Anda di halaman 1dari 8

METODE RISET AKUNTANSI

Review Jurnal

UANG NAI’: ANTARA CINTA DAN GENGSI

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. Yudi, S.E., M.SA

DisusunOleh:

Faradiba Oktaria
(P2C319020)

JURUSAN MAGISTER ILMU AKUNTANSI


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
Judul UANG NAI’: ANTARA CINTA DAN GENGSI
Penulis Sri Rahayu
Penerbit Jurnal Akuntansi Multiparadigma
Fenomena Dalam Budaya Panai’ Bugis Makassar, saat menentukan besaran
uang belanja perkawinan, Data dianalisis dengan menggunakan
pola budaya perkawinan adat masyarakat Bugis yang
dikemukakakan oleh Lamallongeng. Hasil penelitian menemukan
bahwa fenomena tingginya uang Nai’, mahar dan sompa
dipandang kaum muda Bugis dan orang luar sebagai bentuk
Harga Lamaran dianggap transaksi antara kedua keluarga calon
pengantin. Tetapi Pandangan ini keliru, sebab budaya panai’
merupakan bentuk Penghargaan Budaya Bugis terhadap wanita,
siri’, prestise dan status social. Uang nai’ merupakan bentuk
penghargaan keluarga pihak pria terhadap keluarga wanita
karena telah mendidik anak gadisnya dengan baik. Tetapi Budaya
Panai’ ini cukup menimbulkan kegelisahan bagi pihak laki-laki
baik dari masyarakat Bugis maupun dari luar masyarakat Bugis
berkaitan dengan mahalnya uang nai’ yang akan diberikan oleh
pihak keluarga laki-laki masalah pendanaan yang harus
disediakan untuk doi menre. Sementara pihak wanita yang
menunggu datang- nya lamaran dari seorang laki-laki juga akan
gelisah karena kekhawatiran tidak adanya laki-laki yang
menyanggupi doi menre yang ditetapkan oleh keluarganya.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :


- Memahami doi menre atau uang Nai’ dalam Budaya
Panai’ Bugis Makassar saat menentukan besaran uang
belanja perkawinan.
- Memahami bentuk realitas akuntansi yang ada dalam suatu
kelompok Budaya tertentu.
- Melihat sudut pandang yang berbeda dalam budaya panai’
bagaimana kuatnya orang Bugis menjaga adat istiadat
leluhurnya.
- Memahami sudut pandang Budaya Panai’ dan keterkaitannya di
dalam sudut pandang akuntansi.
- Memahami Setiap Tahapan – tahapan Perkawinan Adat
Budaya Panai’
Research GAP Hampir seluruh informan menyatakan bahwa siri’ dan gengsi
menjadi pertimbangan utama keluarga pada penentuan jumlah
uang nai’. Informan Rianti menyatakan sebagai berikut:
“kalau kakak tengok dari acara lamaran di keluargo kakak atau
keluargo Bugis umumnyo, itu lebih kepado “prestise” Ado
semacam Kebanggaan kareno telah mempertahankan atau
menjalankan adat Golongan bangsawan justru permintaannyo
lebih tinggi lagi, perhiasan kadang diminta dengan spesifik
tertentu kayak berlian, tapi bagi keluargo cowok pun dak
masalah, kareno prestise jugo bagi keluargo cowo’ biar dianggap
mampu. Lagi pulo rato-rato khan nikah antar sepupu jadi
sebenarnyo harto tu bolak balik dalam keluargo besar itulah
Kadang ado yang nganggap sebagai hadiah untuk ponakan
dewek ”

Menurut informan Aminulah ini, budaya siri’ bisa jadi salah


diartikan dalam hal ini Sejatinya budaya sirri itu mulia secara
konsep dan filosofis. Pada kenyataannya siri’ memang masih
tetap diakui sebagai salah satu nilai budaya yang sangat
mempengaruhi kepribadian orang Bugis Makassar (Kahar 2012)

Menurut pandangan Peneliti, Nilai siri’ berupa rasa malu atau harga
diri dijadikan dasar bertindak orang Makassar dalam
kehidupannya (Marzuki 1995; Poelinggomang 2014 dan Salman
2006) Jadi kata siri’ menunjukkan rasa malu dan martabat atau
harga diri Kata siri’ tidak tegas ditemukan dalam Sure’ selleang I
la Galigo (Manuskrip sastra kuno Bugis), namun terdapat kata
siri atakka, yang merujuk pada nama dua jenis tanaman yang
dipandang mengandung pelambang terhadap kata siri’ Nama
tanaman itu adalah sirih Siri’ berkaitan erat dengan hampir
seluruh petuah tentang perbuatan luhur di dalam manuskrip
(Marzuki 1995) Lima nilai yaitu kejujuran (alempureng),
kecendekiaan (amaccang), keteguhan (agettengeng), kepatutan
(asitina- jang) dan keusahaan (reso) dipegang teguh oleh
masyarakat Bugis dan dianggap memalukan jika dilanggar
(Salman 2006) . Dua kandungan nilai dalam konsep siri’
yaitu nilai malu dan nilai harga diri (martabat) Saat aspek malu
mendominasi kepribadian, maka aspek harga diri harus segera
mengimbangi Manakala aspek harga diri cenderung kepada sikap
angkuh, maka aspek malu serta sikap rendah hati ha- rus
mengembalikan sikap harga diri pada kedudukan neraca yang
seimbang Ibarat dua komponen kimiawi yang larut berse- nyawa,
maka kedua nilai budaya dimaksud ternyata tidak sekadar
berkoeksistensi tetapi keduanya menyatu serta melebur secara
simbiosis dalam siri’ (Marzuki 1995) Tiga bentuk siri’ yaitu siri’
buta (Kerajaan) berupa tanggung jawab negara atau penguasa un-
tuk menjaga masyarakat Siri keluarga yaitu berkaitan dengan
tatanan hidup berkeluar- ga dalam kaitan kekeluargaan Orang
Bugis mengenal kaum keluarga dalam kesatuan.
Uang nai’ walau dalam jumlah yang cukup besar, namun tidak
untuk disimpan, dihabiskan selama prosesi pernikahan Hal ini
menunjukkan bahwa dari sisi materi secara eksplisit, tidak ada
keuntungan yang dipe- roleh bagi keluarga besar pengantin
wanita Semuanya benar-benar menjadi hak bagi pengantin
wanita, yang akhirnya kembali juga untuk masa depan pasangan
pengantin Budaya ini sejatinya harus dijaga walaupun tetap perlu
penyesuaian agar tidak mendapat penolakan
Metode Penelitian Metode Pendekatan Kualitatif (Obyektif)
Jenis Penelitian dan Penelitian ini menggunakan data primer, berikut yang diperoleh melalui
Jenis Data wawancara, interogasi dan diskusi dengan masyarakat dari berbagai
sumber Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara mendalam dengan enam orang informan tersebut
yang terdiri dari kaum muda Bugis baik wanita Bugis yang belum
menikah maupun yang sudah menikah
Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah Tokoh Masyarakat Suku Bugis Makassar
Berikut daftar informan yang didapat oleh Peneliti :
Bapak H : Mantan Ketua Himpunan Keluarga Makasar di
situs penelitian
R : Gadis Bugis yang belum menikah
Y : Wanita Bugis menikah dengan pria non Bugis
AS : Pria Bugis menikah dengan wanita Bugis
AM : Pria Bugis menikah dengan wanita non Bugis
N : Wanita Bugis menikah dengan pria Bugis
Hipotesis Penelitian H1 : Pengaruh Uang nai’ di dalam adat perkawinan Budaya Panai’
H2 : Budaya Panai’ harus dilakukan kesepakatan agar terjalin
komunikasi yang baik

Hasil Penelitian Perkawinan bagi sejatinya memang bukan hanya penyatuan


antara pria dan wanita, tetapi merupakan penyatuan dua keluarga.
Dalam masyarakat yang berorientasi kolektif seperti Indonesia,
dominasi peranan orang tua dalam menentukan pasangan sangat
besar. Hal ini tercermin dari filosofi bibit, bebet dan bobot yang
umum digunakan Cinta yang tulus dan kokoh serta kemampuan
finansial dan psikologis dari kedua pasangan yang hendak
menikah, tidaklah cukup sebagai ukuran awal perkawinan yang
baik (Widjanarko, Mulyana, Martodirdjo, dan Kuswarno 2010)
Dalam pernikahan khususnya bagi umat Islam seharusnya syari’at
yang didahulukan.
Pemahaman agama yang bagus, pengalaman berinteraksi dengan
orang luar daerah dan tingkat pendidikan dapat memperbaiki cara
pandang terhadap budaya panai’.
Dalam arti bukan menolak atau mengubah drastis budaya itu
sendiri tetapi menyesuaikan budaya tersebut, sehingga tetap dapat
diterima bagi semua golongan Pada intinya mahar adalah
keikhlasan Kerelaan dari suami untuk memberi dan kerelaan dari
istri untuk menerima Kompromi dan keikhlasan ini yang harus
ditekankan dalam proses lamaran, sehingga manusia tidak
mempersulit diri
Kompromi atau kesepakatan hanya bisa diperoleh melalui
komunikasi yang baik Peran To duta dalam proses lamaran
sangat besar To duta seyogyanya mampu mengkomunikasikan
dengan baik kepentingan antara kedua keluarga.
Hubungan keluarga, hubungan baik, pertimbangan kondisi
ekonomi keluarga pria, pandangan mahar secara agama dan
keikhlasan perlu dikomunikasikan dalam bahasa yang baik oleh
to duta.
Sehingga kesepakatan yang diambil akan melegakan kedua belah
pihak dan tidak juga akan memberatkan. Komunikasi dan
kesepakatan sangat penting dilakukan dalam interaksi sebelum
pernikahan dilaksanakan. Melalui interaksi akan terbangun
sebuah regulasi yang menata bagaimana seharusnya kehidupan
relasi sosial disepakati (Widjanarko dkk 2010)
Berbagi merupakan inti komunikasi, bukan hanya berbicara atau
menulis (Daft 2010: hlm 418) Komunikasi membutuhkan
interaksi antara dua orang atau lebih Saat interaksi dijalankan
maka masing-masing mencoba memandang dunia seperti orang
lain memandangnya.
Tujuan interaksi adalah menyatukan diri dengan orang lain (Daft
2010:419)
Dalam proses komunikasi lamaran Seyogyanya orang tua dan
calon mempelai ikut diberikan hak untuk mengungkapkan
pendapat
Hal ini bisa mengurangi dominasi terhadap kedua pasangan yang
mungkin saja terjadi. Akhirnya kesepakatan yang dihasilkan juga
mencerminkan keinginan dari dua insan yang akan mengarungi
kehidupan baru ke depan

Kesimpulan Budaya Panai’ bagi masyarakat Bugis perantauan memahaminya


sebagai bagian dari prosesi lamaran untuk membiayai pesta
perkawinan Penentuan uang nai’ umumnya ditentukan oleh status
sosial yang disandang oleh keluarga mempelai perempuan Status
sosial tersebut antara lain: keturunan bangsawan, status
pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi Semakin baik
status sosial yang dimiliki pihak keluarga mempelai perempuan,
semakin tinggi uang belanja yang harus ditanggung oleh pihak
laki-laki Pertimbangan besarnya uang belanja sebagai syarat adat
menjadi dominasi bagi kaum muda Sebagian kaum muda
menganggap adanya proses transaksional dalam prosesi lamaran
Kepentingan dua muda mudi yang saling mencintapun harus
tunduk pada keputusan-keputusan yang muncul dari adat istiadat
warisan leluhur Keputusan yang lebih mengutamakan
materialisme berupa gengsi dan prestise keluarga menimbulkan
resistensi muda-mudi terhadap budaya panai’ Materialisme
menjadi dasar berkembangnya budaya komersial Ukuran
kemakmuran ditentukan oleh banyaknya kekayaan yang dimiliki
Dalam sistem ini, tidak ada ruang untuk melakukan dan
mengembangkan nilai-nilai sosial dan saling membantu
Kompromi melalui komunikasi yang baik akan menghasilkan
kesepakatan yang melegakan kedua belah pihak dan tidak juga
akan memberatkan Komunikasi dan kesepakatan sangat penting
dilakukan dalam interaksi sebelum pernikahan dilaksanakan
Melalui interaksi, akan terbangun sebuah regulasi yang menata
bagaimana seharusnya kehidupan relasi sosial disepakati oleh
orang tua sang penjaga adat dan kaum muda sang pelestari adat.

Anda mungkin juga menyukai