PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
padatan diuah menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan
hidrogen pada temperatur dan tekanan tinggi.
Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi
Indirect Liquefaction Process dan Direct Liquefaction Process.
Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization),
organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk
menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi
pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu
solvolysis system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to
liquefy bituminous coal.
Cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik,
bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti:
sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut lebih
banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian mulai
mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar
kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah
kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara
ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah
lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan
namaBrown Coal Liquefaction Technology (BCL).
4
Gambar 2.1 Dua Konfigurasi Proses Dasar untuk Produksi Bahan Bakar
Cair denganIndirect Liquefaction Process
Syngas Production Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan
grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara
menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses
hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur
recovery. Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang
tidak diinginkan sampai pada level yang terendah untuk melindunginya
dari downstream catalysts. Panas yang dipindahkan pada gas-cooling
step direcover sebagai steam, dan digunakan secara internal untuk
mensuppli kebutuhan power plant. Proses sour-water stripping akan
menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari nitrogen yang ada pada
batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan menjadi hydrogen
sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis digunakan
untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S, yang direcover
pada acid-gas removal step dan dikonversikan menjadi elemental sulfur
pada sebuah Claus sulfur plant. Sulfur yang diproduksi biasanya dijual
sebagai low-value byproduct.
Synthesis Gas Conversion Bagian ini terdiri dari water-gas
shift, a sulfur guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO2
removal, dehydration dan compression, hydrocarbon dan hydrogen
5
recovery, autothermal reforming, dan syngas recycle. A sulfur guard bed
dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi gas sintesis yang dengan
mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned syngas. Clean synthesis
gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide ratio
yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan menjadi
bahan bakar gas.
Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality diesel dan
distillate menggunakan Fischer-Tropsch route, atau konversi ke high-
octane gasoline menggunakan proses metanol menjadi gasoline (MTG) .
Fischer-Trosch (F-T) syntesis menghasilkan spektrum dari hidrokarbon
paraffin yang ideal untuk diesel dan bahan bakar
Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau
cobalt. Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk
mengkonversi coal-derived syngas yang mana besi memiliki kemampuan
mengaktivasi reaksi water-gas shift dan secara internal mengatur low
H2/CO ratio dari coal derived syngas yang diperlukan dalam reaksi
Fischer-Trops. Jenis reactor yang digunakan dalam reaksi F-T adalah
fixed-bed tubular reactor dan teknologi ini diaplikasikan di Shells
Malaysian GTL. Sasol juga mengkomersialisasikan teknologi CTL di
Afrika Selatan yang menggunakan Fixed bed reactor, circulating-
fluidized bed dan fixed-fluidized bed reactor. Syngas dan produk F-T
yang tidak terkonversi harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T.
CO2 dapat dipisahkan dengan menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan
kemurnian tinggi biasanya dibuang langsung ke udara bebas.
Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan
hidrokarbon ringan (terutama metana, etana, dan propane) dari produk
liquid hydrocarbon yang dihasilkan pada proses sintesis F-T. Gas
hidrokarbon ringan dan gas sintesis yang tidak terkonversi dikirim ke
proses hydrogen recovery.Purge dari fuel gas digunakan untuk menyuplai
bahan bakar pada proses CTL. Akhirnya sisa gas dialirkan ke
6
autothermal reforming plant untuk mengkonversi hidrokarbon ringan
menjadi syngas untuk direcycle ke reaktor F-T.
Product Upgrading - FT liquid dapat dimurnikan menjadi LPG,
gasoline, dan bahan bakar diesel. Pilihan lain adalah melalui partial
upgrading seperti yang ditunjukkan dari gambar 2.4 untuk menghasilkan
F-T syncrude. Kandungan wax yang tinggi di raw F-T liquid memerlukan
hidroprosessing untuk membuat syncrude yang dapat dialirkan melalui
pipa . Pilihan upgrading minimum termasuk hidrotreating dan
hidrocracking dari F-T wax. Produk yang dihasilkan adalah F-T LPG dan
F-T syncrude, yang dapat dikirim ke conventional petroleum refinery
untuk difraksinasi menghasilkan produk yang dapat diolah lebih lanjut.
7
molekul CO2, H2S, NH3, dan H2O. Untuk itu rantai atau cincin aromatik
hidrokarbonnya harus dipotong dengan cara dekomposisi panas pada
temperatur tinggi (thermal decomposition). Setelah dipotong, masing-
masing potongan pada rantai hidrokarbon tadi akan menjadi bebas dan
sangat aktif (free-radical). Supaya radikal bebas itu tidak bergabung
dengan radikal bebas lainnya (terjadi reaksi repolimerisasi) membentuk
material dengan berat molekul tinggi dan insoluble, perlu adanya
pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas hidrogen. Hidrogen bisa
didapat melalui tiga cara yaitu: transfer hidrogen dari pelarut, reaksi
dengan fresh hidrogen, rearrangement terhadap hidrogen yang ada di
dalam batubara, dan menggunakan katalis yang dapat menjembatani
reaksi antara gas hidrogen dan slurry (batubara dan pelarut).
Faktor yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi :
Spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah
sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan
(caking perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat
membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi
(hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi
batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.
Batubara dengan kadarash yang tinggi lebih cocok untuk proses
gasifikasi terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi
berjalannya proses.
Ini salah satu contoh yaitu negara jepang, sebagai salah satu negara
pengembang teknologi Likuifaksi Batubara terkenal dengan salah satu
proyeknya yaitu NEDOL memiliki 2 metode likuifaksi batubara yaitu
Bituminous Coal Liquefaction dan Brown Coal Liquefaction.
Bituminous Coal Liquefaction.
Dalam proses Bituminous Coal Liquefaction, Proyek
NEDOL berhasil menggabungkan 3 proses, yaitu: Solvent
8
Extraction Process, Direct Hydrogenation Process, dan Solvolysis
Process.
Spesifikasi proses NEDOL adalah sebagai berikut:
Tidak memerlukan batubara dengan spesifikasi tertentu.
Batubara yang digunakan bisa dari low grade sub-bituminous
sampai low grade bituminous.
Yield Ratio bisa mencapai 54% berat, lebih besar dari medium
atau light oil
Temperatur standar reaksi adalah 450C dan Tekanan standar
170 kg/cm2G
Membutuhkan katalis yang sangat aktif namun tidak mahal
Sebagai pemisah antara fasa cair-gas, digunakan sistem
distilasi pengurang tekanan.
Digunakan sebagai pelarut terhidrogenasi yang dapat
digunakan kembali untuk mengawasi kualitas pelarut agar
dapat meningkatkan Yield Ratio dari batubara cair dan
mencegah fenomena cooking pada tungku pemanas.
9
Gambar . Diagram alir proses Bituminous Coal Liquefaction
10
Gambar. Diagram alir proses Brown Coal Liquefaction
11
campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku
dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.
12
Meningkatkan dampak negatif dari penambangan batubara.
Penyebaran skala besar pabrik batubara cair dapat menyebabkan
peningkatan yang signifikan dari penambangan batubara.
Penambangan batubara akan memberikan dampak negatif yang
berbahaya. Penambangan ini dapat menyebabkan limbah yang
beracun dan bersifat asam serta akan mengontaminasi air tanah.
Selain dapat meningkatkan efek berbahaya terhadap lingkungan,
peningkatan produksi batubara juga dapat menimbulkan dampak
negatif pada orang-orang yang tinggal dan bekerja di sekitar
daerah penambangan.
Menimbulkan efek global warming sebesar hampir dua kali lipat
per gallon bahan bakar.Produksi batubara cair membutuhkan
batubara dan energi dalam jumlah yang besar. Proses ini juga
dinilai tidak efisien. Faktanya, 1 ton batubara hanya dapat
dikonversi menjadi 2-3 barel bensin. Proses konversi yang tidak
efisien, sifat batubara yang kotor, dan kebutuhan energi dalam
jumlah yang besar tersebut menyebabkan batubara cair
menghasilkan hampir dua kali lipat emisi penyebab global
warmingdibandingkan dengan bensin biasa. Walaupun karbon
yang terlepas selama produksi ditangkap dan disimpan, batubara
cair akan tetap melepaskan 4 hingga 8 persen polusiglobal
warming lebih banyak dibandingkan dengan bensin biasa.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pencairan batubara (Coal Liquefaction) adalah proses mengubah wujud batubara
dari padat menjadi cair. Proses pencairan batubara dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu metode langsung (Direct Liquefaction Process) dan metode tidak
langsung (Indirect Liquefaction Process). Pada proses tidak langsung batubara
difragmentasi menjadi CO, CO2, H2, dan CH4 yang kemudian direkombinasikan
menghasilkan produk cair, prosesnya melalui gasifikasi dan kondensasi. Pada
proses langsung batubara cair diproduksi dengan melarutkan dalam suatu pelarut
organik lalu dilanjutkan dengan proses hidrogenasi pada suhu dan tekanan tinggi.
Proses pencairan batubara secara langsung dapat dilakukan melalui pirolisis,
ekstraksi pelarut dan hidrogenasi katalitik.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://bataviase.co.id
http://blogodril.blogspot.com/2010/03/batubara-yang-dicairkan-konversi-
energi.htm.
http://scientificindonesia.wordpress.com/proses-pengolahan-batubara/
15
16