Anda di halaman 1dari 116

ANALISIS KADAR METAMFETAMIN DALAM RAMBUT

PENGGUNA SABU-SABU MENGGUNAKAN METODE


KOLOM EKSTRAKSI DENGAN NANOBENTONIT
ALAM SEBAGAI ADSORBEN DAN GAS
CHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROMETRY (GCMS)

DISERTASI

NUR ASYIAH DALIMUNTHE


NIM. 138103003

PROGRAM PASCASARJANA DOKTOR ILMU KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ANALISIS KADAR METAMFETAMIN DALAM RAMBUT
PENGGUNA SABU-SABU MENGGUNAKAN METODE
KOLOM EKSTRAKSI DENGAN NANOBENTONIT
ALAM SEBAGAI ADSORBEN DAN GAS
CHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROMETRY (GCMS)

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam
Program S3-Ilmu Kimia Universitas Smatera Utara di bawah pimpinan
Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum,
diperthankan pada tanggal 28 bulan Januarai tahun 2019 di Medan,
Sumatera Utara

Oleh

NUR ASYIAH DALIMUNTHE


NIM : 138103003

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN ORISINILITAS

ANALISIS KADAR METAMFETAMIN DALAM RAMBUT


PENGGUNA SABU-SABU MENGGUNAKAN METODE
KOLOM EKSTRAKSI DENGAN NANOBENTONIT
ALAM SEBAGAI ADSORBEN DAN GAS
CHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROSCOPY (GCMS)

DISERTASI

Dengan ini menyatakan bahawa saya mengakui semua karya disertasi ini adalah
hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah
dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, 28 Januari
2019

Nur Asyiah
Dalimunthe
NIM. 138103003

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Nur Asyiah Dalimunthe
Nim : 138103002
Program Studi :Doktor (S3) Ilmu Kimia
Jenis Karya Ilmiah : Disertasi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul :

ANALISIS KADAR METAMFETAMIN DALAM RAMBUT


PENGGUNA SABU-SABU MENGGUNAKAN METODE
KOLOM EKSTRAKSI DENGAN NANOBENTONIT ALAM
SEBAGAI ADSORBEN DAN GAS CHROMATOGRAPHYMASS
SPECTROMETRY (GCMS)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media,
memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan
disertasi saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya
sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemilik
hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya

Medan, 28 Januari 2019

Nur Asyiah Dalimunthe


NIM. 138103003

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama lengkap berrikut gelar : Nur Asyiah Dalimunthe, SST, MT
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 27 Juni 1980
Alamat Rumah : Jl. Kenanga Raya Gg. Perdamaian No. 14 Medan
Telepon/HP : 081361567270
E-mail : nurasyiah_d@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN
SD : Percobaan Negeri Medan Tamat Tahun : 1993
SNP : Negeri 6 Medan Tamat Tahun : 1996
SMU : Negeri 15 Medan Tamat Tahun : 1999
Strata-1 : Teknologi Kimia Industri
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun : 2004
Strata-2 : Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun : 2009

DATA PEKERJAAN:
Jabatan : Asisten Ahli
Pangkat : Penata Muda Tingkat I (III/b)

RIWAYAT PEKERJAAN
 Staf Analisa Laboratorium PT. Agro Jaya Perdana, Medan (2006-2009)
 Dosen Tetap Akademi Teknik Indosnesia Cut Meutia, Medan (2010sampai
dengan sekarang)
 Penanggung Jawab Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) PT. Agro Jaya
Perdana Medan (2010-2012)
 Tenaga Ahli Bidang Wilayah Pusat Perkembangan Industri (WPPI) Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara
(Agustus 2019-Januari 2020)

i
Universitas Sumatera Utara
CAPAIAN PUBLIKASI DAN SEMINAR

PUBLIKASI

Prosiding Internasional
1. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Eddiyanto, 2019, Development
of Sonication Method As A Beginning Study of Qualitative in The Shabu-Shabu
Hair Using in Rehabilitation PantiEthamTanjungMorawa Medan. 3rd
International Postgraduated Conference on Materials, Mineral and Polymer,
School of Materials & Mineral Engineering Universiti Sains Malaysia, Paper ID:
MAMIP2019-0099.

2. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Harlem Marpaung, 2019,


Analysis of Metamfetamine Compounds in the Shabu-Shabu Using Sonication
and GCMS. International Conference on Education, Scinceand Technology
(ICON-EST 2018), IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1232
(2019) 012013, DOI: 10.1088/1742-6596/123/1/012013.

Prosiding Nasional
1. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Eddiyanto, 2019,Analisa
Kualitatif Kandungan Senyawa Metamfetamin dalam Rambu tPengguna Sabu-
Sabu dengan Metode Ekstraksi Fasa Padat (SPE) Menggunakan Adsorben Zeolit
Serulla, Seminar Nasional Ready Star -2, Ready Star – 2, ISSN (Cetak): 2620-
6048, ISSN (Online): 2686-6641, Vol.2, No.1 Oktober 2019.

2. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Harlem Marpaung, Studi


Perbandingan Pelarut Sonikasi Untuk Analisis Kadar Metamfetamin dalam
Rambut Pengguna Sabu-Sabu. Seminar Nasional Kimia 19 Mei 2015, Medan,
Indonesia, Dipulikasikan pada Prosiding Seminar Nasional Kimia 2015.19
Mei2017. ISBN 979-458-819-9.

3. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Harlem Marpaung, 2016,Analisa


Kualitatif Kandungan Metamfetamin dari Rambut Pengguna Sabu-Sabu
Menggunakan Metode Sonikasi dan Ekstraksi Fase Padat. Seminar Nasional
Inovasi & Teknologi, SNITI 3, 2016.

SEMINAR

1. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Eddiyanto, 2019, Development


of Sonication Method As A Beginning Study of Qualitative in The Shabu-Shabu
Hair Using in Rehabilitation PantiEthamTanjungMorawa Medan. MAMIP
2019, 3rd International Postgraduated Conference on Materials, Mineral and
Polymer, School of Materials & Mineral Engineering Universiti Sains Malaysia,
Penang (30-31 Oktober 2019).

2. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Harlem Marpaung, 2019,


Analysis of Metamfetamine Compounds in the Shabu-Shabu Using Sonication

ii
Universitas Sumatera Utara
and GCMS. International Conference on Education, Scinceand Technology
(ICON-EST 2018), ( 14-15 Oktober 2018).

3. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Eddiyanto, 2019,Analisa


Kualitatif Kandungan Senyawa Metamfetamin dalam Rambut Pengguna Sabu-
Sabu dengan Metode Ekstraksi Fasa Padat (SPE) Menggunakan Adsorben Zeolit
Serulla, Seminar Nasional Ready Star -2, (16 Oktober 2019).

4. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Harlem Marpaung, Studi


Perbandingan Pelarut Sonikasi Untuk Analisis Kadar Metamfetamin dalam
Rambut Pengguna Sabu-Sabu. Seminar Nasional Kimia19 Mei 2015, Medan,
Indonesia, (19 Mei2017).

5. Nur Asyiah Dalimunthe, Basuki Wirjosentono, Harlem Marpaung, 2016,


Analisa Kualitatif Kandungan Metamfetamin dari Rambut Pengguna Sabu-Sabu
Menggunakan Metode Sonikasi dan Ekstraksi Fase Padat. Seminar Nasional
Inovasi & Teknologi, SNITI 3, (11-12 Nopember 2016).

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allaah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia Nya sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Disertasi dengan judul“Analisis Kadar Metamfetamin dalam Rambut
Pengguna Sabu–Sabu Menggunakan Metode Kolom Ekstraksi Dengan
Nanobentonit Alam Sebagai Adsorben dan Gas Chromatography Mass
Spectrometry (GC-MS)”, adalah merupakan syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program DoktorIlmu Kimia Fakultas MIPA USU. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan termakasih yang tidak terhingga kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Direktur Akademi Teknik Indonesia Cut
Meutia Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti Program Studi S3 Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU.
2. Dekan Fakultas MIPA USU Bapak Dr. KeristaSebayang, MS dan Ketua
Program Studi S3 Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU Prof. Tamrin, M.Sc yang
telah memberi kesempatan dan kemudahan kepada penulis selama menempuh
pendidikan Program S3 Ilmu Kimia Fakultas MIPA USU.
3. Bapak Prof. Dr. ZulAlfian, MS, sebagai Promotor Penulis yang telah
meluangkan banyak waktu hingga selesainya penulisan Proposal Penelitian ini.
4. Bapak Prof. Prof. Basuki Wirjosentono, MS., Ph.D dan Bapak Edyanto, Ph.D
sebagai Co-Promotor Penulis yang telah meluangkan banyak waktu hingga
selesainya penulisan Proposal Penelitian ini.
5. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, MS dan Bapak Prof. Dr. Tonel Barus selaku
Tim Penguji Penulis.
6. Seluruh Staf akademik dan staf kependidikan Sekolah Pascasarjan Ilmu Kimia
USU yang telah memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan pendidikan Program Doktor.
7. Kementrian Riset Teknologi dan PendidikanTinggi Indonesia melalui Dirjen
DIKTI atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepada penulis dalam
menempuh Pendidikan Doktor Kimia USU.
8. Kopertisilayah I Sumatera Utara atas kesempatan untuk pendidikan Program
Doktor Kimia USU.
9. Yayasan Akademi Teknik Indosnesia Cut Meutia atas kesempatan dan dukungn
yang diberikan kepada penulis dalam menenpuh pendidikan Program Doktor
Kimia USU
10.Direktur Akademi Teknik Indonesia Cut Meutia atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis dalam menempuh pendidikan Program Doktor Kimia
USU.
11.Rekan - Rekan di Program Doktor Kimia Fakultas MIPA USU terkhusus
sahabat penulis stambuk 2013 yang telah meberikan dukungan dan doanya
hingga terseesainya pendidikan Program Doktor Kimia USU.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu selama proses
penelitian dan penulisan Disertasi.Penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-
besarnya kepada Kedua Orang tua Penulis, Ayahanda Alm. Drs. Porkas Nauli
Dalimunthe dan ibunda Hj. Tetty Eriaty Nasution dan Mertua Penulis, Bapak
Haflan Nasution dan Ibunda Almh. Mariana dan Ibu Ida yang telah
memberikan doa, dukungan dan moril kepada penulis selama menyelesaikan
penulisan ini. Suami tercinta, Rino Mazlan Nasution dan buah hati Penulis,

iv
Universitas Sumatera Utara
Mazlan Nasution, yang telah bersabar dan memberikan kasih sayang, doa,
dukungan dan materil kepada Penulis selama menempuh pendidikan Program
Doktor Kimia USU.

Akhirnya terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis


hingga terselesaikannya penulisan Disertasi ini.Untuk kesempurnaan Disertasi ini,
penulis sangat membutuhkan saran dan masukannya.

Medan, 28 Januari 2020

Nur Asyiah Dalimunthe

v
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS KADAR METAMFETAMIN DALAM RAMBUT PENGGUNA
SABU – SABU MENGGUNAKAN METODE KOLOM EKSTRAKSI
DENGAN NANOBENTONIT ALAM SEBAGAI ADSORBEN DAN GAS
CHROMATOGRAPHY MASS SPECTROMETRY (GCMS)

ABSTRAK

Analisis metamfetamin pada rambut pengguna narkotika jenis sabu- sabu dapat
dilakukan dengan menggunakan sampel urine, darah dan rambut. Penelitian ini
menggunakan sampel rambut karena pemeriksaaan dapat dilakukan setelah 27 jam
setelah digunakan oleh pengguna, Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
metode baru dalam menganalisa metamfetamin dari rambut pengguna narkotika
jenis sabu-sabu. Pada penelitian ini, analisa metamfetamin dilakukan pada rambut
pengguna narkotika jenis sabu-sabu menggunakan metode kolomekstraksi dan
GCMS. Sampel pengguna sabu-sabu diambil dari rehabilitas Datuk Etham Tj.
Morawa pada 0-12 hari, 60 hari, 150 hari dan 210 hari. Sabu-sabu yang diperoleh
dari Laboratorium BPIB Medan. Pelarut yang optimum digunakan untuk
mengekstraksi metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-sabu menggunakan
metodesonikasi dengan kondisi 42 KHZ yaitu pada pelarut Metanol: Aseton:
Amoniadenagn perbandingan 1:1:1 yang dibuktikan dengan uji kualitatif
menggunakan marquis test memberikan warna kuning kecoklatan yang lebih terang
(lebih pekat) apabila dibandingkan dengan pelarut Etilasetat: Metanol: Amonia dan
Kloroform: Metanol: Asam Asetat. Fungsi bentonitalam sebagai adsoreben pada
metode kolomekstraksi untuk mengekstrak filtrat hasil sonikasi telah menghasilkan
optimasi fungsi sebagai adsorben dimana montmorillonit hasil isolasi dari bentonit
alam ukurannya antara 50–100 µm, dibuktikan bahwa sudah dalam nanopartikel
terbentuknya ukuran nanometer yaitu dengan menggunakan Particle Size Analizer
berdiameter rata-rata 82,15 nm.Untuk menentukan kadar metamfetamin dalam
rambut pengguna sabu-sabu dari hasil analit kolom ekatraksi menggunakan metode
GCMS dengan waktu yang dibutuhkan adalah selama 16 menit. Instrumen GCMS
dikembangkan menggunakan kolom HP 5MS, temperatur injector pada 2500C,
temperatur interface 2800C. temperatur oven didisain mulai dari 400C ditahan 10
menit pada 1400C danterakhir 2800C. Pada rambut pengguna sabu-sabu terdeteksi
mengandung metamfetamin diperoleh kadar metamfetamin pengurangan selama
210 hari untuk pengguna 1 = 2,67 ng/mg, pengguna ke 2 = 2,29 ng/mg, pengguna
ke 3 = 3,01, pengguna ke 4 = 2,8 danpengguna ke 5 = 2,49. Rata-Rata %Recovery
= 104. Nilai presisi SD = 0,0775 dan RSD =1,1755%. Nilai Lineritas diperoleh Y=
1E+ 56X-22E+06 dan r = 0,968. Nilai LOD = 0,00000256 dan LOQ =
0,000000775. Berdasarkan hasil di atas, modfikasi proses ekstraksi dan teknik
GCMS yang digunakan dapat menghasilkan senyawa metamfetamin dalam rambut
pengguna sabu-sabu.

Kata Kunci: Metamfetamin, Sonikasi, Kolom Ekstraksi, GCMS, Nanobentonit

vi
Universitas Sumatera Utara
ANALYSIS OF METAMFETAMIN LEVELS IN SHABU - SHABU USER
HAIR USE METHOD EXTRACTION COLUMN WITH ANOBENTONITE
NATURE AS ADSORBEN AND GASCHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROMETRY (GCMS)

ABSTRACT

Analysis of methamphetamine in shabu-shabu drug users can be done using urine,


blood and hair samples. This study uses hair samples because the examination can
be done after 27 hours after being used by the user. The purpose of this study is to
obtain a new method for analyzing methamphetamine from the hair of narcotic
users of methamphetamine type. In this study, methamphetamine analysis was
performed on hair shabu-shabu drug users using the extraction column method and
GCMS. Samples of methamphetamine users were taken from the rehabilitation of
DatukEthamTj. Morawa at 0-12 days, 60 days, 150 days and 210 days.
Methamphetamine obtained from the BPIB Laboratory in Medan. The optimum
solvent is used to extract methamphetamine in the shabu-shabu hair user using the
sonicas method with a condition of 42 KHZ, namely in the Methanol: Acetone:
Ammonia: 1: 1 ratio with a 1: 1: 1 ratio that was formed by a qualitative test using
a marquis test giving a lighter brownish yellow color (Methanol: Acetone:
Ammonia: 1: 1: 1 ratio that was dibktikan with a qualitative test using marquis test.
more concentrated) when compared with Ethyl acetate solvents: Methanol:
Ammonia and Chloroform: Methanol: Acetic Acid. The function of natural
bentonite as an adsoreben in the extraction column method to extract filtrate from
sonication has resulted in optimization of the function as an adsorbent where
montmorillonite is isolated from natural bentonite in size between 50-100 µm, it is
evident that nanoparticles are formed in nanometer size by using Particle Size
Analizer with average diameter diameter. average 82.15 nm.To determine the level
of methamphetamine in the shabu-shabu hair user from the results of the ectraction
column analyte using the GCMS method with the time required is 16 minutes. The
GCMS instrument was developed using the HP 5MS column, injector temperature
at 2500C, interface temperature 2800C. Oven temperatures are designed from 400C
to hold 10 minutes at 1400C and finally 2800C. In methamphetamine users detected
methamphetamine hair obtained a reduction of 210 days for methamphetamine
levels for users 1 = 2.67 ng / mg, 2nd user = 2.29 ng / mg, 3rd user = 3.01, 4th user
= 2 , 8 and 5th user = 2.49. Average% Recovery = 104. The precision value of SD
= 0.0775 and RSD = 1.1755%. Lineritas value obtained Y = 1E + 56X-22E + 06
and r = 0.968. LOD value = 0.00000256 and LOQ = 0.0000775. Based on the results
above, modification of the extraction process and the GCMS technique used can
produce methamphetamine compounds in the hair of shabu-shabu users.

Keywords: Methamphetamine, Sonication, Coulom Extraction, GCMS,


Nanobentonit

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halamaan

HALAMAN DEPAN i
PERNYATAAN ORISINILITAS ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI iii
RIWAYAT HIDUP iv
CAPAIAN SEMINAR INTERNASIONAL DAN NASIONAL v
ABSTRAK vi
PRAKATA vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Hipotesis 7
1.3. RumusanMasalah 7
1.4. Tujuan Penelitian 7
1.5. Manfaat Penelitian 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 9


2.1. Narkotika dan Obat Berbahaya (Narkoba) 9
2.2 Metamfetamin 11
2.2.1. Sejarah Metamfetamin 10
2.2.2. Tinjauan Kimia Metamfetamin 13
2.3. Rambut 15
2.4. Analisis Narkotika dari Sampel Rambut 20
2.5. Pemeriksaan Narkotika di Laboratorium 26
2.6. Bentonit Alam 29
2.6.1. Komposisi Bentonit Alam 32
2.6.2. Manfaat Bentonit Alam 34
2.6.3. Nanobentonit 35
2.7. Sonikasi 37
2.8. Kolom Ekstraksi 38
2.9.. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS) 40
2.10. Fragmentasi 45
2.11. Marquis Test 47

BAB 3. METODE PERCOBAAN 49


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 49
3.2. Bahan dan Alat 49
3.2.1.Bahan 49
3.2.2. Alat 49
3.3. Prosedur Penelitian 50
3.3.1. Pengumpulan Sampel 51
3.3.2.Pembuatan Pereaksi Marquis Test 51

viii
Universitas Sumatera Utara
3.3.3. Penyediaan Bentonit Alam 51
3.3.4. Preparasi Sampel Rambut Pengguna Metamfetamin 52
3.3.5. Ekstraksi dengan Menggunakan Kolom Ektraksi 52
3.3.6. Uji Kualitatif dengan Reagen Marquis Test 52
3.3.7. Analisa GCMS 53
3.3.8. Uji Kualitatif dengan Reagen Marquis Test 53
3.4. Bagan Penelitian 54
3.5. Validasi Metode 54

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 57


4.1. Uji Pendahuluan Kristal Sabu-Sabu 57
4.1.1. Uji Kualitatif Kristal Sabu-Sabu 57
4.1.2.Uji Konfirmasi Sampel Kristal Sabu-Sabu
Meggunakan Teknik GCMS 57
4.2. Sintesa Bentonit Alam Menjadi Nanobentonit Alam 58
4.2.1. Analisa XRF 59
4.2.2. Preparasi Bentonit Alam 59
4.2.3. Karakterisasi dengan Difraksi Sinar – X (XRD) 59
4.2.4. Pengujian dengan Particle Size Analizer (SPA) 60

4.3. Uji Kualitatif 61


4.3.1. Uji Kualitatif Filtrasi Hasil Sonikasi 61
4.3.2. UjiKualitatif Metamfetamin (Marquis Test) dengan
Metode Kolom Ekstraksi Menggunakan Nanobentonit
Alam sebagai Adsorben 64
4.3. Pola Fragmentasi 68
4.4. Validasi Metode 71

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 75


5.1. Kesimpulan 75
5.2. Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

Lampiran HASIL PERHITUNGAN DAN HASIL GAMBAR PENELITIAN 83

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halamaan

Gambar 2.1. Rumus Bangun Metamfetamin 12


Gambar 2.2. Struktur Folikel Rambut 15
Gambar 2.3. Fase Pertumbuhan Rambut 16
Gambar 2.4. Bergabungnya Narkotika Dalam Matriks Rambut 16
Gambar 2.5. Mekanisme Distribusi Obat Kedalam Rambut 19
Gambar 2.6. Instrumentasi Kromatografi Gas Spektrometer Massa 42
Gambar 3.1. Kristal Metamfetamin 48
Gambar 3.2. Bagan Penelitian 53
Gambar 4.1. Kromotogram Metamfetamin Pada Kristal Sabu-Sabu 57
Gambar 4.2 Spektrum MS Metamfetamin 57
Gambar 4.3.a. Hasil pengukuran diameter partikel bentonit menggunakan particle
size analyzer (PSA) 62
Gambar 4.4.b. Komposisi Nanobentonit 63
Gambar 4.3.c. Reaksi dalam proses kolom ekstraksi dengan menggunakan
nanobentonit alam 63
Gambar 4.4.a. Spektrum Massa Metamfetamin Hasil penelitian Analisa MS 66
Gambar 4.4.b. Spektrum Massa Metamfetamin Hasil Analisa Kuswardani 66
Gambar 4.4.c. Reaksi Fragmentasi 67
Gambar 4.5. Kurva Regresi Standars Metamfetamin 69
Gambar Lamp 2.1 Proses Pencucian Rambut Dengan Metanol Setelah Rambut
Digiling Hingga Halus 84
Gambar Lamp 2.2. Proses Penyaringan Dengan Kertas Saring Setelah Proses
Pencucian Dengan Metanol 84
Gambar Lamp 2.3. Proses Sonikasi Dengan Alat Ultrasonicbath 84
Gambar Lamp 3.1. Sampel 1 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 85
Gambar Lamp 3.2. Sampel 2 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 85
Gambar Lamp 3.3. Sampel 3 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 85
Gambar Lamp 3.4. Sampel 4 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 86
Gambar Lamp 3.5. Sampel 5 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 86
Gambar Lamp 3.6. Sampel 6 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 86
Gambar Lamp 3.7. Sampel 7 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 87
Gambar Lamp 3.8. Sampel 8 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 87
Gambar Lamp 3.9. Sampel 9 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 87
Gambar Lamp 3.10.Sampel10 Dengan Sistim Pelarut Metanol:Aseton:Amonia 88
Gambar Lamp 4.1. Warna Kesepuluh Sampel Dengan Sistem Pelarut
Etilasetat:Metanol:Amonia(1:1:1) 88
Gambar Lamp 6.1. Standar Metamfetamin 95
Gambar Lamp 7. Sampel Bentonit Atau Tanah Diatom Yang Digunakan Dalam
Penelitian 95
Gambar Lamp 8. Sampel Tanah Diatom Hasil Aktivasi 95
Gambar Lamp 9. Proses Fase Padat Dengan Menggunakan Adsorben Bnetonit
Atau Tanah Diatom 96
Gambar Lamp 10. Hasil Uji Warna (Uji Marquis) Filtrat Sonikasi 96
Gambar Lamp 11. Uji Warna (Uji Marquis) Filtrat Kolom Ekstraksi 97
Gambar Lamp 12 Reaksi Marquis Pada Metamfetamin 98

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halamaan

Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian Dari Spesimen Biologis 23


