Disusun Oleh :
WILLY WAHYU WIJAYA
1801128
Mengetahui
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
ii
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Teknik Pemeriksaan Radiografi Ossa Pedis pada Kasus Post Jatuh di Instalasi
Radiologi RSUD AMBARAWA”.
Laporan ini dibuat untuk mengetahui Teknik Pemeriksaan Radiografi Ossa
Pedis pada Kasus Post Jatuh juga untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja
Lapangan (PKL) I.
Saya menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat
kekurangan, untuk itu saya mohon saran dan masukan dari semua pihak. Saya
berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
iii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................1
iv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi Ossa Pedis pada kasus
post jatuh di Instalasi Radiologi RSUD AMBARAWA ?
1.2.2 Mengapa teknik pemeriksaan radiografi Ossa Pedis pada kasus
post jatuh di Instalasi Radiologi RSUD AMBARAWA pada
proyeksi AP arah sinar tidak disudutkan ?
Manfaat praktis yang dapat diambil dari penulisan laporan kasus ini
2
BAB II DASAR TEORI
Keterangan :
1. Phalanges
2. Caput
3. Metatarsals
4. Basis
5. Os cuneiform laterale
6. Os cuneiform
intermedium
7. Os cuneiform mediale
8. Tuberositas ossis
metatarsal V
9. Os cuboideum
10. Os naviculare
11. Corpus cuboideum
12. Caput tali
13. Collum tali
14. Corpus tali
15. Tuber calcanei
3
Metatarsals digiti I merupakan yang paling pendek dan tebal.
Sedangkan metatarsals digiti II merupakan yang paling panjang.
Pada base dari metatarsals digiti V terdapat prominent tuberosity
yang biasanya sering terjad fraktur,
2.1.3 Tarsals
Ossa Pedis bagian proksimal terdiri dari 7 tarsals, yaitu calcaneus,
talus, navicular, cuboid, medial cuneiform, intermediate cuneiform,
dan lateral cuneiform.
4
2.3 Teknik Pemeriksaan Radiografi Ossa Pedis (Bontrager, 2014)
2.3.1 Pengertian
Pemeriksaan radiografi Ossa Pedis merupakan suatu teknik
pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan sinar-x pada
Ossa Pedis untuk melihat anatomi maupun kelainan-kelainan pada
Ossa Pedis.
2.3.2 Persiapan Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus, hanya melepas benda-benda yang
dapat menimbulkan artefak seperti gelang kaki.
b. Persiapan Alat dan Bahan
1) Pesawat sinar-x
2) Marker
3) Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm
4) Gonald shield
5) Apron
2.3.3 Proyeksi pemeriksaan Ossa Pedis
A. Proyeksi Antero Posterior (AP) Axial
1) Posisi Pasien
Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kedua
tangan rileks di samping tubuh.
2) Posisi Objek
a) Mengatur kaki yang akan diperiksa fleksi dan kaki yang
lain ekstensi
b) Mengatur bagian plantar pedis yang diperiksa
menempel pada Image Receptor (IR)
c) Mid Sagital Plane (MSP) pedis berada pada
pertengahan Image Receptor (IR)
5
d) Memastikan tidak ada rotasi pada kaki dengan memberi
arahan kepada pasien agar dalam keadaan rileks untuk
menghindari pergerakan
3) Central Ray (CR)
a) Sudut CR 10 derajat chepalad
b) CR berada pada pertengahan Image Receptor (IR)
4) Source Image Distance (SID) : 40 inchi (102 cm)
5) Central Point (CP) : Pada base metatarsal digiti III
6) Faktor Eksposi : 60 kVp dan 2 mAs (non grid)
7) Kriteria radiograf :
a) Tampak Phalanges digiti I-V, metatarsal, navicular,
cuneiform, dan cuboid
b) Tidak ada rotasi dibuktikan dengan jarak yang hampir
sama antara metatarsal II-V
c) Intertarsal joint space antara cuneiforms pertama dan
kedua harus tampak
6
B. Proyeksi Oblique
1) Posisi Pasien
Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kedua
tangan rileks di samping tubuh.
2) Posisi Objek
a) Mengatur kaki yang akan diperiksa fleksi dan kaki yang
lain ekstensi
b) Merotasikan kaki ke arah medial, sehingga plantar
pedis membentuk sudut 30o-40o
c) Memastikan tidak ada rotasi pada kaki dengan memberi
arahan kepada pasien agar dalam keadaan rileks untuk
menghindari pergerakan
3) Central Ray (CR)
a) CR vertical tegak lurus terhadap Image Receptor (IR)
b) CR berada pada pertengahan Image Receptor (IR)
4) Source Image Distance (SID) : 40 inchi (102 cm)
5) Central Point (CP) : Pada base metatarsal digiti III
6) Faktor Eksposi : 60 kVp dan 2 mAs (non grid)
7) Kriteria radiograf :
a) Tampak distal phalanges sampai posterior calcaneus
serta proksimal talus
7
b) True oblique ditunjukkan dengan metatarsal digiti III-V
tidak superposisi
c) Metatarsal digiti I dan II harus bebas dari
superimposisi, kecuali pada daerah base
d) Tuberositas pada dasar metatarsal digiti V tervisualisasi
e) Joint space disekitar cuboid dan sinus tarsi terbuka,
ditunjukkan dengan baik saat kaki diposisikan miring
dengan benar
C. Proyeksi Lateral
1) Posisi Pasien
Pasien lateral recumbent di atas meja pemeriksaan dengan
kaki yang tidak diperiksa ditekuk kebelakang
2) Posisi Objek
a) Memfleksikan pedis sehingga membentuk sudut 90o
terhadap ossa cruris
b) Bagian lateral pedis menenpel pada Image Receptor
(IR)
c) Memastikan tidak ada rotasi pada kaki dengan memberi
arahan kepada pasien agar dalam keadaan rileks untuk
menghindari pergerakan
3) Central Ray (CR)
a) Vertical tegak lurus terhadap Image Receptor (IR)
b) CR berada pada pertengahan Image Receptor (IR)
4) Source Image Distance (SID) : 40 inchi (102 cm)
5) Central Point (CP) : Pada base metatarsal digiti III
(medial cuneiform)
6) Faktor Eksposi : 60 kVp dan 2 mAs (non grid)
8
Gambar 2.7 Hasil radiograf proyeksi Lateral
(Ballinger, 2003)
7) Kriteria radiograf :
a) Tampak gambaran lateral pedis serta daerah distal os
tibia dan fibula
b) True lateral ditunjukka dengan tibiotalar joint terbuka,
distal fibula superimposisi oleh posterior tibia, dan
superimposisi distal metatarsal
9
2.4.2 Proteksi bagi petugas
a. Tidak menggunakan berkas sinar–x yang mengarah ke petugas
b. Berlindung dibalik tabir saat melakukan eksposi
c. Menggunakan alat monitoring radiasi secara continue selama
bertugas
2.4.3 Proteksi bagi masyarakat umum
a. Pintu pemeriksaan tertutup rapat
b. Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X keruangan umum
c. Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke ruang
pemeriksaan
d. Apabila diperlukan orang lain untuk membantu jalannya
pemeriksaan, orang tersebut harus menggunakan apron
10
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
11
Pada dasarnya pemeriksaan Ossa Pedis tidak ada persiapan
khusus, hanya melepas benda-benda yang dapat menimbulkan
artefak seperti gelang kaki. Selain itu, sebelum pemeriksaan
petugas harus memberitahu prosedur pemeriksaan kepada pasien
agar tidak terjadi kesalahpahaman dari pasien tersebut.
3.3.3 Teknik Pemeriksaan
a. Ossa Pedis Proyeksi AP
1) Posisi Pasien
Pasien duduk di atas meja pemeriksaan dengan kedua
tangan rileks di samping tubuh.
2) Posisi Objek
a) Mengatur kaki yang akan diperiksa fleksi dan kaki yang
lain ekstensi
b) Mengatur bagian plantar pedis yang diperiksa
menempel pada Image Receptor (IR)
c) Mid Sagital Plane (MSP) pedis berada pada
pertengahan Image Receptor (IR)
d) Memastikan tidak ada rotasi pada kaki dengan memberi
arahan kepada pasien agar dalam keadaan rileks untuk
menghindari pergerakan
3) Arah datang sinar (CR) : Vertikal tegak lurus
terhadap Image Reseptor
(IR)
4) Titik bidik (CP) : Pada base metatarsal digiti
III
5) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm
6) Ukuran kaset : 24 x 30 cm
7) Eksposi : Saat pasien tidak bergerak
8) Faktor eksposi : 48KV dan 6 mAs (non grid)
12
Gambar 3.1 Hasil radiograf proyeksi AP (Tanpa
penyudutan)
9) Kriteria Radiograf :
a) Tampak Phalanges digiti I-V, metatarsal, navicular,
cuneiform, and cuboid
b) Tidak ada rotasi dibuktikan dengan jarak yang hamper
sama antara metatarsal II-V
c) Intertarsal joint space antara cuneiforms pertama dan
kedua harus tampak
13
c) Memastikan tidak ada rotasi pada kaki dengan memberi
arahan kepada pasien agar dalam keadaan rileks untuk
menghindari pergerakan
3) Central Ray (CR)
a) CR vertical tegak lurus terhadap Image Receptor (IR)
b) CR berada pada pertengahan Image Receptor (IR)
4) Source Image Distance (SID) : 40 inchi (102 cm)
5) Central Point (CP) : Pada base metatarsal digiti III
6) Faktor Eksposi : 60 kVp dan 1,6 mAs (non grid)
7) Kriteria radiograf :
a) Tampak distal phalanges sampai posterior calcaneus
serta proksimal talus
b) True oblique ditunjukkan dengan metatarsal digiti III-V
tidak superposisi
c) Metatarsal digiti I dan II harus bebas dari
superimposisi, kecuali pada daerah base
d) Tuberositas pada dasar metatarsal digiti V tervisualisasi
14
e) Joint space disekitar cuboid dan sinus tarsi terbuka,
ditunjukkan dengan baik saat kaki diposisikan miring
dengan benar.
15
dengan penggunaan proyeksi AP tanpa penyudutan, sudah dapat
memberikan informasi yang cukup untuk menegakkan diagnosa (Post
Jatuh). Alasan lainnya, yaitu untuk efisiensi waktu, dengan arah sinar
tidak disudutkan maka waktu pemeriksaan akan lebih cepat, sehingga
untuk pasien dalam kondisi kegawatdaruratan mendapatkan penanganan
yang cepat. Menurut penulis untuk pemeriksaan Ossa pedis proyeksi AP
sebaiknya arah sinar disudutkan karena Os tarsalia akan terlihat lebih jelas
dan tidak superposisi, selain itu celah cuneiform juga lebih terbuka. Jadi
apaila terdapat fraktur pada bagian tulang tersebut dapat teridentifikasi.
16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Teknik pemeriksaan radiografi Ossa pedis pada kasus post jatuh di
Instalasi Radiologi RSUD AMBARAWA menggunakan proyeksi AP
(arah sinar tidak disudutkan) dan proyeksi Oblique
2. Alasan mengapa teknik pemeriksaan radiografi Ossa Pedis pada kasus
post jatuh di Instalasi Radiologi RSUD AMBARAWA pada proyeksi
AP tidak dilakukan penyudutan, yaitu sudah dapat memberikan
informasi yang cukup untuk menegakkan diagnosa dan waktu
pemeriksaan akan lebih cepat
4.2 Saran
Untuk pemeriksaan Ossa pedis proyeksi AP sebaiknya arah sinar
disudutkan karena Os tarsalia akan terlihat lebih jelas dan tidak
superposisi, selain itu celah cuneiform juga lebih terbuka. Jadi apabila
terdapat fraktur pada bagian tulang tersebut dapat terlihat jelas.
17
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC
Poorwo, Sumarmo S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
18