Anda di halaman 1dari 47

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA KEKUATAN TARIK DAN KELENGKUNGAN KOMPOSIT


EPOKSI/SERAT BAMBU TALI

SKRIPSI

ADIKA RESMANA
1406601965

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FISIKA
DEPOK
JANUARI 2019
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA KEKUATAN TARIK DAN KELENGKUNGAN KOMPOSIT


EPOKSI/SERAT BAMBU TALI

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1

ADIKA RESMANA
1406601965

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FISIKA
KEKHUSUSAN FISIKA MEDIS DAN BIOFISIKA
DEPOK
JANUARI 2019
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Adika Resmana

NPM : 1406601965

Tanda Tangan :

Tanggal :

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Adika Resmana
NPM : 1406601965
Program Studi : Fisika
Judul Skripsi : Analisa Kekuatan Tarik dan Kelengkungan Komposit Epoksi/Serat
Bambu Tali

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program
Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dra. Ariadne Lakshmidevi, M.Eng, Ph. ( ......................... )

Pembimbing II : Dr. Rahmat Satoto M.Eng ( .................................. )

Penguji I : Dr. Azwar Manaf ( .................................. )

Penguji II : Dr. Akbar Hanif Dawam Abdullah, MT ( ............................... )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal :

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya, serta atas izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Dan shalawat serta salam penulis
untuk Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabat yang senantiasa selalu
mendukung dan menginspirasi penulis.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia. Selama penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan, motivasi, dan doa yang tulus dari orang-orang terdekat penulis. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
(1) Dra. Ariadne Lakshmidevi, M.Eng, Ph.D, selaku dosen pembimbing pertama
yang telah bersedia menyediakan waktu, ilmu, dan pikiran untuk membantu
dan mengarahkan peunlis dalam melakukan penelitian.
(2) Dr. Rahmat Satoto, M.Eng, selaku dosen pembimbing kedua yang selalu
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
(3)
(4)

Depok, 8 Januari 2019


Penulis

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini”

Nama : Adika Resmana


NPM : 1406601965
Program Studi : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas


Indonesia Hak bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul:
Analisa Kekuatan Tarik dan Kelengkungan Komposit Epoksi/Serat Bambu Tali
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 8 Januari 2019
Yang menyatakan

(Adika Resmana)

vi
ABSTRAK

Nama : Adika Resmana


Program Studi : Fisika
Judul : Analisa Kekuatan Tarik dan Kelengkungan Komposit Epoksi/Serat
Bambu Tali
Pembimbing : Dra. Ariadne Lakshmidevi, M.Eng, Ph.D

Komposit dengan penguat serat alam sedang popular saat ini sebagai
pengganti serat sintesis. Serat alam memiliki keunggalan harga yang relatif murah, jumlah
yang banyak dan ramah lingkungan. Digunakan epoksi dan serat Bambu Tali sebagai matriks
dan penguat pada komposit. Tujuan penelitian ini adalah menentukan sifat mekanik dari
komposit yang memenuhi SNI 01-4449-2006. Bambu Tali diberi perlakuan alkali
menggunakan larutan NaOH sebelum diambil seratnya untuk digunakan sebagai penguat
komposit dengan matriks epoksi. Komposit difrabrikasi dengan memvariasikan fraksi berat
seratnya. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini uji tarik, uji lengkung dan
pengamatan mikroskop optik pada komposit sebelum dan sesudah dilalukan uji mekanik.
Nilai kuat tarik komposit optimum berada pada komposit dengan fraksi berat 10% dengan
nilai kekuatan tarik sebesar (25,77 ± 1,85) MPa. Nilai kuat lengkung komposit dengan nilai
optimum berada pada komposit dengan fraksi berat serat 10% dengan nilai kuat lengkung
sebesar (49,97 ± 2,97) MPa. Dari hasil pengamatan permukaan komposit didapat adanya
void yang menyebabkan penurunan nilai sifat mekanik dari komposit epoksi/serat Bambu
Tali.

Kata Kunci: Epoksi, Komposit, Laminasi Basah, Serat Bambu, Uji Tarik, Uji Lengkung

vii
Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Adika Resmana


Study Program : Physics
Title : Analysis of Tensile and Flexural Properties of Epoxy/String Bamboo
Fiber Composite
Counsellor : Dra. Ariadne Lakshmidevi, M.Eng, Ph.D

Keywords:

viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................. iii


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................................................ vi
ABSTRAK .......................................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
1.4 Batasan Penelitian ....................................................................................... 2
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................................ 4
2.1 Komposit ........................................................................................................... 4
2.2 Bambu Tali ........................................................................................................ 5
2.3 Epoxy Resin ...................................................................................................... 7
2.4 Fourier Transform Infrared (FTIR) ................................................................... 8
2.5 Laminasi Basah ................................................................................................. 9
2.6 Sifat Mekanik Komposit ................................................................................. 10
2.7 Analisa Morfologi ..................................................................................... 12
2.8 Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Papan Serat .................................... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 14
3.1 Alat dan Bahan .......................................................................................... 14
3.2 Preparasi Serat Bambu Tali ....................................................................... 14

ix
Universitas Indonesia
3.2.1 Alkalisasi pada Bambu Tali .................................................................. 14
3.2.2 Pengukuran Berat Jenis Serat Bambu Tali ............................................ 17
3.2.3 Single Fiber Test ................................................................................... 17
3.2.4 Uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Serat Bambu Tali ....... 18
3.3 Fabrikasi dan Pengujian Komposit ............................................................ 18
3.3.1 Fabrikasi Komposit ............................................................................... 18
3.3.2 Uji Berat Jenis Komposit ...................................................................... 19
3.3.3 Uji Tarik Komposit ............................................................................... 19
3.3.4 Uji Lengkung Komposit ........................................................................ 20
3.3.4 Pengamatan Mikroskop Optik ............................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 22
4.1 Hasil Karakterisasi Serat Bambu Tali ....................................................... 22
4.1.1 Hasil Pengukuran Berat Jenis dan Single Fiber Test ..................... 22
4.1.2 Hasil Uji FTIR ............................................................................... 22
4.2 Hasil Karakterisasi Komposit .................................................................... 24
4.2.1 Hasil Pengukuran Berat Jenis ........................................................ 24
4.2.2 Hasil Uji Tarik ............................................................................... 25
4.2.3 Hasil Uji Lengkung........................................................................ 26
4.2.4 Hasil Pengamatan Mikroskop Optik .............................................. 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 30
5.1 KESIMPULAN ............................................................................................... 30
5.2 SARAN ........................................................................................................... 30
DAFTAR REFERENSI ....................................................................................................... 31

x
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat kimia bambu (Dransfield dan Widjaja, 1998) ............................................. 5
Tabel 2.2. Sifat mekanik dari Bambu Tali (Gigantochloa Apus) (Porwanto, 2008) ............. 6
Tabel 2.2. Sifat mekanik epoksi (Ratna, 2009) ..................................................................... 7
Tabel 2.8. Spesifikasi papan serat berdasarkan kerapatan (SNI 01-4449-2006) ................. 13
Tabel 2.9. Spesifikasi papan serat kerapatan tinggi (PSKT) (SNI 01-4449-2006) ............. 13
Tabel 3.1. Spesifikasi epoksi ............................................................................................... 16
Tabel 4.1. Berat jenis komposit ESBT dengan menggunakan metode ROM ..................... 24
Tabel 4.4. Massa jenis dari komposit ESBT dengan hukum Archimedes .......................... 25

