DISERTASI
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam
Program S3-Ilmu Kimia Universitas Smatera Utara di bawah pimpinan
Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum,
diperthankan pada tanggal 28 bulan Januarai tahun 2019 di Medan,
Sumatera Utara
Oleh
DISERTASI
Dengan ini menyatakan bahawa saya mengakui semua karya disertasi ini adalah
hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah
dijelaskan sumbernya dengan benar
Medan, 28 Januari
2019
Nur Asyiah
Dalimunthe
NIM. 138103003
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Nur Asyiah Dalimunthe
Nim : 138103002
Program Studi :Doktor (S3) Ilmu Kimia
Jenis Karya Ilmiah : Disertasi
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media,
memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan
disertasi saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya
sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemilik
hak cipta.
DATA PRIBADI
Nama lengkap berrikut gelar : Nur Asyiah Dalimunthe, SST, MT
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 27 Juni 1980
Alamat Rumah : Jl. Kenanga Raya Gg. Perdamaian No. 14 Medan
Telepon/HP : 081361567270
E-mail : nurasyiah_d@yahoo.com
DATA PENDIDIKAN
SD : Percobaan Negeri Medan Tamat Tahun : 1993
SNP : Negeri 6 Medan Tamat Tahun : 1996
SMU : Negeri 15 Medan Tamat Tahun : 1999
Strata-1 : Teknologi Kimia Industri
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun : 2004
Strata-2 : Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun : 2009
DATA PEKERJAAN:
Jabatan : Asisten Ahli
Pangkat : Penata Muda Tingkat I (III/b)
RIWAYAT PEKERJAAN
Staf Analisa Laboratorium PT. Agro Jaya Perdana, Medan (2006-2009)
Dosen Tetap Akademi Teknik Indosnesia Cut Meutia, Medan (2010sampai
dengan sekarang)
Penanggung Jawab Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) PT. Agro Jaya
Perdana Medan (2010-2012)
Tenaga Ahli Bidang Wilayah Pusat Perkembangan Industri (WPPI) Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara
(Agustus 2019-Januari 2020)
i
Universitas Sumatera Utara
CAPAIAN PUBLIKASI DAN SEMINAR
PUBLIKASI
Prosiding Internasional
1. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Eddiyanto, 2019, Development
of Sonication Method As A Beginning Study of Qualitative in The Shabu-Shabu
Hair Using in Rehabilitation PantiEthamTanjungMorawa Medan. 3rd
International Postgraduated Conference on Materials, Mineral and Polymer,
School of Materials & Mineral Engineering Universiti Sains Malaysia, Paper ID:
MAMIP2019-0099.
Prosiding Nasional
1. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Eddiyanto, 2019,Analisa
Kualitatif Kandungan Senyawa Metamfetamin dalam Rambu tPengguna Sabu-
Sabu dengan Metode Ekstraksi Fasa Padat (SPE) Menggunakan Adsorben Zeolit
Serulla, Seminar Nasional Ready Star -2, Ready Star – 2, ISSN (Cetak): 2620-
6048, ISSN (Online): 2686-6641, Vol.2, No.1 Oktober 2019.
SEMINAR
ii
Universitas Sumatera Utara
and GCMS. International Conference on Education, Scinceand Technology
(ICON-EST 2018), ( 14-15 Oktober 2018).
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allaah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia Nya sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Disertasi dengan judul“Analisis Kadar Metamfetamin dalam Rambut
Pengguna Sabu–Sabu Menggunakan Metode Kolom Ekstraksi Dengan
Nanobentonit Alam Sebagai Adsorben dan Gas Chromatography Mass
Spectrometry (GC-MS)”, adalah merupakan syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program DoktorIlmu Kimia Fakultas MIPA USU. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan termakasih yang tidak terhingga kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Direktur Akademi Teknik Indonesia Cut
Meutia Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti Program Studi S3 Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU.
2. Dekan Fakultas MIPA USU Bapak Dr. KeristaSebayang, MS dan Ketua
Program Studi S3 Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU Prof. Tamrin, M.Sc yang
telah memberi kesempatan dan kemudahan kepada penulis selama menempuh
pendidikan Program S3 Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU.
3. Bapak Prof. Dr. ZulAlfian, MS, sebagai Promotor Penulis yang telah
meluangkan banyak waktu hingga selesainya penulisan Proposal Penelitian ini.
4. Bapak Prof. Prof. Basuki Wirjosentono, MS., Ph.D dan Bapak Edyanto, Ph.D
sebagai Co-Promotor Penulis yang telah meluangkan banyak waktu hingga
selesainya penulisan Proposal Penelitian ini.
5. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, MS dan Bapak Prof. Dr. Tonel Barus selaku
Tim Penguji Penulis.
6. Seluruh Staf akademik dan staf kependidikan Sekolah Pascasarjan Ilmu Kimia
USU yang telah memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan pendidikan Program Doktor.
7. Kementrian Riset Teknologi dan PendidikanTinggi Indonesia melalui Dirjen
DIKTI atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepada penulis dalam
menempuh Pendidikan Doktor Kimia USU.
8. Kopertisilayah I Sumatera Utara atas kesempatan untuk pendidikan Program
Doktor Kimia USU.
9. Yayasan Akademi Teknik Indosnesia Cut Meutia atas kesempatan dan dukungn
yang diberikan kepada penulis dalam menenpuh pendidikan Program Doktor
Kimia USU
10.Direktur Akademi Teknik Indonesia Cut Meutia atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis dalam menempuh pendidikan Program Doktor Kimia
USU.
11.Rekan - Rekan di Program Doktor Kimia Fakultas MIPA USU terkhusus
sahabat penulis stambuk 2013 yang telah meberikan dukungan dan doanya
hingga terseesainya pendidikan Program Doktor Kimia USU.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu selama proses
penelitian dan penulisan Disertasi.Penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-
besarnya kepada Kedua Orang tua Penulis, Ayahanda Alm. Drs. Porkas Nauli
Dalimunthe dan ibunda Hj. Tetty Eriaty Nasution dan Mertua Penulis, Bapak
Haflan Nasution dan Ibunda Almh. Mariana dan Ibu Ida yang telah
memberikan doa, dukungan dan moril kepada penulis selama menyelesaikan
penulisan ini. Suami tercinta, Rino Mazlan Nasution dan buah hati Penulis,
iv
Universitas Sumatera Utara
Mazlan Nasution, yang telah bersabar dan memberikan kasih sayang, doa,
dukungan dan materil kepada Penulis selama menempuh pendidikan Program
Doktor Kimia USU.
v
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS KADAR METAMFETAMIN DALAM RAMBUT PENGGUNA
SABU – SABU MENGGUNAKAN METODE KOLOM EKSTRAKSI
DENGAN NANOBENTONIT ALAM SEBAGAI ADSORBEN DAN GAS
CHROMATOGRAPHY MASS SPECTROMETRY (GCMS)
ABSTRAK
Analisis metamfetamin pada rambut pengguna narkotika jenis sabu- sabu dapat
dilakukan dengan menggunakan sampel urine, darah dan rambut. Penelitian ini
menggunakan sampel rambut karena pemeriksaaan dapat dilakukan setelah 27 jam
setelah digunakan oleh pengguna, Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
metode baru dalam menganalisa metamfetamin dari rambut pengguna narkotika
jenis sabu-sabu. Pada penelitian ini, analisa metamfetamin dilakukan pada rambut
pengguna narkotika jenis sabu-sabu menggunakan metode kolomekstraksi dan
GCMS. Sampel pengguna sabu-sabu diambil dari rehabilitas Datuk Etham Tj.
Morawa pada 0-12 hari, 60 hari, 150 hari dan 210 hari. Sabu-sabu yang diperoleh
dari Laboratorium BPIB Medan. Pelarut yang optimum digunakan untuk
mengekstraksi metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-sabu menggunakan
metodesonikasi dengan kondisi 42 KHZ yaitu pada pelarut Metanol: Aseton:
Amoniadenagn perbandingan 1:1:1 yang dibuktikan dengan uji kualitatif
menggunakan marquis test memberikan warna kuning kecoklatan yang lebih terang
(lebih pekat) apabila dibandingkan dengan pelarut Etilasetat: Metanol: Amonia dan
Kloroform: Metanol: Asam Asetat. Fungsi bentonitalam sebagai adsoreben pada
metode kolomekstraksi untuk mengekstrak filtrat hasil sonikasi telah menghasilkan
optimasi fungsi sebagai adsorben dimana montmorillonit hasil isolasi dari bentonit
alam ukurannya antara 50–100 µm, dibuktikan bahwa sudah dalam nanopartikel
terbentuknya ukuran nanometer yaitu dengan menggunakan Particle Size Analizer
berdiameter rata-rata 82,15 nm.Untuk menentukan kadar metamfetamin dalam
rambut pengguna sabu-sabu dari hasil analit kolom ekatraksi menggunakan metode
GCMS dengan waktu yang dibutuhkan adalah selama 16 menit. Instrumen GCMS
dikembangkan menggunakan kolom HP 5MS, temperatur injector pada 2500C,
temperatur interface 2800C. temperatur oven didisain mulai dari 400C ditahan 10
menit pada 1400C danterakhir 2800C. Pada rambut pengguna sabu-sabu terdeteksi
mengandung metamfetamin diperoleh kadar metamfetamin pengurangan selama
210 hari untuk pengguna 1 = 2,67 ng/mg, pengguna ke 2 = 2,29 ng/mg, pengguna
ke 3 = 3,01, pengguna ke 4 = 2,8 danpengguna ke 5 = 2,49. Rata-Rata %Recovery
= 104. Nilai presisi SD = 0,0775 dan RSD =1,1755%. Nilai Lineritas diperoleh Y=
1E+ 56X-22E+06 dan r = 0,968. Nilai LOD = 0,00000256 dan LOQ =
0,000000775. Berdasarkan hasil di atas, modfikasi proses ekstraksi dan teknik
GCMS yang digunakan dapat menghasilkan senyawa metamfetamin dalam rambut
pengguna sabu-sabu.
vi
Universitas Sumatera Utara
ANALYSIS OF METAMFETAMIN LEVELS IN SHABU - SHABU USER
HAIR USE METHOD EXTRACTION COLUMN WITH ANOBENTONITE
NATURE AS ADSORBEN AND GASCHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROMETRY (GCMS)
ABSTRACT
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halamaan
HALAMAN DEPAN i
PERNYATAAN ORISINILITAS ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI iii
RIWAYAT HIDUP iv
CAPAIAN SEMINAR INTERNASIONAL DAN NASIONAL v
ABSTRAK vi
PRAKATA vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Hipotesis 7
1.3. RumusanMasalah 7
1.4. Tujuan Penelitian 7
1.5. Manfaat Penelitian 8
viii
Universitas Sumatera Utara
3.3.3. Penyediaan Bentonit Alam 51
3.3.4. Preparasi Sampel Rambut Pengguna Metamfetamin 52
3.3.5. Ekstraksi dengan Menggunakan Kolom Ektraksi 52
3.3.6. Uji Kualitatif dengan Reagen Marquis Test 52
3.3.7. Analisa GCMS 53
3.3.8. Uji Kualitatif dengan Reagen Marquis Test 53
3.4. Bagan Penelitian 54
3.5. Validasi Metode 54
DAFTAR PUSTAKA 77
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halamaan
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halamaan
xi
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Universitas Sumatera Utara
bentuk metamfetamin lagi, dikenal sebagai kristal meth atau ice, dan di Indonesia
sebagai sabu-sabu dan sampai ke jalanan di seluruh dunia. Metamfetamin dua
sampai tiga kali lebih manjur daripada sebagian besar amfetamin lain.
Metamfetamin membangkitkan secara dramatis ‘pasaran speed’, tahan lebih lama
dan menimbulkan giting jauh lebih baik dibanding sebagian besar bentuk speed
lain. Metamfetamin mengambil alih sebagai narkoba pilihan untuk mereka yang
senang suasana speed. Penggunaan, dan penyalahgunaan metamfetamin semakin
meningkat selama satu dasawarsa penuh. Metamfetamin atau yang lebih dikenal
sabu-sabu selalu dianggap narkoba ilegal yang sangat berbahaya dan merusak.
(Mehling, 2007).
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2015
diperoleh bahwa sampai dengan Januari 2015 pengguna narkotika mencapai
5.800.000 jiwa dengan 2.320.000 jiwa pengguna sabu-sabu. Di Sumatera Utara
tercatat 288.226 Jiwa pengguna dengan 115.290 pengguna sabu-sabu dan di
kalangan pelajar sendiri tercatat 104.269 jiwa dengan 87.800 adalah pengguna
sabu-sabu. (Syamsudin, 2015).
Distribusi narkotika ke Indonesia bersumber dari negara-negara tetangga
yang berbatasan langsung dengan Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam dan Filipina. Pada umumnya negar-negara ini memperoleh narkotika
dari negeri China tepatnya berasal dari kota Guangzhou. (Hakim, 2015).
Model kejahatan dalam distribusi sabu-sabu ini juga sangat variatif, mulai
dari membawa langsung sabu-sabu melalui alat transportasi umum sampai dimakan
sendiri oleh kurir dengan memasukkannya ke dalam kapsul dengan kerja panjang.
Kasus terakhir yang ditangani Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah
ditemukannya pabrik sabu-sabu di Sumatera Utara dan Cilegon dengan Jumlah
40.000 ton. (Putera, 2015).
Jumlah kasus penyalahgunaan obat terlarang di Indonesia dalam lima tahun
terakhir paling didominasi oleh metamfetamin, dimana jumlah kasusnya meningkat
lebih dari 1000 kasus per tahun. Penyalahgunaan metamfetamin melibatkan jumlah
tersangka sebanyak 55.619 orang dalam kurun waktu lima tahun. Pengguna obat
terlarang di Indonesia didominasi oleh laki-laki dibanding perempuan, dan
memiliki latar pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Yang mengejutkan
2
Universitas Sumatera Utara
justru pengguna obat terlarang paling banyak dalam rentang usia lebih dari 29
(Badan Narkotika Nasional, 2011).
Beberapa lembaga resmi dari pemerintah yang diberikan kewenangan
dalam pemeriksaan narkotika adalah Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan
(BPOM), Pusat Laboratorium Forensik (Puslafor) Bareskrim Polri, dan Badan
Narkotika Nasional (BNN) masih memiliki keterbatasan dalam melakukan analisis
dan pemilihan metode yang sesuai dalam pemeriksaan sampel Narkotika terutama
menggunakan sampel rambut. Keterbatasan ini meliputi prosedur pemeriksaan
yang cepat dan akurat (Rosani, 2013).
Pemeriksaan di Laboratorium sederhana juga masih mengandalkan metode
spottest dengan tingkat kepercayaan yang kecil. Hal ini sangat menyulitkan
stakeholder mengingat data hasil pemeriksaan perlu cepat untuk dilaporkan
(Widayati, 2008), sehingga diperlukan metode-metode yang cukup teruji dengan
hasil optimal (Hegstd, 2008). Teknik preparasi, ekstraksi, dan penggunaan
instrumentasi belum dioptimasi sehingga penelitian ini perlu dilaksanakan.
Penelitian tentang sabu-sabu dalam senyawa hasil metabolit terutama rambut masih
sedikit yang dilaporkan di Indonesia. Preparasi dan analisa sabu-sabu
menggunakan sampel rambut masih belum optimal dan memerlukan waktu yang
lama. Hal tersebut sangat menyulitkan penyidikan dalam kasus forensik mengingat
bahwa data hasil pemeriksaan perlu waktu yang cepat untuk segera dilaporkan.
(Widayati, 2008).
Untuk membuktikan seseorang memakai narkoba (pemakai) diambil
sampel berupa sampel cairan tubuh atau bukan cairan tubuh seperti urin, darah,
keringat, saliva dan rambut. Munculnya data dari masing-masing analisis spesimen
akan membantu identifikasi pengguna narkotika. Memilih sampel rambut lebih
disukai dikarenakan lamanya pendeteksian yang dapat dilakukan yakni dalam
rentang waktu minggu hingga bulan jika dibandingkan pada urin dan darah dengan
waktu yang lebih singkat dalam sampel urin 2 sampai 7 hari setelah pemakaian oleh
pengguna. Untuk pengambilan sampel darah 6 sampai 72 jam setelah pemakaian
oleh pengguna (Anonimous, 2003). Untuk pemeriksaan setelah satu bulan atau
lebih pemakaian oleh pengguna, sampel urin dan darah tidak dapat mewakili dari
sampel yang diambil. Dalam hal ini, rambut pengguna sangat membantu untuk
3
Universitas Sumatera Utara
pembuktian jenis narkotika yang dikonsumsi. Narkotika tersebut dapat terdeteksi
beberapa bulan setelah konsumsi terakhir, hal ini disebabkan karena senyawa
tersebut masuk ke akar rambut melalui kapiler dan akan tertanam di batang rambut.
Hal ini terjadi dengan penambahan panjang rambut 0,9 – 1,2 cm perbulan. Oleh
karena itu rambut dapat digunakan sebagai kalender dari kegiatan masa lalu dalam
hal obat-obatan terlarang. (Abdi, 2004).
Bentonit alam atau tanah diatom termasuk salah satu bahan penyerap yang
banyak terdapat di alam serta perkembangan yang baik terdapat pada tempat yang
terdapat batuan piroklastik dengan kandungan SiO2 yang banyak. Di Indonesia
cadangan tanah diatomae cukup besar terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara,
yang tersebardi daerah Kabupaten Samosir, Pahae dan Porsea dengan jumlah yang
mencapai 125 juta m2, jadi dapat didefinisikan dengan sifat kimianya (SiO2.nH2O)
sebagai bagian batuan sedimen silika yang tersusun atas sisa kerangka fosil
tumbuhan air, ganggang yang bersel tunggal. (Ratri dan Ismiyati, 2012).
Bentonit alam adalah sejenis batuan yang didalamnya banyak mengandung
mineral montmorillonite yang sifatnya khas yaitu dapat mengembang dalam air,
interkalasi dan bersifat penukar ion menjadikan bahan ini menarik digunakan
menjadi katalis organo clay nano clay dan nanokomposit polimer (Adel Fisli,
Mujamilah , 2009).
Mineral tanah liat biasanya ada dalam bentuk kristal atau agregat yang
muncul dari gaya ikatan hidrogen dan gaya Van Der Waals. Interaksi semacam itu
membuat mineral lempung sulit untuk didispersikan ke dalam air atau apapun
matriks lain dalam bentuk serat nano. Adapun mineral lempung tersebut digunakan
untuk nanokomposit adalah dengan proses memodifikasi mineral menjadi
‘organoclay’ terlebih dahulu sehingga pengelupasan dan dispersi mineral lempung
dapat difasilitasi. Seperti pekerjaan yang dilaporkan oleh Zhang et al, (2015).
Darihasilpenelitian dilaporkan bahwa permukaan dan ruang interlayer bentonit
dapat dimodifikasi. Secara khusus, ruang interlayer dari montmorillonit dapat
disiapkan dengan kation melalui reaksi pertukaran ion atau interaksi fisik dan kimia
lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa spesies kationik, anionik dan non-ionik
dari surfaktan organik dapat secara berurutan dimasukkan ruang interlayer dari
montmorillonit. (Liao et al, 2015).
4
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil penelitian dari Ratri dan Ismiyati (2012), bentonit merupakan
suatu jenis tanah liat, yang tersusun dari berbagai mineral phyllosilicate, dengan
kandungan utama monmorilonit. Karena kandungan mineral yang beragam, maka
bentonit merupakan bahan baku yang penting bagi berbagai macam aplikasi
industri. Selama ini bentonit banyak digunakan sebagai adsorben zat warna maupun
pengotor-pengotor minyak atau limbah cair. Kegunaan lain adalah sebagai katalis
baik dengan modifikasi bentonit maupun tidak.
Dibutuhkan proses pemurnian pada analisis untuk memberikan hasil yang
baik tanpa banyak kehilangan analit. Prosedur pemurnian sangat penting
dikarenakan dalam sampel rambut tergabung beberapa zat lain harus dipisahkan
terlebih dahulu hingga zat yang ingin dideteksi bersifat murni. Rambut yang sudah
dipotong-potong 1 cm dicuci supaya pengotornya terbuang lalu dengan pelarut
organik di sonikasi. Maksud sonikasi ialah untuk memastikan larutan pelarut masuk
ke dalam rambut melalui folikel. (Delmifiana,2013).
Setelah melalui tahap pemurnian dilanjutkan dengan konfirmasi hasil isolasi
menggunakan teknik analisis memakai instrumen. Pemisahan suatu zat dari
campurannya berdasarkan perbedaan distribusi serta dapat dilakukan dalam dua
larutan yang berbeda fase dan tidak saling bercampur dikenal sebagai metode
ekstraksi. Metode ini dibedakan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi
serta berdasarkan proses pelaksanaan ekstraksi. Pada umumnya untuk metode
persiapan sampel termasuk ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase padat. Ekstraksi
fase padat merupakan metode yang digunakan untuk pemekatan dan isolasi dari
suatu analit yang berupa segmen cair padatan. Untuk penggunaannya digunakan
dalam banyak hal secara klinik, dalam lingkungan dan juga aplikasi bidang farmasi.
(Samuel, R, 2011).
Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi sonikasi kemudian hasil filtratnya
di ekstraksi kembali menggunakan kolom ekstraksi dengan adsorben
nanobentonit.Teknik kolom ekstraksi ini menggunakan alat yang diisi dengan
adsorben yang dikemas di dalamnya yaitu dengan adsorben nanobentonit
alam.Umumnya menggunakan material silika berdasarkan bahan kimia yang terikat
dengan polimer yang terkait.Dalam kolom ekstraksi melalui beberapa tahap.Untuk
tahap awal dilakukan pengkondisian untuk menghilangkan pengotor.Selanjutnya
5
Universitas Sumatera Utara
pemasukan sampel yang diikuti dengan pembilasan serta pembersihan sorben dari
kontaminan tanpa kehilangan analit.( Mitra, 2003 ).
Teknik analisis narkotika dari sampel matriks rambut dengan proses kolom
ekstrkasi sangat umum. Setelah melalui kolom ekstraksi maka hasil ekstraksi juga
perlu dilakukan tes secara kualitatif dengan menggunakan Reagen Marquish
test(tes warna). Teknik ini dipilih dikarenakan telah melalui perkembangan
prosedur yang efisien, kuat, cepat dan relatif murah dengan peralatan sederhana.
Dalam hasil analisis rambut dengan mtode kolom ekstraksi akan dilakukan
konfirmasi dengan menggunakan instrumen GCMS, yang mana sejauh ini masih
menjadi teknik yang paling diakui, karena sensitifitas dan selektivitas MS dengan
deteksi yang tinggi. (Gambelunghe,2005).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama bentonit atau
tanah diatom adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron, dimana
dari hasil penelitian dari Patel (2006) menyatakan kegunaan nanobentonit yaitu
bentonit yang dimodifikasi menggunakan silikat, sangat luas: sebagai
modifierreologi pada berbagai produk, antara lain grease, kosmetik, filler pada
nanokomposit polimer. Pada grease, bentonit selain dapat memodifikasi reologinya
juga dapat meningkatkan kinerjanya .
Berdasarkan literarur di atas, maka belum ditemukan pemanfaatan
nanobentonit (bentonit) sebagai adsorben untuk mengikat senyawa metamfetamin
dalam rambut pengguna sabu-sabu, makadari itu peneliti mencoba melakukan
penelitian untuk menganalisa kadar metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-
sabu dengan metode kolom ekstraksi dengan memanfaatkan nanobentonit alam
sebagai adsorben.Sejauh ini belum ada penelitian yang mencoba melakukan
modifikasi bentonit sebagai adsorben dengan metode kolom ekstraksi untuk
mengesktarak metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-sabu. Metode kolom
ekstraksi dapat digunakan baik itu dalam laboratorium toksikologi yang dianggap
metode persiapan sampel yang bersih. Fasa padat yang biasa digunakan adalah
silika gel. Pada variasi adsorben lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan
silika gel ialah nanobentonit alam yang kemudian filtrat dari kolom ektrasksi
ditentukan kadar metamfetaminnya dengan menggunakan metode GCMS secara
cepat dan akurat
6
Universitas Sumatera Utara
1.2. Hipotesis
Hipotesa penelitian ini adalah:
1. Pada rambut pengguna sabu-sabu terdapat senyawa metamfetamin yang dapat
diekstraksi dengan metode sonikasi Bagaimana pengaruh perbedaan sistim
pelarut dalam metode sonikasi untuk analisa kualitatif metamfetamin dalam
rambut pengguna sabu-sabu
2. Nanobentonit alam dapat dimanfaatkan sebagai adsorben dengan menggunakan
metode kolom ekstraksi untuk mengekstraksi metamfetamin dalam rambut
pengguna sabu-sabu
3. Kadar metamfetamin dari sampel rambut pengguna sabu-sabu dapat ditentukan
dengan metode GCMS secara cepat dan akurat
7
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk menentukan kadar metamfetamin dalam rambutpengguna sabu-sabu
menggunakan GCMS secara cepat dan akurat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
8
Universitas Sumatera Utara
2.1. Narkotika dan Obat Berbahaya (Narkoba)
Istilah Narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris
Narcotics yang berarti obat bius. Sedangkan pengertian secara umum adalah suatu
zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan atau
pengelihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan syaraf pusat atau narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis.Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif), (Undang – Undang RI No. 22 Tahun
1997), WHO sendiri memberikan definisi tentang narkotika sebagai berikut:
"Narkotika merupakan suatu zat yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan
memengaruhi fungsi fisik dan/atau psikologi kecuali makanan, air, atau
oksigen.
Wesniwiro (1999) mengatakan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang
dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut
bekerja mempengaruhi saraf sentral. Narkotika adalah zat kimia yang dibutuhkan
untuk merawat kesehatan, ketika zat tersebut masuk kedalam organ tubuh maka
terjadi satu atau lebih perubahan fungsi didalam tubuh. Lalu dilanjutkan lagi
ketergantungan secara fisik dan psikis pada tubuh, sehingga bila zat tersebut
dihentikan pengkonsumsiannya maka akan terjadi gangguan secara fisik dan psikis.
(Ghoodse, 2002).
Disisi lain, kenyataan yang kita hadapai adalah, bahwa narkotika
diperlukan untuk pengobatan dan studi ilmiah, sehingga untuk memenuhi kedua hal
itu maka diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus. Merujuk pada
dasar pertimbangan Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan saksama.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan narkotika adalah suatu zat atau obat yang mempengaruhi sistem
9
Universitas Sumatera Utara
tubuh sehingga bila tubuh sudah terbiasa menerima zat kimia yang terkandung
dalam obat tersebut, maka tubuh akan tergantung pada obat itu.
Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran atau
dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya
serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya
keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut
secara terus menerus karena sebab-sebab emosional. Selain istilah narkoba, kita
juga sering mendengar istilah yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, yaitu “Napza” atau “Naza”, dua istilah ini adalah
singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif ( Undang-Undang RI No.
35 Tahun 2009 ).
Merujuk pada Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
dibagi atas 3 golongan, yaitu: (Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009).
a. Narkotika golongan I: dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan, dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh: ganja, morphine, putauw adalah
heroin tidak murni berupa bubuk.
b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya,
benzetidin, betametadol.
c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan
turunannya.
Selain istilah narkotikaada juga istilahpsikotropika yang merupakan zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.
(Abdi, 2004).
Sedangkan, menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika (UU 5/1997), pengertian psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
10
Universitas Sumatera Utara
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia psikotropika digolongkan
menjadi 4 kelompok, yaitu: (Partodiharjo, Subagyo, 2009).
a. Psikotropika golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum
diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh:
MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin, metamfetamin,
dan metakualon.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, buprenorsina, dan
fleenitrazepam.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan
serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitrazepam (BK,
mogadon, dumolid) dan diazepam.
2.2. Metamfetamin
2.2.1 Sejarah Metamfetamin (Mehling, 2007)
Metamfetamin disintesis pertama kali pada Tahun 1919 oleh seorang
kimiawan dari Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan, dengan efek
stimulan yang lebih kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya.
Penggunaan dalam jumlah besar dapat menyebabkan “violence”, halusinasi, dan
psikosis. Umumnya metamfetamin diproduksi sebagai kristal menyerupai serbuk,
gumpalan besar kristal, atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap
dengan hidung, diminum, dihisap seperti rokok, atau diinjeksikan.
Pada Tahun 1950-an dan Tahun 1960-an, metamfetamin diproduksi secara
legal dan dijual sebagai obat OTC (over the counter) dengan nama Methedrine dan
dipasarkan secara rumahan sebagai antidot depresi dan untuk penurun berat badan
di Amerika. Saat ini, metamfetamin masih diproduksi secara legal, meskipun jarang
diresepkan, untuk terapi gangguan konsentrasi dengan hiperaktifitas (ADHD-
attention deficit hyperactivity disorder), kegemukan, dan narkolepsi.
11
Universitas Sumatera Utara
Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid
sertapsikosis pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan
keberadaan metamfetamin sangat dibatasi oleh suatu badan “Federal
ControlledSubstances Act” di Amerika pada Tahun 1970. Pembatasan tersebut
ternyata menimbulkan permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para
penyalahguna sehingga timbul produksi metamfetamin secara ilegal, dan disebut
sebagai clandestine industry, atau clandestine laboratory.
Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain
meningkatkankonsentrasi, meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan,
menahan rasa lapar, rasa gembira berlebihan (euphoria), peningkatan respirasi, dan
peningkatan suhu badan (hipertermia). Sedangkan efek dalam jangka panjang
adalah terjadinyaketergantungan, paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan
mood, gangguanaktifitas motorik, stroke, dan penurunan berat badan.
Pada tahun 1919 pertama kali metamfetamin disintesis oleh seorang
kimiawan dari Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan, dengan efek
stimulan yang lebih kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya.
Penggunaan dalam jumlah besar dapat menyebabkan halusinasi, psikosis.
Umumnya metamfetamin diproduksi sebagai kristal menerupai serbuk, gumpalan
besar kristal atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap dengan
hidung, diminum, dihisap seperti rokok atau diinjeksi.
Kementrian Riset dan Teknologi (2012), menyatakan sabu (metamfetamin)
aslinya adalah zat yang disintesa dari tanaman efedra (Ephedra sinica) yang banyak
tumbuh di China, Thailand, dan Malaysia. Efedra mengandung alkaloid efedrin
yang biasa digunakan untuk obat pilek, influenza, dan asma karena bisa
melapangkan jalan napas serta mengobati tekanan darah rendah. Efedrin yang
dihilangkan gugus OH-nya menjadi metamfetamin. Adapun ekstasi adalah MDMA
(3,4-Metilendioksimetamfetamin). (Kementrian Riset dan Teknologi, 2012).
12
Universitas Sumatera Utara
dari efedrin serta pseudoefedrin. Senyawa ini secara ilegal telah lama digunakan
dalam produksi metamfetamin. Namun larutan efedrin tidak stabil terhadap sinar
matahari langsung dan oksigen (United Nation Office on Drugs and Crime, 1995;
Moffat, Osselton & Widdop, 2004).
.
Gambar 2.1 Rumus bangun metamfetamin
13
Universitas Sumatera Utara
metamfetamin dapat berlangsung sampai 12 jam, tergantung pada berapa kali
metamfetamin dikonsumsi. Penggunanya mengalami perasaan gembira dan
bergairah. Obat tersebut bekerja dengan membanjiri reseptor otak dengan
monoamin. Dengan penggunaan yang berulang-ulang, reseptor ini akan mati,
sehingga si pengguna tidak bisa merasa senang sama sekali tanpa lebih banyak ice.
Karena itu, metamfetamin ini sangat membuat kecanduan, baik secara fisik maupun
psikis (National Drugs Campaign, 2007).
Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid serta
psikotik pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan keberadaan
metamfetamin sangat dibatasi oleh suatu badan “Federal ControlledSubatances
Act” di Amerika pada 1970. Pembatasan tersebut ternyata menimbulkan
permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para penyalahgunaan sehingga
timbul produksi metamfetamin secara ilegal, dan disebut sebagai clandestine
industry atau clandestine laboratory (Mehling, 2007).
Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain denyut jantung dan
pernapasan yang meningkat, hipertensi, masalah peredaran darah dan jantung. Ice
ini juga meningkatkan nafsu birahi, sehingga pengguna lebih mudah terlibat dalam
perilaku seks yang berisiko yang menyebabkan semakin tingginya risiko terinfeksi
penyakit seksual. Sedangkan efek jangka panjang dengan berjalannya waktu,
metamfetamin secara harafiah menjadikan orang cepat tua. Menyuntikkannya akan
menyebabkan goresan, abses, kerusakan pembuluh darah dan meningkatnya risiko
penyakit melalui darah. Pengguna berat menderita kerusakan gigi, kulit pucat,
malnutrisi, berkurangnya fungsi paru-paru dan rasa sakit pada umumnya, nyeri dan
kejang. Selain risiko stroke, obat ini juga sudah dibuktikan mempengaruhi
kesehatan mental dan fungsi kognitif – pecandu ice menderita paranoia, halusinasi,
hilangnya ingatan, kurang tidur dan sakit jiwa (Mehling, 2007; National
Drugs Campaign, 2007)
2.3. Rambut
Rambut merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki bentuk seperti
benang yang tumbuh dari akar rambut yang ada dalam lapisan dermis dan melalui
saluran folikel rambut ke luar dari kulit. Komponen kimia rambut terdiri atas 0.1-5
14
Universitas Sumatera Utara
pigmen (melanin), 1-9% lemak, dan 65-95% protein serta komponen-komponen
lainnya seperti polisakarida dan air (Kintz, 2007). Clay et al., (1940) menemukan
bahwa dalam rambut yang berwarna hitam mengandung lebih banyak kandungan
protein sistein (Asquith, 1977).
Rambut kepala dihasilkan selama periode waktu 4-8 tahun sedangkan non
rambut kepala dihasilkan selama periode kurang dari 12 bulan dengan pertumbuhan
rata-rata 0,6-1,42 cm per bulan hal ini tergantung pada tipe rambut dan lokasi
tumbuhnya (Saitoh, 1969). Tingkat pertumbuhan rambut kulit kepala manusia
adalah sekitar 0,35 mm per hari pada pria dan wanita, namun hal ini sangat
bervariasi. (Kintz, 2007).
Berdasarkan penelitian Pötsch (1996) ditemukan beberapa variasi
pertumbuhan rambut yakni 0,07 dan 0,78 mm per hari sedangkan 82% dari populasi
penelitian mempunyai variasi antara 0,32 mm dan 0,46 mm per hari. Siklus
pertumbuhan rambut manusia dimulai dengan fase anagen atau fase pertumbuhan,
yaitu folikel berkembang dan rambut diproduksi. Durasi fase anagen sangat
bervariasi dan biasanya berlanjut antara 7-94 minggu, namun dapat berlangsung
selama beberapa tahun, tergantung pada daerah anatominya (Castanet dan
Ortonne,1997).
Catagen adalah fase regresi, yaitu ketika aktivitas bola folikel berhenti dan
dermal papila mengkerut ketika folikel mendekati fase istirahat, telogen, kemudian
15
Universitas Sumatera Utara
setelah fase telogen, siklus pertumbuhan lain dimulai (Kintz, 2007).Gambar
2.2.Struktur folikel rambut sedangkan gambar 2.3.Fase pertumbuhan rambut.
Dari hasil penelitian Komang, Achmad Basori dan Ni Made Suaniti (2016)
bahwa terdapat pengaruh panjang spesimen rambut terhadap konsentrasi senyawa
acetaminophen yang dianalisis menggunakan GC-MS, pada panjang 0-10 cm
diperoleh nilai konsentrasi tertinggi, dapat disebabkan karena dengan panjang
spesismen rambut 10 cm maka dapat dikatakan bahwa usia rambut tersebut ≤ 10
bulan.
Rambut adalah jaringan yang secara biologi dan phisiologi masih belum
dapat dimengerti secara sepenuhnya. Rambut berasal dari folikel rambut di kulit
dimana pusat pertumbuhannya dibentuk oleh sel matrik. Sel matrik berkembang
menjadi berbagai lapisan pada rambut seperti kutikula, kortek dan medulla (Marie,
2005; Hans, 2000).
16
Universitas Sumatera Utara
Di dalam akar rambut sel mengalami proliferasi sedangkan di bagian
rambutnya tidak terjadi metabolisme. Komponen yang terpenting dari rambut
adalah fibrous protein (keratin), melanin dan lemak. Folikel rambut terletak
3-4 mm di bawah permukaan kulit dan dikelilingi oleh banyak pembuluh darah
kapiler. Di sekitar folikel rambut juga terdapat tiga jenis kelenjar yaitu kelenjar
apocrine, sebaceous dan kelenjar keringat. Kelenjar apocrine dan kelenjar sebaceus
membasahi bagaian rambut di daerah folikel sedangkan kelenjar keringat
membasahi bagaian rambut yang ada di atas kulit. (Hans, 2000., Pragst, 2004 ).
Rambut tumbuh dalam suatu siklus dimana terdapat tiga siklus yaitu anagen
dimana terjadi fase pertumbuhan, katagen dimana terjadi fase transisi dan telogen
diaman terjadi fase istirahat. Panjang rambut seseorang tergantung dari berapa lama
siklus ini terjadi dan seberapat cepat pertumbuhannya untuk fase anagen kira-kira
mengalami fase selama 4-8 tahun, fase catagen selama beberapa minggu dan fase
telogen 4-6 bulan. Pertumbuhan rambut di kepala secara umum terjadi 0,6 sampai
1,4 cm setiap bulannya. Terdapat perbedaan yang signifikan antara anagen/telogen
rambut dan kecepatan pertumbuhan rambut pada bagian tubuh manusia ini
tergantung dari ras, jenis kelamin, umur dan faktor kesehatan seseorang (Marie,
2005).
Pada bagian rambut kepala orang dewasa kira-kira 85% adalah dalam fase
pertumbuhan (anagen) sedangkan sisanya 15% mengalami fase istirahat
(telogen). Karena banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rambut
sehingga terjadi perbedaan struktur rambut secara horizontal pada jarak tertentu
dari kulit (Hans, 2000). Rambut normal mempunyai cirri-ciri sehat berkilat, elastis,
tidak mudah patah, dan dapat menyerap air. Komposisi rambut terdidri atas karbon
50,60 %, hidrogen 6,36%, nitrogen 17,14 %, sulfur 5,0 % dan oksigen 20,80 %.
Rambut dapat dengan mudah dibentuk dengan mempengaruhi gugusan disulfida
misalnya panas atau bahan kimia. (Romadhon, 2011).
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik juga mempengaruhi proses
penggabungan narkotika kedalam matriks rambut bahkan konsentrasi dari
konsumsi narkotika juga dipengaruhi oleh jalur metabolisme seseorang serta
pigmentasi rambut. Rambut sangat menyerap dan dapat meningkat masanya
menjadi 18% dengan penyerapan cairan, narkotika dapat dengan mudah di transfer
17
Universitas Sumatera Utara
ke dalam rambut melalui keringat. Dan akhirnya dapat mengendap pada rambut
(Clarke,1969). Bergabungnya narkotika pada rambut dapat dilihat pada gambar 2.4.
berikut ini :
Rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian sebagai berikut : (Hans, 200 dan
Marie, 2005).
18
Universitas Sumatera Utara
1. Folikel Rambut, yaitu suatu tonjolan epidermis kedalam berupa tabung yang
meliputi :
a. Akar rambut (folicullus pili), yaitu bagian rambut yang tertanam secara
miring di dalam kulit dan terselubung oleh folikel rambut.
b. Umbi rambut (bulbus pili), yaitu ujung akar rambut terbawah yang melebar.
Bagian terbawah umbi rambut adalah matriks rambut, yaitu daerah yang
terdiri dari sel-sel yang membelah dengan cepat dan berperan dalam
pembentukan batang rambut.
2. Batang rambut, yaitu bagian rambut yang berada di atas permukaan kulit berupa
benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin. Batang rambut
terdiri ata 3 bagian, yaitu kutikula (selaput rambut), korteks (kulit rambut) dan
medulla (sumsum rambut).
3. Otot penegak rambut (muskulus arector pili) merupakan otot polos yang berasal
dari batas dermo-epidermis dan melekat di bagian bawah kandung rambut.
19
Universitas Sumatera Utara
dalam sepanjang helai rambut tersebut berhubungan dengan waktu pemakaian.
Terdapat tiga model penyatuan obat yang telah diteliti antara lain : obat bisa masuk
ke dalam rambut melalui (1) difusi aktif atau pasif dari aliran darah yang memenuhi
papila dermal, (2) difusi dari keringat dan sekresi lainnya membasahi serat rambut
yang tumbuh atau yang sudah dewasa, atau (3) obat eksternal dari uap atau serbuk
yang berdifusi ke dalam serat rambut dewasa (Kintz, 2007).
Analisis dari senyawaan narkotika menggunakan sampel rambut memiliki
peranan yang sangat penting dalam bidang toksikologi forensik terhadap riwayat
penyalahgunaan narkotika. Obat-obatan dapat terdeteksi beberapa bulan setelah
konsumsi terakhir, karena obat-obatan tersebut memasuki akar rambut melalui
kapiler dan akan tertanam di batang rambut, dimana rata-rata pertumbuhannya 0,9-
1,2 cm per bulan. Oleh karena itu, rambut dapat digunakan sebagai “kalender” dari
kegiatan masa lalu dalam obat-obatan (Clarke,1986).Rambut yang dikumpulkan
adalah rambut pengguna setelah 14hari, 30 hari, 60 hari, 90 hari setelah pemakaian
narkotika. (Taufik, 2013).
Kelebihan dari analisis rambut dibandingkan dengan uji darah, urin, dan
saliva adalah sebagai berikut (Kintz, 2007., Romadhon, 2011):
1. Rambut memiliki kemampuan untuk menyerap zat-zat eksogen menuju batang
rambut dimana zat-zat eksogen tersebut tetap tidak berubah selama beberapa
tahun berlawanan dengan matriks tradisional dimana materi dalam 24 jam akan
terjadi tanda eliminasi atau dekomposisi analit.
2. Uji dengan menggunakan rambut, penarikan sampel dan pengangkutan mudah.
Penarikan sampel tidak bersifat invasive, tanpa ketidaksesuaian terhadap subjek,
dan dilakukan dengan peralatan sederhana. Transportasi tidak membutuhkan
kondisi khusus, hanya dengan nenggunakan aluminium foil dan kertas amplop.
3. Sampel rambut sangat sulit untuk dipalsukan sehingga sangat bermanfaat dalam
kasus-kasus forensik.
Senyawa narkotika yang merupakan hasil metabolit juga akan terdapat
dalam rambut sesuai dengan waktu pemakaiannya. Setelah pemakaian 7 (tujuh) hari
narkotika akan terdeteksi pada dasar rambut dan selanjutnya dengan bertambahnya
waktu akan terus naik ke ujung rambut. Hal inilah yang dapat memberikan
informasi berapa lama seorang pemakai mengkonsumsi narkotika sehingga akan
20
Universitas Sumatera Utara
diketahui dengan mudah riwayat penggunaan narkotikia tersebut (Romadhon,
2011).
Dengan fasilitas laboratorium yang maju, sedikit jumlah sampel akan
terdeteksi dalam rambut dan demikian beberapa senyawa-senyawa lain yang
berbahaya akan menarik perhatian analis. Kelemahan dalam analisis rambut yang
diketahui dan harus dipertimbangkan (Wirasuta, 2008) :
1. Sulit untuk mempersiapkan standar rambut referensi yang mengandung
konsentrasi akurat obat yang diperlukan untuk kalibrasi.
2. Efisiensi ekstraksi obat dari matriks padat adalah sangat penting dan parameter
ini perlu dievaluasi untuk setiap jenis obat dalam setiap laboiratorium.
Standarisasi dekontaminasi dan prosedur ekstraksi juga diperlukan.
3. Standar kerja minimum harus ada dalam berbagai laboratorium.
Untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggung jawabkan,
maka syarat-syarat pengambilan, pemilihan, penyimpanan, dan pengiriman sampel
toksikologi ke laboratorium harus dipenuhi dan benar-benar diperhatikan. Hal ini
penting karena setiap obat memiliki stabilitas yang berbeda-beda sehingga nantinya
akan mempengaruhi hasil analisis racun.(Wirasuta, 2008).
Pada saat pemilihan sampel untuk toksikologi untuk korban penyalahguna
narkotika beberapa hal harus dipertimbangkan yaitu sampel mudah untuk
dianalisis, sampel mudah didapatkan, pertimbangkan juga apakah yang dicari obat
induk atau metabolitnya, waktu deteksi obat, stabilitas obat pada spesimen, volume
sampel yang diperlukan serta apakah referensi data kuantitatif obat terhadap sampel
yang kita pilih tersedia. (S. Kerrigan, 2008).
Penyimpanan sampel merupakan hal yang penting diperhatikan.Hal ini
karena setelah pengambilan sampel, proses degradasi obat oleh enzim tetap
berlangsung walaupun diluar tubuh. Degradasi ini diminimalisir dengan
penyimpanan sampel dengan pengawet yang adekuat dan disimpan disuhu yang
rendah yaitu kulkas suhu -400C untuk waktu yang tidak begitu lama dan -200C
untuk waktu lebih dari 2 minggu (S. Kerrigan, 2008).
Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam melakukan analisis toksikologi,
kita perlu mengenali sifat dan stabilitas dari analit. Studi-studi yang dilakukan oleh
Giorgi SN dan Meeker JE terhadap stabilitas kokain, benzoylecgonin,
21
Universitas Sumatera Utara
methampetamin, amphetamin, morfin, codein dan phencyclidine selama 5 tahun
didapatkan hasil bahwa obat yang paling tidak stabil adalah kokain, benzoylecgonin
dan morfin. Sedangkan metamfetamin dan PCP bersifat stabil. (Giorgi, 1995).
Pemilihan sampel merupakan tahap yang penting dalam sebuah kasus
keracunan.Royal college of pathologist, bagian forensik dan medikolegal telah
menerbitkan guidelines untuk menangani spesimen medikolegal dalam hal menjaga
rantai barang bukti. (Recommendations for Collection of Forensic Specimens From
Complainants and Suspects, 2011).
Pada saat pemilihan sampel untuk toksikologi pertimbangkan hal berikut:
(S. Kerrigan, 2008).
1. Sampel mudah untuk dianalisis
2. Sampel mudah didapatkan, tidak invasif
3. Pertimbangkan apakah yang dicari obat induk atau metabolitnya
4. Waktu obat masih terdeteksi pada spesimen
5. Stabilitas obat pada spesimen
6. Volume sampel
7. Referensi data apakah tersedia
22
Universitas Sumatera Utara
-Volume darah perifer
terbatas
3 Otak Digunakan untuk obat yang - Matriks tidak homogen
larut lemak, mudah - Matriks kompleks
menguap dan obat yang - Preparasi sampel sulit
bekerja di susunan syaraf - Referensi data terbatas
pusat
4 Empedu Identifikasi untuk obat - Matriks tidak homogen
yang baru ditelan atau obat - Matriks kompleks
yang absorpsinya lama -Memerlukan preparasi
sampel
5 Rambut - Untuk pemakaian obat - Membutuhkan teknologi
yang sudah lama (bulan) yang baru dalam analisisnya
- Tersedia, mudah - Pemakaian obat baru tidak
diperoleh bisa dideteksi
- Berguna untuk obat dan -Kontaminasi lingkungan
analit bukan obat seperti - Bias etnik
logam - Referensi data kurang
6 Urine - Mudah didapatkan - Potensial dimanipulasi
-Waktu deteksi lebih lama - Obat induk jarang
dibandingkan darah ditemukan, hanya dalam
bentuk metabolitnya
- Kadar kuantitatif tidak
berhubungan dengan efek
farmakologinya
(Sumber :S. Kerrigan, 2008, Sampling, storage and Stability. In : Clarke’s
Analytical Forensic Toxicology. 2rd ed.2008;p.335-54)
23
Universitas Sumatera Utara
2 Urine Semua Urine 25 – 100 ml
3 Rambut 150 – 200 helai atau Rambut Sejumput,
50 mg sebesar pena
4 Otak 50 gr ---- ----
5 Empedu 50 gr ----- ----
(Sumber :S Kerrigan, 2008, Sampling, storage and Stability. In : Clarke’s
Analytical Forensic Toxicology. 2rd ed.2008;p.335-54 )
24
Universitas Sumatera Utara
memberikan hasil positif acetaminophen-TMS sedangkan pada 24, 168, dan 720
jam setelah konsumsi. Pada sampel rambut, hasil positif acetaminophen-TMS
ditunjukkan pada 1, 2, 3, 24, 168, dan 720jam setelah mengkonsumsi parasetamol.
Hasil analisis toksikologi forensik yang dilakukan oleh Made Agus (2008)
yaitu uji skrining menggunakan teknik immonoassay test (EMIT) terdeteksi positif
golongan opiat dan benzodiazepin. Dari penetapan kadar alkohol didarah dan urin
terdapat alkohol 0,1 promil dan 0,1 promil. Pada uji konfirmasi dengan
menggunakan alat GC-MS diperoleh hasil: Darah sebelum di hidrolisis: - morfin:
0,200 μg/ml, - kodein: 0,026 μg/ml, darah setelah hidrolisis: - morfin: 0,665 μg/ml,
- kodein: 0,044 μg/ml. Urin sebelum hidrolisis: - 6-asetilmorfin: 0,060 μg/ml, -
morfin: 0,170 μg/ml, - kodein: 0,040 μg/ml, urin setelah hidrolisis : - morfin: 0,800
μg/ml, - kodein: 0,170 μg/ml Golongan benzodiazepin yang terdeteksi di darah
adalah: diazepam: 1,400 μg/ml; nordazepam: 0,086 μg/ml; oxazepam: 0,730 μg/ml;
temazepam:0,460 μg/ml.
25
Universitas Sumatera Utara
dan Ganja (Kanabis). Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah urin (paling
banyak digunakan), darah, rambut dan keringat (Pichini, 1999).
Penyimpanan sampel merupakan suatu tahap yang memegang peranan
penting dalam kasus keracunan, terutama pada kasus dimana sampel tidak bisa
langsung dilakukan analisis dilaboratorium.Contohnya karena jauhnya jarak ke
laboratorium rujukan serta laboratorium rujukan yang tidak membuka pelayanan
setiap hari selama 24 jam. Untuk sampel rambut cukup disimpan di suhu ruangan
dalam keadaan bersih dan kering (S. Kerrigan, 2008).Metode Pemeriksaan
Metamfetamin antara lain yaitu:
1. Uji penapisan Screening Test
Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam
sampel. Analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia
maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika
secara umum dalam uji penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat,
kokain, kanabinoid, turunan amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan
senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan asam barbiturat, turunan metadon.
Pengelompokan ini berdasarkan struktur inti molekulnya. Sebagai contoh, disini
diambil senyawa golongan opiat, dimana senyawa ini memiliki struktur dasar
morfin, beberapa senyawa yang memiliki struktur dasar morfin seperti, heroin,
monoasetil morfin, morfin, morfin-3-glukuronida, morfin-6-glukuronida,
asetilkodein, kodein, kodein-6-glukuronida, dihidrokodein serta metabolitnya,
serta senyawa turunan opiat lainnya yang mempunyai inti morfin.
Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit dengan
derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya
relatif cepat. Terdapat teknik uji penapisan yaitu: a) Thin Layer Chromatography
(TLC) / kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi
warna, b) teknik immunoassay. Teknik immunoassay umumnya memiliki sifat
reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, serta dalam pengerjaannya memerlukan
waktu yang relatif singkat, namun teknik ini menjadi relatif tidak murah.
2. Teknik Immunoassay
Teknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam
analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan anti-drug
26
Universitas Sumatera Utara
antibody untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi
biologik). Jika di dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigentarget)
maka dia akan berikatan dengan antidrug antibody, namun jika tidak ada
antigentarget maka anti-drug antibody akan berikatan dengan antigen-penanda.
Terdapat berbagai metode atau teknik untuk mendeteksi beberapa ikatan
antigen-antibodi ini, seperti enzyme linked immunoassay (ELISA), enzyme
multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization
immunoassay (FPIA), cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio
immunoassay (RIA).
Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah sampel
per-hari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal dipasaran teknik
ELISA atau EMIT terdapat dalam bentuk single test maupun multi test. Untuk
laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single
test immunoassay akan lebih tepat ketimbang teknik multi test, namun biaya
analisa akan menjadi lebih mahal. Hasil dari immunoassay test ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena
kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa
yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama.
Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang
mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test
immunoassay dari anti bodi- metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi
immunoassay (screening test) harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test).
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya,
namun KLT kurang sensitif. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat
disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan KLT
dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak
noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang
telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (ultraviolet atau
fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat sensitifitas dan
spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi
ini dapat digunakan untuk uji pemastian.
27
Universitas Sumatera Utara
4. Uji pemastian Confirmatory Test
Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya.
Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun harus
lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang
dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas-
spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
dengan diode-array detektor, kromatografi cair spektrofotometri massa (LC-
MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat
spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit,
sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.
5. Uji konfirmasi Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS)
Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik GC-MS adalah analit
dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian selanjutnya dipastikan
identitasnya menggunakan teknik spektrfotometri massa. Sebelumnya analit
diisolasi dari matrik biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan
dilewatkan ke kolom GC, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan
metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa
segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan menggunakan GC,
indeks retensi dari analit yang terpisah adalah sangat spesifik untuk senyawa
tersebut, namun hal ini belum cukup untuk tujuan analisis toksikologi forensik.
Analit yang terpisah akan memasuki spektrofotometri massa, di sini bergantung
dari metode fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola
spektrum massa yang sangat karakteristik untuk setiap senyawa. Pola
fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan karakteristik molekular dari suatu
senyawa. Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum massanya, maka
identitas dari analit dapat dikenali dan dipastikan. (Anonim, 2012)
Dari metode kromatografi dapat digunakan untuk analisis kualitatif untuk
mengetahui sampel yang di duga mengandung metamfetamin dengan
menggunakan perbandingan hasil kromatogram larutan standart dan kromatogram
sampel melalui waktu retention yang muncul.
28
Universitas Sumatera Utara
Bentonit atau tanah diatom merupakan terjemahan bahasa asing
Diatomaceous earth. Dengan nama lain diatomaceous silica, fossil flour white peat,
molera, desenind earth, randanite, tellurine, kieselguhr dan diatomae serta nama
dagang yang dipakai ialah celite, calatom, dan pakatome. Istilah yang paling sering
dipakai adalah Diatomaceous earth.Istilah bentonit pertama kalidigunakan oleh
Knight yaitu suatu jenis lempungyang sangat plastis (koloid) yang terdapat pada
formasi “Benton”, rock creek, Wyoming Amerika Serikat. Istilah tersebut untuk
menggantikan istilah-istilah sebelumnya seperti: China clay, soapy clay, taylorite,
blecing clay dan fuller’s earth (Bor Kuan Chen et al, 2012).
Bentonit sebagian besar terdiri dari MMT (montmorillonite). Bentonit
merupakan jenis batuan sedimen yang sebagian besar terdiri dari lempung dengan
tipe 2:1 struktur berlapis (smectite) dan mengandung ion natrium dan kalsium yang
tinggi. Kristal bentonit terdiri dari dua lapisan yaitu tetrahedral dan octahedral
(Gambar 2.6) lapisan tertahedral mengandung atom silikon/silikat dan lapisan
octohedral yang terbuat dari aluminium atau magnesium hidroksida. Umumnya
lapisan ini memiliki ketebalan sekitar 1 nm dan dapat dilebarkan hingga 30 nm,
namun hal ini tergantung dari jenis alkil ammonium yang digunakan unuk
mengolahnya (Suprakas et el, 2003).
Bentonit atau diatomaceous earth atau tanah diatom merupakan salah satu
jenis mineral opal (SiO2.nH2O). Huruf n pada rumus molekul opal memiliki arti
bahwa tanah diatom memiliki kandungan jumlah air yang tidak tetap. Tanah diatom
adalah senyawa mineral yang terbentuk alami dari sisa fosil algae
29
Universitas Sumatera Utara
Bacillariaphyceae sp. yang memiliki kandungan silika tinggi. Tanah diatom juga
merupakan material berpori dan kaya akan silika yang diperkirakan berperan dalam
proses adsorpsi (Sukandarmiudi, 2004).
Propinsi Sumatera Utara dikenal sebagai salah satu simpul utama untuk
investasi di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang banyak antara lain ;
karet alam, kelapa sawit, minyak bumi, mineral dan bahan tambang, salah satu
sumber daya alam yakni karet alam dan bentonit alam atau tanah diatom. Demikian
juga beberapadaerah di Indonesia yang mempunyai cadangan bentonit alam sangat
besar dan berpotensi untuk dikembangkan, jumlah bentonit sangat melimpah dan
tersebar di berbagai daerah baik di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Salah satu
dari sumber daya alam yang ada terdapat di daerah kecamatan Pahae dan Porsea
Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara yakni bentonit alam.
Bentonit atau diatomaceous earth atau tanah diatom merupakan salah satu
jenis mineral opal (SiO2.nH2O). Huruf n pada rumus molekul opal memiliki arti
bahwa tanah diatom memiliki kandungan jumlah air yang tidak tetap. Tanah diatom
adalah senyawa mineral yang terbentuk alami dari sisa fosil algae
Bacillariaphyceae sp. yang memiliki kandungan silika tinggi. Tanah diatom juga
merupakan material berpori dan kaya akan silika yang diperkirakan berperan dalam
proses adsorpsi (Sukandarmiudi, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama tanah diatome
adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron. Silika sebagai
komponen utama tanah diatom adalah amorf dengan rumus kimia tanah diatom
yaitu SiO2.nH2O (Sukandarmiudi, 2004), dimana atom-atom silikon dan oksigen
dalam silika tersusun secara tetrahedron mirip dengan silika kristal tetapi jaringan
tersebut tidak terulang secara periodik dan simetri seperti halnya dalam kristal. Sifat
fisika tanah diatom antara lain adalah luas permukaan besar, mampu mengikat dan
melepas molekul air, mampu mengembang dan mengerut serta bersifat plastis
dalam keadaan lembab namun keras saat kering (Sutanto, 2005).
Bentonit biasa digunakan sebagai adsorben, faktor yang mempengaruhi
adsorbsi lempung adalah luas permukaan, struktur lapisan molekul, kapasitas
penukar kation dan keasaman permukaannya (Bhattacharyya dan Gupta, 2008).
30
Universitas Sumatera Utara
Bentonit adalah sejenis batuan yang didalamnya banyak mengandung
mineral montmorillonite yang sifatnya khas yaitu dapat mengembang dalam air,
interkalasi dan bersifat penukar ion menjadikan bahan ini menarik digunakan
menjadi katalis organo clay nano clay dan nanokomposit polimer (Adel Fisli,
Mujamilah dan Grace, 2009). Sampai saat ini penggunan bentonit belum optimal
manfaatnya khususnya di bidang teknologi dalam merekayasa suatu material
(komposit), salah satunya aplikasi bentonit yang saat ini banyak dikaji oleh institusi
penelitian nasional maupun internasional adalah pemanfaatannya sebagai pengisi
(filler) yang berukuran nano, yang lebih dikenal dengan nanofiller. Nanofiller dapat
diaplikasikan pada polimer untuk menghasilkan material nanokomposit dengan
peningkatan beberapa sifat dasar polimer, seperti sifat ketahanan termal, sifat
mekanis, ketahanan terhadap bahan kimia dan sifat bakar (flammability).
Bentonit memiliki sifat hidrofil, maka material tersebut secara umum tidak
kompatibel dengan sebagian besar bahan polimer, oleh karena itu secara kimiawi
harus dimodifikasi untuk membuat permukaannya yang lebih hidrofobis ,untuk itu
diperlukan suatu bahan yang kompatibel dengan matrik polimer (Sinto Jacob,Suma,
Abhillash, 2010).
Bnetonit termasuk salah satu bahan penyerap yang banyak terdapat di alam
serta perkembangan yang baik terdapat pada tempat yang terdapat batuan
piroklastik dengan kandungan SiO2 yang banyak. Di Indonesia cadangan bentonit
atau tanah diatom cukup besar terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara, yang
tersebardi daerah Kab. Samosir, Pahae dan Porsea dengan jumlah yang mencapai
125 juta m2. Jadi dapat didefinisikan dengan sifat kimianya (SiO 2.nH2O) sebagai
bagian batuan sedimen silika yang tersusun atas sisa kerangka fosil tumbuhan air,
ganggang yang bersel tunggal.
31
Universitas Sumatera Utara
Komposisi kimia bentonit terdiri atas 86% silika, 5% natrium, 3%
magnesium dan 2% besi. Disertai sifat dasar dari strukturnya yang unik, berat
jenisnya yang rendah (± 0,45), permukaan yang luas dan pori-pori, warnanya putih-
coklat tergantung dari kontaminasinya, kemampuan daya hantar listrik atau panas
rendah serta tidak abrasif.
Jenis zat yang akan teradsorbsi dapat ditentukan dari polaritas permukaan
pada adsorben. Fungsi dari tanah diatomae juga berhubungan dengan beberapa sifat
penting, yaitu porositas, daya adsorbsi/ daya serap, ukuran partikel serta
konduktivitas.
Bentonit atau tanah diatom biasanya putih, terkadang juga berwarna abu-
abu kekuning-kuningan. Hal tersebut dikarenakan adanya impuritis yang terbawa
mengendap (Nasril, 2001)
Tabel 2.3 Komposisi Bentonit atau Tanah Diatom Desa Kecamatan Paruruan
Kabupaten Samosir
NO Senyawa Komposisi (%)
1 SiO2 71,6
2 Al2O3 12,21
3 Fe2O3 3,40
4 TiO2 0,54
5 CaO 1,11
6 MgO 0,79
7 K2O 2,96
8 Na2O 1,58
9 MnO 0,24
10 LOI 5,50
11 Kadar Air 4,73
(Sumber: Harianja,2005)
32
Universitas Sumatera Utara
Titik cair : 1,610 -1,750 ̊C
Indeks bias : 1,44-1,46
Warna : putih, abu-abu, kadang-kadang berwarna kemerah-merahan dan
kekuning-kuningan
Daya serap : Tinggi, sangat berpori, mudah pecah, memiliki daya penahan panas
b. Karakteristik Kimia
Silika (SiO2) merupakan senyawa yang dominan yang terdapat dalam tanah
diatomae. Pada keadaan murninya mengandung 97% SiO2 dan selebihnya adalah
air. Dan di alam dapat dijumpai beserta adanya pengotor seperti besi, alumenium,
kalsium,magnesium serta unsur-unsur mikro lainnya. Setiap jenis tanah diatomae
kandungan komposisi kimianya berbeda-beda (Carter,S.B.2007)
33
Universitas Sumatera Utara
Dengan daya serap tanah diatomae yang tinggi maka digunakan untuk menyerap
dan membawa cairan menurut keperluannya. Juga digunakan untuk membawa
gas dalam keadaan tertentu
6. Bahan Gosok
Digunakan sebagai bahan gosokuntuk logam. Dimana saat digosokkan
cangkang-cangkang pecah berbentuk persegi yang memberikan pengaruh baik
pada gosokan serta tidak merusak logam yang digosok walaupun logam itu
lunak. Serta digunakan untukmenggosok barang-barang dari perak, alat-alat
bedah, dan instrumen lainnya.
7. Laboratorium Kimia
Digunakan sebagai bahan pendukung dan pembawa katalis di dalam proses-
proses kimia seperti hidrogenase, serta memperbaiki homogenitas serta
meningkatkan daya kekedapan
8. Sumber Silika
Biasanya digunakan untuk industri keramik, sumber silika untuk peralatan
barang pecah belah dan kaca.
(Manurung,M,S., 1994).
2.6.3. Nanobentonit
Hasil penelitian dari Patel (2006) menyatakan kegunaan nanobentonit yaitu
bentonit yang dimodifikasi menggunakan silikat, sangat luas: sebagai
modifierreologi pada berbagai produk, antara lain grease, kosmetik, filler pada
nanokomposit polimer. Pada grease, bentonit selain dapat memodifikasi reologinya
juga dapat meningkatkan kinerjanya .
Hasil Penelitian Hibah Fundamental Simlitabmas pada tahun pertama
pembuatan nanobentonit dengan metode ball mill (Bukit N, Frida dan Harahap,
2013) diperoleh hasil ukuran nano partikel bentonit alam yang diperoleh dari
analisis PSA sebesar 95 nm dengan alat XRD diperoleh rata rata ukuran partikel
49,80 nm dari analisis EDX kandungan tertinggi pada bentonit alam adalah
alumunium (Al) dan silikon (Si), dari analisis XRD diperoleh Bentonite alam
merupakan jenis mineral alumunium silikat dan tergolong jenis wyoming (Na-
bentonite), mineral-mineral yang ada di dalam bentonite terdiri dari mineral
34
Universitas Sumatera Utara
crystoballite dari grup quartz, mineral annite dari grup mica, mineral analcime dari
grup feldspar, dan mineral carnegieite dari grup feldspathoid. Dan kandungan
terbesar dari sampel bentonite ini adalah fasa mineral crystoballite sekitar 68 %.
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan kompatibilitas sifat suatu bahan
pengisi dengan matrix polimer, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
ukuran partikel suatu bahan pengisi, dimana ukuran partikel suatu bahan pengisi
yang kecil dapat meningkatkan derajat penguatan polimer dibandingkan dengan
ukuran yang lebih besar, (Leblance, J, R., 2002), demikian juga semakin kecil
ukuran partikel semakin tinggi ikatan antara bahan pengisi dengan matrix polimer,
(Kohls, J. L, dan Beaucage, 2002) jumlah luas permukaan dapat ditingkatkan
dengan adanya permukaan yang berpori pada permukaan bahan pengisi demikian
juga halnya dengan penambahan nano zeolit alam meningkatkan sifat mekanik
nano komposit, (Bukit, N., 2012).
Karakteristik dari tanah diatomae terbagi atas :Silika (SiO 2) merupakan
senyawa yang dominan yang terdapat dalam tanah diatomae. Pada keadaan
murninya mengandung 97% SiO2 dan selebihnya adalah air. Dan di alam dapat
dijumpai beserta adanya pengotor seperti besi, alumenium, kalsium,magnesium
serta unsur-unsur mikro lainnya. Setiap jenis tanah diatomae kandungan komposisi
kimianya berbeda-beda (Carter,S.B.2007).
Beberapa hasil penelitian yang memanfaatkan nanobentonit sebagai
adsorben, antara lain dengan judul penelitian yaitu:
1. Faisol Asip, Noffia Chintyani, Septi Afria (2015), telah melakukan penelitian
dengan judul: Pengaruh Adsorben Ddiatomaceous Earthn Terhadap Penurunan
Kadar Besi dan Ion Sulfat Dari Asam Tambang.
2. Lisma Luciana, Farid M, M. Dani S. (2014), telah melakukan penelitian dengan
judul: Karakterisasi Tanah Diatom dan Aplikasinya Pada Industri Minyak
Goreng.
3. Abdou, M.I., Al-sabagh, A.M., Dardir, M.M. (2013), telah melakukan penelitian
dengan judul: Evaluation of Egyptian Bentonite and nano-bentonite as drilling
mud.
4. Tresnadi, Hidir (2008), telah melakukan penelitian dengan judul: Karakteristik
Air Asam Tambang di Lingkungan Tambang.
35
Universitas Sumatera Utara
5. Setyaningtas, Tien, dan Sriyanti (2003), telah melakukan penelitian dengan
judul: Pengaruh Pemanasan Tanah Diatome terhadap Kemampuan Adsorpsi Cd
(III) dalam Pelarut Air.
6. Manurung,M.S (1994), telah melakukan penelitian dengan judul: Studi
Pemanfaatan Diatomea Aktif sebagai Penyerap Ion Pada Pengolahan Air
Limbah Pabrik Tekstil.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama bentonit atau
tanah diatom adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron, dimana
dari hasil penelitian dari Patel (2006) menyatakan kegunaan nanobentonit yaitu
bentonit yang dimodifikasi menggunakan silikat, sangat luas: sebagai
modifierreologi pada berbagai produk, antara lain grease, kosmetik, filler pada
nanokomposit polimer. Pada grease, bentonit selain dapat memodifikasi reologinya
juga dapat meningkatkan kinerjanya .
Berdasarkan literarur di atas, maka belum ditemukan pemanfaatan
nanobentonit (bentonit) sebagai adsorben untuk mengikat senyawa metamfetamin
dalam rambut pengguna sabu-sabu, makadari itu peneliti mencoba melakukan
penelitian untuk menganalisa kadar metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-
sabu dengan metode kolom ekstraksi dengan memanfaatkan nanobentonit alam
sebagai adsorben.
2.7. Sonikasi
Sonikasi termasuk kedalam ekstraksi cair-cair. Pada ektraksi cair-cair, satu
komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan
pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan
cara destilasi tidak mungkin dilakukan misalnya karena pembentukan azeotrop atau
karena kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-
cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu
sesempurna mungkin.Sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan
frekuensi 42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut
meskupun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa
senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi
36
Universitas Sumatera Utara
mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses
pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang
ultrasonik untuk membantu difusi pelarut kedalam dinding sel tanaman. Metode
ekstraksi sonikasi juga efisien dan mempersingkat waktu ekstraksi (Delmifiana, B
; 2013).
Energi dalam ultrasonik merupakan intensitas gelombang ultrasonik yang
merambat dan membawa energi pada suatu luas permukaan per satuan waktu. Jika
energi gelombang ultrasonik tersebut melalui jaringan, maka akan melepaskan
energi kalor sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan
meningkat dan kemudian menimbulkan efek kavitasi, yaitu pembentukan,
pertumbuhan dan pecahnya gelembung didalam sebuah cairan. Ketika gelembung
kavitasi akustik pecah mendekati atau pada permukaan solid, maka permukaan
solid tersebut memberikan resistensi terhadap aliran cairan (Bendicho, 2000).
Sedangkan kelemahan metode sonikasi yaitu harganya yang mahal dan
membutuhkan proses curing (Ulilalbab, 2012). Proses curing pada prinsipnya
merupakan suatu proses terjadinya reaksi kimia awal jaringan ikat kolagen kulit
dengan bahan curing baik dengan menggunakan bahan curing asam, basa ataupun
enzim. Proses curing menyebabkan struktur ikatan intermolekuler dan
intramolekuler pada protein kolagen kulit melemah ataupun terjadi proses
pemutusan rantai ikatan asam amino secara parsial.
(Kolodziejska,2007;Hidayat,2008).
37
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya senyawa yang tersebar baik didalam tubuh maupun di alam
sepertiradioaktif dalam jumlah yang banyak dapat mempengaruhi keberlangsungan
hidup manusia. Tidak hanya senyawa-senyawa seperti radioaktif, tetapi obat
jikadisalahgunakan dapat berpengaruh bagi kesehatan. Untuk mengetahui jumlah
kadar senyawa di dalam tubuh dan untuk mempermudah analisis senyawaatau obat
diperlukan teknik analisis dengan waktu yang cepat, mudah dan
efisien.(Pawliszyin, 2001).
Saat ini banyak para peneliti menggunakan suatu metode terbaru yaitu SPE
(Solid Phase Extraction). SPE (Solid Phase Extraction) merupakan metode
ekstraksi fase padat yang dapat digunakan untuk analisis, pemisahan, purifikasi
sampel dalam bidang industri, farmasi, maupun analisis toksikologi. SPE (Solid
Phase Extraction) dapat analisis suatu senyawa dari materi biologis seperti darah,
urin, air, dll yang mengandung banyak matriks. Permasalahan yang sering muncul
adalah ketika ada sampel yang komposisinya tidak diketahui namun bersifat sangat
kompleks dan mengandung begitu banyak komponen kimia berbentuk cairan dan
terdapatnya partikel padat yang mengembang didalamnya. Sehinggadiperlukan
suatu teknik yang dapat menganalisis senyawa yang spesifik yang terdapat didalam
suatu sampel tersebut.
Menurut Simpson, SPE (Solid Phase Extraction) merupakan salah satu
variasi dari teknik analisis yang tersediauntuk memperbaiki kesenjangan yang ada
antara sampel dengan tahap-tahap analisis. Filtrasi, homogenisasi, presipitasi,
reaksi kimia, pertukaran pelarut, konsentrasi, penghapusan matrix, solubilisasi
merupakan komponen yang dapatdigunakan secara tunggal atau kombinasi untuk
mendapatkan sampel dengan bentuk yang kompatibel dengan alat analisis yang
diperlukan. SPE memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair
yaitu dengan menggunakan SPE proses ekstraksi menjadi lebih sempurna,
pemisahan analit dari matriks menjadi lebih efisien, mengurangi pelarut organic
yang digunakan. SPE merupakan proses pemisahan yang efisien sehingga recovery
yang tinggi (>99%) lebih mudah dicapai jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-
cair.
Untuk meningkatkan sensitivitas dan selektivitas dalam analisis sampel,
saat ini maka metode kolom ekstraksi dapat digabungkan dengan metode lain
38
Universitas Sumatera Utara
seperti kromatografi (GC-MS), Spektrofotometer UV-Vis, HPLC, Kromatografi
Gas dan Massa. Menurut Barnes et al, kombinasi antara kromatografi dan SPE
dapat digunakansecara lebih sederhana dan efektif dalam pemurnian, analisis
sampel. Keuntungannya jika dibandingkan denganmetode lain seperti HPLC,
NMR, dan MS adalah biaya yang murah, kemampuan dananalisis sampel cukup
bagus.
Kolom ekstraksi menggunakan sorbent dalam jumlah kecil yang terdispersi
pada permukaan fiber, untuk mengisolasi dan mengkonsentrasikan analit dari
matriks sampel. Setelah kontak dengan matriks sampel, analyte akan terabsorbsi
atau teradsorbsi oleh fiber (tergantung jenis fiber yang dipakai) sampai tercapai
kesetimbangan dalam sistem tersebut. (Pawliszyin, 2001).
Menurut Mitra (2003), keuntungan penggunaan kolom ekstraksi adalah
kemampuan mengkonsentrasi dan selektifitas yang tinggi. Metode kolom ekatraksi
mampu menangkap > 90% analit yang keluar dari sampel, namun hanya 1-2% dari
analit yang ditangkap tersebut yang dapatdiinjeksikan pada instrumen analisis.
Menurut Stadelmann (2001), Polaritas fiber mempengaruhi selektifitas
fiberberdasarkan prinsip kesamaan polaritas. Komponen polar lebih
mudahdiekstrak dengan menggunakan fiber bertipe polar. Namun, tidak semua
zatnon polar lebih mudah diekstrak dengan menggunakan fiber tipe non polar.Tipe
serapan fiber dibedakan menjadi 2 yaitu tipe penjerap (adsorben) dan penyerap
(absorben). (Shirey & Mindrup, 1999).
39
Universitas Sumatera Utara
antara fase gerak gas dan suatu lapisan tipis cairan yang tidak menguap yang
dilapiskan pada suatu bahan inert, dan (b) kromatografi padatan-gas dimana fase
diam yang digunakan berupa padatan. (Vogel, 1989).
Fase gerak gas (pembawa) yang biasa digunakan dalam kromatografi gas
yaitu helium, nitrogen, hidrogen atau argon. Pemilihan gas tersebut tergantung pada
faktor-faktor antara lain kemudahan diperoleh, kemurnian yang diinginkan,
kebutuhan/konsumsi dan tipe detektor yang digunakan. Namun secara umum gas
helium lebih disukai pada penggunaan detektor panas (thermal conductivity
detetctors) disebabkan konduktifitas suhu relatif yang tinggi pada penguapan
banyak senyawa-senyawa organik. (Vogel, 1989).
Injeksi sampel yang dianalisis menggunakan kromatografi gas umumnya
menggunakan suatu mycrosyringe yang dilengkapi jarum hipodermik melalui
septum dan sampel masuk ke dalam suatu heated metal block pada ujung kolom.
Berbagai pengembangan prosedur injeksi sampel dibuat untuk meningkatkan
keterulangan (reproducibility). Hal ini diperlukan karena sangatlah sulit
menginjeksikan sejumlah kecil cairan sampel (ukuran 1-10 μl) dan akan
mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil kuantitatif analisis dengan
kromatografi gas. Salah satu pengembangan prosedur adalah menggunakan internal
standar pada berbagai ukuran sampel. (Vogel, 1989).
Faktor lain yang mempengaruhi hasil analisis kromatografi gas adalah
kolom. Pemisahan komponen-komponen sampel dipengaruhi oleh sifat-sifat
kolom, diantaranya padatan penyangga, tipe dan jumlah fase cair, metode
pengemasan, panjang dan temperature kolom, akan mempengaruhi resolusi yang
diinginkan. Kolom berada dalam suatu oven yang suhunya terkontrol dan konstan
pada suhu 0,5ºC sampai lebih dari 400ºC. Secara umum, kolom dibagi 2 (dua) jenis
yaitu (a) kolom kemas (packed columns) dan (b) kolom tubular terbuka (open
tubular columns). (Vogel, 1989).
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, selain faktor injeksi sampel dan
kolom, hasil analisis kromatografi gas juga dipengaruhi oleh jenis detektor. Fungsi
detektor yang dipasang pada ujung kolom pemisah adalah untuk “menangkap” dan
mengukur sejumlah kecil keberadaan komponen-komponen yang dipisahkan yang
mengalir bersama gas menuju ujung kolom. Keluaran dari detektor adalah suatu
40
Universitas Sumatera Utara
pencatatan yang disebut kromatogram. Pemilihan detektor tergantung beberapa
faktor, antara lain konsentrasi yang diukur dan sifat-sifat komponen yang
dipisahkan. Jenis detektor yang banyak digunakan adalah detektor konduktifitas
suhu (thermal conductivity detetctor), ionisasi nyala (flame ionization detector),
dan penangkap electron (electron capture detector). Sedangkan sifat-sifat penting
suatu detektor antara lain sensitifitas, linieritas, stabilitas, dan memberikan respon
yang selektif atau universal.
Gas chromathography (GC) adalah metode pemisahan yang digunakan
untuk menganalisis senyawa yang mudah menguap atau senyawa yang mudah
diuapkan. Senyawa yang mudah terdegradasi oleh panas tidak dapat dianalisis
denganmetode ini. Mass Spectrometer (MS) adalah suatu metode analisis
instrumental yang dipakai untuk identifikasi dan penentuan struktur dari komponen
sampeldengan cara menunjukkan massa relatif dari molekul komponen dan massa
relative hasil pecahannya Gas Chromathography-Mass Spectrometer merupakan
gabungan metodeanalisis antara GC dan MS. Dalam hal ini GC hanya berfungsi
sebagai saranapemisah tanpa dilengkapi dengan detektor sebagaimana GC pada
umumnya, tetapi yang berfungsi sebagai detektornya adalah MS. Kemampuan dan
aturan pemisahannya akan mengikuti aturan pada GC, demikian pula aturan
fragmentasi dan pola spektrum massa akan mengikuti aturan MS. Dengan adanya
gabungan kedua metode tersebut akan memberikan keuntungan yang lebih baik
karenasenyawa yang telah terpisahkan oleh GC dapat langsung dideteksi oleh MS.
Detektor MS untuk kromatografi gas mempunyai beberapa keuntungan,
antaralain yaitu penggunaan senyawa yang telah diketahui isotopnya sebagai
standarmeningkatkan ketelitian analisis serta pada resolusi tinggi dapat
menentukankomposisi dasar dari senyawa yang dianalisis. Dengan adanya
penggabungan kedua alat tersebut, maka GC-MS mampu memisahkan komponen-
komponendalam suatu analit sekaligus menentukan jenis komponen tersebut
41
Universitas Sumatera Utara
melaluispektrum massanya. Berikut adalah instrumentasi komponen GC-MS.
42
Universitas Sumatera Utara
Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GC-MS) mampu mendeteksi
kadar obat dengan konsentrasi kurang dari 1μg/L dan membutuhkanwaktu
pengerjaan yang relatif singkat (Wirasuta, 2007). Syarat suatu senyawa dapat
dianalisismenggunakan GC-MS adalah memiliki sifat yang volatile (mudah
menguap), jika suatu senyawasulit menguap maka sebelum dianalisi
smenggunakan GC-MS maka dilakukan derivatisasi terlebih dahulu.
Saito (2008) telah berhasil melakukan analisis parasetamol dalam sampel
rambut pada kasus keracunan dalam kondisi overdose. Dari penelitian ini ketahui
juga bahwa limit deteksi GC-MS adalah 0,1 ng/mg. Bila analisis dilakukan dalam
kondisi overdose maka masih memungkinkan untuk memperoleh hasil positif
parasetamol pada rambut namun tidak demikian bila parasetamol hanya dikonsumsi
beberapa kali bila diperlukan dalam dosis terapi (berdasarkan resep dokter)
sehingga perlu dilakukan kembali analisisparasetamol pada rambut pasien
yangmendapatkan terapi parasetamol dalam dosisterapi.
Komang, Achmad Basori dan Ni Made Suaniti (2016) telah melakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengembangan metode untuk penetapan kadar
acetaminophen pada spesimen rambut manusia menggunakan instrumen GC-MS.
Analisis GC dilakukan dengan Agilent6890N kromatografi gas dilengkapi
denganAgilent 5973 detektor massa selektif. Helium (99%) digunakan sebagai gas
pembawa pada lajualir 1 mL/menit, 1μL ekstrak disuntikkan dengansuhu injektor
250oC, suhu interface 270oC, suhudetektor 230oC dan split rasio 1:20.
Programtemperatur pada kolom adalah suhu awal kolom70 oC ditahan selama 5
menit, dinaikkan10oC/menit hingga suhu 270oC dan ditahan 5 menitsehingga
diperoleh total waktu 30 menit (Komang, 2014).
Untuk analisis kualitatif secara kromatografi gas, parameter hasil
pemisahan yang digunakan adalah waktu retensi. Waktu retensi sejak penyuntikan
hingga terbentuknya puncak maksimum, sifat ini merupakan ciri khas cuplikan dan
fasa cair pada suhu tertentu. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan
pengendaliansuhu, waktu retensi dapat terulang dalam batas 1% dan dapat
digunakan untukmengidentifikasi tiap puncak. Beberapa senyawa mungkin
mempunyai wakturetensi yang sama atau berdekatan, tetapi tiap senyawa hanya
mempunyai satuwaktu retensi saja.
43
Universitas Sumatera Utara
2.10. Fragmentasi
Di ruang pengion sampel ditembak dengan arus partikel berenergi
tinggimenghasilkan ion dengan kelebihan energi (ion radikal) yang bisa memecah
dantidak bisa memecah. Ion yang bisa memecah disebut ion induk (parent ion),
ioninduk akan terfragmen menjadi ion positif, negatif dan fragmen netral. Ion
negatifakan tertarik ke anoda untuk dinetralkan dan dihisap oleh pompa vakum
bersama-sama dengan fragmen netral. Sedangkan partikel bermuatan positif
menuju ketabung analisator, partikel-partikel ini dibelokkan oleh medan magnet
sehingga lintasannya melengkung.
Pada awalnya, ion radikal bergetar karena tidakstabil sehingga dengan
adanya fragmentasi akan menyebabkan ion menjadi lebihstabil dan akhirnya ion
induk bisa memecah.
Kuswarani (2012) telah melakukan penelitian analisis pengotor dalam
masing-masing sampel metamfetamin yang dilakukan dengan cara mencari massa
fragmen ion (m/z) senyawa pengotor kunci yang telah diketahui dan memasukkan
nilai-nilai massa fragmen ion (m/z) tersebut ke dalam program komputer instrumen.
Penentuan nilai massa fragmen ion (m/z) didasarkan dari pustaka elektronik
perangkat lunak instrumen kromatografi gas spektroskopi massa, dari standar dan
dari tinjauan pustaka pada beberapa senyawa pengotor kunci dalam metamfetamin
yang tertuang dalam Tabel 2.4 (Kram & Krugel, 1977, Allen & Kiser, 1987, Ko,
Suh, S.,I., Suh, Y.J., Kyo In, Kim, 2007, Moffat, Osselton, & Widdop, 2004).
44
Universitas Sumatera Utara
8. α-metilaminopropiofenon B58, 42, 51, 77, 105, 164 163
9. 1,3-dimetil-2-fenilnaftalen B232, 202,215,217 232
10. 1-benzil-3-metilnaftalen B217, 202, 205, 232 232
11. N-asetil metamfetamin B58, 43, 56, 91, 134 191
12. N-formil metamfetamin B86, 58, 91, 118, 177 177
13. fenil-2-propanol B92,39, 45, 65 136
Tabel 2.5. Daftar jumlah massa yang hilang dari fragmentasi metamfetamin
Jumlah Ion Radikal dan Keterangan
Masssa Fragmen Netral
Yang Hilang
45
Universitas Sumatera Utara
45 CO2H• Asam karboksilat
46 CO + H2O
57 C4H9•
60 CH3COOH Asetat
73 (CH3)3Si• Trimetisilil eter
90 (CH3)3SiOH Trimetisilil eter
BAB 3
46
Universitas Sumatera Utara
METODE PERRCOBAAN
3.2.2. Alat
Adapun alat – alat yang digunakan yaitu:Ultrasonic bath, Oven, Fisher Scieantific,
Neraca Analitik, Hot plate, Fisher, Kolom, Tanur Listrik, Desikator, Kaca Arloji,
Labu ukur, Corong, Beaker glass, Pipet volume, Maat Pipet, Labu Erlenmeyer,
Cawan Petri, Cawan Porselin, Alu dan Lumpang, Statif dan Klem, Botol akuades,
Bola Karet, Batang Pengaduk, Spatula, Membran, Kertas saringWhatman No.42,
Ayakan 230 Mesh, Indikator pH Universal, Alat SPE, Instrumentasi kromatografi :
GCMS.
3.3. Prosedur Penelitian
47
Universitas Sumatera Utara
3.3.1. Pengumpulan Sampel
1. Metamfetamin
Kristal Metamfetamin dikumpulkan dari Barang Bukti (BB) di
Laboratorium Laboratorium Satuan Kerja Seksi Pelayanan Teknis Balai
pengujian Dan Identifikasi Barang medan (BPIB)yang disita dari pelabuhan
Belawan dan Lapangan Terbang kuala Namu Medan. Barang Bukti berupa kristal
metamfetamin ditimbang sebanyak 300 mg untuk pengujian selanjutnya (Jones,
2013., Kuswardani, 2012).
Kelarutan kristal metamfetamin (Barang Bukti) dilakukan dengan cara
melarutkan masing-masing 10 mg sampel dalam 1 ml pelarut (akuades, metanol
dan kloroform) (Kuswardani, 2012).
48
Universitas Sumatera Utara
Tahap 1 : Pengumpulan sampel rambut kira-kira 40 helai (40 mg)
Pada penelitian ini, sampel rambut diambil pada kepala dibagian
belakang (tengah) penggunasabu-sabu dengan cara di cabut stupersatu
(dipinset).
Tahap 2 : Penyimpanan dalam alumenium foil
Sampel disimpan dalam wadah aluminium foil (Anonimus, 2003).
Tahap 3 : pemberian Label
Untuk mencegah tertukarnya sampel, perlu pengkodean atau penomoran
(Shah, 2014).
49
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses pemurnian dari bahan-bahan pengotor yang ada dalam
kandungan bentonit alam maka dilakukan proses aktivasi dengan langkah-langkah
sebagai berikut; untuk menghilangkan kadar pengotor Fe digunakan magnet,
sementara untuk menghilangkan Pengotor Al dilakukan proses kimia dengan
menggunakan Preparasi Bentonit Alam Menjadi Nano Partikel Sebagai adsorben
pada kolom ektrasksi menggunakan larutan HCL dengan kadar 2M. Larutan HCl
tersebut di campurkan kedalam bentonit dalam satu wadah dengan perbandingan
Bentonit : HCl, 1:10 , kemudian diaduk sampai homogen dengan menggunakan
magnetik stirer selama 2 jam, setelah itu memisahkan larutan HCl dengan bentonit
dengan menggunakan kertas saring kemudian melakukan pencucian ulang dengan
menggunakan aquades dan kembali memisahkan antara bentonit dengan aquades
sampai diperoleh pH netral (Nurdin Bukit, Eva Marlina Ginting, 2014).
50
Universitas Sumatera Utara
3. Selanjutnya disonikasi kembali dengan kloroform selama 5 menit. Diekstraksi
cair-cair dengan menggunakan metanol. Didinginkan pada suhu ruangan.
Disaring dengan menggunakan kertas saring whatman dan diidentifikasi filtrat
dengan menggunakan pereaksi Marquis Test. Selanjutnya, Filtrat yang
ditampung pada vial berkapasitas 40 ml. (Sherly, 2012).
51
Universitas Sumatera Utara
4. Endapan yang dihasilkan dibedakan menjadi: + , ++ dan +++
(Anonimous, 2003).
52
Universitas Sumatera Utara
3.4. Bagan Penelitian
Dipotong kecil-kecil
GCMS
53
Universitas Sumatera Utara
Rumus untuk menentukan RSD adalah:
𝑆𝐷
RSD = X 100%
𝑋
Dimana:
X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasi
RSD = Relatif Standar Deviation
(Harmita, 2004)
2. Lineritas
Larutan standar metamfetamin ditentukan konsentrasinya 0,5 ng/mg. 1 ng/mg, 1,5
ng/mg, 2 ng/mg, dan 2,5 ng/mg. Diinjeksi ke GCMS sesuai dengan prosedur
operasional alat. Ditentukan persamaan garis lurusnya dan ditetapkan harga r
(Nasser, 2007).
Rumus: Y = bx + a
Dimana:
Y = Serapan MS b = Slope
x = Konsentrasi a = intersept
Keterangan:
SD = Standard Deviasi
b = Slope
54
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
55
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat diketahui bahwa
Metamfetamin yang diekstrak kristal sabu-sabu merupakan kelompok metabolit
sekunder yang memiliki efek khusus pada manusia (Grotenhermen, 2002). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan Kuswardani, 2012.
56
Universitas Sumatera Utara
untuk mengetahui komposisi kimia dari sampel dan juga akan diperoleh spektrum
yang menunjukkan hubungan antara intensitas dengan energi. Komposisi bentonit
alam dianalisa dengan menggunakan instrument XRF dan diperoleh hasil yang
tertera pada tabel 4.2.
57
Universitas Sumatera Utara
XRD. Perbandingan bentonit alam dan bentonit yang telah dipreparasi ditampilkan
pada gambar 4.3.
(a) (b)
58
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji XRD dapat disimpulkan bentonit yang termodifikasi dengan
menggunakan CTAB akan mengakibatkan terbentuknya d-spacing layer yang
semakin besar.
59
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Particle Size Analizer (PSA)
60
Universitas Sumatera Utara
Pelarut yang digunakan dalam tahap sonikasi adalah
metanol:aseton:amonia, etilasetat:metanol:amonia dan kloroform:metanol:asam
asetat. Pemilihan pelarut didasari oleh prinsip like dissolve like dimana senyawa
yang bersifat polar akan larut pada pelarut polar dan senyawa yang bersifat non
polar akan larut pada pelarut non polar.
Metamfetamin merupakan senyawa yang bersifat polar maka
metamfetamin akan larut pada pelarut polar. Setelah disonikasi maka filtrat hasil
sonikasi di ekstraksi dengan menggunakan metanol. Tujuannya adalah untuk
menarik senyawa metamfetamin yang sudah keluar dari rambut. Setelah didapat
ekstrak pekat yang mengandung metamfetamin, maka dilakukan uji kualitatif
dengan menggunakan pereaksi marquish yang akan menghasilkan warna kuning
kecoklatan. Dari hasil uji kualitatif dengan 3(tiga) perbandingan sistem pelarut,
maka warna yang dihasilkan memiliki intensitas yang berbeda. Hasil yang baik
ditunjukkan pada sistem pelarut metanol:aseton:amonia dapat dilihat pada Tabel
4.2. Reaksi yang terjadi antara metamfetamin dengan regensia marquish dapat
dilihat pada Lampiran.
61
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12. Hasil Uji Kualitatif Filtrat Hasil Sonikasi dengan Perbandingan Pelarut
NO Sampel Uji PendahuluanMarquish Test
Sonikasi Dengan Perbandingan Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia Etilasetat:Metanol:Amonia Kloroform:Metanol:AsamAs
(5 : 1.2 : 0.08) (8,5 : 1 : 0,5) etat (.5 : 2 : 0.5)
Hari Ke Hari Ke
0 - 14 30 150 210 0 - 14 30 150 210 0 - 14 30 150 210
1 Rambut Pengguna 1 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
2 Rambut Pengguna 2 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
3 Rambut Pengguna 3 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
4 Rambut Pengguna 4 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
5 Rambut Pengguna 5 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
Keterangan:
+++ : warna kuning kecoklatan sangat jelas
++ : warna kuning kecoklatan jelas
+ : warna kuning kecoklatan cukup jelas
62
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Uji Kualitatif Metamfetamin (Marquis Test) dengan Metode Kolom
Ekstraksi Menggunakan Nanobentonit Alam sebagai Adsorben
Metode Kolom Ekstraksi dapat digunakan untuk menganalisis senyawa-
senyawa dari berbagai sampel seperti darah, serum, airlimbah, air tanah, air laut dan
daging.Dalam penelitian ini, Filtrat dari hasil sonikasi dengan perbandingan pelarut
Metanol:Aseton:Amonia menggunakan pereaksi marquist menghasilkan warna
kuning kecoklatan sangat jelas (++) dilanjutkan ke proses kolom ekstraksi
menggunakan adsorben nanobentonit alam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elian & Hackett (2009),
analisis suatu senyawa yaitu THC dari sampel darah dapat dilakukan dengan
menggunakan metode SPE (Solid PhaseExtraction) dengan penambahan florin
sebagai sorben yang dapat meningkatkan polaritas ikatan.
Metode dengan menggunakan teknik kolom ekstraksi ini dilakukan prosedur
yang hampir sama dengan SPE, dimana telah dikembangkan dan ditetapkan untuk
deteksi bahan kimia dan juga berbagai penyalahgunaan narkotika seperti
metamfetamin pada rambut. Untuk tahapan yang pertama dalam ekstraksi fase
padat dengan tahap pengkondisian, yakni bertujuan dalam pengaktivan dari sisi
molekul adsorben hingga dapat berinteraksi lebih efektif pada target analit (Royle
L, Campbell MP, Radcliffe CM, White DM, Harvey DJ, 2008).
Dengan adanya aliran gravitasi, guna memastikan bahwa kolom tidak kering.
Pelarut yang dipakai dalam tahap ini dengan 7 ml metanol dan nantinya dikuti
dengan menambahkan sebanyak 7 ml untuk larutan bafer fosfat kedalam kolom.
Penambahan bufer fosfat bertujuan untuk penghilangan sisa pelarut yang
sebelumnya serta untuk menyeimbangkan adsorben dalam hal untuk
memaksimalkan interaksi sorben dengan target analit.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap pemasukan dengan sampel yang sudah
melalui proses sonikasi yang akan di pekatkan pada ekstraksi fase padat. Sampel
bekerja secara perlahan pada adsorben. Disini target analit lah yang akan
berinteraksi dengan sorben sementara kontaminannya tidak. Zat yang berinteraksi
dengan fasa padat akan tertahan dan juga akan terjadi interaksi sekunder antara zat
yang diekstraksi dengan fasa padat pada kolom.
63
Universitas Sumatera Utara
Setelah itu diikuti tahap pencucian dengan penghilangan atau pemindahan
kontaminan yang terikat keadsorben sementara target analit akan tetap terikat pada
adsorban. Dengan menggunakan pelarut diklorometan : isopropanol (90/10), maka
pelarut tersebut yang akan mencuci kontaminandari material adsorben tanpa
menghilangkan analit yang tertarik. Dengan fasa cair yang mengalir akan membawa
zat yang tidak berinteraksi dengan fasa padat sedangkan zat yang berinteraksi pada
fasa padat akan tertahan dikenal juga sebagai proses retensi.
Tahap terakhir yakni proses elusi yakni tahap pelepasan analit yang
diinginkan dari adsorben, dan sampel kemudian siap untuk dianalisis selanjutnya
melalui uji kualitatif maupun uji secara kuantitatif dari hasil elusi yang tertarik
dibawa oleh pelarut etil asetat: amonium hidroksida. Untuk menarik senyawa
metamfetamin yang lebih tertarik dalam suasana basa. Pada proses ini akan
mengalirkan zat pelarut yang mampu melarutkan isolat yang tertahan pada fase
padat. Selanjutnya cairan mengalir keluar dan kemudian membawa isolat. Apabila
proses retensi yang dilakukan beberapa saat kemudian baru dilakukan elusi maka
terjadilah pemekatan larutan.
Proses pemekatan atau yang disebut juga prekonsentrasi dapat dilakukan
dengan sederhana dengan menggunakan volume pelarut yang jauh lebih kecil.
Dengan berat adsorben yang dipakai sekitar 100 mg. Kolom ekstraksi yang dipakai
terlebih dahulu diberikan membran tipis. Proses pemekatan yang berlangsung juga
tidak disertai dengan berkurangnya target analit. Sehingga pemekatan dapat
diperoleh dengan sederhana melalui ekstraksi fase padat.
Ekstraksi fase padat disebut juga sorben ekstraksi adalah proses eksraksi yang
melibatkan fasa padat dan fasa cair. Pada proses ekstraksi ini fasa padat lebih
berperan untuk berinteraksi dengan zat yang diekstraksi dari pada fase cairnya yang
bertindak sebagai pelarut dari zat yang diekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan
mengalirkan larutan lewat fasa padat sebagai pengisi kolom. Sebagai fasa padat
dipilih senyawa yang memiliki sisi aktif pada permukaan sehingga akan
berinteraksi dengan zat terlarut yang diinginkan yakni senyawa metamfetaminnya
yang dikenal dengan isolat.
Silika yang terdapat pada permukaan adsorben akan mengadakan interaksi
dengan gugus amin pada senyawa metamfetamin dan dengan perlakuan aktivasi
64
Universitas Sumatera Utara
pada adsorben mengakibatkan penyerapan pada permukaan adsorben semakin
maksimal terjadi.
Pemanfaatan molekul silika sebagai penyusun adsorben dari tanah diatomea
dan zeolit serulla yang teraktivasi sebagai penyerap dalam kolom ekstraksi fasa
padat untuk proses adsorbsi senyawa metamfetamin. Terhadap bahan dasar tanah
diatomea dan juga zeolit serulla dilakukan aktivasi untuk memperbesar penyerapan
dengan memaksimalkan luas permukaannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kandungan silika yang
terdapat pada adsorben tanah diatomea teraktivasi lebih besar sebanyak 70 % (pada
tabel 4.3. Hasil Karakterisasi Komponen Nanobentonit) yang menyatakan
kemampuan nanobentonit dalam penyerapan untuk senyawa metamfetamin yang
bersifat polar tertarik lebih kuat. Dengan hasil warna yang pudar pada uji
kualitatifnya. Hasilnya diperoleh di uji dengan menggunakan reagen marquish.
Kapasitas penyerapan yang diberikan dari adsorben nanobentonit setelah
diuji menghasilkan warna kuning kecoklatan yang cukup jelas. Dimana warna
kuning kecoklatan menandakan bahwa positif terdapat senyawa metamfetamin,
sedangkan kapasitas dari penyerapan zeolit alam serulla memberikan hasil berupa
warna kuning kecoklatan yang memudar.
Berdasarkan pada Tabel 4.4 diketahui bahwa nilai optimal pada proses kolom
ekstraksi dengan menggunakan adsorben nanobentonit menghasilkan endapan
warna kuning kecoklatan pekat.
Tabel 4.4. Hasil uji kualitatif filtrat senyawa metamfetamin kolom ekstraksi dengan
menggunakan adsorben nanobentonit alam
Nama Sampel Marquish Test Keterangan
Hari Ke
0 - 14 60 150 210
Metamfetamin +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan
Standar Pekat
Rambut Pengguna 1 +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan Pekat
65
Universitas Sumatera Utara
Rambut Pengguna 3 +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan Pekat
66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Kadar Metmfetamin dalam Rambut Pengguna Sabu-Sabu
N Sampel Kadar Metamfetamin (ng/mg)
O Rambut Adsorben Nanobentonit
Pengguna Hari Ke
0 – 14 60 150 210
1 Pengguna 1 4,62 3,10 2,56 1,95
2 Pengguna 2 3,29 3,13 2,62 1,00
3 Pengguna 3 4,17 3,65 2,59 1,16
4 Pengguna 4 4,61 3,13 2,49 1,81
5 Pengguna 5 4,17 3,28 2,54 1,68
67
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6.a. Spektrum Massa MetamfetaminHasil Penelitian Analisa MS
58
Metamfetamin mengalami fragmentasi sesuai dengan gambar 4.9 dan 4.10 dengan
spektrum utama yaitu 148, 91 dan 58 sebagai base peak (puncak tertinggi).
68
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6.c. Reaksi Fragmentasi
Fragmentasi metamfetamin (m/z 149) diawali dengan lepasnya gugus metil (m/z
15) yang terletak pada posisi Cβ. Pelepasan gugus metil ini menyebabkan terjadinya
delokalisasi elektron sehingga terbentuknya senyawa transisi imina (C=N) dengan
m/z 134. Pada tahap ini produk transisi imina mengalami resonansi struktur untuk
memperoleh struktur kimia yang lebih stabil melalui pembentukan senyawa vinil
dan ammonium pada rantai terminal.
Pada tahap ini produk transisi terstabilkan mengalami pelepasan amina
primer (m/z 31) sehingga diperoleh karbokation vinil. Karbokation vinil
selanjutnya mengalami pemutusan C=C sehingga diperoleh karbokation aromatic
benzene.
69
Universitas Sumatera Utara
4.4. Validasi Metode
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukanuntuk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahanpada
kisaran analit yang akan dianalisis.
Validasi metode pada teknik GCMS dilakukan melalui uji akurasi
(kecermatan) dengan persen perolehan kembali (% recovery), lineritas, dan batas
deteksi (limit of ditection) dan batas penetapan (limit of quantification).
70
Universitas Sumatera Utara
2. Presisi
Uji presisi dilakukan terhadap sampel kristal sabu-sabu (metamfetamin)dengan
perulangan 3 (tiga) kali, ditentukan berdasarkan Standard Deviasi Relatif (SDR).
Diperoleh simpangan baku (standard of deviation) dan relative Standard Deviation
(RSD) pada tabel 4.6.
Tabel 4.7. Tabel Nilai SD dan RD
Senyawa Kadar Rata-Rata SD RSD
(ng/mg)
Metamfetamin 6,61 0,0775 1,1725 %
3. Lineritas
Lineritas ditentukan berdasarkan respon MS pada larutan standard. Larutan
standard metamfetamin ditentukan konsentrasinya 0,1 ng/mg, 0,5 ng/mg dan 1
ng/mg. Diinjeksikan ke GCMS sebanyak 1 mL. Persamaan garis lurus dan nilai r
dihitung menggunakan SPPS versi 13 (Lampiran 1) dan hasil akhir dapat dilihat
pada Tabel 4.8.
Tabel 4..8Nilai lineritas
Senyawa Persamaan Regresi r
Metamfetamin Y = 1E + 56x – 2E + 06 0,968
Berdasarkan Tabel 4.7 harga r = 0,968. Nilai r lebih besar dari nilai r tabel (α =
0,05 : n – 5) = 0,08. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa hubungan
antara konsentrasi senyawa metamfetamn terhadap respon MS tersebut linier.
71
Universitas Sumatera Utara
160000000
140000000 y = 1E+06x - 2E+06
120000000 R² = 0.9685
Area 100000000
80000000
60000000
40000000
20000000
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
Berdasarkan Tabel 4.9. di atas hasil yang diperoleh adalah nilai LOD metamfetamin
0,00000256 ng/mg dan Nilai LOQ metamfetamin 0,000000775 ng/mg.
Berdasarkan data LOD dan LOQ ini, maka dapat diketahui kemampuan
instrumentasi GCMS yang telah digunakan dan limit konsentrasi sampel yang dapat
di deteksi.
Pengujian terhadap sampel kristal sabu-sabu dan rambut pengguna
narkotika masih dilakukan dalam skala Laboratorium. Metode yang dikembangkan
memerlukan pengujian yang lebih lanjut di Laboratorium eksternal sehingga
metode ini mendapatkan pengakuan secyang lebih lanjut d ara eksternal untuk dapat
digunakan sebagai metode standard.
72
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
73
Universitas Sumatera Utara
LOQ = 0,000000775. Berdasarkan hasil di atas, modfikasi proses ekstraksi dan
teknik GCMS yang digunakan dapat menghasilkan senyawa metamfetamin
dalam rambut pengguna sabu-sabu.
5.2. Saran
Untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian sebagai berikut:
1. Pada proses sonikasi sebaiknya dilakukan variasi frekuwensi Ultra Soni Bath.
2. Dapat melakukan penelitian dengan menggunakan adsorben zeolit dan
pengujian di laboratorium Eksternal sehingga metode yang digunakan dapat
menjadi Standard dalam pemeriksaan Narkotika di Indonesia secara cepat dan
akurat (SNI).
74
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abdou A.M., Al-Sabagh M.M, Dardir, 2013, Evalution of Egyptian Bentonite and
Nano-bentonite as Drilling mud, 22, 53-59.
Adel Fisli ,Mujamilah dan Grace Tj Sulungbudi, 2009 , Sintesis dan karakterisasi
Nanokomposit Oksida Besi-Bentonit ,Jurnal sains Materi Indonesia Vol
10 No 2 ,164-169 . Bukit, N., (2011), Pengolahan Zeolit Alam sebagai
bahan pengisi nano komposit polipropilena dan karet alam SIR-20 dengan
kompatibeliser anhidrida mateat-grafted-polipropilena, Disertasi USU,
Medan
Badan Narkotika Nasional Indonesia, 2011, Data tindak pidana Narkoba tahun
2007-2011
75
Universitas Sumatera Utara
Bukit N ,Ginting,E.M ,Harahap .M Hutagalung .C (2014) , Pengolahan Bentonit
Alam Menjadi Nano Partikel Bentonit Sebagai Filer , Prosiding Seminar
Nasional Kimia Medan , Mei 2014 , hal 298-306
Cantrell, T.S., John, B., Johnson, L., Allen, A.C. (1988). A Study of
ImpuritiesFound in Methamphetamine Synthesized From Ephedrine,
Forensic Sci.Int., 39, 39-53, Science Direct, Elsevier.
Dalsgaard PW, Rode AJ., Rasmussen BS, Bjork MK., Madsen K.A, Gammelgaard
B, Simonsen KW, Linnert K. Quantitative Analysis of 30 Drugs in Whole
Blood by SPE and UHPLC-TOF-MS. Journal of Forensic Science &
Criminology. 2013 : Vol (1), No(1)
Daniel, F. dan Alberty, R.A., 1987, Kimia Fisika, Jilid I, Erlangga, Jakarta.
Deer, A., 1966, An Introduction to The Rock Forming Minerals, Longman Group
Limited, England.
Delmifiana, B., 2013, Pengaruh Sonikasi terhadap Struktur dan Morfologi non
partikel magnetic yang disintesis dengan Metode Kopresipitasi, Jurnal
Fisika Unand, Vol. 2, No. 3, 186-189.
Dorfner, K. dan Hartono,A.J., 1993, IPTEK Penukar Ion,Andi Offset,Yogyakarta
Dyer, 1984, New Anion Exchange of Zeolit Typ, USA, Britpit.Fulton,C., 1969,
Modern Microcrystal Tests for Drugs Wiley Interscience.New York: John
Wiley And Sons.
Elian AA & Hackett Jeffery. Solid- Phase Extraction and Analysis of THC and
Carboxy-THC from Whole Blood Using a Novel Fluorinated Solid-Phase
Extraction Sorbent and Fast Liquid Chromatography–Tandem Mass
Spectrometry. Journal of Analytical Toxicology. 2009 Vol (33)
76
Universitas Sumatera Utara
Fouad, H., Elleithy, R., Al-Zahrani, S. M., Ali, M. A., 2011, Characterization and
processing of High Density Polyethylene/carbon nano-composites,
Materials and Design, 32: 1974–1980
Giorgi SN, Meeker JE, 1995, A 5 year stability study of common illicit drugs in
blood. Journal Analysis Toxicology, 19(6): 392-398.
Gultom Fransiskus, 2015, Pembuatan Nano Zeolit Alam Serulla Sebagai Pengisi
Polimer Foam Poliuretan, Depatemen Kimia Sekolah Pascasarjana
FMIPA USU, Volume 19 No.3, Agrium ISSN 0852-1077 (Print), ISSN
2442-7306 (Online).
Gong Z., Liao L., Lv G, Wang X , 2012, A Simple Method For Physical Purification
Of Bentonite. Applied Clay Science, 199, hal 294 -300.
Haller, D.L., 2010, Hair Analysis Versus Conventional Methods of Drug Testing
inSubstance Abusers Seeking Organ Transpantation, American Journal of
Transplantation, Vol 10, Hal. 1305 – 1311.
Harrison, R., 2014, A Review of Methodology for Testing hair for Cocaine, Journal
of Forensic Investigation, Vol 2, Hal. 01 – 08.
Ikin A. Ghani dan Abu Charuf, 1993, Bahaya Penyalahgunaan Narkotika dan
Penanggulangannya, Jakarta.
Kementrian Riset dan Teknologi, 2012, Sabu Bak Pisau Bermata Dua, wibsite :
http://www.ristek.go.id.
77
Universitas Sumatera Utara
K. Kuwayama, et al., (2008). Comparison and classification of methamphetamine
seized in Japan and Thailand using gas chromatography with liquidliquid
extraction and solid-phase microextraction, Forensic Sci. Int., 175, 85-92,
Science Direct, Elsevier.
Komang Ari Gunapria Darmapatni, Achmad Basori dan Ni Made Suaniti, 2016,
Pengembangan Metode GC-MS Untuk Penetapan Kadar Acetaminophen
Pada Spesimen Rambut Manusia, Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18
(2016), Sekolah Pascsarjana Universitas Airlangga, Indonesia.
Kunalan, V., Daéid, N.N., Kerr, J.W., Buchanan, H.A.S., McPherson, A.R.,(2009).
Characterization of Route Specific Impurities Found inMethamphetamine
Synthezised by the Leuckart and Reductive Amination Methods, Anal.
Chem., 81, 7342-7348.
Liao L.B., Lv, G.C, Cai, D.X, Wu, L.M, 2015, Study of Intercalation of Cationic,
Anionic and Nonionic Surfactants into na-montmorillonite by a Solution
Method. Appl. Clay Sci. (in this issue)
78
Universitas Sumatera Utara
Made Agus Gelgel Wirasuta, 2008, Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi
Temuan Analisis, Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences
2008; 1(1):47-55 Asosiasi Forensik Indonesia,Diterbitkan di Jakarta.
Martono dan Jowana, 2006, Studi Kasus Pemeriksaan Sampel Rambut, website
http://www.scribd.com/doc/ 60622481/makalah-studi-kasus.
Mehling, R., 2007, Methamphetamine, The Straight Facts, Chelsea House, New
York, NY 10001.
Moffat, A.C., Oselton, M.D., and Widdop, B. (2004). Clark’s Analysis of Drugs
and Poison, 3rd Ed., Pharmaceutical Press, London
Patel, H.A., Somani, R.S., Nanoclay for polymer nanocomposites, paints, ink,
greases an, Bull. Mater. Sci., Vol. 29, No 2, April 2006, 114, 133-145.
79
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia, 149 (2) Hal. 199 – 207, Dalam dasar menimbang Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
poin c.
Sinto Jacob, Suma K.K. Sona Narayanan, Abhilash G, Jude Martin Mendez
K.E.George, 2010, International Conference on Advances in Polymer
Technology, Feb. 26-27, 2010, India, Page No. 223.
Samosir,M., 2002, Penentuan Kapasitas Tukar Kation dari Beberapa Jenis Zeolit
AlamSerulla dengan Mempelajari Suhu
Aktivasi.[Skripsi]Medan:Universitas Sumatera Utara.
Taufik, M., 2016, Analisis Cannabinoid Dari Rambut Pengguna Narkotika Jenis
Ganja (Cannabis sativa L.) Menggunakan Teknik GCMS, Disertasi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
80
Universitas Sumatera Utara
Undang - Undang RI No 35 Tahun 2009, Narkotika, diunduh dari website
http://www.bnn.
go.id/portal/_uploads/perundangan/2009/10/27/uunomor- 35-tahun-2009-
tentang-narkotika-ok.pdf.
Wagener, G., Brandt, M. Duda, L., Hofmann, J., Klesczewcki, B., Koch, D.,
Kumpf, R.J., Orzesel, H., Pirkl, H.G., Six, C., Steinlein, C., dan Weisbeck,
M., 2001. Trends in industrial catalysis in the polyurethane industry.
Applied Catalysis A : General 221 : 303-335.
Wirasuta Made Agus, 2008, Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan
Analisis, Indonesian Journal of Legal and Forensic Science. 1(1): 47-55
Zhang Y.H, Yu C.X, Hu P., Tong W.S, Lv F.Z., Chu P.K., Wang H.L., 2015,
Mechanical and Thermal Properties of Palygorskie Poly (butylene
succinate) Nnaocomposite. Appl. Clay
Sci.http??dx.doi.org/10.1016/j.clay.2015.07.022
81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Perhitungan
1. Perhitungan Validasi
1.1 Kecermatan Atau Akurasi (% Recovery)
Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus:
(CF−CA ) x 100%
% Recovery = C∗A
Keterangan :
CF = Konsentrasi analit yang diperoleh dari pengukuran setelah penambahan
bahan baku (standar)
CA = Konsentrasi analit sebelum penambahan bahan baku (standar)
C*A = Konsentrasi bahan baku (standar) yang ditambahkan (Harmita, 2000)
82
Universitas Sumatera Utara
3. Perulangan ke3 nilai perolehan kembali (% recovery) senyawa metamfetamin
dengan data sebagai berikut:
CF = 6,41 ng/mg
CA = 4,56 ng/mg
C*A = 2 ng/mg
(CF−CA ) x 100%
% Recovery = C∗A
Dimana:
X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasin
RSD = Relatif Standar Deviation
(Harmita, 2004)
83
Universitas Sumatera Utara
Tabel Lampiran 1. Data Pengamatan Pengujian Persisi:
NO X Y X-X (X-X)2
1 6,79 4,62 -0,18 0,0324
2 6,41 4,56 0,2 0,04
3 6,63 4,57 -0,02 0,0004
Jumlah 6,61 0,0241
SD = SD = √ Σ(X-X)2
n-1
= √ Σ(0,0241)
2
= 0,0775
SD x 100%
RSDRSD =
X
0,0775 x 100%
= 6,61
= 1,1725 = 0,11725
1.3. Lineritas
Lineritas dihitung menggunakan SPSS versi 18 dengan hasil sebagai berikut:
10 2048326
50 84206044
100 132191509
84
Universitas Sumatera Utara
1.3.1. Kurva Regresi Standar Metamfetamin
160000000
140000000 y = 1E+06x - 2E+06
120000000 R² = 0.9685
100000000
Area
80000000
60000000
40000000
20000000
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar Hasil Penelitian
86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3 Warna Filtrat Hasil Sonikasi Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia (1:1:1) Dengan Pereaksi Marquis
87
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran8. Sampel 4 Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia
88
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran11. Sampel 7 Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia
89
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 14. Sampel 10 Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia
90
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran17.Sampel 3 Dengan Sistem Pelarut
Etilasetat:Metanol:Amonia
91
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran20.Sampel 6 Dengan Sistem Pelarut
Etilasetat:Metanol:Amonia
92
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran23. Sampel 9 Dengan Sistem Pelarut
Etilasetat:Metanol:Amonia
93
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran26.Sampel 2 Dengan Sistem Pelarut
Kloroform:Metanol:Asam asetat
94
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran29.Sampel 5 Dengan Sistem Pelarut
Kloroform:Metanol:Asam asetat
95
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran32. Sampel 8 Dengan Sistem Pelarut
Kloroform:Metanol:Asam asetat
96
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran35. Standar Metamfetamin
97
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran38. Proses Ekstraksi Fase Padat dengan menggunakan
adsorben bentonit atau tanah diatom
98
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 40. Reaksi Marquis Pada Metamfetamin
(Kuswardani, 2012)
99
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 40. Reaksi Marquis Pada Metamfetamin
(Kuswardani, 2012)
100
Universitas Sumatera Utara