Anda di halaman 1dari 46

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Kimia Kertas Karya Diploma

2017

Pengaruh Kadar Amoniak pada Lateks


Alam dalam Pengolahan Ribbed
Smoked Sheet (RSS) di PT.
Perkebunan Nusantara III Sarang Giting

Sitanggang, Anita Magdalena


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4725
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH KADAR AMONIAK PADA LATEKS ALAM DALAM
PENGOLAHAN RIBBED SMOKE SHEET (RSS) DI PT.PERKEBUNAN
NUSANTARA III KEBUN SARANG GITING

KARYA ILMIAH

ANITA MAGDALENA SITANGGANG


142401097

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGARUH KADAR AMONIAK PADA LATEKS ALAM DALAM
PENGOLAHAN RIBBED SMOKE SHEET (RSS) DI PT.PERKEBUNAN
NUSANTARA III KEBUN SARANG GITING

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai

gelar Ahli Madya

ANITA MAGDALENA SITANGGANG


142401097

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Kadar Amoniak Pada Lateks Alam


Dalam Pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS)
di PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting
Kategori : Karya Ilmiah
Nama : Anita Magdalena Sitanggang
Nomor Induk Mahasiswa : 142401097
Program Studi : Diploma (D3) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, September 2017

Diketahui
Program Studi D3 Kimia FMIPA USU
Ketua, Dosen Pembimbing,

Dr. Minto Supeno, MS Dr. Minto Supeno, MS


NIP.196105091987031002 NIP.196105091987031002

Diketahui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si


NIP. 197404051999032001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PENGARUH KADAR AMONIAK PADA LATEKS DALAM LATEKS

ALAM DALAM PENGOLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (RSS) DI PT.

PERKEBUNAN NUSANTARA III SARANG GITING

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja Saya sendiri, kecuali

beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dusebut sumbernya.

Medan, Agustus 2017

Anita Magdalena Sitanggang


142401097

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
karunia-Nya Karya Ilmiah ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan. Karya Ilmiah iniberjudul “Pengaruh kadar amoniak pada lateks alam
dalam pengolahan ribbed smoked sheet di PT.Perkebunan Nusantara III Sarang
Giting”, Dimana Karya Ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai
penyelesaian jenjang pendidikan Diploma III Kimia di Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Karya Ilmiah ini disusun dari hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL)
di PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting. Karya Ilmiah ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh Ahli Madya dari program studi D-3
Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa tersusunya Karya Ilmiah initidak


terlepas dari perhatian, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada


penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Terkhusus penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada
kedua Orang tua saya Edu Sitanggang dan Loustria br Siahaan serta
Kakak (Esteria Sitanggang,SE) Abang (Victor Gunawan
Sitanggang,SP) dan Adik (Chandra Yosua Sitanggang) penulis yang
selama ini tiada henti-hentinya memberikan dukungan, semangat,
perhatian serta bantuan moril maupun materi sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku dosen pembimbing yang
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu
penulis dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si.,S.Si selaku ketua Department Kimia
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis.
5. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku ketua program studi jurusan D3
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis.
6. Bapak Hasbullah Hasibuan, ST selaku asisten pengolahan yang telah
banyak memberikan sumbangan pikiran, tenaga dan waktu kepada
penulis sewaktu penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.
7. Bapak Yudi Cahyadi, STP, QIA, para staff yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti PKL di PT.Perkebunan
Nusantara III Sarang Giting.
8. Bapak Misno selaku asisten laboratorium yang membimbing penulis
selama mengikuti Praktek Kerja Lapangan.
9. Kepada Kakak-kakak (Melani, Ade, Devi Purba) yang telah
mendukung, membantu saya dan memberikan semangat.
10. Kepada Chrytel Thadea (Kak Cita, Devi, Mawar, Anita) yang telah
mendukung saya memberikan semangat dan mendoakan saya.
11. Kepada teman-teman sepatner saat melaksanakan PKL Dewi, Cintya,
Eva yang sama-sama melaksanakan PKL di PT. Perkebunan
Nusantara III Sarang Giting, dan untuk sahabat saya Dewi, cintya,
riris, Eva, joice, kristina yang selalu memberikan semangat.
12. Teristimewa untu teman-teman saya Kimia Kelas C seluruhnya tanpa
terkecuali dan yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang sudah
bersama dengan saya selama 3 tahun terakhir ini dan mau membantu
serta memberi nasihat pada saya selaku penulis dalam penulisan Karya
Imiah.

Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Ilmiah ini masih


memiliki berbagai kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak pembaca demi
kesempurnaan laporan berikutnya.

Medan, Agustus 2017

Hormat Kami

Anita Magdalena Sitanggang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGARUH KADAR AMONIAK PADA LATEKS ALAM DALAM
PENGOLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (RSS) DI PT.PERKEBUNAN
NUSANTARA III SARANG GITING

ABSTRAK

Lateks adalah suatu cairan putih yang menyerupai susu yang mengandung (20-
30%) butiran karet yang dikelilingi lapisan protein dan posfolipid. Lateks dapat
diolah menjadi karet dalam pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS). Pengolahan
lateks dilakukan dengan menggunakan koagulan dan antikoagulan. Pengolahan
Ribbed Smoked Sheet (RSS) menggunakan NH3 sebagai antikoagulan dan
analisis kadar NH3 lateks sangat berguna untuk melihat kondisi lateks masih baik
atau tidak. Jika kadar NH3 yang terkandung dalam lateks tinggi maka asam
formiat yang digunakan rendah,karena menghindari penggumpalan lateks,
menghindari terjadinya pembusukan akibat pertumbuhan bakteri dan jika kadar
NH3 rendah maka asam formiat yang digunakan tidak boleh tinggi, karena akan
menghasilkan kualitas karet yang buruk.

Kata kunci : Lateks, NH3, analisis, pengolahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


EFFECT OF AMONIAK CONTENT ON NATURAL LATEX IN RIBBED
PROCESSING SMOKED SHEET (RSS) IN PT.PERKEBUNAN
NUSANTARA III SARANG GITING

ABSTRACT

Latex is a white liquid that resembles milk containing (20-30%) rubber granules
surrounded by a layer of protein and phospholipids. Latex can be processed into
rubber in the processing of Ribbed Smoked Sheet (RSS). Latex treatment is
performed using coagulant and anticoagulant. Processing of Ribbed Smoked
Sheet (RSS) using NH3 as an anticoagulant and analysis of NH3 latex content is
very useful to see the latex condition is still good or not. If the NH3 content is
contained in high latex then the formic acid used is low, as it avoids latex clotting,
avoids decay due to bacterial growth and if NH3 levels are low then the formic
acid used should not be high, as it will result in poor rubber quality.

Keywords: Latex, NH3, analysis, processing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN I
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL ix

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Lateks 4
2.1.1 Komposisi Lateks 5
2.1.2 Sifat Karet 6
2.2 Sejarah Karet Indonesia 7
2.2.1 Manfaat Karet 9
2.2.2 Bahan Olah Karet 11
2.2.3 Jenis-jenis Karet Alam 13
2.2.4 Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintesis 13
2.3 Penyebab Terjadinya Prakoagulasi 14
2.3.1 Bahan Yang Digunakan Sebagai Koagulan 17
2.3.2 Bahan Yang Digunakan Sebagai Antikoagulan 17
2.4 Pengenalan NH3 17
2.5 Pengolahan Ribbed Smoked Sheet 19
2.5.1 Pengenceran Dan Penggumpalan Lateks Kebun 20
2.5.2 Pemeraman Dan Penggilingan 21
2.5.3 Penirisan 21
2.5.4 Pengeringan 22
2.5.5 Sortasi Mutu 23
2.5.6 Pengemasan Dan Penyimpanan 24
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks 25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7 Kelebihan dan Kekurangan Sit Asap (Ribbed Smoked Sheet) 26

BAB 3 METODE PERCOBAAN


3.1 Alat 28
3.2 Bahan 28
3.3 Prosedur Percobaan 29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data 30
4.2 Perhitungan 31
4.3 Pembahasan 32

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34

DAFTAR PUSTAKA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman


2.1. Komposisi Karet Alam 6
2.2. Pengaturan Suhu dan Ventilasi pada 23
Setiap Hari Pengeringan
2.3. Kelebihan dan kekurangan sit asap 27
2.4. Standard Indonesia Rubber (SIR) 27
4.1. Hasil Produksi Lateks dan Karet Sit 30
4.2. Masa Prakoagulasi dengan Variasi 30
Kuantitas NH3
4.3. Hasil Analisa Kadar NH3 dari Lateks 31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar

Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara

tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan.

Akan tetapi meskipun telah diketahui penggunaanya oleh Colombus dalam

pelayarannya ke Amerika Selatan pada akhir abad ke-15 dan bahkan oleh

penjelajah-penjelajah berikutnya pada awal ke-16, sampai saat itu karet masih

belum menarik perhatian orang-orang Eropa. Karet tumbuh secara liar di lembah-

lembah sungai Amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk

setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan.

Mula-mula karet berkembang pesat di Malaysia dan Ceylon. Di Indonesaia

perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa

pada tahun 1906. Sejak saat itulah perkebunan karet mengalami perluasan yang

cepat, walaupun terjadi pula masa suram. Disamping berkembangnya perkebunan

besar yang diusahakan oleh para pengusaha perkebunan, berkembang pula

perkebunan-perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat (petani karet) terutama

di luar Jawa, yang masih banyak tanah ladang yang mudah dijadikan perkebunan

karet dengan cara murah.

Semua karet yang berasal dari alam dibentuk dari unit dasar yang sama

yaitu C5H8 yang merupakan suatu senyawa hidrokarbon molekul individual dari

senyawa ini dikenal sebagai “Isoprena”, molekul karet alam didapat dari pohon

Hevea yang tersusun dari banyak unit isoprena yang berikatan bersama dimana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


secara karakteristik membentuk rantai panjang yang tidak bercabang. Karet alam

adalah hidrokarbon yang merupakan makro molekul yang poliisoprena (C5H8)n

yang bergabung secara ikatan head to tail. Rantai poliisoprena tersebut

membentuk konfigurasi cis dengan susunan yang teratur (Barlow,1978).

Penggunaan lateks sebagai bahan baku dalam pembuatan barang jadi

karet yang penulis bahas masih berupa lembaran karet. Lembaran karet dibuat

dari bahan olah lateks kebun yang memiliki kadar karet 25-40 % yang

ditambahkan zat antikoagulasi sebelum dibawa menuju pabrik pengolahan untuk

mencegah prakoagulasi dikarenakan goncangan,bakteri dan lainnya.

Zat antikoagulasi dapat digunakan untuk pencegahan terjadi

prakoagulasi,zat anti koagulan ada beberapa macam seperti soda atau natrium

karbonat (Na2CO3), Amoniak (NH3),formaldehid,natrium sulfit (Na2SO3) tetapi

harus dipilih paling tepat, pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi,harga,kadar

bahaya zat tersebut dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam

pencegahan prakoagulasi dari beberapa jenis zat antikoagulan yang ada,penulis

hanya membahas mengenai NH3.

NH3 zat antikoagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena

bersifat desinfektan sehingga dapat berfungsi membunuh bakteri, bersifat basa

sehingga dapat mempertahankan atau menaikkan pH lateks kebun, mengurangi

konsentrasi logam, dan juga amoniak digunakan untuk pemantapan lateks. Untuk

itu tinggi rendahnya kadar amoniak menunjukkan mutu yang dihasilkan

(T.Austin,1985).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Permasalahan

Kadar NH3 apabila kurang atau lebih maka dapat berpengaruh pada mutu

dari lembaran karet yang dihasilkan sehingga dapat merugikan pihak perusahaan.

Adapun pokok permasalahannya adalah bagaimana pengaruh kadar NH3

pada lateks alam dalam pengolahan RSS di PTPN III Kebun Sarang Giting.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh kadar NH3 pada lateks alam dalam

pengolahan RSS di PTPN III Kebun Sarang Giting.

1.4 Manfaat

Dengan mengetahui kadar NH3 dalam lateks terhadap pemakaian Asam

Formiat pada proses pengolahan RSS di PTPN III Kebun Sarang Giting maka

akan diperoleh gambaran mengenai mutu hasil produksi karet.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lateks

Lateks adalah suatu cairan putih yang menyerupai susu yang mengandung (20-

30%) butiran karet yang dikelilingi lapisan protein dan posfolipid. Sifat mekanik

dari muatan partikel karet, secara alami sangat dipengaruhi oleh zat-zat lainnya

yang semula sudah ada pada lateks. Kandungan zat-zat yang bukan karet yang

terdapat pada lateks,selalu berubah-ubah konsentrasinya. Zat-zat bukan karet ini

terdiri dari senyawa-senyawa protein, lipid, karbohidrat, anion organik dari ion-

ion logam.

Karet atau lateks alam adalah suatu polimer dari isoprena. Nama kimia dari

polimer ini adalah Cis 1,4-poliisoprena dengan rumus umum (C5H8)n.

H2C=C-CH=CH2
ǀ
CH3

(disebut juga 2-metil-1,3-butadiena)

Semakin besar harga n semakin panjang molekul karet, semakin besar

molekulnya, dan semakin kental.

Dimana n adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah

monomer di dalam rantai polimer. Nilai n dapat berkisar antara 3000-15000

(Darussamin dan Ompusunggu,1985).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.1. Komposisi Lateks

Lateks didefinisikan sebagai suatu koloid,dimana partikel-partikel karet dilapisi

oleh protein dan fospolipid yang terdispersi didalam serum. Protein dan

fospolipida yang terdispersi didalam serum protein yang terdapat pada lapisan luar

memberi muatan negatif kepada partikel karet pada pH netral. Titik isoelektrik

dari partikel karet pada umumnya adalah sekitar 4,5.

Selain kandungan partikel karet, lateks juga mengandung komponen-

komponen bukan karet (non rubber) terdiri dari senyawa-senyawa protein,

karbohidrat, lipida, anion anorganik dan ion ion logam. Kandungan protein yang

terdapat didalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5 % (b/v) dan sekitar 20 % dari

protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet dan sebagian larut dalam serum.

Ion-ion logam atau ion-ion anorganik dijumpai dalam lateks seperti ion Ca2+,

Mg2+, Fe2+, Cu2+,K+, Na+ dan Mn2+ (Ompusunggu,1989).

Tabel 2.1. Komposisi Karet Alam

No Bahan Lateks Segar Lateks yang


(%) dikeringkan(%)
1 Kandungan karet 35,62 88,28
2 Resin 1,62 4,10
3 Protein 2,03 5,05
4 Abu 0,70 0,80
5 Zat gula 0,34 0,84
6 Air 59,62 1,00
Sumber : Setyamidjaja,1993

2.1.2. Sifat Lateks


Partikel karet alam didalam lateks diselimuti oleh suatu lapisan protein sehingga

partikel karet tersebut bermuatan listrik. Protein terdiri asam amino yang satu

sama lainnya terikat oleh ikatan peptida, asam amino tersebut adalah ion yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dipolar atau zwitter ion dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam atau

basa). Sifat-sifat ini dijadikan dasar untuk terjadinya proses koagulasi apabila

muatan protein yang mengelilingi partikel karet dihilangkan. PH lateks kebun =

6,9 sehingga lateks kebun bermuatan negatif.

Syarat kestabilan adalah harus mempunyai muatan positif atau negatif,

dimana muatan protein yang menyelubungi partikel karet bergantung pada pH

lateks karet tersebut. Pada pH sekitar 4,2-4,7 protein yang menyelubungi partikel

karet menjadi tidak bermuatan yaitu pada titik isoelektrik, dimana harga

elektrokinetis potensial adalah nol (Ompusunggu,1989).

Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik, kualitas dan

hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang

baik untuk barang-barang karet buatan manusia. Karet alam mempunyai daya

lentur yang tinggi, kekuatan tensil, dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah.

Daya tahan karet terhadap benturan, goresan dan koyakan sangat baik. Namun

karet alam tidak begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi

dan ozon. Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahan-

bahan kimia seperti bensin, minyak tanah. Karena sifat fisik dan daya tahannya,

karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan

yang tinggi dan panas yang rendah (Spillane.1989).

2.2. Sejarah Karet Indonesia

Sejarah karet di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada periode sebelum

Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi Negara

penghasil karet alam terbesar di dunia. Komoditi ini pernah begitu diandalkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebagai penopang perekonomian Negara. Namun tahun 1957 kedudukan

Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Walaupun

demikian, bagi perekonomian Indonesia karet tetap memberi sumbangan yang

terbesar dan masukan yang tak sedikit (Tim penulis, 2008).

Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan

Belanda. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru

untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan

dan tersebar di beberapa daerah. Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai

diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Holfland pada tahun

tersebut di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat.Pertama kali jenis yang

ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastic. Jenis karet Havea (Havea

brasiliensis) baru nditanam tahun 1902 di daerah Sumatera Timur. Jenis ini baru

ditanam di pulau Jawa pada tahun 1906 (Tim penulis, 1999).

Perusahaan Harisson and Crossfield Company adalah perusahaan asing

pertama yang memulai menanam karet dalam suatu perkebunan yang dikelola

secara komersial.Sebelumnya perusahaan ini telah membuka perkebunan karet di

Malaysia. Perusahaan Sociente Financiere des Caotchoues dari Belgia pada tahun

1909 dan diikuti perusahaan Amerika bernama Hollands Amerikanse Plantage

Maatschappij (HAPM) pada tahun 1910-1911 ikut menanamkan model dalam

membuka perkebunan karet di Sumatera. HAPM adalah perusahaan kerja sama

antardua Negara, yaitu Belanda dan Amerika. Di zaman prakemerdekaan, kebun

karet Indonesia mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1937. Waktu itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


produksinya mencapai 650.000 ton. Namun sesudah itu angkanya menurun,

terutama karena terjadinya penurunan harga karet (Tim penulis, 2008).

Indonesia memiliki luas hutan karet seluas 3,3 juta hektar yang merupakan

hutan karet terluas didunia. Namun, ekspor karet Indonesia jauh lebih rendah

dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia.

Salah satu penyebab kurangnya produksi karet alam Indonesia adalah rusak dan

tidak produktifnya hutan karet Indonesia. Hingga pertengahan tahun 2007, hutan

karet Indonesia yang rusak mencapai 400.000 hektar. Budidaya perkebunan karet

memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, antara lain

sebagai sumber pendapatan bagi lebih dari 1,7 juta tenaga kerja lainnya (Tim

karya tani mandiri, 2010).

2.2.1. Manfaat Karet

Adapun karet terbagi menjadi dua yaitu:

1. Karet alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat

yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari- hari maupun

dalam usaha industri seperti mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat

dari karet alam antara lain aneka ban kendaraa, sepatu karet, pipa karet, kabel,

isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam.

Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti

sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahanan getaran. Karet bisa juga

dipakai untuk dudukan tahanan mesin, pemakaian karet pada pintu, kaca pintu,

kaca mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


getaran serta tidak tembus air. Dalam pembuatan jembatan sebagai penahan

getaran yang digunakan karet.

Bahan karet yang diperkuat dengan benang-benang sehingga cukup kuat,

elastis dan tidak menimbulakan suara berisik dapat dipakai sebagai tali kipas

mesin, sambungan pipa minyak, pipa air, pipa udara, dan lain-lain.

Alat –alat rumah tangga dan kantor sepertin kursi, lem perekat barang,

selang air, kasur busa, serta peralatan tulis menulis seperti karet penghapus

mennggunakan jasa karet sebagai bahan pembuat. Beberapa alat olahraga seperti

bermacam-macam bola maupun peralatan permainan juga menggunakan bahan

karet.Bagian-bagian ruang atau peralatan-peralatan yang terdapat didalamnya

banyak yang terdapat didalamnya banyak yang dibuat dari bahan ini. Alas lantai

dari karet dapat dibentuk dengan bermacam-macam warna dan desain yang

menarik.

2. Karet sintesis

Karet sintesis memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh karet alam,

maka dalam pembuatan beberapa jenis barang digunakanbahan baku karet

sintesis. Bahan baku sebagian besar karet sintetis adalah minyak bumi. Beberapa

jenis karet sintetis adalah sebagai berikut:

Jenis Nytrile Butadiene Rubber (NBR) yang memiliki ketahanan tinggi

terhadap minyak biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin,

minyak, membran, seal, gasket, serta barang lain yang banyak dipakai untuk

peralatan kendaraan bermotor atau industri gas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jenis Chloroprene Rubber (CR) yang tahan terhadap nyala api banyak

digunakan dalam pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, dan sabuk

pengangkut.

Jenis Thermoplastik Rubber(TDR) merupakan sifat umum seperti material

yang lunak, tetapi thermoplastik merupakan material yang keras, maka

penggabungan karet dan thermoplastik diharapkan dapat menghasilkan produk

yang memiliki sifat pengolahan dari thermoplastik. Penggunaan karet TPR sudah

semakin luas antara lain sebagai dashboard atau bumper kendaraaan roda empat.

Umumnya material ini digunakan untuk mengganti logam dan plastik (Yayasan

Karet,1983).

Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka barang

keperluan manusia, sebenarnya karet masih memiliki manfaaat lain. Manfaat ini

walaupun sekedar samoingan, tetapi memberikan keuntungan yang tidak sedikit

bagi para pemilik perkebunan karet. Hasil sampingan lain adalah kayu atau batang

pohon karet.(Spillane,1989).

2.2.2. Bahan Olah Karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh

dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan olah

karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar ( bahan olah

karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun

karet.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi empat macam:

a. Lateks Kebun

Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.

Cairan getah ini belum mengalami penggunaan entah itu dengan tambahan atau

tanpa bahan pemantap ( anti koagualan ). Lateks kebun yang baik harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh.

2. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu .

3. Tidak bercampur dengan bubur lateks ,air, ataupun serum lateks

4. Warna putih dan berbau karet segar.

5. Lateks kebun mutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun

mutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%.

b. Sheet angin

Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring

dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet yang sudah digiling tetapi

belum jadi sheet angin mutu 2 mempunyai kadar karet kering 80%, tingkat

ketebalan pertama 3 mm dan tingkat ketebalan kedua 5 mm.

c. Lump segar

Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks

kebun yang terjadi secara ilmiah dalam mangkok penampungan lateks, lup

segar mutu 1 mempunyai kadar karet kering 50%, tingkat ketebalan pertama 40

mm dan tingkat ketebalan kedua 60 mm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.3. Jenis-jenis Karet Alam

Adapun beberapa macam karet alam yang dikenal,diantaranya merupakan bahan

olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang

diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah:

a. Bahan olah karet

b. Karet konvensional

c. Lateks pekat

d. Karet bongkah

e. Karet spesifikasi teknis

f. Karet siap olah

g. Karet reklim

2.2.4. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintesis

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh

dibawah karet sintesis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam

belum dapat digantikan oleh karet sintesis. Bagaimanapun keunggulan yang

dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintesis.

Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan karet

sintetis adalah:

a. Memiliki daya elastis atau daya leting yang sempurna

b. Memiliki elastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah

c. Mempunyai daya arus yang tinggi

d. Tidak mudah panas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan

Walaupun demikian, karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan

terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan

supaya tetap stabil.

2.3. Penyebab Terjadinya Prakoagulasi

Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau

gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan.

Prakoagulasi terjadinya karena kemantapan bagian kolodial yang

terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian kolodial ini kemudian

menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar.

Komponen kolodial yang lebih besar ini akan membeku. Inilah yang

menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya prakoagulasi. Bukan

hanya penyebab dari dalam seperti jenis karet yang ditanam atau bahan-bahan

enzim saja, melainkan juga hal-hal dari seperti keadaan cuaca dan sistem

pengangkutan yang seolah tidak berhubungan (Spillane.1989).

Penyebab terjadinya prakoagulasif antara lain sebagai berikut:

a. Jenis pohon yang ditanam

Perbedaan antara jenis pohon yang ditanam akan menghasilkan lateks yang

berbeda-beda,otomatis kestabilannnya, namun banyak kestabilan koloidal ini

sedikit banyak berpengaruh terhadap faktor lain juga mampu menyebabkan

terjadinya prakoagulasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Enzim-enzim

Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat berlangsungnya

suatu reaksi walaupun hanya terdapat dalam jumlah kecil,cara kerjanya adalah

dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan-bahan karet,akibatnya

kemantapan lateks berkurang dan terjadilah prakoagulasi, biasanya enzim-

enzim mulai aktif setelah lateks keluar dari batang karet yang disadap.

c. Mikroorganisme atau jasad-jasad renik

Mikroorganisme terdapat banyak dilingkungan perkebunan karet,jasad ini

dapat berada dipepohonan,udara tanah, dan air atau menempel pada alat-alat

yang digunakan,lateks yang berasal dari pohon karet yang segar atau baru

disadap dapat dikatakan steril atau bersih sama sekali dari

mikroorganisme,apabila mikroorganisme masuk kedalam getah yang baru

disadap dan melakukan aktivitas hidup didalamnya,maka senyawa asam yang

dihasilkan mungkin menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

d. Faktor cuaca atau musim

Faktor cuaca atau musim sering menyebabkan timbulnya prakoagulasi,pada

saat tanaman karet menggugurkan daunnya (musim gugur daun) prakoagulasi

sering terjadi,begitu juga pada musim hujan,itulah sebabnya penyadapan pada

saat musim hujan,itulah sebabnya penyadapan pada saat musim hujan sering

tidak dilakukan di perkebunan-perkebunan karena kestabilannya rusak oleh

panas atau pun hujan yang terjadi.

e. Kondisi tanaman

Tanaman karet yang sedang sakit, masih muda atau yang telah tua bisa

mempengaruhi prakoagulasi ,penyadapan pada tanaman yang belum siap sadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


akan menghasilkan lateks yang kurang mantap,mudah menggumpal,hasil

sadapan dari tanaman yang menderita penyakit sering membeku dalam

mangkok yang sudah memebeku diatas bidang sadap.

f. Air sadah

Air sadah memiliki reaksi kimia biasanya bereaksi asam,apabila air ini

bercampur kedalam lateks maka prakoagulasi akan terjadi dengan cepat.

g. Cara pengangkutan

Sarana transportasi baik jalan maupun kendaraan yang buruk akan menambah

frekuensi terjadinya prakoagulasi,jalan yang buruk atau angkutan yang

berguncang-berguncang mengakibatkan lateks yang diangkut akan terkocok-

kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloidal, jarak yang jauh

menyebabkan lateks yang baru ditempat pengolahan pada siang hari dan

tempat terkena terik matahari di perjalanan juga dapat menyebabkan terjadinya

prakoagulasi.

h. Kotoran atau bahan-bahan yang tercampur

Prakoagulasi sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain yang

mengandung kapur atau asam, air yang kotor juga mempengaruhi

prakoagulasi lateks dari kebun karet rakyat biasanya lebih banyak tercampur

kotoran atau bahan-bahan lain dari pada lateks perkebunan besar swasta atau

milik pemerintah (Solochin M,1983)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.1. Bahan Yang Digunakan Sebagai Koagulan

1. Asam semut disebut juga asam formiat, CHOOH, berupa cairan yang jernih dan

tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang dan masih bereaksi

asam pada pengenceran.

2. Asam cuka disebut juga asam asetat, CH3COOH, berupa cairan yang jernih dan

tidak berwarna, berbau merangsang dan mudah diencerkan dalam air.

2.3.2. Bahan Yang Digunakan Sebagai Antikoagulan

1. Soda atau natrium karbonat: Anti koagulan ini tidak mempengaruhi waktu

pengeringan dan kualitas produk yang dihasilkan, hanya membentuk gas asam

arang (CO2) dalam lateks, sehingga mempermudah pembentukan gelembung

gas dalam bekuan (koagulum).

2. Amoniak: bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai desinfektan 0,7%

NH3 biasa digunakan untuk pengawetan lateks pusingan. Tiap liter lateks

membutuhkan 5-10 ml larutan amoniak 2-2,5%.

3. Natrium sulfit: bersifat senyawa antikoagulan dan desinfektan. Untuk

pemakaian segera dibuat larutan 10% dan untuk tiap liter lateks diperlukan 5-

10 ml natrium sulfit 10% (Tim penulis.1999).

2.4. Pengenalan NH3

NH3 sebagai bahan pemantap lateks mempunyai kelemahan yaitu baunya

merangsang kuat sehingga merupakan salah satu masalah dalam pengolahan

selanjutnya. Hal ini menyebabkan berkembangnya pengawetan lateks dengan

kadar amoniak rendah. Dalam pengawetan dengan kadar amoniak rendah selalu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ditambahkan bahan pengawet kedua yaitu asam lemak untuk meningkatkan waktu

kemantapan mekaniknya.

Amoniak anhidrat adalah gas amoniak yang dicairkan dengan suatu tekanan

tertentu yang dikemas dalam suatu tabung baja berkapasitas 50-75 Kg sedangkan

larutan amoniak adalah gas amoniak yang dialirkan kedalam air biasanya

berkonsentrasi 20%.

Keuntungan menggunakan gas amoniak:

1) Dapat digunakan hampir semua jenis produksi karet

2) Harganya relatif murah dibandingkan dengan anti koagulan lainnya

3) Mudah didapat ditoko bahan kimia, obat dan alat pertanian

Kelemahan menggunakan gas amoniak:

1) Amoniak mudah menguap,sehingga jika dibiarkan terbuka akan cepat

menurunkan kadarnya

2) Dalam proses penggumpalan diperlukan asam yang lebih banyak

Sifat-sifat Amoniak (NH3)

1) Mudah menguap

2) Baunya menyengat

3) Bersifat korosif

4) Mempunyai BM= 17,0306

5) Mempunyai titik didih -33,35°C

Peranan Amoniak

1) Sebagai bahan pemantap lateks

2) Mengahasilkan asam lemak seperti asam asetat

3) Meningkatkan waktu kemantapan mekanik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4) Sebagai bahan pengawet pada lateksyang disimpan untuk menghindari

pembusukan

5) Menghindari penggumpalan dini

(Solichin.1988)

2.5. Pengolahan Ribbed Smoked Sheet

Mutu karet konvensional proses pengolahannya sederhana dan sistem

pengelompokan mutu yang dilakukan secara visual, (RSS), Air Dried Sheet

(ADS), atau societe des matieres primieres tropically (sit-SMPT) termasuk ke

dalam kelompok karet alam konvensional. Proses pengolahan ketiganya hampir

sama yaitu menggunakan lateks kebun sebagai bahan bakunya.Perbedaan dari

ketiga jenis karet konvensional tersebut terletak pada proses

pengeringan,pengenceran,suhu dan lama pengeringan.Secara umum, perbedaan

RSS dan ADS hanya terletak pada cara pengeringan. RSS dikeringkan dengan

cara pengasapan, sedangkan ADS dikeringkan dengan udara panas. Perbedaaan

antar RSS/ADS dengan Sit-SMPT terletak pada setiap tahapan proses,nmeskipun

urutannya sama.

2.5.1. Pengenceran Dan Penggumpalan Lateks Alam

Lateks kebun dengan KKK 25 -30% disaring terlebih dahulu dengan saringan

berukuran 40 mesh. Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan kotoran dan

butiran karet yang telah menggumpal. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


air bersih sampai tercapai KKK yang diinginkan. Banyaknya air (V) yang dipakai

untuk pengenceran ditentukan dengan rumus berikut:

Keterangan :

A = Jumlah lateks kebun yang diencerkan (l)

S = KKK lateks kebun (%)

R = KKK yang diinginkan setelah pengenceran (%)

Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa KKK lateks kebun harus diukur sebelum

diencerkan. Penentuan KKK lateks tersebut dilakukan menurut ASTM. Tujuan

dari pengenceran lateks kebun pada pembuatan karet konvensional adalah untuk

penyeragaman KKK, memudahkan proses penyaringan, memperoleh warna yang

lebih muda dan seragam, mengurangi adanya gelembung udara, serta

memudahkan penggilingan.

Lateks yang telah diencerkan dialirkan kedalam bak penggumpal yang terbuat dari

plat aluminium berukuran panjang= 3 m; lebar= 0,7 m; tinggi=0,4 m; jumlah

sekat=74 plat; dan berkapasitas=600-700 L lateks.Bahan penggumpal digunakan

asam format dengan konsentrasi 2-5 % dan dosisnya sesuai dengan kebutuhan

mutu karet yang akan dihasilkan. Pembubuhan asam format dilakukan bertahap.

Setiap penambahan asam format harus diaduk agar campuran homogen.

Buih yang muncul pada cairan lateks dibuang agar mutu karet konvensional yang

dihasilkan cukup baik. Sewaktu penggumpalan pH dijaga tetap pada kisaran 4,6-

4,9.Karena pengeringan dengan udara panas dapat menghasilkan sheet yang

mudah terkontaminasi jamur maka untuk pembuatan ADS sebelum

penggumpalan, lateks diberikan pengawet natrium metabisulfit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5.2. Pemeraman Dan Penggilingan

Setelah lateks menggumpal, tambahkan air ke dalam bak sampai permukaan

kagulum terendam. Perendaman dilakukan agar tidak terjadi oksidasi oleh enzim

sehingga warna menjadi gelap, ditandai dengan munculnya noda-nodabiru atau

cokelat di permukaan koagulum. Noda tersebut dapat menurunkan mutu bahan

setengah jadi yang akan dihasilkan. Pemeraman koagulum dilakukan 2-4 jam

untuk RSS .

Lembaran tipis koagulum selanjutmya digiling dengan sheeter yang

memiliki 4-5 rol polos dan 1 rol beralur. Gilingan digerakkan dengan motor

bertenaga 15-25 PK berkapasitas 500-750 kg/jam. Hal yang penting dipedomani

pada penggilingan adalah kecepatan putar rol dan jarak celah antar rol penggiling.

2.5.3. Penirisan

Penirisan adalah salah satu upaya mengurangi kelembapan pada kamar asap.

Tujuannya untuk mengurangi serangan jamur pada sit. Di samping itu, penirisan

juga berguna untuk mempersingkat waktu pengeringan dan penggunaan kayu

bakar. Sit yang keluar dari mesin giling dicuci dengan air agar sisa-sisa asam yang

berda di permukkan sit terbuang. Bila sisa asam masi tertinggal, dapat

menimbulkan warna gelap yang tidak merata. Setelah pencucian, lembaran karet

digantung selama 2-3 jam agar kadar air berkurang. Penirisan tersebut dilakukan

ditempat teduh,terlindung dari matahari dan hujan tetapi udara dapat berhgerak

bebas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5.4. Pengeringan

Lembaran karet dapat juga dikeringkan di rumah asap. Beberapa rumah asap yang

dikenal untuk pengeringan tersebut adalah jenis malaka,subur atau air wood. Jenis

malaka adalah rumah asap yang paling tradisional,dengan gantungan sit langsung

ditempatkan pada rak-rak yang dipasang di dalam rumah asap tersebut .Tipe subur

sudah menggunakan lori untuk menggantungkan sit, meskipun model tungkunya

masih seperti tipe malaka. Sementara itu, tipe air wood juga telah menggunakan

lori gantungan sit, tetapi model tungku pemanasnya berbeda karena dilengkapi

dengan perangkat untuk mensirkulasikan udara panas di dalam ruangan sehingga

lebih menghemat kayu bakar. Saat ini berbagai modifikasi sudah dilakukan seperti

menggunakan cangkang buah kelapa sawit sebagai pengganti kayu dan

penggunaan sinar matahari dengan memodifikasi atap untuk pengeringan.

Saat pengasapan sit, hal yang perlu mendapat perhatian adalah suhu yang

konsisten, jumlah asap dan panas didalam kamar, kelembapan udara, serta

lamanya pengeringan. Untuk menciptakan suasana ruangan yang terbaik bagi

pengeringan sit maka suhu dan ventilasi ruangan harus diatur sesuai dengan

norma.

Tabel 2.2. Pengaturan Suhu Dan Ventilasi Pada Setiap Hari Pengeringan

Hari ke Suhu (°C) Kondisi Ventilasi

1 40-45 Buka penuh


2 45-50 Buka
3 50-55 Buka
4 55-60 Buka
5 60-65 Tutup Penuh

Sumber: Siregar,Tumpal H.S,2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5.5. Sortasi Mutu

Setiap jenis karet konvensional dipisah kedalam beberapa jenis mutu. Klasifikasi

mutu RSS terdiri dari RSS-1, RSS-2, RSS-3, RSS-4, dan cutting.

a. RSS 1

Mutu RSS 1 dicirikan secara visual lembaran karet yang terdapat di dalam

bandela harus bebas dari cendawan,pembungkus boleh sedikit terkena

cendawan asal tidak tembus kedalam, pembungkus tidak kotor dan tidak

tercemar kontaminasi lain,lembaran karet kering dan kokoh, pada lembaran

karet tidak dijumpai bintik-bintik atau garis-garis akibat oksidasi, sit tidak

boleh lembek akibat terlalu lama pemanasan atau kurang matang, warna sit

tidak buram atau hangus.

b. RSS 2

Mutu RSS 2 dicirikan dengan persyaratan visual sama seperti RSS 1, tetapi

jumlah contoh yang tidak memenuhi syarat hanya diperbolehkan maksimal 5%.

c. RSS 3

Mutu RSS 3 dicirikan dengan persyaratan visual sama seperti RSS 1, tetapi

jumlah contoh yang tidak memenuhi syarat hanya diperbolehkan maksimal

10%.

d. RSS 4

Jenis RSS 4 sering disebut cutting A. Persyaratan visual sama seperti RSS 1,

tetapi jumlah contoh yang tidak memenuhi syarat hanya diperbolehkan

maksimal 20%. Kriteria lain yang masih diperbolehkan adalah adanya partikel

kayu yang berukuran sedang, gelembung udara, cacat warna yang tidak tembus

cahaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


e. RSS 5

Jenis ini sering disebut cutting B yang umumnya hanya diperdagangkan secara

lokal dalam negeri. Persyaratan visual sama seperti RSS 4, tetapi jumlah

contoh yang tidak memenuhi syarat hanya diperbolehkan maksimal 30 %.

2.5.6. Pengemasan Dan Penyimpanan

Setelah selesai memisahkan sit berdasarkan kelas mutunya, lembaran karet

ditimbang seberat 113 kg, kemudian disusun sedemikian rupa baru dikempa

membentuk bandela empat persegi. Bandela tersebut kemudian dilapisi dengan

bale coating yang terdiri atas campuran karet, pelarut, dan powder untuk

mencegah bandela dari kulat dan kotoran. Setelah diberi lapisan ini, bandela

diberi tanda pengenal seperti kode perdagangan,jenis mutu,berat,produsen,negara

tujuan, dan sebagainya. Pengemasan seperti dijelaskan diatas disebut sistem

bandela lepas. Sistem lain yang juga dilakukan untuk pengemasan karet

konvensional adalah sistem one ton pallet (OTP), dimana setiap paletnya beratnya

1000-2000 kg. Jenis kemasan yang akan dibuat tergantung kepada permintaan

konsumen dan keuntungan ekonomisnya. Jika karet konvensional tidak segera

dikirim maka diperlukan gudang penyimpanan yang bersih dan tidak lembap.

Bandela disusun diatas plastik atau kayu kering yang bebas jamur.

(Siregar,Tumpal H.S,2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Lateks

Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang

baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya:

1. Faktor di kebun (jenis klo,sistem sadap, kebersihan pohon, dan lainnya)

2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau

keadaan lateks tidak stabil)

3. Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengangkutan (yang baik

terbuat dari aluminium atau baja tahan karat)

4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu)

5. Kualitas air dalam pengolahan

6. Bahan-bahan kimia yang digunakan

7. Komposisi lateks

Dari bahan-bahan yang terkandung dalam lateks segar masih terdapat fraksi

kuning latoid (2-10 ppm), enzim peroksidase dan tyrozinase. Fraksi kuning

dianggap normal bila mencapai 0,1-1,0 mg tiap 100 gram lateks kering.

Kandungan karet kering untuk sheet dan crepe adalah ± 93% sedangkan

kandungan air antara 0,3-0,9%. Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan oleh

pengeringan yang kurang sempurna atau lebih tinggi yang disebabkan oleh

pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan yang

lembab, maka pertumbuhan akteri dan jamur akan terjadi dan lazimnya disertai

dengan timbulnya bintik-bintik warna di permukaan lembaran. Bintik-bintik ini

merusak kualitas dan menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam

perdagangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7. Kelebihan dan Kekurangan Sit Asap (Ribbed Smoked Sheet)

Pengolahan lateks kebun sit asap hamper sama dengan sip angin. Perbedaannya

terletak pada proses pengeringan. Pada sit asap dilakukan pengasapan pada suhu

yang dibuat bertahap antara 40-60oC. berikut ini adalah tabel kelebihan dan

kekurangan dari sit asap, yaitu :

Tabel 2.3. Kelebihan dan Kekurangan Sit Asap

Kelebihan Sit Asap Kekurangan Sit Asap

 Dapat langsung diekspor atau sebagai  Biaya investasi paling tinggi karena
bahan baku industri barang jadi karet untuk pembelian peralatan dan kamar
asap
 Mutu yang dihasilkan seragam serta  Biaya untuk pengolahan paling tinggi
stabil karena kebutuhan tenaga kerja, asam
formiat, air, dan kayu bakar
 Harga paling tinggi  Kedisiplinan petani sangat
menentukan tingkat keberhasilan
(Nurhakim & hani, 2014)

Tabel 2.4. Standard Indonesia Rubber (SIR)

SIR 5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50

Kadar kotoran maksimun 0,05% 0,05% 0,10% 0,20% 0,50%


Kadar abu maksimum 0,500% 0,50% 0,75% 1,00% 1,50%
Kadar zat atsiri maksimum 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%
PRI minimum 60 60 60 40 30
Plastisitas – Po 30 30 30 30 30
Limit warna (skala lovibond) 6 - - - -
Maksimum

Kode warna Hijau Hijau - Merah Kuning


Sumber : Thio Goan Loo, 1980

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1. Alat-alat
1. Neraca Analitik Mettler PM 2000

2. Beaker Glass 450 ml Pyrex

3. Gelas Ukur 10 ml Pyrex

4. Erlenmeyer 250 ml Pyrex

5. Botol Aquadest

6. Buret Pyrex

7. Pipet Tetes

8. Wadah Stainless 1000 ml

9. Gelas Stainless 250 ml

10. Derigen

11. Sarung tangan

12. Masker

13. Selang air

14. Timbangan

3.2. Bahan
1. NH3 (aq)

2. H2O (l)

3. Lateks (l)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Aquadest (l)

5. Indikator Metyl Red (l)

6. Hcl (aq) 0,1 N

3.3 Prosedur Kerja

a. Di Lapangan

1. Ditimbang lateks sebanyak 1000 kg

2. Dimasukkan kedalam bak lateks

3. Ditambahkan amoniak sebanyak 3-4 liter

4. Diaduk hingga homogen

5. Dipindahkan ke tangki yang akan dibawa ke pabrik

b. Di Laboratorium

1. Ditimbang lateks sebanyak 10 gram

2. Dimasukkan kedalam erlenmeyer

3. Ditambahkan aquadest sebanyak 200 ml

4. Ditambahkan Indikator Metyl Red sebanyak 3 tetes

5. Dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai berubah warna menjadi merah rose

6. Dicatat volume HCL 0,1 N yang terpakai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data

Hasil pengamatan produksi lateks dan karet di PT. Perkebunan Nusantara III

Kebun Sarang Giting terdapat pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Tabel Hasil Produksi Lateks dan Karet Sit

Tanggal Produksi Lateks Hasil Produksi Kg Kering Jumlah


Produksi Basah Kering RSS 1 RSS 2 RSS 3 Cutting
20-02-2017 43.150 12.597 16.724 8 167 161 17.060
21-02-2017 43.270 12.611 11.526 6 115 102 11.749
22-02-2017 42.300 12.326 13.108 7 131 177 13.423
23-02-2017 40.470 11.746 12.882 6 90 203 13.181
24-02-2017 39.270 11.376 13.560 7 95 203 13.865
25-02-2017 41.490 12.009 11.074 6 78 154 11.312
26-02-2017 33.110 9.194 11.752 6 82 170 12.010

Hasil pengamatan yang diperoleh dengan variasi kuantitas NH3 yang berbeda di

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sarang Giting terdapat pada tabel 4.2

Tabel 4.2. Tabel Masa Prakoagulasi dengan Variasi Kuantitas NH3

Kuantitas Lateks Kuantitas Amoniak Masa Prakoagulasi


1000 kg 3 liter 2-3 jam
1000 kg 4 liter 3-4 jam
1000 kg 5 liter 4-5 jam
1000 kg 6 liter 5-6 jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil pengamatan analisa kadar NH3 dari lateks yang berbeda di PT. Perkebunan

Nusantara III Kebun Sarang Giting terdapat pada tabel 4.2

Tabel 4.3. Hasil Analisa Kadar NH3 dari Lateks


Untuk berat sampel 10 g

No Tanggal Volume (ml) NH3 %


Analisa Hcl 0,1 N
1 20-02-2017 2,8 0,47
2 21-02-2017 2,9 0,47
3 22-02-2017 2,7 0,45
4 23-02-2017 2,6 0,44
5 24-02-2017 2,6 0,44
6 25-02-2017 2,9 0,47
7 26-02-2017 2,7 0,45

4.2. Perhitungan

Untuk melakukan pengenceran amoniak dengan rumus

V1 x N 1 = V 2 x N2 Dimana : V1 = Volume amoniak sebelum pengenceran

N1 = Normalitas amoniak (97%)

V2 = Volume amoniak setelah pengenceran

N2 = Normalitas amoniak (5%)

V1 x N 1 = V 2 x N2

10 x 97 = V2 x 5

V2 = 194 L

Untuk penambahan amoniak di lapangan

Amoniak = 1ton x 0,5L = 5L/ton

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk menentukan nilai NH3 sebagai salah satu penentu mutu RSS 1 di PT.

Perkebunan Nusantara III Kebun Sarang Giting dengan metode titrasi, maka

perhitungannya dengan rumus:

NH3=

Misalnya melakukan analisa pada tanggal 20-02-2017

Diketahui:

Berat Molekul NH3 = 17 gr/mol

W/Berat sampel = 10 gr

N/Normalitas Hcl = 0,1

V/Volume titrasi = 2,8

NH3 =

NH3 =

NH3 = 0,47 %

4.3. Pembahasan

Analisa kadar amoniak dilakukan dengan metode titrasi dan volumetri. Menurut

Standart Nasional Indonesia SNI 06-0001-1987 kadar amoniak yaitu 0,25%-

0,55%, nilai amoniak pada data masih dalam batasan yang sesuai yaitu 0,47%,

dan telah memenuhi standart industri karet. Menurut standart lateks, apabila kadar

amoniak dibawah 0,40 % maka benang karet yang dihasilkan akan memiliki

keelastisan yang tidak sempurna dan begitu juga jika kadar amoniak diatas 0,55%

maka akan melebihi standart mutu benang karet yang menyebabkan benang karet

sulit menggumpal dan yang paling berpengaruh sekali pada hasil sheet yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diolah pada industri karet yang mengakibatkan hasil mutu sheet atau lembaran

karet rusak/molor yang akan merugikan suatu perusahaan karena tidak

mendapatkan mutu sheet RSS 1.

Dengan demikian data hasil analisis di PT. Perkebunan Nusantara III tersebut

telah memenuhi Standart Nasional Indonesia SNI 06-0001-1987 yaitu 0,40%-

0,45%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kadar Amoniak dari lateks alam PT. Perkebunan Nusantara III telah didapat

sesuai dengan mutu standar dari perusahaan yaitu 0,47% maupun Standart

Nasional Indonesia SNI 06-0001-1987 yaitu pada lateks 0,25%-0,55% sehingga

dengan pencapai standar amoniak tersebut akan berpengaruh baik pada kualitas

dan kritria mutu sheet hasil pengolahan di PT. Perkebunan Nusantara III kebun

Sarang Giting.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan pengotrolan terhadap kadar amoniak pada lateks agar

memperbaiki bahkan meningkatkan hasil produksi yang berkualitas tinggi sesuai

standar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Anomin, 2007. Sistem Manajemen Pengolahan dan Administrasi Karet.

PT. Perkebunan Nusantara III. Dolok Merawan. Medan.

Ompusunggu.M., (1987), Pengetahuan Mengenai Lateks Havea, Balai Penelitian

Perkebunan Sungai Putih.

Setyamidjaja, D. 1983. Karet : Budidaya dan Pengolahan. CV Yasaguna. Jakarta.

Siregar, T. H. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta.

Spillane, J. 1989. Komoditi Karet. Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia.

Kanisius. Yogyakarta.

Solichin.M.,(1988). Lateks III, Sembawa, Balai Penelitian Perkebunan Sembawa

Tim Penulis PS, 1999. Karet, Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan

Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta

Yayasan Karet. 1983. Penuntun Praktis Untuk Pembuatan Barang Dari Karet

Alam. Jakarta. Kinta

Nurhakim, Y.I dan Hani, A. 2014. Perkebunan Karet Skala Kecil Cepat Panen.

Tim Karya Tani Mandiri, 2010. Pedoman Bertanam Karet. CV Nuansa Aulia.

Bandung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai