Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

DSSC (DYE SENSITIZED SOLAR CELL)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

DOSEN PENGAMPU

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya lah dan hidayah-Nya
jualah penulisan makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun secara khusus dan sistemika untuk
memenuhi tugas Kimia Fisik II dan penyusunannya dilakukan
secara kelompok. Substansi yang terdapat dalam makalah ini
berasal dari beberapa referensi Jurnal dan literatur-literatur.
kami sangat terbantu bila pembaca memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun Akhir kata penulis berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua baik untuk
hari ini dan untuk masa yang akan datang.

Jambi, 07 Mei 2017

Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................i
Daftar Isi.................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan energi semakin meningkat di seluruh negara di
dunia. Kebutuhan yang meningkat terhadap energi kenyataannya
bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia untuk menciptakan
lingkungan yang bersih dan bebas dari polusi. Energi terbarukan adalah
energi yang berasal dari alam seperti cahaya matahari dan angin yang
dapat diperbarui secara alamiah. Penggunaan energi melalui solar cell
atau sel surya merupakan alternatif yang paling potensial. Salah satu
alasannya mengapa menggunakan sel surya adalah sumber energi alami
jangka panjang adalah matahari. Dye- Sensitized Solar Cell (DSSC) dapat
menjadi terobosan baru dalam sel surya yang merupakan kandidat
utama untuk memperoleh energi dari matahari karena sel surya dapat
merubah cahaya matahari menjadi energi listrik. dengan nilai efisiensi
konversi yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan daya permanen
dengan biaya operasi rendah dan bebas polusi.
Kebutuhan energi pada kenyataanya sering digunakan bahan
dasar energi fosil, oleh karena dalam pengguunaan energi fosil sering
mengakibatkan beberapa dampak yang kurang baik terhadap
lingkungan , baik dalam memperolehnya melalui pertambangan yang
akan mmencemarkan lingkungan ataupun terhadap pada hasil
produksinya yang mencemari lingkungan pada hasil sampingnya dan
jjuga hasil dari energi tidak mencukupi daripada kebutuhan manusia di
dalam era modern ini sehingga dibutuhkan alternatif yang ditawarkan
pada makalah ini yaitu Dye Sensitized Solar Cell.
DSSC merupakan sel surya fotoelektrokimia sehingga digunakan
elektrolit sebagai medium transport muatan. DSSC terbagi menjadi
beberapa bagian yang terdiri dari nanopori TiO2, molekul dye yang
teradsorpsi di permukaan TiO2, dan katalis yang semuanya dideposisi
diantara dua kaca konduktif. Dan diharapkan dalam menggunakan
energi ini dapat membantu.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prinsip kerja dari DSSC?


2. Bagaimana cara karakterisasi dari Dye?
3. Bagaimana cara pelapisan alat?
4. Bagaimana arus dan tegangan yang dihasilkan dari alat DSSC?
5. Bagaimana hasil dari proses DSSC?
6. Bagaimana perbandingan dengan bahan lain?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami prinsip kerja dari DSSC.


2. Untuk mengetahui karakterisasi dari Dye.
3. Untuk mengetahui pelapisan dengan TiO2
4. Untuk mengetahui hasil dari pengukuran arus dan tegangan yang
dihasilkan
5. Untuk mengetahui hasil dari proses DSSC.
6. Untuk mengetahui hasil perbandingan dengan bahan yang lain.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)


Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) atau disebut juga sel Grtzel pertama
kali ditemukan oleh Michael Grtzel dan Brian ORegan pada tahun 1991 di
cole Polytechnique Fdrale de Lausanne, Swiss. Berbeda dengan sel surya
konvensional, DSSC adalah sel surya fotoelektrokimia yang menggunakan
elektrolit sebagai medium transport muatan untuk mengkonversi cahaya
matahari menjadi energi listrik. Efisiensi konversinya telah mencapai 10-11%
(Muliani, 2012).
Teknologi DSSC muncul dari konsep fotosintesis buatan yang mencoba
meniru kemampuan tanaman untuk mengubah sinar matahari menjadi energi
yang berguna. Pada DSSC, klorofil digantikan oleh warna penyerap cahaya, di
mana molekulnya tereksitasi ke bentuk energi yang lebih tinggi oleh cahaya
yang masuk. Energi ini dikumpulkan oleh struktur elektrolit dan katalis, yang
strukturnya lebih seperti daun pada fotosintesis (Kumara, 2012).
DSSC mempunyai kelebihan dibanding dengan sel surya jenis lainnya.
Pertama, DSSC merupakan teknologi solar generasi ketiga yang paling efisien
yang tersedia, menyerap lebih banyak cahaya matahari per luas permukaan
daripada panel surya berbasis silikon. Kedua, proses fabrikasinya
lebihsederhana tanpa menggunakan peralatan yang rumit dan mahal sehingga
biaya fabrikasinya lebih murah(Kumara, 2012). Ketiga, DSSC dapat bekerja
dalam kondisi cahaya rendah seperti sinar matahari tidak langsung dan langit
mendung(Nadeak, 2012). Keempat, bahan bakunya mudah didapat dan
melimpah(Nadeak, 2012). Dan yang terakhir, keunggulan DSSC mengarah
langsung ke efisiensi yang lebih tinggi pada kisaran suhu(Wulandari, 2012)

Material Penyusun DSSC


Material penyusun Dye Sensitized Solar cell (DSSC) antara lain elektroda
kerja yang terdiri dari substrat kaca Transparant Conductive Oxide (TCO), metal
oksida Titanium Dioxide (TiO2), dye alami, elektrolit, dan elektroda pembanding
(katoda) : platina atau karbon hitam yang dilapiskan ke sebuah kaca konduktor.
1. Substrat (Kaca ITO)
Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparant
Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. Material
substrat itu sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan film
konduktifnya berfungsi sebagai media transport muatan (elektron). Material
yang umumnya digunakan yaitu flourine-dopedtin oxide (SnF atau FTO) dan
Indium Tin Oxide (ITO). Material ini banyak digunakan karena pada proses
pefilm material TiO2 ke substarat, diperlukan proses sintering
(proses pemanasan dibawah titik leleh dalam rangka membentuk fase kristal
baru sesuai dengan yang diinginkan)pada temperatur 400-500oC dan kedua
temperatur tidak mengalami cacat pada rentang temperatur tersebut(Kumara,
2012).
2. Sebuah metal-oksida/oksida semikonduktor (TiO2, ZnO atau SnO2)
Sebuah metal-oksida/oksida semikonduktor (TiO2, ZnO atau SnO2)
digunakan sebagai kolektor elektron sekaligus sebagai anoda. Penggunaan
oksida semikonduktor dalam fotoelektrokimia dikarenakan kestabilannya
menghadapi fotokorosi.TiO2 paling banyak digunakan karena efisiensinya lebih
tinggi dari yang lain. TiO 2 merupakan bahan semikonduktor yang bersifat inert,
stabil terhadap fotokorosi dan korosi oleh bahan kimia. Film TiO 2 memiliki band
gap yang tinggi (Eg>3eV) dan memiliki transmisi optik yang baik. Lebar pita
energinya yang besar (Eg>3eV), dibutuhkan dalam DSSC untuk transparansi
semikonduktor pada sebagian besar spektrum cahaya matahari. TiO2 yang
digunakan pada DSSC umumnya berfasa anatase karena mempunyai
kemampuan fotoaktif yang tinggi. TiO2 dengan struktur nanopori yaitu ukuran
pori dalam skala nano akan menaikan kinerja sistem karena struktur nanopori
mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi sehingga akan menaikan
jumlah dye yang teradsorb yang implikasinya akan menaikan jumlah cahaya
yang terabsorb. (Kumara, 2012).
3. Dye (Zat Warna)

Dye yang teradsorpsi pada permukaan TiO2 merupakan zat pewarna


yang berfungsi sebagai penyerap (absorbsi) cahaya matahari untuk
menghasilkan elektron. Dye yang banyak digunakan dan mencapai efisiensi
tertinggi yaitu jenis ruthenium kompleks. Namun dye jenis ini cukup sulit
untuk disintesa dan ruthenium kompleks komersil berharga sangat mahal.
Alternatif lain dengan menggunakan dye dari tumbuhan. Proses fotosintesis
pada tumbuhan telah membuktikan adanya senyawa pada tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai dye, antara lain : antosianin, klorofil, dan Karotenoid.
Didapatkan efisiensi konversi energi yang lebih baik pada turunan dyes klorofil
tersebut karena memiliki gugus carboxylate (Kumara, 2012).

4.Elektrolit
Menurut Kumara (2012), Elektrolit berfungsi untuk meregenerasi dye.
Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I -) dan triiodide (I3-)
sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan
redoks untuk elektrolit DSSC yaitu:
1. Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengan
potensial redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal.
2. Tingginya kelarutan terhadap pelarut untuk mendukung konsentrasi yang
tinggi dari muatan pada elektrolit.

3. Pelarut mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa


yang efisien.

4. Tidak adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tempak untuk


menghindari absorbsi cahaya daatng pada elektrolit.

5. Kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi maupun teroksidasi.

5.Counter elektroda
Katalis dibutuhkan untuk merpercepat kinetika reaksi proses reduksi
triiodide pada TCO. Platina, material yang umum digunakan sebagai katalis
pada berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya pada DSSC.
Sebagai alternatif, Kay & Grtzel mengembangkan desain DSSC dengan
menggunakan counter-elektroda karbon sebagai film katalis. Karena luas
permukaanya yang tinggi, counter-elektroda karbon mempunyai keaktifan
reduksi triiodide yang menyerupai elektroda platina(Kumara, 2012).

2.2 Prinsip Kerja DSSC


Elektroda kerja pada DSSC merupakan kaca yang sudah dilapisi oleh
TiO2 yang telah terabsorbsi oleh dye, yang mana TiO2 berfungsi sebagai collector
elektron sehingga dapat disebut sebagai semikonduktor tipe-n. Struktur nano
pada TiO2 memungkinkan dye yang teradsorpsi lebih banyak sehingga
menghasilkan proses absorbsi cahaya yang lebih efisien. Pada elektron
pembanding dilapisi katalis berupa karbon untuk mempercepat reaksi redoks
pada elektrolit. Pasangan redoks yang umumnya dipakai yaitu I -/I3-
(iodide/triiodide)(Kumara, 2012).
Pada DSSC dye berfungsi sebagai donor elektron yang menyebabkan
timbulnya hole saat molekul dye terkena sinar matahari. Sehingga dye dapat
dikatakan sebagai semikonduktor tipe-p. Ketika molekul dye terkena sinar
matahari, electron dye tereksitasi dan masuk ke daerah tereduksi yaitu film
titanium dioksida(Prasetiowati, 2012).
Berikut merupakan gambar mekanisme yang terjadi didalam DSSC :
Gambar 1. Mekanisme DSSC (Nasukhah dan Gontjang, 2012)

Ketika foton dari sinar matahari menimpa elektroda kerja pada DSSC,
energi foton tersebut diserap oleh partikel dye yang melekat pada permukaan
partikel TiO2. Sehingga elektron valensi dari dye mendapatkan energi untuk
dapat tereksitasi.Elektron yang tereksitasi dari molekul dye tersebut akan
diinjeksikan ke pita konduksi TiO2 dimana TiO2bertindak sebagai
akseptor/kolektor elektron. Molekul dyeyang ditinggalkannya kemudian dalam
keadaan teroksidasi. Elektron foton yang diinjeksikan ke molekul TiO 2 akan
bergerak secara difusi ke sepanjang bagian atas dari elektroda kerja berupa
lapisan konduktif transparan ITO (Indium TinOxide). Selanjutnya elektron akan
ditransfer melewatirangkaian luar menuju elektroda pembanding
(elektrodakarbon). Elektrolit redoks biasanya berupa pasangan iodide dan
triiodide (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat
menghasilkan proses siklus dalam sel. Triiodida dari elektrolit yang terbentuk
akan menangkap elektron yang berasal dari rangkaian luar dengan bantuan
molekul karbon sebagai katalis. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke
dalam sel dan bereaksi dengan elektrolit menuju dye teroksidasi. Elektrolit
menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye teroksidasi (Nasukhah dan
Gontjang., 2012).

2.3 Performa DSSC


Performa dari sebuah solar cell mempengaruhi besar tidaknya arus
listrik yang dihasilkan, performa tersebut bisa ditentukan dari beberapa hal,
yang utama adalah efisiensi dan fill factor dari solar cell tersebut, dimana kedua
parameter ini bisa dipengaruhi oleh banya faktor, dari konstruksi solar cell itu
sendiri maupun faktor dari luar. Pada penelitian sebelumnya belum diketahui
secara jelas faktor faktor apa saja yang bisa mempengaruhi performa dari
DSSC, terutama faktor dari luar seperti intensitas cahaya, temperatur dan
faktor lainnya.
Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh
dari kemampuan perangkat sel surya tersebut untuk memproduksi tegangan
ketika diberi beban dan arus melalui beban pada waktu yang sama.
Kemampuan ini direpresentasikan dalam kurva arus-tegangan (I-V) Gambar 2.
Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit
(Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat
mengalir sehingga tegangannya maksimum, disebut tegangan open-circuit (V
oc). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum
disebut titik daya maksimum MPP (MaximumPower Point) (Setiawan, et
al.,2015).

Gambar 2.Karakteristik sel surya (Setiawan, et al.,2015)

Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu Fill Factor


(FF), disajikan pada persamaan (1),
...............(1)

Jika digunakan gunakan fill factor maka mksimum daya dari sel surya didapat
dari persamaan (2), ...............(2)

Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang diahsilkan
dari sel (Pmax) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (Pcahaya) disajikan
pada persamaan (3),
...............(3)
2.4 Grafit

Grafit merupakan salah satu jenis bentuk alotropi dari karbon. Dari
Gambar 3. struktur grafit terdiri atas susunan atom-atom karbon yang
berbentukheksagonal yang membentuk kisi planar dengan ikatan antar lapisan
yang lemah.Kulit elektron terluar pada karbon sebanyak empat buah elektron
valensi, tigadiantaranya digunakan dalam ikatan kovalen, sedangkan elektron
keempat dapatmudah berpindah dan membentuk medan listrik. Dengan
struktur seperti ini, grafitakan menghasilkan sifat unik seperti kekakuan yang
tinggi namun mudahmengalami pergeseran antar lapisan, konduktifitas panas
dan listrik yang baik, sifat lubrikasi yang baik pada tekanan dan temperatur
yang tinggi, ketahanan oksidasi dan ketahanan kimia yang tinggi, dan
kemampuan untuk mengikat molekul kimia di antara lapisan grafit. Grafit
dalam matriks polimer dapat berfungsi sebagai aditif konduktif yang dapat
mengurangi resistansi listrik dari komposit (Wijayanti, 2012).

Gambar 3.Struktur Grafit

2.5 Antosianin
Antosianin adalah kelompok besar pigmen tanaman yang berwarna
merah-biru. Anthocyanin Terdapat pada semua tumbuhan tingkat tinggi,
terutama di bunga dan buah-buahan tetapi juga di daun, batang, dan akar.
Warna anthocyanin tergantung pada struktur, dan juga pada keasaman buah.
Antocyanins Banyak berwarna merah pada kondisi asam dan membiru pada
kondisi asam sedikit. Mereka semua didasarkan pada struktur inti tunggal
dasar, ion flavyllium. Zat warna ini larut dalam air dan warnanya oranye, merah
dan biru. Secara alami terdapat dalam anggur, bunga telang, stawberry,
rasberry, apel, bunga ros, kembang sepatu, buah duwet, buah naga dan
tumbuhan lainnya. Biasanya buah-buahan dan sayuran warnanya tidak hanya
ditimbulkan oleh satu macam pigmen antosianin saja, tetapi kadang-kadang
sampai 15 macam pigmen seperti pelargonidin, sianidin, peonidin dan lain-lain
yang tergolong glikosida-glikosida antosianidin. Antosianin tidak tahan terhadap
asam askorbat, metal-metal dan cahaya. Pada pH rendah (asam) pigmen
berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian
menjadi biru (Nugraheni, 2012)
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid. Senyawa golongan
flavonoid termasuk senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut yang
bersifat polar pula. Beberapa pelarut yang bersifat polar diantaranya etanol, air
dan etil asetat. Kondisi asam akan mempengaruhi hasil ekstraksi. Keadaan
yang semakin asam apalagi mendekati pH 1 akan menyebabkan semakin
banyaknya pigmen antosianin berada dalam bentuk kation flavilium atau
oksonium yang berwarna dan pengukuran absorbansi akan menunjukkan
jumlah antosianin yang semakin besar. Disamping itu keadaan yang semakin
asam menyebabkan semakin banyak dinding sel vakuola yang pecah sehingga
pigmen antosianin semakin banyak yang terekstrak (Tensiska etal 2006).
Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi oleh pH atau tingkat
keasaman, dan akan lebih stabil apabila dalan suasana asam atau pH yang
rendah. Kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh suhu. Laju kerusakan
(degradasi) antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang
diiringi dengan kenaikan suhu. Degradasi termal menyebabkan hilangnya
warna pada antosianin yang akhirnya terjadi pencoklatan (Hayati, 2012).
Berikut merupakan bentuk struktur dari antosianin :

Gambar 4.Struktur Antosianin (Simanjuntak, 2014)

2.6 Kulit Buah Naga Merah

Buah naga merah merupakan tanaman kaktus yang berasal dari


Amerika Tengah dantelah dibudidayakan di Indonesia. Buah nagamerah kaya
dengan vitamin C dan antioksidanserta berbagai jenis mineral sehingga sangat
baikuntuk kesehatan. Aktivitasantioksidan buah naga merah lebih
tinggidibandingkan buah naga putih karena adanyapigmen merah
(anthocyanidin) (Tarigan, 2015).
Menurut Kristanto (2008), buah naga diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Species : Hylocereus polyrhizus ( daging merah)
Menurut kristanto (2008), buah naga atau dragon fruit berbentuk bulat
lonjong seperti nanas yang memiliki sirip dihiasi sulur atau sisik seperti naga).
Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang sudah matang mempunyai
kulitdan daging buah bewarna ungu kemerahan (Gambar 5).

Gambar 5. Kulit Buah Naga Merah

Pada Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terdapat antosianin


berjenis sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida, berdasarkan nilai Rf
(retrogradation factor) sebesar 0,36-0,38 dan absorbansi maksimal pada panjang
gelombang dengan = 536,4 nm (Saati, 2012).
Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok
pigmen setelah klorofil. Antosianin larut dalam air, menghasilkan warna dari
merah sampai biru dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun. Antosianin
pada buah naga ditemukan pada buah dan kulitnya.
Kulit buah naga mempunyai warna merah yang disebabkan kandungan
antosianin. Selain antosianin, kulit buah naga juga memiliki kandungan lain
seperti berikut (Tabel 1) :
Tabel 1. Kandungan Nutrisi pada Daging dan Kulit Buah Naga
Komponen Kadar

Kadar daging buah

Karbohidrat 11,5 g

Serat 0,71 g

Kalsium 8,6 mg

Fosfor 9,4 mg

Magnesium 60,4 mg

Beta karoten 0,005 mg

Vitamin B1 0,28 mg

Vitamin B2 0,043 mg

Vitamin C 9,4 mg

Niasin 1,297 - 1,300

Fenol 561,76 mg/100 g

Nutris kulit buah

Fenol 1.049,18 mg/100 g

Flavonoid 1.310,10 mg/100 g

Antosianin 186,90 mg/100g

Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authoriti dalam Patwary
(2013)

2.7 Karotenoid
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan
orange yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam
wortel, tomat, jeruk, algae, lobster, dan lain-lain. Lebih dari 100 macam
karotenoid terdapat di alam, tetapi hanya beberapa macam yang telah dapat
diisolasi atau disintesa untuk bahan pewarna makanan. Diantaranya ialah
beta-karotein, canthaxantin, bixin dan xantofil. Karotenoid merupakan senyawa
yang tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam minyak atau lemak (Rao et
al., 2007). Karotenoid terdapat dalam buah pepaya, kulit pisang, tomat, cabai
merah, mangga, wortel, ubi jalar, labu kuning, jagung dan pada beberapa bunga
yang berwarna kuning dan merah. Diperkirakan lebih dari 100 juta ton
karotenoid diproduksi setiap tahun di alam. Senyawa ini baik untuk mewarnai
margarin, keju, sop, pudding, es krim dan mie dengan pemakaian 1 sampai 10
ppm. Beberapa jenis karotenoid yang banyak terdapat di alam dan bahan
makanan adalah -karoten (berbagai buah-buahan yang kuning dan merah),
likopen (tomat), kapxantin (cabai merah), dan biksin (annatis). Karotenoid yang
mempunyai gugus hidroksil disebut xantofil. Salah satu pigmen yang termasuk
kelompok xantofil adalah kriptoxantin yang mempunyai rumus mirip sekali
dengan -karoten. Perbedaannya hanya bahwa kriptoxantin mempunyai gugus
hidroksil. Pigmen tersebut merupakan pigmen utama pada jagung yang
berwarna kuning, lada, pepaya, dan jeruk keprok (Nugraheni, 2012).
Karotenoid yang dapat berfungsi sebagai prekursor vitamin A setidaknya
harus memiliki satu cincin beta (-ring) yang tidak tersubtitusi dengan 11
karbon rantai poliena. -karoten dan -karoten merupakan karotenoid
provitamin A yang banyak tersebar dalam asupan makanan sehari-hari. -
karoten merupakan sumber yang sangat potensial dari vitamin A dan memiliki
aktivitas vitamin A tertinggi dari semua karotenoid yang diketahui (Suparmi,
2013). Berikut ini merupakan bentuk dari struktur -karotenmenurut Rao
(2007).

Gambar 6.Struktur -karoten

2.8 Kulit Pisang

Tanaman merupakan tanaman penghasil buah yang banyakterdapat di


Indonesia. Tanaman pisang dapat berbuah sepanjang tahun. Buah pisang
biasanya dikonsumsi secara langsung maupun dimasak terlebih dahulu.
Ukuran dan bentuk buah pisang bervariasi. Buah pisang biasanya
berbentuk bengkok dengan ujung runcing atau membentuk ujung botol, bulat
panjang, lurus, tidak berlingir dengan ujung agak meruncing atau tumpul, agak
lurus, agak gepeng (pipih) dengan ujung sedikit meruncing, panjang buah 16-20
cm. Warna pada kulit pisang sewaktu masih muda umumnya adalah hijau
kecuali pisang udang, setelah matang buahnya berubah menjadi hijau
kekuningan, kuning, merah muda, dan merah tua tergantung pada varietasnya
(Gambar 7.)
Gambar 7. Buah Pisang

Menurut Adeyemi (2009), Perubahan ini berkaitan dengan degradasi


klorofil dan pembentukan pigmen karotenoid yang bertanggung jawab bagi
kareteristik warna kuning pada buah yang matang. Daging buah pisang
mengandung berbagai macam zat gizi antara lain: air (75 gram); energi (88
kalori); karbohidrat (23 gram); protein (1,2 gram); lemak (0,2 gram); kalsium (8
miligram); potassium (28 miligram); Fe (0,6 miligram), vitamin A (439 SB);
vitamin B-1 (0,04 miligram); dan vitamin C (78 miligram). Selain berbagai
vitamin tersebut, pisang juga mengandung senyawa amin yang bersifat
neurotransmitter yang berpengaruh dalam kelancaran fungsi otak, yaitu
sekretonin 50 mikrogram/100gram, norepinephrine 100 mikrogram/100g, 5-
hidroksitriptamin, dan dopamin (Suparmi, 2013).
Klasifikasi pisang menurut Tjitrosoepomo (2000), sebagai berikut :
Kingdom :Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae (suku pisang-pisangan)
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca
Saat matang, kulit pisang mempunyai warna kuning yang disebabkan
oleh kandungan zat warna karotenoid golongan -Karoten. Selain -Karoten,
kulit pisang memiliki kandungan lain seperti berikut (Tabel 2) :
Tabel 2. Kandungan nutrien pada kulit pisang

Kandungan Nutrien Jumlah

Baha Kering (%) 80,98


Protein Kasar (%) 6,67

Lemak Kasar (%) 1,18

Serat Kasar (%) 11,51

BETN (%) 45,48

Abu (%) 16,05

Kalsium (%) 0,065

Phospor Total (%) 0,44

Gross energi (kkal/kg) 3842

Beta-Karoten (mg/100 g) 5,127

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan, IPB (2011)


dalam Zahera (2012).
Karotenoid adalah zat warna kuning oranye dan merah oranye yang
larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam air. Karotenoid terdapat pada hampir
semua bagian tanaman. Karotenoid terdapat pada jaringan buah (pepaya,
mangga), kulit pisang, tomat, lombok merah, ubi jalar, dan didapatkan dalam
jaringan produk hewan seperti kuning telur (Munadjim, 1998).

2.9 Daun Cincau

DSSC berbahan dasar ekstrak klorofil dauncincau berhasil dibuat dan


hasilnya DSSC ini dapatmenghasilkan tegangan listrik (energy listrik)
setelahdiberikan cahaya. Daun cincau hitam digunakan karena memiliki warna
daun hitam yang tua. Sehingga diprediksi mengandung banyak klorofil. Selain
itu DSSC ini menggunakan TiO2 sebagai fotoanoda dan karbon sebagai
fotoelektrodanya. Hal ini dikarenakan dye ekstrak klorofil daun cincau sebagai
penangkap foton. Foton mengeksitasi electron yang berasal dari dyenya.
Sedangkan TiO2 berfungsi sebagai semikonduktor,dimana jika suhu sekitar
lebih dari 0 K, electron dari dye dapat tereksitasi ke kaca konduktif. Kaca
konduktif yang berupa FTO dapat menghantarkan foton ke lapisan kaca
konduktif lain, dimana kaca konduktif lain tersebut sebagai elektroda
pembanding sehingga electron dapat membentuk suatu siklus yang
menghasilkan tegangan ( Prananto, et al., 2013).
2.10 Bunga Sepatu
Kelopak bunga sepatu yang telah kering dihancurkan menggunakan mortar &
alu sehingga menjadi serbuk. Serbuk tersebut ditambahkan asam asetat dan
etanol. Diaduk rata sehingga menghasilkan sebuah larutan yang digunakan
sebagai dye.Pada penelitian ini sebelum membuat sel surya jenis Dye Sensitized
Solar Cell (DSSC) yang berbasis Titanium Dioxide (TiO2) yang menggunakan
bahan organik, hal pertama yang dilakukan adalah membuat larutan dye dari
ekstraksi bunga sepatu yang dapat menyerap dan meneruskan spektrum
cahaya tampak. Zat warna ini berfungsi sebagai dye-sensitizer. Larutan dye
bunga sepatu ini kemudian dikarakterisasi menggunakan Spektrofotometer UV-
Vis Beckman DU-7500 untuk mengetahui panjang gelombang yang dapat
ditangkap larutan dye. Spektrum absorbansi diukur pada rentang panjang
gelombang 350 800 nm.Terdapat nilai puncak yang lain yaitu 366 nm dan 438
nm, hal ini berarti larutan dye bunga sepatu juga dapat bekerja pada spektrum
cahaya halogen yang digunakan pada penelitian ini yaitu berkisar 360 500
nm. Berdasarkan nilai absorpsi yang dihasilkan oleh UV-Vis, nilai absorpsi
larutan dye bunga sepatu paling tinggi berada pada 366 nm. Ini bersesuaian
dengan hasil pengukuran arus dan tegangan saat menggunakan sumber cahaya
matahari yang sebagian besar memancarkan sinar UV. Sinar UV sendiri
terdapat dalam rentang 100 400 nm (Wulandari dan Prajitno.,2012).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

Pada pembuatan makalah dilakukan dengan metode secara literatur


berdasarkan percobaan dalam Jurnal

3.1. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kaca
ITO(indium tin oxide), TiO2(PT. Merck), asam asetat, Triton X-100, daging buah
naga merah, lempengan karbon, KI, iodin solution 10%, alkohol, dan aquades.
Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain multimeter, magnetic stirrer,
gelas kimia, cawan petri, mortar alu, spatula, termokopel, kertas saring,
aluminium foil, botol tetes, hotplate, pensil grafit, lampu halogen 6 volt 30 watt,
luxmeter, kabel penjepit, ultrasonic cleaner, hair drayer, dan spektrometer
HR4000CG UV-NIR.
3.2. Prosedur Percobaan
a. Preparasi Material
Kaca ITO dipotong dengan ukuran 2cm x 2cm, kemudian di masukkan
pada gelas kimia yang berisi alkohol. Pada ultrasonic cleaner diisi aquades
sampai pada batas yang telah ditentukan. Gelas kimia yang berisi kaca ITO dan
alkohol tersebut dimasukkan ke ultrasonic cleaner. Proses pembersihan di
setting dengan waktu 60 menit. Setelah 60 menit, kaca diambil dan dikeringkan
dengan menggunakan hair drayer.
b. Preparasi TiO2
Pasta TiO2 dibuat dari 6 gram serbuk TiO2(Dari PT. Merck) yang digerus
terlebih dahulu dalam mortar alu dan diayak. Kemudian dimasukkan dalam
gelas kimia, ditambahkan 10 ml asam asetat, di aduk dengan batang magnetik
(distirer) selama 10 menit dan ditambahkan 10 tetes triton X-100. Di aduk
selama 30 menit. Kemudian, TiO 2 yang sudah terbentuk dimasukkan ke dalam
botol tetes dan ditutup. Sebelum
digunakan, botol berisi TiO2 tersebut dikocok terlebih dahulu.
c. Pendeposisian Grafit-TiO2
Grafit-TiO2 yang telah dipreparasi kemudian dideposisikan di atas
subtrat TCO menggunakan metode doctor blade yaitu diratakan dengan
menggunakan spatula dan dikalsinasi kembali pada suhu 450C selama 30
menit.
d. Preparasi larutan Dye
Daging buah naga merah (Hylocereus Polyrhizus) dipisahkan dari
kulitnya dan dipotong kecil-kecil, ditimbang seberat 100 gr dan dimasukkan
dalam blender, ditambah 10 ml aquades, dihaluskan, dan disaring dengan
kertas saring. Larutan hasil filtrasi dimasukkan ke dalam botol yang sudah
dilapisi aluminium foil dan disimpan ditempat yang gelap. Dilakukan hal yang
sama dengan variasi 100 gr daging buah naga merah ditambah 5 ml aquades.
e. Preparasi larutan elektrolit
Elektrolit dibuat dari campuran antara potassium iodide (KI) dengan
iodine solution 10%, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 30
menit. Dimasukkan dalam botol tetes. Dibuat 3 variasi elektrolit yaitu, 3 gr KI
ditambah 3 ml iodine solution 10%, 3 gr KI ditambah 6 ml iodine solution 10%,
dan 6 gr KI ditambah 3 ml iodine solution 10%. Setelah elektroda kerja selesai
dibuat, dilakukan penetesan elektrolit pada elektroda kerja. Penempatan
elektrolit pada elektroda kerja, yaitu elektroda TiO 2 yang sudah tersensitisasi
oleh dye sebelum disusun menjadi lapisan sandwich. Penetesan dilakukan
sebanyak 2 tetes.
f. Preparasi counter elektroda
Kaca Indium Tin Oxide (ITO) diarsir dengan menggunakan pensil 8B
secara merata. Kemudian dibakar pada api dari lilin sampai terbentuk lapisan
karbon. Pada 3 tepi kaca di gosok menggunakan cotton bud untuk membuat
batas.
g. Perakitan alat DSSC
Lapisan DSSC dibuat dengan menyusun secara offset lapisan TiO2
tersensitisasi dye dengan lapisan elektroda karbon. Sebelum disusun offset,
diberi elektrolit cair terlebih dahulu di atas lapisan TiO 2 tersensitisasi dye.
Kemudian dijepit dengan menggunakan klip binder. Penyusunan secara off set
agar mudah dalam pengujian. Lapisan DSSC yang terbentuk dikarakterisasi
arus dan tegangannya dengan menggunakan voltmeter (V) dan sebuah
amperemeter (A). Sumber cahaya diarahkan tegak lurus terhadap permukaan
sel. Pengujian dilakukan dengan sumber cahaya halogen 6 volt 30 watt.
Pengujian dilakukan dengan variasi jarak 5 cm dan 10 cm.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Prinsip Kerja

Prinsip kerja dari DSSC mencakup 3 proses yang berbeda yaitu eksitasi
fotosensitizer oleh foton , pemanfaatan pita konduksi dan reaksi redoks pada
larutan elektrolit

Material penyusunDye Sensitized Solar cell (DSSC) antaralainelektrodakerja,


elektroda pembanding dan larutan elektrolit.
2. Elektroda kerja tersusun atas kaca TCO yanag dilapisi oleh material
semikonduktor (TiO2 dan dye yang merupakan zat warna. Kaca TCO yang
bersifat konduktif diuji resistensinya untuk mengetahui sisi yang memiliki
resistensi terkecil sebagai alas dari TiO 2. Resistensi DSSC yang masih
sangat besar sehingga mengakibatkan elektron yang diinjeksikan dari dye
mengalami hambatan sehingga jumlah elektron menjadi lebih kecil
Kemudian pada keempat sisi kaca diberi batas untuk area pendeposisian
TiO2. Bahan semikonduktor TiO2berfungsi sebagai aseptor elektron dari dye.
Serbuk (TiO2dibuat menjadiPasta kemudian dideposisikan di atas area yang
telah dibuat pada kaca konduktif dengan motode doctor Blade yaitu dengan
bantuan batang pengaduk untuk meratakan pasta.Kemudian dilapisi lagi
dengan dye berupa zat pewarna sebagai penyerap energi foton yang berasal
dari matahari (sel surya).
3. Elektroda pembanding tersusun atas kaca TCO yang dilapisi grafit yang
berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi redoks yang terjadi
pada larutan elektrolit. Triiodida dari elektrolit menangkap elektron (pada
reaksi reduksi) yang berasal dari rangakain luar dengan bentuan katalis
grafit.
4. Larutan elektrolit yang digunakan pada DSSC adalah iodin dan triioidida
sebagai pasangan redoks. Hal ini dikarenakan pasangan iodin dan triiodida
merupakan mediator elektron yang dapat menghasilkan proses siklus dalam
sel dangan reaksi sebagai berikut

Dari reaksi dihasilkan elektron yang untuk mengisi kekosongan elektron


pada dye yang telah tereksitasi.
Digunakan kaca konduktif tco dikarenakan kaca dapat menghantarkan
elektron dari lapisan kaca konduktif di elektroda kerja ke kaca konduktif
di elektroda pembanding. Elektron di transfer melewati rangkaian luar dari
elektroda kerja ke elektroda pembanding. Jenis TCO yang umum digunakan
adalahflourine-dopedtin oxide (SnFatau FTO) danIndium Tin Oxide (ITO).
Pada makalah ini diangkat jurnal utama yaitu jurnal sain dan
senipomits volume 1 nomer 1 tahun 2012 halaman 1 - 6 dengan judul
Fabrikasi dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan
Menggunakan Ektraksi Daging Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus)
Sebagai Dye Sensitizer.

4.2. karakterisasi Dye


Pada jurnal ini dijelaskan bahwa hasil karakterisasi spektrum
absorbansi dari 100 gr daging buah naga merah + 5 ml aquades terletak pada
panjang gelombang tertentu diantara 351.25-586.23 nm. Sedangkan pada
ekstrak daging buah naga merah dengan variasi 100 gr daging buah naga
merah+10 ml aquades terletak pada 594.49 nm sekitar 800 nm, tetapi pada
panjang gelombang tertentu ekstrak dari daging buah naga merah ini tidak
menyerap cahaya. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa daging buah naga
merah terbukti memiliki daya absorb pada rentang gelombang cahaya tampak
yaitu pada retang 400-750 nm. Terdapat puncak absorbansi pada panjang
gelombang dibawah 400 nm, hal ini berarti larutan dye daging buah naga merah
juga bekerja pada sinar UV yang terletak pada rentang 100-400 nm. Larutan
dye yang digunakan dibuat dari ekstrak daging buah naga merah karena buah
naga merah mengandung antosianin. Zat warna ini berfungsi sebagai dye
sensitizer, warna yang diberikan oleh antosianin berkat susunan ikatan
rangkap terkonjugasinya yang panjang, sehingga mampu menyerap cahaya
pada rentang cahaya tampak.

4.3. Hasil pelapisan TiO2

Pada pembuatan pasta TiO2, perbandingan jumlah TiO2 dengan material


cair (asam asetat dan Triton X-100) harus diperhatikan, karena jika rasio TiO 2
terlalu tinggi sedangkan material cairnya rendah maka akan menyebabkan
pasta TiO2 yang dihasilkan terlalu kental dan nantinya bisa membuat lapisan
tipis TiO2 yang dihasilkan terlalu tebal, sehingga cenderung terkelupas dari
permukaan kaca ITO. Sebaliknya jika rasio TiO2 terlalu kecil dan material
cairnya terlalu tinggi, menyebabkan pasta TiO2 yang dihasilkan terlalu cair dan
nantinya bisa membuat lapisan tipis TiO 2 yang dihasilkan terlalu tipis yang
akan berakibat lapisan mudah menguap dan sel surya yang dihasilkan nantinya
tidak cukup kuat untuk menyerap sinar matahari. Setelah membuat lapisan
TiO2, selanjutnya lapisan tersebut dipanaskan di hot plate sekitar 20 menit.
Proses pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk membentuk porous(pori-
pori) sehingga terbentuk lapisan TiO2 yang memiliki surface area yang besar,
juga untuk menghilangkan senyawa organik yang masih tertinggal dalam pori-
pori TiO2 sehingga menjadikan partikel-partikel TiO 2 lebih kuat dan dapat
menghantarkan listrik.

4.4. Hasil Pengukuran Tegangan dan Arus

Penelitian dilakukan dengan variasi dye (100 gr daging buah naga merah
ditambah 10 ml aquades dan 100 gr daging buah naga merah ditambah 5 ml
aquades) dan variasi elektrolit (3 gr KI ditambah 3 ml Iodin Solution 10%, 3 gr
KI ditambah 6 ml Iodin Solution 10%, dan 6 gr KI ditambah 3 ml Iodin Solution
10%). Dengan pengukuran tegangan dan arus dengan ketinggian antara DSSC
dengan lampu halogen yang digunakan (6V 30 watt) adalah 5 cm dan 10 cm.
Digunakan lampu halogen karena memancarkan cahaya polikromatik dengan
rentang panjang gelombang 360-500 nm, juga karena intensitas cahaya dari
halogen yang konstan jika dibandingkan dengan cahaya matahari yang
intensitasnya selalu berubah ubah tergantung kondisi cuaca.
Dari hasil pengukuran tegangan dan arus diamati bahwa pada
ketinggian 5 dan 10 cm, nilai tegangan dan arus yang dihasilkan dari variasi
dye 100 gr daging buah naga merah + 5 ml aquades lebih tinggi dan lebih stabil
dari pada dengan variasi dye 100 gr daging buah naga merah + 10 ml aquades.
Begitu juga pada ketinggian 10 cm, nilai tegangan dan arus yang dihasilkan
dari variasi dye 100 gr daging buah naga merah + 5 ml aquades lebih tinggi dan
lebih stabil dari pada dengan variasi dye 100 gr daging buah naga merah + 10
ml aquades. Semakin jauh dari sumber cahaya, maka semakin kecil nilai
karakterisasinya karena intensitas yang diterima semakin berkurang.
Untuk variasi elektrolit pada penggunaan 5 ml aquades untuk
ketinggian 5 dan 10 cm, nilai tegangan dan arus yang dihasilkan oleh DSSC
dengan elektrolit 6 gr KI ditambah 3 ml Iodin Solution 10% lebih stabil jika
dibandingkan DSSC dengan elektrolit 3 gr KI ditambah 3 ml Iodin Solution 10%
dan DSSC dengan elektrolit 3 gr KI ditambah 6 ml Iodin Solution 10%. Semakin
kental elektrolit yang digunakan, maka tegangan dan arus yang dihasilkan lebih
stabil, tetapi semakin cair elektrolit yang digunakan maka arus dan tegangan
yang dihasilkan kurang stabil(stabilitasnya rendah) dan cepat drop, hal ini
dikarenakan elektrolit cair mudah menguap atau terdegradasi.

4.5. Analisis DSSC

Berdasarkan hasil percobaan dan data-data yang telah diperoleh, terlihat


bahwa tegangan yang dihasilkan sudah cukup baik dan stabil namun arus yang
dihasilkan kurang optimal. Hal ini disebabkan karena resistansi DSSC yang
masih sangat besar, sehingga mengakibatkan elektron yang di injeksikan dari
dye mengalami hambatan, sehingga jumlah elektron yang mengalir menjadi
kecil, belum optimalnya fungsi dye dalam pembangkitan dan injeksi elektron ke
lapisan elektroda serta sumber cahaya yang digunakan. Intensitas sangat
mempengaruhi daya keluaran dari DSSC. Semakin besar intensitas, semakin
banyak jumlah foton yang terlibat dalam proses konversi, sehingga semakin
besar arus yang dihasilkan. Selain itu, rendahnya arus keluaran ini juga
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel dan ketebalan pasta
TiO2 yang dideposisikan pada kaca ITO, lama perendaman pada dye, dan
penggunaan elektrolit.
Jadi pada penelitian ini telah dibuat sel DSSC menggunakan TiO 2
sebagai semi konduktor dan ekstraksi daging buah naga merah sebagai dye
sensitizer yang dapat mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik.
Dibuktikan dengan munculnya arus dan tegangan pada sel DSSC yang telah
dibuat.
4.6. Perbandingan Komponen DSSC

A. Perbandingan pada Dye


Berdasarkan pada jurnal Teknik Pomits Volume 1 No. 1 (2014) yang
berjudul Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Sintesis Dye
Komposit dari Garcinia mangostana, Celosia cristata, Beta vulgaris rubra dan
Musa aromatica pada Fraksi Volume TiO2 Optimum dapat diketahui :

1. Pengaruh dari pikmen warna pada Dye sebagai berikut :


Spektrum serapan kulit manggis berada pada 400,5 nm dan 440 nm karena
mengandung anthocyanin berada pada 400-500 nm.
Spektrum serapan bunga jengger ayam berada pada 387 nm dan 475 nm
karena mengandung pigmen betalain yang memiliki spektrum serapan yang
berada pada 400-600 nm.
Spektrum serapan buah bit merah berada pada 485 nm karena juga
mengandung pigmen betalain yang memiliki spektrum serapan yang berada
pada 400-600 nm.
Untuk kulit pisang mas memiliki empat spektrum serapan yaitu 420 nm, 440
nm, 475 nm dan 665 nm karena mengandung pigmen carotenoid yang
memiliki spektrum serapan yang berada pada 400-500 nm.
Semakin lebar spektrum serapan akan meningkatkan absorpsi cahaya
(foton) oleh pigmen Dye pada daerah cahaya tampak.

2. Performansi DSSC
Susunan layer pigmen warna dari Dye terbagi atas 2 yaitu single layer
dan multilayer. Sebelum pengujian, larutan pewarna tersebut diencerkan
sebanyak 10 kali agar dapat dibaca oleh alat uji karena UV1100
Spectrophotometer tidak dapat membaca nilai spektrum absorbansi apabila
larutan pewarna terlalu keruh maupun terlalu pekat.
Variasi dengan tambahan pigmen betalain hanya menghasilkan efisiensi
yang rendah disebabkan oleh cepatnya laju degradasi pewarna. Sehingg pada
susunan layer yang lebih baik tanpa betalain. Susunan multi layer memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap eisiensi DSSC. Dimana semakin tebal layer
maka akan semakin baik nilai absorbansinya dikarenakan semakin banyak
foton yang dapat diserap oleh Dye tersebut. Efisiensi yang terbaik dihasilkan
oleh susunan multi layer dengan nilai sebesar 0,047% dengan sampel AC
90:10. Sedangkan untuk susunan single layer memiliki nilai efisiensi tertinggi
sebesar 0,039% dengan sampel AC 90:10. Dimana A adalah anthocyanin dan C
adalah carotenoid.
B. Perbandingan pada material Semikonduktor

Berdasarkan pada jurnal Teknik Pomits Volume 2 No. 2 (2013) yang


berjudul Pengaruh Temperatur Kalsinasi pada Kaca FTO yang di-coating ZnO
terhadap Efisiensi DSSC (Dye Sensitized Solar Cell) yang Menggunakan Dye dari
Buah Terung Belanda (Solanum betaceum) dapat diketahui :

Pada DSSC, absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye, dan separasi
muatan dilakukan oleh inorganik semikonduktor nanokristal yang mempunyai
band gap lebar. Semikonduktor dengan band gap lebar akan memperbanyak
elektron yang mengalir dari pita konduksi ke pita valensi, yang membuat ruang
reaksi fotokatalis dan absorpsi oleh dye akan menjadi lebih banyak, sehingga
spektrum menjadi lebih lebar.
ZnO (Zinc Oxide) adalah semikonduktor yang memiliki band gap yang
cukup lebar yaitu 3,37eV sehingga sesuai untuk diaplikasikan sebagai sel
surya. Band gap ZnO lebih besar dibandingkan TiO2 Titanium dioksida
merupakan salah satu semikonduktor oksida yang memiliki energi celah pita
yang sangat lebar (3,2 eV 3,8 eV).
Selain pengaruh band gap, ZnO lebih baik daripada TiO 2 sebagai
semikomnduktor dikarenakan photostability dari ZnO lebih tinggi dan masa
hidup dari elektron tereksitasi ZnO lebih tinggi.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Prinsip kerja dari DSSC mencakup 3 proses yang berbeda yaitu eksitasi
fotosensitizer oleh foton , pemanfaatan pita konduksi dan reaksi redoks pada
larutan elektrolit
2. Terdapat puncak absorbansi pada panjang gelombang dibawah 400 nm, hal
ini berarti larutan dye daging buah naga merah juga bekerja pada sinar UV yang
terletak pada rentang 100-400 nm
3. TiO2 terlalu tinggi sedangkan material cairnya rendah maka akan
menyebabkan pasta TiO2 yang dihasilkan terlalu kental dan nantinya bisa
membuat lapisan tipis TiO2 yang dihasilkan terlalu tebal.
4. Semakin kental elektrolit yang digunakan, maka tegangan dan arus yang
dihasilkan lebih stabil, tetapi semakin cair elektrolit yang digunakan maka arus
dan tegangan yang dihasilkan kurang stabil(stabilitasnya rendah) dan cepat
drop
5. sel DSSC menggunakan TiO2 sebagai semi konduktor dan ekstraksi daging
buah naga merah sebagai dye sensitizer yang dapat mengkonversi energi
cahaya menjadi energi listrik.
6. Selain pengaruh band gap, ZnO lebih baik daripada TiO 2 sebagai
semikomnduktor dikarenakan photostability dari ZnO lebih tinggi dan masa
hidup dari elektron tereksitasi ZnO lebih tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Adeyemi, O. S and A. T. Oladiji. 2009. Compositional Changes in Banana
(Musa spp.) Fruits During Ripening. Journal of Biotechnologi. 8(5):
858- 859.
Amelia, R., Risanti, D, D., dan Sawitri, D., 2014. Fabrikasi Dye
Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Sintesis Dye Komposit dari
Garcinia mangostana, Celosia cristata, Beta vulgaris rubra dan
Musaaromatica pada Fraksi Volume TiO2 Optimum. Jurnal Teknik
Pomits. Vol. 1(1) : 1-5.
Bahtiar, H., Wibowo, N, A.,dan Ferdy S., 2015. Konstruksi Sel Surya Bio
menggunakan Campuran Klorol-Karotenoid sebagai
Sensitizer.Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol. 11(1).
Fahyuan, H.D., Farid, F., Heriyanti., S. Nopitupula, Samsidar dan S.
Pakpahan. 2015. Disain Prototipe Sel Surya DSSC (Dye
Sensitized Solar Cell) Lapisan Grafit/Tio2. Jurnal Fisika, Vol.
1(1):5-11.
Hayati, E. K., 2012. Konsentrasi Total Senyawa Antosianin Ekstrak
Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) : Pengaruh
Temperatur dan pH. Jurnal Kimia, vol.6(2) : 138-147.
Hardeli, S., Riky, Fernando T, Maulidis, Silvia, R., 2013. Dye Sensitized
Solar Cells (DSSC) Berbasis Nanopori TiO2Menggunakan
Antosianin dari Berbagai Sumber Alami. Prosiding Semirata,
FMIPA Universitas Lampung.
Kristanto. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun..
Jakarata : Penebar Swadaya.
Kumara, M, S, W., dan Prajitno, G., 2012. Studi Awal Fabrikasi Dye
Sensitized Solar Cell (DSSC) Dengan Menggunakan Ekstraksi
Daun Bayam (Amaranthus Hybridus L.) Sebagai Dye Sensitizer
Dengan Variasi Jarak Sumber Cahaya Pada DSSC. Jurnal Fisika.
Muliani, L., Rosa, Rosa, E., dan Hidayat, J., 2012. Pembuatan Sel Surya
Berbasis Dye-Sensitized Menggunakan Substrat Fleksibel.
Seminar Prosiding InSINas, Teknik Fisika Fakultas Teknik
Industri ITB.
Munadjim. 1988. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : PT Gramedia.
Nadeak, S. M. Reynard. 2012. Variasi Temperatur dan Waktu Tahan
Kalsinasi terhadap Unjuk Kerja Semikonduktor TiO 2 sebagai Dye
Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Dye dari Ekstrak Buah Naga
Merah. Jurnal Teknik Its Vol.1. ISSN : 2301-9271.
Nafi , M dan Susanti, D., 2013. Aplikasi Semikonduktor TiO 2 dengan
Variasi Temperatur dan Waktu Tahan Kalsinasi sebagai Dye
Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Dye dari Ekstrak Buah
Terung Belanda (Solanum betaceum). Jurnal Teknik Pomits, Vol. 2
(1), ISSN: 2337-3539.
Nasukhah, A, T., dan Prajitno, G., 2012. Fabrikasi Dan Karakterisasi Dye
Sensitized SolarCell (DSSC) Dengan Menggunakan Ektraksi
Daging Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) SebagaiDye
Sensitizer . Jurnal Sains Dan Seni Pomit. Vol. 1 (1) : 1-6.
Nugraheni, M., 2012 Pewarna Alami Makanan dan Potensi
Fungsionalnya Seminar Nasional Peningkatan Kompetensi Guru
Dalam Menghadapi UKG, Fakultas Teknik Univesitas Negeri
Yogyakarta.
Prananto, H.D., A.Tyaswuri., C.Stefphanie dan Y.Bahriariarto.
2013 .Dye Sensitize Solar Cell (DSSC) Berbahan Dasar Klorofil
Daun Cincau
Sebagai Fotosensitiser. Jurnal Seminar Nasional Fisika .
Prasetyowati, R., 2012.Sel Surya Berbasis Titania Sebagai Sumber Energi
Listrik Alternatif. Prosiding Seminar Nasional Penelitian.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Prayogo, A, F., Pramono, S, H., dan Eka, M., 2014. Pengujian dan
Analisis Performansi Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) Terhadap
Cahaya. Jurnal Teknik Elektro.
Rao, A.V., dan Rao, L.G., 2007. Carotenoids and human health.
Pharmacological Research, Vol. 55: 207-216.
Rohi, Daniel. Alternatif Pembangkit Tenaga Listrikyang Ramah yang
Lingkungan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional. Malang, 3
Juni 2008.
Saati, E, A., 2012.Identifikasi Dan Uji Kualitas Pigmen Kulit Buah Naga
Merah (Hylocareus Costaricensis) Pada Beberapa Umur
Simpandengan Perbedaan Jenis Pelarut.Jurnal Gamma, Vol.6(1) :
25-34.
Sengkhamparn, N., Chanshotikul, N., Assawajitpukdee, C. and Khamjae,
T. 2013. Effects Of Blanching And Drying On Fiber Rich Powder
From Pitaya (Hylocereus Undatus) Peel. International Food
Research Journal 20 (4) : 1595-1600.
Setiawan, N., Giriantari, I, A, D., W.Gede Ariastina dan Nyoman S, K.,
2015.Sel Surya Berbasis Pewarna Alami dan
PotensiPengembangannya di Indonesia sebagai Sumber Energi
Alternatif yang Ramah Lingkungan. Seminar Nasional
Ketenagalistrikan dan Aplikasinya, Universitas Udayana Bali.
Simanjuntak, L.,Sinaga, C., dan Fatimah., 2014. Ekstraksi Pigmen
Antosianin Dari Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus).
Jurnal teknik kimia, vol.3(2).
Suparmi, 2013. Kulit Pisang Ambon Kuning: Sumber Vitamin APotensial.
Sultan Agung [majalah ilmiah]. Vol. L NO. 130. ISSN : 0852-1035.
Tarigan,Y, M, S., Suhaidi, I.,dan Era, Y., 2015. Pengaruh Perbandingan
Buah Naga Merah Dengan Sirsak Dan Konsentrasi Agar-Agar
Terhadap Mutu Selai Lembaran. Jurnal Rekayasa Pangan Dan
Pertanian, Vol.3 (2).
Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis. (2005) dalam
Patwary, M., Rahman, M., Barua., Sarkar., Alam, M. (2013) Study
on the growth and development of twodragon fruit (Hylocereus
undatus) genotypes. The Agriculturists 11(2): 52-57 (2013)ISSN
2304-7321 [Online] A Scientific Journal of Krishi Foundation.
Tensiska, E, S., dan Natalia, D., 2006. Ekstraksi Pewarna Dari Buah
Arben dan Aplikasinya dalam Sistem Pangan, Jurnal Teknologi
Pangan Fakultas Pertanian, Vol 6.
Tjitrosoepomo, G.. 2000, Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Wijayanti, H., 2012 . Pengaruh penambahan serbuk tembaga dan grafit
terhadap sifat mekanik unsaturated polyester. Skripsi. Fakultas
Teknik, Teknik metalurgi dan material, Universitas indonesia.
Wulandari, H, E.,dan Prajitno, G., 2012, Studi Awal Fabrikasi Dye
Sensitized Solar Cell (Dssc) MenggunakanEkstraksi Bunga
Sepatu(Hibiscus Rosa Sinensis L) Sebagai Dye Sensitizer Dengan
Variasi Lama Absorpsi Dye. Jurnal Fisika.
Yulika, D., Kusumandari dan Risa S., 2014. Pelapisan TiO2di atas FTO
dengan Teknik Slip Casting dan Spin Coatinguntuk Aplikasi
DSSC. Jurnal Fisika Indonesia, Vol. 18 (53), ISSN : 1410-2994.
Zahera, R., 2012. Pemanfaatan Beta-Karoten Dalam Tepung KulitPisang
Sebagai Pengganti Sebagian Jagung Untuk Menghasilkan Telur
Ayam Arab Rendah Kolesterol. Skripsi, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai