SKRIPSI
Oleh
KHUSNUL KHOTIMAH
K1C016001
SKRIPSI
Oleh
KHUSNUL KHOTIMAH
K1C016001
i
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh
KHUSNUL KHOTIMAH
K1C016001
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
ii
PERNYATAAN
Khusnul Khotimah
K1C016001
iii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini terdaftar dan tersedia di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa
hak cipta ada pada penulis dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di
Universitas Jenderal Soedirman. Pengutipan dan atau peringkasan hanya dapat
dilakukan dengan mengikuti kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
iv
KATA PENGANTAR
v
10. Teman-teman resonansi 2016 yang telah membersamai selama empat
tahun proses belajar.
11. Teman-teman Kerja Praktik Radiologi Margono selaku rekan satu tim
penelitian bidang fisika medis yang telah menemani, membantu dan
memberikan semangat selama penelitian.
12. Rekan-rekan Bidikmisi yang selalu menyemangati dan memberikan
motivasi kepada penulis.
13. Rekan-rekan organisasi Racana Soedirman, Hima Fisika, Imakaba, KMK
Fisika Medis UNSOED, Komunitas Belajar Bisnis, Komunitas Penulis
Jateng-DIY serta Forum Aktif Menulis yang membersamai penulis selama
berkegiatan nonakademik.
14. Rekan-rekan Karyawan Marketting Langgam Pustaka yang senantiasa
memberikan bantuan moril maupun materil.
15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
16. Untuk diri penulis yang senantiasa tidak putus asa dan pantang menyerah
dalam menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan dijadikan
evaluasi yang sangat berharga bagi penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca secara umumnya.
vi
DAFTAR ISI
vii
2.3.2 Proyeksi Anterior-Posterior (AP) ................................................... 14
2.4 Aspek Biologi Proteksi Radiasi .............................................................. 14
2.4.1 Efek Stokastik ................................................................................. 15
2.4.2 Efek Deterministik .......................................................................... 15
2.5 Grid ......................................................................................................... 16
2.6 Teknik kV Tinggi ................................................................................... 18
2.7 Hamburan (Scatter) ................................................................................ 19
2.8 Kualitas Citra .......................................................................................... 19
2.9 Surveymeter............................................................................................ 21
2.10 Detektor PIRANHA ............................................................................... 22
BAB 3 METODE PENELITIAN .....................................................................24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 24
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 24
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................. 25
3.3.1 Tahapan Persiapan .......................................................................... 25
3.3.2 Pembuatan Phantom........................................................................ 25
3.3.3 Pengujian Koefisien Atenuasi ......................................................... 26
3.3.4 Pengujian Hamburan Radiasi .......................................................... 26
3.3.5 Pengujian Kualitas Citra ................................................................. 27
3.4 Diagram Alir Penelitian.......................................................................... 28
3.4.1 Menentukan Nilai CL...................................................................... 25
3.4.2 Menentukan Nilai CV ..................................................................... 25
3.4.3 Menentukan Nilai MTF................................................................... 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................33
4.1 Pengolahan Data Pengujian Koefisien Atenuasi Sinar-X ...................... 33
4.1.1 Koefisien Atenuasi Massa Akrilik .................................................. 28
4.1.2 Koefisien Atenuasi Massa Aluminium ........................................... 31
4.2 Pengolahan Data Pengujian Hamburan Radiasi ..................................... 38
4.3 Pengolahan Data Pengujian Kualitas Citra ............................................ 41
4.3.1 Pengolahan Koefisien Linearitas (CL) ............................................ 41
4.3.2 Pengolahan Konsistensi Kontras (CV) ........................................... 43
viii
4.3.3 Pengolahan Modulation Transfer Function (MTF) ........................ 45
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................53
ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
x
x Tebal Bahan 9
Ei Energi Sinar-X datang 9
Eke Energi Kinetik Elektron 9
Eb Energi Ikat Elektron 9
Es Energi Hamburan Sinar-X 10
MeV Energi Produksi Pasangan 11
Gy Dosis Radiasi 14
kV1 Tegangan Tabung Pertama 17
kV2 Tegangan Tabung kedua 17
CL Linieritas Kontras 24
CV Konsistensi Kontras 24
MTF Nilai Absolut Fungsi Transfer Optik 24
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 4.9 a. MTF 100 kV dengan Grid, b. MTF 105 kV dengan Grid dan c. MTF
110 kV dengan Grid ............................................................................ 46
Gambar 4.10 Grafik MTF dengan Grid........................................................................ 47
Gambar 4.11 a. MTF 100 kV tanpa Grid, b. MTF 105 kV tanpa Grid dan c. MTF 110
kV tanpa Grid ................................................................................... 49
Gambar 4.12 Grafik MTF tanpa Grid .......................................................................... 49
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
ABSTRAK
Phantom thorax PMMA digunakan sebagai pengganti objek Thorax manusia.
Penggunaan tegangan yang tepat dan penambahan bahan penyerap radiasi hambur
(Grid) dapat menghasilkan kualitas Citra yang optimum. Penelitian ini bertujuan
mengetahui Phantom alternatif yang sesuai Thorax manusia dengan uji atenuasi bahan
Phantom. Lalu hamburan radiasi diukur dengan detektor surveymeter. Kualitas Citra
maksimum dan minimum dengan Grid dan tanpa Grid pada teknik kV tinggi diolah
dengan Image J untuk mengetahui nilai Koefisien Linearitas Kontras dan Konsistensi
Kontras dan diolah dengan Matlab untuk mengetahui nilai MTF serta mengetahui
tegangan optimum untuk pemeriksaan Thorax. Pada penelitian dihasilkan nilai
atenuasi akrilik R2 = 0,9641 dan R2 = 0,9639 serta aluminium R2 = 0,9568 dan R2 =
0,9561 yang dapat dijadikan alternatif Thorax pada manusia sesuai standard ANSI.
Hamburan radiasi diperoleh, pada tegangan tinggi hamburan menurun sejalan dengan
bertambahnya tegangan. Kualitas Citra maksimum didapatkan pada 110 kV Grid
dengan nilai CL 0,999653265, CV 0,283557226 dan nilai MTF rentang antara 70-80
cycle/mm. Tegangan yang optimum untuk pemeriksaan Thorax terdapat pada 110 kV
menggunakan Grid dengan nilai hamburan radiasi 0,2348321 mSv dan nilai kualitas
citra yang optimum. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tegangan maka energi sinar-X
semakin kuat menembus bahan, selain itu penggunaan Grid dapat menangkap radiasi
hambur yang akan mengenai film rontgen.
Kata kunci : Grid, Hamburan, Kualitas Citra, Phantom Thorax, Teknik kV Tinggi.
xvi
ABSTRACT
PMMA Phantom Thorax is used as a substitute for human Thorax object. The use of
the right stress and the addition of scattered radiation absorbing materials to the (Grid)
can produce optimum image quality. This study aims to determine alternative Phantoms
that are suitable for human Thorax with the attenuation test of the Phantom material.
Radiation scattering is measured by a survey detector. Maximum and minimum Image
Quality with Grid and without Grid on high kV techniques processed with Image J to
determine the value of the Linearity Coefficient of Contrast and Contrast Consistency.
and processed with Matlab to determine the MTF value and determine the optimum stress
for Thorax examination. In this research, the attenuation values of acrylic R2 = 0.9641
and R2 = 0.9639 and aluminum R2 = 0.9568 and R2 = 0.9561 which can be used as an
alternative to Thorax in humans according to ANSI standards. The radiation scattering is
obtained, at high voltages the scattering decreases with increasing voltage. The maximum
image quality is obtained at 110 kV Grid with CL value of 0.999653265, CV 0.283557226
and MTF values range between 70-80 cycle/mm. The optimum voltage for Thorax
examination is at 110 kV using a grid with a radiation scattering value of 0.2348321 mSv
and an optimum image quality value. This is because the higher the voltage, the stronger
the X-ray energy penetrates the material, besides that the use of the Grid can capture
scattered radiation that will hit the X-ray film.
xvii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar - X
Radiasi adalah pancaran energi yang melewati suatu materi dalam bentuk
partikel atau gelombang serta akan membentuk partikel bermuatan positif dan
negatif yang disebut dengan radiasi ionisasi. Salah satu contoh radiasi ionisasi
yaitu radiasi sinar-X (Edward et al.,1990). Sinar-X atau sinar Rontgen adalah
salah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar
antara 10 nanometer ke 100 pikometer (sama dengan frekuensi dalam rentang 30
petahertz – 30 exahertz) dan memiliki energi dalam rentang 100 eV - 100 KeV
sehingga daya tembusnya tinggi (Krane,1992). Radiasi sinar-X digunakan secara
meluas dalam bidang kedokteran terutama untuk tujuan diagnostik (Beiser, 1992).
Sinar-X dihasilkan jika katoda di dalam tabung rontgen dipanaskan dan diberi
beda potensial atau tegangan yang tinggi antara anoda dan katoda, maka awan
elektron dari katoda akan bergerak ke anoda dengan kecepatan tinggi. Elektron
yang bergerak dengan kecepatan tinggi itu menumbuk sasaran (target) pada anoda
sehingga terciptalah sinar-X (Beiser, 1992). Alat yang digunakan untuk
melakukan diagnosis medis dengan menggunakan sinar-X yaitu pesawat sinar-X.
Sinar-X yang dipancarkan dari tabung insersi diarahkan pada bagian tubuh yang
akan didiagnosis. Berkas sinar-X tersebut akan menembus dan melewati bagian
tubuh kemudian akan ditangkap oleh film, sehingga terbentuk citra dari bagian
tubuh yang disinari. Sebelum pengoperasian pesawat sinar-X perlu dilakukan
setting parameter untuk mendapatkan sinar-X yang dikehendaki. Parameter-
parameter tersebut adalah tegangan (kV), arus tabung (mA) dan waktu paparan
(s). Pesawat sinar-X terdiri dari sistem dan subsistem sinar-X atau komponen.
Sistem sinar-X adalah seperangkat komponen untuk menghasilkan radiasi dengan
cara terkendali. Sedangkan subsistem berarti setiap kombinasi dari dua atau lebih
komponen sistem sinar-X (Beiser,1992).
7
Gambar 2.4 Phantom standar ANSI sensitometry objek Thorax (AAPM, 1990).
Sinar-X yang mengenai suatu obyek akan menyebabkan interaksi antara foton
dengan atom-atom objek tersebut sehingga foton akan kehilangan energinya.
Foton yang berinteraksi dengan bahan maka akan menyebabkan atenuasi yang
10
Photoelectron
Incident
Sinar-X
Gerak electron
Angel of
Deflection
Incident
Sinar-X
Scatter
Compton
Proses ini hanya dapat terjadi pada medan listrik disekitar partikel
bermuatan, terutama dalam medan sekitar inti. Interaksi anatara sinar-X dan
medan listrik inti atom menyebabkan sinar-X menghilang dan menyebabkan dua
elektron tampak, elektron positif atau positron dan elektron negatif. Produksi
pasangan terjadi apabila energinya lebih dari 1,02 MeV sehingga produksi
pasangan tidak penting dalam pecitraan diagnostik, tetapi digunakan dalam
pencitraan radioisotop dalam kedokteran nuklir (Bushong, 2017).
Incident
sinar-X Electron
Positron
Gambar 2.8 Produksi pasangan (Bushong, 2017)
mudah diserap. Semakin pendek panjang gelombang sinar-X yang dihasilkan oleh
kV yang lebih tinggi akan membuat sinar-X mudah untuk menembus bahan
(Bushong, 2017).
Radiasi sinar-X dapat memberikan dampak negatif terhadap tubuh manusia
salah satunya yaitu dapat merusak jaringan sel (Edwards et al., 1990). Menurut
(Beiser, 1992), semua radiasi ionisasi berbahaya bagi jaringan hidup,walaupun
jika kerusakannya sedikit, jaringan tersebut masih dapat memperbaiki dirinya
sehingga tidak ada pengaruh yang permanen. Berbagai radiasi dari radioaktif
dapat mengionisasi materi yang dilaluinya. Bahaya radiasi ini tidak tampak tetapi
berbahaya. Untuk kepentingan proteksi radiasi, International Commission on
Radiological Protection (ICRP) membagi efek radiasi pengion terhadap tubuh
manusia menjadi dua, yaitu efek stokastik dan efek deterministik.
2.4.1 Efek Stokastik
Efek stokastik berkaitan dengan paparan radiasi dosis rendah yang dapat
muncul pada tubuh manusia, dimana kemunculannya tidak dapat dipastikan.
Selain itu juga dapat menimbulkan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan
berbagai cacat dimana mempunyai sifat carsinogenic sinar-X atau sifat yang dapat
menimbulkan kanker (Akhadi, 2000). Menurut (Edwards, 1990), kanker pada
manusia dapat timbul setelah 5 tahun atau lebih. Efek dosis yang menyebabkan
kanker dari radiasi sebanyak 1 Gray (100 rad). Kanker yang disebabkan akibat
radiasi dapat teramati dalam sistem hemopoetik, tiroid (gondok), tulang, dan pada
kulit (Cember, 1983). Pada anak-anak, terungkap bahwa dampak negatif radiasi
dari sinar-X atau CT Scan dapat meningkatkan resiko penyakit leukemia dan
beberapa jenis kanker. Kejadian spontan kanker dan leukemia yaitu pada usia 0-
18 tahun.
2.4.2 Efek Deterministik
Efek deterministik (reaksi jaringan yang berbahaya) yaitu sebagian besar
sel jaringan mengalami kematian atau fungsi sel rusak karena dosis radiasi tinggi
(BATAN, 2011). Efek deterministik berkaitan dengan paparan radiasi dosis tinggi
yang kemunculannya dapat langsung dilihat atau dirasakan oleh individu yang
terkena radiasi. Efek deterministik mempunyai dosis ambang, umumnya timbul
beberapa saat setelah penerimaan dosis radiasi, keparahannya tergantung dari
16
dosis radiasi yang diterima, serta kesembuhannya dapat dilakukan secara spontan
(Akhadi, 2000). Efek deterministik ditandai dengan munculnya keluhan berupa:
demam, rasa lemah dan lesu, mual dan ingin muntah, nafsu makan berkurang,
nyeri kepala, keringat berlebihan hingga menyebabkan shock (Gabriel, 1996).
Beberapa kemudian muncul keluhan khusus berupa efek radiasi pada kulit
seperti epilasi (rambut rontok) yang bersifat sementara dimana terjadi pada dosis
3-5 Gy yang mulai berlangsung sekitar minggu ke 3 sampai 1 tahun. Sedangkan
epilasi yang bersifat tetap terjadi bila dosis serap yang diterima lebih besar dari 6
Gy (Alatas, 1998). Keluhan yang lain dapat berupa eritema (kulit memerah)
dimana akan terjadi setelah beberapa menit pada eritema awal dan 2-3 minggu
pada eritema ke dua, dimana batas ambang dosis antara 6-8 Gy (Alatas, 1998).
Efek deterministik pada organ reproduksi yang dapat timbul adalah sterilitas atau
kemandulan.
Pengaruh radiasi pada sel telur bervariasi berdasarkan usia. Semakin tua
usia pasien, semakin sensitif terhadap radiasi. Hal ini dikarenakan jumlah sel telur
yang semakin sedikit yang tersisa dalam ovarium. Selain timbulnya sterilitas efek
radiasi pada organ reproduksi adalah menopause dini yang diakibatkan adanya
gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis ambang menurut ICRP 60 adalah
2,5-6 Gy, sedangkan apabila radiasi terkena pada wanita yang lebih muda,
sterilitas permanen akan terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu mencapai 12-15
Gy (Gabriel, 1996).
2.5 Grid
Grid adalah suatu alat bantu pemeriksaan yang terdiri dari lempengan garis-
garis logam yang bernomor atom tinggi biasanya timbal yang disusun berjajar
satu sama lain dan dipisahkan oleh bahan penyekat atau interspace material yang
dapat ditembus sinar-x. Pemanfaatan grid ini terutama digunakan pada organ-
organ manusia yang memiliki nomor atom tinggi. Grid berfungsi untuk menyerap
radiasi hambur yang tidak searah yang berasal dari objek yang di eksposi. Grid
merupakan salah satu alat yang efektif untuk mengarahkan radiasi scatter
(hambur) agar tidak sampai ke film rontgen di bidang radiografi (Naji dan Jaafar,
17
2016). Grid radiografi terdiri dari serangkaian strip foil timbal (Pb) yang
dipisahkan oleh celah dari strip timah(Rahman, 2009).
Grid erat kaitannya dengan radiasi primer yang berasal dari tabung sinar- X
yang akan mengenai suatu bahan atau materi. Apabila radiasi primer ini mengenai
bahan seperti tubuh pasien maka radiasi hambur (sekunder) akan muncul dari
berbagai titik dari pasien dan akan meliputi dari segala arah. Inilah yang sebagian
besar diserap oleh timah (grid) dan hanya sejumlah sinar-X yang lewat dan
sampai ke film. Pada saat mengambil gambar radiografi, semua sinar primer jatuh
pada jaringan yang terlewati. Beberapa sinar ada yang dapat melewati jaringan,
beberapa sinar terrefleksikan dalam berbagai tingkatan ketebalan jaringan dan
sinar yang tertinggal terabsorbsi oleh jaringan. Sinar yang terefleksikan
menyebabkan radiasi yang terpecah. Radiasi yang terpecah tersebut jatuh ke film
bersamaan dengan sinar primer menghasilkan gambar yang buram pada film.
Untuk menghindari pemecahan sinar inilah diperlukan sebuah alat yang
dinamakan grid. Penggunaan grid diperlukan untuk jaringan dengan ketebalan
diatas 10 cm . Grid ditempatkan diantara bagian yang terekspose pada kaset
(Rahman, 2009).
grid adalah 5:1,6:1,8:1,10:1,12:1. Rasio grid 6:1 adalah grid yang paling sering
digunakan dalam pemeriksaan radiografi karena mudah didapatkan dan harganya
relative lebih murah dibandingkan dengan rasio yang lebih tinggi selain mahal
juga sulit untuk diproduksi ( Bushberg, 2002). Skema Rasio grid seperti
ditunjukkan gambar 2.13.
parameter kualitas citra adalah linearitas kontras, konsistensi kontras, dan MTF.
Konsistensi kontras dan linearitas kontras digunakan untuk melihat resolusi
kontras. Resolusi kontras menunjukkan kemampuan detektor untuk mendeteksi
perubahan pada gray scale dan membedakannya dengan noise pada citra
(Bushberg, Seibert, Leidholdt, Boone, & Goldschmidt, 2003).
Resolusi kontras ini dapat dilihat menggunakan perhitungan menggunakan
SDNR Signal detector to noise ratio atau dapat diketahui juga sebagai contrast to
noise ratio (CNR) adalah selisih dari nilai piksel pada objek (NO) dengan nilai
objek pada latar (NL) yang dibagi dengan standar deviasinya (Bushberg et al.,
2003). MTF dari sistem pencitraan didefinisikan sebagai nilai absolut dari fungsi
transfer optic yang dinormalisasi menjadi satu frekuensi spasial nol (Neitzel,
Buhr, Hilgers, & Granfors, 2004). MTF dari sistem radiografi telah ditentukan
dengan mengevaluasi respon sistem terhadap periodik pattern atau dengan
mengukur line spread function (LSF) menggunakan celah sempit. Selain metode
LSF, dapat mengggunakan metode edge spread function (ESF) yang
menggunakan objek buram dengan tepi lurus. ESF kemudian dideferensialkan
untuk mendapatkan nilai LSF dan MTF (Samei et al., 2012).
Phantom Kualiatas Citra Imaging merupakan salah satu peralatan yang
digunakan untuk mengukur nilai citra secara kuantitatif. Phantom Kualitas Citra
Imaging sendiri termasuk dalam jenis In-House Phantom yang memiliki konsep
sederhana untuk mengukur kualitas citra radiograf umum konvensional maupun
digital. Bagian utama in-house phantom dibuat dengan bahan polymethyl
methacrylate (PMMA) dengan densitas massa 1,18 g/cm3. Phantom memiliki
ukuran (p × l × t) sebesar 250 mm × 250 mm × 5 mm (tanpa tutup pelapis) atau
250 mm × 250 mm × 8 mm (dengan tutup pelapis) (Lukmanda dkk,. 2019).
Fantom Kualitas Citra Imaging dapat menampilkan gambar DICOM yang
nantinya akan diolah menjadi nilai CL,CV serta MTF.
21
Gambar 2.13 Sketsa Phantom Kualitas Citra Imaging dengan modul (1) kolimasi,
(2) linearitas kontras, (3) konsistensi kontras, dan (4) Modulation Transfer
Function (MTF) (Lukmanda dkk,. 2019).
2.9 Surveymeter
Salah satu instrumen yang dibutuhkan dalam sistem proteksi radiasi adalah
Surveymeter yang berfungsi untuk memonitor laju paparan radiasi dari suatu
lokasi yang diperkirakan ada benda atau zat yang mengandung radioaktif. Zat
radioaktif didefinisikan sebagai zat yang mengandung inti atom tidak stabil, atau
setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan aktivitas jenis lebih besar
dari 70kBq/kg. Surveymeter radiasi digunakan untuk mengukur tingkat radiasi
dan biasanya memberikan data hasil pengukuran dalam laju dosis (dosis radiasi
per satuan waktu), misal dalam mrem/jam atau μSv/jam. Surveymeter terdiri dari
detektor dan peralatan penunjang elektronik lainnya (Abimanyu, 2013).
Sudah merupakan suatu ketentuan bahwa setiap alat ukur proteksi radiasi
harus dikalibrasi secara periodik oleh intensitas yang berwenang. Hal ini
dilakukan untuk menguji ketepatan nilai sebenarnya. Perbedaan nilai antara yang
ditampilkan alat terhadap nilai sebenarnya. Perbedaan nilai antara yang
ditampilkan dan sebenarnya harus dikoreksi dengan suatu parameter yang disebut
sebagai faktor kalibrasi (Fk). (Sugili, 2012).
22
Dengan:
Fk = Faktor kalibrasi alat ukur (surveymeter)
Ds = Nilai Dosis Standar
Du = Nilai dosis bacaan alat ukur
telah terpasang pada alat piranha memudahkan pengukuran, serta alat ini juga
dilengkapi dengan USB yang sesekali bisa digunakan jika dibutuhkan. Detektor
piranha ini merupakan jenis detector semikonduktor, energi radiasi yang
memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan, dan memberikan energi
yang cukup sehingga beberapa electron dalam Kristal berpindah dari pita valensi
ke pita konduksi. Detektor semikonduktor sendiri memiliki beberapa keunggulan
yaitu lebih efisien dibandingkan dengan detector isisan gas karena terbuat dari zat
padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik dibandingkan dengan detector
sintilasi. Piranha menentukan seberapa banyak dosis radiasi yang diserap oleh
objek pemeriksaan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
dan 2 mm. Kemudian tumpuk akrilik dan alumunium dengan formasi, akrilik –
alumunium 2 mm – akrilik. Setelah itu potong akrilik dengan panjang 5 cm untuk
penyangga yang direkatkan menggunakan lem pada bagian sisi tengah. Tumpuk
kembali akrilik dan alumunium lainnya dengan formasi, akrilik-alumunium 2 mm
– akrilik.
3.3.3 Pengujian Koefisien Atenuasi terhadap Sinar-X
Data yang diperoleh dari pengukuran Piranha menentukan apakah
Phantom Thorax yang digunakan sesuai dengan jaringan tubuh thorax manusia
dengan mengetahui nilai dari koefesien atenuasi dan massa koefisien atenuasi
yang sesuai dengan standar AAPM 31, ANSI. Detector dihubungkan ke laptop
yang kemudian hasil data akan ditampilkan menggunakan software ocean.
Pengujian koefisien atenuasi/penyerapan phantom PMMA Thorax terhadap sinar-
X dilakukan secara langsung dengan menggunakan pesawat sinar-X dan multi
purpose detektor, prosedur yang dilakukan adalah:
Pengaturan jarak sumber radiasi dengan sampel yaitu pada jarak 100 cm
(BAPETEN, 2018), dengan 50 kV,60 kV, 80 kV dan 100 kV dengan 10 mAs
sesuai dengan NIST pengujian Phantom. Dilakukan ekspose terlebih dahulu
sebelum pengujian phantom, maka diperoleh nilai intensitas sinar-x awal (Io),
selanjutnya sampel yang akan di uji diletakkan diatas meja pesawat sinar-X.
dimana multi purpose detektor diposisikan dibawah phantom dan dilakukan
pengujian atenuasi sinar-X phantom thorax dengan perlakuan variasi tegangan
yang sama. Nilai yang tercantum pada multi purpose detektor dicatat, nilai ini
merupakan intensitas radiasi (I). Setelah diperoleh nilai intensitas radiasi dari
phantom thorax yang diuji, maka dilakukan perhitugan nilai koefisien atenuasi
linier ( ) dan presentase daya serap phantom thorax dengan menggunakan
persamaan Lalu dihitung nilai massa koefisien atenuasi µ/ρ .
Mulai
Dilakukan Ekspose
Survey meter diset dan Fantom Kualitas Citra
dengan tegangan 50 kV Imaging diletakkan
diletakan disamping
dibawah Phantom PMMA
dan 10 mAs
phantom PMMA Thorax Thorax, Kaset diletakkan
pada tempat kaset pada
dengan jarak 100 cm
meja pemeriksaan
Io dari phantom
29
𝜇
CL,CV,MTF
Analisis Data
Selesai
Mulai
NL , SDL
𝑁𝐿 −𝑁𝑜 𝑖
SDNRi =
𝑆𝐷𝑂 𝑖 ++𝑆𝐷𝐿
𝑆𝐷𝑁𝑅𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝐷𝑁𝑅𝑚𝑖𝑛
𝐶𝐿
𝑆𝐷𝑁𝑅𝑚𝑎𝑥 + 𝑆𝐷𝑁𝑅𝑚𝑖𝑛
CL
Mulai
NL , SDL
𝑁𝐿 −𝑁𝑜 𝑖
SDNRi =
𝑆𝐷𝑂 𝑖++𝑆𝐷𝐿
𝑆𝐷𝑁𝑅 𝑆𝐷𝑁𝑅𝑖
𝑖=1
𝑆𝐷𝑁𝑅
𝑠 (𝑆𝐷𝑁𝑅)
Selesai
Diagram 3.3 Menentukan Nilai CV
32
Mulai
Running Program
Menghitung MTF
Grafik MTF
MTF 10%
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
dikarenakan tersediaan bahan akrilik dengan ukuran ketebalan 2,5 cm sangat sulit
ditemukan sehingga menggunakan bahan akrilik dengan ketebalan 2 cm dan
akrilik tebal 0,5 cm dengan pengambilan data kedua akrilik ditumpuk sehingga
menghasilkan ketebalan akrilik sebesar 2,5 cm. Tegangan yang digunakan
mengikuti tegangan pada nilai NIST yaitu 50 kV, 60 kV, 80 kV dan 100 kV
masing-masing menggunakan mAs yang sama yaitu 10 mAs untuk pemeriksaan
Thorax.
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai massa jenis akrilik yang
digunakan untuk penelitian mendekati dengan nilai massa jenis referensi 1,18426
g/cm3 yaitu 1,18426 pada akrilik 2 cm dan 1,18354 pada akrilik 0,5 cm, apabila
nilai massa jenis mendekati nilai massa jenis jaringan yang digantikan maka
bahan phantom tersebut memiliki kemiripan dengan jaringan yang digantikan
(Sofyan, 2017). Dilihat dari nilai massa jenis soft tissue yang mempunyai nilai 1
g/cm3 jika dibandingkan dengan nilai massa jenis akrilik yang mempunyai nilai
1,18426378 dan 1,18354 g/cm3, maka nilai massa jenis akrilik mendekati nilai
massa jenis soft tissue, hal ini menunjukkan bahwa phantom thorax yang dibuat
dalam skripsi ini memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh ANSI sehingga
phantom tersebut dapat digunakan sebagai pengganti jaringan thorax.
Hasil nilai Mass Atenuation Coefissient (µ/ρ) dari akrilik tebal 2 cm berkisar
antara 0,39655 - 0,34679 dan akrilik dengan tebal 0,5 cm berkisar antara 0,75126
35
0,5
0,4 R² = 0,9701
µ/ρ Akrilik
0,3 0,5 cm
0,2 R² = 0,9639 µ/ρ Akrilik 2
0,1 cm
0
0 50 100 150
Energi (MeV)
penelitian menghasilkan nilai yang mendekati dengan nilai NIST yaitu pada 0,5
cm akrilik sebesar R2 = 0,9641 dan pada 2 cm akrilik sebesar R2 = 0,9701, dimana
nilai pada NIST sebesar R2 = 0,9639 dengan grafik yang linier. Berdasarkan nilai
regresi dan kelengkungan grafik yang mendekati referensi dan NIST maka bahan
akrilik yang dijual bebas dipasaran dapat dijadikan alternatif bahan pengganti
yang lebih murah.
4.1.2 Koefisien Atenuasi Massa Alumunium
Bahan Alumunium pada Phantom digunakan sebagai replika tulang atau
hard tissue pada tubuh manusia. Berdasarkan AAPM No. 31 standar ANSI untuk
objek Thorax, aluminium yang digunakan yaitu dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 2
mm dan 30 cm x 30 cm x 1 mm. Untuk pembuatan phantom Thorax, Alumunium
ukurann 2 mm diletakkan dibagian bawah diantara akrilik sedangkan untuk
Alumunium ukuran 1mm diletakkan dibagian atas diantara akrilik.
Tabel 4.3 Nilai Koefisien Atenuasi Linier pada Alumunium
Al kV mAs µ Massa/ Volume µ/ρ
(ρ)
1mm 50 0,23779
0,63889
60 0,17669
0,47473
80 10 0,11499
0,30895
2,68689
100 0,10024
0,26932
2 mm 50 0,15092
0,41001
60 10 0,09877
0,26833
80 0,03695
0,10039
2,71677
100 0,03417
0,09283
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai massa jenis aluminium yang
digunakan untuk penelitian mendekati dengan nilai massa jenis referensi 2,70728
g/cm3 yaitu 2,68689 g/cm3 pada aluminium 1 mm dan 2,71677 g/cm3 pada
aluminium 2 mm, apabila nilai massa jenis mendekati nilai massa jenis jaringan
yang digantikan maka bahan phantom tersebut memiliki kemiripan dengan
jaringan yang digantikan (Sofyan, 2017). Dilihat dari nilai massa jenis hard tissue
(bone) yang mempunyai nilai 2,0 g/cm3 jika dibandingkan dengan nilai massa
jenis aluminium yang mempunyai 2,68689 g/cm3 dan 2,71677 g/cm3 , maka nilai
37
massa jenis aluminium mendekati nilai massa jenis hard tissue, hal ini
menunjukkan bahwa phantom thorax yang dibuat dalam skripsi ini memenuhi
syarat yang telah ditetapkan oleh ANSI AAPM sehingga phantom tersebut dapat
digunakan sebagai pengganti jaringan thorax.
Hasil nilai Mass Atenuation Coefissient (µ/ρ) dari aluminium tebal 1 mm
berkisar antara 0,23779 - 0,10024 dan aluminium dengan tebal 2 mm berkisar
antara 0,15092 - 0,03417, dimana nilai tersebut semakin menurun dengan
bertambahnya tegangan (kV) yang diberikan hal ini disebabkan semakin tinggi
tegangan yang diberikan semakin tinggi pula energi sinar-X yang didapatkan
sehingga daya tembus sinar-X semakin besar menyebabkan koefisien atenuasi
massa semakin menurun (Rahma, 2009).
Acuan perbandingan energi foton publikasi NIST telah memiliki ketetapan
nilai setiap Mass Atenuation Coefissient (µ/ρ), masing-masing nilai terlampir
dalam tabel NIST Alumunium.
Tabel 4.4 Nilai Koefisien Atenuasi Massa Alumunium (µ/ρ) NIST
kV KOEFISIEN ATENUASI MASSA Al µ/ρ
50 0,36810
60 0,27780
80 0,20180
100 0,17040
0,3
R² = 0,8843
µ/ρ (g/cm^2
0,25 NIST
Al 1 mm
0,2
R² = 0,8462 Al 2 mm
0,15
0,1
0,05
0
0 50 100 150
Energi (keV)
Gambar 4.2 Grafik Nilai Koefisien Atenuasi Massa Linier pada Alumunium
38
Grafik nilai koefisien atenuasi massa aluminium pada Gambar 4.2 yang
digunakan pada phantom menghasilkan nilai yang berbeda dengan NIST, nilai
koefisien atenuasi massa aluminium tidak berada digaris acuan standar koefisien
atenuasi massa menurut NIST akan tetapi memiliki kelengkungan grafik yang
sama dengan nilai koefisien atenuasi massa NIST, hal ini dapat dipengaruhi oleh
tingkat kemurnian bahan yang tidak sama dan energi yang digunakan berbeda
serta ketebalan bahan yang berbeda. Akan tetapi nilai massa koefisien atenuasi
dari bahan aluminium pada penelitian menghasilkan nilai yang mendekati dengan
nilai NIST yaitu pada 1 mm aluminium sebesar R² = 0,8843 dan pada 2 mm
aluminium sebesar R2 = 0,8462, dimana nilai pada NIST sebesar R² = 0,8981.
Berdasarkan nilai regresi maka bahan aluminium yang dijual bebas dipasaran
dapat dijadikan alternatif bahan pengganti yang lebih murah.
Al 2 mm Al 1mm
0,4
0,38748
Hamburan Radiasi (mSv/h)
0,35
0,3
0,25
0,23483
0,2 0,24997
0,15
0,1
0,05
0
95 100 105 110 115
Tegangan (kV)
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada teknik kV tinggi dosis radiasi
hambur yang diperoleh dari rentang 100 – 110 kV, sebesar 0,38748 – 0,23483
mSv/h. Dosis radiasi hambur mengalami penurunan, dimana penurunan dosis ini
erat kaitannya dengan perbedaan arus tabung (mAs) yang digunakan pada teknik
tersebut. Teknik kV tinggi mAs yang digunakan adalah setengah dari kondisi mAs
standar.
Hal ini disebabkan karena mAs merupakan faktor yang menunjukkan
kuantitas atau besarnya jumlah foton sinar-X yang dihasilkan. Sehingga apabila
kV dinaikkan yang menunjukkan besarnya kemampuan sinar-X menembus objek,
maka diupayakan mAs diturunkan agar dosis radiasi yang dihasilkan kecil. Hasil
tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa teknik kV tinggi
menghasilkan dosis yang kecil (Laasamana, G.A. 2018). Untuk teknik tegangan
tinggi dengan kisaran mulai dari 100 kV ke atas, arus listrik cenderung rendah.
Oleh karena itu, apabila diberikan kV tinggi, maka diberikan mAs yang rendah
agar densitas pada film tetap stabil dan radiasi yang terhambur di ruangan tidak
begitu besar (Rahman, 2009).
Pada pemeriksaan Thorax umumnya menggunakan tegangan (kV) yang
cukup tinggi karena Thorax memiliki jaringan yang cukup tebal sehingga
41
kV CL kV CL
1,2
1 0,999653265
0,8 0,779316001
CLGrid
0,6 0,610495509
CL Non Grid
0,492921622
0,4 0,421755716
0,306987315
0,2
0
98 100 102 104 106 108 110 112
Gambar 4.6 Grafik Koefisien Linearitas dengan Grid dan Tanpa Grid
Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat bahwa nilai Koefisien Linearitas
Phantom yang menggunakan Grid, nilai minimum berada pada tegangan 100 yaitu
sebesar 0,306987315 dan nilai maksimum berada pada tegangan 110 yaitu sebesar
0,999653265. Nilai CL mengalami kenaikan yang signifikan pada tegangan 110,
sehingga pada Phantom yang menggunakan grid nilai optimum Koefisien
Linearitas berada pada tegangan 110 kV. Sedangkan pada phantom yang tidak
menggunakan Grid nilai minimum berada pada tegangan 105 sebesar
0,492921622 dan nilai maksimum berada pada tegangan 110 dengan nilai sebesar
0,779316001, sehingga nilai optimum berada pada tegangan 110.
43
Gambar 4.7 Citra DICOM CV a. 100 kV Grid, b. 105 kV Grid, c. 110 kV Grid, d. 100
kV non grid, e. 105 kV non Grid, f. 110 kV non Grid
Tabel 4.7 Nilai CV dengan Grid dan tanpa Grid
Dengan Grid Tanpa Grid
kV CV kV CV
100 0,198647871 100 0,062425383
105 0,214069918 105 0,084158573
110 0,283557226 110 0,084883717
0,3
0,283557226
0,25
0,214069918
0,2
0,198647871
CV Grid
0,15
CV Non Grid
0,1
0,084883717
0,084158573
0,062425383
0,05
0
95 100 105 110 115
Gambar 4.8 Grafik Konsistensi Kontras dengan Grid dan Tanpa Grid
Berdasarkan gambar 4.8 dapat dilihat bahwa nilai Konsistensi Kontras Phantom
yang menggunakan Grid, nilai minimum berada pada tegangan 100 yaitu sebesar
0,198647871 dan nilai maksimum berada pada tegangan 110 yaitu sebesar
0,283557226. Nilai CV mengalami kenaikan yang signifikan pada tegangan 110,
sehingga pada Phantom yang menggunakan grid nilai optimum Konsistensi
Kontras berada pada tegangan 110 kV. Sedangkan pada phantom yang tidak
menggunakan Grid nilai minimum berada pada tegangan 100 sebesar
0,062425383 dan nilai maksimum berada pada tegangan 110 dengan nilai sebesar
0,084883717, sehingga nilai optimum berada pada tegangan 110.
45
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
98 100 102 104 106 108 110 112
Nilai MTF terbaik terdapat pada tegangan 110 kV dengan rentang 70 cycle/mm
sampai dengan 80 cycle/mm nilai lebih tinggi dibandingkan dengan tegangan
lain.
48
MTF
MTFdengan
tanpa GRID
GRID
20
15
10
0
98 100 102 104 106 108 110 112
Nilai MTF terbaik terdapat pada tegangan 100 kV dengan rentang 15 cycle/mm
sampai dengan 20 cycle/mm nilai lebih tinggi dibandingkan dengan tegangan
lain. Terjadi penurunan pada dari tegangan 100 sampai tegangan 105 atau
semakin tinggi kV yang diberikan, nilai MTFnya semakin rendah.
Nilai MTF dari kedua perlakuan yaitu dengan Grid dan tanpa Grid pada
pemeriksaan Thorax menggunakan teknik kV tinggi diperoleh hasil paling
optimum pada tegangan 110 kV menggunakan Grid yaitu dari rentang 70
cycle/mm sampai dengan 80 cycle/mm. Hal tersebut disebabkan karena pada
tegangan 110 kV energi Sinar-X yang dihasilkan semakin bertambah dan kuat.
Selain itu dengan adanya penambahan Grid sehingga radiasi hambur yang akan
mengenai film terserap oleh Grid dan tidak sampai pada film (Priyono dkk,
2019).
51
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Phatom thorax yang dibuat layak sebagai alternatif pengganti objek thorax
manusia yang mewakili jaringan soft tissue dan hard tissue thorax. Diperoleh
nilai regresi pada bahan akrilik 0,5 cm dan 2 cm masing-masing R2 = 0,9641
dan R2 = 0,9701 dan pada bahan aluminium 1 mm dan 2 mm masing-masing
R2 = 0,8843 dan R² = 0,8462. Nilai tersebut mendekati nilai akrilik dan
aluminium pada NIST.
2. Kualitas Citra pada kV tinggi dengan Grid diperoleh hasil CL,CV dan MTF
minimum pada 100 kV (0.306987315, 0.198647871, 20 cycle/mm - 30
cycle/mm) dan maksimum pada 110 kV (0.999653265, 0.283557226, 70
cycle/mm – 80 cycle/mm). Sedangkan pada kV tinggi tanpa Grid diperoleh
hasil CL minimum pada 105 kV (0,492921622) , CV minimum pada 100 kV
(0,06242583), MTF minimum pada 110 kV ( 5 cycle/mm – 10 cycle/mm) dan
CL,CV maksimum pada 110 kV (0.77936001, 0.084883717) serta MTF
maksimum pada 100 kV (15 cycle/mm – 20 cycle/mm)
5.2 Saran
Penelitian yang telah dilakukan masih mempunyai banyak kekurangan,
oleh karena untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk :
1. Membandingkan penggunaan high kV technique dengan low kV technique
pada pengukuran kualitas citra.
2. Membandingkan penggunaan high kV technique dengan low kV technique
pada pengukuran radiasi hambur.
3. Memvariasikan Rasio Grid dan nilai mAs pada setiap tegangan agar
mendapatkan hasil yang lebih baik.
4. Membandingkan dengan pemeriksaan Thorax Asli manusia atau pasien
Thorax dan mengukur Dosis Area Produk pada setiap pemeriksaan.
53
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Z. 1998. Efek Radiasi pada Kulit. Bulletin ALARA,2 (1) : 27-31.
Ayu, Enggal. 2018. Pengaruh Faktor Eksposi dengan Ketebalan Objek pada
Pemeriksaan Foto Thorax terhadap Gambaran Radiografi. Journal of
Health.
Bushberg, J.T. 2002, The Essential Physics Of Medical Imaging, second edition,
Lippincott Williams and Wilkin, USA.
Hiswara, Eri. 2015. Buku Pintar Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah
Sakit. BATAN Press
Kurnia, Johan, Unggul. 2010. Penentuan dan Pengukuran Dosis Serap Radiasi
Sinar-X pada Permukaan Pantom Kepala (Skull Phantom) Menggunakan
Metode Entrance Skin Exposure (ESE). Fisika FMIPA :Universitas
Brawijaya.
Lukmanda, E.L., Intan, A.S.M., Leonard, A.C., M.Roslan, A.G. 2019 , Kualitas
citra imajing. Center for Medical Physics and Biophysics. Depok : FMIPA
Universitas Indonesia.
Mukhtar, A.N. dan Heri. 2015. Analisa Pengaruh Rasio Grid dan Faktor Eksposi
terhadap Gambaran Radiografi Phantom Thorax. Semarang : Undip.
55
Neitzel, U., Buhr, E., Hilgers, G., & Granfors, P. R. (2004). Determination of the
modulation transfer function using the edge method : Influence of scattered
radiation, 31, 3485– 3491.
Ningtias, D. R., Suryono, S., & Susilo, S. (2016). “Pengukuran Kualitas Citra
Digital Computed Radiography Menggunakan Program Pengolah
Citra”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 12(2), 161-168.
Pearce. E.C. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Pratiwi. 2006. Aplikasi Analisis Citra Detail Phantom dengan Metode Konversi
Data Digital ke Data Matriks untuk Meningkatkan Kontras Citra
Menggunakan Film Imaging Plate. Jurusan Fisika. Universitas Sebelas
Maret.
Priyono, Setyo, Choirul, A. & Wahyu, S.B.. 2019. Pengaruh Rasio Grid
terhadap Kualitas Radiograf Fantom Kepala. Fakultas Sains dan
Matematika. Universitas Diponegoro : Semarang.
Radiologi. 2019. Detektor Survey meter dan Detektor Piranha. RSUD prof.Dr.
Margono Soekarjo, Purwokerto
Richard, S., Husarik, D. B., Yadava, G., Murphy, S. N., dan Samei, e. 2012.
Towards task-based assessment of CT performance: system and object
MTF across different reconstruction algorithms. Medical Physics, 39(7),
4115-4122.
Raju D.T. dan Shanthi K., 2014. “Analysis on X-Ray Parameters of Exposure
by Measuring X-Ray Tube Voltage and Time Exposure”. Journal of
Engineering and Science 3, 69-73.
Samei, E., Flynn, M. J., Reimann, D. A., Samei, E., Flynn, M. J., & Reimann, D. A.
(2012). 32 Universitas Indonesia A method for measuring the presampled
MTF of digital radiographic systems using an edge test device A method for
measuring the presampled MTF of digital radiographic systems using an edge
test device a …, 102(1998).
Siti D., 2013. Optimalisasi Dosis Serap Dan Kontras Radiograf Dengan Permodelan
Phantom Akrilik. Jurusan Fisika, Universitas Jember.
Sofyan, M., & Mayani, A. N. (2017). Pembuatan dari Gips Sebagai Pengganti
Tulang Manusia dan Bahan Akrilik Sebagai Pengganti Soft Tissue. Journal of
Health (JoH), 4(2), 107-113.
Sugili, Putra. 2012. Kalibrasi Surveymeter 14C Dengan Alat Ukur Radiasi
Standar Radiometer PH. 40.GL-L.Yogyakarta.
Waseso. 1998. Pengaruh Variasi Tegangan dan Arus terhadap Kualitas Radiograf
dan Dosis yang diterima Pasien pada Pemotretan Paru-Paru Proyeksi
Postero Anterior (Study Kasus di RSPAD “Gatot Soebroto” Jakarta).
Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro.
WHO. 1990. Petunjuk Membaca Foto untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC
Widayati. Evi. 2013. Analisis Dosis Serap Radiasi Foto Thorax pada Pasien Anak
di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Paru Jember. Jurusan Fisika. FMIPA.
Universitas Jember.
LAMPIRAN
58
LAMPIRAN A
SURAT IZIN PENELITIAN
59
60
61
LAMPIRAN B
DATA PENGUKURAN KOEFISIEN ATENUASI
KOEFISIEN
ATENUASI LINIER
HASIL NIST
ENERGI (keV) µ/ρ
50 0,2074
60 0,1924
80 0,1751
100 0,1641
4. Atenuasi NIST
Nilai Koefisien Atenuasi Massa Akrilik (PMMA) (µ/ρ) NIST
Energy (µ/ρ) (µen/ρ) Energy (µ/ρ) (µen/ρ)
-3 3 3 -1 -1
1,0 x 10 2,794 x 10 2,788 x 10 2,0 x 10 1,328 x 10 2,872 x 10-2
1,5 x 10-3 9,153 x 102 9,131 x 102 3,0 x 10-1 1,152 x 10-1 3,099 x 10-2
2,0 x 10-3 4,037 x 102 4,024 x 102 4,0 x 10-1 1,031 x 10-1 3,185 x 10-2
3,0 x 10-3 1,236 x 102 1,228 x 102 5,0 x 10-1 9,410 x 10-2 3,206 x 10-2
4,0 x 10-3 5,247 x 10 5,181 x 10 6,0 x 10-1 8,701 x 10-2 3,191 x 10-2
5,0 x 10-3 2,681 x 10 2,627 x 10 8,0 x 10-1 7,641 x 10-2 3,116 x 10-2
6,0 x 10-3 1,545 x 10 1,498 x 10 1,0 6,870 x 10-2 3,015 x 10-2
8,0 x 10-3 6,494 6,114 1,25 6,143 x 10-2 2,882 x 10-2
1,0 x 10-2 3,357 3,026 1,5 5,591 x 10-2 2,755 x 10-2
1,5 x 10-2 1,101 8,324 x 10-1 2,0 4,796 x 10-2 2,533 x 10-2
2,0 x 10-2 5,714 x 10-1 3,328 x 10-1 3,0 3,844 x 10-2 2,210 x 10-2
3,0 x 10-2 3,032 x 10-1 9,645 x 10-2 4,0 3,286 x 10-2 1,995 x 10-2
4,0 x 10-2 2,350 x 10-1 4,599 x 10-2 5,0 2,919 x 10-2 1,843 x 10-2
5,0 x 10-2 2,074 x 10-1 3,067 x 10-2 6,0 2,659 x 10-2 1,731 x 10-2
6,0 x 10-2 1,924 x 10-1 2,530 x 10-2 8,0 2,317 x 10-2 1,579 x 10-2
8,0 x 10-2 1,751 x 10-1 2,302 x 10-2 1,0 x 10 2,105 x 10-2 1,482 x 10-2
1,0 x 10-1 1,641 x 10-1 2,368 x 10-2 1,5 x 10 1,820 x 10-2 1,348 x 10-2
1,5 x 10-1 1,456 x 10-1 2,657 x 10-2 2,0 x 10 1,684 x 10-2 1,282 x 10-2
2,0 x 10-3 2,263 x 103 2,204 x 103 5,0 x 10-1 8,445 x 10-2 2,868 x 10-2
3,0 x 10-3 7,880 x 102 7,732 x 102 6,0 x 10-1 7,802 x 10-2 2,851 x 10-2
4,0 x 10-3 3,605 x 102 3,545 x 102 8,0 x 10-1 6,841 x 10-2 2,778 x 10-2
5,0 x 10-3 1,934 x 102 1,902 x 102 1,0 6,146 x 10-2 2,686 x 10-2
6,0 x 10-3 1,153 x 102 1,133 x 102 1,25 5,496 x 10-2 2,565 x 10-2
8,0 x 10-3 5,033 x 10 4,918 x 10 1,5 5,006 x 10-2 2,451 x 10-2
1,0 x 10-2 2,623 x 10 2,543 x 10 2,0 4,324 x 10-2 2,266 x 10-2
1,5 x 10-2 7,955 7,487 3,0 3,541 x 10-2 2,024 x 10-2
2,0 x 10-2 3,441 3,094 4,0 3,106 x 10-2 1,882 x 10-2
3,0 x 10-2 1,128 8,778 x 10-1 5,0 2,836 x 10-2 1,795x 10-2
4,0 x 10-2 5,685 x 10-1 3,601 x 10-1 6,0 2,655 x 10-2 1,739 x 10-2
5,0 x 10-2 3,681 x 10-1 1,804 x 10-1 8,0 2,437 x 10-2 1,678 x 10-2
6,0 x 10-2 2,778 x 10-1 1,099 x 10-1 1,0 x 10 2,318 x 10-2 1,650 x 10-2
8,0 x 10-2 2,018 x 10-1 5,511 x 10-2 1,5 x 10 2,195 x 10-2 1,631 x 10-2
1,0 x 10-1 1,704 x 10-1 3,794 x 10-2 2,0 x 10 2,168 x 10-2 1,633 x 10-2
65
LAMPIRAN C
DATA PENGUKURAN HAMBURAN RADIASI
LAMPIRAN D
DATA PENGUKURAN KUALITAS CITRA
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI PENELITIAN
91
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
Tahun Nama Instansi
2004-2010 SDN 03 Lambur
2010-2013 SMPN 01 Kandangserang
2013-2016 SMAN 01 Kandangserang
2016-2020 Universitas Jenderal Soedirman
C. Riwayat Organisasi
Nama Organisasi Jabatan Periode
IMAKABA Anggota 2016 – 2020
Himpunan Mahasiswa Fisika HUMAS 2017 – 2018
Racana Soedirman Kepala Bagian RT 2018
Ketua Dewan 2019
Dewan Kehormatan Pandega 2020
FAM Indonesia Anggota 2017 – 2020
KMK Fisika Medis UNSOED Dokumentasi Komunikasi 2019
92