Tabel 2.2. Jumlah Sampel Yang Diambil 24
Tabel 2.3. Komposisi Bentonit Atau Tanah Diatom Desa Kecamatan Paruruan
Kabupaten Samosir 32
Tabel 2.4. Massa Fragmentasi Ion (m/z) Senyawa Pengotor Dalam Karakterisasi
Metamfetamin 44
Tabel 2.5. Daftar Jumlah Massa Yang Hilang Dari Fragmentasi Metamfetamin 45
Tabel 4.1. Hasil Uji Kualitatif Kristal Sabu-Sabu 56
Tabel 4.2. Hasil Uji Kualitatif Filtrat Sonikasi Dengan Perbandingan Pelarut 59
Tabel 4.3.b. Komposisi Nonobentonit 63
Tabel 4.3.d. Hasil Uji Kualitatif Filtrat Senyawa Metamfetami Kolom Ekstraksi
dengan Menggunakan Adsorben Nanobentonit 64
Tabel 4.5. Kadar Metamfetamin Dalam Rambut Pengguna Sabu-Sabu 65
Tabel 4.6. Hasil Penentuan Akurasi (%Recovery) Metamfetamin 68
Tabel 4.7. Tabel Nilai SD dan RSD 69
Tabel 4.8. Nilai Lineritas 69
Tabel 4.9. Nilai LOD dan LOQ 70
Tabel Lamp 1.1. Data Pengamatan Pengujian Presisi 82
Tabel Lamp 1.2. Konsentrasi Larutan Standard dan Respon MS 84

xi
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana yang terlampir dalam Undang-Undang. Sedangkan penyalah guna
adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
Berdasarkan dari jurnal data pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tahun 2012 (Butar-butar, 2012),
kasus penyalahgunaan narkotika semakin hari semakin meningkat. Diperkirakan
antara 153-300 juta jiwa atau sebesar 3,4%-6,6% penyalahguna narkotika di dunia
usia 15-64 tahun pernah mengkonsumsi narkotik sekali dalam setahun, dimana
hampir 12% (15,5 juta jiwa sampai dengan 38,6 juta jiwa) dari pengguna adalah
pecandu berat (Badan Narkotika Nasional, 2010).
Data terakhir dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2012, jumlah
pecandu narkotika yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi diseluruh
Indonesia pada tahun 2012 menurut Deputi Bidang Rehabilitasi BNN adalah
sebanyak 14.510 orang, dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 26-40 tahun
yaitu sebanyak 9.972 orang. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh
pecandu yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi adalah sabu-
sabu/metamfetamin (4.697 orang), selanjutnya secara berurutan adalah jenis ganja
(4.175 orang heroin), ekstasi (1.536 orang) dan opiat ( 736 orang ).
Amfetamin adalah sejenis stimulan sisitem syaraf, turunannya yaitu metilen
dioksi metamfetamin (MDMA) yang biasa disebut ekstasi dan metamfetamin HCl
atau sering disebut sabu-sabu merupakan obat yang sering disalahgunakan untuk
halusinasi. Metamfetamin dan amfetamin ditemukan di dalam sabu-sabu di akhir
1960-an hingga akhir 1980-an. Ada beberapa bentuk metamfetamin yang dikenal
seperti : Crank, Speed, Bennies, Rock, Kristal, dan Crack. Pada awal 1990-an, satu

1
Universitas Sumatera Utara
bentuk metamfetamin lagi, dikenal sebagai kristal meth atau ice, dan di Indonesia
sebagai sabu-sabu dan sampai ke jalanan di seluruh dunia. Metamfetamin dua
sampai tiga kali lebih manjur daripada sebagian besar amfetamin lain.
Metamfetamin membangkitkan secara dramatis ‘pasaran speed’, tahan lebih lama
dan menimbulkan giting jauh lebih baik dibanding sebagian besar bentuk speed
lain. Metamfetamin mengambil alih sebagai narkoba pilihan untuk mereka yang
senang suasana speed. Penggunaan, dan penyalahgunaan metamfetamin semakin
meningkat selama satu dasawarsa penuh. Metamfetamin atau yang lebih dikenal
sabu-sabu selalu dianggap narkoba ilegal yang sangat berbahaya dan merusak.
(Mehling, 2007).
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2015
diperoleh bahwa sampai dengan Januari 2015 pengguna narkotika mencapai
5.800.000 jiwa dengan 2.320.000 jiwa pengguna sabu-sabu. Di Sumatera Utara
tercatat 288.226 Jiwa pengguna dengan 115.290 pengguna sabu-sabu dan di
kalangan pelajar sendiri tercatat 104.269 jiwa dengan 87.800 adalah pengguna
sabu-sabu. (Syamsudin, 2015).
Distribusi narkotika ke Indonesia bersumber dari negara-negara tetangga
yang berbatasan langsung dengan Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam dan Filipina. Pada umumnya negar-negara ini memperoleh narkotika
dari negeri China tepatnya berasal dari kota Guangzhou. (Hakim, 2015).
Model kejahatan dalam distribusi sabu-sabu ini juga sangat variatif, mulai
dari membawa langsung sabu-sabu melalui alat transportasi umum sampai dimakan
sendiri oleh kurir dengan memasukkannya ke dalam kapsul dengan kerja panjang.
Kasus terakhir yang ditangani Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah
ditemukannya pabrik sabu-sabu di Sumatera Utara dan Cilegon dengan Jumlah
40.000 ton. (Putera, 2015).
Jumlah kasus penyalahgunaan obat terlarang di Indonesia dalam lima tahun
terakhir paling didominasi oleh metamfetamin, dimana jumlah kasusnya meningkat
lebih dari 1000 kasus per tahun. Penyalahgunaan metamfetamin melibatkan jumlah
tersangka sebanyak 55.619 orang dalam kurun waktu lima tahun. Pengguna obat
terlarang di Indonesia didominasi oleh laki-laki dibanding perempuan, dan
memiliki latar pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Yang mengejutkan

2
Universitas Sumatera Utara
justru pengguna obat terlarang paling banyak dalam rentang usia lebih dari 29
(Badan Narkotika Nasional, 2011).
Beberapa lembaga resmi dari pemerintah yang diberikan kewenangan
dalam pemeriksaan narkotika adalah Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan
(BPOM), Pusat Laboratorium Forensik (Puslafor) Bareskrim Polri, dan Badan
Narkotika Nasional (BNN) masih memiliki keterbatasan dalam melakukan analisis
dan pemilihan metode yang sesuai dalam pemeriksaan sampel Narkotika terutama
menggunakan sampel rambut. Keterbatasan ini meliputi prosedur pemeriksaan
yang cepat dan akurat (Rosani, 2013).
Pemeriksaan di Laboratorium sederhana juga masih mengandalkan metode
spottest dengan tingkat kepercayaan yang kecil. Hal ini sangat menyulitkan
stakeholder mengingat data hasil pemeriksaan perlu cepat untuk dilaporkan
(Widayati, 2008), sehingga diperlukan metode-metode yang cukup teruji dengan
hasil optimal (Hegstd, 2008). Teknik preparasi, ekstraksi, dan penggunaan
instrumentasi belum dioptimasi sehingga penelitian ini perlu dilaksanakan.
Penelitian tentang sabu-sabu dalam senyawa hasil metabolit terutama rambut masih
sedikit yang dilaporkan di Indonesia. Preparasi dan analisa sabu-sabu
menggunakan sampel rambut masih belum optimal dan memerlukan waktu yang
lama. Hal tersebut sangat menyulitkan penyidikan dalam kasus forensik mengingat
bahwa data hasil pemeriksaan perlu waktu yang cepat untuk segera dilaporkan.
(Widayati, 2008).
Untuk membuktikan seseorang memakai narkoba (pemakai) diambil
sampel berupa sampel cairan tubuh atau bukan cairan tubuh seperti urin, darah,
keringat, saliva dan rambut. Munculnya data dari masing-masing analisis spesimen
akan membantu identifikasi pengguna narkotika. Memilih sampel rambut lebih
disukai dikarenakan lamanya pendeteksian yang dapat dilakukan yakni dalam
rentang waktu minggu hingga bulan jika dibandingkan pada urin dan darah dengan
waktu yang lebih singkat dalam sampel urin 2 sampai 7 hari setelah pemakaian oleh
pengguna. Untuk pengambilan sampel darah 6 sampai 72 jam setelah pemakaian
oleh pengguna (Anonimous, 2003). Untuk pemeriksaan setelah satu bulan atau
lebih pemakaian oleh pengguna, sampel urin dan darah tidak dapat mewakili dari
sampel yang diambil. Dalam hal ini, rambut pengguna sangat membantu untuk

3
Universitas Sumatera Utara
pembuktian jenis narkotika yang dikonsumsi. Narkotika tersebut dapat terdeteksi
beberapa bulan setelah konsumsi terakhir, hal ini disebabkan karena senyawa
tersebut masuk ke akar rambut melalui kapiler dan akan tertanam di batang rambut.
Hal ini terjadi dengan penambahan panjang rambut 0,9 – 1,2 cm perbulan. Oleh
karena itu rambut dapat digunakan sebagai kalender dari kegiatan masa lalu dalam
hal obat-obatan terlarang. (Abdi, 2004).
Bentonit alam atau tanah diatom termasuk salah satu bahan penyerap yang
banyak terdapat di alam serta perkembangan yang baik terdapat pada tempat yang
terdapat batuan piroklastik dengan kandungan SiO2 yang banyak. Di Indonesia
cadangan tanah diatomae cukup besar terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara,
yang tersebardi daerah Kabupaten Samosir, Pahae dan Porsea dengan jumlah yang
mencapai 125 juta m2, jadi dapat didefinisikan dengan sifat kimianya (SiO2.nH2O)
sebagai bagian batuan sedimen silika yang tersusun atas sisa kerangka fosil
tumbuhan air, ganggang yang bersel tunggal. (Ratri dan Ismiyati, 2012).
Bentonit alam adalah sejenis batuan yang didalamnya banyak mengandung
mineral montmorillonite yang sifatnya khas yaitu dapat mengembang dalam air,
interkalasi dan bersifat penukar ion menjadikan bahan ini menarik digunakan
menjadi katalis organo clay nano clay dan nanokomposit polimer (Adel Fisli,
Mujamilah , 2009).
Mineral tanah liat biasanya ada dalam bentuk kristal atau agregat yang
muncul dari gaya ikatan hidrogen dan gaya Van Der Waals. Interaksi semacam itu
membuat mineral lempung sulit untuk didispersikan ke dalam air atau apapun
matriks lain dalam bentuk serat nano. Adapun mineral lempung tersebut digunakan
untuk nanokomposit adalah dengan proses memodifikasi mineral menjadi
‘organoclay’ terlebih dahulu sehingga pengelupasan dan dispersi mineral lempung
dapat difasilitasi. Seperti pekerjaan yang dilaporkan oleh Zhang et al, (2015).
Darihasilpenelitian dilaporkan bahwa permukaan dan ruang interlayer bentonit
dapat dimodifikasi. Secara khusus, ruang interlayer dari montmorillonit dapat
disiapkan dengan kation melalui reaksi pertukaran ion atau interaksi fisik dan kimia
lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa spesies kationik, anionik dan non-ionik
dari surfaktan organik dapat secara berurutan dimasukkan ruang interlayer dari
montmorillonit. (Liao et al, 2015).

4
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil penelitian dari Ratri dan Ismiyati (2012), bentonit merupakan
suatu jenis tanah liat, yang tersusun dari berbagai mineral phyllosilicate, dengan
kandungan utama monmorilonit. Karena kandungan mineral yang beragam, maka
bentonit merupakan bahan baku yang penting bagi berbagai macam aplikasi
industri. Selama ini bentonit banyak digunakan sebagai adsorben zat warna maupun
pengotor-pengotor minyak atau limbah cair. Kegunaan lain adalah sebagai katalis
baik dengan modifikasi bentonit maupun tidak.
Dibutuhkan proses pemurnian pada analisis untuk memberikan hasil yang
baik tanpa banyak kehilangan analit. Prosedur pemurnian sangat penting
dikarenakan dalam sampel rambut tergabung beberapa zat lain harus dipisahkan
terlebih dahulu hingga zat yang ingin dideteksi bersifat murni. Rambut yang sudah
dipotong-potong 1 cm dicuci supaya pengotornya terbuang lalu dengan pelarut
organik di sonikasi. Maksud sonikasi ialah untuk memastikan larutan pelarut masuk
ke dalam rambut melalui folikel. (Delmifiana,2013).
Setelah melalui tahap pemurnian dilanjutkan dengan konfirmasi hasil isolasi
menggunakan teknik analisis memakai instrumen. Pemisahan suatu zat dari
campurannya berdasarkan perbedaan distribusi serta dapat dilakukan dalam dua
larutan yang berbeda fase dan tidak saling bercampur dikenal sebagai metode
ekstraksi. Metode ini dibedakan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi
serta berdasarkan proses pelaksanaan ekstraksi. Pada umumnya untuk metode
persiapan sampel termasuk ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase padat. Ekstraksi
fase padat merupakan metode yang digunakan untuk pemekatan dan isolasi dari
suatu analit yang berupa segmen cair padatan. Untuk penggunaannya digunakan
dalam banyak hal secara klinik, dalam lingkungan dan juga aplikasi bidang farmasi.
(Samuel, R, 2011).
Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi sonikasi kemudian hasil filtratnya
di ekstraksi kembali menggunakan kolom ekstraksi dengan adsorben
nanobentonit.Teknik kolom ekstraksi ini menggunakan alat yang diisi dengan
adsorben yang dikemas di dalamnya yaitu dengan adsorben nanobentonit
alam.Umumnya menggunakan material silika berdasarkan bahan kimia yang terikat
dengan polimer yang terkait.Dalam kolom ekstraksi melalui beberapa tahap.Untuk
tahap awal dilakukan pengkondisian untuk menghilangkan pengotor.Selanjutnya

5
Universitas Sumatera Utara
pemasukan sampel yang diikuti dengan pembilasan serta pembersihan sorben dari
kontaminan tanpa kehilangan analit.( Mitra, 2003 ).
Teknik analisis narkotika dari sampel matriks rambut dengan proses kolom
ekstrkasi sangat umum. Setelah melalui kolom ekstraksi maka hasil ekstraksi juga
perlu dilakukan tes secara kualitatif dengan menggunakan Reagen Marquish
test(tes warna). Teknik ini dipilih dikarenakan telah melalui perkembangan
prosedur yang efisien, kuat, cepat dan relatif murah dengan peralatan sederhana.
Dalam hasil analisis rambut dengan mtode kolom ekstraksi akan dilakukan
konfirmasi dengan menggunakan instrumen GCMS, yang mana sejauh ini masih
menjadi teknik yang paling diakui, karena sensitifitas dan selektivitas MS dengan
deteksi yang tinggi. (Gambelunghe,2005).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama bentonit atau
tanah diatom adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron, dimana
dari hasil penelitian dari Patel (2006) menyatakan kegunaan nanobentonit yaitu
bentonit yang dimodifikasi menggunakan silikat, sangat luas: sebagai
modifierreologi pada berbagai produk, antara lain grease, kosmetik, filler pada
nanokomposit polimer. Pada grease, bentonit selain dapat memodifikasi reologinya
juga dapat meningkatkan kinerjanya .
Berdasarkan literarur di atas, maka belum ditemukan pemanfaatan
nanobentonit (bentonit) sebagai adsorben untuk mengikat senyawa metamfetamin
dalam rambut pengguna sabu-sabu, makadari itu peneliti mencoba melakukan
penelitian untuk menganalisa kadar metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-
sabu dengan metode kolom ekstraksi dengan memanfaatkan nanobentonit alam
sebagai adsorben.Sejauh ini belum ada penelitian yang mencoba melakukan
modifikasi bentonit sebagai adsorben dengan metode kolom ekstraksi untuk
mengesktarak metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-sabu. Metode kolom
ekstraksi dapat digunakan baik itu dalam laboratorium toksikologi yang dianggap
metode persiapan sampel yang bersih. Fasa padat yang biasa digunakan adalah
silika gel. Pada variasi adsorben lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan
silika gel ialah nanobentonit alam yang kemudian filtrat dari kolom ektrasksi
ditentukan kadar metamfetaminnya dengan menggunakan metode GCMS secara
cepat dan akurat

6
Universitas Sumatera Utara
1.2. Hipotesis
Hipotesa penelitian ini adalah:
1. Pada rambut pengguna sabu-sabu terdapat senyawa metamfetamin yang dapat
diekstraksi dengan metode sonikasi Bagaimana pengaruh perbedaan sistim
pelarut dalam metode sonikasi untuk analisa kualitatif metamfetamin dalam
rambut pengguna sabu-sabu
2. Nanobentonit alam dapat dimanfaatkan sebagai adsorben dengan menggunakan
metode kolom ekstraksi untuk mengekstraksi metamfetamin dalam rambut
pengguna sabu-sabu
3. Kadar metamfetamin dari sampel rambut pengguna sabu-sabu dapat ditentukan
dengan metode GCMS secara cepat dan akurat

1.3. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang direncanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh perbedaan sistim pelarut dalam metode sonikasi untuk
analisa kualitatif metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-sabu
2. Bagaimana pengaruh penambahan nanobentonit alam dengan menggunakan
metode kolom ekstraksi untuk mengekstraksi metamfetamin dalam rambut
pengguna sabu-sabu
3. Bagaimana menentukan kadar metamfetamin dari sampel rambut pengguna
sabu-sabu dengan menggunakan metode GCMS secara cepat dan akurat

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh sistim pelarut yang optimum digunakan pada
ekstraksi metode sonikasi dalam analisa kualitatif metamfetamin dalam rambut
pengguna sabu-sabu
2. Mengoptimalkan fungsi nanobentonit alam sebgai adsoreben pada metode
kolom ekstraksi untuk ekstraksi metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-
sabu

7
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk menentukan kadar metamfetamin dalam rambutpengguna sabu-sabu
menggunakan GCMS secara cepat dan akurat

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Memberikan informasi tentang pelarut yang optimum digunakan pada ekstraksi
metode sonikasi dalam analisa kualitatif metamfetamin dalam rambut pengguna
sabu-sabu
2. Memberikan informasi tentang fungsi nanobenonit alam sebgai adsoreben pada
metode kolom ekstraksi untuk ekstraksi metamfetamin dalam rambut pengguna
sabu-sabu
3. Memberikan informasi cara menetukan kadar metamfetamin dalam rambut
pengguna sabu-sabu dengan menggunakan metode GCMS secara cepat dan
akurat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

8
Universitas Sumatera Utara
2.1. Narkotika dan Obat Berbahaya (Narkoba)
Istilah Narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris
Narcotics yang berarti obat bius. Sedangkan pengertian secara umum adalah suatu
zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan atau
pengelihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan syaraf pusat atau narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis.Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif), (Undang – Undang RI No. 22 Tahun
1997), WHO sendiri memberikan definisi tentang narkotika sebagai berikut:
"Narkotika merupakan suatu zat yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan
memengaruhi fungsi fisik dan/atau psikologi kecuali makanan, air, atau
oksigen.
Wesniwiro (1999) mengatakan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang
dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut
bekerja mempengaruhi saraf sentral. Narkotika adalah zat kimia yang dibutuhkan
untuk merawat kesehatan, ketika zat tersebut masuk kedalam organ tubuh maka
terjadi satu atau lebih perubahan fungsi didalam tubuh. Lalu dilanjutkan lagi
ketergantungan secara fisik dan psikis pada tubuh, sehingga bila zat tersebut
dihentikan pengkonsumsiannya maka akan terjadi gangguan secara fisik dan psikis.
(Ghoodse, 2002).
Disisi lain, kenyataan yang kita hadapai adalah, bahwa narkotika
diperlukan untuk pengobatan dan studi ilmiah, sehingga untuk memenuhi kedua hal
itu maka diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus. Merujuk pada
dasar pertimbangan Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan saksama.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan narkotika adalah suatu zat atau obat yang mempengaruhi sistem

9
Universitas Sumatera Utara
tubuh sehingga bila tubuh sudah terbiasa menerima zat kimia yang terkandung
dalam obat tersebut, maka tubuh akan tergantung pada obat itu.
Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran atau
dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya
serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya
keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut
secara terus menerus karena sebab-sebab emosional. Selain istilah narkoba, kita
juga sering mendengar istilah yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, yaitu “Napza” atau “Naza”, dua istilah ini adalah
singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif ( Undang-Undang RI No.
35 Tahun 2009 ).
Merujuk pada Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
dibagi atas 3 golongan, yaitu: (Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009).
a. Narkotika golongan I: dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan, dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh: ganja, morphine, putauw adalah
heroin tidak murni berupa bubuk.
b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya,
benzetidin, betametadol.
c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan
turunannya.
Selain istilah narkotikaada juga istilahpsikotropika yang merupakan zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.
(Abdi, 2004).
Sedangkan, menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika (UU 5/1997), pengertian psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui

10
Universitas Sumatera Utara
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia psikotropika digolongkan
menjadi 4 kelompok, yaitu: (Partodiharjo, Subagyo, 2009).
a. Psikotropika golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum
diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh:
MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin, metamfetamin,
dan metakualon.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, buprenorsina, dan
fleenitrazepam.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan
serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitrazepam (BK,
mogadon, dumolid) dan diazepam.

2.2. Metamfetamin
2.2.1 Sejarah Metamfetamin (Mehling, 2007)
Metamfetamin disintesis pertama kali pada Tahun 1919 oleh seorang
kimiawan dari Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan, dengan efek
stimulan yang lebih kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya.
Penggunaan dalam jumlah besar dapat menyebabkan “violence”, halusinasi, dan
psikosis. Umumnya metamfetamin diproduksi sebagai kristal menyerupai serbuk,
gumpalan besar kristal, atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap
dengan hidung, diminum, dihisap seperti rokok, atau diinjeksikan.
Pada Tahun 1950-an dan Tahun 1960-an, metamfetamin diproduksi secara
legal dan dijual sebagai obat OTC (over the counter) dengan nama Methedrine dan
dipasarkan secara rumahan sebagai antidot depresi dan untuk penurun berat badan
di Amerika. Saat ini, metamfetamin masih diproduksi secara legal, meskipun jarang
diresepkan, untuk terapi gangguan konsentrasi dengan hiperaktifitas (ADHD-
attention deficit hyperactivity disorder), kegemukan, dan narkolepsi.

11
Universitas Sumatera Utara
Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid
sertapsikosis pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan
keberadaan metamfetamin sangat dibatasi oleh suatu badan “Federal
ControlledSubstances Act” di Amerika pada Tahun 1970. Pembatasan tersebut
ternyata menimbulkan permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para
penyalahguna sehingga timbul produksi metamfetamin secara ilegal, dan disebut
sebagai clandestine industry, atau clandestine laboratory.
Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain
meningkatkankonsentrasi, meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan,
menahan rasa lapar, rasa gembira berlebihan (euphoria), peningkatan respirasi, dan
peningkatan suhu badan (hipertermia). Sedangkan efek dalam jangka panjang
adalah terjadinyaketergantungan, paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan
mood, gangguanaktifitas motorik, stroke, dan penurunan berat badan.
Pada tahun 1919 pertama kali metamfetamin disintesis oleh seorang
kimiawan dari Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan, dengan efek
stimulan yang lebih kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya.
Penggunaan dalam jumlah besar dapat menyebabkan halusinasi, psikosis.
Umumnya metamfetamin diproduksi sebagai kristal menerupai serbuk, gumpalan
besar kristal atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap dengan
hidung, diminum, dihisap seperti rokok atau diinjeksi.
Kementrian Riset dan Teknologi (2012), menyatakan sabu (metamfetamin)
aslinya adalah zat yang disintesa dari tanaman efedra (Ephedra sinica) yang banyak
tumbuh di China, Thailand, dan Malaysia. Efedra mengandung alkaloid efedrin
yang biasa digunakan untuk obat pilek, influenza, dan asma karena bisa
melapangkan jalan napas serta mengobati tekanan darah rendah. Efedrin yang
dihilangkan gugus OH-nya menjadi metamfetamin. Adapun ekstasi adalah MDMA
(3,4-Metilendioksimetamfetamin). (Kementrian Riset dan Teknologi, 2012).

