Anda di halaman 1dari 10

SLURRY FIRING

Pembakaran dalam bentuk slurry bertujuan


agar bahan bakar lebih mudah
ditransportasikan, disimpan dan digunakan
dibandingkan dalam bentuk padat.
Peningkatan peran batubara sebagai penyedia
energy alternative terus dilakukan, penelitian
batubara yang semula dalam bentuk padat
menjadi bahan cair. Rekayasa tersebut telah
menghasilkan coal oil mixture (COM), coal
water fuel (COF) dan teknologi pencairan
batubara.
1. Coal-Water Mixtures
(CWM) atau COF
CWM merupakan campuran antara batubara
berukuran halus dan air dengan perbandingan
tertentu serta dengan penambahan aditif tertentu
untuk menjaga kestabilan fluida agar batubara tidak
cepat mengendap.

Tujuan utama CWM adalah agar dapat


ditransportasikan dengan pipa-pipa sehingga lebih
murah biaya transportasinya dibandingakan biaya
transportasi batubara dalam keadaan padat
BAHAN BAKU CWF
Bahan baku batubara bernilai kalor tinggi (kurang lebih 7.000 kcal/kg) sebagai kompensasi
pemakaian air sehingga nilai kalor CWF yang diperoleh cukup tinggi.
Bahan baku batubara jenis bitumen bernilai kalor tinggi dan kandungan air bawaan (inherent
moisture) yang rendah disarankan sehingga kendala rendahnya nilai kalor CWF dapat diatasi.
Sebetulnya dipergunakan sub bitumen ataupun lignit. Tetapi kedua jenis tersebut mempunyai
kandungan air bawaan yang tinggi sehingga CWF yang dihasilkan akan mempunyai nilai kalor
yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut harus dilakukan pengeringan pada suhu dan
tekanan tinggi.

Persyaratan bahan baku CWF adalah


1. Kadar abu yang rendah
2. Kandungan zat terbang lebih besar dari 20%
3. Angka HGI harus tinggi
4. Fouling dan slagging indeks yang rendah
5. Kandungan belerang kurang dari 1 %

1. Di samping tidak mencemari udara, kadar abu harus rendah untuk mengurangi ongkos
modifikasi tungku pada pembuangan abu dasar (bottom ash).
2. Kandungan zat terbang >20 % untuk mempermudah penyalaan.
3. Didalam pembuatan CWF mempergunakan batubara halus (-75 mikron) maka diperlukan
penggilingan maka angka HGI harus tinggi untuk mengurangi ongkos giling.
4. Titik leleh abu harus tinggi untuk mengindarkan pengendapan abu yang mudah meleleh pada
bagian dalam tungku (boiler). Terjadinya fouling dan slagging dapat menghentikan operasi,
oleh sebab itu fouling dan slagging perlu dibersihkan untuk mengembalikan alih panas yang
tinggi. Indeks fouling dan slaging dipengaruhi oleh kandungan alkali dan belerang dalam abu.
5. kandungan belerang harus rendah untuk mencegah pencemaran lingkungan dan korosi bagian
dalam boiler.
ADITIF
Aditif adalah bahan yang ditambahkan kedalam campuran
CWF dan berfungsi untuk menambah kestabilannya, artinya
butiran batubaranya tidak mengendap dalam waktu yang
lama (2 bulan atau lebih).

Aditif yang berfungsi untuk mendispersikan butiran batubara


tersebut. Penambahan aditif berkisar antara 0,1 sampai 1,5
tergantung macam aditifnya.

Dari hasil penelitian aditif yang baik berupa surfactant


(reagen pengaktif permukaan butir) yang dapat terdiri dari
surfactant ionik (anionik atau kationik) dan surfactant non-
ionik. Ada pula adiktif lain yang fungsinya untuk membuat
campuran yang bersifat emulsi dan stabil. Karena jenis
surfactant ini banyak variasinya,maka diperlukan penelitian
khusus yang cocok untuk batubara yang sedang dipakai unuk
bahan baku CWF. Persyaratan aditif yang baik ialah harus
efektif, ikut terbakar dalam proses pembakaran dan murah .
PEMBUATAN CWF
Teknologi pembuatan CWF
termasuk sederhana terutama apabila memakai bahan baku batubara yang
mempunyai nilai kalor tinggi (kurang lebih 7.000 kcal/kg).
Batubara berkadar abu rendah (<10%) digerus menjadi 10 mm dan
kemudian digiling dengan ballmill.
Penggilingan dilakukan dengan konsentrasi padatan tinggi (kurang lebih
70% batubara). Hasil gilingan dilakukan pada suatu pemisah ukuran (size
classifier) pada ukuran pemisah 75 mikron. Ukuran lebih besar 75 mikron
diteruskan kealat pengurangan air (dewatering) apabila diperlukan.
Ukuran partikel terbesar batubara tidak terpaku pada 75 mikron saja, dapat
juga lebih besar atau halus tergantung dari jenis batubaranya.
Besarnya konsentrasi campuran pada pengadukan (mixing) ditentukan
pada waktu optimasi skala laboratorium sebelumnya.

Batubara dengan mutu tinggi, proses pembuatan CWF dapat lebih sederhana.
Setelah penggilingan dapat langsung dilakukan pengadukan dimana pada
tahap ini aditif ditambahkan. Pada batubara tingkatan rendah dengan
kandungan air bawaan tinggi perlu dilakukan pengeringan lebih dahulu
pada suhu tinggi. Pengadukan berlangsung hanya dalam waktu beberapa
menit dengan putaran tinggi (>6000) dan menghasilkan kestabilan yang
tinggi (> 2 bulan).
2. Coal-Oil Mixtures
(COM)
COM merupakan campuran antara
batubara halus dan minyak dengan
perbandingan tertentu. COM tidak
terlalu menimbulkan masalah
menyangkut keberhasilan dalam
pembakaran, dibandingkan CWM.
Proses ultrasonic
Proses ini dikembangkan oleh Coal liquid international of USA
dengan prinsip dasar sebagai berikut :
Batubara digerus dalam pulverizer sampai ukuran 200 mesh.
Dengan komposisi batubara gerus 50%, bunker C oil 40% dan air tawar 10%, dimasukan dalam
mixing tank dan diaduk. dipergunakan air karena air mempunyai kemampuan pembakaran
(combustion capability).
Adukan COM ini belum stabil, oleh sebab itu dialirkan melalui ultrasonic device yang
dikembangkan. Ultrasonic berfungsi untuk melepas molekul air dari batubara kemudian diselimuti
oleh bunker C oil.

Didalam alat ultrasonic, butiran-butiran sangat kecil, sehingga tidak terjadi agresi pada
butiran-butiran itu. Setelah melalui proses ultrasonic, COM yang dihasilkan menjadi stabil
dan dapat disimpan dalam tangki penyimpanan yang dilengkapi dengan pemanasan
automatis (automatic heating) dengan temperature T = 60C. Proses stabilisasi yang
dilakukan oleh alat ultrasonic ini biayanya sangat minimum, kurang dari satu sen dollar per
million BTU.

Stabilitas statis adalah kemampuan campuran itu (COM) untuk tetap homogen, baik ketika
ditransport ataupun ketika dalam penyimpanan sampai diperlukan. Stabilitas dinamis
adalah ketentuan retensi bahan bakar (COM) ketika mengalir melalui pipa pembakar.
Proses Umum
Batubara yang sudah digerus, Bunker C Oil, air dan
additive (zat penambah) diaduk secara mekanis
didalam tangki campur (mixing tank) dengan cara
agitasi. Adukan yang selesai dan sudah stabil
dialirkan ketangki penyimpan.

Additive ini berupa cairan (surface active agent =


SAA). molekul surface active agent ini pada satu sisi
bersifat hydrophotic. Sifat SAA ini seperti sabun,
disatu pihak molekul sabun dapat membersihkan
minyak dari permukaan, tetapi juga dapat berbusa
dengan air, kedua sifat ini bekerja bersamaan.
Sabun memang mempunyai sifat hydropholic dan
hydrophotic. Molekul SAA beroperasi pada interface
antara molekul minyak dan air, antara minyak dan
batubara. Tanpa SAA interfacenya tidak akan stabil
setelah dengan SAA interfacenya menjadi stabil.
Proses Penggilingan Basah
Dalam proses ini batubara tidak perlu digerus, melainkan raw coal, bersama-
sama bunker C oil, air ditambah additive active agent (SAA) digiling dalam
ballmill. COM yang sudah stabil dialirkan ke tangki penyimpanan.
Perbedaan pokok antara COM boiler dan B/C oil boiler adalah :
1. Fuel feeding equipmentnya berbeda
2. Struktur pembakar (burner) juga berbeda

Boiler harus ditambah peralatan kantong filter untuk menampung abu yang
dihasilkan oleh batubara didalam COM. Pada percobaan dengan COM ini masih
didapatkan masalah-masalah antara lain :
*) Abu yang terbentuk hasil pembakaran COM
*) Nozzle burnernya cepat aus, lubangnya cepat besar

Diujung-ujung lubang selalu terdapat kerak yang berwarna hitam, juga didalam
pipa burner selalu mengendap zat yang berwarna putih, diduga SiO2, nozzle
burner ini ada tujuh dan harus dibersihkan setiap hari sekali.

COM tidak menyebabkan polusi, abu hasil pembakaran diboiler ditampung


dibawah boiler, sedangkan fly ashnya ditutup dengan flute gas kekantong
filter. COM demonstration plant yang di Incon Korea lebih menyukai bituminous
coal yang tinggi nilai kalornya, rendah kadar abunya <4% dan volatile matter
(VM) masih dapat ditolerir sampai 45%. Bila VMnya tinggi, maka ketika terjadi
penggerusan batubara, dialirkan udara yang bebas O2 dalam air heater. Nilai
ekonomis penggunaan COM ini tergantung pada harga minyak.
3. TEKNOLOGI PENCAIRAN
BATUBARA
Pada suatu saat kebutuhan tidak dapat bergantung pada minyak dan gas bumi,
karena cadangannya cenderung menurun, apabila tidak ditemukan cadangan baru.
Untuk menghemat penggunaan bahan bakar tersebut ditingkatkan penggunaan batu
bara sebagai salah satu sumber energi alternatif. Untuk hal tersebut dicoba
melakukan pencairan batu bara. Proses pencairan batubara dipilih proses hidrogenasi
(pencairan batubara secara langsung) dengan memilih batubara yang mempunyai
kadar abu rendah (<10 %). Percobaan dilakukan pada batu bara yang berasal dari
sumatra selatan (banjarsari dan kungkilan) dalam suatu autoclave yang berkapasitas
250 cc.

a. Prinsip Kerja
Batubara + 40 gram, katalis + 0,40 gram (CoMo) ditambah 60 gram tar oil fraction,
dimasukkan kedalam autoclave. Gas hidrogen dialirkan kedalam autoclave dengan
tekanan 150 bar, kemudian dipanaskan sambil digoyang hingga dicapai suhu konstan
di mana tekanan gas akan turun. Gas yang dihasilkan dianalisis untuk menghitung
konversi batubara menjadi larutan diperhitungkan dari larutan yang dihasilkan.

b. Hasil yang diperoleh :


Konversi batubara banjarsari 98,50%
Kungkilan 92,50%.
Gas yang dihasilkan dari penelitian ini didapatkan macam dan prosentase volume yang
berbeda dari hasil pencairan batubara yang berasal dari banjarsari dan kungkilan. Hasil
penelitian awal ini memberikan harapan kemungkinan melakukan pencairan batubara dalam
skala industri.

Anda mungkin juga menyukai