Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan manusia, energi mempunyai peranan penting untuk
keberlangsungan hidup. Ketersediaan energi saat ini masih bergantung pada
minyak, gas dan bahan bakar fosil lainnya yang membuat semakin menipisnya
persediaan sumber energi tak terbarukan seiring dengan bertambahnya pengguna
energi di seluruh dunia. Oleh karena itu diperlukan energi alternatif yang dapat
diperbaharui seperti pemanfaatan energi matahari atau sel surya.
Energi listrik merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan manusia yang
menyebabkan penggunaan energi listrik semakin meningkat sehingga diperlukan
sumber energi alternatif yang dapat mengurangi penggunaan sumber energi fosil.
Salah satunya dengan mengembangkan pemanfaatan energi matahari yang dinilai
sebagai salah satu upaya yang paling baik dilakukan karena Indonesia sendiri
terletak di daerah tropis sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan energi
listrik yang bersumber dari energi matahari. Salah satu teknologi yang
memanfaatkan energi matahari adalah teknologi DSSC.
Dye-Sensitized Solar Cell adalah teknologi surya yang mampu
mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik secara langsung dengan
bantuan photosensitizer yang dikembangkan pertama kali oleh Professor Michael
Gratzel pada tahun 1991( (Ardianto et al., 2015). Dye Sensitized Solar Cell
merupakan sel surya generasi baru yang berkembang karena kebutuhan akan sel
surya yang murah dan ramah lingkungan. DSSC bekerja berdasarkan prinsip
fotoelektrokimia dengan dye sebagai agen penyerap cahaya dan semikonduktor
sebagai tempat separasi muatan (Amrullah et al., 2017). Sebuah DSSC terdiri dari
kaca transparan (TCO), Pasta Titanium Dioksida (TiO2), Dye, Elekttrolit Redoks
Katalisator, dan kaca TCO (Hardeli et al., 2013). DSSC terbagi menjadi beberapa
bagian yang terdiri dari nanopori bahan semikonduktor, molekul dye yang
terabsorpsi di permukaan bahan semikonduktor dan katalis yang dideposisi
diantara dua kaca konduktif (Firmanilla, 2016).
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam DSSC adalah
penyinaran matahari yang dapat mempengaruhi kinerja Dye Sensitized Solar Cell.
Konversi energi matahari menjadi energi listrik bergantung pada keberlangsungan
penyinaran matahari. Dalam hal ini pada DSSC menggunakan lampu halogen yang
digunakan sebagai pengganti energi matahari dikarenakan spektrum cahaya yang
dihasilkan lampu halogen sama halnya dengan sinar matahari.
Zat warna alami digunakan sebagai sensitizer alternatif karena memiliki
keunggulan, yaitu dapat diekstraksi dari bahan alam dengan menggunakan
prosedur sederhana tanpa harus menggunakan prosedur ekstraksi bahan alam yang
dari tahap awal hingga tahap pemurnian (Fernando, 2008). Kelebihan lain dari zat
warna alami, yaitu harga produksi murah, dapat terdegradasi secara alami, bahan
baku mudah diperoleh, ramah lingkungan, mengurangi penggunaan logam mulia
dan tidak memerlukan sintesis bahan kimia yang mahal (Sinha et al., 2012). Saat
ini, photosensitizer pada DSSC yang banyak digunakan berasal dari zat warna
alami, seperti klorofil, karotenoid, antosianin, flavonoid, sianin dan tanin.
Dye yang ramah lingkungan dan melimpah di alam, seperti dye dari bagian
daun, biji, buah, batang dan akar tanaman menjadi pilihan alternatif sebagai
sensitiser pada DSSC. Zat-zat seperti klorofil, betakaroten, antosianin, tanin,
kurkumin, dan sebagainya pada tumbuhan dapat diaplikasikan sebagai sensitiser
(Dahlan et al., 2016). Salah satu sumber klorofil yang dapat digunakan sebagai
dye alami adalah daun eceng gondok hal ini dapat dilihat dari warna daun eceng
gondok itu sendiri yang hijau. Senyawa klorofil yang dihasilkan daun eceng
gondok berasal dari pigmen kloroplas yang terdapat dalam daun eceng gondok.
Kemampuan tumbuhan eceng gondok menyerap energi pada cahaya tampak yang
besar yaitu sebesar 420 nm – 660 nm menjadikan eceng gondok sebagai salah satu
tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai sensitizer pada DSSC (Yuliarosa, 2019).
Untuk mendapatkan hasil dye organik yang baik, harus menggunakan metode
ekstraksi yang baik. Salah satu metode ekstraksi yang sering digunakan adalah
metode ekstraksi menggunakan microwave dan metode ekstraksi sonikasi.
Microwave Assisted Extraction (MAE) adalah teknik ekstraksi yang
memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh microwave berupa energi gelombang
mikro dalam bentuk radiasi non pengion yang memiliki frekuensi sebesar 0,3-300
GHz. MAE memilki beberapa keunggulan dibandingkan metode ekstraksi
konvensional, yaitu proses ekstraksi berjalan cepat, hemat pelarut, kontrol suhu
bagus dan laju ekstraksi lebih tinggi. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi hasil ekstraksi jika menggunakan teknik MAE, yaitu suhu dan
tekanan, waktu ekstraksi, jenis pelarut dan volumenya (Purwanto, 2010).
Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) adalah proses pemisahan komponen
sampel dengan menggunakan bantuan gelombang ultrasonik untuk mempercepat
reaksi kimia sehingga menghasilkan pemisahan yang efisien. Gelombang
ultrasonik akan menyebabkan terjadinya efek kavitasi yaitu pertumbuhan,
pembentukan dan pemecahan gelembung dalam suatu cairan. Frekuensi
gelombang ultrasonik yang biasa digunakan dalam bidang kimia yaitu 20 kHz – 2
MHz. Terdapat beberapa kelebihan ekstraksi menggunakan bantuan gelombang
ultrasonik dibandingkan dengan ekstraksi konvensional, yaitu bagus digunakan
untuk sampel yang tidak tahan panas serta pengerjaannya lebih efisien (Wardiyati,
2004). Penelitian ini akan meggabungkan metode Ultrasonic Assisted Extraction
(UAE) dan Microwave Assisted Extraction (MAE) sebagai pemeka cahaya pada
Dye Sensitized Solar Cell yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas rendemen
dan ekstrak yang dihasilkan tinggi sehingga efisiensi DSSC dapat meningkat.

1.1. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui performa Dye Sensitized
Solar Cell dengan kombinasi perlakuan ekstraksi metode Microwave Assisted
Extraction (MAE) dan Ultrasonic Assisted Extraction (UAE).

1.3. Hipotesis
Diduga penggunaan alat microwave dan sonikator dengan waktu terlama akan
menghasilkan rendemen atau klorofil dengan tingkat yang lebih banyak.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Energi Matahari
Energi merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar bagi
kehidupan manusia. Saat ini, manusia bergantung pada energi fosil sehingga
ketersediaan energi fosil akan semakin menipis seiring dengan besarnya kebutuhan
energi. Oleh karena itu diperlukan energi alternative yang dapat menggantikan
keberadaan energi fosil yang digunakan saat ini. Salah satu energi lternatif yang bisa
dimanfaatkan sebagai sumber energi adalah enegi surya atau energi matahari
(Ardianto et al., 2015).
Energi matahari adalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari.
Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi
seperti pemanas surya, fotovoltaik surya, listrik panas surya, arsitektur surya,
dan fotosintesis buatan. Salah satu pemanfaatan energi matahari yaitu dengan
mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik melalui teknologi DSSC. DSSC
merupakan teknologi surya yang mampu mengkonversi energi matahari menjadi
energi listrik secara langsung dengan bantuan photosensitizer. Teknologi DSSC
merupakan solusi yang paling efisien untuk memaksimalkan pemanfaatan energi
matahari karena sifatnya yang ramah lingkungan, pengelolaan dapat dilakukan dalam
waktu cepat dan bahan yang digunakan sebagai sensitizer tersedia melimpah di alam
sehingga biaya yang digunakan cenderung murah (Dahlan et al., 2016).

2.2. Dye Sensitized Solar Cell


DSSC merupakan teknologi atau piranti yang dapat mengubah energi
matahari menjadi energi listrik dengan bantuan sensitizer atau dye. Peneliti di dunia
semakin gencar melakukan riset terhadap DSSC sejak pertama kali ditemukan oleh
Professor Michael Gratzel pada tahun 1991 karena DSSC dianggap sebagai terobosan
baru dalam teknologi sel surya. DSSC merupakan salah satu generasi ketiga sel surya
yang prosesnya hampir sama dengan proses fotosintesis berdasarkan transfer electron
dan mekanisme energi. Dalam DSSC, yang bertindak sebagai penyerap cahaya dan
membantu dalam proses produksi electron yang tereksitasi adalah dye. Proses
produksi sel surya konvensional hanya melibatkan material silicon berbeda halnya
dengan DSSC. Separasi muatan listrik dan absorpsi cahaya terjadi pada proses yang
tidak bersamaan atau terpisah. Separasi muatan dilakukan oleh inorganic
semikonduktor yang mempunyai band gap lebar sedangkan absorpsi cahaya
dilakukan oleh dye atau sensitizer (Hardianti, 2018).
Dye Sensitized Solar Cell merupakan sel surya yang berbasis teknologi
fotoelektrokimia yang menggunakan zat warna yang berasal dari bahan organik yang
berfungsi sebagai penyerap cahaya matahari dan semikonduktor anorganik sebagai
tempat terjadinya separasi muatan listrik dengan menggunakan elektrolit yang
berfungsi sebagai transfer muatan (Nasukhah dan Prajitno, 2012)
Dye Sensitized Solar Cell adalah sel surya yang terdiri dari tiga struktur utama
yaitu elektroda kerja, elektroda pembanding, dan larutan elektrolit. Dimana elektroda
kerja terdiri dari kaca konduktif transparan, lapisan semikonduktor pasta Titanium
Dioksida dan lapisan dye organik yang bekerja sebagai sensitizer, yang bertindak
sebagai elektroda pembanding adalah kaca konduktif transparan yang dilapisi dengan
lapisan karbon seperti jelaga lilin, sedangkan elektrolit atau pelarut yang biasa
digunakan dalam DSSC adalah iodine triodida dengan pasangan redoks (Fahyuan et
al., 2015).

2.3. Prinsip Kerja DSSC


Prinsip kerja DSSC adalah mengkorversi energi cahaya menjadi energi listrik
dengan bantuan struktur penyusun dye yang bertindak sebagai reaksi transfer
elektron. Saat dye yang melekat dipermukaan TiO2 menyerap foton dari cahaya
matahari elektron akan tereksitasi ke pita konduksi TiO 2. Elektron akan terkumpul di
TiO2 molekul dye yang ditinggalkan berada dalam keadaan teroksidasi. Selanjutnya
elektron akan ditransfer melalui rangkaian luar menuju lawan. Dye mengalami
eksitasi yaitu kehilangan elektron yang ditranfer ke TiO 2 karena TiO2 bersifat aseptor
elektron sehingga menyebabkan dye menjadi berlubang atau hole. Elektron yang di
transfer ke dalam titanium dioksida atau disebut dengan reaksi injeksi ke TiO 2 terus
bergerak menuju kaca Transarent Conductive Oxide (Putri, 2016).
Elektron yang berada di kaca Transarent Conductive Oxide, bergerak menuju
elektroda pembanding yang dilapisi katalis yang terdapat larutan elektrolit
didalamnya yang berfungsi menangkap elektron yang tereksitasi dari rangkaian luar,
hal ini menyebabkan terjadinya reaksi reduksi (Supriyanto et al., 2013).
Penangkapan elektron dari pasangan redoks yaitu triodide bergerak menuju iodine.
Iodine berdifusi lagi ke elektroda lawan dengan menerima satu elektron. Dye
mengalami regenerasi kembali karena menerima elektron dari pasangan redoks untuk
menggantikan dye berlubang sebelumnya sehingga dye berada kembali ke situasi
awal dengan ini arus listrik dapat dihasilkan. Aliran elektron ini akan terus berlanjut
sampai elektrolit habis terevaporasi. Dengan adanya siklus ini, DSSC akan
menghasilkan energi listrik seiring dengan elektrolit yang akan habis karena
mengalami evaporasi (Nasukhah dan Prajitno, 2012).

2.4. Struktur penyusun Dye Sensitized Solar Cell

Struktur penyusun Dye Sensitized Solar Cell yang dapat membantu


mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik terdiri dari susunan menyerupai
sandwich yaitu kaca transparent conductive oxide (TCO), pasta titanium dioksida
(TiO2), dye atau sensitizer, elektrolit redoks dan katalisator.

2.4.1. Kaca Transparent Conductive Oxide (TCO)

Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent


Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. Material substrat itu
sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya berfungsi
sebagai tempat muatan mengalir. Kaca yang digunakan untuk struktur DSSC ini harus
memiliki nilai resistensi yang tinggi hal ini dikarenakan dalam proses pelapisan
material TiO2 kepada substrat, diperlukan proses sintering pada temperatur 400-500
o
C dan kedua material tersebut merupakan pilihan yang cocok karena tidak
mengalami kerusakan pada batas temperatur tersebut (Fahyuan et al., 2015).
Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparant
Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. Material substrat itu
sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya berfungsi
sebagai tempat muatan mengalir. Material yang umumnya digunakan yaitu flourine-
doped tin oxide (SnF atau FTO) dan Indium Tin Oxide (ITO) (Kumara dan Prajitno,
2012). Capacitive touchscreen merupakan teknologi layar yang mampu
menerjemahkan perintah hanya dengan sebuah sentuhan. Sistem kapasitif memiliki
lapisan pembungkus yang bersifat kapasitif pada seluruh permukaannya berbahan
indium tin oxide (ITO), yang menyimpan muatan listrik. Lapisan ITO dari capacitive
touchscreen ini dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam pembuatan DSSC karena
memiliki sifat transparan dan konduktif, selain itu juga kaca ini lebih mudah
diperoleh baik dalam keadaan baru maupun dari limbah dan juga memiliki harga
yang lebih murah (Ardianto et al., 2015).
Transparent Conductive Oxide (TCO) memiliki kaca bagian atas dan kaca
bagian bawah. Kaca bagian atas sebagai elektroda dan kaca bagian bawah sebagai
elektroda pembanding. Kaca terdiri dari dua sehingga bisa mengapit susunan sistem
sandwich secara keseluruhan. Dye Sensitized Solar Cell biasanya kaca yang
digunakan sebagai bahan kaca transparent yaitu Flourine Tin Oxide (FTO atau
SnO2:F) dan Indium Tin Oxide (ITO atau In2O3:Sn). Kaca yang digunakan sebagai
bahan Dye Sensitized Solar Cell harus memiliki sifat yang transparansi tinggi karena
berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya (Baharrudin et al., 2015).
Kaca substrat merupakan struktur DSSC yang penting untuk menopang
kinerja dari DSSC itu sendiri. Untuk itu, sifat dari kaca substrat ini harus diperhatikan
sifat yang harus dimiliki oleh kaca substrat ini yaitu sifat transparasi optic yang tinggi
cahaya aktif dapat melewati struktur penyusun penyerapan cahaya tanpa terjadi
spektrum cahaya, memiliki resistivitas kecil yang dapat membantu dalam proses
transfer elektron serta dapat mengurangi hilangnya energi (Cahaya, 2013).
2.4.2. Pasta Titanium Dioksida (TiO2)

Pasta Titanium Dioksida merupakan salah satu bahan penyusun Dye


Sensitized Solar Cell yang berfungssi sebagai elektroda kerja dalam sebuah rangkaian
DSSC. TiO2 merupakan bahan semikonduktor yang bersifat stabil terhadap
fotokorosi dan korosi oleh bahan kimia. Lapisan TiO2 memiliki band gap yang tinggi
dan memiliki transmisi optik yang baik. Penggunaan TiO2 diantaranya untuk
manufaktur elemen optik. Selain itu TiO2 berpotensial pada aplikasi divais elektronik
seperti DSSC dan sensor gas. Untuk aplikasinya pada DSSC, TiO 2 yang digunakan
umunya berfasa anatase karena mempunyai kemampuan fotoaktif yang tinggi. TiO 2
dengan struktur nanopori yaitu ukuran pori dalam skala nano akan menaikkan kinerja
sistem karena struktur nanopori mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi
sehingga akan menaikan jumlah dye yang terserap sehingga akan meningkatkan
jumlah cahaya yang dapat diserap (Fahyuan et al., 2015).
Titanium dioksida (TiO2) merupakan semikonduktor yang memiliki bandgap
lebar dan umumnya besifat tidak beracun, murah, dan memiliki karakteristik optik
yang baik. TiO2 banyak dibuat dalam variasi bentuk seperti serbuk nano, koloid,
lapisan tipis dan untuk aplikasi lingkungan dari mulai deoderization hingga purifkasi
udara dan air. Selain itu TiO2 juga dapat diaplikasikan sebagai fotokatalis dan
fotovoltaik seperti DSSC. Untuk aplikasi fotoelektroda pada DSSC, sifat film TiO2
bergantung dari teknik preparasi pembuatan pasta karena pasta yang baik akan
mempengaruhi unjuk kerja dari DSSC (Qibtiya et al., 2012)
Sebagai fotoelektroda TiO2 harus memiliki sifat optik yang baik dan luas
permukaan yang baik untuk penyerapan dye, tingkat energi material TiO 2 harus sesuai
dengan dye yang tereksitasi, memiliki mobilitas pembawa muatan yang tinggi, harus
mudah disintesis, stabil, murah, dan ramah lingkungan. Karakteristik material TiO 2
seperti struktur, morfologi, serta sifat optik dan listrik sebagai material semikonduktor
sangat mempengaruhi karakteristik DSSC. Umumnya TiO 2 sebagai elektroda kerja
pada DSSC memiliki morfologi partikel nano. Akan tetapi penggunaan TiO 2 partikel
nano sebagai penghambur cahaya tampak yang sangat rendah, sehingga sebagian
besar cahaya yang terkena DSSC bertransmisi melalui TiO2 tanpa berinteraksi dengan
dye sensitizer (Qibtiyah et al., 2012)
Untuk meningkatkan intensitas cahaya maka diperlukan lapisan penghambur
cahaya. Penggunaan TiO2 yang memiliki ukuran partikel lebih besar diaplikasikan
sebagai reflektor yang diharapkan dapat mengurangi transmisi cahaya sehingga
cahaya yang terkumpul lebih banyak yang secara efektif dapat meningkatkan efisiensi
sel surya (Muliani et al., 2010).

2.4.3. Dye

Dye merupakan bahan organik penyusun Dye Sensitized Solar Cell yang
berfungsi sebagai penyerap cahaya dan sekaligus sebagai donor elektron yang bersifat
cendrung stabil terhadap panas, memiiki elektrolik redoks yang bernilai positif yang
berpotensi meregenerasi melalui donor elektron, proses eksitasi dan reaksi redoks
dapat terjadi secara tepat (Yuliarosa, 2019). Proses fotosintesis pada tumbuhan telah
membuktikan adanya senyawa pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai dye.
Zat-zat tersebut ditemukan pada daun atau buah, yaitu antosianin, klorofil, dan
xantofil. Peneliti telah membuktikan bahwa klorofil dan xantofil dapat tereksitasi
dengan adanya penyinaran pada penerapan dye. Sebagai hasil pengembangannya,
peneliti telah mendapatkan efisiensi konversi energi yang lebih baik pada turunan
dyes klorofil tersebut karena memiliki gugus carboxylate (Kumara dan Prajitno,
2012).
Lapisan zat warna atau sensitizer yang akan menyerap cahaya tampak pada
TiO2. Sensitizer yang digunakan dalam sel surya bisa berupa senyawa anorganik
maupun zat warna organic. Sensitizer tersebut bisa bisa mensensitasi sel surya secara
efektif jiak terjadi ikatan dengan pasta titanium dioksida. Fungsi absorbs cahaya
dilakukan oleh molekul dye yang teradsorpsi pada permukaan TiO2. Dye yang
umumnya digunakan dan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis Ruthenium
Compleks. Dye merupakan faktor penting dalam menentukan performasi DSSC,
misalnya sifat serapan fotosensitizer yang menentukan secara langsung fotorespon
dari sel surya. Dye berfungsi sebagai penyerap cahaya tampak, memeompa elektron
ke dalam semikonduktor, menerima elektron dari pasangan redoks dalam larutan, dan
seterusnya dalam suatu siklus sehingga dye berperan sebagai pompa elektron
molekuler (Nugrahawati, 2012).

2.4.4. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Tumbuhan eceng gondok memiliki daun berwarna hijau yang tunggal,


berbentuk bulat yang melebar menyerupai bentuk gelembung, permukaan dari daun
terasa licin dan pangkalnya meruncing. Batang dari eceng gondok didalamnya
memiliki rongga-rongga udara yang ditutupi oleh selaput tipis dan memiliki akar
serabut (Juarni, 2017). Tumbuhan eceng gondok memiliki sifat baik seperti senyawa
sulfida, protein, lignin, selulosa, dan hemiselulosa bahkan dapat menyerap logam-
logam berat yang berada diperairan (Dirga, 2012). Gambar tumbuhan eceng gondok
dapat dilihat pada gambar 2.1

Sumber : Dirga, 2012


Gambar 2.1. Tumbuhan eceng gondok

Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat dan sering kali tumbuh liar
dapat menyebabkan kerugian bagi manusia misalnya tumbuhnya eceng gondok
disaluran air irigasi dapat menutupi permukaan air tersebut. Eceng gondok biasa
hidup di irigasi yang dangkal, danau, sungai, kolam dan lain sebagainya. Tumbuhan
eceng gondok juga dapat menguntungkan dalam perairan karena dapat digunakan
untuk mencegah perairan menjadi tidak tercemar dengan fungsinya yaitu menyerap
seperti uranium dan mercurium yang sangat berbahaya apabila berada didalam
perairan (Juarni, 2017).
Senyawa klorofil memiliki warna hijau dan jingga (Juarni, 2017). Warna hijau
pada eceng gondok dapat menandai bahwa eceng gondok mengandung senyawa
klorofil didalamnya. Pigmen kloroplas yang terdapat didalam senyawa klorofil yang
menghasilkan warna hijau pada tumbuhan eceng gondok dan tumbuhan lain yang
berwarna hijau. Tumbuhan eceng gondok dapat dijadikan sebagai bahan dye karena
senyawa dari klorofil mampu menyerap energi pada cahaya tampak sebesar 420 nm –
660 nm (Mabruroh, 2019).

2.4.5. Elektrolit

Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I-) dan triiodide
(I3-) sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan redoks
untuk elektrolit DSSC yaitu potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung
sesuai dengan potensial redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal, memiliki
kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk terreduksi dan teroksidasi dan inert terhadap
komponen lain pada DSSC (Maddu et al., 2007).
Karakteristik ideal dari pasangan redoks untuk elektrolit DSSC yaitu,
Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengan potensial
redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal, tingginya kelarutan terhadap
pelarut untuk mendukung konsentrasi yang tinggi dari muatan pada elektrolit, pelarut
mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa yang efisien, tidak
adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tampak untuk menghindari absorbsi
cahaya datang pada elektrolit, kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi
maupun teroksidasi, mempunyai reversibilitas tinggi dan inert terhadap komponen
lain pada DSSC (Prayogo et al., 2015).

2.4.6. Katalisator

Katalis dibutuhkan untuk merpercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide


pada TCO. Platina, material yang umum digunakan sebagai katalis pada berbagai
aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya pada DSSC. Platina dideposisikan
pada TCO dengan berbagai metoda yaitu elektrokimia, sputtering, spin coating, atau
pyrolysis. Walapun mempunyai kemampuan katalitik yang tinggi, platina merupakan
material yang mahal. Sebagai alternatif, desain DSSC dikembangkan dengan
menggunakan counter-elektroda karbon sebagai lapisan katalis. Karena luas
permukaanya yang tinggi, counter-elektroda karbon mempunyai keaktifan reduksi
triiodide yang menyerupai elektroda platina (Desima, 2017).

2.5. Ekstraksi bahan organik

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari


jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak
adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga
memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat
berdasarkan perbedaan sifat tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak
saling larut yang berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
pelarut yang didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam
campuran, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak
biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau
simplisia (Sembiring, 2016).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan
antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan pelarut.
Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang 7 masuk
kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dan
meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan,
pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada proses
penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan
dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding
sel menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk kedalam
sel. Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat
kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya yang ditimbulkan karena
perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di dalam dan di luar sel (Putri,
2016). Metode ekstraksi klorofil yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) dan Microwave Assisted Extraction (MAE).

2.5.1. Microwave Assisted Extraction (MAE)

Metode MAE digunakan untuk memilih senyawa tertentu yang ditargetkan


dari bahan mentah. MAE menggunakan energi dari radiasi microwave untuk
memanaskan pelarut dengan cepat dan efisien. Teknologi ekstraksi ini menggunakan
aplikasi termal berdasarkan efisiensi produksi panas (pemanasan selektif).
Aplikasinya meliputi ekstraksi senyawa bernilai tinggi dari sumber alami,
nutraseutikal, dan bahan pangan fungsional, serta bahan aktif dari biomassa
(Handaratri dan Yuniati, 2019).
Pada prosesnya terjadi absorbsi gelombang microwave oleh bagian tanaman,
menyebabkan pembengkak-an dan ledakan sel melepaskan komponen– komponennya
pada fase likuid. Energi kinetik yang dihasilkan selama pemanasan memicu seluruh
massa pada fase likuid untuk meningkatkan laju difusi. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan MAE antara lain pemilihan jenis pelarut, lama
penggunaan microwave, daya microwave, keunikan matriks, pengaruh kontak luas
area sampel, dan efek temperatur terhadap senyawa yang diekstrak (Purwanto, 2010).

2.5.2. Ultrasonic Assisted Extraction (UAE)

Ultrasonik merupakan metode ekstraksi non termal yang dapat meningkatkan


laju transfer massa serta memecahkan dinding sel dengan banyaknya aktivitas mikro
sehingga akan mempersingkat waktu proses dan mengoptimalkan penggunaan
pelarut. Peningkatan kecepatan kontak antara ekstrak dan solven menyebabkan
peningkatan penetrasi cairan menuju dinding sel dan melepas komponen sel.
Beberapa kelebihan lain metode UAE adalah dapat mengeluarkan ekstrak dari
matriks tanpa merusak merusak struktur ekstrak, penggunaan pada temperatur rendah
dapat mengurangi kehilangan panas, dan mencegah hilangnya atau menguapnya
senyawa yang memiliki titik didih rendah. Sehingga pada saat ini teknik ultrasonik
telah banyak digunakan untuk proses ekstraksi bahan organic (Handaratri dan Yuniati,
2019).
Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) adalah proses pemisahan komponen
sampel dengan menggunakan bantuan gelombang ultrasonik untuk mempercepat
reaksi kimia sehingga menghasilkan pemisahan yang efisien. Gelombang ultrasonik
akan menyebabkan terjadinya efek kavitasi yaitu pertumbuhan, pembentukan dan
pemecahan gelembung dalam suatu cairan. Frekuensi gelombang ultrasonik yang
biasa digunakan dalam bidang kimia yaitu 20 kHz – 2 MHz. Terdapat beberapa
kelebihan ekstraksi menggunakan bantuan gelombang ultrasonik dibandingkan
dengan ekstraksi konvensional, yaitu bagus digunakan untuk sampel yang tidak tahan
panas serta pengerjaannya lebih efisien (Wardiyati, 2004).
2.6. Klorofil sebagai dye

Penelitian dalam mencari dye yang murah dan berbasis tumbuhan (natural
dye) terus dilakukan. Proses fotosintesis pada tumbuhan telah membuktikan adanya
senyawa Universitas Sumatera Utara pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
dye. Zat-zat tersebut ditemukan pada daun atau buah, yaitu antosianin, klorofil, dan
xantofil. Klorofil adalah pigmen utama yang berfungsi menyerap cahaya dan
mengubahnya menjadi energi kimia yang dibutuhkan dalam mereduksi
karbondioksida menjadi karbohidrat dalam proses fotosintesis. Klorofil merupakan
komponen yang menarik sebagai fotosensitizer pada daerah visible (Zat ini terdapat
pada kloroplas dalam jumlah banyak serta mudah diekstraksi ke dalam pelarut aseton.
Krolofil memiliki struktur klorofil seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7 mengandung
satu inti porfirin dengan satu atom Mg yang terikat kuat ditengah, dan satu rantai
dihidrokarbon panjang tergabung melalui gugus asam karboksilat (Hardianti, 2018).

2.7. Kemampuan kerja DSSC

Dye Sensitized Solar Cell bisa dikatakan berhasil apabila kinerjanya memiliki
nilai pada absorbansi dye yang digunakan, tegangan, arus, daya yang dihasilkan, fill
factor dan efisiensi sel surya.

2.7.1. Penyerapan cahaya Dye Sensitized Solar Cell

Pengukuran absorbansi dilakukan dengan cara melakukan uji UV-Vis


mengunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan
untuk pengukuran absorbansi yang melewatkan sumber cahaya dengan panjang
gelombang pada objek kaca dngan tjuan untuk mengetahui banyaknya energi yang
diserap oleh dye. Spektrofotometer adalah alat digunakan untuk menentukan sampel
yang baik berdasarkan pada cahaya sinar ultraviolet didalam alat. Absorbansi sendiri
yaitu penyerapan banyaknya cahaya oleh sebuah zat. Pengukuran absorbansi
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar dye menyerap cahaya yang sesuai dengan
panjang gelombang sesuai ketentuan. Spektrofotometer adalah alat yang dapat
menagkap cahaya tampak. Cahaya tampak adalah cahaya yang tidak dapat dilihat
oleh mata manusia. Dalam Kehidupan sehari-hari yang biasa dlihat yaitu cahaya
yang bisa dlihat oleh mata manusia secara sederhana yang disebut cahaya
komplementar (Kumara dan Prajitno, 2012).

2.7.2. Pengukuran Arus dan Tegangan


Arus dan tegangan diukur dengan menggunakan alat multimeter digital yang
telah terhubung dengan rangkaian DSSC. Pengukuran arus dan tegangan dilakukan
apabila lampu halogen menyala. Adapun hasil pengukuran dicatat secara manual
untuk pembuatan kurva karakteristik I-V. Hubungan arus pendek dan tegangan
rangkaian terbuka juga akan diukur dilihat dalam pengukuran ini. Tegangan
rangkaian terbuka merupakan suatu kondisi dimana tidak adanya arus yang mengalir
sehingga tegangan menjadi maksimum, sedangkan hubungan arus pendek adalah nilai
arus maksimum yang dapat terbaca oleh alat pada saat tegangan memiliki nilai nol.

2.7.3. Pengukuran Daya


Daya penyerapan oleh DSSC dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya intensitas
cahaya yang berasal dari lampu halogen. Berdasarkan pernyataan Purwanto (2010)
yang menyatakan bahwa pengukuran daya serap DSSC dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (1) seperti di bawah ini:
Pinput = J x A.............................................................................................(1)
Keterangan
Pinput = Daya yang diserap oleh DSSC dari sumber cahaya (mW)
J = Intensitas cahaya (mW/cm2)
A = Luas permukaan aktif (cm2)

Perhitungan terhadap besarnya daya yang dihasilkan sel surya menggunakan


persamaan (2) di bawah ini:
Poutput = Voc x Isc x FF................................................................................(2)
Keterangan
Poutput = Daya yang dihasilkan (mW)
Voc = Tegangan rangkaian terbuka (mV)
Isc = Hubungan arus pendek (mA)
FF = Fill Factor

2.7.4. pengukuran Fill Factor


Perbandingan daya keluaran maksimum (hasil kali dari tegangan maksimum
dan arus maksimum) terhadap hubungan tegangan rangkaian terbuka dan arus pendek
merupakan pengertian dari Fill Factor.
Menurut Ardianto et al. (2015) pengukuran Fill Factor dapat dilakukan berdasarkan
persamaan (3) di bawah ini:

FF = .....................................................................................(3)

Keterangan
FF = Fill Factor
Imax = Arus maksimum (mA)
Vmax = Tegangan maksimum (mV)

2.7.5. Perhitungan Efisiensi DSSC


Efisiensi DSSC ini menggambarkan banyaknya energi foton yang dapat diserap
dan dikonversikan kebentuk elektron sehingga dapat menjadi energi listrik. Luasan
daerah absorbansi (serapan) akan mempengaruhi dan berbanding lurus dengan
efisiensi DSSC. Perhitungan nilai efisiensi DSSC dapat diperoleh berdasarkan
perbandingan antara daya yang dihasilkan DSSC (Poutput) dengan daya serap pada
luasan area aktif (Pinput). Berdasarkan pernyataan Ardianto et al. (2015) perhitungan
nilai efisiensi DSSC dapat dilakukan seperti di bawah ini:
= x 100%.........................................................................(4)

Keterangan
 = Efisiensi DSSC (%)
Poutput = Daya yang dihasilkan (mW)
Pinput = Daya yang diserap (mW)
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi dan
Laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya pada Bulan Oktober 2019 sampai dengan Desember
2019.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat-alat yang akan digunakan pada kegiatan penelitian ini antara lain: 1)
Alat tulis, 2) Amperemeter, 3) Batang pengaduk, 4) Botol kaca, 5) Cawan
alumunium, 6) Corong gelas, 7) Cotton bud, 8) Erlenmeyer 100 dan 500 mL, 9) Gelas
ukur 10 mL, 10) Gelas kimia 50 mL dan 100 mL, 11) Gunting, 12) Hair dryer, 13)
Jangka sorong Krisbow (KW06-351), 14) Kabel jumper, 15) Klip binder no. 105, 16)
Korek api, 17) Kertas saring, 18) Label, 19) Labu ukur 25 mL, 20) Lampu halogen
Hapika 50 Watt, 21) Luxmeter (HS1010), 22) Mikrometer sekrup, 23) Mortar dan alu
penumbuk, 24) Multimeter digital (DT-830B), 25) Mug, 26) Neraca analitik
Adventurer, 27) Oven Memmert, 28) Pemotong kaca (PKC593), 29) Penjepit buaya,
30) Pinset, 31) Pipet tetes, 32) Pisau, 33) Plastik alumunium, 34) Potensiometer 500
k (variabel resistor), 35) Project board, 36) Refrigerator, 37) Spatula kaca, 38)
Spatula besi, 39) Statif, 40) Stopwatch, 41) Spektrofotometer Jenway 6305, 42)
Tissue, 43) Transferpette (Micropett) Acura 825, 44) Voltmeter, 45) Wattmeter, 46)
Sonikator dan 47) Microwave.
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain 1) Air, 2)
Asam asetat 0,25 N, 3) Aquades, 4) Daun Eceng Gondok, 5) Iodin 0,5 N, 6) Kaca
Transparent Conductive Oxide (TCO), 7) Katalis karbon (jelaga lilin), 8) Titanium
dioksida (TiO2) Merck.
3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif yang terdiri dari
beberapa tahapan penelitian diantaranya: 1) Persiapan struktur DSSC, 2) Penyusunan
dan perangkaian lapisan DSSC, dan 3) Pengukuran DSSC.
Pembuatan Dye Sensitized Solar Cell menggunakan substrat kaca capasitive
touch screen yang memiliki ukuran 25 mm x 25 mm x 1,113 mm. Ketebalan selotip
yang digunakan adalah 0,494 mm ( 4 lapis selotip x 0,1235 mm). Dye Senstized Solar
Cell dibuat dengan variasi lama waktu dan suhu ekstraksi dye dengan kombinasi
metode ekstraksi microwave dan sonikasi pada penandaan 9 DSSC menggunakan
substrat kaca capasitive touch screen. DSSC yang dibuat akan diukur dengan jarak
lampu cahaya 10 cm diantaranya:
DSSC 1: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 30 detik suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 55 menit suhu 35oC.
DSSC 2: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 30 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 50 menit suhu 35oC.
DSSC 3: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 30 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 45 menit suhu 35oC.
DSSC 4: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 55 menit suhu 35oC.
DSSC 5: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 50 menit suhu 35oC.
DSSC 6: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 45 menit suhu 35oC.
DSSC 7: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1,5 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 55 menit suhu 35oC.
DSSC 8: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1,5 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 50 menit suhu 35oC.
DSSC 9: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1,5 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 45 menit suhu 35oC.

3.4. Cara Kerja


Adapun cara kerja yang dilaksanakan pada kegiatan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

3.4.1. Persiapan Struktur Dye Sensitized Solar Cell


Adapun persiapan struktur DSSC dilakukan dengan pemotongan kaca
substrat, pembuatan sensitizer (ekstrak tanaman kuning rawa), pembuatan pasta
Titanium Dioksida (TiO2) dan pembuatan elektroda kerja dan elektroda pembanding.

3.4.1.1. Pemotongan Kaca Substrat


Adapun tahapan dalam pemotongan kaca substrat ini antara lain:
1. Lapisan anti gores dan plastic pelindung dipisahkan dari kaca substrat
capacitive touch screen.
2. Kemudian, kaca diberi tanda dengan pena tinta untuk menentukan daerah
pemotongan dengan ukuran 25 mm x 25 mm.
3. Setelah daerah pemotongan terlihat, kaca dipotong menggunakan alat
pemotong kaca. Pastikan posisi alat pemotong tegak lurus.
4. Kemudian kaca substrat dicuci sampai bersih dengan aquades dan dikeringkan
dengan tissue.

3.4.1.2. Pembuatan Dye atau Sensitizer


Proses pembuatan Dye atau sensitizer berupa tanaman kuning rawa akan
dilakukan dengan kombinasi metode ekstraksi MAE dan UAE sebagai berikut:
3.4.1.2.1. Pembuatan Sensitizer Ekstrak Daun Eceng Gondok dengan Metode
Ekstraksi Microwave
1. Daun eceng gondok dipisahkan dari tangkai utama, lalu ditimbang sebanyak
145 gram.
2. Daun eceng gondok yang telah ditimbang akan dimasukkan ke dalam mortar
lalu dihaluskan menggunakan alu.
3. Daun eceng gondok yang telah halus ditambah dengan aquades yang
perbandingannya 1:2 (145 gram kuning rawa, 290 mL aquades).
4. Campuran tersebut diaduk merata dengan batang pengaduk.
5. Campuran yang telah homogen selanjutnya disaring menggunakan kertas
saring dan dimasukkan ke dalam mug.
6. Hasil ekstrak zat warna dari daun eceng gondok dimasukkan ke dalam
microwave dengan masing-masing perlakuan antara lain 30 detik, 1 menit dan
1,5 menit pada suhu 105oC, kemudian didinginkan pada suhu ruangan.
7. Ekstrak tersebut kemudian dituang ke dalam botol kaca menggunakan corong
gelas.
8. Hasil ekstraksi kemudian disimpan dalam refrigerator untuk menghindari
degradasi (penurunan mutu) zat warna.

3.4.1.2.2. Pembuatan Sensitizer Ekstrak Daun Eceng Gondok dengan Metode


Ekstraksi Sonikasi
Adapun proses pembuatan sensitizer daun eceng gondok dengan metode
ekstraksi sonikasi adalah sebagai berikut:
1. Daun eceng gondok yang telah diekstraksi menggunakan microwave dilanjutkan
ekstraksi menggunakan alat sonikator
2. Alat sonikator terlebih dahulu dihubungkan dengan listrik selanjutnya alat
sonikator dihidupkan dengan menekan tombol power yang ada di bagian belakang
alat.
3. Alat sonikator terlebih dahulu dipanaskan selama 30 menit dengan suhu 25 oC dan
dilakukan penambahan air sebelumnya.
4. Daun eceng gondok yang telah di ekstraksi dengan microwave dimasukkan ke
dalam gelas beaker 100 mL dengan ditambahkan 50 mL aquades sebagai pelarut.
5. Perlakuan terhadap sampel dilakukan pada saat alat sudah mellui proses
pemanasan terlebih dahulu dengan masing-masing perlakuan ekstraksi selama 55
menit dengan suhu 35oC, 50 menit 35oC, dan 45 menit 35oC
6. Alat sonikator harus dikondisikan penggunaannya. Ketika alat sonikator telah
digunakan selama satu jam, alat harus diistirahatkan selama 30 menit agar dapat
digunakan kembali.
7. Hasil ekstraksi menggunakan alat sonikator kemudian ditimbang kembali
menggunakan neraca digital
8. Hasil ekstraksi bunga kuning rawa dimasukkan ke dalam botol kaca menggunakan
corong gelas dan dilapisi aluminium.
9. Hasil ekstraksi selanjutnya disimpan dalam refrigator untuk menghindari
penurunan mutu zat warna atau degradasi.

3.4.1.4. Pembuatan Pasta TiO2


1. Serbuk Titanium Dioksida ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dituang ke
dalam beaker glass 50 mL.
2. Serbuk Titanium Dioksida ditambahkan asam asetat sebanyak 1 mL lalu aduk
menggunakan batang pengaduk sampai merata.

3.4.1.5. Pembuatan Elektroda Kerja dan Elektroda Pembanding


1. Kedua kaca substrat konduktif yakni elektroda kerja dan elektroda
pembanding dicuci dengan aquades.
2. Gunakan multimeter untuk memeriksa bagian konduktif kedua kaca
3. Untuk memberikan luasan kerja gunakan selotif dan rekatkan pada bagian sisi
konduktif elektroda kerja dengan ukuran 0,3 cm di sisi bawah dan 0,5 cm di
sisi kiri dan kanan elektroda kerja.
4. Pasta Titanium dioksida (TiO2) kemudian dideposisikan pada elektroda kerja
dan ratakan menggunakan spatula kaca dalam sekali tekan, selanjutnya
keringkan dengan hair dryer selama 5 menit.
5. Substrat kaca selanjutnya dimasukkan ke dalam oven selama 5 menit dengan
suhu 105oC.
6. Substrat kaca kemudian didinginkan dalam suhu ruangan.
7. Ambil 2 sampel dengan metode ekstraksi yang berbeda kemudian teteskan
sebanyak 0,5 mL pada masing-masing substrat kaca (elektroda kerja).
8. Ekstrak dye yang telah diteteskan pada elektroda kerja selanjutnya
dimasukkan ke dalam oven selama 5 menit pada suhu 105 oC, kemudian
didinginkan di suhu ruangan.
9. Pada elektroda pembanding, sisi konduktif kaca diarahkan ke jelaga lilin
sampai terlihat jelas lapisan karbon (berwarna hitam pekat) tersebut.
10. Tentukan daerah luasan dengan cara menghapus karbon sejauh 0,15 cm dari
sisi kiri dan kanan, kermudian sisi bawah sejauh 0,3 cm menggunakan cotton
bud, sehingga akan terbentuk luasan katalis karbon 2,2 cm x 2,2 cm.

3.4.2. Penyusunan dan Perangkain DSSC


1. Elektroda kerja yang telah dilapisi oleh pasta titanium dioksida dan ditetesi
ekstrak dye kuning rawa serta elektroda pembanding yang telah dilapisi
katalis karbon berupa jelaga lilin direkatkan dengan cara ditumpuk kmudian
beri area offset sebagai penghubung dengan sirkuit luar.
2. Dua sisi yang lain dijepit menggunakan klip binder agar melekat dengan baik.
3. Dua sisi offset elektroda dihubungkan dengan kabel jumper dan dijepit
menggunakan penjepit buaya.
4. DSSC yang telah terlihat seperti susunan roti lapis (sandwich) selanjutnya
ditetesi larutan elektrolit sebanyak 0,5 mL melalui celah offset.

3.4.3. Pengujian Rangkaian DSSC


1. Lampu halogen dipasang tegak lurus berdiri dengan jarak sesuai sampel pada
DSSC.
2. Lapisan DSSC disambungkan dengan project board yang telah terhubung
dengan rangkaian amperemeter, voltmeter dan potensiometer.
3. Nilai arus dan tegangan harus distabilkan terlebih dahulu dengan mengatur
rangkaian DSSC yang telah terhubung untuk akurasi data.
4. Hasil pengukuran arus dan tegangan dapat diketahui melalui data yang tampil
pada layar multimeter.
5. Data hasil pengamatan dicatat dan ulangi pengukuran untuk masing-masing
Sampel ekstrak dye serta jarak lampu halogen.

3.5. Parameter Penelitian


Parameter penelitian yang diamati dalam penelitian ini antara lain: 1) pengukuran
arus dan tegangan, 2) pengukuran daya, 3) pengukuran Fill Factor dan 4)
Perhitungan efisiensi DSSC.

3.5.1. Pengukuran Arus dan Tegangan


Arus dan tegangan diukur dengan menggunakan alat multimeter digital yang
telah terhubung dengan rangkaian DSSC. Pengukuran arus dan tegangan dilakukan
apabila lampu halogen menyala. Adapun hasil pengukuran dicatat secara manual
untuk pembuatan kurva karakteristik I-V. Hubungan arus pendek dan tegangan
rangkaian terbuka juga akan diukur dilihat dalam pengukuran ini. Tegangan
rangkaian terbuka merupakan suatu kondisi dimana tidak adanya arus yang mengalir
sehingga tegangan menjadi maksimum, sedangkan hubungan arus pendek adalah nilai
arus maksimum yang dapat terbaca oleh alat pada saat tegangan memiliki nilai nol.

3.5.3. Pengukuran Daya


Daya penyerapan oleh DSSC dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya intensitas
cahaya yang berasal dari lampu halogen. Berdasarkan pernyataan Purwanto (2010)
yang menyatakan bahwa pengukuran daya serap DSSC dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (1) seperti di bawah ini:
Pinput = J x A.............................................................................................(1)
Keterangan
Pinput = Daya yang diserap oleh DSSC dari sumber cahaya (mW)
J = Intensitas cahaya (mW/cm2)
A = Luas permukaan aktif (cm2)
Perhitungan terhadap besarnya daya yang dihasilkan sel surya menggunakan
persamaan (2) di bawah ini:
Poutput = Voc x Isc x FF................................................................................(2)
Keterangan
Poutput = Daya yang dihasilkan (mW)
Voc = Tegangan rangkaian terbuka (mV)
Isc = Hubungan arus pendek (mA)
FF = Fill Factor

3.5.4. Pengukuran Fill Factor


Perbandingan daya keluaran maksimum (hasil kali dari tegangan maksimum
dan arus maksimum) terhadap hubungan tegangan rangkaian terbuka dan arus pendek
merupakan pengertian dari Fill Factor.
Menurut Ardianto et al. (2015) pengukuran Fill Factor dapat dilakukan berdasarkan
persamaan (3) di bawah ini:

FF = .....................................................................................(3)

Keterangan
FF = Fill Factor
Imax = Arus maksimum (mA)
Vmax = Tegangan maksimum (mV)

3.5.5. Perhitungan Efisiensi DSSC


Efisiensi DSSC ini menggambarkan banyaknya energi foton yang dapat diserap
dan dikonversikan kebentuk elektron sehingga dapat menjadi energi listrik. Luasan
daerah absorbansi (serapan) akan mempengaruhi dan berbanding lurus dengan
efisiensi DSSC. Perhitungan nilai efisiensi DSSC dapat diperoleh berdasarkan
perbandingan antara daya yang dihasilkan DSSC (Poutput) dengan daya serap pada
luasan area aktif (Pinput). Berdasarkan pernyataan Ardianto et al. (2015) perhitungan
nilai efisiensi DSSC dapat dilakukan seperti di bawah ini:

= x 100%.........................................................................(4)

Keterangan
 = Efisiensi DSSC (%)
Poutput = Daya yang dihasilkan (mW)
Pinput = Daya yang diserap (mW)

BAB 4
SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan Skripsi yang berjudul ” Ekstraksi Daun Eceng Gondok


dengan Metode Kombinasi Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Ultrasonic
Assisted Extraction (UAE) Sebagai Pemeka Cahaya Pada Dye Sensitized Solar Cell”
antara lain sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Hipotesis
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Energi matahari
2.2. Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
2.3. Prinsip kerja DSSC
2.4. Struktur penyusun DSSC
2.4.1. Kaca Transparent Conductive Oxide (TCO)
2.4.2. Pasta Titanium Dioksida (TiO2)
2.4.3. Dye
2.4.4. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)
2.4.5. Elektrolit
2.4.6. Katalisator
2.5. Ekstraksi bahan organik
2.5.1. Microwave Assisted Extraction (MAE)
2.5.2. Ultrasonic Assisted Extraction (UAE)
2.6. Klorofil sebagai dye
2.7. Kemampuan kerja DSSC
2.7.1. Penyerapan cahaya Dye Sensitized Solar Cell
2.7.2. Pengukuran Arus dan Tegangan
2.7.3. Pengukuran Daya
2.7.4. pengukuran Fill Factor
2.7.5. Perhitungan Efisiensi DSSC
BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
3.2. Alat dan Bahan
3.3. Metode Penelitian
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Persiapan Struktur DSSC
3.4.1.1. Pemotongan Kaca Substrat
3.4.1.2. Pembuatan Sensitizer
3.4.1.2.1. Pembuatan Sensitizer Ekstrak Daun Eceng Gondok dengan Metode
Ekstraksi Microwave
3.4.1.2.2. Pembuatan Sensitizer Ekstrak Daun Eceng Gondok dengan Metode
Ekstraksi Sonikasi
3.4.1.4. Pembuatan Pasta TiO2
3.4.1.5. Pembuatan Elektroda Kerja dan Elektroda Pembanding
3.4.2. Penyusunan dan Perangkaian DSSC
3.4.3. Pengujian Rangkaian DSSC
3.5. Parameter Penelitian
3.5.1. Pengukuran Absorbansi Dye
3.5.2. Pengukuran Arus dan Tegangan
3.5.3. Pengukuran Daya
3.5.4. Pengukuran Fill Factor
3.5.5. Perhitungan Efisiensi Dye
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Absorbansi Ekstraksi Dye Eceng Gondok
4.2. Pengukuran terhadap Arus dan Tegangan
4.2.1. Intensitas Cahaya dengan Jarak 10 cm
4.2.1.1. DSSC 1: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 30 detik suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 55 menit suhu 35oC.
4.2.1.2. DSSC 2: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 30 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 50 menit suhu 35oC.
4.2.1.3. DSSC 3: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 30 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 45 menit suhu 35oC.
4.2.1.4. DSSC 4: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 55 menit suhu 35oC.
4.2.1.5. DSSC 5: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 50 menit suhu 35oC.
4.2.1.6. DSSC 6: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 45 menit suhu 35oC.
4.2.1.7. DSSC 7: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1,5 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 55 menit suhu 35oC.
4.2.1.8. DSSC 8: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1,5 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 50 menit suhu 35oC.
4.2.1.9. DSSC 9: Ekstraksi microwave dengan lama waktu ekstraksi 1,5 menit suhu
105oC dilanjutkan ekstraksi sonikasi 45 menit suhu 35oC.
4.3. Pengukuran Daya
4.4. Perhitungan Efisiensi DSSC

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah S., Darwis D., dan Iqbal. 2017. Dye Sensitized Solar Cell Nanokristal
TiO2 Menggunakan Ekstrak Antosianin Melastoma malabathricum L.
Natural Science: Journal of Science and Technology. Vol. 6 No 3, 321 –
331.

Ardianto R., Nugroho W., A., dan Sutan S., M., 2015. Uji Kinerja Dye Sensitized
Solar Cell (DSSC) Menggunakan Lapisan Capacitive Touchscreen
Sebagai Substrat dan Ekstrak Klorofil Nannochloropsis Sp. Sebagai
Dye Sensitizer dengan Variasi Ketebalan Pasta TiO2. Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis dan Biosistem, Vol. 3 No. 3, 325-337.

Baharuddin, A., Aisyah., Saokani. J. dan Ayu, R., 2015. Karakteristik Zat Warna Daun
Jati (Tectona grandis) Fraksi Metanol ; n-Heksana Sebagai Photosensitizer
Pada Dye Sensitized Solar Cell. Jurnal Chimica et Natural Acta, 3(1), 37-41.
Cahya, E., 2013. Studi Performansi Natural Dye Sensitized Solar Cell Menggunakan
Fotoelektrode TiO2 Nanopartikel. Tesis. Institut Teknologi Bandung.

Dahlan D., Leng T., S., dan Aziz H., 2016. Dye Sensitized Solar Cells (DSSC)
dengan Sensitiser Dye Alami Daun Pandan, Akar Kunyit dan Biji Beras
Merah (Black Rice). Jurnal Ilmu Fisika (Jif), Vol 8 No 1.
Fernando S. 2008. Natural Anthocyanins as Photosensitizers for Dye
Sensitized Solar Devices. Current Science 95 17(5) 663-666.

Desima, S., 2017. Dye Sensitized Solar Cell dengan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pemeka Cahaya. Skripsi. Universitas
Sriwijaya.

Dirga, R., 2012. Ekstraksi Serat Selulosa dari Tanaman Eceng Gondok (Eichornia
crassipes) dengan Variasi Pelarut. Skripsi. Universitas Indonesia.

Fahyuan H., D., Samsidar., Farid F., Heriyanti., dan Pakpahan S. 2015. Disain
Prototipe Sel Surya DSSC (Dye Sensitized Solar Cell) Lapisan Grafit/Tio2
Berbasis Dye Alami. JoP, Vol. 1(1), 5 - 11

Firmanila V., 2016. Karakteristik DSSC Pada Semikonduktor ZnO-SiO 2 Dengan


Pewarna Ekstrak Buah Mangsi Dan Daun Jati. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Handaratri A., dan Yuniati Y. 2019. Kajian Ekstraksi Antosianin dari Buah Murbei
dengan Metode Sonikasi dan Microwave. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil dan Teknik
Kimia, 4 (1), 63-67.

Hardeli., Suwardani., dan Ridwan S., 2013. Dye Sensitized Solar Cells (DSSC)
Berbasis Nanopori TiO2 Menggunakan Antosianin dari Berbagai Sumber
Alami. Prosiding Semirata FMIPA, Universitas Lampung.

Hardianti. 2018. Pembuatan Prototipe Dye Sensitized Solar Cell (Dssc)


Menggunakan Dye Bunga Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Dan Bunga
Kertas (Bougenville Spectabilis). Skripsi. Departemen Fisika Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar.

Iwantono I., Angelina F., Nurrahmawati P., Naumar F., Y., dan Umar A., 2016.
Optimalisasi Efisiensi Dye Sensitized Solar Cells Dengan Penambahan
Doping Logam Aluminium Pada Material Aktif Nanorod Zno
Menggunakan Metode Hidrotermal. Jurnal Material dan Energi Indonesia
Vol. 6 No. 1, 36– 43.
Juarni. 2017. Pengaruh Pupuk Cair Eceng Gondok (Eichornia crassipess) Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Seledri (Apium graveolens) sebagai Penunjang
Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Darussalam.

Kumara, M.S.W. dan Prajitno, G., 2012. Studi Awal Fabrikasi Dye Sensitized Solar
Cell (DSSC) dengan Menggunakan Ekstraksi Daun bayam (Amaranthus
hybridus L.) sebagai Dye Sensitizer dengan Variasi Jarak Sumber Cahaya pada
DSSC. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Mabruroh, I., 2019. Performa Dye Sensitized Solar Cell dengan Variasi Lama
Perendaman Pasta Titanium Dioksida (TiO 2) Dalam Dye dan Intensitas
Cahaya. Skripsi. Universitas Sriwijaya.

Maddu A., Mahfuddin Z, dan Irmansyah. 2007. Penggunaan Ekstrak Antosianin Kol
Merah Sebagai Fotosensitizer Pada Sel Surya TiO2 Nanokristal Tersensitisasi
Dye. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jurnal Makara, Teknologi, Vol. 11,
No. 2, 78-84

Muliani, L., Hidayat, J. dan Qibtiya, A., 2014. Karakteristik Pasta TiO2 Suhu Rendah
untuk Aplikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Jurnal Elektronika dan
Telekomunikasi, 14(1), 24-28.

Nasukhah, T. dan Prajitno, G., 2012. Fabrikasi dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar
Cell (DSSC) Dengan Menggunakan Ektraksi Daging Buah Naga Merah
Polyrhizus) Sebagai (Hylocereus Dye Sensitizer). Jurnal Sains dan Seni
Pomits, 1(1), 1-6.

Prayogo A., F., Pramono S., H., dan Maulana E., 2015. Pengujian dan Analisis
Performansi Dye-sensitized Solar Cell(DSSC) terhadap Cahaya. Jurusan
Teknik Elektro Universitas Brawijaya, Malang.

Pangestuti D., L., Gunawan., dan Haris A., 2008. Pembuatan Dye Sensitized
Solar Cell (DSSC) dengan Sensitizer Antosianin dari Buah Buni
(Antidesma bunius L). Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Vol. 11 No. 3, 70
– 77.

Purwanto, H. 2010. Pengembangan Microwave Assisted Extractor (MAE) pada


Produksi Minyak Jahe dengan Kadar Zingiberene Tinggi. Jurnal
Momentum, 6(2) 9-16.
Putri, B., 2016. Pembutan Prototype Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Dengan
Memvariasikan Lama Perndaman Dari Ekstrak Buah Bit (Beta vulgaris L).
Skripsi. Universitas Sriwijaya.

Qibtiya M., A., Muliani L., dan Hidayat J. 2012. Karakteristik Pasta TiO2 Suhu
Rendah untuk Aplikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Risnah I., A. 2016. Karakterisasi Zat Warna Kulit Terong Ungu (Solanum
Melongona L.) Dalam Suasana Basa Sebagai Photosensitizer Pada Dye
Sensitized Solar Cell. Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi Uin Alauddin
Makassar.

Sholihah M., Ahmad U., dan Budiastra W., I. 2017. Aplikasi Gelombang Ultrasonik
untuk Meningkatkan Rendemen Ekstraksi dan Efektivitas Antioksi dan Kulit
Manggis. Jurnal Keteknikan Pertanian, 5(2), 161-168.

Sinha, K., dan Puspita D. 2012. Extraction of Natural Dye from Flame of Forest
Flower: Artificial Neural Network Approach”. Textiles and Light Industrial
Science and Technology 1, 25(1) 1-5.

Subodro, R., 2012. Ekstrak Pewarna Antosianin Bunga Mawar Merah Sebagai
Pewarna Alami Pada Sel Surya Dye Sesitized Solar Cell. Jurnal
Politeknosains, 11(2), 1-10.

Wardiyati, S. 2004. Pemanfaatan Ultrasonik dalam Bidang Kimia. Prosiding


Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Teknologi Bahan,
12(5), 419-425.

Yuliarosa R., 2019. Dye Sensitized Solar Cell Dengan Variasi Pemeka Cahaya
Dan Intensitas Cahaya. Skripsi. Universitas Sriwijaya, Palembang.

Anda mungkin juga menyukai