SKRIPSI
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MEDAN
NOVEMBER 2023
SKRIPSI
Menyetujui:
Dosen Pembimbing Skripsi
Mengetahui,
Tanggal Ujian:
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya, bahwa naskah skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber, baik yang dikutip maupun dirujuk dalam naskah telah saya nyatakan
dengan benar dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari diketahui dan dapat dibuktikan bahwa ternyata di dalam naskah
skripsi ini terdapat unsur-unsur jiplakan atau plagiasi maka saya bersedia jika skripsi ini
dibatalkan serta diproses dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20
Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Negeri Medan, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Teguh Hidayat Panjaitan
Nim : 4191210002
Program Studi : Kimia
Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuam Alam
Jenis Karya : Skripsi
Beserta Perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Negeri Medan berhak Menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan semestinya.
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
ABSTRAK
Teguh Hidayat Panjaitan, NIM 4191210002 (2019). Sintesis dan Studi Kinetika Lepas
lambat Komposit Karbon Aktif/Alginat-Fe
Penelitian kinetika lepas lambat ion Fe(III) dari komposit Karbon Aktif/Alginat-Fe(III) atau
disingkat K/A-Fe(III) telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mensintesis komposit
K/A-Fe(III) sebagai material yang berpotensi menjadi pupuk lepas lambat mikronutrisi dan
mempelajari kinetika lepas lambat ion Fe(III) dari komposit. Komposit K/A-Fe(III) disintesis
dengan mencampurkan suspensi alginat dan Karbon Aktif (rasio berat alginat : karbon aktif =
1:3 dan 3:1) hingga homogen. Butiran komposit dikarakterisasi menggunakan spektroskopi
Fourier Transformed Infrared (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-ray
Diffraction (XRD). Hasil spectra inframerah menunjukkan adanya gugus -OH pada alginate
dan karbon aktif, serta menunjukkan daerah khas sidik jari guluronate dan mannuronat milik
alginate. Hasil XRD menunjukkan pengaruh adanya keasaman Fe(III) dapat menurunkan
kristalinitas komposit. Kinetika pelepasan Fe(III) dari ketiga variasi komposit didapatkan
bahwa KAlg13 menggunakan orde nol, dan KAlg31 kosmeyer-peppas, dan memiliki konstanta
laju pelepasan secara berturut 0,00004 jam-1 dan 1,681 jam-1.
v
ABSTRACT
Teguh Hidayat Panjaitan, NIM 4191210002 (2019). Synthesis and Study of Slow Release
Kinetics of Activated Carbon/Alginate-Fe Composites
Research on the slow release kinetics of Fe(III) ions from Activated Carbon/Alginate-Fe(III)
composites or abbreviated as K/A-Fe(III) has been carried out. The aim of this research was to
synthesize K/A-Fe(III) composite as a material that has the potential to become a slow release
micronutrient fertilizer and to study the kinetics of slow release of Fe(III) ions from the
composite. The K/A-Fe(III) composite was synthesized by mixing alginate suspension and
activated carbon (alginate: activated carbon weight ratio = 1:3 and 3:1) until homogeneous.
Composite grains were characterized using Fourier Transformed Infrared (FTIR) spectroscopy,
Scanning Electron Microscopy (SEM) and X-ray Diffraction (XRD). The results of the infrared
spectra showed the presence of -OH groups in alginate and activated carbon, and showed the
typical guluronate and mannuronic fingerprint areas belonging to alginate. The XRD results
show that the presence of Fe(III) acidity can reduce the crystallinity of the composite. The
kinetics of Fe(III) release from the three composite variations found that KAlg13 used a zero
order approach, and KAlg31 kosmeyer-peppas, and had a release rate constant respectively of
0,00004 hours-1 dan 1,681 hours-1.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberi rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi sebagian syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri Medan.
Penyusunan skripsi ini telah melalui jalan panjang dan berbagai tahapan sesuai dengan
prosedur standar yang berlaku di FMIPA Unimed dimulai dari tahap penentuan topik
penelitian, penyusunan dan seminar proposal, pelaksanaan penelitian, penyusunan skripsi dan
ujian mempertahankan skripsi. Pemilihan topik penelitian didasarkan pada permasalahan yang
ada di sekitar penulis terkait dengan lingkungan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Bapak Dr. Zainuddin Muchtar, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi atas arahan dan
motivasinya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kepada
Bapak Moondra Zubir, Ph.D, Drs. Jasmidi, M.Si, dan Ibu Dr. Destria Roza, M.Si, sebagai
dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran perbaikan mulai dari seminar proposal
hingga tahap ujian mempertahankan skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan Kepada ibu
Siti Rahmah, S.Pd.,M.Sc yang telah membimbing dari mulai Menyusun proposal penelitian
hingga ujian akhir skripsi dan Dra. Ratu Evina Dibyantini, M.Si sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing selama masa perkuliahan. Terima kasih kepada Bapak Dr.
Ayi Darmana, M.Si, Ibu Dr. Destria Roza, serta kepada seluruh dosen jurusan kimia yang telah
memberikan pengajaran selama masa perkuliahan. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada staff dan laboran jurusan kimia yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Ayah Herbet Panjaitan
dan ibu sulaika wildani serta 2 kakak penulis Sri Rezeki & Aiga Mawarni yang telah
memberikan dukungan moral, materi, dan doa yang tidak pernah putus selama masa
perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi. Terima kasih kepada rekan penelitian dan teman-
teman kimia non kependidikan 2018 yang telah memberi bantuan dan motivasi selama masa
perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi. Terima kasih kepada pihak yang terlibat dan
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
vii
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan tulisan ini ke
depannya. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………….…………………………....i
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ix
x
3.4 Rancangan Penelitian .................................................................................... 21
3.5.2 Karbonisasi.............................................................................................. 22
4.6. Kinetika Lepas Lambat Logam Fe(III) dengan Variasi Waktu ............. 40
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 48
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.7 Bagan Alir Studi Kinetika Lepas lambat Ion Logam .......................... 24
Gambar 4.1 Spektrum FTIR Karbon aktif, Alginat, KAlg13, KAlg31 .................. 29
Gambar 4.2 Hasil XRD Karbon aktif, Alginat, KAlg13, KAlg31 .......................... 31
Gambar 4.3 SEM perbesaran (a) 500x dan (b) 2.000x karbon aktif ....................... 32
Gambar 4.4 SEM perbesaran (a) 500x dan (b) 2.000x Alginat .............................. 33
xiii
Gambar 4.11 KAlg31 Elemen mapping ............................................................... 40
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Variasi Waktu Uji Pelepasan ion Logam 1 Bulan ................................. 18
Tabel 4.7 Hasil persamaan regresi linear pada kinetika pelepasan Fe(III) dari
komposit ................................................................................................................ 47
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1. Sampel limbah tandan kosong kelapa sawit yang didapatkan berasal dari PKS
PTPN II Pagar Merbau, Lubuk Pakam.
2. Karakterisasi komposit karbon Aktif/Alginate-Fe menggunakan XRD, SEM,
FTIR dan Spektrofotometer UV-Vis.
3. Studi kinetika lepas lambat komposit karbon Aktif/Alginate-Fe dengan
menggunakan variasi massa dan waktu.
1.3 Rumusan Masalah
Kelapa sawit pada gambar 2.1 merupakan energy alternative yang digunakan sebagai
pengganti bahan bakar minyal dari foisl, yang mempunya nama latin Nama latin Elaeis
guineensis untuk kelapa sawit berasal dari bahasa Yunani kuno. Tanaman ini berasal dari
daerah tropis basah di Afrika, kelapa sawit memiliki akar, batang, daun, sebagai organ
vegetatif, serta buah dan bunga sebagai organ reproduksi (Pahan, 2012 ).
Kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Ordo : Palmales
Kelas : Monocotyledonae
Genus : Elaeis
Famili : Palmacea 7
Spesies : E. guineensis Jacq, E. odora, dan E. melanococca
Varietas : Elaeis guineensis tenera, Elaeis guineensis pipsifsifera, dan Elaeis
guineensis dura (Sastrosayono, 2003)
5
6
budidaya kelapa sawit dengan luas mencapai 34,18% dari luas kelapa sawit dunia. Rekor
produksi rata-rata adalah 75,54ton tandan buah segar (TBS) (Fauzi et al., 2012), dan selain
jumlah TBS yang dihasilkan banyak, tentunya masih banyak produk TBS yang menjadi salah
satu limbah perkebunan.
Hemiselulosa 19,5-38,8
Selulosa 22,2-65
Luas permukaan 1,48-28,47
pH 7,20-7,80
Karbon aktif pada gambar 2.3 adalah padatan amorf berbentuk heksagonal, dengan satu
atom C di setiap sudutnya, yang telah teraktivasi melalui proses aktivasi dan memiliki banyak
pori, mampu menyerap gas, zat kimia dan uap yang terdispersi dalam cairan, serta memiliki
struktur amorf dengan perlakuan khusus dan diperoleh bahwa luasnya kira-kira 300-2000
m2/g. (Ramdja, et al,2008). Berdasarkan hasil perhitungan luas permukaan terbesar terdapat
pada karbon aktif dengan ukuran -32 + 60 mesh , hal inilah yang mempengaruhi kemampuan
adsorpsi. Kimia permukaan karbon aktif dapat diubah untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi,
dengan berbagai metode modifikasi untuk meningkatkan luas permukaan karbon aktif seperti
perlakuan impregnasi, perlakuan ozon, perlakuan surfaktan, perlakuan plasma, perlakuan
gelombang mikro dan metode lainnya (Husin & Hasibuan, 2020)
dan biasanya digunakan dalam fase gas untuk pemulihan pelarut, katalis, pemisahan gas dan
pemurnian (Maulinda et al, 2017).
Tabel 2.2 Syarat mutu karbon aktif (SII. 0258-88)
Persyaratan
Jenis uji
Butiran Padatan
Bagian yang hilang pada
Max. 15% Max.25%
pemanasan 950oC
Kadar Air Max.4,4% Max. 15%
Kadar Abu Max.2,5% Max.10%
Fixed Karbon (%) Min. 80% Min 65%
Daya serap terhadap I2 Min. 750 mg/g Min. 750 mg/g
Daya serap terhadap
Min. 60 ml/g Min. 120 ml/g
Metilen Blue
(Ramdja, et al,2008)
Karbon aktif merupakan salah satu jenis adsorben yang banyak digunakan untuk
adsorpsi logam berat dan dikembangkan karena memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi.
Karbon aktif dapat diperoleh dari bahan-bahan yang tidak terpakai dan melimpah, contohnya
adalah tandan kelapa sawit yang kosong, pelepah sawit kosong dan cangkang sawit digunakan
sebagai bahan baku karbon aktif, perkiraan luas permukaan per gram adalah 807,54 m2. Waktu
optimal untuk produksi karbon aktif dari bahan baku minyak sawit adalah 60 menit, namun
waktu yang lebih lama dapat menyebabkan kejenuhan yang menghabiskan massa karbon dan
merusak struktur pori karbon aktif (Zairinayati & Khosamtun, 2022).
2.3 Alginat
Alginat adalah polisakarida linier dari keluarga karbohidrat, berasal dari ganggang
coklat dan polimer alami yang larut dalam air. Secara kimia terdiri dari senyawa asam, yaitu
α-1-gulure dan β-D-manure, alginat telah menarik perhatian terutama karena
biokompatibilitasnya yang rendah, hidrofilisitas tinggi dan non-toksisitas. Alginat adalah
polisakarida alami yang terdiri dari unit asam guluronat dan mannuronat. (Ubaydillah &
Faqihuddin, 2021)
9
rekayasa dan penyembuhan jaringan lunak (Raus et al., 2021). Alginat adalah jenis
hidrokoloid, yang merupakan sistem koloid dari polimer organik dalam air. Alginat dapat
diperoleh dari ganggang coklat seperti Sargassum sp. Alginat telah lama digunakan baik di
sektor pangan maupun non pangan. Dalam industri makanan, alginat banyak digunakan sebagai
penstabil emulsi pada es krim, suspensi pada susu coklat, pengatur kekentalan pada yogurt dan
zat lainnya. Dalam produk yang bersifat dingin atau beku, alginate dapat mencegah
pembentukan kristal es yang besar. Selain itu, alginat larut dalam air dingin dan dapat
menyerap air sehingga menghasilkan tekstur yang kental dan halus (Mulyani et al., 2018).
Alginat banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, non-makanan (misalnya tekstil,
cat) dan makanan (makanan dan minuman) sebagai bahan pengental, pengemulsi, bahan
pensuspensi, bahan pembentuk gel dan penstabil. Alginat juga digunakan sebagai pelapis
makanan atau sebagai bahan pembentuk edible film. Namun, sifat hidrofilik alginat membuat
manik-manik lebih mudah mengembang di air, menghasilkan laju difusi makronutrien yang
lebih cepat (Suci & Astar, 2022).
2.4 Komposit Sebagai Pupuk Lepas Lambat
Pupuk slow release atau pupuk lepas lambat adalah pupuk yang dapat mengontrol atau
memperlambat pelepasan unsur hara pemacu tanaman. Unsur-unsur ini biasanya mudah hilang
dalam pupuk karena kelarutan air yang tinggi, volatilitas dan proses denitrifikasi. Pupuk slow
release dirancang untuk memastikan bahwa pelepasan nutrisi yang tertunda disinkronkan
dengan kebutuhan nutrisi tanaman. Ini pada gilirannya meningkatkan efisiensi saat
menggunakan komponen pupuk dan meningkatkan hasil. Pupuk lepas lambat ditandai dengan
pelepasan nutrisi yang lebih lambat, yang memungkinkannya diterapkan di dekat akar. Mereka
mungkin mengandung komponen pupuk dengan kelarutan berbeda. Partikelnano yang terbuat
dari berbagai unsur sering digunakan dalam produksi pupuk (Savana & Maharani, 2019)
Salah satu cara untuk meningkatkan serapan hara dari pupuk dan mengurangi dampak
lingkungan adalah dengan memproduksi pupuk slow release (SRF). Pupuk slow release dapat
memberikan nutrisi lebih efisien. Aplikasi pupuk slow release jangka panjang dapat mencegah
kerusakan lingkungan dan mendorong pembangunan pertanian (Suci & Astar, 2022). Ukuran
nano dari bahan pelapis (karbon aktif) dapat melepaskan pupuk secara perlahan. Pelapis
berukuran nano dapat dicampur dengan pupuk dan tanah sehingga menyebar di sekitar akar
tanaman dan menyerap nutrisi secara perlahan, tepat sasaran dan saat dibutuhkan, tersedia
secara perlahan dan perlahan dapat memberikan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan. tanaman
Pupuk slow release merupakan teknik alternatif untuk meningkatkan efektivitas pemupukan.
11
Unsur N dapat hilang melalui penguapan amonia, proses nitrifikasi, denitrifikasi mikroba,
pencucian dan limpasan. Berbagai pupuk slow release diproduksi dan tersedia di pasaran yaitu
granular urea, tablet urea, silica coated urea, sulfur coated urea. Metode utama pembuatan
pupuk slow release adalah melapisi pupuk biasa dengan bahan berpori yang tidak larut dalam
air, semipermeabel atau permeabel untuk mengontrol kelarutan tekanan air dari pupuk dan laju
pelepasan nutrisi (Hartatik et al., 2020).
Analisis kinetika lepas lambat dilakukan dengan menggunakan lima model kinetika
yaitu orde 0, orde 1, orde 2, orde 3 dan Kosmeyer-Peppas. Konsentrasi zat yang diperoleh
dari analisis spektrofotometri digunakan sebagai input data persamaan model. Kecocokan
model dinilai dengan menggunakan koefisien determinasi (R2). Model kinetik dengan nilai
R2 terdekat dengan 1 dan lebih besar dari 0,9 kemudian ditentukan sebagai model best
fitting.
2.5.1 Kinetika rillis orde 0
Orde 0 model yang ideal untuk pelepasan zat pada pupuk lepas lambat, pupuk
didisolusi dari bentuk butiran dan melepaskan obat secara perlahan, proses pelepasan
konstan yang tidak bergantung pada konsentrasi dengan persamaan berikut:
Qt=Q0 + K0t
Qt merupakan jumlah zat dalam waktu t, Q0 sebagai jumlah awal zat dalam larutan dan
K0 adalah konstanta pelepasan orde 0.
2.5.2 Kinetika rillis orde 1
Persamaan orde satu menggambarkan pelepasan dari system dengan laju
pelepasan bergantung pada konsentrasi yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
𝑘𝑡
Log Qt = log Q0-
2,303
Qt adalah jumlah zat yang larut pada waktu t, dan Q0 adalah jumlah zat dalam larutan,
dan t adalah waktu
2.5.3 Kinetika rilis model Korsmeyer-Peppas
Model ini menjelaskan jenis difusi dari pupuk lepas lambat, dan menggambarkan
pelepasan nutrisi dari system polimer kebentuk silinder yang dinyatakan seperti berikut:
𝑄𝑡
= 𝑘𝑡 𝑛
𝑄
12
Mt/M ͚ adalah fraksi zat yang dilepaskan pada waktu t, t adalah waktu (menit), n adalah
eksponen pelepasan model, dan k adalah konstanta Korsmeyer Peppas (Rozo,G.,2019).
2.6 X-Ray Diffraction (XRD)
Metode XRD (X-Ray Diffraction) merupakan metode analisis yang efektif untuk
memvisualisasikan padatan dan senyawa kimia tertentu dalam bentuk padat melalui
difraksi/pemantulan sinar-X. Sinar-X adalah suatu radiasi elektromagnetik yang memiliki
panjang gelombang sangat pendek. Kisaran panjang gelombangnya antara 0,01 sampai 10
nanometer. Prinsip dasar metode XRD adalah cahaya (sinar) gelombang elektromagnetik sinar-
X dengan panjang gelombang (λ) mengenai permukaan kristal dan menembus kristal mineral,
kemudian sebagian permukaan tersebut dipantulkan oleh masing-masing pelat. atom-atom
yang tersusun dalam satu baris dalam kristal. Untuk jarak antar pelat (d-spacing) memiliki
sudut kritis θ, cahaya yang dipantulkan dari permukaan pelat berturut-turut memasuki fase
yang sama ketika meninggalkan permukaan kristal. Refleksi berturut-turut dari pelat kisi yang
berjarak sama menghasilkan puncak difraksi dengan intensitas yang cukup untuk direkam oleh
detektor. Detektor digunakan untuk merekam difraksi yang dihasilkan oleh mineral. Karena
tidak ada dua mineral yang memiliki jarak antar atom yang persis sama dalam tiga dimensi,
sudut terjadinya difraksi sangat berbeda untuk mineral tertentu. Jarak antar atom dalam kristal
mineral memberikan puncak difraksi yang digunakan untuk mengidentifikasi mineral. Kristal
mineral terdiri dari atom-atom yang berjarak sama dan mampu memantulkan sinar-X. Struktur
kristal dicirikan oleh susunan atom yang sistematis dan periodik dalam tiga dimensi. Karena
kristal adalah susunan atom yang berjarak sama, setiap kristal mengandung lapisan atom yang
dipisahkan oleh jarak yang konstan. Jarak antar lapisan atom bersifat spesifik untuk setiap
mineral dan dapat diukur untuk menentukan jenis mineral lempung di dalam tanah (Tenrem &
Nababan, 2019).
2.7 Scanning Electron Microscope (SEM)
Selain XRD, SEM adalah alat yang populer untuk mengukur ketebalan material dan
ukuran butir. SEM adalah jenis mikroskop elektron yang menggambarkan profil permukaan
atau morfologi suatu bahan dengan berkas elektron. Pembesaran SEM adalah 10-3.000.000
kali, kedalaman bidang 4-0,4nm dan resolusi 1-10nm.Kombinasi pembesaran tinggi,
kedalaman bidang yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk menganalisis komposisi
dan kristalologi Pengetahuan informasi membuat SEM banyak digunakan dalam penelitian dan
industri. SEM memfokuskan seberkas elektron ke permukaan objek dan mengambil gambar
dengan mendeteksi elektron. Ukuran butir kristal juga dapat ditentukan dengan pemindaian
13
mikroskop elektron. Pada dasarnya prinsip kerja SEM adalah membombardir permukaan suatu
benda dengan seberkas elektron berenergi tinggi, sehingga permukaan benda tersebut harus
menghantarkan listrik. Oleh karena itu, permukaan benda harus menghantarkan listrik, oleh
karena itu untuk mencirikan bahan non-konduktif, terlebih dahulu harus dilapisi dengan bahan
konduktif. Umumnya bahan konduktif yang digunakan adalah bahan Au atau Au-Pt (Didik,
2020).
berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik karena spektrumnya sangat kompleks dan
mencakup banyak puncak. Spektrum inframerah dibentuk oleh transmisi cahaya yang melewati
sampel dengan mengukur intensitas cahaya dengan detektor dan membandingkannya dengan
intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang
dihasilkan kemudian diplot sebagai fungsi dari intensitas energi, panjang gelombang (µm) atau
bilangan gelombang (Ardilla et al., 2018).
2.9 Spektrofotometer Visibile (Vis)
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: peralatan gelas,
grinder, ayakan 200 mesh, neraca analitik, pompa vakum, oven, tanur, hotplate,
centrifuge, Scanning Electron Microscope (SEM), X-Ray Diffractometer (XRD),
Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR), dan Spektrofotometer Visible
(Vis).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tandan kosong kelapa sawit
dari PKS PTPN II Pagar Merbau, Logam FeCl3.4H2O, H3PO4, asam sitrat (C6H8O7),
Alginat, aquades, kertas saring, pH meter dan HCl.
Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa
tahapan sebagai berikut:
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dikumpulkan dan diambil dari PKS
PTPN II Pagar Merbau. TKKS yang telah dikumpulkan dicacah dan dipisahkan
menjadi serabut- serabut kecil. Kemudian dicuci dengan air yang mengalir dan
dikeringkan dibawah sinar matahari. Serabut TKKS yang telah kering dipotong-
potong hingga berukuran kecil setelah itu dihaluskan menggunakan mesin penggiling
dan diayak dengan ayakan 200 mesh. Lalu biorsorben dicuci lagi dengan aquades dan
disaring menggunakan kertas saring hingga kira-kira filtrat tidak begitu kotor.
15
16
3.3.2. Karbonisasi
Biosorben ditempatkan ke dalam cawan porselen dan dimasukkan ke dalam tanur pada
suhu 500°C selama 2 menit. Setelah itu karbon hasil karbonisasi didinginkan dan dimasukkan
ke dalam wadah tertutup (Zubir et al, 2021).
Karbon yang telah dikarbonisasi ditimbang sebanyak 10gram dan direndam di dalam 100
mL H3PO4 10% selama 24 jam. Selanjutnya karbon yang telah diaktivasi disaring
menggunakan kertas saring dan penyaring vakum lalu dicuci dengan aquades sampai pH netral.
karbon aktif aktivasi dikeringkan ke dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam kemudian
didinginkan dan dimasukkan kedalam wadah tertutup (Zubir et al, 2021).
Dalam pembuatan karbon aktif, rendemen biasanya didefinisikan sebagai berat akhir
karbon aktif yang dihasilkan setelah aktivasi, pencucian, dan pengeringan, dibagi dengan berat
awal bahan baku, baik secara kering (Kouotou et al., 2013). Hasil rendemen karbon aktif
dihitung menggunakan rumus berikut:
𝐦
𝐑𝐞𝐧𝐝𝐞𝐦𝐞𝐧 (%) = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐦𝟎
Dengan: m = berat kering karbon aktif akhir dan m0 adalah berat kering karbon aktif awal.
Campurkan Karbon dan alginate dalam 100 mL aquades dengan komposisi sesuai Tabel
3.1. lalu diblender sampai homogen. Kemudian larutan diteteskan dengan menggunakan
syringe ke dalam larutan FeCl3 0.1 M. Hasil dalam bentuk komposit beads dibiarkan selama 24
jam kemudian dicuci dengan aquades hingga pH netral. Setelah itu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105°C sampai berat konstan.
17
3.3.7. Analisis jumlah Fe(III) yang terikat dalam Komposit Karbon Aktif/Alginat-Fe
Preparasi sample dilakukan dengan memasukkan 0,005 g komposit yang telah digerus
ke dalam 10 ml HCl 4M di beaker glass lalu di gojok (hotplate) selama 3 jam kemudian di
saring menggunakan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan di analisis kandungan logamnya
menggunakan Ultra Violet Visibile (Vis).
Tabel 3.2 Variasi waktu uji pelepasan ion logam selama 1 bulan
Variasi Waktu
Komposit
Jam
KAlg13 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
KAlg31 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Padatan kalium tiosianat (KSCN) ditimbang menjadi 19,43 g dalam gelas kimia dan
dilarutkan sedikit dengan aquadest, kemudian ditempatkan dalam labu ukur 100 ml dengan
corong dan aquadest ditambahkan hingga batas tera dan dihomogenkan.
Pipet 33,44 mL larutan HCl 37% ke dalam labu ukur 100 mL. Aquadest ditambahkan
pada batas tera kemudian dihomogenkan.
Langkah pertama 10 mL larutan standar Fe 1000 mg/L dalam labu ukur 100 mL,
kemudian menambahkan pengencer HNO3 0,05 M, lalu tera sampai batas kemudian homogen.
Pipet Fe 100 mg/L larutan induk sebanyak 0,2; 0,5; 1; 2; 2,5; 3; dan 4 mL ke dalam masing-
masing labu ukur 100 mL dan tambahkan larutan pengencer hingga batas tera untuk
memberikan rentang larutan Fe konsentrasi 0,2; 0,5; 1; 2; 2,5; 3; dan 4 mg/L. Langkah
selanjutnya adalah membuat kurva standar, yaitu setiap larutan standar yang telah disiapkan
dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan 2 mL HCl 4M dan 5 mL
KSCN 2M, homogenkan dan diamkan selama 15 menit, Ukur absorbansi setiap larutan standar
pada panjang gelombang 481nm.
Setiap sample yang telah disiapkan diencerkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu
tambahkan larutan demineralisasi sampai tanda batas, lalu dipipet masing-masing sample
sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan 2 mL HCl 4M dan 5 mL KSCN
2M, homogenkan dan diamkan selama 15 menit, Ukur absorbansi setiap larutan standar pada
panjang gelombang 481 nm lakukan pengulangan sebanyak 3 kali pengulangan (Suryani et al.,
2022).
19
Alginat v
Larutan FeCl3
Karbon
aktif
Aquades
Disaring
Larutan HCl
4M Strirrer
Biosorben
3.5.2. Karbonisasi
Biosorben
Karbon TKKS
Gambar 3.4 Diagram Alir Karbonisasi
22
Karbon TKKS
Karbon + Alginat
Ion Logam Fe
Gambar 3.7 Diagram Alir Studi Kinetika Lepas lambat Ion Logam
Pipet larutan induk Fe 1000 ppm sebanyak 10 ml ke dalam labu ukur 100 ml
Kemudian tambahkan larutan pengencer HNO3 0,05 M sampai tanda batas
Pipet larutan ion Fe 100 ppm sebanyak 0,2; 0,5; 1; 2; 2,5; 3; dan 4 mL ml ke
labu 100 ml
Lalu encerkan sampai tanda batas menggunakan larutan pengencer
Lalu pipet 5 ml dari setiap labu ke tabung reaksi
Lalu tambahkan 2 ml HCl 4M dan 5 ml KSCN 2 M
Lalu diamkan selama 15 menit sampai reaksi stabil
Ukur absorbansi pada 481 nm
25
26
kandungan organik. Penguraian bahan organik ini akan menguapkan komponen volatil
sehingga menyebabkan adanya ruang kosong pada karbon dan membentuk struktur pori.
Biosorben yang telah berubah warna menjadi hitam dan asap yang lebih sedikit menandakan
proses karbonisasi telah selesai dilakukan.
4.3 Aktivasi Karbon
Proses aktivasi karbon aktif dilakukan dengan merendam karbon dalam H3PO4 10%
selama 24 jam. Proses aktivasi ini bertujuan untuk mengaktifkan sisi pori dari karbon, menarik
zat pengotor, dan memperluas struktur pori dari karbon yang diaktivasi dengan membentuk
pori-pori permukaan baru. Penelitian ini menggunakan aktivasi kimia yaitu dengan H3PO4
karena H3PO4 banyak digunakan sebagai aktivator dalam pembuatan karbon aktif dengan
bahan baku yang mengandung lignoselulosa. Penggunaan H3PO4 sebagai bahan aktivatordapat
memberikan pengaruh yang kuat dalam pembentukan pori dan membuka pori baru. Pemberian
aktivator H3PO4 dapat mengikat senyawa tar (hidrokarbon pengotor) keluar dari pori-pori
karbon sehingga diameter pori karbon bertambah besar. Penggunaan H 3PO4 sebagai aktivator
kimia memiliki toksisitas lingkungan yang rendah dan suhu aktivasi yang rendah daripada
aktivator kimia lainnya, sehingga dalam penelitian ini digunakan suhu ambient pada saat
aktivasi karbon aktif. Penghilangan warna atau polutan organik dari cairan biasanya dilakukan
dengan menggunakan karbon aktif yang berasal dari produk lignoselulosa dan diaktivasi
dengan asam fosfat. Karbon aktif yang telah diaktivasi dinetralkan dengan aquades hingga pH
7. Karbon aktif yang sudah netral dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam.
diaktivasi oleh H3PO4 lebih banyak menyerap ion logam Fe di bandingkan dengan activator
menggunkan HCl. Dan juga karbon aktif memiliki interaksi elektrostatis antara pellet karbon
aktif dan logam menimbulkan efek magnetisasi besi sehingga Fe memiliki kemampuan untuk
menarik ion Fe lainnya (Muhammad, 2019).
4.5 Karakterisasi
Karakterisasi komposit dilakukan untuk mengetahui sifat dari komposit yang terbentuk
serta interaksi yang terjadi antara bahan-bahan penyusun komposit. Komposit dikarakterisasi
menggunakan Spektofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD)
dan Scanning Electron Microscope (SEM). Komposit dapat dikatakan berhasil terbentuk jika
pada hasil karakterisasi komposit muncul karakter khas dari bahan dasar penyusun komposit.
4.5.1 Karakterisasi FTIR
Komposit hasil variasi yang dibuat pada rasio alginate dan karbon aktif yang berbeda
dikarakterisasi gugus fungsi dalam komposit serta untuk melihat pengaruh dari variasi yang
dilakukan pada komposit.
munculnya puncak-puncak karakteristik alginate dan karbon aktif dalam puncak spektrum
komposit membuktikan bahwa komposit alginate/karbon aktif-Fe (KAlg-Fe) telah berhasil
disintesis.
4.5.2 Karakterisasi XRD
Analisa spektrum XRD berfungsi untuk mengidentifikasi struktur dan derajat kristalinitas,
komposit hasil variasi massa bahan dasar yaitu alginate, karbon aktif, KAlg13, dan Kalg31.
Hasil spektrum yang ada pada komposit dibandingkan dengan spektrum yang muncul pada
alginate dan karbon aktif.
yang menyebabkan terjadinya pergeseran pelat heksagonal yang semula tingkat keteraturannya
tinggi (kristalin) menjadi tidak beraturan (amorf) (Sandi, 2014).
Hasil spektrum komposit dengan rasio 1:3 (KAlg13) dan 2:1 (KAlg31) yang disertai
dengan spektrum alginate dan karbon aktif untuk dijadikan pembanding. Natrium alginate jika
dalam keadaan asam dapat mempengaruhi struktur kristalinitas tergantung pada konsentrasi
asamnya dan dapat membuat natrium alginate dalam keadaan asam berstruktur semikristalin
menjadi amorf. Pada hasil spektrum KAlg13 dan KAlg31 menunjukkan adanya penurunan
kristalinitas yang terjadi karna kation Fe3+ dalam pelarut air dapat bersifat sebagai asam.
Semakin besar konsentrasi Fe3+ yang digunakan maka makin banyak Fe3+ yang terserap ke
dalam komposit. Semakin banyak Fe3+ yang terserap dalam komposit maka sifatnya akan
semakin asam, Kondisi yang semakin asam ini dapat merusak struktur dari komposit sehingga
kristalinitasnya turun. Pada spektrum komposit tidak terlihat munculnya puncak baru yang
menandakan bahwa Fe yang terbentuk pada komposit berfasa amorf.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komposit memiliki kemiripan
puncak-puncak difraksi dengan bahan dasar, penambahan konsentrasi Fe3+yang digunakan
dapat menurunkan kristalinitas dalam komposit. Fe yang terbentuk pada komposit bersifat
amorf karena tidak terlihat puncak baru yang muncul.
(a) (b)
Gambar 4.3 SEM perbesaran (a) 500x dan (b) 2.000x karbon aktif
Pada gambar 4.3 analisa morfologi pada karbon aktif menunjukkan pori-pori yang banyak
dan memiliki ukuran pori beragam sekitar 5-30 µm. Rongga dan pori-pori terbentuk akibat
31
panas selama proses karbonasi yang mengakibatkan terjadinya dekomposisi senyawa organik
seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa, proses karbonasi menghasilkan banyak bahan yang
mudah menguap membentuk banyak pori-pori, dan juga pori terbuka akibat dari proses aktivasi
menggunakan H3PO4 yang dapat memperbesar pori-pori dan rongga-rongga kecil, serta dapat
menurunkan jumlah senyawa hidrokarbon yang masih menutup permukaan arang (Wardani et
al., 2022).
(a) (b)
Gambar 4.4 SEM perbesaran (a) 500x dan (b) 2.000x Alginat
Pada gambar 4.4 analisa morfologi pada alginate menunjukkan permukaan hydrogel
berserat yang terdiri dari pori-pori, serat polimer yang saling terpisah membentuk agregat dan
diameter hydrogel sekitar 50-70µm. adanya pori-pori dari hydrogel ini merupakan salah satu
factor yang menyebabkan terjadinya pelepasan kinetika unsur logam pada komposit secara
perlahan nantinya (Erizal et al., 2018).
(a)
32
(b)
Gambar 4.5 Morfologi SEM (a)KAlg13 perbesaran 500x dan 2.000x (b)KAlg31 perbesaran
500x dan 2.000x
Pada gambar 4.5 hasil morfologi SEM pada komposit menunjukkan bahwa gabungan
alginate dan karbon aktif mempunyai/menciptakan banyak permukaan berpori yang dapat
mengoptimalkan dan menambah kemampuan untuk mengadsoropsi ion logam Fe. Semakin
luas permukaan adsorben, maka kemampuan adsorpsinya semakin besar (Wardani et al., 2022).
Banyaknya pori dan berongga yang terdapat pada komposit menunjukkan adanya penyerapan
logam Fe, didukung dengan adanya hasil data dari EDX.
4.5.4 Karakterisasi EDX
Karakterisasi EDXdigunakan untuk mengidentifikasi kandungan unsur-unsur yang
terdapat pada karbon aktif, alginate, KAlg13, dan KAlg31.
Grafik hasil karakterisasi EDX pada karbon aktif sebagai berikut:
(a) (b)
Gambar 4.9 KAlg13 (a)Elemen mapping (b)Elemen mapping Fe
Pada table 4.5 menunjukkan kandungan unsur yang terdapat pada KAlg13 yaitu
Karbon(C), Oksigen(O), Silikon(Si), Alumunium(Al), Klorida(Cl), Kalsium(Ca), Iron(Fe) dan
Copper(Cu), teridentifikasi bahwa kandungan (C) merupakan unsur terbanyak didalam
komposit dengan persentasi bobot 56,61%. Kandungan unsur iron(Fe) 3,72% yang ada pada
data pada EDX sesuai dengan gambar elemen mapping (gambar), warna gambar elemen
35
mapping menunjukkan warna biru (Fe) dan hijau (O) menjadi warna mayoritas, hal ini
menunjukkan bahwa komposit berhasil mengadsorpsi ion logam Fe 3+ dari larutan FeCl3.
C O Si S Cl Ca Fe Cu
Wt % 48,08 43.23 0,34 0,18 0,43 0,40 6,26 0,42
At % 58,26 39,32 0,18 0,08 0,18 0,15 1,63 0,10
(a) (b)
Gambar 4.11 KAlg31 (a)Elemen mapping (b)Elemen mapping Fe
Pada table 4.6 menunjukkan kandungan unsur yang terdapat pada KAlg31 yaitu
Karbon(C), Oksigen(O), Silikon(Si), Alumunium(Al), Klorida(Cl), Kalsium(Ca), Iron(Fe) dan
Copper(Cu), teridentifikasi bahwa kandungan (C) merupakan unsur terbanyak didalam
36
komposit dengan persentasi bobot 48,08%. Kandungan unsur iron(Fe) 6,26% yang ada pada
data pada EDX sesuai dengan gambar elemen mapping (gambar), warna gambar elemen
mapping menunjukkan warna biru (Fe) dan hijau (O) menjadi warna mayoritas, hal ini
menunjukkan bahwa komposit berhasil mengadsorpsi ion logam Fe 3+ dari larutan FeCl3.
Hasil EDX dari ketiga variasi komposit menunjukkan adanya unsur Fe yang terikat didalam
komposit yang menandakan bahwa sintesis komposit karbon aktif/alginate-Fe dalam penelitian
ini berhasil dilakukan karena adanya kandungan unsur Fe pada masing-masing komposit.
Komposit dengan kandungan ion Fe paling banyak adalah komposit KAlg31 dengan persentasi
6,26% dan paling sedikit adalah komposit KAlg13.
4.6 Kinetika lepas lambat logam Fe(III) dengan Variasi Waktu
Salah satu solusi terbaik untuk mengatasi masalah lingkungan yang disebabkan oleh
penggunaan pupuk tradisional yang memiliki kelarutan tinggi dalam air adalah dengan
mensintetis pupuk lepas lambat. Pupuk lepas lambat mampu menyediakan nutrisi bagi tanaman
dengan jangka waktu yang lebih lama karena pelepasan nutrisinya dapat dikontrol oleh
aktivitas akar . Salah satu aktivitas akar adalah dengan cara mensekresikan asam-asam organik
seperti asam sitrat, asam oksalat, dan asam fumalat (Dakora dan Phillips, 2002). Pada penelitian
ini digunakan larutan asam sitrat untuk mengetahui sifat pelepasan kation Fe(III) dari komposit
karbon aktif/alginat-Fe(III) dalam kaitannya dengan aktivitas akar serta dalam media HCl 0,1
M untuk mengetahui kelarutan Fe(III) pada setiap 1 gram komposit. Larutan HCl adalah asam
kuat yang dapat merusak struktur karbon aktif maupun alginat. Kerusakan struktur komposit
tersebut menyebabkan semua kation Fe(III) dapat terlepas dari komposit. Asam sitrat adalah
asam lemah yang kemampuannya untuk merusak struktur komposit lebih kecil dibanding HCl
sehingga jumlah Fe(III) yang terlepas dalam media asam sitrat juga lebih kecil, fenomena
tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kekuatan asam pelarut yang digunakan. HCl
merupakan asam kuat yang dapat terionisasi sempurna dalam larutan, sedangkan asam sitrat
merupakan asam lemah yang hanya terionisasi sebagian dalam larutan. Proses ionisasi
sempurna pada HCl dapat menghasilkan proton (H+) lebih banyak dibandingkan dengan asam
sitrat. Jumlah proton HCl yang lebih banyak tersebut dapat mendorong proses pelepasan Fe(III)
lebih cepat. Menurut Cornell dkk (1976), mekanisme pelepasan Fe(III) dari permukaan oksida
dalam media asam seperti HCl diawali dengan protonasi oleh ion H + pada permukaan oksida
besi hingga terjadi kesetimbangan antara permukaan oksida dan pelarut. Protonasi yang terjadi
dapat melemahkan ikatan Fe-O pada permukaan oksida. Hal tersebut menyebabkan Fe(III)
terlepas dari permukaan oksida.
37
Pelepasan Fe(III) dari komposit dalam media asam sitrat terjadi melalui mekanisme
kompleksasi, asam sitrat adalah asam lemah yang mengalami ionisasi tidak sempurna dalam
bentuk larutan. Ionisasi asam sitrat akan menghasilkan ion H+ yang dapat membantu proses
pelepasan Fe(III) dengan cara memprotonasi gugus –OH. Adanya protonasi gugus –OH
tersebut dapat melemahkan ikatan Fe˗O yang terbentuk sehingga Fe lebih mudah dilepaskan.
Kation Fe(III) yang lepas kemudian membentuk kompleks dengan anion sitrat. Mekanisme
pelepasan Fe(III) dari jaringan karbon aktif dan alginate diawali oleh protonasi ion H+ terhadap
gugus fungsi -OH, Protonasi tersebut menyebabkan tebentuknya muatan positif pada gugus
fungsi, terbentuknya muatan positif pada gugus fungsi menyebabkan adanya tolakan
elektrostatik dari kation Fe(III). hal tersebut mengakibatkan ikatan antara gugus fungsi dengan
Fe(III) melemah sehingga Fe(III) dapat terlepas. Hasil kandungan Fe(III) yang terlepas dalam
komposit dengan variasi massa dan waktu selama 24 jam tersaji dalam table berikut:
38
KAlg13 0,233 0,157 0,103 0,093 0,112 0,119 0,124 0,113 0,136 0,124 0,214 0,111 0,218
Konsestrasi
(ppm)
KAlg31 0,405 0,121 0,107 0,161 0,125 0,142 0,163 0,178 0,197 0,121 0,119 0,205 0,282
KAlg13 KAlg31
0.3
0.25
Konsentrasi (ppm)
0.25
Konsentrasi (ppm
0.2
0.2
0.15
0.15
0.1
0.1
0.05
0.05
0
0 10 20 30 0
Waktu (jam) 0 10 20 30
Waktu (jam)
Hasil data pada table 4.6 diatas menunjukkan adanya beberapa waktu yang menurun atau
tidak bertahap bahkan tidak konstan (ditandai dengan data tulisan bewarna merah), hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena kurang homogennya larutan campuran komposit tersebut, dan
juga beberapa factor lainnya seperti ukuran setiap kompositnya saat pada proses sintesis tidak
sama persis, sehingga mengakibatkan bedanya jumlah Fe yang terserap ke dalam komposit dan
bedanya ukuran komposit, factor lainnya adalah tidak seragamnya antara jumlah larutan FeCl3
dan jumlah larutan komposit yang akan digunakan.
Analisis kinetika pelepasan logam Fe(III) dari komposit karbon aktif/alginate-Fe dilakukan
menggunakan 6 model kinetika yaitu orde nol, orde 1, orde 2, orde 3, orde 2 semu dan
kosmeyer-peppas. Hasil konsentrasi dari spektrofotometer digunakan sebagai data pada
persamaan model kinetika, model kinetika yang memiliki nilai R2 mendekati 1 akan ditetapkan
sebagai model yang paling sesuai dalam uji kinetika pelepasan lambat komposit karbon
aktif/alginate-Fe.
4.6.1 Pendekatan Kinetika Orde Nol
Grafik orde nol pada gambar 4.16 menunjukkan hubungan konsentrasi Fe yang terlepas
(Qt) dan waktu (t) yang bersifat linear dilakukan dengan membuat persamaan pemodelan linier
dengan metode regresi linear, pendekatan KAlg13 didapatkan persamaan garis y =
0,00003x+0,00001 dengan nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,842; KAlg31 didapatkan
persamaan garis y = 0,00003x+0,00002 dengan nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,8818.
Qt
0.00015
0.0001
Series1 0.0001 Orde 0
0.00005 0.00005
0 0
0 2 4 6 8 121416 0 8 12 16 24
t t
ln Q
ln Q
-6
Series1 -8.5 Series1
-8
-10 -9
-12 -9.5
t t
Gambar 4.14 Pendekatan Kinetika Orde Satu komposit KAlg-Fe
4.6.3 Pendekatan Kinetika Kosmeyer-Peppas
Grafik pada gambar 4.20 menunjukkan hubungan persentase kumulatif pelepasan (ln Qt/Q)
terhadap ln waktu(ln t), pendekatan kosmeyer-peppas pada KAlg13 didapatkan persamaan
garis y = 0,2312x-1,3558 dengan nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,8258; KAlg31
didapatkan persamaan garis y = 0,2256x-1,2955 dengan nilai koefisien determinasi R2 sebesar
0,9143.
0.5 1.2955
1.2461 R² = 0.9143
ln Qt/Q
1 0
R² = 0.7622
0
Series1 -0.5 Series1
-1
-1
-1.5
ln t ln t
Tabel 4.7 Hasil persamaan regresi linear pada kinetika pelepasan Fe(III) dari komposit
Orde Orde Kosmeyer-
Komposit
Nol Satu Peppas
KAlg13 0,842 0,7783 0,7622
KAlg31 0,8818 0,8718 0,9143
41
Dari data regresi linear pada table diatas, maka nilai R2 yang paling mendekati 0,99
adalah orde nol pada KAlg13, dan Kosmeyer-Peppas pada KAlg31, dengan diperoleh model
yang memenuhi kesesuaian pelepasan lambat Fe(III) dengan nilai R2 mendekati 0,99, pada
table didapatkan nilai k pelepasan lambat Fe(III) dari komposit karbon aktif/alginate-Fe dalam
media asam sitrat 0,33M.
Tabel 4.8 Hasil konstanta laju pelepasan komposit
Parameter KAlg13 KAlg31
Orde Nol Kosmeyer-Peppas
R2 0,842 0,9143
k (jam-1) 0,00004 1,681
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hasil XRD pada masing-masing komposit terjadi penurunan kristanilitas karena
adanya kation Fe3+ dalam pelarut air dapat bersifat sebagai asam. Semakin besar
konsentrasi Fe3+ yang digunakan maka makin banyak Fe3+ yang terserap ke dalam
komposit. Semakin banyak Fe3+ yang terserap dalam komposit maka sifatnya akan
semakin asam, Kondisi yang semakin asam ini dapat merusak struktur dari
komposit sehingga kristalinitasnya turun. Hasil FTIR komposit mempunyai
kemiripan gugus fungsi atau sifat asli dari komponen penyusunnya. Hasil SEM
pada setiap komposit menunjukkan adanya perubahan morfologi dari kedua row
material penyusunnya, karena sudah tercampur dan terikat satu sama lain. Hasil
EDX menunjukkan adanya kandungan unsur Fe yang terkandung dalam komposit
karbon aktif/alginate-Fe yang menandakan sintesis komposit pada penelitian ini
berhasil.
2. Uji kinetika pada ketiga variasi massa komposit, hasil R2 yang paling mendekati 1
adalah KAlg13 pada pendekatan orde satu (0,852) dan KAlg31 pada pendekatan
kosmeyer-peppas (0,9143), dengan nilai k secara berturut-turut 0,1109 jam-1 ; 1,681
jam-1.
3. Pelepasan ion logam Fe(III) pada 0,005g KAlg13 mengandung sebanyak 0,000233
mg/g; 0,005g KAlg31 mengandung sebanyak 0,000405 mg/g. yang berati komposit
dengan jumlah karbon aktif yang banyak dapat lebih mudah menyerap ion logam
Fe(III) karena memiliki permukaan yang luas dan berpori, dan juga dapat
disimpulkan dalam setiap 1 gram komposit KAlg13 dan KAlg31 secara berturut-
turut mengandung Fe(III) sebanyak 0,0466 mg/g dan 0,081 mg/g.
5.2 Saran
1. perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai komposisi material penyusun
komposit yang lebih baik lagi mengenai variasi massa sehingga dapat
meningkatkan jangka waktu pada pupuk lepas lambat.
2. perlu adanya kontrol penggunaan larutan FeCl3 terhadap setiap gram atau liter
komposit yang telah di sintesis dan perhitungan ion logam Fe(III) didalam filtrat
pada saat menyaring komposit dari larutan FeCl3.
42
43
Ardilla, D., Taufik, M., Tarigan, D. M., Thamrin, M., Razali, M., & Siregar, H. S. (2018).
Analisis lemak babi pada produk pangan olahan menggunakan spektroskopi UV–
vis. Agrintech: Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, 1(2).
Ariyani, R., Wirawan, T., & Hindryawati, N. (2020). Pembuatan arang aktif dari ampas tebu
dan aplikasinya sebagai adsorben zat warna merah dari limbah pencelupan benang
tenun sarung samarinda. Prosiding Seminar Nasional Kimia Berwawasan Lingkungan,
86–94.
Aprilliza, M. (2017, April). Characterization and properties of sodium alginate from brown
algae used as an ecofriendly superabsorbent. In IOP conference series: materials
science and engineering (Vol. 188, No. 1, p. 012019). IOP Publishing.
Baswir, R., Achmad, N., Santosa, A., Wibowo, I. A., Winarni, R. R., Susanti, E., Hasibuan, F.,
& Hanu, M. A. (2010). Pekebun mandiri dalam industri perkebunan sawit di Indonesia.
Sawit Watch, Indonesia.
Bansal, R. C., & Goyal, M. (2005). Activated carbon adsorption. CRC press.
Buana, D. L., & Fajriati, I. (2019). Karakterisasi Lemak Sapi dan Lemak Babi dalam Bakso
Menggunakan FTIR Spectroscopy. Indonesia Journal of Halal, 2(1), 15-22.
Dakora, F.D., Phillips, D.A., (2002), Root Exudates as Mediators of Mineral Acquisition in
Low-Nutrient Environment, Plant Soil, 245, 35-47.
Didik, L. A. (2020). Penentuan Ukuran Butir Kristal CuCr0, 98Ni0, 02O2 dengan
Menggunakan X-Ray Difraction (XRD) dan Scanning Electron Microscope
(SEM). Indonesian Physical Review, 3(1), 6-14.
Dharmayanti, N. (2021). Penambahan Konsentrasi Alginat dari Sargassum polycystum untuk
Formulasi Krim Lulur. Jurnal Akuatek, 2(2), 81-94.
Cornell, R. M., Posner A. M. and Quirk J. P., (1976), Kinetics and Mechanisms of The Acid
Dissolution of Goethite (α‒FeOOH), J. Inorg. Nucl. Chem., 38, 563.‒567.
Egbo, M. K. (2021). A fundamental Review on Composite Materials and some of their
Applications in Biomedical Engineering. Journal of King Saud University-Engineering
Sciences, 33(8), 557-568.
Erizal., Pratiwi, E, W., Perkasa, D, P., Noviyantih., Abbas, B., Sudirman. (2018). Imobilisasi
Propanolol HCl Pada Hidrogel Poli (Vinil Alkohol)-Natrium Alginat Dengan Teknik
Radiasi. Jurnal Kimia dan Kemasan, 40(1), 47-56.
44
45
Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satyawibawa, I., & Paeru, R. H. (2012). Kelapa sawit. Penebar
Swadaya Grup.
Florentino, K. A., Santos, T. T. F., & Templonuevo, C. D. (2020). Comparison of Sodium
Alginate-Based Slow-Release Beads with Varying Calcium Chloride Concentrations.
Gaol, M. R. L. L., Sitorus, R., Yanthi, S., Surya, I., & Manurung, R. (2013). Pembuatan
selulosa asetat dari α-selulosa tandan kosong kelapa sawit. Jurnal Teknik Kimia
USU, 2(3), 33-39.
Hardi, A. D., Joni, R., Syukri, S., & Aziz, H. (2020). Pembuatan Karbon Aktif dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit sebagai Elektroda Superkapasitor. Jurnal Fisika Unand, 9(4),
479-486.
Hartanto, S., & Ratnawati, R. (2010). Pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa sawit
dengan metode aktivasi kimia. Jurnal Sains Materi Indonesia, 12(1), 12-16.
Hartatik, W., Mardliyati, E., Wibowo, H., Sukarto, A., & Yusron, Y. (2020). Formulasi dan
Pola Kelarutan N Pupuk Urea-Zeolit Lepas Lambat. Jurnal Tanah dan Iklim, 44(1), 61-
70.
Hendra, D., & Pari, G. (1999). Pembuatan arang aktif dari tandan kosong kelapa sawit. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, 17(2), 113-122.
Husin, A., & Hasibuan, A. (2020). Studi pengaruh variasi konsentrasi asam posfat (H3PO4)
dan waktu perendaman karbon terhadap karakteristik karbon aktif dari kulit durian. Jurnal
Teknik Kimia USU, 9(2), 80-86.
Karunia, F. S. A. F., Sani, & Astuty, D. H. (2021). Karakterisasi Karbon Aktif dari Batang
Singkong sebagai Adsorben pada Adsorpsi Logam Tembaga. Seminar Nasional Teknik
Kimia Soebardjo Brotohardjono XVII, 17, 1–9.
Khaldun, I. (2018). Kimia Analisa Instrumen: Buku untuk mahasiswa. Syiah Kuala University
Press.
Kristianingrum, S. (2016). Handout Spektroskopi Infra Merah (Infrared Spectroscopy, IR).
Lestari, R.S.D., Jayanudin., D.Irawanto., Rozak., Wardana, R, L, A. & Muhammad. (2020).
Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Tertaut Silang Glutaraldehida Sebagai Matriks
Pupuk Urea. Jurnal integrasi Proses. Vol 9(2) : 27-33.
Liu, Y., Zhou, W., Teo, W. L., Wang, K., Zhang, L., Zeng, Y., & Zhao, Y. (2020). Covalent-
Organic-Framework-Based Composite materials. Chem, 6(12), 3172-3202.
Maulinda, L., Nasrul, Z. A., & Sari, D. N. (2017). Pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan
baku karbon aktif. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 4(2), 11-19.
46
Rajak, D. K., Pagar, D. D., Kumar, R., & Pruncu, C. I. (2019). Recent Progress of
Reinforcement Materials: a Comprehensive Overview of Composite Materials. Journal
of Materials Research and Technology, 8(6), 6354-6374.
Ramdja, A. F., Halim, M., & Handi, J. (2008). Pembuatan karbon aktif dari pelepah kelapa
(Cocus nucifera). Jurnal Teknik Kimia, 15(2).
Rasyida, A., Pradipta, T. R., & Wicaksono, S. T. (2019). Studi Pengaruh Penambahan PVA
dan Bentonit Terhadap Morfologi dan Sifat Fisik Komposit Berbasis Hidrogel Alginat
Sebagai Kandidat Material Perancah untuk Regenarasi Tulang Rawan. Jurnal Teknik
ITS, 7(2), F320-F325.
Rozo, G., Bohorques, L., & Santamaría, J. (2019). Controlled release fertilizer encapsulated by
a κ-carrageenan hydrogel. Polímeros, 29.
Saleh,M., Zulmanwardi & Pasanda, O. S. (2018). Pembuatan Pupuk SRF (Slow Release
Fertlizer) Dengan Menggunakan Polimer Amilum. Jurnal Prosiding Seminar Hasil
Penelitian SNP2M. Makassar.
Sandi, A. P. (2014). Pengaruh Waktu Aktivasi Menggunakan H3PO4 Terhadap Struktur dan
Ukuran Pori Karbon Berbasis Arang Tempurung Kemiri (Aleurites moluccana). Jurnal
Fisika Unand, 3(2), 115-120.
Sandi, K., Syahputra, R. A., & Zubir, M. (2020). Review Journal Thermodynamics Carbon
Active Adsorption Empty Fruit bunch of Heavy Metal from Liquid Waste. Indonesian
Journal of Chemical Science and Technology (IJCST), 3(2), 64.
https://doi.org/10.24114/ijcst.v3i2.19530
Sastrosayono, I. S. (2003). Budi daya kelapa sawit. AgroMedia.
Savana, R. T., & Maharani, D. K. (2018). Analisis Komposisi Unsur Pupuk Lepas Lambat
Kitosan-Silika-Glutaralhedid Element Composition Analysis Chitosan-Silica-
Glutaraldehid Slow Realese Fertiliser. Unesa Journal of Chemistry, 7(1), 21-24.
Suci, A. I., & Astar, I. (2022). Enkapsulasi Urea Menggunakan Biokomposit Zeolit Alam-
Alginat-Pati Sagu sebagai Model Pupuk Lepas Lambat (Slow Release Fertilizer). Al-
Kimia, 10(1).
Suryani, M. Y., Paramita, A., Susilo, H., & Maharsih, I. K. Analisis Penentuan Kadar Besi (Fe)
dalam Air Limbah Tambang Batu Bara Menggunakan Spektrofotometer UV-
Vis. Indonesian Journal of Laboratory, 7-15.
Syafruddin, S. (2011). Keracunan Besi pada Tanaman Padi dan Upaya Pengelolaannya pada
Lahan Sawah. cefars: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah, 3(1), 35-45.
48
Tentrem, T., & Nababan, A. F. (2019). Pengujian Mineral Liat pada Contoh Tanah dengan
Metode Difraksi X-Ray (XRD). Prosiding Temu Teknis Jabatan Fungsional Non
Peneliti, Malang, 215-228.
Tran Thi Dieu, H., Charoensook, K., Tai, H. C., Lin, Y. T., & Li, Y. Y. (2021). Preparation of
activated carbon derived from oil palm empty fruit bunches and its modification by
nitrogen doping for supercapacitors. Journal of Porous Materials, 28(1), 9-18.
Ubaydillah, M. I., & Faqihuddin, F. (2021). Pengaplikasian Alginat dalam Sistem Mikrosfer
pada Industri Farmasi. SNHRP, 72-79.
Wardani, G. A., Octavia, A. N., Fathurohman, M., Hidayat, T., & Nofiyanti, E. (2022). Arang
Aktif Ampas Tebu Termodifikasi Kitosan sebagai Adsorben Tetrasiklin: Pemanfaatan
Metode Kolom. KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 8(3), 280-291.
Yahya, M. A., Mansor, M. H., Zolkarnaini, W. A. A. W., Rusli, N. S., Aminuddin, A.,
Mohamad, K., Sabhan, F. A. M., Atik, A. A. A., & Ozair, L. N. (2018). A brief review
on activated carbon derived from agriculture byproduct. AIP Conference Proceedings,
1–9. https://doi.org/10.1063/1.5041244
Yani, M., & Lubis, F. (2018). Pembuatan dan penyelidikan perilaku mekanik komposit
diperkuat serat limbah plastik akibat beban lendutan. MEKANIK: Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin, 4(2).
Yantyana, I., Amalia, V., & Fitriyani, R. (2018). Adsorpsi Ion Logam Timbal (II)
Menggunakan Mikrokapsul Ca-Alginat. al-Kimiya: Jurnal Ilmu Kimia dan
Terapan, 5(1), 17-26.
Zairinayati, Z., & Khosamtun, K. (2022). Efektifitas Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elais
Guineensis Jacq) Dalam Menurunkan Kadar COD Limbah Cair Kain
Jumputan. Indobiosains, 4(2), 61-70.
49
LAMPIRAN
Lampiran 1.Perhitungan Pembuatan Larutan
Lampiran 3. FTIR
I. Alginat
III. KAlg13
IV. KAlg31
52
Lampiran 4. XRD
I. Alginat
III. KAlg13
56
57
58
59
60
61
IV. KAlg31
62
63
64
65
Lampiran 5. SEM-EDX
I. Alginat
III. KAlg13
IV. KAlg31
67
I. KAlg13
II. KAlg31
I. KAlg13
II. KAlg31
DOKUMENTASI PENELITIAN
Pencucian biosorben
71
KompositKAlg13
72
Komposit KAlg31