu

dan bayi. KPD disebabkan karena berkurangnya kekuatan membran atau

meningkatkannya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.

Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat

berasal dari vagina dan servik. KPD merupakan suatu kejadian obstetrik yang

banyak ditemukan, dengan infeksi sekitar 10,7% dari seluruh persalinan, dimana

94% diantaranya terjadi pada kehamilan cukup bulan. Ini terjadi pada sekitar 6-

20% kehamilan. Apabila terjadi sebelum kehamilan aterm maka lebih banyak

masalah daripada terjadi pada kehamilan aterm.3

Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM

(premature rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.


3

KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada

kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran

prematur.1

Pada tahun 2019 data kematian ibu di Kabupaten Karawang sebanyak 45

kasus dari 44.850 persalinan. Faktor penyebab kematiannya adalah perdarahan (15

kasus) (33,3%), HDK/PEB/Ekslampsi (14 kasus) (31,1%), infeksi (sepsis

maternal) (2 kasus) (4,4%), gangguan sistem peredaran darah (8 kasus) (17,7%)

dan lain-lain (6 kasus) (13,3%). Infeksi termasuk adanya Ketuban Pecah Dini (2

kasus) (4,4%). Sedangkan data kematian bayi di Kabupaten Karawang sebanyak

157 kasus dari 44.850 penyebabnya adalah BBLR (65 kasus) (41,4%), asfiksia (37

kasus) (23,5%), infeksi/sepsis (2 kasus) (1,27%), kelainan bawaan (17 kasus)

(10,8%), pneumonia (2 kasus) (1,27%), diare (1 kasus) (0,6%), lain-lain (33

kasus) (21%).5

Kejadian Ketuban Pecah Dini berdasarkan data Rekam Medik Tahun 2018

dari 334 persalinan di RSUD Karawang terdapat 118 (35,3%) kasus KPD. Untuk

angka kejadian preeklampsi di RSUD Kabupaten Karawang, periode 2017-2018

dilaporkan kejadian preeklampsi sebesar 5,83%.6

Kejadian Ketuban Pecah dini berdasarkan data dari Rumah Bersalin di

Purwasari Tahun 2019 yaitu 145 kasus rujukan terdapat 26 kasus (17,9%) rujukan

KPD, namun angka ini tidak menimbulkan efek signitifikan terhadap mortalitas

ibu tetapi morbiditas ibu. Efek yang bisa terjadi pada ibu antara lain

korioamnionitis, tindakan operatif dan sepsis puerperal.7


4

Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37

minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Distress

Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi akan

meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse (keluarnya tali pusat),

resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Faktanya dalam kasus

KPD ini mengalami kejadian prematuritas pada bayinya.13

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan pasien adalah dengan

meminimalkan faktor resiko seperti tidak merokok, mengkonsumsi makanan

dengan gizi yang baik dan sesuai, dan memeriksakan kandungan secara teratur

sehingga predisposisi kandungan untuk mengalami ketuban pecah dini dapat

ditangani dengan baik dikarenakan diketahui secara pasti pemicunya sehingga

pasien lebih dapat berhati-hati dan cepat tanggap bila ketuban pecah dini terjadi

maka komplikasi yang membahayakan bagi ibu dan janin dapat di hindari.

Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup

efektif. Mengurangi aktifitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atu awal

triwulan ketiga sangat dianjurkan.8

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ivansri dan Andini (2017)

dengan judul “Hubungan Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah Dini

Di Rumah Sakit Martha Friska” didapatkan dari 45 ibu bersalin hasil Asymp.Sig

pada variabel usia 20-35 sebanyak 39 orang (86,7%) dengan nilai p= 0,011,

artinya ada hubungan yang signifikan antara usia dengan KPD. Variabel paritas

multigravida sebanyak 32 orang (71,1%) dengan nilai Asymp.Sig p = 0,031,


5

artinya ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan KPD. Variabel

dengan status pekerjaan IRT sebanyak 33 orang (73,3%) dengan nilai Asymp.Sig

p = 0,014 artinya ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan KPD.9

Sedangkah menurut penelitian yang dilakukan oleh Sudarto dan Tunut

(2014) dengan judul “Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil

Dengan Infeksi Menular Seksual” dalam penelitiannya didapatkan menunjukkan

bahwa dari 68 subjek penelitian sebagian besar subjek pada kasus terdapat usia

reproduksi sehat umur 20-35 tahun 85.3%, pendidikan menengah 70,60%, dan

status paritas tidak berisiko 61,80%, status paritas tidak berisiko 11,8%. hubungan

yang bermakna antara IMS dengan kejadian KPD yang ditunjukkan dengan nilai p

value< 0,05. Proporsi IMS pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol

adalah (14(73,07% : 5 (26,03%). Jika dilihat dari aspek risiko IMS berpeluang

meningkatkan kejadian KPD sebesar 4,06 kali (95%CI;1,26-13,07) dibandingkan

kelompok ibu hamil yang tidak IMS. Variable yng tidak begitu penting adalah

pendidikan, usia dan perokok. Berdasarkan status paritas diperoleh hasil bahwa

proporsi kejadian KPD dan tidak KPD sebagian besar ibu mempunyai paritas 2-3

anak (tidak berisiko) 42,0%; 54,50%. Dan dilihat dari kelompok paritas 3,59 kali

lebih besar (95% CI: 1,11-11,62 ) pada kelompok paritas ≤1 dan >4 anak

dibanding paritas 2-3 anak.9

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Leganti dan Riyanti (2018)

mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan

kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD). Umur berisiko akan meningkatkan kejadian
6

KPD sebanyak 1.9 kali lebih tinggi dibandingkan umur yang tidak berisiko.

Paritas berhubungan dengan kejadian KPD, umur kehamilan yang banyak

mengalami kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) terjadi pada umur kehamilan

premature, dan gemelli/bayi kembar menunjukkan hubungan yang bermakna

dengan kejadian KPD.11

Dalam penelitian akhir ini akan membahas gambaran kasus ketuban pecah

dini di Rumah Bersalin serta mengatahui faktor predisposisi terjadinya ketuban

pecah dini pada pasien, mengetahui kuantitas dan kualitas ANC pada pasien,

mengetahui bagaimana penatalaksanaan prarujukan ketuban pecah dini dan

mengetahui tatalaksana postpartum pada pasien. Pada penelitian terdahulu saya

akan melakukan penyempurnaan pembahasan yang belum terbahas yaitu kuantitas

dan kualitas ANC, penatalaksanaan prarujukan ketuban pecah dini, dan

tatalaksana postpartum.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian pada ibu G2P1A0 yang mengalami KPD di Rumah Bersalin Purwasari

tahun 2020 .

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kasus Ketuban Pecah Dini pada Ibu G2P1A0

di Rumah Bersalin Purwasari tahun 2020


7

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini pada

Ibu G2P1A0 di Rumah Bersalin

2. Untuk mengetahui kuantitas dan kualitas ANC pada Ibu di Rumah

Bersalin

3. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan prarujukan ketuban pecah

dini di Rumah Bersalin Purwasari Karawang

4. Untuk mengetahui tatalaksana postpartum pada Ibu oleh bidan Rumah

Bersalin

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teori

Untuk mengetahui aplikasi teori terhadap kejadian penyebab dan

gambaran penatalaksanaan prarujukan kasus Ketuban Pecah Dini di Rumah

Bersalin.

1.3.2 Manfaat Praktek

Untuk mengetahui pengaplikasikan teori pada praktek terhadap kejadian

penyebab dan gambaran penatalaksanaan prarujukan kasus Ketuban Pecah Dini di

Rumah Bersalin.

1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan

Laporan kasus ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan bacaan dan

menambah wawasan bagi seluruh civitas Poltekkes Kemenkes Bandung Prodi

Kebidanan Karawang terutama gambaran kasus Ketuban Pecah Dini di Rumah

Bersalin.
8

1.3.3 Untuk Penulis

Menambah pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam melakukan

gambaran penyebab dan penatalaksanaan prarujukan Ketuban Pecah Dini lebih

rinci dan lebih baik sebagai proses pembelajaran agar lebih memahami dan dapat

melakukan deteksi pada kasus Ketuban Pecah Dini.

1.3.4 Bagi Tempat Penelitian

1. Mengetahui faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini pada Ibu

G2P1A0

2. Mengetahui kuantitas dan kualitas ANC pada Ibu G2P1A0 di Rumah

Bersalin

3. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan prarujukan ketuban pecah dini di

Rumah Bersalin

4. Mengetahui tatalaksana postpartum pada Ibu oleh bidan

1.4 Asumsi

Asuhan yang diberikan kepada penderita Ketuban Pecah Dini harus

diberikan susai dengan SOP yang ada serta mengetahui faktor predisposisi dan

penyebab yang dapat memicu terjadinya Ketuban Pecah Dini pada kehamilan.

1.5 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana faktor predisposisi terjadinya Ketuan Pecah Dini pada Ibu

G2P1A0 di Rumah Bersalin?

2. Bagaimana kuantitas dan kualitas ANC pada Ibu di Rumah Bersalin?

3. Bagaimana penatalaksanaan prarujukan Ketuban Pecah Dini di Rumah

Bersalin?
9

4. Bagaimana tatalaksana postpartum pada Ibu oleh bidan di Rumah

Bersalin?
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Ketuban Pecah Dini

2.1.1 Pengertian

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu.13

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya

(KPSW) sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM)

didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan.

Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang dari

3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada akhir

kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Bila ketuban pecah dini

terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada

kehamilan prematur. KPD preterm adalah pecahnya membrane Chorioamniotik

sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.11

2.1.2 Penyebab

Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini, yaitu sebagai berikut:13

1. Serviks inkompeten

2. Overdistensi uterus

10
11

3. Faktor keturunan ( ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan

genetik)

4. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia,

meningkatnya enzim proteolitik)

5. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase

laten

a. Makin panjang fase laten, maka tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa

menimbulkan morbiditas janin

c. Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat

Penyebab umum ketuban pecah dini adalah grandemulti, overdistensi

(hidramnion, kehamilan ganda), disproporsi sefalopelvik, kehamilan letak lintang,

sungsang, atau pendular abdomen.13

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nur Rohmawati dan Arulita

Ika Fibriana, 2017) penyebab kejadian KDP yaitu hasil menunjukkan ada

hubungan antara malposisi (malpresentasi) janin (p value = 0,019), umur ibu (p

value = 0,033), paritas (p value = 0,003), riwayat KPD (p value = 0,005), status

pekerjaan ibu (p value = 0,019), status anemia (p value = 0,010), paparan asap dan

perilaku merokok ibu (p value = 0,004) dengan kejadian ketuban pecah dini.

Tidak ada hubungan antara kehamilan kembar (ganda) (p value = 0,31), riwayat

keturunan (p value = 0,315), riwayat keguguran berulang dengan kejadian ketuban

pecah dini (p value = 0,358).13

2.1.3 Faktor Predisposisi


12

1. Usia

Usia reproduksi normal pada umur 20-35 tahun, karena pada usia

tersebut organ reproduksi sudah berfungsi secara optimal. Jika wanita

hamil pada usia < 20 tahun dianggap kehamilan resiko tinggi karena

organ reproduksi belum siap hamil sehingga mempengaruhi pembentukan

selaput ketuban menjadi abnormal, sedangkan usia > 35 tahun terjadi

penurunan organ-organ reproduksi yang berpengaruh pada proses

embryogenesis sehingga selaput ketuban lebih tipis yang memudahkan

pecah sebelum waktunya.14

Umur ibu berisiko mengalami ketuban pecah dini adalah umur di

bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. 12

2. Usia Kehamilan

Ketuban pecah dini merupakan komplikasi yang berhubungan

dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar

pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan

KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat kompleks, bertujuan

untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS

(Respiration Dystress Syndrome).15

Menurut Dutton (2012) di dalam penelitian Merti, 2016 insiden

ketuban pecah dini sebanyak 8-10% kehamilan cukup bulan. Pada umur

kehamilan kurang 37 minggu, insiden ketuban pecah dini terjadi sebanyak

2-4% pada kehamilan tunggal dan 7-10% pada kehamilan kembar.

Menurut Wahyuni (2009) dalam Damarati (2012) di dalam penelitian


13

Merti, 2016 kejadian ketuban pecah dini di Indonesia sebanyak 35,70%-

55,30% dari 17.665 kelahiran.16

3. Paritas

Manuaba menyatakan bahwa paritas (multi/grande multipara)

merupakan faktor penyebab umum terjadinya ketuban pecah dini.

Sedangkan menurut Geri Morgan dan Carole Hamilton, paritas

merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketuban pecah dini

karena peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama

proses kelahiran sebelumnya dan teori Prasanthi yang menyebutkan

bahwa risiko terjadinya pada grandemultipara yang disebabkan oleh

motilitas uterus berlebih, perut gantung, kelenturan leher rahim yang

berkurang sehingga dapat terjadi pembukaan. 14

4. Pekerjaan

Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama jam

kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan

dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul

ketuban pecah dini (Notoatmodjo. 2003) di dalam (Tahir, Suriani. 2012). 18

Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh

kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu

hamil agar selama masa kehamilan hindari /kurangi pekerjaan terlebih

dahulu. Bekerja pada umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang

banyak aktivitas yang berlebihan mempengaruhi kehamilan ibu untuk


14

menghadapi proses persalianannya (Efendy, Irawan. 2012) di dalam Rosi,

2013.14

5. Riwayat Ketuban Pecah Dini

Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian

ketuban pecah dini dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika menghadapi

kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali

mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD

secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran

sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah

preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan menjelang

persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari pada

wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena komposisi

membran yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.19

6. Infeksi Traktus Genetalia

Kejadian ini Amerika Serikat 0,5% – 7% wanita hamil didapatkan

menderita gonorea. Meningkatnya kasus gonore dalam kehamilan setara

dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini dalam kehamilan,

korioamnionitis, dan terjadinya sepsis pada neonatus. Infeksi Clamidydia

trachomatis merupakan penyebab akibat hubungan seksual yang

kejadiannya semakin tinggi, kejadian infeksi ini pada serviks wanita

hamil yaitu 2-37%. Beberapa penelitian menunjukkan berbagai masalah

meningkatnya risiko kehamilan dan persalinan pada ibu dengan infeksi

ini. Misalnya dapat menimbulkan abortus, kematian janin, persalinan


15

preterm, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah sebelum waktunya

serta endometritis postabortus maupun postpartum. Penyakit bacterial

vagionosis (BV) dahulu dikenal dengan sebagai vaginitis nonspesifik atau

vaginitis yang disebabkan oleh Haemophilus/ Gardnerella vaginalis.

Dalam kehamilan, penelitian membuktikan bahwa BV merupakan salah

satu faktor pecahnya selaput ketuban pada kehamilan dan persalinan

prematur.

7. Perilaku Merokok

Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas

tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok menggandung

lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk

karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.

Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan-gangguan

seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang

lebih tinggi. 20

Menurut penelitian yang dilakukan Muntoha,dkk (2013) bahwa

Wanita yang terpapar asap rokok cenderung lebih sering mengalami

gangguan pada kehamilannya karena kandungan zat kimia pada perokok

pasif lebih tinggi dibandingkan perokok aktif. Selain itu asap rokok dapat

tertinggal lama dalam suatu ruangan. Sebagaimana Penelitian yang

dilakukan mostafa tahun 2011 di kemukakan dalam penelitian Muntoha,

dkk (2013) menunjukkan bahwa toksin yang terkandung dari asap rokok

melekat pada pakaian, tertinggal dalam ruangan, pintu dan perabotan yang
16

ada di sekitarnya selama beberapa minggu dan bulan setelah digunakan

untuk merokok. Pada saat pintu dan jendela dibuka atau kipas angin

dinyalakan maka toksin akan kembali ke udara di sekitarnya. Kondisi ini

menyebabkan wanita dengan suami perokok atau tinggal di lingkungan

yang terdapat banyak perokok akan menjadi perokok pasif.29

8. Hubungan Seksual

Menurut Manuaba (2010) penyebab KPD salah satunya adalah

karena coitus saat kehamilan trimester III degan frekuensi >3 kali

seminggu, penetrasi penis yang sangat dalam dan posisi suami menekan

dinding perut ibu sehingga dapat menyebabkan trauma dan menyebabkan

KPD.13

9. Tekanan Intrauterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara

berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :

a) Trauma : berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,

amniosintesis.

b) Gemelli : Kehamilan kembar dalah suatu kehamilan dua janin atau

lebih. Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus yang

berlehihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara

berlehihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang

lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan

dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan


19
selaput ketuban tipis dan mudah pecah. Ini sejalan dengan penelitian
17

yang diteliti oleh Legawati dan Riyanti (2018) bahwa gemelli/bayi

kembar menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian KPD

dengan nilai OR 6,845 yang menunjukkan bahwa gemelli akan

meningkatkan kejadian KPD 6,8 kali lebih besar dibandingkan bayi

lahir tunggal. 11

10. Kelainan Letak

Faktor kelainan letak berkorelasi dengan jenis pekerjaan ibu. Ibu

tidak bekerja cenderung mengalami kelainan letak, hal ini bisa disebabkan

ibu yang tidak bekerja melakukan aktifitas lebih sedikit dibandingkan ibu

bekerja. Sesuai dengan teori Prawiroharjo (2011) hal ini terjadi karena

posisi janin dalam rahim yang tidak sesuai dengan jalan lahir, misalnya

letak lintang. Oleh karena ketidakteraturan bagian terendah, ketuban


12
pecah spontan dini mengalir keluar dengan cepat. Kelainan letak

menjadi faktor penyebab KPD ini sejalan dengan penelitian (Isnaini,

2015) yang menyatakan bahwa penyebab terbanyak KPD adalah kelainan

letak sungsang. Kejadian ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh

kelainan letak yaitu letak lintang dan letak sungsang. Pada letak lintang

terjadi ketidakteraturan bagian terendah janin sehingga ketuban pecah

spontan dini mengalir keluar dengan cepat. Sedangkan pada letak

sungsang tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul

serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. 21

11. Sosial Ekonomi


18

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan

kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang

yang mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi kehidupannya.

Pendapatan yang meningkat merupakan kondisi yang menunjang bagi

terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan

merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu

memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan. 19

2.1.4 Patofisiologi

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

urerus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah

rerrentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior

rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara

sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan

katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan

selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah

berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen, kekurangan tembaga

dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara

lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang

dihambat oieh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu

persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi

proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi

proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di


19

mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini. Selaput

ketuban sangat kuat pada kehamiian muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban

mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan

pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir

terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada

kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan

prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang

menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada

polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.12

2.1.5 Tanda dan Gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui

vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna

pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai

kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah

terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk

sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut

jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. 19

2.1.6 Diagnosis

Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di

vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah

janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat

dilakukan dengan tes lakmus Q{itrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia
20

kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi.

Tanda-unda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38oC serta air ketuban keruh

dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami takikardia,

mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan dan

skoring pelvik. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan

bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).12

2.2.6.1 Diagnosis Banding

Diagnosa banding ada du acara yaitu cairan dalam vagina (bisa urine/flour

albus) dan hasil water dan fore water rupture of membrane (pada kedua keadaan

ini tidak ada perbedaan penatalaksanaan).

2.1.7 Penatalaksanaan di Tingkat Pelayanan Dasar dan di Tingkat

Pelayanan Rujukan

Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Tingkat Puskesmas/ Klinik /BPM

Bahwa Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita merasa keluar cairan

yang banyak secara tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali pemeriksaan inspekulo

dengan spekulum steril untuk melihat adanya cairan yang keluar dari serviks atau

menggenang di forniks posterior. Jika tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah

janin, atau minta ibu untuk mengedan/batuk. Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak
21

dilakukan kecuali akan dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi) karena

dapat mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi. Setelah

melakukan inspekulo, Pastikan bahwa : cairan tersebut adalah cairan amnion

dengan memperhatikan : Bau cairan ketuban yang khas, Tes Nitrazin : lihat

apakah kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru. Harap diingat bahwa

darah, semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu, Gambaran pakis

yang terlihat di mikroskop ketika mengamati sekret servikovaginal yang

mengering Tidak ada tanda-tanda in partu setelah menentukan diagnosis ketuban

pecah dini, perhatikan tandatanda karioamnionitis. 22

Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini di pelayanan rujukan di bagi menjadi

2 bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Konservatif

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg

atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazole 2 x 500 mg

selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keiuar. Jika usia

kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa

negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan

kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia

kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan

tokolitik (saibutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika

usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan

induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi


22

intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk

memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar

lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari

dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam

sebanyak 4 kali.

2. Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal

seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 pg-50 pg intravaginal

tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik

dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan

pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri

persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden

seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.

Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin (Sunarti,2017) adalah

1. Prognosis ibu
23

Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi

intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/

partus lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif

obstetrik (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.

2. Prognosis janin

Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu

prematuritas (sindrom distres pernafasan, hipotermia, masalah pemberian

makan neonatal, retinopati premturit, perdarahan intraventrikular,

enterecolitis necroticing, gangguan otak dan risiko cerebral palsy,

hiperbilirubinemia, anemia, sepsis, prolaps funiculli/penurunan tali pusat,

hipoksia dan asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor

APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial,

gagal ginjal, distres pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom

deformitas janin, hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan

pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan mortalitas perinatal. 19

2.1.9 Wewenang Bidan Sesuai Permenkes dalam Penataksanaan Ketuban

Pecah Dini (KPD)

Dalam penanganan kasus ketuban pecah dini terdapat pada kebijakan

pemerintah dalam Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar

profesi bidan yang terdapat pada kompetensi ke-3 tentang asuhan dan konseling

selama kehamilan yaitu bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk

mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi deteksi dini,

pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu. Dalam hal ini bidan harus
24

mampu memberikan pelayanan kesehatan seoptimal mungkin dengan melakukan

deteksi dini untuk meminimalisir terjadinya komplikasi yang akan terjadi

sehingga dapat mengurangi angka kematian ibu salah satunya adalah kejadian

ketuban pecah dini. 23

2.2 Asuhan Kehamilan

2.2.1 Definisi

Antenatal Care adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan

obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian

kegiatan pemantuan rutin selama kehamilan. 12

Antenatal care merupakan pelayanan yang diberikan pada ibu hamil untuk

memantau, mendukung kesehatan ibu dan cara mendeteksi ibu apakah ibu hamil

normal atau bermasalah. 24

2.2.2 Tujuan

Adapun tujuan Antenatal Care sebagai berikut:24

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang ibu dan tumbuh kembang bayi.

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu

dan bayi.
25

3. Mengenali secara dini ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin

terjadi selama kehamilan, termasuk riwayat secara umum, kebidanan dan

perdarahan.

4. Mempersiapkan persalinan yang cukup bulan, melahirkan dengan selamat

ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan pemberian ASI

eksklusif.

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi

agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.2.3 Standar Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan Untuk Deteksi Dini

Komplikasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97

Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,

Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan

Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Dalam melakukan pemeriksaan

antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai

standar terdiri dari:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.

Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan

atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya

gangguan pertumbuhan janin.


26

Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan

untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu

hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya CPD

(Cephalo Pelvic Disproportion).

2. Ukur Tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90

mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema

wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria).

3. Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LiLA)

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh

tenaga kesehatan di trimester I untuk skrining ibu hamil berisiko KEK.

Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami

kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun)

dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat

melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

4. Ukur Tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan

umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan,

kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran

menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.


27

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan

untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin

bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada

kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain. Penilaian DJJ

dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan

antenatal. DJJ lambat kurang dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari

160 kali/menit menunjukkan adanya gawat janin.

6. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid

(TT) bila diperlukan

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus

mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining

status imunisasi T-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai

dengan status imunisasi T ibu saat ini. Ibu hamil minimal memiliki status

imunisasi T2 agar mendapatkan perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu

hamil dengan status imunisasi T5 (TTLong Life) tidak perlu diberikan

imunisasi TT lagi.

Pemberian imunisasi TT tidak mempunyai interval maksimal,

hanya terdapat interval minimal. Interval minimal pemberian imunisasi TT

dan lama perlindungannya dapat dilihat pada tabel berikut:


28

Tabel 2.1 Pemberian Imunisasi TT

Selang waktu minimal


Imunisasi TT Lama Perlindungan
pemberian imunisasi
TT1 Langkah awal

pembentukan

kekebalan tubuh

terhadap penyakit

tetanus
TT2 1 bulan setelah TT1 3 Tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 Tahun
TT4 12 bulan setelah TT3 10 Tahun
TT5 12 bulan setelah TT4 ≥25 Tahun
Sumber: Depkes, 2013

7. Beri Tablet tambah darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat

tablet tambah darah (tablet zat besi) dan Asam Folat minimal 90 tablet

selama kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama.

8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus).

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah

pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium

rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap

ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah, dan pemeriksaan

spesifik daerah endemis/epidemi (malaria, HIV, dll). Sementara

pemeriksaan laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain

yang dilakukan atas indikasi pada ibu hamil yang melakukan kunjungan
29

antenatal. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal tersebut

meliputi:

a. Pemeriksaan golongan darah

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk

mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan jugauntuk

mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu

diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

b. Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal

sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga.

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut

menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi

anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam

kandungan. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil pada

trimester kedua dilakukan atas indikasi.

c. Pemeriksaan protein dalam urin

Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada

trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan

untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria

merupakan salah satu indikator terjadinya pre-eklampsia pada ibu

hamil.

d. Pemeriksaan kadar gula darah


30

Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus

dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal

sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan

sekali pada trimester ketiga.

e. Pemeriksaan darah Malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan

pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak

pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan

pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.

f. Pemeriksaan tes Sifilis

Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan

ibu hamil yang diduga menderita sifilis. Pemeriksaaan sifilis

sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.

g. Pemeriksaan HIV

Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga

kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes

HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan

laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau

menjelang persalinan. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran

tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil

dengan IMS dan TB secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium

rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan

Teknik penawaran ini disebut Provider Initiated Testing and


31

Councelling (PITC) atau Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan

Kesehatan dan Konseling (TIPK).

h. Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai

menderita tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi

tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin.

Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan. Mengingat

kasus perdarahan dan preeklamsi/eklamsi merupakan penyebab utama

kematian ibu, maka diperlukan pemeriksaan dengan menggunakan alat

deteksi risiko ibu hamil oleh bidan termasuk bidan desa meliputi alat

pemeriksaan laboratorium rutin (golongan darah, Hb), alat pemeriksaan

laboratorium khusus (gluko-protein urin), dan tes hamil.

9. Tatalaksana/penanganan Kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil

harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan.

Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem

rujukan.

10. Temu wicara (konseling)

Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan

antenatal yang meliputi:

a. Kesehatan ibu
32

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya

secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar

beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per

hari) dan tidak bekerja berat.

b. Perilaku hidup bersih dan sehat

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan

selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi

2 kali sehari dengan menggunakan sabun, menggosok gigi setelah

sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan.

c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan

Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga

terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau

masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi,

transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila

terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera

dibawa ke fasilitas kesehatan.

d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan

menghadapi komplikasi

Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenal tanda-tanda bahaya baik

selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada

hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan

lahir saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting agar
33

ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehtan

kesehatan.

e. Asupan gizi seimbang

Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan

yang cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting

untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu.

Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara

rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.

f. Gejala penyakit menular dan tidak menular.

Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit

menular dan penyakit tidak menular karena dapat mempengaruhi

pada kesehatan ibu dan janinnya.

g. Penawaran untuk melakukan tes HIV dan Konseling di daerah

Epidemi meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan

TB di daerah epidemic rendah.

Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan tes HIV dan segera

diberikan informasi mengenai resiko penularan HIV dari ibu ke

janinnya. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dilakukan

konseling Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).

Bagi ibu hamil yang negatif diberikan penjelasan untuk menjaga

tetap HIV negatif diberikan penjelasan untuk menjaga HIV

negative selama hamil, menyusui dan seterusnya.

h. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif


34

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada

bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat

kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian

ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.

i. KB paska persalinan

Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah

persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya

waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.

j. Imunisasi

Setiap ibu hamil harus mempunyai status imunisasi (T) yang masih

memberikan perlindungan untuk mencegah ibu dan bayi

mengalami tetanus neonatorum. 25

2.2.4 Tugas dan Wewenang Bidan dalam Penatalaksanaan Asuhan

Kehamilan dengan Komplikasi

Adapun pelayanan kesehatan selama masa kehamilan seorang seorang ibu

yang diberikan sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang telah ditentukan.

Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup banyak hal meliputi antara lain:

1. Anamnesis yaitu pencarian riwayat kehamilan terdahulu seperti gangguan

kehamilan
35

2. Pengukuran tinggi badan yang dilakukan satu kali dan penimbangan berat

badan yang dilakukan setiap ibu hamil memerikasakan kehamilannya.

3. Pengukuran tinggi fundus uteri untuk menaksir usia kehamilan, dilakukan

dengan perabaan perut (Leopold I-IV).

4. Pememriksaan panggul, dilakukan dengan maksud:

a. Memeriksa ada tidaknya kelainan atau penyakit pada jalan lahir

b. Mengadakan pemerikasaan untuk membuktikan bahwa ibu hamil

c. Untuk mengetahui apakah ibu panggul sempit.

5. Penghitungan denyut jantung janin (DJJ).

6. Pemeriksaan kesehatan secara umum, meliputi pengukuran tekanan darah

dan denyut jantung ibu, dan pemeriksaan faal tubuh.

7. Pemerikasaan Hb dengan menggunakan metode sahli

8. Penyuluhan kesehatan pada kehamilan, yang ditujukan pada pemeliharaan

kebersihan perorangan, dan status gizi.

9. Suplemen gizi dengan pemberian tablet zat besi (Fe)

10. Pemberian suntikan Tetanus Toksoid (TT) lengkap 2 kali untuk mencegah

terjadinya tetanus neonatorum. 25

Menurut UU No. 4 Tahun 2019 tentang kebidanan yang terkandung dalam

paragraf 5 tentang Keadaan Kegawat Darurat sebagai berikut:

1. Dalam keadaan gawat darurat untuk pemberian pertolongan pertama,

Bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sesuai

dengan kompetensinya.
36

2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk

menyelamatkan nyawa Klien.

3. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

keadaan yang mengancam nyawa Klien.

4. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

oleh Bidan sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.

5. Penanganan keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sampai dengan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.26

2.3 Asuhan Postpartum

2.3.1 Pengertian

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung

selama kira- kira 6 minggu. 12

Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa

atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,sampai

enam minggu berikutnya,disertai dengan pulihnya kembali oragan-organ yang

berkaitan dengan kandungan,yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan

lain sebagainya berkaitan saat melahirkan.

2.3.2 Tujuan

Tujuan asuhan nifas menurut sebagai berikut:

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi


37

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemebrian imunisasi kepada,

bayinya dan perawatan bayi sehat

4. Memberikan pelayanan keluarga berencana. 12

2.3.3 Standar Pelayanan Asuhan Nifas dengan Riwayat Ketuban Pecah

Dini

1. Kunjungan nifas pertama (KF 1)

KF 1 diberikan pada enam jam sampai tiga hari setelah persalinan.

Asuhan yang diberikan berupa pemeriksaan TTV, pemeriksanaan Tinggi

Fundur Uteri, pemeriksaan luka bekas operasi SC, pemeriksaan payudara

dan anjuran ASI eksklusif, pemantauan jumlah darah yang keluar,

pemeriksaan cairan yang keluar dari vagina, pemberian kapsul vitamin A

dua kali dengan dosis 2 x 200.000 IU diberikan segera setelah melahirkan

dan 24 jam setelah pemberian pertama, minum tablet darah setiap hari.

2. Kunjungan nifas kedua (KF 2)

KF 2 diberikan pada hari ke-4 sampai hari ke-28 setelah

persalinan. Pelayanan yang diberikan adalah pemeriksaan tanda-tanda

vital, pemeriksanaan Tinggi Fundur Uteri, pemeriksaan luka bekas operasi

SC, pemeriksaan diastasis rekti, pemeriksaan payudara dan anjuran ASI

eksklusif, pemeriksaan tanda homan, pemantauan jumlah darah yang


38

keluar, pemeriksaan cairan yang keluar dari vagina minum tablet tambah

darah setiap hari.

3. Kunjungan nifas lengkap (KF 3)

Pelayanan yang dilakukan hari ke-29 sampai hari ke-42 setelah

persalinan. Pelayanan yang diberikan adalah pemeriksaan TTV,

pemeriksanaan Tinggi Fundur Uteri, pemeriksaan luka bekas operasi SC,

pemeriksaan diastasis rekti, pemeriksaan payudara dan anjuran ASI

eksklusif, pemeriksaan tanda homan, pemantauan jumlah darah yang

keluar, pemeriksaan cairan yang keluar dari vagina minum tablet tambah

darah setiap hari dan pelayanan KB paca persalinan.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan studi kasus dengan metode

deskriptif,

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunkan berbagai

teknik pengumpulan data secara gabungan. Pengumpulan data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa cara yaitu:

1. Wawancara mendalam (In Depth Interview)

Dengan teknik pengumpulan data ini penulis menggunakan panduan

wawancara berstruktur yang memperoleh keterangan untuk tujuan-tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai.

2. Observasi

Dengan teknik pengumpulan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang

valid dan akurat. Observasi dilakukan secara formal dan informal.

3. Dokumentasi

Dengan teknik pengumpulan ini untuk memperkuat data hasil metode

observasi dan wawancara mendalam. Pengumpulan data pada penelitian

ini dilakukan untuk mendapatkan data yang ada dalam dokumen sesuai

dengan data yang sudah ada.

39
40

3.3 Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data. Dimana

peneliti menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber

data yang dimaksud subyek darimana data dapat diperoleh.

1. Sumber data primer

Data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber petamanya.

Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah bidan, pasien,

suami pasien dengan dilakukannya observasi dan wawancara mendalam.

2. Sumber data sekunder

Data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari

sumber pertama. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah

dokumentasi buku KIA pasien dan SOP penatalaksanaan prarujukan

Ketuban Pecah Dini.

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti sendiri. Wawancara dilakukan dengan beberapa pertanyaan

mendalam dengan menggunakan wawancara yang berstruktur dan akan

dilampirkan dalam penelitian ini. Hasil wawancara ini dilakukan dengan cara

merekam proses wawancara dengan menggunakan handphone.

3.5 Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dalam beberapa waktu, yaitu

pada tanggal 06 Februari 2020 dilakukannya pemeriksaan kehamilan dan proses

rujukan ke rumah sakit, pada tanggal 11 Februari 2020 dilakukannya


41

pengumpulan data dengan cara wawancara atau tatap muka dengan pasien, pada

tanggal 22 Februari 2020 untuk memastikan jawaban wawancara yang dinyatakan

oleh pasien tersebut maka dilakukanlah wawancara pada suami pasien, pada

tanggal 17 Februari 2020 pasien melakukan kunjungan nifas yang kedua, pada

tanggal 12 Maret 2020 pasien melakukan kunjungan nifas lagi yang ketiga,

kemudian pada tanggal 13 Maret 2020 dilakukannya wawancara pada bidan, dan

pada tangggal 29 Maret 2020 dilakukannya proses pengumpulan data pada pasien

secara tatap muka dengan melakukan wawancara kepada pasien.

3.6 Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode analisis isi (Content

analysis) yaitu suatu analisis mendalam dengan menggunakan teknik

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data secara narasi dalam bentuk

desktiptif kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Secara kualitatif, analisis isi

dapat melibatkan suatu jenis analisis, dimana isi komunikasi (percakapan, teks

tertulis, wawancara, fotografi, dan sebagainya).

Reduksi data yaitu menggali data untuk memudahkan dengan cara

membuat rangkuman data sesuai tujuan penelitian. Dengan cara pengumpulan

data kemudian diseleksi dan disederhanakan sehingga menjadi sebuah data yang

berfokus pada tujuan peneliti.

3.7 Penyajian Data

Penyajian data ini dengan melakukannya kesimpulan dari hasil temuan

yang diteliti serta penyajian data dalam bentuk narasi yang bertujuan untuk

menjawab pertanyaan penelitian terhadap kejadian Ketuban Pecah Dini.


42
BAB IV

TEMUAN PENELITIAN, INTERPRESTASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Temuan Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum

Pada BAB ini akan disajikan temuan-temuan penelitian mengenai faktor

penyebab dan penatalaksanaan prarujukan kasus ketuban pecah dini di RB

purwasari tahun 2020. Temuan penelitian ini peneliti menyajikan dengan narasi

agar pembaca mudah memahami tujuan dan hasil penelitian. Dalam proses

wawancara mendalam (In depth interview), peneliti mewawancarai 3 partisipan

yaitu Ny. S (P1), Tn. F (S1), Bidan (B1).

4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Temuan penelitian yang didapatkan oleh peneliti berlangsung sesuai

dengan data yang ada di RB Assalam. Adapun hasil penellitian ini secara in depth

interview, dan dokumen-dokumen penunjang. Hasil in depth interview yang

dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan hasil wawancara peneliti mendapatkan

keterangan dari partisipan sebagai berikut.

4.1.2.1 Faktor Predisposisi Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ny. S

G2P1A0

1. Usia

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa usia ibu adalah

26 tahun. Pernyataan partisipan sebagai berikut:

43
44

“26 tahun” (P1.11.02.2020).

2. Usia kehamilan

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa usia kehamilan

ibu adalah masuk usia kehamilan 9 bulan. Pernyataan partisipan sebagai

berikut:

“Injek 9 bulan teh” (P1.11.02.2020).

Data dari buku KIA pasien bahwa HPHT Ny. S ialah 04-06-2019.

3. Paritas

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa kehamilan ibu ini

adalah kehamilan yang kedua, pernah melahirkan sekali, dan tidak pernah

keguguran. Pernyataan pertisipan sebagai berikut:

“Ini hamil kedua teh, pernah melahirkan sekali tapi belum pernah

keguguran” (P1.11.02.2020).

Hasil catatan di buku KIA bahwa Ny. S hamil ke 2, jumlah persalinan 1

kali, jumlah keguguran 0 kali, G2P1A0.

4. Pekerjaan

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa pekerjaan ibu itu

IRT (Ibu Rumah Tangga). Pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Teu kerja, saya Ibu Rumah Tangga” (P1.11.02.2020).

5. Riwayat ketuban pecah dini

Dari hasil wawancara peneliti mengatahui bahwa ibu tidak

mempunyai riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya.

Pernyataan partisipan sebagai berikut:


45

“Teu, teh normal, pas mules pagi teh terus malem tos magrib teh dibawa

ka Bd. Yayat tos pembukaan tapi acan eta cuman pembukaan 4 teuing 2

hilap deui tos lami, tapi normal teu aya penyakit nanaon”(P1.11.02.2020).

6. PMS (Penyakit Menular Seksual)

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa ibu tidak

mempunyai penyakit di daerah alat reproduksinya. Pernyataan partisipan

sebagai berikut:

“Teu gaduh teh, normal-normal wae the”(P1.11.02.2020).

7. Merokok

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa ibu tidak

merokok melainkan suaminya yang merokok. Pernyataan partisipan

sebagai berikut:

“Teu ngarokok teh, amun suami ngarokok teh” (P1.11.02.2020).

Dan dipertegas oleh suami pasien, bahwa:

“Teu ngarokok istri mah, amun saya ngarokok teh nyacuman teu kos

batur teu beak sabungkus paling oge peuting doang, nya 5 batanglah

sapoe. Tara ngadeukeutan istri ai ker ngarokok mah paling ai ngarokok di

bumi di luar ai bade ka kamar nginum hela kakarak asup ka kamar”

(S1.22.02.2020).

8. Hubungan seksual

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa ibu melakukan

hubungan terakhir pada tanggal (04-02-2020) dilakukan pada malam hari.

Pernyataan partisipan sebagai berikut:


46

“Sebelum ketuban rembes poe rabu teh, berhubungan wengina malem

rebona (04-02-2020) teh pan ketuban rembesna poe rabu isuk”

(P1.11.02.2020).

Suami menegaskan bahwa:

“Nya sami jawaban na kos istri wengi sebelumna” (S1.22.02.2020).

”Cuma sekali doang, Sekali saminggu neng, Nteu, cuman di daerah perut

bagian bawah doang terasa nyeri, Cuman lemes doang, kelelahan,

Tetehna anu dibawah dan suami di atas, kos kitu wae ari berhubungan

mah. (P1.25.04.2020)

9. Jumlah janin

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa jumlah janin

yang ada di kandungan pasien itu janin ganda (kehamilan gemeli).

Pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Aya 2 teh pas diparios USG ku dokter jenis kelamina awewe sadaya”

(P1.11.02.2020).

“Hasil USG dokter bagus ini kembar, semuanya kelaminnya perempuan,

perkiraan kiloannya teh ceuk dokter 1,5 kg-an semua, posisi kepalana anu

hiji dibawah anu hiji deui diatas” (P1.25.04.2020)

10. Kelainan letak

Dari hasil wawancara peneliti mengatahui bahwa letak janinnya

berbeda janin pertama normal (presentasi kepala) namun janin kedua

mengalami kelainan letak (presentasi bokong). Pernyataan partisiapan

sebagai berikut:
47

“Posisi janinna asaan teh kadang kepala kabeh anu dibawah mah,

kadang aya usik anu di luhur kabeh gitu neng ieu teh kepala na apa

bokongna kitu beda, ceuk bu yayat sae posisi na ngan aya anu bokongna

di handap” (P1.11.02.2020).

“Hasil USG dokter bagus ini kembar, semuanya kelaminnya perempuan,

perkiraan kiloannya teh ceuk dokter 1,5 kg-an semua, posisi kepalana anu

hiji dibawah anu hiji deui diatas” (P1.25.04.2020)

11. Sosial ekonomi

Dari hasil wawancara peneliti mengetahui bahwa pendapatan

dalam sehari Rp. 100.000 sampai Rp. 150.000 perhari. Kebutuhan

keluarga sangat banyak. Pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Sapoe teh 100rb kadang amun ker rame 150rb” (P1.11.02.2020).

Suami menegaskan bahwa:

“Aduh teu tentu teh da ieu mah soalna bidang jasa lain kos pabrik

sabulana jelas kitunya, da ieu mah teu tentu nya kadang amun di

kumpulkeun mah meren 2-2,5 juta mereunan sabulanan ai dikumpulkeun

mah. Kalo sehari paling 100rb-150rb” (S1.22.02.2020).

Pengeluaran dalam sehari ibu mengatakan untuk membelikan kebutuhan

sehari-hari. Pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Paling ibu rumah tangga mah paling berasnya neng, paling naon si

belanja kabutuhan sehari-hari” (P1.11.02.2020)


48

Suami menegaskan bahwa:

“Tara meuli nanaon paling resiko sapopoe weh istri teu balanja anu

aneh-aneh” (S1.22.02.2020).

4.1.2.2 Kuantitas dan Kualitas ANC Pada Ny. S

Dari hasil wawancara dan dari data sekunder bahwa ibu melakukan

pemeriksaan kehamilan ke bidan sebanyak 9 kali selama kehamilannya.

Pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Periksa ke bidan 9 kali, terus pas udah umur 8 bulan di USG ke bidan
cuman kata bidan disuruh ke dokter kandungan Rumah Sakit Karya
Husada, memeriksakan kehamilan pertama sama suami, kesini-sininya
kan sama ponakan soalnyakan suami kerjanya jauh jadi ngga bisa
nganter. Pernah juga USG 2 kali pas usia 8 bulan pertama USG ke bidan
hasil USG dari bidan keadaan bayinya bagus sehat kembar, terus
disarankan untuk USG ke dokter yang ada di Rumah Sakit Karya Husada
hasil dari dokter kandunganya bagus, bayinya sehat kembar, dan jenis
kelaminnya perempuan semua” (P1.29.02.2020)
“Umur 5 minggu, 8 minggu, 18 minggu 2 kali, pas umur 24 minggu, 26
minggu, 31 minggu, 32 minggu, 36 minggu. Pas periksa ke bidan pertama
di timbang, di tensi, terus periksa lengan, terus tinggi badan, terus di
tanya-tanya kapan terakhir haidna, terus di raba perut na pas diraba can
ka raba perutna tapi pas di tes pack mah positif. Terus dianjurkeun ku
bidan teh di suruh makan cukup sedikit tapi sering, terus di suruh tidur
yang cukup, terus sama dikasih vitamin. Teruskan control nah bidan di
pariksa deui, di timbang deui, di tensi, keluhana naon, terus di suruh bobo
buat diperiksa perutnya, pas ku bidan di periksa perutna dianjurkan
untuk ke dokter soalna besar perutna beda buat di USG ke dokter, terus di
anjurkan untuk cek lab ke Puskesmas Purwasari, terus bidan
menganjurkan istirahat yang cukup, makan yang sehat, sama mengurangi
aktifitas yang berat-berat. (P1.27.04.2020)
Bidan menegaskan bahwa:

“Diawal dilakukan penimbangan berat badan, setelah itu tekanan darah,


dan lingkar lengan atas, dan melakukan anamnesa terhadap pasien, pada
awal kehamilan setelah itu pada awal kehamilan dilakukan palpasi
hasilnya tidak teraba untuk menyakinkan kehamilannya dengan tes HCG
negatif atau positif dan hasilnya positif, karna pasien mengeluh mual dan
pusing anjurkan pasien untuk makan sedikit-sedikit tapi sering dan
istirahat yang cukup setelah itu memberikan terapi terhadap pasien sesaui
keluhan yaitu poldiamer 1x1 sehari untuk mualnya dan paracetamol untuk
49

pusingnya dan juga asam folat untuk perkembangan bayinya. Untuk


pemeriksaan lanjutan, pemeriksaan kehamilan Trimester I 3 kali,
Trimester II 3 kali, Trimester 3 3 kali, berdasarkan hasil pemeriksaan
bidan di buku ANC. Dan pada Trimester II dianjurkan untuk pemeriksaan
tes rappid. Pemeriksaan kehamilan lanjutan seperti biasa seperti timbang
berat badan, ukur tekanan darah, dan melakukan anamnesa, melakukan
palpasi tinggi fundus uteri dan leopold, setelah itu melihat tanda-tanda
kompliksi terhadap pasien ternyata di ekstremitas tidak ada
pembengkakan pada pasien ini, karena tidak ada komplikasi oedema, jadi
tidak dilakukan pemeriksaan tes protein urin, setelah itu konseling untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya, istirahat yang cukup, dan melakukan
USG karena pada pemeriksaan palpasi tidak sesuai dengan kehamilan
maka dianjurkan untuk USG takut nanti ada bayi kembar dan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. (B1.27.04.2020)
4.1.2.3 Penatalaksanaan Prarujukan Ketuban Pecah Dini Di Rumah Bersalin

Assalam

Dari hasil wawancara pada B1 mengatakan bahwa penatalaksanan

prarujukan sudah sesuai dengan SOP prarujukan yang ada Kabupaten Karawang,

seperti anamnesa pasien, menelpon SI JARI EMAS, menginfus pasien, dan

mengantarkan pasien ke rumah sakit yang telah di tetapkan oleh pihak SI JARI

EMAS (B1.13.03.2020). Pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Pertama kita menganamnesa dulu ke pasien, ketubannya pecah dari jam


berapa atau pecah air-air lah kan pasien suka gatau yah itu ketuban atau
bukan jadi dibilangkannya air-air, setelah itu kan pasien jawabnya 1 hari
yang lalu nah kita lakukan pemeriksaan dalam ternyata pembukaannya
masih 2 dan ketuban sudah negatif. Setelah itu memberi tahu juga kepada
pasien bawah ketubannya sudah pecah 1 hari yang lalu pembukaannya 2
cm jadi harus dilakukan tindakan rujukan ke rumah sakit , setelah
memberitahu ke keluarga pasien lakukan inform consent bahwa akan
dilakukan rujukan ke rumah sakit setelah pasien meyetujui kita akan
melakukan pemberitahuan pada SI JARI EMAS bahwa pasien dengan
diagnosa ini harus ke rumah sakit gitu. Setelah mendapatkan telepon balik
dari SI JARI EMAS, kita infus dulu pasien dengan cairan RL 20 tpm,
setelah itu menganjurkan pada keluarga pasien untuk mencarikan
transportasi untuk ke rumah sakitnya. Setelah sampai di rumah sakit
(Intan Barokah), kita operan dengan bidan jaganya yang di rumah sakit
tersebut bahwa pasien ini di rujuk dengan diagnose KPD 1 hari yang lalu.
Setelah operan, kita membantu keluarga pasien untuk melakukan
50

adminitrasi ke pendaftaran. Setelah itu tugas kita sebagai bidan rujuk


sudah sampai disini tugasnya” (B1.12.03.2020)
Pada tanggal 06 Februari 2020 pukul 19.30 WIB P1 usia 26 tahun

datang bersama keluarganya untuk memeriksakan kehamilannya. Ibu

mengaku hamil anak ke 2, melahirkan 1x dan tidak pernah keguguran,

HPHT 04 Juni 2019, Taksiran Persalinan 11 Maret 2020, Riwayat

keturunan kembar ada dikeluarga suaminya, usia kehamilan 35 minggu 2

hari memeriksakan kehamilannya sebanyak 9x di bidan, mengeluh

mengeluarkan air-air pada tanggal 05 Februari 2020 pukul 06.00 air-air

berwarna jernih.

Kemudian B1 melakukan pemeriksaan pada P1 dan didapatkan

hasil sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Objektif

a. Keadaan umum: Baik Kesadaran: Composmentis Status Emosi:

Stabil

b. Tanda-tanda Vital:

Tekanan Darah: 120/80 mmHg Respirasi: 18x/menit

Nadi: 80x/menit Suhu: 36,5oC

c. Pemeriksaan Abdomen: TFU 34 cm, Leopold I TFU berada di 3 jari

dibawah prosexus xyphoideus teraba bulat, keras dan tidak melenting,

Leopold II Kiri dan Kanan teraba ada tahanan, memanjang dan

mendatar, Leopold III teraba bulat, lunak, tidak melenting, Leopold

IV divergen, Perlimaan 3/5 teraba terdapat janin ganda.


51

d. Pemeriksaan dalam (19.45 WIB) vulva vagina tidak ada kelainan,

portio terbal, pembukaan 2 cm, dan keadaan ketuban negative.

2. Assesment

Ibu G2P1A0 usia kehamilan 35 minggu 2 hari inpartu kala 1 fase laten

dengan KPD 1 hari.

Janin hidup, ganda, intrauterin, presentasi kepala dengan keadaan baik.

Kemudian B1 memberitahu keluarga pasien bahwa keadaan ibu

sedang tidak baik-baik saja dan harus segara dilakukan rujukan. B1 pun

melakukan inform consent, setelah itu pada pukul 19.55 WIB B1

menelpon SI JARI EMAS bahwa pasien dengan diagnosa tersebut harus

dilakukan rujukan. Kemudian pada pukul 20.00 WIB bidan menginfus di

tangan kiri pasien dengan cairan infus Ranger Laktat (RL) 20 tpm.

Kemudian pada pukul 20.15 WIB B1 mendapatkan telepon kembali dari

SI JARI EMAS bahwa pasien tersebut bisa di rujuk ke rumah sakit. B1

tidak memberikan obat apapun pada pasien.

Pada pukul 20.29 WIB bidan melakukan rujukan ke Rumah Sakit

Citra Sari Husada (Intan Barokah), B1 mengantarkan P1 ke rumah sakit

tersebut menggunakan mobil Avanza. B1 menyiapkan surat rujukan dan

meminta kelurga pasien untuk membawa kertas fotocopy Kartu Keluarga,

KTP P1, dan BPJS P1 untuk kelengkapan proses rujukan dan posisi P1

dalam proses merujuk adalah setengah duduk. Pukul 20.50 WIB B1

sampai di Rumah Sakit Citra Sari Husada (Intan Barokah) dan langsung

mengantarkan P1 ke IGD Kebidanan dan melakukan operan P1 dalam


52

bentuk lisan dan tulisan bidan menuliskan nama pasien, alamat, keadaan

pasien, dan diagnosa kepada bidan jaga di Rumah Sakit Citra Sari Husada

(Intan Barokah), kemudian B1 membantu keluarga pasien untuk

melakukan pendaftaran. Setelah semuanya selesai B1 pun izin pulang

kepada keluarga pasien dan memberitahukan bahwa tugasnya sudah

selesai dan dialihkan pada bidan dan dokter di rumah sakit tersebut.

Setelah itu pasien diganti selang infusan beserta cairan infusan, cairan

infusan masih menggunkan cairan RL dan tetesannya 20 tpm, kemudian

pasien dipasangkan dower kateter. Proses persalinannya secara sesio

cesaria, bayi lahir tanggal 06-02-2020 pukul 22.00 WIB dengan jenis

kelamin perempuan. berat badan bayi pertama 2000 gram dan bayi kedua

2300 gram.

4.1.2.4 Tatalaksana Postpartum Pada Ny. S Oleh Bidan

Dari hasil wawancara B1 mengatakan bahwa melakukan tatalaksana

postpartum pada Ny. S sudah berdasarakan teori yang ada seperti melakukan

kunjungan nifas kedua pada hari nifas ke 4-28 hari dan kunjungan nifas ketiga

pada hari nifas ke 29-42 hari.

Kunjungan nifas kedua dilakukan pada tanggal 17-02-2020 dengan

pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Setalah di anamnesa kita menganjurkan ke pasien untuk ke tempat tidur


selanjutnya melakukan palpasi meraba uterus ternyata uterusnya bagus
normal sudah tidak teraba. Setelah itu melihat luka jahitan SCnya
ternyata bagus juga tidak ada tanda-tanda kemerahan atau nanah,
kemudian kita nanya ke pasien apakah ada makanan atau minuman yang
dipantang, jadi kalo setelah lahiran mau normal atau sesar itu tidak ada
yang dipantang, makanan apa saja boleh buat melancarkan pencernaan
juga takut nanti BABnya susah apalagikan abis di sesar di tambah nanti
53

takut jahitannya tidak sembuh. Jadi harus banyak makanan yang


mengandung serat, protein, sama minum juga yang cukup, kan tadi
setelah melakukan palpasi kita melakukan pemeriksaan diastasis rekti,
dengan cara kita memasukan 2 jari ke perut ibu lah ya, terus setelah
melakukan itu normal 2 jari yang masuk, setelah sebelumnya melakukan
pemeriksaan tekanan darah dan ternyata hasilnya normal, tanyakan pada
pasien tidurnya cukup apa ngga bu dan pasien menjawab cukup. Dengan
melakukan tindakan kaki di tekuk terus kita menekan dan sambil bertanya
ke pasiennya sakit ngga pada saat ditekan dan hasilnya pasien
mengatakan tidak sakit pada kedua kakinya. Kemudian saya suka
menanyakan pada pasien apakah ASInya banyak atau tidak dan cara
menyusuinya gimana dan tanyakan bayinya rewel ngga kalua bayinya
kelamaan tidur harus di bangun kan dan di kasih ASI setiap 2 jam sekali.
Apabila bayinya tidak rewel-rewel di susuinnya satu-satu aja, apabila
tidur nanti bergantian aja nyusuinnya. Kemudian kita biasanya apabila
sudah 1 minggu suka nanya apakah tali pusatnya sudah lepas atau belum,
kebetulan pasiennya itu ngasih tahu kalau tali pusat bayinya sudah lepas
berarti sekarang tinggal bagaimana perwatannya nanti kalo mandi,
mandinya pakai air hangat setelah itu dikeringkan dulu sambil,
dikeringkan juga daerah pusernya karenakan baru lepas tali pusatnya dan
jangan ditabur-taburin apalah atau betadin, alkohol juga tidak boleh
cukup kassa saja” (B1.12.03.2020).
Pasien menegaskan bahwa:

“Diparios ku Bidan mah atos sae di raba teh ngga ada apa-apa udah
ngga keraba rahimnya, terus luka bekas operasi teu aya nanaon tos kering
kitu teu aya infeksi nanaon, saur Bidan mah menganjurkan makan telur
sehari 8 sama sayur-sayuran jeung buah-buahan. Nya ku abdi dilakukeun
teu aya pantrangan nanaon, amun peuting mah sok gentian jeung
bapakna jadi abdi tidurna cukup, bobo siang ge osok, nya otot perutna tos
normal, pas diparios ku Bidan teh telapak kakina ditekuk teh teu karasa
da teu aya rasa pegel teu aya nanaon, nya si dede mah nenna kuat, terus
posisi na teh teu aya nanaon tos bener, terus nyaman-nyaman wae teu aya
nanaon, setiap hari mandinya sehari 2 kali, terus langsung dijemur,
perawatan tali pusatna cuman pake kassa doang, si dede biar anget ya di
bedong”. (P1.19.04.2020)
Pada tanggal 17 Februari 2020 pukul 10.52 WIB P1 melakukan

pemeriksaan masa nifasnya KF ke 2, hari nifas ke 11 hari ke B1 dan

mengatakan tidak ada keluhan.

Kemudian B1 melakukan pemeriksaan pada P1 dengan hasil

pemeriksaan sebagai berikut:


54

1. Pengkajian Objektif

a. Keadaan Umum: Baik Kesadaran: Composmentis Status Emosi:

Stabil

b. Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah: 120/80 mmHg Respirasi: 18x/menit

Nadi: 80x/menit Suhu: 36,6oC

c. Pemeriksaan Fisik: Payudara tidak ada benjolan dan ASI sudah keluar,

TFU tidak teraba, luka bekas operasi SC kering dan bersih, kontraksi

uterus baik, diastasis rekti 1/2, lochea sanguinolenta, bidan pun

memeriksa tanda homan dengan hasil tidak ada tanda homan.

2. Assesment

Ibu P2A0 postpartum 11 hari dengan keadaan baik.

Kemudian B1 melakukan konseling pada P1, B1 menganjurkan P1

untuk sering membersihkan daerah alat kelaminnya, B1 menganjurkan

untuk P1 sering mengganti pembalut min 2x/perhari dan harus sering

mengganti celana dalam, B1 memberitahu P1 untuk tidak menambahkan

ramuan rempah-rempahan, betadin, alkohol pada luka bekas operasi SC,

B1 menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup malam hari ± 7-8

jam/hari dan siang hari ± 1-2 jam/ hari. Apabila tidur malam P1 terganggu

P1 bisa istirahat pada siang hari pada saat bayi sedang tidur, karena tidak

ada pantangan tidur siang, B1 menganjurkan P1 untuk makan makanan

yang bergizi seimbang seperti yang tinggi protein untuk mempercepat

proses penyembuhan pada luka operasi SC ibu dan tidak ada makanan
55

yang di pantang. B1 pun memberikan tablet Fe dan menganjurkan P1

untuk meminumnya 1x1 sehari. Bayi tidak dilakukan pemeriksaan. Karena

P1 menolak untuk diperiksa dikarenakan sudah diperiksa ke dokter dan

mengatakan hasil pemeriksaan dokternya baik.

Kunjungan nifas ketiga dilakukan pada tanggal 12-03-2020 dengan

pernyataan partisipan sebagai berikut:

“Setelah melakukan anamnesa dan melakukan pemeriksaan Tanda-


Tanda Vital, selanjutnya kita periksa lagi perut ibunya ternyata di luka
operasi SC nya bagus tidak ada kemerahan tidak ada juga nanah semuaya
bagus normal, kemudian diastasis rektinya juga bagus normal, melakukan
pemeriksaan pada kaki keduanya kanan dan kiri dengan cara menekuk
telapak kaki sambil menanya ke pasien juga merakan adanya nyeri atau
tidak ternyata pasien jawab tidak ada, kemarin sih pas ditanyakan tidak
ada penyulit semuanya normal bayinya juga sehat, paling penyulitnya
karena bayinya kembar jadi sedikit repot saja, nanti setelah 40 hari kita
menganjurkan KB pada pasien ada macam-macam KBnya ada yang
suntik, pil, IUD, implant juga dan pasien memilih akan berKB suntik 3
bulan” (B1.12.03.2020)
Pasien menegaskan bahwa:

“Alhamdulillah tos kering teu aya nanaon, pas di parios ku Bidan mah teu
aya nanaon, tos normal, pas diparios ku bidan teh telapak kakina di tekuk
nah abdi teu karasa nanaon teu aya pegel-pegel, teu aya nanaon cuman
bayi na kan kembar jadi sedikit repot, Bidan memberitahukan Kb suntik,
pil, IUD sama implan, terus saya mah pilih yang suntuk 3 bulan di suntik
pas 40 hari nifas”. (P1.19.04.2020)
Pada tanggal 12 Maret 2020 pukul 11.00 WIB Ny. S melakukan

pemeriksaan masa nifasnya KF ke 3 hari nifas ke 29 hari ke bidan dan

mengatakan tidak ada keluhan.

Kemudian B1 melakukan pemeriksaan pada P1 dengan hasil

pemeriksaan sebagai berikut:


56

1. Pengkajian Objektif

a. Keadaan Umum: Baik Kesadaran: Composmentis Status Emosi:

Stabil

b. Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah: 110/80 mmHg Respirasi: 18x/menit

Nadi: 84x/menit Suhu: 36,6oC

c. Pemeriksaan Fisik: Payudara tidak ada benjolan dan ASI sudah keluar,

TFU tidak teraba, luka bekas operasi SC kering dan bersih, kontraksi

uterus baik, diastasis rekti 1/2, lochea alba, bidan pun memeriksa

tanda homan dengan hasil tidak ada tanda homan.

2. Assesment

Ibu P2A0 postpartum 11 hari dengan keadaan baik.

Kemudian B1 melakukan penilaian fungsi berkemih, fungsi cerna,

penyembuhan luka, sakit kepala, rasa lelah dan nyeri punggung. P1

mengatakan bahwa tidak ada masalah dalam proses BAK, BAB, proses

penyembuhan luka pun berjalan dengan normal, tidak merasakan sakit

kepala, dan nyeri punggung. Namun, rasa lelah dirasakan oleh P1 karena

mengurus bayi kembar, B1 menanyakan kepada P1 mengenai suasana

emosinya, bagaimana dukungan yang didapatkannya dari keluarga,

pasangan dan masyarakat untuk perawatan bayinya. P1 mengatakan ia

dibantu oleh orang tuanya dalam mengurus bayi kembarnya, suaminya

tidak ikut mngurus setiap hari karena terhalang oleh pekerjaan yang

membuat pulang ke rumah 1 minggu sekali, B1 mengajarkan P1 cara


57

perawatan bayi yang benar seperti, memandikan bayi 2x sehari dengan air

hangat, kemudian menganjurkan P1 untuk menjemur bayinya di pagi hari,

B1 menganjurkan ibu untuk menggunakan KB pada nifas ke 40 hari, dan

B1 pun memberikan tablet Fe dan menganjurkan ibu untuk meminumnya

1x1 sehari. Bayi tidak dilakukan pemeriksaan, karena P1 menolak untuk

diperiksa, dikarenakan kekurangan biaya untuk membayar proses

pemeriksaanya.

4.2 Interprestasi dan Pembahasan

4.2.1 Faktor Predisposisi Terjadinya Ketuban Pecah Dini

4.2.1.1 Usia kehamilan

Pada kasus ini, Ny. S usia 26 tahun mengaku hamil anak ke 2

HPHT 04-06-2019, Taksiran Persalinan 11-03-2020, TFU 34 cm, TFU

dalam leopold 3 jari dibawah prosexus xyphoideus, dan dapat disimpulkan

bahwa usia kehamilan Ny. S adalah 35 minggu 2 hari termasuk kategori

preterm.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Prawirohardjo

(2011) usia kehamilan preterm adalah 28-36 minggu (<37 minggu) pada

trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah, melemahnya kekuatan

selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi

rahim dan gerakan janin. Hal ini dikarenakan pecahnya selaput ketuban

berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen

matriks ekstraseluler amnion, korion, dan apotosis membrane janin.

Membran dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan


58

peranan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti

prostaglandin, sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktivitas

matrixsdegradingenzyme. KPD pada kehamilan premature disebabkan

oleh adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari

vagina, polihidramnion inkompeten serviks solusio plasenta. Ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi dan Ayu (2016)

mengemukakan bahwa Kehamilan aterm atau kehamilan ≥37 minggu

sebanyak 8-10% ibu hamil akan mengalami KPD, dan sebanyak 1%

kejadian KPD pada ibu hamil preterm <37 minggu (1,14). Pada penelitian

Susilowati dan Astuti dikutip dari penilitian Budi dan Ayu bahwa sebagian

besar ibu bersalin dengan KPD yaitu antara umur kehamilan 37-42 minggu

(15). Saat mendekati persalinan terjadi peningkatan matrix

metalloproteinase yang cenderung menyebabkan KPD dan pada trimester

akhir akan menyebabkan selaput ketuban mudah pecah dikarenakan

pembesaran. 12, 27

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa ibu mengalami KPD pada usia kehamilan preterm hal

ini kemungkinan disebabkan karena melemahnya kekuatan selaput

ketuban.

4.2.1.2 Paritas

Pada kasus ini, Ny. S usia 26 tahun mengaku hamil ke 2 dan

pernah melahirkan satu kali dan tidak pernah keguguran. Dan dapat

disimpulkan bahwa paritas Ny. S adalah multrigravida.


59

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Maryuni et al

bahwa paritas adalah salah satunya faktor yang menyebabkan ketuban

pecah dini karena peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan

serviks selama persalinan. Terlalu banyak jumlah anak dapat menjadi latar

belakang ibu dan kematian perinatal. Semakin banyak jumlah anak yang

dilahirkan maka dapat menurunkan fungsi reproduksi dengan risiko seperti


28
abortus, preeklampsia, ketuban pecah dini dan berat bayi lahir rendah.

Sejalan dengan penelitian dari jurnal oleh Sudarto dan Tumut

(2014) bahwa Kehamilan yang terlalu sering (multipara/ grande multi)

dapat mempengaruhi proses embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis

sehingga lebih mudah pecah sebelum waktunya. Semakin banyak paritas

semakin mudah terjadinya infeksi amnion karena rusaknya struktur

serviks pada persalinan sebelumnya. Penanganan jangka panjang

diperlukannya peningkatan kualitas layanan keluarga berencana dengan

menekankan pengaturan jarak kelahiran serta jumlah anak yang

dihubungkan dengan usia reproduksi sehat. 10

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa salah satu penyebab ibu mengalami KPD dikarenakan

Ny. S sudah melahirkan lebih dari satu kali.

4.2.1.3 Perilaku merokok

Pada kasus Ny. S mengatakan bahwa ia tidak merokok tetapi

suaminya merokok. Namun suami Ny. S tidak pernah merokok di dekat

ibu. Selama hamil ibu tidak pernah terpapar asap rokok.


60

Menurut teori yang dikemukakan oleh Sinclair (2003) bahwa

lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi dapat berpengaruh pada

kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih dari 2.500 zat kimia yang

teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida

hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat

menyebabkan gangguan-gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban

pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi. Menurut penelitian

yang dilakukan Muntoha,dkk (2013) bahwa Wanita yang terpapar asap

rokok cenderung lebih sering mengalami gangguan pada kehamilannya

karena kandungan zat kimia pada perokok pasif lebih tinggi dibandingkan

perokok aktif. Selain itu asap rokok dapat tertinggal lama dalam suatu

ruangan. Sebagaimana Penelitian yang dilakukan mostafa tahun 2011 di

kemukakan dalam penelitian Muntoha, dkk (2013) menunjukkan bahwa

toksin yang terkandung dari asap rokok melekat pada pakaian, tertinggal

dalam ruangan, pintu dan perabotan yang ada di sekitarnya selama

beberapa minggu dan bulan setelah digunakan untuk merokok. Pada saat

pintu dan jendela dibuka atau kipas angin dinyalakan maka toksin akan

kembali ke udara di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan wanita dengan

suami perokok atau tinggal di lingkungan yang terdapat banyak perokok

akan menjadi perokok pasif. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh

Milnerowicz (2001) di polandia menyebutkan bahwa asap rokok dapat

menyebabkan toksisitas sehingga mengganggu aktivasi lapisan membran

selaput ketuban20, 29, 35


61

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kemungkinan rokok bukan menjadi salah satu

penyebab ibu mengalami KPD karena suami tidak merokok didekat ibu.

4.2.1.4 Hubungan seksual

Pada kasus ini, Ny. S usia 26 tahun mengatakan bahwa hubungan

terakhir dengan suami 1 hari sebelum terjadinya ketuban pecah. Ny. S

dalam seminggu melakukan hubungan seksual satu kali. Selama trimester

III Ny. S melakukan hubungan seksual satu kali dalam satu minggu. Pada

saat hubungan seksual terakhir Ny. S mengeluh nyeri pada perut bagian

bawahnya dan setelah melakukan hubungan seksual pun Ny. S merasa

kelelahan. Setiap kali melakukan hubungan seksual dengan suaminya

posisi Ny. S berada di bawah dan suaminya berada diatas.

Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Manuaba (2010) bahwa

penyebab KPD salah satunya adalah karena coitus saat kehamilan

trimester III degan frekuensi >3 kali seminggu, penetrasi penis yang

sangat dalam dan posisi suami menekan dinding perut ibu sehingga dapat

menyebabkan trauma dan menyebabkan KPD.13

Serta didukung oleh penelitian yang diteliti oleh Lisda (2017)

bahwa pola seksual yang tidak tepat akan berisiko 10 kali lebih besar

mengalami ketuban pecah dini (KPD) dibandingkan dengan pola seksual

yang tepat. Pola seksual yang tepat tergambar jika hubungan intim tersebut

dilakukan dengan frekuensi 1x seminggu, posisi ibu berada diatas, posisi

miring, posisi menungging dan penetrasi penis diluar sehingga tidak


62

menekan perut ibu sedangkan pola seksual yang tidak tepat jika frekuensi

>3 kali, posisi ibu berada di bawah dan penetrasi penis yang dalam

sehingga menekan perut ibu. Ketidaktepatan tersebut tergambar pada

jawaban responden yang menunjukkan sebanyak 12 orang (20%) yang

salah dalam frekuensi melakukan hubungan intim, sebanyak 30 orang

(50%) yang salah pada aspek posisi yang sebagian besar posisi ibu hamil

berada di bawah dan sebanyak 16 orang (26,6%) melakukan penetrasi

terlalu dalam sehingga ibu merasa sakit. 30

Menurut asumsi peneliti,,kemungkinan besar perilaku seksual

menjadi salah satu penyebab ibu mengalami Ketuban Pecah Dini. Secara

frekuensi sudah aman tetapi kemungkinan dikarenakan pada saat

berhubungan seksual posisi Ny. S yang tidak tepat karena Ny. S berada di

bawah sedagkan suaminya berada di atas badan Ny. S. Kemudian setelah

melakukan hubungan seksual yang terakhirpun Ny. S mengalami rasa

nyeri pada bagian perut bawah kemungkinan dikarenakan akibat penetrasi

penis terlalu dalam.

4.2.1.5 Kehamilan kembar/ hamil ganda

Pada kasus ini, Ny. S usia 26 tahun mengaku hamil anak ke 2

HPHT 04-06-2019, TP 11-03-2020 dengan hasil palpasi leopold teraba 2

bagian dan dapat disimpulkan bahwa Ny. S hamil kembar. Hasil USG

tanggal 14-01-2020 oleh dokter obgyn dengan hasil bayi terdapat ganda,

jenis kelamin perempuan dan Taksiran Berat Badan Janin (TBJ) janin

kesatu dan kedua 1500 gram.


63

Menurut teori yang dikemukakan oleh Novihandari (2016) bahwa

kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada

kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus yang berlebihan, sehingga

menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlehihan. Hal ini terjadi

karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput

ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan

sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. 19

Ini sejalan dengan penelitian yang diteliti oleh Legawati dan

Riyanti (2018) bahwa gemelli/bayi kembar menunjukkan hubungan yang

bermakna dengan kejadian KPD dengan nilai OR 6,845 yang

menunjukkan bahwa gemelli akan meningkatkan kejadian KPD 6,8 kali

lebih besar dibandingkan bayi lahir tunggal. 11

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kemungkinan ibu mengalami KPD dikarenakan

kehamilan ganda (gemelli) yang mengakibatkan terjadinya tekanan pada

intrauterine.

4.2.1.6 Kelainan letak

Pada kasus ini Ny. S usia 26 tahun mengaku hamil anak ke 2, hasil

palpasi Leopold I TFU berada di 3 jari dibawah prosexux xyphoideus

teraba bulat, keras dan tidak melenting, Leopold II Kiri dan Kanan teraba

ada tahanan, memanjang dan mendatar, Leopold III teraba bulat, lunak,

tidak melenting, Leopold IV konvergen dan dapat disimpulkan bahwa

kelainan letak pada Ny. S adalah kelainan letak sungsang.


64

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Isnaini (2015) di dalam

penelitian Renny (2019) bahwa penyebab terbanyak KPD adalah

kelainan letak sungsang. Pada letak sungsang tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan

terhadap membran bagian bawah. Ini sejalan dengan penelitian yang

diteliti oleh Ridwan dan Herlina (2014) bahwa ibu dengan kelainan letak

janin memiliki resiko 3 kali lebih terjadi ketuban pecah dini saat bersalin

dibanding dengan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini. Menurut

penelitian yang dilkukan oleh Siti Khadijah, dkk (2016) bahwa selain

gemelli, kelainan letak merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

ketuban pecah dini bahwa faktor kelainan letak dengan kejadian ketuban

pecah dini Pada kehamilan trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah

dan janin tumbuh dengan cepat, umumnya letak janin yang tumbuh besar

sesuai dengan bentuk uterus dimana bokong harus menempati fundus

yang lebih luas dan kepala berada di segmen bawah rahim. Namun pada

letak sungsang, bokong berada di segmen bawah rahim sehingga dapat

memungkinkan desakan dan keteganggan rahim lebih kuat yang membuat

selaput ketuban mudah pecah sebelum waktunya terjadilah ketuban pecah

dini. 21, 31, 32

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kemungkinan salah satu yang penyebab ibu

mengalami KPD selain karena kehamilan ganda juga disebabkan karena

ada kelainan letak pada salah satu janin, yaitu janin yang pertama yang
65

mengalami kelainan letak sungsang sehingga menyebabkan tidak adanya

bagian terendah yang menutupi PAP serta dapat mengalami tekanan

terhadap membrane bagian bawah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa dari beberapa faktor predisposisi yang dipaparkan diatas, kemungkinan

besar yang menyebabkan Ketuban Pecah Dini pada Ny. S adalah kehamilan

kembar/hamil ganda, kelainan letak, usia kehamilan, paritas dan hubungan seksual

4.2.2 Kuantitas dan Kualitas ANC

Pada kasus ini Ny. S usia 26 tahun, HPHT 04-06-2019, TP 11-03-2020,

usia kehamilan 35 minggu 2 hari, TFU 34 cm, TFU leopold 3 jari dibawah px,

melakukan pemeriksaan kehamilan 9x, pada trimester I dilakukan pemeriksaan 3

kali, trimester II dilakukan pemeriksaan 3 kali dan trimester III dilakukan

pemeriksaan 3 kali, dilakukan pemeriksaan ke tenaga kesehatan (Bidan), setiap

melakukan pemeriksaan selalu di periksa berat badan, tekanan darah, pengukura

LiLA, pengukuran TFU, palpasi abdomen, pemeriksaan denyut jantung janin

(DJJ), inpeksi dan palpasi tungkai, pemeriksaan laboratorium, pemberian tablet

penambah darah, menganjurkan ibu untuk melakukan USG. Pada saat temu

wicara bidan tidak melakukuan upaya pencegahan atau deteksi dini terhadap

KPD.

WHO (2011) dalam Marmi (2011) menganjurkan dalam masa kehamilan

ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali.

Trismester I satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14 minggu),

Trismester II satu kali kunjungan (usia kehamilan antara 14-28 minggu), dan
66

Trismester III dua kali kunjungan (usia kehamilan antara 28-36 minggu dan

sesudah usia kehamilan 36 minggu).1 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa

Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,

Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual.

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan

pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari timbang berat badan dan

ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur ligkar lengan atas/

LiLA), ukur TFU, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ),

skrinning Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid, beri

tablet tambah darah, periksa laboratorium, tatalaksana/penanganan kasus, temu

wicara (konseling). Pada pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang

seperti pemeriksaan USG bisa mencegah atau deteksi dini komplikasi KPD. 25

Menurut asumsi peneliti terhadap kuantitas dan kualitas ANC pada Ny. S,

ibu sudah melakukan pemeriksaan sesuai yang di anjurkan oleh bidan yaitu

minimal melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kali dan bidan pun menganjurkan

Ny. S untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG pada

dokter untuk deteksi dini terjadinya komplikasi. Menurut asumsi peneliti bidan

telah melakukannya dengan benar dan tepat.


67

4.2.3 Penatalaksanaan Prarujukan Ketuban Pecah Dini pada Ny. S

Berdasarkan hasil penelitian partisipan di diagnosa KPD dengan usia

kehamilan 35 minggu 2 hari serta dilakukan tindakan penatalaksanaan prarujukan,

sebelumnya di lakukan pemeriksaan fisik serta pengecekan tanda-tanda vital,

dilakukannya pemeriksaan dalam, melakukan inform consent, membuat dokumen

pengantar rujukan, menelpon SI JARI EMAS dan dilakukan pemasangan infus

tanpa diberikannya terapi.

Permenkes No 001 Tahun 2012, mengatakan bahwa sistem rujukan

pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang

mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara

timbal baik baik secara vertical maupun horizontal.

1. Prosedur Rujukan dari Puskesmas ke Rumah Sakit secara Umum

Prosedur Klinis:

1. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

medic untuk menentukan diagnosis utama dan diagnosis banding.

2. Memberikan tindakan stabilisasi sesuai kasus berdasarkan Standar

Prosedur Operasional (SPO).

3. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan dan memastikan bahwa

unit pelayanan tujuan dapat menerima pasien

4. Untuk pasien gawat darurat harus didampingi tenaga kesehatan yang

kompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien

5. Pasien (pada point 4) diantar dengan kendaraan ambulans dan diserah


68

terimakan oleh petugas, agar petugas da kendraan pengantar tetap

menunggu sampai pasien di IGD mendapat kepastian pelayanan,

apakah akan dirujuk atau ditangani di fasilitas kesehatan setempat.

6. Rujukan kasus yang memerlukan standart kompetensi tertentu (sub

spesialis) Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat I (Puskesmas,Dokter

Praktek, Bidan Praktek, Klinik) dapat merujuk langsung ke rumah

sakit rujukan yang memiliki kompetensi tersebut. 33

Prosedur Administratif:

1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan medis.

2. Membuat rekam medis pasien.

3. Menjelaskan/memberikan Informed Consent (persetujuan/penolakan

rujukan)

4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 3, lembar pertama dikirim ke

tempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua

untuk surat rujukan balik ke puskesmas, dan yang ke 3 untuk arsip

pasien.

5. Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.

6. Menyiapkan sarana transportasi

7. Menghubungi rumah sakit yang akan dituju dengan menggunakan

sarana komunikasi dan menjelaskan kondisi pasien.

8. Pengiriman dan penyerahan pasien disertai surat rujukan ke tempat

rujukan yang dituju.33

Ini juga sejalan dengan sistem rujukan SI JARI EMAS (Sistem Informasi
69

Jejaring Rujukan Expanding Maternal and Newborn Survival) yaitu suatu Sistem

informasi dan komunikasi timbal balik dengan menggunakan pesan singkat

elektronik (SMS Gateway) dan Internet antara petugas pelayanan kesehatan dasar

(Bidan Praktek Mandiri, bidan/dokter Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri

Neonatal Emergesi Dasar), bidan/dokter Puskesmas Non-PONED, bidan Rumah

Bersalin) dengan rumah sakit dalam jejaring rujukan kegawatdaruratan maternal

dan neonatal/PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergesi.

1. Perujuk memutuskan untuk melakukan rujukan ibu ataupun neonatus.

2. Perujuk melakukan komunikasi rujukan SIJARIEMAS menggunakan

SMS dan Call Center.

3. Untuk penggunaan telepon, bidan IGD Maternal dan Neonatal RS

wajib untuk input informasi yang didapatkan kedalam SIJARIEMAS

sesuai dengan form yang ada. Apabila terjadi sesuatu hal sehingga

tidak memungkinkan untuk diinput secara langsung, maka bidan wajib

mencatatnya dalam format manual yang tersedia.

4. Apabila bidan tidak menentukan tujuan pertama rujukan, maka secara

otomatis SIJARIEMAS akan mengirimkan informasi rujukan tersebut

ke prioritas tujuan rujukan sesuai dengan alur rujukan yang disepakati.

Pada umumnya, prioritas rujukan diatur sesuai dengan jarak. Untuk

kasus khusus, maka alur rujukan diatur berdasarkan kompentensi dan

kesiapan sarana prasarana gawat darurat.

5. Bidan IGD Maternal dan Neonatal RS melakukan konsultasi dengan

dokter jaga. Untuk kasus-kasus tertentu, dokter jaga atau bidan wajib
70

mengkonsultasikannya dengan dokter spesialis baik secara langsung

tatap muka ataupun melalui telepon. Untuk konsultasi melalu telepon,

bidan wajib untuk memberikan informasi selengkap-lengkapnya dan

mencatat instruksi dari dokter spesialis. Selain dicatat, intruksi

tersebut wajib untuk dibacakan kembali dan mendapat konfirmasi dari

dokter spesialis. Konsultasi tersebut wajib dimasukkan kedalam

SIJARIEMAS ataupun kedalam form manual yang tersedia. Catatan

paling tidak berisikan: nama pasien, kasus, tindakan pra rujuk, dokter

spesialis yang dikonsul, waktu konsultasi, instruksi dan konfirmasi

instruksi. Apabila konsultasi dilakukan per telepon, maka bidan wajib

merekap form konsultasi untuk kemudian dimintakan tandatangan

kepada dokter spesialis tersebut pada saat bertemu.

6. Dokter spesialis memberikan advis sesuai kasus rujukan dan

memberikan instruksi persiapan gawat darurat.

7. Bidan IGD Maternal dan Neonatal RS melakukan notifikasi

kewaspadaan kepada unit/staf terkait lainnya seperti bagian

administrasi, bagian UPTD, ambulance, bagian perinasia, bagian

kebidanan, dan lain-lain.

8. Bidan IGD Maternal dan Neonatal RS menjawab rujukan (Terima,

Alihkan, Kembalikan) disertai saran tata laksana stabilisasi yang

sudah dikonsultasikan dengan dokter spesialis/dokter jaga. Dalam

kasus tertentu bidan senior juga dapat memberikan advis tata laksana

sesuai dengan protap yang berlaku.


71

9. Bidan perujuk melakukan kofirmasi rujukan gadar, dan membawa

pasien ke lokasi rujukan penerima.

10. SIJARIEMAS merekam setiap proses dan waktu dalam penanganan di

IGD maupun perawatan. Selain itu Bidan di IGD, maupun perawatan

wajib untuk mengisi kesimpulan/summary tindakan di masing-masing

bagian/ proses.

11. Pasien pulang hidup, meninggal atau dirujuk kembali ke tujuan

rujukan yang lebih tinggi.

12. Resume medis diinput oleh penanggung jawab di ruang perawatan.

Atau apabila tidak ada fasilitas SIJARIEMAS di maternal, lembar

tersebut bisa diinput kemudian di komputer yang menggunakan

SIJARIEMAS.

13. Bidan desa/puskesmas melakukan kunjungan tindak lanjut/follow

up dan follow on. 34

Menurut asumsi peneliti pada Ny. S tentang penatalaksanaan prarujukan

masih belum sepenuhnya sesuai degan teori dan prosedur yang ditetapkan dimana

bidan tidak melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan tes lakmus

dan tidak di berikan terapi seperti pemberian antibiotic, pada saat merujuk bidan

tidak membawa maternal kit untuk mengantisipasi terjadinya persalinan di jalan,

pemeriksaan tes lakmus dilakukan untuk menegaskan bahwa cairan yang keluar

itu apakah ketuban atau bukan, dan seharusnya diberikan antibotik untuk

mencegah terjadinya infeksi karena ketuban pecah dini. Bidan tidak membawa

maternal kit dikarenakan keterbatasan alat.


72

4.2.4 Tatalaksana Postpartum pada Ny. S

Pada kasus Ny. S bidan hanya melakukan kunjungan nifas Kf 2 dan KF 3.

Pada hari nifas ke 11 hari dan 29 hari. Pada kunjungan nifas kedua (KF 2) bidan

melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan bekas luka SC,

pemeriksaan TFU, pemeriksaan diastasis rekti, pemeriksaan payudara,

pemeriksaan darah nifas (lochea), pemeriksaan tanda homan, memberikan terapi

tablet penambah darah dan melakukan konseling. Kunjungan nifas ketiga (KF 3)

bidan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan bekas luka SC,

pemeriksaan TFU, pemeriksaan diastasis rekti, pemeriksaan payudara,

pemeriksaan darah nifas (lochea), pemeriksaan tanda homan, memberikan tablet

penambah darah, melakukan konseling dan menyarankan ibu untuk menggunakan

KB pada saat nifas ke 40 hari. Bayi tidak dilakukan pemeriksaan karena Ny. S

menolak untuk diperiksa bayinya dikarenakan kekurangan biaya untuk membayar

proses pemeriksaan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97

Tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil,

persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaran pelayanan kontrasepsi,

serta pelayanan kesehatan seksual.

Pasal 15

1. Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan meliputi :

a. Pelayanan kesehatan bagi ibu, dan

b. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir


73

2. Pelayanan kesehatan bagi ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a paling sedikit 3 (tiga) kali selama masa nifas.

3. Pelayanan kesehatan bagi ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dengan ketentuan waktu pemeriksaan meliputi:

a) 1(satu) kali pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 3 (tiga)

hari pascapersalinan,

b) 1 (satu) kali pada periode 4 (empat) hari sampai dengan 28 (dua

puluh delapan) hari pascapersalinan dan

c) 1 (satu) kali pada periode 29 (dua puluh sembilan) hari sampai

dengan 42 (empat puluh dua) hari pascapersalinan.

1. Kegiatan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a meliputi :

a) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu;

b) pemeriksaan tinggi fundus uteri;

c) pemeriksaan lokhia dan perdarahan;

d) pemeriksaan jalan lahir;

e) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif;

f) pemberian kapsul vitamin A;

g) pelayanan kontrasepsi pascapersalinan;

h) konseling; dan

i) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas. 25


74

Menurut Modul Training of Trainer (ToT) adapun penatalaksanaan yang

dilakukan di setiap kunjungan antara lain :

1. Kunjungan 1 (KF)

Penatalaksanaan:

a. Memastikan involusi uterus

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan dan cairan dan istirahat

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda

infeksi

e. Bagaimana perawatan bayi sehari-hari.

2. Kunjungan 2 (KF)

a. Bagaimana persepsi ibu tentang persalinan dan kelahiran bayi

b. Pemeriksaan TTV

c. Kondisi payudara

d. Pemeriksaan bekas luka operasi SC

e. Pemeriksaan TFU

f. Pemeriksaan diastasis rekti

g. Pemeriksaan tanda homan

h. Pemeriksaan darah nifas (lochea)

i. Pemberian terapi

j. Konseling
75

3. Kunjungan 3 (KF)

a. Pemeriksaan TTV

b. Kondisi payudara

c. Pemeriksaan bekas luka operasi SC

d. Pemeriksaan TFU

e. Pemeriksaan diastasis rekti

f. Pemeriksaan tanda homan

g. Pemeriksaan darah nifas (lochea)

h. Pemberian terapi

i. Konseling

 Permulaan hubungan seksual

 Metode KB yang digunakan

 Fungsi pencernaan, konstipasi dan bagaimana penangananya

 Menanyakan apakah ibu sudah haid

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa bidan hanya melakukan kunjungan nifas 2x, seharusnya bidan melakukan

kunjungan nifas pertama yakni melakukan pemeriksaan TTV, pemeriksaan

involusi uterus, melihat ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada bekas luka operasi

sesar, menilai infeksi atau perdarahan, memastikan ibu mendapatkan cukup

makanan, cairan dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik, dan menilai

cara perawatan bayi sehari-hari. Menurut peneliti hal ini penting dilakukan

mengingat hal tersebut untuk mencegah terjadinya infeksi pada bekas luka operasi

dan menilai perdarahannya normal atau tidak.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui faktor

penyebab dan penatalaksanaan prarujukan kasus ketuban pecah dini. Setelah

dilakukan analisis pengujian secara pendekatan wawancara mendalam (In depth

interview), hasil observasi dan Buku KIA diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Penyebab terjadinya Ketuban Pecah Dini

Penyebab terjadinya ketuban pecah dini pada Ny. S yaitu akibat kehamilan

kembar/hamil ganda, kelainan letak, usia kehamilan, paritas dan hubungan

seksual.

5.1.2 Kuantitas dan Kualitas Status ANC

Ny. S telah melakukan pemeriksaan sesuai dengan yang dianjurkan oleh

bidan, Ny. S pun mengikuti anjuran bidan untuk melakukan pemeriksaan

USG kedokter dan hasil pemeriksaannya pun dalam keadaan baik, janin

terdapat ganda dan letak janin pun ada yang sungsang.

5.1.3 Penatalaksanaan Prarujukan Ketuban Pecah Dini

Penatalaksanaan prarujukan ketuban pecah dini yang dilakukan oleh bidan

di RB Assalam sudah sesuai dengan daftar tilik hanya saja tidak dilakukan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan tes lakmus untuk memastikan

cairan tersebut ketuban, hal ini dikarenakan keterbatasan alat dan bahan,

76
77

bidan juga tidak memberikan obat antibiotik pada pasien dan pada saat

proses rujukan bidan tidak membawa maternal kit untuk mengantisipasi

terjadinya proses kelahiran di saat perjalanan rujukan.

5.1.4 Tatalaksana Postpartum Pada Ny. S

Tatalaksana postpartum yang dilakukan oleh bidan di RB Assalam dalam

pelaksanaannya sudah sesuai dengan daftar tilik pemeriksaan postpartum,

bidan pun tidak melakukan pemeriksaan pada bayi karena Ny. S untuk di

periksa.

5.2 Saran

Dengan melihat hasil dan kesimpulan terhadap faktor predisposisi dan

penatalaksanaan prarujukan, penulis menyarankan:

5.2.1 Bagi Bidan

Diharapkan bidan dapat meningkatkan pengetahuan tentang mengetahui

karakteristik pada ibu hamil dengan ketuban pecah dini dengan melakukan

deteksi dini melalui pemeriksaan ANC agar dapat memberikan pendidikan

kesehatan tentang deteksi dini terjadinya ketuban pecah dini, bidan juga

harus meningkatkan pengetahuan tentang proses penatalaksanaan

prarujukan ke rumah sakit seperti, melakukan tes lakmus, pemberian obat

antibiotik dan membawa maternal kit pada saat proses rujukan dan juga

harus mempunyai SOP penatalaksanaan prarujukan. Selain itu bidan juga

harus meningkatkan pengetahuan tentang pemeriksaan postpartum, dimana


78

bidan harus melakukan kunjungan nifas pertama dan seharusnya bidan

melakukan pemeriksaan pada bayi juga. Bidan juga harus mempunyai

5.2.2 Bagi Peneliti

Dengan dilakukannya penelitian ini semoga, dapat menjadikan

pengalaman pembelajaran yang baru untuk peneliti dan pengetahuan yang

baru dapat digunakan bahan untuk menambah wawasan sehingga dapat

meningkatkan intuisi-intuisi yang terarah sebelum melakukan asuhan atau

menegakkan diagnosa dengan indikasi yang khususnya mengenai kasus

Ketuban Pecah Dini.

5.2.3 Bagi Institusi

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan pada institusi

pendidikan untuk dijadikan sumber Pustaka bagi penelitian kualitatif yang

akan datang.

5.2.4 Bagi Klien

Semoga dengan dilakukan penelitian ini diharapkan masyarakat bisa

memperhatikan faktor-faktor penyebab yang bisa menyebabkan terjadinya

Ketuban Pecah Dini seperti kehamilan kemba/hamil ganda, kelainan letak,

usia kehamilan, paritas, hubungan seksual, perilaku merokok. Dan upaya

pencegahan terjadinya ketuban pecah dini ibu harus mengurangi

aktifitasnya, melakukan hubungan seksual dengan posisi yang tepat.


DAFTAR REFERENSI
1
WHO. Maternal Mortality [Internet]. World Health Organization, 2017
[dikunjungi 23 Februari 2020], Tersedia di: https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
2
WHO. Maternal Mortality [Internet]. World Health Organization,2014
[dikunjungi 23 Februari 2020], Tersedia di: https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
3
Saifuddin. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 2014
4
Depkes, RI. Pedoman kegiatan kesehatan penurunan AKI. Jakarta: Kemenkes RI:
2015
5
Profil dinas kesehatan kabupaten karawang. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Karawang: Dinas Kesehatan Karawang: 2019
6
Rekam medik RSUD Karawang. Data persalinan dan terjadinya komplikasi.
Karawang: RSUD karawang: 2019
7
Rekam medik RB Assalam. Data rujukan. Karawang: RB Assalam: 2019
8
Fadlun dan Feryanto. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika:
2011
9
Panjaitan MI, Taragin MA. Hubungan karakteristik ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini di Rumah Sakir Martha Friska. 2018;1(2): 67-75,
file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal
%20KPD/HUBUNGAN%20KARAKTERISTIK%20IBU%20BERSALIN
%20DENGAN%20KETUBAN%20PECAH.pdf
10
Surdarto, Tunut. Risiko terjadinya ketuban pecah dini pada ibu hamil dengan
Infeksi Menular Seksual. 2016;11(2): 126-13,
file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal%20KPD/RISIKO
%20TERJADINYA%20KETUBAN%20PECAH%20DINI%20PADA.pdf
11
Legawati dan Riyanti. Determinan kejadian ketuban pecah dini di Ruangan
Cempaka RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. 2018; 3(2),
file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal%20KPD/258707-
determinan-kejadian-ketuban-pecah-dini-k-5f2e9bf0%20(1).pdf
12
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo: 2011

79
80

13
Manuaba. Buku ajar patalogi obstetri untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012
14
Nugrahani, Rizqi Rosi. Faktor - faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban
pecah dini pada kehamilan aterm di rumah sakit aura syifa kediri. 2013:
52-66, file:///C:/Users/hp/Downloads/13103-Article%20Text-8253-1-10-
20190701%20(2).pdf
15
Nugroho, T. Buku ajar obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika: 2010
16
Demarti, Merti. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2016 [Internet]. [dikunjungi 2020 mar
23] tersedia dari: file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal
%20KPD/jurnal%20tentang%20kpd%20naskah%20pusblikasi.pdf
17
Rohmawati, Nur dan Fibriana, Ika Arulita. Ketuban pecah dini di Rumah Sakit
Umum Daerah Ungaran. 2018: 2(1): 23-32,
file:///C:/Users/hp/Downloads/17937-Article%20Text-45039-1-10-
20180309%20(3).pdf
18
Tahir, Suranti, dkk. Faktor determinan ketuban pecah dini di rsud syekh yusuf
kabupaten gowa. 2012,
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/abdbde934df5c895d7deebd756ce04e1.
pdf
19
Poltekkes, Denpasar. Ketuban Pecah Dini [Internet]. [dikunjungi 2020 mar 24].
Tersedia dari: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2373/4/BAB
%20II%20pdf.pdf
20
Sinclair C. Buku saku kebidanan. Jakarta: EGC: 2009
21
Puspitasari, Novi Reany. Korelasi karakteristik dengan penyebab ketuban pecah
dini pada ibu bersalin di RSU Denisa Gresik. 2019: 3(1): 24-32,
file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal%20KPD/1609-6259-
1-PB%20(2).pdf
22
Depkes, RI. Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta. 2015
23
Permenkes RI No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan
[Internet] [dikunjungi 20 April 2020]
http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk3692007.pdf
24
Rukiyah, Aiyeyeh, dkk. Asuhan Kebidana I Kehamilan. Jakarta: Trans Info
Media: 2012
25
Permenkes RI No 97 Tahun 2014. Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
81

Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan


Seksual [Internet]. [dikunjungi 16 April 2020]
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PMK%20No.%2097%20ttg
%20Pelayanan%20Kesehatan%20Kehamilan.pdf
26
UU No. 4 tahun 2019. Tentang kebidanan yang kerkandung dalam paragraph 5
tentang kegawatdaruratan [Internet]. [dikunjungi 16 April 2020]
http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/153/3898.bpkp
27
Rahayu Budi, Sari Novita Ayu. Studi deskriptif penyebab kejadian ketuban
pecah dini (KPD) pada ibu bersalin. 2017: 5(2): 134-138,
file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal%20KPD/450-1711-1-
PB.pdf
28
Irsam M, Dewi KA, Wulandari Ellen. Jumlah paritas dan anemia sebagai faktor
prediktor kejadian ketuban pecah dini. 2014,
file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal%20KPD/Jumlah
%20Paritas%20dan%20Anemia%20sebagai%20Faktor%20Prediktor
%20Kejadian%20Ketuban.pdf
29
Muntoha. Hubungan antara riwayat paparan asap rokok dengan kejadian ketuban
pecah dini pada ibu hamil di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. 2013:
12(1): 88-93, file:///C:/Users/hp/Downloads/5966-12816-1-SM.pdf
30
Handayani Lisda, dkk. Hubungan pola Seksual ibu hamil dengan kejadian
ketuban pecah dini (KPD) di RSUD DR. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin. 2017: 8(1), file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan
%20Jurnal%20KPD/227-366-1-SM.pdf
31
Ridwan M, dan Herlina. Hubungan kehamilan ganda dan kelainan letak janin
dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Demang Sepulau Raya
Lampung Tengah. 2014:VII(2): 43-49, file:///C:/Users/hp/Downloads/553-
1698-1-SM%20(2).pdf
32
Khadijah, Siti, dkk. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban
pecah dini di rsud dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin 2015. 2016:
7(1): 13-22, file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal
%20KPD/55-88-1-SM.pdf
33
Permenkes No. 001 Tahun 2012. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan [Internet]. [dikunjungi 2020 mar 23]. Tersedia dari:
file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal%20KPD/PMK
%20No.%20001%20Th%202012%20ttg%20Sistem%20Rujukan
%20Yankes%20Perorangan.pdf
82

34
UNSAID. Panduan teknis SIJARIEMAS [Internet]. [dikunjungi 2020 mar 18].
Tersedia dari: file:///C:/Users/hp/Documents/Kumpulan%20Jurnal
%20KPD/357123701-05-Panduan-Teknis-SijariEMAS.pdf
35
Milnerowicz .et al.Effect Of Exposure to obacco Smoke in Pregnancies
Complicted By Oligohydramnions and Premature Rupture of
Membranes.International Journal of Occupational Medicine and
Environmental Health, Vol. 14, No. 3, 275-285, (2001),
https://pdfs.semanticscholar.org/3862/03521b3ff1bcfaafe68eb86b03d711c
1b5d8.pdf
36
Semiawan, Conny. Metode penelitian kualitatif. Jakarta: Grasindo. 2010
83

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

“GAMBARAN KASUS KETUBAN PECAH DINI PADA NY. S G2P1A0 DI

RUMAH BERSALIN ASSALAM PURWASARI TAHUN 2020”

Tujuan Sumbe
No. Indikator Pertanyaan Penelitian Kode
Penelitian r Data
1. Untuk Usia 1. Berapakah usia ibu saat ini? N N : Ny. S
S : Suami
mengetahui
B : Bidan
2. faktor Usia kehamilan 1. Berapakah usia kehamilan N
predisposisi ibu saat ini?
(usia, usia
3. kehamilan, Paritas 1. Kehamilan berapakah saat N
paritas, ini?
pekerjaan, 2. Apa ibu pernah bersalin
riwayat ketuban sebelumnya?
pecah dini, 3. Apa ibu pernah keguguran
PMS, merokok, sebelumnya?
4. hubungan Pekerjaan 1. Apa pekerjaan ibu saat ini? N
5. seksual, jumlah Riwayat 1. Pada kehamilan/persalinan N
janin, kelainan ketuban pecah
yang lalu
dini
letak dan sosial komplikasi/keluhan apa
ekonomi) saja yang ibu pernah alami?
terjadinya 2. Selama kehamilan ini
ketuban pecah adakah keluhan yang ibu
dini pada Ny. S alami pada saluran
G2P1A0 reproduksi ibu?

6. PMS 1. Pada kehamilan ini apa saja N


84

keluhan yang ibu alami pada


daerah reproduksi ibu?

7. Merokok 1. Apa ibu merokok? N&S


2. Apa suami ibu merokok?
8. Hubungan 1. Kapan terakhir berhubungan N & S
seksual
suami istri?
2. Pada minggu ini berhubungan
suami istri sudah berapa kali?
3. Selama trimester III frekuensi
berhubungan seksual berapa
kali?
4. Apakah pada saat
berhubungan yang terakhir
ibu meraa sakit pada di
daerah kemaluan dan sekitar
abdomen?
5. Pada saat berhubungan
apakah ibu merasakan
kelelahan setelah
berhubungan?
6. Posisi ibu saat berhubungan
yang terakhir seperti apa?
9. Jumlah janin 1. Ada berapa janin di dalam N
kandungan ibu?
10. Kelainan letak 1. Bagaimana posisi janin di N
dalam kandungan ibu?
11. Sosial ekonomi 1. Apa pendidikan terakhir ibu? N&S
2. Berapa pendapatan dalam 1
bulan di keluarga?
3. Pengeluaran apa saja setiap
85

bulannya?

1. Untuk Kuantitas ANC 1. Berapakali ibu melakukan N


mengetahui kunjungan atau pemeriksaan
kuantitas dan kehamilan pada bidan?
kualitas ANC
2 pada Ny. S Kualitas ANC 1. Bagaimana ibu N & B
memeriksakan kehamilan
ibu?
2. Siapa yang mengantar setiap
kali ibu memeriksakan
kehamilan ibu?
3. Bagaimana hasil
pemeriksaan kehamilan ibu?
4. Apakah ibu pernah
melakukan USG?
5. Dimana ibu melakukan
USG?
6. Bagaimana hasil
pemeriksaan USG?
7. Umur berapa bulan/minggu
saja kah ibu melakukan
pemeriksaan kehamilan ke
bidan?
8. Pada saat periksa ke bidan,
bidan melakukan apa saja?
9. Bagaimana bidan melakukan
pemeriksaan ANC dan
bagaimana bidan mendeteksi
dini untuk mencegah
86

komplikasi?
1. Untuk Penatalaksanaa 1. Bagaimana cara awal bidan B
n prarujukan
mengetahui mendiagnosa bahwa pasien
bagaimana terdiagnosa KPD?
penatalaksanaan 2. Apa yang dilakukan oleh
prarujukan bidan setelah mengetahui
ketuban pecah bahwa pasien terdiagnosa
dini di Rumah KPD?
Bersalin 3. Apa yang dilakukan oleh
Assalam bidan untuk memberitahu
kepada keluarga pasien atau
pasien apa saja perlengkapan
rujukan?
4. Setelah menerima telpon
kembali dari si jari emas, apa
yang dilakukan oleh bidan
selanjutnya?
5. Setelah sampai dirumah
sakit, apa yang bidan
lakukan selanjutnya?
6. Setelah pasien mendapatkan
tindakan apa yang dilakukan
oleh bidan selanjutnya?

1. Untuk Kunjungan 1 1. Langkah awal apa yang B


(KF 1)
mengetahui dilakukan oleh bidan?
tatalaksana 2. Bagaimana kondisi ibu nifas
postpartum secara umum?
pada Ny. S oleh 3. Bagaimana bidan memeriksa
bidan TTV?
4. Bagaimana bidan
87

menanyakan pola nutrisi ibu


pasca melahirkan?
5. Bagaimana bidan
menanyakan pola aktivitas
dan tidur pasca melahirkan?
6. Bagaimana bidan menayakan
cara ibu merawat bekas luka
operasi?
7. Bagaimana bidan memeriksa
perdarahan?
8. Bagaimana bidan memeriksa
jahitan pasca operasi?
9. Bagaimana bidan memeriksa
kontraksi rahim dan tinggi
fundus uteri?
10. Bagaimana bidan
memastikan diasti recti?
11. Bagaimana bidan
memastikan ada tidaknya
tanda homan?
12. Bagaimana bidan memeriksa
payudara pasien dan
menganjurkan pasien untuk
ASI Eksklusif?
13. Bagaimana bidan
memberikan kapsul vitamin
A?
14. Bagaimana cara bidan
memberikan konseling pada
pasien pasca SC?
2. Kunjungan 2 1. Bagaimana bidan B & N
(KF 2)
88

memastikan involusi uterus


berjalan dengan normal?
2. Bagaimana bidan
memastikan bahwa tidak
atau adanya tanda-tanda
infeksi pada ibu postpartum
pasca SC?
3. Bagaimana bidan
memastikan bahwa ibu
mendapatkan asupan
makanan dan minuman yang
cukup?
4. Bagaimana bidan
memastikan bahwa ibu
mendapatkan pola istirahat
yang cukup?
5. Bagaimana bidan
memastikan diasti recti?
6. Bagaimana bidan
memastikan ada tidaknya
tanda homan?
7. Bagaimana cara ibu
memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda
adanya penyulit?
8. Bagaimana cara bidan
memberikan konseling pada
ibu mengenai asuhan bayi,
perawatan tali pusat dan
menjaga bayi agar tetap
89

hangat?
3. Kunjungan 3 1. Bagaimana bidan B & N
(KF 3)
memeriksa bekas
luka operasi SC?
2. Bagaimana bidan
memastikan diasti
recti?
3. Bagaimana bidan
memastikan ada
tidaknya tanda
homan?
4. Bagaimana bidan
menanyakan pada
ibu tentang
penyulit-penyulit
yang pasien atau
bayi alami?
5. Bagaimana bidan
memberikan
konseling untuk KB
secara dini?
90

Lampiran 2 : Hasil Wawancara

A. Faktor Predisposisi

1. Berapakah usia ibu saat ini?

Ibu mengatakan umurnya “26 tahun”

2. Berapakah usia kehamilan ibu saat ini?

Ibu mengatakan “Injek 9 bulan teh”

3. Kehamilan berapakah saat ini?

Ibu mengatakan “Hamil kadua teh”

4. Apa ibu pernah bersalin sebelumnya?

Ibu mengatakan “pernah sakali teh”

5. Apa ibu pernah keguguran sebelumnya?

Ibu mengatakan “teu pernah keguguran”

6. Apa pekerjaan ibu saat ini?

Ibu mengatakan “teu kerja, Ibu Rumah Tangga”

7. Pada kehamilan/persalinan yang lalu komplikasi/keluhan apa saja yang

ibu pernah alami?

Ibu mengatakan “teu teh normal, pas mules pagi teh terus malem tos magrib

teh dibawa ka Bd. Yayat tos pembukaan tapi acan eta cuman pembukaan 4

teuing 2 hilap deui tos lami, tapi normal teu aya penyakit nanaon”
91

8. Selama kehamilan ini adakah keluhan yang ibu alami pada saluran

reproduksi ibu?

Ibu mengatakan “teu gaduh teh”

9. Pada kehamilan ini apa saja keluhan yang ibu alami pada daerah

reproduksi ibu?

Ibu mengatakan “teu, normal-normal wae teh”

10. Apa ibu merokok?

Ibu mengatakan “teu ngarokok teh”

Suami pasien mengatakan “teu ngarokok istri mah”

11. Apa suami ibu merokok?

Ibu mengatakan “ngarokok”

Suami pasien mengatakan “ngarokok, nyacuman teu kos batur teu beak

sabungkus paling oge peuting doang, nya 5 batanglah sapoe. Tara

ngadeukeutan istri ai ker ngarokok mah paling ai ngarokok di bumi di luar ai

bade ka kamar nginum hela kakarak asup ka kamar”

12. Kapan terakhir berhubungan suami istri?

Ibu mengatakan “sebelum ketuban rembes poe rabu teh berhubungan

wengina malem rebona teh pan ketuban rembesna poe rabu teh”

Suami pasien mengatakan “nya sami jawaban na kos istri wengi sebelumna”

13. Pada minggu ini berhubungan suami istri sudah berapa kali?

Ibu mengatakan ”Cuma sekali doang”

14. Selama trimester III frekuensi berhubungan seksual berapa kali?

Ibu mengatakan “Sekali saminggu neng”


92

15. Apakah pada saat berhubungan yang terakhir ibu meraa sakit pada di

daerah kemaluan dan sekitar abdomen?

Ibu mengatakan “Nteu, cuman di daerah perut bagian bawah doang terasa

nyeri”

16. Pada saat berhubungan apakah ibu merasakan kelelahan setelah

berhubungan?

Ibu mengataka “Cuman lemes doang, kelelahan”

17. Posisi ibu saat berhubungan yang terakhir seperti apa?

Ibu mengatakan “Tetehna anu dibawah dan suami di atas, kos kitu wae ari

berhubungan mah”

18. Ada berapa janin di dalam kandungan ibu?

Ibu mengatakan “aya 2 teh pas diparios USG ku dokter jenis kelamina

awewe sadaya”

19. Bagaimana posisi janin di dalam kandungan ibu?

Ibu mengatakan “posisi janinna asaan teh kadang kepala kabeh anu dibawah

mah, kadang aya usik anu di luhur kabeh gitu neng ieu teh kepala na apa

bokongna kitu beda, ceuk bu yayat sae posisi na ngan aya anu bokongna di

handap”

20. Apa pendidikan terakhir ibu?

Ibu mengatakan “SD”

21. Berapa pendapatan dalam 1 bulan di keluarga?

Ibu mengatakan “sapoe the 100rb kadang amun ker rame 150rb”
93

Suami pasien mengatakan “aduh teu tentu teh da ieu mah soalna bidang jasa

lain kos pabrik sabulana jelas kitunya, da ieu mah teu tentu nya kadang

amun di kumpulkeun mah meren 2 – 2,5 juta mereunan sabulanan ai

dikumpulkeun mah

22. Pengeluaran apa saja setiap bulannya/perhari?

Ibu mengatakan “paling ibu rumah tangga mah paling berasnya neng, paling

naon si belanja kabutuhan sehari-hari”

Suami pasien mengatakan “tara meuli nanaon paling resiko sapopoe weh

istri teu balanja anu aneh-aneh”

B. Kuantitas dan Kualitas ANC

1. Bagaimana ibu memeriksakan kehamilan ibu?

Ibu mengatakan “ke bidan ya periksa sih ke bidan, pertama sih periksa ke

bidan, terus pas udah umur 8 bulan di USG ke bidan cuman kata bidan

disuruh ke dokter kandungan Rumah Sakit Karya Husada”

2. Berapakali ibu melakukan kunjungan atau pemeriksaan kehamilan

pada bidan?

Ibu mengatakan “9 kali ke bidan”

3. Siapa yang mengantar setiap kali ibu memeriksakan kehamilan ibu?

Ibu mengatakan “pertama sama suami, kesini-sininya kan sama ponakan

soalnyakan suami kerjanya jauh jadi ngga bisa nganter gitu”

4. Bagaimana hasil pemeriksaan kehamilan ibu?

Ibu mengatakan “kata bidan ya bagus, pas USG juga sama bidan bagus

bayinya kembar”
94

5. Apakah ibu pernah melakukan USG?

Ibu mengatakan “pernah”

6. Berapa kali ibu melakukan USG dan pada saat usia kehamilan berapa?

Ibu mengatakan “pernah tapi cuma 2 kali, pas usia 8 bulan semua”

7. Dimana ibu melakukan USG?

Ibu mengatakan “ke bidan dan ke dokter kandungan di Rumah Sakit Karya

Husada”

8. Bagaimana hasil pemeriksaan USG?

Ibu mengatakan “pertama USG ke bidan hasilnya bagus kembar terus kata

bidan harus di rujuk ke dokter kandungan di Rumah Sakit Karya Husada nah

hasil dari dokter kandungan bayinya bagus, kembar dan jenis kelaminnya

perempuan semua”.

9. Umur berapa bulan/minggu saja kah ibu melakukan pemeriksaan

kehamilan ke bidan?

Ibu mengatakan “Umur 5 minggu, 8 minggu, 18 minggu 2 kali, pas umur 24

minggu, 26 minggu, 31 minggu, 32 minggu, 36 minggu”

10. Pada saat periksa ke bidan, bidan melakukan apa saja?

Ibu mengatakan “Pas periksa ke bidan pertama di timbang, di tensi, terus

periksa lengan, terus tinggi badan, terus di tanya-tanya kapan terakhir

haidna, terus di raba perut na pas diraba can ka raba perutna tapi pas di tes

pack mah positif. Teruss dianjurkeun ku bidan teh di suruh makan cukup

sedikit tapi sering, terus di suruh tidur yang cukup, terus sama dikasih
95

vitamin. Teruskan control nah bidan di pariksa deui, di timbang deui, di

tensi, keluhana naon, terus di suruh bobo buat diperiksa perutnya, pas ku

bidan di periksa perutna dianjurkan untuk ke dokter soalna besar perutna

beda buat di USG ke dokter, terus di anjurkan untuk cek lab ke Puskesmas

Purwasari, terus bidan menganjurkan istirahat yang cukup, makan yang

sehat, sama mengurangi aktifitas yang berat-berat”

11. Bagaimana bidan melakukan pemeriksaan ANC dan bagaimana bidan

mendeteksi dini untuk mencegah komplikasi?

Bidan mengatakan “Diawal dilakukan penimbangan berat badan, setelah itu

tekanan darah, dan lingkar lengan atas, dan melakukan anamnesa terhadap

pasien, pada awal kehamilan setelah itu pada awal kehamilan dilakukan

palpasi hasilnya tidak teraba untuk menyakinkan kehamilannya dengan tes

HCG negatif atau positif dan hasilnya positif, karna pasien mengeluh mual

dan pusing anjurkan pasien untuk makan sedikit-sedikit tapi sering dan

istirahat yang cukup setelah itu memberikan terapi terhadap pasien sesaui

keluhan yaitu poldiamer 1x1 sehari untuk mualnya dan paracetamol untuk

pusingnya dan juga asam folat untuk perkembangan bayinya. Untuk

pemeriksaan lanjutan, pemeriksaan kehamilan Trimester I 3 kali, Trimester

II 3 kali, Trimester 3 3 kali, berdasarkan hasil pemeriksaan bidan di buku

ANC. Dan pada Trimester II dianjurkan untuk pemeriksaan tes rappid.

Pemeriksaan kehamilan lanjutan seperti biasa seperti timbang berat badan,

ukur tekanan darah, dan melakukan anamnesa, melakukan palpasi tinggi

fundus uteri dan leopold, setelah itu melihat tanda-tanda kompliksi terhadap
96

pasien ternyata di ekstremitas tidak ada pembengkakan pada pasien ini,

karena tidak ada komplikasi oedema, jadi tidak dilakukan pemeriksaan tes

protein urin, setelah itu konseling untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya,

istirahat yang cukup, dan melakukan USG karena pada pemeriksaan palpasi

tidak sesuai dengan kehamilan maka dianjurkan untuk USG takut nanti ada

bayi kembar dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

C. Penatalaksanaan Prarujukan

1. Bagaimana cara awal bidan mendiagnosa bahwa pasien terdiagnosa

KPD?

Bidan mengatakan “pertama kita menganamnesa dulu ke pasien, ketubannya

pecah dari jam berapa atau pecah air-air lah kan pasien suka gatau yah itu

ketuban atau bukan jadi dibilangkannya air-air, setelah itu kan pasien

jawabnya 1 hari yang lalu nah kita lakukan pemeriksaan dalam ternyata

pembukaannya masih 2 dan ketuban sudah negatif

2. Apa yang dilakukan oleh bidan setelah mengetahui bahwa pasien

terdiagnosa KPD?

Bidan mengatakan “jadi ya kita langsung deh melakukan rujukan kepada

pasien”

3. Apa yang dilakukan oleh bidan untuk memberitahu kepada keluarga

pasien atau pasien apa saja perlengkapan rujukan?

Bidan mengatakan “Mengasih tahu juga kepada pasien bawah ketubannya

sudah pecah 1 hari yang lalu pembukaannya 2 cm jadi harus dilakukan

tindakan rujukan ke rumah sakit , setelah memberitahu ke keluarga pasien


97

lakukan inform consent bawah akan dilakukan rujukan ke rumah sakit

setelah pasien meyetujui kita akan melakukan pemberitahuan pada si jari

emas bahwa pasien dengan diagnose ini harus ke rumah sakit gitu”

4. Setelah menerima telpon kembali dari si jari emas, apa yang dilakukan

oleh bidan selanjutnya?

Bidan mengatakan “setelah mendapatkan telpon balik dari si jari emas, kita

infus dulu pasien dengan cairan RL 20 tpm, setelah itu menganjurkan pada

keluarga pasien untuk mencarikan transportasi untuk ke rumah sakitnya”

5. Setelah sampai dirumah sakit, apa yang bidan lakukan selanjutnya?

Bidan mengatakan “setelah sampai di rumah sakit (Intan Barokah), kita

operan dengan bidan jaganya yang di rumah sakit tersebut bahwa pasien ini

di rujuk dengan diagnose KPD 1 hari yang lalu”

6. Setelah pasien mendapatkan tindakan apa yang dilakukan oleh bidan

selanjutnya?

Bidan mengatakan “setelah operan, kita membantu keluarga pasien untuk

melakukan adminitrasi ke pendaftaran”

D. Penatalaksanaan postpartum

a. Kunjungan 1

1. Langkah awal apa yang dilakukan oleh bidan?

2. Bagaimana kondisi ibu nifas secara umum?

3. Bagaimana bidan memeriksa TTV?

4. Bagaimana bidan menanyakan pola nutrisi ibu pasca melahirkan?


98

5. Bagaimana bidan menanyakan pola aktivitas dan tidur pasca

melahirkan?

6. Bagaimana bidan menayakan cara ibu merawat bekas luka operasi?

7. Bagaimana bidan memeriksa perdarahan?

8. Bagaimana bidan memeriksa jahitan pasca operasi?

9. Bagaimana bidan memeriksa kontraksi rahim dan tinggi fundus

uteri?

10. Bagaimana bidan memastikan diasti recti?

11. Bagaimana bidan memastikan ada tidaknya tanda homan?

12. Bagaimana bidan memeriksa payudara pasien dan menganjurkan

pasien untuk ASI Eksklusif?

13. Bagaimana bidan memberikan kapsul vitamin A?

14. Bagaimana cara bidan memberikan konseling pada pasien pasca SC?

Tidak dilakukan kunjungan pertama

b. Kunjungan 2 (KF 2)

1. Bagaimana bidan memastikan involusi uterus berjalan dengan

normal?

Bidan mengatakan “kita menganjurkan ke pasien untuk ke tempat

tidur selanjutnya melakukan palpasi meraba uterus ternyata

uterusnya bagus normal sudah tidak teraba

Ibu mengatakan “Diparios ku Bidan mah atos sae di raba the ngga

ada apa-apa udh ngga keraba”


99

2. Bagaimana bidan memastikan bahwa tidak atau adanya tanda-

tanda infeksi pada ibu postpartum pasca SC?

Bidan mengatakan “setelah itu melihat luka jahitan SCnya ternyata

bagus juga tidak ada tanda-tanda kemerahan atau nanah”

Ibu mengatakan “Diparios ku Bidan tos teu aya luka nanaon tos

kering kitu teu aya infeksi nanaon”

3. Bagaimana bidan memastikan bahwa ibu mendapatkan asupan

makanan dan minuman yang cukup?

Bidan mengatakan “kita nanya ke pasien apakah ada makanan atau

minuman yang dipantang, jadi kalo setelah lahiran mau normal

atau sesar itu tidak ada yang dipantang, makanan apa saja boleh

buat melancarkan pencernaan juga takut nanti BABnya susah

apalagikan abis di sesar di tambah nanti takut jahitannya tidak

sembuh. Jadi harus banyak makanan yang mengandung serat,

protein, sama minum juga yang cukup”

Ibu mengatakan “Saur Bidan mah menganjurkan makan telur sehari

8 sama sayur-sayuran jeung buah-buahan. Nya ku abdi dilakukeun

teu aya pantrangan nanaon”.

4. Bagaimana bidan memastikan bahwa ibu mendapatkan pola

istirahat yang cukup?

Bidan mengataka “setelah melakukan pemeriksaan tekanan darah

dan ternyata hasilnya normal, tanyakan pada pasien tidurnya cukup

apa ngga bu dan pasien menjawab cukup”


100

Ibu mengatakan “Amun peuting mah sok gentian jeung bapakna jadi

abdi tidurna cukup, bobo siang ge osok.

5. Bagaimana bidan memastikan diastasis recti?

Bidan mengatakan “kan tadi setelah melakukan palpasi kita

melakukan pemeriksaan diastasis rekti, dengan cara kita

memasukan 2 jari ke perut ibu lah ya, terus setelah melakukan itu

normal 2 jari yang masuk”

Ibu mengatakan “Nya otot perutna tos normal”

6. Bagaimana bidan memastikan ada tidaknya tanda homan?

Bidan mengatakan “iya dengan melakukan tindakan kaki di tekuk

terus kita menekan dan sambil bertanya ke pasiennya sakit ngga

pada saat ditekan dan hasilnya pasien mengatakan tidak sakit pada

kedua kakinya”

Ibu mengatakan “Pas diparios ku Bidan teh telapak kakina ditekuk

teh teu karasa da teu aya rasa pegel teu aya nanaon”.

7. Bagaimana cara ibu memastikan ibu menyusui dengan baik dan

tidak memperlihatkan tanda-tanda adanya penyulit?

Bidan mengatakan “saya suka menanyakan pada pasien apakah

ASInya banyak atau tidak dan cara menyusuinya gimana dan

tanyakan bayinya rewel ngga kalua bayinya kelamaan tidur harus di

bangun kan dan di kasih ASI setiap 2 jam sekali. Apabila bayinya

tidak rewel-rewel di susuinnya satu-satu aja, apabila tidur nanti

bergantian aja nyusuinnya”


101

Ibu mengatakan “Nya si dede mah nenna kuat, terus posisi na teh

teu aya nanaon tos bener, terus nyaman-nyaman wae teu aya

nanaon”.

8. Bagaimana cara bidan memberikan konseling pada ibu

mengenai asuhan bayi, perawatan tali pusat dan menjaga bayi

agar tetap hangat?

Bidan mengatakan “kita biasanya apabila sudah 1 minggu suka

nanya apakah tali pusatnya sudah lepas atau belum, kebetulan

pasiennya itu ngasih tahu kalau tali pusat bayinya sudah lepas

berarti sekarang tinggal bagaimana perwatannya nanti kalo mandi,

mandinya pakai air hangat setelah itu dikeringkan dulu sambil,

dikeringkan juga daerah pusernya karenakan baru lepas tali

pusatnya dan jangan ditabur-taburin apalah atau betadin, alkohol

juga tidak boleh cukup kassa saja”

Ibu mengatakan “Setiap hari mandinya sehari 2 kali, terus langsung

dijemur, perawatan tali pusatna cuman pake kassa doang, si dede

biar anget ya di bedong”.

c. Kunjungan 3 (KF 3)

1. Bagaimana bidan memeriksa bekas luka operasi SC?

Bidan mengatakan “kita periksa lagi perut ibunya ternyata di luka

operasi SC nya bagus tidak ada kemerahan tidak ada juga nanah

semuaya bagus normal”

Ibu mengatakan “Alhamdulillah tos kering teu aya nanaon”.


102

2. Bagaimana bidan memastikan diastasis recti?

Bidan mengatakan “kemudian diastasis rektinya juga bagus normal

Ibu mengatakan “Pas di parios ku Bidan mah teu aya nanaon, tos

normal”.

3. Bagaimana bidan memastikan ada tidaknya tanda homan?

Bidan mengatakan “melakukan pemeriksaan pada kaki keduanya

kanan dan kiri dengan cara menekuk telapak kaki sambil menanya

ke pasien juga merakan adanya nyeri atau tidak ternyata pasien

jawab tidak ada”

Ibu mengatakan “Pas diparios ku bidan teh telapak kakina di tekuk

nah abdi teu karasa nanaon teu aya pegel-pegel”.

4. Bagaimana bidan menanyakan pada ibu tentang penyulit-

penyulit yang pasien atau bayi alami?

Bidan mengatakan “kemarin sih pas ditanyakan tidak ada penyulit

semuanya normal bayinya juga sehat, paling penyulitnya karena

bayinya kembar jadi sedikit repot saja”

Ibu mengatakan “Teu aya nanaon cuman bayi na kan kembar jadi

sedikit repot”.

5. Bagaimana bidan memberikan konseling untuk KB secara dini?

Bidan mengatakan “nanti setelah 40 hari kita menganjurkan KB

pada pasien ada macam-macam KBnya ada yang suntik, pil, IUD,

implant juga dan pasien memilih akan berKB suntik 3 bulan”


103

Ibu mengatakan “Bidan memberitahukan Kb suntik, pil, IUD sama

implan, terus saya mah pilih yang suntuk 3 bulan di suntik pas 40

hari nifas.
104

Lampiran 3 : Daftar Tilik dan Hasil Observasi

DAFTAR TILIK

Daftar Tilik Untuk Penatalaksanaan Prarujukan


Dengan Ketuban Pecah Dini
No. Kegiatan Ya Tidak
1. Bidan memberi salam pada pasien √
2. Bidan melakukan anamnesa
3. Bidan melakukan kajian terhadap pasien sesuai
standar profesi, sesuai dengan SOP pengkajian √
awal
4. Bidan menegakkan diagnosa pertama dan diagnosa
banding serta penanganan yang dapat diberikan √
sesuai dengan SOP pelayanan medis
5. Bidan memberikan informasi pada pasien/keluarga

bahwa harus melakukan rujukan
6. Bidan memberikan inform consent pada

pasien/keluarga untuk dilakukan rujukan
7. Bidan menginformasikan ke Si Jari Emas bahwa

ada pasien yang harus dirujuk
8. Setelah di informasikan kembali oleh Si Jari Emas

bidan memasangkan infus jaga RL 20 tpm
9. Bidan mengantarkan pasien ke rumah sakit yang

telah ditetapkan oleh Si Jari Emas
10. Bidan mengoperkan pasien ke pada bidan jaga

yang ada di rumah sakit tersebut
11. Bidan membantu keluarga pasien dalam proses

pendaftaran pasien di rumah sakit

Lembar Observasi:

1. Bidan melakukan pemberian salam pada pasien. “Mangga teh kontrol ya”.
105

2. Bidan melakukan anamnesa dan penggalian data subjektif seperti

menanyakan keluhan pada pasien, pasien mengatakan bahwa merasa ada

air yang keluar 2 hari yang lalu dan masih dirasakan keluar sampai saat

ini.

3. Bidan melakukan pemeriksaan ANC sesuai dengan 10 T.

4. Bidan melakukan penegakkan diagnosa dengan cara melakukan

pemeriksaan dalam dengan hasil pembukaan servik 3 cm dan ketuban

sudah tidak teraba. Bidan pun melakukan pemeriksaan pemeriksaan

penunjang seperti pemeriksaan USG dengan hasil bayi ganda, ketuban

sedikit, tetapi bidan tidak melakukan pemeriksaan lakmus karena

keterbatasan alat.

5. Bidan melakukan pemberian informasi pada pasien/keluarga bahwa

keadaannya harus dirujuk ke rumah sakit karena ketuban sudah pecah 2

hari yang lalu.

6. Bidan melakukan inform consent pada pasien/keluarga pasien dan

pasien/keluarga pasien setuju untuk dilakukan rujukan ke rumah sakit.

7. Bidan melakukan dan menelpon Si Jari Emas bahwa ada pasien dengan

diagnosa Ibu G2P1A0 usia kehamilan 35 minggu 2 hari dengan KPD 2

hari dan menunggu di informasikan kembali oleh Si Jari Emas, hasilnya

pasien di rujuk ke Rumah Sakit Intan Barokah.

8. Bidan melakukan penginfusan (infus jaga) pada tangan kiri pasien dengan

cairan infus Ranger Laktat (RL) 20 tpm, kondisi ibu saat akan

dipasangkan infus baik-baik saja.


106

9. Bidan melakukan mengantarkan pasien ke Rumah Sakit Intan Barokah.

10. Bidan melakukan operan data ke bidan jaga yang ada di Rumah Sakit

Intan Barokah.

11. Bidan melakukan membantu keluarga pasien dalam proses pendaftaran

rawat inap di Rumah Sakit Intan Barokah.

DAFTAR TILIK

Daftar Tilik Untuk Kunjungan Nifas Pertama (KF 1)


No. Kegiatan Ya Tidak
Persiapan Pasien
1. Menyapa pasien dengan ramah √
2. Memposisikan pasien dengan baik √
3. Menutup ruangan / menjaga privasi pasien √
Prosedur Langkah-Langkah
Melakukan informed consent
1. √

2. Petugas menjelaskan maksud kedatangannya √


Petugas mencuci tangan dengan sabun dan air lalu
3. √
keringkan
4. Petugas melakukan pemeriksaan TTV √
5. Petugas melakukan pemeriksaan inspeksi √
6. Petugas melakukan pemeriksaan palpasi √
7. Petugas melakukan pemeriksaan lochia √
Petugas memberitahukan hasil pemeriksaan pada
8. √
klien
9. Petugas mencatat hasil pemeiksaan di buku KIA √
10. Petugas memberikan konseling kepada pasien √
Petugas mendokumentasikan kegiatan yang telah
11. √
dilakukan
Petugas mencuci tangan dengan sabun dan air
12. √
mengalir

Lembar Observasi:
Bidan tidak melakukan kunjungan nifas pertama karena pasien belum pulang dari
rumah sakit.
107
108

DAFTAR TILIK

Daftar Tilik Untuk Kunjungan Nifas Ulang (KF 2) (17-02-2020)


No. Kegiatan Ya Tidak
Persiapan Pasien
1. Memberi senyuman, sapa, salam pada ibu √
2. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan √
pada ibu
Prosedur Langkah-Langkah
1. Cuci tangan dengan sabun di air mengalir √
2. Petugas lakukan pemeriksaan TTV √
Petugas lakukan pemeriksaan payudara dan
3. √
anjurkan pemberian ASI eksklusif
4. Petugas lakukan pemeriksaan fundus uteri √
Petugas lakukan pemeriksaan luka bekas operasi
5. √
SC
6. Petugas lakukan pemeriksaan diastasi rekti √
7. Petugas lakukan pemeriksaan lochea √
8. Petugas lakukan pemeriksaan tanda homan √
Petugas Berikan konseling pada ibu perlunya
kebersihan diri
a) Membersihkan daerah vulva dari depan ke
belakang
b) Mengganti pembalut 2x/hari mencuci tangan
dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
9. √
membersihkan daerah kelamin
c) Anjurkan ibu untuk merawat luka bekas
operasi SC
d) Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
e) Anjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang
seimbang
Cuci tangan di bawah air mengalir setelah √
10.
melakukan Tindakan
Petugas mendokumentasikan kegiatan yang telah
11. √
dilakukan
Lembar Observasi:
Persiapan pasien:
109

1. Bidan melakukan menyapa pasien.

2. Bidan melakukan memberitahukan pasien apa saja yang akan diperiksa

oleh bidan. Bidan akan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,

pemeriksaan fundus uteri (involusi uteri), pemeriksaan luka bekas operasi

SC, pemeriksaan diastasi recti, pemeriksaan lochea, pemeriksaan tanda

homan, dan melakukan konseling pada ibu.

Persiapan langkah-langkah:

1. Bidan tidak melakukan cuci tangan dengan sabun, karena keterbatasan alat

dan tempat.

2. Bidan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien dengan hasil

TD: 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Respirasi : 18x/menit, Suhu :

36,6oC.

3. Bidan melakukan pemeriksaan payudara pasien, dengan hasil payudara

pasien telah mengeluarkan ASI dan tidak ada benjolan dan tidak ada

kelainan. Dan Bidan juga menganjurkan pasien untuk ASI eksklusif.

4. Bidan melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri dengan hasil TFU sudah

tidak teraba dan kontraksi baik.

5. Bidan melakukan pemeriksaan bekas luka operasi SC dengan hasil bekas

luka operasi SC sudah kering dan bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

6. Bidan melakukan diastasi rekti dengan hasil diastasi rekti ibu normal 1/2 .

7. Bidan melakukan pemeriksaan lochea dengan hasil pengeluaran darah

nifas sudah bewarna merah sedikit kekuningan (lochea sanguinolenta) dan

darah nifasnya sudah mulai sedikit.


110

8. Bidan melakukan pemeriksaan tanda homan dengan hasil pasien tidak

memiliki tanda homan.

9. Bidan melakukan konseling pada ibu, dengan hasil:

a) Bidan menganjurkan ibu untuk membersihkan daerah alat kelamin

ibu dari depan ke belakang agar mendapatkan bersih yang optimal,

pasien pun akan melakukannya.

b) Bidan menganjurkan ibu untuk sering mengganti pembalut 2x/hari,

dan sering mengganti celana dalam ketika sudah merasa lembam,

ibu juga harus sering mencuci tangan sebelum dan sesudah

membersihkan daerah kelamin, pasien mengerti dengan yang

dijelaskan oleh bidan dan akan melakukannya.

c) Bidan menganjurkan ibu untuk tidak menambahkan ramuan

rempah-rempahan, betadin, alkohol pada luka bekas operasi SC.

Luka bekas operasi SC bersifat bersih dan kering. Pasien mengeri

dengan yang dijelaskan oleh bidan dan akan melakukannya.

d) Bidan menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup malam hari ±

7-8 jam/hari dan siang hari ± 1-2 jam/ hari. Apabila tidur malam

ibu terganggu ibu bisa istirahat pada siang hari pada saat bayi

sedang tidur, karena tidak ada pantangan tidur siang. Pasien

mengerti dengan yang dianjurkan oleh bidan dan akan

melakukannya.

e) Bidan menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi

seimbang seperti yang tinggi protein untuk mempercepat proses


111

penyembuhan pada luka operasi SC ibu, ibu dianjurkan untuk

makan telur rebus sehari 6-8 butir/hari dan ibu juga dianjurkan

untuk makan daging,ikan,sayuran, dan buah-buahan. Pada saat

proses masa nifas ini tidak ada makanan yang dipantang ibu boleh

makan apa saja. Pasien mengerti dengan yang dianjurkan oleh

bidan dan akan melakukannya.

f) Bidan memberikan tablet penambah darah (Tablet Fe) sebanyak 10

tablet dan di minum 1x1 sehari.

10. Bidan tidak mencuci tangan karena keterbatasan alat dan tempat.

11. Bidan melakukan pendokumentasian pada buku KIA pasien.


112

DAFTAR TILIK

Daftar Tilik Untuk Kunjungan Nifas Ulang (KF 3) (12-03-2020)


No. Kegiatan Ya Tidak
Persiapan Pasien
1. Memberi senyuman, sapa, salam pada ibu √
2. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan √
pada ibu
Prosedur Langkah-Langkah
1. Cuci tangan dengan sabun di air mengalir √
2. Petugas lakukan pemeriksaan TTV √
Petugas lakukan pemeriksaan payudara dan
3. √
anjurkan pemberian ASI eksklusif
4. Petugas lakukan pemeriksaan fundus uteri √
Petugas lakukan pemeriksaan luka bekas operasi
5. √
SC
6. Petugas lakukan pemeriksaan diastasi rekti √
7. Petugas lakukan pemeriksaan lochea √
8. Petugas lakukan pemeriksaan tanda homan √
Petugas melakukan penilaian fungsi berkemih,
9. fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa √
lelah dan nyeri punggung
Petugas menanyakan kepada ibu mengenai suasana
emosinya, bagaimana dukungan yang
10. √
didapatkannya dari keluarga, pasangan dan
masyarakat untuk perawatan bayinya
Petugas mengajarkan pada ibu cara perawatan bayi
11. √
dengan benar
Petugas menganjurkan ibu untuk menggunakan
12. √
kontrasepsi pada hari nifas ke 40 hari
Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir √
13.
setelah melakukan pemeriksaan
14. Bidan melakukan pendokumentasian √

Lembar Observasi:

Persiapan pasien:

1. Bidan melakukan menyapa pasien.


113

2. Bidan melakukan memberitahukan pasien apa saja yang akan diperiksa

oleh bidan. Bidan akan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,

pemeriksaan fundus uteri (involusi uteri), pemeriksaan luka bekas operasi

SC, pemeriksaan diastasi recti, pemeriksaan lochea, pemeriksaan tanda

homan, dan melakukan konseling pada ibu.

Persiapan langkah-langkah:

1. Bidan tidak melakukan cuci tangan dengan sabun, karena keterbatasan alat

dan tempat.

2. Bidan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien dengan hasil

TD: 110/80 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Respirasi : 18x/menit, Suhu :

36,6oC.

3. Bidan melakukan pemeriksaan payudara pasien, dengan hasil payudara

pasien telah mengeluarkan ASI dan tidak ada benjolan dan tidak ada

kelainan. Dan Bidan juga menganjurkan pasien untuk ASI eksklusif.

Pasien mengatakan bahwa bayinya di campur dengan susu formula karena

kerepotan ketika kedua bayinya bangun da ingin menyusu.

4. Bidan melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri dengan hasil TFU sudah

tidak teraba dan kontraksi baik.

5. Bidan melakukan pemeriksaan bekas luka operasi SC dengan hasil bekas

luka operasi SC sudah kering dan bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

6. Bidan melakukan diastasi rekti dengan hasil diastasi rekti ibu normal.
114

7. Bidan melakukan pemeriksaan lochea dengan hasil pengeluaran darah

nifas sudah bewarna putih (lochea alba) dan darah nifasnya sudah mulai

sedikit dan kadang sampai tidak ada.

8. Bidan melakukan pemeriksaan tanda homan dengan hasil pasien tidak

memiliki tanda homan.

9. Bidan melakukan penilaian fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan

luka, sakit kepala, rasa lelah dan nyeri punggung. Pasien mengatakan

bahwa tidak ada masalah dalam proses BAK, BAB, proses penyembuhan

luka pun berjalan dengan normal, tidak merasakan sakit kepala, dan nyeri

punggung. Namun, rasa lelah dirasakan oleh pasien karen mengurus bayi

kembar.

10. Bidan menanyakan kepada ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana

dukungan yang didapatkannya dari keluarga, pasangan dan masyarakat

untuk perawatan bayinya. Pasien mengatakan ia dibantu oleh orang tuanya

dalam mengurus bayi kembarnya, suaminya tidak ikut mngurus setiap hari

karena terhalang oleh pekerjaan yang membuat pulang ke rumah 1 minggu

sekali.

11. Bidan mengajarkan pasien cara perawatan bayi yang benar seperti,

memandikan bayi 2x sehari dengan air hangat, kemudian menganjurkan

ibu untuk menjemur bayinya di pagi hari. Pasien mengerti dengan yang

dijelaskan oleh bidan dan akan melakukannya.

12. Bidan tidak mencuci tangan karena keterbatasan alat dan tempat.
115

13. Bidan juga memberikan tablet penambah darah (Tablet Fe) sebanyak 10

tablet dan diminum 1x1 sehari.

14. Bidan melakukan pendokumentasian di buku KIA.


116

Lampiran 4 : Buku KIA


117

Lampiran 5 : Foto Wawancara Penelitian

Anda mungkin juga menyukai