RENO RENALDI
Oleh :
RENO RENALDI
NIM 1111097000037
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Bidang Fisika
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS SIFAT ABSORBSI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
DARI BAHAN MAGNET SISTEM BaAlxFe12-xO19 (x = 2, 4 dan 8)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Sains Dan Teknologi
Untuk Memenuhi Persyaratan
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
RENO RENALDI
NIM : 1111097000037
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
ii
PENGESAHAN UJIAN
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika
iii
LEMBAR PERNYATAAN
RENO RENALDI
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
tugas akhir ini. Manisnya rintangan telah mewarnai penyusunan tugas akhir ini
hingga dapat selesai pada waktu yang tepat. Dalam menjalani tugas akhir ini
1. Mama yang selama ini sudah menjalani 2 peran sebagai ibu dan ayah
untuk penulis. Terima kasih untuk segala kasih sayang yang tak bisa
terukur.
2. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Bapak Dr. Agus Salim, M.Si.
melaksanakan TA.
4. Ketua program studi Fisika sekaligus dosen pembimbing PKL saya Ibu
Dr. Eng. Nur Aida, M.Si. Terimakasih atas kesempatan dan kritik serta
5. Bapak Dr. Wisnu Ari Adi, M.Si selaku pembimbing PKL dan TA.
6. Ryan, sahabat sekaligus rekan penulis dalam tugas akhir. Terima kasih
karena sudah membantu penulis selama ini. Dimulai dari laporan PKL,
vii
sampai saat penelitian di BATAN. Terima kasih juga karena sudah mau
7. Lutfi, salah satu sahabat terbaik penulis. Terimakasih karena sudah mau
ketika penulis bermalas malasan. Terima kasih juga karena sudah mau
membantu penulis dalam membuat laporan tugas akhir dan terima kasih
8. Angga, yang juga merupakan sahabat terbaik penulis. Terima kasih untuk
diskusi yang sudah membangun dan untuk koreksi terhadap teori dan
studi yang dilakukan penulis dan berisi yang penulis lakukan. Jika kurang sesuai,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat bermanfaat
viii
DAFTAR ISI
ix
2.6 Koefisien Reflection Loss..................................................................... 21
2.7 Reflection Loss..................................................................................... 24
2.8 Kurva Histerisis ................................................................................... 25
2.8.1 Magnet Keras dan Magnet Lunak ................................................. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 29
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 29
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 29
3.3 Tahapan Penelitian............................................................................... 31
3.4 Prosedur Kerja ..................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 38
4.1 Hasil Pembuatan BaAlxFe12-xO19 .......................................................... 38
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan XRD .............................. 39
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan SEM .............................. 40
4.4 Karakterisasi sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VSM .............................. 44
4.5 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VNA .............................. 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 49
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 49
5.2 Saran ................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Suseptibilitas magnet dengan tekanan 1 atm, temperatur 20º C. .......... 14
Tabel 2.3 Nilai konstanta dielektrik pada setiap bahan pada tekanan 1 atm ......... 16
Tabel 4.1 Nilai remanensi magnetik dan koersivitas untuk setiap variasi x ......... 45
Tabel 4.2 Data reflection loss dan frekuensi untuk setiap variasi x ..................... 47
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.6 Perbandingan bentuk umum maget keras dan magnet lunak ............ 27
Gambar 4.2 Hasil pola difraksi sinar-X pada bahan BaAlxFe12-xO19. ................... 39
Gambar 4.8 Nilai reflection loss untuk sampel dengan variasi x =2, 4 dan 8. ...... 47
xii
BAB I
PENDAHULUAN
membuat sebuah peta dengan jangkauan frekuensi 10-15 GHz. Fisikawan Inggris
James Clerk Maxwell dengan teori tentang elektromagnetik pada tahun 1865 bisa
istilah dari singkatan inggris RDF (Radio Direction Finding). Pada prinsip
yang tertumbuk tadi. Jika semakin besar maka materi yang tertumbuk itu suatu
materi yang relatif besar. Jika intensitasnya kecil maka materi yang tertumbuk
juga kecil dan biasanya dikenali dengan hewan terbang seperti burung. Teknologi
ini digunakan pada sektor keamanan. Lebih jauh menggunakan teknologi ini bisa
1
Semakin maju teknologi maka semakin banyak emisi dari gelombang
Dikhawatirkan ini bisa mengganggu kerja dari radar yang menimbulkan kesalahan
dalam aplikasi bidang industri material elektronik dan magnetik [1]. Magnet ferrit
sehingga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik.
(penyerap) adalah sebagai anti RADAR yang diperlukan dalam usaha penyergapan
sampai GHz dengan menggunakan bahan Ba0.5 Sr0.5 Fe9 Mn1.5 Ti1.5 O19
menghasilkan nilai reflection loss -15.0 dB, -10.0 dB, -10.2 dB dengan frekuensi
2
9 GHz, 12.5 GHz dan 15 GHz [1]. Pada penelitian ini akan dicoba membuat suatu
rentang frekuensi tertentu. Dengan menggunakan BaCO3 , Fe2 O3 dan Al2 O3 dari
dalam wt %.
