Anda di halaman 1dari 64

ANALISIS SIFAT ABSORBSI GELOMBANG

ELEKTROMAGNETIK DARI BAHAN MAGNET


SISTEM BaAlxFe12-xO19 (x = 2, 4 dan 8)

RENO RENALDI

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H
ANALISIS SIFAT ABSORBSI GELOMBANG
ELEKTROMAGNETIK DARI BAHAN MAGNET
SISTEM BaAlxFe12-xO19 (x = 2, 4 dan 8)

Oleh :

RENO RENALDI

NIM 1111097000037

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Bidang Fisika

Fakultas Sains dan Teknologi


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS SIFAT ABSORBSI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
DARI BAHAN MAGNET SISTEM BaAlxFe12-xO19 (x = 2, 4 dan 8)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Sains Dan Teknologi
Untuk Memenuhi Persyaratan
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
RENO RENALDI
NIM : 1111097000037

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ambran Hartono, M.Si Dr. Wisnu Ari Adi, M.Si


NIP. 19710408 200212 1 002 NIP. 19711213 199803 1 003
Mengetahui,
Ketua Prodi Fisika, FST-UIN

Dr.Eng. Nur Aida, M.Si


NIP.10780616 200501 2 009

ii
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “ANALISIS SIFAT ABSORBSI GELOMBANG


ELEKTROMAGNETIK DARI BAHAN MAGNET SISTEM BaAlxFe12-xO19
(x = 2, 4 dan 8)” yang ditulis oleh Reno Renaldi dengan NIM 1111097000037
telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasyah Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23
Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II

Edi Sanjaya, M.Si Dr.Eng. Nur Aida, M.Si


NIP. 19730715 200212 1 001 NIP. 10780616 200501 2 009

Pembimbing I Pembimbing II

Ambran Hartono, M.Si Dr. Wisnu Ari Adi, M.Si


NIP. 19751107 200701 1 015 NIP. 19711213 199803 1 003

Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika

Dr. Agus Salim, M.Si Dr. Eng. Nuraida, M.Si


NIP. 19720816 199903 1 003 NIP. 19780616 200501 2 009

iii
LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, BUKAN JIPLAKAN DARI
KARYA ORANG LAIN KECUALI BEBERAPA PENDAPAT ATAU
KUTIPAN ORANG LAIN YANG SAYA SEBUTKAN MASING-MASING
SUMBERNYA.

Jakarta, 26 September 2015

RENO RENALDI

iv
ABSTRAK

ANALISIS SIFAT ABSORBSI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK


DARI BAHAN MAGNET SISTEM BaAlxFe12-xO19 (x = 2, 4 dan 8)

ANALISIS SIFAT ABSORBSI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK


DARI BAHAN MAGNET SISTEM BaAlxFe12-xO19 (x = 2, 4 dan 8). Barium
heksaferrit dengan subtitusi aluminium telah berhasil dibuat dengan menggunakan
metode solid state reaction. Diharapkan menghasilkan nilai reflection loss terkecil
sebagai bahan yang dapat menyerap gelombang elektromagnetik. Bahan magnetik
absorber dioptimalkan pada milling 5 jam untuk makin menghasilkan butiran yang
semakin kecil mendekati ukuran magnet atomis sehingga nilai magnetik
remanensi dan saturasi yang semakin membesar tapi nilai koersitivitas yang kecil.
Bahan magnet barium heksaferrit dengan substitusi aluminium ini dikarakterisasi
menggunakan alat XRD untuk identifikasi fasa dari bahan, SEM untuk melihat
struktur morfologi, VSM untuk melihat nilai dari sifat intrinsik magnet dari bahan
dan VNA untuk melihat nilai reflection loss pada rentang frekuensi. Bahan
magnet absorber yang memiliki nilai terendah untuk nilai reflection loss
didapatkan pada subtitusi aluminium ketika x = 4 dengan nilai magnetik
remanensi sebesar 28.9 emu/gram, koersitivitas 0.318 Tesla dan nilai reflection
loss sebesar -42.0 dB.
Kata Kunci: Magnetik, Absorber, Reflection Loss, Solid State Reaction, Barium
Heksaferit.

v
ABSTRACT

ANALYSIS OF ELECTROMANGETIC WAVE ABSORBANCE


PROPERTIES OF BaAlxFe12-xO19 (x= 2, 4 and 8) MAGNETIC MATERIAL
SYSTEM

ANALYSIS OF ELECTROMAGNETIC WAVE ABSORBANCE


PROPERTIES OF BaAlxFe12-xO19 (x= 0 - 10) MAGNETIC MATERIAL
SYSTEM. Aluminum substitution into barium hexaferrites has been made by
using solid state method. The magnetic material system expected to obtain the
lowest reflection loss as a material to absorb electromagnetic waves. Absorbance
of magnetic materials optimized through 5 hours milling to get smaller grain
particles close to magnet atomic size, therefore magnetic saturation and retentivity
getting increased, but the magnetic coercitivity reduced. Barium hexaferrites
materials characterized by XRD to indentify the material phase, SEM used to
scanning the surface of the materials to obtain the morphological structure, VSM
to determine the properties of magnetic materials and VNA to measure the
reflection loss in a desired frequency. The lowest reflection loss of absorbance
magnetic materials obtained in materials subtitued Aluminum in x = 4 with
magnetic retentivity about 28.9 emu/gram, corecitivity 0.318 Tesla and the
reflection loss over -42.0 dB.
Keywords: Magnetic, Absorbance, Reflection Loss, Solid State Reaction, Barrium
Hexaferrites.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

tugas akhir ini. Manisnya rintangan telah mewarnai penyusunan tugas akhir ini

hingga dapat selesai pada waktu yang tepat. Dalam menjalani tugas akhir ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Mama yang selama ini sudah menjalani 2 peran sebagai ibu dan ayah

untuk penulis. Terima kasih untuk segala kasih sayang yang tak bisa

terukur.

2. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Bapak Dr. Agus Salim, M.Si.

Terimakasih atas izin yang telah diberikan sehingga penulis dapat

melaksanakan TA.

3. Kepala PSTBM BATAN Bapak Drs. Gunawan, M.Sc. Terimakasih telah

memberikan kesempatan untuk penulis melaksanakan PKL dan TA di unit

kerja yang dipimpinnya.

4. Ketua program studi Fisika sekaligus dosen pembimbing PKL saya Ibu

Dr. Eng. Nur Aida, M.Si. Terimakasih atas kesempatan dan kritik serta

saran yang membangun selama penulis melaksanakan PKL.

5. Bapak Dr. Wisnu Ari Adi, M.Si selaku pembimbing PKL dan TA.

Terimakasih untuk waktu, ilmu, dan masukan yang membangun untuk

penulis, sehingga dapat menyelesaikan seluruh penulisan laporan TA ini.

6. Ryan, sahabat sekaligus rekan penulis dalam tugas akhir. Terima kasih

karena sudah membantu penulis selama ini. Dimulai dari laporan PKL,

vii
sampai saat penelitian di BATAN. Terima kasih juga karena sudah mau

membantu penulis dalam karakterisasi XRD.

7. Lutfi, salah satu sahabat terbaik penulis. Terimakasih karena sudah mau

peduli terhadap penulis. Terima kasih untuk semangat dan dorongannya

ketika penulis bermalas malasan. Terima kasih juga karena sudah mau

membantu penulis dalam membuat laporan tugas akhir dan terima kasih

juga karena sudah mau membantu dalam analisis hasil VSM.

8. Angga, yang juga merupakan sahabat terbaik penulis. Terima kasih untuk

diskusi yang sudah membangun dan untuk koreksi terhadap teori dan

praktik yang digunakan penulis dalam tugas akhir ini.

9. Risma, wanita bergaya jawa tradisional dengan pemikiran modern. Terima

kasih karena sudah mau menyisihkan beberapa jam untuk membantu

penulis dalam membahas anomali dari hasil SEM pada TA ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini merupakan hasil dari

studi yang dilakukan penulis dan berisi yang penulis lakukan. Jika kurang sesuai,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat bermanfaat

bagi pembaca dan penulis.

Jakarta, 28 September 2015


Penulis

viii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ ii


PENGESAHAN UJIAN...................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah .................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Gelombang Elektromagnetik .................................................................. 6
2.1.1 Gelombang Satu Dimensi ............................................................... 6
2.1.2 Gelombang Elektromagnetik dalam Ruang Hampa ......................... 7
2.1.3 Spektrum Gelombang Elektromagnetik ........................................... 8
2.2 Pasir Besi ............................................................................................... 9
2.3 Hexagonal Ferrites ................................................................................ 9
2.4 Magnet ................................................................................................ 10
2.4.1 Sifat Dasar Bahan Magnetik ......................................................... 11
2.4.2 Suseptibilitas Magnetik ................................................................. 13
2.4.3 Permitivitas .................................................................................. 15
2.5 Bahan Magnet ...................................................................................... 17
2.5.1 Diamagnetik ................................................................................. 17
2.5.2 Paramagnetik ................................................................................ 18
2.5.3 Ferromagnetik .............................................................................. 19
2.5.4 Anti Ferromagnetik ....................................................................... 20
2.5.5 Ferrimagnetik ............................................................................... 20

ix
2.6 Koefisien Reflection Loss..................................................................... 21
2.7 Reflection Loss..................................................................................... 24
2.8 Kurva Histerisis ................................................................................... 25
2.8.1 Magnet Keras dan Magnet Lunak ................................................. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 29
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 29
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 29
3.3 Tahapan Penelitian............................................................................... 31
3.4 Prosedur Kerja ..................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 38
4.1 Hasil Pembuatan BaAlxFe12-xO19 .......................................................... 38
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan XRD .............................. 39
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan SEM .............................. 40
4.4 Karakterisasi sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VSM .............................. 44
4.5 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VNA .............................. 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 49
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 49
5.2 Saran ................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spektrum pita dan rentang frekuensi bahan ........................................... 8

Tabel 2.2 Suseptibilitas magnet dengan tekanan 1 atm, temperatur 20º C. .......... 14

Tabel 2.3 Nilai konstanta dielektrik pada setiap bahan pada tekanan 1 atm ......... 16

Tabel 3.1 Perhitungan massa bahan yang ditimbang ........................................... 32

Tabel 4.1 Nilai remanensi magnetik dan koersivitas untuk setiap variasi x ......... 45

Tabel 4.2 Data reflection loss dan frekuensi untuk setiap variasi x ..................... 47

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi penjalaran gelombang satu dimensi ..................................... 6

Gambar 2.2 Strktur kristal BaFe12O19. ................................................................ 10

Gambar 2.3 Perbandingan ringkas setiap jenis bahan magnet ............................. 21

Gambar 2.4 Karakteristik magnetisasi bahan magnetik ...................................... 26

Gambar 2.5 Grafik kurva histeresis secara umum ............................................... 27

Gambar 2.6 Perbandingan bentuk umum maget keras dan magnet lunak ............ 27

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ................................................................... 31

Gambar 4.1 Sampel hasil pembuatan BaAlxFe12-xO19 ......................................... 38

Gambar 4.2 Hasil pola difraksi sinar-X pada bahan BaAlxFe12-xO19. ................... 39

Gambar 4.3 Struktur mikro sampel BaAlxFe12-xO19 . ........................................... 40

Gambar 4.4 Hasil SEM sampel BaAlxFe12-xO19 variasi x = 2. ............................. 41

Gambar 4.5 Hasil SEM sampel BaAlxFe12-xO19 variasi x = 4. ............................. 42

Gambar 4.6 Hasil SEM sampel BaAlxFe12-xO19 variasi x = 8. ............................. 42

Gambar 4.7 Kurva histeresis hasil analisis VSM ................................................ 44

Gambar 4.8 Nilai reflection loss untuk sampel dengan variasi x =2, 4 dan 8. ...... 47

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

RADAR (Radio Detection and Ranging) merupakan sistem gelombang

elektromagnetik yang berguna untuk mendeteksi, mengukur jarak bahkan

membuat sebuah peta dengan jangkauan frekuensi 10-15 GHz. Fisikawan Inggris

James Clerk Maxwell dengan teori tentang elektromagnetik pada tahun 1865 bisa

dikatakan sebagai orang yang mendasari perkembangan teknologi RADAR.

Setahun berselang seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, Heinrich Rudolf

Hertz berhasil membuktikan teori Maxwell dan menemukan gelombang itu.

Sebagai penghargaan untuk Hertz digunakanlah satuan dari frekuensi gelombang

menggunakan namanya, Hertz.

Istilah RADAR pertama kali digunakan pada tahun 1941, menggantikan

istilah dari singkatan inggris RDF (Radio Direction Finding). Pada prinsip

sederhana RADAR itu seperti sebuah pemancar yang mengirimkan sebuah

gelombang elektromagnetik secara acak. Ketika gelombang menumbuk suatu

materi maka akan dipantulkan dan kembali ke pemancar. Intensitas dari

gelombang yang kembali ke pemancar akan memberikan gambaran adanya materi

yang tertumbuk tadi. Jika semakin besar maka materi yang tertumbuk itu suatu

materi yang relatif besar. Jika intensitasnya kecil maka materi yang tertumbuk

juga kecil dan biasanya dikenali dengan hewan terbang seperti burung. Teknologi

ini digunakan pada sektor keamanan. Lebih jauh menggunakan teknologi ini bisa

di aplikasikan ke penyerapan gelombang elektromagnetik.

1
Semakin maju teknologi maka semakin banyak emisi dari gelombang

elektromagnetik dengan frekuensi ultra yang terbuang. Ini bisa mengganggu

teknologi berbasis elektronik terutama menggangu radar untuk sistem pertahanan.

Karena banyaknya emisi dari gelombang elektromagnetik yang terbuang di

atmosfer meyebabkan banyaknya variasi gelombang yang ada disana.

Dikhawatirkan ini bisa mengganggu kerja dari radar yang menimbulkan kesalahan

deteksi akibat interferensi gelombang elektromagnetik yang menyebabkan tidak

berfungsinya atau terganggunya sistem [12].

Barium stronsium heksaferit menjadi bahan riset yang menarik terutama

dalam aplikasi bidang industri material elektronik dan magnetik [1]. Magnet ferrit

disamping memiliki permeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan relatif

yang tinggi, magnet ferrit juga tersusun oleh komponen-komponen oksida

sehingga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik.

Semakin banyak polusi yang ditimbulkan oleh emisi dari gelombang

elektromagnetik sekarang ini dikarenakan oleh banyaknya pemakaian barang

elektronik oleh manusia. Diperlukan tindakan untuk mengurangi akibat dari

pemakaian elektromagnetik salah satunya dengan mengembangkan materi yang

dapat menyerap gelombang elektromagnetik dalam rentang MHz ataupun GHz.

Aplikasi lainnya yang dapat digunakan dalam pemanfaatan materi absorber

(penyerap) adalah sebagai anti RADAR yang diperlukan dalam usaha penyergapan

teroris, penangkapan nelayan ilegal ataupun mata-mata.

Banyak material penyerap gelombang dengan rentang frekuensi MHz

sampai GHz dengan menggunakan bahan Ba0.5 Sr0.5 Fe9 Mn1.5 Ti1.5 O19

menghasilkan nilai reflection loss -15.0 dB, -10.0 dB, -10.2 dB dengan frekuensi

2
9 GHz, 12.5 GHz dan 15 GHz [1]. Pada penelitian ini akan dicoba membuat suatu

materi yang dapat menyerap frekuensi dari gelombang elektromagnetik pada

rentang frekuensi tertentu. Dengan menggunakan BaCO3 , Fe2 O3 dan Al2 O3 dari

MERCK, komposisi bahan dihitung menggunakan stoikiometri BaAlx Fe12−x O19

dalam wt %.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Cara membuat bahan BaAlx Fe12−x O19 dengan x = 2,4 dan 8.

2. Berapa kemampuan absorbsi BaAlx Fe12−x O19 dengan variasi nilai x = 2,4

dan 8 berupa nilai Reflection Loss dalam satuan Hertz.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan pada penelitian sebagai berikut :

1 Membuat bahan BaAlx Fe12−x O19 dengan x = 2,4 dan 8.

2. Mengetahui nilai absorbsi 𝐵𝑎𝐴𝑙𝑥 𝐹𝑒12−𝑥 𝑂19 dengan variasi nilai x = 2,4

dan 8 berupa nilai reflection loss dalam satuan Hertz.

3. Sebagai referensi pembuatan dasar alat elektronika atau cat yang dapat

diterapkan dalam peralatan berbasis elektronika maupun kendaraan

sebagai penyerap gelombang.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah penelitian hanya meninjau

struktur kristal dengan XRD dan mencocokan datanya dengan database untuk

3
membuktikan bahan sudah terbentuk. Melihat morfologi bahan menggunakan alat

SEM untuk melihat bahan sudah menjadi butiran. Sifat magnetik yang dihasilkan

karena penambahan Al dengan menggunakan alat VSM dan kemampuan absorbsi

dari frekuensi gelombang elektromagnetik pada materi BaAlxFe12-xO19 dengan x =

2,4, dan 8 menggunakan alat VNA.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai rujukan riset penelitian lanjut

maupun diterapkan dalam pembuatan cat dialat yang berbasis elektronika maupun

kendaraan sebagai media penyerap gelombang dengan besaran frekuensi yang

didapatkan dalam penelitian ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Skripsi ini dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama

berisi tentang abstrak dan bagian kedua berisi kata pengantar, daftar isi serta

daftar gambar dilanjutkan dengan laporan penelitian tugas akhir. Laporan

penelitian tugas akhir berupa skripsi terdiri dari 5 bab.

BAB I Pendahuluan

Bab 1 berisi pendahuluan. Pada bab 1 ini menjelaskan tentang latar

belakang penelitian tugas akhir ini, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan skripsi.

4
BAB II Tinjauan Pustaka

Bab 2 berisi tinjauan pustaka. Pada bab 2 berisi tentang dasar teori yang

menjadi acuan dalam penelitian. Berisi tentang garis besar teori yang melandasi

penelitian dan sebagai acuan untuk menganalisa fenomena yang terjadi selama

penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab 3 berisi metodologi penelitian. Pada bab 3 ini dijelaskan bahan yang

digunakan dan proses pembuatan sampel, peralatannya serta beberapa mesin yang

digunakan untuk membantu melihat pola kristal (XRD), struktur fasa yang

terbentuk (SEM) dan sifat magnetik suatu bahan (VSM).

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab 4 berisi hasil dan pembahasan. Pada bab 4 ini dijelaskan hasil dari

penelitian dan penjelasan dari struktur kristal yang didapat melalui mesin XRD,

struktur fasa yang diperoleh SEM, magnetisasi dari suatu bahan berdasarkan data

VSM serta kemampuan menyerap frekuensi dari gelombang menggunakan bahan

barium heksaferrit dan nilai reflection loss menggunakan VNA.

BAB V Kesimpulan

Pada bab 5 berisi kesimpulan dan saran dari penelitian.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang menjalar

meskipun tanpa medium. Terdiri dari medan listrik dan medan magnetik yang

bergerak secara tegak lurus. Medan magnetik dan medan listrik merupakan

gelombang transversal yang memiliki arah merambat dan getarnya tegak lurus.

Mempunyai energi yang dibawa oleh beberapa variabel seperti amplitudo,

panjang gelombang, frekuensi, kecepatan sudut dan waktu yang ditempuh.

2.1.1 Gelombang Satu Dimensi

Gelombang merupakan gangguan terus menerus dari sebuah medium yang

menyebarkan bentuk tetap pada kecepatan konstan [7].

Gambar 2.1 Ilustrasi penjalaran gelombang satu dimensi.

Perpindahan pada titik z pada waktu t sama dengan vt, maka :

𝑓(𝑧, 𝑡) = 𝑓 (𝑧 − 𝑣𝑡, 0) = 𝑔(𝑧 − 𝑣𝑡) (2.1)

Jika massa per satuan jarak µ, maka berdasarkan Hukum Newton ke-2:

6
𝜕 2𝑓
∆𝐹 = 𝜇 (∆𝑧) 2
𝜕𝑡

𝜕2𝑓 𝜇 𝜕2𝑓
=
𝜕𝑧 2 𝑇 𝜕𝑡 2

𝜕 2𝑓 1 𝜕2𝑓 (2.2)
=
𝜕𝑧 2 𝑣 2 𝜕𝑡 2

Dengan v adalah kecepatan perambatan

(2.3)
𝑇
𝑣=√
𝜇

2.1.2 Gelombang Elektromagnetik dalam Ruang Hampa

Dalam ruang hampa ketika tidak ada muatan dan arus listrik berlaku 4

persamaan Maxwell

∇. 𝐸 = 0

∇. 𝐵 = 0

𝜕𝐵
∇𝑥𝐸 = −
𝜕𝑡

𝜕𝐸 (2.4)
∇𝑥𝐵 = 𝜇0 𝜀0
𝜕𝑡

Dimulai dari Hukum Faraday :

𝑖̂ 𝑗̂ 𝑘̂
𝜕 𝜕 𝜕 | 𝜕𝐸 ̂
∇𝑥𝐸(𝑥, 𝑡)𝑗̂ = || |= 𝑘
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑥
0 𝐸(𝑥, 𝑡) 0

𝜕𝐸 𝜕𝐵 (2.5)
=−
𝜕𝑥 𝜕𝑡

Hukum Ampere-Maxwell :

7
𝑖̂ 𝑗̂ 𝑘̂
𝜕 𝜕 𝜕 | 𝜕𝐵
∇𝑥𝐵(𝑥, 𝑡)𝑘̂ = || |=− 𝑗̂
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑥
0 0 𝐵(𝑥, 𝑡)

𝜕𝐵 𝜕𝐸
= −𝜇0 𝜀0
𝜕𝑥 𝜕𝑡

𝜕2𝐸 𝜕 𝜕𝐵 𝜕 𝜕𝐵 𝜕 𝜕𝐸 𝜕2𝐸
= − = − = − (−𝜇 𝜀
0 0 ) = 𝜇 𝜀
0 0
𝜕𝑥 2 𝜕𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑡 2

𝜕2𝐸 𝜕2𝐸 (2.6)


= 𝜇 𝜀
0 0
𝜕𝑥 2 𝜕𝑡 2

Karena :

𝜕 2𝑓 1 𝜕2𝑓 (2.7)
=
𝜕𝑧 2 𝑣 2 𝜕𝑡 2

Maka :

1
= 𝜇0 𝜀0
𝑣2

1 (2.8)
𝑣= = 2,997. 108 𝑚/𝑠
√𝜇0 𝜀0

2.1.3 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Tabel 2.1 Spektrum pita dan rentang frekuensi bahan.

No Pita Frekuensi Rentang Frekuensi


1 Extreme Low Frequency <3 kHz
2 Very Low Frequency 3 – 30 kHz
3 Low Frequency 30 – 300 kHz
4 Medium Frequency 300 kHz- 3 MHz
5 High Frequency 3 – 30 MHz
6 Very High Frequency 30 – 300 MHz
7 Ultra High Frequency 300 MHz – 3 GHz
8 Super High Frequency 3 – 30 GHz

8
9 Extra High Frequency 30 – 300 GHz

Gelombang elektromagnetik juga mempunyai sifat seperti dapat merambat

di ruang yang tidak mempunyai medium dan juga mengalami peristiwa

pemantulan, pembiasan serta difraksi. Cepat rambat gelombang juga bergantung

pada sifat listrik dan magnetik dari medium yang dilewati.

2.2 Pasir Besi

Pasir besi merupakan mineral endapan dan mempunyai butir berukuran

0,074 – 0,075 mm dan ukuran kasar 5 sampai 3 mm serta halus kurang dari 1 mm.

Diperkirakan pebedaan karakter fisik kandungan mineral pasir seperti Fe, Ti, Mg

dan Si disebabkan oleh perbedaan lokasi endapan. Magnetite (𝐹𝑒3 𝑂4 ) merupakan

mineral magnetik yang ditemukan di daerah pantai ataupun sungai. Senyawa ini

berasal dari senyawa variannya yaitu titanomagnetit (𝐹𝑒3−𝑥 𝑇𝑖𝑥 𝑂4 ) [4].

2.3 Hexagonal Ferrites

Ada banyak bentuk dari senyawa “hexagonal ferromagnetic oxides”, tapi

hanya ada barium ferit 𝐵𝑎𝑂. 6𝐹𝑒2 𝑂3 (= 𝐵𝑎𝐹𝑒12 𝑂19 ) dan strontium ferit dengan

mengganti Ba menjadi Sr di formula yang sama yang umumnya digunakan karena

ketersediaannya. Pada tahun 1952 di Belanda, barium ferrit dihasilkan oleh

perusahaan Philips Company dengan nama Ferroxdure [6]. Barium ferit

mempunyai struktur kristal yang sama dengan magnetoplumbite yang merupakan

mineral yang mempunyai komposisi 𝑃𝑏𝐹𝑒7,5 𝑀𝑛3,5 𝐴𝑙0,5 𝑇𝑖0,5 𝑂19 [6].

9
Gambar 2.2 Strktur kristal BaFe12O19.

Barium Heksaferrit, salah satu magnet permanen struktur heksagonal yang

memiliki space group P 63/mmc. Barium ferrit merupakan magnet keras tetapi

dibuat sebenarnya sama dengan metode pada magnet lunak. Barium karbonat

dicampurkan dengan 𝐹𝑒2 𝑂3 dan dipanaskan pada temperatur 1200º C ke bentuk

ferrit [6]. Bahan ini di milling memakain ball mill untuk mereduksi ukuran

partikel dan dipanaskan pada temperatur 1200ºC.

2.4 Magnet

Kata magnet berasal dari bahasi Yunani yaitu magnes lithos yang memiliki

arti batu dari magnesia. Magnet dapat menarik materi yang memiliki susunan

magnet elementer yang teratur. Mayoritas materi yang memiliki magnet elementer

yang teratur atau dengan kata lain memiliki arah magnet elementer yang relatif

sama ke suatu arah biasanya adalah jenis metal seperti besi. Magnet mempunyai 2

titik atau lokasi yang memiliki gaya tarik yang kuat yg disebut dengan kutub utara

dan selatan. Sifat kedua kutub tersebut jika ada 2 magnet yang didekatkan akan

saling tarik menarik jika kutubnya berlawanan dan tolak menolak jika kutubnya

sama. Cerita tentang magnet pertama kali dimulai dengan suatu mineral magnetite

10
𝐹𝑒3 𝑂4 , yang merupakan material pertama yang diketahui manusia sekitar 2500

tahun yang lalu [6].

2.4.1 Sifat Dasar Bahan Magnetik

Hasil hasil kuantitatif yang akurat hanya dapat diperkirakan melalui teori

kuantum, model atomik sederhana yang mengasumsikan adanya sebuah inti

positif di pusat atom yang dikelilingi oleh elektron pada sejumlah orbit sirkuler

sudah cukup memadai untuk menurunkan hasil kuantitatif yang cukup baik.

Sebuah elektron yang bergerak di orbit dapat dianalogikan dengan sebuah loop

berarus yang berukuran sangat kecil (arus ini megalir kearah yang berlawanan

dengan elektron) dan mengalami torsi dibawah pengaruh medan magnet eksternal.

Torsi yang dihasilkan oleh elektorn ini cenderung memperkuat medan magnet

eksternal yang mempengaruhinya. Jika tidak ada momen magnetik lain yang

bekerja pada sistem ini maka semua elektron yang beredar pada orbitnya di dalam

bahan akan berubah posisi sedemikian rupa sehingga mengubah arah seluruh

medan magnet dari elektron menjadi searah dan memperkuat medan eksternal.

Akibatnya medan magnet resultan yang terukur pada setiap titik di dalam bahan

magnet akan semakin besar jika dibandingkan dengan titik titik tersebut hanya

ditempati oleh ruang hampa.

Sistem atomik memiliki momen magnetik lainnya, yaitu yang dihasilkan

oleh spin elektron. Fenomena ini cukup baik dimodelkan dengan mengasumsikan

elektron berputar pada porosnya dan membangkitkan sebuah momen dipol magnet

tapi hasil kuantitatif yang memuaskan tidak dapat memuaskan dari sini. Di dalam

teori kuantum relativistik disebutkan bahwa sebuah elektron akan membangkitka

11
momen magnet spin yang mendekati nilai ±9.10−24 𝐴. 𝑚2 tanda plus minus

menyatakan arah yang dapat memperlemah atau memperkuat medan eksternal. Di

dalam sebuah atom yang memiliki banyak elektron, hanya spin dari elektron yang

berada dalam kulit yang tidak terisi penuh yang hanya memberikan kontribusi

pada momen magnetik total.

Jika diamati lebih jauh sebuah elektron yang beredar pada orbitnya, yang

memiliki komponen momen magnetik m kearah yang sama dengan medan

magnetik B. Medan magnet menghasilkan gaya yang menarik elektron keluar dari

orbitnya. Karena jari jari obit ini mempresentasikan kuantum energi tertentudan

tidak dapat berubah maka gaya Coulomb ke arah pusat orbit juga tidak berubah.

Ketidakseimbangan gaya yang diakibatkan magnet tadi harus diimbangi dengan

pengaturan kecepatan edar elektron.

Jika sebaliknya didapatkan m dan B memiliki arah yang berlawanan maka

gaya magnet akan menarik elektron ke arah dalam (pusat orbit inti atom) maka

keecepatan edarnya akan bertambah, momen magnetik orbital juga akan

bertambah dan akhirnya B akan mengalami gaya kontra yang juga lebih besar dan

mengakibatkan medan magnet internal akan mengecil.

Di dalam atom terdapat momen momen magnetik dari spin elektron dan

gerakan orbital yang tidak sepenuhnya saling meniadakan. Secara partikel atom

ini memiliki suatu nilai momen magnetik yang kecil. Namun jika diambil dalam

suatu volume sampel bahan, orientasi yang acak dari atom ini akan menghasilkan

nilai rata-rata sebesar nol. Bahan yang bersangkutan tidak akan memperlihatkan

sifat kemagnetan tanpa adanya medan magnet eksternal. Namun jika medan

eksternal sudah dikenakan ke bahan maka sebuah torsi akan akan dihasilkan dari

12
momen magnetik setiap atom didalamnya dan momen magnetik ini cenderung

berubah arah menjadi searah dengan medan magnet eksternal. Kesearahan ini

meningkatkan nilai B di dalam bahan, melebihi nilai medan aslinya di luar bahan.

Akan tetapi efek diamagnetik masih dapat ditimbulkan oleh gerakan orbital

elektron dan menghasillkan medan kontra yang sedikit banyak meahan laju

kenaikan nilai B dalam bahan. Jika resultan bersihnya adalah medan magnetik B

yang lebih di dalam bahan maka resultan yang bersangkutan masih disebut dengan

bahan diamagnetik. Tetapi jika hasil akhirnya B lebih besar di dalam bahan, maka

bahan ini disebut sebagai bahan paramagnetik.

Potassium, oksigen, tungsten dan unsur unsur tanah yang langka serta

beragam bentuk garamnya seperti erbium klorida, neodynium oksida dan yttrium

oksida yang merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan maser

adalah beberapa contoh bahan paramagnetik [9].

2.4.2 Suseptibilitas Magnetik

Di dalam bahan diamagnetik dan paramagnetik, magnetisasi diteruskan

oleh medan. Ketika induksi magnet dihilangkan (B) maka intensitas magnetik (M)

menghilang [7]. Suseptibilitas magnetik didefinisikan:

𝑀 = 𝑋𝑚 𝐻

𝑀
𝑋𝑚 = (2.9)
𝐻

Dengan:

𝑋𝑚 = Suseptibilitas Magnetik

M = Intensitas Magnetik

H = Kuat Medan Magnetik

13
Berdasarkan dari definisi rumus diatas maka suseptibilitas magnetik

merupakan perbandingan antara intensitas dan kuat medan magnetik yang tidak

berdimensi atau tidak memiliki satuan. Suseptibilitas juga dapat diartikan sebagai

ukuran kemagnetan suatu materi. Sama halnya dengan definisi dari suhu yang

merupakan ukuran panas atau dingin suatu materi :

Tabel 2.2 Suseptibilitas magnet dengan tekanan 1 atm, temperatur 20º C.

No Material Diamagnetik Paramagnetik Suseptibilitas


1 Bismuth Ya Bukan −1.6(10−4 )
2 Gold Ya Bukan −3.4(10−5 )
3 Silver Ya Bukan −2.4(10−5 )
4 Copper Ya Bukan −9.7(10−6 )
5 Water Ya Bukan −9.0(10−6 )
6 Carbon Dioxide Ya Bukan −1.2(10−8 )
7 Hydrogen Ya Bukan −2.2(10−9 )
8 Oxygen Bukan Ya 1.9(10−6 )
9 Sodium Bukan Ya 8.5(10−6 )
10 Alumunium Bukan Ya 2.1(10−5 )
11 Tungsten Bukan Ya 7.8(10−5 )
12 Platinum Bukan Ya 2.8(10−4 )
13 Liquid Oxygen (-200º C) Bukan Ya 3.9(10−3 )
14 Gadolinium Bukan Ya 4.8(10−1 )
Griffiths berdasarkan Handbook of Chemistry and Physics, 67th ed.

Berdasarkan hukum Ampere:

1
𝐻= 𝐵−𝑀
𝜇0

1
𝐻+𝑀 = 𝐵
𝜇0

14
𝐵 = 𝜇0 (𝐻 + 𝑀)

𝐵 = 𝜇0 (𝐻 + 𝑋𝑚 𝐻)

𝐵 = 𝜇0 (1 + 𝑋𝑚 )𝐻

𝐵 = 𝜇𝐻

𝐵 (2.10)
𝜇=
𝐻

Dengan :

𝜇 = (1 + 𝑋𝑚 ) (2.11)

Simbol µ disebut dengan permeabilitas dari material. Karena µ sama

dengan perbandingan B dan H yang mempunyai satuan sama maka µ merupakan

konstanta perbandingan antara B dan H yang tidak mempunyai satuan.

2.4.3 Permitivitas

Permitivitas merupakan ukuran dari hambatan untuk membuat medan

listrik.

𝑃 = 𝜀0 𝑋𝑒 𝐸 dan 𝐷 = 𝜀0 𝐸 + 𝑃

Dengan:

P = Polarisasi

𝑋𝑒 = Suseptibilitas elektrik

E = Medan Elektrik

Maka:

𝐷 = 𝜀0 𝐸 + 𝑃

𝐷 = 𝜀0 𝐸 + 𝜀0 𝑋𝑒 𝐸

𝐷 = 𝜀0 (1 + 𝑋𝑒 )𝐸

15
𝐷 = 𝜀𝐸

𝐷 (2.12)
𝜀=
𝐸

Dengan:

𝜀 = 𝜀0 (1 + 𝑋𝑒 )

𝜀 = 𝜀0 𝜀𝑟

𝜀 (2.12)
𝜀𝑟 =
𝜀0

Simbol 𝜀 disebut dengan permitivitas dari material. Didalam ruang hampa

yang tidak mempunyai medium, suseptibilitas bernilai 0 (Griffiths). Sama halnya

dengan permeabilitas, permitivitas merupakan suatu konstanta yang tidak

mempunyai satuan. 𝜀𝑟 merupakan permitivitas relatif bahan atau dielektrik

konstan (dielectric constant).

Tabel 2.3 Nilai konstanta dielektrik pada setiap bahan pada tekanan 1 atm.

Bahan Dielecric constant


Vacuum 1
Helium 1.000065
Neon 1.00013
Hydrogen 1.00025
Argon 1.00052
Air (dry) 1.00054
Nitrogen 1.00055
Water proof (100º C) 1.00587
Benzene 2.28
Diamond 5.7
Salt 5.9
Silicon 11.8
Methanol 33.0

16
Water 80.1
Ice (-30º C) 99
𝐾𝑇𝑎𝑁𝑏𝑂3 (0° 𝐶) 34000
Sumber: Griffiths Handbook of Chemistry and Physics, 78th ed

2.5 Bahan Magnet

Bahan magnet merupakan bahan yang dapat menarik suatu benda

berdasarkan sifat intrinsik dari benda tersebut. Berikut ini pembagian dan

penjelasan bahan magnet.

2.5.1 Diamagnetik

Diamagnetik adalah materi yang memiliki resultan medan atomik atau

molekulnya berjumlah nol, tapi orbit dan spinnya tidak nol [8]. Sifat diamagnet

terjadi karena dalam suatu materi yang mempunyai spin elektron hampir atau

semua berpasangan. Karena hampir semua atau berpasangannya elektron di suatu

materi tertentu menyebabkan semakin sedikit dan bahkan tidak ada yang bias

menarik garis gaya. Elektron elektron akan berpresisi melawan medan magnet

luar ketika mendapatkan medan magnet dari luar. Diamagnetik juga mempunyai

nilai suseptibiltas yang kecil atau bernilai negatif. Contoh materi tersebut adalah

emas, tembaga dan perak. Salah satu dari sifat material adalah diamagnetik.

Disebabkan oleh medan magnet luar dan gerakan elektron mengelilingi inti.

Elektron yang membawa muatan maka elektron akan melakukan gaya Lorentz

pada saat melewati medan magnet.

17
2.5.2 Paramagnetik

Paramagnetik adalah materi yang resultan medan magnet atomis masing

masing tidak sama dengan nol tapi resultan medan magnetik totalnya dalam

materi tersebut sama dengan nol [8]. Resultan medan magnetik total sama dengan

nol tetapi resultan medan atomis tidak sama dengan nol terjadi karena setiap

materi mempunyai medan atomis yang tidak mungkin bernilai nol. Gerakan atom

atau molekul acak yang menyebabkan peluang masing masing atom untuk

bergerak saling meniadakan magnet atomis yang dimiliki. Setiap materi pasti

mempunyai resultan medan magnet atomis. Tetapi untuk materi paramagnetik,

resultan medan magnetik totalnya saling meniadakan dan memiliki resultan nol.

Jika diberi magnet luar, elektron elektronnya akan berpresisi sehingga resultan

medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar yang menyebabkan

resultan medan magnetik totalnya tidak sama dengan nol. Pada materi ini efek

diamagnetik dapat timbul tapi akibat yang dihasilkan dapat berpengaruh meskipun

kecil.

Medan magnet atomis yang lebih dikenal juga dengan nama spin momen

magnetik, menjadi terarahkan oleh medan magnet luar (searah medan magnet

luar). Spin elektron sedikit yang tidak berpasangan dalam materi ini yang

menyebabkan dapat menarik garis gaya meskipun sedikit. Hal ini ditunjukan

dengan nilai suseptibilitas yang merupakan ukuran kemagnetan suatu materi yang

bernilai positif meskipun nilainya mendekati nol. Karena permeabilitas

dirumuskan 𝜇 = 1 + 𝑋𝑚 dengan 𝑋𝑚 suseptibilitas yang bernilai positif maka nilai

permeabilitas juga lebih besar dari nol.

18
2.5.3 Ferromagnetik

Ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan magnet

atomis yang sangat besar [8]. Pada materi ferromagnetik terdapat banyak spin

elektron yang tidak berpasangan. Masing masing dari spin elektron yang tidak

berpasangan pada setiap atom pada materi ferromagnetik ini akan menghasilkan

medan magnetik. Semakin banyak elektron yang tidak berpasangan dengan

kerapatan yang tinggi menyebabkan total medan magnetik yang dihasilkan

menjadi lebih besar. Faktor banyaknya elektron yang tidak berpasangan dan

kerapatan yang tinggi ditemui dalam golongan metal. Yang menyebabkan

umumnya bahan ferromagnetik merupakan bahan metal. Sebagai contohnya besi

yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan berjumlah 2 atau 3 (𝐹𝑒 +2 dan

𝐹𝑒 +3 ).

Interaksi antara medan magnet dari masing masing atom dalam suatu

bahan ferromagnetik sangat kuat sehingga interaksi dengan atom sekitarnya

menjadi suatu kelompok yang saling mensejajarkan diri dengan suatu arah

tertentu yang sama. Kelompok yang mensejajarkan ini disebut dengan domain.

Meskipun bahan ferromagnetik ini sebelum diberikan medan magnet luar juga

besar, tapi mempunyai arah masing pada masing masing domain yang masih acak

dan menyebabkan kemungkinan untuk saling meniadakan antara satu domain

dengan domain lainnya. Sehingga menyebabkan seolah olah bahan ferromagnetik

ini sama dengan bahan diamagnetik.

Bahan ferromagnetik jika diberi medan magnet luar maka masing masing

domain akan mensejajarkan diri searah dengan medan magnet luar tersebut.

Semakin kuat atau besar medan magnet yang diberikan maka akan membuat

19
semua domain dari bahan ferromagnetik akan mensejajarkan diri dengan arah

medan magnet luar. Jika semua medan dari domain bahan ferromagnetik ini

terarahkan, maka akan menyebabkan bahan ini menjadi bahan magnet yang

sempurna. Lalu penambahan magnet luar tidak akan mempunyai pengaruh apa

apa lagi terhadap bahan ini. Keadaan seperti ini dinamakan keadaan saturasi

(jenuh).

2.5.4 Anti Ferromagnetik

Anti ferromagnetik merupakah kebalikan dari ferromagnetik. Memiliki

magnet atomis yang berlawanan satu dan lainnya yang menyebabkan peristiwa

saling meniadakan. Tetapi keteraturan yang saling meniadakan dari magnet

atomis ini berlangsung pada suhu tertentu. Setelah melewati suhu tertentu yang

disebut dengan temperatur Neel biasanya bahan akan bersifat paramagnetik dan

sebelum melewati batas temperatur Neel bahan akan bersifat anti ferromagnetik.

Temperatur Neel merupakan suatu batas yang memisahkan bahan yang memiliki

temperatur akan bersifat antiferromagnetik dan diamagnetik. Suseptibilitas ketika

diatas temperatur Neel dari suatu bahan akan sama dengan suseptibilitas pada

bahan paramgnetik namun ketika temperatur menurun suseptibilitasnya juga akan

menurun. Contoh bahan antiferromagnetik adalah MnO2 , MnO dan FeO [9].

2.5.5 Ferrimagnetik

Bahan ferrimagnetik pada dasarnya merupakan bahan ferromagnetik tetapi

untuk dibawah temperatur tertentu yang disebut dengan temperatur Currie. Ketika

bahan ini berada diatas temperatur Currie maka sifat bahan ini berubah jadi

20
paramagnetik. Bahan ferrimagnetik mempunyai susunan magnet atomis yang

saling berlawanan, akibatnya momen dipol juga akan saling berlawanan. Sifat ini

terjadi karena bahan ferrimagnetik mempunyai susunan momen dipol yang

berlawanan dan besarnya berbeda yang mengakibatkan bahan ferrimagnetik masih

mempunyai suseptibilitas yang positif dan lebih besar dari nol.

Gambar 2.3 Perbandingan ringkas setiap jenis bahan magnet.

2.6 Koefisien Reflection Loss

Reflection loss atau reflection loss merupakan perbandingan nilai mutlak

tegangan balik terhadap tegangan maju. Persamaan umum tegangan maju dan

balik serta arus maju dan balik dinyatakan dalam persamaan berikut:

𝑉 (𝑧) = 𝑉0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 + 𝑉0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧 (2.12)

21
𝐼 (𝑧) = 𝐼0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 + 𝐼0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧 (2.13)

Dengan:

𝑉0 + 𝑉0 − (2.14)
= − − = 𝑍0
𝐼0 + 𝐼0

Transmisi pada garis dengan panjang z tak berhingga akan menghilangkan

komponen persamaan yang menuju ke arah negatif. Karena dengan panjang z

yang tak berhingga berarti tidak adanya penghalang yang menyebabkan tegangan

dan arus akan berbalik. Maka persamaannya dapat ditulis menjadi :

𝑉 (𝑧) = 𝑉0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 + 𝑉0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧 ↔ 𝑉0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧 = 0

→ 𝑉 (𝑧) = 𝑉0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 (2.15)

𝐼 (𝑧) = 𝐼0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 + 𝐼0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧 ↔ 𝐼0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧 = 0

→ 𝐼(𝑧) = 𝐼0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 (2.16)

Untuk 𝑧 = 0 maka persamaannya menjadi :

𝑉 (𝑧) = 𝑉0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 + 𝑉0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧

𝑉 (0) = 𝑉0 + 𝑒 −𝑗𝑘(0) + 𝑉0 − 𝑒 𝑗𝑘(0)

𝑉 (0) = 𝑉0 + + 𝑉0 − (2.17)

Dan:

𝐼 (𝑧) = 𝐼0 + 𝑒 −𝑗𝑘𝑧 + 𝐼0 − 𝑒 𝑗𝑘𝑧

𝐼(0) = 𝐼0 + + 𝐼0 − (2.18)

Karena:

𝑉0 + 𝑉0 −
= − − = 𝑍0
𝐼0 + 𝐼0

22
𝑉0 + + 𝑉0 +
= 𝑍0 → 𝐼0 =
𝐼0 + 𝑍0

𝑉0 − − 𝑉0 − (2.19)
− − = 𝑍0 → 𝐼0 = −
𝐼0 𝑍0

Maka:

𝑉0 + 𝑉0 −
𝐼 (0) = − = 𝐼𝐿
𝑍0 𝑍0

𝑉0 + − 𝑉0 − = 𝑍0 𝐼𝐿 (2.20)

Dan:

𝑉 (0) = 𝑉0 + + 𝑉0 − = 𝑉𝐿

𝑉0 + − 𝑉0 − = 𝑍0 𝐼𝐿 → 𝑉0 + = 𝑉0 − + 𝑍0 𝐼𝐿 (2.21)

Dengan mensubtitusikan 𝑉0 + = 𝑉0 − + 𝑍0 𝐼𝐿 ke persamaan.

𝑉0 + + 𝑉0 − = 𝑉𝐿

(𝑉0 − + 𝑍0 𝐼𝐿 ) + 𝑉0 − = 𝑉𝐿

2𝑉0 − + 𝑍0 𝐼𝐿 = 𝑍𝐿 𝐼𝐿

2𝑉0 − = 𝑍𝐿 𝐼𝐿 − 𝑍0 𝐼𝐿

1
𝑉0 − = (𝑍𝐿 𝐼𝐿 − 𝑍0 𝐼𝐿 )
2

1 (2.22)
𝑉0 − = 𝐼𝐿 (𝑍𝐿 − 𝑍0 )
2

Dengan cara yang sama akan didapatkan :

1 (2.23)
𝑉0 + = 𝐼𝐿 (𝑍𝐿 + 𝑍0 )
2

Maka nilai koefisien dari reflection loss (Γ) adalah :

𝑉0 −
𝛤= +
𝑉𝑜

23
1
𝐼𝐿 (𝑍𝐿 − 𝑍0 )
𝛤=2
1
𝐼 (𝑍 + 𝑍0 )
2 𝐿 𝐿

(𝑍𝐿 − 𝑍0 ) (2.24)
𝛤=
(𝑍𝐿 + 𝑍0 )

(𝑍𝐿 −𝑍0 )
Karena merupakan bilangan kompleks maka untuk menemukan
(𝑍𝐿 +𝑍0 )

nilai aslinya (real) harus dikalikan dengan konjugatnya

𝛤𝛤 ∗= 𝛤 2 (2.25)

Jadi nilai dari koefisien reflection loss menjadi:

2
(𝑍𝐿 − 𝑍0 ) 2 (2.26)
𝛤 =| |
(𝑍𝐿 + 𝑍0 )

2.7 Reflection Loss

Reflection Loss dinyatakan dalam unit desibel (dB). Desibel adalah unit

logaritma yang menggambarkan suatu rasio dari besaran fisika yang tidak

berdimensi dengan dB itu sama dengan sepersepuluh Bell. Salah satu contoh yang

sering didengar adalah Taraf Intensitas Bunyi yang dinyatakan dengan rumus:

𝐼 (2.27)
𝑇𝐼 = 10 𝑙𝑜𝑔
𝐼0

Sama halnya dengan Reflection Loss yang dapat ditulis dengan persamaan:

𝑅𝐿 = 10 log 𝛤 2

𝑅𝐿 = 20 log 𝛤 (2.28)

Jika 𝑍𝑜 lebih besar daripada 𝑍𝐿 maka nilai koefisien Reflection Loss akan

menjadi negatif dan menyebabkan nilai error pada nilai RL. Ini dikarenakan nilai

pokok dari logaritma tidak boleh lebih kecil atau sama dengan nol. Maka nilai

koefisien dari reflection loss haruslah nilai mutlak. Maka persamaanya menjadi:

24
𝑅𝐿 = 20 log|𝛤| (2.29)

Dalam berbagai sumber nilai reflection loss mempunyai 2 rumus yang

sedikit berbeda. Bentuk yang berbeda tersebut adalah :

𝑅𝐿 = 20 log|𝛤| 𝑑𝑎𝑛 𝑅𝐿 = −20 𝑙𝑜𝑔|𝛤| (2.30)

Kedua bentuk tersebut sebenarnya memiliki nilai yang sama. Yang

membedakan hanyalah tanda negatif. Tanda negatif menunjukan terjadinya

pemantulan (arah berlawanan).

2.8 Kurva Histerisis

Kurva histerisis merupakan kurva yang mengambarkan ukuran besar

magnet yang dapat dimiliki suatu bahan. Besarnya kekuatan ini dinyatakan

dengan besarnya magnetisasi remanen. Magnetisasi remanen merupakan besarnya

magnetisasi sisa yang masih dimiliki suatu bahan ketika gaya magnet luar

dihiilangkan atau dibuat menjadi nol. Bentuk kurva histerisis juga

menggambarkan sampai mana suatu bahan dapat di-demagnetisasi (dihilangkan

medan magnet). Daerah yang berada dalam kurva histerisis juga memberikan

informasi hilangnya energi magnetik per satuan volume bahan per siklus.

Hilangnya energi ini berwujud panas yang menyebabkan bahan mengalami

kenaikan temperatur.

Kurva histerisis pada prinsipnya merupakan kurva yang mempunyai

hubungan antara magnetisasi (M) yang dimiliki suatu bahan dengan medan

magnet yang dilaluinya. Pada bahan magnetik kurva ini memiliki hubungan yang

relatif linier tapi tidak untuk bahan yang lain. Alasannya sesuai dengan hubungan

nilai Xm (suseptibilitas) dengan perumusan:

25
𝑀 (2.31)
𝑋𝑚 =
𝐻

Berikut ini merupakan definisi dari nilai Xm yang mungkin diperoleh:

1. M > H maka Xm > 1 atau Xm >> 1 disebut ferromagnet

2. M < H maka Xm < 1 atau Xm << 1 disebut dengan diamagnetik

3. M < H maka 0 < Xm < 1 disebut dengan paramagnetik.

Jadi untuk bahan paramagnetik kurva perbandingan M terhadap H (kurva

histerisis) akan memiliki nilai yang relatif sama yang menyebabkan bentuk kurva

relatif linier.

Gambar 2.4 Karakteristik magnetisasi bahan magnetik (a) paramagnetik, (b)


diamagnetik dan (c) ferromagnetik.

Arti dari kurva histerisis adalah kurva yang menunjukan hubungan antara

magnetisasi karena diberikan medan magnetik yang diberikan cukup besar ke arah

tertentu kemudian diperkecil hingga menuju nol. Selanjutnya dibalikan arah

berlawanan dengan medan magnetik awal. Informasi yang dapat diperoleh

mengenai parameter magnetik yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Intensitas saturasi maksimum (Ms) dari M. M merupakan lambang dari

magnetisasi.

26
2. Intensitas magnetisasi remanen dari M ketika medan magnet H = 0.

3. Hs, besar medan magnetik yang memberi informasi Ms dan

4. Hc, besar medan magnetik yang memberikan nilai M = 0.

Gambar 2.5 Grafik kurva histeresis secara umum.

2.8.1 Magnet Keras dan Magnet Lunak

Gambar 2.6 Perbandingan bentuk umum maget keras dan magnet lunak.

Berdasarkan gambar, bahan ferromagnetik dibagi menjadi 2 yaitu bahan

magnetik lunak dan bahan magnetik keras. Bahan magnetik lunak digunakan pada

alat dengan medan magnetik yang dikerjakan bolak balik dan kehilangan energi

27
yang menjadi akibat haruslah kecil karena bahan magnetik lunak mempunyai luas

kurva histerisis yang kecil. Contoh penggunaan bahan material lunak ada pada inti

transformator yang membuang energi yang relatif kecil jadi tidak menyebabkan

panas yang berlebih. Bahan magnet lunak dapat dimagnetisasi dan di de-

magnetisasi dengan mudah. Karena untuk memagnetisasi bahan ini relatif lebih

mudah karena membutuhkan medan magnet luar yang relatif lebih kecil daripada

bahan magnetik keras.

Sebaliknya dengan bahan magnetik keras. Karena bentuk kurva (loop)

relatif lebih luas maka dibutuhkan pemberian medan magnetik H yang jauh lebih

besar untuk membuat bahan mencapai magnetisasi jenuh atau magnetisasi saturasi

yang merupakan besarnya magnetisasi maksimal yang dapat dimiliki suatu bahan.

Magnetisasi saturasi dapat juga dikatakan keengganan berubah arah pada momen

magnet ketika sudah searah semua (jenuh). Pada bahan magnetik keras dapat

menahan panas yang besar daripada bahan magnetik lunak dikarenakan energi

yang dihasilkan pada bahan magnetik keras lebih besar yang diakibatkan karena

perbedaan bentuk loop di kurva histerisis.

28
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 6 bulan (Januari – Juni 2015) di PSTBM

(Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju) BATAN Serpong, Tangerang Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

A. Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini sebagai berikut :

No Foto Alat Nama Alat Fungsi

Menimbang sampel
Timbangan dan bahan kimia
1
digital 5 digit yang dibutuhkan
dalam penelitian

Untuk meleburkan
senyawa-senyawa
High Energy
2 yang ingin
Milling (HEM)
dicampurkan hingga
ukuran kecil

Untuk pembakaran
3 Furnace sampel hingga lebih
dari 1000oC

29
Untuk melakukan
X-Ray
karakterisasi fasa
4 Diffractometer
dan struktur kristal
(XRD)
sampel

Sebagai penampang
Wadah sampel sebelum
5
Keramik dimasukkan kedalam
furnace

Sebagai wadah
pencampuran
6 Vial senyawa yang
dimasukkan kedalam
HEM

Bola-bola pelebur
yang dimasukkan
8 Ball Mill kedalam vial
bersama dengan
senyawa.

B. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa:

a. BaCO3 MERCK kadar kemurnian 99%

b. CaCO3 MERCK kadar kemurnian 99%

c. Al2O3 MERCK kadar kemurnian 99%

d. Fe2O3MERCK kadar kemurnian 99%

e. Larutan Etanol

30
3.3 Tahapan Penelitian

Studi Literatur

Hipotesis

Persiapan alat dan bahan

Penimbangan komposisi
Sampel AlxFe12-xO19
asd

Proses Milling 5 jam

Sintering 12 jam

Pendinginan Suhu Kamar

Karakterisasi

XRD
SEM

VSM

VNA

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.

31
3.4 Prosedur Kerja

Tahap pertama penelitian ini adalah melakukan penimbangan berdasarkan

stoikiometri. Massa 𝐵𝑎𝐹𝑒12−𝑥 𝐴𝑙𝑥 𝑂19 sebanyak 10 gram sesuai persamaan

stoikiometri :

12 − 𝑥 𝑥 (3.1)
𝐵𝑎𝐶𝑂3 + ( ) 𝐹𝑒2 𝑂3 + ( ) 𝐴𝑙2 𝑂3 → 𝐵𝑎𝐹𝑒12−𝑥 𝐴𝑙𝑥 𝑂19 + 𝐶𝑂2
2 2

Tabel 3.1 Perhitungan massa bahan yang ditimbang.

Massa
X
𝐵𝑎𝐶𝑂3 𝐹𝑒2 𝑂3 𝐴𝑙2 𝑂3 𝐵𝑎𝐹𝑒12−𝑥 𝐴𝑙𝑥 𝑂19 𝐶𝑂2

0 1.7754 8.4049 - 10 0.1803

1 1.8227 7.9101 0.4591 10 0.1919

2 1.8727 7.3880 0.9434 10 0.2041

3 1.9254 6.8364 1.4550 10 0.2168

4 1.9812 6.2530 1.9962 10 0.2304

5 2.0403 5.6347 2.5697 10 0.2447

8 2.2410 3.5365 4.5158 10 0.2933

10 2.3983 1.8923 6.0409 10 0.3315

Proses milling dilakukan dengan menggunakan mesin HEM (High Energy

Milling) dengan kemampuan milling 1000 rpm yang mampu menampung 4 vial

sekaligus. Setiap senyawa komposisi yang dimasukan kedalam vial dan bola

penghancur (massa bola = 14 gram) dan perbandingan massa sampel dan bola

penghancur 1:6 dan penambahan etanol 1/3 volume vial untuk menghindari

penggumpalan dan diharapkan memperoleh hasil yang lebih homogen dengan

ukuran 0.6 µF. Metode ini yang disebut dengan wet milling.

32
Tujuan memperkecil ukuran butir adalah untuk membuat sampel

mempunyai ukuran yang mendekati ukuran single domain. Masing-masing single

domain hanya mempunyai satu medan atomis sehingga domain tunggal sulit

untuk dipengaruhi medan magnet luar. Ketika domain tersebut berotasi akan

menghasilkan energi yang besar sehingga magnetisasi yang terjadi pada domain

tunggal juga besar. Nilai magnetisasi yang besar membuat perubahan pada nilai

magnetisasi remanen dan medan koersitivitas. Karena megnetisasi remanen

merupakan sisa dari magnetisasi yang masih dimiliki suatu materi saat tidak

dipengaruhi oleh magnet luar. Sedangkan medan koersitivitas merupakan

ketahanan suatu materi magnetic untuk mengubah magnetisasinya [13].

Proses milling berjalan tiap 1 jam lalu dilanjutkan istirahat mesin selama

0.5 jam dengan perbandingan kerja dan istirahat (1:2). Karena ada 7 buah sampel

dengan variasi 𝑥 = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 8, 10 maka total waktu dalam proses milling 7

jam dengan istirahat 3,5 jam adalah 10,5 jam. Tujuan dari proses milling untuk

menghomogenkan senyawa sampel.

Proses pembakaran sampel dimasukan kedalam wadah keramik dan

dimasukan kedalam furnace. Mulanya wadah keramik dibersihkan dahulu

menggunakan etanol. Ini dilakukan supaya wadah keramik dalam keadaan bersih

sehingga senyawa yang tidak diinginkan tidak bercampur dengan sampel. Pada

proses pembakaran temperatur diatur untuk naik dan tertahan dalam selang waktu

tertentu. Dengan kenaikan temperature 18ºC/menit untuk menghilangkan

kandungan CO2 dan terbentuknya fasa yang diinginkan.

Pada proses ini sampel dimasukan kedalam furnace dari temperatur 50ºC

sampai 500ºC lalu ditahan selama 0.5 jam lalu menaikan temperatur sampai

33
1000ºC selama 4 jam. Setelah proses penahanan suhu di 1000ºC lalu didinginkan

sampai suhu kamar (25ºC). waktu pendinginan dilakukan selama 12 jam.

Difraksi sinar-X atau yang lebih dikenal dengan nama XRD merupakan

salah satu metode karakterisasi material paling tua yang sering digunakan bahkan

sampai sekarang. Fungsi menggunakan alat XRD adalah untuk megidentifikasi

fasa kristalin dalam material dengan menetukan parameter struktru kisi dan untuk

mendapatkan ukuran partikel yang diperoleh dari puncak (peak) yang dihasilkan

XRD dengan cara mencocokan puncak dengan database peak yang ada di alat

XRD. Struktur dari sampel akan diketahui dengan menggunakan sumber sinar Cu-

Kα (𝜆𝛼1 = 0.154056 𝑛𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝜆𝛼2 = 0.154439 𝑛𝑚). Berdasarkan hukum Bragg :

𝜆 = 2𝑑ℎ𝑘𝑙 sin 𝜃 (3.2)

Dengan :

𝜆 = panjang gelombang sinar x ( Cu = 0.154056 nm)

𝜃 = sudut difraksi yang menggambarkan posisi puncak

𝑑ℎ𝑘𝑙 = jarak antara bidang yang menggambarkan system, ukuran sel satuan

serta indeks miller bidang

Analisis struktur kristal dengan metode Rietveld merupakan suatu proses

analisis dengan cara mengasumsikan suatu model struktur. Analisis dengan cara

ini tidak membandingkan dengan unsur lain tetapi membuat model pola difraksi

sendiri lalu dibandingkan dengan hasil observasi. Pada proses ini diharapkan

mendapat informasi sistem struktur kristal yang dimiliki oleh sampel berdasarkan

model struktur yang dimasukan, dilakukan proses penghalusan (refinement)

dengan parameter struktur kristal sehingga diperoleh kesesuaian antara data pola

34
difraksi pengamatan dengan pola difraksi perhitungan. Prinsip inilah yang disebut

dengan metode analisi Rietveld.

SEM (Scanning Electron Miscroscope) merupakan salah satu mikroskop

elektron. SEM bekerja mula-mula dengan berkas elektron difokuskan menjadi

bercak-bercak berdiameter mendekati 10 nm yang melakukan pemindaian

terhadap raster. Elektron dari spesimen difokuskan oleh elekroda elektrostatistik

pada skintilator bias. Ketika menghasilkan cahaya ditransmisikan melewati tabung

cahaya perpex menuju pengganda foto lalu akan menimbulkan sinyal. Sinyal yang

dihasilkan digunakan untuk memodulasi kecerahan bercak osiloskop yang

berurutan menuju ke raster yang sudah tersinkron dengan berkas elektron yang

mengenai permukaan spesimen. Penggambaran yang ditampilkan pada layar

osiloskop sama dengan penggambaran optik dan biasanya spesimen dimiringkan

sedikit terhadap kolektor dengan sudut rendah kurang dari 30 derajat (buku

rekayasa material).

SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas

elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron lalu

dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan suatu citra

berukuran kurang dari 10 nm. (Trewin, 1988). SEM sangat cocok digunakan

dalam situasi yang membutuhkan pengamatan permukaan kasar dengan

perbesaran antara 20 sampai 500.000 kali. Pada perancangan awal SEM

memanfaatkan elektron hambur balik dengan energi jatuh kurang dari 30 keV dan

elektron sekunder dengan energi kurang dari 100 eV. Karena elektron sekunder

memiliki energi yang lebih rendah elektron dpat berbelok dan menghasilkan

kontras topografi. Intensitas elektron hambur balik sebanding dengan nomor

35
atomik tapi kontras yang dihasilkan cenderung mengembang dan karena memiliki

energi yang lebih tinggi sulit dihimpun oleh sistem kolektor normal yang

digunakan pada SEM.

Perkembangan mutakhir paling berarti adalah perolehan informasi

mengenai komposisi kimia. Karena material yang ditembakan dengan dengan

elektron energi tinggi dapat menghasilkan karakteristik emisi sinar X dari material

sasaran. Berkas sinar X yang keluar jika berkas elektron mengenai sasaran

(spesimen) pada daerah tertentu pada spesimen dapat dideteksi dengan detektor

zat padat yang menghasilkan pulsa tegangan sebanding dengan foton yang jatuh

(metode dispersif-energi) atau dengan spektrometer sinar-X untuk mengukur

panjang gelombang dan intensitas (metode dispersif-panjang gelombang).

VSM (Vibrating Sample Magnetometer) adalah untuk mengetahui sifat

kemagnetan dari sampel yang sudah dibuat sebelumnya. VSM juga merupakan

salah satu jenis peralatan yang diguanakan sebagai pengidentifikasi sifat

kemagnetan dari bahan. Dengan menggunakan alat ini akan didapatkan data sifat

magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam

kurva histerisis sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu dan sifat

magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisitropik bahan.

Informasi yang didapatkan dalam kurva histerisis adalah magnetisasi (M) dan

medan magnet luar (H) yang disajikan dalam bentuk grafik M vs H. Besaran

fisika yang digunakan dalam kurva histerisis adalah magnetisasi saturasi (Ms),

medan koersitivitas dan magnetisasi remanen (Mr) [13].

Magnetisai saturasi merupakan kejenuhan suatu bahan ketika mencapai

suatu nilai tertentu (maksimal) lalu nilainya menurun. Magnetisasi remanen

36
merupakan nilai magnetisasi sisa yang masih dimiliki suatu bahan ketika medan

magnet luar sudah tidak mempengaruhi suatu bahan. Sedangkan medan

koersitivitas merupakan besarnya medan magner yang diperlukan untuk

menghilangkan magnetisasi sisa [13].

Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam

medan megnetik dan momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai

magnetisasi. Secara umum ada 2 metode pengukuran untuk mengukur besar

magnetisasi yaitu metode induksi dan metode gaya.

Pada metode induksi, magnetisasi diukur karena sinyal yang diinduksikan

oleh cuplikan bergetar dalam lingkungan medan magnet. Sedangkan pada metoda

gaya pegukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan

yang berada dalam gradien medan magnet sedangkan VSM merupakan salah satu

alat ukur yang bekerja berdasarkan metoda induksi. VSM bekerja dengan metoda

induksi, sampel yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah

batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan magnet luar

H. Jika sampel termagnetisasi secara permanen maupun sebagai respon adanya

medan magnet luar maka getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya

magnetik. Perubahan ini akan mengakibatkan munculnya suatu sinyal tegangan

AC pada kumparan pengambil (pick up coil) yang ditempatkan secara tepat dalam

sistem medan magnet.

37
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan BaAlxFe12-xO19

Gambar 4.1 Sampel hasil pembuatan BaAlxFe12-xO19.

Gambar 4.1 merupakan hasil akhir dari proses pembuatan bahan absorber

BaAlx Fe12−x O19 dengan barium heksaferrit sebagai bahan utama pembuatan

sampel dan aluminium sebagai unsur yang memiliki fungsi menaikan nilai

permitivitas. Hasil akhir sampel dalam bentuk serbuk yang memiki keunggulan

ketika dilakukan uji tes terhadap alat XRD. Dalam bentuk serbuk, ukuran butiran

yang kecil akan memudahkan difraksi karena akan memiliki arah yang beragam.

Ukuran partikel supaya dapat dideteksi dengan teliti haruslah dibawah 10 mikro.

Jika ukuran partikel lebih besar daripada 10 mikro dikhawatirkan akan terjadi

penyerapan linier karena ukuran permukaan yang menjadi lebih besar dan kasar.

38
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan XRD

Gambar 4.2 Hasil pola difraksi sinar-X pada bahan BaAlxFe12-xO19.

Gambar 4.2 adalah hasil dari pola XRD bahan BaAlxFe12-xO19. Puncak

puncak pada gambar diatas secara umum sudah mempunyai puncak barium

heksaferit yang merupakan senyawa utama penyusun bahan absorber pada

penelitian ini. Doping aluminium terlihat secara jelas fasanya pada x = 8. Untuk

Al = 2 dan Al = 4, puncak alumunium masih belum sepenuhnya terlihat karena

komposisinya yang tidak terlalu dominan dan untuk Al = 2 masih terlihat jelas

puncak dari barium heksaferrit. Untuk Al = 4 terlihat puncak dari barium

heksaferrit yang mulai mengikuti pola untuk membuat puncak aluminium menjadi

terlihat dan pada akhirnya mulai terlihat jelas di Al = 8. Hal ini membuktikan

bahwa berhasilnya subtitusi aluminium pada bahan barium heksaferrit

39
4.2 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan SEM

X=2 X=4 X=8

Gambar 4.3 Struktur mikro sampel BaAlxFe12-xO19 .

Gambar 4.3 Strukur mikro sampel BaAlx Fe12−x O19 hasil uji SEM dengan

perbesaran 1000 kali dan variasi nilai x = 2, 4 dan 8. Hasil uji SEM

memperlihatkan sampel sudah menjadi butiran yang seragam meskipun beberapa

butiran masih lebih besar dari butiran yang lain. Beberapa butiran yang masih

lebih besar ini disebabkan oleh proses mechanical milling yang masih kurang.

Dalam penelitian ini dilakukan proses milling selama 5 jam yang meyebabkan

sampel menjadi bentuk serbuk. Proses milling mempengaruhi ukuran sampel

karena pada prinsipnya untuk membuat sampel menjadi butiran. Jadi semakin

lama proses milling dilakukan maka seharusnya ukuran butiran sampel menjadi

lebih kecil lagi.

Ukuran butir bahan juga mempengaruhi nilai dari medan koersitivitas yang

merupakan medan luar yang diperlukan untuk menghilangkan magnetisasi sisa

(magnetisasi remanen). Karena semakin kecil ukuran dari butiran bahan maka

energi yang dihasilkan magnet atomis atom semakin besar (ukuran butir semakin

mendekati magnet atomis maka semakin mudah dan bebas magnet atomis untuk

berotasi). Akibat dari ukuran butir yang mendekati magnet atomis maka akan

40
menyebabkan magnetisasi saturasi menjadi lebih tinggi yang membuat

magnetisasi remanen (magnetisasi sisa) semakin meningkat dan meningkat juga

medan koersitivitas sebagai medan magnet yang berperan menghilangkan

magnetisasi sisa. SEM juga berfungsi sebagai identifikasi unsur dan komposisi

sampel yang sudah dibuat. Identifikasi unsur dan komposisi sampel

𝐵𝑎𝐴𝑙𝑥 𝐹𝑒12−𝑥 𝑂19 dengan variasi nilai x = 2, 4, dan 8 dapat diketahui dengan EDS

(Energy Dispersive Spectroscopy).

Gambar 4.4 Hasil SEM sampel BaAlxFe12-xO19 variasi x = 2.

41
Gambar 4.5 Hasil SEM sampel BaAlxFe12-xO19 variasi x = 4.

Gambar 4.6 Hasil SEM sampel BaAlxFe12-xO19 variasi x = 8.

Pada hasil EDS di nilai x = 2 terdapat adanya unsur Au sebesar 30%.

Adanya anomali dari nilai Au ini disebabkan karena human error. Nilai Au

seharusnya tidak ada didalam bahan barium heksaferrit dengan subtitusi

aluminium ini. Terjadinya human error ini ketika tertekannya tombol coating Au

42
pada bahan yang akan diuji pada mesin SEM dan human error ini hanya terjadi

pada sampel x = 2. Hal ini terjadi karena operator alat SEM mungkin lupa pada

pengujian x = 2 terbuat dari unsur logam jadi perlu adanya coating Au sehingga

bahan menjadi konduktif dan mampu menghantarkan arus listrik (elektron)

menjadi lebih sempurna sehingga proses scanning menjadi lebih baik. Untuk

bahan non logam, proses coating atau pelapisan Au sangat dianjurkan. Karena alat

SEM memiliki prinsip dasar scanning menggunakan listrik (elektron) sebagai

agen untuk proses scanning. Dengan dilapisi Au maka bahan non logam menjadi

konduktif dan mampu menghantarkan elektron lebih baik yang memiliki

keuntungan berhasilnya prosesnya scanning pada bahan non logam yang

seharusnya secara teori sukar dilakukan. Human error pada data EDS di x = 2

tidak mempengaruhi nilai-nilai intrinstik pada bahan. Hal ini hanya menyebabkan

nilai pada komposisi bahan saja yang sedikit ganjil.

43
4.4 Karakterisasi sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VSM

50 x=4

40
x=2
30

20

10 x=8
0
-1 -0.5 0 0.5 1
-10

-20

-30

-40

-50
Gambar 4.7 Kurva histeresis hasil analisis VSM.

Pada uji VSM dapat terlihat nilai untuk x = 4 memiliki nilai magnetik

saturasi (kejenuhan) 44.3 emu/gram dan nilai magnetik remanensi sebesar 28.9

emu/gram dengan nilai koersitivitas 0.318 Tesla. Untuk nilai x = 2 memiliki nilai

magnetik saturasi 42.5 dan nilai magnetik remanensi sebesar 27.2 dengan

koersitivitas 0.273 Tesla. Pada sampel x = 8 didapatkan hasil yang tidak

diharapkan dengan munculnya nilai magnetik remanensi yang hanya 3.77

emu/gram dan nilai magnetik saturasinya sebesar 6.19 emu/gram. Nilai magnetik

remanensi yang semakin besar adalah keharusan dalam bahan absorber karena

semakin besar nilainya maka semakin besar pula ukuran kemagnetan yang masih

dimiliki suatu bahan yang merupakan syarat suatu bahan menjadi bahan absorber

[1].

44
Untuk nilai koersitivitas disarankan lebih kecil mendekati nol. Karena nilai

koersitivitas yang semakin rendah maka semakin rendah pula nilai magnetik

remanensi yang bisa dihilangkan karena koersitivitas merupakan nilai medan luar

yang berfungsi untuk menghilangkan magnetisasi remanen (sisa). Karena kedua

alasan tersebut yang membuat variasi nilai x = 2 dan x = 4 menjadi layak untuk

diuji menggunakan alat VNA. Untuk x = 8 tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan uji VNA karena nilai magnetik saturasi, remanen, dan koersitivitas

secara berurutan bernilai 5.94 emu/gram, 3.77 emu/gram dan 0.363 Tesla yang

relatif lebih kecil daripada nilai untuk variasi di x = 4 dan x = 2 tapi lebih baik

diujikan juga untuk melihat apakah ada anomali lagi seperti pada hasil uji VSM

yang tidak sesuai harapan. Berikut merupakan tabel perbandingan hasil uji VSM

untuk 3 variasi nilai x.

Tabel 4.1 Nilai remanensi magnetik dan koersivitas untuk setiap variasi x.

Variasi Magnetik Remanensi Magnetik Saturasi Koersitivitas


nilai x (emu/gram) (emu/gram) (Tesla)
2 27.2 42.5 0.273
4 28.9 44.3 0.318
8 3.77 6.19 0.363

Terlihat pada tabel pada sampe x = 4 memiliki kelebihan dibandingkan

sampel di x = 2 pada nilai magnetik remanensi dan memiliki kekurangan terhadap

nilai x = 4 pada nilai koersitvitas yang lebih besar. Pada sampel dengan variasi x =

8 diperoleh data kurang sesuai karena adanya kemungkinan pengujian yang

dilakukan tidak sesuai prosedur sehingga diperoleh data yang tidak sesuai harapan

pada sampel x = 8, diharapkan untuk sampel dengan variasi x = 8 akan

memperoleh bahan dengan sifat magnetisasi yang lebih baik dari sampel dengan x

= 2 ataupun x = 4.

45
4.5 Karakterisasi Sampel BaAlxFe12-xO19 dengan VNA

Sifat absorbsi merupakan sifat menyerap gelombang dari suatu bahan.

Secara sederhana sifat absorbsi muncul karena getaran atom bahan per satuan

waktu (frekuensi) relatif sama dengan getaran atom per satuan waktu dari

gelombang yang menyebabkan resonansi. Keseragaman frekuensi antara bahan

dengan gelombang elektromagnetik tidak sama 100% untuk setiap frekuensi

bahkan untuk setiap nilai frekuensi gelombang. Beberapa gelombang bahkan

hampir semua tertransmisi dengan sedikit yang terpantul. Pengujian nilai

frekuensi yang terpantul menggunakan instrumen VNA (Vector Network

Analyzer).

Pengujian nilai serapan gelombang elektromagnetik dilakukan di LIPI

Bandung. Refflection loss merupakan perbandingan jumlah fraksi gelombang yang

terserap karena resonansi gelombang. Atom atom yang bergetar pada sampel

memiliki frekuensi yang sama dengan salah satu atau lebih dari frekuensi yang

diberikan pada sampel. Reflection loss merupakan unit logaritma pembanding dari

kuadrat tegangan balik per tegangan maju. Nilai reflection loss dinyatakan dalam

unit desibel.

Pada alat VNA ada 2 buah ouput yaitu S21 dan S11 yang masing-masing

output secara berurutan memiliki arti transmission loss dan reflection loss

sehingga penelitian ini hanya mengambil nilai dari S11 .

46
X=8

X=4

X=2

Gambar 4.8 Nilai reflection loss untuk setiap sampel dengan variasi x =2, 4 dan 8.

Nilai reflection loss dari variasi nilai x diperlihatkan pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Data reflection loss dan frekuensi untuk setiap variasi x.

Variasi x Reflection Loss Frekuensi


-23 dB 7.50 GHz
-13.1 dB 7.88 GHz
-17.3 dB 10.46 GHz
-35.9 dB 11.15 GHz
x=2
-17.3 dB 13.82 GHz
-28.6 dB 14.26 GHz
-11.3 dB 16.52 GHz
-22.1 dB 17.34 GHz
-22.2 dB 7.495 GHz
-13.3 dB 7.88 GHz
-25.8 dB 10.905 GHz
x=8
-32.2 dB 11.07 GHz
-14.9 dB 13.82 GHz
-22.0 dB 14.26 GHz

47
-13.1 dB 16.79 GHz
-23.5 dB 17.23 GHz
-24.8 dB 7.5 GHz
-12.8 dB 7.88 GHz
-16.7 dB 10.5 GHz
-42.0 dB 11.1 GHz
x=4 -12.7 dB 13.2 GHz
-21.3 dB 14.3 GHz
-10.4 dB 16.5 GHz
-15.4 dB 17.3 GHz
-22.2 dB 7.495 GHz

Besaran desiBell pada perumusan dalam reflection loss ini memiliki

definisi dari rasio pemantulan gelombang dalam nilai impedansi. Berdasarkan

hasil VNA didapatkan nilai reflection loss terbesar pada x = 4 dengan nilai – 42.0

dB dengan difrekuensi 11.1 GHz dan nilai reflection loss terkecil pada x = 8

dengan nilai -32.2 dB difrekuensi 11.07 GHz.

Untuk x = 4 di dalam uji XRD menunjukan fasa dari barium heksaferit

sudah memperlihatkan struktur morfologi yang homogen pada pencitraan

menggunakan SEM. Nilai magnetik remanensi yang tinggi dengan koersitivitas

yang rendah sangat disarankan dalam bahan absorber dan tercapai pada sampel

x = 4 dibuktikan dengan nilai reflection loss yang besar.

48
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian dalam tugas akhir ini,

disimpulkan sebagai berikut :

1. Telah berhasil dibuat bahan magnet absorber dengan senyawa utama

barium heksaferrit dan subtitusi aluminium yang memiliki formula

𝐵𝑎𝐴𝑙𝑥 𝐹𝑒12−𝑥 𝑂19 dengan nilai x = 2, 4 dan 8.

2. Berhasil didapatkan nilai reflection loss pada bahan magnet absorber yang

memiliki formula 𝐵𝑎𝐴𝑙𝑥 𝐹𝑒12−𝑥 𝑂19 dengan x = 2, 4 dan 8 yang masing

masing memiliki nilai reflection loss secara berurutan sebesar -35.9 dB di

frekuensi 11.125 GHz, -42.0 dB di frekuensi 11.1 GHz dan -32.2 dB di

frekuensi 11.07 GHz.

5.2 Saran

Lebih ditingkatkan durasi milling untuk melihat apakah memiliki pengaruh

terhadap nilai magnetik remanensi, saturasi dan koersitivitas dan juga memiliki

hubungan ke nilai reflection loss.

49
DAFTAR PUSTAKA

[1] Adi, W. A. “Analisis Struktur dan Sifat Magnetik Paduan Sistem

(Ba,Sr)0.6(Fe2(1-x)(MnTi)xO3 (x;0;0.25 dan 0.5).” Tesis S2 Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. 2010.

[2] Adi, W. A. dan Manaf, A. 2012. Struktur dan Karakteristik Absorbsi Ba-Sr

Hexaferrite substitusi Mn-Ti disintesis dengan Mechanical Alloying Route.

Journal of Basic and Applied Scientific Research.

[3] Benson, F. A. dan Benson, T. M. Fields, Waves, and Transmission Lines.

Chapman & Hall. 1991.

[4] Bijaksana, S. dan Aji, M. 2007. Pembuatan Nanomagnetit dari Bahan Alam

Pasir Besi. UNS: Proceeding 4th Kentingan Physics Forum. Hal: 203-206.

[5] Callister, Jr. Material Science and Engineering: An Introduction. Singapore:

John Wiley & Sons, Inc., 1985.

[6] Cullity, B.D. dan Graham, C.D. Introduction to Magnetic Materials, 2nd

edition. Wiley-IEEE Press. 1999.

[7] Griffiths, D. J. Introduction to Electrondynamics. USA: Prentice-Hall, Inc.,

1999.

[8] Halliday & Resnick, Fisika, Jakarta: Erlangga. 1989.

[9] Hayt, W.H and Buck, J.A. Elektromagnetika ed 7. Jakarta: Erlangga.

[10] Ibbotson, L. The Fundamental Signal Transmission in Line, Waveguide,

Fiber, and Free Space. Elsevier Ltd., 1999.

50
[11] Khasanah, F. 2012. Efek Substitusi Parsial Ion La pada Material Sistem

LaxSr1-x0,6(Fe1.5 Mn0.25O3) Terhadap Sifat Absorbsi Gelombang Mikro Tesla.

Universitas Indonesia.

[12] Sachin, T., Himanshu, B., Chandra, A. R., Vijaya, A., dan Trilok, S. C. 2011.

Synthesis and Characterisation of Microwave Absorbing SrFe12O19/ZnFe24O4

Nanocomposites. Trans. Indian Inst. Met.

[13] Ujianti T. L. 2014. Pembuatan dan Karakterisasi Bahan Ba 0.5Sr0.5Fe12-

2xZnxTixO19 (x=0;0,2;0,4;0,6;1 wt%) Sebagai Bahan Absorber Gelombang

Elektromagnetik.

[14] Yulianto, A. dan Bijaksana, S. 2002. Karakterisasi Magnetik dari Pasir Besi

Cilacap. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. A5(0527).

51

Anda mungkin juga menyukai