Anda di halaman 1dari 112

KARAKTERISTIK GAMBARAN X-RAY KONVENSIONAL PADA

PENDERITA FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS PADA BULAN


JANUARI HINGGA JULI 2017 DI RSUP DR. WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh :

Noranida Bt Mohd

Azlar

C111 14 869

Pembimbing :

dr. Dario Agustino Nelwan, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS

HASANUDDIN MAKASSAR

2017
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga

selesainya penelitian ini dengan judul“KARAKTERISTIK GAMBARAN X-

RAY KONVENSIONAL PADA PENDERITA FRAKTUR EKSTREMITAS

ATAS PADA BULAN JANUARI HINGGA JULI 2017 DI RSUP DR.

WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR”dalam rangka memenuhi tugas

mata kuliah skripsi. Dengan bimbingan, dorongan, semangat, bantuan serta doa

dari berbagai pihak, maka penelitian ini dapat diselesaikan. Untuk itu,

penghargaan yang tidak terhingga dan ucapan terima kasih sebanyak- banyaknya

kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III Universitas

Hasanuddin Makassar

3. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin.

4. dr. Dario Agustino Nelwan Sp. Rad, selaku pembimbing yang dengan

kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan dan arahan kepada saya mulai dari penyusunan

proposal sampai pada penulisan skripsi ini.

5. dr. Rafikah Rauf dan dr. Mirna Muis,selaku penguji bermula dari ujian

proposal hingga ke ujian akhir yang sudi memberikan tunjuk ajar dan

bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Kepada ketua bagian di Bagian Radiologi di Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo beserta residen yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan kepada saya selama mengadakan penelitian.

vi
7. Ketua bagian dan seluruh staf dosen matakuliah Skripsi yang memberikan

bimbingan selama penelitian.

8. Pimpinan Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo yang memberikan keizinan

untuk mengambil data di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.

9. Staf-staf bagian Rekam Medik Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo yang

sudi meluangkan waktu menyediakan nomor rekam medik untuk

pengambilan data penelitian kami.

10. Kedua orang tua saya, saudara dan keluarga tercinta yang selalu

memberikan dorongan dan bantuan moril maupun materialselama

penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman saya yang banyak membantu memberi bimbingan dalam

menyelesaikan penelitian ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan skripsi ini yang

tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Saya menyadari bahwa apa yang telah dibuat ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga saya mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak

demi penyempurnaan skripsi ini.Saya berharap semoga skripsi ini memberikan

manfaat bagi semua pembaca dan semoga segala usaha ini mendapat redha Allah

SWT.

Makassar, 2017

Noranida Bt Mohd Azlar

C111 14 869
ABSTRAK

Fraktur membawa maksud kontinuitas tulang yang terputus dan ditentukan


sesuai jenis dan luasnya (Kumar et al, 2010). Kejadian patah tulang pada
ekstremitas atas sering terjadi pada semua peringkat usia. Bagi penderita fraktur
ekstremitas atas dewasa muda, biasanya disebabkan trauma dengan energi tinggi
seperti kecelakaan lalulintas. Manakala fraktur ketika usia lanjut yang mana
disertai osteoporosis sering disebabkan oleh kejadian jatuh (Thieme, 2009).Tujuan
peneitian ini dijalankan untuk mengetahui karakteristik gambaran x-ray
konvensional pada penderita fraktur ekstremitas ataspada Januari hingga Juli di
RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.Tujuan: yang lebih khusus adalah untuk
mengetahui jumlah fraktur, lokasi tersering terjadinya fraktur, tipe-tipe fraktur,
fraktur yang disertai osteomyelitis dan yang terakhir regio serta proyeksi foto x-
ray konvensional pada kejadian fraktur ekstremitas atas. Metode: penelitian
deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Melalui metode penelitian ini, peneliti
mencoba untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang fraktur ekstremitas
atas secara objektif berdasarkan data-data sekunder yang tercatat di bagian
radiologi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Teknik yang digunakan
dalam pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode total sampling
yaitu semua populasi dijadikan sampel. Hasil: berdasarkan data yang diperoleh
dari bagian radiologi di RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar tahun 2017, ada 115
pasien fraktur ekstremitas atas yang telah memenuhi kriteria inklusi. Total fraktur
berdasarkan penelitian berjumlah 209 fraktur. Lokasi fraktur tersering adalah os
radius distal (63.93%) dan os radius adalah yang terbanyak disertai deformitas.
Tipe fraktur yang paling sering terjadi ialah fraktur komplit; kominutif. Foto x-ray
terbanyak adalah daerah antebrachii dengan proyeksi AP/ Lateral.
ABSTRACT

The fracture carries the meaning of continuity of the disconnected bone and is
determined by type and extent (Kumar et al, 2010). The incidence of fractures in
the upper extremity often occurs in all age ranks. For people with limb fractures
over young adults, it is usually caused by high-energy trauma such as traffic
accidents. When the elderly fracture which is accompanied by osteoporosis is
often caused by the incidence of fall (Thieme, 2009). Purpose:The purpose of this
study was conducted to determine the characteristics of conventional x-ray images
in patients with upper extremity fractures in January to July 2017 at RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar. More specifically is to know the number of fractures, the
most common location of fractures, types of fractures, fractures accompanied by
osteomyelitis and the last was region and the projection of conventional x-ray
images on the occurrence of upper extremity fractures. Method: Descriptive
research used in this study. Through this research method, the researcher tries to
make a description or descriptive about fracture of the upper extremities
objectively based on secondary data recorded in the radiology department at Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. The technique used in sampling is by using the
total sampling method that is all the population used as sampel. Results: Based on
data obtained from the radiology department in RS Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2017, there are 115 patients with upper limb fractures that have met the
inclusion criteria. Total fractures based on the study amounted to 209 fractures.
The location of the most common fracture is the distal radius os (63.93%) and the
os radius is the most accompanied by deformity. The most common type of
fracture is complete fracture; kominutif. Most x-ray photographs are antebrachii
areas with AP / Lateral projections.
DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii-iii
HALAMAN PERSETUJUAN iv-v
KATA PENGANTAR vi-vii
ABSTRAK viii-ix
DAFTAR ISI x-xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR ISTIAH xvi
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum 5
1.3.2 Tujuan Khusus 5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis 6
1.4.2 Manfaat Praktis 6

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Foto Rontgen 7
2.2 Anatomi tulang ekstremitas atas 8
2.2.1 Tulang skapula dengan evaluasi X-ray 9
2.2.2 Tulang humerus dengan evaluasi X-ray 12
2.2.3 Tulang radius, ulna dengan evaluasi Xray 17
2.2.4 Tulang karpal, metakarpal, phalangs dengan evaluasi X-ray 23
2.3 Fraktur
2.3.1 Definisi 27
2.3.2 Diagnosis 27
2.3.3 Etiologi 28
2.3.4 Gejala 28
2.3.5 Patofisiologi 28
2.3.6 Penyembuhan 29
2.3.7 Klasifikasi 32
2.3.8 Fraktur skapula dengan gambaran X-ray 38
2.3.9 Fraktur humerus dengan gambaran X-ray 39
2.3.10 Fraktur radius, ulna dengan gambaran X-ray 49
2.3.11 Fraktur metakarpal, phalangs dengan gambaran X-ray 56

BAB 3: KERANGKA HIPOTESIS PENELITIAN


3.1 Kerangka Teori 64
3.2 Kerangka Konsep 65

BAB 4: METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian 66
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 66
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 66
4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian 67
4.5 Variabel dan definisi operasional 68
4.6 Instrumen penelitian 69
4.7 Cara pengumpulan data 69
4.8 Analisa data 70
4.9 Etika penelitian 70
4.10 Alur Penelitian 71

BAB 5: HASIL PENELITIAN


5.1 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

jenis kelamin dan jumlah fraktur secara umum. 72

5.2 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

umur. 73
5.3 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

lokasi fraktur. 74

5.4 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

jumlah keseluruhan lokasi fraktur. 78

5.5 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

jenis/ tipe fraktur. 79

5.6 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

deformitas pada kejadian fraktur 81

5.7 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

region dan proyeksi x-ray konvensional 83

BAB 6: PEMBAHASAN
6.1 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan
umur dan jenis kelamin 84
6.2 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan
lokasi fraktur 84
6.3 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan
tipe/ jenis fraktur 85
6.4 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan
deformitas fraktur 87
6.5 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan
regio dan proyeksi x-ray konvensional 87
6.6 Osteomyelitis 88

BAB 7: KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan 89
7.2 Saran 90

DAFTAR PUSTAKA 91
DAFTAR TABEL
Halaman

2.1 Reduksi tertutup dan reduksi terbuka 36

Klasifikasi Neer bagi fraktur humerus proksimal 42

2.3 Klasifikasi humerus- proksimal, shaft, distal 43

2.4 Epidemologi fraktur radius, ulna 49

2.5 Mekanisme fraktur radius, ulna 50

2.6 Klasifikasi fraktur radius, ulna 51

2.7 Klasifikasi fraktur karpal 58

2.8 Klasifikasi fraktur metakarpal, phalangs 59

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Skapula 9

2.2 X-ray skapula 9

2.3 Bahu proyeksi AP 10

2.4 Humerus 12

2.5 Lengan atas proyeksi AP 12

2.6 Lengan atas proyeksi lateral 13

2.7 Siku proyeksi AP 14

2.8 Siku Proyeksi lateral 14

2.9 Radius, Ulna 17

2.10 Lengan bawah proyeksi lateral 18

2.11 Lengan bawah proyeksi AP 18

2.12 Radiograf radius distal normal 19


2.13 Radial head- capitellum view 21

2.14 Karpal, metakarpal, phalangs 23

2.15 Proyeksi PA: tangan 24

2.16 Penyembuhan: penyatuan tidak langsung 30

2.17 Fraktur transversal, spiral, oblik, butterfly, segmental, avulsi 32

2.18 Fraktur komplit, inkomplit 34

2.19 Fraktur blade scapular 39

2.20 Fraktur leher humerus 44

2.21 Fraktur shaft humerus 45

2.22 Fraktur Greenstick supracondylar 46

2.23 Avulsi lateral epikondilus 47

2.24 Dislokasi kepala radius 47

2.25 Fraktur kapitellar 48

2.26 Fraktur radius 48

2.27 Fraktur olecranon 49

2.28 Fraktur Monteggia 53

2.29 Fraktur radius, ulna (shaft) 53

2.30 Fraktur Galeazzi proyeksi PA 54

2.31 Fraktur Galeazzi proyeksi lateral 54

2.32 Fraktur lengan bawah distal 55

2.33 Pemisahan growth plate radial distal 55

2.34 Colle’s fracture 56

2.35 Smith’s fracture 56

2.36 Fraktur skafoid 60

xiv
2.37 Fraktur triquetrum 61

2.38 Fraktur metakarpal (base, shaft) 61

2.39 Boxer’s fractures 62

2.40 Fraktur metakarpal I 62

2.41 Fraktur phalangs 63

2.42 Fraktur Salter Harris tipe II 63

5.1 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

jenis kelamin dan jumlah fraktur secara umum. 72

5.2 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

umur. 73

5.3 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

lokasi fraktur. 74

5.3.1 Fraktur skapula 74

5.3.2 Fraktur humerus 74

5.3.3 Fraktur radius 75

5.3.4 Fraktur ulna 76

5.3.5 Fraktur karpal 77

5.3.6 Fraktur metakarpal 77

5.3.7 Fraktur phalangs 78

5.4 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

jumlah keseluruhan lokasi fraktur. 79

5.5 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas komplit

berdasarkan jenis/ tipe fraktur.

5.5.1 Total (%) tipe fraktur 80


5.5.2 Jumlah tipe fraktur 80

5.6Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

deformitas pada kejadian fraktur 82

5.7 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan

region dan proyeksi x-ray konvensional 82

DAFTAR ISTILAH

AP: Anterior posterior

ABC: Airway, Breathing,

Circulation AP/ L: Anterior

posterior/ Lateral AP/ O: Anterior

posterior/ Oblik DRUJ: Distal

Radioulnar Joint Fxs:Fraktur

O: Oblik/ oblique

OL: Oblik lateral

PA: Posterior anterior


BAB 1

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Fraktur didefinisikan sebagai berlakunya patah atau retak pada tulang

(Djamal et al, 2015 ). Fraktur merupakan tipe kerusakan atau kelainan yang sering

terjadi pada tulang. Penggunaan istilah fraktur juga membawa maksud kontinuitas

tulang yang terputus dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Kumar et al, 2010).

Tulang merupakan salah satu dari komponen tubuh yang paling penting. Antara

fungsi tulang itu sendiri adalah sebagai tempat melekatnya otot, penopang tubuh

manusia supaya dapat bergerak maksimal, sebagai kerangka dan melindungi

organ dalam tubuh (Djamal et al, 2015). Berlakunya fraktur atau diskontinuitas

pada tulang secara langsung akan mengganggu fungsinya yang vital. Fraktur yang

terjadi desebabkan oleh proses penyakit dideskripsikan sebagai fraktur patologis,

manakala fraktur yang disebabkan oleh gaya penekanan yang terus menerus

disebut sebagai fraktur stress (Mediarti et al, 2015).