2. Berapa kemampuan absorbsi BaAlx Fe12−x O19 dengan variasi nilai x = 2,4
2. Mengetahui nilai absorbsi 𝐵𝑎𝐴𝑙𝑥 𝐹𝑒12−𝑥 𝑂19 dengan variasi nilai x = 2,4
3. Sebagai referensi pembuatan dasar alat elektronika atau cat yang dapat
struktur kristal dengan XRD dan mencocokan datanya dengan database untuk
3
membuktikan bahan sudah terbentuk. Melihat morfologi bahan menggunakan alat
SEM untuk melihat bahan sudah menjadi butiran. Sifat magnetik yang dihasilkan
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai rujukan riset penelitian lanjut
maupun diterapkan dalam pembuatan cat dialat yang berbasis elektronika maupun
berisi tentang abstrak dan bagian kedua berisi kata pengantar, daftar isi serta
BAB I Pendahuluan
belakang penelitian tugas akhir ini, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
4
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab 2 berisi tinjauan pustaka. Pada bab 2 berisi tentang dasar teori yang
menjadi acuan dalam penelitian. Berisi tentang garis besar teori yang melandasi
penelitian dan sebagai acuan untuk menganalisa fenomena yang terjadi selama
penelitian.
Bab 3 berisi metodologi penelitian. Pada bab 3 ini dijelaskan bahan yang
digunakan dan proses pembuatan sampel, peralatannya serta beberapa mesin yang
digunakan untuk membantu melihat pola kristal (XRD), struktur fasa yang
Bab 4 berisi hasil dan pembahasan. Pada bab 4 ini dijelaskan hasil dari
penelitian dan penjelasan dari struktur kristal yang didapat melalui mesin XRD,
struktur fasa yang diperoleh SEM, magnetisasi dari suatu bahan berdasarkan data
BAB V Kesimpulan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
meskipun tanpa medium. Terdiri dari medan listrik dan medan magnetik yang
bergerak secara tegak lurus. Medan magnetik dan medan listrik merupakan
gelombang transversal yang memiliki arah merambat dan getarnya tegak lurus.
Jika massa per satuan jarak µ, maka berdasarkan Hukum Newton ke-2:
6
𝜕 2𝑓
∆𝐹 = 𝜇 (∆𝑧) 2
𝜕𝑡
𝜕2𝑓 𝜇 𝜕2𝑓
=
𝜕𝑧 2 𝑇 𝜕𝑡 2
𝜕 2𝑓 1 𝜕2𝑓 (2.2)
=
𝜕𝑧 2 𝑣 2 𝜕𝑡 2
(2.3)
𝑇
𝑣=√
𝜇
Dalam ruang hampa ketika tidak ada muatan dan arus listrik berlaku 4
persamaan Maxwell
∇. 𝐸 = 0
∇. 𝐵 = 0
𝜕𝐵
∇𝑥𝐸 = −
𝜕𝑡
𝜕𝐸 (2.4)
∇𝑥𝐵 = 𝜇0 𝜀0
𝜕𝑡
𝑖̂ 𝑗̂ 𝑘̂
𝜕 𝜕 𝜕 | 𝜕𝐸 ̂
∇𝑥𝐸(𝑥, 𝑡)𝑗̂ = || |= 𝑘
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑥
0 𝐸(𝑥, 𝑡) 0
𝜕𝐸 𝜕𝐵 (2.5)
=−
𝜕𝑥 𝜕𝑡
Hukum Ampere-Maxwell :
7
𝑖̂ 𝑗̂ 𝑘̂
𝜕 𝜕 𝜕 | 𝜕𝐵
∇𝑥𝐵(𝑥, 𝑡)𝑘̂ = || |=− 𝑗̂
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑥
0 0 𝐵(𝑥, 𝑡)
𝜕𝐵 𝜕𝐸
= −𝜇0 𝜀0
𝜕𝑥 𝜕𝑡
𝜕2𝐸 𝜕 𝜕𝐵 𝜕 𝜕𝐵 𝜕 𝜕𝐸 𝜕2𝐸
= − = − = − (−𝜇 𝜀
0 0 ) = 𝜇 𝜀
0 0
𝜕𝑥 2 𝜕𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑡 2
Karena :
𝜕 2𝑓 1 𝜕2𝑓 (2.7)
=
𝜕𝑧 2 𝑣 2 𝜕𝑡 2
Maka :
1
= 𝜇0 𝜀0
𝑣2
1 (2.8)
𝑣= = 2,997. 108 𝑚/𝑠
√𝜇0 𝜀0
8
9 Extra High Frequency 30 – 300 GHz
0,074 – 0,075 mm dan ukuran kasar 5 sampai 3 mm serta halus kurang dari 1 mm.
Diperkirakan pebedaan karakter fisik kandungan mineral pasir seperti Fe, Ti, Mg
mineral magnetik yang ditemukan di daerah pantai ataupun sungai. Senyawa ini
hanya ada barium ferit 𝐵𝑎𝑂. 6𝐹𝑒2 𝑂3 (= 𝐵𝑎𝐹𝑒12 𝑂19 ) dan strontium ferit dengan
mineral yang mempunyai komposisi 𝑃𝑏𝐹𝑒7,5 𝑀𝑛3,5 𝐴𝑙0,5 𝑇𝑖0,5 𝑂19 [6].
9
Gambar 2.2 Strktur kristal BaFe12O19.
memiliki space group P 63/mmc. Barium ferrit merupakan magnet keras tetapi
dibuat sebenarnya sama dengan metode pada magnet lunak. Barium karbonat
ferrit [6]. Bahan ini di milling memakain ball mill untuk mereduksi ukuran
2.4 Magnet
Kata magnet berasal dari bahasi Yunani yaitu magnes lithos yang memiliki
arti batu dari magnesia. Magnet dapat menarik materi yang memiliki susunan
magnet elementer yang teratur. Mayoritas materi yang memiliki magnet elementer
yang teratur atau dengan kata lain memiliki arah magnet elementer yang relatif
sama ke suatu arah biasanya adalah jenis metal seperti besi. Magnet mempunyai 2
titik atau lokasi yang memiliki gaya tarik yang kuat yg disebut dengan kutub utara
dan selatan. Sifat kedua kutub tersebut jika ada 2 magnet yang didekatkan akan
saling tarik menarik jika kutubnya berlawanan dan tolak menolak jika kutubnya
sama. Cerita tentang magnet pertama kali dimulai dengan suatu mineral magnetite
10
𝐹𝑒3 𝑂4 , yang merupakan material pertama yang diketahui manusia sekitar 2500
Hasil hasil kuantitatif yang akurat hanya dapat diperkirakan melalui teori
positif di pusat atom yang dikelilingi oleh elektron pada sejumlah orbit sirkuler
sudah cukup memadai untuk menurunkan hasil kuantitatif yang cukup baik.
Sebuah elektron yang bergerak di orbit dapat dianalogikan dengan sebuah loop
berarus yang berukuran sangat kecil (arus ini megalir kearah yang berlawanan
dengan elektron) dan mengalami torsi dibawah pengaruh medan magnet eksternal.
Torsi yang dihasilkan oleh elektorn ini cenderung memperkuat medan magnet
eksternal yang mempengaruhinya. Jika tidak ada momen magnetik lain yang
bekerja pada sistem ini maka semua elektron yang beredar pada orbitnya di dalam
bahan akan berubah posisi sedemikian rupa sehingga mengubah arah seluruh
medan magnet dari elektron menjadi searah dan memperkuat medan eksternal.
Akibatnya medan magnet resultan yang terukur pada setiap titik di dalam bahan
magnet akan semakin besar jika dibandingkan dengan titik titik tersebut hanya
oleh spin elektron. Fenomena ini cukup baik dimodelkan dengan mengasumsikan
elektron berputar pada porosnya dan membangkitkan sebuah momen dipol magnet
tapi hasil kuantitatif yang memuaskan tidak dapat memuaskan dari sini. Di dalam
11
momen magnet spin yang mendekati nilai ±9.10−24 𝐴. 𝑚2 tanda plus minus
dalam sebuah atom yang memiliki banyak elektron, hanya spin dari elektron yang
berada dalam kulit yang tidak terisi penuh yang hanya memberikan kontribusi
Jika diamati lebih jauh sebuah elektron yang beredar pada orbitnya, yang
magnetik B. Medan magnet menghasilkan gaya yang menarik elektron keluar dari
orbitnya. Karena jari jari obit ini mempresentasikan kuantum energi tertentudan
tidak dapat berubah maka gaya Coulomb ke arah pusat orbit juga tidak berubah.
gaya magnet akan menarik elektron ke arah dalam (pusat orbit inti atom) maka
bertambah dan akhirnya B akan mengalami gaya kontra yang juga lebih besar dan
Di dalam atom terdapat momen momen magnetik dari spin elektron dan
gerakan orbital yang tidak sepenuhnya saling meniadakan. Secara partikel atom
ini memiliki suatu nilai momen magnetik yang kecil. Namun jika diambil dalam
suatu volume sampel bahan, orientasi yang acak dari atom ini akan menghasilkan
nilai rata-rata sebesar nol. Bahan yang bersangkutan tidak akan memperlihatkan
sifat kemagnetan tanpa adanya medan magnet eksternal. Namun jika medan
eksternal sudah dikenakan ke bahan maka sebuah torsi akan akan dihasilkan dari
12
momen magnetik setiap atom didalamnya dan momen magnetik ini cenderung
berubah arah menjadi searah dengan medan magnet eksternal. Kesearahan ini
meningkatkan nilai B di dalam bahan, melebihi nilai medan aslinya di luar bahan.
Akan tetapi efek diamagnetik masih dapat ditimbulkan oleh gerakan orbital
elektron dan menghasillkan medan kontra yang sedikit banyak meahan laju
kenaikan nilai B dalam bahan. Jika resultan bersihnya adalah medan magnetik B
yang lebih di dalam bahan maka resultan yang bersangkutan masih disebut dengan
bahan diamagnetik. Tetapi jika hasil akhirnya B lebih besar di dalam bahan, maka
Potassium, oksigen, tungsten dan unsur unsur tanah yang langka serta
beragam bentuk garamnya seperti erbium klorida, neodynium oksida dan yttrium
oksida yang merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan maser
oleh medan. Ketika induksi magnet dihilangkan (B) maka intensitas magnetik (M)
𝑀 = 𝑋𝑚 𝐻
𝑀
𝑋𝑚 = (2.9)
𝐻
Dengan:
𝑋𝑚 = Suseptibilitas Magnetik
M = Intensitas Magnetik
13
Berdasarkan dari definisi rumus diatas maka suseptibilitas magnetik
merupakan perbandingan antara intensitas dan kuat medan magnetik yang tidak
berdimensi atau tidak memiliki satuan. Suseptibilitas juga dapat diartikan sebagai
ukuran kemagnetan suatu materi. Sama halnya dengan definisi dari suhu yang
1
𝐻= 𝐵−𝑀
𝜇0
1
𝐻+𝑀 = 𝐵
𝜇0
14
𝐵 = 𝜇0 (𝐻 + 𝑀)
𝐵 = 𝜇0 (𝐻 + 𝑋𝑚 𝐻)
𝐵 = 𝜇0 (1 + 𝑋𝑚 )𝐻
𝐵 = 𝜇𝐻
𝐵 (2.10)
𝜇=
𝐻
Dengan :
𝜇 = (1 + 𝑋𝑚 ) (2.11)
2.4.3 Permitivitas
listrik.
𝑃 = 𝜀0 𝑋𝑒 𝐸 dan 𝐷 = 𝜀0 𝐸 + 𝑃
Dengan:
P = Polarisasi
𝑋𝑒 = Suseptibilitas elektrik
E = Medan Elektrik
Maka:
𝐷 = 𝜀0 𝐸 + 𝑃
𝐷 = 𝜀0 𝐸 + 𝜀0 𝑋𝑒 𝐸
𝐷 = 𝜀0 (1 + 𝑋𝑒 )𝐸
15
𝐷 = 𝜀𝐸
𝐷 (2.12)
𝜀=
𝐸
Dengan:
𝜀 = 𝜀0 (1 + 𝑋𝑒 )
𝜀 = 𝜀0 𝜀𝑟
𝜀 (2.12)
𝜀𝑟 =
𝜀0
Tabel 2.3 Nilai konstanta dielektrik pada setiap bahan pada tekanan 1 atm.
16
Water 80.1
Ice (-30º C) 99
𝐾𝑇𝑎𝑁𝑏𝑂3 (0° 𝐶) 34000
Sumber: Griffiths Handbook of Chemistry and Physics, 78th ed
berdasarkan sifat intrinsik dari benda tersebut. Berikut ini pembagian dan
2.5.1 Diamagnetik
molekulnya berjumlah nol, tapi orbit dan spinnya tidak nol [8]. Sifat diamagnet
terjadi karena dalam suatu materi yang mempunyai spin elektron hampir atau
materi tertentu menyebabkan semakin sedikit dan bahkan tidak ada yang bias
menarik garis gaya. Elektron elektron akan berpresisi melawan medan magnet
luar ketika mendapatkan medan magnet dari luar. Diamagnetik juga mempunyai
nilai suseptibiltas yang kecil atau bernilai negatif. Contoh materi tersebut adalah
emas, tembaga dan perak. Salah satu dari sifat material adalah diamagnetik.
Disebabkan oleh medan magnet luar dan gerakan elektron mengelilingi inti.
Elektron yang membawa muatan maka elektron akan melakukan gaya Lorentz
17
2.5.2 Paramagnetik
masing tidak sama dengan nol tapi resultan medan magnetik totalnya dalam
materi tersebut sama dengan nol [8]. Resultan medan magnetik total sama dengan
nol tetapi resultan medan atomis tidak sama dengan nol terjadi karena setiap
materi mempunyai medan atomis yang tidak mungkin bernilai nol. Gerakan atom
atau molekul acak yang menyebabkan peluang masing masing atom untuk
bergerak saling meniadakan magnet atomis yang dimiliki. Setiap materi pasti
resultan medan magnetik totalnya saling meniadakan dan memiliki resultan nol.
Jika diberi magnet luar, elektron elektronnya akan berpresisi sehingga resultan
medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar yang menyebabkan
resultan medan magnetik totalnya tidak sama dengan nol. Pada materi ini efek
diamagnetik dapat timbul tapi akibat yang dihasilkan dapat berpengaruh meskipun
kecil.
Medan magnet atomis yang lebih dikenal juga dengan nama spin momen
magnetik, menjadi terarahkan oleh medan magnet luar (searah medan magnet
luar). Spin elektron sedikit yang tidak berpasangan dalam materi ini yang
menyebabkan dapat menarik garis gaya meskipun sedikit. Hal ini ditunjukan
dengan nilai suseptibilitas yang merupakan ukuran kemagnetan suatu materi yang
18
2.5.3 Ferromagnetik
atomis yang sangat besar [8]. Pada materi ferromagnetik terdapat banyak spin
elektron yang tidak berpasangan. Masing masing dari spin elektron yang tidak
berpasangan pada setiap atom pada materi ferromagnetik ini akan menghasilkan
menjadi lebih besar. Faktor banyaknya elektron yang tidak berpasangan dan
yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan berjumlah 2 atau 3 (𝐹𝑒 +2 dan
𝐹𝑒 +3 ).
Interaksi antara medan magnet dari masing masing atom dalam suatu
menjadi suatu kelompok yang saling mensejajarkan diri dengan suatu arah
tertentu yang sama. Kelompok yang mensejajarkan ini disebut dengan domain.
Meskipun bahan ferromagnetik ini sebelum diberikan medan magnet luar juga
besar, tapi mempunyai arah masing pada masing masing domain yang masih acak
Bahan ferromagnetik jika diberi medan magnet luar maka masing masing
domain akan mensejajarkan diri searah dengan medan magnet luar tersebut.
Semakin kuat atau besar medan magnet yang diberikan maka akan membuat
19
semua domain dari bahan ferromagnetik akan mensejajarkan diri dengan arah
medan magnet luar. Jika semua medan dari domain bahan ferromagnetik ini
terarahkan, maka akan menyebabkan bahan ini menjadi bahan magnet yang
sempurna. Lalu penambahan magnet luar tidak akan mempunyai pengaruh apa
apa lagi terhadap bahan ini. Keadaan seperti ini dinamakan keadaan saturasi
(jenuh).
magnet atomis yang berlawanan satu dan lainnya yang menyebabkan peristiwa
atomis ini berlangsung pada suhu tertentu. Setelah melewati suhu tertentu yang
disebut dengan temperatur Neel biasanya bahan akan bersifat paramagnetik dan
sebelum melewati batas temperatur Neel bahan akan bersifat anti ferromagnetik.
Temperatur Neel merupakan suatu batas yang memisahkan bahan yang memiliki
diatas temperatur Neel dari suatu bahan akan sama dengan suseptibilitas pada
menurun. Contoh bahan antiferromagnetik adalah MnO2 , MnO dan FeO [9].
2.5.5 Ferrimagnetik
untuk dibawah temperatur tertentu yang disebut dengan temperatur Currie. Ketika
bahan ini berada diatas temperatur Currie maka sifat bahan ini berubah jadi
20
paramagnetik. Bahan ferrimagnetik mempunyai susunan magnet atomis yang
saling berlawanan, akibatnya momen dipol juga akan saling berlawanan. Sifat ini
tegangan balik terhadap tegangan maju. Persamaan umum tegangan maju dan
balik serta arus maju dan balik dinyatakan dalam persamaan berikut:
21
𝐼 (𝑧) = 𝐼0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 + 𝐼0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧 (2.13)
Dengan:
𝑉0 + 𝑉0 − (2.14)
= − − = 𝑍0
𝐼0 + 𝐼0
yang tak berhingga berarti tidak adanya penghalang yang menyebabkan tegangan
𝑉 (0) = 𝑉0 + + 𝑉0 − (2.17)
Dan:
𝐼(0) = 𝐼0 + + 𝐼0 − (2.18)
Karena:
𝑉0 + 𝑉0 −
= − − = 𝑍0
𝐼0 + 𝐼0
22
𝑉0 + + 𝑉0 +
= 𝑍0 → 𝐼0 =
𝐼0 + 𝑍0
𝑉0 − − 𝑉0 − (2.19)
− − = 𝑍0 → 𝐼0 = −
𝐼0 𝑍0
Maka:
𝑉0 + 𝑉0 −
𝐼 (0) = − = 𝐼𝐿
𝑍0 𝑍0
𝑉0 + − 𝑉0 − = 𝑍0 𝐼𝐿 (2.20)
Dan:
𝑉 (0) = 𝑉0 + + 𝑉0 − = 𝑉𝐿
𝑉0 + − 𝑉0 − = 𝑍0 𝐼𝐿 → 𝑉0 + = 𝑉0 − + 𝑍0 𝐼𝐿 (2.21)
𝑉0 + + 𝑉0 − = 𝑉𝐿
(𝑉0 − + 𝑍0 𝐼𝐿 ) + 𝑉0 − = 𝑉𝐿
2𝑉0 − + 𝑍0 𝐼𝐿 = 𝑍𝐿 𝐼𝐿
2𝑉0 − = 𝑍𝐿 𝐼𝐿 − 𝑍0 𝐼𝐿
1
𝑉0 − = (𝑍𝐿 𝐼𝐿 − 𝑍0 𝐼𝐿 )
2
1 (2.22)
𝑉0 − = 𝐼𝐿 (𝑍𝐿 − 𝑍0 )
2
1 (2.23)
𝑉0 + = 𝐼𝐿 (𝑍𝐿 + 𝑍0 )
2
𝑉0 −
𝛤= +
𝑉𝑜
23
1
𝐼𝐿 (𝑍𝐿 − 𝑍0 )
𝛤=2
1
𝐼 (𝑍 + 𝑍0 )
2 𝐿 𝐿
(𝑍𝐿 − 𝑍0 ) (2.24)
𝛤=
(𝑍𝐿 + 𝑍0 )
(𝑍𝐿 −𝑍0 )
Karena merupakan bilangan kompleks maka untuk menemukan
(𝑍𝐿 +𝑍0 )
𝛤𝛤 ∗= 𝛤 2 (2.25)
2
(𝑍𝐿 − 𝑍0 ) 2 (2.26)
𝛤 =| |
(𝑍𝐿 + 𝑍0 )
Reflection Loss dinyatakan dalam unit desibel (dB). Desibel adalah unit
logaritma yang menggambarkan suatu rasio dari besaran fisika yang tidak
berdimensi dengan dB itu sama dengan sepersepuluh Bell. Salah satu contoh yang
sering didengar adalah Taraf Intensitas Bunyi yang dinyatakan dengan rumus:
𝐼 (2.27)
𝑇𝐼 = 10 𝑙𝑜𝑔
𝐼0
Sama halnya dengan Reflection Loss yang dapat ditulis dengan persamaan:
𝑅𝐿 = 10 log 𝛤 2
𝑅𝐿 = 20 log 𝛤 (2.28)
Jika 𝑍𝑜 lebih besar daripada 𝑍𝐿 maka nilai koefisien Reflection Loss akan
menjadi negatif dan menyebabkan nilai error pada nilai RL. Ini dikarenakan nilai
pokok dari logaritma tidak boleh lebih kecil atau sama dengan nol. Maka nilai
koefisien dari reflection loss haruslah nilai mutlak. Maka persamaanya menjadi:
24
𝑅𝐿 = 20 log|𝛤| (2.29)
magnet yang dapat dimiliki suatu bahan. Besarnya kekuatan ini dinyatakan
magnetisasi sisa yang masih dimiliki suatu bahan ketika gaya magnet luar
medan magnet). Daerah yang berada dalam kurva histerisis juga memberikan
informasi hilangnya energi magnetik per satuan volume bahan per siklus.
kenaikan temperatur.
hubungan antara magnetisasi (M) yang dimiliki suatu bahan dengan medan
magnet yang dilaluinya. Pada bahan magnetik kurva ini memiliki hubungan yang
relatif linier tapi tidak untuk bahan yang lain. Alasannya sesuai dengan hubungan
25
𝑀 (2.31)
𝑋𝑚 =
𝐻
histerisis) akan memiliki nilai yang relatif sama yang menyebabkan bentuk kurva
relatif linier.
Arti dari kurva histerisis adalah kurva yang menunjukan hubungan antara
magnetisasi karena diberikan medan magnetik yang diberikan cukup besar ke arah
magnetisasi.
26
2. Intensitas magnetisasi remanen dari M ketika medan magnet H = 0.
Gambar 2.6 Perbandingan bentuk umum maget keras dan magnet lunak.
magnetik lunak dan bahan magnetik keras. Bahan magnetik lunak digunakan pada
alat dengan medan magnetik yang dikerjakan bolak balik dan kehilangan energi
27
yang menjadi akibat haruslah kecil karena bahan magnetik lunak mempunyai luas
kurva histerisis yang kecil. Contoh penggunaan bahan material lunak ada pada inti
transformator yang membuang energi yang relatif kecil jadi tidak menyebabkan
panas yang berlebih. Bahan magnet lunak dapat dimagnetisasi dan di de-
magnetisasi dengan mudah. Karena untuk memagnetisasi bahan ini relatif lebih
mudah karena membutuhkan medan magnet luar yang relatif lebih kecil daripada
relatif lebih luas maka dibutuhkan pemberian medan magnetik H yang jauh lebih
besar untuk membuat bahan mencapai magnetisasi jenuh atau magnetisasi saturasi
yang merupakan besarnya magnetisasi maksimal yang dapat dimiliki suatu bahan.
Magnetisasi saturasi dapat juga dikatakan keengganan berubah arah pada momen
magnet ketika sudah searah semua (jenuh). Pada bahan magnetik keras dapat
menahan panas yang besar daripada bahan magnetik lunak dikarenakan energi
yang dihasilkan pada bahan magnetik keras lebih besar yang diakibatkan karena
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
(Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju) BATAN Serpong, Tangerang Selatan.
Menimbang sampel
Timbangan dan bahan kimia
1
digital 5 digit yang dibutuhkan
dalam penelitian
Untuk meleburkan
senyawa-senyawa
High Energy
2 yang ingin
Milling (HEM)
dicampurkan hingga
ukuran kecil
Untuk pembakaran
3 Furnace sampel hingga lebih
dari 1000oC
29
Untuk melakukan
X-Ray
karakterisasi fasa
4 Diffractometer
dan struktur kristal
(XRD)
sampel
Sebagai penampang
Wadah sampel sebelum
5
Keramik dimasukkan kedalam
furnace
Sebagai wadah
pencampuran
6 Vial senyawa yang
dimasukkan kedalam
HEM
Bola-bola pelebur
yang dimasukkan
8 Ball Mill kedalam vial
bersama dengan
senyawa.
e. Larutan Etanol
30
3.3 Tahapan Penelitian
Studi Literatur
Hipotesis
Penimbangan komposisi
Sampel AlxFe12-xO19
asd
Sintering 12 jam
Karakterisasi
XRD
SEM
VSM
VNA
Kesimpulan
31
3.4 Prosedur Kerja
stoikiometri :
12 − 𝑥 𝑥 (3.1)
𝐵𝑎𝐶𝑂3 + ( ) 𝐹𝑒2 𝑂3 + ( ) 𝐴𝑙2 𝑂3 → 𝐵𝑎𝐹𝑒12−𝑥 𝐴𝑙𝑥 𝑂19 + 𝐶𝑂2
2 2
Massa
X
𝐵𝑎𝐶𝑂3 𝐹𝑒2 𝑂3 𝐴𝑙2 𝑂3 𝐵𝑎𝐹𝑒12−𝑥 𝐴𝑙𝑥 𝑂19 𝐶𝑂2
Milling) dengan kemampuan milling 1000 rpm yang mampu menampung 4 vial
sekaligus. Setiap senyawa komposisi yang dimasukan kedalam vial dan bola
penghancur (massa bola = 14 gram) dan perbandingan massa sampel dan bola
penghancur 1:6 dan penambahan etanol 1/3 volume vial untuk menghindari
ukuran 0.6 µF. Metode ini yang disebut dengan wet milling.
32
Tujuan memperkecil ukuran butir adalah untuk membuat sampel
domain hanya mempunyai satu medan atomis sehingga domain tunggal sulit
untuk dipengaruhi medan magnet luar. Ketika domain tersebut berotasi akan
menghasilkan energi yang besar sehingga magnetisasi yang terjadi pada domain
tunggal juga besar. Nilai magnetisasi yang besar membuat perubahan pada nilai
merupakan sisa dari magnetisasi yang masih dimiliki suatu materi saat tidak
Proses milling berjalan tiap 1 jam lalu dilanjutkan istirahat mesin selama
0.5 jam dengan perbandingan kerja dan istirahat (1:2). Karena ada 7 buah sampel
jam dengan istirahat 3,5 jam adalah 10,5 jam. Tujuan dari proses milling untuk
menggunakan etanol. Ini dilakukan supaya wadah keramik dalam keadaan bersih
sehingga senyawa yang tidak diinginkan tidak bercampur dengan sampel. Pada
proses pembakaran temperatur diatur untuk naik dan tertahan dalam selang waktu
Pada proses ini sampel dimasukan kedalam furnace dari temperatur 50ºC
sampai 500ºC lalu ditahan selama 0.5 jam lalu menaikan temperatur sampai
33
1000ºC selama 4 jam. Setelah proses penahanan suhu di 1000ºC lalu didinginkan
Difraksi sinar-X atau yang lebih dikenal dengan nama XRD merupakan
salah satu metode karakterisasi material paling tua yang sering digunakan bahkan
fasa kristalin dalam material dengan menetukan parameter struktru kisi dan untuk
mendapatkan ukuran partikel yang diperoleh dari puncak (peak) yang dihasilkan
XRD dengan cara mencocokan puncak dengan database peak yang ada di alat
XRD. Struktur dari sampel akan diketahui dengan menggunakan sumber sinar Cu-
Dengan :
𝑑ℎ𝑘𝑙 = jarak antara bidang yang menggambarkan system, ukuran sel satuan
analisis dengan cara mengasumsikan suatu model struktur. Analisis dengan cara
ini tidak membandingkan dengan unsur lain tetapi membuat model pola difraksi
sendiri lalu dibandingkan dengan hasil observasi. Pada proses ini diharapkan
mendapat informasi sistem struktur kristal yang dimiliki oleh sampel berdasarkan
dengan parameter struktur kristal sehingga diperoleh kesesuaian antara data pola
34
difraksi pengamatan dengan pola difraksi perhitungan. Prinsip inilah yang disebut
cahaya perpex menuju pengganda foto lalu akan menimbulkan sinyal. Sinyal yang
berurutan menuju ke raster yang sudah tersinkron dengan berkas elektron yang
sedikit terhadap kolektor dengan sudut rendah kurang dari 30 derajat (buku
rekayasa material).
berukuran kurang dari 10 nm. (Trewin, 1988). SEM sangat cocok digunakan
memanfaatkan elektron hambur balik dengan energi jatuh kurang dari 30 keV dan
elektron sekunder dengan energi kurang dari 100 eV. Karena elektron sekunder
memiliki energi yang lebih rendah elektron dpat berbelok dan menghasilkan
35
atomik tapi kontras yang dihasilkan cenderung mengembang dan karena memiliki
energi yang lebih tinggi sulit dihimpun oleh sistem kolektor normal yang
elektron energi tinggi dapat menghasilkan karakteristik emisi sinar X dari material
sasaran. Berkas sinar X yang keluar jika berkas elektron mengenai sasaran
(spesimen) pada daerah tertentu pada spesimen dapat dideteksi dengan detektor
zat padat yang menghasilkan pulsa tegangan sebanding dengan foton yang jatuh
kemagnetan dari sampel yang sudah dibuat sebelumnya. VSM juga merupakan
kemagnetan dari bahan. Dengan menggunakan alat ini akan didapatkan data sifat
magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam
kurva histerisis sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu dan sifat
Informasi yang didapatkan dalam kurva histerisis adalah magnetisasi (M) dan
medan magnet luar (H) yang disajikan dalam bentuk grafik M vs H. Besaran
fisika yang digunakan dalam kurva histerisis adalah magnetisasi saturasi (Ms),
36
merupakan nilai magnetisasi sisa yang masih dimiliki suatu bahan ketika medan
medan megnetik dan momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai
oleh cuplikan bergetar dalam lingkungan medan magnet. Sedangkan pada metoda
gaya pegukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan
yang berada dalam gradien medan magnet sedangkan VSM merupakan salah satu
alat ukur yang bekerja berdasarkan metoda induksi. VSM bekerja dengan metoda
induksi, sampel yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah
batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan magnet luar
medan magnet luar maka getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya
AC pada kumparan pengambil (pick up coil) yang ditempatkan secara tepat dalam
37
BAB IV
Gambar 4.1 merupakan hasil akhir dari proses pembuatan bahan absorber
BaAlx Fe12−x O19 dengan barium heksaferrit sebagai bahan utama pembuatan
sampel dan aluminium sebagai unsur yang memiliki fungsi menaikan nilai
permitivitas. Hasil akhir sampel dalam bentuk serbuk yang memiki keunggulan
ketika dilakukan uji tes terhadap alat XRD. Dalam bentuk serbuk, ukuran butiran
yang kecil akan memudahkan difraksi karena akan memiliki arah yang beragam.
Ukuran partikel supaya dapat dideteksi dengan teliti haruslah dibawah 10 mikro.
Jika ukuran partikel lebih besar daripada 10 mikro dikhawatirkan akan terjadi
penyerapan linier karena ukuran permukaan yang menjadi lebih besar dan kasar.
38
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan XRD
Gambar 4.2 adalah hasil dari pola XRD bahan BaAlxFe12-xO19. Puncak
puncak pada gambar diatas secara umum sudah mempunyai puncak barium
penelitian ini. Doping aluminium terlihat secara jelas fasanya pada x = 8. Untuk
komposisinya yang tidak terlalu dominan dan untuk Al = 2 masih terlihat jelas
heksaferrit yang mulai mengikuti pola untuk membuat puncak aluminium menjadi
terlihat dan pada akhirnya mulai terlihat jelas di Al = 8. Hal ini membuktikan
39
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan SEM
Gambar 4.3 Strukur mikro sampel BaAlx Fe12−x O19 hasil uji SEM dengan
perbesaran 1000 kali dan variasi nilai x = 2, 4 dan 8. Hasil uji SEM
butiran masih lebih besar dari butiran yang lain. Beberapa butiran yang masih
lebih besar ini disebabkan oleh proses mechanical milling yang masih kurang.
Dalam penelitian ini dilakukan proses milling selama 5 jam yang meyebabkan
karena pada prinsipnya untuk membuat sampel menjadi butiran. Jadi semakin
lama proses milling dilakukan maka seharusnya ukuran butiran sampel menjadi
Ukuran butir bahan juga mempengaruhi nilai dari medan koersitivitas yang
(magnetisasi remanen). Karena semakin kecil ukuran dari butiran bahan maka
energi yang dihasilkan magnet atomis atom semakin besar (ukuran butir semakin
mendekati magnet atomis maka semakin mudah dan bebas magnet atomis untuk
berotasi). Akibat dari ukuran butir yang mendekati magnet atomis maka akan
40
menyebabkan magnetisasi saturasi menjadi lebih tinggi yang membuat
magnetisasi sisa. SEM juga berfungsi sebagai identifikasi unsur dan komposisi
𝐵𝑎𝐴𝑙𝑥 𝐹𝑒12−𝑥 𝑂19 dengan variasi nilai x = 2, 4, dan 8 dapat diketahui dengan EDS
41
Gambar 4.5 Hasil SEM sampel BaAlxFe12-xO19 variasi x = 4.
Adanya anomali dari nilai Au ini disebabkan karena human error. Nilai Au
aluminium ini. Terjadinya human error ini ketika tertekannya tombol coating Au
42
pada bahan yang akan diuji pada mesin SEM dan human error ini hanya terjadi
pada sampel x = 2. Hal ini terjadi karena operator alat SEM mungkin lupa pada
pengujian x = 2 terbuat dari unsur logam jadi perlu adanya coating Au sehingga
menjadi lebih sempurna sehingga proses scanning menjadi lebih baik. Untuk
bahan non logam, proses coating atau pelapisan Au sangat dianjurkan. Karena alat
agen untuk proses scanning. Dengan dilapisi Au maka bahan non logam menjadi
seharusnya secara teori sukar dilakukan. Human error pada data EDS di x = 2
tidak mempengaruhi nilai-nilai intrinstik pada bahan. Hal ini hanya menyebabkan
43
4.4 Karakterisasi sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VSM
50 x=4
40
x=2
30
20
10 x=8
0
-1 -0.5 0 0.5 1
-10
-20
-30
-40
-50
Gambar 4.7 Kurva histeresis hasil analisis VSM.
Pada uji VSM dapat terlihat nilai untuk x = 4 memiliki nilai magnetik
saturasi (kejenuhan) 44.3 emu/gram dan nilai magnetik remanensi sebesar 28.9
emu/gram dengan nilai koersitivitas 0.318 Tesla. Untuk nilai x = 2 memiliki nilai
magnetik saturasi 42.5 dan nilai magnetik remanensi sebesar 27.2 dengan
emu/gram dan nilai magnetik saturasinya sebesar 6.19 emu/gram. Nilai magnetik
remanensi yang semakin besar adalah keharusan dalam bahan absorber karena
semakin besar nilainya maka semakin besar pula ukuran kemagnetan yang masih
dimiliki suatu bahan yang merupakan syarat suatu bahan menjadi bahan absorber
[1].
44
Untuk nilai koersitivitas disarankan lebih kecil mendekati nol. Karena nilai
koersitivitas yang semakin rendah maka semakin rendah pula nilai magnetik
remanensi yang bisa dihilangkan karena koersitivitas merupakan nilai medan luar
alasan tersebut yang membuat variasi nilai x = 2 dan x = 4 menjadi layak untuk
dilakukan uji VNA karena nilai magnetik saturasi, remanen, dan koersitivitas
secara berurutan bernilai 5.94 emu/gram, 3.77 emu/gram dan 0.363 Tesla yang
relatif lebih kecil daripada nilai untuk variasi di x = 4 dan x = 2 tapi lebih baik
diujikan juga untuk melihat apakah ada anomali lagi seperti pada hasil uji VSM
yang tidak sesuai harapan. Berikut merupakan tabel perbandingan hasil uji VSM
Tabel 4.1 Nilai remanensi magnetik dan koersivitas untuk setiap variasi x.
nilai x = 4 pada nilai koersitvitas yang lebih besar. Pada sampel dengan variasi x =
dilakukan tidak sesuai prosedur sehingga diperoleh data yang tidak sesuai harapan
memperoleh bahan dengan sifat magnetisasi yang lebih baik dari sampel dengan x
= 2 ataupun x = 4.
45
4.5 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VNA
Secara sederhana sifat absorbsi muncul karena getaran atom bahan per satuan
waktu (frekuensi) relatif sama dengan getaran atom per satuan waktu dari
Analyzer).
terserap karena resonansi gelombang. Atom atom yang bergetar pada sampel
memiliki frekuensi yang sama dengan salah satu atau lebih dari frekuensi yang
diberikan pada sampel. Reflection loss merupakan unit logaritma pembanding dari
kuadrat tegangan balik per tegangan maju. Nilai reflection loss dinyatakan dalam
unit desibel.
Pada alat VNA ada 2 buah ouput yaitu S21 dan S11 yang masing-masing
output secara berurutan memiliki arti transmission loss dan reflection loss
46
X=8
X=4
X=2
Gambar 4.8 Nilai reflection loss untuk setiap sampel dengan variasi x =2, 4 dan 8.
Nilai reflection loss dari variasi nilai x diperlihatkan pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Data reflection loss dan frekuensi untuk setiap variasi x.
47
-13.1 dB 16.79 GHz
-23.5 dB 17.23 GHz
-24.8 dB 7.5 GHz
-12.8 dB 7.88 GHz
-16.7 dB 10.5 GHz
-42.0 dB 11.1 GHz
x=4 -12.7 dB 13.2 GHz
-21.3 dB 14.3 GHz
-10.4 dB 16.5 GHz
-15.4 dB 17.3 GHz
-22.2 dB 7.495 GHz
hasil VNA didapatkan nilai reflection loss terbesar pada x = 4 dengan nilai – 42.0
dB dengan difrekuensi 11.1 GHz dan nilai reflection loss terkecil pada x = 8
yang rendah sangat disarankan dalam bahan absorber dan tercapai pada sampel
48
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian dalam tugas akhir ini,
2. Berhasil didapatkan nilai reflection loss pada bahan magnet absorber yang
5.2 Saran
terhadap nilai magnetik remanensi, saturasi dan koersitivitas dan juga memiliki
49
DAFTAR PUSTAKA
[2] Adi, W. A. dan Manaf, A. 2012. Struktur dan Karakteristik Absorbsi Ba-Sr
[4] Bijaksana, S. dan Aji, M. 2007. Pembuatan Nanomagnetit dari Bahan Alam
Pasir Besi. UNS: Proceeding 4th Kentingan Physics Forum. Hal: 203-206.
[6] Cullity, B.D. dan Graham, C.D. Introduction to Magnetic Materials, 2nd
1999.
50
[11] Khasanah, F. 2012. Efek Substitusi Parsial Ion La pada Material Sistem
Universitas Indonesia.
[12] Sachin, T., Himanshu, B., Chandra, A. R., Vijaya, A., dan Trilok, S. C. 2011.
Elektromagnetik.
[14] Yulianto, A. dan Bijaksana, S. 2002. Karakterisasi Magnetik dari Pasir Besi
51