2.2.2 Tinjauan Kimia Metamfetamin


Metamfetamin atau yang dikenal dengan nama sabu-sabu, atau ubas, ice,
kristal, mecin adalah senyawa stimulan semisintesis adiktif dan termasuk
psikotropika golongan II. Metamfetamin pertama kali dibuat oleh Nagai Nagayoshi

12
Universitas Sumatera Utara
dari efedrin serta pseudoefedrin. Senyawa ini secara ilegal telah lama digunakan
dalam produksi metamfetamin. Namun larutan efedrin tidak stabil terhadap sinar
matahari langsung dan oksigen (United Nation Office on Drugs and Crime, 1995;
Moffat, Osselton & Widdop, 2004).

.
Gambar 2.1 Rumus bangun metamfetamin

Metamfetamin, C10H13N, memiliki berat molekul 149,23, merupakan suatu


stimulan saraf pusat. Metamfetamin umumnya tersedia dalam bentuk garam HCl,
dan disebut speed, meth, ice. Dikenal pula dengan nama “crank dan crystal”
(Mehling, 2007).
Metamfetamin HCl , C10H13N.HCl, memiliki berat molekul 189,69, dengan
titik leleh 170-1750C dan berasa pahit. Larut dalam air, alkohol dan kloroform.
Praktis tidak larut dalam eter, 1% larutan air bersifat netral atau memberikan reaksi
agak asam pada kertas lakmus. Produk sediaan farmasi tablet metamfetamin HCl
antara lain Amphedroxyn, Desfedrin, Desoxyfed, Desoxyn, Destim, Methampex,
Methedrine, Methylisomyn, Pervitin, Soxysympamine, Syndrox, Tonedron (United
Nation Office on Drugs anda Crime, 1995; Moffat, Osselton & Widdop, 2004).
Pada penggunaan oral, metamfetamin diekskresikan sebagai obat tidak
berubah (44%) dan sebagai metabolit utamanya adalah amfetamin (6-20 %) dan 4-
hidroksimetamfetamin (10%). Urine bersifat asam akan meningkatkan kecepatan
ekskresi dan persen ekskresi obat yang tidak berubah (United Nation Office on
Drugs anda Crime, 1995; Moffat, Osselton & Widdop, 2004).
Ice (Es) adalah nama jalanan untuk methamfetamin hidrokhlorida kristal,
yang sekarang ini merupakan 90 persen dari semua metamfetamin yang disita oleh
polisi di Australia sejak pertengahan Tahun 90-an. Pada umumnya berupa bubuk
kristal atau “kerikil” tanpa warna, ice bisa dihisap, dihirup atau disuntikkan
(National Drugs Campaign, 2007).
Cara kerjanya metamfetamin dalam tubuh manusia, yaitu: perasaan “senang
yang berlebihan” atau “gembira yang tiba-tiba” yang dialami dari konsumsi

13
Universitas Sumatera Utara
metamfetamin dapat berlangsung sampai 12 jam, tergantung pada berapa kali
metamfetamin dikonsumsi. Penggunanya mengalami perasaan gembira dan
bergairah. Obat tersebut bekerja dengan membanjiri reseptor otak dengan
monoamin. Dengan penggunaan yang berulang-ulang, reseptor ini akan mati,
sehingga si pengguna tidak bisa merasa senang sama sekali tanpa lebih banyak ice.
Karena itu, metamfetamin ini sangat membuat kecanduan, baik secara fisik maupun
psikis (National Drugs Campaign, 2007).
Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid serta
psikotik pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan keberadaan
metamfetamin sangat dibatasi oleh suatu badan “Federal ControlledSubatances
Act” di Amerika pada 1970. Pembatasan tersebut ternyata menimbulkan
permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para penyalahgunaan sehingga
timbul produksi metamfetamin secara ilegal, dan disebut sebagai clandestine
industry atau clandestine laboratory (Mehling, 2007).
Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain denyut jantung dan
pernapasan yang meningkat, hipertensi, masalah peredaran darah dan jantung. Ice
ini juga meningkatkan nafsu birahi, sehingga pengguna lebih mudah terlibat dalam
perilaku seks yang berisiko yang menyebabkan semakin tingginya risiko terinfeksi
penyakit seksual. Sedangkan efek jangka panjang dengan berjalannya waktu,
metamfetamin secara harafiah menjadikan orang cepat tua. Menyuntikkannya akan
menyebabkan goresan, abses, kerusakan pembuluh darah dan meningkatnya risiko
penyakit melalui darah. Pengguna berat menderita kerusakan gigi, kulit pucat,
malnutrisi, berkurangnya fungsi paru-paru dan rasa sakit pada umumnya, nyeri dan
kejang. Selain risiko stroke, obat ini juga sudah dibuktikan mempengaruhi
kesehatan mental dan fungsi kognitif – pecandu ice menderita paranoia, halusinasi,
hilangnya ingatan, kurang tidur dan sakit jiwa (Mehling, 2007; National
Drugs Campaign, 2007)

2.3. Rambut
Rambut merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki bentuk seperti
benang yang tumbuh dari akar rambut yang ada dalam lapisan dermis dan melalui
saluran folikel rambut ke luar dari kulit. Komponen kimia rambut terdiri atas 0.1-5

14
Universitas Sumatera Utara
pigmen (melanin), 1-9% lemak, dan 65-95% protein serta komponen-komponen
lainnya seperti polisakarida dan air (Kintz, 2007). Clay et al., (1940) menemukan
bahwa dalam rambut yang berwarna hitam mengandung lebih banyak kandungan
protein sistein (Asquith, 1977).

Gambar 2.2. Struktur folikel rambut (Kintz, 2007)

Rambut kepala dihasilkan selama periode waktu 4-8 tahun sedangkan non
rambut kepala dihasilkan selama periode kurang dari 12 bulan dengan pertumbuhan
rata-rata 0,6-1,42 cm per bulan hal ini tergantung pada tipe rambut dan lokasi
tumbuhnya (Saitoh, 1969). Tingkat pertumbuhan rambut kulit kepala manusia
adalah sekitar 0,35 mm per hari pada pria dan wanita, namun hal ini sangat
bervariasi. (Kintz, 2007).
Berdasarkan penelitian Pötsch (1996) ditemukan beberapa variasi
pertumbuhan rambut yakni 0,07 dan 0,78 mm per hari sedangkan 82% dari populasi
penelitian mempunyai variasi antara 0,32 mm dan 0,46 mm per hari. Siklus
pertumbuhan rambut manusia dimulai dengan fase anagen atau fase pertumbuhan,
yaitu folikel berkembang dan rambut diproduksi. Durasi fase anagen sangat
bervariasi dan biasanya berlanjut antara 7-94 minggu, namun dapat berlangsung
selama beberapa tahun, tergantung pada daerah anatominya (Castanet dan
Ortonne,1997).
Catagen adalah fase regresi, yaitu ketika aktivitas bola folikel berhenti dan
dermal papila mengkerut ketika folikel mendekati fase istirahat, telogen, kemudian

15
Universitas Sumatera Utara
setelah fase telogen, siklus pertumbuhan lain dimulai (Kintz, 2007).Gambar
2.2.Struktur folikel rambut sedangkan gambar 2.3.Fase pertumbuhan rambut.

Gambar 2.3.Fase pertumbuhan rambut (Kintz, 2007)

Dari hasil penelitian Komang, Achmad Basori dan Ni Made Suaniti (2016)
bahwa terdapat pengaruh panjang spesimen rambut terhadap konsentrasi senyawa
acetaminophen yang dianalisis menggunakan GC-MS, pada panjang 0-10 cm
diperoleh nilai konsentrasi tertinggi, dapat disebabkan karena dengan panjang
spesismen rambut 10 cm maka dapat dikatakan bahwa usia rambut tersebut ≤ 10
bulan.
Rambut adalah jaringan yang secara biologi dan phisiologi masih belum
dapat dimengerti secara sepenuhnya. Rambut berasal dari folikel rambut di kulit
dimana pusat pertumbuhannya dibentuk oleh sel matrik. Sel matrik berkembang
menjadi berbagai lapisan pada rambut seperti kutikula, kortek dan medulla (Marie,
2005; Hans, 2000).

Rambut terdiri dari 3 lapisan, yaitu:


a. Kutikula
Lapisan yang kuat dari sel keratin tampak seperti lapisan kulit ikan dengan
ketebalan 4 mikorometer
b Kortek
Lapisan utama dari rambut dimana terdapat sel melanin yang bertanggung jawab
dalam warna rambut. Ras sangat mempengaruhi perbedaan ketebalan dari
rambut diamana ras caucasians tebalnya 40-75 mikometer. Afro americans 55-
75 mikrometer spanish 65-80 mikrometer dan asians 65-95 mikrometer
c. Medula
Merupakan bagian inti dari rambut dimana kaya protein dan lemak

16
Universitas Sumatera Utara
Di dalam akar rambut sel mengalami proliferasi sedangkan di bagian
rambutnya tidak terjadi metabolisme. Komponen yang terpenting dari rambut
adalah fibrous protein (keratin), melanin dan lemak. Folikel rambut terletak
3-4 mm di bawah permukaan kulit dan dikelilingi oleh banyak pembuluh darah
kapiler. Di sekitar folikel rambut juga terdapat tiga jenis kelenjar yaitu kelenjar
apocrine, sebaceous dan kelenjar keringat. Kelenjar apocrine dan kelenjar sebaceus
membasahi bagaian rambut di daerah folikel sedangkan kelenjar keringat
membasahi bagaian rambut yang ada di atas kulit. (Hans, 2000., Pragst, 2004 ).
Rambut tumbuh dalam suatu siklus dimana terdapat tiga siklus yaitu anagen
dimana terjadi fase pertumbuhan, katagen dimana terjadi fase transisi dan telogen
diaman terjadi fase istirahat. Panjang rambut seseorang tergantung dari berapa lama
siklus ini terjadi dan seberapat cepat pertumbuhannya untuk fase anagen kira-kira
mengalami fase selama 4-8 tahun, fase catagen selama beberapa minggu dan fase
telogen 4-6 bulan. Pertumbuhan rambut di kepala secara umum terjadi 0,6 sampai
1,4 cm setiap bulannya. Terdapat perbedaan yang signifikan antara anagen/telogen
rambut dan kecepatan pertumbuhan rambut pada bagian tubuh manusia ini
tergantung dari ras, jenis kelamin, umur dan faktor kesehatan seseorang (Marie,
2005).
Pada bagian rambut kepala orang dewasa kira-kira 85% adalah dalam fase
pertumbuhan (anagen) sedangkan sisanya 15% mengalami fase istirahat
(telogen). Karena banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rambut
sehingga terjadi perbedaan struktur rambut secara horizontal pada jarak tertentu
dari kulit (Hans, 2000). Rambut normal mempunyai cirri-ciri sehat berkilat, elastis,
tidak mudah patah, dan dapat menyerap air. Komposisi rambut terdidri atas karbon
50,60 %, hidrogen 6,36%, nitrogen 17,14 %, sulfur 5,0 % dan oksigen 20,80 %.
Rambut dapat dengan mudah dibentuk dengan mempengaruhi gugusan disulfida
misalnya panas atau bahan kimia. (Romadhon, 2011).
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik juga mempengaruhi proses
penggabungan narkotika kedalam matriks rambut bahkan konsentrasi dari
konsumsi narkotika juga dipengaruhi oleh jalur metabolisme seseorang serta
pigmentasi rambut. Rambut sangat menyerap dan dapat meningkat masanya
menjadi 18% dengan penyerapan cairan, narkotika dapat dengan mudah di transfer

17
Universitas Sumatera Utara
ke dalam rambut melalui keringat. Dan akhirnya dapat mengendap pada rambut
(Clarke,1969). Bergabungnya narkotika pada rambut dapat dilihat pada gambar 2.4.
berikut ini :

Gambar 2.4. Bergabungnya narkotika dalam matriks rambut (Abdi, 2004)

Gambar 2.5. Mekanisme distribusi obat ke dalam rambut (Kintz, 2007)

Rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian sebagai berikut : (Hans, 200 dan
Marie, 2005).

18
Universitas Sumatera Utara
1. Folikel Rambut, yaitu suatu tonjolan epidermis kedalam berupa tabung yang
meliputi :
a. Akar rambut (folicullus pili), yaitu bagian rambut yang tertanam secara
miring di dalam kulit dan terselubung oleh folikel rambut.
b. Umbi rambut (bulbus pili), yaitu ujung akar rambut terbawah yang melebar.
Bagian terbawah umbi rambut adalah matriks rambut, yaitu daerah yang
terdiri dari sel-sel yang membelah dengan cepat dan berperan dalam
pembentukan batang rambut.
2. Batang rambut, yaitu bagian rambut yang berada di atas permukaan kulit berupa
benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin. Batang rambut
terdiri ata 3 bagian, yaitu kutikula (selaput rambut), korteks (kulit rambut) dan
medulla (sumsum rambut).
3. Otot penegak rambut (muskulus arector pili) merupakan otot polos yang berasal
dari batas dermo-epidermis dan melekat di bagian bawah kandung rambut.

2.4. Analisis Narkotika dari Sampel Rambut


Keberadaan beberapa jenis obat-obatan dalam tubuh dapat dianalisis melalui cairan
tubuh seperti urin dan darah, maupun non cairan tubuh seperti rambut. Kelebihan
penggunaan sampel rambut dibandingkan urin dan darah untuk menganalisis obat
adalah rambut memiliki informasi keberadaan obat yang lebih lama dengan rentang
waktu minggu hingga bulan dibandingkan pada urin atau darah yang hanya
mendeteksi dengan kisaran waktu beberapa jam hingga beberapa hari. (Kintz,
2007).
Rambut dapat digunakan sebagai pilihan dalam melakukan analisis senyawa
obat di dalam tubuh khususnya pada kasus-kasus penyalahgunaan obat atau
keracunan yang bersifat kronik (Komang, Achmad Basori dan Ni Made Suaniti,
2016).
Baugartner (1979) telah melakukan penelitian keberadaan metabolit morfin
pada sampel rambut yang berasal dari seorang pengguna heroin dengan metode
radioimmunoassay (RIA), diperoleh hasil bahwa perbedaan konsentrasi morfin

19
Universitas Sumatera Utara
dalam sepanjang helai rambut tersebut berhubungan dengan waktu pemakaian.
Terdapat tiga model penyatuan obat yang telah diteliti antara lain : obat bisa masuk
ke dalam rambut melalui (1) difusi aktif atau pasif dari aliran darah yang memenuhi
papila dermal, (2) difusi dari keringat dan sekresi lainnya membasahi serat rambut
yang tumbuh atau yang sudah dewasa, atau (3) obat eksternal dari uap atau serbuk
yang berdifusi ke dalam serat rambut dewasa (Kintz, 2007).
Analisis dari senyawaan narkotika menggunakan sampel rambut memiliki
peranan yang sangat penting dalam bidang toksikologi forensik terhadap riwayat
penyalahgunaan narkotika. Obat-obatan dapat terdeteksi beberapa bulan setelah
konsumsi terakhir, karena obat-obatan tersebut memasuki akar rambut melalui
kapiler dan akan tertanam di batang rambut, dimana rata-rata pertumbuhannya 0,9-
1,2 cm per bulan. Oleh karena itu, rambut dapat digunakan sebagai “kalender” dari
kegiatan masa lalu dalam obat-obatan (Clarke,1986).Rambut yang dikumpulkan
adalah rambut pengguna setelah 14hari, 30 hari, 60 hari, 90 hari setelah pemakaian
narkotika. (Taufik, 2013).
Kelebihan dari analisis rambut dibandingkan dengan uji darah, urin, dan
saliva adalah sebagai berikut (Kintz, 2007., Romadhon, 2011):
1. Rambut memiliki kemampuan untuk menyerap zat-zat eksogen menuju batang
rambut dimana zat-zat eksogen tersebut tetap tidak berubah selama beberapa
tahun berlawanan dengan matriks tradisional dimana materi dalam 24 jam akan
terjadi tanda eliminasi atau dekomposisi analit.
2. Uji dengan menggunakan rambut, penarikan sampel dan pengangkutan mudah.
Penarikan sampel tidak bersifat invasive, tanpa ketidaksesuaian terhadap subjek,
dan dilakukan dengan peralatan sederhana. Transportasi tidak membutuhkan
kondisi khusus, hanya dengan nenggunakan aluminium foil dan kertas amplop.
3. Sampel rambut sangat sulit untuk dipalsukan sehingga sangat bermanfaat dalam
kasus-kasus forensik.
Senyawa narkotika yang merupakan hasil metabolit juga akan terdapat
dalam rambut sesuai dengan waktu pemakaiannya. Setelah pemakaian 7 (tujuh) hari
narkotika akan terdeteksi pada dasar rambut dan selanjutnya dengan bertambahnya
waktu akan terus naik ke ujung rambut. Hal inilah yang dapat memberikan
informasi berapa lama seorang pemakai mengkonsumsi narkotika sehingga akan

20
Universitas Sumatera Utara
diketahui dengan mudah riwayat penggunaan narkotikia tersebut (Romadhon,
2011).
Dengan fasilitas laboratorium yang maju, sedikit jumlah sampel akan
terdeteksi dalam rambut dan demikian beberapa senyawa-senyawa lain yang
berbahaya akan menarik perhatian analis. Kelemahan dalam analisis rambut yang
diketahui dan harus dipertimbangkan (Wirasuta, 2008) :
1. Sulit untuk mempersiapkan standar rambut referensi yang mengandung
konsentrasi akurat obat yang diperlukan untuk kalibrasi.
2. Efisiensi ekstraksi obat dari matriks padat adalah sangat penting dan parameter
ini perlu dievaluasi untuk setiap jenis obat dalam setiap laboiratorium.
Standarisasi dekontaminasi dan prosedur ekstraksi juga diperlukan.
3. Standar kerja minimum harus ada dalam berbagai laboratorium.
Untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggung jawabkan,
maka syarat-syarat pengambilan, pemilihan, penyimpanan, dan pengiriman sampel
toksikologi ke laboratorium harus dipenuhi dan benar-benar diperhatikan. Hal ini
penting karena setiap obat memiliki stabilitas yang berbeda-beda sehingga nantinya
akan mempengaruhi hasil analisis racun.(Wirasuta, 2008).
Pada saat pemilihan sampel untuk toksikologi untuk korban penyalahguna
narkotika beberapa hal harus dipertimbangkan yaitu sampel mudah untuk
dianalisis, sampel mudah didapatkan, pertimbangkan juga apakah yang dicari obat
induk atau metabolitnya, waktu deteksi obat, stabilitas obat pada spesimen, volume
sampel yang diperlukan serta apakah referensi data kuantitatif obat terhadap sampel
yang kita pilih tersedia. (S. Kerrigan, 2008).
Penyimpanan sampel merupakan hal yang penting diperhatikan.Hal ini
karena setelah pengambilan sampel, proses degradasi obat oleh enzim tetap
berlangsung walaupun diluar tubuh. Degradasi ini diminimalisir dengan
penyimpanan sampel dengan pengawet yang adekuat dan disimpan disuhu yang
rendah yaitu kulkas suhu -400C untuk waktu yang tidak begitu lama dan -200C
untuk waktu lebih dari 2 minggu (S. Kerrigan, 2008).
Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam melakukan analisis toksikologi,
kita perlu mengenali sifat dan stabilitas dari analit. Studi-studi yang dilakukan oleh
Giorgi SN dan Meeker JE terhadap stabilitas kokain, benzoylecgonin,

21
Universitas Sumatera Utara
methampetamin, amphetamin, morfin, codein dan phencyclidine selama 5 tahun
didapatkan hasil bahwa obat yang paling tidak stabil adalah kokain, benzoylecgonin
dan morfin. Sedangkan metamfetamin dan PCP bersifat stabil. (Giorgi, 1995).
Pemilihan sampel merupakan tahap yang penting dalam sebuah kasus
keracunan.Royal college of pathologist, bagian forensik dan medikolegal telah
menerbitkan guidelines untuk menangani spesimen medikolegal dalam hal menjaga
rantai barang bukti. (Recommendations for Collection of Forensic Specimens From
Complainants and Suspects, 2011).
Pada saat pemilihan sampel untuk toksikologi pertimbangkan hal berikut:
(S. Kerrigan, 2008).
1. Sampel mudah untuk dianalisis
2. Sampel mudah didapatkan, tidak invasif
3. Pertimbangkan apakah yang dicari obat induk atau metabolitnya
4. Waktu obat masih terdeteksi pada spesimen
5. Stabilitas obat pada spesimen
6. Volume sampel
7. Referensi data apakah tersedia

Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian dari Spesimen Biologis


No Spesimen Keuntungan Kerugian
1 Darah - Untuk penggunaan obat - Invasif
(ante mortem) yang baru (jam – hari) -Pengambilan sampel harus
-Kadar kuantitatif obat oleh petugas medis
berhubungan dengan -Waktu deteksi obat pendek
efek farmakologis yang
ditimbulkan
- Referensi datanya banyak
2 Darah - Lihat diatas (AM) -Dipengaruhi redistribusi
(post mortem) -Data rasio obat di sentral postmortem
dan perifer telah diketahui -Dipengaruhi artefak
untuk beberapa obat postmortem

22
Universitas Sumatera Utara
-Volume darah perifer
terbatas
3 Otak Digunakan untuk obat yang - Matriks tidak homogen
larut lemak, mudah - Matriks kompleks
menguap dan obat yang - Preparasi sampel sulit
bekerja di susunan syaraf - Referensi data terbatas
pusat
4 Empedu Identifikasi untuk obat - Matriks tidak homogen
yang baru ditelan atau obat - Matriks kompleks
yang absorpsinya lama -Memerlukan preparasi
sampel
5 Rambut - Untuk pemakaian obat - Membutuhkan teknologi
yang sudah lama (bulan) yang baru dalam analisisnya
- Tersedia, mudah - Pemakaian obat baru tidak
diperoleh bisa dideteksi
- Berguna untuk obat dan -Kontaminasi lingkungan
analit bukan obat seperti - Bias etnik
logam - Referensi data kurang
6 Urine - Mudah didapatkan - Potensial dimanipulasi
-Waktu deteksi lebih lama - Obat induk jarang
dibandingkan darah ditemukan, hanya dalam
bentuk metabolitnya
- Kadar kuantitatif tidak
berhubungan dengan efek
farmakologinya
(Sumber :S. Kerrigan, 2008, Sampling, storage and Stability. In : Clarke’s
Analytical Forensic Toxicology. 2rd ed.2008;p.335-54)

Tabel 2.2. Jumlah Sampel Yang Diambil pada Spesimen


NO Postmortem (Jenazah) Antemortem (Hidup)
Spesimen Jumlah Spesisimen Jumlah
1 Darah 25 ml Darah 10 – 20 ml

23
Universitas Sumatera Utara
2 Urine Semua Urine 25 – 100 ml
3 Rambut 150 – 200 helai atau Rambut Sejumput,
50 mg sebesar pena
4 Otak 50 gr ---- ----
5 Empedu 50 gr ----- ----
(Sumber :S Kerrigan, 2008, Sampling, storage and Stability. In : Clarke’s
Analytical Forensic Toxicology. 2rd ed.2008;p.335-54 )

Hasil dari penelitian Citra Manela (2015), bahwa kasus penyalahgunaan


narkotika semakin meningkat. Toksikologi forensik mempelajari tentang ilmu dan
aplikasi toksikologi untuk kepentingan hukum. Kerja utama dari toksikologi
forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun. Untuk
memperoleh hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka syarat-
syarat pengambilan, pemilihan, penyimpanan, dan pengiriman sampel toksikologi
ke laboratorium harus dipenuhi dan benar-benar diperhatikan. Hal ini penting
karena setiap obat memiliki stabilitas yang berbeda-beda sehingga nantinya akan
mempengaruhi hasil analisis racun baik pada korban hidup maupun pada jenazah
(post mortem).
Komang (2014) telah melakukan suatu penelitian tentang analisis senyawa
parasetamol pada urin dan rambut menggunakan kromotografi gas-spektometri
massa (GC-MS), dinyatakannya bahwa parasetamol (acetaminophen) adalah salah
satu jenis obat yang memiliki efek analgesik-antipiretik dan sangat mudah
diperoleh dipasaran. Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
senyawa parasetamol (acetaminophen) pada urin dan rambut secara kualitatif
dengan menggunakan kromatografi gas–spektrometri massa (GC-MS). Sampel urin
dan rambut diperoleh dari pasien (sukarelawan) yang mengkonsumsiparasetamol
dalam dosis terapi tanpa mengubah pola konsumsi. Ekstraksi parasetamol pada
sampel urin dilakukan dengan menggunakan etil asetat, sedangkan sampel rambut
menggunakan metanol, yang selanjutnya hasil ekstraksi diderivatisasi
menggunakan BSTFA yang mengandung TMCS 1 % dan dianalisis menggunakan
kromatografi gas – spektrometri massa (GC-MS). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sampel urine pada 1, 2, dan 3 jam setelah mengkonsumsi parasetamol

24
Universitas Sumatera Utara
memberikan hasil positif acetaminophen-TMS sedangkan pada 24, 168, dan 720
jam setelah konsumsi. Pada sampel rambut, hasil positif acetaminophen-TMS
ditunjukkan pada 1, 2, 3, 24, 168, dan 720jam setelah mengkonsumsi parasetamol.
Hasil analisis toksikologi forensik yang dilakukan oleh Made Agus (2008)
yaitu uji skrining menggunakan teknik immonoassay test (EMIT) terdeteksi positif
golongan opiat dan benzodiazepin. Dari penetapan kadar alkohol didarah dan urin
terdapat alkohol 0,1 promil dan 0,1 promil. Pada uji konfirmasi dengan
menggunakan alat GC-MS diperoleh hasil: Darah sebelum di hidrolisis: - morfin:
0,200 μg/ml, - kodein: 0,026 μg/ml, darah setelah hidrolisis: - morfin: 0,665 μg/ml,
- kodein: 0,044 μg/ml. Urin sebelum hidrolisis: - 6-asetilmorfin: 0,060 μg/ml, -
morfin: 0,170 μg/ml, - kodein: 0,040 μg/ml, urin setelah hidrolisis : - morfin: 0,800
μg/ml, - kodein: 0,170 μg/ml Golongan benzodiazepin yang terdeteksi di darah
adalah: diazepam: 1,400 μg/ml; nordazepam: 0,086 μg/ml; oxazepam: 0,730 μg/ml;
temazepam:0,460 μg/ml.