Kejadian fraktur pada usia 45 tahun ke bawah lebih sering terjadi pada

laki-laki berbanding wanita. Hal ini adalah terkait dengan aktivitas seperti

pekerjaan, olahraga, atau disebabkan oleh kecelakaan kenderaan bermotor.

Sebaliknya, pada usia lanjut fraktur lebih sering terjadi pada wanita disebabkan

faktor perubahan hormon saat menopause sehingga menyebabkan insiden

osteoporosis meningkat (Bruder, 2011). Tambahan lagi, fraktur juga bisa terjadi

1
disebabkan bencana kebakaran dan bencana alam (Kumar et al, 2010). Menurut

hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan

2
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia, kasus fraktur yang

disebabkan oleh cedera antara lain karena trauma benda tajam/tumpul, kecelakaan

lalulintas, dan jatuh.

Kejadian patah tulang pada ekstremitas atas sering terjadi pada semua

peringkat usia. Bagi penderita fraktur ekstremitas atas dewasa muda, biasanya

disebabkan trauma dengan energi tinggi seperti kecelakaan lalulintas. Manakala

fraktur ketika usia lanjut yang mana disertai osteoporosis sering disebabkan oleh

kejadian jatuh (Thieme, 2009). Menurut World Health Organization (WHO),

kasus frakturmeningkat menjadi 21 juta orang pada tahun 2010 denganangka

prevalensi 3,5%. Faktor yang paling tinggi yang menyebabkan kasus fraktur

menurut RISKESDAS adalah kecelakaan lalu lintas, diikuti kejadian jatuh dan

seterusnya akibat trauma tajam dan tumpul (Kumar, 2010).

Tulang-tulang ekstremitas atas pada tubuh manusia meliputi klavikula,

scapula, humerus, radius dan ulna, tulang karpal, metakarpal dan phalangs

(Audige, 2005). Kesemua tulang ekstremitas atas dikategorikan sebagai tulang

panjang (long bone) kecuali tulang karpal dan tulang skapula. OpenStax College

(2013)menyatakan, tulang karpal dikategorikan sebagai tulang pendek (short

bone) dengan berbentuk kubus, yaitu sama panjang lebar dan tebal, manakala,

tulang panjang pula berbentuk silinder yaitu panjangnya melebihi lebar. Skapula

pula dikategorikan sebagai tulang pipih (flat bone).

Fraktur yang terjadi mempunyai klasifikasinya yang khas. Menurut

Pathologic Basis of Diseases, fraktur diklasifikasikan kepada incomplete atau

complete, tertutup (simple); yaitu kulit serta jaringan yang masih intak atau
terbuka (compound); yaitu kulit tidak intak serta sudah terkontaminasi dengan

dunia luar, comminuted; pecahnya tulang, dan displaced; ujung tulang yang sudah

tidak selaras (Mediarti et al, 2015). Fraktur hasil trauma langsung, tidak langsung,

stress maupun patologis, dapat dijelaskan dengan posisi ujung tulang, tahap

fraktur, impak dan angulasi, lokasi (segmen) pada tulang, jumlah fragmentasi

fraktur, orientasi tulang serta penetrasi tulang di kulit (Audige, 2005).

Pemeriksaan klinis pada pasien fraktur secara umum meliputi gejala klasik

fraktur, anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan radiologis. Antara

gejala klasik fraktur untuk memastikan telah terjadinya fraktur adalah riwayat

trauma, rasa nyeri, bengkak pada tulang yang patah, gangguan musculoskeletal

akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, deformitas dan gangguan

neurovaskuler. Anamnesis dilakukan bagi menggali mekanisme cedera dan

kejadian yang berhubungan, riwayat fraktur sebelumnya, riwayat obat-obatan

yang dikonsumsi, riwayat merokok, alergi dan riwayat penyakit lain.

Pemeriksaan fisik pula meliputi inspeksi (look) deformitas yang terjadi

seperti angulasi, pemendekan, pemanjangan dan rotasi. Seterusnya adalah palpasi

(feel) untuk mengetahui nyeri tekan dan krepitasi. Palpasi pada daerah ekstremitas

tempat fraktur tersebut, di atas dan di bawah cedera, serta daerah yang mengakami

nyeri efusi dan krepitasi. Neurovaskularisasi pada bagian distal fraktur diperiksa

pulsasi arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler serta sensasi. Kemudian,

pemeriksaan yang seterusnya adalah menilai gerakan (moving), apakah ada

hambatan atau keterbatasan pada pergerakan sendi yang hampir dengan lokasi

fraktur.
Pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium dan radiologis.

Pemeriksaan laboratorium meliputi golongan darah, darah rutin, cross-test, factor

pembekuan darah dan urinalisa. Untuk pemeriksaan radiologis biasanya

digunakan foto rontgen (x-ray) pada lokasi fraktur dengan gambaran

anteroposterior (AP) dan lateral, memuat sendi proksimal dan distal fraktur,

disertakan dengan foto ekstremitas yang tidak terkena cedera (pada anak). Foto

dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah tindakan. Melalui citra yang

dihasilkan oleh sinar-X, jenis, lokasi dan intensitas kerosakan dapat

diketahui(Djamal et al, 2015).

Setelah melihat gambaran fraktur melalui pemeriksaan penunjang

radiologi, diagnosa akan dibuat berdasarkan beberapa klasifikasi yang khas.

Perlunya klasifikasi fraktur yang terjadi adalah bagi memudahkan dokter untuk

proses diagnose seterusnya dapat menentukan manajemen yang tepat pula.

Menurut Maurice Muller “klasifikasi yang berguna adalah hanya jika

mempertimbangkan tingkat keparahan lesi tulang dan berfungsi untuk dasar

pengobatan dan untuk evaluasi hasil (Pearce, 2009). Terdapat banyak sistem

klasifikasi fraktur yang diusulkan dalam orthopedi, tetapi hanya beberapa yang

diterima secara luas untuk dipraktikkan, antaranya Mu¨ller-AO classification of

long bones dan Orthopaedic Trauma Association (OTA) Fracture and Dislocation

Compendium.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana karakteristik gambaran hasil foto x-ray konvensional bagi fraktur

ekstremitas atas kausa trauma pada pasien RS Wahidin Sudirohusodo?

1.3 TUJUAN PENELITIAN:

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui karakteristik gambaran foto X-ray konvensional pada

pasien fraktur ekstremitas atas di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar periode

Januari-Juli 2017.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui jumlah fraktur pada tulang ekstremitas atas.

2. Untuk mengetahui lokasi spesifik fraktur tulang ekstremitas atas.

3. Untuk mengetahui tipe fraktur yang terjadi pada tulang ekstremitas atas.

4. Untuk mengetahui jika fraktur tulang ekstremitas atas disertai osteomyelitis.

5. Untuk mengetahui region dan proyeksi foto yang diambil untuk kejadian

fraktur tulang ekstremitas atas.


1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan melalui hasil penelitian ini antara lain :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai sarana informasi dengan data hasil penelitian bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan ilmu kesehatan terutamanya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Masyarakat

Memberikan informasi mengenai jenis-jenis fraktur ekstremitas atas yang bisa

terjadi akibat kecelakaan dan komplikasi jika tidak ditindaki.

b. Peneliti

Menambah informasi mengenai fraktur ekstremitas atas dan pemahaman tentang

gambaran pada hasil foto x-ray konvensional pada pasien dengan fraktur

ekstremitas atas.

c. Institutional

Sebagai dasar untuk penelitian yang lebih lanjut di bidang ilmu kesehatan

ortopedi mahupun ilmu radiologi foto x-ray konvensional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Foto Rontgen (x-ray

konvensional) Definisi

Sinar-X adalah sinar radiasi pengion yang dipancarkan dari tabung sinar-X

selama pemaparan. Meskipun "X-ray" adalah istilah yang sering digunakan untuk

merujuk pada gambar / film yang dihasilkan, radiograf adalah istilah yang benar.

Radiografi, terlepas dari proyeksi / proyeksi, adalah representasi 2 dimensi

dari struktur 3- dimensi. Oleh karena itu, gambar yang dihasilkan terdiri dari

beberapa struktur bertindih. Akurasi kelainan yang akurat sering memerlukan dua

radiograf yang diperoleh dengan sudut yang tepat antara satu sama lain yaitu;

proyeksi anteroposterior (AP) dan proyeksi lateral. Sebuah objek terlihat di

radiograf mungkin terletak di manapun antara tabung sinar-X dan kaset

film.Struktur kepadatan tinggi (misalnya tulang dan benda logam asing) akan

menyerap (menipiskan) pencahayaan sinar-X lebih dari struktur dengan kepadatan

rendah (misalnya jaringan lunak dan udara) (Davies, 2002).

- tulang akan tampak putih

- Jaringan lunak akan tampak abu

- udara / gas akan nampak hitam

Selama interpretasi gambaran tulang pada radiograf, untuk mencari

kelainan, hendaklah melihat pada benda asing yang tidak seharusnya muncul, dan

mencari jika ada bagian yang hilang, yang mana seharusnya ada.
2.2 Anatomi Tulang Ekstremitas Atas

Antara tulang-tulang yang termasuk dalam membentuk ekstremitas atas

adalah tulang skapula, klavikula, humerus, radius, ulna, karpal, metacarpal dan

phalangs (Pearce, 2009). Sebagian besar dari tulang ekstremitas atas terdiri

daripada tulang panjang kecuali tulang karpal yang merupakan tulang pendek

(short) dan tulang skapula sebagai tulang pipih (flat). Struktur tulang panjang

memberikan visualisasi yang baik untuk setiap bahagian pada sesebuah tulang.

Tulang panjang mempunyai dua bahagian yaitu diafisis dan epifisis (OpenStax

College, 2013).Menurut Marieb (2007), dengan beberapa pengecualian, semua

tulang panjang mempunyai struktur umum yang sama yaitu diafisis (shaft); yang

membentuk badan (corpus) tulang dan menjadi perantara proksimal dan distal

tulang, seterusnya epifisis; ujung tulang yang sering berkembang dan yang

terakhir adalah metafisis; bagian yang menemukan epifisis dan diafisis.

Tungkai atas terbahagi kepada tiga bagian yaitu lengan (arm), lengan

bawah (forearm), dan tangan (hand). Lengan terletak di antara sendi bahu dan

siku, lengan bawah berada di antara siku dan sendi pergelangan tangan (wrist

joint), manakala tangan terletak distal ke pergelangan tangan. Terdapat 30 tulang

di masing-masing tungkai atas. Humerus adalah tulang tunggal lengan atas, dan

ulna (medial) dan radius (lateral) adalah tulang pasangan lengan bawah. Bagian

dasar tangan berisi delapan tulang, masing- masing disebut tulang karpal, dan

telapak tangan dibentuk oleh lima tulang, masing-masing disebut tulang

metakarpal. Jari dan jempol berisi total 14 tulang, yang masing-masing

merupakan tulangphalangs tangan (OpenStax College, 2013).

8
2.2.1 Skapula

Gambar 2.1 (Thompson, 2010)

Gambaran 2.2: x-ray, skapula (Thompson, 2010)


Gambar 2.3 (Davies et al, 2002)

Bahu proyeksi AP: (12). Scapula (13). Scapular neck (14). Scapular spine

Tulang skapula adalah tulang yang turut membentuk bahu (shoulder) selain

klavikula. Tulang ini rata (flat) dan berbentuk segi tiga8. Skapula terletak di

bagian punggung sebelah luar atas tubuh yang mana panjangnya meliputi tulang

iga (rib) I hingga VIII. Spina skapula pula merupakan struktur yang terdapat di

sebelah atas skapula yang memisahkan dataran melekuk disebelah atasnya; fosa

supraskapula, dengan dataran melekuk disebelah bawahnya; fosa infraskapula.

Terdapat akromion di ujung spina skapula di bagian bahu membentuk taju. Di

bawah medial acromion terdapat prosesus korakoid yang bentuknya seperti paruh

burung gagak. Disebelah bawahnya di bagian lateral ada lekukan membentuk

sendi dengan tulang humerus yang disebut kavum glenoid.


Evaluasi X-ray tulang skapula

o Melakukan x-ray pada bagian dada.

o Radiografi awal harus mencakup serangkaian trauma bahu, yang terdiri

dari proyeksi anteroposterior, proyeksi aksila, dan proyeksi skapular-Y

(lateral skapula sebenar); Umumnya ini mampu menunjukkan kebanyakan

fraktur glenoid, leher, badan, dan akromion.

o Tampilan aksila dapat digunakan untuk penampakan fraktur pada rim

acromial dan glenoid.

o Fraktur acromial tidak boleh disamakan dengan os acromiale; yang bulat,

dengan unfuse apofisis

o Hipoplasia glenoid, atau displasia leher skapula, adalah kelainan yang

tidak biasa yang mirip dengan kesan impaksi pada glenoid yang disertai

tumor jinak. Biasanya ditemukan secara kebetulan.

o Sebuah radiografi miring seukuran 45 derajat (Stryker notch) sangat

membantu untuk mengidentifikasi fraktur korakoid.

o Untuk evaluasi fraktur pada glenoid intraartikular secara lanjut digunakan

computed tomografi (Kenneth et al, 2015).


