Anda di halaman 1dari 60

1

ANALISIS PENGUKURAN KELURUSAN DAN KESESUAIAN


BERKAS SINAR X DENGAN CAHAYA KOLIMATOR PADA
PESAWAT SINAR –X MOBILE
SKRIPSI

APRILLIANY SUZANA GINTING


NIM.100821011

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

1
Judul : ANALISIS PENGUKURAN KELURUSAN
DAN KESESUAIAN BERKAS SINAR X
DENGAN CAHAYA KOLIMATOR PADA
PESAWAT SINAR –X MOBILE DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH DR. PIRNGADI
MEDAN
Kategori : SKRIPSI

Nama : APRILLIANY SUZANA GINTING

Nomor Induk Mahasiswa : 100821011

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA MEDIK

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

Disetujui oleh
Pembimbing

Drs.Herli Ginting,M.Si
NIP: 19550711 198003 1 003

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang


NIP: 19551030 198003 1 003
PERNYATAAN

ANALISIS PENGUKURAN KELURUSAN DAN KESESUAIAN BERKAS


SINAR X DENGAN CAHAYA KOLIMATOR PADA PESAWAT SINAR –X
MOBILE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

APRILLIANY SUZANA GINTING


NIM. 100821011
PENGHARGAAN

Penulis memanjatkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan YME yang
telah memberikan rahmat dan kasihNya serta bimbinganNya penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini selesai pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ;
1. Bapak Drs. Herli Ginting, MS. Sebagai dosen pembimbing yang memberikan
waktu, tenaga, serta bimbingan kepada penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.
2. DR. Marhaposan Situmorang sebagai ketua Departemen Fisika.
3. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara.
4. Semua dosen Departemen Fisika, FMIPA USU yang pernah menjadi dosen
pengajar selama penulis kuliah di Fisika USU serta semua pegawai
Departemen Fisika FMIPA USU
5. Dr. Evo Elidar, SpR Ka SMF Radiologi RSUD Dr Pirngadi Medan
6. Zulkifli,S.Si, Lince. Dwi, Irda dan Rina penulis ucapkan kepada teman-teman
Fisika ekstensi khususnya stambuk 2010.
7. Orangtuaku, AT.Ginting, dan YYM Moningke serta kakakku tercinta Julita
Eva Ginting yang telah member motivasi saya.

Akhirnya yang tidak terlupakan dan teristimewa suami Akur Sembiring, Amd
dan putra-putriku Ivfani P. Sembiring dan Biosmart C.W.S yang tersayang, Terima
kasih atas do’a, dukungan, serta semangat yang telah diberikan. Semoga Allah SWT
melimpahkan karunia dan berkahNya.
ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang analisis pengukuran kelurusan dan kesesuaian


berkas Sinar - x dengan pengukuran cahaya kolimator dan hasil dengan film pada
pesawat Sinar - x mobile di ruang diagnostic RSUD Dr PIRNGADI Medan sebagai
bagian dari kendali kualitas peralatan (equement quality) hasil penelitian
menunjukkan kinerja pesawat Sinar – x mobile merk siemens masih sesuai dengan pp
no.33 tahun 2007 dimana nilai standart intensitas cahaya 117.8 lux dan beda berkas
cahaya kolimator dengan berkas sinar – x yang diukur adalah 1,125 % (anoda), 0%
(katoda),1,167% (atas),0% (bawah)
ABSTRACT

Has done research on the analysis of the suitability of the measurement of beam
alignment and beam rays - x by measuring the light collimator and the results of the
movies on the plane rays - x diagnostic mobile in the Hospital Dr Pirngadi Medan as
part of quality control equipment (equement quality) results showed the performance
of light rays - x siemens mobile brand is still in accordance with 33 pp in 2007 where
the standard of 117.8 lux light intensity and different light beam collimator with rays -
x is measured is 1.125% (anode), 0% (cathode), 1.167% (above ), 0% (bottom)
DAFTAR ISI
Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abtract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Tempat / Lokasi Penelitian 4
1.7 Sistematika Penulisan 4

BAB II LANDASAN TEORI 6


2.1. Sinar-X Untuk Diagnostik 6
2.1.1. Produksi sinar-x 7
2.1.2. sinar – X 8
2.1.3 Sifat –sifat sinar –X 8
2.1.4 Pembuatan Sinar –X 10
2.1.5 Proses Terjadinya sinar – x dari tabung roentgen 12
2.2.Penggunaan Sumber Radiasi Dalam Kesehatan 13
2.2.1 Persyaratan Kerja Dengan Sumber Radiasi 14
2.2.1.1 Tabung Sinar-X 14
2.2.1.2 Wadah Tabung Sinar-X 14
2.2.1.3 Susunan Tabung Sinar-X 15
2.2.2 Persyaratan keselamatan Kerja Untuk Instalasi Sinar-X Diagnostik
15
2.2.2.1 Pengaturan dan Pembatasan Waktu Penyinaran 16
2.2.2.2 Pemilihan Pesawat Sinar-X 17
2.2.2.3 Persyaratan Proteksi Untuk Pesawat Sinar-X Terapi Umum
18
2.3 Faktor yang mempengaruhi kualitas gambar 18
2.4 Kendali Mutu Pesawat Sinar-X Radiografi Umum 19
2.5 Pengujian Kendali Mutu Pesawat sinar-X Radiografi Umum 20
2.5.1.Pengujian Penerimaan (Acceptance Testing) 20
2.5.2 Pengujian Rutin (Routine Testing) 20
2.6 Metode Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiografi Umum 21
2.6.1 Registrasi pesawat sinar-X Radiografi Umum 21
2.6.2 Metode uji teknis 21
2.7. Penunjukan Faktor Penyinaran 26
2.8 Nilai Ambang Batas 26
2.9 Proteksi Radiasi 27
2.10 Paparan 28
2.11 Filosofi Keselamatan Radiasi dan ALARA 28
2.12 Standar Keselamatan Radiasi 29
2.13 Sistem Pembatasan Dosis 30
2.14 Nilai Batas Dosis 32
2.14.1 Nilai Batas Dosis Pekerja Radiasi 32
2.14.2 Nilai Batas Dosis Wanita Usia Subur 32
2.14.3 Nilai Batas Dosis Penyinaran Lokal 32
2.14.4 Nilai Batas Dosis Masyarakat Umum 33
2.14.5 Nilai Batas Dosis Untuk Siswa Dan Magang 33
2.15 Alat Ukur Proteksi Radiasi 34
2.15.1 Monitor Perorangan 34
2.15.2 Monitor Radiasi 34

BAB III METODE PENELITIAN 35


3.1. Jenis Penelitian 35
3.2. Alat Uji Pengukuran. 36
3.3 Prosedur Penggunaan Pesawat Sinar – X Radiografi Umum 37
3.4. Langkah-langkah Pengukuran 39
3.5. Pengujian Intensitas Cahaya Kolimasi 41
3.6 Pegujian kesesuaian dan kelurusan berkas sinar-X dengan berkas cahaya
kolimator 44
3.7.Diagram Alir Penelitian 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47

4.1 Analisis Data Pengukuran 47


4.1.1 Pengujian Intensitas Cahaya Kolimasi 47
4.1.2 Hasil Pegujian kesesuaian dan kelurusan berkas sinar-X dengan
berkas cahaya kolimator 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51


5.1. Kesimpulan 51
5.2. Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 52
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Spektrum Radiasi Elektromagnetik 6
Tabel 4.1. Hasil pengukuran akurasi intensitas cahaya kolimasi 49
Tabel 4.2 Hasil pengukuran kesesuai dan kelurusan berkas sinar-X dengan berkas
cahaya kolimator. 51
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Skema Tabung Sinar-X 7
Gambar 3.1. Pesawat Sinar-X Mobile 37
Gambar 3.2. Kolimator Test Tool 38
Gambar 3.3. Kolimator Pesawat Sinar-X Mobile 38
Gambar 3.4 Pengukuran pada pesawat sinar-X Mobile 40
Gambar 3.5 Hasil pengukuran kesesuaian dan kelurusan berkas sinar-X
dengan berkas cahaya kolimator. 43
Gambar 3.6 Konfigurasi pengukuran kesesuaian dan kelurusan
berkas sinar-X dengan cahaya kolimasi. 44
Gambar 3.7 Pengukuran kelurusan serta kesesuaian berkas sinar-X
Dengan cahaya kolimator 47
Gambar 3.8 Diagram Alir Penelitian 48
Gambar 4.1 Gambar Hasil Pengukuran Kesesuaian dan kelurusan berkas sinar – x
dengan berkas cahaya kolimator pada tegangan kerja 46 kV dan 4 mAs 50
Gambar 4.2 Gambar Hasil Pengukuran Kesesuaian dan kelurusan berkas sinar – x
dengan berkas cahaya kolimator pada tegangan kerja 52 kV dan 4 mAs 50
BAB I

PENDAHULUAN

1.8 Latar Belakang

Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman,


pertama kali menemukan sinar-X pada tahun 1895 sewaktu melakukan
eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi
yang berasal dari kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf
yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu
penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan
penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian
ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar-X. Baru dikemudian
hari orang menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan
kepada Wilhelm Conrad Roentgen.(Sjahriar Rasad, 1990)
Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia
kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-
bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-
cara pemeriksaan konvensional.
Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir
semua sifat sinar-X. Namun ada satu sifat yang tidak sampai diketahuinya, yaitu
sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan Roentgen
antara lain ialah bahwa sinar ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi
oleh lapangan magnetik dan mempunyai daya tembus yang semakin kuat apabila
tegangan listrik yang digunakan semakin tinggi, sedangkan di antara sifat-sifat
lainnya ialah bahwa sinar-sinar ini menghitamkan kertas potret. (Sjahriar Rasad,
1990)

Dunia kesehatan adalah salah satu bidang dalam kehidupan masyarakat

yang memiliki peran besar terutama untuk meningkatkan taraf kesehatan


masyarakat. Sebagai segmen kehidupan yang diperlukan masyarakat luas, maka

berbagai instansi kesehatan dituntut adanya suatu sistem pelayanan yang

baik.Sistem pelayanan yang baik salah satunya adalah ketepatan diagnosa suatu

penyakit.Pemeriksaan Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan di bidang

medis yang sangat penting untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit dan

sebagai terapi suatu penyakit. Hasil kualitas citra radiografi yang bagus

mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan diagnosa suatu

penyakit yang diderita oleh penderita. Hasil kualitas citra radiografi yang bagus

sangat tergantung pada beberapa faktor. Banyak faktor yang menentukan kualitas

citra radiografi yang sesuai, antara lain : faktor peralatan (unit x-ray, kaset, dan

processing) dan faktor teknik (SDM dan pasien). Untuk menjamin agar tetap

dipenilaiannya, persyaratan standar atas faktor-faktor tersebut, salah satu caranya

adalah dengan menerapkan metode kendali kualitas (Quality Control). Dengan

demikian akan didapatkan hasil diagnosis yang optimal.Penggunaan peralatan

radiografi yang digunakan berkali-kali selama kurun waktu yang lama dan jumlah

permintaan foto yang banyak, maka tidak menutup kemungkinan alat tersebut

mengalami pergeseran nilai standar yang telah ditentukan. Pergeseran tersebut

seharusnya terdeteksi sehingga dapat diatur kembali seperti semula sesuai dengan

nilai standar.Banyak macam cara untuk mendeteksi pergeseran nilai standar

peralatan radiografi, salah satunya dengan menerapkan metode kendali kualitas

(Quality Control). Dalam penelitian ini akan dipaparkan salah satu kegiatan

kendali kualitas (Quality Control) dengan mengamati luas berkas radiasi dari

pesawat sinar-x di Ruang Diagnostik RSU Dr. Pirngadi Medan.


1.1 Perumusan Masalah

Apakah ada pergeseran kesesuaian luas lapangan penyinaran pada kolimator

pesawat sinar-x radiografi umum di Ruang Diagnostik RSUD Dr. Pirngadi Medan

sebagai bagian dari kendali kualitas peralatan .

1.9 Pembatasan Masalah

Sejauh mana adanya pergeseran kesesuaian luas lapangan penyinaran pesawat

sinar-x mobile di Ruang Diagnostik RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pergeseran luas lapangan penyinaran dari pesawat sinar-x

radiografi umum di Ruang Diagnostik RSUD Dr. Pirngadi Medan.

2. Sebagai panduan koreksi luas lapangan penyinaran pada kolimator di

pesawat sinar-x radiografi umum di Ruang Diagnostik RSUD Dr. Pirngadi

Medan.

1.5.1. Manfaat Penelitian

1. Diperoleh hasil pengujian untuk uji kolimasi alat-alat radiografi

khususnya pesawat sinar-X radiografi umum.

2. Tersusunnya data kebutuhan koreksi atas ketidaksesuaian luas berkas

radiasi terhadap berkas cahaya.


3. Menambah wawasan tentang kendali kualitas (quality control) pada
alat-alat radiografi.

1.5.2. Tempat / Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Pirngadi Medan.

1.6 Sistematika Penulisan


Untuk penulisan Skripsi ini lebih sistematika, penulis menyusunnya menjadi
beberapa Bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah, Tujuan
Penelitian, Batasan Masalah, Lokasi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Tinjaun Pustaka yang menguraikan teori-teori yang mendukung dalam


penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Pengukuran kelurusan dan kesesuaian berkas sinar-X dengan cahaya kolimator

pada pesawat sinar-x mobile .

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Menguraikan hasil eksperimen dan pembahasan yang mencakup hasil kerja


alat dan analisisnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang meliputi tentang kesimpulan dari


pembahasan yang dilakukan dari tugas akhir ini serta saran apakah rangkaian
ini dapat dibuat lebih efisien dan dikembangkan perakitannya pada metode
lain yang mempunyai sistem kerja yang sama.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Sinar-X Untuk Diagnostik

Lebih dari satu abad yang lalu sinar-x ditemukan dan sekarang aplikasinya sangat

beragam, salah satunya di bidang medis. Sifat – sifat sinar-x yang dapat menembus

bahan dan menghitamkan plat film dimanfaatkan untuk diagnosa penyakit. Diagnosa

dilakukan dengan membuat gambaran anatomi tubuh memanfaatkan sinar-x yang

menembus tubuh. Sinar-x termasuk gelombang Elektromagnetik (EM), beberapa

gelombang EM dapat ilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spektrum Radiasi Elektromagnetik

2.1.1. Produksi sinar-x

Bagaimana sinar-x dihasilkan adalah faktor penting yang menentukan kualitas dan

karakteristik citra radiograf (Hendee dan Ritenour, 2002). Produksi sinar-x terjadi di

suatu sumber yang disebut tabung sinar-x, seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Skema Tabung Sinar-X

(Hendee and Ritenour, 2002)

Pada tabung tersebut terjadi perubahan energi listrik menjadi radiasi sinar-x dan panas

yang tidak dapat dihindarkan. Proses terjadinya sinar-x menurut Kane (2003), dapat

diurutkan sebagai berikut:

a. Produksi elektron bebas

Elektron bebas dihasilkan pada filamen di katoda, arus listrik menaikkan temperatur

filamen menjadi sangat tinggi sehingga sebagian elektronnya memiliki energi thermal

yang cukup untuk bebas dari energi ikat inti atomnya, dan membentuk awan elektron.

b. Beda potensial tinggi untuk mempercepat elektron Beda potensial yang tinggi

diberikan di antara katoda dan anoda, beda potensial ini menarik dan mempercepat

awan elektron bebas di katoda menuju anoda.

c. Tumbukan dengan anoda


Elektron yang dipercepat akan menumbuk anoda dan terjadi sinar-x. energi kinetik

elektron yang dipercepat hilang saat tumbukan, dan hanya kurang lebih satu prosen

saja yang menjadi sinar-x, sisanya menjadi energi panas. Interaksi eletron dengan

materi (anoda) karena tumbukan tersebut akan menyebabkan terjadinya radiasi

Bremsstrahlung dan radiasi karakteristik. Sinar-x yang terjadi disebut juga sinar-x

bremstrahlung atau sinar-x karakteristik.

2.1.2 Sinar- X

Sinar- X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang

radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet , tetapi dengan panjang gelombang yang

sangat pendek. Sinar- X bersifat heterogen, panjang gelombangnya bervariasi dan

tidak terlihat. Perbedaan antara sinas- X dengan sinar elektromagnetik lainnya juga

terletak pada panjang gelombang , di mana panjang gelombang sinar- X sangat

pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang pendek itu, maka sinar-

X dapat menembus benda-benda. Panjang gelobang sinar elektromagnetik dinyatakan

dalam satuan Amstrong.

1 Ả = 10-8 cm ( ( 1/100.000.000 cm )

Gelombang yang dipergunakan dalam dunia kedokteran antara 0,50 Ả – 0,125 Ả.

Gelombang sinar elektromagnetik terdiri atas : listrik, radio, inframerah, cahaya, ultra

violet, sinar- X, sinar gamma dan sinar kosmik.

2.1.3 Sifat-sifat Sinar- X

Sinar -X mempunyai beberapa sifat fisik yaitu : daya tembus, pertebaran, penyerapan,

efek fotografik, pendar flour ( flouresensi ) , ionisasi dan efek biologik.


1. Daya tembus

Sinar- X dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar dan

digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung ( besarnya kV )

yang dipergunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom

atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembus sinarnya.

2. Pertebaran

Apabila berkas sinar- X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas

tersebut akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder

( radiasi hambur ) pada zat/bahan yang dilaluinya. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya gambar radiografi dan pada film akan tampak pengaburan kelabu

secara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini, maka di

antara subjek dengan film roentgen diletakkan grid. Grid terdiri atas potongan-

potongan timah tipis yang letaknya sejajar, masing-masing dipisahkan oleh

bahan tembus sinar.

3. Penyerapan

Sinar- X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom

atau kepadatan zat/bahan tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat

atomnya makin besar penyerapannya.

4. Efek Fotografik

Sinar -X dapat menghitamkan emulsi film ( emulsi perak-bromida ) setelah

diproses secara kimiawi ( dibangkitkan ) di kamar gelap.

5. Pendar flour ( fluoresensi )

Sinar- X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium-tungstat atau

Zink-sulfid memendarkan cahaya ( luminisensi ), bila bahan tersebut dikenai

radiasi sinar X.
Luminisensi ada 2 jenis yaitu :

a. Fluoresensi

Yaitu akan memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar- X saja.

b. Fosforisensi

Pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat walaupun radiasi sinar

-X sudah dimatikan ( after – glow )

6. Ionisasi

Efek primer sinar-X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan

ionisasi partikel-partikel bahan atau zat tersebut.

7. Efek bioligik

Sinar- X akan menimbulkan perubahan-perubahan bioligik pada jaringan. Efek

biologik ini dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.

2.1.4 Pembuatan sinar X

Untuk pembuatan sinar- X diperlukan sebuah tabung roentgen hampa udara

dimana terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada

suau sasaran ( target ). Dari proses tersebut di atas terjadi suatu keadaan di mana

energi elektron sebagian besar dirubah menjadi panas ( 99 % ) dan sebagian kecil

( 1 % ) dirubah menjadi sinar- X .

Suatu tabung pesawat roentgen mempunyai beberapa persyaratan, yaitu :

1. Mempunyai sumber elektron

Sebagai sumber elektron adalah kawat pijar atau filamen pada katoda di

dalam tabung pesawat Roentgen. Pemanasan filamen dilakukan dengan

suatu transpormator khusus.

2. Gaya yang mempercepat gerakan elektron


Gaya tersebut bergantung pada tegangan yang dipasang pada tabung

Reontgen.

3. Lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara

Lintasan ini terjadi dalam ruang yang praktis hampa udara di antara katoda

dan anoda.

4. Alat pemusat berkas elektron ( focusing cup )

Alat ini menyebakan elektron-elektron tidak bergerak terpencar-pencar,

tetapi terarah ke bidang fokus ( focal spot )

5. Penghenti gerakan elektron.

Penghentian atau penghambat gerakan elektron dapat dibedakan atas :

a. Keping Wolfarm yang ditanamkan di dalam tembaga pada tabung

Roentgen anoda diam.

b. Piring Wolfarm di atas tangkai molybdenum pada tabung Roentgen

anoda putar. Pada ujung tangkai ini terdapat rotor ( angker ) motor

listrik.

Wolfarm adalah bahan fokus yang mempunyai titik lebur yang tinggi,

mencapai 3.400OC dan nomor atom 74.

Secara teknis syarat-syarat tersebut di atas terpenuhi oleh tabung pesawat

Roentgen yang terdiri atas :

a. Tabung gelas silindrik hampa udara

b. Katoda dengan filamen yang terbuat dari kawat tungsten yang

mempunyai titik lebur tinggi, filamen ini terdapat di dalam alat

pemusat berkas electron ( focusing cup )

c. Anoda dimana terdapat bidang focus ( focul spot ) yang merupakan

sasaran ( target ) yang akan ditubruk oleh elektron-elektron.


Percepatan gerakan elektron diperoleh dari generator tegangan tinggi

( transpormator ). Pada suatu tabung sinar- X ( tabung Roentgen ) dengan

lingkaran transformatornya, terdapat bagian-bagian sebagai berikut :

1. Tabung gelas silindrik hampa udara

2. Filamen

3. Transformator

4. Target ( sasaran )

5. Pelindung timah ( perisai timah )

6. Jendela

7. Radiator pendingin

8. Autotransformator

9. Pengukur miliampere.

2.1.5 Proses terjadinya sinar -X dari tabung Roentgen

Urutan proses terjadinya sinar- X adalah sebagai berikut :

1. Katoda ( filamen ) dipanaskan ( lebih dari 2.000OC ) sampai menyala

dengan mengalikan listrik yang berasal dari tranformator .

2. Karena panas, elektron-elektron dari katode (filamen) terlepas.

3. Sewaktu dihubungkan dengan tranformator tegangan tinggi, elektron-

elektron akan dipercepat gerakannnya menuju anoda dan dipusatkan ke

alat pemusat ( focusing cup ).

4. Filamen dibuat relatif negative terhadap sasaran ( target ) dengan memilih

potensial tinggi.

5. Awan-awan elektron mendadak dihentikan pada sasaran ( target ) sehingga

terbentuk panas ( > 99 % ) dan sinar X ( < 1 % ).


6. Pelindung ( perisai ) timah akan mencegah keluarnya sinar- X dari tabung,

sehingga sinar- X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela.

7. Panas yang tinggi pada sasaran ( target ) akibat benturan electron

ditiadakan oleh radiator pendingin.

Jumlah sinar- X yang dilepaskan setiap satuan waktu dapat dilihat pada alat

pengukur meliampere ( mA ), sedangkan jangka waktu pemotretan

dikendalikan oleh alat ukur waktu .

2.2. Penggunaan Sumber Radiasi Dalam Kesehatan

Penggunaan pesawat sinar-X secara tepat yang meliputi perancangan dan

pemasangan, prosedur dan pengoperasian secara benar dengan memperhatikan norma

keselamatan radiasi dan penahan radiasi perlu mendapat perhatian dengan seksama.

Rumah tabung sinar-X harus mempunyai penahan radiasi dan mekanisme pengontrol

berkas harus bekerja dengan baik. Persyaratan ruang dan keselamatan dari fasilitas

radiasi harus diperhatikan sejak awal sebelum instalasi pesawat didirikan. Tujuan dari

keselamatan radiasi adalah untuk memberikan perlindungan terhadap kemungkinan

akibat negatif dari pemanfaatan radiasi pengion. Juga tak kalah pentingnya, setiap

pesawat atau sumber radiasi harus selalu dilengkapi dengan dokumen penyerta yang

memberikan penjelasan secara terperinci tentang peralatan proteksi yang tersedia pada

pesawat, sehingga pemakai dapat menentukan sendiri kondisi kerja yang sama dan

aman.
2.5.1 Persyaratan Kerja Dengan Sumber Radiasi

Sumber yang akan dipakai harus aman dan setiap waktu diketahui tempat

pemakaiannya. Dokumen dari sumber harus ada di tempat dan diinventarisasikan.

Sumber daya manusia yang terlibat adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

RI.No.366/MENKES/PER/VI/1997 tentang penyelenggaraan Pelayanan Radiologi

yaitu sumber daya manusia yang telah disiapkan Departemen Kesehatan dan

Kesejahteraan, antara lain tenaga radiografer,radiolog, dan tenaga perbaikan.

(BAPETEN, 2003)

2.5.1.1 Tabung Sinar-X

Beban maksimum tegangan dinyatakan dalam kV dan kuat arus dalam mA, selain itu

perlu pula diketahui pula modus operasinya, berapa suhu maksimum operasi yang

diizinkan. Perlu diketahui pula ukuran focal spot dan sudut berkas radiasi yang keluar,

radiasi keluaran dan diukur pada jarak berapa centi meter dari fokus, batas-batas

kondisi suhu kamar pada operasi normal dan kelembaban nisbi.

2.5.1.2 Wadah Tabung Sinar-X

Setiap tabung sinar-X harus ditempatkan dalam wadah atau perisai pelindung lain. Di

dalam wadah juga terdapat alat pendingin, wadah tabung biasanya terdiri dari timbal

atau uranium susut kadar yang dilapisi logam. Celah atau lubang pada wadah tabung

tidak boleh lebih besar dari yang diperlukan untuk menghasilkan berkas Sinar Guna

dengan ukuran maksimum. Wadah tabung pesawat sinar-x stationery harus dilengkapi

dengan kolimator yang ada lampunya. Wadah tabung juga harus mempunyai total

filter yang ekivalen dengan 2,0 mm Al (dengan 1,5 mm filter permanen) untuk
pesawat sinar-x yang pengoperasiannya di atas 100 kV kecuali untuk unit

mammografi atau dental.

2.5.1.3 Susunan Tabung Sinar-X

Jika dalam pemakaian pesawat sinar-X tidak diperlukan berkas Sinar Guna dengan

ukuran maksimum, maka celah atau lubang pada wadah tabung dapat dibatasi dengan

menyediakan diafragma tambahan (diafragma pengatur cahaya) berukuran tetap dan

harus sedekat mungkin dengan fokus sinar-X. Pada lubang berkas radiasi (beam- port)

disisipkan saringan tambahan (added filter). Celah/lubang wadah tabung ditutup

dengan timbal. Nilai maksimum radiasi bocor dalam 1 jam untuk susunan tabung

diagnostik adalah 100 mR/jam pada jarak 1 meter dari fokus.

2.5.2 Persyaratan keselamatan Kerja Untuk Instalasi Sinar-X Diagnostik

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu kewajiban pengawasan operator,

lamanya pemakaian pesawat dan ukuran berkas radiasi serta yang lainnya, seperti

rancangan pesawat sinar-x, perisai bangunan dan denah kamar sinar-X. Pertimbangan

utama dalam memilih peswat sinar-x selain didasarkan atas tujuan medis, juga pada

penyediaan daya listrik setempat, dimana yang paling baik adalah dengan tersedianya

daya listrik khusus untuk pesawat sinar-X. Kamar sinar-X harus dibangun cukup kuat

untuk menahan beban peralatan yang ada di dalamnya dan dibangun sedemikian,

sehingga memberikan proteksi yang cukup terhadap orang-orang yang berada di luar

kamar sinar-X. Pada umumnya untuk kamar sinar-X dengan ukuran (6 x 4 x 3) m³ dan

tegangan tabung 70 kVp – 125 kVp, memerlukan dinding dengan semua sisi yang

tebalnya setara 2 mm Pb. Atau jika dinding yang ada terbuat dari bata dan plester yang
tebalnya 13 cm cukup ditambahkan dengan lapisan timbal yang tebalnya 1 mm,

sehingga setara dengan tebal 2 mm Pb atau beton setebal 15 cm atau bata dengan

plester yang tebalnya 25 cm. Ruang operator tempat kabin pesawat sebaiknya dibuat

terpisah dari ruang penyinaran, atau jika berada dalam ruangan penyinaran harus

disediakan tabir Pb dan dilengkapi dengan kaca intip dari Pb. Pintu ruang pesawat

sinar-X harus diberi penahan radiasi yang cukup sehingga terproteksi dengan baik.

Pintu tersebut biasanya terbuat dari tripleks dengan tebal tertentu dengan ditambah

lempengan Pb setebal 1 – 1,5 mm. Lampu merah sebagai tanda radiasi harus dipasang

di atas pintu, yang dapat menyala pada saat pesawat sinar-X digunakan. Tanda

peringatan radiasi juga hendaknya dibuat.

2.5.2.1 Pengaturan dan Pembatasan Waktu Penyinaran

Harus ada penunjukan tegangan tabung, arus tabung dan waktu penyinaran yang

dipilih ; penunjukan jumlah muatan listrik (mAs) dapat dipakai sebagai pengganti

penunjukan arus tabung dan waktu penyinaran secara terpisah. Untuk pengatur

penyinaran otomatis cukup ada penunjukan tegangan tabung ; untuk tegangan tabung

dan arus tabung penyerta. Jika pembangkit sinar-X ini juga dapat digunakan untuk

fluoroscopy, harus ada suatu cara untuk menjaga agar arus tabung berada dalam ±25%

dari nilai yang ditetapkan sebelumnya. Rangkaian penyinaran yang ditetapkan

sebelumnya harus diperlihatkan dengan jelas dalam sebuah tabel dalam dokumen

penyerta ; faktor-faktor penyinaran ini hendaknya tersedia dekat atau pada panel

pengatur. Saklar penyinaran harus terpasang sedemikian, sehingga dapat dijalankan

dari tempat yang aman ( 2 m dari susunan tabung dan dari pasien ). Untuk

memperkecil radiasi pada pasien dan radiasi hambur dalam kamar sinar-X ukuran
berkas radiasi harus dibuat sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan diagnostik dari

pemeriksaan tersebut. Waktu penyinaran biasanya sangat pendek dengan maksud

untuk memperkecil kemungkinan kaburnya bayangan akibat gerakan bagian yang

difoto. Pesawat harus dilengkapi dengan peralatan untuk membatasi berkas Sinar

Guna (misalnya dengan diafragma berkas cahaya yang dapat diatur dan kerucut yang

dapat diganti-ganti).

2.5.2.2 Pemilihan Pesawat Sinar-X

Menurut BAPETEN (2003), semua pesawat radiografi harus tetap di tempatnya.

Pesawat sinar-X radiografi biasanya dioperasikan pada kondisi penyinaran 25 – 150

kV dengan beban kerja 10 – 1.000 mA-menit/minggu. Ada dua kategori penahan

radiasi untuk menentukan tebal dinding ruangan pesawat sinar-X sesuai dengan arah

radiasi yang menjadi titik pengamatan, yaitu :

a. Penahan Radiasi Utama (Primary Protective Barriers) yang menjadi titik

pengamatan dari Berkas Utama.

b. Penahan Radiasi Kedua (Secondary Protective Barriers) yang menjadi pengamatan

dari Radiasi Hambur dan Radiasi Bocor (Scattered and Leakage Radiation).

2.5.2.3 Persyaratan Proteksi Untuk Pesawat Sinar-X Terapi Umum

Persoalan yang berhubungan dengan terapi sinar-X sangat berbeda-beda dan sesuai

dengan tegangan tabung. Pada tegangan rendah tidak menggunakan filter, tabung

sinar-X dengan jendela berylium akan memancarkan berkas cukup kuat yang mungkin

dapat menyebabkan suatu bahaya. Kesalahan kecil dalam penentuan waktu dapat

menimbulkan akibat yang serius, demikian pula radiasi hamburan selama penyinaran
untuk operator yang berada di ruangan sinar-X kecuali jika ujung aplikator menempel

pada kulit pasien. Pada tegangan yang lebih tinggi, bangunan penahan radiasi

memerlukan pertimbangan yang lebih mendalam untuk tercapainya keselamatan untuk

petugas dan anggota masyarakat. Juga perlu diperhatikan penahan radiasi dari wadah

tabung sinar-X sehingga memenuhi Nilai Makasimum radiasi bocor. Hanya pasien

sajalah yang berada di dalam ruangan. Pintu ke dalam ruangan terapi harus

mempunyai sistem interlock, sehingga penyinaran tidak akan berlangsung bila pintu

dibuka. Sebuah alat peringatan yang menghasilkan isyarat cahaya atau bunyi pada

panel pengendali harus selalu menunjukkan dengan jelas bahwa tabung sinar-X

sedang memancarkan radiasi. Beberapa pesawat terapi bertegangan menengah ( 200 –

400 kV ) memerlukan beberapa detik untuk sampai pada tegangan yang sudah diatur

sebelumnya, sehingga dengan demikian digunakan sebuah penutup untuk mengontrol

penyinaran pada pasien. (BAPETEN, 2008)

2.3.Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Gambar.

Pada Pesawat sinar-X radiografi umum dikenal beberapa faktor yang mempengaruhi

kualitas gambar. Adapun faktor yang mempengaruhi kualitas gambar tersebut antara

lain, faktor eksposi, kolimasi, faktor assesoris (perlengkapan untuk pemotretan, yaitu:

film, kaset), faktor pencucian film dan faktor objek.

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang meliputi tegangan tabung, arus tabung dan

waktu eksposi.

Tegangan tabung (kilo Voltave, kV) yaitu beda potensial antara tabung katoda dan

anoda. Semakin tinggi awan elektron yang dihasilkan maka akan semakin kuat

menembus anoda sehingga daya tembus yang dihasilkan akan semakin besar.
Arus tabung (milli Ampere, mA) yaitu kuat lemahnya arus yang dihasilkan sinar-X,

apabila arus tabung besar maka elektron yang dihasilkan akan semakin besar.

Waktu (time, detik) yaitu lamanya waktu eksposi, sangat berpengaruh terhadap jumlah

elektron, milli Ampere Second berpengaruh terhadap jumlah elektrondan kuantitas

sinar-X.

2.4 Kendali Mutu Pesawat Sinar-X Radiografi Umum.

Kendali Mutu dapat diartikan sebagai program berkala untuk menguji kinerja pesawat

sinar-X radiografi umum dan membandingkan dengan standar yang ada. Kendali mutu

merupakan bagian dari program jaminan mutu yang berhubungan dengan teknik yang

digunakan dalam monitoring dan pemeliharaan dari unsur- unsur teknis dari sistem.

Menguji kinerja sistem adalah hal penting untuk memelihara mutu gambaran yang

optimal (Depkes RI, 2009). Kendali mutu mempengaruhi mutu gambaran. Oleh

karena itu kendali mutu adalah bagian dari program jaminan mutu yang berhubungan

dengan instrumentasi dan peralatan. Tujuan dari program pengendalian mutu adalah

untuk memastikan bahwa peralatan imajing menghasilkan mutu gambaran terbaik

dengan dosis penyinaran yang diterima pasien seminimal mungkin. Sistem program

jaminan mutu penting untuk memastikan kinerja sistem optimal dan mutu gambaran

dengan jumlah dosis radiasi yang mengenai pasien seminimal mungkin. Jaminan mutu

dirancang untuk menyediakan parameter-parameter kinerja tertentu untuk menentukan

apakah spesifikasi suatu unit yang dipasang menyimpang dari spesifikasi awal dari

pabrik setelah pemakaian. Suatu program jaminan mutu pesawat sinar-X radiografi

umum diselenggarakan oleh tenaga yang berkualitas dari Fisikawan Medis dan

Radiografer, (Depkes RI, 2009).


2.5 Pengujian Kendali Mutu Pesawat sinar-X Radiografi Umum.

2.5.1 Pengujian Penerimaan (Acceptance Testing).

Pengujian ini dilakukan setelah pemasangan alat pesawat sinar-X radiografi umum,

dan mempunyai tujuan untuk memastikan bahwa peralatan yang dipasang sudah

sesuai dengan spesifikasi pabrikan sebelum alat itu dipakai untuk pemeriksaan pasien.

Pengujian penerimaan ini terdiri dari pengukuran dosis radiasi dan kinerja elektro

mekanik, kualitas gambar dan mengevaluasi sistem komponen. Hasilnya akan

digunakan untuk mengidentifikasi sistem komponen yang memerlukan sedikit

penyesuaian sedangkan bagian yang cacat harus diganti (Depkes RI, 2009).

2.5.2 Pengujian Rutin (Routine Testing).

Pengujian ini dilakukan setelah pemakaian selama periode tertentu. Untuk lebih

konsisten di dalam pengukuran cara kerja dari alat pesawat sinar-X radiografi umum,

maka penjual alat harus menyediakan alat untuk melaksanakan uji kendali mutu

dengan beberapa parameter, variasi-variasi yang dapat diijinkan untuk parameter yang

ditentukan, suatu metode untuk menyimpan dan merekam data jaminan mutu, dan

informasi dosis dalam wujud suatu indeks dosis dari pesawat sinar-X.(Depkes RI,

2009).

2.6 Metode Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiografi Umum.

2.6.1 Registrasi pesawat sinar-X Radiografi Umum.

a. Data administratif.

Dapat dilakukan pencatatan data sebelum pesawat dioperasikan, berisi seluruh

pemeriksaan dokumen perizinan atau permohonan izin. Bertujuan untuk memeriksa

kecocokan identitas pemegang izin (penanggung jawab operasi) pada dokumen

perizinan/permohonan izin dengan kenyataan di lapangan.

b. Data konfigurasi pesawat sinar-X.


Dapat dilakukan pencatatan data sebelum pesawat dioperasikan, berisi seluruh

pemeriksaan konfigurasi (struktur komponen pesawat) dan kondisi umum pesawat

termasuk pergerakan mekanik dari pesawat. Bertujuan juga untuk memeriksa

kecocokan identitas pesawat (nomor seri dari pabrikan) pada dokumen dengan

kenyataan di lapangan. Dapat diberi catatan bila ada kondisi atau cacat mekanik

khusus yang berpotensi menggangu operasi pesawat (Depkes RI, 2009).

2.6.2 Metode uji teknis.

Beberapa parameter uji kesesuaian pesawat sinar-X radiografi umum yaitu:

a. Akurasi sistem kolimasi dan test illuminasi cahaya lampu kolimator.

Telah diketahui bahwa sinar-X dihasilkan karena adanya tumbukan dari elektron-

lektron yang dihasilkan oleh katoda yang mengarah pada anoda sehingga hasilnya

adalah energi foton sinar-X yang jumlahnya hanya sekitar 1% dan sisanya berupa

energi panas yang jumlahnya kurang lebih sampai dengan 99%. Sesuai dengan sifat

fisika yang dimiliki maka foton sinar-X yang dipancarkan arahnya adalah menuju ke

segala arah atau berbentuk bola.

Selain itu foton sinar-X juga tidak dapat diidentifikasi dengan indra yang dimiliki

manusia, karena spektrum panjang gelombangnya di luar rentang spektrum sinar yang

mampu terlihat oleh mata telanjang manusia, sehingga sangat tidak mungkin untuk

mengetahui ada tidaknya sinar-X di lingkungan sekitarnya.

1. Keperluan pemeriksaan.

Pemeriksaan radiologi khususnya radiodiagnostik hanya memerlukan sejumlah sinar-

X untuk dapat menghasilkan gambaran radiografi. Karena luas permukaan tubuh yang

menjadi objek pemeriksaan relatif tidak begitu luas, maka keluaran sinar-X perlu

dibatasi. Karena sifat sinar-X yang tidak dapat di indra itulah maka dibutuhkan suatu

alat bantu yang dapat menampilkan seolah-olah seperti luas sinar-X yang digunakan.
Dalam hal ini proteksi radiasi memegang peranan penting dalam pembatasan luas

lapangan sinar-X, karena harus melindungi organ-organ yang tidak diperiksa dari

paparan radiasi. Untuk membatasi luas lapangan sinar-X yang akan digunakan maka

pada tabung sinar-X diletakkan suatu alat yang disebut dengan kotak kolimator.

2. Fungsi kolimator

Dengan kolimator diharapkan sinar-X dapat digunakan secara efisien, artinya dapat

diketahui dengan seksama berapa luas sebenarnya sinar-X yang akan dimanfaatkan

untuk menghasilkan gambaran. Karena sinar-X itu tidak terlihat maka digunakan

cahaya tampak yang diproyeksikan seperti arah dan luas sinar-X yang keluar dari

tabung dan akan dimanfaatkan untuk pemeriksaan. Bila cahaya tampak yang

terproyeksi keluar ukurannya 24 cm x 30 cm maka sinar-X yang keluar berukuran 24

cm x 30 cm juga.

3. Konstruksi Kolimator dan komponennya.

a) Pengatur bukaan dan skalaannya.

b) Tombol lampu kolimator.

c) Daun kolimator (arah kanan-kiri dan depan-belakang).

d) Cermin kolimator yang bersudut 45o.

e) Rumah kolimator

4. Macam-macam kerusakan lampu kolimator

a) Gerakan daun kolimator yang tidak simetris.

b) Macetnya daun kolimator di satu sisi.

c) Berubahnya sudut cermin kolimator.

d) Tidak lenturnya kawat pengatur gerakan daun kolimator.

5. Pengaruh kolimator dalam pembuatan radiografi.


Sesuai kebutuhan klinis maka diharapkan bahwa setiap radiograf yang dihasilkan

hanya akan memuat gambaran anatomi dari organ yang diperiksa, tidak perlu

menampakkan organ lainnya. Misalnya jika ingin membuat radiografi dada (thorax)

maka hanya organ thorax saja yang tercakup dalam radiograf, tidak perlu

menampakkan rongga perut (abdomen) dan daerah leher (cervical) karena hanya

akan memberi beban dosis radiasi saja.

Pengujian sistem kolimasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerahan cahaya

yang dihasilkan dari lampu kolimator. Cahaya kolimator perlu dilakukan karena target

(arah dan luas) pengambilan gambar ditentukan oleh cahaya lampu kolimator.

Kolimator yang kurang baik akan memungkinkan tersebarnya berkas sinar-X keluar

dari berkas utama, sehingga menyebabkan kurang baiknya kualitas gambar.

Dalam praktek yang sering diabaikan adalah tingkat pencahayaan yang digunakan

dalam perlengkapan pesawat sinar-X misalnya apabila cahaya matahari masuk ke

dalam ruangan, berkas cahaya lampu kolimator menjadi tidak terlihat oleh mata,

sehingga sulit memberikan petunjuk yang memuaskan mengenai luas berkas pada

permukaan objek.

Ada kemungkinan lain mengenai berkas cahaya di bawah kondisi ini ialah suatu alat

pengamat untuk pengaturan berkas yang memungkinkan terlihatnya gambar pasien

yang dipantulkan melalui kolimator. Dengan alat semacam ini luas lapangan

penyinaran dapat diatur sesuai dengan bagian tubuh yang akan disinari.

Generator adalah elemen dari sistem pembangkit sinar-X. Ketidak konsistenan

produksi/keluaran sinar-X dari tabung sinar-X yang dibangkitkan suatu generator

pembangkit, sangat dipengaruhi oleh parameter teknis. Besarnya keluaran sinar-X

yang tidak konsisten akibat dari kinerja parameter teknis yang tidak baik, berpengaruh

langsung terhadap variasi- variasi baik kualitas gambar, atau kuantitas sinar-X yang
diproduksi dan dosis radiasi yang terjadi. Untuk itu sangatlah penting memonitor

parameter-parameter tersebut khususnya tegangan kerja, kuat arus, waktu eksposi,

kualitas radiasi, kedapatulangan dan kebocoran tabung sinar-X.

Pengujian ketepatan keluaran tabung sinar-X bertujuan agar pesawat sinar-X dapat

memproduksi sinar-X yang sesuai dengan faktor eksposi yang diatur pada panel

pengontrol, serta dapat menghasilkan keluaran sinar-X yang berkualitas secara

berkelanjutan sehingga diperoleh hasil radiograf yang terjaga kualitasnya, untuk itu

sangat penting adanya kesesuaian antara panel pengontrol dengan keluaran tegangan

tabung sinar-X. Dalam pengukuran keluaran tabung sinar-X, pengaturan nilai faktor

eksposi sangat berpengaruh pada daya tembus, intensitas sinar-X yang diberikan dan

dosis radiasi yang diterima oleh pasien. Selain itu faktor tegangan tabung, arus tabung

dan waktu ekposi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kontras dan

densitas pada film yang dihasilkan. Ketidaklinieran antara tegangan kerja yang diatur

pada panel pengontrol dan besar energi penetrasi yang dihasilkan oleh tabung akan

berpengaruh pada kontras dan densitas radiograf serta secara tidak langsung turut

mempengaruhi dosis radiasi yang diterima oleh pasien. Arus tabung dan waktu

penyinaran merupakan faktor yang saling terikat dalam menentukan intensitas sinar-X

yang dipancarkan ke tubuh pasien yang akan ditangkap oleh film sehingga akan

terbentuk gambaran organ yang diperiksa. Arus tabung merupakan jumlah arus listrik

yang mengalir di katoda. Saat arus listrikmelewati kawat filamen maka terjadi

pemanasan filamen yang diikuti pembentukan elektron-elekton di sekitar permukaan

filamen, sedangkan waktu eksposi merupakan lamanya waktu arus listrik mengalir

melewati filamen sehingga filamen dapat terus menerus memproduksi awan-awan

elektron dalam jangka waktu yang sesuai dengan lamanya waktu eksposi yang diatur.

Perubahan arus tabung dan faktor waktu eksposi dapat memberikan rentang densitas
yang berbeda pada film serta berpengaruh pada intensitas sinar-X yang dikeluarkan,

juga dosis radiasi yang diterima oleh pasien akan semakin meningkat.

Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian antara output sinar-X dengan faktor

eksposi yang disetting.

Pada umumnya ketidaksesuaian antara keluaran sinar-X dengan faktor eksposi yang

diatur pada panel kontrol dapat disebabkan kondisi instrumentasi internal pesawat

sinar-X itu sendiri yang diakibatkan berbagai faktor antara lain:

1) Efisiensi transformer, yaitu daya keluar dari transformator dibanding daya masuk

pada transformator setiap unitnya.

2) Bergesernya pengatur tegangan kerja, arus tabung dan waktu ekspose pada panel

kontrol, karena dimungkinkan tombol pengaturan tegangan kerja, arus tabung atau

Waktu ekspose telah aus.

3) Kondisi tabung sinar-X yang normalnya hampa udara, mungkin terisi udara

sehingga terjadi friksi (gesekan) yang berakibat energi foton akan berkurang.

2.8.Penunjukan Faktor Penyinaran

Tegangan dan arus tabung harus selalu dapat diketahui besarnya. Saringan pesawat

sinar-X harus terkontrol dan mempunyai sistem pengaman. Peralatan sinar-x harus

dilengkapi dengan peralatan yang dapat mengatur ukuran dan arah sinar guna sebelum

penyinaran dilakukan.

2.9.Nilai Ambang Batas

ICRP (International Committee Radiation Protection) mendefenisikan Nilai Batas

Dosis adalah dosis yang diterima dalam jangka waktu tertentu atau dosis yang berasal

dari penyinaran intensif seketika, yang menurut tingkat pengetahuan dewasa ini
memberikan kemungkinan yang dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatik

gawat atau cacat genetik (Akhadi,1997). Dosis batas (Dose Limit) dalam lingkungan

kerja adalah suatu dosis radiasi yang diperoleh selama kerja yang masih

diperbolehkan diterima oleh pekerja di instalasi radiasi. (Simanjuntak, 2004)

Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi

didasarkan pada rumus dosis akumulasi sebagai berikut :

D = 5( N – 18 ) ..................................... (2.2 )
Di mana : - D adalah dosis akumulasi dari ia mulai bekerja sampai ke umur N
dinyatakan dalam Rem.
- N adalah usia pekerja radiasi yang bersangkutan, yang dinyatakan dalam
tahun.
- 18 adalah usia terendah dari seseorang yang diizinkan untuk bekerja
dalam medan radiasi, dinyatakan dalam tahun.
Nilai Ambang Batas di Indonesia dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Jendral

Badan Tenaga Atom Nasional Nomor : PN 03/160/DJ/89 Tentang Ketentuan

Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. Dosis batas radiasi yang sekarang berlaku untuk

tujuan perlindungan dalam lingkungan kerja adalah 5 Rem per tahun, walaupun

beberapa pekerja tergantung dari aktifitas kerja mereka masih diperkenankan

menerima dosis sampai dengan 12 Rem per tahun.

Penerimaan dosis yang tidak boleh melampaui dalam setahun tidak tergantung pada

laju dosis, baik untuk radiasi eksterna maupun interna. Dalam hal ini tidak termasuk

penyinaran medis dan alam. Pekerja radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun

dan pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi

dengan resiko kontaminasi tinggi. (Akhadi, 1997)


2.10.Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi adalah suatu pengetahuan dan teknik tentang

keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang berhubungan dengan

pemberian perlindungan (proteksi) kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap

kemungkinan negatif akibat radiasi pengion, sementara kegiatan yang diperlukan

dalam pemakaian sumber radiasi pengion masih tetap dapat dilaksanakan. Akibat

negatif ini disebut Somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi, dan

disebut akibat genetik apabila dialami oleh keturunannya. Adapun spesifikasi

peralatan proteksi radiasi diantaranya, yaitu penahan radiasi dengan ketebalan

minimum 1,5 mm Pb, apron pelindung dengan ketebalan minimum 0,25 mm Pb,

sarung tangan pelindung dengan ketebalan 0,25 mm Pb, perisai gonad dengan

ketebalan minimum 0,5 mm Pb. Pekerja radiasi juga senantiasa memakai alat

pemantau radiasi, dan seorang pekerja radiasi juga setiap tahunnya melakukan

pemeriksaan kesehatan. (BAPETEN, 2009)

2.11. Paparan

Besaran radiasi yang untuk pertama kali diperhatikan adalah paparan (exposure),

dengan simbol X, yang pada kongres Radiologi tahun 1928 didefenisikan sebagai

kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara dalam

volume tertentu.
2.12. Filosofi Keselamatan Radiasi dan ALARA

Menurut BAPETEN (2008), dalam menentukan untung rugi atau resiko manfaat dari

kegiatan yang menggunakan sumber radiasi perlu ditetapkan suatu sistem pembatasan

dosis berdasarkan pada :

1. Setiap pemakaian zat radioaktif dan/atau sumber radiasi lainnya hanya didasarkan

pada azas manfaat dan harus lebih dahulu memperoleh persetujuan BATAN.

2. Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (As Low As Reasonably

Achhievable – ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.

3. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai Batas

Dosis (NBD) yang telah ditetapkan.

Dalam menerapkan sistem pembatasan dosis ini harus dipertimbangkan dosis

terikat yang dapat berasal dari kegiatan masa kini maupun masa yang akan datang.

Sejak tahun 1900 para ilmuan di bidang ini mulai menyadari adanya bahaya dari

radiasi pengion ini. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi pada waktu itu

sangat besar jika dibandingkan dengan standar sekarang. Pembahasan dosis atau pada

waktu itu merupakan pembatasan lamanya bekerja dimulai pada tahun 1925 dengan

terbitnya rekomendasi dari British X-Ray and Radium Protection Committee, dalam

kongresnya yang pertama. Rekomendasi ini baru dilaksanakan pada tahun 1928. Yang

perlu dikemukakan dari pembatasan dosis yang pertama ini adalah bahwa:

a. Dianggap adanya suatu nilai ambang, di bawah nilai tersebut akibat radiasi tidak

terjadi.

b. Proteksi hanya ditujukan bagi pekerja radiasi.

c. Dosis radiasi dapat ditolerir bila jumlah yang diterima pegawai adalah 0,2 R/hari

(1934).
Rekomendasi yang dikeluarkan International Commission on Radiological

Protection (ICRP) dibuat sedemikian rupa sehingga efek non stokastik dapat dihindari

dan untuk memperkecil efek stokastik (dalam hal ini penyakit kanker) sampai pada

suatu nilai yang dapat diterima. Dalam hal ini ICRP mengambil kebijaksanaan untuk

menyamakan resiko kematian pada suatu batas dosis yang akan menimbulkan resiko

kematian yang dapat diterima oleh seorang pekerja dalam 1 (satu) tahun adalah

50mSv/tahun, maka resiko tersebut besarnya adalah 1 dari 2000 atau 5 kali nilai resiko

bekerja di industri.

Dengan demikian tujuan keselamatan radiasi adalah :

1. Membatasi peluang terjadinya akibat stokastik akibat dari resiko pemakaian radiasi

yang diterima oleh masyarakat, dan

2. Mencegah terjadinya akibat non-stokastik dari radiasi yang membahaya seseorang.

2.13.Standar Keselamatan Radiasi

Untuk tujuan standar keselamatan radiasi ICRP membedakan 3 (tiga) macam kategori

penyinaran :

1. Penyinaran terhadap pekerja radiasi dewasa (diatas usia 18 tahun), dibagi lagi

menjadi penyinaran untuk wanita hamil dan pekerja radiasi lainnya.

2. Anggota masyarakat terdiri dari anggota masyarakat perorangan dan keseluruhan

masyarakat.

3. Penyinaran medik yaitu memperoleh dosis radiasi dengan sengaja yang diberikan

oleh tenaga medik dan paramedik yang mampu. Pelaksana penyinaran tidak

termasuk dalam kategori ini.


Untuk penyinaran akibat pekerjaan, yaitu untuk pekerja radiasi, yang tercantum

dalam SK Kepala BAPETEN No.1 Tahun 1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja

Terhadap Radiasi, nilai batas dosis ekivalen ditentukan agar supaya tujuan atau apa

yang diharapkan dari proteksi radiasi dapat dicapai. Tujuan proteksi radiasi ini adalah

untuk membatasi peluang terjadinya efek stokastik dan non stokastik, yaitu :

1. Untuk menghindari efek non stokastik, ditetapkan nilai batas dosis.

a. 0.5 Sv (50 Rem) untuk semua jaringan kecuali lensa mata.

b. 0.15 Sv (15 Rem) untuk lensa mata.

Batas ini berlaku, baik apabila merupakan penyinaran tunggal pada jaringan tubuh

maupun bersama-sama dengan organ lain.

2. Untuk membatasi efek stokastik ditetapkan nilai batas dosis ekivalen efektif untuk

penyinaran seluruh tubuh adalah 50 mSv (5 Rem) dalam satu tahun.

2.14. Sistem Pembatasan Dosis

Menurut BAPETEN (2008), pembatasan dosis pada waktu ini merupakan pembatasan

lamanya bekerja dimulai pada tahun 1925 dengan terbitnya rekomendasi dari British

X-Ray and Radium Protection Committee, dalam kongresnya yang pertama.

Rekomendasi ini baru dilaksanakan pada tahun 1928. Yang perlu dikemukakan dari

pembatasan dosis yang pertama ini adalah :

a. Dianggap adanya suatu nilai ambang, di bawah nilai tersebut akibat radiasi tidak

terjadi.

b. Proteksi hanya ditujukan bagi pekerja radiasi.

c. Dosis radiasi dapat ditolerir bila jumlah yang diterima pegawai adalah 0,2 R/hari

(1934).
Dengan bertambah banyaknya penelitian-penelitian dalam bidang akibat radiasi

ini baik dari pendahulu/penemu pemakaian pesawat sinar-X maupun dari korban bom

atom di Nagasaki dan Hirosima, secara bertahap nilai batas dosis ini makin lama

makin diperkecil. Rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Internasional untuk Proteksi

Radiasi (ICRP – International Commission on Radiological Protection) dibuat

sedemikian rupa sehingga efek non stokastik dapat dihindari dan untuk memperkecil

efek stokastik (dalam hal ini penyakit kanker) sampai pada suatu nilai yang dapat

diterima. Dalam hal ini ICRP mengambil kebijaksanaan untuk menyamakan resiko

kematian pada suatu batas dosis yang akan menimbulkan resiko yang besarnya sama

dengan resiko pekerjaan dari Industri lainnya, yaitu bahwa resiko kematian yang dapat

diterima oleh seorang pekerja dalam satu tahun adalah 1 (satu) dari 10.000. Untuk

nilai batas dosis yang berlaku sekarang ini, yaitu 50mSv/tahun, maka resiko tersebut

besarnya adalah 1 dari 2000 atau 5 kali nilai resiko bekerja di Industri. Nilai ini dapat

dianggap nilai tinggi apabila ALARA tidak diterapkan. Dengan menerapkan ALARA,

yaitu mengusahakan penerimaan dosis radiasi sekecil mungkin dan dengan

memperhatikan faktor ekonomi dan sosial, maka resiko tersebut dapat lebih

diturunkan.

2.15. Nilai Batas Dosis

Nilai Batas Dosis yang ditetapkan dalam SK Kepala BAPETEN No.1 Tahun 1999

tentang ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi adalah penerimaan dosis yang

tidak boleh dilampaui dalam setahun, tidak tergantung pada laju dosis, baik untuk

radiasi eksterna maupun interna. Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran medis dan
alam. Pekerja radiasi tidak boleh kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa

menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi dengan resiko kontaminiasi tinggi.

2.15.1. Nilai Batas Dosis Pekerja Radiasi

Nilai batas dosis untuk penyinaran seluruh tubuh 50 mSv (5000 mRem)/tahun.

2.14.2.Nilai Batas Dosis Wanita Usia Subur

Nilai batas dosis untuk wanita dalam usia subur 13 mSv (1.300 mRem) dalam jangka

13 minggu pada abdomen dan wanita hamil 10 mSv (1.000 mRem) pada janin,

terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat bayi lahir.

2.14.3.Nilai Batas Dosis Penyinaran Lokal

Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 500 mSv (50.000 mRem) dalam satu

tahun. Telah ditetapkan pula nilai batas untuk :

a. Lensa mata 150 mSv (15.000 mRem)/tahun.

b. Kulit 500 mSv (50.000 mRem)/tahun.

c. Tangan, lengan, kaki dan tungkai 500 mSv (50.000 mRem)/tahun.

2.14.4.Nilai Batas Dosis Masyarakat Umum

Pembatasan dosis untuk masyarakat umum untuk seluruh tubuh 5 mSv (500

mRem)/tahun (1/10 x NBD pekerja radiasi). Demikian pula hanya untuk penyinaran

lokal yaitu 50 mSv/tahun.


2.14.5.Nilai Batas Dosis Untuk Siswa Dan Magang

Nilai batas dosis per tahun untuk magang dan siswa yang harus menggunakan sumber

radiasi adalah :

a. Yang berusia diatas 18 tahun, sama dengan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi.

b. Yang berusia antara 16 dan 18 tahun adalah 0,3 dari NBD untuk pekerja radiasi.

c. Yang berusia di bawah 16 tahun adalah 0,1 dari NBD untuk masyarakat umum, dan

tidak boleh menerima dosis sebesar 0,01 dari NBD masyarakat umum, dalam sekali

penyinaran.

2.16.Alat Ukur Proteksi Radiasi

Alat ukur radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari detektor dan rangkaian

penunjang. Detektor adalah suatu bahan yang peka terhadap radiasi sehingga mampu

menghasilkan tanggapan (respon) bila terkena radiasi. Peralatan penunjang biasanya

merupakan peralatan elektronik untuk mengubah tanggapan detektor tersebut menjadi

suatu informasi yang lebih mudah dimengerti. Besaran radiasi yang diukur oleh

peralatan ini sebenarnya adalah intensitas radiasi, namun untuk keperluan proteksi

radiasi nilai intensitas tersebut dikonversikan dan ditampilkan sebagai besaran dosis

radiasi. Informasi yang diberikan dapat berupa paparan dalam roentgen, dosis serap

dalam rad atau gray, dan dosis ekivalen dalam rem atau sievert.

2.16.1. Monitor Perorangan

Monitor perorangan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi

yang diterima oleh tubuh manusia. Contohnya seperti film badge yang berfungsi untuk

mengetahui dosis radiasi yang telah mengenai seorang pekerja radiasi secara
akumulasi sehingga pekerja tersebut membandingkannya ke nilai batas akumulasi

dosis. (BAPETEN, 2003)

2.16.2. Monitor Radiasi

Monitor radiasi seperti surveymeter adalah alat ukur radiasi yang dapat menampilkan

hasil pengukuran secara langsung pada saat dikenai radiasi. Berfungsi untuk

mengukur laju paparan radiasi secara langsung di tempat kerja sehingga pekerja yang

mempergunakan alat ini dapat memperkirakan dosis yang akan diterimanya bila

bekerja di tempat tersebut dalam waktu tertentu. Sehingga dapat diperkirakan resiko

bahaya serta langkah – langkah yang dapat diambil untuk mengurangi resiko tersebut.

Untuk menjamin keandalannya, setiap surveymeter harus dikalibrasi oleh

instansi yang berwenang setiap tahun. Hasil kalibrasi tersebut harus tertera pada alat,

berisi informasi antara lain: tanggal dan masa berlaku kalibrasi, faktor kalibrasi,dan

sumber kalibrasi.

Sebelum menggunakan surveymeter, setiap pekerja radiasi harus perlu

melakukan beberapa langkah untuk memastikan bahwa surveymeter yang digunakan

memang layak untuk digunakan, yaitu dengan memeriksa sertifikat kalibrasi dari

surveymeter, pengecekan batere, mempelajari skala pembacaan dan faktor

pengali/rentang pengukuran, dan memeriksa respon alat dengan menggunakan sumber

penguji (check source).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode

pengujian. Pengujian dilakukan terhadap parameter survei peralatan pesawat sinar-X

mobile merk Siemens di instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.

Pirngadi Medan.

Pesawat Sinar –X mobile yang akan diuji kendali mutunya adalah:

Nama : pesawat sinar-X Mobile

Merek pesawat : Siemens

Model : 01158815

No.Seri : 466597

Tube voltage : 125 kV

Tube current : 400 mA

Waktu Ekpose : 5 sec

Tahun pemasangan : 2010


Gambar 3.1. Pesawat Sinar-X Mobile

3.2. Alat Uji Pengukuran.

a. Kolimator Test Tool

b. Kaset dan film radiografi untuk uji sistem kolimasi.

b. Alat ukur illuminasi untuk pengukuran cahaya kolimator (Lux Meter Kimo, LX

100, E259055)

c. Meter

d. Waterpass (Jason), untuk mengukur kedataran meja pemeriksaan


Gambar 3.2. Kolimator Test Tool

Gambar 3.3. Kolimator Pesawat Sinar-X Mobile

3.3. Prosedur Penggunaan pesawat sinar-X radiografi umum.

Prosedur penggunaan pesawat sinar-X radiografi umum adalah sebagai berikut:

a. Tekan tombol Power dari generator.


b. Tekan tombol On/Off, untuk menghidupkan pesawat sinar-X radiografi

c. Tekan pilihan untuk radiografi atau untuk fluoroskopi (dalam hal ini pilihan yang

dipilih adalah radiografi)

d. Pilih tegangan kerja (kilo Voltage, kV), arus tabung (milli Ampere, mA) dan waktu

eksposi (time, t) untuk menentukan kebutuhan objek yang akan difoto.

e. Tempatkan kaset berisi film di bawah objek yang akan difoto atau pada bucky yang

tersedia di bawah meja pemeriksaan.

f. Atur jarak penyinaran dari fokus ke film yaitu 100 cm.

g. Posisikan titik fokus dari tabung pesawat sinar-X pada pusat objek yang akan

diperiksa.

h. Atur luas lapangan yang hendak disinari dengan pengatur kolimasi dari lampu

kolimator.

i. Lakukan eksposi (penyinaran).

j. Proses film pada kamar gelap dengan teknik proses pencucian automatis.

k. Selesai

Penampilan gambar yang baik tergantung kualitas gambar yang dihasilkan sehingga

aspek klinis dari gambar tersebut dapat dimanfaatkan untuk menegakkan diagnosa.
Gambar 3.4 Pengukuran pada pesawat sinar-X Mobile

3.3. Langkah-langkah Pengukuran.

Beberapa parameter uji kesesuaian pesawat sinar-X radiografi umum yaitu:

a. Akurasi sistem kolimasi dan test illuminasi cahaya lampu kolimator.

Telah diketahui bahwa sinar-X dihasilkan karena adanya tumbukan dari elektron-

elektron yang dihasilkan oleh katoda yang mengarah pada anoda sehingga hasilnya

adalah energi foton sinar-X yang jumlahnya hanya sekitar 1% dan sisanya berupa

energi panas yang jumlahnya kurang lebih sampai dengan 99%. Sesuai dengan sifat

fisika yang dimiliki maka foton sinar-X yang dipancarkan arahnya adalah menuju ke

segala arah atau berbentuk bola. Selain itu foton sinar-X juga tidak dapat diidentifikasi

dengan indra yang dimiliki manusia, karena spektrum panjang gelombangnya di luar

rentang spektrum sinar yang mampu terlihat oleh mata telanjang manusia, sehingga

sangat tidak mungkin untuk mengetahui ada tidaknya sinar-X di lingkungan

sekitarnya.

1. Keperluan pemeriksaan.
Pemeriksaan radiologi khususnya radiodiagnostik hanya memerlukan sejumlah sinar-

X untuk dapat menghasilkan gambaran radiografi. Karena luas permukaan tubuh yang

menjadi objek pemeriksaan relatif tidak begitu luas, maka keluaran sinar-X perlu

dibatasi. Karena sifat sinar-X yang tidak dapat di indra itulah maka dibutuhkan suatu

alat bantu yang dapat menampilkan seolah-olah seperti luas sinar-X yang digunakan.

Dalam hal ini proteksi radiasi memegang peranan penting dalam pembatasan luas

lapangan sinar-X, karena harus melindungi organ-organ yang tidak diperiksa dari

paparan radiasi. Untuk membatasi luas lapangan sinar-X yang akan digunakan maka

ada tabung sinar-X diletakkan suatu alat yang disebut dengan kotak kolimator.

2. Fungsi kolimator

Dengan kolimator diharapkan sinar-X dapat digunakan secara efisien, artinya dapat

diketahui dengan seksama berapa luas sebenarnya sinar-X yang akan dimanfaatkan

untuk menghasilkan gambaran. Karena sinar-X itu tidak terlihat maka digunakan

cahaya tampak yang diproyeksikan seperti arah dan luas sinar-X yang keluar dari

tabung dan akan dimanfaatkan untuk pemeriksaan. Bila cahaya tampak yang

terproyeksi keluar ukurannya 24 cm x 30 cm maka sinar-X yang keluar berukuran 24

cm x 30 cm juga.

3. Konstruksi Kolimator dan komponennya.

a) Pengatur bukaan dan skalaannya.

b) Tombol lampu kolimator.

c) Daun kolimator (arah kanan-kiri dan depan-belakang).

d) Cermin kolimator yang bersudut 45o.


e) Rumah kolimator

4. Macam-macam kerusakan lampu kolimator

a) Gerakan daun kolimator yang tidak simetris.

b) Macetnya daun kolimator di satu sisi.

c) Berubahnya sudut cermin kolimator.

d) Tidak lenturnya kawat pengatur gerakan daun kolimator.

5. Pengaruh kolimator dalam pembuatan radiografi.

Sesuai kebutuhan klinis maka diharapkan bahwa setiap radiograf yang dihasilkan

hanya akan memuat gambaran anatomi dari organ yang diperiksa, tidak perlu

menampakkan organ lainnya. Misalnya jika ingin membuat radiografi dada (thorax)

maka hanya organ thorax saja yang tercakup dalam radiograf, tidak perlu

menampakkan rongga perut (abdomen) dan daerah leher (cervical) karena hanya akan

memberi beban dosis radiasi saja. Pengujian sistem kolimasi bertujuan untuk

mengetahui tingkat kecerahan cahaya yang dihasilkan dari lampu kolimator. Cahaya

kolimator perlu dilakukan karena target (arah dan luas) pengambilan gambar

ditentukan oleh cahaya lampu kolimator. Kolimator yang kurang baik akan

memungkinkan tersebarnya berkas sinar-X keluar dari berkas utama, sehingga

menyebabkan kurang baiknya kualitas gambar.

Dalam praktek yang sering diabaikan adalah tingkat pencahayaan yang digunakan

dalam perlengkapan pesawat sinar-X misalnya apabila cahaya matahari masuk ke

dalam ruangan, berkas cahaya lampu kolimator menjadi tidak terlihat oleh mata,

sehingga sulit memberikan petunjuk yang memuaskan mengenai luas berkas pada
permukaan objek. Ada kemungkinan lain mengenai berkas cahaya di bawah kondisi

ini ialah suatu alat pengamat untuk pengaturan berkas yang memungkinkan terlihatnya

gambar pasien yang dipantulkan melalui kolimator. Dengan alat semacam ini luas

lapangan penyinaran dapat diatur sesuai dengan bagian tubuh yang akan disinari.

3.4 Pengujian Intensitas Cahaya Kolimasi.

Tujuan: pengujian sistem illuminasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerahan

cahaya yang dihasilkan dari kolimator.

Lingkup: instruksi kerja ini menguraikan tata cara melakukan pengujian intensitas

cahaya kolimasi.

Alat yang digunakan:

a. Illuminasi meter.(Lux meter)

b. Meter.

Metodologi:

a. Tempatkan kaset yang telah diisi film di atas meja pemeriksaan dan pastikan posisi

horizontal dengan menggunakan waterpass.

b. Pastikan bahwa sumbu anoda katoda tabung sinar-X paralel dengan kaset.

c. Atur jarak dari tabung sinar-X ke meja pemeriksaan pada posisi 100 cm.

d. Atur kolimasi cahaya sampai 20 cm x 20 cm.

e. Tempatkan alat ukur illuminasi di tengah lapangan sinar-X.


f. Matikan lampu kolimasi dan catat intensitas cahaya ruangan. (sebagai cahaya latar)

g. Nyalakan lampu kolimasi dan catat intensitas lampu kolimasi.

10cm 10cm
10,5 cm

10,5 cm

10,5 cm

10cm
10cm

Gambar 3.5 Hasil pengukuran kesesuaian dan kelurusan berkas sinar-X

dengan berkas cahaya kolimator.

Evaluasi:

a. Evaluasi dilakukan dengan melihat tingkat kecerahan cahaya yang dikeluarkan

oleh lampu kolimator.

b. Selisih bacaan cahaya lampu kolimasi dengan cahaya ruangan adalah 100 lux pada

jarak 100 cm.


3.5 Pegujian kesesuaian dan kelurusan berkas sinar-X dengan berkas

cahaya kolimator.

Gambar 3.6 Konfigurasi pengukuran kesesuaian dan kelurusan berkas

sinar-X dengan cahaya kolimasi.

Tujuan: pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian cahaya

kolimator dengan berkas sinar-X yang dihasilkan oleh pesawat sinar-X.

Alat yang digunakan:

a. Kaset film menggunakan ukuran 24 cm x 30 cm.

b. Film diagnostik ukuran 24 cm x 30 cm.

c. Kolimator test tool (sejenisnya)


d. Beam aligment test tool (sejenisnya)

e. Alat ukur panjang.

f. Waterpass.

Metode:

a. Tempatkan kaset yang telah diisi film di atas meja pasien dan pastikan posisinya

horizontal dengan menggunakan waterpass.

b. Pastikan bahwa sumbu anoda katoda tabung sinar-X paralel dengan kaset.

c. Centrasi tabung sinar-X dipusatkan di tengah kaset.

d. Atur jarak pada jarak 100 cm, dan pusatkan berkas cahaya dari kolimator ke posisi

pusat kolimator testtool yang bertanda.

e. Atur kolimasi cahaya sampai batas tepi lapangan kolimator test tool.

f. Tempatkan beam aligment test tool di atas kolimator test tool dengan posisi pusat

kedua alat berimpit.

g. Atur faktor eksposi agar diperoleh kualitas gambar yang baik.

h. Lakukan eksposi dilanjutkan dengan pemrosesan film sehingga diperoleh gambar

pada film.

i. Jika kualitas gambar kurang baik (film yang disinari pengambarannya tidak jelas)

ulangi langkah g dan h dengan menggunakan faktor eksposi yang berbeda sampai

diperoleh dengan menggunakan faktor eksposi yang berbeda sampai diperoleh

kualitas gambar yang baik.


Evaluasi:

a. Batas toleransi untuk kesesuaian berkas antara beda tepi berkas cahaya dengan

berkas sinar-X harus kurang dari 2% SID (Source to Image Distance), sedang

untuk kelurusan berkas pusat gambar dan pusat sinar- X harus berada dalam 2%

SID.

b. Jika hasil pengamatan melebihi batas toleransi yang ditetapkan perlu dilakukan

penyesuaian berkas kolimator.

3.6 Diagram Alir Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti melakukan langkah-langkah penelitian sebagai

berikut :
Persiapan Peralatan Alat Ukur :

1. Collimator Test Tool


2. Kaset
3. Meter
4. Pesawat Sinar-X Mobile

Pengambilan data
pengukuran:

Faktor Eksposi :
46 kV, 4 mAs,
52 kV, 4 mAs

Uji kesesuaian luas


lapangan penyinaran

Analisis Data Pengukuran

Kesimpulan

Gambar 3.7 Diagram Alir Penelitian


BAB IV

ANALISIS DATA PENGUKURAN

4.1 Analisis Data Pengukuran

4.1.1. Hasil pengujian intensitas cahaya kolimasi.

Tabel 4.1. Hasil pengukuran akurasi intensitas cahaya kolimasi

No Pengukuran Pengukuran Selisih


Lampu Cahaya Intensitas
Kolimasi Ruangan Cahaya (Lux) (x-x)2
(Lux),x (Lux)
1 119 0.2 118.8 1
2 118 0.2 117.8 0
3 118 0.2 117.8 0
4 117 0.2 116.8 1
5 118 0.2 117.8 0
Σ 590 1 589 2
Rata-rata 118 0.2 117.8 -

nv = 5, ∑ i = 589;

Nilai rata – rata



̅= = = 117.8

Standart deviasi

∑( )
 = = 0.547723

Covarian;
.
C = ̅
= .
= 0.00465 = 0.456%

Evaluasi: Hasil rata -rata selisih intensitas cahaya 117.8 Lux , maka hasil ini adalah

sesuai PP.No 33 tahun 2007 (100 lux pada jarak 100 cm dari tabung s i n a r-X).
4.1.2. Hasil pengujian kesesuaian dan kelurusan berkas sinar-X dengan berkas

cahaya kolimator.

Tegangan kerja : 46 kV; Kuat arus : 4 mAs.

Waktu eksposi : 0. 01 detik; SID : 100 cm

Atas

Anoda Katoda

Bawah

Gambar 4.1 Gambar Hasil Pengukuran kesesuai dan kelurusan berkas sinar-X dengan
berkas cahaya kolimator pada tegangan kerja 46 kV dan 4 mAs

Atas

Anoda Katoda

Bawah

Gambar 4.1 Gambar Hasil Pengukuran kesesuai dan kelurusan berkas sinar-X dengan
berkas cahaya kolimator pada tegangan kerja 52 kV dan 4 mAs.
Tabel 4.2 Hasil pengukuran kesesuai dan kelurusan berkas sinar-X dengan berkas
cahaya kolimator

Uji Berkas Berkas Selisih %


Cahaya Radiasi (cm) SID
(cm) (cm)
Kesesuaian Anoda 9 8 1 11,1 %
berkas cahaya Katoda 9 9 0 0%
dan sinar-X Atas 7 6 1 14,2%
Bawah 7 7 0 0%
Ketegaklurusan Titik Centrasi 0 0 0 0

Evaluasi: Beda tepi berkas cahaya kolimator dengan berkas sinar-X yang diukur

adalah :

1. Anoda : 10 mm

2. Katoda : 0 mm

3. Atas : 10 mm

4. Bawah : 0 mm

Hasil ini masih sesuai dengan PP. No. 33 Tahun 2007 yaitu tidak melebihi dari 10

mm.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulan;

1. Kinerja pesawat sinar-X Mobile Merk Siemens di instalasi Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi menunjukkan hasil rata -rata selisih intensitas

cahaya 117.8 Lux , maka hasil ini adalah sesuai PP.No 33 tahun 2007 (100 lux

pada jarak 100 cm dari tabung s i n a r-X).

2. Beda tepi berkas cahaya kolimator dengan berkas sinar-X yang diukur adalah :

Anoda : 10 mm, Katoda : 0 mm, Atas: 10 mm, Bawah: 0 mm. Hasil ini masih

sesuai dengan PP. No. 33 Tahun 2007 yaitu tidak melebihi dari 10 mm.

5.2. Saran

Dari kesimpulan diatas ada beberapa saran yang disampaikan yaitu ;

1. Sebaiknya dilakukan pengujian kendali mutu dengan parameter yang bersifat

reguler (misalnya satu tahun sekali) sebagai pembanding terhadap data

baseline yang berguna untuk mereduksi kemungkinan terjadinya perubahan

kualitas gambar dan data kinerja/performance alat di masa yang akan datang.

2. Sebaiknya melakukan kalibrasi secara berkala sesuai waktu yang telah

direkomendasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir.


DAFTAR PUSTAKA

ARIF JAUHARI, 2008, “ Berkas Sinar-X dan Pembentukan Gambar “,


Puskaradim, Jakarta.

AAPM Report No.74, Quality Control in Diagnostic Radiology, July 2002, Medical
Physics Publishing

Approval and test Specification Medical Electrical Equipment, 1996, Australia / New
Zealand

Diagnostic X-ray Unit QC Standard in British Columbia, 2004, Canada

DWI SENO, K.S, 2008 , “Workshop Tentang Batas Toleransi Pengukuran Uji
Kesesuaian Pesawat Sinar-X “, Fisika Universitas Indonesia

KRANE. KS, 1992, “ Fisika Modern “, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

M. AKHADI, 2001 , “ Napak Tilas 106 Perjalanan Sinar-X “, Batan

USMAN KADIR, 2005, “ Kurve Karakteristik Film Fuji # 100 dan Eksposure Untuk
Keperluan Radiographi “ Widyanuklida Vol 6 No.2.

Anda mungkin juga menyukai