Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PERALATAN RADIOLOGI III

DIGITAL DIRECT RADIOGRAPHY (DDR)

Di susun oleh :

Nabila Quasimah P2.31.38.1.16.029

Nadhifa Allya Tsana P2.31.38.1.16.030

Nur’aini P2.31.38.1.16.032

DIV TEKNIK ELEKTROMEDIK

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas rahmat dan

karunia-Nyalah tugas makalah Praktek Peralatan Radiologi III yang berjudul

“Digital Direct Radiografi” terselesaikan tepat waktunya. Shalawat serta salam

semoga tetap tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad saw, keluarga,

sahabat, tabi’in, tabi’at, serta mudah-mudahan sampailah kepada kita selaku

umatnya yang beriman.

Makalah ini diajukan sebagai bagian dari tugas mata kuliah Praktek

Peralatan Radiologi III. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini

tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan orang lain.

Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca

umumnya, serta penyusun khususnya.

Jakarta, 20 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 4

1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 6

2.1 Tentang Digital Radiografi ....................................................................... 6

2.2 Teknologi Digital Diagnostik Medis ........................................................ 6

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 9

3.1 Pengertian Digital Radiografi ................................................................... 9

3.2 Komponen Digital Radiografi ................................................................ 10

3.3 Prinsip Pembentukan Gambaran Radiografi .......................................... 15

3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Gambar ........................... 18

3.5 Kelebihan dan Kekurangan Digital Radiography .................................. 25

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 27

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 27

4.2 Saran ....................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penemuan sinar- X merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran

karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian

tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara

konvesional. Perkembangan ilmu teknologi dibidang Radiologi berkembang

begitu pesat, dengan perkembangannya teknologi imaging yang terbukti

sangat membantu diagnosa berbagai macam penyakit, khususnya

radiodiagnostik. Di Indonesia pemamfaatan radiasi untuk bidang kesehatan

khususnya dibidang diagnostik menjadi semakin luas dan penting. Oleh

karena itu berbagai jenis peralatan sinar-X semakin hari semakin berkembang

mulai dari pesawat yang konvesional sampai pesawat yang system

komputerisasi yaitu seperti Computed Radiography (CR).

Sistem Computed Radiography (CR) memanfaatkan kemajuan teknologi

dengan adanya Imaging Plate (IP) sebagai detector digital Photostimulable

Phosphor (PSP) atau storage phosphor screen dalam menggantikan kombinasi

system film Intensifying screen konvesional radiography untuk menghasilkan

citra. Didukung aspek pengolahan citra dengan image reader dalam membaca

Imaging Plate (IP) sehingga data dapat ditampilkan dalam Liquid Crystal

Display (LCD) atau Cathoda Ray Tube (CRT), juga memiliki system

pengolahan citra menggunakan metode dry processing yang merubah data

digital menjadi data analog dengan hasil berupa film laser imaging.

1
Penggunaan Photostimulable Phosphor (PSP) memungkinkan Imaging Plate

(IP) untuk dapat dipakai berulang kali . Salah satu kelebihan citra digital

system CR adalah citra soft copy yang dapat dimanipulasi terang gelap untuk

menghasilkan kontras citra kualitas tinggi. Sedangkan pada penggunaan

konvensional yang dikombinasikan dengan sistim film Intensifying Screen

(IS) tidak dapat dimanipulasi terang gelap (soft copy) sehingga penggunaan

tegangan tinggi (kV) tidak dapat dilakukan. Karakteristik PSP yang memiliki

rentang sensitivitas terhadap paparan sinar-X yang lebar dan aplikasi

perangkat lunak memungkinkan penyesuaian hasil citra terhadap kondisi

eksposi. (Seibert, J.A, 2006).

Suatu unit pesawat sinar-X yang dilengkapi system CR diantaranya harus

mampu memproduksi sinar-X sesuai uji fungsi dan citra yang dihasilkannya

dapat digunakan untuk menegakkan diagnose. Oleh karena itu, semua

perangkat penghasil citra pesawat sinar-X dan system CR harus berfungsi

sesuai standar yang diisyaratkan, sehingga kemampuan kerjanya akan

menentukan apakah sinar-X yang dikeluarkan dari pembangkitnya akan

berguna untuk diagnosa suatu penyakit atau tidak. Jika tidak maka dapat

mengakibatkan terjadinya penyinaran ulang yang berarti akan memberikan

dosis yang tidak bermanfaat dan akan merugikan pihak terkait dalam

pemeriksaan terutama pasien yang diperiksa. Dengan dasar ini peneliti

melakukan pemeriksaan thorax dengan faktor eksposi yaitu teknik tegangan

tinggi (kV) dan teknik tegangan standar (kV) dimana pesawat sinar-X yang

dilengkapi dengan Computed Radiography harus mampu memproduksi sinar-

2
X untuk menghasilkan kontras foto kualitas tinggi yang digunakan untuk

menegakkan diagnosa.

Salah satu kuantitas radiasi yang sering digunakan dalam acuan batasan

dosis adalah pengukuran dosis masuk permukaan atau yang lebih umum di

kenal dengan ESD (Entrance Surface Dose) yang dapat diperoleh melalui

pengukuran langsung menggunakan TLD (Thermoluminecence Dosimeter)

dan pengukuran tidak langsung. (DeWerd, L.A, Bartol L., & Davis, S. (n.d).

Thermoluninescence dosimetry.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apa itu Digital Radiografi?

2. Apa saja komponen Digital Radiografi?

3. Bagaimana prinsip pembentukan Gambaran Radiografi?

4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas gambar?

5. Kelebihan dan kekurangan Digital Radiografi

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang Digital Radiografi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui tentang Pengertian Digital Radiografi, Komponen

Digital Radiografi, Prinsip Pembentukan Gambaran Radiografi, Faktor-

3
faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Gambar, dan kelebihan dan

kekurangan Digital Radiografi.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Penulis

Makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan bagi penulis, khususnya mengenai Sistem Komputer. Dan

dapat memberi manfaat untuk mahasiswa/mahasiswi program studi D-

IV Teknik Elektromedik Poltekkes Kemenkes Jakarta II

1.4.2 Pendidikan

Makalah ini diharapkan menjadi kajian pustaka di Poltekkes

Kemenkes Jakarta II program D-IV Teknik Elektromedik, serta dapat

menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa/mahasiswi

program studi D-IV Teknik Elektromedik.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP berisi tentang

Digital Radiografi dan Teknologi Digital Diagnostik Medis.

BAB III ISI berisi tentang Pengertian Digital Radiografi,

4
Komponen Digital Radiografi, Prinsip Pembentukan Gambaran

Radiografi, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Gambar

dan kelebihan dan kekurangan Digital Radiografi.

BAB IV PENUTUPAN berisi tentang kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tentang Digital Radiografi

Radiografi digital adalah modalitas radiologi diagnostik yang

menggunakan sinar-x untuk memperoleh citra planar digital daripada struktur

internal suatu bagian tubuh pasien.

Radiografi Digital dalam panduan ini mencakup citra digital hasil dari

proses scanning film, direct digital radiography menggunakan

tabung/sungkup fluoroskopi, computer radiografi (CR), direct digital

radiography (DDR) yang menggunakan Flat Detector Array. Radiografi

digital digunakan untuk pemeriksaan konvensional dan non konvensional,

baik pada unit radiologi atau unit lain sepanjang kompetensi radiologi

diagnostik diperlukan. Proses radiografi digital dapat dilakukan oleh

radiografer atau tenaga kesehatan yang sudah memperoleh pelatihan yang

sesuai. Proses penjaminan mutu dilakukan oleh Fisika Medik dalam rangka

memastikan kualitas citra yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan

kelayakan diagnostik. Radiologist bertugas melakukan proses diagnose,

sedangkan teknisi Elektro Medik melakukan perbaikan dan kalibrasi alat.

2.2 Teknologi Digital Diagnostik Medis

Teknologi diagnostik medis yang digunakan oleh unit radiologi di rumah

sakit modern sudah cenderung bergeser dari teknologi analog berbasis film

menjadi teknologi digital (filmless). Namun, prinsip radiografi sinar-x sendiri

6
relatif tidak banyak berubah. Beberapa cara aplikasi filmless radiography

dapat ditempuh, antara lain dengan teknik digitisasi film radiografi atas

prinsip densitas optik (optical densitometry) mekanik hingga ke bentuk

pemayaran digital menggunakan flatbed scanner. Kemudian dengan

melakukan proses konversi citra fluoroskopi, DR (Direct Radiography),

dengan menggunakan flat detektor yang telah dilengkapi dengan sistem

konversi digital. Perbandingan kinerjanya dapat dianalisis dengan metode

seperti yang dilakukan oleh Bianchi, et. al.

Variasi proses konversi tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya

masing-masing. Setidaknya, ada perbedaan kontras antara sebuah proses

radiografi tidak langsung, yang diwakili oleh keempat teknik digitisasi

pertama, relatif terhadap teknik digitisasi berbasis flat detektor. Keempat

teknik radiografi pertama cenderung berbasis pada proses konversi analog ke

digital. Proses demikian akan tergantung pada resolusi spatial (ukuran matriks

citra), resolusi dinamik (bit/piksel), waktu konversi (kecepatan akusisi) dan

proses manipulasi citra (image processing). Jadi, keempat teknik tersebut

lebih cenderung dapat disebut sebagai Computerized Radiography.

Sebaliknya, dengan sistem flat detektor, proses digitisasi dan manipulasi

dapat dikatakan langsung terjadi. Dengan adanya dukungan teknologi

microchip dan nanotechnology, proses itu kemudian menjadi landasan bagi

perkembangan Computed Radiography, dimana proses akusisi, filtering dan

manipulasi citra dapat dilakukan secara langsung.

Alat-alat berbasis Computed Radiography relatif masih baru dan harga

unit sistemnya relatif mahal di Indonesia. Biaya operasionalnya juga relatif

7
tinggi karena sel detektor atau elemen detektor relatif mudah mengalami

kerusakan akibat terjangan radiasi sinar-x secara terus-menerus. Karena itu,

alternatif investasi teknologi radiografi yang cukup baik adalah dengan

mengembangkan teknologi digitisasi berbasis X-Ray Intensifying Screen

(XRIS). Keunggulannya adalah bahwa unit pendigitisasinya semata-mata

merupakan suatu konversi bayangan obyek akibat disinari sinar-x pada layar

pendar CsI (TI) yang difokuskan ke suatu bidang gambar pendaran. Gambar

pada gambar pendaran tersebut kemudian ditangkap oleh suatu sistem optik

untuk selanjutnya diubah menjadi sinyal digital.

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Digital Radiografi

Digital radiografi adalah sebuah bentuk pencitraan sinar-X, dimana

sensor-sensor sinar-X digital digunakan untuk menggatikan film fotografi

konvensional. Dan processing kimiawi digantikan dengan sistem komputer

yang terhubung dengan monitor atau laser printer.

Prinsip kerja Digital Radiography (DR) pada intinya menangkap sinar-X

tanpa menggunakan film. Sebagai ganti film sinar X, digunakan sebuah

penangkap gambar digital untuk merekam gambar sinar X dan mengubahnya

menjadi file digital yang dapat ditampilkan atau dicetak untuk dibaca dan

disimpan sebagai bagian rekam medis pasien.

Gambar 3.1 Digital Radiography System

9
3.2 Komponen Digital Radiografi

Sebuah sistem digital radiografi terdiri dari 4 komponen utama, yaitu X-

Ray Source, Image Receptor, Analog to Digital Converter, Komputer, dan

Output Device.

A. X-ray Source

Sumber yang digunakan untuk menghasilkan X-ray pada DR sama

dengan sumber X-ray pada Coventional Radiography. Oleh karena

itu, untuk merubah radiografi konvensional menjadi DR tidak perlu

mengganti pesawat X-ray.

Gambar 3.2 X-Ray Source

B. Image Receptor

Detektor berfungsi sebagai Image Receptor yang menggantikan

keberadaan kaset dan film. Ada dua tipe alat penangkap gambar

digital, yaitu Flat Panel Detectors (FPDs) dan High Density Line

Scan Solid State Detectors.

10
Gambar 3.3 Image Receptor

1) Flat Panel Detectors (FPDs)

FPDs adalah jenis detektor yang dirangkai menjadi sebuah panel

tipis. Berdasarkan bahannya, FPDs dibedakan menjadi dua,

yaitu :

a) Amorphous Silicon

Amorphous Silicon (a-Si) tergolong teknologi penangkap

gambar tidak langsung karena sinar-X diubah menjadi

cahaya. Dengan detektor-detektor a-Si, sebuah sintilator pada

lapisan terluar detektor (yang terbuat dari Cesium Iodida atau

Gadolinium Oksisulfat), mengubah sinar-X menjadi cahaya.

Cahaya kemudian diteruskan melalui lapisan photoiodida a-

Si dimana cahaya tersebut dikonversi menjadi sebuah sinyal

keluaran digital. Sinyal digital kemudian dibaca oleh film

transistor tipis (TFT’s) atau oleh Charged Couple Device

(CCD’s). Data gambar dikirim ke dalam sebuah computer

untuk ditampilkan. Detektor a-Si adalah tipe FPD yang

paling banyak dijual di industri digital imaging saat ini.

11
b) Amorphous Selenium (a-Se)

Amorphous Selenium (a-Se) dikenal sebagai detektor

langsung karena tidak ada konversi energi sinar-X menjadi

cahaya. Lapisan terluar dari flat panel adalah elektroda bias

tegangan tinggi. Elektrode bias mempercepat energi yang

ditangkap dari penyinaran sinar X melalui lapisan selenium.

Foton-foton sinar-X mengalir melalui lapisan selenium

menciptakan pasangan lubang elektron. Lubang-lubang

elektron tersebut tersimpan dalam selenium berdasarkan

pengisian tegangan bias. Pola (lubang-lubang) yang terbentuk

pada lapisan selenium dibaca oleh rangakaian TFT atau

Elektrometer Probes untuk diinterpretasikan menjadi citra.

2) High Density Line Scan Solid State device

Tipe penangkapan gambar yang kedua pada DR adalah High

Density Line Scan Solid State device. Alat ini terdiri dari

Photostimulable Barium Fluoro Bromide yang dipadukan

dengan Europium (BaFlBr:Eu) atau Fosfor Cesium Bromida

(CsBr).

Detektor fosfor merekam energi sinar-X selama penyinaran dan

dipindai (scan) oleh sebuah dioda laser linear untuk

mengeluarkan energi yang tersimpan yang kemudian dibaca

oleh sebuah penangkap gambar digital Charge Coupled Devices

(CCD’s). Image data kemudian ditransfer oleh Radiografer

12
untuk ditampilkan dan dikirim menuju work stasion milik

radiolog.

C. Analog to Digital Converter

Komponen ini berfungsi untuk merubah data analog yang

dikeluarkan detektor menjadi data digital yang dapat

diinterpretasikan oleh komputer.

Gambar 3.4 Analog to Digital Converter

D. Komputer

Komponen ini berfungsi untuk mengolah data, manipulasi

image, menyimpan data-data (image), dan menghubungkannya

dengan output device atau work station.

13
Gambar 3.5 Komputer Radiografi

E. Output Device

Sebuah sistem digital radiografi memiliki monitor untuk

menampilkan gambar. Melaui monitor ini, radiografer dapat

menentukan layak atau tidaknya gambar untuk diteruskan

kepada work station radiolog.

Selain monitor, output device dapat berupa laser printer apabila

ingin diperoleh data dalam bentuk fisik (radiografi). Media yang

digunakan untuk mencetak gambar berupa film khusus (dry

view) yang tidak memerlukan proses kimiawi untuk

mengasilkan gambar.

Gambar yang dihasilkan dapat langsung dikirimkan dalam

bentuk digital kepada radiolog di ruang baca melalui jaringan

work station. Dengan cara ini, dimungkinkan pembacaan foto

melaui teleradiology.

14
Gambar 3.6 Output Device

3.3 Prinsip Pembentukan Gambaran Radiografi

1. Computed radiography menggunakan imaging plate (IP) terbuat dari

phosphor sebagai media pengumpul gambar pengganti x-ray film,

diletakan dalam imaging plate cassette (IP cassette).

Gambar 3.7 Imaging Plate (IP)

2. Image plate yang telah dieksposi selanjutnya dimasukan dalam reader unit,

dengan laser scanner hasil eksposi pada image plate dibaca dan diubah

menjadi signal digital yang selanjutnya ditampilkan pada monitor

komputer.

15
Gambar 3.8 Reader Unit

3. Gambar ditampilkan dengan monitor komputer yang didukung oleh

software khusus untuk medical imaging sehingga gambar bisa diperbaiki

pada tampilannya yang bertujuan untuk memudahkan menegakkan

diagnosa suatu penyakit.

Gambar 3.9 Monitor Komputer Radiografi

4. Gambar dapat disimpan dalam bentuk hasil cetak seperti halnya x-ray film,

juga memungkinkan untuk disimpan dalam hard disk, compact disk, floppy

disk atau media penyimpanan digital lainnya.

16
Gambar 3.11 Hasil Gambaran Radiografi

Dalam Bentuk Film

Gambar 3.12 Hasil Gambaran Radiografi

Dalam Bentuk Digital

17
3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Gambar

1. Imaging Plate Artefak

a. Artefak yang disebabkan oleh Retakan atau goresan pada Imaging

Plate.

Ketika Imaging plate melewati plate reader, IP menekuk sehingga hal

ini dapat menyebabkan rentannya IP terhadap retakan, retakan ini

biasanya muncul pertama kali ditepi IP, dimana umumnya tidak

mengganggu klinis gambar, apabila retakan ini berada pada tengah IP

maka hal ini akan mengganggu klinis gambar.

Gambar 3.13 Gambar Imaging Plate


Artefak
Gambaran radiograf dari metacarpal di atas menunjukan adanya retakan

yang ditunjuk oleh anak panah warna putih yang tampak di tepi IP,

tidak menggangu klinis dari radiograf karena berada di luar daerah

anatomis dan semakin lama retak pada tepi akan menuju daerah pusat

IP yang ditunjukan oleh panah hitam hal ini akan menggangu klinis

gambar karena menutupi gambaran anatomis yang sebanarnya dari

radiograf. Sehingga dapat mengganggu hasil diagnosa.

18
b. Artefak Karena Benda Asing atau Kotoran

Apabila benda asing di-ekspose pada IP maka dapat memblokir emisi

cahaya ketika di scan oleh laser plate reader akan menyebabkan artefak

putih atau bila dilihat menggunakan warna abu-abu skala normal

presentasi.

Gambar 3.14 Gambar Imaging Plate


Artefak
Pada radiogaf di atas terdapat artefak berupa rambut yang menempel

pada IP, hal yang sama juga sering terjadi karena serpihan dari imaging

plate yang retak dan dapat menimbulkan artefak berupa titik titik putih

pada hasil radiograf dan terjadi di dalam kaset atau menempel pada IP.

c. Artefak Karena Backscatter

Backscatter dapat menyebabkan artefak karena sensitivitas tinggi dari

penyimpanan fosfor. Hamburan dari objek yang berada di belakang

kaset saat mengekspos IP dapat menciptakan gambar dari obyek yang

berada di belakang kaset sehinga menghasilkan artefak.

19
Gambar 3.15 Gambar Imaging Plate
Artefak
Garis hitam pada radiogaf upper-abdomen disebabkan oleh pancaran

backscatter yang melewati belakang kaset, karena adanya retakan pada

timbal yang berada di bawah kaset sehingga yang tidak mampu

menyerap radiasi dan dibalikkan ke atas imaging plate.

2. Plate Reader Artefak

a. Artefak Karena Pengaturan Penghapusan

Imaging plate akan secara otomatis terhapus setelah dibaca oleh laser

pada plate reader, jika IP tidak digunakan untuk jangka waktu tertentu

maka harus secara manual dihapus, atau menghapus eksposur yang

salah. Dalam kedua kasus diatas, pengaturan penghapusan harus benar

digunakan ketika produsen menyediakan lebih dari satu penghapusan

pilihan. Untuk radiografi eksposur yang salah dalam siklus

penghapusan harus lebih panjang dan harus mengekspos imaging plate

ke cahaya yang lebih kuat dari pada yang diperlukan untuk IP yang

telah digunakan selama beberapa jam. Penghapusan yang tidak lengkap

dapat menghasilkan gambar artefak.

20
Gambar 3.16 Gambar Imaging Reader
Artefak
Radiograf bilateral knee di atas terjadi overlaping diakibatkan keasalah

pada pengaturan penghapusan sebelumnya pada femur keterangan dari

sisa gambaran yang sebelumnya yaitu terlihat gambaran marker pada

pojok kanan atas dari radiograf, tampak gambaran soft tissue berupa

garis yang ditunjukan oleh anak panah hitam, dan tampak garis batas

kolimasi sepanjang batas bawah dari radiograf yang ditunjukan oleh

panah putih

b. Artefak Karena Kotoran

Gambar 3.17 Gambar Artefak Karena


Kotoran

21
Pada radiograf thorax di atas terdapat artefak berupa garis melintang

yang berwarna putih disebabkan oleh kotoran yang menempel pada

light guide di imaging plate reader, light guide mengumpulkan emisi

cahaya dari IP ketika di scaning oleh laser helium neon. Kotoran yang

menempel pada light guide dapat menutupi penyerapan emisi cahaya

dari IP sehingga menimbulkan artefak.

3. Imaging Processing Artefak

a. Pemilihan Kernel Size

Kernel size adalah ukuran inti atau sebagai ukuran standar dari

pengolahan suatu radiograf. Beberapa artefak ditemukan pada

pengolahan gambar yang dihapuskan dan dikontrol dengan standar

pemprosesan parameter dan tergantung kepada tingkat frekuensi spesial

pengolahan diterapkan pada daerah anatomis tertentu. Ketika

menggunakan pengolahan unsharp mask untuk meningkatkan

ketajaman gambar, tampilan dari gambar yang diproses akan bervariasi

tergantung pada pilihan kernel size dan faktor peningkatan frekuensi.

Kesalahan pada parameter seleksi dapat menghasilkan artefak yang

dapat mengganggu diagnosa. Parameter seleksi dapat menghasilkan

artefak yang mengganggu diagnosis khusunya dimana dua struktur

yang sangat berbeda bertemu. Gambar menampilkan jenis artefak dapat

diproses dan tidak harus diulang.

22
Gambar 3.18 Gambar Imaging Processing
Artefak
Imaging processing artefak (a) terjadi ketika penggunaan kernel size

yang terlalu tinggi, di gunakan untuk peningkatan gambar. Beberapa

artefak seperti black halo tampak disekitar prosthesis, dan memberi

kesan bahwa prosthesis itu terlihat longgar (b) gambar yang sama

dengan (a) di proses dengan kernel size yang lebih rendah.

b. Kesalahan Penggunaan Edge Enhancement

Penggunaan Edge enhancement yaitu penguatan pada tepi dimana dua

struktur yang sangat berbeda bertemu.

Gambar 3.19 Gambar Imaging Processing


Artefak
Imaging processing artefak (a) edge enhancement ditingkatkan dari

level standar pada radiogaf thorax pediatric di atas. Hal ini ditandai oleh

23
peningkatan tanda pada paru – paru yang ditunjukkan dengan infiltrat

interstisial (b) Gambar yang sama diproses dengan normal edge

enhancement.

c. Kesalahan Pemilihan Histogramic

Gambar 3.20 Gambar Imaging Processing


Artefak
Pada prosthesis genu ini terjadi penambahan terlalu banyak ekstrem

piksel value pada histogram gambar. Hal ini menghasilkan gambar

dimana perbedaan antara prostesis dan tulang tidak baik ditunjukkan

dengan kata lain ketajaman pada radiograf ini kurang, sehingga dapat

menggangu diagnosa.

4. Artefak Karena Kesalahan Penggunaan Grid.

Karena IP peka terhadap hamburan radiasi, sebuah grid harus

digunakan dalam pencitraan CR dengan tindakan pemeriksaan pada

obyek yang tebal.

24
Gambar 3.21 Gambar Artefak Kesalahan Penggunaan
Grid
Pemilihan frekuensi grid adalah pertimbangan penting. Rendahnya

tingkat garis grid akan menyebabkan moiré pattern yang dapat muncul

pada gambar jika garis grid sejajar dengan pembaca scan lines, moiré

pattern atau garis garis sejajar yang berpola dilihat dalam radiograf

genu diatas disebabkan oleh penggunaan grid dengan tingkat garis grid

kurang dari 33 lines/cm. Untuk menghindari terjadinya artefak ini harus

menggunakan grid dengan tingkat garis grid tidak kurang dari 60

lines/cm yang dalam orientasinya garis grid akan di-scan sejajar oleh

plate reader scan lines.

3.5 Kelebihan dan Kekurangan Digital Radiography

Kelebihan yang dimiliki digital radiography antara lain:

a. Cepat dan efisien karena tidak membutuhkan kamar gelap untuk

pencetakan gambar.

b. Hasil lebih akurat.

25
c. Sistem sinar-X (pesawat) dapat tetap digunakan dengan dilakukan

moifikasi.

d. Tidak membutuhkan ahli komputer karena perangkat lunak yang

digunakan untuk mengatur image mudah digunakan.

e. Angka penolakan film dapat ditekan.

f. Dapat digunakan untuk radiografi mobile X-Ray unit dengan detektor

digital (flat digital).

Kekurangan digital radiography antara lain :

a. Dibutuhkan dana yang besar untuk mengganti fasilitas radiografi

konvensional menjadi digital.

b. Kesalahan faktor eksposi yang terlalu parah tidak dapat diperbaiki.

c. Walaupun diklaim dapat mengurangi dosis yang diterima pasien,

digital radiografi justru lebih sering meningkatkan dosis pasien, karena

 Over eksposure tidak akan terdeteksi (dapat dikurangi dengan

mudah dalam proses komputer). Sehingga radiografer

cenderung menambah faktor eksposi.

 Pengulangan pemeriksaan (sebelum dicetak) tidak akan

menambah jumlah film yang digunakan, sehingga menurunkan

tingkat kehati-hatian radiografer.

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Digita Radiograpy adalah suatu bentuk pencitraan sinar-x, dimana


detector panel datar digunakan sebagai pengganti film. Dengan system
DR gambar dapat dilihat di monitor segera setelah akuisi, yang
memakan waktu beberapa detik dan dapat disimpan atau diteruskan
dimanapun mereka dibutuhkan. Seperti gambar-gambar digital,
beberapa salinan data gambar selalu identik.
2. Dalam prinsip kerja DR terdapat 2 tipe penangkapan pada detector,
yaitu penangkapan tidak langsung DR (Indirect), dan langsung
menangkap DR (Direct).
3. Amorphous Selenium (a-Se) adalah FPD perangkat yang dikenal
sebagai “DIRECT DIGITAL RADIOGRAPHY“. Detektor langsung
karena tidak ada konversi energi sinar-X yang terjadi dalam detektor.
Lapisan luar dari detektor ini terdiri dari elektroda bias tegangan
tinggi, yang mempercepat energi yang diambil dari paparan sinar-X
melalui lapisan selenium.
4. Prinsip Kerja a-Se ( Direct Digital Radiography ) adalah Foton sinar-X
yang mengalir melalui lapisan selenium membuat lubang elektron
berpasangan. Pasangan lubang elektron ini mengalir melalui lapisan
selenium berdasarkan potensi muatan tegangan bias. Bertahap, Sebagai
lubang elektron digantikan dengan elektron, muatan resultan pola
dalam lapisan selenium dibacakan oleh sebuah array TFT yang
membentuk gambar file data. Gambar file data dikirim ke komputer
ahli radiologi's workstation untuk diagnosis

27
4.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata smpurna,

kedepannya penulis akan lebih focus dan details dalam menjelaskan

tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang

tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulis juga bisa

untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah

dijelaskan.

28
DAFTAR PUSTAKA

 http://tentangradiologi.blogspot.com/2014/01/sejarah-radiografi-digital.html

 http://yurryelian.blogspot.com/2012/01/tugas-radiografi-nii.html

 http://kristinanaralyawan.blogspot.com/2013/10/perbandingan-konvensional-

cr-computer.html

 http://ejournal.undip.ac.id/index.php/berkala_fisika/article/viewFile/5002/453

 http://teknikelektromedik-medan.blogspot.com/2011/01/digital-

radiografi.html

 http://fera-sun.blogspot.com/2010/12/radiografi.html

 http://blogbabeh.blogspot.com/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo_855.html

29

Anda mungkin juga menyukai