Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SEMINAR LITERATUR

PENGARUH LOGAM Al SEBAGAI PENDOPING


MATERIAL AKTIF ZnO TERHADAP EFISIENSI
DYE-SENSITIZER SOLAR CELL

OLEH

Sulistia Ningsih
1803110783

PRODI S-1 FISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
LEMBARAN PEGESAHAN

Nama : Sulistia Ningsih


NIM : 1803110783
Judul : Pengaruh Logam Al Sebagai Pendoping Material Aktif ZnO
Terhadap Efisiensi Dye-Sensitizer Solar Cell

Diajukan Untuk Memenuhi Kurikulum Tingkat Sarjana Fisika


Program Studi-S1 Fisika
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Riau
Pekanbaru
2020

Pekanbaru, .. November 2020

Mengetahui/ Menyetujui :

PENGELOLA DOSEN

SEMINAR LITERATUR PEMBIMBING

Drs. Usman Malik, M.Si Prof. Dr. Iwantono, M.Phil

NIP : 19580515 1984021 001 NIP : 19690325 199403 1 002


KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan makalah seminar literatur yang

berjudul “ Pengaruh Logam Al Sebagai Pendoping Material Aktif ZnO

Terhadap Efisiensi Dye-SensitizerSolar Cell ’’ ini, dapat diselesaikan pada

waktunya. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih

kepada Prof. Dr, Iwantono, M.Phil selaku dosen pembimbing akademik yang

dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran memberikan dorongan dan bimbingan

selama proses pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, atas keterbatasan ilmu, kemampuan serta

pengetahuan yang dimiliki.Untuk itu, saran serta masukan yang membangun

sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.Semoga makalah ini bermanfaat

untuk kita semua.

Pekanbaru, November 2020

Penulis,

Sulistia Ningsih

NIM. 1803110783
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Krisis energi merupakan suatu persoalan yang sangat krusial di dunia,

dimana semakin hari ketersediaan energi semakin menipis seiring dengan

meningkatnya kebutuhan dan konsumsi energi sehari-hari. Upaya mencari energi

alternatif yang dapat digunakan secara masal dan murah serta dapat diperbaharui

gencar dilakukan saat ini (A. T. Nasukhah dan G. Prajitno, 2012).

Cahaya matahari merupakan salah satu energi alternatif yang sedang

dikembangkan saat ini, karena sifatnya yang tidak terbatas jumlahnya serta relatif

murah. Selain itu, pemilihan cahaya matahari sebagai energi alternatif juga

memberikan dampak positif terhadap lingkungan, seperti mengurangi

pencemaran, efek rumah kaca, dan pemanasan global. Cahaya matahari dapat

diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan sel surya (W.S.M. Kumara

dan G. Prajitno, 2012). Terdapat tiga generasi sel surya berdasarkan

perkembangan teknologi. Generasi pertama adalah sel surya yang terbuat dari

silikon kristal tunggal (monokristal) dan silikon kristal banyak (polikristal). Sel

surya generasi kedua adalah sel surya yang terbuat dari silikon film tipis (thin

film), adapun generasi yang ketiga adalah Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC).

DSSC pertama kali diperkenalkan oleh Michael Gratzel pada tahun 1991 yang

disebut juga sebagai Gratzel Cell (Susanti dkk., 2014).

Efisiensi tertinggi yang diperoleh DSSC hingga saat ini adalah sebesar 14%

dengan bahan baku yang murah dan proses pembuatan yang mudah (Chuan-Pie

Lee, 2017).
Nilai efisiensi DSSC dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah

material aktif semikonduktor. Material semikonduktor yang sering digunakan

dalam DSSC adalah metal oksida seperti TiO 2, SnO2, dan ZnO. TiO2 sering

digunakan sebagai material aktif DSSC karena memiliki energi gap yang rendah

(sekitar 3,2 – 3,8 eV), sifat optik yang baik, inert, serta tidak berbahaya. Selain

TiO2, salah satu oksida logam yang banyak diteliti dan diaplikasikan dalam DSSC

adalah zink oksida (ZnO). Penelitian mengenai ZnO dan aplikasinya dalam

bidang DSSC, optik, photonik dan sensor telah menjadi perhatian dalam beberapa

tahun terakhir (Haliq dan Susanti, 2014).

Untuk meningkatkan efisiensi DSSC, maka diperlukan upaya meningkatkan

jumbah muatan yang tereksitasi. Peningkatan jumlah muatan yang tereksitasi

dapat dilakukan dengan melakukan pendopingan pada material aktif ZnO. Doping

merupakan teknik yang digunakan untuk mengontrol sifat semikonduktor dengan

menambahkan sejumlah kecil atom pengotor atau dopan ke dalam struktur

semikonduktor. Pendopingan material aktif semikonduktor dapat meningatkan

sifat kelistrikannya karena unsur dopan memiliki elektron tidak berpasangan

sehingga elektron dan hole yang dihasilkan akan semakin banyak. Makalah ini

membahas tentang pengaruh logam aluminium (Al) sebagai pendoping pada

material aktif ZnO terhadap efisiensi DSSC.

1.2 Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh doping Al pada ZnO terhadap sifat optik

dan sifat fisisnya.


2. Untuk mengetahui pengaruh doping Al pada ZnO terhadap nilai

efisiensi DSSC

1.3 Batasan Masalah

Batasan dalam makalah ini adalah:

1. Analisa pengaruh material aktif ZnO dengan doping logam Al pada

efisiensi DSSC menggunakan metode hidrotermal.

2. Analisa sifat optik dan sifat fisis menggunakan spektroskopi

ultraviolet-visible (UV-Vis), field emission scanning electron

microscopy (FESEM) dan X-ray diffraction (XRD).

3. Analisa efisiensi DSSC menggunakan karakteristik current-voltage (I-

V).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sel surya

Sel surya merupakan salah satu perangkat alternatif yang berpotensi untuk

mengatasi krisis energi karena adanya peningkatan permintaan ditambah dengan

tingginya harga minyak dan meningkatnya pemanasan global menjadi beberapa

faktor pendorong munculnya penelitian di bidang energi terbarukan yang ramah

lingkungan. Cahaya matahari bisa menjadi sumber energi listrik melalui proses

konversi dari energi cahaya menjadi energi listrik dengan bantuan sel surya.

Beberapa keunggulan sel surya yaitu prinsip operasi tidak berbahaya, tidak

mengakibatkan pencemaran lingkungan dan sistem instalasi mudah diterapkan

dimana saja, bahkan sampai ke daerah terpencil (Tallapragada dan Sashanka,

2017).

Panel Surya adalah alat konversi energi cahaya matahari menjadi energi

listrik. Untuk memanfaatkan potensi energi surya ada dua macam teknologi yang

sudah diterapkan, yaitu energi surya fotovoltaik dan energi surya termal (Nurlaila

Amna, 2016).

Becquerel mendefinisikan efek fotovoltaik sebagai pembangkit beda

potensial pada sambungan (junction) dari dua material yang memiliki reaksi yang

tidak sama terhadap radiasi tampak (visibel) atauradiasi lainnya. Bacquerel juga

menemukan adanya tegangan ketikasinar matahari menyentuh elektroda pada

larutan elektrolit. Prinsip dasar penggunaan sel surya adalah pemanfaatan energi

berupa foton dari matahari. Apabila energi tersebut sesuai besarnya dengan energi
gap material, maka energi tersebut dapat mengeksitasi elektron dari pita valensi ke

pita konduksi yang menyebabkan elektron bebas akan bergerak.

.2 DSSC

Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) pertama kali ditemukan oleh Michael

Gratzel dan Brian O’Regan pada tahun 1991 di Ecole Polytecnique Federale de

Lausanne, Swiss. DSSC telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan

secara intensif oleh peneliti diseluruh dunia. Sel surya tersensitisasi dye berbentuk

struktur sandwich, dimana dua elektroda yaitu nanopartikel ZnO sebagai elektroda

kerja dan elektroda lawan (nanopartikel platinum) terkatalisasi mengapit elektrolit

yang membentuk sistem fotoelektrokimia (Sustia dkk, 2013).

Sel surya fotoelektrokimia tersusun dari material semikonduktor yang

memiliki band gap lebar, misalnya ZnO, elektroda counter, elektrolit, dan dye.

Pada bagian atas sel surya merupakan elektroda kerja yang terbuat dari bahan

semikonduktor ZnO yang telah disintesis menjadi nanopartikel ZnO. Pada bagian

bawah sel surya merupakan elektroda counter yang terbuat dari platinum yang

telah disintesis menjadi nanopartikel platinum. Pada kedua permukaan kaca

konduktif (TCO) dilapisi elektrolit cair, umumnya yang digunakan adalah

I −¿ / I −¿
3 ¿ ¿(iodide/triiodide). Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan

reaksi dari transfer elektron (Zamrani, R. A. dan Prajitno, G., 2013).

Untuk meningkatkan efisiensi sel surya fotoelektrokimia dapat dilakukan

dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan meningkatkan kristalinitas

nanopartikel ZnO yang berfungsi sebagai elektroda kerja pada sel atau` anoda

yang berfungsi sebagai penyerap cahaya yang datang dan menambah luas
permukaan nanopartikel platinum sebagai elektroda lawan atau katoda.

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan metode chemical bath deposition,

diperoleh hasil bahwa peningkatan kristalinitas nanopartikel ZnO dapat diperoleh

dengan meningkatnya temperatur dan waktu deposisi (Labib dkk, 2012).

Cara kerja dari teknologi DSSC mudah yakni dengan menggunakan bahan

semikonduktor dan pewarna sebagai penyerap energi dari matahari untuk diubah

menuju eksiton (pasangan hole dan electron yang terkunci oleh gaya

elektrostatik). Selanjutnya eksiton akan menuju semikonduktor untuk terurai

antara hole dengan electron. Dan kemudian electron akan bergerak menuju sel

melalui kabel penghubung (beban) sehingga terbentuk kestabilan (Nasyori, 2019).

2.3. Material Aktif (ZnO)

Salah satu oksida loga yang banyakditeliti dan diaplikasikan adalah ZnO.

Dalam beberapa tahun terakhir ini penelitian ZnO sering menjadi perhatian karena

potensi aplikasinya dalam bidang elektronik optik dan photonic ZnO adalah

semikonduktor yang memiliki Energi Gap 3,37 eV pada temperatur kamar,

sehingga berpotensi dalam berbagai aplikasi, misalnya DSSC dan sensor (Haliq

dan Susanti,2014).

ZnO murni tidak berwarna dan transparan, serta keuntungan memiliki

band gap besar seperti mampu bertahan pada tegangan yang tinggi, kemampuan

dalam mempertahankan medan listrik yang besar, dan kemampuan temperatur

operasi yang tinggi. Sebagian besar ZnO memiliki karakterisasi n-type

semikonduktor, bahkan tanpa adanya dopant. Hal ini dikarenakan adanya cacat

kristal alami ZnO seperti oxygen excess, dan atom intersisi dari zinc. Kelebihan
ZnO antara lain memiliki band gap dengan level pita konduksi yang hampir sama

dengan pita konduksi TiO2. Oksida seng mengkristal dalam tiga bentuk, yaitu

wurtzite heksagonal, zincblende kubik, dan jarang diamati kubik rocksalt. Struktur

wurtzite paling stabil dan dengan demikian yang paling umum pada kondisi stabil.

Bentuk zincblende dapat distabilkan dengan ZnO yang tumbuh pada substrat

dengan struktur kisi kubik (Haliq dan Susanti, 2014).

Metal oksida ZnO merupakan material semikonduktor yang umum

digunakan sebagai material aktif pada beberapa perangkat optoelektronik, seperti

transistor, sensor gas, fotokatalis, dan sel surya. Untuk aplikasi sel surya, ZnO

merupakan material yang berperan sebagai fooanoda yaitu lapisan penangkap

elektron (electron transport layer-ETL) disebabkan oleh sifat optoelektronik yang

dimilikinya. Jika dibandingkan dengan metal oksida lainnya seperti TiO 2, ZnO

memiliki bebrapa kelebihan yaitu mobilitas elektron yang lebih tinggi, waktu

hidup (life time) pembawa muatan yang lebih lama, dan banyak mengandung

impuritas intrinsik. Karakteristik tersebut dapat menurunkan sifat resistansi bahan

dan meningkatkan proses transpor muatan. Selain itu, ZnO memiliki beberapa

macam defect/impuritas yang secara langsung berkaitan dengan karakter yang

dimilikinya, yaitu vakansi Oksigen, interstisi Zinc, dan interstisi Oksigen.

Berbagai macam metoda preparasi untuk menghasilkan material Zinc Oksida

baikdalam bentuk serbuk ataupun lapisan tipis, telah banyak diteliti dan

dikembangkan. Metoda preparasi/pembuatan material Zinc Oksida meliputi

metode chemical vapour deposition, pulsed laser deposition, deposisi

elektrokimia, dan metode berbasis larutan kimia seperti sol-gel dan hidrotermal.

Metode berbasis larutan kimia merupakan metode yang mudah dan sederhana
serta tidak memerlukan kondisi vakum sehingga dapat mengurani biaya produksi (

Aprilia dkk, 2017).

Sifat dan karakteristik dari material ZnO dalam bentuk lapisan tipis sangat

dipengaruhi oleh struktur, morfologi dan ukuran partikel. Material oksida ini

merupakan material semikonduktor dengan celah pita energi langsung dan lebar

yaitu ~3,4 eV serta energi ikat eksiton sebesar 60 meV. Untuk menghasilkan

lapisan tipis ZnO sesuai dengan tujuan aplikasi/kegunaannya, salah satunya

adalah dengan memilih metoda preparasi yang tepat, konsentrasi bahan dasar,

perlakuan suhu ataupun dengan penambhan doping. Dalam kajian sel surya,

khususnya sel surya generasi baru seperti sel surya tersensitisasi dye (dye

sensitized solar cell-dssc) dan sel surya perovskite, struktur unik dari ZnO

berukuran nano (nanostructure) dapat meningkatkan efisiensi sel surya yang

dihasilkan. ZnO dengan strukturbatang (rod) mampu meningkatkan efisiensi sel

surya provskite hingga 14%. Hal tersebut berkaitan dengan struktur rod yang

teratur mampu meningkatkan daerah persambungan dengan material dye,

meningkatkan serapan cahaya pada sel dan meningkatkan fotoarus yang

dihasilkan. Pada dasarnya, kerapatan ZnO nanorod, keteraturan penjajaran,

kritalinitas, diameter dan panjang rod sangat mempengaruhi sifat optik dan

elektrik yang selanjutnya dapat berdampak pada performa sel surya. Sehingga,

sangat penting umtuk memerhatikan proses sintesis agar menghasilakn struktur

nanorod sesuai dengan yang diharapkan (Aprilia dkk, 2017).

Salah satu cara untuk merekayasa struktur ZnO adalah dengan

penambahan material dopan. Berdasrkan hasil penelitian kami sebelumnya,

penambahan aluminium pada lapisan tipis ZnO dapat menurunkan ukuran partikel
ZnO, meningkatkan transparansi di daerah cahaya tampak serta menigkatkan

konduktivitas. Serupa dengan beberapa hasil penelitian ain, penambahan dopan

Al, Li, dan Ga mampu menurunkan ukuran partikel ZnO dan megubah sifat

optoelektoniknya. Pada partikel ini, dikaji pengaruh penambahan dopan

aluminium terhadap penubuhan kristal kristal ZnO nanorod. Penumbuhan struktur

nanorod dalam bentuk lapisan tipis (thin film) sangat dipengaruhi oleh kondisi

lapisan inisiator (seed layer) (Aprilia dkk, 2017).

2.4 Aluminium

Logam Aluminium (Al) adalah suatu unsur kimia yang mempunyai nomor

atom 13. Al merupakan bagian dari golongan IIIA. Pada makalah ini Al

digunakan sebagai pendoping. Doping yaitu semikonduktor ekstrinsik akibat dari

ketidakmurnian/pengotor. Doping dilakukan dengan menambahkan atom lain atau

elektron yang berlebihan. Penambahan doping bertujuan untuk mendapatkan

elektron valensi bebas dalam jumlah lebih banyak dan permanen sehingga dapat

meghantarkan listrik.

2.5 Karakterisasi Material

Karakterisasi nanorod ZnO doping Aluminium untuk mengetahui sifat

optikdan sifat fisisnya. Pada makalah ini karakterisasi yang dilakukan adalah

Spektrofotometer UV-Vis, FESEM dan XRD.

2.5.1 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur absorbansi suatu sampel

sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap suatu deretan. Pada

suatu panjang gelombang tunggal mungkinjuga dapat dilakukan, alat-alat


demikian dapat dikelompokkan baik sebagai manual atau perekam, maupun

sebagai sinar tunggal atau sinar rangkap. Alat-alat sinar rangkap biasanya

menonjolkan pencatatan spektrum absorbs, tetapi mungkin untuk mencatat satu

spektrum dengan suatu alat sinar tunggal (Rahmaniah, 2011).

2.5.2 Field Emission Scanning Electron Microscope (FESEM)

Field Emission Scanning Electron Microscope (FESEM) dapat diartikan

pencitraan material yang menggunakan prinsip mikroskop. Cara kerja FESSEM

adalah menggunakan sinar elektron yang dipercepat dengan anoda dan difokuskan

menuju sampel. Sinar elektron yang terfokus memindai keseluruhan sampel degan

diarahkan oleh koilpemindai. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan

mengeluarkan elektron baru yang diterima oleh detektor dan dikirim kemonitor.

Intensitas elektron baru ini tergantugpada nomor atom unsur yang ada pada

permukaan spesimen. Mikroskop elektron mampu mencapai resolusi sekitar 0,1-

0,2 nm. Dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan beberapa jenis

pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi (Nasyori, 2019).

2.5.3 XRD (X-Ray Difractometer)

Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/XRD) merupakan salah

satu metoda karakterisasi material paling seringdigunakan hingga sekarang.

Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan

cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel

dari nanokristal. XRD sangat berguna untuk mempelajari struktur kristal,

komposisi kimia, dan sifat-sifat fisika dari nanomaterial (Sharma et al., 2012).

Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam

sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-x dalam fasa tersebut


memberikan interferensi yang konstriktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-x

untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :

n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...

Gambar 2.1. Difraksi sinar-X bidang nanokristal

Dengan λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah

jarak antara dua bidang kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang

normal, dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan. Hukum

Bragg merupakan rumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi

agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi.

Berkas sinar-X monokromatik yang datang pada permukaan kristal akan

dipantulkan, dan pantulan terjadi hanya jika sudut datangnya mempunyai sudut

tertentu.

Hukum Bragg merupakan rumusan matematika tentang persyaratan yang

harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas
difraksi. Berkas sinar-X monokromatik yang datang pada permukaan kristal akan

dipantulkan, dan pantulan terjadi hanya jika sudut datagnya mempunyai sudut

tertentu.

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada

sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki

panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar

yang dibiaskan akan ditangkap oleh 218 detektor kemudian diterjemahkan sebagai

seuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel,

makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul

pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu

dalam sumbu tiga dimensi (Lidia, 2015).


BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Metodologi

Penumbuhan nanorod ZnO dilakukan dengan menggunakan metode

hidrotermal yang melalui dua tahap yaitu prosees pembenihan dan proses

penumbuhan . Sampel ZnO yang didoping Al ditumbuhkan pada substrat FTO.

Proses pembenihan dilakukan dengan melakukan Zinc Acetat Dihydrat (ZAD) 0,1

M dalam 10 mL etanol. Substrat FTO dicelupkan kedalam larutan pembenih dan

diletakkan di atas hot plate dengan suhu 100oC selama 15 menit. Terakhir sampel

diannealing selama 1 jam pada suhu 250oC.

Nanorod ZnO ditumbuhkan dengan mencampurkan Zinc Nitrate

Hexahydrate (ZNH) 0,2 M dengan DI water 10 mL dan mencampurkan

Hexamethlenetetramine (HMT) 0,1 M dengan DI water 10 mL . Bahan pendoping

Al dimasukkan dengan variasi konsentrasi 2% mol (0,02 M), 4% mol (0,04 M),

6% mol (0,06 M), 8% mol (0,06 M) dan 10% mol (0,1 M). Proses penumbuhan

berlangsung didalam oven selama 8 jam pada suhu 90oC.

Analisa nanorod ZnO yang telah didoping Al dilakukan dengan

mengkarakterisasi sampel menggunakan spektroskopi UV-Vis, FESEM dan XRD.

Fabrikasi dari DSSC dilakukan dengan menyusun komponen berbentuk sandwich

tersusun dari elektroda lawan (FTO) yang dilapisi dengan plastisol dan elektroda

kerja yaitu nanorod ZnO yang didoping Al.

3.2 Hasil Karakterisasi Sampel


Karakterisasi sampel dilakukan dengan metode Spektroskopi UV-Vis,

FESEM dan XRD.

3.3.1 Spektroskopi UV-Vis

Karakterisasi Ini dilakukan untuk melihat tingkat absorbsi dari tiap

sampel. Metode absorbsi adalah suatu metode penyerapan cahaya yang

dilewatkan pada sampel. Spektroskopi ultra violet dan sinar tampakdiukur dengan

spektrometer dengan tipe UV-1800 dengan menggunakan panjang 300-700 nm.

Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengukuran yaitu letak sampel,

sampel harus diletakkan sejajar menghadap sinar UV-Vis yang dipancarkan ke

tiap sampel. Karakterisasi ini menggunakan dua sampel yaitu sampel ZnO murni

dan sampel ZnO yang telah didoping dengan Al. Sampel ZnO murni digunakan

sebagai referensi agar puncak dari FTO tidak terdeteksi.

Spektrum UV-Vis untuk ZnO murni dan ZnO yang didoping Al terlihat

pada gambar dibawah. Pada gambar tersebut terlihat spektrum yang hampir sama

untuk kedua sampel. Penyerapan kuat terjadi pada panjang gelombang 300-380

nm. Tingkat penyerapan tertinggi terjadi pada sampel yang didoping dengan Al

sebesar 2%, ini menunjukkan bahwa nanorod yang didoping tumbuh secara

merata sehingga mengakibatkan densitasnya juga meningkat. Secara umum, nilai

absorbansi akan menurun ketika panjang gelombang yang lebih besar, hal ini

disebabkan semakin tebal / tidak transparan suatu sampel, sehingga semakin

banyak molekul ZnO yang terlibat pada proses penyerapan cahaya tampak, yang

merupakan karakteristik penyerapan pada semikonduktor ZnO (Surono, 2014).


Gambar 3.1 Spektrum absorbansi UV-Vis ZnO murni dan ZnO doping Al

Sel surya yang menggunakan elektroda kerja nanorod ZnO murni

menghasilkan efisiensi sebesar 0,150%, sedangkan sel surya dengan nanorod ZnO

yag didoping dengan logam Al sebesar 2% menghasilkan efisiensi sebesar 0,479

%. Jadi dapat disimpulkan bahwa efisiensi sel surya meningkat tiga kali lebih

tinggi dibanding dengan efisiensi semula, yang bernilai 319 % dengan diberi

doping logam Al sebesar 2%.


DSSC berbasis Voc (V) Jsc (mAcm-2) FF (%) Ƞ (%)
ZnO murni 0,48 0,75 10,70 0,150
ZnO didoping Al 2% 0,61 1,99 16,70 0,479

3.3.2 FESEM

Foto FESEM dari kedua sampel yaitu ZnO murni dan ZnO yang

didoping menggunakan logam Al 2% telah disiapkan menggunakan metode

hidrotermal dapat dilihat pada Gambar 3.3 dengan pembesaran 30.000 X. Foto

FESEM tersebut memperlihatkan foto FESEM nanorod ZnO yang didoping

menggunakan Al 2% tumbuh di atas FTO dengan penampanng segi enam

(heksagonal) sempurna. Semua sampel memiliki ukuran diameter yang bervariasi,

yaitu berkisar antara 63,16-250,50 nm. Foto FESEM juga memperlihatkan

perbedaan kepadatan nanorod ZnO yang didoping Al 2% yang terbentuk di atas

substrat. Pada sampel A masih banyak bagian FTO yang tidak ditumbuhi oleh

nanorod ZnO sedangkan pada sampel B terdapat struktur yang terbentuk lebih

rapat dan padat. Dapat dilihat ukuran diameter nanorod ZnO murni memiliki

bentuk heksagonal dengan diameter berkisar 66-98 nm, sedangkan untuk nanorod

yang didoping menggunakan logam Al sebanyak 2% memiliki ukuran diameter

sekitar 84-97 nm sehingga heksagonal terlihat tidak beraturan. Adanya logam Al

bertujuan untuk merduksi ukuran kristal ZnO karena menurunnya tingkat

kerapatan yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan dengan radius atom Al yang

lebih kecil dari pada Zn, dimana letak yang semestinya ditempati oleh Zn menjadi

letaknya Al (Aprilia, 2017).


Gambar 3.2 Hasil Pemindaian FESEM (a) nanorod ZnO murni (b) nanorod
ZnO doping Al 2% dengan pembesaran 30.000 X

3.3.3 XRD

Pola XRD dari ZnO murni dan ZnO yang didoping Al sebesar 2% dapat

dilihat pada Gambar 3.4. Pada gambar dapat dilihat puncak-puncak difraksi pada

sudut 2ϴ: 34,48o; 36,28o; dan 47,6o sedangkan nanorod ZnO yang didoping Al 2%

muncul pada puncak difraksi 34,52o; 35,32o dan 47,6o dengan orientasi bidang

(002), (101) dan (102) secara berturut-turut. Hasil analisapuncak-puncak

tumbuhnya nanostruktur ZnO ini sesuai dengan standar data Joint Committe on

Powder Diffraction Standards (JCPDS) dengan No. 01-075-1533. Puncak

tertinggi sampel terjadi pada nanorod ZnO yang didoping Al 2%.


Gambar 3.3 Pola XRD dari Sampel ZnO didoping Al

3.3 Hasil Efisiesensi DSSC

Uji peformansi terhadap DSSC dilakukan dengan sel yang sudah disusun

sandwih kemudian disinari cahaya lampu halogen dengan intensitas 100 mW/cm 2.

Ketika se disinari oleh cahaya, maka elektron yang tereksitasi ke pita konduksi

akan semakin banyak, baik dari material aktif maupun elektron yang berasal dari

dye (Labib et al, 2012). Meningkatnya nilai rapat arus pada titik daya maksimum

tersebut mengindikasikan bahwa jumlah elektron yang mengalir persatuan waktu

semakin banyak. Sampel dengan luasan yang besar pada kurva J-V menunjukkan

semakin tinggi mobilitas elektron sehingga efisiensi juga meningkat.


Gambar 3.4 Kurva J-V dalam keadaan disinari cahaya lampu halogen dengan
intensitas 100 mW/cm2 dari DSSC nanorod ZnO murni dan ZnO yang didoping
Al 2%

Efisiensi tertinggi daripenelitian ini terdapat pada sampel ZnO yang

didoping dengan Al sebesar 2%, darisemua sampel nilai Jsc dan Voc tertiggi

terdapat pada sampel ZnO didoping Al. Untuk efisiensi terendah terdapat pada

ZnO murni . Besar efisiensi sel ZnO murni sekitar 0,45% sedangkan pada ZnO

yang didoping dengan mengunakan Al 2% sekitar 0,5%.

Efisiensi sel surya semakin meningkat karena adanya pendopingan pada

ZnO dan penambahan terhadap dye, ini disebabkan karena meningkatnya

ketebalan sel pada sampel, sehingga jumlah cahaya yang diserap oleeh dye juga

meningkat. Namun, pada sampel ZnO yang didoping dengan logam Al nilai

efisiensinya menurun. Hal ini disebabkan karena terlalu banyak konsentrasi Al

mengakibatkan sebagian dye meluruh, sehingga dye tidak dapat menempel pada
ZnO. Akibatnya transfer elektron dari dye menjadi kurang optimal (Firmanila,

2016). Dye menjadi tercampur dan menempel pada elektrolit.


BAB IV

KESIMPULAN
Nanorod ZnO berhasil ditumbuhkan diatas FTO sebagai material aktif

DSSC menggunakan metode hidrotermal. Nanorod ZnO dibuat dalam dua

keadaan, yaitu dengan penambahan dopping Al sebanyak 2% dan tanpa dopping.

Pada penambahan dopping Al 2% waktu yang diperlukan untuk menumbuhkan

nanorod ZnO sekiar 6 jam dengan suhu 90 C. Nanorod ZnO dengan pemberian

dopping aluminium 2% lebih homogen dengan densitas yang tinggi sehingga

mampu menyerap dye lebih banyak dibandingkan ZnO tanpa doping. Hasil dari

penambahan doping Al 2% pada nanorod ZnO memiliki efisiensi yang lebih

tinggi dibandingkan dengan nanorod ZnO murni.

Anda mungkin juga menyukai