net/publication/339676335
CITATIONS READS
0 1,914
1 author:
Hardani Hardani
Politeknik Medica Farma Husada Mataram
36 PUBLICATIONS 37 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Hardani Hardani on 04 March 2020.
Editor:
Lily Maysari Angraini Ms.,S.Si.,M.Si
ii
KATA PENGANTAR
iii
penulis mengaharapkan semoga buku ini bermanfaat dan
bisa sebagai referensi untuk bahan ajar. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan.
Penulis
Hardani
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................i
DAFTAR ISI.................................................................ii
Daftar Pustaka
Glosarry
Indeks
Sinopsis
Lampiran
v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
tidak tersedia terus menerus. Energi surya hanya tersedia
pada siang hari ketika cuaca cerah (tidak mendung atau
hujan). Sedangkan energi angin tersedia pada waktu
yang seringkali tidak dapat diprediksi (sporadic), dan
sangat berfluktuasi tergantung cuaca atau musim. Untuk
mengatasi permasalahan di atas, teknik hibrid banyak
digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis
pembangkit listrik, seperti pembangkit energi angin,
surya, dan diesel, pembangkit energi angin dan surya,
pembangkit energi angin dan diesel. Dalam teknik hibrid
ini, pada umumnya baterai digunakan sebagai
penyimpan energi sementara, dan sebuah pengendali
digunakan untuk mengoptimalkan pemakaian energi dari
masing-masing sumber dan baterai, disesuaikan dengan
beban dan ketersedian energi dari sumber energi yang
digunakan.
2
pada sumber energi fosil. Sel surya yang murah bisa
dibuat dari bahan semikonduktor organik. Hal ini karena
semikonduktor organik dapat di sintesis dalam jumlah
besar. Meskipun demikian efesiensinya jauh dibawah sel
surya silikon. Oleh karena itu penelitian terhadap
material organik sebagai bahan dari sel surya masih
perlu terus dikembangkan (Karnjanawipagul, 2010).
3
teradsorbsi. Semakin tebal lapisan TiO2 maka akan
semakin banyak zat warna yang teradsorbsi (Meen et.al.,
2009). Dengan seiring bertambahnya partikel TiO2 maka
akan semakin banyak dye yang terikat pada partikel
TiO2, sehingga hal ini akan mempengaruhi kinerja dari
sel DSSC yang dibuat. Penyerapan dye zat warna
dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap
lapisan tipis TiO2 selama beberapa waktu tertentu.
Berbagai metode untuk membuat lapisan tipis TiO2
menggunakan teknik spin coating, elektroforesis
chemical vapor deposition (CVD), dan lainnya (Cheng et
al, 2008). Pada penelitian ini menggunakan teknik spin
coating dalam deposisi lapisan tipis TiO2 dikarenakan
metode ini merupakan metode yang relatif murah,
mudah digunakan dan dapat digunakan untuk skala
produksi.
4
yang pada umumnya berupa larutan, banyak
permasalahan yang timbul yang berhubungan dengan
penggunaan elektrolit, seperti halnya kebocoran,
penguapan kemungkinan terjadinya korosi pada counter-
elektroda, dan lain sebagainya. Kebanyakan
permasalahan diatas terkait isu kestabilan performa sel
dalam jangka panjang (Hinsch et.al., 2001). Selain itu,
pemilihan jenis larutan elektrolit yang tepat pun
merupakan salah satu faktor yang masih banyak
dipelajari oleh para peneliti (Gu Kang et.al., 2004).
5
mempunyai kandungan antosianin yang tinggi,
mempunyai serapan yang kuat di daerah cahaya tampak,
stabilitas tinggi dan reversebilitas dalam bentuk
teroksidasinya. Dye yang digunakan dalam DSSC
mempunyai gugus kromofor terkonjugasi sehingga
memungkinkan terjadinya transfer elektron.
6
medium transfer pembawa muatan listrik sebagai akibat
dari foton yang diserap. Dalam studi penelitian ini akan
dibuat sel surya DSSC berbahan alam mulai dari
klorofil, antosianin dan beta-karoten yang
dikombinasikan dengan material semikonduktor TiO 2
dan optimasi elektrolit sebagai media transfer transport
elektron.
7
tersebut menunjukkan bahwa bahan tersebut dapat
bekerja pada cahaya tampak, hal ini dikarenakan ada
perubahan tegangan dan arus ketika bahan diukur dalam
keadaan gelap dan terang. Hasil konduktivitas dapat
dilihat pada tabel I.
8
Bahan Keadaan R σ (Ohm-1 m-1) I (mA)
kulit
Terang 5.10 x 108 9.43 x 10-7 1.78 x 10-5
oren
9
BAB II Dye-Sensitized Solar Cell
10
Gambar 2.1. Struktur molekul pigmen β-
Carotene (Hamann, 2008)
11
haruslah mampu sebagai medium transfer pembawa
muatan listrik sebagai akibat dari foton yang diserap.
Dalam studi penelitian ini akan dibuat sel surya DSSC
berbahan alam β-Carotene yang dikombinasikan dengan
material semikonduktor TiO2.
12
Gambar 2.2. Struktur Dye-sensitized Solar Cell
(DSSC)
13
dengan inti) ke orbit yang lebih tinggi. Atom berada
pada keadaan paling stabil bila elektron menempati shell
(garis orbit) yang paling dekat dengan inti (keadaan
energi paling kecil atau posisi dasar elektron), Gambar
2.3.
14
DSSC (A), Gambar 2.4. Efisiensi merupakan faktor yang
menggambarkan kinerja dari piranti sel surya yang
diproduksi.
P max
100 0 0 ........................................................(1)
I0 A
15
𝑉 𝐽
FF = 𝑉𝑚 𝐽𝑚
𝑜𝑐 𝑠𝑐
.......................................(2)
I sc 1240
IPCE(%) 100 .........................(3)
I inc
(A.cm-2) dan,
16
BAB III Pembuatan DSSC
1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan pigmen-pigmen
pewarna (dye). Ekstraksi menggunakan mortar
kemudian dilarutkan aseton (80%) sebanyak 100
ml. Larutan kemudian difilter dengan
menggunakan kertas saring.
2. Kromatografi.
Menyiapkan kolom kromatografi dengan
memasukkan kertas saring dan glassy wool ke
ujung kolom. Kemudian n-heksan dimasukkan
kedalam kolom dan silicon gel sedikit demi sedikit
dan mengusahakan tidak ada rongga atau
gelembung. Setelah itu, hasil ekstraksi dimasukkan
ke dalam kolom.
17
3. Preparasi elektrolit
Larutan elektrolit iodide/triiodide dibuat dengan
mencampurkan potassium Iodide ke acetone dan
dicampur dengan iodine sampai larut.
4. Penyusunan DSSC
TiO2 yang sudah dibuat pasta dioleskan pada
substrat, kemudian dicelupkan pada larutan dye
yakni larutan mikroalga spirulina hasil
kromatografi dan membentuk menjadi sandwich
kemudian dijepit dengan penjepit pada kedua sisi.
Kemudian larutan elektrolit diteteskan di sela-sela
antara kedua rongga elektrode.
18
1. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan divais
DSSC mencakup substrat kaca Fluorine doped Tin
Oxide (FTO), Titanium (IV) dioksida (TiO2)
nanopowder 21 nm, Poli Etilen Glikol (PEG) 400,
Kalium Iodida (KI), Iodin (I2), Etanol, Pt
(Hexachloroplatinic (IV) asam 10%), Isopropanol,
alkohol 70%, dan kulit Manggis. Peralatan yang
digunakan termasuk multimeter digital, hot plate dengan
magnetic stirrer, pengering rambut (hair dryer),
pembersih ultrasonic, gelas beaker ukuran 10 ml dan 50
ml, pipet, botol kaca ukuran 5 ml, timbangan digital,
filter paper Whatman no.42, mortar Kromatografi kolom,
dan spin coater.
2. Persiapan
Setelah alat dan bahan sudah siap, selanjutnya ke tahap
persiapan. Tahap persiapan ini termasuk membersihkan
alat untuk ekstraksi dan persiapan pembuatan TiO2 pasta.
Proses persiapan untuk ekstraksi dilakukan dengan alat
berupa mortar, kaca Fluorine doped Tin Oxide (FTO),
botol kaca, gelas beaker dan penetes dengan etanol
19
pembersih dan menggunakan pembersih ultrasonik agar
alat-alat bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat
dibersihkan dengan air. Peralatan bersih mempengaruhi
hasil pengujian sampel.
20
kemudian disimpan di tempat yang sejuk dan terhindar
dari sinar matahari secara langsung untuk mengurangi
proses penguapan.
21
6. Pembuatan Elektroda Kerja
Elektroda Kerja terbuat dari kaca konduktif FTO yang
TiO2 nano pasta disimpan oleh spin lapisan teknik. Di
FTO kaca berukuran 2,5 x 2,5 cm membentuk area untuk
pengendapan TiO2 berukuran 2 x 1.5 cm di atas
permukaan konduktif. Sisi FTO direkam rekaman
sebagai penghalang. Pasta TiO2 diteteskan di kaca FTO
yang telah terpaku di spinner, kemudian di pengadukan
dengan kecepatan rpm 200-300 dengan waktu yang telah
ditentukan. TiO2 FTO dilapisi kaca dipanaskan
menggunakan kompor pada 500° C selama 60 menit,
kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Skema daerah
pengendapan pasta TiO2 ditunjukkan dalam gambar 3.1.
deposition
region TiO2
7. Pembuatan Elektrolit
Kalium iodida (KI) sebanyak 0,8 gram (0,5 M) dalam
bentuk padat dicampur ke dalam 10 ml Polietilen Glikol
400 kemudian diaduk. Di samping solusi ditambahkan
22
yodium (I2) 0.127 gram (0.05 M) yang kemudian diaduk
dengan pusaran pengaduk pada 300 rpm selama 30
menit. Larutan elektrolit selesai disimpan dalam wadah
tertutup dilapisi dengan aluminium foil.
23
Gambar 3.2. Skema daerah pengendapan Platinum
24
Gambar 3.3 Divais DSSC
25
12. Analisis Absorbansi
Metode Spektrofotometri digunakan untuk penentuan
simultan β-karoten. Metode Spektrofotometri
menunjukkan potensi untuk analisis β-karoten karena
pigmen dapat menyerap radiasi di cahaya tampak. Isi
dari masing-masing bahan yang diekstrak dianalisis
menggunakan Spectrophotometer UV-Vis Shimadzu
1601 PC untuk menentukan sifat absorbansi bahan.
Kisaran panjang gelombang analisa penyerapan
spektrum cahaya tampak adalah 300-800 nm, dari hasil
pengukuran karakteristik absorbansi kemudian dikenal
jenis pewarna konten dari bahan alami.
26
kemudian ditentukan (σ) berbagai bahan. Untuk
menentukan konduktifitas larutan organik dapat
menggunakan persamaan:
𝑅𝐴
𝜌= …………………………………………. (4)
𝑙
1 𝑙
𝜎= = …………………………………….. (5)
𝜌 𝑅𝐴
27
BAB IV Hasil Eksperimen DSSC
28
4.1.1 Karakterisasi I-V DSSC
DSSC menggunakan dye Kulit Manggis (Garcinia
mangostana L) dikarakterisasi arus dan tegangan.
Berdasarkan pelarut etanol dimana menggunakan dua
metode yang berbeda yaitu metode slip casting dan spin
coating.
Gambar 4.2. Karakterisasi I-V kulit manggis dengan pelarut etanol dengan
metode Slip Casting.
29
Gambar 4.3. Karakterisasi I-V kulit manggis dengan pelarut etanol
dengan metode Spin Coating
Fill Factor
Efficiency
(Ampere)
(Ampere)
(Volt)
Vmax
Imax
(%)
Isc
Metode
-7
Slip Casting 0.00055 0.340 0.0007 0.550 2.4 x 10 0.084
-7
Spin 0.00048 0.430 0.0003 0.565 1.2x x 10 0.092
Coating
31
BAB V Aplikasi DSSC Silikon
32
tegangan dc sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran
standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa
digabungkan secara paralel atau seri untuk memperbesar
total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan daya
yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Gambar 5.1
menunjukan ilustrasi dari modul surya.
33
bagian penyusun sel yang berbeda pula. Dalam tulisan
ini akan dibahas struktur dan cara kerja dari sel surya
yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya
berbasis material silikon yang juga secara umum
mencakup struktur dan cara kerja sel surya generasi
pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan
tipis).
1. Substrat/Metal backing
34
mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena juga
berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya,
sehinga umumnya digunakan material metal atau logam
seperti aluminium atau molybdenum. Untuk sel surya
dye-sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat
juga berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya
sehingga material yang digunakan yaitu material yang
konduktif tapi juga transparan seperti idium tin oxide
(ITO) dan flourine doped tin oxide (FTO).
2. Material semikonduktor
35
telah masuk pasaran yaitu contohnya material
Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan
amorphous silikon, disamping material-material
semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam
penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS)
dan Cu2O (copper oxide).
4.Lapisan antireflektif
36
Refleksi cahaya harus diminimalisir agar
mengoptimalkan cahaya yang terserap oleh
semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya
dilapisi oleh lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi
ini adalah lapisan tipis material dengan besar indeks
refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang
menyebabkan cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor
sehingga meminimumkan cahaya yang dipantulkan
kembali.
37
semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole
(muatan positif) dalam struktur atomnya. Kondisi
kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan
mendoping material dengan atom dopant. Sebagai
contoh untuk mendapatkan material silikon tipe-p,
silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk
mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping
oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah menggambarkan
junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
38
Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk
medan listrik sehingga elektron (dan hole) bisa diekstrak
oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika
semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak, maka
kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor
tipe-n ke tipe-p sehingga membentuk kutub positif pada
semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif
pada semikonduktor tipe-p. Akibat dari aliran elektron
dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang
mana ketika cahaya matahari mengenai susuna p-n
junction ini maka akan mendorong elektron bergerak
dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang
selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya
hole bergerak menuju kontak positif menunggu elektron
datang, seperti diilustrasikan pada gambar 5.4.
Gambar 5.4 Ilustrasi Cara Kerja Sel Surya Prinsip P-N Junction
(sun-nrg.org)
39
Cara kerja sel surya adalah dengan memanfaatkan teori
cahaya sebagai partikel. Sebagaimana diketahui bahwa
cahaya baik yang tampak maupun yang tidak tampak
memiliki dua buah sifat yaitu dapat sebagai gelombang
dan dapat sebagai partikel yang disebut dengan photon.
Penemuan ini pertama kali diungkapkan oleh Einstein
pada tahun 1905. Energi yang dipancarkan oleh sebuah
cahaya dengan kecepatan c dan panjang gelombang ?
dirumuskan dengan persamaan:
E = h.c/ λ.
40
mendapatkan divais solar sel yang memiliki efisiensi
yang tinggi atau untuk mendapatkan divais solar sel yang
murah dan mudah dalam pembuatannya.
Tipe pertama yang berhasil dikembangkan adalah
jenis wafer (berlapis) silikon kristal tunggal. Tipe ini
dalam perkembangannya mampu menghasilkan efisiensi
yang sangat tinggi. Masalah terbesar yang dihadapi
dalam pengembangan silikon kristal tunggal untuk dapat
diproduksi secara komersial adalah harga yang sangat
tinggi sehingga membuat panel sel surya yang dihasilkan
menjadi tidak efisien sebagai sumber energi alternatif.
Sebagian besar silikon kristal tunggal komersial
memiliki efisiensi pada kisaran 16-17%, bahkan sel
surya silikon hasil produksi SunPower memiliki efisiensi
hingga 20% [www.sunpowercorp.com]. Bersama
perusahaan Shell Solar, SunPower menjadi perusahaan
yang menguasai pasar silikon kristal tunggal untuk solar
sel.
Jenis sel surya yang kedua adalah tipe wafer silikon
poli kristal. Saat ini, hampir sebagian besar panel solar
sel yang beredar di pasar komersial berasal dari screen
printing jenis silikon poli cristal ini. Wafer silikon poli
41
kristal dibuat dengan cara membuat lapisan lapisan tipis
dari batang silikon dengan metode wire-sawing. Masing-
masing lapisan memiliki ketebalan sekitar 250-500
micrometer.
Jenis sel surya tipe ini memiliki harga pembuatan
yang lebih murah meskipun tingkat efisiensinya lebih
rendah jika dibandingkan dengan silikon kristal tunggal.
Perusahaan yang aktif memproduksi tipe solar sel ini
adalah GT Solar, BP, Sharp, dan Kyocera Solar.
42
silikon dan membentuknya dalam struktur multi kristal.
Meskipun tipe sel surya pita silikon ini memiliki
efisiensi yang lebih rendah (13-15%), tetapi biaya
produksinya bisa lebih dihemat mengingat silikon yang
terbuang dengan menggunakan cairan silikon akan lebih
sedikit.
43
material dari silikon, sel surya lapisan tipis juga dibuat
dari bahan semikonduktor lainnya yang memiliki
efisiensi solar sel tinggi seperti Cadmium Telluride (Cd
Te) dan Copper Indium Gallium Selenide (CIGS).
44
Berbeda dengan tipe sel surya generasi pertama dan
kedua yang menjadikan pembangkitan pasangan electron
dan hole dengan datangnya photon dari sinar matahari
sebagai proses utamanya, pada sel surya generasi ketiga
ini photon yang datang tidak harus menghasilkan
pasangan muatan tersebut melainkan membangkitkan
exciton. Exciton inilah yang kemudian berdifusi pada
dua permukaan bahan konduktor (yang biasanya di
rekatkan dengan organik semikonduktor berada di antara
dua keping konduktor) untuk menghasilkan pasangan
muatan dan akhirnya menghasilkan efek arus foto
(photocurrent).
Tipe sel surya photokimia merupakan jenis sel surya
exciton yang terdiri dari sebuah lapisan partikel nano
(biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam
sebuah perendam (dye). Jenis ini pertama kali
diperkenalkan oleh Profesor Graetzel pada tahun 1991
sehingga jenis sel surya ini sering juga disebut dengan
Graetzel sel atau dye-sensitized solar cells (DSSC).
45
padat atau cairan). Komposisi penyusun sel surya seperti
ini memungkinkan bahan baku pembuat Graetzel sel
lebih fleksibel dan bisa dibuat dengan metode yang
sangat sederhana seperti screen printing. Meskipun sel
surya generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar
dalam hal efisiensi dan usia aktif sel yang masih terlalu
singkat, sel surya jenis ini akan mampu memberi
pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat
harga dan proses pembuatannya yang sangat murah.
46
Bab VI Spektrum Radiasi Matahari
47
Gambar 6.1 Spektrum Radiasi Matahari
48
atau diatas daripada energi band-gap. Jika energi foton
terlalu besar dari pada energi band-gap, maka extra
energi tersebut akan dirubah dalam bentuk panas pada
solar sel.
Tentu saja agar efisiensi dari sel surya bisa tinggi maka
foton yang berasal dari sinar matahari harus bisa diserap
sebanyak banyaknya, kemudian memperkecil refleksi
dan rekombinasi serta memperbesar konduktivitas dari
bahannya.
49
beberapa jenis ada yang berkapasitas 20 Wp, 30 Wp,
50 Wp, 100 Wp. Modul PV dilihat dari jenisnya dapat
berjenis mono kristal, poli kristal, atau amorphous.
2. Penyimpan energi listrik atau dikenal dengan Aki
(battery) yang bebas perawatan. Batere biasanya
dapat bertahan 2-3 tahun. Kapasitas batere
disesuaikan dengan kapasitas modul dan besar daya
penggunaan listrik yang diinginkan.
3. Pengatur pengisian muatan batere atau disebut dengan
kontroler pengisian (solar charge controller).
Komponen ini berfungsi untuk mengatur besarnya
arus listrik yang dihasilkan oleh modul PV agar
penyimpanan ke batere sesuai dengan kapasitas
batere.
4. Inverter, merupakan modul untuk mengkonversi
listrik searah (dc) menjadi listrik bolak-balik (ac).
Komponen ini digunakan ketika penggunaan listrik
yang diinginkan adalah bolak-balik (ac). Meskipun
begitu saat ini sudah banyak terdapat alat-alat
elektronik maupun lampu penerang yang
menggunakan tipe arus searah sehingga beberapa
sistem sel surya tidak membutuhkan inverter ini.
50
5. Kabel (wiring), yang merupakan komponen standar
sebagai penghubung tempat mengalirkan arus listrik.
51
BAB VII Teknologi Hybrid
52
ditekan sehingga bisa terjangkau diterapkan oleh
seluruh masyarakat, dan diharapkan mampu menarik
investor untuk memproduksi teknologi hibrid ini
dalam skala besar.
c. Besarnya potensi energi surya dan energi angin yang
melimpah di dunia, Potensi ini bukan hanya pada
besarnya nilai energi yang dapat dihasilkan namun
juga akan memberikan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Indonesia. Dalam beberapa tahun
mendatang diperkirakan dapat menjadi sumber energi
tumpuan bagi Indonesia.
d. Perubahan iklim akibat pemanasan global yang
ternyata semakin meningkatkan potensi angin dan
enrgi surya di Indonesia terutama di daerah-daerah
tertentu seperti di Nusa Tenggara, pantai selatan Jawa
Sumatera dan Sulawasi Selatan.
e. Banyak negara-negara di dunia, termasuk Indonesia
termasuk tertinggal dalam memanfaatkan energi
angin dan energi surya sebagai sumber energi listrik.
f. Semakin meledaknya jumlah penduduk di Indonesia
menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan
energi. Tingkat kebutuhan energi yang tinggi serta
53
masih tergantungnya Indonesia akan sumber energi
fosil menyebabkan polusi lingkungan yang semakin
meningkat dan tentunya berpengaruh juga pada
anggaran negara yang harus terus-menerus
memberikan subsidi pada BBM.
g. Tidak meratanya jumlah energi surya dan energi
angin serta ketergantungan energi ini terhadap kondisi
alam sehingga untuk mengatasinya
diperlukan teknologi hibrid agar mampu saling
melengkapi kelemahan masing-masing.
h. Menurut International Sustainable Energy
Organization (ISEO), biaya Energi Terbarukan seperti
Energi Surya, Energi Angin, Panas Bumi, Arus Laut
dan Hidrogen akan turun di masa depan, sedangkan
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) akan naik
(walaupun masih tetap rendah). Biaya Energi Tak
Terbarukan seperti Minyak, Gas, Batubara dan Nuklir
akan naik di masa depan.
Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Hibrid
54
1. Teknologi berbasis energi surya dan angin ini mampu
mengatasi permasalahan masyarakat akan
ketergantungan terhadap sumber energi tak
terbarukan, sehingga dapat mencegah kerusakan
lingkungan.
2. Dapat menyediakan energi listrik dalam skala lokal
regional maupun nasional.
3. Mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi
setempat yang ada.
4. Ramah lingkungan, dalam artian proses produksi dan
pembuangan hasil produksinya tidak merusak
lingkungan hidup disekitarnya.
5. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai prinsip
kerja satu arah yaitu pada saat PLTS on maka PLTB
off dan begitu pula sebaliknya
6. Tidak memerlukan sistem transmisi (gearbox) yang
mengakibatkan rendahnya efisiensi turbin.
7. Pengendalian sistem dan pemeliharaan yang
cenderung lebih mudah.
8. Sistem dapat digunakan secara terus menerus baik
baik pada temperatur rendah dan pada kecepatan
55
angin yang rendah sekalipun (2,5 – 3 m/s), sehingga
efisiensi tinggi.
9. Teknologi ini hemat, berkualitas tinggi, dan ramah
lingkungan.
Adapun kekurangan teknologi hibrid berbasis energi
surya dan energi angin adalah sebagai berikut:
56
bagi para peneliti yang berminat mengembangkan
PLTB, mengurangi pajak bea-import bagi peralatan
atau komponen yang berhubungan dengan
pengembangan PLTB, ataupun mencarikan investor-
investor yang siap membantu mengembangkan PLTB
ini.
Pembangkit Energi Angin
57
Gambar 7.1 Komponen Sistem Pembangkit Energi
Angin
58
2. Rotor: Bilah kipas bersama porosnya dinamakan
rotor Tower (Menara). Menara bisa dibuat dari pipa
baja, beton, ataupun rangka besi. Karena kencangnya
angin bertambah dengan seiring dengan
bertambahnya ketinggian, maka makin tinggi menara
makin besar tenaga angin yang didapat.
3. Pitch (Sudut Bilah Kipas): Bilah kipas dapat diatur
sudutnya sesuai dengan kecepatan rotor yang
dikehendaki. Tergantung kondisi angin yang terlalu
rendah atau terlalu kencang.
4. Brake (Rem): Suatu rem cakram yang dapat
digerakkan secara mekanis dengan bantuan tenaga
listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor atau
saat keadaan darurat.
5. Low-speed shaft (Poros Puutaran Rendah): Poros
turbin yang berputar kira-kira 30-60 rpm.
6. Gear box (Roda Gigi): Roda gigi menaikkan putaran
dari 30-60 rpm menjadi sekitar 1000-1800 rpm. Ini
merupakan tingkat putaran standar yang disyaratkan
untuk memutar generator listrik.
7. Generator: Generator pembangkit listrik, biasanya
sekarang disebut alternator arus bolak-balik.
59
8. Controller (Alat Pengontrol). Alat Pengontrol ini
men-start turbin pada kecepatan angin kira-kira 12-
25 km/jam, dan kemudian mematikannya pada
kecepatan 90 km/jam. Turbin tidak beroperasi di atas
90 km/jam. Hal ini dikarenakan tiupan angin yang
terlalu kencang dapat merusakkannya.
9. Anemometer. Mengukur kecepatan angin dan
mengirim data angin ke alat pengontrol.
10. Wind vane (Tebeng Angin). Mengukur arah angin,
berhubungan dengan penggerak arah yang memutar
arah turbin disesuaikan dengan arah angin.
11. Nacelle (Rumah Mesin). Rumah mesin ini terletak di
atas menara. Di dalamnya berisi gearbox, poros
putaran tinggi/rendah, generator, alat pengontrol dan
alat pengereman.
12. High-speed shaft (Poros Putaran Tinggi). Berfungsi
untuk menggerakkan generator.
13. Yaw drive (Penggerak Arah). Penggerak arah
memutar turbin ke arah angin untuk desain turbin
yang menghadap angin. Untuk desain turbin yang
mendapat hembusan angin dari belakang tak
memerlukan alat ini.
60
14. Yaw motor (Motor Penggerak Arah). Motor listrik
yang menggerakkan Yaw drive.
15. Tower (Menara).
Persyaratan dan Kondisi Angin
61
Tabel 7.2 Tingkat Kecepatan Angin 10 Meter di atas
Permukaan Tanah
62
Tingkat Kecepatan Angin
10 meter di atas permukaan Tanah
pohon, rumah rubuh
11 24.5 – 28.4 dapat merubuhkan pohon,
menimbulkan kerusakan
12 28.5 – 32.6 menimbulkan kerusakan parah
13 32.7 – 36.9 tornado
𝟏
𝑬𝒌 = 𝟐 𝒎𝒗𝟐 (7.1)
𝒎 = 𝝆(𝑨𝒅) (7.2)
63
𝟏
𝑬𝒌 𝝆𝑨𝒅𝒗𝟐 𝟏
Pw = 𝒕 = 𝟐
= 𝟐 𝝆𝑨𝒗𝟐 (7.3)
𝒕
𝝎𝑹𝒓𝒐𝒕𝒐𝒓
𝝀= (7.4)
𝒗
64
1 2
T= 𝐶 (𝜆, β)ρARv (7.6)
2 𝑡
65
DAFTAR PUSTAKA
1
Gibilisco, S. 2007. Alternative Energy Demystified. New
York: McGraw Hill.
2
Hardani, Hendra, Iman, Cari, Agus Supriyanto. 2014.
Penggunaan Ekstrak Pigmen Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana) Sebagai Zat Peka Cahaya
TiO2-Nano Partikel
Dalam Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC).
Prosiding Mathematics and Sciences Forum. 31-
34.
3
Meen,T.H, W. Water, W. R. Chen, S. M. Chao, L. W.
Ji, C. J. Huang. 2009. Application of TiO2 nano-
particles on the electrode of dye-sensitized solar
cells. Journal of Physics and Chemistry of
solids70, 472-476.
4
Rusnoto. Lauidi Shofani. 2009. Pengaruh Susunan
Sudut Turbin Angin Savonius
Terhadap Karakteristik Saya Turbin. Jurnal
upstegal.
Diakses dari:
http://ejournal.upstegal.ac.id/index.php/Cermin/ar
ticle/view/135/140.
5
Supriyanto, A., Kusminarto, Kuwat Triyana, Roto, 2009,
Optical and Electrical Characteristics of
Chlorophyll-Porphyrins Isolated from Spinach
and Spirulina Microalgae for Possible Use as
Dye Sensitizer of Optoelectronic Devices,
International Chemistry conference, Universitas
Gadjah Mada,