2.2.2 Humerus

Gambar 2.4 (Thompson, 2010)

Gambar 2.5: Lengan atas proyeksi AP (Davies et al, 2002)


Gambar 2.6: Lengan atas proyeksi lateral (Davies et al, 2002)

1. Acromion 2. Acromioclavicular joint 3. Clavicle 4. Coracoid process 5. Deltoid

tuberosity of humerus 6. Glenoid cavity 7. Greater tuberosity of humerus 8.

Humeral head 9. Humerus 10. Lesser tuberosity of humerus 11. Olekranon12.

Radial head 13. Radius 14. Ulna


Gambar 2.7: Siku proyeksi AP Gambar 2.8: Siku

proyeksi lateral(Davies et al, 2002)

1. Capitulum of humerus 2. Coronoid process 3. Epicondyle, radial

(lateral) 4.Epicondyle, ulnar (medial) 5. Humeroradial joint 6.

Humeroulnar joint 7.

Humerus8. Intercondylar fossa9. Olekranon10. Olekranon fossa11. Radial head

12. Radial neck13. Radial tuberosity14. Radioulnar joint, proximal15. Trochlea

of humerus16. Trochlear notch of ulna17. Ulnar tuberosity

Menurut Thompson (2010), humerus adalah tulang panjang berbentuk

silindris. Struktur pada humerus terdiri dari tiga bagian yaitu; proksimal (kaput),

badan (corpus) dan distal (ujung bawah)(Pearce, 2009). Humerus adalah tulang

tunggal dari daerah lengan atas. Pada ujung proksimalnya adalah kepala humerus

(caput). Ianya berukuran besar, berbentuk bundar, permukaan halus dan mengarah

ke medial untuk berartikulasi dengan skapula pada rongga glenoid bagi

membentuk sendi glenohumeral (bahu)(OpenStax College, 2013). Dibawahnya


terdapat leher anatomik dengan bagian yang lebih ramping. Di sisi lateral humerus
proksimal di bawah leher anatomik terdapat benjolan besar; tuberositas mayor dan

benjolan kecil; tuberositas minor di bagian depan tulang humerus. Leher chirurgis

terletak di bawah tuberositas merupakan bagian yang mudah fraktur (Pearce,

2009).

Menurut Pearce (2009) badan humerus (corpus) yaitu bagian tengah tulang

humerus berbentuk silinder dan semakin pipih apabila ke bawah. Terdapat

tuberositas deltoideus pada lateral atas pertengahan dari tulang humerus.

Seterusnya, ada struktur disebut celah spiralis atau radialis yang merupakan

tempat laluan saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis, yaitu benjolan oblik di

belakang corpus humerus yang melintasi dari medial ke lateral.

Pada distal humerus terdapat struktur yang membentuk artikulasi dengan

tulang lengan bawah. Struktur yang disebut troklea membentuk persendian

dengan ulna di bagian medial manakala struktur kapitulum pada tulang humerus

pula membentuk persendian dengan radius yaitu di bagian lateral. Terdapat

epikondilus yaitu benjolan tulang pada sisi lateral dan medial pada distal humerus.

Evaluasi x-ray tulang humerus (Kenneth et al, 2015)

- Proximal humerus

o Evaluasi bahu yang standar, terdiri dari proyeksi anteroposterior dan

lateral ("Y") di bidang skapula juga proyeksi aksilla.

o Aksila adalah proyeksi terbaik untuk mengevaluasi fraktur artikular

glenoid dan kejadian reduksi pada artikulasi glenohumeral, tapi mungkin

sulit didapat karena nyeri yang dirasakan pasien. Proyeksi ini tidak

memprediksi angulasi fraktur secara akurat dalam kasus trauma.


o Velpeau axillary: Jika aksilaris standar tidak dapat diperoleh karena rasa

sakit atau curiga berlakunya fraktur displaced, pasien mungkin disiapkan

dengan pemasangan sling dan bersandar miring ke belakang 45 derajat di

atas cassette Sinar diarahkan secara kaudal, orthogonal terhadap cassette,

menghasilkan proyeksi aksila beserta perbesaran

- Shaft humerus

o Anteroposterior (AP) dan radiografi lateral humerus harus diperoleh,

termasuk bahu dan sendi siku. Untuk mendapatkan proyeksi pada 90

derajat satu sama lain, pasien, BUKAN lengan, harus diputar

(transthoracic lateral), sebagai manipulasi dari cedera ekstremitas yang

biasanya terhasil pada rotasi fragmen distal.

o Radiografi traksi dapat membantu dalam interpretasi kasus fraktur

displaced atau fraktur komminutif yang berat.

- Distal humerus

o Proyeksi standar anteroposterior (AP) dan lateral siku harus diperoleh.

Radiograf secara miring (oblik) mungkin bisa membantu untuk interpretasi

fraktur tulang lebih lanjut.

o Radiografi traksi (traction) adalah lebih baik dalam menggambarkan pola

fraktur dan mungkin berguna untuk perencanaan pra operasi.

o Pada fraktur nondisplaced, “fat pad sign” anterior atau posterior mungkin

terlihat pada proyeksi lateral yang merupakan displacement lapisan

16
adiposa yang menutupi kapsul sendi disertai dengan adanya efusi atau

hemarthrosis.

o Fraktur displaced yang minimal biasanya terlihat penurunan sudut normal

badan kondilus; 40 derajat terlihat pada radiografi lateral.

o Karena fraktur interkondilus hampir sama lazimnya dengan patah tulang

supracondilus pada orang dewasa, AP (atau miring) harus diteliti untuk

bukti adanya perpecahan vertikal dalam bagian intercondilus daerah distal

humerus.

2.2.3 Radius, Ulna

Gambar 2.9 (Thompson, 2010)


Gambar 2.10: Lengan bawah Gambar 2.11: Lengan bawah
proyeksi lateral proyeksi AP

1. Olecranon 2. Radial head 3. Radial neck 4. Radial styloid process 5.

Radioulnar joint, distal 6. Radioulnar joint, proximal 7. Radius 8. Ulna 9. Ulnar

styloid process
Gambar 2.12: Gambaran radiograf radius distal yang normal

(Kenneth et al, 2015)


Radius merupakan salah satu tulang yang membentuk lengan bawah sisi

lateral. Ianya merupakan tulang pipa dengan dua ujung yang lebih pendek

daripada ulna. Gerakan pronasi dan supinasi dapat dibuat kerana artikulasi antara

radius dan ulna di bagian proksimal. Pada bagian distal radius terdapat prosesus

styloid dan tempat melekatnya dua dari tulang karpal; scaphoid dan lunate.

Ulna membentuk sisi medial lengan bawah. Ulna mempunyai dua ujung

dengan struktur kepala berada di daerah distal; berlawanan dengan radius. Fossa

olekranon (posterior) dan prosesus coronoid pada proksimal ulna membentuk

artikulasi dengan tulang humerus yang mana membolehkan gerakan fleksi dan

ekstensi untuk terjadi. Ulna juga mempunyai struktur prosesus styloid dibagian

distalnya, yang mana membentuk artikulasi dengan radius.

Evaluasi X-ray tulang radius dan ulna (Kenneth et al, 2015)

- Caput radial

 Standar anteroposterior (AP) dan radiografi lateral siku harus diperoleh,

dengan proyeksi oblik (proyeksi Greenspan) untuk melihat fraktur lebih

lanjut atau dalam kasus di mana dicurigai terdapat fraktur tapi tidak

terlihat di AP dan proyeksi lateral.

 Proyeksi Greenspan diambil dengan forearm dalam putaran netral dan

sinar radiograf oblik 45 derajat cephalad; proyeksi ini memberikan

visualisasi artikulasi radiocapitellar (Gambar 2.13).


Gambar 2.13: Radial head- capitellum view(Kenneth et al, 2015)

 Fraktur nondisplaced mungkin tidak mudah diketahui, namun mungkin

lebih terlihat positive fat pad sign (posterior lebih sensitif dari anterior)

pada radiografi lateral, terutama jika didapatkan secara klinis.

- Radius dan Ulna shaft

 Anteroposterior (AP) dan proyeksi lateral lengan bawah harus diperoleh,

fraktur tulang lebih lanjut didapatkan melalui proyeksi oblik.

 Evaluasi radiografi harus mencakup pergelangan tangan dan siku

ipsilateral untuk menyingkirkan kehadiran fraktur atau dislokasi terkait

(misalnya., Monteggia, Galeazzi).

 Kepala radial harus selaras dengan capitellum pada semua proyeksi.


- Radius Shaft

 Radiografi AP dan lateral lengan bawah, siku, dan pergelangan tangan

harus diperoleh.

 Tanda radiografi cedera sendi radioulnar distal adalah:

■ Patah tulang pada pangkal ulna styloid

■ Sendi radioulnar distal yang melebar pada sinar X proyeksi AP

■ Subluksasi ulna pada rontgen lateral

■ Pemendekan radial > 5mm

- Ulna shaft

 Proyeksi AP dan lateral lengan bawah (proyeksi tambahan harus

mencakup pergelangan tangan dan siku) adalah perlu.

 Proyeksi oblik dapat membantu dalam melihat fraktur.

 Temuan radiografi normal:

- Garis yang ditarik melalui kepala radial dan poros harus selalu berbaris

dengan capitellum.

- Supinasi lateral: Garis ditarik tangensial ke kepala radial anterior dan

posterior seharusnya menutupi capitellum.

- Distal radius

 Proyeksi posteroanterior dan lateral pergelangan tangan harus diperoleh.

Proyeksi oblik perlu untuk melihat fraktur dengan lebih lanjut, jika perlu.

Gejala bahu atau siku harus dievaluasi secara radiografi.


 Proyeksi pergelangan tangan kontralateral dapat membantu menilai

varians ulnaris normal pasien dan sudut skafolunat.

 Hubungan radiografi normal (Gambar):

■ Inklinasi radial: rata-rata 23 derajat (13 sampai 30 derajat)

■ Panjang radial: rata-rata 11 mm (kisaran, 8 sampai 18 mm)

■ Sudut Palmar (volar): rata-rata 11 sampai 12 derajat (kisaran, 0 sampai

28 derajat)

2.2.4 Karpal, metakarpal dan phalangs.

Gambar 2.14 (Thompson, 2010)


Gambar 2.15: Proyeksi PA: Tangan (Davies et al, 2002)

1. Capitate 2. Carpometacarpal joints 3. Distal interphalangeal joints 4. Distal

phalanges 5. Distal radioulnar joint 6. Hamate 7. Hook of the hamate 8. Lunate

9.Metacarpal bones 1–5 10. Metacarpo-phalangeal joints 11. Middle

phalanges

12. Pisiform 13. Proximal interphalangeal joints 14. Proximal phalanges 15.

Radius 16. Scaphoid 17. Sesamoid bones (of thumb) 18. Trapezium 19. Trapezoid

20. Triquetrum 21. Ulna


Terdapat 8 buah tulang pendek yang membentuk karpal yaitu scaphoid,

lunate triquetrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitate dan hamate. Terdapat

sendi geser pada tulang-tulang karpal. Karpal membentuk artikulasi pada ujung

distal dengan tulang lengan bawah, dan pada ujung proksimal dengan tulang

metacarpal.

Metakarpal dibentuk oleh 5 buah tulang, yang mana bagian proksimalnya

membentuk persendian dengan tulang karpal. Persendian inilah yang menjadikan

tangan fleksibel. Struktur sendi pelana pada ibu jari antara karpal dan metacarpal

membolehkan pergerakan menyilang dan menjepit atau menggenggam pada ibu

jari. Selain itu, terdapat tulang sesamoid khususpada metacarpal satu dan dua.

Phalangs mempunyai 14 buah tulang pipa pendek yaitu dua pada ibu jari

dan tiga pada setiap jari yang lain. Lima bagian tulang ini membentuk jari yang

saling berhubungan dengan metacarpal. Bentuknya mengecil pada ujung distal.

Pergerakan jari yang fleksibel sehingga bisa menggenggam sesuatu disebabkan

oleh struktur sendi engsel pada tulang falang. Setiap jari selain ibu jari,

mempunyai falang proksimal, falang medial dan falang distal.

Evaluasi x-ray tulang karpal, metakarpal dan phalangs

Karpal

 Posteroanterior (PA), miring, dan rontgen lateral masing-masing diambil

dengan pergelangan tangan di netral.posisi.

 Garis Gilula (tiga arkus radiografi) harus diperiksa pada proyeksi PA.

Gangguan dari arkus ini menunjukkan ketidakstabilan ligamen.


 Untuk diagnosis lebih lanjut fraktur karpal dan terutama skafoid:

■ Tampilan skafoid (anteroposterior [AP] x-ray dengan supinasi

pergelangan tangan 30 derajat dan deviasi ulnar) diperoleh.

■ Tampilan proyeksi pronasi oblik.

■ Jika ada dugaan ketidakstabilan karpal, penampakan tambahan

deviasi maksimal pada radial dan ulnaris direkomendasikan dan

juga pegangan parsial bilateral untuk mencari pelebaran interval

scapholunate.

■ Proyeksi lebih lanjut dapat dilakukan dengan fleksi dan

ekstensi maksimal.

Metakarpal dan Phalangs.

 Posteroanterior, lateral, dan radiografi oblik dari digit atau tangan yang

terkena harus diperoleh. Digit (jari) yang tercedera harus dilihat secara

terpisah untuk meminimalkan overlap digit lain di atas area yang terlibat.
2.3 Fraktur

2.3.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas sesebuah tulang (Tieme dan

wingren, 2009). Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kontinuitas tulang yang yang

terputus tergantung jenis dan luasnya, akibat daripada stress yang besar melebihi

tahap absobsi tulang tersebut merupakan definisi fraktur. Prianto dan Widodo

(2014) menyatakan bahawa fraktur merupakan gangguan pada kontinuitas tulang,

lempeng epifisis, dan tulang rawan (sendi).

2.3.2 Diagnosis

Menurut Priantono dan Widodo (2014), untuk mendiagnosis kejadian fraktur,

pendekatan klinis yang diperlukan adalah seperti berikut6:

I) Anamnesis- kejadian yang berlaku dan menyebabkan fraktur haruslah

ditanyakan dengan rinci. Gejala nyeri dan bengkak perlu diperhatikan. daerah

yang mengalami trauma tidak selalu menjadi lokasi fraktur. Perlu diberi

perhatian trauma dan keluhan pada daerah lain juga.

II) Pemeriksaan fisis- selalu dimulai survei primer (ABC), seterusnya survei

sekunder yaitu secara menyeluruh. Dilanjutkan pula dengan pemeriksaan

musculoskeletal meliputi inspeksi(look), palpasi(feel) dan lingkup gerak(move).

tambahan lagi perlu dilakukan pemeriksaan arteri, vena dan nervus (AVN).

III) Pemeriksaan penunjang- Roentgen (X-ray) adalah sangat penting sebagai

dasar pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur.


2.3.3 Etiologi

Fraktur bisa disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung,

kelelahan(stress) ataupun faktor patologis (Thieme et al, 2009).

2.3.4 Gejala (Mahartha et al, n.d)

 Putusnya kontinuitas tulang

 Nyeri dan bengkak di bagian fraktur

 Deformitas (rotasi, diskrepansi, angulasi)

 Gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri

 Riwayat trauma

 Gangguan neurovaskuler

2.3.5 Patofisiologi fraktur

Tulang adalah rapuh namun, mempunyai kekuatan dalam menahan

tekanan. Rosak atau terputusnya kontinuitas tulang disebabkan oleh daya

eksternal yang lebih besar yang tidak mampu diserap tulang. Oleh yang demikian,

berlakunya kerosakan pada struktur yang membungkus tulang; periosteum,

termasuk saraf dan pembuluh darah (Apley, 1995).Apabila berlaku patah tulang,

perdarahan dan kerosakan berlaku pada jaringan lunak. Peningkatan aliran darah

disekitar jaringan menyebabkan akumulasi sel-sel darah putih dan sel anast.

Aktivitas osteoblast teransang dan membentu tulang baru yang imatur diistilahkan

sebagai callus (Smeltzer, 2002).Seterusnya, berlakulah pula proses penyembuhan

tulang.

28
2.3.6 Penyembuhan fraktur

Penyembuhan terjadi apabila tindakan immobilisasi dilakukan, tetapi bagi

meransang pembentukan kalus untuk penyembuhan fraktur alamiah, pergerakan

adalah diperlukan. Pembidaian dilakukan bukanlah untuk menjamin penyatuan

tulang namun ianya untuk kurangkan nyeri, jaminan penatuan tulang pada posisi

yang benar, mengembalikan fungsi, lalu mempercepat pergerakan tubuh.

penyembuhan fraktur bisa dilakukan dengan cara penyatuan langsung (direct) dan

penyatuan tidak langsung (indirect).

i) PENYATUAN LANGSUNG

Penyatuan langsung tidak disertai dengan pembentukan kalus. Hal ini

kerana plate digunakan untuk immobilisasi daerah fraktur, lalu tidak memicu

kalus, tetapi pembentukan tulang baru dengan osteoblast terjadi di antara fragmen.

Kapiler baru menyelubungi ruang atau gap antara fraktur, osteoprogenitor pula

tumbuh mulai dari pangkal. Tulang baru pula terbentuk dari permukaan luar. Gap

fraktur akan semakin kecil dimulai dengan pembentukan tulang anyaman, diikuti

dengan remodeling yaitu penghasilan tulang lamellar dalam proses osteogenesis.

Fraktur dikira sudah dalam kondisi yang baik dan stabil untuk melakukan

penetrasi atau bridging pada fase penyembuhan setelah 3-4 minggu, yang mana

terkadang tidak melalui fase pertengahan (Solomon et al, 2010)


ii) PENYATUAN TIDAK LANGSUNG (KALUS)

Gambar 2.16: (Pearson Education, 2004: Benjamin Cummings)

Proses ini merupakan penyembuhan tulang tubular yang fraktur tanpa

fiksasi dan terdiri dari lima fase yaitu:

1. Pembentukan hematoma

- terbentuk hematom disekitar fraktur akibat pembuluh darah yang robek. Tulang

yang patah pada permukaannya hilang asupan darah, dan mati.

2. Proliferasi selular dan inflamasi

- terjadinya reaksi inflamasi akut dalam 8 jam, dengan migrasi sel-sel

inflamatorik, stem sel mesenkimal berproliferasi dan diferensiasi menembus kanal

medullar dan sekitar otot dari periosteum. Selain itu terdapat juga sitokin dan

faktor pertumbuhan yang terlibat. Bekuan darah hematom pun diabsorbsi,

kemudian kapiler baru mulai terbentuk.

3. Pembentukan kalus

- Tulang dan kartilago terbentuk melalui differensiasi stem sel; sel kondrogenik

dan osteogenik. Tulang yang telah mati pula dibersihkan oleh osteoklas. Kalus /
rangka periosteum dan endosteum pula terbentuk daripada massa seluler, tulang

imatur dan kartilago. Anyaman tulang imatur menjadi lebih keras setelah

termineralisasi. Fraktur menyatu setelah 4 minggu dari waktu cedera, namun

mobilisasi pada lokasi fraktur bisa menurunkan proses pembaikan.

4. Konsolidasi

- Hasil kerja dari osteoklas dan osteoblast secara berterusan, mengubah tulang

anyaman menjadi tulang lamellar. Dalam membentuk tulang yang normal dan

mampu menopang beban membutuhkan proses yang lama. Proses tersebut

melibatkan osteoklas untuk membuat lubang pada debris tulang kemudian

jaringan tersebut kembali tertutup, manakala osteoblas pula mengisi di antara

fragmen dan tulang baru.

5. Remodeling

- Setelah lapisan tulang menjadi solid, dan telah dijembatani frakturnya, proses

reshaped (pembentukan ulang) akan berlaku selama beberapa bulan mahupun

tahun. Proses ini melibatkan resorpsi dan pembentukan tulang semula.


2.3.7 Klasifikasi Fraktur

 Fragmen tulang yang terpisah (Tanto, 2014)

1. Fraktur komplityaitu tulang terpisah menjadi dua fragmen atau

lebih. Antaranya:-

a) fraktur transversal:

- fraktur yang memotong lurus pada tulang.

b) fraktur oblik/ spiral:

- spiral: mengelilingi lengan/ tungkai pada tulang.

- oblik: patahnya miring membentuk sudut.

c) fraktur segmental (kominutif)

- pecahnya tulang ke beberapa bagian

d) fraktur impaksi

Gambar 2.17: Fraktur (dari kiri); transversal, spiral, oblik, butterfly,

segmental, avulsi (Nahum, 1993)


Berdasarkan radiologi, patahan fraktur dinilai bagi mengetahui tindakan

lanjut yang harus dilakukan setelah reduksi. Bagi fraktur transversal (a), fragmen

tetap pada tempatnya setelah direduksi, berbeda pula dengan spiral atau oblik (c)

yang memendek atau berlaku displacement walaupun tulang telah dibidai. Bagi

fraktur segmental (b) pula, terlihat tulang terbahagi menjadi 3 bagian. Fragmen

pada fraktur impaksi pula terlihat tumpang tindih dan garis fraktur pula tidak

jelas. Fraktur kominutif pula menghasilkan lebih daripada dua fragmen, akibat

permukaan fraktur yang kurang menyatu sehingga menyebabkan kondisi tidak

stabil (Solomon et al, 2010).

2. Fraktur inkomplitadalah apabila tulang tidak terpisah seluruhnya

dan periosteum tetap intak. Antaranya:-

a) fraktur buckle atau torus

b) fraktur greenstick (anak-anak):

- satu sisi tulang retak, sisi lainnya bengkok

c) fraktur kompresi:

- tulang terdorong kea rah tulang lain

Selanjutnya, untuk fraktur buckle (d) pula, hampir tidak kelihatan

frakturnya. Fraktur greenstick (e,f) pula memberi gambaran tulang yang

melengkung atau bengkok seakan-akan ranting yang retak. Ianya sering terjadi

kepada anak-anak kerana tulangnya lebih elastis berbanding orang dewasa.

Fraktur kompresi pula memperlihatkan tulang spongiosa tertekan ke dalam

(Solomon et al, 2010).


a b c d e f

Gambar 2.18: Complete fractures: (a) transversal; (b) segmental; (c) spiral.

Incomplete fractures: (d) fraktur buckle; (e, f) fraktur greenstick (Solomon

et al., 2010).

 Perubahan struktural (Tanto, 2014)

1. Translasi;

- displacement ke samping, depan atau belakang

2. Angulasi;

- susut fragmen dengan bagian proksimal berubah

3. Rotasi;

- berlaku perputaran tulang yaitu deformitas rotasional pada

bagian distal

4. Panjang

- fragmen tulang menjauh atau memendek akibat dari spasme otot

.
 Fraktur terbuka dan tertutup

1. Fraktur tertutup

-Fraktur yang tidak tercemar dengan lingkungan luar; kulit masih

intak.

- Klasifikasi (UITH Surgery, 2013): Tscherneclassification

Grade 0

O Minimal kerusakan jaringan lunak

O cedera tidak langsung pada anggota badan (torsi)

O Pola fraktur sederhana

Grade 1

O abrasi atau kontusi superfisial

O Pola fraktur ringan

Grade 2

O abrasi mendalam

O kulit atau otot

O Pola patah tulang yang parah

O trauma langsung pada anggota badan

Grade 3

O Kontaminasi kulit yang ekstensif atau luka bakar

O kerusakan parah pada otot yang mendasarinya

O sindrom kompartemen

O avulsi subkutan

35
Tatalaksana

i) Reduksi (Tanto, 2014):

Tabel 2.1

REDUKSI TERTUTUP REDUKSI TERBUKA

 bagian distal ditarik searah sumbu  Indikasi:

tulang - ketika reduksi tertutup

 Fragmen direposisi semula ke gagal

tempat asal - ada fragmen artikuler yang

 Fragmen di susun di bidang besar

masing-masing secara tepat - untuk traksi pada fraktur

dengan fragmen yang

terpisah.

ii) Fiksasi

iii) Rehabilitasi

2. Fraktur terbuka

-Fraktur yang terjadi akibat sehingga fragmen tulang menembusi kulit

dan tercemar ke lingkungan luar.

- Klasifikasi:Gustilo classification

Tipe I: luka bersih dan kecil <1cm, cedera jaringan lunak

minimal tanpa remuk

36
Tipe II: luka panjang> 1cm, remuk dan kominuon yang sedang.

Tipe III: laserasi luas, kerosakan kulit hingga vaskuler

IIIA: laserasi luas, tulang masih tertutup dengan

jaringan lunak

IIIB: periosteal stripping ekstensif, fraktur tidak

tertutup tanpa flap

IIIC: cedera arteri yang memerlukan penangannan

khusus, dengan atau tanpa cedera jaringan lunak.

- Tatalaksana (Cross et al, 2008):

1. Penggunaan antibiotik untuk menangani kontaminasi.

2. Debridemen bedah inisial.

3. Irigasi dan debridemen

4. Penutupan luka terbuka.

5. Stabilisasi skeletal
2.3.8 FRAKTUR SKAPULA

i) Epidemologi

Cedera yang relatif jarang ini mewakili 3% sampai 5% patah tulang bahu

dan 0,4% sampai 1% dari semua patah tulang. Rata-rata pasien yang mendapatkan

fraktur skapula adalah pada usia 35 sampai 45 tahun. (Kenneth et al, 2015).

ii) Mekanisme fraktur

Cedera biasanya akibat trauma energi tinggi. Kecelakaan kendaraan

bermotor pada sekitar 50% kasus dan kecelakaan sepeda motor 11% sampai 25%.

Cedera tidak langsung terjadi melalui axial loading pada lengan terentang (fraktur

leher skapula, glenoid, intraarticular). Trauma langsung terjadi akibat pukulan

atau jatuhnya (fraktur tubuh scapula) atau melalui trauma langsung pada titik bahu

(akromion, korakoid fraktur). Dislokasi bahu dapat menyebabkan fraktur glenoid.

Otot atau ligamen dapat menyebabkan fraktur avulsi.

iii) Klasifikasi fraktur (Scapula)

 Klasifikasi anatomis: A-G

 Ideberg (glenoid fx)

Tipe I: fraktur avulsi anterior

Tipe II: fraktur melintang (transverse) / oblik melalui glenoid; keluar

secara inferior

Tipe III: oblik melalui glenoid, keluar secara superior

Tipe IV: fraktur melintang keluar melalui badan skapula


Tipe V: tipe II, IV

(Kenneth, 2015)

GAMBARAN FRAKTUR RADIOGRAFI (SKAPULA)

Gambar 2.19: Projeksi lateral: Fraktur pada blade scapular(Davies et al,

2002)

- Sekitar 80% melibatkan body atau leher skapula. Yang kurang umum adalah

fraktur dari akromion dan coracoid. Fraktur glenoid dapat terjadi bersamaan

dengan dislokasi bahu atau dari avulsi penyisipan trisep dari pelek glenoid

inferior.

2.3.9 FRAKTUR HUMERUS

i) Epidemologi

- Fraktur pada humerus proximalterdiri dari 4% sampai 5% dari semua patah

tulang dan merupakan fraktur humerus yang paling umum (45%).


- Fraktur pada shaft humerus adalah cedera umum, mewakili 3% sampai 5% dari

semua fraktur tulang. Insiden adalah 14,5 per 100.000 per tahun. 2% sampai 10%

adalah fraktur terbuka. 60% melibatkan sepertiga tengah, 30% melibatkan

sepertiga proksimal, dan 10% melibatkan sepertiga distal dari diaphysis.

- Fraktur distal humerus adalah cedera yang relatif jarang terjadi, terdiri dari

sekitar 2% dari semua fraktur dan sepertiga dari semua fraktur humerus. Kejadian

fraktur humerus distal pada orang dewasa adalah 5,7 per 100.000 per tahun.

Ekstra artikular (40%) dan fraktur intra-artikular bikondilar pada humerus distal

(37%) adalah pola fraktur yang paling umum. Fraktur suprakondilar tipe

ekstension humerus distal > 80% dari semua fraktur suprakondilar pada anak-

anak.

ii) Mekanisme fraktur

- Proximal humerus

Mekanisme yang paling umum adalah terjatuh ke ekstremitas terentang

dari kondisi berdiri di tempat tinggi, biasanya pada wanita yang lebih tua. Pasien

yang lebih muda biasanya mendapatkan fraktur humerus proksimal setelah trauma

impak dari energi yang tinggi. Sebagai contoh, kecelakaan kendaraan bermotor.

Ini biasanya disertai fraktur dan dislokasi yang lebih parah, rosaknya jaringan

lunak terkait yang signifikan dan banyak cedera.

- Shaft/ diafisis humerus

Direk (paling umum): Trauma langsung pada lengan akibat benturan atau

hasil kecelakaan kendaraan bermotor menyebabkan fraktur melintang atau


komminutif. Indirek: Tidak Langsung: Jatuh pada lengan yang terulur

menghasilkan fraktur spiral atau miring/ oblik terutama pada lanjut usia. Cedera

akibat melontar dan gusti tangan dengan kontraksi otot ekstrem dilaporkan

menyebabkan patah tulang humeri. Pola fraktur tergantung pada jenis gaya yang

diterapkan:

■ Kompresif: fraktur humerus proksimal atau distal

■ Bending: fraktur melintang dari poros humeri

■ Torsional: fraktur spiral pada poros humeri

■ Torsional dan bending: fraktur miring, sering disertai fragmen butterfly

- Distal humerus

Sebagian besar fraktur humerus distal impak dari energy yang rendah

diakibatkan oleh jatuhan yang sederhana pada usia pertenganhan dan lanjut usia

Wanita di mana siku dipukul secara langsung atau secara aksial loaded dalam

jatuhnya ke arah tangan terulur. Kecelakaan kendaraan bermotor dan olahraga

merupakan penyebab cedera yang paling umum pada individu yang lebih muda.
iii) Klasifikasi fraktur

Tabel 2.2: Klasifikasi Neer bagi fraktur humerus proksimal.

(Kenneth et al, 2015)


Tabel 2.3: Klasifikasi fraktur proksimal,shaft,distal humerus

Proksimal - Klasifikasi Neer

- Fragmen yang termasuk dalam klasifikasi mesti

melebihi 1cm displaced/ 45 derajat angulasi.

Shaft Mirip dengan klasifikasi AO dari fraktur poros radioulnar

A - Fraktur sederhana, tidak kominusi

B - Fraktur wedge, 3 fraktur fragmen (fragmen Butterfly)

C - Fraktur kominutif (> 3 fragmen)

Distal Muller-AO Klasifikasi fraktur humerus distal (juga disebut

hanya Muller atau AO atau OTA)

Mirip dengan klasifikasi AO radius distal

A- Fraktur ekstra artikular (Suprakondilar)

B - Fraktur unikondilar (kolom tunggal atau artikular

parsial)

Fraktur C - Bikondilar (Dua kolom atau artikular lengkap)

(Kenneth et al, 2015)


Klasifikasi Gartland pada fraktur humeri suprakondilar pada anak-anak

I - undisplaced

II –Fraktur angulasi dengan korteks posterior utuh

III - Displaced, tidak ada kontak kortikal

Klasifikasi Schatzker (juga disebut Schatzker-Schmeling) pada fraktur

olekranon

Tipe A - Fraktur transversal sederhana

Tipe B - Fraktur bentangan

transversal Tipe C - Fraktur miring

Tipe D - Fraktur kominikasi

Tipe E - fraktur lebih distal tapi ekstra artikular

Tipe F - Dislokasi fraktur (UITH Surgery, 2013)

GAMBARAN RADIOLOGI (HUMERUS)

 Fraktur pada leher humerus

a. Displacement minimal b. Displacement moderat


Gambar 2.20: (Davies et al, 2002)
Fraktur pada tulang humerus diklasifikasikan kepada 6 kelompok yaitu;

neck of humerus, greater tuberosity, shaft, supracondylar, condyle (usually

lateral), epicondyle (usuaaly medial).

 Fraktur pada shaft humerus

(a) (b)

Gambar 2.21 (Davies et al, 2002)

- Biasa terjadi pada pertengahan humerus, dan menghasilkan (a) fraktur

spiral (trauma indirek) atau (b) fraktur transversal (trauma direk).

Kerosakan pada saraf radial bisa terjadi apabila displacement yang besar

berlaku pada sesuatu fraktur.

GAMBARAN RADIOLOGI(ELBOW)

- Siku adalah tempat yang umum cedera, terutama pada anak-anak karena

anatomi yang kompleks. Cedera yang signifikan mungkin tampak halus

pada radiografi. Bantuan untuk mendiagnosa trauma tulang pada

radiografi siku meliputi;


- penilaian pusat pengerasan (ossifikasi)

- „fat-pad’ sign

- garis humeral anterior

- garis radio-capitellar

 Fraktur pada suprakondilar (Davies et al, 2002)

Gambar 2.22: Fraktur Greenstick supracondylar

- Fraktur transversal metafisis humerus distal. Sekitar 50% adalah fraktur

greenstick. Perpindahan posterior fragmen distal dengan garis humeral

anterior yang melewati sepertiga anterior atau anterior sepenuhnya

sehingga capitellum. Displacement yang parah akibat fraktur dapat

dikaitkan dengan kompresi arteri brakialis


 Fraktur kondilar dan epikondilar

a
Gambar 2.23: Avulsi pada lateral epikondilus

(Davies et al, 2002)

b c
Gambar 2.24: Terdapat dislokasi pada kepala radius
(Davies et al, 2002)
- terdapat cedera avulsi pada kondilus dan epikondilus humeral dan ada

yang menyebabkan displacement minor (a) dan displacement major (b, c).
 Fraktur kapitellar

Gambar 2.25: Fraktur kapitellar sehingga terjadi rotasi 90 derajat ke


anterior
(Davies et al, 2002)

- Fraktur siku intra-artikular yang paling umum. Fraktur biasanya

diidentifikasi pada proyeksi lateral dengan fragmen yang berputar ke arah

anterior. Film AP mungkin tampak normal atau menunjukkan kepadatan

meningkat karena fragmen kapitellar bertindih di atas epikondilus lateral

 Fraktur kepala radius

a b
Gambar 2.26
- Terjadi sekitar sepertiga dari semua patah tulang siku, paling umum pada

orang dewasa muda. Spektrum cedera dari yang terjadi bisa displacement

minimal ke kominutif dengan displacement. Pada anak-anak cenderung

muncul sebagai fraktur greenstick pada leher radial (b) daripada fraktur

pada kepala radial (a).

 Fraktur olekranon

Gambar 2.27 (Davies et al, 2002)

- Hasil dari pukulan langsung ke ujung siku atau avulsi oleh kontraksi otot

trisep yang melawan siku yang sedang tetap tertekuk.

- Aksi dari trisep sering menyebabkan displacement olekranon yang

ditandai pada situs fraktur.

2.3.10 FRAKTUR RADIUS DAN ULNA

i) Epidemologi

Tabel 2.4

Bagian Epidemologi

Caput radial 1.7% - 5.4% dari semua fraktur, 1/3 dari semua

fraktur siku
Shaft ulna dan radial Fraktur lengan bawah biasa terjdi pada lelaki

berbanding wanita, disebabkan kecelakaan kenderaan

bermotor.

Distal radial Fraktur radius distal mewakili kira-kira seperenam

dari semua fraktur yang dirawat di gawat darurat dan

sekitar 16% dari semua patah tulang yang dirawat

oleh ahli bedah ortopedi.

ii) Mekanisme fraktur

Tabel 2.5

Bagian

Caput radial ■ Sebagian besar luka akibat terjatuh ke tangan yang

terulur, luka energi yang lebih tinggi yang terjadi

Jatuh dari tempat tinggi atau saat berolahraga.

■ Fraktur kepala radial saat impak ke atas

capitellum. Hal ini dapat terjadi dengan beban aksial

murni,

Dengan gaya rotasi posterolateral, atau saat kepala

radial dislokasi posterior sebagai bagian dari a

Fraktur Monteggia posterior atau disekitar olekranon

posterior.

Shaft ulna dan radial Keduanya: akibat kecelakaan kenderaan bermotor,

trauma direk, luka tembakan, olahraga atau terjatuh


dari tempat tinggi

Ulna: fraktur nightstick, monteggia; fraktur proximal

ulna disertai dislokasi kepala radial, fraktur stress.

Radial: disebabkan trauma direk atau indirek, fraktur

Galeazzi (jatuh dengan tangan terulur pronasi),

fraktur reverse Galeazzi (fraktur dengan tangan

terulur supinasi)

Distal radial Mekanisme cedera yang paling umum adalah jatuh

ke tangan yang terulur dengan pergelangan tangan

dorsofleksi. Fraktur radius distal dihasilkan saat

dorsofleksi pergelangan tangan bervariasi antara 40

dan 90 derajat .

iii) Klasifikasi fraktur

Tabel 2.6

Bagian

Single bone Deskriptif:

• Displaced, perpendekan, angulasi, komminutif.

Both bones Deskriptif:

• Proksimal, tengah, 1/3distal

• Displaced / angulated

• Komminutif

• Terbuka atau tertutup


Monteggie Tipe I - fraktur ulnaris angulasi anterior, dislokasi

kepala radial ke anterior

Tipe II - fraktur ulnaria angulasi posterior, dislokasi

kepala radial ke posterior

Tipe III - dislokasi kepala radial ke lateral

Tipe IV - Fraktur radius dan ulnaris, dislokasi kepala

radial ke arah yang lain.

Galeazzi Dengan mekanisme:

• Pronasi: Galeazzi

• Supinasi: berlawanan dengan

Galeazzi (fraktur ulna shaft dengan dislokasi DRUJ)

Distal radial Frykman (untuk Colles):17

Tipe I – fraktur metafise transversa

Tipe II - tipe I + fraktur ulnar styloid

Tipe III - fraktur melibatkan sendi radiocarpal

Tipe IV - tipe III + ulnar styloid fracture

Tipe V – fraktur transversal melibatkan sendi

radioulnar distal

Tipe VI - tipe V + ulnar styloid fracture

Tipe VII - fraktur komminutif dengan keterlibatan

sendi radiocarpal dan radioulnar

Tipe VIII - tipe VII + fraktur styloid ulnar

(Kenneth et al, 2015)


GAMBARAN RADIOLOGI (RADIUS ULNA)

 Fraktur Monteggia

Gambar 2.28(Davies, 2002)

- Fraktur proksimal atau sepertiga tengah ulna, berhubungan dengan

dislokasi kepala radial. Dislokasi kepala radial menyebabkan

terganggunya garis radio-capitellar.

 Fraktur radius dan ulna

- Fraktur shaft radius dan ulna paling sering terlihat pada anak-anak. Ada

spektrum cedera dari plastic bowing, melalui greenstick hingga patah

tulang. Fraktur lengan bawah distal umum terjadi pada semua umur.

Seperti biasanya mereka hadir dengan "trauma pergelangan tangan".

Gambar 2.29 (Davies, 2002)


Fraktur Greenstick pada radius dan ulna pada anak. Varian dari fraktur

Monteggia; gangguan pada garis radiocapitellar yang disebabkan

dislokasi pada kepala radius.

 Fraktur Galeazzi

- Fraktur sepertiga distal radius yang berhubungan dengan dislokasi dorsal

radio-ulnar distal. Seringkali dislokasi distalsendi radio ulnar dapat

diidentifikasi hanya pada proyeksi lateral.

Gambar 2.30: Proyeksi PA Gambar 2.31: Proyeksi lateral;

subluksasi ulna hanya terlihat

pada proyeksi lateral

 Fraktur pada pergelangan tangan (distal lengan bawah)

- Kejadian fraktur pada radius atau keduanya radius dan ulna sering terjadi

pada anak- anak mencakupi buckle (torus), greenstick, sehingga fraktur

komplit. Pada dewasa muda growth plate atau lempeng adalah bagian

54
yang paling lemah sehingga sering terjadi fraktur pemisahan di lempeng

pertumbuhan radial distal.

-
Gambar 2.32
Proyeksi PA Proyeksi lateral

(Davies et al, 2002)

Gambar 2.33: Gambaran PA dan lateral tentang pemisahan

lempeng (growth plate) di radial distal pada dewasa muda.


-
Gambar 2.34
Proyeksi PA Proyeksi lateral

Gambaran fraktur pada distal radius dan ulna dengan angulasi dorsal

fragmen distal (Colle’s fracture).

Gambar 2.35: Gambaran fraktur pada distal radius dan ulna dengan

angulasi anterior fragmen distal (Smith’s fracture) (Davies et al, 2002).

2.3.11 FRAKTUR TANGAN (KARPAL, METAKARPAL, PHALANGS)

i) Epidemologi

Tujuh persen fraktur radius distal memiliki fraktur karpal yang terkait.

Fraktur karpal menyebabkan 18% fraktur tangan / pergelangan tangan.Perkiraan


kejadian fraktur karpal sebagai berikut:Skafoid (68,2%), Triquetrum(18,3%),

Trapezium(4,3%), Lunate(3,9%), Capitate (1,9%), Hamate(1,7%), Pisiform

(1,3%), Trapezoid (0,4%).

Fraktur metacarpal dan Phalangs biasa terjadi, yang mana merangkumi

10% dari semua jenis fraktur; > 50% terkait dengan pekerjaan. Bagian batas jari

sering terlibat. Aksis jari kecil sering tercedera, meliputi 37% dari keseluruhan

fraktur tangan.

ii) Mekanisme fraktur

Karpal

Mekanisme cedera karpal yang paling umum adalah terjatuh ke tangan

yang terulur, sehingga terjadi gaya tekan aksial dengan pergelangan tangan dalam

hiperekstensi. Ligamen volar ditempatkan di bawah ketegangan dengan gaya

kompresi dan geser dilipat di punggung, terutama saat pergelangan tangan

diperpanjang melampaui batas fisiologisnya. Deviasi ulnaris yang berlebihan dan

supinasi interkarpal menghasilkan pola perilunate yang dapat diprediksi cedera,

berkembang dari sisi radial carpus ke midcarpus dan akhirnya ke ulnaris tulang

pergelangan tangan.

Metakarpal dan Phalangs.

Terjadinya fraktur bisa akibat terhancur, trauma langsung, terputar, robek,

dan laserasi terjadi saat olahraga, atau saat bekerja.


iii) Klasifikasi

fraktur Karpal

Tabel 2.7

Scaphoid - garis fraktur: horizontal oblik, transverse, vertikal oblik

- displacement: stable/ unstable

- lokasi: proksimal, distal dan tuberositas, waist.

Lunate - Fraktur frontal pole palmar dengan penglibatan arteri nutrien

palmar

- Fraktur osteokondral permukaan artikular proksimal tanpa

kerosakan yang kentara pada salur nutrient

- Fraktur frontal pole dorsal

- Fraktur transverse pada badan

- Fraktur transartikular frontal pada badan lunate

Triquetrum - kecederaan avulsi atau impaksi (terksit kerosakan ligamen)

Trapezium - Kebanyakan fraktur avulsi tulang atau fraktur vertikal pada

badannya.

Capitate - (transcaphoid transcapitate perilunate fracture-dislocation).

- "Sindrom naviculocapitate," di mana capitate dan scaphoid

patah tanpa dikaitkan dislokasi.

Hamate - Deskriptif
Metakarpal dan Phalangs

Tabel 2.8

Metakarpal Phalangs

Berdasarkan lokasi: Deskripsi:

• Kepala • Intra vs ekstraartikular

• Leher (paling umum) • Displaced / nondisplaced

• Shaft (melintang, spiral) • Transversal, spiral, oblik.

• Dasar

 Thumb MC: Lokasi:

- Bennett: lip volkan fx • kondilus

- Rolando: kominutif • Leher

 Jari/ digit kecil MC:"Baby • Shaft / diaphysis

Bennett" • Dasar

• Tuft

KLASIFIKASI FRAKTUR EPIPHYSEAL PADA ANAK

Klasifikasi Salter-Harris

I - S - Shift / Slipped; fraktur melalui physis, 5-7%

II - A - Above; Fraktur di seluruh physis dan melalui metafisik, yang

paling umum, 75%

III - L - Lower; Fraktur melalui physis dan down melalui epifisis, 7-10%

IV - T - Through; fraktur melewati metafisik, physis dan epifisis, 10%


V - R - Rammed / Ruined; menghancurkan jenis luka, merusak physis

dengan menekannya, <1%

GAMBARAN RADIOLOGI (KARPAL, METAKARPAL, PHALANGES)

 Fraktur karpal

- Skafoid

Hampir semua patah tulang karpal melewati skafoid. Sebagian besar

melalui pinggang (midpole) dari skafoid, sedangkan ada juga yang

melalui kutub distal dan proksimal.

a b

Gambar 2.36: (Davies, 2002)

Fraktur pinggang skafoid tidak terlihat pada film PA (a) tapi mudah

didapatkan melalui proyeksi oblik (b).


- Triquetrum

Gambar 2.37: Davies (2002)

Fraktur serpihan kecil dari aspek dorsal triquetrum, terlihat pada proyeksi

lateral cedera karpal kedua yang paling umum setelah fraktur skafoid.

Cedera ini jarang membutuhkan perawatan.

 Fraktur metakarpal

- Fraktur metakarpal terjadi di semua peringkat usia; melibatkan base,

neck, shaft.

Gambar 2.38
Fraktur pada base metakarpal kedua Fraktur pada shaft metakarpal 4
dan 5
Gambar 2.39: ’Boxer’s fractures’ pada leher metakarpal ke 4 dan 5 dengan

proyeksi PA dan oblik

 Fraktur pada metakarpal 1

a b

Gambar 2.40 (Davies, 2002)

- Fraktur miring melintang atau pendek yang tidak melibatkan sendi (a).

Ini biasanya fraktur stabil yang bisa dirawat secara konservatif. Tipe

kedua, adalah dislokasi fraktur dengan fraktur miring melalui dasar

metakarpal dan ekstensi pertama ke dalam permukaan artikular (Bennett's

fraktur, b). Jenis cedera ini lebih serius dan, menjadi tidak stabil, sering

membutuhkan fiksasi internal (Davies et al, 2002).


 Fraktur Phalangs

a b c

Gambar 2.41: Pola umum fraktur phalangeal; (a) fraktur ujung terminal
Phalangs;(b) fraktur transversal Phalangs tengah; (c) fraktur spiral dari
Phalangs.

Gambar 2.42

Fraktur -Salter-Harris Type II dari pemisahan


epifisis phalangs proksimal.

-Pada anak-anak perpisahan fraktur epiphyses dari basa

falang cukup sering terlihat


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA TEORI

Trauma
Patologis Direk/ Indirek Kelelahan
(tumor, kongenital,
(Stress/ overuse)
osteoporosis)

Fraktur ekstremitas atas

Karakteristi
k gambaran

X-ray
konvensiona
l

Deformitas: Regio dan


displacement proyeksi X-
Klasifikasi fraktur ray
, angulation,
shortening konvensional

osteomyelitis atau non- osteomyelitis)


Jenis fraktur

Lokasi fraktur

64
3.2 KERANGKA KONSEP

Trauma Direk

Karakteristi
Fraktur ekstremitas atas k gambaran

X-ray
konvensiona
l

Trauma Indirek

Keterangan:

Variabel Independen

Variabel dependen

65
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan data

sekunder, yaitu data hasil pemeriksaan X-ray Konvensional fraktur ekstremitas

atas, di bagian radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Juli

2017.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada Mei 2017 sampai November 2017.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan diadakan di Departemen Radiologi RSUP

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua hasil X-rayyang valid,

bagipasien dengan fraktur ekstremitas atas, kausa trauma di RS Wahidin

Sudirohusodo.
4.3.2 Sampel

Semua pasien fraktur ekstremitas atas kausa trauma di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo periode Januari – Juli 2017 yang memiliki nomor rekam medik

yang mendapatkan pemeriksaan X-ray konvensional yang valid.

4.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode total

sampling yaitu semua populasi (kriteria inklusi) dijadikan sebagai sampel.

4.3.3.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain:

1. Semua pasien yang fraktur ekstremitas ataskausa trauma yang mendapatkan

perlakuan X-raydi Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Pasien yang bersedia untuk dijadikan sampel penelitian.

4.3.3.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Pasien dengan fraktur patologi.

2. Pasien fraktur akibat kelelahan/ stress (overuse).

4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian

4.4.1 Jenis Data Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif menggunakan

data sekunder, hasil pemeriksaan X-ray Konvensionalfraktur ekstremitas atas,


yang didapatkan di bagian radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode

Januari – Juli 2017.

4.4.2 Data Instrumen Penelitnian

Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan dalam

penelitian ini terdiri dari lembar yang dengan tabel- tabel tertentu untuk merekam

atau mencatat data yang dibutuhkan dari data hasil pemeriksaan x-ray fraktur

ekstremitas atas.

4.5 Variabel dan Definisi Operasional

4.5.1. Variabel Penelitian

- Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah fraktur ekstremitas atas kausa trauma.

- Variabel Tergantung

Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil karakteristik gambaran X-ray

ekstremitas atas.

4.5.2. Definisi Operasional

I. Fraktur ekstremitas atas

- Fraktur yang hanya melibatkan ekstremitas atas yang terdiri daripada

tulang skapula, humerus, radius, ulna, karpal, metakarpal dan phalangs.

II. Gambaran X-ray

- Radiografi, terlepas dari proyeksi / proyeksi, adalah representasi 2

dimensi dari struktur 3- dimensi. Oleh karena itu, gambar yang dihasilkan

terdiri dari beberapa struktur bertindih. Akurasi kelainan yang akurat

sering memerlukan dua radiograf yang diperoleh dengan sudut yang tepat

68
antara satu sama lain yaitu; proyeksi anteroposterior (AP) dan proyeksi

lateral (Davies et al, 2002).

III. Trauma

- Fraktur yang terjadi akibat trauma seperti kecelakaan di jalan, terjatuh,

dipukul dan kecelakaan saat olahraga.

4.6 Instrumen Penelitian

Alat ukur dalam penelitian ini adalah klasifikasi fraktur dan hasil

pemeriksaan x-ray fraktur ekstremitas atas dari bagian radiologi.

Klasifikasi fraktur

 Tipe fraktur

- fraktur komplit: transversal, oblik/ spiral, segmental, impaksi,

kominutif.

- fraktur inkomplit: buckle/ torus, greenstick, kompresi

- fraktur komplikasi

 Lokasi fraktur

 Komplikasi (yang disertai): osteomyelitis, non- osteomyelitis.

 Deformitas fraktur

4.7 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada peneltian ini dilakukan melalui beberapa tahap

diantaranya:

1. Menentukan rumah sakit yang akan dijadikan sebagai tempat untuk penlitian.

2. Menentukan populasi dan sampel


3. Menyeleksi pasien dengan fraktur ekstremitas atasdengan melihat dari hasil X-

raydan berdasarkan faktor inklusi dan eksklusi.

4. Mengambil data hasil gambaranX-raypasien yang telah masuk kriteria inklusi.

5. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan berdasarkan klasifikasi fraktur

pada hasil X-ray pasien dengan fraktur ekstremitas atas kausa trauma.

4.8 Analisa Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk table dan diagram

berdasarkan tipe dan klasifikasi masing-masing tulang dengan menggunakan

Microsoft excel untuk menggambarkan karakteristik fraktur melaluipemeriksaan

x-ray pada pasien fraktur ekstremitas atas akibat trauma di Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo, Makassar. Seterusnya, diakhiri dengan interpretasi data dan

kesimpulan.

4.9 Etika penelitian

a. Menyatakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak Fakultas

Kedokteran UNHAS sebagai permohonan izin untuk melakukan

penelitian.

b. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada bilik

bacaan bagian radiologi.


4.10 Alur Penelitian

mor pasien dari rekam medis dan hasil pemeriksaan X- ray pada pasien fraktur ekstremitas atas di Bagian Radiologi RS Wah

Memastikan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi pada sampel

Mencatat data hasil pemeriksaan X-ray pasien fraktur ekstremitas atas

Pengumpulan, analisa, dan penyajian data

Hasil penelitian

BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang karakteristik gambaran X-ray konvensional pada

penderita fraktur ekstremitas atas, periode Januari hingga Juli 2017 di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar telah diteliti di sepanjang bulan Oktober hingga

November. Penelitian dilakukan dengan mengambil data sekunder dari Bagian

Radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

JENIS KELAMIN
LAKI-LAKIPEREMPUAN
72

62.61

43
39 37.39
33
26
17

SINGLE FRACTURE MULTIPLE TOTAL PERSEN (%)


FRACTURE

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.1: Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas di RSUP Dr.


Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2017 berdasarkan jenis kelamin
dan jumlah fraktur secara umum.

Berdasarkan data hasil pemeriksaan X-ray dari bagian radiologi,

didapatkan penderita fraktur lebih banyak terdiri dari laki- laki berbanding

perempuan yaitu seramai 72 orang (62.61%) , manakala penderita fraktur

perempuan seramai 43 orang (37.39%). Total penderita yang mengalami single

fracture adalah 59 orang, manakala multiple fracture pula seramai 56 orang.

72
UMUR
JUMLAHPERSEN (%) 42
36.5236
31.30

23
20.00

6 5.22 7 6.09
1 0.87

0-5 5-11 12-25 26-45 46-65 >65

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.2: Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas di RSUP Dr.


Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2017 berdasarkan umur.

Dari penelitian didapatkan umur penderita fraktur ekstremitas atas, berada

pada interval 4 tahun hingga 77 tahun. Umur tersebut kemudian di kategorikan

sesuai mengikut pembagian umur DEPKES RI 2009. Tabel 5.2 menunjukkan

bahawa secara keseluruhan subjek terbanyak berada pada kelompok umur 12-25

tahun yaitu sebanyak 42 orang (36.52%), diikuti dengan kelompok umur 26-45

tahun sebanyak 36 orang (31.30%), seterusnya kelompok umur 46-65tahun

sebanyak 23 orang (20.00%), kelompok umur >65 tahun sebanyak 7 orang

(6.09%), kelompok umur 5-11 tahun sebanyak 6 orang (5.22%), yang terakhir

adalah kelompok umur 0-5 yaitu sebanyak 1 orang (0.87%).


FRAKTUR SKAPULA
TOTALPERSENTASE
FRAKTUR(%)
25 2525 25

1 1 1 1

Neck Acromion Margo lateral Fossa glenoid

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).


Gambar 5.3.1: Distribusi fraktur skapula periode Januari- Juli di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan tabel 5.3.1, fraktur ekstremitas atas dari keseluruhan fraktur,

didapatkan 4 fraktur pada os skapula yaitu di bagian neck, acromion, margo lateral

dan fossa glenoid dengan masing-masing terjadi 1 fraktur (25%).

FRAKTUR HUMERUS
TOTALPERSEN
FRAKTUR(%)

54.55

31.82 31.82

9.09 18.18
11.11 11.11
12 4.55
5 2.22 7 4 7
1 1 2.22 5 1 2

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).


Gambar 5.3.2: Distribusi fraktur humerus periode Januari- Juli di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.
Berdasarkan Gambar 5.3.2, total fraktur os humerus dari keseluruhan

fraktur ekstremitas atas periode Januari hingga Juli 2017 didapatkan sebanyak 45

fraktur. Fraktur terbanyak adalah dibagian (shaft medial/tengah) os humerus yaitu

sebanyak 12 fraktur (26.67%), diikuti dengan fraktur di bagian distal dan

suprakondilare sebanyak 7 fraktur(15.56%), seterusnya collum anatomicum dan

bagian proksimal humerus 5 fraktur (11.11%), diikuti intrakondilare sebanyak 4

fraktur (8.89%), epikondilus 2 fraktur (4.4%), dan yang terakhiradalah di bagian

surgical neck, tuberculum majus dan kondilus yaitu sebanyak 1 fraktur (2.22%).

FRAKTUR RADIUS
TOTALPRESENTASE
FRAKTUR(%)

63.93

39

18.03
11 4 6.56
1 1.64 1 1.64 3 4.92 2 3.28

Growth EpifisisProksimalShaft DistalProcessusTidak


plate styloideus dinyatakan

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.3.3: Distribusi fraktur radius periode Januari- Juli di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan Gambar 5.3.3, total fraktur pada os radius adalah sebanyak 61

fraktur. Distal radius adalah bagian os radius yang terbanyak terjadinya fraktur

yaitu sebanyak 39 fraktur (63.93%), seterusnya diikuti fraktur pada shaft (medial/

tengah) yaitu sebanyak 11 fraktur (18.03%), fraktur yang tidak dinyatakan


lokasinya sebanyak 4 fraktur (6.56%), fraktur bagian proksimal sebanyak 3

fraktur (4.92%), processus styloideus sebanyak 2 fraktur (3.28%), yang terakhir

adalah sebanyak 1 fraktur (1.64%) terjadi di lempeng epifisis dan growth plate.

FRAKTUR ULNA
TOTALPRESENTASE
FRAKTUR(%)

34.21
28.95

11 13 10.53 13.16 7.89


5.26 45
2 3

Proksimal Shaft Distal ProcessusOlekranonTidak


styloideusdinyatakan

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.3.4: Distribusi fraktur ulna periode Januari- Juli di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan Gambar 5.3.4, total fraktur pada os ulna adalah sebanyak 38

fraktur. Distal ulna adalah regio ulna yang terbanyak terjadinya fraktur yaitu

sebanyak 13 fraktur (34.21%), seterusnya diikuti fraktur pada shaft (medial/

tengah) yaitu sebanyak 11 fraktur (28.95%), fraktur olekranon sebanyak 5 fraktur

(13.16%), 4 fraktur (10.53%) pada processus styloideus, 3 fraktur (7.89%) tidak

dinyatakan, dan yang terakhir sebanyak 2 fraktur (5.26%) terjadi di bagian

proksimal.
FRAKTUR KARPAL
TOTALPERSENTASE
FRAKTUR(%)

100.00

HAMATUM

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.3.5: Distribusi fraktur karpal (hamatum) periode Januari- Juli di


RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan Gambar 5.3.5, total fraktur pada os karpal adalah sebanyak 1

fraktur (100%) yaitu hanya pada karpal hamatum.

FRAKTUR METAKARPAL
TOTALPERSEN (%)

63.64

18.18 18.18
7
2 2

Head Shaft Base


Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.3.6: Distribusi fraktur metakarpal periode Januari- Juli di RSUP


Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Berdasarkan tabel 5.3.6, total fraktur pada os metakarpal adalah sebanyak

11 fraktur. Shaft (medial/ tengah) adalah regio metakarpal yang terbanyak

terjadinya fraktur yaitu sebanyak 7 fraktur (63.64%), seterusnya diikuti fraktur

pada caput dan basis metakarpal yaitu sebanyak 2 fraktur (18.18%).

FRAKTUR PHALANGS

TOTAL PERSEN (%)

38.78
30.61 30.61

19
15 15

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.3.7: Distribusi fraktur phalangs periode Januari- Juli di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan Gambar 5.3.7, total fraktur pada os phalangs adalah sebanyak

49 fraktur. Regio proksimal phalangs adalah yang tertinggi terjadinya fraktur

yaitu sebanyak 19 fraktur (38.78%). Seterusnya diikuti fraktur regiomedial dan

distal dengan masing-masing mempunyai 15 fraktur (30.61%).


TOTAL FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS
JUMLAH FRAKTUR PERSEN(%)
61

45 49
38
29.19
21.53 23.44
18.18
11
41.91 1 0.48 5.26

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.4: Distribusi total fraktur ekstremitas atas periode Januari- Juli di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Gambar 5.4 merangkumkan secara keseluruhan lokasi fraktur ekstremitas

atas yang terjadi sepanjang Januari hingga Juli 2017 di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo yaitu sebanyak 209 fraktur. Ekstremitas atas yang paling sering

terjadi fraktur pada penelitian ini adalah os radiusyaitu sebanyak 61 fraktur

(29.19%), diikuti os phalangs sebanyak 49 fraktur (23.44%), os humerus sebanyak

45 fraktur (21.53%), os ulna sebanyak 38 fraktur (18.18%), os metakarpal

sebanyak 11 fraktur (5.26%), os skapula sebanyak 4 fraktur (1.91%), dan yang

terakhir os karpalsebanyak 1 fraktur (0.48%).


TOTAL (%) TIPE FRAKTUR
TOTAL (%)

41.15 38.28

4.31
2.39 2.87 4.31 2.87 3.83

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.5.1: Distribusi tipe fraktur ekstremitas atas periode Januari- Juli
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

TIPE FRAKTUR
TOTAL

80

40
27
12 8 9
2 5 23 4 22 4 2 1 6

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

KOMPLIT (Transversal, Oblique, Kominutif, Segmental, Avulsi),


INKOMPLIT (Bowing, Inkomplit), KOMPLIKASI (Non union, Mal union),
KLASIFIKASI (Smiths’, Colles’, Salter Harris, Ideberg)
Gambar 5.5.2: Distribusi tipe fraktur ekstremitas atas periode Januari- Juli
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan Gambar 5.5.1 dan Gambar 5.5.2, fraktur komplit didapatkan

sebagai tipe fraktur tertinggi yaitu dengan total persen fraktur 41.15%. Fraktur

kominutif adalah fraktur komplit tertinggi yaitu sebanyak 40 fraktur (19.14%),

diikuti fraktur transversal sebanyak 27 fraktur (12.92%), seterusnya fraktur

oblique sebanyak 12 fraktur (5.74%), fraktur avulsi sebanyak 5 fraktur (2.39),

dan yang terakhir fraktur segmental sebanyak 2 fraktur (0.96%).

Fraktur yang tidak dinyatakan tipenya merupakan kedua tertinggi didapati

sebanyak 80 fraktur (38.28%). Dilanjutkan dengan fraktur yang sulit dievaluasi

dan fraktur dengan klasifikasi, didapati mempunyai jumlah fraktur yang sama

yaitu sebanyak 4.31%. Fraktur Colles‟ adalah klasifikasi fraktur yang

terbanyak yaitu 4 fraktur (1.91%), diikuti fraktur Smith dan fraktur Salter Harris

(Tipe I) sebanyak 2 fraktur (0.96), dan yang terakhir fraktur Ideberg (tipe II) khas

untuk os skapula sebanyak 1 fraktur (0.48%).

Fraktur yang seterusnya adalah fraktur union sebanyak 8 fraktur (3.83%)

diikuti fraktur komplikasidan fraktur lama (old fracture) dengan total persen

2.87%.Tipe fraktur yang terakhir adalah fraktur inkomplit dengan total persen

fraktur sebanyak 2.39%. Fraktur yang dilabel sebagai inkomplit didapati sebanyak

3 fraktur (1.44%), dan bowing sebanyak 2 fraktur (0.96%).


DEFORMITAS
TOTALPERSEN (%)

100.00

59.65
57

34
21.05
19.30 12
11

DISPLACEMENT ANGULASI PEMENDEKAN TOTAL

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.6: Distribusi deformitas pada fraktur ekstremitas atas periode


Januari- Juli di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan Gambar 5.6, total deformitas yang terjadi, meliputi 34

displacement(59.65), 11 angulasi (19.30%) dan 12 pemendekan (21.05)

menghasilkan 57 deformitas.

PROYEKSI X-RAY
TOTAL

109

27
2 4 2 1

AP/ L AP/ O PA AP OL O

Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.7.1: Distribusi proyeksi X-ray konvensional pada fraktur


ekstremitas atas periode Januari- Juli di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
REGIO X-RAY
TOTALPERSEN (%)

54

37.24
28 29
19.31 20.00
16
12
5 3.45 11.03 8.28 1 0.69

SHOULD…
ANTEBR…

WRIST…
HUMERUS
THORAX

MANUS
ELBOW
Sumber: Data Bagian Radiologi (diolah 2017).

Gambar 5.7.2: Distribusi regio x-ray konvensinal pada fraktur ekstremitas


atas periode Januari- Juli di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Berdasarkan Gambar 5.7.1 proyeksiX-ray konvensional yang terbanyak

adalah AP/ Lateral yaitu 109 foto, diikuti AP/ Oblique, AP, PA dan oblique/

lateral dan yang terakhir merupakan proyeksi oblik sahaja.

Berdasarkan Gambar 5.7.2 regio antebrachii adalah yang terbanyak di foto

yaitu dengan total sebanyak 54 foto (37.24%), diikuti region manus sebanyak 29

foto (20%), humerus sebanyak 28 foto (19.31%), elbow/ siku sebanyak 16 foto

(11.03%), wrist joint 12 foto (8.28%), thorax sebanyak 5 foto (3.45%), yang

terakhir adalah region shoulder/ bahu sebanyak 1 foto (0.69%).


BAB VI

PEMBAHASA

6.1 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan umur dan

jenis kelamin.

Penelitian sebelum ini mendapati bahawausia 45 tahun ke bawah lebih

sering terjadi fraktur dan sering pada laki-laki berbanding wanita. Hal ini adalah

terkait dengan aktivitas seperti pekerjaan, olahraga, atau disebabkan oleh

kecelakaan kenderaan bermotor.Bagi kelompok usia lanjut fraktur lebih sering

terjadi pada wanita disebabkan oleh faktor hormon saat menopause seterusnya

osteoporosis (Bruder, 2011). Oleh itu, mayoritas dari penderita fraktur dalam

penelitian ini berada pada kelompok umur remaja dan dewasa yaitu 12-45 tahun

serta didominasi oleh laki- laki atas sebab aktifitas rutin yang lebih beresiko

terjadi trauma dan menyebabkan fraktur.

6.2Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan lokasi fraktur.

Hasil penelitian mendapati ekstremitas atas yang paling sering terjadi

fraktur adalah os radius bagian distal diikuti os phalangs dan seterusnya os

humerus.Fraktur ekstremitas atas yang paling sedikit terjadi fraktur adalah di os

karpal.

Berdasarkan estimasi penelitian Bruder et al (2011),akibat populasi yang

menua, jumlah yang paling banyak fraktur pada anggota tubuh bagian atas yang

umum yaitu fraktur humerus proksimal dan fraktur radius distal diperkirakan akan

meningkat sekitar 10% setiap lima tahun sampai 2036.Hal ini membuktikan

bahawa bagian os radius distal sering dan mudah untuk terjadinya fraktur.Fraktur
radius distal dihasilkan saat dorsofleksi pergelangan tangan bervariasi antara 40
dan 90 derajat..Posisi jatuh terentang dengan komposisi tulang kortikalyang

semakin menipis di radius bagian distal memudahkan lagi terjadinya fraktur

(Thompson, 2010).

Fraktur karpal adalah yang paling sedikit didapatkan.Hasil menunjukkan

cuma satu tulang karpal yang terjadi fraktur yaitu os hamatum dan turut disertai

fraktur metakarpal V. Insiden fraktur os hamatum adalah yang ke-5 tersering dari

8 tulang karpal per tangan (Kenneth et al, 2015).Os karpal yang paling tinggi

insiden frakturnya adalah os skafoid.Diagnosis fraktur hamate biasanya dapat

dilakukan berdasarkan proyeksi PA pada region pergelangan

tangan.Walaubagaimanapun, CT scan adalah tes radiografi terbaik untuk

memvisualisasikan fraktur. Fraktur os hamatumharus bisa dibedakan dengan

oshamulus proprium, yang merupakan pusat ossifikasi yang telah gagal untuk

menyatu (Kenneth et al, 2015).

6.3 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan tipe/ jenis

fraktur.

Fraktur komplit adalah yang terbanyak dalam penelitian ini.Hal ini karena

rata-rata penderita dalam kalangan remaja hingga dewasa, yang mana struktur

tulangnya beda dengan anak. Maka, kejadian fraktur akibat trauma biasanya

menyebabkan terputusnya kontinuitas tulang secara komplit.Tipe fraktur komplit

yang terbanyak adalah kominutif yang mana butuh waktu yang lebih lama untuk

menyatu karena terjadi kerosakan jaringan lunak dan bersifat tidak stabil.Fraktur

avulsi pula terjadi apabila fragmen tulang mungkin avulsed (ditarik-off) pada

penyisipan ligamen atau tendon pada usia berapa pun. Padausia remaja, ini adalah
pusat pertumbuhan aksesori (apophyses) yang sangat rentan untuk terjadi cedera

avulsi. Hasil penelitian menunjukkan fraktur avulsi paling banyak di processus

styloideus ulna, dan basis metakarpal.

Terdapat 5 fraktur inkomplit dari hasil penelitian yang terdiri dari

inkomplit dan bowing.Bowing merupakan antara fraktur yang terjadi pada anak,

kerna pola cedera tulang pada anak agak berbeda dengan orang dewasa karena

tulangnya lebih elastis dan kurang rapuh (Davies, 2002).Namun, hasil penelitian

menunjukkan fraktur bowing juga dialami oleh remaja awal.

Fraktur dengan komplikasi seperti non- union, malunion, delayed union

turut menjadi hasil penelitian. Non union biasanya terjadi akibat delayed union

yang terlalu lama. Malunion dikatakan sering disertai dengan pemendekan

(shortening), tetapi fraktur dengan malunion dalam hasil penelitian tidak

dinyatakan adanya pemendekan.Fraktur union pula merupakan kasus fraktur yang

sedang dalam perbaikan untuk tercantum kembali.

Fraktur pada anak berdasarkan klasifikasi Salter- Harris, yang sering

melibatkan daerah growth plate (physis), adalah disebabkan karena daerah zona

hipertrofi (provisional kalsifikasi) yang lemah dan merupakan zona untuk

degenerasi, dan oleh karena itu,rentan terhadap trauma. Cedera yang paling umum

(75%) adalah Salter-Harris Type 2 dengan pemisahan pertumbuhan piring dan

fraktur yang membentang secara proksimal untuk melibatkan sebagian metafisis.

Manakala hasil penilitian mendapatkan 2 fraktur Salter-harris tipe 1; shift/ slipped

fraktur pada physis tulang (UITH Surgery, 2013).Fraktur pada skapula pula

diidentifikasi menggunakan klasifikasi Ideberg, dan hasil penelitian terdapat 1

fraktur di fossa glenoid dengan tipe II yaitu transversal atau oblique.Fraktur


Colles dan Smith pada distal radius yang mana disertai displacement turut

menjadi hasil penelitian.

6.4 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan deformitas

kejadian fraktur.

Hasil penelitian menunjukkan bahawa fraktur pada radius sering diserta

dengan deformitas.Pesakit biasanya hadir dengan deformitas pergelangan tangan

yang berubah-ubah dan displacement tangan berhubung dengan wrist (dorsal di

Colles atau patah Barton dorsal dan volar dalam fraktur jenis Smith atau volar

Bartons). Pergelangan tangan biasanya bengkak dengan ekimosis, tenderness, dan

terdapat rentang pergerakan yang menyakitkan.

Menurut Wong et al (2015), fraktur yang sangat umum terlihat

dalamdepartemen darurat, fraktur Colles, dinamai ahli bedahAbraham Colles,

mengacu pada transversal ekstra-artikularfraktur radius distal dengan perpindahan

dorsaldari fragmen radial distal. Oleh itu, penilaian neurovaskular yang teliti perlu

dilakukan, dengan perhatian khusus kepada fungsi saraf median.Gejala kompresi

pada terowong karpal adalah biasa (13% hingga 23%) kerana daya tarikan semasa

memaksa hiperekstensi pergelangan tangan, trauma langsung dari serpihan patah,

pembentukan hematoma, atau tekanan kompartemen bertambah.

6.5 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan regio dan

proyeksi X-ray konvensional.

Hasil menunjukkan bahawa proyeksi atau view yang sering dilakukan

adalah AP/ Lateral, dan regio terbanyak adalah pada antebrachii, oleh karena

kejadian fraktur yang meninggi pada os radius dan os ulna. Wong et al, (2015),
menyatakan AP dan lateral x-rays selalunya cukup untuk diagnosis fraktur Colles

dan juga Smith yang khusus terjadi pada distal radius. Suatu proyeksi oblique

pada pergelangan tangan (wrist) boleh membantu dalam penilaian penglibatan

fraktur permukaan artikular dan bolehpembantu dalam pencirian DRUJ.

6.6 Distribusi penderita fraktur ekstremitas atas berdasarkan osteomyelitis.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, kesemua fraktur yang didapatkan adalah

tanpa penampakan osteomyelitis atau non-osteomyelitis.Osteomyelitis adalah

destruksi yang terjadi pada tulang akibat infeksi bakteri melalui pembuluh darah

ataupun jaringan tubuh.Pada orang dewasa biasanya didapatkan melalui fraktur

terbuka atau operasi apapun yang mempengaruhi tulang atau jaringan sekitar

(Juutilainen, 2011).
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Setelah dijalankan penelitian mengenai karakteristik gambaran X-ray

konvensional pada penderita fraktur ekstremitas atas, periode Januari hingga Juli

2017 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Total fraktur ekstremitas atas termasuk os skapula, os humerus, os

radius, os ulna, os karpal, os metakarpal dan os phalangs, yang terjadi

sepanjang periode Januari- Juli 2017 adalah sebanyak 209 fraktur .

2. Lokasi yang paling sering terjadinya fraktur adalah os radius distal.

3. Fraktur os radius distal sering disertai deformitas.

4. Tipe fraktur terbanyak adalah fraktur komplit tipe kominutif.

5. Semua kasus fraktur yang didata tidak disertai osteomyelitis (non-

osteomyelitis).

6. Regio antebrachii merupakan regio terbanyak dilakukan foto x-ray

konvensional
7.2 Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik gambaran X-ray

konvensional pada penderita fraktur ekstremitas atas, periode Januari hingga Juli

2017 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, terdapat beberapa saran

yang dapat diberikan agar penelitian seperti ini dapat diperbaiki di masa akan

datang. Antara saran yang dapat diberikan adalah:

1. Data di bagian radiologi ditulis dengan lebih lengkap terutama

tipe fraktur yang dialami oleh setiap pasien.

2. Setiap dokter diharapkan berkompetensi untuk menilai

karakteristik fraktur pada pembacaan X-ray konvensional

sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang tepat pula.

3. Tatalaksana yang diberikan yaitu operatif atau non- operatif

terhadap pasien diharapkan kurang atau tidak menyebabkan

komplikasi.

4. Evaluasi klinis yang baik dari setiap dokter bagi menilai

fraktur yang dihadapi oleh pasien, terutama fraktur radius

distal kerna banyak terjadi.

5. Penelitian ke depan dilakukan dengan turut mengambil data

dislokasi pada radius dan ulna, supaya dapat mengklasifikasikan

fraktur Monteggie dan Galeazzi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.

Jakarta: Widya Medika.

2. Audige, L. et al. 2005. A Concept for the Validation of Fracture

Classifications. J Ortho Trauma. 19: 6.

3. Bruder, A., Taylor, N. F., Dodd, K. J., & Shields, N. 2011. Exercise

Reduces Impairment and Improves Activity in People After Some Upper

Limb Fractures: A Systematic Review. Journal of Physiotheraphy. 57: 71-

82.

4. Chris Tanto, et al. 2014.Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Media

Aesculapius.

5. Cross, W. W., & Swiontkowski, M. F. 2008. Treatment principles in the

management of open fractures. Indian Journal of Orthopaedics, 42(4),

377–386.

6. Davies A. M , Pettersson H. 2002. The WHO manual of diagnostic

imaging: Radiographic Anatomy and Interpretation of the

Musculoskeletal System. World Health Organizationin collaboration with

theInternational Society of Radiology.

7. Djamal, R., Rompas, S., dan Bawotong, J. 2015. Pengaruh Terapi Music

Terhadap Skala Nyeri pada Pasien Fraktur di Irina A RSUP Prof. R.D.

Kandou Manado. e-Journal Keperawatan (eKp). Vol.3, No.2: 1-6.

8. Juutilainen V. 2011. Postraumatic osteomyelitis. Suomen Ortopedia ja

Traumatologia. Vol. 34: 38-41.


9. Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval & Joseph D. Zuckerman.

2015.Handbook of fractures5th edition. Philadelphia: Walters Kluwer

Health.

10. Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N., & Aster, J. C. 2010. Robbins and

Cotran Pathologic Basis of Disease 8th Edition. Philadelphia: Saunders

Elsevier.

11. Mahartha G. R. A, Maliawan S., Kawiana K. S. nd. Manajemen Fraktur

pada Trauma Muskuloskeletal.

12. Mediarti, D., Rosnani dan Seprianti, S. M. 2015. Pengaruh Pemberian

Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas

Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun 2012. Jurnal Kedokteran dan

Kesehatan. Vol. 2, No. 3: 253-260.

13. Nahum, A., Melvin, J. 1993.Accidental injury, Springer-Verlag, New

York.

14. OpenStax College. 2013.Anatomy & Physiology. OpenStax College.

15. Pearson Education. 2004. Benjamin Cummings.

16. Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT.

GramediaPustaka Utama. Jakarta.

17. Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

ProsesPenyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

18. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh

Agung Waluyo (dkk), EGC, Jakarta.

92
19. Solomon & Appley, A.G. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley.

Jakarta:Widya Medika.

20. Thieme, S. & Wingren, M. 2009. Understanding Fracture Mechanisms Of

The Upper Extremities In Car Accidents.

21. Thompson Jon C. 2010. Netter‟s Consice Orthopaedic Anatomy. 2nd Ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier.

22. Triono, P. dan Murinto. 2015. Aplikasi Pengolahan Citra untuk

Mendeteksi Fraktur Tulang dengan Metode Deteksi Tepi Canny. Jurnal

Informatika. Vol. 9, No. 2: 1115- 1123.

23. UITH Surgery 2013. Fracture Classification in Orthopaedics.

24. Wong P K W, Hanna T N, Shuaib W, Sanders M S, Khosa Faisal. 2015.

Upper Extremity Fracture Eponyms (Part 1).International Journal of

Emergency Medicine. 8: 27.

Anda mungkin juga menyukai