2.5. Pemeriksaan Narkotika di Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium Narkotika dibedakan menjadi 2 macam tujuan. Tujuan
pertama pemeriksaan laboratorium Narkotika adalah untuk keperluan projusticia
yaitu pemeriksaan untuk melengkapi data-data yang diajukan ke pengadilan.
Pemeriksaan seperti ini dilakukan oleh institusi terbatas yaitu kepolisian, BNN,
Puslabfor dan institusi kesehatan lain yang telah ditunjuk oleh undang-undang.
Tujuan kedua adalah bersifat non pro justics yaitu pemeriksaan Narkotika yang
biasa dilakukan di laboratorium swasta atau laboratorium Rumah Sakit Umum
(Anonimus, 2003., Haller, 2010 ).
Pemeriksaan Narkotika non pro justica biasanya digunakan untuk seleksi
karyawan, penerimaan siswa baru atau keperluan khusus seperti seseorang yang
melakukan pemeriksaan Narkotika kepada anggota keluarga sendiri dengan tujuan
pengawasan. Pemeriksaan Narkotika non pro justica biasanya menggunakan
skrining tes yakni tes awal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
konfirmasi (Haller, 2010).
Parameter Narkotika yang biasa diuji di laboratorium antara lain : Golongan
Amfetamin/Metamfetamin (sabu–sabu), Benzodiazepin, Kokain, Opiat (Morphin)

25
Universitas Sumatera Utara
dan Ganja (Kanabis). Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah urin (paling
banyak digunakan), darah, rambut dan keringat (Pichini, 1999).
Penyimpanan sampel merupakan suatu tahap yang memegang peranan
penting dalam kasus keracunan, terutama pada kasus dimana sampel tidak bisa
langsung dilakukan analisis dilaboratorium.Contohnya karena jauhnya jarak ke
laboratorium rujukan serta laboratorium rujukan yang tidak membuka pelayanan
setiap hari selama 24 jam. Untuk sampel rambut cukup disimpan di suhu ruangan
dalam keadaan bersih dan kering (S. Kerrigan, 2008).Metode Pemeriksaan
Metamfetamin antara lain yaitu:
1. Uji penapisan Screening Test
Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam
sampel. Analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia
maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika
secara umum dalam uji penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat,
kokain, kanabinoid, turunan amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan
senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan asam barbiturat, turunan metadon.
Pengelompokan ini berdasarkan struktur inti molekulnya. Sebagai contoh, disini
diambil senyawa golongan opiat, dimana senyawa ini memiliki struktur dasar
morfin, beberapa senyawa yang memiliki struktur dasar morfin seperti, heroin,
monoasetil morfin, morfin, morfin-3-glukuronida, morfin-6-glukuronida,
asetilkodein, kodein, kodein-6-glukuronida, dihidrokodein serta metabolitnya,
serta senyawa turunan opiat lainnya yang mempunyai inti morfin.
Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit dengan
derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya
relatif cepat. Terdapat teknik uji penapisan yaitu: a) Thin Layer Chromatography
(TLC) / kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi
warna, b) teknik immunoassay. Teknik immunoassay umumnya memiliki sifat
reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, serta dalam pengerjaannya memerlukan
waktu yang relatif singkat, namun teknik ini menjadi relatif tidak murah.
2. Teknik Immunoassay
Teknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam
analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan anti-drug

26
Universitas Sumatera Utara
antibody untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi
biologik). Jika di dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigentarget)
maka dia akan berikatan dengan antidrug antibody, namun jika tidak ada
antigentarget maka anti-drug antibody akan berikatan dengan antigen-penanda.
Terdapat berbagai metode atau teknik untuk mendeteksi beberapa ikatan
antigen-antibodi ini, seperti enzyme linked immunoassay (ELISA), enzyme
multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization
immunoassay (FPIA), cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio
immunoassay (RIA).
Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah sampel
per-hari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal dipasaran teknik
ELISA atau EMIT terdapat dalam bentuk single test maupun multi test. Untuk
laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single
test immunoassay akan lebih tepat ketimbang teknik multi test, namun biaya
analisa akan menjadi lebih mahal. Hasil dari immunoassay test ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena
kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa
yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama.
Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang
mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test
immunoassay dari anti bodi- metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi
immunoassay (screening test) harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test).
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya,
namun KLT kurang sensitif. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat
disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan KLT
dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak
noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang
telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (ultraviolet atau
fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat sensitifitas dan
spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi
ini dapat digunakan untuk uji pemastian.

27
Universitas Sumatera Utara
4. Uji pemastian Confirmatory Test
Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya.
Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun harus
lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang
dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas-
spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
dengan diode-array detektor, kromatografi cair spektrofotometri massa (LC-
MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat
spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit,
sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.
5. Uji konfirmasi Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS)
Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik GC-MS adalah analit
dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian selanjutnya dipastikan
identitasnya menggunakan teknik spektrfotometri massa. Sebelumnya analit
diisolasi dari matrik biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan
dilewatkan ke kolom GC, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan
metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa
segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan menggunakan GC,
indeks retensi dari analit yang terpisah adalah sangat spesifik untuk senyawa
tersebut, namun hal ini belum cukup untuk tujuan analisis toksikologi forensik.
Analit yang terpisah akan memasuki spektrofotometri massa, di sini bergantung
dari metode fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola
spektrum massa yang sangat karakteristik untuk setiap senyawa. Pola
fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan karakteristik molekular dari suatu
senyawa. Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum massanya, maka
identitas dari analit dapat dikenali dan dipastikan. (Anonim, 2012)
Dari metode kromatografi dapat digunakan untuk analisis kualitatif untuk
mengetahui sampel yang di duga mengandung metamfetamin dengan
menggunakan perbandingan hasil kromatogram larutan standart dan kromatogram
sampel melalui waktu retention yang muncul.

2.6. Bentonit Alam

28
Universitas Sumatera Utara
Bentonit atau tanah diatom merupakan terjemahan bahasa asing
Diatomaceous earth. Dengan nama lain diatomaceous silica, fossil flour white peat,
molera, desenind earth, randanite, tellurine, kieselguhr dan diatomae serta nama
dagang yang dipakai ialah celite, calatom, dan pakatome. Istilah yang paling sering
dipakai adalah Diatomaceous earth.Istilah bentonit pertama kalidigunakan oleh
Knight yaitu suatu jenis lempungyang sangat plastis (koloid) yang terdapat pada
formasi “Benton”, rock creek, Wyoming Amerika Serikat. Istilah tersebut untuk
menggantikan istilah-istilah sebelumnya seperti: China clay, soapy clay, taylorite,
blecing clay dan fuller’s earth (Bor Kuan Chen et al, 2012).
Bentonit sebagian besar terdiri dari MMT (montmorillonite). Bentonit
merupakan jenis batuan sedimen yang sebagian besar terdiri dari lempung dengan
tipe 2:1 struktur berlapis (smectite) dan mengandung ion natrium dan kalsium yang
tinggi. Kristal bentonit terdiri dari dua lapisan yaitu tetrahedral dan octahedral
(Gambar 2.6) lapisan tertahedral mengandung atom silikon/silikat dan lapisan
octohedral yang terbuat dari aluminium atau magnesium hidroksida. Umumnya
lapisan ini memiliki ketebalan sekitar 1 nm dan dapat dilebarkan hingga 30 nm,
namun hal ini tergantung dari jenis alkil ammonium yang digunakan unuk
mengolahnya (Suprakas et el, 2003).

Gambar 2.6 Bentonit Alam


(Sumber: http//www.tekmira.esdm.go.id.databentonit.2012)

Bentonit atau diatomaceous earth atau tanah diatom merupakan salah satu
jenis mineral opal (SiO2.nH2O). Huruf n pada rumus molekul opal memiliki arti
bahwa tanah diatom memiliki kandungan jumlah air yang tidak tetap. Tanah diatom
adalah senyawa mineral yang terbentuk alami dari sisa fosil algae

29
Universitas Sumatera Utara
Bacillariaphyceae sp. yang memiliki kandungan silika tinggi. Tanah diatom juga
merupakan material berpori dan kaya akan silika yang diperkirakan berperan dalam
proses adsorpsi (Sukandarmiudi, 2004).
Propinsi Sumatera Utara dikenal sebagai salah satu simpul utama untuk
investasi di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang banyak antara lain ;
karet alam, kelapa sawit, minyak bumi, mineral dan bahan tambang, salah satu
sumber daya alam yakni karet alam dan bentonit alam atau tanah diatom. Demikian
juga beberapadaerah di Indonesia yang mempunyai cadangan bentonit alam sangat
besar dan berpotensi untuk dikembangkan, jumlah bentonit sangat melimpah dan
tersebar di berbagai daerah baik di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Salah satu
dari sumber daya alam yang ada terdapat di daerah kecamatan Pahae dan Porsea
Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara yakni bentonit alam.
Bentonit atau diatomaceous earth atau tanah diatom merupakan salah satu
jenis mineral opal (SiO2.nH2O). Huruf n pada rumus molekul opal memiliki arti
bahwa tanah diatom memiliki kandungan jumlah air yang tidak tetap. Tanah diatom
adalah senyawa mineral yang terbentuk alami dari sisa fosil algae
Bacillariaphyceae sp. yang memiliki kandungan silika tinggi. Tanah diatom juga
merupakan material berpori dan kaya akan silika yang diperkirakan berperan dalam
proses adsorpsi (Sukandarmiudi, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama tanah diatome
adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron. Silika sebagai
komponen utama tanah diatom adalah amorf dengan rumus kimia tanah diatom
yaitu SiO2.nH2O (Sukandarmiudi, 2004), dimana atom-atom silikon dan oksigen
dalam silika tersusun secara tetrahedron mirip dengan silika kristal tetapi jaringan
tersebut tidak terulang secara periodik dan simetri seperti halnya dalam kristal. Sifat
fisika tanah diatom antara lain adalah luas permukaan besar, mampu mengikat dan
melepas molekul air, mampu mengembang dan mengerut serta bersifat plastis
dalam keadaan lembab namun keras saat kering (Sutanto, 2005).
Bentonit biasa digunakan sebagai adsorben, faktor yang mempengaruhi
adsorbsi lempung adalah luas permukaan, struktur lapisan molekul, kapasitas
penukar kation dan keasaman permukaannya (Bhattacharyya dan Gupta, 2008).

30
Universitas Sumatera Utara
Bentonit adalah sejenis batuan yang didalamnya banyak mengandung
mineral montmorillonite yang sifatnya khas yaitu dapat mengembang dalam air,
interkalasi dan bersifat penukar ion menjadikan bahan ini menarik digunakan
menjadi katalis organo clay nano clay dan nanokomposit polimer (Adel Fisli,
Mujamilah dan Grace, 2009). Sampai saat ini penggunan bentonit belum optimal
manfaatnya khususnya di bidang teknologi dalam merekayasa suatu material
(komposit), salah satunya aplikasi bentonit yang saat ini banyak dikaji oleh institusi
penelitian nasional maupun internasional adalah pemanfaatannya sebagai pengisi
(filler) yang berukuran nano, yang lebih dikenal dengan nanofiller. Nanofiller dapat
diaplikasikan pada polimer untuk menghasilkan material nanokomposit dengan
peningkatan beberapa sifat dasar polimer, seperti sifat ketahanan termal, sifat
mekanis, ketahanan terhadap bahan kimia dan sifat bakar (flammability).
Bentonit memiliki sifat hidrofil, maka material tersebut secara umum tidak
kompatibel dengan sebagian besar bahan polimer, oleh karena itu secara kimiawi
harus dimodifikasi untuk membuat permukaannya yang lebih hidrofobis ,untuk itu
diperlukan suatu bahan yang kompatibel dengan matrik polimer (Sinto Jacob,Suma,
Abhillash, 2010).
Bnetonit termasuk salah satu bahan penyerap yang banyak terdapat di alam
serta perkembangan yang baik terdapat pada tempat yang terdapat batuan
piroklastik dengan kandungan SiO2 yang banyak. Di Indonesia cadangan bentonit
atau tanah diatom cukup besar terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara, yang
tersebardi daerah Kab. Samosir, Pahae dan Porsea dengan jumlah yang mencapai
125 juta m2. Jadi dapat didefinisikan dengan sifat kimianya (SiO 2.nH2O) sebagai
bagian batuan sedimen silika yang tersusun atas sisa kerangka fosil tumbuhan air,
ganggang yang bersel tunggal.

2.6.1. Komposisi Bentonit Alam


Komposisi dari bentonit atau tanah diatom ialah berupa silika amorf yang memiliki
kadar hingga 55-70%, yang tergantung pada lingkungan setempat. Kadar silika
pada tanah diatomae yang bervariasi sangat dipengaruhi oleh asalnya. Sifat dari
adsorben dipengaruhi oleh silika yang berkaitan erat dengan struktur senyawa silika
bentonit atau tanah diatom tersebut .

31
Universitas Sumatera Utara
Komposisi kimia bentonit terdiri atas 86% silika, 5% natrium, 3%
magnesium dan 2% besi. Disertai sifat dasar dari strukturnya yang unik, berat
jenisnya yang rendah (± 0,45), permukaan yang luas dan pori-pori, warnanya putih-
coklat tergantung dari kontaminasinya, kemampuan daya hantar listrik atau panas
rendah serta tidak abrasif.
Jenis zat yang akan teradsorbsi dapat ditentukan dari polaritas permukaan
pada adsorben. Fungsi dari tanah diatomae juga berhubungan dengan beberapa sifat
penting, yaitu porositas, daya adsorbsi/ daya serap, ukuran partikel serta
konduktivitas.
Bentonit atau tanah diatom biasanya putih, terkadang juga berwarna abu-
abu kekuning-kuningan. Hal tersebut dikarenakan adanya impuritis yang terbawa
mengendap (Nasril, 2001)
Tabel 2.3 Komposisi Bentonit atau Tanah Diatom Desa Kecamatan Paruruan
Kabupaten Samosir
NO Senyawa Komposisi (%)
1 SiO2 71,6
2 Al2O3 12,21
3 Fe2O3 3,40
4 TiO2 0,54
5 CaO 1,11
6 MgO 0,79
7 K2O 2,96
8 Na2O 1,58
9 MnO 0,24
10 LOI 5,50
11 Kadar Air 4,73
(Sumber: Harianja,2005)

2.6.3 Karakteristik Bentonit Alam


a. Karakteristik Fisika
Kekerasan : 1-5 skala mohs
Berat jenis : 2,1-2,2 ( yang murni berkisar antara 0,13-0,45)

32
Universitas Sumatera Utara
Titik cair : 1,610 -1,750 ̊C
Indeks bias : 1,44-1,46
Warna : putih, abu-abu, kadang-kadang berwarna kemerah-merahan dan
kekuning-kuningan
Daya serap : Tinggi, sangat berpori, mudah pecah, memiliki daya penahan panas

b. Karakteristik Kimia
Silika (SiO2) merupakan senyawa yang dominan yang terdapat dalam tanah
diatomae. Pada keadaan murninya mengandung 97% SiO2 dan selebihnya adalah
air. Dan di alam dapat dijumpai beserta adanya pengotor seperti besi, alumenium,
kalsium,magnesium serta unsur-unsur mikro lainnya. Setiap jenis tanah diatomae
kandungan komposisi kimianya berbeda-beda (Carter,S.B.2007)

2.6.3. Manfaat Bentonit Alam


1. Penyaring / Pemutih
Bentonit yang digunakan sebagai penyaring / bahan pemutih memiliki sifat
sebagai berikut:
a. Bentonit tidak larut dalam zat yang akan disaring
b. Kemurniannya harus tinggi, kalau masih ada kotoran di dalamnya harus tidak
larut di dalam zat yang akan disaring
c. Kalau ada unsur besi dan alumenium di dalamnya masing-masing maximal
1,5% dan 6%
3. Bahan Isolasi Panas dan Bunyi
Digunakan sebagai bahan isolasi terhadap suhu tinggi dan rendah serta peredam
suara. Juga digunakan dalam lemari es, ruang-ruang pendingin, ketel-ketel uap,
gedung pemancar radio dan telepon.
4. Bahan Pengisi
Digunakan harus dalam keadaan murni sebagai bahan pengisi, kotoran yang
mungkin di dalamnya mungkin merusak dan akan merubah warna bahan yang
diisi. Biasanya digunakan sebagai bahan pengisi dalam industri cat , karet,
plastik,kertas dan lai-lain.
5. Bahan penyerap dan pembawa

33
Universitas Sumatera Utara
Dengan daya serap tanah diatomae yang tinggi maka digunakan untuk menyerap
dan membawa cairan menurut keperluannya. Juga digunakan untuk membawa
gas dalam keadaan tertentu
6. Bahan Gosok
Digunakan sebagai bahan gosokuntuk logam. Dimana saat digosokkan
cangkang-cangkang pecah berbentuk persegi yang memberikan pengaruh baik
pada gosokan serta tidak merusak logam yang digosok walaupun logam itu
lunak. Serta digunakan untukmenggosok barang-barang dari perak, alat-alat
bedah, dan instrumen lainnya.
7. Laboratorium Kimia
Digunakan sebagai bahan pendukung dan pembawa katalis di dalam proses-
proses kimia seperti hidrogenase, serta memperbaiki homogenitas serta
meningkatkan daya kekedapan
8. Sumber Silika
Biasanya digunakan untuk industri keramik, sumber silika untuk peralatan
barang pecah belah dan kaca.
(Manurung,M,S., 1994).

2.6.3. Nanobentonit
Hasil penelitian dari Patel (2006) menyatakan kegunaan nanobentonit yaitu
bentonit yang dimodifikasi menggunakan silikat, sangat luas: sebagai
modifierreologi pada berbagai produk, antara lain grease, kosmetik, filler pada
nanokomposit polimer. Pada grease, bentonit selain dapat memodifikasi reologinya
juga dapat meningkatkan kinerjanya .
Hasil Penelitian Hibah Fundamental Simlitabmas pada tahun pertama
pembuatan nanobentonit dengan metode ball mill (Bukit N, Frida dan Harahap,
2013) diperoleh hasil ukuran nano partikel bentonit alam yang diperoleh dari
analisis PSA sebesar 95 nm dengan alat XRD diperoleh rata rata ukuran partikel
49,80 nm dari analisis EDX kandungan tertinggi pada bentonit alam adalah
alumunium (Al) dan silikon (Si), dari analisis XRD diperoleh Bentonite alam
merupakan jenis mineral alumunium silikat dan tergolong jenis wyoming (Na-
bentonite), mineral-mineral yang ada di dalam bentonite terdiri dari mineral

34
Universitas Sumatera Utara
crystoballite dari grup quartz, mineral annite dari grup mica, mineral analcime dari
grup feldspar, dan mineral carnegieite dari grup feldspathoid. Dan kandungan
terbesar dari sampel bentonite ini adalah fasa mineral crystoballite sekitar 68 %.
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan kompatibilitas sifat suatu bahan
pengisi dengan matrix polimer, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
ukuran partikel suatu bahan pengisi, dimana ukuran partikel suatu bahan pengisi
yang kecil dapat meningkatkan derajat penguatan polimer dibandingkan dengan
ukuran yang lebih besar, (Leblance, J, R., 2002), demikian juga semakin kecil
ukuran partikel semakin tinggi ikatan antara bahan pengisi dengan matrix polimer,
(Kohls, J. L, dan Beaucage, 2002) jumlah luas permukaan dapat ditingkatkan
dengan adanya permukaan yang berpori pada permukaan bahan pengisi demikian
juga halnya dengan penambahan nano zeolit alam meningkatkan sifat mekanik
nano komposit, (Bukit, N., 2012).
Karakteristik dari tanah diatomae terbagi atas :Silika (SiO 2) merupakan
senyawa yang dominan yang terdapat dalam tanah diatomae. Pada keadaan
murninya mengandung 97% SiO2 dan selebihnya adalah air. Dan di alam dapat
dijumpai beserta adanya pengotor seperti besi, alumenium, kalsium,magnesium
serta unsur-unsur mikro lainnya. Setiap jenis tanah diatomae kandungan komposisi
kimianya berbeda-beda (Carter,S.B.2007).
Beberapa hasil penelitian yang memanfaatkan nanobentonit sebagai
adsorben, antara lain dengan judul penelitian yaitu:
1. Faisol Asip, Noffia Chintyani, Septi Afria (2015), telah melakukan penelitian
dengan judul: Pengaruh Adsorben Ddiatomaceous Earthn Terhadap Penurunan
Kadar Besi dan Ion Sulfat Dari Asam Tambang.
2. Lisma Luciana, Farid M, M. Dani S. (2014), telah melakukan penelitian dengan
judul: Karakterisasi Tanah Diatom dan Aplikasinya Pada Industri Minyak
Goreng.
3. Abdou, M.I., Al-sabagh, A.M., Dardir, M.M. (2013), telah melakukan penelitian
dengan judul: Evaluation of Egyptian Bentonite and nano-bentonite as drilling
mud.
4. Tresnadi, Hidir (2008), telah melakukan penelitian dengan judul: Karakteristik
Air Asam Tambang di Lingkungan Tambang.

