OLEH :
MARZUKI NAIBAHO
08021281722031
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena-Nya makalah ini dapat
diselesaikan. Dalam penyelesaian makalah ini penulis mendapat banyak bantuan
secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
teman-teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Penulis menerima
adanya kritik dan saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. L
atar Belakang
Kebutuhan akan energi bertambah semakin cepat dari tahun ke tahun,
sementara sumber yang dapat langsung untuk digunakan untuk kebutuhan tertentu
semakin terbatas. Meskipun energi yang bersumber pada radiasi matahari (energi
surya) sangat berlimpah tetapi sejauh ini belum dapat pemanfaatannya masih belum
dapat optimal. Secara ekonomis peralatan yang diperlukan untuk mengkonversi
energi surya masih relatif mahal dibandingkan sumber-sumber energi yang bersumber
pada minyak dan gas bumi serta batubara.
Reaktor fusi nuklir merupakan salah satu sumber energi alternatif masa depan
yang menggunakan bahan bakar yang tersedia melimpah, sangat efisien, bersih dari
polusi, tidak akan menimbulkan bahaya kebocoran radiasi, dan tidak menyebabkan
sampah radioaktif yang merisaukan seperti pada reaktor fisi nuklir. Sejauh ini reaktor
fusi nuklir masih belum dioperasikan secara komersial. Prototipreaktor-reaktor fusi
saat ini masih dalam tahap eksperimentasi pada beberapa laboratorium di USA dan
dibeberapa negara maju lainnya. Suatu konsorsium dari USA, Rusia, Eropa dan
Jepang telah mengajukan pembangunan suatu reaktor fusi yang disebut International
Thermonuclear Experimental Reactor (ITER) di Cadarache (Perancis) untuk menguji
kelayakan dan keberlanjutan penggunaan reaksi fusi untuk menghasilkan energi
listrik. Reaktor-reaktor nuklir yang saat ini dioperasikan untuk menghasilkan energi
(listrik) merupakan reaktor fisi nuklir.
Dalam reaktor fisi nuklir energi diperoleh dari pemecahan satu atom menjadi
dua atom. Dalam reaktor-reaktor fisi nuklir konvensional, neutron lambat yang
menumbuk inti atom bahan bakar (umumnya uranium) menghasilkan inti atom baru
yang sangat tidak stabil dan hampir seketika pecah menjadi dua bagian (inti) dan
sejumlah neutron dan energi yang besar. Pecahan hasil reaksi fisi tersebut merupakan
sampah radioaktif dengan waktu paruh yang sangat panjang sehingga menimbulkan
1
masalah baru pada lingkungan. Dalam reaksi fusi nuklir dua inti atom ringan
bergabung menjadi satu inti baru. Dalam suatu reaktor fusi, inti-inti atom isotop
hidrogen (protium, deuterium, dan tritium) bergabung menjadi inti atom helium dan
netron serta sejumlah besar energi. Reaksi fusi ini sejenis dengan reaksi yang terjadi
di dalam inti matahari dan bersifat jauh lebih bersih, lebih aman, lebih efisien, dan
menggunakan bahan bakar yang jauh lebih berlimpah dibandingkan dengan reaksi fisi
nuklir.
Zat yang mengandung inti tidak stabil disebut zat radioaktif. Adapun reaksi
nuklir tidak spontan dapat terjadi pada inti yang stabil maupun inti yang tidak stabil.
Reaksi nuklir disertai perubahan energi berupa radiasi dan kalor. Berbagai jenis
reaksi nuklir disertai pembebasan kalor yang sangat dasyat. Reaksi nuklir ada yang
terjadi secara spontan ataupun buatan. Reaksi nuklir spontan terjadi pada inti-inti
atom yang tidak stabil. Zat yang mengandung inti tidak stabil ini disebut zat
radioaktif. Adapun reaksi nuklir tidak spontan dapat terjadi pada inti yang stabil
maupun inti yang tidak stabil. Gejala pemancaran radiasi secara spontan disebut
keradioaktifan dan zat yang bersifat radioaktif disebut zat radioaktif.
1.2. T
ujuan
1. Menjelaskan pengertian dasar mengenai fisika inti
2. Menjelaskan aplikasi fisika inti
3. Menjelaskan kegunaan radioaktifitas
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Peran fisika di dalam bidang medis khususnya dalam memahami fungsi kerja
organ tubuh, dalam pengembangan alat diagnosa, maupun teknik pengobatan atau
terapi. Sebagai contoh alat diagnosa PET (Positron Emission Tomography) tidak akan
terwujud jika tidak ada pengetahuan tentang radioaktif dan sifat-sifatnya, tentang
positron dan sifat-sifatnya, pengetahuan tentang bahan-bahan dan interaksinya
dengan radiasi sehingga dapat digunakan sebagai detektor, dan lain-lain.
Pemanfaatan partikel untuk terapi kanker didasari oleh pengetahuan mengenai
sifat mendasar interaksi partikel tersebut dengan atom-atom yang dikenainya. Semua
itu diperoleh melalui penelitian yang intensif dibidang fisika. Penelitian semacam ini
disebut penelitian dasar. Hasil penelitian dasar inilah yang selanjutnya menjadi modal
utama pengembangan teknologi. Oleh karena itu, ada ungkapan fisika "hari ini adalah
teknologi hari esok". Yukawa, fisikawan Jepang yang secara teori mengusulkan
adanya partikel pion untuk menjelaskan keterikatan nukleon dalam inti atom sangat
bahagia bahwa apa yang telah dikerjakannya dimasa lalu secara nyata dapat
dimanfaatkan untuk terapi kanker yang ia sendiri sedang mengidap penyakit tersebut,
melalui ungkapan "this news brought me great pleasure to see that pion, which I
imagined forty years ago by pure reason of theoretical physics, is turned out to be
useful for rescuing people from the affliction of cancer" (Thomsen, 1978).
Penelitian dasar memerlukan biaya besar sementara nilai ekonominya belum
terlihat. Inilah yang menjadi kendala negara berkembang termasuk Indonesia dalam
mendanai penelitian dasar. Jika masalah ini tidak dicarikan penyelesaian, selamanya
bangsa kita hanya akan menjadi bangsa pembeli teknologi dari bangsa lain. Kalibrasi
terhadap alat-alat kesehatan (alat diagnosa maupun terapi) yang tersebar diribuan
rumah sakit masih bermasalah, sementara pasien-pasien masih bergantung pada
pemanfaatan alat-alat tersebut. Demikian laporan Supardjo, staf Pusat Sarana
Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(Kompas, 2006). Seharusnya alat-alat kesehatan tersebut diuji dan dikalibrasi secara
rutin untuk keberhasilan pengobatan dan keselamatan pasien. Di Indonesia sudah
sangat mendesak untuk dibangun suatu pusat pendidikan yang secara khusus
4
menghasilkan tenaga ahli (medical physicist) yang memiliki kompetensi untuk
melakukan uji dan kalibrasi alat-alat kesehatan tersebut.
5
peristiwa pemusnahan elektron-positron dan dipancarkan dua buah radiasi
elektromagnet (gamma) masing-masing dengan energi 511.
6
daerah sekitar berhentinya proton (Meyerhof, 1989). Dengan demikian kerusakan sel
terlokalisir di sekitar posisi proton berhenti dan efek samping berkurang sangat
signifikan. Pengurangan doses secara signifikan pada jaringan normal dengan terapi
proton dibandingkan dengan terapi foton telah dilaporkan oleh Chang et al (2006).
Dengan memperhitungkan kedalaman jaringan kanker yang menjadi target
radiasi, energi proton ditentukan agar jangkaunya tepat pada jaringan tersebut. Tidak
seperti terapi radiasi foton, dimana doses terbesar diterima oleh jaringan di
permukaan, pada terapi proton doses maksimum dirasakan di pusat kanker itu sendiri
(Castellucci, 1998). Di dalam proses perencanaan radioterapi ini seorang fisikawan
mutlak diperlukan. Sebuah pusat terapi proton The Roberts Proton Therapy Center
sedang dibangun di The University of Pennsylvania's School of Medicine dan
diprogramkan beroperasi pada tahun 2009. Ini merupakan pusat terapi pertama di
dunia yang dibangun disebuah kampus (US Fed News Service, 2006).
7
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. R
adioisotop Sebagai Sumber Radiasi dibidang Kedokteran
Penggunaan efek radiasi untuk tujuan penyembuhan telah diawali oleh
beberapa keberhasilan seperti pada tahun 1897, L. Freund telah berhasil
menghilangkan semacam kelainan (terdapat penumbuhan bulu) pada kulit seseorang
dengan cara meradiasi. Pada tahun 1899, J. T. Steinbek dan T. A. V. Sjogrein telah
berhasil menyembhkan tumor kulit pada hidung seseorang pasien dengan cara
meradiasi. Dari sekian banyak laporan keberhasilan, ada juga laporan adanya efek
samping setelah diradiasi. Diantara efek samping yang ditimbulkan adalah telah
terjadi eritema kulit (skin reyhema) yaitu semacam gejala kemerah-merahan pada
kulit pasien setelah menjalani terapi dengan sinar-X, telah terjadi gejala kerontokan
rambut pada kepala seseorang yang telah diradiasi seperti yang dilaporkan oleh J.
Danielz tahun 1896.
3.2. St
erilisasi Radiasi
Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat
digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Sterilisasi dengan cara radiasi
mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional
(menggunakan bahan kimia), yaitu sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam
mematikan mikroorganisme. Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan
kimia. Karena dikemas dulu baru disetrilkan maka alat tersebut tidak mungkin
tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan cara konvensional,
yaitu disterilkan dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan masih ada
kemungkinan terkena bibit penyakit.
8
3.3. Te
rapi Tumor atau Kanker
Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya
baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau
tumor ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau
tumor dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker
tersebut. Radiasi dapat menghambat proses pembelahan sel yang dapat menimbulkan
kematian pada sel dan jaringan itu bila penghambatan berlangsung secara terus-
menerus. Seperti diketahui jaringan atau sel-sel kanker memiliki daya pembelahan
diri yang jauh lebih tinggi dari pada sel-sel normal dan sehat. Maka menurut hukum
bergonnie tribondau, golongan sel-sel kanker ini bersifat lebih radiosensitif dari pada
sel-sel normal. Jadi dengan jalan meradiasi maka penyakit kanker (tumor) pada
jaringan atau organ tertentu dapat disembuhkan.
3.4. R
adiasi dan Pembuataan Radiovaksin
Radiasi dapat melemahkan mikroorganisme ataupun penyakit yang
selanjutnya dapat digunakan untuk pembuatan vaksin dari penyakit tertentu. Vaksin
yang diperoleh secara demikian dikenal sebagai radiovaksin. Contohnya radiovaksin
untuk penyakit tidur di Afrika dan radiovaksin untuk penyakit cacing pada ternak dan
lain-lain.
3.5. R
adiasi dan Usaha Sterilisasi Hama
Radiasi dapat digunakan untuk mensterilkan beberapa alat atau bahan
keperluan dokter, karena mikroba atau bibit penyakit akan mati akibat radiasi pada
dosis lethal. Contohnya alat-alat kedokteran (pisau, gunting, jarum, dan pinset) atau
bahan-bahan kedokteran lainnya (kapas, pembalut, dan lainnya) telah berhasil
disterilkan dengan radiasi.
9
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Fisika adalah ilmu pengetahuan empiris. Keterampilan dan metode yang
digunakan adalah bagian integral dari fisika. Tes akhir validitas setiap teori adalah
apakah teori tersebut cocok dengan eksperimen. Banyak penemuan-penemuan
penting yang dibuat sebagai hasil dari pengembangan suatu teknik eksperimen baru.
Sebagai contoh, teknik radiasi yang dikembangkan untuk digunakan dalam bidang
kedokteran dan kesehatan secara berturutan mengarah pada penemuan yang tak
terduga tentang terapi penyembuhan tumor atau kanker.
10
DAFTAR PUSTAKA
Castellucci, L. 1998. Why Proton Therapy Differ. Journal of the National Cancer
Institute, 90(23): 1769.
Chang, Joe Y., Zhang Xiaodong, Wang Xiaochun, Kang Yixiu, Riley Beverly,
Bilton, Stephen Mohan, Radhe Komaki, Ritsuko Cox, dan James D. 2006.
Significant Reduction of Normal Tissue Dose by Proton Radiotherapy
Compared with Three Dimensional Conformal or Intensity Modulated
Radiation Therapy in Stage I or Stage III Non Small Cell Lung Cancer.
International Journal of Radiation Oncology, Biology, Physics, 65(4): 1087-
1096.
11
US Fed News Service. 2006. Washington: Including US State News.
Wiendartun. 2020. Fisika Inti dalam Bidang Kedokteran, Kesehatan, dan Biologi.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/195708071982112
-WIENDARTUN/makalah_bio_fisika.pdf. diakses pada tanggal 12 April 2020.
12