SKRIPSI
FARHAN ALI
1606889616
SKRIPSI
FARHAN ALI
1606889616
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
iii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 14 Januari 2021
iv
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala berkat dan rahmat serta limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik. Penulisan skripsi dengan judul “Kalkulasi Dosis Dinding Primer
Material Beton dan Timbal pada Instalasi Radioterapi Pesawat Linac 10 MV
menggunakan Simulasi Monte Carlo EGSnrc” ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Fisika pada Fakultas
Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Umi, Abi, Adek, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moral
materil serta doa yang tidak pernah terputus.
2. Dr. Sc. Hum. Dwi Seno Kuncoro Sihono, M.Si sebagai dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan, semangat, waktu, tenaga, serta pikiran untuk penulis
selama proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir.
3. Akbar Azzi, S.Si., M.Si. yang telah memberikan ilmu, arahan, waktu dan tenaga
untuk penulis selama proses simulasi Monte Carlo hingga penyelesaian tugas akhir.
4. Seluruh dosen dan sivitas akademika Departemen Fisika Universitas Indonesia atas
segala ilmu dan bantuannya selama masa perkuliahan.
5. Fadhilah Salsabilah yang sudah banyak membantu penulis, menemani sejak awal
penulisan skripsi ini hingga akhirnya bisa lulus bersama dari kampus tercinta.
Terima kasih atas segala waktu, usaha, dan dukungan moral yang telah diberikan
kepada penulis selama satu tahun ini. Terima kasih.
7. Farid, Zhorif, Destri, Hanan, Ainun, Rofa, Raffi, Aris, Aisyah, Eric, dan Naz dalam
geng Cumilaude yang sudah penulis anggap sebagai keluarga selama di Fisika.
Terima kasih atas pelajaran, canda, tawa, dan berbagai kegiatan yang kita lakukan
bersama-sama. Terima kasih sudah menjadi teman baik penulis selama di Fisika
v
Universitas Indonesia
hingga akhirnya bisa lulus dari Fisika UI. Semangat menjalankan fase hidup
selanjutnya.
8. Keluarga Sosmas BEM UI 2019 (Faza, Aljira, Yuna, Kiky, Audi, Tisa, Gilang,
Hakim, Dian, Mira, Camar, Dian, Arief, Eric) yang telah mewarnai tingkat akhir
penulis dengan berbagai inspirasi dan pelajaran hidup yang berharga. Terima kasih
telah menutup kegiatan non-akademis penulis dengan sangat indah.
9. Teman-teman Spectrum, Fisika Medis UI, serta teman-teman yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu yang telah berperan dalam perkuliahan penulis dari
2016 hingga saat ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu dalam bidang sains serta memberikan
pengetahuan baru untuk para pembaca skripsi ini. Penulis menyadari tugas akhir ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun
dari pembaca dibutuhkan penulis sebagai pembelajaran di masa depan.
Penulis
vi
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Yang menyatakan
(Farhan Ali)
NPM. 1606889616
vii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Beton dan timbal merupakan material yang biasa digunakan sebagai dinding penahan
radiasi. Beton dan timbal memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Beton
memiliki harga yang relatif lebih murah namun memerlukan ruang yang besar sedangkan
timbal dengan nomor atom yang tinggi memiliki harga yang lebih mahal namun ukuran
ruangan dapat diminimalisir. Perhitungan ketebalan dinding penahan radiasi dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan Safety Report Series No. 47 dengan nilai
pembatas dosis sesuai dengan Perka Bapeten no 3 tahun 2013 lalu dilakukan pemodelan
menggunakan Monte Carlo EGSnrc untuk memastikan nilai dosis yang dihasilkan tidak
melebihi pembatas dosis yang ditetapkan Bapeten. Pemodelan dengan menggunakan
Monte Carlo umum digunakan ketika pengukuran secara langsung tidak memungkinkan.
Hasil simulasi Monte Carlo juga mampu merepresentasikan kondisi yang sesungguhnya
dengan memasukan berbagai parameter seperti memodelkan linac, memodelkan material
yang digunakan, memodelkan dinding penahan radiasi, hingga melakukan kalibrasi linac
sehingga didapatkan nilai dosis yang dapat dibandingkan dengan nilai dosis referensi
yang digunakan. Pada penelitian dilakukan perhitungan dosis di luar dinding primer
dengan memodelkan dinding beton densitas 2,35 g/cm3 dengan ketebalan 1,45 meter dan
dinding timbal densitas 11,35 g/cm3 dengan ketebalan 21,73 cm lalu dibandingkan
dengan nilai dosis referensi yang ditetapkan oleh Bapeten. Hasilnya nilai dosis pada
simulasi Monte Carlo EGSnrc untuk material beton dan timbal lebih rendah dibandingkan
dengan nilai dosis referensi yang digunakan akibat perbedaan komposisi material
penyusun beton dan timbal yang digunakan dalam simulasi dengan referensi.
Kata kunci:
Beton, Timbal, Proteksi Radiasi, Monte Carlo
viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Concrete and lead are materials commonly used as primary radiation walls. Concrete
and lead have their respective advantages and disadvantages. Concrete has a relatively
cheaper price but requires a large space, while lead with a high atomic number has a
higher price, but the size of the room can be minimized. Calculation of the thickness of
the radiation retaining wall can be carried out using the Safety Report Series No. 47
equations with a dose limiting value in accordance with Perka Bapeten Number 3. Of
2013 and then modeling using the Monte Carlo EGSnrc to ensure the resulting dose value
does not exceed the limiting dose value by Bapeten. Monte Carlo modeling is commonly
used when direct measurements are not possible. The Monte Carlo simulation results are
also able to represent the real conditions by entering various parameters such as
modeling the linac, modeling the materials used, modeling the primary radiation walls,
and performing the linac calibration so that a dose value can be compared with reference
dose value used. In this study, the dose calculation outside the primary wall was carried
out by modeling a concrete wall with a density of 2,35 g/cm3 with a thickness of 1,45
meters and a lead wall with a density of 11,35 g/cm3 with a thickness of 21,73 cm and
then compared with the reference dose value set by Bapeten. The result is that the dose
value in the Monte Carlo EGSnrc simulation for concrete and lead materials is lower
than the reference dose value used due to differences in the composition of the concrete
and lead materials used in the simulation with reference.
Keyword:
Concrete, Lead, Radiation Protection, Monte Carlo
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
x
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
xii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Simulasi penahan radiasi primer dapat dilakukan dengan berbagai user code salah
satunya Electron Gamma Shower (EGS) yang dikembangkan oleh National Research
Council, Canada. EGSnrc sudah dilengkapi dengan graphical user interface (GUI)
sehingga bentuk geometri yang telah dimodelkan dapat dilihat sebelum menjalankan
simulasi. Selain itu terdapat beberapa program berbasis EGSnrc yang dapat digunakan
untuk memodelkan sumber radiasi (BEAMnrc), memodelkan fantom (DOSXYZnrc),
hingga menggunakan material dengan komposisi tertentu sesuai dengan kebutuhan
pengguna sehingga dapat merepresentasikan kondisi yang sebenarnya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dalam penelitian ini
permasalahan yang penulis angkat adalah:
1. Bagaimana perhitungan ketebalan dinding penahan radiasi primer?
2. Bagaimana kalkulasi dosis dinding primer material beton dan timbal
menggunakan simulasi Monte Carlo?
3. Bagaimana dosis yang didapatkan pada simulasi Monte Carlo dibandingkan
dengan dosis referensi yang digunakan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menghitung ketebalan dinding penahan radiasi primer yang diperlukan sesuai
dengan batas dosis yang ditentukan dalam Perka Bapeten Nomor 3 tahun 2013.
2. Menghitung dosis di luar dinding penahan radiasi primer dengan material beton
dan timbal menggunakan simulasi Monte Carlo.
3. Membandingkan perhitungan dosis pada simulasi Monte Carlo dengan dosis
referensi yang digunakan.
1.4. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi oleh ruang lingkup penelitian yaitu:
1. Menghitung ketebalan dinding penahan radiasi primer menggunakan perhitungan
SRS 47 dan nilai batas dosis berdasarkan Perka Bapeten Nomor 3 tahun 2013.
2. Menghitung dosis di luar dinding penahan radiasi primer menggunakan simulasi
Monte Carlo EGSnrc.
3. Menggunakan desain dan parameter beban kerja dari instalasi radioterapi RSUD
Pasar Minggu.
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Universitas Indonesia
6
dengan nilai ekspektasi energi yang ditransfer dari radiasi pegion ke materi (dɛ) dan massa
(dm). Dosis serap memiliki satuan yang sama dengan Kerma, yaitu J.kg-1 atau Gy.
Kerma dan dosis serap merupakan kuantifikasi dari interaksi radiasi dengan
materi, namun terdapat beberapa perbedaan pada definisi kerma dengan dosis serap.
Secara umum kerma digunakan untuk mengkuantifikasi medan radiasi sedangkan dosis
serap digunakan untuk mengkuantifikasi efek radiasi pada materi. Selain itu terdapat
perbedaan definisi volume yang digunakan. Pada Kerma volume merupakan area dimana
energi ditransfer dari partikel tidak bermuatan ke partikel bermuatan, sedangkan pada
dosis serap volume merupakan area dimana energi kinetik dari partikel bermuatan
digunakan (Cunningham, 2012).
Perbedaan jenis radiasi pengion dapat menyebabkan efek stokastik dengan
kekuatan yang berbeda pada jaringan untuk nilai dosis serap yang sama. Untuk itu
digunakan dosis ekivalen (HT,R) jenis radiasi pengion terhadap jaringan hidup yang
didefinisikan sebagai:
𝑯𝑻 = 𝒘𝑹 𝑫𝑻,𝑹 (2.5)
dengan dosis serap yang diberikan oleh radiasi (DT,R), jenis radiasi (R), jaringan atau
organ (T) dan faktor bobot radiasi (wR). Dosis ekivalen memiliki satuan sievert (Sv) yang
setara dengan 1 J.kg-1 atau 1 Gy (Cunningham, 2012).
Untuk medan radiasi yang terdiri dari tipe radiasi berbeda dengan faktor bobot
yang berbeda, dosis ekivalen dapat ditentukan dengan:
𝑯𝑻 = ∑𝑻 𝒘𝑹 𝑫𝑻,𝑹 (2.6)
Tabel 2.1. Faktor Bobot Radiasi
Jenis radiasi Faktor bobot radiasi
Foton 1
Elektron, muon 1
Proton 2
Alfa, fragmen fisi, ion berat 20
Neutron Fungsi energi neutron
Universitas Indonesia
7
Radiasi yang mengenai organ tidak hanya melalui satu jaringan saja, namun
melalui beberapa jaringan yang ada diatasnya. Untuk kebutuhan keselamatan radiasi,
ICRP memperkenalkan dosis efektif (E), yaitu akumulasi dosis untuk semua organ dan
jaringan pada orang dewasa rata-rata (ICRP International Commission on Radiological
Protection, 2003). Didefinisikan sebagai:
𝑬 = ∑𝑻 𝒘 𝑻 𝑯 𝑻 (2.7)
dengan dosis ekivalen (HT), jaringan (T) dan faktor bobot jaringan (wT). Faktor bobot
jaringan merupakan kontribusi relatif dari efek stokastik yang muncul untuk radiasi
seragam pada tubuh. Jumlah seluruh organ dan jaringan tubuh pada faktor bobot jaringan
adalah satu kesatuan. Satuan SI untuk dosis efektif sama seperti dosis ekivalen yaitu
sievert (Sv) sehingga perlu diperhatikan besaran yang sedang digunakan. Faktor bobot
untuk berbagai jaringan ditunjukkan pada Tabel 2.2.
2.2. Sumber Radiasi
ICRP 107 mendefinisikan sumber sebagai entitas fisik atau prosedur yang
menghasilkan dosis radiasi yang berpotensi dapat dikuantifikasi untuk seseorang atau
sekelompok orang. Dapat berupa sumber fisik seperti bahan radioaktif atau pesawat sinar-
x, instalasi seperti rumah sakit atau pembangkit listrik tenaga nuklir, prosedur, atau
kelompok sumber fisik yang memiliki karakter serupa. Definisi sumber akan dikaitkan
dengan pemilihan prosedur proteksi radiasi yang digunakan.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Tabel 2.4. Komposisi atom pada beberapa jenis beton (Sharifi et al., 2013)
Elemen Nomor Jenis beton
Atom Biasa Barite Serpentine Steel-magnetite
Hidrogen 1 2,21 0,36 7,,20 0,51
Karbon 6 0,25 - 0,15 -
Oksigen 8 57,75 31,18 55,6 15,7
Natrium 11 1,52 - - -
Magnesium 12 0,13 0,11 10,20 0,58
Aluminium 13 2,10 0,42 2,50 0,66
Silikon 14 30,56 1,04 17,55 2,68
Fosfor 15 - - - 0,08
Sulfur 16 - 10,78 - 0,06
Kalium 19 1,08 - 0,08 -
Kalsium 20 4,39 5,02 5,64 3,95
Mangan 25 - - - 0,07
Besi 26 0,70 4,75 1,08 75,73
Barium 56 - 46,34 - -
Pada penelitian tersebut digunakan beton dengan geometri silinder dengan
diameter 100 cm dan ketebalan 10 cm. Beton tersebut diradiasi dengan sumber Cs-137,
Co-60, dan sinar gamma 511 keV. Hasilnya faktor transmisi paling rendah ditunjukkan
oleh beton steel-magnite, barite, serpentine, dan paling tinggi pada beton biasa untuk
ketiga sumber radiasi yang digunakan. Meskipun beton barite memiliki nomor atom yang
lebih tinggi, namun densitas beton steel-magnetite yang jauh lebih besar memiliki nilai
transmisi yang lebih rendah. Oleh karena itu disimpulkan bahwa densitas beton
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai transmisi material, yang secara langsung
berpengaruh terhadap nilai HVL dan TVL (Sharifi et al., 2013).
Material lain selain beton, yang umum digunakan sebagai penahan radiasi yaitu
timbal. Timbal memiliki densitas yang sangat tinggi, yaitu 11,35 g/cm3 dan sangat cocok
digunakan untuk material penahan radiasi sinar-x dan sinar gamma pada instalasi dengan
luas ruang yang terbatas (Rohrig, 2006). Tabel 2.5 menunjukkan nilai TVL material
timbal dengan densitas 11,35 g/cm3 untuk berbagai sumber radiasi yang digunakan.
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
usia atau kemungkinan pasien sedang hamil yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan.
Optimasi kemungkinan timbulnya paparan, jumlah orang yang terpapar, dan besar
dosis setiap individu harus dijaga serendah mungkin (ALARA - As low as reasonably
achievable) dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi (ICRP, 1997). Untuk
mencapai ALARA digunakan batas dosis, batas resiko, atau tingkat referensi. Setelah
justifikasi dilakukan, selanjutnya perlu dilakukan usaha untuk mengurangi resiko baik
pada individu maupun populasi masyarakat secara luas. Hal ini berarti dengan
mengurangi dosis dan meminimalisir kemungkinan kecelakaan di area yang mungkin
terpapar radiasi. Pengurangan dosis dilakukan hingga ke tingkat ALARA difokuskan
untuk mengurangi dosis pada pasien tanpa mengurangi kualitas citra untuk diagnostik,
dan untuk radioterapi dilakukan dengan mengurangi dosis pada jaringan sehat dan
memaksimalkan dosis radiasi pada tumor (ICRP International Commission on
Radiological Protection, 2003).
Limitasi yaitu total dosis untuk setiap individu yang dihasilkan dari sumber dalam
paparan yang direncanakan selain paparan medis tidak boleh melebihi batas yang
direkomendasikan (ICRP, 1997). Dosis pada pekerja radiasi dan masyarakat umum tidak
boleh melebih batas yang dikenal sebagai batas dosis. Di Indonesia nilai batas dosis
(NBD) diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 3 tahun
2013 Tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Radioterapi dengan
mempertimbangkan rekomendasi dari komisi. Dalam Perka Bapeten NBD diatur untuk
pekerja radiasi dan anggota masyarakat.
Pekerja radiasi adalah setiap orang yang berada di instalasi radioterapi yang
diperkirakan dapat menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis untuk masyarakat
umum. Pekerja radiasi diberikan nilai batas dosis yaitu dosis efektif rata-rata sebesar 20
mSv per tahun dalam periode 5 tahun, sehingga dosis yang terakumulasi selama 5 tahun
tidak boleh melebihi 100 mSv. Dosis efektif sebesar 50 mSv dalam satu tahun tertentu.
Dosis ekivalen untuk lensa mata rata-rata sebesar 20 mSv per tahun dalam periode 5
tahun, sehingga dosis yang terakumulasi selama 5 tahun tidak boleh melebihi 100 mSv.
Dosis ekivalen untuk kulit sebesar 500 mSv per tahun. Dosis ekivalen untuk tangan atau
kaki sebesar 500 mSv per tahun.
Universitas Indonesia
16
Masyarakat umum diberikan nilai batas dosis yang lebih rendah dari pekerja
radiasi yaitu dosis efektif sebesar 1 mSv per tahun. Dosis ekivalen untuk lensa mata
sebesar 15 mSv pertahun. Dosis ekivalen kulit sebesar 50 mSv pertahun.
Dalam peraturannya Bapeten juga menerapkan optimasi dalam proteksi dan
keselamatan radiasi dengan memberikan pembatas dosis. Pembatas dosis yang ditetapkan
Bapeten yaitu sebesar setengah dari NBD yang ditetapkan, yaitu sebesar 10 mSv pertahun
atau 0,2 mSv perminggu untuk pekerja radiasi dan 0,5 mSv pertahun atau 0,01 mSv
perminggu untuk masyarakat.
Batas dosis yang ditetapkan Bapeten menjadi dasar dan referensi bagi setiap
instalasi yang memiliki sumber radiasi untuk mendesain penahan radiasi yang mampu
mengurangi dosis yang diterima baik oleh pekerja radiasi maupun masyarakat umum ke
tingkat yang telah ditetapkan.
Dalam menentukan perhitungan penahan radiasi penting untuk
mempertimbangkan Beban kerja secara klinis harus berdasarkan pada total dosis yang
diberikan pada periode tertentu seperti satu pekan atau satu tahun. Untuk fasilitas
radioterapi yang sudah mapan, beban kerja dapat menggunakan beban kerja maksimum.
Jika terdapat beberapa berkas energi sinar-x pada akselerator linear seperti 6 MV,
10 MV, dan 15 MV, maka perhitungan menggunakan energi sinar-x tertinggi. Selain itu,
dapat pula mempertimbangkan beban kerja untuk setiap energi secara terpisah. Hasil
dosis tahunan dari tiap komponen akan dijumlahkan pada akhir perhitungan untuk
menentukan dosis tahunan total.
Atenuasi penahan radiasi (B) yang diperlukan dapat ditentukan sesuai dengan
batas dosis yang diinginkan yang didapatkan dari batas dosis pekerja radiasi atau
masyarakat. Atenuasi yang dibutuhkan penahan radiasi ditentukan menggunakan
persamaan yang didefinisikan oleh IAEA dalam Safety Report Series No. 47 (SRS 47)
pada tahun 2006:
𝑷(𝒅 + 𝑺𝑨𝑫)𝟐
𝑩= (2.11)
𝑾𝑼𝑻
dengan P merupakan batas dosis pertahun di luar penahan radiasi, d merupakan jarak dari
isosenter ke dinding penahan radiasi dengan satuan meter, SAD merupakan jarak sumber
radiasi ke isosenter dalam satuan meter, W adalah beban kerja dalam Gy perminggu, U
adalah faktor penggunaan atau fraksi waktu yang kemungkinan besar berkas akan
Universitas Indonesia
17
mengenai penahan radiasi, dan T merupakan faktor okupansi atau fraksi waktu dimana
area di luar penahan radiasi kemungkinan besar akan ditempati.
Untuk menentukan ketebalan penahan radiasi primer yang diperlukan untuk
mengurangi paparan dosis pada area tertentu digunakan istilah tenth value layers (TVL).
Setiap material penahan radiasi memiliki nilai TVL yang berbeda berdasarkan. Ketebalan
penahan radiasi menggunakan istilah number TVLs (NTVL) yang ditentukan berdasarkan
atenuasi (B) menggunakan persamaan 2.12:
𝟏
𝑵𝑻𝑽𝑳 = 𝐥𝐨𝐠 (2.12)
𝑩
Lalu ketebalan penahan radiasi primer (tp) dihitung menggunakan persamaan 2.13:
𝒕𝑷 = 𝑻𝑽𝑳𝟏 + (𝑵𝑻𝑽𝑳 − 𝟏) × 𝑻𝑽𝑳𝒆 (2.13)
dengan TVL1 dan TVLe yang berbeda bergantung pada material yang digunakan.
Selain penahan radiasi primer, diperlukan penahan radiasi sekunder untuk dengan
mempertimbangkan radiasi bocor dan radiasi hambur dari penahan radiasi primer. Untuk
linac, protokol nasional dan internasional menetapkan bahwa kebocoran dari treatment
head tidak boleh melebihi 0,5% dari berkas primer dan pada bidang pasien tidak boleh
melebihi rata-rata 0,1% (IAEA, 2006). Atenuasi yang dibutuhkan untuk menahan radiasi
bocor dihitung dengan persamaan 2.14:
𝟏𝟎𝟎𝟎𝑷𝒅𝟐𝒔
𝑩𝑳 = (2.14)
𝑾𝑻
dengan P adalah batas dosis, ds adalah jarak dari isosenter ke titik yang diinginkan, W
adalah beban kerja, dan T adalah faktor okupansi.
Atenuasi yang dibutuhkan untuk menahan radiasi hambur dihitung dengan
persamaan 2.15:
𝑷𝒅𝟐𝒔𝒄𝒂 𝒅𝟐𝒔𝒆𝒄
𝑩𝒑 =
𝒂𝑾𝑻(𝑭/𝟒𝟎𝟎) (2.15)
dengan P adalah batas dosis, dsca adalah jarak dari sumber radiasi ke pasien, dsec adalah
jarak dari pasien ke titik yang diinginkan, a adalah fraksi hambur pada dsca yang
bergantung pada energi berkas sinar-x dan sudut hamburan, W adalah beban kerja, T
adalah faktor okupansi, dan F adalah luas lapangan pada pasien. Radiasi hambur oleh
pasien atau fantom biasanya lebih rendah dari 0,1% dari radiasi insiden untuk setiap luas
area 0,1 m2 yang diradiasi.
Universitas Indonesia
18
Faktor transimisi dinding (Bw) diperlukan untuk menahan radiasi yang dihasilkan
dari hamburan ketika berkas primer menabrak dinding. Dihitung dengan persamaan 2.16:
𝑷𝒅𝟐𝒘 𝒅𝟐𝒓
𝑩𝒘 = (2.16)
𝜶𝑨𝑾𝑼𝑻
dengan P adalah batas dosis, dw adalah jarak dari sumber radiasi ke permukaan hambur
(dinding), dr adalah jarak dari permukaan hambur ke titik yang diinginkan, α adalah
koefisien pantulan yang bergantung pada material dinding sudut hambur dan energi
berkas, A adalah luas lapangan proyeksi pada permukaan hambur, W adalah beban kerja,
dan T adalah faktor okupansi.
2.5. Monte Carlo
Monte Carlo adalah metode numerik untuk menyelesaikan persamaan atau menghitung
integral berdasarkan sampling bilangan acak. Algoritma Monte Carlo menggunakan
program komputer yang disebut Random Number Generator (RNG). Meskipun tidak
benar-benar secara acak, namun program komputer memilih sampel berdasarkan
pseudorandom number. Angka-angka acak tersebut tidak boleh saling bergantung dan
saling berhubungan. Untuk menyelesaikan masalah yang kompleks diperlukan urutan
bilangan pseudorandom yang besar (Nahum, 2015).
Pseudo-RNG perlu diperiksa dengan cermat sebelum digunakan. RNG yang digunakan
dalam simulasi radioterapi harus memilik dua fitur, yaitu:
1. Urutan bilangan harus cukup besar dan jika urutan bilangan digunakan kembali
beberapa kali, hasil simulasi Monte Carlo akan berkorelasi
2. Harus didistribusikan secara seragam dalam berbagai dimensi.
Simulasi Monte Carlo dapat digunakan dalam berbagai bidang secara luas, salah
satunya dalam bidang radiasi. Dalam ruang lingkup radiasi terdapat beberapa sistem atau
user code yang biasa digunakan, seperti Electron Gamma Shower (EGS), PRIMO, dan
Monte Carlo N-Particle (MCNP).
EGSnrc (Electron Gamma Shower) merupakan sistem komputer untuk simulasi
Monte Carlo dari transportasi gabungan elektron dan foton dalam medium tertentu
dengan geometri acak untuk partikel dengan energi 1 keV hingga 10 GeV. EGSnrc
merupakan pengembangan dari sistem EGS sebelumnya yang pertama kali
dikembangkan di Stanford Linear Accelerator (SLAC) pada 1970 (Kawrakow et al.,
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
22
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
e- Mon. Cham
Target
Mirror
Prim. Col Phase space A
Flattening Filter Jaws
Mirror Mirror
Phase space A Phase space B
Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
digunakan sebagai referensi dalam menentukan ketebalan dinding penahan radiasi primer
sesuai dengan beban kerja yang digunakan.
Pada simulasi penahan radiasi primer dengan menggunakan material beton
densitas 2,35 g/cm3 didapatkan nilai dosis perinsiden partikel sebesar 1,103 × 10-21
Gy/incident particle pada kedalaman 0 cm di belakang dinding beton. Dengan
menggunakan perbandingan nilai dosis perinsiden partikel beban kerja, nilai dosis
perinsiden partikel tersebut setara dengan dosis sebesar 0,05 mGy. Sedangkan pada
simulasi penahan radiasi primer untuk material timbal didapatkan nilai dosis perinsiden
partikel sebesar 3,218 × 10-21 Gy/incident particle pada kedalaman 0 cm di belakang
dinding timbal yang setara dengan nilai dosis sebesar 0,145 mGy.
Terdapat keterbatasan nilai dosis yang terbaca pada simulasi DOSXYZnrc dimana
nilai dosis hanya terbaca tepat di belakang dinding beton dan dinding timbal pada
kedalaman 0 cm. Berbeda dengan perhitungan ketebalan dinding dimana nilai dosis
diambil dengan jarak 30 cm di belakang dinding. Hal ini terjadi akibat keterbatasan
spesifikasi komputer yang digunakan sehingga tidak mampu membaca nilai dosis yang
lebih rendah dari 1 × 10-21 Gy/incident particle.
Nilai dosis yang dihasilkan pada simulasi DOSXYZnrc untuk material beton dan
timbal belum sepenuhnya mendekati nilai dosis referensi yaitu sebesar 0,2 mGy.
Sehingga dilakukan analisis nilai TVL material timbal dan beton dibandingkan dengan
nilai TVL referensi material tersebut. Berdasarkan referensi pada NCRP Report No. 151,
nilai TVL untuk material beton densitas 2,35 g/cm3 dan timbal densitas 11,35 g/cm3
masing-masing sebesar 41 cm dan 5,7 cm.
Universitas Indonesia
34
Ketebalan (cm)
Universitas Indonesia
35
Ketebalan (cm)
Universitas Indonesia
36
Timbal
Dosis perinsiden partikel 1,103 × 10-21 3,218 × 10-21
5,4 5,7
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Nilai dosis yang dihasilkan pada simulasi Monte Carlo EGSnrc sebesar 0,05 mGy
untuk material beton dan 0,145 mGy untuk material timbal dengan referensi 0,2
mGy.
2. Perbedaan nilai dosis yang dihasilkan dalam simulasi Monte Carlo EGSnrc terjadi
akibat perbedaan nilai TVL yang digunakan dan keterbatasan spesifikasi
komputer yang digunakan dalam simulasi Monte Carlo EGSnrc.
3. Nomor atom material penyusun beton yang digunakan dalam simulasi Monte
Carlo EGSnrc mempengaruhi nilai TVL dihasilkan menjadi lebih kecil sehingga
dosis pada simulasi menjadi lebih kecil dibandingkan dengan dosis referensi.
5.2. Saran
Penelitian mengenai proteksi radiasi selanjutnya lebih baik dilakukan dengan
menentukan komposisi material yang digunakan sesuai dengan referensi sehingga
hasilnya dapat semakin baik mendekati referensi yang digunakan. Dinding sekunder
sebaiknya dimodelkan sehingga hasilnya akan semakin menggambarkan kondisi yang
sebenarnya.
37
Universitas Indonesia
38
DAFTAR PUSTAKA
Akkaş, A. (2016). Determination of the tenth and half value layer thickness of concretes
with different densities. Acta Physica Polonica A, 129(4), 770–772.
Ambiger, T. Y., & Iyer, P. S. (1979). ICRP publication 26 and the'ten-day rule'. Health
Phys.;(United Kingdom), 36(3).
Bahar, S., Nur, A. F., Suhandana, R., & Kurniawati, E. (2004). Pedoman Pekerjaan
Beton PT. Wijaya Karya.
Cunningham, I. A. (2012). Computed tomography: Instrumentation. Medical Imaging:
Principles and Practices, 2-1-2–12.
Hall, E. J., & Giaccia, A. J. (2006). Radiobiology for the Radiologist vol 6 Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia.
IAEA. (2006). Safety Reports Series No. 47 - Radiation Protection in the Design of
Radiotherapy Facilities. 9.
ICRP International Commission on Radiological Protection. (2003). Annals of the ICRP
Annals of the ICRP Annals of the ICRP. In ICRP Publication 92, annals of ICRP
28 (Issue 0).
Kawrakow, I., Mainegra-Hing, E., Rogers, D. W. O., Tessier, F., & Walters, B. R. B.
(2013). The EGSnrc code system: Monte Carlo simulation of electron and photon
transport NCR Report PIRS-701 (Ottawa: National Research Council of Canada).
2001–2006.
Lead Industries Association. (1984). A guide to the use of lead for radiation shielding.
Lead Industries Association, New York, 5.
Mayles, P., Nahum, A., & Rosenwald, J. C. (2007). Handbook of radiotherapy physics:
Theory and practice. In Handbook of Radiotherapy Physics: Theory and Practice
(pp. 1–1453).
Mohd Zin, M. F., Chulan, M. R., Kwee Wah, L., Halim Baijan, A., Mohd Sabri, R.,
Azhar Ahmad, M., Mokhtar, M., & Abd Malik, K. (2019). Monte Carlo studies for
the radiation shielding in the bunker of the electron beam accelerator using PHITS.
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 555(1).
Nahum, A. (2015). Monte Carlo Techniques in Radiation Therapy. In Medical Physics
(Vol. 42, Issue 8).
Universitas Indonesia
39
Popescu, I. A., Shaw, C. P., Zavgorodni, S. F., & Beckham, W. A. (2005). Absolute
dose calculations for Monte Carlo simulations of radiotherapy beams. Physics in
Medicine and Biology, 50(14), 3375–3392.
Ródenas, J., Martinavarro, A., León, A., & Verdú, G. (2000). Application of the monte
carlo method to shielding analysis in medical linear accelerators. Journal of
Nuclear Science and Technology, 37, 441–445.
Rogers, D. W. O., Walters, B., & Kawrakow, I. (2005). BEAMnrc Users Manual. NRC
Report PIRS, 509, 12.
Rohrig, N. (2006). Structural Shielding Design and Evaluation for Megavoltage X- and
Gamma-Ray Radiotherapy Facilities, NCRP Report No. 151. In Health Physics
(Vol. 91, Issue 3).
Sharifi, S., Bagheri, R., & Shirmardi, S. P. (2013). Comparison of shielding properties
for ordinary, barite, serpentine and steel-magnetite concretes using MCNP-4C code
and available experimental results. Annals of Nuclear Energy, 53, 529–534.
Saeedimoghadam, M., Zeinali, B., Kazempour, M., Jalli, R., & Sina, S. (2017). Monte
Carlo Study of Several Concrete Shielding Materials Containing Galena and
Borated Minerals. Iranian Journal of Medical Physics, 14(4), 241-250.
Sriwunkum, C., & Nutaro, T. (2019). Study on gamma-ray shielding properties of lead
tellurite glass systems using PHITS. Journal of Physics: Conference Series,
1380(1).
Walters, B., Kawrakow, I., & Rogers, D. W. O. (2005). DOSXYZnrc Users Manual.
NRC Report PIRS, 794, 57-58.