xi
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2. Grafik modulus elastisitas vs persen berat tungsten pada komposit partikel
tungsten dengan matriks tembaga (Callister, 2007) .............Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.3. Tanaman Bambu Tali (gigantochloa apus) (Kosjoko, 2014)............................ 6
(Sumber : Pengaruh Perendaman (NaOH) terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Bahan
Komposit Serat Bambu Tali (Gigantochloa Apus) Bermatriks Polyester)............................ 6
Gambar 2.2. Kandungan senyawa organik pada serat alam (Pereira, 2015) ......................... 7
(Sumber : Vegetal Fibers in Polymeric Composites : a review) ........................................... 7
Gambar 2.4. Skema ikatan kimia epoksi resin tipe DGEBA (Ratna, 2009).......................... 7
Gambar 2.5. Hasil uji FTIR bambu tanpa perlakuan dan dengan perlakuan alkali 2 – 10%
NaOH (Zhang, 2018) ............................................................................................................. 8
Gambar 2.6. Spektrum FTIR dari beberapa jenis bambu yang telah di alkalisasi (Martijanti,
2018) ...................................................................................................................................... 9
Gambar 2.5. Skematik dari metode wet lay-up (Mazumdar, 2002) .................................... 10
(Sumber : Composites Manufacturing: Materials, Product and Process) .......................... 10
Gambar 2.6. Hasil pengujian kuat lengkung dari komposit epoksi/serat bambu
(Biswas,2012) .......................................................................Error! Bookmark not defined.
(Sumber : Mechanical Properties of Bamboo-epoxy Composites a Structural Application)
..............................................................................................Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.7. Hasil uji kuat kuat lengkung dari komposit epoksi/serat bambu tali (Biswas,
2012) .................................................................................................................................... 11
(Sumber : Mechanical Properties of Bamboo-epoxy Composites a Structural Application)
............................................................................................................................................. 11
Gambar 2.7. (a) modulus lengkung komposit epoksi/bambu dan (b) kuat lengkung komposit
epoksi/bambu (Zhang, 2018) ............................................................................................... 12
(Sumber : Thermal and Mechanical Properties of Bambo Fiber Reinforced Epoxy
Composites) ......................................................................................................................... 12
Gambar 3.1. Diagram alur peneltian ....................................Error! Bookmark not defined.
(c) ......................................................................................................................................... 16
Gambar 3.2. (a) Bambu sebelum perlakuan alkali, (b) bambu setelah diberikan perlakuan
alkali dan (c) serat bambu setelah dipotong dengan ukuran 40 mesh ................................ 16
Gambar 3.3. Spesimen single fiber test serat bambu........................................................... 17
Gambar 3.4. Cetekan (mold) komposit ESBT ..................................................................... 19

xii
Universitas Indonesia
Gambar 3.4. Dimensi sampel uji tarik komposit (a), sampel fabrikasi komposit ESBT(b),
komposit ESBT setelah di uji tarik ...................................................................................... 20
Gambar 3.5. Dimensi sampel uji lengkung komposit (a), sampel fabrikasi komposit ESBT(b)
dan sampel komposit ESBT setelah diuji lengkung ............................................................ 21
Gambar 3.6. (a) arah pengamatan mikroskop optik untuk sampel uji tarik, (b) arah
pengamatan mikroskop opik untuk sampel uji lengkung .................................................... 21
Gambar 4.1. Spektrum FTIR serat bambu tali sebelum (a) dan sesudah (b) diberi perlakuan
alkali .................................................................................................................................... 23
Gambar 4.2. Hasil pengujian tarik komposit epoksi/serat bambu tali ................................. 27
Gambar 4.3. Grafik kuat lengkung komposit ESBT ........................................................... 27
Gambar 4.4. Hasil mikroskop optik dari (a) komposit ESBT setelah uji tarik dan (b) komposit
ESBT setelah uji lengkung .................................................................................................. 29

xiii
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman modern ini penggunaan material komposit sedang banyak dikembangkan
di industri manufaktur. Dengan tingginya tingkat polusi saat ini, material dengan sifat ramah
lingkungan sangat dibutuhkan. Komposit tersusun dari matriks dan penguat yang berupa
serat sintesis atau serat alam (C. J. Luo dkk, 2012). Serat sintesis yang sudah lama digunakan
di industri memiliki sifat non-degradable sehinnga komposit jenis ini tidak ramah
lingkungan. Keunggulan yang dimiliki serat alam seperti ketersediaannya yang berlimpah,
biaya yang relatif murah, ramah lingkungan dan dapat didaur ulang, maka dari itu peneliti
sedang mengembangkan pemanfaatannya sebagai penguat komposit beberapa tahun
belakangan (K. L. Pickering dkk, 2016).
Indonesia sebagai salah satu negara tropis berlimpah dengan dengan sumber daya
alamnya, sehingga memiliki potensi sebagai penghasil serat alam. Bambu merupakan salah
satu tumbuhan berkeping satu (monokotil) dan masuk dalam keluarga rumput-rumputan
family Poaceae. Menurut Krisdianto et al. (2007) jenis bambu di dunia mencapai lebih dari
1.000 jenis yang terdiri atas 80 genus. Alamendah (2011) mengatakan jenis bambu mencapai
1.250 jenis, dimana 159 jenis terdapat di Indonesia dan 88 jenis diantaranya merupakan
endemik Indonesia. Bambu memiliki keunggulan seperti harga yang relatif murah, mudah
dibentuk dan mudah diolah sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan
rumah, perabotan rumah tangga, alat angkut, kerajinan, produk-produk yang menggunakan
teknologi tinggi seperti papan bambu laminasi, pulp dan kertas serta masih banyak lagi
(Widnyana, 2011). Komposisi fraksi berat serat yang tepat memiliki peranan yang sangat
penting pada sifat mekanik material komposit (K. L. Pickering dkk, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Pada material komposit banyak faktor yang mempengaruhi sifat mekanik dari material,
yaitu perlakuan alkali, jenis serat, arah serat, diameter serat, jenis matriks yang digunakan,
fraksi berat yang digunakan untuk pembuatan komposit. Pada penelitian ini difokuskan pada
studi variasi fraksi berat serat Bambu Tali sebagai bahan utama pembuatan komposit

1
Universitas Indonesia
2

epoksi/serat bambu tali dan sifat mekaniknya. Material akan diuji tarik, uji lengkung dan
berat jenisnya. Data hasil pengujian akan dibandingkan dengan standar SNI 01-4449-2006
untuk papan serat.

1.3 Tujuan Penelitian


Dari penelitian ini diharapkan dapat menentukan kekuatan tarik dan kelengkungan
papan komposit epoksi/serat Bambu Tali, dengan menvariasikan fraksi berat serat Bambu
Tali. Dari hasil tersebut diharapkan komposit epoksi/serat Bambu Tali dapat memenuhi
kriteria papan serat sesuai dengan standar SNI 01-4449-2006.

1.4 Batasan Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada Bambu Tali yang diberikan perlakuan alkali larutan NaOH
dengan variasi konsentrasi larutan sebesar 6% dengan laman waktu perlakuan alkali
menggunakan autoclave selama 2 jam pada suhu 110 ℃. Serat bambu kemudian akan diuji
kekuatan tarik dan sifat kimianya dengan uji FTIR. Serat bambu akan digunakan untuk
membuat material komposit epoksi/serat Bambu Tali dengan memvariasikan fraksi berat
serat bambu tali. Variasi yang digunakan adalah 10 wt%, 20 wt% dan 30 wt%. Komposit
epoksi/serat Bambu Tali difabrikasi dengan metode laminasi basah dan dilakukan uji tarik,
uji lengkung, pengamatan mikroskop optik dan uji berat jenis komposit.

1.5 Manfaat Penelitian


Memberikan nilai tambah Bambu Tali sebagai bahan utama pembuatan komposit
dengan matriks epoksi.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika dalam penulisan ini terbagi atas 5 bab yang masing-masing bab terdapat
beberapa sub-bab untuk memperjelas penelititan ini. Pada bab ini terdapat penjelasan tentang
latar belakang penelitian, rumusan malah, tujuan dari penilitan, batasan penelitian yang
dilakukan, manfaat dari penelitian yang dilakukan dan sistematika penulisan. Pada bab 2
terdapat landasan-landasan teori yang menunjang penelitian berdasarkan tinjauan pustaka
yang dilakukan. Dalam bab 3 teradapat penjabaran lengkap mengenai penelitan, seperti
tempat penelitian, alat dan bahan dan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian.

2
3

Dalam bab 4 diberikan penjelasan tentang hasil penelitian serta analisa yang didasari oleh
hasil yang didapatkan. Bab 5 merupakan bagian penutup dari penulisan, berisi tentang
penarikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang dilakukan. Kemudian
penulis juga melengkapi dengan saran-saran yang bermanfaat dalam pengembangan untuk
penelitian lebih lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Material Komposit


Material komposit merupakan sebuah material hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau
lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat fisik
maupun kimianya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (Shimpi, 2017).
Material komposit terdiri dari penguat, matriks dan interfasa. Menurut W. D. Callister dan
D. G. Rethwisch (2007) matriks dapat berupa logam, keramik atau polimer. Matriks
memiliki fungsi seperti mengikat serat secara bersamaan, melindungi serat akibat abrasi atau
reaksi kimia dengan lingkungan serta sebagai medium yang mentransmisikan dan
mendistribusikan beban ke serat.
Komposit berdasarkan penguatnya dapat dikelompokan sebagai komposit diperkuat
partikel, komposit diperkuat serat dan komposit struktur. Berdasarkan jenis serat yang
digunakan, komposit dikelompokkan menjadi komposit diperkuat serat sintetis dan komposit
diperkuat serat alam. Serat alam memiliki kelebihan seperti bersifat biodegradable, sifat
mekanik yang dapat menyaingi serat sintesis dan lebih ringan (Fazeli dkk, 2018). Serat alam
digunakan sebagai penguat dalam komposit seperti serat pisang, serat kayu, serat kelapa, serat
jute, serat bambu, dan serat kenaf (Faruk dkk, 2012).
Dalam ilmu material sains, aturan campuran atau rule of mixture (ROM) digunakan
untuk memprediksi karakteristik dari material komposit. Nilai berat jenis komposit dapat di
hitung dengan menambahkan hasil perkalian nilai berat jenis matriks dan fraksi berat matriks
dan nilai berat jenis serat dikali fraksi berat serat seperti terlihat pada Persamaan 2.1 (Gibson,
1994).

𝝆𝒄 = 𝝆𝒎 𝝊𝒎 + 𝝆𝒇 𝝊𝒇 (2.1)

Dimana ρc, ρm dan ρf masing-masing merepresentasikan berat jenis komposit, matriks dan
serat serat 𝝊𝒎 ,𝝊𝒇 adalah masing-masing fraksi berat matriks dan serat.

4
Universitas Indonesia
Fraksi pori (void) dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2, dengan υυ, Wf, Wc
adalah masing-masing fraksi void, berat serat dan berat komposit. Komposit dengan
perlakuan vaccum-bagging biasanya memiliki fraksi void antara 0.1-1%, sedangan untuk
komposit tanpa adanya vaccum-bagging akan memiliki fraksi void sekitar 5%.

2.2 Bambu Tali


Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass
(rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara
bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 tahun. Kelebihan
dari bambu antara lain batangnya yang kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah
dibentuk, ringan dan harga yang relatif murah. Batang bambu terdiri dari sekitar 50%
parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (Dransfield dan Widjaja, 1995). Tabel 2.1
merupakan hasil penelitian sifat kimia bambu yang telah dilakukan oleh Gusmailina dan
Sumadiwangsa (1998). Didapat dari penelitian ini kadar selulosa pada bambu berkisar
antara 42,4% - 23,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8% - 26,6%, kadar pentosa
bambu bersikar antara 1,24% - 3,77%, kadar abu bambu berkisar antara 1,24% - 3,77%,
kadar silika bambu berkisar antara 0,10% - 1,78%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air
dingin) bambu berkisar antara 4,5% - 9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas)
5,3% - 11,8%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam alcohol benzene) 0,9% - 6,9%. Tabel 2.2
menjelaskan sifat mekanik dari Bambu Tali.

Tabel 2.1 Sifat kimia bambu (Dransfield dan Widjaja, 1998)

Ekstraktif Ekstraktif Ekstraktif


Selulosa Lignin Pentosa Abu Silika (larut air (larut air (larut
dingin) Panas) alcohol)
42,4- 19,8- 1,24- 1,24- 0,10-
4,5%-9,9% 5,3-11,8% 0,9-6,9%
23,6 % 26,6% 3,77% 3,77% 1,78%

15
6

Gambar 2.1 Tanaman Bambu Tali (gigantochloa apus) (Kosjoko, 2014)

(Sumber : Pengaruh Perendaman (NaOH) terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Bahan Komposit
Serat Bambu Tali (Gigantochloa Apus) Bermatriks Polyester)

Tabel 2.2 Sifat mekanik dari Bambu Tali (Gigantochloa Apus) (Porwanto, 2008)

Sifat mekanik Satuan Nilai


Kuat tarik MPa 150
Modulus elastisitas GPa 9,901
Kuat tekan MPa 49,41
Berat jenis g/cm3 1.09

Serat alam membutuhkan perlakuan alkali sebelum dapat digunakan sebagai penguat
pada komposit. Gambar 2.2 Menunjukan kandungan kimia seperti selulosa, lignin, pentosa
dan pengotor lainnya di dalam serat alam yang dianggap dapat merusak adhesi serat dengan
matriks selama fabrikasi komposit. Perlakuan alkali pada serat alam dapat meningkatkan
kekuatan mekanik pada komposit, meningkatkan kekuatan antarmuka dan adhesi antara
matriks dan serat (Kushawa, 2011).
Gambar 2.2. Kandungan senyawa organik pada serat alam (Pereira, 2015)

(Sumber : Vegetal Fibers in Polymeric Composites : a review)

2.3 Epoxy Resin


Epoksi adalah suatu bahan kimia yang diperoleh dari proses polimerisasi dari epoksida.
Epoksi resin bereaksi dengan beberapa bahan kimia lain seperti amina polifungsi, asam serta
fenal dan alkohol, umumnya dikenal sebagai bahan pengeras atau hardener. Setelah
dicampur, epoksi dan hardener akan berubah dari cair ke padat dan menjadi sangat kuat,
tahan suhu tinggi tertentu dan memiliki ketahanan kimia yang tinggi. Epoksi adalah resin
termoset karena bereaksi atau curing dengan menghasilkan panas internal dan mampu
membentuk ikatan molekul yang erat dalam struktur crosslinking polimer (Ratna, 2009).

Gambar 2.3. Skema ikatan kimia epoksi resin tipe DGEBA (Ratna, 2009)

(Sumber: Handbook of Thermoset Resins)

Tabel 2.3. Sifat mekanik epoksi (Ratna, 2009)


Kuat tarik (MPa) Kuat lengkung (MPa) Densitas (g/cm3)
14,8 120 1,1

(Sumber: Handbook of Thermoset Resins)

15
8

2.4 Fourier Transform Infrared (FTIR)


Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) adalah sebuah teknik yang digunakan
untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas dari
sampel padat, cair dan gas. FTIR digunakan untuk mengamati interaksi molekul dengan
menggunakan radiasi elektromagnetik yang berada pada bilangan gelombang 4000-400 cm-
1
(Smith, 2011). FTIR dapat digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik.
Selain itu, FTIR juga dapat digunakan untuk analisa kualitatif meliputi analisa gugus fungsi
beserta polanya dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorbsi senyawa pada
panjang gelombang tertentu.
Zhang, dkk (2018) melakukan perbandingan spektrum FTIR pada bambu sebelum dan
setelah diberik perlakuan alkali. Gambar 2.5 menunjukan hasil spektrum FTIR dari empat
bambu, yaitu bambu tanpa perlakuan alkali dan bambu dengan perlakuan alkali NaOH
dengan konsentrasi 2%, 6% dan 10%. Menurut hasil spektrum tersebut puncak dari selulosa
berada pada bilangan gelombang 3343, 2881, 1159 dan 895 cm-1 yang masing-masing
merupakan gugus dari ikatan -OH, C-H, C-O dan C-OH. Puncak pada bilangan gelombang
1233 cm-1 merepresentasi dari gugus C-O yang merupakan lignin pada bambu.

Gambar 2.4. Hasil uji FTIR bambu tanpa perlakuan dan dengan perlakuan alkali 2 – 10% NaOH
(Zhang, 2018)

(Sumber : Thermal and Mechanical Properties of Bamboo Fiber)


Gambar 2.6. menunjukan Spektrum FTIR dari beberapa jenis serat bambu yang diberi
perlakuan alkali. Dapat dilihat dari gambar, beberapa puncak yang terkait dengan bagian
peregangan dari ikatan O-H pada bilangan gelombang 3700-3200 cm-1, peregangan C-H
sekitar pada bilangan gelombang 2900 cm-1 dan pada bilangan gelombang 1647,21 cm-1
yang merepresentasikan peregangan OH dan C-H dari gugus selulosa. Adanya absorpsi pada
bilangan gelombang sekitar 1735-1739 cm-1 yang merepresentasikan peregangan C=O dari
hemiselulosa. Absorbsi pada bilangan gelombang 1500-1600 cm-1 merepresentasikan
peregangan C=C dan pada sekitar 1400 cm-1 yang merupakan lignin (Martijanti, 2018) .

Gambar 2.5. Spektrum FTIR dari beberapa jenis bambu yang telah di alkalisasi (Martijanti, 2018)

(Sumber : Fabrication Process optimization of Gombong (Gigantochloa Pseudoarundinacea), Haur Hejo


(Bambusa tuldoides) and Tali (Gigantochloa Apus) Bamboo Fibers for Structural Application)

2.5 Laminasi Basah


Metode laminasi basah (wet lay-up) merupakan salah satu metode fabrikasi komposit.
Gambar 2.7 menunjukan skematik dari metode laminasi basah, pada metode ini diperlukan
cetakan. Pada cetakan, resin dituangkan kemudian diletakkan penguat (serat) di atas
permukaan cetakan yang telah dilapisi oleh resin. Penguat kemudian diratakan menggunakan
roller sehingga penguat ditembusi oleh resin. Roller digunakan untuk meratakan dan

15
10

mengeluarkan resin yang berlebih pada cetakan, juga untuk menghilangkan udara antara
resin dan penguat. Cetakan kemudian didiamkan sehingga terjadi curing pada suhu ruangan.
Setelah resin megeras dapat dikeluarkan dari cetakan. Proses ini dikerjakan oleh tangan
manusia dan biasa juga dikenali sebagai metode hand lay-up. Metode ini memiliki
kelebihan, yaitu biaya yang relatif murah, mudah digunakan dan tingkat keahlian yang tidak
tinggi.

Gambar 2.6. Skematik dari metode wet lay-up (Kesarwani, 2015)

(Sumber : Composites: Classification and it’s manufacturing)

2.6 Sifat Mekanik Komposit


Biswas (2012) melakukan penelitian komposit dengan matriks epoksi dan serat bambu.
Fabrikasi komposit dilakukan menggunakan metode hand lay-up, dengan dengan ukuran
serat pendek dan fraksi berat serat 15 wt%, 30wt% dan 45%. Gambar 2.8 menunjukan hasil
penelitian dengan nilai tertinggi kekuatan tarik dari komposit tersebut adalah 10,48 MPa
pada fraksi berat serat 45%. Gambar 2.9 menunjukan hasil pengujian kelengkungan dari
komposit epoksi/serat bambu. Dapat dipahami pada gambar ini nilai kuat lengkung dari
komposit mengalami peningkatan pada fraksi berat serat 15 wt% dan 30 wt%. Nilai kuat
lengkung mengalami penginkatan dari 16,41 MPa ke 31,27 MPa pada fraksi berat 15 wt%
dan 30 wt%, dan mengalami penurunan dari 31,27 MPa ke 19,93 MPa pada fraksi berat 30
wt% dan 45wt%. Hasil ini menurut Biswas terjadinya karena serat dengan arah acak tidak
dapat menahan beban dengan baik. Lemahnya ikatan adhesi dan adanya void juga
menyebabkan penurunan pada hasil uji lengkung pada komposit epoksi/serat bambu.
(a)

(b)
Gambar 2.7. Hasil uji kuat tarik dari komposit epoksi/serat bambu (a) dan hasil uji kuat lengkung dari
komposit epoksi/serat bambu (Biswas, 2012)

(Sumber : Mechanical Properties of Bamboo-epoxy Composites a Structural Application)

Zhang, dkk (2018) melakukan penelitian pengaruh alkalisasi serat bambu terhadap sifat
mekanik dan kimianya. Serat bambu diberi perlakuan alkali NaOH. Setelah dikeringkan
bambu difabrikasi menggunakan metode hand lay-up dan vacuum bagging. Komposit
difabrikasi dengan fraksi berat serat 10 wt%, 20wt% dan 30 wt%. Gambar 2.10 menunjukan
hasil pengujian kelengkungan. Pada modulus lengkung komposit terjadi kenaikan nilai 18,
33% dan 45% masing-masing untuk fraksi berat serat 10 wt%, 20 wt% dan 30 wt%. Namun
untuk uji lengkung nilai yang didapat untuk tiga variasi diatas memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda jauh. hasil ini dikarena matriks berperan lebih dominan dari serat dalam sifat

15
12

Gambar 2.9. (a) modulus lengkung komposit epoksi/bambu dan (b) kuat lengkung komposit
epoksi/bambu (Zhang, 2018)

(Sumber : Thermal and Mechanical Properties of Bambo Fiber Reinforced Epoxy Composites)

kelengkungannya. Hal ini juga terjadi karena arah dan panjang dari serat yang digunakan
pada komposit epoksi/serat juga distribusi yang tidak serat yang tidak merata pada komposit
epoksi/serat bambu yang menyebabkan turunnya kekuatan lengkung.

2.7 Analisa Morfologi


Zhang (2018) melakukan penelitian sifat mekanik dan termal dari komposit epoksi
dengan peguat serat bambu yang diberi perlakuan alkali. Analisa permukaan pada komposit
menunjukkan kegagalan berupa fiber pull out dan keberadaan void.
2.8 Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Papan Serat
Standar Nasional Indonesia yang digunakan pada penilitian ini adalah SNI 01-4449-
2006 untuk papan serat. Terdapat 22 parameter pengujian pada SNI 01-4449-2006 yang pada
penelitian ini akan digunakan dua parameter yaitu uji lengkung dan berat jenis. Pada Tabel
2.8 dapat dilihat klasifikasi jenis papan serat berdasarkan kerapatannya yaitu papan serat
kerapatan rendah (PSKR), papan serat kerapatan sedang (PSKS) dan papan serat kerapatan
tinggi (PSKT). Spesifikasi PSKT dapat dilihat pada Tabel 2.9 dengan jenis papan serat T1
untuk papan serat tanpa perlakuan dan T2 untuk papan serat dengan perlakuan.

Tabel 2.8. Spesifikasi papan serat berdasarkan berat jenis (SNI 01-4449-2006)
Jenis Papan Serat Berat jenis (g/cm3)
PSKR <0,40
PSKS 0,40-0,84
PSKT >0.84

Tabel 2.9. Spesifikasi papan serat kerapatan tinggi (PSKT) (SNI 01-4449-2006)

Tipe Kuat lengkung Modulus patah


MPa Kgf/cm2
T135 ≥ 3,43 ≥ 35
T125 ≥ 2,45 ≥ 25
T120 ≥ 1,96 ≥ 20
T245 ≥ 4,41 ≥ 45,01
T35 ≥ 3,33 ≥ 35

15
14

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.1 menunjukan alur dari penelitian ini. Penelitian ini tentang komposit dengan
matriks epoksi dengan penguat serat alam Bambu Tali. Bambu Tali diberikan perlakuan
alkali larutan NaOH menggunakan autoclave. Setelah dikeringkan serat bambu diambil
seratnya dengan menggunakan sisir kawat, proses alkalisasi serat dilakukan di Universitas
Jendral Achmad Yani, Bandung. Uji serat tunggal dilakukan pada serat Bambu Tali di
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT), Bandung. Uji Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR) dilakukan di Balai Besar Tekstil. Komposit epoksi/serat Bambu Tali
bambu difabrikasi menggunakan metode laminasi basah. Ukuran sampel untuk pengujian
tarik dan lengkung disesuaikan dengan standar pengujian. Uji tarik dan uji lengkung
dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung. Pengamatan
mikroskop optik dan uji berat jenis komposit dilakukan di Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

3.1 Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Bambu Tali, epoksi, NaOH flakes, dan
aquabidestilasi. Bambu Tali berasal dari Cimahi, epoksi berasal dari ebalta Kunststoff
GmbH, Jerman. Sifat fisik dari esin epoksi AH 110/TL dapat dilihat pada Tabel 3.1 Alat
yang digunakan pada penelitian ini yaitu gelas beaker, autoclave, gunting, spatula,
timbangan digital (Sigma BJ203A) dengan presisi 0,001 gram, oven , jangka sorong,
cetakan, mesin universal testing machine (Orientec UCT-5T), mesin uji FTIR dan
mikroskop optik.

3.2 Preparasi Serat Bambu Tali


3.2.1 Alkalisasi pada Bambu Tali
Pada Bambu Tali dilalukan alkalisasi NaOH 6% menggunakan autoclave selama 2
jam pada suhu 110 ℃, kemudian dikeringkan selama 40 menit menggunakan oven
dengan suhu 100 ℃ (Martijanti, 2018). Bambu kemudian disisir menggunakan sisir
kawat untuk mendapatkan serat bambu tali (Gambar 3.2).
Bambu Tali

Autoclave
NaOH Berat jenis, single
t = 2 jam fiber test, FTIR
T = 110 ℃

Serat Bambu Tali

Laminasi basah
Pemotongan serat Epoksi
10 wt%, 20 wt%,
lolos 40 mesh
30 wt%

Komposit
ESBT

Uji tarik Uji lengkung Pengukuran berat


(ASTM D638) (ASTM D790) jenis

Pengamatan
mikroskop optik

SNI 01-
4449-2006

Gambar 3. 1 Diagram alur peneletian

15
16

Tabel 3.1. Spesifikasi epoksi

(Sumber : ebalta Kunststoff GmbH, Epoxy Resin AH 110/TL)

Sifat Fisik Satuan Nilai

Kuat lengkung MPa 140 ± 10

Modulus lengkung MPa 3400 ± 300

Impak (Charpy) kJ/m2 36 ± 10

Panas (HDT) ℃ 100 ± 3

Densitas g/cm3 1,13 ± 0,02

(a) (b)

(c)

Gambar 3.2. (a) Bambu sebelum perlakuan alkali, (b) bambu setelah diberikan perlakuan alkali dan
(c) bambu setelah dipotong dengan ukuran 40 mesh
3.2.2 Pengukuran Berat Jenis Serat Bambu Tali
Pengukuran berat jenis serat bambu tali dilakukan dengan menggunakan
densitometer yang memanfaatkan prinsip Archimedes. Serat bambu dibentuk dalam
bulatan serat diambil 2-3 helai dan tabung reaksi diisi dengan larutan CCl4
(karbontetraklorida) dengan berat jenis 1.6 gr/cm3 dan xylena dengan berat jenis 0.8
gr/cm3 dengan perbandingan volum antara CCl4 : xylena (10:0, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6,
3:7, 2:8, 1;0, 0:10), diurutkan dari berat jenis yang terbesar sampai yang terkecil.

3.2.3 Single Fiber Test


Single fiber test dilakukan untuk mengetahui tegangan maksimum yang dapat
ditahan oleh serat bambu. Uji ini mengikuti standar SNI 08-1112-1989. Kekuatan tarik
perbendel adalah kekuatan putus sebendel serat dalam bentuk lurus. Hasil uji tarik disebut
tenacity (tegangan spesifik) yang dinyatakan dalam gaya per kehalusan contoh uji (g/tex).
Untuk memperoleh nilai tenacity dapat digunakan Persamaan 3.1. Dimana a adalah kekuatan
perbendel serat (kg) dan W adalah berat perbendel serat sepanjang 5 cm (mg).

𝑎 𝑔
𝑡𝑒𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑡𝑦 = 𝑥50 ⁄𝑡𝑒𝑥 (3.1)
𝑊

𝑔
𝑡𝑒𝑛𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 ( ) 𝑥 130
𝑡𝑒𝑥
𝑘𝑢𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 = 𝑀𝑃𝑎 (3.2)
9

Gambar 3.3. Spesimen single fiber test serat bambu

15
18

Gambar 3.4. Mesin single fiber test

3.2.4 Uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Serat Bambu Tali
Uji FTIR dilakukan untuk mengetahui ikatan kimia pada serat bambu tali setelah
dialkalisasi. KBr digunakan sebagai background, pengujian ini dilakukan pada bilangan
gelombang 4000 cm-1 sampai 400 cm-1 dengan menggunakan alat Parkin Elmer.

3.3 Fabrikasi dan Pengujian Komposit

3.3.1 Fabrikasi Komposit


Fabrikasi komposit merupakan proses pembentukan matriks dan serat menjadi
komposit. Dimulai dengan memotong serat bambu dengan ukuran 40 mesh. Fraksi berat
serat dan epoksi yang digunakan untuk pembuatan komposit dapat dilihat pada tabel 3.2.
Serbuk serat dicampurkan dengan resin epoksi kemudian campuran tersebut dituangkan
ke dalam cetakkan (mold) dengan dimensi spesimen sesuai standar uji yang digunakan.
Selanjutnya sampel komposit dan polipropilena murni disebut sebagai ESBT10, ESBT20,
ESBT30 dan Epoksi.

Tabel 3.2. Perbandingan massa serat bambu dan epoksi yang digunakan untuk pembuatan komposit

Fraksi berat serat (%) Massa serat (g) Massa epoksi (g) Nama sampel
0 0 160 Epoksi
10 16 144 ESBT10
20 32 128 ESBT20
30 48 112 ESBT30
Gambar 3.5. Cetekan (mold) komposit ESBT (Penelitian Bersama Nuha Dhia Fajri dan Pious Amini)

3.3.2 Uji Berat Jenis Komposit


Uji berat komposit dilakukan untuk mengetahui jenis papan serat yang dihasilkan.
Pengujian dilakukan menggunakan gelas ukur dengan memanfaatkan hukum
Archimedes. Komposit ESBT dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air. Berat
jenis didapat dari massa komposit (m) dibagi dengan penambahan volume air (ΔV).

3.3.3 Uji Tarik Komposit


Uji tarik dilakukan untuk mengetahui tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh
material sebelum rusak. Uji tarik untuk komposit polipropilena/serat bambu ini
mengikuti prosedur standar ASTM D638. Gambar 3.4 merupakan dimensi sampel uji
sesuai standar uji ASTM D638 tipe IV untuk bahan komposit. Uji ini dilakukan dengan
pengkondisian spesimen sebelum uji pada suhu (23 ± 3) ℃ dan kelembapan (50 ± 10)
% RH. Kecepatan uji yang digunakan adalah 2.0 mm/min. Nilai kuat tarik dari komposit
dapat menghintung dengan menggunakan Persamaan 3.1 dimana F adalah beban
maksimum dan A adalah luas daerah pada daerah gagang uji.
𝐹
𝜎=
𝐴

(a)

15
20

(b)

(c) (d)

Gambar 3.6. Dimensi sampel uji tarik komposit (a), skema uji tarik (b), sampel fabrikasi komposit
ESBT (c) dan komposit ESBT setelah di uji tarik (d)

3.3.4 Uji Lengkung Komposit


Uji lengkung dilakukan untuk mengetahui kekelengkunganan material komposit.
Uji kelengkungan komposit polipropilena/serat bambu tali mengikuti prosedur standar
ASTM D790. Uji ini dilakukan dengan pengkondisian spesimen sebelum uji pada suhu
(23 ± 2) ℃ dan kelembapan (50 ± 5%) RH setidaknya 40 jam sebelum dilakukannya
pengujian. Pengujian dilakukan pada kondisi laboratorium dengan suhu (23 ± 2) ℃ dan
(50 ± 5%) RH dengan kecepatan pengujian 2.0 mm/min. Kuat lengkung komposit dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.2 dimana σf, F, L, b dan d masing-masing
adalah kuat lengkung, beban, jarak penampang, lebar sampel dan tinggi sampel.

(a)
(b)

(c) (d)
Gambar 3.7. Dimensi sampel uji lengkung komposit (a), skema uji three-point bending (b), sampel
fabrikasi komposit ESBT(c) dan sampel komposit ESBT setelah diuji lengkung (d).

3.3.4 Pengamatan Permukaan Komposit


Pengamatan permukaan dilakukan untuk mengetahui adanya cacat atau void pada
komposit sebelum dan sesudah dilakukan pengujian.

patah

(a)

patah

(b)

Gambar 3.8. (a) arah pengamatan mikroskop optik untuk sampel uji tarik, (b) arah pengamatan
mikroskop opik untuk sampel uji lengkung

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan uji tarik pada epoksi murni dan komposit epoksi/serat
bambu tali, hasil uji diananlisis untuk menentukan nilai kuat tarik dari Epoksi murni,
ESBT10, ESBT20 dan ESBT30. Komposit difabrikasi menggunakan metode laminasi basah
kemudian diuji tarik. Uji lengkung dilakukan pada komposit epoksi/serat bambu tali, hasil
uji dianalisis untuk menentukan nilai kuat kelengkung dari komposit ESBT10, ESBT20 dan
ESBT30. Obervasi mikroskop optik dilakukan untuk megemati ikatan antar muka antara
matriks dan penguat sebelum dan setelah diuji tarik dan lengkung.

4.1 Hasil Karakterisasi Serat Bambu Tali


4.1.1 Hasil Pengukuran Berat Jenis dan Single Fiber Test
Setelah dilakukan uji berat jenis didapat nilai berat jenis dari serat bambu tali.
Serat Bambu Tali sebelum diberi perlakuan alkali memiliki nilai berat jenis 1,09 g/cm
m3. Serat Bambu Tali setelah diberi perlakuan alkali memiliki massa jenis sebesar 1,34
g/cm3 yang mengalami kenaikan sebesar 23%. Peningkatan berat jenis pada serat ini
terjadi karena adanya penebalan dinding sel (Aziz , 2004).
Telah dilakukan uji tarik serat bambu tali setelah diberi perlakuan alkali. Hasil
tenacity diperoleh menggunakan persamaan 3.1 dengan nilai rata-rata tenacity (15,58 ±
1,38) g/tex atau (225,15 ± 21,16) MPa. Kuat tarik dari serat bambu mengalami kenaikan
sebesar 50% dibandingkan dengan serat tanpa perlakuan alkali. Perlakuan alkali
menurunkan kadar senyawa organik pada serat alam seperti lignin, hemiselulosa dan
selulosa. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kushawa (2008) dimana turunnya kadar
lignin pada serat alam meningkatkan kekuatan mekanik dari serat dan kemampuan
adhesi dari serat sehingga terikat dengan baik dengan matriks.

4.1.2 Hasil Uji FTIR


Hasil spektroskopi FTIR dari serat bambu tali dengan dan tapa perlakuan alkali
menunjukan adanya perubahan pada ikatan kimia dari bambu tali. Gambar 4.1
menunjukan beberapa puncak yang terkait dengan bagian peregangan dari ikatan O-H
pada bilangan gelombang 3600-3300 cm-1 yang merupakan selulosa. Adanya absorpsi

22
Universitas Indonesia
(a)

O-H C=O C=C (b)

Gambar 4.1. Spektrum FTIR serat bambu tali sebelum (a) dan sesudah (b) diberi
24

pada bilangan gelombang 1737,86 cm-1 yang merepresentasikan peregangan C=O dari
hemiselulosa. Absorbsi pada bilangan gelombang pada sekitar 1400 dari gugus C=C
yang merupakan lignin. Hasil ini sesuai dengan hasil spektrum FTIR dari penelitian
Zhang (2018) dan Martijanti (2018) dimana puncak lignin terlihat turun pada rentang
bilangan gelombang 1200-1500 cm-1.

4.2 Hasil Karakterisasi Komposit


4.2.1 Hasil Pengukuran Berat Jenis
Komposit ESBT dengan variasi serat 10 wt.%, 20 wt.%, dan 30 wt.% yang telah
difabrikasi dihitung massa jenisnya dengan Persamaan 2.1. Dengan nilai massa jenis
epoksi 1,13 gr/cm3 dan massa jenis serat Bambu Tali yang telah diberi perlakuan alkali
sebesar 1,34 gr/cm3, dapat dihitung massa jenis dari komposit secara teoritis dengan
nilai seperti terlihat pada table 4.1.
Pengukuran berat jenis untuk komposit ESBT dilakukan dengan menggunakan
hukum Archimedes, yaitu dengan menimbang berat sampel di udara dan kemudian
menaruh sampel di dalam gelas ukur yang berisi air dan dicatat perubahan volume air
setelah sampel dimasukkan. Tabel 4.2 menunjukkan massa jenis dari komposit ESBT
untuk setiap fraksi berat serat dengan menggunakan hukum Archimedes.
Dari hasil perhitungan massa jenis dengan metode ROM dan dengan
menggunakan hukum Archimedes, didapatkan bahwa nilai massa jenis yang dihitung
menggunakan hukum Archimedes menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan
nilai massa jenis yang dihitung dengan metode ROM untuk semua fraksi berat kompsit.

Tabel 4.1. Berat jenis komposit ESBT dengan menggunakan metode ROM

Jenis ρ serat ρ epoksi Fraksi berat Fraksi berat ρ komposit


komposit (gr/cm3) (gr/cm3) fiber (wt%) epoksi (wt%) (g/cm3)
ESBT10 1,34 1,13 10 90 1,15
ESBT20 1,34 1,13 20 80 1,17
ESBT30 1,34 1,13 30 70 1,19
Tabel 4.2. Massa jenis dari komposit ESBT dengan hukum Archimedes

Sampel Massa (g) ΔV (mL) ρ (g/cm3) ρrata-rata (g/cm3)


5,86 5 1,17
5,007 5 1,001
ESBT10 6,21 6 1,03 1,08 ± 0,06
5,42 5 1,08
4,49 4 1,12
4,81 4 1,21
5,68 5 1,14
ESBT20 5,11 5 1,02 1,09 ± 0,07
6,27 6 1,05
5,27 5 1,05
5,52 5 1,10
5,92 5 1,18
ESBT30 6,01 6 1 1,05 ± 0,8
4,93 5 0,98
4,88 5 0,98

Perbedaan nilai berat jenis disebebkan karena adanya void pada komposit ESBT.
Besarnya fraksi void dapat dihitung menggunakan persamaan 2.2, dengan hasil
perhitungan sebesar 4%, 12% dan 10% masing-masing pada komposit ESBT10,
ESBT20 dan ESBT30. Keberadaan void ini akan mempengaruhi kekuatan mekanik dari
komposit.

4.2.2 Hasil Uji Tarik


Gambar 4.2 menunjukan grafik kuat tarik komposit ESBT. Hasil tertinggi didapat
pada komposit ESBT10 dengan nilai kuat tarik (25,77 ± 1,81) MPa. Nilai meningkat
sebesar 45% dari nilai kuat tarik epoksi. Modulus tarik tetinggi didapat pada komposit
ESBT10 dengan nilai 302,98 dengan kenaikan 105% dari epoksi murni. Peningkatan
nilai kuat tarik komposit ESBT dibandingkan dengan matriks membutikan fungsi serat
bambu tali sebagai penguat. Kuat tarik komposit ESBT memiliki nilai yang berbanding
26

terbalik degan perhitungan secara teroritis.Hasil ini disebabkan karena adanya void pada
komposit ESBT, yang menyebabkan turunnya kuat tarik dari komposit.
Besarnya nilai fraksi void dapat menjadi acuan mengapa terjadinya penurunan
pada kuat tarik komposit. Pada komposit ESBT20 dan ESBT30 memiliki fraksi void
masing-masing 12% dan 10% sehingga nilai kuat tarik saat pengujian tidak maksimum
dan trend dari hasil penelitian tidak sesuai dengan teori. Hasil ini sesuai dengan
pendapat Gibson (1998), komposit yang difabrikasi tanpa menggunakan vaccum-
bagging akan memiliki fraksi void ≥5%. Hasil ini juga berbanding terbalik dengan trend
penelitian Biswas (2012), dikarenakan sifat serat bambu yang digunakan berbeda dan
juga karena metode fabrikasi yang digunakan menghasilkan komposit dengan void lebih
kecil sehingga memiliki nilai yang sesuai dengan predeksi secara teoritis.

4.2.3 Hasil Uji Lengkung


Gambar 4.3 merupakan grafik nilai kuat lengkung terhadap fraksi berat serat
bambu tali pada komposit. Dapat dilihat pada gambar 4.3 kuat lengkung komposit ESBT
memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Nilai tertinggi berada pada komposit ESBT10
dengan nilai (49,97 ± 2,98) MPa . Menurut Zhang (2018) hasil ini terjadi karena matriks
berperan lebih dominan dari serat pada komposit dengan penguat serat pendek dalam
sifat kelengkungannya. Hal ini juga terjadi karena orientasi arah dan panjang dari serat
yang digunakan pada komposit ESBT yang menyebabkan hasil kuat lengkung memiliki
perbedaan nilai yang tidak jauh berbeda.
Kuat lengkung komposit ESBT pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih
rendah dari komposit epoksi/serat bambu Zhang, namun memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kuat lengkung komposit epoksi/serat bambu oleh Biswas (2018)
dengan kenaikan sebesar 37%. Perbeda nilai-nilai ini disebabkan karena sifat dari serat
bambu yang digunakan berbeda.
Mengacu pada fraksi void yang telah dicantumkan, juga mendukung mengapa
ESBT10 memiliki nilai kuat lengkung yang lebih tinggi dari ESBT20 dan ESBT30
dimana komposit-komposit tersebut memiliki fraksi void masing-masing 4%, 12% dan
10%. Nilai kuat lengkung komposit ESBT tidak megikuti trend, namun komposit ESBT
memiliki nilai yang memenuhi PSKT dengan nilai lebih besar dari ≥ 4,41 MPa.
Gambar 4.2. Hasil pengujian tarik komposit epoksi/serat bambu tali

Gambar 4.3. Grafik kuat lengkung komposit ESBT


28

4.2.4 Hasil Pengamatan Permukaan Komposit


Pengamatan permukaan komposit dilakukan untuk mengetahui keadaan
permukaan komposit setelah diuji tarik dan lengkung. Gambar 4.4 menunjukan
permukaan sampel komposit ESBT tarik dan lengkung. Dapat dilihat adanya void pada
komposit ESBT. Telah dilakukan analasis pada berat jenis komposit secara matematis
adanya void pada komposit yang menyebabkan penurunan sifat mekanik dari komposit
ESBT.
Pengamatan permukaan ini mendukung hasil anilisis mengapa terjadinya
penurunan sifat mekanik dari komposit ESBT sehingga pada saat pengujian hasil yang
didapat tidak maksimum. Dapat dipahami dari gambar ini adanya void menyebabkan
terjadinya penurunan sifat mekanik komposit terhadap penambahan fraksi berat serat.

(a)
(b)
Gambar 4.4. Hasil mikroskop optik dari (a) komposit ESBT setelah uji tarik dan (b) komposit ESBT
setelah uji lengkung
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Komposit ESBT yang difabrikasi merupakan komposit dengan kerapatan tinggi sesuai
dengan standar SNI 01-4449-2006 setelah dilakukan uji berat jenis komposit. Hasil uji tarik
menunjukkan bahwa komposit epoksi/serat Bambu Tali 10% menghasilkan hasil terbaik
dengan nilai tarik sebesar (25,77 ± 1,85) MPa atau dengan kata lain 45% lebih besar dari
epoksi murni. Hasil uji tarik menunjukkan hasil terbaik dengan nilai (49,97 ± 2,97) MPa
lebih kecil dari epoksi. Penurunan nilai kuat tarik dan lengkung dari komposit epoksi/serat
bambu terhadap kenaikan fraksi berat serat dikarenakan adanya void pada sampel. Hasil
pengamatan permukaan memperlihatkan adanya void pada komposit yang menyebabkan
penurunan kuat tarik dan lengkung komposit epoksi/serat Bambu Tali. Nilai kuat lengkung
komposit epoksi/serat Bambu Tali memenuhi syarat fisis dari standar papan serat kerapatan
tinggi (PSKT) SNI 01-4449-2006

5.2 SARAN
Pada penelitian ini ikatan antara serat dan matriks sudah bagus, tetapi metode fabrikasi yang
buruk menyebabkan banyaknya void pada komposit. Disarankan untuk komposit difabrikasi
dalam bentuk lamina dan kemudia dipotong sesuai dengan dimensi uji sampel. Penggunaan
vaccum bagging setelah laminasi basah untuk mengeluarkan udara yang ada pada cetakan
sehingga sedikitnya cacat yang dihasilkan.

30
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI

C. J. Luo, S. D. Stoyanov, E. Stride, E. Pelan, and M. Edirisinhe, " Electrospinnin versus


fibre production methods: from spesifics to technological convergence.," Chem. Soc.
Rev., vol. 41, no. 13, pp. 4708-35, Jul. 2012.
K. L. Pickering, M. G. A. Efendy, and T. M. Le, "A review of recent developments in
natural fibre composites and their mechanical performance," Compos. Part A Appl.
Sci. Manuf., vol. 83, pp. 98-112, 2016.
Sudjindro, "Prospek Serat Alam," Perspektif, vol. 10, n0. 2, pp. 92-104, 2011.
Siti Lara Ollivia. 2016. “Sifat Tarik dan Suhu Defleksi Komposit Polipropilena/Serat
Kenaf Sumberejo dengan Variasi Fraksi Berat Serat”. Skripsi. FMIPA. Universitas
Indonesia.
J. M. Berthelot, Composite Materials: MEchanical Behavior and Structural Analysis.
Springer Science & Business Media, 2012.
J. Morán, V. Alvarez, R. Petrucci, J. Kenny, and A. Vazquez, "Mechanical properties of
polypropylene composites based on natural fibres subjected to multiple extrusion
cycles," J. Appl. Polym. Sci., vol. 103, no. 1, pp. 228-237, 2007.
M. E. Salit, M.S., Jawaid, M., Yusoff, N.B., Hoque, Manufacturing of Natural Fibre
Reinforced Polymer Composites. Springer, 2015.
S. Shibata, Y. Cao, and I. Fukumoto, "Press forming of short natural fiber-reinforced
biodegradable resin: Effects of fibre volume and length on flexural properties,"
Polym. Test., vol. 24, no.8, pp. 1005-1011, 2005.
L. Horath, Fundamentals of materials science for technologists : properties, testing, and
laboratory excercises. Prentice Hall, 2001.
U. W. Gedde, Polymer Physics. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic
Publishers, 1999.
R. Punyamurthy, D. Sampathkumar, C. V. Srinivasa, and B. Bennehalli, "Effect of alkali
treatment on water absorption of single cellulosic abaca fiber," BioResources, vol. 7,
no. 3, pp. 3515-3524, 22-Jun-2012.
O. Faruk, A. K. Bledzki, H.-P. Fink, and M. Sain, " Biocomposites reinforced with natural
fibres: 2000-2010," Prog. Polym. Sci., vol. 37, no. 11, pp. 1552-1596, Nov. 2012.
32

Widnyana, K. 2012. “Bambu Dengan Berbagai Manfaatnya.” Bumi Lestari 8 (1): 1–10.

Mayasari, Anita, and Ady Suryawan. 2012. “Keragaman Jenis Bambu Dan
Pemanfaatannya Di Taman Nasional Alas Purwo.” Info BPK Manado 2 (2): 139–54.
Ibrahim, Idowu D., Tamba Jamiru, Rotimi E. Sadiku, Williams K. Kupolati, Stephen C.
Agwuncha, and Gbenga Ekundayo. 2015. “The Use of Polypropylene in Bamboo
Fibre Composites and Their Mechanical Properties - A Review.” Journal of
Reinforced Plastics and Composites 34 (16): 1347–56.
Widnyana, I Wayan. 2011. “Pengaruh Luas Lahan Sawah, Jumlah Tenaga Kerja Dan
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Produksi Padi Di Kabupaten Badung Tahun
1998-2007”.
Dransfield, S. dan E. A. Widjaja (Editor). 1995. Plant Resources of South-East Asia No.7
: Bambus. Backhuys Publisher. Leyden.
Kushwaha, Pradeep K., and Rakesh Kumar. 2011. “Influence of Chemical Treatments on
the Mechanical and Water Absorption Properties of Bamboo Fiber Composites.”
Journal of Reinforced Plastics and Composites 30 (1): 73–85.
Shubhra, Quazi TH, AKMM Alam, and MA Quaiyyum. 2013. “Mechanical Properties of
Polypropylene Composites.” Journal of Thermoplastic Composite Materials 26 (3):
362–91.
Callister, W., & Rethwisch, D. (2007). Materials science and engineering: an
introduction. Materials Science and Engineering (Vol. 94).
Biswas, S. (2012). Mechanical properties of bamboo-epoxy composites a structural
application. Advances in Material Science and Engineering, 1(3), 221–231.
Taufik, M. I. (2012). Perilaku Creep Pada Komposit Polyester Dengan Serat Kulit Bambu
Apus. Jurnal Mechanical, 3(September).
Kosjoko. (2014). Pengaruh Perendaman (NaOH) terhadap Kekuatan Tarik dan Bending
Bahan Komposit Serat Bambu Tali ( Gigantochloa Apus ) Bermatriks Polyester. Info
Teknik, 15(2), 139–148.
Faruk, O., Bledzki, A. K., Fink, H. P., & Sain, M. (2012). Biocomposites reinforced with
natural fibers: 2000-2010. Progress in Polymer Science, 37(11), 1552–1596.
https://doi.org/10.1016/j.progpolymsci.2012.04.003
Wahyudi, T., Kasipah, C., & Sugiyana, D. (2015). Ekstraksi Serat Bambu Dari Bambu
Tali (Gigantochloa Apus) untuk Bahan Baku Industri Kreatif. Arena Tekstil, 30, 95–
102.
Smith, B. C. (2011). Fundamentals of Fourier Transform Infrared Spectroscopy (2nd
Editio). Taylor & Francis Group.
Ratna, D. (2009). Handbook of Thermoset Resins. Smithers Rapra.
Mazumdar, S. K. (2002). Composites Manufacturing : Materials, Product, and Process
Engineering. CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai