Anda di halaman 1dari 78

ANALISIS KUALITAS CITRA RADIOGRAFI DENGAN

MENGGUNAKAN VARIASI RASIO GRID


DAN KONSTRUKSI GRID

SKRIPSI

JOSUA PARTOGI TAMPUBOLON


130821006

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ANALISIS KUALITAS CITRA RADIOGRAFI DENGAN
MENGGUNAKAN VARIASI RASIO GRID
DAN KONSTRUKSI GRID

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


Sarjana Sains

JOSUA PARTOGI TAMPUBOLON


130821006

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
i

PERSETUJUAN

Judul : Analisis Kualitas Citra Radiografi dengan Menggunakan


Variasi Rasio Grid dan Konstruksi Grid

Kategori : Skripsi
Nama : Josua Partogi Tampubolon
Nomor Induk Mahasiswa : 130821006
Program studi : Sarjana ( S1) FISIKA
Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara

Diluluskan di

Medan, Agustus 2015

Disetujui Oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing,
Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc


NIP. 195510301980031003 NIP. 196212231991031002
ii

PERNYATAAN

ANALISIS KUALITAS CITRA RADIOGRAFI DENGAN MENGGUNAKAN


VARIASI RASIO GRID DAN KONSTRUKSI GRID

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2015

Josua Partogi Tampubolon


130821006
iii

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus Yang Maha
Pengasih yang senantiasa melimpahkan KasihNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Analisis Kualitas Citra Radiografi dengan
menggunakan variasi rasio Grid dan konstruksi Grid “
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
bantuan dari banyak pihak, baik dalam bentuk ide, materi, dorongan semangat serta doa
yang tulus. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M. Sc , selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan selalu memberi
saran dan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA USU.
3. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Si , selaku sekretaris Jurusan FISIKA FMIPA
USU.
4. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Bapak / Ibu Dosen Fisika, Staff dan Pegawai FMIPA USU
6. Bapak Awan pelawi S.Si selaku kepala instalasi radiologi RSU Dr.Pirngadi kota
Medan beserta seluruh kakak dan abang staf radiologi RSU Dr.Pirngadi kota
Medan.
7. Ibu Juliana Sidauruk S.Si selaku staf BPFK Medan atas bantuannya terhadap
peminjaman stepwedge dan densitometer
8. Ibu Josepa ND Simanjuntak, M.Si selaku dosen penguji penulis dan juga sebagai
Kakak yang mengarahkan dan yang banyak memberikan saran, motivasi, demi
kesempurnaan Skripsi ini
9. Orangtuaku, Ayah tercinta, E.E Tampubolon , Ibu tercinta A. Sianturi,
terimakasih atas Semangat, motivasi dan doa yang tidak pernah luput setiap saat
kepada penulis. Adik-adikku yang kusayangi dimana sama sama berjuang juga
untuk meraih Sarjana dan Diploma tahun ini, Debora Tampubolon, Tommy
Tampubolon dan sibungsu yang selalu memberi semangat Eunike Tampubolon.
iv

10. Teman bimbingan Bang Juni Arus Pasaribu dan Adek Rahel Silitonga yang
selalu memberi informasi untuk bisa konsultasi bersama pembimbing atas
kebersamaan selama ini.
11. Teman-teman muda mudi gereja (NHKBP) Padang Bulan atas doa dan
semangatnya kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
dan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran-saran dari
pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.
v

ANALISIS KUALITAS CITRA RADIOGRAFI DENGAN MENGGUNAKAN


VARIASI RASIO GRID DAN KONSTRUKSI GRID

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang Analisis kualitas citra radiografi dengan


menggunakan variasi rasio grid dan konstruksi grid. Dengan stepwedge sebagai objek,
telah dilakukan penyinaran dengan variasi tegangan tabung mulai 70 kV-90 kV dengan
kenaikan setiap 5 kV. Untuk mengetahui hubungan kualitas citra radiografi terhadap
variasi rasio grid dan konstruksi grid, penyinaran dilakukan dengan menggunakan
tiga(3) buah rasio grid yaitu, 6:1, 8:1, dan 10:1 dengan konstruksi grid linier dan fokus
secara bergantian dengan variasi tegangan tabung diatas. Nilai densitas rata-rata film
tiap step dihitung dengan Densitometer. Grid dengan rasio grid 6:1 memiliki densitas
rata rata tertinggi yaitu 2,26 D pada tegangan tabung 90 kV, rasio 8:1 yaitu 2,16 D
sedangkan rasio 10:1 yaitu 2,04 D. Nilai kontras tertinggi terdapat pada grid rasio 6:1
yaitu 1,85 D pada tegangan tabung 75 kV dan terendah pada rasio grid 10:1 yaitu 1,246
D. Kontras radiografi grid rasio tinggi lebih kecil dibanding grid rasio rendah.
Konstruksi grid linier dengan rasio grid 10:1 memiliki densitas rata-rata maksimum
yang lebih rendah dibanding rasio grid 8:1 yaitu, 2,04 D pada tegangan tabung 90 kV.
Konstruksi grid linier dengan rasio grid 8:1 memiliki densitas rata-rata minimum yang
lebih rendah dibanding rasio grid 10:1 yaitu, 0,20 D pada tegangan tabung 70 kV.
Konstruksi grid fokus dengan rasio grid 6:1 memiliki densitas rata-rata maksimum
tertinggi pada tegangan tabung 90 kV sebesar 2,26 D dan densitas rata-rata minimum
terendah pada tegangan tabung 70 kV sebesar 0,24 D.

Kata kunci : rasio grid, konstruksi grid, kualitas citra, densitas, kontras
vi

ANALYSIS OF RADIOGRAPHIC IMAGE QUALITY BY USING A


VARIATION OF THE GRID RATIO AND GRID CONSTRUCTION

ABSTRACT

The research about the Analysis of the Radiographic Image Quality by using a
Variation of the Grid ratio and Grid Construction had been done. With a variation of
stepwedge as an object, the exposure with the variation of the tube voltage 70 kV-90 kV
starts with an increase at 5 kV. Determining the relationship of image quality
radiograph of the variation grid ratio and grid construction, the exposure of the
stepwedge using three grid ratios are 6:1, 8:1, 10:1 with the construction of linier grid
and focus grid alternately by measuring the density value of average films each step
using a densitometer. Grid with a grid ratio of 6:1 has the highest average density at
2,26 D on the tube voltage of 90 kV, the grid ratio of 8:1 is 2,16 D, while the grid ratio
of 10:1 is 2,04 D. The Contrast value obtained in the grid ratio 6:1 is 1,85 D with the
tube voltage 75 kV and the lowest grid ratio of 10:1 is 1,246 D. Contrast radiography
grid high ratio was found to be smaller than low grid ratio. Linier grid construction of
grid ratio 10:1 has the maximum average density lower than grid ratio 8:1 at 2,04 D on
the tube voltage 90 kV. Linier grid construction of grid ratio 8:1 has the minimum
average density which is lower than grid ratio 10:1 at 0,20 D on the tube voltage 70 kV.
The Focus grid construction with grid ratio 6:1 has the highest maximum average
density on the tube voltage 90 kV is 2,26 D and the lowest minimum average density on
the tube voltage 70 kV is 0,24 D.

Keywords : grid ratio, grid construction, image quality, density, contrast


vii

DAFTAR ISI

Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Intisari v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Grafik xi
Daftar Lampiran xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1 Sinar X (Sinar rontgen) 4
2.2 Komponen Pesawat Sinar X (Sinar rontgen) 4
2.3 Produksi Sinar X (sinar rontgen) 6
2.4 Interaksi sinar X (sinar rontgen) dengan bahan 8
2.5 Grid 9
2.6 Fungsi Grid 11
2.7 Konstruksi Grid 12
2.7.1 Rasio Grid 12
2.7.2 Frekuensi Grid 14
2.7.3 Bahan Penyusun Grid 14
2.8 Prinsip Kerja Grid 15
2.9 Mekanisme Kerja Grid 16
2.9.1 Faktor perbaikan nilai kontras 16
2.9.2 Selektivitas Grid 16
2.9.3 Jarak focus ke film 17
2.10 Karakteristik Grid 17
2.11 Kualitas Citra radiografi 20
2.11.1 Densitas 20
viii

2.11.2 Kontras 22
2.11.3 Ketajaman Gambar 23
2.12 Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas radiograf 24
2.12.1 Material atom target 24
2.12.2 Tegangan tabung sinar X 24
2.12.3 Arus tabung 24
2.12.4 Jarak antara focus ke film 25
2.13 Densitometer 25

BAB 3 METODE PENELITIAN 28


3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian 28
3.2 Alat dan Bahan 28
3.3 Prosedur Penelitian 31
3.3.1 Persiapan alat dan objek 32
3.3.2 Pelaksanaan terhadap Objek 32
3.4 Variabel Penelitian 35
3.5 Diagram alir 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 37


4.1 Hasil Penelitian 37
4.1.1 Rasio Grid 6:1 37
4.1.2 Rasio Grid 8:1 41
4.1.3 Rasio Grid 10:1 44
4.2 Pembahasan 47

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 54


5.1 Kesimpulan 54
5.2 Saran 55

DAFTAR PUSTAKA
ix

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Hasil Pengukuran Densitometer rasio grid 6:1 37


4.2 Hasil Pengukuran Densitometer rasio grid 8:1 41
4.3 Hasil Pengukuran Densitometer rasio grid 10:1 44
4.4 Nilai densitas rata rata maksimum dan minimum dari 3 rasio grid 48
4.5 Kontras Radiografi dari 3 rasio grid 51
x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik 4


Gambar 2.2 Tabung Insersi Pesawat Sinar X 5
Gambar 2.3 Proses Sinar X Bremsstrahlung 7
Gambar 2.4 Proses Sinar X Karakteristik 8
Gambar 2.5 Grid 9
Gambar 2.6 Konstruksi Grid Linier 10
Gambar 2.7 Konstruksi Grid fokus 10
Gambar 2.8 Konstruksi Pseudo-fokus grid 11
Gambar 2.9 Konstruksi grid silang 11
Gambar 2.10 Rasio Grid 12
Gambar 2.11 Perbandingan frekuensi grid 14
Gambar 2.12 Prinsip kerja grid 15
Gambar 2.13 Perbandingan grid rasio rendah dan grid rasio tinggi 17
Gambar 2.14 Kesalahan penggunaan grid off level 18
Gambar 2.15 Kesalahan penggunaan grid off center 19
Gambar 2.16 Kesalahan penggunaan grid off focus 19
Gambar 2.17 Kesalahan penggunaan grid upside down 20
Gambar 2.18 Densitas Radiografi 21
Gambar 2.19 Densitometer 25
Gambar 2.20 Kurva Karakteristik 27
Gambar 3.1 Pesawat General X ray konvensional 28
Gambar 3.2 Rasio Grid 6:1 29
Gambar 3.3 Rasio Grid 8:1 29
Gambar 3.4 Rasio Grid 10:1 30
Gambar 3.5 Stepwedge 31
Gambar 3.6 Skema pengaturan Stepwedge, grid, dan kaset 34
Gambar 3.7 Pengukuran Densitas film dengan densitometer 35
xi

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1 Densitas rasio 6:1 40


Grafik 4.2 Densitas rasio 8:1 43
Grafik 4.3 Densitas rasio 10:1 46
Grafik 4.4 Densitas maksimum dan minimum dari 3 rasio grid 49
Grafik 4.5 Kontras radiografi 3 rasio grid 51
xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A SPESIFIKASI STEPWEDGE YANG DIGUNAKAN

LAMPIRAN B HASIL CITRA STEPWEDGE DENGAN VARIASI RASIO


GRID DAN KONSTRUKSI GRID

LAMPIRAN C DATA PENYUSUN KONSTRUKSI GRID


LAMPIRAN D PENGGUNAAN DASAR GRID SESUAI ANATOMI TUBUH
v

ANALISIS KUALITAS CITRA RADIOGRAFI DENGAN MENGGUNAKAN


VARIASI RASIO GRID DAN KONSTRUKSI GRID

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang Analisis kualitas citra radiografi dengan


menggunakan variasi rasio grid dan konstruksi grid. Dengan stepwedge sebagai objek,
telah dilakukan penyinaran dengan variasi tegangan tabung mulai 70 kV-90 kV dengan
kenaikan setiap 5 kV. Untuk mengetahui hubungan kualitas citra radiografi terhadap
variasi rasio grid dan konstruksi grid, penyinaran dilakukan dengan menggunakan
tiga(3) buah rasio grid yaitu, 6:1, 8:1, dan 10:1 dengan konstruksi grid linier dan fokus
secara bergantian dengan variasi tegangan tabung diatas. Nilai densitas rata-rata film
tiap step dihitung dengan Densitometer. Grid dengan rasio grid 6:1 memiliki densitas
rata rata tertinggi yaitu 2,26 D pada tegangan tabung 90 kV, rasio 8:1 yaitu 2,16 D
sedangkan rasio 10:1 yaitu 2,04 D. Nilai kontras tertinggi terdapat pada grid rasio 6:1
yaitu 1,85 D pada tegangan tabung 75 kV dan terendah pada rasio grid 10:1 yaitu 1,246
D. Kontras radiografi grid rasio tinggi lebih kecil dibanding grid rasio rendah.
Konstruksi grid linier dengan rasio grid 10:1 memiliki densitas rata-rata maksimum
yang lebih rendah dibanding rasio grid 8:1 yaitu, 2,04 D pada tegangan tabung 90 kV.
Konstruksi grid linier dengan rasio grid 8:1 memiliki densitas rata-rata minimum yang
lebih rendah dibanding rasio grid 10:1 yaitu, 0,20 D pada tegangan tabung 70 kV.
Konstruksi grid fokus dengan rasio grid 6:1 memiliki densitas rata-rata maksimum
tertinggi pada tegangan tabung 90 kV sebesar 2,26 D dan densitas rata-rata minimum
terendah pada tegangan tabung 70 kV sebesar 0,24 D.

Kata kunci : rasio grid, konstruksi grid, kualitas citra, densitas, kontras
vi

ANALYSIS OF RADIOGRAPHIC IMAGE QUALITY BY USING A


VARIATION OF THE GRID RATIO AND GRID CONSTRUCTION

ABSTRACT

The research about the Analysis of the Radiographic Image Quality by using a
Variation of the Grid ratio and Grid Construction had been done. With a variation of
stepwedge as an object, the exposure with the variation of the tube voltage 70 kV-90 kV
starts with an increase at 5 kV. Determining the relationship of image quality
radiograph of the variation grid ratio and grid construction, the exposure of the
stepwedge using three grid ratios are 6:1, 8:1, 10:1 with the construction of linier grid
and focus grid alternately by measuring the density value of average films each step
using a densitometer. Grid with a grid ratio of 6:1 has the highest average density at
2,26 D on the tube voltage of 90 kV, the grid ratio of 8:1 is 2,16 D, while the grid ratio
of 10:1 is 2,04 D. The Contrast value obtained in the grid ratio 6:1 is 1,85 D with the
tube voltage 75 kV and the lowest grid ratio of 10:1 is 1,246 D. Contrast radiography
grid high ratio was found to be smaller than low grid ratio. Linier grid construction of
grid ratio 10:1 has the maximum average density lower than grid ratio 8:1 at 2,04 D on
the tube voltage 90 kV. Linier grid construction of grid ratio 8:1 has the minimum
average density which is lower than grid ratio 10:1 at 0,20 D on the tube voltage 70 kV.
The Focus grid construction with grid ratio 6:1 has the highest maximum average
density on the tube voltage 90 kV is 2,26 D and the lowest minimum average density on
the tube voltage 70 kV is 0,24 D.

Keywords : grid ratio, grid construction, image quality, density, contrast


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia kedokteran diperlukan berbagai bidang penunjang
pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit, salah
satunya adalah bidang radiologi yang membantu menegakkan diagnosa suatu
penyakit dengan memanfaatkan sinar X (sinar Rontgen) yang hasilnya berupa
citra radiografi. Oleh karena itu diperlukan citra radiografi yang dapat memberi
informasi semaksimal mungkin tanpa harus melakukan pengulangan foto yang
dapat menambah dosis yang diterima pasien (Puskaradim, 2014).
Untuk dapat menghasilkan citra radiografi yang memberikan informasi
semaksimal mungkin diperlukan kualitas citra radiografi yang optimal. Kualitas
citra radiografi meliputi : ketajaman dan detail, kontras dan densitas. Dalam
penelitian ini kualitas citra yang dianalisis adalah densitas dan kontras. Densitas
merupakan derajat penghitaman film akibat banyaknya intensitas radiasi yang
mengenai film, semakin tinggi tegangan tabung yang diberikan maka densitas
juga akan semakin meningkat (Sprawls, 2010). Kontras merupakan perbedaan
derajat hitam dan putih akibat adanya perbedaan daya absorbsi objek terhadap
sinar X. Oleh sebab itu diperlukan usaha-usaha untuk meminimalisir faktor-faktor
yang dapat menurunkan kualitas citra radiografi. Salah satu faktor yang dapat
menyebabkan penurunan kualitas citra radiografi adalah radiasi hambur. Untuk
mengurangi radiasi hambur sinar X yang sampai ke film adalah dengan
menggunakan Grid (Bushong, 2001).
Grid merupakan suatu alat bantu pemeriksaan yang terdiri dari lempengan
garis-garis logam yang bernomor atom tinggi (biasanya timbal) yang disusun
sejajar satu sama lain dan dipisahkan oleh bahan penyekat atau interspace
material yang dapat ditembus sinar X. Pemanfaatan grid terutama digunakan pada
organ-organ tubuh manusia yang memiiki nomor atom tinggi. Grid berfungsi
untuk menyerap radiasi hambur yang tidak searah yang berasal dari objek yang
disinari (Meredith, 2014).
2

Pemeriksaan terhadap organ-organ tubuh manusia yang memiliki


ketebalan dan nomor atom yang tinggi pasti memerlukan energi sinar X yang
tinggi juga. Energi sinar X ini dihasilkan dengan menaikkan tegangan tabung
yang digunakan pada pesawat sinar X. Dengan menaikkan tegangan tabung maka
intensitas radiasi yang diterima akan semakin besar, begitu juga dengan radiasi
hambur yang diterima sehingga dalam hal ini diperlukan grid untuk mengurangi
radiasi hambur akibat kenaikan tegangan tabung yang diberikan sehingga kualitas
citra radiografi tetap optimal dalam menghasilkan nilai diagnosa. Grid diletakkan
diantara objek dan kaset (Bushong, 2001).
Pengaruh penggunaan grid yang dimaksud dalam hal ini adalah bagaimana
penggunaan grid sesuai dengan rasio grid dan konstruksi grid untuk pemeriksaan
organ organ tubuh yang memiliki ketebalan dan nomor atom yang tinggi seperti
kepala (os.cranium), rongga perut(abdomen), tulang belakang(os.vertebrae), dan
rongga panggul(pelvis), dalam hal ini objek yang digunakan adalah stepwedge
bertingkat yang terdiri dari 11 step yang memiliki 11 tingkat skala densitas yang
berbeda sehingga dapat mewakili organ tubuh sesuai dengan tingkat penyerapan
nya. Semakin tinggi rasio grid maka semakin tinggi juga intensitas sinar X yang
dihasilkan begitu juga dengan radiasi hambur yang dihasilkan maka grid
diciptakan dengan macam konstruksi dan arah kisi grid untuk menyerap radiasi
hambur sehingga hanya radiasi primer yang sampai ke film (Meredith, 2014).
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian terhadap grid
dengan variasi rasio dan konstruksi grid. Dengan melakukan analisis terhadap
kualitas citra radiografi yang dihasilkan oleh penggunaan variasi rasio grid dan
konstruksinya sehingga untuk setiap jenis pemeriksaan radiografi dapat ditentukan
penggunaan rasio grid serta konstruksi yang lebih efektif untuk menghasilkan
citra radiografi yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh rasio grid terhadap densitas dan kontras radiografi yang
dihasilkan.
2. Bagaimana pengaruh konstruksi grid terhadap densitas dan kontras radiografi
3

1.3 Batasan Masalah


Penelitian ini hanya mengkaji tentang densitas dan kontras radiografi
akibat penggunaan grid dengan rasio grid dan konstruksi grid yang berbeda dan
variasi tegangan tabung sinar X dimana rasio yang digunakan yaitu 6:1, 8:1, 10:1
serta konstruksi nya grid linier dan grid fokus dengan menggunakan stepwedge
sebagai aplikasi objek.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana
pengaruh penggunaan grid dengan variasi rasio grid dan konstruksi grid terhadap
densitas dan kontras radiografi yang dihasilkan.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
serta keterampilan dalam menggunakan variasi rasio grid dan konstruksi nya
sesuai dengan jenis pemeriksaan radiografi yang dilakukan sehingga pemilihan
rasio dan konstruksi grid dapat disesuaikan dengan objek yang akan disinari
sehingga densitas dan kontras radiografi tetap terjaga meskipun dengan variasi
rasio dan konstruksi grid.

1.6 Metodologi Penelitian


Penelitian dilakukan dengan menggunakan stepwedge sebagai objek,
dimana digunakan grid dengan rasio 6:1, 8:1, 10:1 secara bergantian dan dengan
variasi faktor penyinaran mulai 70 kV- 90 kV dengan interval kenaikan 5 kV.
Penyinaran dilakukan bergantian sesuai dengan variasi rasio grid dengan
menggunakan pesawat sinar X konvensional serta kaset dan film radiografi.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sinar X (sinar Rontgen)


Sinar X ditemukan oleh seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman
bernama Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895, sewaktu melakukan
eksperimen dengan sinar katoda saat itu dia melihat timbulnya sinar fluorosensi
yang berasal Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes -Hittorf yang
dialiri listrik. Kemudian dia melanjutkan penelitiannya dan menemukan sinar
yang disebutnya sebagai sinar baru atau sinar X ( Rasad, 2005). Sinar X
merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek
yaitu 0,01 – 10 Ǻ sehingga mengakibatkan sinar X mampu menembus materi
yang dilaluinya. Berikut ini ditampilkan spektrum gelombang elektromagnetik,

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang elektromagnetik ( Wikipedia.org)

2.2 Komponen Pesawat Sinar X (sinar Rontgen)


Pesawat sinar X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen yang
berkebangsaan Jerman. Roentgen dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1845 di
Lennep di daerah sungai Ruhr Jerman. Pesawat sinar X atau pesawat Rontgen
adalah suatu alat yang digunakan untuk melakukan diagnosa medis dengan
menggunakan sinar X . Sinar X yang dipancarkan dari tabung insersi diarahkan
pada bagian tubuh yang akan didiagnosa. Berkas sinar X tersebut akan menembus
dan melewati bagian tubuh kemudian akan ditangkap oleh film, sehingga
5

terbentuk citra dari bagian tubuh yang disinari. Komponen tabung sinar X
ditampilkan pada gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Tabung Insersi pesawat sinar X (Bushberg, 2001)

Di dalam komponen tabung insersi dan wadah tabung terdapat perangkat-


perangkat yaitu :
1. Katoda / elektroda negatif (sumber elektron)
2. Anoda / elektroda positif (acceleration potential)
3. Focusing cup
4. Rotor atau stator (target device)
5. glass metal envelope (vacum tube)
6. Oil
7. Window

1. Katoda
Katoda terbuat dari nikel murni dimana celah antara 2 batang katoda disisipi
kawat pijar (filamen) yang menjadi sumber elektron pada tabung sinar X. filamen
terbuat dari kawat wolfram (tungsten) digulung dalam bentuk spiral.
2.Anoda
Anoda atau elektroda positif biasa juga disebut sebagai target jadi anoda disini
berfungsi sebagai tempat tumbukan elektron.
6

3.Focusing cup
Focusing cup ini sebenarnya terdapat pada katoda yang berfungsi sebagai alat
untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target agar elektron tidak
terpancar ke mana-mana.
4.Rotor atau stator
Rotor atau stator ini terdapat pada bagian anoda yang berfungsi sebagai alat
untuk memutar anoda. Rotor atau stator ini hanya terdapat pada tabung sinar X
yang menggunakan anoda putar.
5.Glass metal envalope (vacum tube)
Glass metal envelope atau vacum tube adalah tabung yang gunanya membungkus
komponen-komponen penghasil sinar X agar menjadi vacum atau kata lainnya
menjadikannya ruangan hampa udara.
6. Oil
Oil berfungsi sebagai pendingin tabung sinar X.
7. Window
Window atau jendela adalah tempat keluarnya sinar X. Window terletak di bagian
bawah tabung

2.3 Produksi Sinar X (sinar Rontgen)


Menurut Bushong, (2001), foton sinar X dihasilkan ketika elektron
berkecepatan tinggi yang berasal dari katoda menumbuk terget pada anoda.
Elektron-elektron dari katoda ini berasal dari pemanasan filamen, sehingga pada
filamen ini akan terbentuk awan elektron. Dengan adanya perbedaan beda
potensial yang cukup besar antara anoda yang bermuatan positif dan katoda yang
bermuatan negatif, maka elektron-elektron dari katoda akan bergerak dengan
cepat menuju anoda saat diberikan tegangan tinggi. Elektron tersebut menumbuk
bidang target dan mengahasilkan foton sinar X sebanyak 1 % dan 99 % energi
panas.
Sinar X berdasarkan proses kejadiannya terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Sinar X Bremsstrahlung
Sinar-X Bremsstrahlung terjadi ketika elektron dengan energi kinetik yang
terjadi berinteraksi dengan medan energi pada inti atom. Karena inti atom ini
7

mempunyai energi positif dan elektron mempunyai energi negatif, maka terjadi
hubungan tarik- menarik antara inti atom dengan elektron. Ketika elektron ini
cukup dekat dengan inti atom dan inti atom mempunyai medan energi yang cukup
besar untuk ditembus oleh elektron proyektil, maka medan energi pada inti atom
ini akan melambatkan gerak dari elektron proyektil. Melambatnya gerak dari
elektron proyektil ini akan mengakibatkan elektron proyektil kehilangan energi
dan berubah arah. Energi yang hilang dari elektron proyektil ini dikenal dengan
photon sinar – X bremsstrahlung.

Gambar 2.3 Proses Sinar X Bremsstrahlung (Bushberg, 2001)

2. Sinar X Karakteristik
Sinar-X karakteristik terjadi ketika elektron proyektil dengan energi
kinetik yang tinggi berinterkasi dengan elektron dari tiap-tiap kulit atom. Elektron
proyektil ini harus mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi untuk melepaskan
elektron pada kulit atom tertentu dari orbitnya. Saat elektron dari kulit atom ini
terlepas dari orbitnya maka akan terjadi transisi dari orbit luar ke orbit yang lebih
dalam. Energi yang dilepaskan saat terjadi transisi ini dikenal dengan photon
sinar-X karakteristik. Energi photon sinar-X karakteristik ini bergantung pada
besarnya energi elektron proyektil yang digunakan untuk melepaskan elektron
dari kulit atom tertentu dan bergantung pada selisih energi ikat dari elektron
transisi dengan energi ikat elektron yang terlepas tersebut.
8

Gambar 2.4 Sinar X Karakteristik (Bushberg, 2001)

Perbedaan kedua sinar X diatas, selain asal terjadinya adalah bentuk spektrum
energinya. Sinar X karakteristik spektrum energinya bersifat diskrit atau terputus-
putus, sedangkan bremsstrahlung bersifat kontinyu (Bushberg, 2001).

2.4 Interaksi Sinar X (sinar Rontgen) dengan Bahan


Pada saat sinar X mengenai suatu bahan maka akan terjadi interaksi yang
mengakibatkan penyerapan atau penghamburan sinar X. Proses penyerapan dan
penghamburan akan berpengaruh pada pelemahan atau atenuasi dari sinar X
tersebut yang disebabkan oleh kerapatan, ketebalan dan nomor atom bahan yang
dilalui. Apabila radiasi elektromagnetik masuk ke dalam bahan , maka sebagian
dari radiasi tersebut akan terserap oleh bahan. Sebagai akibatnya, intensitas radiasi
setelah memasuki bahan penyerap lebih kecil dibandingkan intensitas semula.
Proses pelemahan radiasi elektromagnetik baik sinar X maupun sinar
gamma dalam suatu bahan , maka akan terjadi pengurangan intensitas sesuai
dengan ketentuan dan memenuhi persamaan

I (  )  I 0 e   (2.1)

Dimana intensitas radiasi elektromagnetik setelah melalui bahan (I),


intensitas radiasi elektromagnetik sebelum melalui bahan (Io), koefisien serapan
bahan bahan (μ) dan ketebalan bahan (x) (Bushberg, 2001).
9

2.5 Grid
Grid adalah suatu alat bantu pemeriksaan yang terdiri dari lempengan garis
garis logam yang bernomor atom tinggi (biasanya timbal) yang disusun sejajar
satu sama lain dan dipisahkan oleh bahan penyekat atau interspace material yang
dapat ditembus sinar X. Grid pertama kali ditemukan oleh Dr. Gustav Bucky
(1913) kemudian disempurnakan lagi oleh radiologis dari Chicago bernama Dr.
Hocles Potter (1920) dengan cara mengatur jarak Al dan Pb menjadi lebih rapat
dan lebih kecil (Bushberg, 2001).
Grid radiografi direkomendasikan penggunaanya untuk (Bushong, 2001) :
1. Objek/bagian tubuh yang memiliki ketebalan diatas 10 cm
2. Penggunan tegangan tabung yang tinggi (kV tinggi)
3.Memperlihatkan struktur jaringan lunak untuk meningkatkan kontras (misal
pada pemeriksaan mammography)
Adapun bentuk grid dapat ditunjukkan seperti gambar 2.5 dibawah ini

Gambar 2.5 Grid (Quick medical.com)

Menurut jenisnya ada dua macam Grid yaitu :


1. Grid diam (stationary grid atau lisholm)
2. Grid bergerak (moving grid atau bucky)
Menurut bentuk dan Konstruksinya ada 4 macam yaitu :
1. Grid Linear
Grid linear ini disebut juga grid paralel karena lempengan-lempengan timbal yang
satu dengan yangn lain tersusun paralel/sejajar.
10

Gambar 2.6 Konstruksi Grid Linier(Bushong, 2001)

Pada grid jenis linear ini densitas film yang dihasilkan tidak sama dari sisi tengah
ke sisi tepi film. Hal ini dikarenakan adanya cut off. Nilai densitas tertinggi
berada dibagian tengah sedangkan terendah berada di bagian tepi film.

2. Grid fokus
Grid fokus adalah grid yang garis timbalnya berangsur-angsur miring dari pusat
ke tepi sehingga titik perpotongannya bertemu di titik fokus. Grid jenis ini
menutupi kekurangan grid jenis linear. Grid jenis fokus ini dapat mengurangi
terjadinya cut off geometrik. Tetapi penggunaan grid ini hanya untuk jarak
tertentu dan tidak boleh terbalik peletakannya.

Gambar 2.7 Konstruksi Grid focus (Bushong, 2001)

3.Pseudo fokus grid


Grid jenis ini seperti konstruksi linear akan tetapi ketinggian lempengan
timbalnya dari tepi ke tengah semakin tinggi, sehingga sinar oblik masih dapat
melewati grid untuk sampai ke film. Susunan seperti ini berfungsi untuk
mengurangi adanya cut off.
11

Gambar 2.8 Konstruksi Pseudofokus grid (Bushong, 2001)

4. Grid silang
Grid silang merupakan dua garis paralel yang seolah-olah ditimpuk menyilang
dengan garis lempengan dengan timbale saling tegak lurus,sehingga sangat efektif
menyerap radiasi hambur.

Gambar 2.9 Konstruksi grid silang (Bushong, 2001)

2.6 Fungsi Grid


Penggunaan Grid dalam radiografi berfungsi sebagai :
1.Mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak sampai ke film (anti
scatter radiation)
2.Meningkatkan kontras radiografi
3.Mencegah cut-off dengan rasio grid yang lebih tinggi karena memiliki kerapatan
interspace material yang baik.
4.Mengoptimalkan densitas radiografi.
12

2.7 Konstruksi Grid


Ada tiga aspek penting dalam susunan grid yaitu : rasio grid, frekuensi
grid dan bahan penyusun grid(material). Grid didesain untuk mengurangi radiasi
hambur yang sampai ke film, sehingga gambar radiografi dapat dibaca oleh dokter
radiologi untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit.

2.7.1 Rasio Grid


Perbandingan grid atau rasio grid adalah perbandingan antara tinggi
lempengan timah (h) dengan jarak antara lempengan timah (d). Penulisan rasio
grid dengan dua angka, angka pertama menandakan rasio yang sebenarnya
sedangkan angka kedua menandakan faktor pembanding yang selalu bernilai satu.
Rasio grid sangat menentukan kemampuan grid dalam menyerap radiasi hambur,
semakin tinggi rasio grid semakin tinggi pula kemampuannya dalam menyerap
radiasi hambur (Bushberg,2001). Beberapa macam rasio grid adalah 5:1, 6:1, 8:1,
10:1, 12:1 .rasio grid dipengaruhi oleh tinggi lempengan, ketebalan lempengan
dan lebar bahan penyekat/interspace. Perbandingan rasio grid ditampilkan pada
gambar 2.10 dibawah ini.

Gambar 2.10 Rasio Grid (Bushberg, 2001)

Rasio grid dituliskan sebagai :

h (2.2)
r=
D

dengan r adalah rasio grid, h adalah ketinggian lempengan timbal (Pb) dan D
adalah jarak antara lempengan timbal atau ketebalan interval timbal. Dibawah ini
digambarkan tentang pengertian rasio grid
13

Rasio 10:1 Rasio 10:1


frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm

Rasio 6:1 Rasio 6:1


Frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm

Rasio 8:1 Rasio 8:1


Frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa Rasio grid 10:1 artinya
perbandingan tinggi lempengan timah 10 mm berbanding jarak antara lempengan
timah 1 mm begitu juga dengan rasio grid 6:1 dan 8:1, sedangkan frekuensi grid
menyatakan banyaknya lempengan timah dalam satu lempengan (lines/cm)
(Sprawls, 2010).
14

2.7.2 Frekuensi Grid


Grid tersusun atas lempengan-lempengan timbal yang disusun sedemikian
rupa dan bahan penyekat (interspace material) timbal. Banyaknya lempengan tiap
inchi atau centimeter disebut dengan Frekuensi grid. Semakin tinggi frekuensi
grid maka semakin tipis dan rapat bahan penyekatnya maka rasio grid pun
semakin tinggi. Banyaknya lempengan grid tiap inchi atau centimeter adalah :
a. 25 – 45 lines/cm , 60 – 100 lines/inch (yang biasa digunakan pada radiography)
b.25 – 80 lines/cm , 60 – 200 lines/inch (biasanya digunakan pada mammography)
Untuk mendapatkan nilai frekuensi grid dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut (Bushong,2001) :
10.000 µm/cm
fg = ( 2.3)
(T+D) 10.000 µm/pasang garis

dengan fg adalah frekuensi grid ,T adalah tebal lempengan timbal dan D adalah
tebal bahan penyela (interspace).
Frekuensi grid tersebut dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini.

Gambar 2.11 Perbandingan frekuensi grid (Bushong 2001)

2.7.3 Bahan Penyusun Grid


Bahan penyusun utama dari Grid adalah timbal. Kadar timbal per satuan
luas (g/cm2 ) adalah faktor yang menentukan efisiensi dari grid (Meredith,dkk
1977). Kadar timbal yang biasa dipakai berkisar antara 0.2 gr/cm2 – 0.9 gr/cm2.
Semakin tinggi kadar timbalnya semakin tinggi kemampuan grid dalam menyerap
radiasi hambur. Setiap lempengan timbal pada Grid dipisahkan oleh bahan
penyekat (interspace material) yang satu sama lainnya letaknya sejajar. Bahan
penyekat tersebut biasanya terbuat dari aluminium atau plastik fiber. Fungsi bahan
15

penyekat ini adalah untuk meneruskan radiasi primer dan menyerap radiasi
hambur yang searah dan sejajar dengan radiasi primer. Bahan penyekat ini lebih
ekfektif terbuat dari aluminium daripada plastik fiber, karena nomor atom
aluminium lebih tinggi sehingga mampu menyerap radiasi hambur lebih banyak.

2.8 Prinsip Kerja Grid


Radiasi yang dihasilkan yang dihasilkan oleh interaksi sinar X dengan
materi (Objek) akan menyebar ke segala arah. Salah satu arahnya adalah ke film.
Grid diletakkan diantara objek dan film, sehingga radiasi hambur yang akan
mencapai film harus melewati grid tersebut. Arah radiasi hambur yang
membentuk sudut dengan garis lempengan akan diserap oleh material timbal grid.
Sedangkan yang arahnya sejajar dengan bahan penyekat (interspace) akan
diteruskan ke film. Jumlah radiasi hambur yang diteruskan tentunya akan semakin
berkurang sesuai dengan rasio grid (Sprawls, 2010). Berikut ini digambarkan
prinsip kerja dari grid radiografi seperti gambar 2.12 dibawah ini.

Gambar 2.12 Prinsip Kerja Grid (Sprawls, 2010)


16

2.9 Mekanisme Kerja Grid


Fungsi utama grid adalah memperbaiki nilai kontras radiografi dengan
cara menyerap radiasi hambur dan meneruskan radiasi primer sampai ke film.
Mekanisme kerja grid didasarkan pada :

2.9.1 Faktor Perbaikan nilai kontras


Faktor perbaikan kontras adalah perbandingan antara kontras radiograf
menggunakan grid dengan kontras radiograf tanpa menggunakan grid. Faktor
perbaikan dirumuskan dengan persamaan (Meredith, 2014) :

K
C
(2.4)
C'
Dengan K adalah faktor perbaikan Kontras radiografi , C adalah Kontras radiograf
dengan menggunakan grid dan C’ adalah Kontras radiograf tanpa menggunakan
grid. Semakin tinggi rasio grid yang dipakai faktor perbaikan kontras akan
semakin tinggi. Faktor perbaikan kontras ini tergantung pada tegangan tabung
yang diberikan, ukuran luas penyinaran, dan ketebalan objek penyinaran.

2.9.2 Selektivitas Grid


Selektivitas grid adalah perbandingan antara radiasi primer yang
diteruskan dengan radiasi hambur yang ikut diteruskan. Faktor selektivitas (S)
dituliskan dengan :

S= (2.5)

Dengan Tp adalah radiasi primer yang diteruskan melalui grid, Ts adalah radiasi
hambur yang diteruskan melalui grid.
Selektivitas grid dipengaruhi oleh kadar timbal yang menyusun grid. Semakin
tinggi kadar timbal yang dikandung semakin tinggi selektivitas grid dan semakin
tinggi pula kemampuan grid dalam menyerap radiasi hambur. Daya selektifitas
grid tergantung pada kemampuan meneruskan radiasi primer dan menyerap
radiasi sekunder (hamburan). Makin berat suatu grid, maka semakin tinggi
selektifitasnya, dan semakin tinggi pula faktor peningkatan kontras.
17

2.9.3 Jarak Fokus ke Film


Jarak antara fokus dengan film (FFD) pada setiap penyinaran dengan
mempergunakan grid perlu diperhatikan. Karena grid diletakkan menempel
(sedekat mungkin) dengan film, semakin jauh jarak antara fokus dengan grid
tentunya akan mempengaruhi jarak grid terhadap fokus. Semakin dekat jarak grid
terhadap fokus makan akan semakin banyak radiasi primer yang terpotong oleh
lempengan timbal. Hal inilah yang disebut dengan cut off grid . Tingkat cut off
yang paling tinggi adalah pada grid jenis silang dan linear, untuk jarak fokus ke
film yang sangat dekat.
Untuk mengurangi efek cut off tersebut, dapat digunakan grid dengan jenis
fokus atau fokus semu. Tetapi didalam penggunaan kedua jenis grid tersebut harus
menggunakan jarak tertentu sesuai dengan ketentuannya.

2.10 Karakteristik Grid


Grid dengan rasio tinggi lebih efektif dalam mengurangi radiasi hambur
yang sampai ke film sebab grid rasio tinggi memiliki kisi atau penyekat
(interspace) yang lebih rapat dibandingkan dengan grid dengan rasio lebih rendah
(Bushberg, 2001).

Gambar 2.13 Perbandingan grid rasio rendah dan grid rasio tinggi (Sprawls, 2010)
Rasio grid 8:1 dan 10:1 adalah grid yang paling sering digunakan dalam
pemeriksaan radiografi konvensional karena sangat mudah didapatkan dan
harganya relative lebih murah dibandingkan grid dengan rasio yang lebih tinggi
selain lebih mahal juga sulit untuk diproduksi (Bushberg, 2001). Grid dengan
rasio tinggi memiliki faktor perbaikan kontras yang tinggi. Grid dengan frekuensi
18

grid yang rendah memiliki faktor perbaikan kontras yang rendah. Grid yang berat
memiliki selektifitas grid yang tinggi dan faktor perbaikan kontras yang lebih
baik.
Kesalahan-kesalahan dalam penggunan Grid (Bushberg, 2001),
1. Off level
Bila pemasangan grid pada kaset rata membentuk sudut terhadap sumber sinar
X(sinar rontgen). Off level dapat terjadi pada grid linear

Gambar 2.14 Kesalahan penggunaan grid off level (Bushberg, 2001)

2. Off center
Bila pengaturan grid tidak tepat pada pertengahan film atau titik aksis lampu
kolimator tidak dapat jatuh pada pertengahan grid .Off centre dapat terjadi pada
grid linear dan grid fokus.
19

Gambar 2.15 Kesalahan penggunaan gird off center (Bushberg, 2001)

3. Off fokus
Kesalahan ini diakibatkan oleh pengaturan jarak antara fokus dengan grid apakah
itu lebih kecil ataupun lebih besar. Off fokus dapat terjadi pada grid linear dan
grid fokus

Gambar 2.16 Kesalahan penggunaan grid off focus (Bushberg, 2001)

4. up side down (terbalik)


Pemasangan grid pada permukaan kaset secara terbalik. up side down dapat
terjadi pada grid fokus .
20

Gambar 2.17 Kesalahan penggunaan grid upside down (Bushberg, 2001)

2.11 Kualitas Citra radiografi

Sebuah citra radiograf diharuskan dapat memberikan informasi yang jelas


dalam upaya menegakan diagnosa. Ketika citra radiograf yang dihasilkan
mempunyai semua informasi yang dibutuhan dalam memastikan sebuah diagnosa
maka citra radiograf dikatakan memiliki kualitas gambar yang tinggi (Meredith,
2014).
Kualitas sama artinya dengan mutu. Untuk memenuhi kualitas citra
radiografi yang tinggi, maka sebuah citra radiograf harus memenuhi beberapa
aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf yaitu densitas, kontras,dan
ketajaman dan detail. Semua aspek ini harus bernilai baik agar radiograf bisa
dikatakan mempunyai kualitas gambaran yang baik (Puskaradim, 2014).
Selanjutnya akan dijelaskan secara terperinci tentang tiga aspek dalam sebuah
citra radiografi dibawah ini.

2.11.1 Densitas
Yaitu tingkat derajat kehitaman suatu gambaran radiografi akibat
banyaknya intensitas radiasi yang mengenai emulsi film. Penghitaman dihasilkan
oleh pengembangan Kristal Kristal perak bromide dalam emulsi film sesuai
dengan jumlah paparan radiasi yang diterima. Intensitas cahaya setelah melewati
21

film radiograf memiliki densitas tertentu,akan berkurang akibat terjadi penyerapan


oleh film. Densitas merupakan derajat penghitaman pada film yang dihasilkan
dari perbandingan logaritma antara intensitas cahaya sebelum mengenai film
dengan intensitas cahaya setelah melewati film (Bushberg, 2001). Densitas
dituliskan dengan :

D  log
Io
(2.7)
It

Dengan D adalah Densitas, I0 adalah Intensitas cahaya sebelum menembus film


sedangkan It adalah Intensitas cahaya setelah mengenai film

Gambar 2.18 Prinsip Densitas Radiografi (Bushong, 2001)

Densitas minimal dalam radiografi mempunyai skala 0 dan densitas maksimal


mempunyai skala 4. Untuk mendapatkan informasi yang optimal dari sebuah citra
radiografi maka radiografi tersebut harus mempunyai rentang densitas tertentu
didalam radiodiagnostik berkisar 0.25 D sampai 2.5 D (Bushong, 2001).
Densitas dipengaruhi oleh:
a. Tegangan tabung (kV)
Menunjukkan kualitas sinar X (sinar Rontgen) karena berhubungan dengan
kemampuan sinar X (sinar Rontgen) dalam menembus bahan
b. Kuat arus (mA)
Menunjukan besarnya arus yang terjadi selama eksposi berlangsung.
c. Waktu (s)
Waktu eksposi/lamanya sinar X (sinar Rontgen) yang keluar saat pemotretan
dalam satuan detik.
d. Kuat arus waktu (mAs)
kualitas sinar yang dihasilkan
e. Jarak Fokus ke Film (Focus Film Distance)
Jarak pemotretan dari fokus pesawat ke film.
22

f. Ketebalan objek
Semakin tebal objek yang akan difoto, faktor eksposi semakin meningkat
g. Luas lapangan penyinaran
Intensitas sinar X yang keluar dari tube sinar X.

2.11.2 Kontras
Perbedaan gambaran antara derajat kehitaman dan putih akibat adanya
perbedaan daya absorbsi objek terhadap sinar X. Perbedaan tingkat kehitaman ini
disebabkan oleh nomor atom objek berbeda-beda sehingga daya serap tiap objek
berbeda-beda. Objek yang tebal memiliki daya serap yang lebih besar sehingga
sedikit sinar X yang sampai ke film akibatnya citra yang dihasilkan putih,
Sedangkan Objek yang tipis memiliki daya serap yang lebih kecil sehingga lebih
banyak melewatkan sinar X yang sampai ke film akibatnya citra yang dihasilkan
hitam (Bushberg, 2001). Hal ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat
kehitaman suatu citra radografi. Perbedaan tingkat kehitaman ini dirumuskan
dengan (Bushong, 2001) :

C = Dmax – Dmin (2.8)


Dengan C adalah Kontras, Dmax adalah Densitas maksimum dan Dmin adalah
Densitas minimum.
Kontras radiografi dibagi menjadi 2:
1. Kontras subjektif : perbedaan persepsi/penilaian mata , masing-masing
orang dalam membedakan kontras radiografi.
2. Kontras objektif : perbedaan gambaran hitam dan putih yang diukur
dengan alat densitometer.
Faktor yang mempengaruhi kontras radiografi:
1. Tegangan tabung
2. Perbedaan koefisien atenuasi linear gambar, dipengaruhi oleh kerapatan
jenis dan nomor atom objek.
3. Radiasi hambur akan menurunkan nilai kontras
4. Penggunaan grid akan meningkatkan kontras radiografi dengan menyerap
radiasi hambur.
23

5. Processing film : agitasi yang terlalu lama menyebabkan gambaran hitam


meningkat (kontras menurun), cairan processing yang lemah menyebabkan
kontras menurun.

2.11.3 Ketajaman gambar


Jika kontras didefinisikan sebagai perbedaan densitas, yaitu ukuran dari
garis imaginer yang merupakan batas dari dua daerah yang berbeda kehitamannya
(ketajaman tinggi = batasnya jelas). Pada praktik bentuk bayangan sering diikuti
oleh pengaburan, dimana tingkat pengaburan itu disebabkan oleh beberapa hal,
seperti :
1. Faktor geometrik
Faktor yang berhubungan dengan pembentukan bayangan.
Dipengaruhi oleh:
a. Ukuran fokus
Setiap pesawat rontgen memiliki perbedaan ukuran fokus. Semakin kecil fokus,
semakin tajam hasil gambaran
b. Jarak
Semakin jauh FFD atau semakin dekat OFD maka semakin tajam gambaran
2. Faktor pergerakan
Faktor yang berhubungan dengan objek dan pergerakannya.
Ada 2 macam pergerakan:
1. Pergerakan subjektif, yaitu pergerakan yang disebabkan oleh organ-organ
yang bergerak secara sadar, contoh: denyut jantung, paru-paru, dll yang
menyebabkan kekaburan gambaran.
2. Pergerakan objektif, yaitu pergerakan dari objek yang dapat dikendalikan
secara sadar, contoh : pada tulang.
3. Faktor Fotografi
Faktor yang berhubungan dengan pencatatan bayangan.
Jadi ketajaman memperhatikan bagaimana perubahan densitas pada
perbatasan antara daerah yang berdekatan. Batas antara dua area yang muncul bisa
sangat tajam,hal ini di karenakan terdapat perubahan drastis nilai densitas pada
24

batas tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi nilai


kontras,maka semakn tajam gambar yang dihasilkan.

2.12 Faktor faktor yang mempengaruhi Kualitas radiograf


Menurut Meredith (2014), Nilai densitas suatu film radiografi merupakan
paparan hasil dari paparan sinar X yang diserap oleh film tersebut. Banyaknya
jumlah paparan yang diterima oleh film radiograf tergantung atau dipengaruhi
oleh material atom target,tegangan tabung, dan jarak antara focus ke film.

2.12.1 Material atom target


Nomor atom bahan target mempengaruhi dalam jumlah energi efektif yang
sinar X dihasilkan. Peningkatan nomor atom bahan target mengakibatkan
peningkatan efisiensi produksi Bremsstrahlung dan peningkatan energi sinar X
yang dihasilkan . Kualitas sinar X sebanding dengan nomor atom bahan target
yang terdapat pada tabung sinar X.

2.12.2 Tegangan tabung sinar X


Paparan sinar X kira kira sebanding dengan factor pangkat dua dari
besarnya tegangan tabung yang digunakan. Dalam arti jika tegangan tabung
dinaikkan dua kali maka paparan sinar X akan naik menjadi empat kalinya,
sehingga daya tembusnya menjadi lebih besar (Meredith dkk, 2014). Hubungan
tegangan tabung dan intensitas sinar X dirumuskan dengan :

I1  V1 
 
2

I 2  V2 
(2.9)

Dengan I adalah paparan sinar X (Watt/m2) dan V adalah beda potensial pada
tabung sinar X (kV)

2.12.3 Arus Tabung


Arus tabung didefenisikan sebagai jumlah elektron per satuan waktu yang
bergerak dari katoda ke anoda. Paparan sinar X yang terjadi sebanding dengan
besarnya arus tabung yang dipergunakan (Meredith,dkk 2014) Hubungan ini dapat
dituliskan dengan :
25


I1 i1
(2.10)
I 2 i2
Dengan i adalah kuat arus.

2.12.4 Jarak antara focus ke film


Jarak focus ke film (FFD) adalah jarak antara titik focus sinar X dengan
letak film radiograf. Perubahan pada FFD akan selalu berakibar pada perubahan
nilai paparan sinar X yang mencapai film, karena intensitas sinar X berbanding
terbalik dengan jarak/hokum kuadrat terbalik (invers square law).
Apabila d merupakan jarak dari focus ke film maka paparan sinar X dapat
dituliskan menjadi :


I1 d 22
(2.11)
I 2 d12
2.13 Densitometer
Densitometer merupakan sebuah instrumen (alat) yang dapat mengukur
derajat penghitaman pada film. Alat menghasilkan data yang dapat dibaca dari
besarnya densitas pada sebuah film.Sebuah densitometer terdiri dari sebuah
sumber cahaya, tempat meletakkan film yang akan diukur, lubang cahaya untuk
mengontrol tambahan cahaya dari sumber cahaya sebuah sensor tangan dengan
sensor optis, sebuah display bacaan dan sebuah kontrol kalibrasi angka..
Pengukuran densitas ini akan membantu dalam menentukan nilai densitas optimal
suatu citra radiografi melalui pemakaian grid dengan rasio tertentu.satuan dari
pengukuran nilai densitas optik sebuah citra radiografi adalah D (Density)
(Bushberg, 2002)

Gambar 2.19 Densitometer (Nde-ed.org)


26

Densitometer dalam bentuk sketsa adalah sebagai berikut :

Gambar 2.20 Densitometer dalam bentuk Sketsa

Fungsi tombol tombol dalam sketsa tersebut sebagai berikut :


1. Calibration control : berfungsi mengatur ulang/adjust angka pada layar
display ke posisi 0 (null) setelah film selesai
diukur.
2. Readout display : berfungsi menampilkan hasil pembacaan film
dalam bentuk angka.
3. Sensor arm : berfungsi sebagai penyangga/penahan film ketika
dibaca oleh sensor optis.
4. Stage : berfungsi sebagai tempat peletakan film ketika
akan diukur.
5. Aperture : berfungsi sebagai pengatur seberapa besar sensor
optis terbuka ketika membaca densitas film.
6. Optical Sensor : berfungsi sebagai pembaca densitas optic (OD)
pada film radiografi
7. Light source : berfungsi sebagai sumber cahaya pada
Densitometer.
Cara Kerja densitometer adalah sebagai berikut :
a. Film diletakkan menempel diantara sumber cahaya dan sensor
b. Selanjutnya sumber cahaya dihidupkan sehingga lampu akan menyala
27

c. Cahaya yang melewati film akan ditangkap oleh sensor fotoelektrik.


d. Semakin hitam film yang diukur maka semakin sedikit cahaya yang diterima
oleh sensor maka nilai densitas akan semakin tinggi.
Pada gambaran radiograf, nilai densitas bervariasi mulai dari 0,2 D pada
bagian yang transparan s/d 3,5 D atau 4 D pada bagian yang paling gelap. Daerah
abu-abu yang merupakan daerah yang paling sering digunakan mempunyai
densitas mendekati 1 D. Seperti yang ditanyatan diatas bahwa nilai densitas
bervariasi dari nilai dari mulai 0,2 D sampai dengan 4 D. Nilai paling bawah tidak
bisa sampai 0 dikarenakan terdapatnya basic fog pada masing-masing film.
Seperti sudah diketahui bersama bahwa basic fog akan menyebabkan
adanya densitas yang telah dibentuk meskipun film belum dieksposi. Nilai
tertinggi yang bisa dicapai oleh sebuah film bisa sampai 4 D jika film memiliki
kehitaman sempurna, namun biasanya film pada radiografi jarang yang
densitasnya mencapai 4 D. Nilai densitas yang bisa membentuk gambaran pada
film dan bisa dilihat oleh mata biasa disebut dengan usefull density. Nilai usefull
density berkisar antara 0,25 D – 2 D (Bushberg, 2001). Pada kurva karakteristik,
nilai usefull density berada pada daerah straight line portion atau daerah yang
lurus pada kurva karakteristik. Hubungan densitas dengan Penyinaran ditampilkan
dalam bentuk kurva karakteristik berikut.

Gambar 2.21 Kurva karakteristik (Sprawls, 2010)


28

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian telah dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi kota Medan, dengan menggunakan pesawat rontgen
konvensional, sedangkan pengukuran hasil densitas film dilakukan di Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1.Satu unit pesawat sinar X konvensional dengan generator model P-C-10-BH-B
Merk : HITACHI
Buatan : Jepang
Arus maksimum : 500 mA
Waktu maksimum : 10,0 detik
Tegangan maksimum : 150 kV

Gambar 3.1 Pesawat General X ray Konvensional


29

2.Tiga buah grid dengan ratio yang berbeda


a.Merk : Mitaya
rasio : 6:1
konstruksi : focussed
interspace : Al
frekuensi :100 garis/cm
buatan : Jepang

Gambar 3.2 Rasio Grid 6:1

b. Merk : Soyee
rasio : 8:1
konstruksi : linier
Interspace : Al
Frekuensi : 103 garis/cm
Buatan : Cina

Gambar 3.3 Rasio Grid 8:1


30

c. Merk : Mitaya
rasio : 10:1
konstruksi : linier
interspace : Al
frekuensi : 100 garis/cm
buatan : Jepang

Gambar 3.4 Rasio Grid 10:1

3. Objek
Objek yang digunakan pada penelitian ini adalah stepwedge bertingkat
yang terbuat dari material aluminium. Stepwedge adalah alat yang terbuat dari
aluminium alloy berbentuk seperti tangga bertingkat sebanyak 11 tingkat yang
memiliki skala densitas yang berbeda-beda. hasilnya dapat dilihat secara langsung
setelah film diproses dan kemudian nilai densitasnya dihitung dengan
menggunakan densitometer. Spesifikasi stepwedge yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Merk : Gammex
Konstruksi : 6061 Aluminium alloy
Tingkat : Sebelas (11) tingkat,tinggi 3,2mm dan kedalaman 12,7mm
Dimensi : 14 x 6 cm (5.5x2.4 inch)
Berat : 450 gram
31

Gambar 3.5 Stepwedge

4. Film X ray
Film X ray yang digunakan adalah berjenis green sensitive merk Agfa
ukuran 30x40 cm dan 35x35 cm
5.Kaset radiografi
Kaset dan lembar penguat (Intensifying Screen) jenis green emitting
ukuran 30x40 cm dan 35x35 cm
6. Pengolahan gambar
Satu unit automatic processing merk Agfa CP 1000
7.Densitometer
Densitometer adalah alat untuk mengukur densitas(derajat kehitaman)
pada film.Pengukuran densitas ini akan membantu mengetahui derajat optimal
suatu citra radiografi.Densitometer yang digunakan jenis digital densitometer
merk X-rite.

3.3 Prosedur Penelitian


Metode penelitian yang dilakukan penulis adalah metode eksperimen
dimana penulis melakukan langsung percobaan dengan menggunakan material
stepwedge sebagai objek untuk mengetahui pengaruh faktor eksposi (kV dan mA)
terhadap densitas radiografi pada penggunaan variasi rasio dan konstruksi grid.
32

3.3.1 Persiapan Alat dan Objek


1. Dipastikan alat sudah tersambung ke sumber listrik
2. Ditekan tombol generator pada panel listrik
3. Ditekan ON pada Meja kontrol
4. Dipilih tindakan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini digunakan
adalah radiografi.
5. Diatur faktor eksposi yang akan digunakan sesuai dengan yang ditetapkan
pada penelitian
6. Diatur jarak fokus ke film (FFD) tegak lurus mengarah ke objek dengan
jarak 100 cm
7. Ditempatkan kaset yang berisi film dan grid sesuai dengan ukuran kaset
dan grid.
8. Ditempatkan objek dalam hal ini material stepwedge diatas kaset.

3.3.2 Proses Pelaksanaan terhadap Objek (stepwedge)


1. Setelah semua siap termasuk objek dan pesawat sinar X ,makan
dilakukan eksposi terhadap objek.
2. Dilakukan eksposi sesuai dengan variasi faktor eksposi dan juga grid
yang digunakan dalam penelitian ini.
3. Setelah selesai eksposi film diproses di kamar gelap dengan automatic
processing.
4. Selesai film diproses kemudian dilakukan pengukuran densitas film
dengan menggunakan densitometer.
5. Selanjutnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap citra yg dihasilkan
dari penggunaan variasi rasio grid.
33

Setelah prosedur 3.3.1 dilakukan berikut penjelasan tentang prosedur 3.3.2


diatas,
1.Diambil Grid dengan rasio grid 6:1 dan juga kaset berukuran 35x35 cm
sesuai dengan ukuran grid tersebut setelah itu diposisikan sesuai dengan
gambar diatas dimana posisi grid berada diantara objek dan kaset.
2. Diatur faktor penyinaran dengan dimulai dari 70 kV hingga 90 kV dengan
kenaikan setiap 5 kV,pertama diatur 70 kV lalu disinar kemudian
dilanjutkan 75 kV kemudian disinar begitu seterusnya hingga 90 kV.
3. Setelah selesai grid dengan rasio 6:1 dilanjutkan dengan rasio 8:1 dengan
langkah kerja yang sama seperti dijelaskan pada nomor 2 diatas,setelah
selesai dilanjutkan dengan rasio 10:1 dengan langkah kerja yang sama.
4. Selesai semua dilakukan dilanjutkan dengan proses pencucian film di
kamar gelap.
5.Selesai dicuci film selanjutnya dibawa ke BPFK untuk dilakukan evaluasi
dan penghitungkan nilai densitas film, total film yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 15 lembar film hasil pemotretan dari 3 variasi
rasio grid dan konstruksi grid dengan variasi faktor penyinaran pesawat
rontgen.
34

Tabung
sinar X

St epwedge

Grid

Kaset

Gambar 3.6 Skema Pengaturan Stepwedge, Grid dan Kaset


35

Gambar 3.7 Pengukuran Densitas Film dengan densitometer

3.4 Variabel Penelitian


Untuk mendapatkan hasil penelitian digunakan dua variabel yang terdiri
dari vaiabel terikat dan bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
densitas radiografi yamg didapatkan dengan mengukur film radiografi dengan
menggunakan alat densitometer dan kontras radiografi yang merupakan perbedaan
densitas dari masing masing objek. Variabel bebas yang dipergunakan dalam
penelitian adalah variasi rasio grid terhadap faktor penyinaran .
36

3.5 Diagram Alir


Prosedur kerja hingga diperoleh kesimpulan dalam penelitian ini
ditunjukkan pada diagram alir berikut ini :

Persiapan Alat dan Bahan

Pengaturan Objek,Kaset dan Grid

Penyinaran dengan variasi rasio dan konstruksi grid


dengan faktor penyinaran

Proses pencetakan film radiografi dengan


Automatic processing

Pengukuran Densitas radiografi dengan


densitometer

Data

Analisa Data

Kesimpulan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan stepwedge sebagai objek


dimana diatur variasi faktor penyinaran mulai 70 kV sampai 90 kV dengan step
kenaikan 5 kV dengan 3 variasi rasio grid dan konstruksi Grid. Setelah diperoleh
citra kemudian diukur nilai densitas (derajat kehitaman) film nya dengan
menggunakan Densitometer.

Hasil Pengukuran Densitas optik dari variasi rasio grid yang dihasilkan
4.1.1 Rasio Grid 6:1
Setelah dilakukan pembuatan citra radiografi maka dilakukan pengukuran
nilai densitas optik pada film sebanyak 5 titik yang diukur dengan menggunakan
densitometer, maka hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Densitometer rasio grid 6:1


Tegangan
Tabung Skala Densitas optik di 5 titik pengukuran pada hasil citra stepw edge
dalam satuan D (density)
70 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
(D)
Step
1 2 2,01 2,02 2,03 2,04 2,02
2 1,7 1,71 1,72 1,73 1,75 1,722
3 1,35 1,37 1,38 1,39 1,4 1,378
4 1,03 1,05 1,07 1,09 1,1 1,068
5 0,73 0,75 0,77 0,78 0,79 0,764
6 0,52 0,54 0,56 0,58 0,6 0,56
7 0,42 0,43 0,44 0,45 0,46 0,44
8 0,31 0,32 0,33 0,34 0,35 0,33
9 0,26 0,27 0,28 0,29 0,3 0,28
10 0,24 0,25 0,26 0,27 0,28 0,26
11 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0,24
38

75 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
(D)
Step
1 2,11 2,12 2,13 2,14 2,15 2,13
2 1,91 1,92 1,93 1,94 1,95 1,93
3 1,6 1,61 1,62 1,63 1,65 1,622
4 1,3 1,32 1,34 1,35 1,36 1,334
5 1 1,02 1,04 1,06 1,08 1,04
6 0,76 0,78 0,8 0,82 0,84 0,8
7 0,61 0,62 0,63 0,64 0,65 0,63
8 0,45 0,47 0,48 0,49 0,5 0,478
9 0,35 0,37 0,38 0,39 0,4 0,378
10 0,3 0,31 0,32 0,33 0,34 0,32
11 0,26 0,27 0,28 0,29 0,3 0,28

80 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
(D)
Step
1 2,19 2,2 2,21 2,22 2,23 2,21
2 2,12 2,13 2,14 2,15 2,16 2,14
3 2,03 2,05 2,06 2,07 2,08 2,058
4 1,81 1,82 1,84 1,85 1,86 1,836
5 1,53 1,55 1,57 1,59 1,6 1,568
6 1,28 1,3 1,32 1,34 1,35 1,318
7 1,03 1,05 1,07 1,09 1,1 1,068
8 0,8 0,82 0,84 0,86 0,88 0,84
9 0,6 0,62 0,63 0,64 0,65 0,628
10 0,46 0,47 0,48 0,49 0,5 0,48
11 0,4 0,41 0,43 0,44 0,45 0,426

85kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata


(D)
Step
1 2,2 2,21 2,22 2,23 2,24 2,22
2 2,16 2,17 2,18 2,19 2,2 2,18
3 2,11 2,12 2,13 2,14 2,15 2,13
4 2,02 2,03 2,04 2,05 2,06 2,04
5 1,82 1,84 1,86 1,88 1,9 1,86
6 1,62 1,64 1,66 1,68 1,7 1,66
7 1,32 1,36 1,4 1,44 1,46 1,396
8 1,11 1,12 1,13 1,14 1,15 1,13
9 0,9 0,92 0,94 0,98 1 0,948
10 0,7 0,72 0,74 0,76 0,78 0,74
11 0,6 0,62 0,64 0,65 0,66 0,634
39

90kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata


(D)
Step
1 2,22 2,24 2,26 2,28 2,3 2,26
2 2,18 2,19 2,2 2,21 2,22 2,2
3 2,14 2,15 2,16 2,17 2,18 2,16
4 2,08 2,09 2,1 2,11 2,12 2,1
5 2 2,01 2,02 2,03 2,04 2,02
6 1,85 1,87 1,88 1,89 1,9 1,878
7 1,65 1,66 1,67 1,69 1,7 1,674
8 1,36 1,37 1,38 1,39 1,4 1,38
9 1,15 1,17 1,18 1,19 1,2 1,178
10 0,92 0,93 0,94 0,95 0,96 0,94
11 0,82 0,83 0,84 0,85 0,86 0,84

Dari hasil data pada tabel 4.1 diatas maka dapat dijelaskan bahwa, densitas
tertinggi terletak pada step terendah, yaitu step 1 yang merupakan gambaran tebal
objek yang lebih tipis sedangkan densitas terendah terletak pada step yang paling
tinggi, yaitu step 11 yang merupakan gambaran tebal objek yang lebih tebal.
Dimana pada tegangan terendah 70 kV diperoleh rata-rata nilai densitas minimum
pada step 11 sebesar 0,24 D dan nilai rata-rata densitas maksimum pada step 1
sebesar 2,02 D sedangkan pada tegangan 75 kV diperoleh rata rata nilai densitas
minimum pada step 11 sebesar 0,28 D dan nilai rata-rata densitas maksimum pada
step 1 sebesar 2,13 D pada tegangan 80 kV diperoleh rata-rata nilai densitas
minimum pada step 11 sebesar 0,426 D dan nilai rata rata densitas maksimum
pada step 1 sebesar 2,21 D pada tegangan 85 kV diperoleh nilai rata-rata densitas
minimum pada step 11 sebesar 0,634 D dan nilai rata rata densitas maksimum
pada step 1 sebesar 2,22 D begitu juga dengan tegangan tabung yang tertinggi
yaitu 90 kV, densitas tertinggi terletak pada step terendah, yaitu step 1 yang
merupakan gambaran tebal objek yang lebih tipis dengan densitas rata rata
maksimum sebesar 2,26 D sedangkan densitas terendah terletak pada step yang
paling tinggi, yaitu step 11 yang merupakan gambaran tebal objek yang lebih
tebal dengan densitas rata rata minimum sebesar 0,84 D artinya kenaikan
tegangan tabung mempengaruhi kenaikan densitas pada stepwedge dimana nilai
densitas tertinggi berada pada ketebalan objek yang paling tipis yaitu step 1
40

sedangkan nilai densitas terendah berada pada ketebalan objek yang paling tebal
yaitu step 11.
Dari data tabel 4.1 diperoleh grafik hubungan antara densitas dengan
pengaruh variasi faktor penyinaran dan ketebalan bahan dari 11 tingkat stepwedge
yaitu step 1 sampai step 11 seperti grafik dibawah ini :

2,5

2
Nilai Densitas (D)

1,5 Tegangan 70kV

Tegangan 75kV
1
Tegangan 80kV
0,5 Tegangan 85kV

Tegangan 90kV
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Stepwedge (mm)

Gambar 4.1 Grafik Densitas Rasio 6:1

Pada grafik dari rasio grid 6:1 diatas memperlihatkan variasi nilai densitas
berubah untuk setiap tingkatan stepwedge dan nilai tegangan tabung yang
diberikan sesuai dengan rasio grid dan konstruksi grid yang digunakan dimana
rasio grid 6:1 memiliki konstruksi grid fokus. artinya pada tegangan dan rasio grid
yang sama yaitu tegangan tabung 70 kV hingga 90 kV dan rasio 6:1 densitas
tertinggi diperoleh dari objek yang lebih tipis yaitu step 1 karena lebih banyak
melewatkan sinar X dibanding menyerap sinar X sehingga yang sampai ke film
lebih banyak dalam hal ini rasio grid dan konstruksi grid berperan penting dalam
menyerap radiasi hambur demi mengoptimalkan densitas film sedangkan densitas
terendah diperoleh dari step tertinggi yaitu step 11 karena lebih tebal sehingga
lebih banyak menyerap sinar X dan lebih sedikit yang sampai ke film sehingga
nilai densitas film lebih rendah. Nilai densitas menunjukkan tingkat derajat
kehitaman radiografi berdasarkan ketebalan obyek yang ditunjukkan sesuai
dengan tingkatan pada stepwedge. Setiap kenaikan tegangan tabung setara dengan
kenaikan densitas film radiografi.
41

4.1.2 Rasio Grid 8:1


Hasil pengukuran densitas optik pada 5 titik pengukuran hasil citra
stepwedge menggunakan rasio grid 8:1 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil pengukuran Densitometer rasio grid 8:1


Tegangan
Tabung Skala densitas optik di 5 titik pengukuran pada hasil citra stepw edge
dalam satuan D (Density)
70 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
(D)
Step
1 1,7 1,71 1,72 1,74 1,75 1,724
2 1,35 1,37 1,4 1,42 1,44 1,396
3 0,97 1,03 1,07 1,11 1,13 1,062
4 0,75 0,77 0,8 0,83 0,85 0,8
5 0,5 0,53 0,55 0,57 0,6 0,55
6 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,43
7 0,3 0,31 0,32 0,33 0,34 0,32
8 0,25 0,27 0,28 0,29 0,3 0,278
9 0,21 0,22 0,23 0,24 0,24 0,228
10 0,2 0,21 0,22 0,22 0,2 0,21
11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Titik
1 2 3 4 5 Rata-rata
Step (D)
75 kV 1 1,94 1,96 1,98 2 2,02 1,98
2 1,82 1,84 1,88 1,86 1,8 1,84
3 1,5 1,53 1,57 1,59 1,6 1,558
4 1,15 1,17 1,2 1,23 1,25 1,2
5 0,8 0,85 0,9 0,97 1 0,904
6 0,62 0,65 0,67 0,69 0,7 0,666
7 0,47 0,49 0,5 0,52 0,54 0,504
8 0,36 0,38 0,4 0,41 0,43 0,396
9 0,27 0,28 0,29 0,3 0,31 0,29
10 0,24 0,25 0,26 0,27 0,28 0,26
11 0,23 0,24 0,25 0,26 0,27 0,25
42

80 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
(D)
Step
1 2 2,01 2,02 2,03 2,04 2,02
2 1,84 1,86 1,82 1,88 1,9 1,86
3 1,6 1,64 1,68 1,7 1,74 1,672
4 1,48 1,5 1,52 1,54 1,56 1,52
5 1,2 1,26 1,28 1,32 1,38 1,288
6 0,96 1 1,06 1,08 1,1 1,04
7 0,74 0,78 0,8 0,88 0,9 0,82
8 0,58 0,62 0,64 0,68 0,72 0,648
9 0,48 0,5 0,52 0,54 0,56 0,52
10 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,42
11 0,36 0,32 0,38 0,34 0,3 0,34
85 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
(D)
Step
1 2,08 2,09 2,1 2,11 2,12 2,1
2 1,96 1,97 1,98 1,99 2 1,98
3 1,8 1,84 1,88 1,86 1,9 1,856
4 1,6 1,6 1,68 1,74 1,78 1,68
5 1,4 1,48 1,5 1,54 1,58 1,5
6 1,18 1,2 1,24 1,38 1,46 1,292
7 0,98 1,06 1,08 1,1 1,14 1,072
8 0,8 0,86 0,88 0,9 0,94 0,876
9 0,7 0,72 0,74 0,76 0,78 0,74
10 0,58 0,6 0,62 0,64 0,68 0,624
11 0,44 0,48 0,5 0,52 0,58 0,504

90 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
(D)
Step
1 2,12 2,14 2,16 2,18 2,2 2,16
2 1,98 2 2,02 2,04 2,06 2,02
3 1,9 1,92 1,94 1,96 1,98 1,94
4 1,76 1,78 1,8 1,84 1,86 1,808
5 1,52 1,56 1,64 1,7 1,72 1,628
6 1,32 1,38 1,4 1,48 1,5 1,416
7 1,14 1,18 1,2 1,28 1,3 1,22
8 0,98 1 1,06 1,08 1,1 1,044
9 0,78 0,8 0,86 0,88 0,9 0,844
10 0,68 0,7 0,72 0,74 0,76 0,72
11 0,6 0,62 0,64 0,68 0,66 0,64
43

Dari data tabel 4.2 diperoleh grafik hubungan antara densitas dengan
ketebalan bahan dari 11 tingkat stepwedge yaitu step 1 sampai step 11 dan
pengaruh variasi faktor penyinaran sesuai dengan grafik berikut ini :

2,5

2
Tegangan 70kV
Nilai Densitas (D)

1,5 Tegangan 75kV

Tegangan 80kV
1
Tegangan 85 kV

Tegangan 90kV
0,5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Stepwedge (mm)
Gambar 4.2 Grafik Densitas rasio Grid 8:1

Pada grafik dari rasio grid 8:1 diatas memperlihatkan variasi nilai densitas
berubah untuk setiap tingkatan stepwedge dan nilai tegangan tabung yang
diberikan sesuai dengan rasio grid dan konstruksi grid yang digunakan dimana
grid rasio 8:1 memiliki konstruksi grid linier. artinya pada tegangan dan rasio grid
yang sama yaitu tegangan tabung 70 kV hingga 90 kV dan rasio 8:1 densitas
tertinggi diperoleh dari objek yang lebih tipis yaitu step 1 karena lebih banyak
melewatkan sinar X dibanding menyerap sinar X sehingga yang sampai ke film
lebih banyak dalam hal ini rasio grid dan konstruksi grid berperan penting dalam
menyerap radiasi hambur demi mengoptimalkan densitas film sedangkan densitas
terendah diperoleh dari step tertinggi yaitu step 11 karena lebih tebal sehingga
lebih banyak menyerap sinar X dan lebih sedikit yang sampai ke film sehingga
nilai densitas film lebih rendah. Nilai densitas menunjukkan tingkat derajat
kehitaman radiografi berdasarkan ketebalan obyek yang ditunjukkan sesuai
dengan tingkatan pada stepwedge. Setiap kenaikan tegangan tabung setara dengan
kenaikan densitas film radiografi.
44

4.1.3 Rasio 10:1


Hasil pengukuran densitas optik di 5 titik pada hasil citra stepwedge
dengan menggunakan rasio grid 10:1 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran densitometer rasio grid 10:1


Tegangan
Tabung Skala Densitas optik di 5 titik pengukuran hasil citra stepw edge
dalam satuan D (Density)
70 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
Step (D)
1 1,64 1,66 1,68 1,7 1,72 1,68
2 1,52 1,54 1,56 1,58 1,6 1,56
3 1,38 1,4 1,42 1,44 1,46 1,42
4 1,18 1,16 1,2 1,22 1,24 1,2
5 0,98 0,96 1 1,04 1,08 1,012
6 0,88 0,9 0,92 0,94 0,96 0,92
7 0,78 0,76 0,74 0,8 0,82 0,78
8 0,68 0,64 0,62 0,7 0,74 0,676
9 0,58 0,54 0,6 0,52 0,56 0,56
10 0,45 0,4 0,5 0,5 0,52 0,474
11 0,4 0,41 0,42 0,43 0,44 0,42

Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
75 kV Step (D)
1 1,68 1,7 1,72 1,74 1,76 1,72
2 1,58 1,56 1,6 1,62 1,64 1,6
3 1,43 1,47 1,5 1,53 1,55 1,496
4 1,25 1,29 1,3 1,31 1,33 1,296
5 0,9 1,1 1,15 1,17 1,21 1,106
6 0,85 0,88 0,9 1,04 1,06 0,946
7 0,74 0,76 0,8 0,94 0,96 0,84
8 0,64 0,68 0,7 0,8 0,84 0,732
9 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,65
10 0,47 0,5 0,55 0,57 0,6 0,538
11 0,42 0,44 0,48 0,5 0,53 0,474

80 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
Step (D)
1 1,86 1,88 1,9 1,94 1,96 1,908
2 1,78 1,8 1,82 1,84 1,88 1,824
3 1,68 1,7 1,72 1,74 1,76 1,72
4 1,5 1,54 1,58 1,6 1,62 1,568
45

5 1,3 1,34 1,36 1,4 1,46 1,372


6 1,18 1,2 1,24 1,26 1,28 1,232
7 1,04 1,06 1,08 1,1 1,14 1,084
8 0,86 0,84 0,88 0,94 1 0,904
9 0,74 0,76 0,78 0,8 0,82 0,78
10 0,62 0,6 0,66 0,64 0,68 0,64
11 0,5 0,52 0,58 0,54 0,56 0,54

85 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
Step (D)
1 1,98 2 2,02 2,04 2,06 2,02
2 1,88 1,9 1,92 1,94 1,96 1,92
3 1,74 1,76 1,8 1,84 1,86 1,8
4 1,64 1,66 1,68 1,7 1,72 1,68
5 1,5 1,52 1,56 1,58 1,6 1,552
6 1,3 1,34 1,38 1,46 1,48 1,392
7 1,16 1,18 1,24 1,26 1,28 1,224
8 0,98 0,96 1,06 1,08 1,12 1,04
9 0,84 0,86 0,88 0,9 0,94 0,884
10 0,7 0,74 0,78 0,72 0,8 0,748
11 0,6 0,62 0,64 0,68 0,66 0,64

90 kV Titik 1 2 3 4 5 Rata-rata
Step (D)
1 2 2,02 2,04 2,06 2,08 2,04
2 1,92 1,96 1,98 1,94 2 1,96
3 1,8 1,84 1,86 1,88 1,9 1,856
4 1,68 1,7 1,72 1,76 1,8 1,732
5 1,52 1,54 1,58 1,64 1,6 1,576
6 1,48 1,5 1,42 1,44 1,46 1,46
7 1,34 1,32 1,3 1,38 1,4 1,348
8 1,12 1,14 1,16 1,2 1,24 1,172
9 0,96 0,98 1 1,04 1,08 1,012
10 0,82 0,84 0,88 0,9 0,94 0,876
11 0,7 0,74 0,76 0,78 0,8 0,756

Dari hasil data pada tabel 4.3 maka dapat dijelaskan bahwa, densitas
tertinggi terletak pada step terendah, yaitu step 1 yang merupakan gambaran tebal
objek yang lebih tipis sedangkan densitas terendah terletak pada step yang paling
tinggi, yaitu step 11 yang merupakan gambaran tebal objek yang lebih tebal.
Dimana pada tegangan terendah 70 kV diperoleh rata-rata nilai densitas minimum
46

pada step 11 sebesar 0,42 D dan nilai rata-rata densitas maksimum pada step 1
sebesar 1,68 D pada tegangan 75 kV diperoleh rata rata nilai densitas minimum
pada step 11 sebesar 0,474 D dan nilai rata-rata densitas maksimum pada step 1
sebesar 1,72 D pada tegangan 80 kV diperoleh rata-rata nilai densitas minimum
pada step 11 sebesar 0,54 D dan nilai rata rata densitas maksimum pada step 1
sebesar 1,908 D pada tegangan 85 kV diperoleh nilai rata-rata densitas minimum
pada step 11 sebesar 0,64 D dan nilai rata rata densitas maksimum pada step 1
sebesar 2,02 D begitu juga dengan tegangan tabung yang tertinggi yaitu 90 kV,
densitas tertinggi terletak pada step terendah, yaitu step 1 yang merupakan
gambaran tebal objek yang lebih tipis dengan densitas rata rata maksimum sebesar
2,04 D sedangkan densitas terendah terletak pada step yang paling tinggi, yaitu
step 11 yang merupakan gambaran tebal objek yang lebih tebal dengan densitas
rata rata minimum sebesar 0,756 D artinya kenaikan tegangan tabung
mempengaruhi kenaikan densitas pada stepwedge dimana nilai densitas tertinggi
berada pada ketebalan objek yang paling tipis yaitu step 1 sedangkan nilai
densitas terendah berada pada ketebalan objek yang paling tebal yaitu step 11.
Dari data tabel 4.3 diperoleh grafik hubungan antara densitas dengan
ketebalan bahan dari 11 tingkat stepwedge yaitu step 1 sampai step 11 dan
pengaruh variasi faktor penyinaran sesuai dengan grafik berikut ini :

2,5

Tegangan 70kV
Densitas (D)

1,5 Tegangan 75kV


Tegangan 80kV
1 Tegangan 85kV
Tegangan 90kV
0,5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Stepwedge (mm)
Gambar 4.3 Grafik Densitas rasio grid 10:1
47

Pada grafik dari rasio grid 10:1 diatas memperlihatkan variasi nilai densitas
berubah untuk setiap tingkatan stepwedge dan nilai tegangan tabung yang
diberikan sesuai dengan rasio grid dan konstruksi grid yang digunakan dimana
grid rasio 10:1 memiliki konstruksi grid linier, artinya pada tegangan dan rasio
grid yang sama yaitu tegangan tabung 70 kV hingga 90 kV dan rasio 10:1 densitas
tertinggi diperoleh dari objek yang lebih tipis yaitu step 1 karena lebih banyak
melewatkan sinar X dibanding menyerap sinar X sehingga yang sampai ke film
lebih banyak dalam hal ini rasio grid dan konstruksi grid berperan penting dalam
menyerap radiasi hambur demi mengoptimalkan densitas film sedangkan densitas
terendah diperoleh dari step tertinggi yaitu step 11 karena lebih tebal sehingga
lebih banyak menyerap sinar X dan lebih sedikit yang sampai ke film sehingga
nilai densitas film lebih rendah. Nilai densitas menunjukkan tingkat derajat
kehitaman radiografi berdasarkan ketebalan obyek yang ditunjukkan sesuai
dengan tingkatan pada stepwedge. Setiap kenaikan tegangan tabung setara dengan
kenaikan densitas film radiografi.

4.2 Pembahasan
Grid dikenal sebagai Alat bantu untuk mengurangi radiasi hambur,
sekalipun menggunakan faktor penyinaran yang tinggi sehingga nilai densitas dan
kontras radiografi tetap terjaga. Pada penelitian ini menggunakan variasi rasio
grid yaitu 6:1, 8:1, 10:1 dan konstruksi grid yaitu linier dan fokus dengan faktor
tegangan tabung mulai 70 kV sampai dengan 90 kV dengan step kenaikan 5 kV.
Hasil penelitian memodelkan ketebalan objek dalam bentuk stepwedge dari step 1
sampai step 11 dimana step terendah (step 1) memiliki densitas tertinggi
sedangkan step tertinggi memiliki densitas terendah (step 11) yang menghasilkan
nilai densitas rata-rata dari 5 titik yang diukur. Sedangkan nilai kontras radiograf
diperoleh dari selisih nilai densitas maksimum dan minimum.

X 1  X 2 , ,  X n
Nilai rata rata Densitas dihitung dengan rumus rata rata hitung :

X 
n
48

X
Jika dinotasikan dengan notasi Sigma maka :
n

X i 1
i

Dimana ;
X = rata rata hitung
Xi = Nilai data ke i

n = Jumlah sampel

Sedangkan Kontras radiograf diperoleh dengan


C = Dmax – Dmin
Dimana;
C = Kontras
Dmax = Densitas tertinggi/maksimum
Dmin = Densitas terendah/minimum

maka dibawah ini akan ditampilkan nilai densitas rata rata maksimum dan
minimum dari variasi grid rasio dengan faktor penyinaran mulai 70 kV sampai
dengan 90 kV dengan step kenaikan 5 kV
Tabel 4.4 Nilai densitas rata rata maksimum dan minimum dari variasi rasio
grid
Tegangan 70 kV 75 kV 80 kV 85 kV 90 kV
Tabung
Rasio grid 6:1 Dmax 2,02D 2,13D 2,21D 2,22D 2,26D
Dmin 0,24D 0,28D 0,427D 0,634D 0,84D

Rasio grid 8:1 Dmax 1,724D 1,98D 2,02D 2,1D 2,16D


Dmin 0,2D 0,25D 0,34D 0,504D 0,64D

Rasio grid 10:1 Dmax 1,68D 1,72D 1,908D 2,02D 2,04D


Dmin 0,42D 0,474D 0,54D 0,64D 0,756D
49

Tabel 4.4 diatas merupakan nilai densitas rata-rata maksimum dan minimum dari
variasi rasio grid dimana pada rasio grid 6:1 dengan konstruksi grid fokus
diperoleh densitas rata rata tertinggi pada kondisi tegangan tabung 90 kV sebesar
2,26 D pada step 1 dan densitas rata rata terendah pada kondisi tegangan tabung
70 kV sebesar 0,24 D pada step 11. Rasio grid 8:1 dengan konstruksi grid linier
diperoleh densitas rata rata tertinggi pada kondisi tegangan tabung 90 kV sebesar
2,16 D pada step 1 dan densitas rata-rata terendah pada kondisi tegangan tabung
70 kV sebesar 0,20 D pada step 11. Rasio grid 10:1 dengan konstruksi grid linier
diperoleh densitas rata rata tertinggi pada kondisi tegangan tabung 90 kV sebesar
2,04 D pada step 1 dan densitas rata-rata terendah pada kondisi tegangan tabung
70 kV sebesar 0,42 D pada step 11. Nilai densitas rata rata minimum dan
maksimum pada tabel diatas dapat ditunjukkan pada grafik dibawah ini :

Grafik Densitas maksimum


2,5
Nilai Densitas (D)

2 Dm ax rasio grid 6:1


1,5 Dm ax Rasio grid 8:1
1
Dm ax Rasio grid 10:1
0,5
0
70kV 75kV 80kV 85kV 90kV

Tegangan tabung

Grafik Densitas minimum


1
Nilai Densitas (D)

0,8 Dm in rasio grid 6:1


0,6
Dm in rasio grid 8:1
0,4
0,2 Dm in rasio grid 10:1
0
70kV 75kV 80kV 85kV 90kV

Tegangan tabung

Gambar 4.4 Grafik Densitas maksimum dan minimum dari 3 rasio grid
50

Berdasarkan gambar 4.4 tentang grafik densitas maksimum dan minimum


dari 3 rasio grid terlihat bahwa semakin tinggi tegangan densitas juga akan
semakin tinggi. Grafik densitas maksimum dengan rasio grid 6:1 memiliki
densitas terbesar 2,26 D pada step 1 dengan tegangan tabung 90 kV sedangkan
dengan rasio grid 8:1 memiliki densitas terbesar 2,16 D pada step 1 dengan
tegangan tabung 90 kV dan dengan rasio grid 10:1 pada step 1 memiliki densitas
terbesar 2,04 D dengan tegangan tabung 90 kV. Terjadi penurunan nilai densitas
yang signifikan dimana grid dengan rasio tinggi memiliki kerapatan kisi atau
penyekat yang lebih baik dalam mengurangi radiasi hambur yang sampai ke film
dibanding rasio rendah. Untuk densitas minimum diperoleh pada grid dengan
rasio grid yang paling tinggi yaitu 10:1 dibanding rasio grid rendah yaitu dengan
rasio grid 6:1 dan 8:1.
Sedangkan hasil dari kontras radiografi dari ketiga rasio grid dijelaskan
dalam perhitungan selisih densitas maksimum dengan densitas minimum seperti
pada tabel 4.5 dan grafik 4.5. Diperoleh kontras radiografi untuk setiap
stepwedge dengan variasi rasio dan konstruksi grid sebagai berikut:
Pada kondisi tegangan tabung 70 kV rasio 6:1 maka, 2,02 D - 0,24 D =1,78 D
Pada kondisi tegangan tabung 70 kV rasio 8:1 maka, 1,724 D - 0,20 D = 1,524 D
Pada kondisi tegangan tabung 70 kV rasio 10:1 maka, 1,68 D – 0,42 D = 1,26 D
Pada kondisi tegangan tabung 75 kV rasio 6:1 maka, 2,13 D – 0,28 D = 1,85 D
Pada kondisi tegangan tabung 75 kV rasio 8:1 maka, 1,98 D – 0,25 D = 1,73 D
Pada kondisi tegangan tabung 75 kV rasio 10:1 maka, 1,72 D – 0,474 D = 1,246 D
Pada kondisi tegangan tabung 80 kV rasio 6:1 maka, 2,21 D – 0,427 D = 1,784 D
Pada kondisi tegangan tabung 80 kV rasio 8:1 maka, 2,02 D – 0,34 D = 1,68 D
Pada kondisi tegangan tabung 80 kV rasio 10:1 maka, 1,908 D – 0,54 D = 1,368 D
Pada kondisi tegangan tabung 85 kV rasio 6:1 maka, 2,22 D – 0,634 D = 1,586 D
Pada kondisi tegangan tabung 85 kV rasio 8:1 maka, 2,10 D – 0,504 D = 1,596 D
Pada kondisi tegangan tabung 85 kV rasio 10:1 maka, 2,02 D – 0,64 D = 1,38 D
Pada kondisi tegangan tabung 90 kV rasio 6:1 maka, 2,26 D – 0,84 D = 1,42 D
Pada kondisi tegangan tabung 90 kV rasio 8:1 maka, 2,16 D – 0,64 D = 1,52 D
Pada kondisi tegangan tabung 90 kV rasio 10:1 maka, 2,04 D – 0,756 D = 1,284 D
51

Sehingga hasil selisih densitas maksimum dan minimum diatas dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.5 Kontras radiografi dari 3 rasio grid
Kontras radiografi 3 rasio grid
Tegangan tabung rasio rasio rasio
6:1 8:1 10:1
70 kV 1,78D 1,524D 1,26D
75 kV 1,85D 1,73D 1,246D
80 kV 1,784D 1,68D 1,368D
85 kV 1,586D 1,596D 1,38D
90 kV 1,42D 1,52D 1,284D
Tabel 4.5 merupakan nilai kontras dari setiap rasio grid yang digunakan yaitu,
rasio 6:1, 8:1, dan 10:1 kaitannya dengan tegangan tabung dapat dijelaskan pada
grafik dibawah ini :

Gambar 4.5 Kontras radiografi dengan variasi rasio grid

Gambar 4.5 diatas menunjukkan hubungan nilai kontras radiografi dengan


tegangan tabung terhadap penggunaan variasi rasio grid. Rasio grid 6:1 dengan
konstruksi grid fokus pada tegangan tabung 75 kV memiliki kontras tertinggi
sebesar 1,85 sedangkan kontras terendah diperoleh pada tegangan tabung 90 kV
sebesar 1,42. Rasio grid 8:1 dengan konstruksi grid linier pada tegangan tabung
75 kV memiliki kontras tertinggi sebesar 1,73 sedangkan kontras terendah
diperoleh pada tegangan tabung 90 kV sebesar 1,52. Rasio grid 10:1 dengan
52

konstruksi grid linier pada tegangan tabung 85 kV memiliki kontras tertinggi


sebesar 1,38 sedangkan kontras terendah diperoleh pada tegangan tabung 75 kV
sebesar 1,246.
53

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terhadap analisis kualitas citra
radiografi dengan penggunaan variasi rasio dan konstruksi grid maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Grid dengan rasio grid yang tinggi yaitu, rasio 10:1 memiliki densitas
yang lebih baik yaitu 2,04 D pada step 1 dengan tegangan tabung
tertinggi 90 kV dibanding grid dengan rasio grid lebih rendah yaitu,
rasio 6:1 dengan nilai 2,26D.
2. Rasio grid 6:1 memiliki nilai kontras tertinggi yaitu 1,85 pada
tegangan tabung 75 kV sedangkan rasio grid 10:1 memiliki nilai
kontras terendah pada tegangan tabung 75 kV.
3. Konstruksi grid linier dengan rasio grid 10:1 memiliki densitas rata-
rata maksimum yang lebih rendah dibanding rasio grid 8:1 konstruksi
linier pada tegangan tabung 90 kV sebesar 2,04 D pada step 1
sedangkan rasio grid 8:1 sebesar 2,16 D.
4. Konstruksi grid linier dengan rasio grid 8:1 memiliki densitas rata-rata
minimum yang lebih rendah dibanding rasio grid 10:1 konstruksi linier
pada tegangan tabung 70 kV sebesar 0,20 D pada step 11 sedangkan
rasio grid 10:1 sebesar 0,42 D
5. Konstruksi grid fokus dengan rasio grid 6:1 memiliki densitas rata-rata
maksimum tertinggi pada tegangan tabung 90 kV sebesar 2,26 D dan
densitas rata-rata minimum terendah pada tegangan tabung 70 kV
sebesar 0,24 D.
54

5.2 Saran

1. Pemilihan rasio grid hendaknya disesuaikan dengan kapasitas pesawat


sinar X yang digunakan sehingga dalam penggunaan tegangan tabung
dapat menghasilkan kualitas citra radiografi yang optimal.
2. Sebaiknya dalam sebuah instalasi radiologi disediakan minimal dua
jenis rasio grid yang berbeda dan umumnya grid yang paling sering
digunakan adalah grid dengan konstruksi linier dan rasio 8:1 dan 10:1
karena selain lebih mudah didapatkan lebih banyak juga diproduksi
dan harganya relatif lebih murah.
3. Dalam penggunaan Grid sebaiknya diperhatikan peletakannya
terutama konstruksi grid fokus agar tidak terbalik peletakannya.
55

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi Muklis. 2000 .Dasar Dasar Proteksi Radiasi,Jakarta

Bushberg,Jerold. 2001. The Essential Physics of Medical Imaging, 2th, New York
: Lippingcotti William & Wilkins, New York.

Bushong, S.C. 2001. Radiologic Science for Technologists, 7th Edition, Toronto:
Mosby Company

Curry TJ, Dowdey JE, Murry RC, Crestensen’s,. 1990. Physics of Diagnostoc
Radiology, 4 th ed, Philadelphia London : Lea & Febiger.

Jauhari, Arif. 2014. Pengaruh Penggunaan Grid terhadap Densitas dan Kontras.
Diambil dari : http://puskaradim.blogspot.co.id/2014/09/pengaruh-
penggunaan-grid-terhadap.html (diakses 10 Februari 2015)

Meredith, W.J., dan Massey, J.B.1977, Fundamental Physics of Radiology, John


Wright and Sons Ltd., Bristol. © 2014

Sandborg, Michael. Dance, David R. 1993. The Choice of antiscatter grids in


diagnostic radiology the optimization of image quality and absorbed
dose. London : Department of Medical Physics Linkoppping
University,US

Sprawls, Perry Ph.D. 2010. The Physical Principles of Medical Imaging 2nd
edition, Aspen Publisher : Rockville, Maryland.

Syahriar,Rasad . 2001, Radiologi Diagnostik, Jakarta :Bag.Radiologi FKUI.

Universitas Sumatera Utara. 2013. Panduan Tatacara Penulisan Skripsi dan


Tugas Akhir, Edisi Kedua, Medan : FMIPA.
38

LAMPIRAN HASIL CITRA STEPWEDGE DENGAN VARIASI RASIO DAN


KONSTRUKSI GRID

1. Hasil Citra radiografi stepwedge menggunakan konstruksi grid fokus dengan rasio grid 6:1
tegangan tabung 70kV sampai 90kV dengan step kenaikan 5kV
70kV 75kV 80kV 85kV 90kV

2. Hasil Citra radiografi stepwedge menggunakan konstruksi grid linier dengan rasio grid 8:1
tegangan tabung 70kV sampai 90kV dengan step kenaikan 5kV

70kV 75kV 80kV 85kV 90kV


39

3. Hasil Citra radiografi stepwedge menggunakan konstruksi grid linier dengan rasio grid 10:1
tegangan tabung 70kV sampai 90kV dengan step kenaikan 5kV

70kV 75kV 80kV 85kV 90kV


38
39

1) X-ray Grid Selection Based on Clean-up Requirements:


Cleanup Ratio/Type Positioning Recommended Remarks
Latitude Up To
SUPERLATIVE 8:1 criss-cross Distance fair; 120 KVP Not recommended for tilted
centering and tube technique
leveling-slight
EXCELLENT 12:1 linear Very slight 110 KVP (Suitable Extra care required for
for highr KV) proper alignment; usually
used in fixed mount
EXCELLENT 6:1 criss-cross Good 100 KVP Tube tilt limited to five
degrees
GOOD 8:1 linear Distance fair; 100 KVP For general stationary grid
centering and use
leveling-slight
GOOD (CR) 4:1,6:1 Good 120 KVP CR grid
MODERATE 6:1 linear Good 80 KVP Least expensive of stationary
grids

2)Basic Guidelines:
ANATOMY LINE RATIO DISTANCE
SKULL 103 10:1 36-40"
CHEST 103-150 10:1-12:1 60-72"
CR CHEST 150,178 4:1,6:1 Parallel
ABDOMINAL 103 8:1 34-44"
CR ABDOMINAL 150,178 4:1,6:1 Parallel
SCOLIOSIS STUDIES 85-103 8:1 48-72"
SPECIAL PROCEDURES
MOST STUDIES 103 10:1 36-40"
103 10:1 36-40"
BI-PLANE
criss-cross
SURGICAL ROOM
ORTHOPEDICS 85 8:1 34-44"
CHOLANGIOGRAMS VENOUS STUDIES 103 8:1,10:1 34-44,36-40"
EMERGENCY ROOM
TRANS LATERAL SKULL, SPINES, HIPS 103-85 6:1-8:1 34-44"

Anda mungkin juga menyukai