35
Universitas Sumatera Utara
5. Setyaningtas, Tien, dan Sriyanti (2003), telah melakukan penelitian dengan
judul: Pengaruh Pemanasan Tanah Diatome terhadap Kemampuan Adsorpsi Cd
(III) dalam Pelarut Air.
6. Manurung,M.S (1994), telah melakukan penelitian dengan judul: Studi
Pemanfaatan Diatomea Aktif sebagai Penyerap Ion Pada Pengolahan Air
Limbah Pabrik Tekstil.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama bentonit atau
tanah diatom adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron, dimana
dari hasil penelitian dari Patel (2006) menyatakan kegunaan nanobentonit yaitu
bentonit yang dimodifikasi menggunakan silikat, sangat luas: sebagai
modifierreologi pada berbagai produk, antara lain grease, kosmetik, filler pada
nanokomposit polimer. Pada grease, bentonit selain dapat memodifikasi reologinya
juga dapat meningkatkan kinerjanya .
Berdasarkan literarur di atas, maka belum ditemukan pemanfaatan
nanobentonit (bentonit) sebagai adsorben untuk mengikat senyawa metamfetamin
dalam rambut pengguna sabu-sabu, makadari itu peneliti mencoba melakukan
penelitian untuk menganalisa kadar metamfetamin dalam rambut pengguna sabu-
sabu dengan metode kolom ekstraksi dengan memanfaatkan nanobentonit alam
sebagai adsorben.

2.7. Sonikasi
Sonikasi termasuk kedalam ekstraksi cair-cair. Pada ektraksi cair-cair, satu
komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan
pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan
cara destilasi tidak mungkin dilakukan misalnya karena pembentukan azeotrop atau
karena kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-
cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu
sesempurna mungkin.Sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan
frekuensi 42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut
meskupun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa
senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi

36
Universitas Sumatera Utara
mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses
pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang
ultrasonik untuk membantu difusi pelarut kedalam dinding sel tanaman. Metode
ekstraksi sonikasi juga efisien dan mempersingkat waktu ekstraksi (Delmifiana, B
; 2013).
Energi dalam ultrasonik merupakan intensitas gelombang ultrasonik yang
merambat dan membawa energi pada suatu luas permukaan per satuan waktu. Jika
energi gelombang ultrasonik tersebut melalui jaringan, maka akan melepaskan
energi kalor sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan
meningkat dan kemudian menimbulkan efek kavitasi, yaitu pembentukan,
pertumbuhan dan pecahnya gelembung didalam sebuah cairan. Ketika gelembung
kavitasi akustik pecah mendekati atau pada permukaan solid, maka permukaan
solid tersebut memberikan resistensi terhadap aliran cairan (Bendicho, 2000).
Sedangkan kelemahan metode sonikasi yaitu harganya yang mahal dan
membutuhkan proses curing (Ulilalbab, 2012). Proses curing pada prinsipnya
merupakan suatu proses terjadinya reaksi kimia awal jaringan ikat kolagen kulit
dengan bahan curing baik dengan menggunakan bahan curing asam, basa ataupun
enzim. Proses curing menyebabkan struktur ikatan intermolekuler dan
intramolekuler pada protein kolagen kulit melemah ataupun terjadi proses
pemutusan rantai ikatan asam amino secara parsial.
(Kolodziejska,2007;Hidayat,2008).

2.8. Kolom Ekstraksi


Kolom ekstraksi dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan preparasi
analisis sampel yang cepat (Pawliszyn, 1997). Kolom ekstraksi merupakan teknik
yang cukup baru untuk eksraksi tanpa pelarut yangsingkat zat-zat organik volatil
dan semi volatile. ( Marsili, 1997 ).
Menurut Shirey dan Sidisky (1999), Kolom ekstraksi merupakan teknik
ekstraksi tanpa pelarut yang dapat dipakai untuk mengekstrak analit dari matriks
sampel cair maupun padat. Alat kolom ekstraksi tediri dari syringe yang telah
dimodifikasi dan tersusun oleh plunger yang memungkinkan jarum syringe yang
berisi fiber dapat diatur posisinya untuk keperluan ekstraksi dan desorbsi.

37
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya senyawa yang tersebar baik didalam tubuh maupun di alam
sepertiradioaktif dalam jumlah yang banyak dapat mempengaruhi keberlangsungan
hidup manusia. Tidak hanya senyawa-senyawa seperti radioaktif, tetapi obat
jikadisalahgunakan dapat berpengaruh bagi kesehatan. Untuk mengetahui jumlah
kadar senyawa di dalam tubuh dan untuk mempermudah analisis senyawaatau obat
diperlukan teknik analisis dengan waktu yang cepat, mudah dan
efisien.(Pawliszyin, 2001).
Saat ini banyak para peneliti menggunakan suatu metode terbaru yaitu SPE
(Solid Phase Extraction). SPE (Solid Phase Extraction) merupakan metode
ekstraksi fase padat yang dapat digunakan untuk analisis, pemisahan, purifikasi
sampel dalam bidang industri, farmasi, maupun analisis toksikologi. SPE (Solid
Phase Extraction) dapat analisis suatu senyawa dari materi biologis seperti darah,
urin, air, dll yang mengandung banyak matriks. Permasalahan yang sering muncul
adalah ketika ada sampel yang komposisinya tidak diketahui namun bersifat sangat
kompleks dan mengandung begitu banyak komponen kimia berbentuk cairan dan
terdapatnya partikel padat yang mengembang didalamnya. Sehinggadiperlukan
suatu teknik yang dapat menganalisis senyawa yang spesifik yang terdapat didalam
suatu sampel tersebut.
Menurut Simpson, SPE (Solid Phase Extraction) merupakan salah satu
variasi dari teknik analisis yang tersediauntuk memperbaiki kesenjangan yang ada
antara sampel dengan tahap-tahap analisis. Filtrasi, homogenisasi, presipitasi,
reaksi kimia, pertukaran pelarut, konsentrasi, penghapusan matrix, solubilisasi
merupakan komponen yang dapatdigunakan secara tunggal atau kombinasi untuk
mendapatkan sampel dengan bentuk yang kompatibel dengan alat analisis yang
diperlukan. SPE memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair
yaitu dengan menggunakan SPE proses ekstraksi menjadi lebih sempurna,
pemisahan analit dari matriks menjadi lebih efisien, mengurangi pelarut organic
yang digunakan. SPE merupakan proses pemisahan yang efisien sehingga recovery
yang tinggi (>99%) lebih mudah dicapai jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-
cair.
Untuk meningkatkan sensitivitas dan selektivitas dalam analisis sampel,
saat ini maka metode kolom ekstraksi dapat digabungkan dengan metode lain

38
Universitas Sumatera Utara
seperti kromatografi (GC-MS), Spektrofotometer UV-Vis, HPLC, Kromatografi
Gas dan Massa. Menurut Barnes et al, kombinasi antara kromatografi dan SPE
dapat digunakansecara lebih sederhana dan efektif dalam pemurnian, analisis
sampel. Keuntungannya jika dibandingkan denganmetode lain seperti HPLC,
NMR, dan MS adalah biaya yang murah, kemampuan dananalisis sampel cukup
bagus.
Kolom ekstraksi menggunakan sorbent dalam jumlah kecil yang terdispersi
pada permukaan fiber, untuk mengisolasi dan mengkonsentrasikan analit dari
matriks sampel. Setelah kontak dengan matriks sampel, analyte akan terabsorbsi
atau teradsorbsi oleh fiber (tergantung jenis fiber yang dipakai) sampai tercapai
kesetimbangan dalam sistem tersebut. (Pawliszyin, 2001).
Menurut Mitra (2003), keuntungan penggunaan kolom ekstraksi adalah
kemampuan mengkonsentrasi dan selektifitas yang tinggi. Metode kolom ekatraksi
mampu menangkap > 90% analit yang keluar dari sampel, namun hanya 1-2% dari
analit yang ditangkap tersebut yang dapatdiinjeksikan pada instrumen analisis.
Menurut Stadelmann (2001), Polaritas fiber mempengaruhi selektifitas
fiberberdasarkan prinsip kesamaan polaritas. Komponen polar lebih
mudahdiekstrak dengan menggunakan fiber bertipe polar. Namun, tidak semua
zatnon polar lebih mudah diekstrak dengan menggunakan fiber tipe non polar.Tipe
serapan fiber dibedakan menjadi 2 yaitu tipe penjerap (adsorben) dan penyerap
(absorben). (Shirey & Mindrup, 1999).

2.9. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS)


Teknik GC pertama kali diperkenalkan oleh James dan Martin pada tahun 1952
(Sparkman et al., 2011). GC merupakan salah satu teknik kromatografi yang hanya
dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap.
Kriteria menguap adalah dapat menguap pada kondisi vakum tinggi dan tekanan
rendah serta dapat dipanaskan. (Drozd, 1985).
Kromatografi gas merupakan suatu proses dimana suatu campuran
zat/material dipisah-pisahkan dengan suatu fase gerak (pembawa) berupa gas
melalui suatu penjerap fase diam. Kromatografi gas dibagi dalam 2 (dua) kategori,
yaitu (a) kromatografi gas-cair dimana pemisahan terjadi melalui partisi sampel

39
Universitas Sumatera Utara
antara fase gerak gas dan suatu lapisan tipis cairan yang tidak menguap yang
dilapiskan pada suatu bahan inert, dan (b) kromatografi padatan-gas dimana fase
diam yang digunakan berupa padatan. (Vogel, 1989).
Fase gerak gas (pembawa) yang biasa digunakan dalam kromatografi gas
yaitu helium, nitrogen, hidrogen atau argon. Pemilihan gas tersebut tergantung pada
faktor-faktor antara lain kemudahan diperoleh, kemurnian yang diinginkan,
kebutuhan/konsumsi dan tipe detektor yang digunakan. Namun secara umum gas
helium lebih disukai pada penggunaan detektor panas (thermal conductivity
detetctors) disebabkan konduktifitas suhu relatif yang tinggi pada penguapan
banyak senyawa-senyawa organik. (Vogel, 1989).
Injeksi sampel yang dianalisis menggunakan kromatografi gas umumnya
menggunakan suatu mycrosyringe yang dilengkapi jarum hipodermik melalui
septum dan sampel masuk ke dalam suatu heated metal block pada ujung kolom.
Berbagai pengembangan prosedur injeksi sampel dibuat untuk meningkatkan
keterulangan (reproducibility). Hal ini diperlukan karena sangatlah sulit
menginjeksikan sejumlah kecil cairan sampel (ukuran 1-10 μl) dan akan
mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil kuantitatif analisis dengan
kromatografi gas. Salah satu pengembangan prosedur adalah menggunakan internal
standar pada berbagai ukuran sampel. (Vogel, 1989).
Faktor lain yang mempengaruhi hasil analisis kromatografi gas adalah
kolom. Pemisahan komponen-komponen sampel dipengaruhi oleh sifat-sifat
kolom, diantaranya padatan penyangga, tipe dan jumlah fase cair, metode
pengemasan, panjang dan temperature kolom, akan mempengaruhi resolusi yang
diinginkan. Kolom berada dalam suatu oven yang suhunya terkontrol dan konstan
pada suhu 0,5ºC sampai lebih dari 400ºC. Secara umum, kolom dibagi 2 (dua) jenis
yaitu (a) kolom kemas (packed columns) dan (b) kolom tubular terbuka (open
tubular columns). (Vogel, 1989).
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, selain faktor injeksi sampel dan
kolom, hasil analisis kromatografi gas juga dipengaruhi oleh jenis detektor. Fungsi
detektor yang dipasang pada ujung kolom pemisah adalah untuk “menangkap” dan
mengukur sejumlah kecil keberadaan komponen-komponen yang dipisahkan yang
mengalir bersama gas menuju ujung kolom. Keluaran dari detektor adalah suatu

40
Universitas Sumatera Utara
pencatatan yang disebut kromatogram. Pemilihan detektor tergantung beberapa
faktor, antara lain konsentrasi yang diukur dan sifat-sifat komponen yang
dipisahkan. Jenis detektor yang banyak digunakan adalah detektor konduktifitas
suhu (thermal conductivity detetctor), ionisasi nyala (flame ionization detector),
dan penangkap electron (electron capture detector). Sedangkan sifat-sifat penting
suatu detektor antara lain sensitifitas, linieritas, stabilitas, dan memberikan respon
yang selektif atau universal.
Gas chromathography (GC) adalah metode pemisahan yang digunakan
untuk menganalisis senyawa yang mudah menguap atau senyawa yang mudah
diuapkan. Senyawa yang mudah terdegradasi oleh panas tidak dapat dianalisis
denganmetode ini. Mass Spectrometer (MS) adalah suatu metode analisis
instrumental yang dipakai untuk identifikasi dan penentuan struktur dari komponen
sampeldengan cara menunjukkan massa relatif dari molekul komponen dan massa
relative hasil pecahannya Gas Chromathography-Mass Spectrometer merupakan
gabungan metodeanalisis antara GC dan MS. Dalam hal ini GC hanya berfungsi
sebagai saranapemisah tanpa dilengkapi dengan detektor sebagaimana GC pada
umumnya, tetapi yang berfungsi sebagai detektornya adalah MS. Kemampuan dan
aturan pemisahannya akan mengikuti aturan pada GC, demikian pula aturan
fragmentasi dan pola spektrum massa akan mengikuti aturan MS. Dengan adanya
gabungan kedua metode tersebut akan memberikan keuntungan yang lebih baik
karenasenyawa yang telah terpisahkan oleh GC dapat langsung dideteksi oleh MS.
Detektor MS untuk kromatografi gas mempunyai beberapa keuntungan,
antaralain yaitu penggunaan senyawa yang telah diketahui isotopnya sebagai
standarmeningkatkan ketelitian analisis serta pada resolusi tinggi dapat
menentukankomposisi dasar dari senyawa yang dianalisis. Dengan adanya
penggabungan kedua alat tersebut, maka GC-MS mampu memisahkan komponen-
komponendalam suatu analit sekaligus menentukan jenis komponen tersebut

41
Universitas Sumatera Utara
melaluispektrum massanya. Berikut adalah instrumentasi komponen GC-MS.

Gambar 2.6. Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa


Dasar pemisahan menggunakan kromatografi gas adalah penyebaran
cuplikan pada fase diam sedangkan gas sebagai fase gerak mengelusi fase diam.
Cara kerja dari GC adalah suatu fase gerak yang berbentuk gas mengalir di bawah
tekanan melewati pipa yang dipanaskan dan disalut dengan fase diam cair atau
dikemas dengan fase diam cair yang disalut pada suatu penyangga padat. Analit
tersebut dimuatkan ke bagian atas kolom melalui suatu portal injeksi yang
dipanaskan. Suhu oven dijaga atau diprogram agar meningkat secara bertahap.
Ketika sudah berada dalam kolom, terjadi proses pemisahan antar komponen.
Pemisahan ini akan bergantung pada lamanya waktu relatif yang dibutuhkan oleh
komponen-komponen tersebut di fase diam. (Sparkman et al., 2011).
Seiring dengan perkembangan teknologi maka instrument GC digunakan
secara bersama-sama dengan instrumen lain seperti Mass-Spectrometer (MS).
Spektrometer massa diperlukan untuk identifikasi senyawa sebagai penentu bobot
molekul dan penentuan rumus molekul. Prinsip dari MS adalah pengionan
senyawa-senyawa kimia untuk menghasilkan molekul bermuatan atau fragmen
molekul dan mengukur rasio massa/muatan. Molekul yang telah terionisasi akibat
penembakan elektron berenergi tinggi tersebut akan menghasilkan ion dengan
muatan positif, kemudian ion tersebut diarahkan menuju medan magnet dengan
kecepatan tinggi. Medan magnet atau medan listrik akan membelokkan ion tersebut
agar dapat menentukan bobot
Teknik kromatografi mulai dikenal sejak tahun 1834. Teknik tersebut
dipekenalkan oleh Runge F.F. dengan menggunakan kertas tanpa glasur(lapisan
kaca) dan/atau potongan kain untuk pengujian spot (titik warna) celupan dan
ekstrak tanaman. (Grob, 2004).

42
Universitas Sumatera Utara
Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GC-MS) mampu mendeteksi
kadar obat dengan konsentrasi kurang dari 1μg/L dan membutuhkanwaktu
pengerjaan yang relatif singkat (Wirasuta, 2007). Syarat suatu senyawa dapat
dianalisismenggunakan GC-MS adalah memiliki sifat yang volatile (mudah
menguap), jika suatu senyawasulit menguap maka sebelum dianalisi
smenggunakan GC-MS maka dilakukan derivatisasi terlebih dahulu.
Saito (2008) telah berhasil melakukan analisis parasetamol dalam sampel
rambut pada kasus keracunan dalam kondisi overdose. Dari penelitian ini ketahui
juga bahwa limit deteksi GC-MS adalah 0,1 ng/mg. Bila analisis dilakukan dalam
kondisi overdose maka masih memungkinkan untuk memperoleh hasil positif
parasetamol pada rambut namun tidak demikian bila parasetamol hanya dikonsumsi
beberapa kali bila diperlukan dalam dosis terapi (berdasarkan resep dokter)
sehingga perlu dilakukan kembali analisisparasetamol pada rambut pasien
yangmendapatkan terapi parasetamol dalam dosisterapi.
Komang, Achmad Basori dan Ni Made Suaniti (2016) telah melakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengembangan metode untuk penetapan kadar
acetaminophen pada spesimen rambut manusia menggunakan instrumen GC-MS.
Analisis GC dilakukan dengan Agilent6890N kromatografi gas dilengkapi
denganAgilent 5973 detektor massa selektif. Helium (99%) digunakan sebagai gas
pembawa pada lajualir 1 mL/menit, 1μL ekstrak disuntikkan dengansuhu injektor
250oC, suhu interface 270oC, suhudetektor 230oC dan split rasio 1:20.
Programtemperatur pada kolom adalah suhu awal kolom70 oC ditahan selama 5
menit, dinaikkan10oC/menit hingga suhu 270oC dan ditahan 5 menitsehingga
diperoleh total waktu 30 menit (Komang, 2014).
Untuk analisis kualitatif secara kromatografi gas, parameter hasil
pemisahan yang digunakan adalah waktu retensi. Waktu retensi sejak penyuntikan
hingga terbentuknya puncak maksimum, sifat ini merupakan ciri khas cuplikan dan
fasa cair pada suhu tertentu. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan
pengendaliansuhu, waktu retensi dapat terulang dalam batas 1% dan dapat
digunakan untukmengidentifikasi tiap puncak. Beberapa senyawa mungkin
mempunyai wakturetensi yang sama atau berdekatan, tetapi tiap senyawa hanya
mempunyai satuwaktu retensi saja.

43
Universitas Sumatera Utara
2.10. Fragmentasi
Di ruang pengion sampel ditembak dengan arus partikel berenergi
tinggimenghasilkan ion dengan kelebihan energi (ion radikal) yang bisa memecah
dantidak bisa memecah. Ion yang bisa memecah disebut ion induk (parent ion),
ioninduk akan terfragmen menjadi ion positif, negatif dan fragmen netral. Ion
negatifakan tertarik ke anoda untuk dinetralkan dan dihisap oleh pompa vakum
bersama-sama dengan fragmen netral. Sedangkan partikel bermuatan positif
menuju ketabung analisator, partikel-partikel ini dibelokkan oleh medan magnet
sehingga lintasannya melengkung.
Pada awalnya, ion radikal bergetar karena tidakstabil sehingga dengan
adanya fragmentasi akan menyebabkan ion menjadi lebihstabil dan akhirnya ion
induk bisa memecah.
Kuswarani (2012) telah melakukan penelitian analisis pengotor dalam
masing-masing sampel metamfetamin yang dilakukan dengan cara mencari massa
fragmen ion (m/z) senyawa pengotor kunci yang telah diketahui dan memasukkan
nilai-nilai massa fragmen ion (m/z) tersebut ke dalam program komputer instrumen.
Penentuan nilai massa fragmen ion (m/z) didasarkan dari pustaka elektronik
perangkat lunak instrumen kromatografi gas spektroskopi massa, dari standar dan
dari tinjauan pustaka pada beberapa senyawa pengotor kunci dalam metamfetamin
yang tertuang dalam Tabel 2.4 (Kram & Krugel, 1977, Allen & Kiser, 1987, Ko,
Suh, S.,I., Suh, Y.J., Kyo In, Kim, 2007, Moffat, Osselton, & Widdop, 2004).

Tabel 2.4.Massa fragmen ion (m/z) senyawa pengotor dalam karakterisasi


Metamfetamin
NO Senyawa pengotor Massa Fragmen Ions (m/z) BM
1. Fenil-2-propanon B43, 39, 65, 91, 134 134
2. α,α’-dimetildifenetilamin B91, 65, 70, 119, 162 53
3. N,α,α’-trimetildifenetilamin B176, 58, 91, 119 267
4. Efedrin/pseudoefedrin B58, 30, 77, 105, 106 165
5. Kloroefedrin B58, 77, 91, 105, 117, 146 183
6. Cis/trans-1,2-dimetil-3-fenilaziridin B146, 42, 91, 105, 132 147
7. 3,4-dimetil-5-fenilloksazolidin B71 , 56, 43, 91, 77,105 77

44
Universitas Sumatera Utara
8. α-metilaminopropiofenon B58, 42, 51, 77, 105, 164 163
9. 1,3-dimetil-2-fenilnaftalen B232, 202,215,217 232
10. 1-benzil-3-metilnaftalen B217, 202, 205, 232 232
11. N-asetil metamfetamin B58, 43, 56, 91, 134 191
12. N-formil metamfetamin B86, 58, 91, 118, 177 177
13. fenil-2-propanol B92,39, 45, 65 136

Tabel 2.5. Daftar jumlah massa yang hilang dari fragmentasi metamfetamin
Jumlah Ion Radikal dan Keterangan
Masssa Fragmen Netral
Yang Hilang

1 H• Lebih banyak terdapat pada ion dalam


senyawa amina dan aldehid
15 CH3• Mudah hilang pada karbon kuartener
17 OH• or NH3
18 H2O Mudah hilang pada alkohol sekunder
dan tersier
19/20 F•/HF Fluorida
28 CO Keton atau asam
29 C2H5•
30 CH2O Senyawa aromatik metileter
31 CH3O• Metil ester
31 CH3NH2 Amina sekunder
32 CH3OH Metil ester
33 H2O + CH3
35/36 Cl•/HCl Klorida
42 CH2=C=O Asetat
43 C3H7• Mudah hilang pada kelompok isopropyl
43 CH3CO• Metil keton atau asetat
43 CO + CH3•
44 CO2 Ester

45
Universitas Sumatera Utara
45 CO2H• Asam karboksilat
46 CO + H2O
57 C4H9•
60 CH3COOH Asetat
73 (CH3)3Si• Trimetisilil eter
90 (CH3)3SiOH Trimetisilil eter

2.11. Marquis Test


Pereaksi Marquis digunakan sebagai analisis sederhana
untukmengidentifikasi dugaan alkaloid serta senyawa lain. Pereaksi ini dari
campuranFormaldehid dan Asam sulfat dengan perbandingan 1:40. Senyawa yang
berbedadalam suatu sediaan menghasilkan reaksi warna yang berbeda dengan
pereaksiMarquis. Formaldehid akan membentuk ion karbonium dan bereaksi
dengansenyawa aromatik pada MA. Dalam suasana asam dari asam sulfat, ion
karboniumbereaksi membentuk warna oranye pada MA. (Kuswardani, 2012).

BAB 3

46
Universitas Sumatera Utara
METODE PERRCOBAAN

3.1. Tempat dan waktu Penelitian


Sabu–sabu pembanding diambil dari Barang Bukti yang dikumpulkan di
Laboratorium Satuan Kerja Seksi Pelayanan Teknis Balai pengujian Dan
Identifikasi Barang medan (BPIB). Pengumpulan sampel rambut dilaksanakan
di Panti Rehabilitasi Datuk Etam–Tj. Morawa. Preparasi Sampel rambut
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik USU dan Analisa GCMS
dilaksanakan di Laboratorium Satuan Kerja Seksi Pelayanan Teknis Balai
pengujian Dan Identifikasi Barang medan (BPIB) . Bentonit alam berasal dari
daerah kecamatan Porsea Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara.

3.2. Bahan dan Alat


3.2.1. Bahan
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan derajat
kemurnian pro analisis, dan untuk keperluan kromatografi digunakan bahan kimia
berspesifikasi ultra pure pro chromatography.
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah:rambut pengguna sabu-sabu
(metamfetamin), bentonit atau tanah diatom, Etil Asetat, Metanol, Diklorometan,
Buffer Posfat, Isopropanol, HCl 1%, Formaldehid 37 %, Asam Asetat Glacial,
H2SO4 (p), Amonium Hidroksida, Aquadest, Kloroform, Metanol, Asam
Sulfat(Marquist test), Formaldehid (Marquist test), propanol.

3.2.2. Alat
Adapun alat – alat yang digunakan yaitu:Ultrasonic bath, Oven, Fisher Scieantific,
Neraca Analitik, Hot plate, Fisher, Kolom, Tanur Listrik, Desikator, Kaca Arloji,
Labu ukur, Corong, Beaker glass, Pipet volume, Maat Pipet, Labu Erlenmeyer,
Cawan Petri, Cawan Porselin, Alu dan Lumpang, Statif dan Klem, Botol akuades,
Bola Karet, Batang Pengaduk, Spatula, Membran, Kertas saringWhatman No.42,
Ayakan 230 Mesh, Indikator pH Universal, Alat SPE, Instrumentasi kromatografi :
GCMS.
3.3. Prosedur Penelitian

47
Universitas Sumatera Utara
3.3.1. Pengumpulan Sampel
1. Metamfetamin
Kristal Metamfetamin dikumpulkan dari Barang Bukti (BB) di
Laboratorium Laboratorium Satuan Kerja Seksi Pelayanan Teknis Balai
pengujian Dan Identifikasi Barang medan (BPIB)yang disita dari pelabuhan
Belawan dan Lapangan Terbang kuala Namu Medan. Barang Bukti berupa kristal
metamfetamin ditimbang sebanyak 300 mg untuk pengujian selanjutnya (Jones,
2013., Kuswardani, 2012).
Kelarutan kristal metamfetamin (Barang Bukti) dilakukan dengan cara
melarutkan masing-masing 10 mg sampel dalam 1 ml pelarut (akuades, metanol
dan kloroform) (Kuswardani, 2012).

Gambar 3.1. Kristal Metamfetamin (Putra, 2005)

2. Rambut Pengguna Narkotika


Masing-masing rambut pengguna narkotika jenis sabu-sabu
(metamfetamin) dikumpulkan dari Panti Rehabilitasi Datuk Etam-Tj. Morawa.
Sampel dibersihkan dari kotoran selanjutnya disimpan mengunakan aluminium foil
(Engelhart, 2014). Rambut yang dikumpulkan adalah rambut pengguna setelah
14hari, 60 hari, 80 hari, 120 hari setelah pemakaian narkotika.

Pengumpulan rambut dapat dilakukan melalui tahap berikut ini :

48
Universitas Sumatera Utara
Tahap 1 : Pengumpulan sampel rambut kira-kira 40 helai (40 mg)
Pada penelitian ini, sampel rambut diambil pada kepala dibagian
belakang (tengah) penggunasabu-sabu dengan cara di cabut stupersatu
(dipinset).
Tahap 2 : Penyimpanan dalam alumenium foil
Sampel disimpan dalam wadah aluminium foil (Anonimus, 2003).
Tahap 3 : pemberian Label
Untuk mencegah tertukarnya sampel, perlu pengkodean atau penomoran
(Shah, 2014).

3.3.2. Pembuatan Pereaksi Marquis Test


1. Uji warna dilakukan dengan Marquis Test. Penyiapan pereraksi Marquis Test
dilakukan sebagai berikut:
Larutan A : Tambahkan 8-10 tetes (± 0,25 ml) larutan formaldehid 37 % ke
dalam asam asetat glasial.
Larutan B : 3 ml Asam sulfat pekat (Kuswardani, 2012).
2. Preparasi Reagen
Untuk uji marquis, dalam jumlah kecil (2 mg dari kristal, atau 2 tetes cairan) dari
bahan dasar pada spot test sebagai wadahnya, ditambahkan 1 tetes reagen
marquish 1, kemudian aduk, dimati warna campuran.
(Kuswardani, 2012)

3.3.3. Penyediaan Bnetonit Alam


1. Proses Pemurnian dan Pembuatan Nano partikel Bentonit Alam
Pada tahapan ini bentonit alam diperoleh dari daerah Kecamatan Pahae
Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara, bentonit alam yang diambil dalam bentuk
bongkahan dalam ukuran besar, maka untuk membuatnya dalam ukuran nanometer,
maka dilakukan proses dengan langkah-langkah sebagai berikut; untuk
memecahkan bongkahan besar, maka terlebih dahulu dihancurkan dengan martil
lalu digerus dengan menggunakan mortar penggerus sampai bentuk halus dengan
ukuran 82 mikrometer (230 mesh) .

49
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses pemurnian dari bahan-bahan pengotor yang ada dalam
kandungan bentonit alam maka dilakukan proses aktivasi dengan langkah-langkah
sebagai berikut; untuk menghilangkan kadar pengotor Fe digunakan magnet,
sementara untuk menghilangkan Pengotor Al dilakukan proses kimia dengan
menggunakan Preparasi Bentonit Alam Menjadi Nano Partikel Sebagai adsorben
pada kolom ektrasksi menggunakan larutan HCL dengan kadar 2M. Larutan HCl
tersebut di campurkan kedalam bentonit dalam satu wadah dengan perbandingan
Bentonit : HCl, 1:10 , kemudian diaduk sampai homogen dengan menggunakan
magnetik stirer selama 2 jam, setelah itu memisahkan larutan HCl dengan bentonit
dengan menggunakan kertas saring kemudian melakukan pencucian ulang dengan
menggunakan aquades dan kembali memisahkan antara bentonit dengan aquades
sampai diperoleh pH netral (Nurdin Bukit, Eva Marlina Ginting, 2014).

2. Pengaktifan NanobentonitAlam dengan HCl


Serbuk diatomae 50 gram ditambahkan masing-masing dengan 50 ml HCl
1%, diaduk dengan stirrer selama 1 jam, disaring lalu dicuci dengan akuades sampai
pH nanobentonit alam mendekati netral, dikeringkan dalam oven pada suhu 103̊ –
105̊ C, dihaluskan dalam cawan lalu dipanaskan pada suhu 105̊ C selama 3 jam
sampai berat konstan, didinginkan dan disimpan dalam desikator.(Narsil, 2001).

3.3.4. Preparasi Sampel Rambut Pengguna Metamfetamin


Rambut pengguna narkotika jenis sabu-sabu diekstraksi dan disonikasi sebagai
berikut:
1. Rambut pengguna metamfetamin ditimbang sebanyak 40 mg, digerus hingga
halus dengan menggunakan alu dan lumpang. Kemudian dicuci berturut-turut
dengan metanol sebanyak 3 kali selama 5 menit, kemudian dikeringkan di udara
terbuka.
2. Selanjutnya disonikasi dengan ultrasonic bathdengan menggunakan sistem
pelarut yaitu metanol:aseton:amonia, etilasetat:metanol:amonia, dan
kloroform:metanol:asam asetat dengan perbandingan masing-masing 1:1:1 pada
suhu kamar selama 30 menit.

50
Universitas Sumatera Utara
3. Selanjutnya disonikasi kembali dengan kloroform selama 5 menit. Diekstraksi
cair-cair dengan menggunakan metanol. Didinginkan pada suhu ruangan.
Disaring dengan menggunakan kertas saring whatman dan diidentifikasi filtrat
dengan menggunakan pereaksi Marquis Test. Selanjutnya, Filtrat yang
ditampung pada vial berkapasitas 40 ml. (Sherly, 2012).

3.3.5. Ekstraksi dengan Menggunakan Kolom Ekstraksi


Dimasukkan membran pada bagian dasar kolom (vial), diisi kolom (vial)
dengan menggunakan variasi adsorben, yakni nanobentonit alam sebanyak 100 mg,
dikondisikan kolom dengan menggunakan metanol, dinetralkan dengan larutan
bufer posfat, dimasukkan analit hasil sonikasi kedalam botol vial tersebut (kolom)
secara langsung, ditambahkan diklorometan:isopropanol (90/10) diambil 7 ml
untuk menghilangkan kontaminan dalam sampel, dielusi analit dengan
menggunakan etil asetat:amonium hidroksida (98/2) diambil sebanyak 7 ml, jarum
kolom ekstraksi dimasukkan pada vial dan ditempatkan pada ronggaudara antara
filtratekstrak (analit) hasil sonikasi dan tutup vial sedemikian rupa (diseragamkan)
sehingga apabila fiber kolom ekstraksi dikeluarkan tidak terjadi kontak antara fiber
dan filtrat ekstrak (analit). Setelah jarum kolom ekstraksi masuk, fiber kolom
ekstraksi dikeluarkan dengan cara menekan plunger dan menahannya padaZ-slot.
Ekstraksi tersebut dilakukan selama 30 menit.
Fiber kolom ekstraksi dimasukkan kembali dengan cara melepas tahanan
pada Z-slot dan mengembalikan posisi plunger seperti semula. Selanjutnya, jarum
kolom ekdtraksi dikeluarkan dari vial. Fiber kolom ekstraksi yang telah digunakan
untuk mengekstrak selanjutnya dianalisis kadar metamfetaminnya dengan
menggunakan Gas Chromatography Mass Spektrometry (GCMS). (Febrianto,
2009).

3.3.6. Uji Kualitatif dengan Reagen Marquish


1. Analit hasil kolom ekstraksi sebanyak 2 tetes di letakkan pada test plate.
2. Analit ditetesi dengan 2 tetes reagen marquish test.
3. Endapan kuning kecoklatan menunjukkan adanya metamfetamin.

51
Universitas Sumatera Utara
4. Endapan yang dihasilkan dibedakan menjadi: + , ++ dan +++
(Anonimous, 2003).

3.3.7. Analisa GCMS


Analit dari hasil kolom ekstraksi ditentukan kadarnya dengan mengiinjek 1μlpada
GCMS dengan kondisi alat sebagai berikut:
a. Digunakan Gas kromatografi (GC) Agilent digabung dengan Spektroskopi Massa
(MS) model 7890.
b. Kolom yang digunakan adalah HP 5 MS dengan diameter dalm (ID) 0,25 mm
dan ketebalam film 0,25 mm dan sebuah FID ( Sherly, 2012).
c. Gas pembawa Helium dengan laju konstan 40 ml/menit ( Engelhart, 2014 ).
d. Model splitles dengan waktu 15 detik dengan kondisi injeksi splitless pada
2600C. Temperatur injektor dan detektor 2500C ( Sherly, 2012, Misnawi dan
Ariza, 2013 ).
e. Diatur temperatur oven sebesar 400C per menit lalu dinaikkan menjadi 2800C
dengan kecepatan 200C/menit ( Sherly, 2012 ).

3.3.8. Uji Kualitatif dengan Reagen Marquish Test


1. Analit hasil kolom ekstraksi sebanyak 2 tetes di letakkan pada test plate.
2. Sampel ditetesi dengan 2 tetes reagen marquish test.
3. Endapan kuning kecoklatan menunjukkan adanya metamfetamin.
4. Endapan yang dihasilkan dibedakan menjadi: +, ++ dan +++
(Anonimous, 2003).

52
Universitas Sumatera Utara
3.4. Bagan Penelitian

Sampel Rambut Pengguna

Dipotong kecil-kecil

Ditimbang sekitar 30-40 mg

Dicuci dengan Metanol

Disonikasi Marquist Test

Kolom Ekstraksi Marquist Test


(Adsorben Nanobentonit Alam)

GCMS

Gambar 3.2. Bagan penelitian

3.5. Validasi Metode


1. Keseksaman (Presisi)
Uji keseksaman (presisi) dilakukan melalui uji perolehan kembali. Dibuat larutan
standar metamfetamin 2 ng/mg sebanyak 3 kali. Kemudian diukur responnya
menggunakan GCMS. Dihitung standard Deviasi Relatif (SDR). SDR ditentukan
berdasarkan data Standard Deviasi (SD) (Harmita, 2014). Rumus yang digunakan:
SD =√ Σ(X1-X)2
n-1
Keterangan:
SD = Standard Deviasi
X1 = Kadar sampel
X = Kadar rata-rata sampel
n = Jumlah perulangan (Harmita, 2004)

53
Universitas Sumatera Utara
Rumus untuk menentukan RSD adalah:
𝑆𝐷
RSD = X 100%
𝑋

Dimana:
X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasi
RSD = Relatif Standar Deviation
(Harmita, 2004)

2. Lineritas
Larutan standar metamfetamin ditentukan konsentrasinya 0,5 ng/mg. 1 ng/mg, 1,5
ng/mg, 2 ng/mg, dan 2,5 ng/mg. Diinjeksi ke GCMS sesuai dengan prosedur
operasional alat. Ditentukan persamaan garis lurusnya dan ditetapkan harga r
(Nasser, 2007).
Rumus: Y = bx + a
Dimana:
Y = Serapan MS b = Slope
x = Konsentrasi a = intersept

3. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Penetapan (Limit


ofQuantification)
LOD dan LOQ ditentukan berdasrkan nilai Standard deviasi.
- Batas deteksi (LOD) dihitung 3 x stndar deviasi/slope b
- Batas penetapan (LOQ) dihitung sebesar 10 x standar deviasi/slope b
(Harmita, 2014)
Rumus untuk menentukan LOD:
3 . 𝑆𝐷
LOD = b

Rumus untuk menentukan LOQ:


10 . 𝑆𝐷
LOQ = b

Keterangan:
SD = Standard Deviasi
b = Slope

54
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Uji Pendahuluan Kristal Sabu-Sabu


4.1.1. Uji Kualitatif Kristal Sabu-Sabu
Sampel kristal sabu-sabu pada penelitian ini diambil dari Laboratorium
Satuan Kerja Seksi Pelayanan Teknis Balai pengujian Dan Identifikasi
Barang medan (BPIB). Sampel yang digunakan adalah berbetuk kristal yang
sering di konsumsi oleh pengguna narkotika dengan dihirup menggunakan
alat penghisap (bong).
15 mg serbuk dilarutkan dengan 3 mL etanol. Larutan ini diekstraksi dengan
pengocokan 3000 rpm selama 6 menit dengan 2 mL pelarut terstandar (Toxitube®
Varian) dengan alat refluks. Kemudian larutan kristal sabu-sabu dibuat ke dalam 10
ppm, 50 ppm dan 100 ppm. Kemudian diambil faseorganik kemudian disuntikkan
kedalam instrumen.
Tabel 4.1. Hasil Uji Kualitatif Kristal Sabu-Sabu
Sampel Uji Pendahuluan Marquis Keterangan
Kristal sabu-sabu Kuning kecoklatam Metamfetamin (+++)

4.1.2. Uji Konfirmasi Sampel Kristal Sabu-Sabu Menggunakan Metode


GCMS
Uji konfirmasi dilakukan untuk memastikan senyawa metamfetamin dalam
sampel dan secara kualitatif ditentukan senyawa apa saja yang ada di dalamnya.
Sebanyak 1 μL sampel kristal sabu-sabu diinjeksikan ke instrumen GCMS
diperoleh kromatogram GC yang dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kromatogram Metamfetamin Pada Kristal Sabu-Sabu

55
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat diketahui bahwa
Metamfetamin yang diekstrak kristal sabu-sabu merupakan kelompok metabolit
sekunder yang memiliki efek khusus pada manusia (Grotenhermen, 2002). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan Kuswardani, 2012.

Gambar 4.2. Spektrum MS Metamfetamin

4.2. Sintesa Bentonit Aalam Menjadi Nanobentonit


4.2.1. Analisa XRF
X-ray fluoresesnsi (XRF) spektometri adalah teknik yang terkenal, mapan
dan diterapkan secara luas dalam penentuan komposisi unsur utama bahan bumi.
XRF mempunyai kemampuan untuk menganalisa sampel pada secara non-
destruktif melalui radiasi x. Keteraturan dan kejelasan spektrum emisinya, akurasi
dan presisi yang tinggi menjadikan teknik ini merupakan metode pilihan geokimia
dalam penyelidikan komposisi kimia bahan-bahan bumi. Ada batasan mengenai
waku dan kalibrasi instrumen, biaya pemasangan, efek matriks yang harus
dipertimbangkan dan serangkaian standar yang ketat, namun analisa laboratorium
XRF tetap menjadi teknik standar untuk menyediakan analisa dan geokimia
berkualitas tinggi dalam penyelidikan komposis unsur bumi (Temitope D et al,
2018).
Sampel bentonit alam digunakan untukonit diambil pada saat musim
kemarau, bentonit dikumpulkan dan dihancurkan menjadi partikel-partikel halus
dan dikeringkan selama 5 hari untuk memudahkan penghancuran dan pengayakan
kemudian digiling menjadi bubuk. Analisa X-Ray Fluorescence (XRF) digunakan

56
Universitas Sumatera Utara
untuk mengetahui komposisi kimia dari sampel dan juga akan diperoleh spektrum
yang menunjukkan hubungan antara intensitas dengan energi. Komposisi bentonit
alam dianalisa dengan menggunakan instrument XRF dan diperoleh hasil yang
tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kimposisi bentonit alam berdasarkan analisaXRF


No Elemen Unit (% berat)
1 SiO2 70,39
2 Al2O3 12,09
3 Fe2O3 3,12
4 MgO 0,78
5 TiO2 3,16
6 Mn2O3 2,34

4.2.2. Preparasi Bentonit Alam


Bentonit alam yang berasal dari kecamatan Porsea Kabupaten Tapanuli
Utara Propinsi Sumatera Utara setelah dilakukan pengolahan maka dihasilkan
bentonit murni berukuran lebih halus yaitu 230 mesh dibandingkan dengan bentonit
alam yang belum dimurnikan. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan
(NaPO3)6, maka diperoleh bentonit murni (montmorillonit).
Metode purfikasi bentonit dilakukan mengikuti metode yang dilakukan oleh
Gong et. Al (2012), dilakukan melalui 3 tahapan yaitu penggilingan (grinding),
dispersi dan sentrifugasi. Bahan baku bentonit alam pertama sekali dihancurkan dan
dihaluskan menggunakan grinder selama 60 menit. Bentonit alam yang telah halus
kemudian diayak dengan ayakan 230 mesh untuk mendaptkan ukuran yang
seragam. Kemudian diambil 3 rram bentonit alam halus dan dilarutkan dalam 36
gram air bebas ion yang telah dicampurkan 0,03 gram (NaPO3)6 atau 1 % dari berat
bentonit alam. Campuran tersebut kemudian diaduk menggunakan magetic stirrer
selama 24 jam. Setelah dilakukan pengadukan kemudian dilakukan sentrifugasi
dengan kecepatan 700 rpm selama 2 menit. Endpan yang diperoleh kemudian
dipanaskan dengan oven pada temperatur 600C hingga mencapai berat yang
konstan. Montmorillonit yang diperoleh kemudian diidentifikasi menggunakan

57
Universitas Sumatera Utara
XRD. Perbandingan bentonit alam dan bentonit yang telah dipreparasi ditampilkan
pada gambar 4.3.

(a) (b)

Gambar 4.3. Sampel bentonit alam a) bentonit alam asal Tapanuli


b) MMT hasil purifikasi

4.2.2. Karakterisasi dengan Difraksi Sinar –X (XRD)


Hasil identifikasi bentonit alam Kecamatan Porsea Kabupaten Tapanuli
Utara Propinsi Sumatera Utaradengan XRD pada Gambar 4.4 menunjukan
mengandung montmorillonit. Puncak-puncak yang menunjuk adanya
montmorillonit ditemukan pada puncak 19,90o, 21,00o, 24,50o, 28,05o dan 35,43o(
Fisli, A, 2007) pada Gambar 4.4. setelah dilakukan pengolahan bentonit alam
menjadi montmorillonit, spektrum XRD yang muncul merupakan puncak-puncak
khas dari montmorillonit yaitu pada sudut 2θ yaitu pada puncak 19,42o, 21,34o,
24,50o dan 35,43o. Setelah bentonit menjadi montmorillonit, kemudian dimodifikasi
terlebih dahulu dengan CTAB sehingga montmorillonit yang bersifat hidrofilik
menjadi hidrofobik. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya interkalasi
antarmuka dengan matrik polimer.
Analisa Difraksi Sinar-X (XRD) pada sampel dilakukan dengan alat
Shimadzu XRD – 7000 X-Ray Difraktomer Maxima. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui komponen dan jumlah mineral mantmorillonite yang terkandung serta
besar pembukaan lapisan (d-spacing) interlayer bentonit.

58
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji XRD dapat disimpulkan bentonit yang termodifikasi dengan
menggunakan CTAB akan mengakibatkan terbentuknya d-spacing layer yang
semakin besar.

Gambar 4.4. Diafraktogram bentonit murni dan bentonit termodifikasi CTAB

4.2.3. Pengujian dengan Particle Size Analizer (SPA)


Montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam ukurannya antara 50–100 µm,
kemudian diproses menjadi nanopartikel dengan metoda pengendapan dan
pengadukan menggunakan ultrasonik dan pemanasan. Untuk membuktikan bahwa
sudah dalam nanopartikel terbentuknya ukuran nanometer yaitu dengan
menggunakan Particle Size Analizer. Data hasil distribusi ukuran partikel pada
Gambar 4.5, diperoleh bahwa montmorillonit nanopartikel hasil isolasi dari
bentonit alam diperoleh berdiameter rata-rata 82,15 nm.

59
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Particle Size Analizer (PSA)

4.3. Uji Kualitatif


4.3.1. Uji Kualitatif Filtrat Hasil Sonikasi
Analisis dari senyawaan narkotika menggunakan sampel rambut memiliki
peranan yang sangat penting dalam bidang toksikologi forensik terhadap riwayat
penyalahgunaan narkotika. Sampel rambut yang diambil adalah rambut yang
terdapat pada bagian belakang kepala dan yang dekat dengan kulit kepala.Alasan
utama pemilihan rambut sebagai sampel adalah karena rambut memiliki
kemampuan untuk menyerap zat-zat eksogen dan zat-zat tersebut akan tetap tidak
berubah selama beberapa tahun serta penarikan sampel dan pengangkutannya yang
mudah.
Obat-obatan, dalam hal ini metamfetamin, dapat terdeteksi beberapa
bulan setelah konsumsi terakhir, karena obat-obatan tersebut memasuki akar
rambut melalui kapiler dan akan tertanam di batang rambut. Karena tertanam di
batang rambut, diperlukan perlakuan khusus untuk.dapat mengeluarkannya, metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sonikasi.
Sonikasi adalah suatu metode yang memanfaatkan energi gelombang
suara untuk mengganggu partikel dalam sampel rambut. Getaran yang dihasilkan
dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dengan pelarut meskipun pada
suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan senyawa metamfetamin dari
dalam rambut ke pelarut menjadi lebih cepat.

60
Universitas Sumatera Utara
Pelarut yang digunakan dalam tahap sonikasi adalah
metanol:aseton:amonia, etilasetat:metanol:amonia dan kloroform:metanol:asam
asetat. Pemilihan pelarut didasari oleh prinsip like dissolve like dimana senyawa
yang bersifat polar akan larut pada pelarut polar dan senyawa yang bersifat non
polar akan larut pada pelarut non polar.
Metamfetamin merupakan senyawa yang bersifat polar maka
metamfetamin akan larut pada pelarut polar. Setelah disonikasi maka filtrat hasil
sonikasi di ekstraksi dengan menggunakan metanol. Tujuannya adalah untuk
menarik senyawa metamfetamin yang sudah keluar dari rambut. Setelah didapat
ekstrak pekat yang mengandung metamfetamin, maka dilakukan uji kualitatif
dengan menggunakan pereaksi marquish yang akan menghasilkan warna kuning
kecoklatan. Dari hasil uji kualitatif dengan 3(tiga) perbandingan sistem pelarut,
maka warna yang dihasilkan memiliki intensitas yang berbeda. Hasil yang baik
ditunjukkan pada sistem pelarut metanol:aseton:amonia dapat dilihat pada Tabel
4.2. Reaksi yang terjadi antara metamfetamin dengan regensia marquish dapat
dilihat pada Lampiran.

61
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12. Hasil Uji Kualitatif Filtrat Hasil Sonikasi dengan Perbandingan Pelarut
NO Sampel Uji PendahuluanMarquish Test
Sonikasi Dengan Perbandingan Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia Etilasetat:Metanol:Amonia Kloroform:Metanol:AsamAs
(5 : 1.2 : 0.08) (8,5 : 1 : 0,5) etat (.5 : 2 : 0.5)
Hari Ke Hari Ke
0 - 14 30 150 210 0 - 14 30 150 210 0 - 14 30 150 210
1 Rambut Pengguna 1 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
2 Rambut Pengguna 2 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
3 Rambut Pengguna 3 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
4 Rambut Pengguna 4 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +
5 Rambut Pengguna 5 +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + +

Keterangan:
+++ : warna kuning kecoklatan sangat jelas
++ : warna kuning kecoklatan jelas
+ : warna kuning kecoklatan cukup jelas

62
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Uji Kualitatif Metamfetamin (Marquis Test) dengan Metode Kolom
Ekstraksi Menggunakan Nanobentonit Alam sebagai Adsorben
Metode Kolom Ekstraksi dapat digunakan untuk menganalisis senyawa-
senyawa dari berbagai sampel seperti darah, serum, airlimbah, air tanah, air laut dan
daging.Dalam penelitian ini, Filtrat dari hasil sonikasi dengan perbandingan pelarut
Metanol:Aseton:Amonia menggunakan pereaksi marquist menghasilkan warna
kuning kecoklatan sangat jelas (++) dilanjutkan ke proses kolom ekstraksi
menggunakan adsorben nanobentonit alam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elian & Hackett (2009),
analisis suatu senyawa yaitu THC dari sampel darah dapat dilakukan dengan
menggunakan metode SPE (Solid PhaseExtraction) dengan penambahan florin
sebagai sorben yang dapat meningkatkan polaritas ikatan.
Metode dengan menggunakan teknik kolom ekstraksi ini dilakukan prosedur
yang hampir sama dengan SPE, dimana telah dikembangkan dan ditetapkan untuk
deteksi bahan kimia dan juga berbagai penyalahgunaan narkotika seperti
metamfetamin pada rambut. Untuk tahapan yang pertama dalam ekstraksi fase
padat dengan tahap pengkondisian, yakni bertujuan dalam pengaktivan dari sisi
molekul adsorben hingga dapat berinteraksi lebih efektif pada target analit (Royle
L, Campbell MP, Radcliffe CM, White DM, Harvey DJ, 2008).
Dengan adanya aliran gravitasi, guna memastikan bahwa kolom tidak kering.
Pelarut yang dipakai dalam tahap ini dengan 7 ml metanol dan nantinya dikuti
dengan menambahkan sebanyak 7 ml untuk larutan bafer fosfat kedalam kolom.
Penambahan bufer fosfat bertujuan untuk penghilangan sisa pelarut yang
sebelumnya serta untuk menyeimbangkan adsorben dalam hal untuk
memaksimalkan interaksi sorben dengan target analit.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap pemasukan dengan sampel yang sudah
melalui proses sonikasi yang akan di pekatkan pada ekstraksi fase padat. Sampel
bekerja secara perlahan pada adsorben. Disini target analit lah yang akan
berinteraksi dengan sorben sementara kontaminannya tidak. Zat yang berinteraksi
dengan fasa padat akan tertahan dan juga akan terjadi interaksi sekunder antara zat
yang diekstraksi dengan fasa padat pada kolom.

63
Universitas Sumatera Utara
Setelah itu diikuti tahap pencucian dengan penghilangan atau pemindahan
kontaminan yang terikat keadsorben sementara target analit akan tetap terikat pada
adsorban. Dengan menggunakan pelarut diklorometan : isopropanol (90/10), maka
pelarut tersebut yang akan mencuci kontaminandari material adsorben tanpa
menghilangkan analit yang tertarik. Dengan fasa cair yang mengalir akan membawa
zat yang tidak berinteraksi dengan fasa padat sedangkan zat yang berinteraksi pada
fasa padat akan tertahan dikenal juga sebagai proses retensi.
Tahap terakhir yakni proses elusi yakni tahap pelepasan analit yang
diinginkan dari adsorben, dan sampel kemudian siap untuk dianalisis selanjutnya
melalui uji kualitatif maupun uji secara kuantitatif dari hasil elusi yang tertarik
dibawa oleh pelarut etil asetat: amonium hidroksida. Untuk menarik senyawa
metamfetamin yang lebih tertarik dalam suasana basa. Pada proses ini akan
mengalirkan zat pelarut yang mampu melarutkan isolat yang tertahan pada fase
padat. Selanjutnya cairan mengalir keluar dan kemudian membawa isolat. Apabila
proses retensi yang dilakukan beberapa saat kemudian baru dilakukan elusi maka
terjadilah pemekatan larutan.
Proses pemekatan atau yang disebut juga prekonsentrasi dapat dilakukan
dengan sederhana dengan menggunakan volume pelarut yang jauh lebih kecil.
Dengan berat adsorben yang dipakai sekitar 100 mg. Kolom ekstraksi yang dipakai
terlebih dahulu diberikan membran tipis. Proses pemekatan yang berlangsung juga
tidak disertai dengan berkurangnya target analit. Sehingga pemekatan dapat
diperoleh dengan sederhana melalui ekstraksi fase padat.
Ekstraksi fase padat disebut juga sorben ekstraksi adalah proses eksraksi yang
melibatkan fasa padat dan fasa cair. Pada proses ekstraksi ini fasa padat lebih
berperan untuk berinteraksi dengan zat yang diekstraksi dari pada fase cairnya yang
bertindak sebagai pelarut dari zat yang diekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan
mengalirkan larutan lewat fasa padat sebagai pengisi kolom. Sebagai fasa padat
dipilih senyawa yang memiliki sisi aktif pada permukaan sehingga akan
berinteraksi dengan zat terlarut yang diinginkan yakni senyawa metamfetaminnya
yang dikenal dengan isolat.
Silika yang terdapat pada permukaan adsorben akan mengadakan interaksi
dengan gugus amin pada senyawa metamfetamin dan dengan perlakuan aktivasi

64
Universitas Sumatera Utara
pada adsorben mengakibatkan penyerapan pada permukaan adsorben semakin
maksimal terjadi.
Pemanfaatan molekul silika sebagai penyusun adsorben dari tanah diatomea
dan zeolit serulla yang teraktivasi sebagai penyerap dalam kolom ekstraksi fasa
padat untuk proses adsorbsi senyawa metamfetamin. Terhadap bahan dasar tanah
diatomea dan juga zeolit serulla dilakukan aktivasi untuk memperbesar penyerapan
dengan memaksimalkan luas permukaannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kandungan silika yang
terdapat pada adsorben tanah diatomea teraktivasi lebih besar sebanyak 70 % (pada
tabel 4.3. Hasil Karakterisasi Komponen Nanobentonit) yang menyatakan
kemampuan nanobentonit dalam penyerapan untuk senyawa metamfetamin yang
bersifat polar tertarik lebih kuat. Dengan hasil warna yang pudar pada uji
kualitatifnya. Hasilnya diperoleh di uji dengan menggunakan reagen marquish.
Kapasitas penyerapan yang diberikan dari adsorben nanobentonit setelah
diuji menghasilkan warna kuning kecoklatan yang cukup jelas. Dimana warna
kuning kecoklatan menandakan bahwa positif terdapat senyawa metamfetamin,
sedangkan kapasitas dari penyerapan zeolit alam serulla memberikan hasil berupa
warna kuning kecoklatan yang memudar.
Berdasarkan pada Tabel 4.4 diketahui bahwa nilai optimal pada proses kolom
ekstraksi dengan menggunakan adsorben nanobentonit menghasilkan endapan
warna kuning kecoklatan pekat.

Tabel 4.4. Hasil uji kualitatif filtrat senyawa metamfetamin kolom ekstraksi dengan
menggunakan adsorben nanobentonit alam
Nama Sampel Marquish Test Keterangan
Hari Ke
0 - 14 60 150 210
Metamfetamin +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan
Standar Pekat
Rambut Pengguna 1 +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan Pekat

Rambut Pengguna 2 +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan Pekat

65
Universitas Sumatera Utara
Rambut Pengguna 3 +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan Pekat

Rambut Pengguna 4 +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan Pekat

Rambut Pengguna 5 +++ +++ +++ +++ Kuning Kecoklatan Pekat

4.2.3. Penentuan Kadar Metamfetamin Dalam Rambut Pengguna Sabu-Sabu


Menggunakan Metode GCMS
Pada penelitian ini diperoleh hasil positif (+) metamfetamin pada semua sampel
rambut mulai dari 0 hari sampai 210 hari setelah mengkonsumsi sabu-sabu, namun
diketahui bahwa pertumbuhan rambut rata-rata 0,6-1,42 cm per bulan (Saitoh,
1969) sedangkan ukuran rambut dari masing-masing pengguna sabu-sabu juga
relatif panjang berkisar antara 5 cm hingga 21 cm, jika dihubungkan dengan
pertumbuhan rambut maka dapat diketahui bahwa rata-rata pengguna telah berusia
12 bulan sehingga memungkinkan bila senyawa metamfetamin yang pernah
dikonsumsi masih tersimpan dalam rambutpengguna sabu-sabu namun dengan
konsentrasi yang sangat kecil sehingga hanya dapat terbaca denganGC-MS dengan
metode SIM.
Menurut Kintz (2000) kelebihan uji rambut dibandingkan urin adalah
rambut memilikiinformasi keberadaan obat yang lebih lama dengan rentang waktu
minggu hingga bulan dibandingkanpada urin atau darah yang hanya mendeteksi
dengan kisaran waktu beberapa jam hinggabeberapa hari. Hal ini juga mendukung
temuan yang diperoleh dari penelitian ini. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa
hasil yang diperoleh merupakan metamfetamin yang tersimpan dalam rambut
dalam jangka waktu yang lama atau hasil konsumsi secara berkala. Hasil analisa
kadar metamfetamindalam sampel rambut pengguna sabu-sabu menggunakan
metode SIM ditunjukkan pada Tabel 4.4.

66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Kadar Metmfetamin dalam Rambut Pengguna Sabu-Sabu
N Sampel Kadar Metamfetamin (ng/mg)
O Rambut Adsorben Nanobentonit
Pengguna Hari Ke
0 – 14 60 150 210
1 Pengguna 1 4,62 3,10 2,56 1,95
2 Pengguna 2 3,29 3,13 2,62 1,00
3 Pengguna 3 4,17 3,65 2,59 1,16
4 Pengguna 4 4,61 3,13 2,49 1,81
5 Pengguna 5 4,17 3,28 2,54 1,68

4.3. Pola Fragmentasi


Berdasarkan spektrum MS pada gambar 4.1. senyawa metamfetamin terdeteksi
pada m/z = 134,1; 91,1; 58,1; 42,1. Hal ini sesuai dengan spektrum MS yang
terdapat pada larutan standar seperti pada Gambar 4.2.
Pada awalnya, ion radikal bergetar karena tidakstabil sehingga dengan
adanya fragmentasi akan menyebabkan ion menjadi lebihstabil dan akhirnya ion
induk bisa memecah. Berikut ini adalah urutan ionyang mudah mengalami
fragmentasi:
CH3+< RCH2 +< R2CH+ < R3C+< CH2=CH-CH2+ < C6H5 –CH2+
Metamfetamin yang mempunyai massa molekul relatif 149,23 dengan struktur pada
gambar 2.6 mengalami fragmentasi sebagai berikut:

Gambar 4.5. Fragmen Metamfetamin

67
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6.a. Spektrum Massa MetamfetaminHasil Penelitian Analisa MS

58

Gambar 4.6.b.Spektrum Massa Metamfetamin Hasil Analisa Kuswardani (2012)

Metamfetamin mengalami fragmentasi sesuai dengan gambar 4.9 dan 4.10 dengan
spektrum utama yaitu 148, 91 dan 58 sebagai base peak (puncak tertinggi).

68
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6.c. Reaksi Fragmentasi

Fragmentasi metamfetamin (m/z 149) diawali dengan lepasnya gugus metil (m/z
15) yang terletak pada posisi Cβ. Pelepasan gugus metil ini menyebabkan terjadinya
delokalisasi elektron sehingga terbentuknya senyawa transisi imina (C=N) dengan
m/z 134. Pada tahap ini produk transisi imina mengalami resonansi struktur untuk
memperoleh struktur kimia yang lebih stabil melalui pembentukan senyawa vinil
dan ammonium pada rantai terminal.
Pada tahap ini produk transisi terstabilkan mengalami pelepasan amina
primer (m/z 31) sehingga diperoleh karbokation vinil. Karbokation vinil
selanjutnya mengalami pemutusan C=C sehingga diperoleh karbokation aromatic
benzene.

69
Universitas Sumatera Utara
4.4. Validasi Metode
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukanuntuk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahanpada
kisaran analit yang akan dianalisis.
Validasi metode pada teknik GCMS dilakukan melalui uji akurasi
(kecermatan) dengan persen perolehan kembali (% recovery), lineritas, dan batas
deteksi (limit of ditection) dan batas penetapan (limit of quantification).

1. Hasil Uji Akurasi (Kecermatan) dengan Persen Perolehan Kembali


(% Recovery)
Penelitian ini dilakukan uji perolehan kembali atau % recovery dengan metode
adisi. Metode ini dengan cara menambahkan sejumlah larutan standard
metamfetamin dengan konsentrasi 2 ng/mg ke dalam sampel rambut pengguna
sabu-sabu pada pasien 1 setelah 14 hari pemakaian, dibuat 3 (tiga) kali replikasi.
Diinjneksikan 0,1µl ke dalam GCMS. Hasil % recovery dapat dilihat pada Tabel
4.6. Haasil perhitungan penentuan akurasi (% recovery) dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Tabel 4.6. Hasil Penentuan Akurasi (% Recovery) Metamfetamin
N Kadar Total Kadar Sampel Kadar Analit %
O Sampel Setelah Sebelum Yang Recover
Penambahan Penambahan Baku Ditambahkan y
Baku (ng/mg) (ng/mg) (ng/mg)
1 6,79 4,62 2 109
2 6,41 4,56 2 101
3 6,63 4,57 2 103
Rata - Rata 104

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata % recovery


metamfetamin adalah 104, nilai tersebut telah memenuhi % recovery yaitu 70 – 120
% (Harmita, 2004).

70
Universitas Sumatera Utara
2. Presisi
Uji presisi dilakukan terhadap sampel kristal sabu-sabu (metamfetamin)dengan
perulangan 3 (tiga) kali, ditentukan berdasarkan Standard Deviasi Relatif (SDR).
Diperoleh simpangan baku (standard of deviation) dan relative Standard Deviation
(RSD) pada tabel 4.6.
Tabel 4.7. Tabel Nilai SD dan RD
Senyawa Kadar Rata-Rata SD RSD
(ng/mg)
Metamfetamin 6,61 0,0775 1,1725 %

3. Lineritas
Lineritas ditentukan berdasarkan respon MS pada larutan standard. Larutan
standard metamfetamin ditentukan konsentrasinya 0,1 ng/mg, 0,5 ng/mg dan 1
ng/mg. Diinjeksikan ke GCMS sebanyak 1 mL. Persamaan garis lurus dan nilai r
dihitung menggunakan SPPS versi 13 (Lampiran 1) dan hasil akhir dapat dilihat
pada Tabel 4.8.
Tabel 4..8Nilai lineritas
Senyawa Persamaan Regresi r
Metamfetamin Y = 1E + 56x – 2E + 06 0,968

Berdasarkan Tabel 4.7 harga r = 0,968. Nilai r lebih besar dari nilai r tabel (α =
0,05 : n – 5) = 0,08. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa hubungan
antara konsentrasi senyawa metamfetamn terhadap respon MS tersebut linier.

71
Universitas Sumatera Utara
160000000
140000000 y = 1E+06x - 2E+06
120000000 R² = 0.9685
Area 100000000
80000000
60000000
40000000
20000000
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.9. Kurva Regresi Standars Metamfetamin


4. Hasil Batas DeteKsi (Limit of Detection) dan Batas Penetapan (Limit of
Quantification)
Tabel 4.9. Nilai LOD dan LOQ
Senyawa LOD (ng/mg) LOQ (ng/mg)
Metamfetamin 0,00000256 0,000000775

Berdasarkan Tabel 4.9. di atas hasil yang diperoleh adalah nilai LOD metamfetamin
0,00000256 ng/mg dan Nilai LOQ metamfetamin 0,000000775 ng/mg.
Berdasarkan data LOD dan LOQ ini, maka dapat diketahui kemampuan
instrumentasi GCMS yang telah digunakan dan limit konsentrasi sampel yang dapat
di deteksi.
Pengujian terhadap sampel kristal sabu-sabu dan rambut pengguna
narkotika masih dilakukan dalam skala Laboratorium. Metode yang dikembangkan
memerlukan pengujian yang lebih lanjut di Laboratorium eksternal sehingga
metode ini mendapatkan pengakuan secyang lebih lanjut d ara eksternal untuk dapat
digunakan sebagai metode standard.

72
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:


1. Pelarut yang optimum digunakan untuk mengekstraksi metamfetamin dalam
rambut pengguna sabu-sabu menggunakan metode sonikasidengan kondisi 42
KHZ yaitu pada pelarut Metanol:Aseton:Amonia denagn perbandingan 1:1:1
yang dibktikan dengan uji kualitatif menggunakan marquis testmemberikan
warna kuning kecoklatan yg lebih terang (lebih pekat) apabila dibandingkan
dengan pelarut Etil asetat:Metanol:Amonia danKloroform:Metanol:Asam
Asetat.
2. Fungsi bentonit alam sebgai adsoreben pada metode kolom ekstraksi untuk
mengekstrak filtrat hasil sonikasitelah menghasilkan optimasi fungsi sebagai
adsorben dimana montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam ukurannya
antara 50–100 µm, kemudian diproses menjadi nanopartikel dengan metoda
pengendapan dan pengadukan menggunakan ultrasonik dan pemanasan,
dibuktikan bahwa sudah dalam nanopartikel terbentuknya ukuran nanometer
yaitu dengan menggunakan Particle Size Analizer berdiameter rata-rata 82,15
nm.
3. Untuk menentukan kadar metamfetamin dalam rambutpengguna sabu-sabu dari
hasil analit kolom ekatraksi menggunakan metode GCMS dengan waktu yang
dibutuhkan adalah selama 16 menit. Instrumen GCMS dikembangkan
menggunakan kolom HP 5MS, temperatur injector pada 2500C, temperatur
interface 2800C. temperatur oven didisain mulai dari 400C ditahan 10 menit pada
1400C dan terakhir 2800C. Pada rambut pengguna sabu-sabu terdeteksi
mengandung metamfetamindiperoleh kadar metamfetamin pengurangan selama
210 hari untuk pengguna 1 = 2,67 ng/mg, pengguna ke 2 = 2,29 ng/mg, pengguna
ke 3 = 3,01, pengguna ke 4 = 2,8 dan pengguna ke 5 = 2,49. Rata-Rata
%Recovery = 104. Nilai presisi SD = 0,0775 dan RSD =1,1755%. Nilai Lineritas
diperoleh Y= 1E+ 56X-22E+06 dan r = 0,968. Nilai LOD = 0,00000256 dan

73
Universitas Sumatera Utara
LOQ = 0,000000775. Berdasarkan hasil di atas, modfikasi proses ekstraksi dan
teknik GCMS yang digunakan dapat menghasilkan senyawa metamfetamin
dalam rambut pengguna sabu-sabu.

5.2. Saran
Untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian sebagai berikut:
1. Pada proses sonikasi sebaiknya dilakukan variasi frekuwensi Ultra Soni Bath.
2. Dapat melakukan penelitian dengan menggunakan adsorben zeolit dan
pengujian di laboratorium Eksternal sehingga metode yang digunakan dapat
menjadi Standard dalam pemeriksaan Narkotika di Indonesia secara cepat dan
akurat (SNI).

74
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Abdi, 2004, Detection of Morphine in Opioid Abusers Hair by GC/MS, DARU


Journal, Volume 12 No. 2 Hal. 71 – 75.

Abdou A.M., Al-Sabagh M.M, Dardir, 2013, Evalution of Egyptian Bentonite and
Nano-bentonite as Drilling mud, 22, 53-59.

Adel Fisli ,Mujamilah dan Grace Tj Sulungbudi, 2009 , Sintesis dan karakterisasi
Nanokomposit Oksida Besi-Bentonit ,Jurnal sains Materi Indonesia Vol
10 No 2 ,164-169 . Bukit, N., (2011), Pengolahan Zeolit Alam sebagai
bahan pengisi nano komposit polipropilena dan karet alam SIR-20 dengan
kompatibeliser anhidrida mateat-grafted-polipropilena, Disertasi USU,
Medan

Allen, A.C, and Kiser, W.O. (1987). Methamphetamine from Ephedrine :


I.Chloroephedrine and Aziridine, J. Forensic Sci., Vol. 32 No. 4, p. 953-
962.

Arnold, W., 1987, Radioimmunological Hair Analysis for Narcotics and


Substitutes, Journal Clin. Chem. Clin. Biochem, Vol 25 Hal 753 –757.

APPS, 2012, Drug Abuse (Methamphetamine),


website:http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/informasi-
narkoba/2012/05/04/404/shabu-ubas-ss-ice-kristal-mecin.

Badan Narkotika Nasional. (2010). Jurnal Data Pencegahan


PenyalahgunaanPemberantasan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN),
Jakarta.

Badan Narkotika Nasional Indonesia, 2011, Data tindak pidana Narkoba tahun
2007-2011

Badan Narkotika Nasional, 2010, Jurnal Data Pencegahan Penyalahgunaan


Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

Baumgartner A., 1979, Radioimmunoassay of Hair for Determining Opiate – Abuse


Histories, The Journal of Nuclear Medicine, Hal. 748 – 752.

Bukit, N., (2012) Mechanical And Thermal Properties Of Polypropylene


Reinforced By Calcined And Uncalcined Zeolite .Makara, Technology,
Vol. 16, No. 2, November 2012: 121-128

Bukit, N., Frida, E, and Harahap.M.H, (2013) Preparation Natural Bentonite In


Nano Particle Material As Filler Nanocomposite High Density
Poliethylene (HDPE) Journal of Chemistry and Material Research.3.13,
10-20

75
Universitas Sumatera Utara
Bukit N ,Ginting,E.M ,Harahap .M Hutagalung .C (2014) , Pengolahan Bentonit
Alam Menjadi Nano Partikel Bentonit Sebagai Filer , Prosiding Seminar
Nasional Kimia Medan , Mei 2014 , hal 298-306

Butar–Butar Darwin, 2013, Jurnal data pencegahan dan pemberantasan


penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tahun 2012, Edisi tahun
2013, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Cantrell, T.S., John, B., Johnson, L., Allen, A.C. (1988). A Study of
ImpuritiesFound in Methamphetamine Synthesized From Ephedrine,
Forensic Sci.Int., 39, 39-53, Science Direct, Elsevier.

Citra Manela, 2015, Pemilihan, Penyimpanan dan Stabilitas Sampel Toksikologi


Pada Korban Penyalahgunaan Narkoba, Jurnal Kesehatan Andalas.

Clarke,1969. Analysis of Drugs and Poisons in pharmaceuticals, body fluids and


postmortem material.USA:Pharmaceutical Press.

Dalsgaard PW, Rode AJ., Rasmussen BS, Bjork MK., Madsen K.A, Gammelgaard
B, Simonsen KW, Linnert K. Quantitative Analysis of 30 Drugs in Whole
Blood by SPE and UHPLC-TOF-MS. Journal of Forensic Science &
Criminology. 2013 : Vol (1), No(1)

Dance, S.2011.Marquish Reagent.diunduh dari website


http://enwikipedia.org/wiki/Marquish reagent.

Daniel, F. dan Alberty, R.A., 1987, Kimia Fisika, Jilid I, Erlangga, Jakarta.

Deer, A., 1966, An Introduction to The Rock Forming Minerals, Longman Group
Limited, England.

Delmifiana, B., 2013, Pengaruh Sonikasi terhadap Struktur dan Morfologi non
partikel magnetic yang disintesis dengan Metode Kopresipitasi, Jurnal
Fisika Unand, Vol. 2, No. 3, 186-189.
Dorfner, K. dan Hartono,A.J., 1993, IPTEK Penukar Ion,Andi Offset,Yogyakarta

Dyer, 1984, New Anion Exchange of Zeolit Typ, USA, Britpit.Fulton,C., 1969,
Modern Microcrystal Tests for Drugs Wiley Interscience.New York: John
Wiley And Sons.

Elian AA & Hackett Jeffery. Solid- Phase Extraction and Analysis of THC and
Carboxy-THC from Whole Blood Using a Novel Fluorinated Solid-Phase
Extraction Sorbent and Fast Liquid Chromatography–Tandem Mass
Spectrometry. Journal of Analytical Toxicology. 2009 Vol (33)

76
Universitas Sumatera Utara
Fouad, H., Elleithy, R., Al-Zahrani, S. M., Ali, M. A., 2011, Characterization and
processing of High Density Polyethylene/carbon nano-composites,
Materials and Design, 32: 1974–1980

Fowlis, Ian A., 1998, Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open


Learning. John Wiley & Sons Ltd: Chichester.

Giorgi SN, Meeker JE, 1995, A 5 year stability study of common illicit drugs in
blood. Journal Analysis Toxicology, 19(6): 392-398.

Gultom Fransiskus, 2015, Pembuatan Nano Zeolit Alam Serulla Sebagai Pengisi
Polimer Foam Poliuretan, Depatemen Kimia Sekolah Pascasarjana
FMIPA USU, Volume 19 No.3, Agrium ISSN 0852-1077 (Print), ISSN
2442-7306 (Online).

Gong Z., Liao L., Lv G, Wang X , 2012, A Simple Method For Physical Purification
Of Bentonite. Applied Clay Science, 199, hal 294 -300.

Haller, D.L., 2010, Hair Analysis Versus Conventional Methods of Drug Testing
inSubstance Abusers Seeking Organ Transpantation, American Journal of
Transplantation, Vol 10, Hal. 1305 – 1311.

Harmita (2006). Buku Ajar Kromatografi, Departemen Farmasi Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Univ. Indonesia.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksnaan Validasi, Metode dan CaraPerhitungannya,


Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No. 3. Hal. 117-135.

Harrison, R., 2014, A Review of Methodology for Testing hair for Cocaine, Journal
of Forensic Investigation, Vol 2, Hal. 01 – 08.

Hegstd, S, et. al., 2008, Drug Screening of Hair br Liquid Chromatography-


Tandem Mass Spectrometry, Journal of Analytical Toxicology, Vol. 32
Hal. 364 – 372.

Ikin A. Ghani dan Abu Charuf, 1993, Bahaya Penyalahgunaan Narkotika dan
Penanggulangannya, Jakarta.

Ikrar, 2014, Bahaya Narkotika dan Penanggulangannya, University of California,


School of Medicine, Irvine, USA, website : http://www.kabarinews. com.

Kementrian Riset dan Teknologi, 2012, Sabu Bak Pisau Bermata Dua, wibsite :
http://www.ristek.go.id.

Khajuria, H., 2013, Detection of D9-Tetrahydrocannabinol (THC) in Hair Using


GC-MS, Egyption Journal of Forensics (2014) 4, 17 – 20.

77
Universitas Sumatera Utara
K. Kuwayama, et al., (2008). Comparison and classification of methamphetamine
seized in Japan and Thailand using gas chromatography with liquidliquid
extraction and solid-phase microextraction, Forensic Sci. Int., 175, 85-92,
Science Direct, Elsevier.

Kohls,J.L, and Beaucage,(2002) , Rational Desing of Reinforced Rubber , Cur


OP.Solid St Mat Sci ,6:183-194.

Komang Ari Gunapria Darmapatni, Achmad Basori dan Ni Made Suaniti, 2016,
Pengembangan Metode GC-MS Untuk Penetapan Kadar Acetaminophen
Pada Spesimen Rambut Manusia, Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18
(2016), Sekolah Pascsarjana Universitas Airlangga, Indonesia.

Komang Ari Gunapria Darmapatni, A.A. Bawa Putra, Ni M. Suaniti dan Ni K.


Ariati, 2014, Analisis Senyawa Parasetamol (Acetaminophen) Pada Urin
dan Rambut Menggunakan Kromotografi Gas – Spektometri Massa (GC-
MS), Jurnal Kimia 8 (2), Juli 2014, ISSN 1907-9850.

Koester, C.J., Andresen, B.D., Grant, P.M. (2002). Optimum Methamphetamine


Profiling with Sample Preparation by Solid-Phase Microextraction, J.
Forensic Sci., Vol. 47, No. 5.

Kram, T.C., Krugel, A.V., (1977). The Identification of Impurities in Illicit


Methamphetamine Exhibits by Gas Chromatography/Mass Spectrometry
and Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy, J. Forensic Sci., Vol. 22,
No.1.

Kunalan, V., Daéid, N.N., Kerr, J.W., Buchanan, H.A.S., McPherson, A.R.,(2009).
Characterization of Route Specific Impurities Found inMethamphetamine
Synthezised by the Leuckart and Reductive Amination Methods, Anal.
Chem., 81, 7342-7348.

Kuswardani, 2012, Analisis Pengotor dan karakterisasi Metamfetamin Yang


Beredar Ilegal Secara Kromotografi Gas dan Kromotografi Cair Kinerja
Tinggi, Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program
Studi Magister Ilmu Kefarmasian, Depok.

Leblance,J,R.(2002). Rubber-filler Interaction and Rheology properties in Filled


Coumpaund, Prog .Polym . Sci 27:627-687

Liao L.B., Lv, G.C, Cai, D.X, Wu, L.M, 2015, Study of Intercalation of Cationic,
Anionic and Nonionic Surfactants into na-montmorillonite by a Solution
Method. Appl. Clay Sci. (in this issue)

Lisma Luciana, Farid M, M. Dani S. (2014), Karakterisasi Tanah Diatom dan


Aplikasinya Pada Industri Minyak Goreng, Magister Teknik Kimia Bidang
Teknologi dan Mangement Lingkungan Universitas Syiah Kuala, banda
Aceh.

78
Universitas Sumatera Utara
Made Agus Gelgel Wirasuta, 2008, Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi
Temuan Analisis, Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences
2008; 1(1):47-55 Asosiasi Forensik Indonesia,Diterbitkan di Jakarta.

Martono dan Jowana, 2006, Studi Kasus Pemeriksaan Sampel Rambut, website
http://www.scribd.com/doc/ 60622481/makalah-studi-kasus.

Mehling, R., 2007, Methamphetamine, The Straight Facts, Chelsea House, New
York, NY 10001.

Maryadele, J.O.N., et al., ed. (2006). The Merck Index, An Encyclopedia of


Chemicals, Drugs, and Biologicals, 14th. Ed., Merck & Co., Inc.,
Whitehouse Station, NY.

Moffat, A.C., Oselton, M.D., and Widdop, B. (2004). Clark’s Analysis of Drugs
and Poison, 3rd Ed., Pharmaceutical Press, London

Moore, C., 2006, Disposition of Hydrocodone in Hair, Journal of Analytical


Toxicology, Vol. 30 Hal. 353 – 359.

Nasril.2001.Penyelidikan Pendahuluan Bahan Galian Diatomea Kabupaten


Tobasa.DEPERINDAG Sumatera Utara.Medan.

National Drugs Campaign, 2007, Narkoba: Fakta Sesungguhnya, Australian


Goverment, Departement of Health and Agieng

N. Kurashima, Y. Makino, S. Sekita, Y. Urano, T. Nagano, (2004). Determination


of Origin of Ephedrin Used as Precursor for Illicit Methamphetamine by
Carbon and Nitrogen Stable Isotope Ratio Analysis, Anal. Chem., Vol.76,
No. 14.

Partington, J.R.,1961, General And Inorganic Chemistry, Third Edition, New


York:Magmilland And LTD.

Patel, H.A., Somani, R.S., Nanoclay for polymer nanocomposites, paints, ink,
greases an, Bull. Mater. Sci., Vol. 29, No 2, April 2006, 114, 133-145.

Perry, 1999.Adsorption And Ion Exchange Chemical Engineers,Handbook.John


Wiley And Sons:New York.

Ratri A.N dan Ismiyati, 2012, Pemanfaatan Nanobentonit Sebagai Bahan


Tambahan Pada Formula Grease, Kosmetik dan Nanokomposit Polimer,
Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014, Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Jakarta , 12 November 2014, SSN : 2407 – 1846.

Recommendations for Collection of Forensic Specimens From Complainants and


Suspects, 2011, Faculty of Forensic and Legal Medicine.

79
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia, 149 (2) Hal. 199 – 207, Dalam dasar menimbang Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
poin c.

Rosani, S., 2003, Standar Pelayanan Minimal Terapi Medik Ketergantungan


Narkotika, Psikotropika dan Bahan Aktif Lainnya (Narkoba), BNN,
Jakarta.
Royle L, Campbell MP, Radcliffe CM, White DM, Harvey DJ, et al. HPLC-based
analysis of serum Nglycans on a 96-well plate platform with dedicated
database software. Anal Biochem . 2008 : 376: 1–12.

Sinto Jacob, Suma K.K. Sona Narayanan, Abhilash G, Jude Martin Mendez
K.E.George, 2010, International Conference on Advances in Polymer
Technology, Feb. 26-27, 2010, India, Page No. 223.

S. Kerrigan, 2008, Sampling, storage and Stability. In : Clarke’s Analytical


Forensic Toxicology. 2rd ed.2008;p.335-54.

Samosir,M., 2002, Penentuan Kapasitas Tukar Kation dari Beberapa Jenis Zeolit
AlamSerulla dengan Mempelajari Suhu
Aktivasi.[Skripsi]Medan:Universitas Sumatera Utara.

Sastro,A.,1991, Karakterisasi Deposit Mineral Zeolit Dalam Aspek


Pemanfaatannya di Lahan Pertanian, Pertanian Indonesia:Bogor.

Setyaningtas, Tien, dan Sriyanti.2003, Pengaruh Pemanasan Tanah Diatome


terhadap Kemampuan Adsorpsi Cd (III) dalam Pelarut Air, Jurnal Mipa-
Kimia Vol.VI.No.3, 200.
Stout,P.R., 1998, Chemical Factors Involved in Acumulation And Retention of
Fentanyl in Hair After External Exposure or In Vivo Deposition,
USA.University of Colorado.

Sukardjo, 1985.Kimia Fisika.Bina Aksara:Yogyakarta.

Sukandarmuidi, 2004, Bahan Galian Industri, Edisi Kedua, Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Taufik, M., 2016, Analisis Cannabinoid Dari Rambut Pengguna Narkotika Jenis
Ganja (Cannabis sativa L.) Menggunakan Teknik GCMS, Disertasi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Tresnadi, Hidir. 2008. Karakteristik AirAsam Tambang di Lingkungan Tambang


Pit 1 Bangko Barat, Tanjung Enim Sumatera Selatan. Jurnal Teknik
Lingkungan Vol. 9, No. 3.

80
Universitas Sumatera Utara
Undang - Undang RI No 35 Tahun 2009, Narkotika, diunduh dari website
http://www.bnn.
go.id/portal/_uploads/perundangan/2009/10/27/uunomor- 35-tahun-2009-
tentang-narkotika-ok.pdf.

Partodiharjo, Subagyo, Kenali Narkoba Dan Musuhi Penyalahgunaannya, Esensi:


Surabaya, 2009. Hal: 10

Wagener, G., Brandt, M. Duda, L., Hofmann, J., Klesczewcki, B., Koch, D.,
Kumpf, R.J., Orzesel, H., Pirkl, H.G., Six, C., Steinlein, C., dan Weisbeck,
M., 2001. Trends in industrial catalysis in the polyurethane industry.
Applied Catalysis A : General 221 : 303-335.

Widayati, D. T., 2008, Analisis Forensik, Departemen Narkoba, BNN, Jakarta.

Wirasuta Made Agus, 2008, Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan
Analisis, Indonesian Journal of Legal and Forensic Science. 1(1): 47-55

Wesniwiro, 1999, Narkoba dan Pengaruhnya. Widya Medika Jakarta.

Y. Makino, Y. Urano, T. Nagano, 2002, Impurity Profiling of Ephedrines in


Methamphetamine by High-Performance Liquid Chromatography, J. Of
Chrom. A., 947, 151-154, Science Direct, Elsevier.

Zhang Y.H, Yu C.X, Hu P., Tong W.S, Lv F.Z., Chu P.K., Wang H.L., 2015,
Mechanical and Thermal Properties of Palygorskie Poly (butylene
succinate) Nnaocomposite. Appl. Clay
Sci.http??dx.doi.org/10.1016/j.clay.2015.07.022

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Perhitungan
1. Perhitungan Validasi
1.1 Kecermatan Atau Akurasi (% Recovery)
Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus:
(CF−CA ) x 100%
% Recovery = C∗A

Keterangan :
CF = Konsentrasi analit yang diperoleh dari pengukuran setelah penambahan
bahan baku (standar)
CA = Konsentrasi analit sebelum penambahan bahan baku (standar)
C*A = Konsentrasi bahan baku (standar) yang ditambahkan (Harmita, 2000)

1. Perulangan 1nilai perolehan kembali (% recovery) senyawa metamfetamin,


dengan data sebagai berikut:
CF = 6,79 ng/mg
CA = 4,62 ng/mg
C*A = 2 ng/mg
(CF−CA ) x 100%
% Recovery = C∗A

= (6,79 ng/mg – 4,62 ng/mg) x 100%


2
= 109

2. Perulangan ke 2 nilai perolehan kembali (% recovery) senyawa metamfetamin


dengan data sebagai berikut:
CF = 6,63 ng/mg
CA = 4,57 ng/mg
C*A = 2 ng/mg
(CF−CA ) x 100%
% Recovery = C∗A

= (6,63 ng/mg – 4,57 ng/mg) x 100%


2
= 103

82
Universitas Sumatera Utara
3. Perulangan ke3 nilai perolehan kembali (% recovery) senyawa metamfetamin
dengan data sebagai berikut:
CF = 6,41 ng/mg
CA = 4,56 ng/mg
C*A = 2 ng/mg
(CF−CA ) x 100%
% Recovery = C∗A

= (6,41 ng/mg – 4,40 ng/mg) x 100%


2
= 101
1.2. Presisi (Keseksamaan)
Uji presisi dilakukan terhadap sampel kristal sabu-sabu (metamfetamin) dengan
perulangan 3 (tiga) kali, ditentukan berdasarkan Standard Deviasi Relatif (SDR).
SDR ditentukan berdasarkan data Standard Deviasi (SD).
Rumus menentukan SD adalah:
SD = √ Σ(X-X)2
n-1
Keterangan:
SD = Standard Deviasi
X = Kadar sampel
X = Kadar rata-rata sampel
n = Jumlah perulangan
(Harmita, 2004)

Rumus untuk menentukan RSD adalah:


SD x 100%
RSD = X

Dimana:
X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasin
RSD = Relatif Standar Deviation
(Harmita, 2004)

83
Universitas Sumatera Utara
Tabel Lampiran 1. Data Pengamatan Pengujian Persisi:
NO X Y X-X (X-X)2
1 6,79 4,62 -0,18 0,0324
2 6,41 4,56 0,2 0,04
3 6,63 4,57 -0,02 0,0004
Jumlah 6,61 0,0241

SD = SD = √ Σ(X-X)2
n-1
= √ Σ(0,0241)
2
= 0,0775

SD x 100%
RSDRSD =
X
0,0775 x 100%
= 6,61

= 1,1725 = 0,11725
1.3. Lineritas
Lineritas dihitung menggunakan SPSS versi 18 dengan hasil sebagai berikut:

1.3.1. Lineritas Metamfetamin


Konsentrasi larutan standard dan Respon MS dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel Lampiran 2. Konsentrasi larutan standard dan Respon MS
X Y

10 2048326

50 84206044

100 132191509

84
Universitas Sumatera Utara
1.3.1. Kurva Regresi Standar Metamfetamin
160000000
140000000 y = 1E+06x - 2E+06
120000000 R² = 0.9685
100000000
Area

80000000
60000000
40000000
20000000
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

Gambar Lmapiran 1. Kurva Regresi Standars Metamfetamin

1.4. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitas (LOQ)


LOD ditentukan dengan rumus:
LOD = 3.SD
b
LOQ ditentukan dengan menggunakan rumus:
LOQ = 10.SD
B
Keterangan:
SD = Standard Deviasi
B = Slope

Perhitungan Nilai LOD dan LOQ Metamfetamin


LOD = 3.SD
B
= 3 . 0,0775
6
1.10
= 0,0000025775\
Perhitungan LOQ Metamfetamin
LOQ = 10.SD
b
= 10 . 0,0775
1.106

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar Hasil Penelitian

Gambar Lampiran 2. Proses Pencucian Rambut Dengan Metanol Setelah


RambutDigiling Hingga Halus

Gambar Lampiran3. Proses Penyaringan Dengan Kertas Saring Setelah Proses


Pencucian Dengan Metanol

Gambar Lampiran4. Proses Sonikasi Dengan Alat Ultrasonicbath

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3 Warna Filtrat Hasil Sonikasi Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia (1:1:1) Dengan Pereaksi Marquis

Gambar Lampiran5. Sampel 1 Dengan Sistem Pelarut


Metanol:Aseton:Amonia

GambarLampiran 6. Sampel 2 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia

GambarLampiran7. Sampel 3 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia

87
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran8. Sampel 4 Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia

Sampel Lampiran9. Sampel 5 Dengan Sistem Pelarut


Metanol:Aseton:Amonia

Gambar 10. Sampel 6 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia

88
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran11. Sampel 7 Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia

Gambar Lampiran 12. Sampel 8 Dengan Sistem Pelarut


Metanol:Aseton:Amonia

Gambar Lampiran13. Sampel 9 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia

89
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 14. Sampel 10 Dengan Sistem Pelarut
Metanol:Aseton:Amonia

Lampiran 4. Warna Kesepuluh Sampel Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia (1:1:1) Dengan Pereaksi Marquis

Gambar Lampiran15. Sampel 1 Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia

Gambar Lampiran 16. Sampel 2 Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia

90
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran17.Sampel 3 Dengan Sistem Pelarut
Etilasetat:Metanol:Amonia

Gambar Lampiran18. Sampel 4 Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia

Gambar Lampiran19.Sampel 5 Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia

91
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran20.Sampel 6 Dengan Sistem Pelarut
Etilasetat:Metanol:Amonia

Gambar Lampiran21Sampel 7 Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia

Gambar Lampiran22. Sampel 8 Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia

92
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran23. Sampel 9 Dengan Sistem Pelarut
Etilasetat:Metanol:Amonia

Gambar Lampiran24.Sampel 10 Dengan Sistem Pelarut


Etilasetat:Metanol:Amonia

Gambar Lampiran25. Sampel 1 Dengan Sistem Pelarut


Kloroform:Metanol:Asam

93
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran26.Sampel 2 Dengan Sistem Pelarut
Kloroform:Metanol:Asam asetat

Gambar Lampiran27.Sampel 3 Dengan Sistem Pelarut


Kloroform:Metanol:Asam asetat

Gambar Lampiran28. Sampel 4 Dengan Sistem Pelarut


Kloroform:Metanol:Asam asetat

94
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran29.Sampel 5 Dengan Sistem Pelarut
Kloroform:Metanol:Asam asetat

Gambar Lampiran30. Sampel 6 Dengan Sistem Pelarut


Kloroform:Metanol:Asam asetat

Gambar Lampiran31. Sampel 7 Dengan Sistem Pelarut


Kloroform:Metanol:Asam asetat

95
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran32. Sampel 8 Dengan Sistem Pelarut
Kloroform:Metanol:Asam asetat

Gambar Lampiran33. Sampel 9 Dengan Sistem Pelarut


Kloroform:Metanol:Asam asetat

Gambar Lampiran34. Sampel 10 Dengan Sistem Pelarut


Kloroform:Metanol:Asam asetat

96
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran35. Standar Metamfetamin

Gambar Lampiran36. Sampel bentonit alam yang digunakan dalam


penelitian

Gambar Lampiran37. Sampel bentonit alam hasil aktivasi

97
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran38. Proses Ekstraksi Fase Padat dengan menggunakan
adsorben bentonit atau tanah diatom

11. Uji Warna (Uji Marquis) Filtrat Kolom Ekstraksi

Gambar Lampiran 39. Uji Marquis


Lampiran 8. Reaksi Marguis Pada Metamfetamin

98
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 40. Reaksi Marquis Pada Metamfetamin
(Kuswardani, 2012)

Reaksi metamfetamin dengan reagen marquis dapat dijelaskan dalam 4 tahap


tahapan:
1. Metamfetamon dengan adanya formalin dan asam sulfat dapat memberikan
perubahan warna. Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi antara cincin benzene
dari metamfetamin yang cenderung bersifat sebagai agen nukleofil (cenderung
bermuatan - ) dan atom karbon pada formaldehid yang bersifat elektrofil
(cenderung bermuatan + ) .
Reaksi antara gugus nukleofil dan elektrofil (gambar 1a) tersebut menyebabkan
terbentuknya produk transisi X-OH2+ (gambar 1b). Terbentuknya transisisi
tersebut menyebabkan proses dehidrasi (pelepasan molekul air) lebih mudah
terjadi dan menghasilkan karbokation benzil primer (gambar 1c).
2. Pada tahap 2, karbokation benzil primer bereaksi dengan molekul metamfetamin
dan asam sulfat sebagai katalis membentuk dimer melalui tahapan serupa pada
tahap 1.
3. Pada tahap 3, dimer yang terbentuk dapat mengalami reaksi oksidasi oleh
keberadaan asam sulfat yang berlebih dan berdampak pada proses pembentukan
alkohol.
4. Pada tahap 4, diasumsikan produk alkohol dimer bereaksi dengan asam sulfat
dan terjadi proses dehidrasi sehingga diperoleh karbokation benzil sekunder.
Pada tahap inilah identifikasi warna terbentuk.

99
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 40. Reaksi Marquis Pada Metamfetamin
(Kuswardani, 2012)

Lampiran 8. Gambar Kromatogram GC dan MS Hasil Analit Kolom


Ekstraksi dengan Adsorben Nanobentonit

100
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai