Anda di halaman 1dari 128

PENGARUH PAPARAN DEBU DAN KARAKTERISTIK

TERHADAP KAPASITAS FUNGSI PARU PADA


PETUGAS ASPHALT MIXING PLANT (AMP)
DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA MEDAN
TAHUN 2019

TESIS

Oleh

DINDA SEKAR MENTARI


NIM. 177032070

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


INFLUENCE OF OCCUPATIONAL DUST EXPOSURE AND
WORKERS’ CHARACTERISTICS ON PULMONARY
FUNCTIONAL CAPACITY IN ASPHALT MIXING
PLANT WORKERS OF PUBLIC WORKS AGENCY
MEDAN, IN 2019

THESIS

By

DINDA SEKAR MENTARI


NIM. 177032070

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGARUH PAPARAN DEBU DAN KARAKTERISTIK
TERHADAP KAPASITAS FUNGSI PARU PADA
PETUGAS ASPHALT MIXING PLANT (AMP)
DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA MEDAN
TAHUN 2019

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINDA SEKAR MENTARI


NIM. 177032070

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 15 Agustus 2019

TIM PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M.


Anggota : 1. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D.
2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes
3.dr. Fazidah Aguslina Siregar, M.Kes., Ph.D.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pernyataan Keaslian Tesis

Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Pengaruh

Paparan Debu dan Karakteristik terhadap Kapasitas Fungsi Paru pada

Pekerja Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya benar karya saya sendiri dan saya

tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan yang berlaku

dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung

risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari

pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2019

Dinda Sekar Mentari

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak

Tempat produksi aspal dikenal dengan AMP (Asphalt Mixing Plant ). AMP sangat
berpotensi mengeluarkan limbah gas seperti debu. Kontak dengan waktu yang
relatif cukup lama dengan lingkungan yang dipenuhi debu menyebabkan stress
pada gangguan pernapasan seperti organ-organ pada paru sehingga menyebabkan
penyakit kelainan seperti obstruktif, restriktif dan lainnya. Tujuan penelitian ini
adalahuntuk menganalisis pengaruh paparan debu dan karakteristi pekerja dengan
kapasitas fungsi pada paru pekerja produksi aspal hotmix di AMP Dinas
Pekerjaan Umum Kota Medan tahun 2019. Jenis penelitian adalah survey analitik
dengan desain cross sectional. Sampel penelitian adalah seluruh pekerja yaitu 45
orang. Hasil penelitian menunjukan dari 45 orang terdapat 16 orang mengalami
gangguan fungsi paru, pengukuran pada lokasi penelitian didapatkan kadar debu
dibawah nilai ambang batas 10mg/m3 yaitu berkisar2,45- 8,10 mg/m3. Hasil uji
menunjukan bahwa bahwa ada pengaruh lama kerja, penggunaan alat pelindung
diri, IMT, kebiasaan merokok dan konsentrasi paparan debu di lingkungan kerja
Asphalt Mixing Plant Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Variabel paling
dominan berpengaruh terhadap gangguan kapasitas fungsi paru pada petugas
produksi aspal yaitu lama kerja, penggunaan APD dan paparan debu dengan nilai
probabilitas 94,3%. Diharapkan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan
untuk memperhatikan, mengawasi sistem pengelolaan limbah gas yang dihasilkan,
serta menyedikan APD yang sesuai seperti respirator,menghimbau kepada seluruh
petugas produksi aspal untuk menggunakan alat pelindung diri saat bekerja
terutama penggunaan masker untuk meminimalisir masuknya debu ke dalam
system pernafasan.

Kata kunci : Paparan debu, karakteristik, fungsi paru

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract

Asphalt production site is known as AMP (Asphalt Mixing Plant). AMP has the
potential to expel gas waste such as dust. Contact with a relatively long time with
a dust-filled environment causes stress on respiratory disorders such as the
organs in the lungs, causing abnormalities such as obstructive, restrictive and
other diseases. This study aimed analyze the effect of dust exposure and
characteristics of workers with function capacity on the lung, hotmix asphalt
production workers at AMP Medan Public Works Service in 2019. This type of
research is an analytical survey with a cross sectional design. The study sample
was all workers, 45 people. This study found that of 45 people there were 16
people experiencing pulmonary function disorders, the measurements at the study
location found dust levels below the threshold value of 10mg / m3 which ranged
from 2.45 to 8.10 mg / m3. The test results show that there is an influence on the
length of work, the use of personal protective equipment, BMI, smoking habits
and the concentration of dust exposure in the working environment of the Asphalt
Mixing Plant, Medan Public Works Office. The most dominant variable affects the
disruption of pulmonary function capacity in asphalt production officers, namely
the length of work, the use of PPE and dust exposure with a probability value of
94,3%. It is hoped that the Medan City Public Works Office will pay attention,
supervise the waste gas management system produced, and provide appropriate
PPE such as respirators, appeal to all asphalt production officers to use personal
protective equipment while working, especially the use of masks to minimize the
entry of dust into the respiratory system.

Keywords : Dust Exposure, Characteristics, PFC, Asphalt

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkatdan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul

“Pengaruh Paparan Debu dan Karakteristik terhadap Kapasitas Fungsi

Paru pada Pekerja Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan Tahun 2019”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan

Lingkungan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak

khusunya kedua orang tua tercinta yaitu Papa (Ir. H. Bambang Hendarso

Prayogo, M.M.) dan Mama (Hj. Sriwaty) yang telah memberikan dukungan,

semangat, doa serta dana dalam menyelesaikan pendidikan karena mereka penulis

ada seperti saat ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D. selaku Sekretaris

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak membimbing, memperhatikan, dan memberikan arahan serta

waktu kepada penulis dalam proses bimbingan hingga penulisan tesis

ini selesai.

6. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak membimbing, mempehatikan dan memberikan arahan

serta waktu kepada penulis dalam proses bimbingan hingga penulisan

tesis ini selesai

7. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan saran, masukan selama penulisan tesis ini

8. dr. Fazidah Aguslina Siregar, M.Kes., Ph.D. Dosen Penguji II yang

telah memberikan saran serta masukan selama penulisan tesis ini

9. Isa Anshari S.T., M.T. selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan yang telah memberikan izin melakukan survei pendahuluan,

serta penelitian.

10. Selamat S.T. selaku Koordinator AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan yang telah banyak memberikan informasi dan waktu untuk

mendampingi peneliti mulai dari survei awal hingga proses akhir

penelitian ini berlangsung.

11. Seluruh Petugas produksi aspal yang telah membantu dan memberikan

informasi dalam pelaksanaan penelitian dimulai dari survei awal

sampai dengan selesainya penelitian ini.

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Seluruh Staff Pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis

mengikuti pendidikan.

13. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan S2 Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara angkatan 2017, khususnya

Peminatan Kesehatan Lingkungan yang telah membantu dan

memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, baik itu dalam

penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam

penyajian data. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik

yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata

penulis mengucapkan terimakasih. Semoga tesis ini berguna bagi semua pembaca.

Medan, Agustus 2019

Dinda Sekar Mentari

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xiv
Daftar Istilah xv
Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 10
Pencemaran Udara 10
Klasifikasi bahan pencemar udara 10
Sumber-sumber pencemar udara 11
Faktor-fakor yang memengaruhi pencemaran udara 12
Indikator pencemar udara 13
Debu 13
Pengertian debu 13
Sifat-sifat debu 14
Sumber debu 15
Jenis debu 16
Mekanisme penimbunan debu dalam paru 17
Efek debu bagi kesehatan 18
Pengukuran kadar debu di lingkungan 19
Paru 20
Anatomi saluran pernafasan 20
Fisiologi paru 23
Volume dan kapasitas fungsi paru 23
Volume paru 23
Kapasitas paru 24
Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi paru di tempat kerja 28
Aspal 33

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengertian aspal 33
Komposisi aspal 33
Jenis aspal hotmix 34
Kerangka Teori 36
Kerangka Konsep 36
Hipotesis Penelitian 37

Metode Penelitian 38
Jenis Penelitian 38
Lokasi dan Waktu Penelitian 38
Lokasi penelitian 38
Waktu penelitian 38
Populasi dan Sampel 39
Populasi penelitian 39
Sampel penelitian 39
Variabel dan Definisi Operasional 39
Variabel penelitian 39
Definisi operasional 40
Metode Pengumpulan Data 41
Metode Pengukuran Variabel 42
Metode pengukuran debu 42
Pengukuran gangguan fungsi paru 42
Metode Analisis Data 45
Analisis univariat 45
Analisis bivariat 45
Analisis multivariat 45

Hasil Penelitian 46
Gambaran Lokasi Penelitian 46
Gambaran Umum AMP 46
Analisis Univariat 47
Analisis Bivariat 50
Analisis Multivariat 53

Pembahasan 56
Umur 56
Lama Kerja 57
Masa Kerja 59
Penggunaan APD 60
Merokok 62
IMT 64
Paparan Debu 66
Implikasi Penelitian 70
Keterbatasan Penelitian 70

Kesimpulan dan Saran 71

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kesimpulan 71
Saran 72

Daftar Pustaka 73
Lampiran 77

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Klasifikasi Gangguan Fungsi Paru 27

2 Nilai Ambang Batas untuk Indeks Massa Tubuh 31

3 Definisi Operasional 40

4 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Pekerja Produksi Aspal 47

5 Distribusi Berdasarkan Kadar Debu (mg/m3) pada Lokasi


Asphalt Mixing Plant (AMP) 49

6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kapasitas Fungsi Paru


Pekerja Produksi Aspal 50

7 Hubungan Karakteristik Petugas Produksi Aspal Berdasarkan


Umur, Lama Kerja, Masa Kerja, Kebiasaan Merokok,
Penggunaan APD, IMT dengan Kapasitas Fungsi Paru pada
Petugas Produksi Aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota
Medan 51

8 Hasil Uji Mann-Whitney antara Debu dengan Kapasitas Fungsi


Paru pada Petugas Produksi Aspal 52

9 Variabel Independen yang Memenuhi Kriteria Analisis


Multivariat 53

10 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik 54

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka teori 36

2 Kerangka konsep 36

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 77

2 Master Data 79

3 Output SPSS Penelitian 80

4 Surat Hasil Pemeriksaan Balai K3 Medan 101

5 Surat Survei Penelitian 104

6 Surat Izin Penelitian 105

7 Surat Balasan Izin Penelitian dari Litbang 106

8 Surat Balasan Permohonan Izin Penelitian dan Selesai 107


Penelitian dari Dinas pekerjaan Umum Kota Medan

9 Dokumentasi Penelitian 108

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Istilah

AMP Asphalt Mixing Plant


APD Alat Pelindung Diri
HVAS Hugh Volume Air Sampler
IMT Indeks Massa Tubuh
PM Particulate Matter
TSP Total Suspended Particulate
WHO World Health Organization

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Riwayat Hidup

Penulis bernama Dinda Sekar Mentari berumur 23 tahun dilahirkan di

Medan pada tanggal 15 April 1996 beragama Islam. Penulis anak pertama dari

satu bersaudara dari pasangan Ir. H. Bambang Hendarso Prayogo, M.M. dan Hj.

Sriwaty. Penulis berstatus belum menikah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan SD Kemala

Bhayangkari 1 Medan dan lulus pada Tahun 2007, SMP Harapan 1 lulus pada

Tahun 2010, SMA Harapan 1 Medan dan lulus pada Tahun 2013. Penulis

melanjutkan kuliah Strata S-1 pada Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara dan lulus pada Tahun 2017. Pada Tahun 2017 penulis

melanjutkan kuliah program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan

Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara sampai pada saat ini.

Medan, Agustus 2019

Dinda Sekar Mentari

xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

Pendahuluan

Latar Belakang

Lapisan mengelilingi bumi yang terdiri dari campuran gas-gas

disebutsebagai udara. Udara memiliki komponen dengan konsentrasi beragam

contohnya dapat ditemukannya air dalam bentuk uap dan karbon dioksida. Alam

tidak selalu ditemukan dalam keadaan kualitas udara yang sehat, beberapa gas

pencemar terbang bebas ke udara sebagai gas-gas pencemar dari proses alami

alam. Padatan partikel dan cairan yang memiliki ukurankecil itu dapat tersebar ke

lingkungan karena dipengaruhi oleh faktor angin (Fardiaz,2010).

Penurunan tingkat kualitas udara yang telah dibuat yaitu Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 menjelaskan bahwa

pengendalian pencemaran udara yaitu proses suatu zat atau benda yang dletakkan

atau dimasukannya suatu zat ke dalam udara yang ada di lingkungan yang

disebabkan oleh berbagai aktivitas kegiatan manusia seperti proses produksi dari

pabrik sehingga kualitas udara mengalami penurunan mutu dan menyebabkan

udara tersebut tidak dapat memenuhi fungsinya.

Industri- industri di daerah perkotaan memiliki beragam jenis kegiatan

industri seperti pabrik kimia, semen, kayu lapis, dan pabrik lainnya.Kegiatan-

kegiatan pabrik tersebut berpotensial dalam menghasilkan bahan perusak dan

membuat polusi udara seperti gas sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon

monoksida, amoniak, dan gas hidrokarbon serta partikel debu (Mukono, 2008).

Salah satu tempat industri produksi aspal di Kota Medan terdapat di

daerah Kecamatan Medan Sunggal dibawah naungan Dinas Pekerjaan Umum kota

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

Medan. Tempat produksi aspal dikenal dengan AMP (Asphalt Mixing Plant). AMP

sangat berpotensi mengeluarkan limbah gas seperti debu karena aspal memiliki

massa dengan jumlah paling banyak 80 persen karbon, 6 persen belerang, 10

persen belerang dan selebihnya nitrogen, oksigen, besi, arenik, nikel, dan

vanadium serta dengan beberapa campuran aspal yang terdiri agereat/batu kasar,

halus, dan bahan lainnya dengan kadar perbandingan yang sama (Prima, 2010).

Asphalt Mixing Plant (AMP) adalah suatu unit mesin untuk memproduksi

aspal hotmix. Dalam proses pembuatan aspal AMP sangat berpotensi

mengeluarkan debu yang dapat memberikan efek kesehatan bagi petugas produksi

aspal. Proses produksi digunakan untuk perbaikan konstruksi jalan. Bahan baku

yang digunakan adalah aspal cair, batu split, abu batu, batu pecah, dan pasir.

Proses pembuatannya sendiri terdiri dari tiga tahap yaitu dari persiapan,

pemecehan batu, pencampuran aspal dan agrerat dengan menggunakan mesin

AMP. Proses pemecahan batu dilakukan dengan memasukan batu-batu yang akan

dipecah menggunakan mesin crusher, akan menghasilkan berbagai ukuran batu

yang disebut split, medium, dan abu batu. Dalam proses pemecahan, debu yang

dihasilkan terlihat sangat banyak karena penghancuran batu yang menjadi abu

batu, dan hasilnya langsung dikumpulkan dibawah mesin crusher. Setelah batu

telah dipecah selanjutnya dicampurkan ke dalam mesin AMP yang sudah

dipanaskan dengan dicampur filler (aspal cair) menggunakan bin-bin yang

tersedia sampai menjadi aspal hotmix untuk selanjutnya dibawa ke dalam truk dan

siap untuk digunakan, sehingga menimbulkan potensi mengeluarkan debu.

Menurut Suma’mur (2013), lingkungan kerja yang selalu dipenuhi zat-zat

pencemar seperti gas dan partikel debu dapat menyebabkan terganggunya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

produktivitas kerja, kesehatan individu pekerja dan lingkungan sekitar tempat

kerja. Keadaan tersebut dapat membuat gangguan pernapasan atau terganggunya

fungsi paru. Partikel debu di lingkungan kerja disebabkan dari proses seperti

keadaan alami alam dan melalui proses produksi dimulai dari kegiatan

penghancuran, pelembutan, pengolahan dan kegiatan lainnya. Pekerja yang

terpapar kadar debu dalam waktu yang cukup lama contoh dengan masa kerja

minimal 5 tahun menyebabkan pneumokoniosis, hal tersebut ditandai dengan

gejala seperti batuk dan sesak napas akibat banyaknya penimbunan debu dalam

paru.

Berdasarkan Permenaker RI No.05 tahun 2018 tentang keselamatan dan

kesehatan kerja lingkungan kerja yang didalamnya tercantum nilai ambang batas

faktor fisika dan kimia di lingkungan kerja yaitu batas particulate debu inhalable

yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh menusia yaitu sebesar 10mg/m3.

Survei Sosial Ekonomi Nasional mencatat pada Tahun 2011 penyakit

saluran nafas berupa obstruksi saluran nafas dan terdapat pada peringkat kedua

dengan jumlah penderita 12,7 persen, angka tersebut terbanyak setelah penyakit

sirkulasi yaitu 26,4 persen. Data dari ILO (Ineternational Labour Organization)

tahun 2010 dapat disimpulkan terdapat 10-30 persen penyakit akibat kerja berupa

penyakit paru, dengan jumlah kasus baru 40.000 penyakit pneumoconiasis setiap

tahunnya. Direktorat jendral PPM dan PL di Indonesia mengatakan angka

kesakitan paling tinggi terdapat pada penyakit paru obstruktif sebesar 35 persen,

bronchial 33 persen dan kanker paru 30 persen.

Prevalensi penyakti ISPA di Kota Medan pada tahun 2016 sebanyak 40,23

persen dan penderita penyakit saluran pernapasan lainnya sebanyak 4,95 persen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Data Puskesmas Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2017 periode januari -

desember menunjukan bahwa terdapat 8000 orang mengalami ISPA, hal tersebut

menunjukan bahwa ISPA merupakan penyakit yang paling tinggi di Puskesmas

Kecamatan Medan Sunggal, dimana Medan Sunggal merupakan titik lokasi dari

proses produksi aspal.

Menurut Harrianto (2010), pekerja yang memiliki jam operasi kerja

selama 8 jam menyebabkan seorang menginhalasi 10m3 udara. Jika udara yang

terhirup tersebut memiliki rata-rata ukuran mulai dari 1- 10 mikrometer maka

orang tersebut menginhalasi sebanyak 100mg setiap harinya sama besar dengan

20 mg pertahunnya atau sama takarannya dengan satu sendok makan biasa.

Kontak dengan waktu yang relatif cukup lama dengan lingkungan yang dipenuhi

debu menyebabkan stress pada gangguan pernapasan seperti organ-organ pada

paru sehingga menyebabkan penyakit kelainan seperti obstruktif, restriktif dan

lainnya. Hal tersebut dapat terjadi tergantung pada organ tempat partikel

menimbun dan menetap, dosis masuk, lama kontak dengan debu serta ketahanan

tubuh terhadap rentannya terkontaminasi debu dan zat lainnya serta efek khusus

interaksi antar partikel beracun dengan sistem mekanisme pertahanan paru

masing-masing individu.

Hasil penelitian Virgo (2016) pada petugas di Pabrik Stone crusher PT JR

dan PT SR dengan karakteristik Penggunaan APD, Umur, Kebiasaan Merokok

dan Kebiasaan Olahraga menunjukan bahwa terdapat hubungan antara partikel

debu dengan gangguan fungsi paru. Dari keempat faktor tersebut didapatkan

faktor umur merupakan faktor yang dominan dalam membedakan besar atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

kecilnya pengaruh tersebut, dimana pekerja yang berusia tua lebih besar

proporsinya pada PT JR (16,7%) dibandingkan dengan PT SR (11,1%), dan lebih

besar pula proporsi usia muda yang mengalami gangguan fungsi paru (PT JR

66,7%: PT SR 71,4%) dibandingkan dengan usia tua (PT JR 33,3% dan PT SR

28,6%).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusri (2012) di Aceh,

industri produksi aspal memiliki kadar debu diatas nilai ambang batas. Kadar

debu yang tinggi sangat mempengaruhi produktivitas dan kesehatan petugas

produksi aspal.Hasil penelitian sebelumnya menunjukan terdapat hubungan yang

signifikan antara kadar debu di sekitar tempat kerja dengan aktivitas pembuatan

aspal hotmix dengan sindrom ISPA pada pekerja.

Hasil penelitian yang dilakukan Adha (2012) menggunakan analisis uji

statistik Fishers Exact Test, didapatkan menggunakan nilai kepercayaan 95persen

sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara

jumlah debu di tempat kerja dengan gangguan fungsi paru pada petugas bagian

pengangkutan semen di daerah Pelabuhan Malundung Kota Tarakan. Dengan

jumlah sebanyak 94,4 persen mengalami gangguan fungsi paru dan 5,6 persen

memiliki fungsi pernafasan normal.

Hasil penelitian Bintang (2017) tentang hubungan usia, lama paparan

debu, penggunaan APD dan kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru

pada pekerja industri Mabel di di Sragen menunjukan bahwa terdapat hubungan

usia (p=0.021) dan kebiasaan merokok (p=0.019) dengan adanya gangguan fungsi

paru pada pekerja. Sedangkan pada penelitian ini faktor yang tidak memengaruhi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

fungsi paru adalah lama paparan dan penggunaan APD karena memiliki nilai p

>0.05.

Berdasarkan hasil survei awal di berbagai titik yang berisiko tercemar,

bahwa AMP ini memiliki beberapa proses kerja meliputi proses persiapan,

pengangkutan sampai proses produksi. Proses produksi sendiri menggunakan

mesin crusher dan AMP yang sangat berpotensial mengeluarkan debu. Kondisi

lingkungan kerja yang tidak sehat atau dipenuhi padatan debu yang berterbangan

menempel pada benda-benda yang tertumpuk, seperti tebalnya debu yang

menempel pada mesin crusher, AMP, tong-tong berisi cairan aspal, alat-alat berat

seperti truck untuk mengangkut bahan baku dari tempat penyimpanan hingga

tempat produksi. Sumber partikel debu tersebut berasal dari kagiatan-kegiatan

produksi di wilayah kerja sepertibahan-bahan baku pembuat aspal agregrat halus

dan kasar, proses pemecehan batu dan pencampuran antara agrerat dengan aspal

cair. Proses pembuatan tersebut tidak hanya dapat menghasilakan TSP tetapi

melihat dari letak tempat produksi semi terbuka membuat zat tersebut dapat

masuk dari tempat lainnya, sehingga menyebabkan petugas aspal memiliki

gangguan berupa batuk-batuk, bersin terus menerus dan lainnya. keluhan

pernapasan seperti sesak nafas, batuk-batuk dan sering bersin.

Keluhan pernapasan tersebut dapat memengaruhi kapasitas fungsi paru

apabila sering mengalaminya. Keluhan kesehatan didapatkan denganwawancara

menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan awal seputar keluhan

pernapasan. Dari 25 responden yang di wawancarai penulis terdapat 13 (52%)

orang yang memiliki keluhan pernapasan dan sebanyak 12 (48%) orang tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

mengalami keluhan pernapasan. Keluhan pernapasan yang dialami responden

berupa batuk, sesak napas, nyeri dada dan pilek, responden yang paling banyak

mengalami keluhan pernapasan dengan jenis keluhan sering bersin dan keluhan

dengan batuk- batuk sebanyak, sedangkan jumlah yang paling sedikit diantara

jenis keluhan pernapasan yaitu keluhan sesak napas dan nyeri pada.

Pekerja yang bekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

sebanyak 45 orang. Pekerja telah bekerja lebih dari 3 tahun dengan jam

operasional kerja rata-rata selama 8 jam, pekerja tidak memiliki kesadaran yang

tinggi akan pentingnya untuk patuh dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

khususnya masker selama melakukan kegiatan produksi. Pekerja menyebutkan

alasan tidak menggunakan masker yaitu karena rasa tidak nyaman, tidak terbiasa

dan tidak tersedianya masker di tempat kerja serta kebiasaan merokok pada saat

bekerja juga menjadi faktor utama tidak bersedianya mereka dalam

memakainya.Hal tersebut membuat mudahnya gas pencemar lainnya terhirup dan

masuknya partikel debu ke dalam pernafasan khusunya paru sehingga dapat

menyebabkan penurunan fungsi pernafasan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakangAsphalt Mixing Plant (AMP) Dinas Pekerjaan

Umum mengeluarkan bahan pencemar berupa partikel debu, telihat dari

banyaknya tumpukan debu di benda- benda sekeliling AMP.Udara di sekeliling

AMP membuat merasa tidak nyaman apabila berada dalam waktu berjam-jam.

Setelah dilakukan survei awal ditemukan para pekerja memiliki rata-rata kerja

semalam 8 jam perhari dengan gangguan pernapasan, keluhan tersebut ditandai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

dengan seringnya batuk terus-menerus, sesak napas, bersin- bersin dan nyeri

dada.dan gas-gas pencemar lainnya.

Berdasarkan uraian-uraian diatas peneliti ingin melakukan penelitian lebih

dalam untuk menganalisis pengaruh paparan debu dan karakteristik terhadap

gangguan fungsi paru pada pekerja produksi aspal hotmix di AMP Dinas

Pekerjaan Umum Kota Medan Tahun 2019.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk menganalisis pengaruh paparandebu dengan

kapasitas fungsi pada paru pekerja produksi aspal hotmix di AMP Dinas

Pekerjaan Umum Kota Medan tahun 2019.

Tujuan khusus. Tujuan khusus yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik pekerja produksi aspal hotmix (umur, masa kerja,

Indeks Massa Tubuh, kebiasaan merokok, alat pelindung diri ).

2. Mengetahui paparan debu di lingkungan petugas produksi aspal hotmixdi

AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

3. Mengetahui keadaan fungsi paru pekerja akibat paparan debu selama bekerja

di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan sumber pengetahuan informasi pada masyarakat dan petugas di

lingkungan AMP Kota Medan tentang efek dari kadar debu terhadap

kesehatan.

2. Memberikan informasi/masukan bagi Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

mengenai risiko paparan debu terhadap kesehatan petugas, khususnya pekerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Bagian Produksi Aspal hotmix untuk awal dari pengendalian terhadap zat-zat

pencemar debu untuk segera mencegah efek kesehatan yang mungkin

menimbulkan gangguan dan merugikan para pekerja di AMP Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan.

3. Menambah referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan

pencemara udara yang disebabkan industry dan gangguan fungsi paru

petugasAMP di lingkungan kerja AMP Dinas Pekerjaan Umum Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Tinjauan Pustaka

Pencemaran Udara

Pencemaran lingkungan adalah terjadinya penurunan kulaitas udara yang

disebabkan banyak faktor, seperti faktor ulah manusia dan faktor yang terjadi

secara alami, hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut yang berupa banyak gas

ataupun hasil berupa makhul hidup bercampur dengan sengaja atau tidak sengaja

ke lingkungan secara sengaja atau tidak sengaja (Mukono, 2008).

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang

mengelilingi bumi. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air

yang bentuk uap H2O dan karbon diokside (CO2). Udara di alam tidak pernah

ditemukan bersih sama sekali, beberapa gas seperti sulfur diokside (SO2),

hydrogen sulfide (H2S) dan karbon monokside (CO) selalu dibebaskan ke udara

sebagai produk sampingan dari proses-proses alami. Selain itu partikel-partikel

padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar oleh angin (Fardiaz,2010).

Udara di lingkungan kerja ataupun masyarakat tidak selalu pernah

ditemukan dalam keadaan bebas bahan pencemar selalu dijumpai beberapa gas

contohnya seperti sulfur, CO, yang berada bebas diudara. Gas gas tersebut

dihasilkan dari berbagai proses seperti pembusukan sampah, kilang minyak, dan

industri lainnya termasuk industri aspal. Selain itu pencemaran udara dihasilkan

juga dari kegiatan manusia.

Klasifikasi bahan pencemar udara. Menurut Mukono (2006) terdapat

dua macam pencemaran udara yaitu dibedakan menjadi polusi primer dan polusi

sekunder.Komposisi udara primer adalah 90% persen dari macam-macam zat

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11

pencemaran di udara dan berasal dari suatu sumber yang menghasilkan polutan

gas dan partikel. Partikel didapatkan bisa dari proses kondensasi, dipersi maupun

erosi. Contoh –contoh jenis partikel adalahasap biasa disebut jelaga yang

memiliki ukuran partikel dari karbon yang sangat halus. Debu adalah suatu

partikel- partikel padat berasal dari kegiatan industry seperti industry pemecah

batu yang dilakukan oleh manusia ataupun alami.

1. Kabut adalah hasil dari reaksi kimia.

2. Uap yaitu hasil dari proses sunlimasi, distilasi dan reaksi kimia.

Berdasarkan ukurannya secara umum partikel dapat mempunyai beragam

diameter,antaralain :

1. Diameter>10 mikron memiliki nama lain yaitu Partikel debu yang kasar.

2. Diameter 1 sampai 10 mikron dapat dibilang sebagai debu, asap, serta uap.

3. Diameter< 1 mikro disebut sebagai aerosol.

Polutan Sekunder berasal dari sebuah proses dari reaksi dua zat atau lebih

yang menghasilkan polusi udara, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti konsentras derajat foto aktivasi, konsentrasi dari bahan reaktan yang

relatif, topografi local dan kondisi cuaca atau iklim di suatu lingkungan.

Sumber-sumber pencemaran udara. Menurut Suradji (2010)

Pengelompokan sumber pencemar udara dibedakan menjadi sumber polusi udara

yang bergerak dan menetap. Sumber bergerakmemiliki contoh sumber pencemar

seperti kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, dan kapal laut. Selain

sumber bergerak terdapat sumber tidak bergerak atau disebut menetap, salah satu

contohnya adalah tempat pembuangan sampah padat dan proses kegiatan industri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Faktor-faktor yang memengaruhi pencemaran udara. Junaidi (2002)

menyimpulkan bahwa kondisi dan situasi yang dapat memengaruhi kualitas udara

adalah temperatur Udara, kelembapan, tekanan udara, sinar matahari dan curah

hujan. Kelembaban udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara.

Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan

pencemar udara, menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi pencemar

sekunder.

Suhu udara dapat memengaruhi konsentrasi pencemar udara. Suhu udara

yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar

menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin

padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampaknya makin tinggi.

Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan

terjadi suatu proses penyebaran sehingga dapat mengakibatkan pengenceran dari

bahan pencemaran udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu

sumber akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah

dan kecepatan angin dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat.

Tekanan udara dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi kimia

antara pencemar dengan zat pencemar diudara atau zat-zat yang ada di udara,

sehingga pencemar udara dapat bertambah maupun berkurang

Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara, karena dengan

adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat

atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga sehingga

kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Demikian juga halnya mengenai banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi,

yang dapat mempengaruhi kadar pencemar udara.

Curah hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari

atas jatu ke bumi, dapat menyerap pencemar gas tertentu kedalam partikel air,

serta dapat menangkap partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang

lain, menempel pada partikel air dan di bawa jatuh ke bumi. Dengan demikian

pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya akibat jatuhnya

hujan.

Indikator pencemaran udara. Menurut Chandra (2006) Indikator yang

sesuai kriteria dan dapat menentukan status baik atau buruknya udara adalah

dengan cara mengukur kadar zat diudara, seperti mengukur Gas sulfur dioksida

yang merupakan gas pencemar di udara dengan konsentrasi paling tinggi di

daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan dari sisa

pembakaran batubara dan bahan bakar minyak.Di dalam setiap survei pencemaran

udara, gas ini selalu diperiksa.Melalui Partikel-partikel berupa debu dan arang

dari hasil pembakaran sampah dan industry juga menentukan kualitas udara

karena merupakan salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur

derajat pencemaran udara.Setelah gas silfur dioksida dan partikel dapat di ukur

indeks asap disuatu lingkungan untuk melihat derajat pencemaran udara.

Debu

Pengertian debu. Menurut Suma’mur (2013) debu terdiri dari partikel

partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis, aktivitas manusia dan alam.

Debu yang berasal dari alam biasanya merupakan hasil dari serangkaian proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

dimulai seperti saat penghancuran, pelembutan, pengolahan produksi dari

berbagai kegiatan.

Sifat-sifat debu. Debu memiliki bebrapa sifat seperti sifat adsorbsi, sifat

optik, partikel dan sifat mengendap.

1. Sifat mengendap partikel yang berukuran lebih besar dari 2-40 mikron

(tergantung dari densitasnya) tidak bertahan terus di udara, melainkan akan

mengendap. Partikel yang tersuspensi secara permanen di udara juga

mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikel-partikel ini tetap terdapat

di udara karena gerakan udara.

2. Sifat adsorbsi kemampuannya sebagai tempat adsorbsi (sorbsi secara fisik)

atau kimirisorbsi (sorbsi disertai dengan interaksi kimia). Sifat Absorbsi Jika

molekul yang tersorbsi tersebut larut di dalam partikel, jenis sorbsi ini sangat

mementukan tingkat bahaya dari partikel.

3. Sifat Optik Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron

berukuran sedemikian kecilnya dibandingkan dengan panjang gelombang

sinar, sehingga partikel-partikel tersebut mempengaruhi sinar seperti halnya

molekul-molekul dan menyebabkan refraksi. Partikel yang berukuran jauh

lebih besar dari 1 mikron jauh lebih besar dari pada panjang gelombang sinar

tampak dan merupakan objek mikroskopik yang menyebarkan sinar sesuai

dengan penampung melintang partikel tersebut. Sifat optik ini penting dalam

menentukan pengaruh partikel atmosfir terhadap radiasi dan visibilitas solar

energi (Fardiaz, 2010).

Debu yang dapat menimbulkan ganggguan kesehatan bergantung dari

Solubility, Komposisi kimia debu seperti inert dust dan poliferal dust, Ukuran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

partikel dan konsentrasi debu. Solubility, jika bahan-bahan kimia penyusun debu

mudah larut dalam air, maka bahan- bahan itu akan larut dan langsung masuk ke

pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut,

tetapi ukurannya kecil, maka partikel- partikel itu dapat memasuki dinding

alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang peri bronchial menuju ke luar

bronchial oleh rambut-rambut getar di kembalikan ke atas.

Berdasarkan komposisi kimia debu, Inert dust merupakan golongan debu

yang tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat

sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal. Poliferal dust

golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis.

Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga

mengganggu fungsi paru. Debu golongan ini menyebabkan fibrocytic

pneumoconiosis, contohnya seperti debu silika, asbestosis, kapas, berilium dan

sebagainya.Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan di

dalam paru, namun dapat ditimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat asam

atau asam kuat.Selain itu gangguan kesehatan juga dapat dilihat dari konsentrasi

debu karena semakin tinggi konsentrasi debu di udara tempat kerja, maka semakin

besar kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan. Berdasarkan Ukuran partikel

debu, karena ukuran partikel besar akan di tangkap oleh saluran nafas bagian atas.

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran

pernapasan.

Sumber debu. Menurut Wardhana (2010), Sumber pencemar diakibatkan

olehkegiatan manusia paling besar dihasilkan dari proses kegiatan industri,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

kebakaran hutan dan gas emisi buangan kenderaan.Sedangkan, sumber yang

berasal dari alam seperti salah satu contohnya partikel-partikel akibat letusan

gunung berapi yang mengeluarkan bahan-bahan vulkanik sehingga terbawa oleh

angina dan tersebar di lingkungan kerja ataupun permukiman.

Jenis debu. Menurut Suma’mur (2013) terdapat dua jenis debu yaitu debu

organik dan anorganik. Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya.

Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan

mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan

yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula.

Kategori jenis debu berdasarkan tingkat bahayanya (Mengkidi, 2006),

yaitu: Debu karsigonik, adalah debu yang dapat merangsang terjadinya sel kanker.

Contohnya adalah debu arsenik, debu hasil peluruhan radon, dan asbes, Debu

fibrogenik, adalah debu yang dapat menimbul fibrosis pada istem

pernapasan.Contohnya adalah debu asbes, debu silika, dan batubara.Debu

radioaktif, adalah debu yang memiliki paparan radiasi alfa dan beta. Contohnya

bijih-bijih torium., dan debu eksplosif, adalah debu yang pada suhu dan kondisi

tertentu mudah untuk meledak. Contohnya debu metal, batubara, debu organi,

selain itu terdapat debu yang memiliki racun terhadap organ atau jaringan

tubuh.Contohnya debu mercuri, nikel, timbal, dan lain-lain. Debu inert, adalah

debu yang memiliki kandungan 10 µ yang hanya tertahan di hidung, dan debu

Respirable dust, adalah partikel debu yang berukuran<10 mikro yang dapat masuk

ke dalam paru-paru.

Debu pulmonary adalah debu-debu tambang yang dapat menyebabkan

timbulnya penyakit gangguan pernafasan dan penyakit paru-paru berdebu. Debu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

pulmonary yang berukuran 0,25 – 5 mikron adalah yang paling berbahaya, karena

debu-debu dengan butiran sedemikian kecil itu mengambang di udara dan mudah

terhisap ketika bernafas, dan selanjutnya debu-debu itu akan mengendap di paru-

paru.

Dari segi karakter zat nya debu terdiri atas, debu fisik (debu tanah, batu,

mineral, fiber), debu kimia (mineral organik dan anorganik) debu biologis (virus,

bakteri, kista), dan debu radioaktif. Pada tempat kerja, jenis-jenis debu ini dapat

ditemui dikegiatan industri, pertambangan, pengusaha keramik, pengusaha mebel

kayu, batu kapur, batu bata, pengusaha kasur, pasar tradisional, pedagang pinggir

jalan dan lain-lain.

Mekanisme penimbunan debu dalam paru. Suatu sistem pernafasan

adalah alur perjalanan masuknya partikel-partikel masuknya ke tubuh manusia

melalui inhalasi. Letak partikulat dalam tubuh tergantu pada pernafasan seperti

massa jenis, bentuk dan ukuran. Efek yang ditimbulkan juga dapat dipengaruhi

oleh komposisi debu, suseptibilitas, dan kontak dengan konsentrasi.

Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem

pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi pada sistem

pernafasan. Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan

terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan

seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam pernafasan. Debu-debu yang berukuran

5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang

berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan (Yunus, 2006).

Menurut Suma’mur (2013) mekanisme penimbunan debu dapat terjadi saat

manusia bernafas dan berdasarkan ukurannya ukuran debu 5 sampai 10 mikron

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

yang masuk ke dalam tubuh akan tertahan pada bagian atas paru, ukuran 3 sampai

5 mikron dalam paru-paru terdapat pada bagian tengah pernafasan, ukuran 1 dan

3 mikron akan berhenti dan menumpuk di permukaan alveoli dan ukuran 0,1

mikron akan sulit menetap pada permukaan alveoli, karena ukurannya sangat kecil

dan adanya faktor gerakan brown yang membuat debu bergerak keluar menjauh

dari alveoli .

Menurut Suma’mur (2013) tiga cara terjadinya proses debu di dalam paru,

antara lain dengan cara Inertia yaitu gerakan membelok dengan artinya gerakan

tidak lurus yang menyebabkan debu yang berukuran besar mengendap di selaput

lendir karena tidak dapat membelok dan akhirnya debu mengendap di selaput

lendir tersebut. Kedua dengan cara Sendimentasi yaitu penimbunan debu yang

terletak di bagian bronkiolus, bagian paru itu mempunyai kecepatan udara lebih

kurang dari 1cm/detik sehingga dapat gaya tarik yang menyebabkan penimbunan

terus-menerus. Gerakan Brown dengan cara melihat ukuran jenis debu biasanya

terjadi gerakan pada ukuran kurang dari 0.1 mikron. Ketika debu tersebut

menimbun di dalam paru, akan menghinggap di permukaan alveoli dan menetap

di bagian tersebut.

Efek debu bagi kesehatan. Menurut Pudjiastuti (2002) debu menganggu

kesehatan apabila masuk dan menimbun di dalam paru sehingga menimbulkan

gejala kesehatan mulai dari ringan hingga berat, contohnya seperti batuk- batuk,

sesak napas, nyeri dada, penurunan fungsi paru sampai dengan kanker paru, tidak

hanya gangguan pernafasan tetapi gangguan iritasi mata dan kulit.Efek tersebut

tergantung pada komposisi debu dan sifat debu seperti kimia atau non kimia serta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

jumlah kadar debu yang masuk ke dalam tubuh.

Tiga hal penting tentang bahayanya partikel yang masuk ke dalam paru

yaitu Partikel beracun yang memiliki sifat kimiawi dan fisik, partikel yang

mempunyai sifat inert yaitu suatu partikel menetap dan menimbun di dalam paru

sehingga menyebabkan gangguan, partikel yang terabsorbsi atau menyerap yang

berbahaya dan menganggu fungsi paru khususnya paru yang bersifat sensitive.

Debu menumpuk dibagian salah satu paru dan menibulkan dampak yang

berbahaya, Seperti molekul gas pada permukaannya (Fardiaz, 2010).

Pengukuran kadar debu di lingkungan. Pengukuran yang dilakukan

untuk mengukur debu tidak hanya di lingkungan kerja tetapi juga dilingkungan

yang berdampak pencemaran untuk mengetahui udara di sekitar lokasi tersebut

sehat atau tidak.Tujuan dari hasil pengukuran dapat membantu perusahaan atau

instansi membuat program dan menegakan kebijakan untuk mencegah

pencemaran udara yang merugikan para pekerja dan masyarakat.Berikut adalah

alat-alat untuk mengukur kadar debu TSP/ total :

High Volume Air Sampler (HVAS) kecepatan 1,1 - 1,7 m³/menit dalam

menghisap udara, ukuran debu yang dapat masuk menggunakan alat ini yang

memiliki ukuran diameter 0.1-10 mikron, dapat menghisab secara bersamaan

dengan berbeda ukuran karena melewati seperti kertas saringan dan akan

bertumpuk pada atas permukaan gelas serat. Lama penggunaan HVAS selama 24

jam tetapi dapat dikurangi menjadi 6 atau 8 jam apabila konsentrasi debu

dilingkungan pengukuran tinggi.

Low Volume Air Sampler (LVAS), biasanya penggunaannya dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

mengetahui penimbangan kertas saring debu sebelum dan sesudah dipakai, dapat

menangkap berbagai jenis ukuran debu, seperti 10 mikron dengan kecepatan flow-

rate 20L/menit.

Low Volume Dust Sampler (LVDS), peralatan ini sama seperti LVAS

dengan prinsip dan metode yang sama.

Personal Dust Sampler (PDS), alat ini berukuran kecil sehingga mudah

untuk diaplikasikan seperti diletakan di pinggang para pekerja ketika

dilakukannya pengukuran udara di tempat kerja. Ukuran yang dapat ditangkap

oleh alat ini adalah debu yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron.

Paru

Anatomi saluran pernafasan. Menurut Harrianto (2010), Pusat

pernafasan pada manusia terletak di dalam paru, fungsi paru sangat banyak bagi

kehidupan dan salah satu fungsi pentingnya adalah dalam penyarikan gas dan

partikel bercun yang terkandung dalam udara yang dihirup dan masuk ke dalam

tubuh seseorang, agar alveolus terlindungi dari zat-zat toksik yang dapat

menganggu fungsinya. Kesehatan kerja salah satunya udara di lingkungan kerja

harus sehat, apabila tidak memenuhi standar yang ditentukan maka akan

menimbulkan berbagai gangguan penyakit paru akibat kerja seperti stress yang

terjadi pada organ paru.

Menurut Sarpini, (2015) Paru teridiri dari saluran pernapasan atas, organ-

organ saluran atas terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea. Sedangkan,

pernapasan bawah terdiri dari trakea dan paru.Pernapasan atas dan pernapasan

bawah termasuk dalam semua sistem pernapasan dimulai dari hidung hingga ke

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

alveoli. Ketika dilakukan inspirasi udara ke dalam tubuh tahap awal akan masuk

melalui hidung setelah itu udara diteruskan ke rongga hidung untuk terjadi

penyaringan melalui rambu silia dan menyaring udara, udara tyang tersaring

diteruskan ke laring dan trakea. Setelah itu terdapat berupa dua cabang yang

dikenal bronkus kanan dan bronkus kiri. Di dalam alveolus selanjutnya udara akan

disebar luaskan dan alveolus merupakan unit fungsional di dalam pusat

pernapasan.

Rongga hidung merupakan tahap awal dari masuknya udara ke dalam

tubuh, terdapat dua lubang yaitu cavum nassal dan terpisah oleh sekat hidung atau

septum nassal, dilapisi oleh selaput lendir yang terdapat banyak pembuluh-

pembuluh darah, selapur lendir sinus.Rongga hidung memiliki fungsi utama

sebagai penyaring utama udara dan penghangat udara bagi mukosa serta

menvcegah masuknya zat-zat yang dapat menyerang kesehatan tubuh seseorang.

Faring memiliki peranan untuk saluran dalam sistem pernapasan dan

sistem pencernaan, selain itu faring juga menjadi tempat pemisah antara makanan

dan udara. Mekanisme ketika udara masuk, udara akan masuk dan melewati ke

bagian anterior faring, mekanisme jalanmasuknya berbeda dengan udara, kettika

makanan masuk akan melewati posterior dan mask ke eshopagus melalui

epiglottis yang elastis atau fleksibel.

Laring berfungsi sebagai pembentukan dari suara seseorang.Laring

ditutupi oleh sebuah epiglottis atau bagian dari pangkal tenggorokan.Epiglottis

berfungsi saat kita menelan makanan untuk dapat melindungi laring, tersusun atas

tulang-tulang rawan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Trakea adalah suatu lapisan dari laring, memiliki cincin sebanyak 16

sampai 20 cincin, diperoleh dari kaki kuda yang merupakan salh satu bentuk dari

tulang rawan, dilapisin dengan epitel bertingkat. Trakea memiliki panjang 9 cm –

10 cm, dibelakangnya terdapat jaringan ikat yang terlapis otot polos berfungsi

untuk mengeluarkan benda asing dari pernafasan, peran tersebut dilakukan oleh

sel-sel bersilia.

Setelah trakea selanjutnya ada bronkus, memiliki dua buah yang terletak

diketinggian vetebrta torkalis keempat dan kelima. Keduanya memiliki struktur

yang hampir sama dengan trakea serta sel yang sama juga, namun bedanya

terdapat pada bronkus yang mempunyai percabangan lebih kecil dan terdapat

banyak gelumbung yang dikenal dengan alveoli (syaifuddin, 1997).

Menurut Syaifuddin (2007) sistem pernafasan khususnya paru merupakan

organ yang memiliki dari dua organ yang memiliki bentuk seperti bunga kerang

memiliki keelastisan dan sangat lunak, posisinya terletak di dalam torak manusia

dengan sisi lain berdekatan dengan pusat kehidupan jantung dan pembuluh darah

utama atau besar. Pembagian paru-paru ada dua , yaitu :

Paru-Paru yang terletak di sebelah kanan dan memiliki dua fisura primer

dan sekunder yaitu Fisura oblique atau interlobularis primer adalah Daerah atas

sebagai awal dan kebelakang sampai ke hilus setinggi vertebra torakalis ke4 terus

kebawah dan kedepan searah dengan iga ke-6 sampai linie aksilaris media ke

ruang interkostal ke-6 memotong margo inferior setinggi artikulasi iga ke-6 dan

kembali ke hilus. Kedua adalah Fisura transversal interlobularis sekunder mulai

dari fisura oblique pada aksilaris media berjalan horizontal memotong margo

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

anterior pada artikulasio kosta kondralis keenam terus ke hilus. Fisura oblique

memisahkan lobus inferior dari lobus medius dan lobus posterior.Fisura horizontal

memisahkan lobus medius dari lobus superior. Dalam paru terdapat alveoli yang

berfungsi dalam pertukaran gas O2 dengan CO2 dalam darah.

Pada paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Fisura ini

membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus, yaitu Lobus superior, bagian

yang terletak di atas dan sebagian di depan fisura dan Lobus inferior, bagian yang

terletak di belakang dan di bawah fisura.

Fisiologi paru. Menurut Raharjoe (2004) dari segi fisiologi, terdapat dua

macam pernapasan yaitu Pernapasan eksternal dan Pernapasan dalam.Pernafasan

luar adalah tempat terjadinya pertukaran udara yang dihirup dan dihembuskan

didalam pusat pernafasan paru.Sedangkan, pernapasan dalam yang menjadi letak

pertukaran gas metabolisme energi di sel. Dalam melakukan pertukaran udara,

tersusun oleh beberapa faktor-faktor penting yaitu, terdapat pada dinding dada

yang terdiri dari otot, saraf perfier dan tulang dada, serta terletak pada parenkim

paru yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah, alveoli dan saluran napas.

Volume dan kapasitas fungsi paru. Jendela sistem pernafasan dapat

dilihat melalui gambaran volume yang terdapat dalam paru serta

kapasitasnya.Untuk mengetahui adanya kelainan fungsi ventilisator paru, maka

diperlukan mengetahui volume dan kapasitasnya terlenbih dahulu.

Volume paru. Selama pernapasan berlangsung, volume selalu berubah-ubah

dimana mengembang sewaktu inspirasi dan mengempis sewaktu ekspirasi.Dalam

keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung hampir tanpa

disadari. Beberapa parameter yang menggambarkan volume paru adalah :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Volume Tidal (Tidal Volume = TV) / Volume tidal adalah volume udara

masuk dan keluar pada pernapasan. Besarnya TV orang dewasa sebanyak ± 500

ml. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume = IRV) / Volume

cadangan inspirasi adalah volume udara yang masih dapat dihirup kedalam paru

sesudah inspirasi biasa, besarnya IRV pada orang dewasa adalah 3000 ml.

Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspiratory Reserve Volume = ERV) /

Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan

dari paru sesudah ekspirasi biasa, besarnya ERV pada orang dewasa adalah± 1100

ml, dan Volume Residu (Residual Volume= RV) / Volume residu adalah jumlah

udara yang masih ada di dalam paru sesudah melakukan ekspirasi maksimal atau

ekspirasi yang paling kuat, volume tersebut ± 1.200ml.

Kapasitas paru. Kapasitas paru dalam pernafasan yaitu suatu kemampuan

untuk menampung udara di dalam paru-paru, yang termasuk dalam pemeriksaan

kapasitas paru adalah:

1. Kapasitas Inspirasi (Inspiratory Capacity = IC)

Kapasitas inspirasi sama dengan volume alun nafas ditambah volume

cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (± 3500 ml) yang dapat dihirup

oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan

paru sampai jumlah maksimum.

2. Kapasitas Vital (Vital Capacity = VC)

Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume

alun napas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara

maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan

sebanyak-banyaknya (± 4600 ml).

3. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capacity = FRC)

Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi

ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru

pada akhir ekspirasi normal (± 2300 ml).

4. Kapasitas paru total/KPT (Total Lung Capacity = TLC)

Kapasitas paru total adalah volume maksimum dimana paru dapat

dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (± 5800 ml); jumlah

ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.

Rata-rata kapasitas paru yang dapat dicapai pria dewasa muda kira-kira

4.600 cc dan pada wanita dewasa muda kira-kira 3.100 cc, walaupun volume ini

lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan yang sama daripada yang

lainnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru, selain

dari anatomi seseorang ialah: (1) posisi seseorang selama pengukuran kapasitas

vital paru, (2) kekuatan otot pernapasan, (3) pengembangan paru dan rangka dada

(Guyton dan Hall, 2001).

Volume dinamis antara lain menurut Graber, et. Al (2006):

1. FVC. Kapasitas Vital Paksa (Forced Vital Capacity) adalah udara maksimum

yang dapat diekspirasikan dengan paksa setelah inspirasi maksimum.

Umumnya dicapai dalam 3 detik dengan volume 4 liter.

2. FEV1. Volume Ekspirasi Maksimum (Forced Expiratory Volume 1 Second)

artinya volume udara yang diekspirasikan selama detik pertama maneuver

FVC. Volume normal adalah 3,2 liter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

3. FEV 25%-75%. Aliran ekspirasi paksa (Forced Expiratory Flow) kurang

tergantung pada usaha. Lebih tergantung pada daya kembang jalan nafas.

Pemahaman subjek mengenai prosedur pemeriksaan spirometri menjadi

sangat penting, oleh karena hal ini sangat mempengaruhi hasil.Maka itu

diperlukan penjelasan yang cukup dari operator sebelum prosedur pemeriksaan

dimulai. Hasil yang tercantum di alat spirometri yang berupa nilai - nilai

parameter uji tidak serta merta dapat diterima untuk dianalisa, harus terlebih

dahulu ditelaah kembali apakah cara – cara pemeriksaan sudah sesuai dengan

prosedur yang seharusnya.

Berikut adalah kriteria-kriteria dimana uji tersebut dapat diterima hasilnya atau

tidak, antara lain (NIOSH, 2003) ;

1. Uji dilakukan dengan yakin tidak ragu-ragu. Individu harus mendengarkan

informasi dan tata cara melakukan terlebih dahulu.

2. Menghembuskan ekspirasi secara maksimal sampai dengan batas kekuatan

hembusan nafas.

3. Memiliki waktu min selama tiga menit.

4. Pembacaan grafik flow-volume yang benar, harus mempunyai pola seperti

bukit (puncak), jika tidak memenuhi kriteria maka tidak di diperkenankan

dibaca dengan pantas.

Penggolongan pemeriksaan dengan kategori tidak baik (NIOSH, 2003) :

1. Dimulai dengan ekspirasi yang tidak yakin.

2. Mengalami batuk-batuk saat penghembusan.

3. Tidak dapat menyelesaikan ekspirasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

4. Keluarnya udara dari mulut dan hidung yang tidak ditutup pada sela-sela

mulut dan hidung saat ekspirasi.

5. Adanya sumbatan di mulut.

6. Hembusan dilakukan lebih dari satu kali.

Tabel 1

Klasifikasi Gangguan Fungsi Paru

Penggolongan Restriktif FVC/ Nilai Obstruktif FEV1/ FVC


Prediksi % (%)
Normal ≥80 ≥75
Ringan 60-79 60-74
Sedang 30-59 30-59
Berat <30 <30

Sumber : American Thoracic Society, 1994.

Keterangan :

1. Obstruktif merupakamGangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi

penyempitan saluran napas dan gangguan aliran udara di dalamnya, akan

mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi non elastik dan

akan bermanifestasi pada penurunan volume dinamik. Kelainan ini berupa

penurunan rasio : FVC<70 persen akan selalu berkurang pada obstruktif dan

dapat dalam jumlah yang besarsedangkan FVC dapat tidak berkurang.

Gangguan aliran udara dapat disebabkan karena tertumpuk debu atau partikel

pada permungkaan mukosa saluran napas (bronkiolus, duktus, alveolus)

karena tempat tersebut basah sehingga mudah ditempeli debu.

2. Restriktif

Gangguan restriksi yang menjadi masalah adalah hambatan dalam

pengembangan paru dan akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

mengatasi resistensi elastik. Restriksi menunjukkan reduksi patologik pada

total lung capacity (<80%). Hambatan dalam pengembangan paru dapat

terjadi karena debu membentuk anyaman kolagen dan fibrin yang

mengakibatkan paru menjadi kaku sehingga compliance paru menurun.

3. Mix (Campuran Obstruktif dan Restriktif)

Gangguan campuran antara obstruktif dan restriksi adalah terjadinya

penyempitan saluran pernapasan (paru-paru obstruktif), dan kerusakan

jaringan paru-paru (kecenderungan paru-paru restriktif). Pada penyakit

pneumokoniosis dapat menimbulkan penyakit paru restriktif oleh karena debu

tertumpuk di saluran napas kecil, yang dapat menimbulkan pembengkakan

disitu sehingga jalan napas menyempit dan terjadi hambatan jalan udara

(obstruktif) dan disini terjadi kombinasi antara kelainan obstruktif dan

restriktif (Setiati, 2014)

Faktor-faktor yang memengaruhi keadaan fungsi paru di tempat

kerja. Paru memiliki fungsi penting untuk kehidupan, terjadi penurunan paru

pada individu dapat terjadi secara bertahap dan memiliki sifat kronis. Oleh karena

itu lama waktu kerja seseorang di lingkungan yang penuh debu sampai mengalami

keluhan pernafasan dipengaruhi oleh faktor- faktor yang bersifat internal, antara

lain :

Umur. Menurut Paspurini (2003) umur memiliki hubungan dengan

berambahnya umur maka seseorang semakin besar risiko terjadinya penurunan

fungsi paru.Umur 20-30 tahun menyebabkan peningkatan fungsi sirkulasi darah

dan pernafasan, serta akan menurun kembali dengan pertambahan usia. Kondisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

normal pada seseorang terjadi perubahan fisiologis paru dengan bertambahnya

umur dan perumbuhan yang terjadi pada paru setiap individu.

Masa kerja. Menurut Suma’mur (2013) pengertian masa kerja adalah

waktu yang telah dihabiskan dari perkerja mulai bekerja pertama kali sampai

sekarang, biasanya terbilang tahun. Kontak yang lama dengan sumber pencemar

akan menimbulkan risiko tinggi terhadap gangguan kesehatan.Masa kerja dalam

tahun salah satu informasi yang diperlukan untuk menilai risiko terjadinya

gangguan kesehatan, semakin lama pekerja tersebut menghirup debu atau zat

lainnya maka semakin tingginya terkena gangguan fungsi paru.Faktor utama

terjadinya penyakit paru obstruktif pada petugas atau pekerja industri adalah

waktu masa kerja lebih dalam 5 tahun.(Khumaidah, 2009).

Sumamur (2009), seseorang yang bekerja >5 tahun memiliki risiko besar

mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan dengan orang yang bekerja <5

tahun. Semakin lama masa kerja seseorang dengan lingkungan kerja yang penuh

debu dan berpolusi maka akan lebih mudah seseorang mengalami penurunan

fungsi paru.

Indeks Masa Tubuh (IMT). Menurut Budiono (2007), status gizi

memiliki peran penting dalam kesehatan. Peran dari status gizi adalah secara tidak

langsung seperti pada penyakit cystic fibrosis.Namun demikian, penelitian

epidemologis menunjukan peran penting gizi terhadap fungsi paru, terutama

berkaitan dengan konsumsi zat gizi yang merupakan sumber antioksidan.Peran

antioksidan sebagai pencegah radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan

polusi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Berat badan berlebih memiliki dampak buruk bagi faal paru.Kelebihan

lemak tubuh terutama di bagian tubuh atas, ditemukan memilikii hubungan

dengan pergerkan toraks sehingga menganggu sifat mekanik dan diagframa serta

menunjukan adanya perubahan fungsi pernapasan. Hal ini menurunkan volume

paru dan perbuhan gambaran ventilasi pada setiap respires(Flecther.C.,1977).

Penimbunan lemak dapat terjadi pada bagian tubuh manapun dari manusia.

Penumpukan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dinding dada bisa

menekan paruparu, sehingga timbul gangguan pernapasan dan sesak napas,

meskipun penderitanya hanya melakukan aktivitas ringan (Karabella, 2011).

Manifestasi klinis dan kompikasi yang sering ditemukan pada seseorang yang

obesitas yang berkaitan dengan paru antara lain, sindrom pickwickian dan infeksi

saluran pernapasan (Misnadiarly. 2007).

Menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia 2003 yang mengacu

pada ketentuan FAO atau WHO, status gizi menentukan daya tahan terhadap

suatu kesehatan seseorang menurun atau meningkat serta dengn menghitung IMT

seseorang dapat mengetahui tubuh yang dimiliki sudah memiliki BB normal atau

belum, sehingga harus dilakukan perhitungan yang akurat. Perhitungan IMT

dapat diterapkan untuk umur seseorang mulai dari delapan belas tahun keatas dan

tidak dapat menjadi acuan atau terapan oleh anak-anak, anak baru lahir/bayi, ibu

yang sedang mengandung dan atlit olahraga. Batas ambang IMT yang telah

ditetapkan untuk Indonesia menurut departemen kesehtn RI adalah sebagai

berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Tabel 2

Nilai Ambang Batas untuk Indeks Massa Tubuh

Kriteria Keterangan IMT

Kurus Kekurangan Berat Badan Tingkat Berat < 17,0


Kekurangan Berat Badan Tingkat Ringan 17,0 – 18,4

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Gemuk Kelebihan Berat Badan Tingkat 25,1 – 27,0 > 27,0
Ringan Kelebihan Berat Badan Tingkat
Berat
Sumber : Depkes RI 2003

Merokok. Menurut Rahmatullah (2009) kebiasaan merokok adalah

kegiatan yang terus-menerus dilakukan untuk menghisap batang rokok.Merokok

memiliki risiko penyebab berubahanya fungsi saluran pernapasan dan jarigan

yang terdapat di sistem pernafasan khusunya paru sehingga kapasitas paru

mengalami penurunan (VC).Merokok secara terus- menerus mempercepat faal

paru.Penurunan fungsi paru (FEV1) dapat menimbulkan dampak.Penurunaan

FEV1 lebih besar pada orang yang memiliki kebiasaan merokok, penurunan ini

terjadi umumnya setiap tahunnya. Jumlah penurusan fungsi obstruktif paru

normal 20 mili setiap tahunnya dan pada orang aktif merokok sebesar 50 mili

pertahun.

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran

pernapasan dan jaringan paru.Apabila kondisi lingkungan kerja seorang perokok

memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka dapat menyebabkan

gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FVC,

dan FEV1) (Karabella, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Menurut Bustan (2007) terdapat beberapa tingkatan seberapa sering orang

merokok, dilihat dari jumlah rokok yang dihisap dan lamanya seseorang merokok,

tetapi perlu diketahui bahwa seserang dikatakan perokok jika ia memiliki

kebiasaan menghisap minimal 4 batang rokok setiap harinya. Jenis- jenis perokok

dapat dibagi menjadi :

1. Perokok ringan, jika menghisab < 10 batang per hari

2. Perokok sedang, jika menghisab 10-20 batang per hari

3. Perokok berat, jika menghisab > 20 batang per hari.

Pemakaian alat pelindung diri (masker). Masker adalah salah satu

APD yang memiliki fungsi sebagai penutup hidung dan mulut untuk mencegah

masuknya zat pencemar seperti partikel debu yang berbahaya di tempat kerja ke

dalam tubuh khususnya ke dalam saluran pernapasan melalui inhalasi.Tetapi,

tidak menutup kemungkinan seseorang yang patuh menggunakan masker dapat

terhindar dari keluhan gangguan pernapasan (Suma’mur, 2013).

Alat pelindung diri atau APD dapat didefinisikan sebagai alat yang

mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya, yang

fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Alat perlindungan

pernapasan berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber

bahaya di udara tempat kerja, seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh

partikel (debu, kabut asap dan uap logam), pencemaran oleh gas atau uap

(Rijanto, 2011).

Untuk mencegah inhalasi bahaya kerja dalam bentuk debu/uap kerja, maka

mulut dan hidung harus ditutup oleh bahan yang dapat menyaring masuknya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

debu/uap kerja Penggunaan masker diharapkan dapat melindungi pekerja dari

kemungkinan terjadinya gangguan pernafasan akibat erpapar udara dengan kadar

debu yang tinggi (Harrianto, 2010).

Masker berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar

yang masuk kedalam pernafasan. Masker ini biasanya terbuat dari kain.Sedangkan

respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap

dan gas (Widayana, dan Wiratmaja, 2014).

Aspal

Pengertian aspal. Menurut Prima (2010) Aspal Beton biasanya disebut

denganHotmix yaitu suatu campuran komposisi aspal seperti agrerat kasar halus

sampai dengan bahan pengisi aspal, harus dalam kondisi tinggi atau panas dan

diatur secara teknis. Aspal memliki warna kecokelatan kedap terhadap air, dan

visoelastis.Aspal digunakan dan dimanfaatkan sebagai konstruksi jalan dan

lapangan terbang untuk laluan kenderaan mobil, motor, truk, pesawat dan

kenderaan lainnya yang memiliki masa mulai dari ringan- berat dalam segala

keadaan kondisi cuaca.

Unit produksi campuran aspal atau yang disebut sebagai asphalt mixing

plant (AMP) yaitu sepaket alat-alat mekanik dan elektronik untuk memanaskan

agrerat kasar dan halus, dimulai dari pengeringan dan pencampuran aspal

panas.Letak AMP harus pada lokasi yang menetap dan diizinkan apabila

berpindah lokasi.

Komposisi aspal. Menurut Sukirman (2003), material utama yang

digunakan untuk pembentukan lapisan pekerasan jalan adalah agrerat yaitu, 90-95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

persen dari berat campuran pekerasan. Bahan pengikat seperti aspal dan semen

dipergunakan sebagai bahan pengikat agrerat agar terbentuk perkerasan kedap air.

Aspal adalah zat cair yang memiliki tekstur kental dengan banyak senyawa

hidrokarbon dan sedikit zat lainnya seperti klor, sulfur dan oksigen.Kandungan

yang paling utama terdapat pada aspal yaitu senyawa karbon jenuh tidak jenuh

serta aromatic sehingga mempunyai atom karbon 150 persetiap molekulnya, Bisa

dikatakan 80 persen massa aspal adalah karbon, 6 persen belerang, 10 persen

hidrogen dan selebihnya zat-zat lainnya.Kelenturan merupakan sifat aspal dalam

mengikat pekerasan disebut sebagai sebagai sifat viskoelastis. Aspal juga

mengandung 5-25 persen aspalten.

Jenis aspal hotmix. Menurut Prima (2010) ada 6 jenis aspal, antara lain:

1. Asphalt Traeted Base (ATB) dengan tebal minimum 5 Cm digunakan sebagai

lapis pondasi atas konstruksi jalan dengan lalu lintas berat / Tinggi.

2. Binder Course (BC) dengan tebal minimum 4cm biasanya digunakan sebagai

lapis kedua sebelum wearing course.

3. Wearing Course (AC) / Laston dengan tebal penggelaran minimum 4 cm

digunakan sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas berat.

4. Hot Roller Sheet (HRS) / Lataston / laston 3 dengan tebal penggelaran

minimum 3 s/d 4 cm digunakan sebagai lapis permukaan konstruksi jalan

dengan lalu lintas sedang.

5. (FG) Fine Grade dengan tebal minimum 2.8 cm maks 3 cm bisanya

digunakan untuk jalan perumahan dengan beban rendah.

6. Sand Sheet dengan tebal Maximum 2.8 cm biasanya digunakan untuk jalan

perumahan dan perparkiran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Kelebihan penggunaan hotmix. Menurut Prima (2010) kelebihan dari

Hotmix adalah lapisan yang terdapat pada aspal tahan air, langsung bisa dilalui

kenderaan setelah proses penghamparan, waktu pekerjaan sangat cepat, memiliki

sifat tahan beban dan nyaman bagi pengendara serta menerima gesekan dan beban

dari kenderaan.

Nilai Ambang Batas (NAB) kadar debu. Nilai Ambang Batas (NAB)

adalah standard faktor-faktor lingkungan kerja yang dianjurkan di tempat kerja

agar pekerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau

gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari- hari untuk waktu tidak melebihhi 8

jam sehari atau 40 jam perminggu. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Nomor 05 Tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja

yang didalamnya tercantum nilai ambang batas faktor fisika dan kimia di Tempat

Kerja yaitu tentang partikulat tidak terklasifikasi, partikulat inhalabel dengan nilai

NAB sebesar 10mg/m3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Kerangka Teori

Sumber Media Manusia Dampak

-Bahan-bahan Udara
baku pembuatan -Melalu inhalasi
Gangguan
aspal, seperti : pernapasan
agrerat halus
dan agrerat
kasar
-Hasil produksi
aspal

Sumber : ATSDR 2013( Modifikasi)

Gambar 1. Kerangka teori

Kerangka Konsep

Paparan Debu

Kapasitas Fungsi Paru

Karakteristik
Pekerja :

1. Umur
2. Lama Kerja
3. Masa Kerja
4. Indeks
masa tubuh
(IMT)
5. Kebiasaan
merokok
6. Penggunaan
APD

Gambar 2. Kerangka konsep

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada pengaruh Paparan Debu dan

karakteristikterhadap Kapasitas Fungsi Paru Pekerja Produksi AMP Dinas

Pekerjaan Umum Kota Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan design

cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi,

dimana variabel bebas dan variabel terikat yang terjadi pada obyek penelitian

diukur dan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di AMP Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan yang terletak di Jalan Pinang Baris No. 114 Kecamatan

Medan sunggal,Cara menentukan titik lokasi pengukuran:titik-titik lokasi

pengukuran dimaksudkan untuk menempatkan alat (peralatan) yang akan

digunakan untuk mengambil sampel udara di lingkungan kerja AMP. Dari titik-

titik lokasi pengukuran yang ditentukan ini, pengambilan sampel udara akan

dilakukan di empat titik yaitu titik pengangkutan, tempat produksi, penyimpanan

bahan baku dan tempat para pekerja beristirahat. Keempat titik tersebut

merupakan tempat yang selalu menjadi lokasi aktifitas para pekerja setiap harinya.

Waktu penelitian. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak dilaksanakannya

survei pendahuluan, penyusunan proposal, seminar proposal, pengumpulan dan

pengolahan data serta penyelesaian tesis yang dilakukan mulai bulan Januari

sampai dengan Agustus 2019. Pengukuran debu dan fungsi paru dilakukan pada

saat jam bekerja.

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja

yang bekerja di bagian produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan yang berjumlah 45 orang.

Sampel penelitian. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah

perhitungan menggunakan total populasi.

1. Kriteria Inklusi

Sampel penelitian sebanyak 45 responden adalah seluruh dari populasi yang

ditentukan dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Pekerja Produksi Aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

b. Pekerja yang terpapar dan tidak terpapar secara langsung dengan debu.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pekerja yang tidak mau menjadi subjek penelitian.

b. Sedang menderita penyakit pernapasanbaik penyakit infeksi maupun non-

infeksi pada saat dilakukan penelitian, seperti : asma, bronchitis dan

radang paru.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel penelitian. Penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel

independen yaitu Paparan debu, umur, masa kerja, IMT, kebiasaan merokok dan

Penggunaan APD serta variabel dependen yaitu kapasitas fungsi paru pada

pekerja produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Definisi operasional

Tabel 3

Definisi Operasional

Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Kapasitas Jumlah udara yang Spirometer 1= Ada gangguan Ordinal
Fungsi Paru dimasukkan Type (Restriktif, Obstruktif,
kedalam tubuh atau Software PC Mixed)bila FEV1<75%
paru-paru seseorang Care dengan semua nilai
secara maksimal Fussion Seri FEV1/FVC<80%
BTL – 08 dengan semua nilai
FEV1
2= Tidak ada gangguan
(Normal)
Bila FEV1 ≥75% dan
FEV1/FVC ≥80%
Paparan Jumlah atau Personal 1= >NAB (10 mg/m3) Numerik
Debu konsentrasi partikel Dust 2= <NAB (10mg/m3)
debu di AMP Dinas Sampler
Pekerjaan Umum
Kota Medan
Umur Lamanya pekerja Kuesioner 1 = ≥30 tahun Ordinal
hidup sejak 2 = <30 tahun
dilahirkan sampai
penelitian ini
dilakukan
Masa Kerja Waktu pekerja Kuesioner 1= ≥ 5 tahun Ordinal
terpapar debu sejak 2 = < 5 tahun
menjadi pekerja di
Dinas Pekerjaan
Umum Kota Medan
Indeks Massa Gambaran kesehatan Timbangan 1= Kurus dan gemuk& Ordinal
Tubuh seseorang pada dan Meteran (<17 dan >25)
waktu tertentu 2= Normal (17-25)
dinilai dengan
ukuran antropometri
yaitu berat badan
(kg) dibagi tinggi
badan
Kebiasaan Perilaku merokok Kuesioner 1.Merokok Ordinal
merokok yang dijadikan suatu 2. Tidak merokok
aktivitas rutin
pekerja
Penggunaan Perilaku memakai Kuesioner 1.Ya Ordinal
APD APD (Masker) 2.Tidak
dalam bekerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Metode Pengumpulan Data

Sumber data. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer

yaitu data yang dikumpulkan melalui pengukuran langsung yang dilakukan oleh

Balai K3 Medan dengan melihat kadar debu dengan menggunakan alat PDS

(personal dust sampler), kapasitas paru dengan menggunakan Spirometer Type

Software PC Care Fussion Seri BTL - 08 dan observasi dengan menggunakan

kuesioner kepada para pekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Medan untuk

mengetahui data-data karakteristiknya seperti : umur, masa kerja, IMT, kebiasaan

merokok dan penggunaan APD.

Data primer. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dan

pemeriksaan terhadap pekerja serta pengukuran lingkungan kerja meliputi sebagai

berikut :

1. Kuesioner.

Dilakukan untuk memperoleh data pendukung yang dilakukan oleh peneliti.

Kuesioner digunakan pada saat kegiatan wawancara dengan para pekerja

yang bekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota untuk mengetahui faktor-

faktor karakteristik dari pekerja seperti umur, indeks massa tubuh (IMT),

masa kerja, kebiasaan merokok dan penggunaan APD.

2. Paparan debu di Lingkungan kerja.

Paparan debu diukur dengan menggunakan HVAS.

3. Kapasitas Vital Paru Responden.

Kapasitas vital paru dengan menggunakan alat Spirometer Type Software PC

Care Fussion Seri BTL - 08.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Metode Pengukuran

Pengukuran kadar debu. Haz-Dust Model EPAM-5000 High Volume

Sampler yaitu alat untuk mengukur banyaknya partikel debu yang berada di

tempat kerja.Alat ini merupakan 47 alat untuk memantau real-time partikulat

dengan sensitivitas tinggi yang dirancang untuk ambien kualitas udara lingkungan

dan udara ruangan.Unit ini menggabungkan teknik saringan tradisional dengan

metode real-time monitoring.

Cara penggunaan alat :

1. Alat dipasang setinggi 1.5 m dari permukaan tanah.

2. Masukkan filter pada tempat yang telah disediakan pada alat.

3. Pilih dan pasang impactor yang sesuai dengan ukuran partikulat. Terdapat

tiga ukuran yaitu 1 µm, 2.5 µm dan 10 µm.

4. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON.

5. Untuk ukuran partikulat 1 µm : - Pilih special function dari menu utama -

Pilih system options - Pilih extended options - Pilih size select : pilih ukuran

1 µm - Pilih special function - Pilih system operations - Pilih sample rate :

pilih waktu pengukuran. - Pilih run - Pilih continue - Pilih run - Pilih now 48

- Tunggu sampai waktu yang ditentukan - Baca hasil pengukuran.

6. Lakukan kembali langkah 1-4 untuk ukuran partikulat 2.5 µm dan 10 µm

7. Tentukan rerata nilai partikulat

Pengukuran gangguan fungsi paru. Salah satu cara melihat dampak

paparan dari sumber berbahaya di lingkungan tempat kerja yang berasal dari

proses produksi hotmix yang menghasilkan banyak partikel-partikel debu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

beterbangan dimana-mana dengan menggunakan alat portabel Spirometer PC

Software Care Fusion Type BTL 08 untuk mendiagnosa adanya gangguan fungsi

paru yang kemungkinan dialami oleh pekerja. Dengan mengukur FVC dan FEV1

kemudian membandingkan nilai FEV1/FVC maka akan diketahui apakah

kapasitas fungsi paru dari para pekerja di Medan apakah masih normal atau

mengalami gangguan.

Spirometer PC Software Care Fushion Type BTL 08 memiliki spesifikasi

teknis antar lain flow range, akurasi dengan kecepatan 50 ml/det, kisaran colum,

sensor suhu, sensor kelembapan, frekuensi sampling dan perkiraan berat serta

dilengkapi oleh asesoris tambahan seperti kertas termal, klip hidung, pena untuk

penunjuk layar sentuh, sesnsor pakai ulang dengan masker dari plastic, dan table

holder untuk BTL-08 spiro.

Adapun langkah-langkah persiapan pemeriksaan Spirometer adalah :

1. Persiapan alat yang akan digunakan yaitu spirometer sebelum pemeriksaan.

2. Persiapan individu / pekerja yang akan diperiksa baik fisik maupun mental.

3. Penjelasan mengenai pemeriksaan dan cara pemeriksaan yang akan

dilakukan.

4. Individu/pekerja harus dalam keadaan sehat, tidak sedang menderita penyakit

saluran pernapasan, flu, asma, bronkitis, TB paru dan penyakit paru lainnya.

5. Beri petunjuk dan demonstrasikan pada pekerja yaitu pernapasan melalui

mulut tanpa ada udara melalui hidung dan celah bibir yang mengatup mouth

piece.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

6. Posisi dalam keadaan berdiri, lakukan pernapasan biasa, kemudian langsung

menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru kemudian

dengan cepat dan sekuatnya dihembuskan melalui alat peniup (mouth piece).

7. Individu/pekerja tidak membungkuk ke depan ketika tes dilakukan.

8. Spirometer akan merekam hasil pemeriksaan yang dilakukan dan hasilnya

dapat dilihat pada print out yang berbentuk spirogram.

Sebelum tes dengan menggunakan alat spirometer dilaksanakan ada

beberapa hal yang harus dihindari para pekerja yaitu:

1. Hindari merokok minimal 4 jam sebelum tes.

2. Hindari minum alkohol minimal 4 jam sebelum tes.

3. Hindari melakukan olahraga berat minimal 3 menit sebelum tes.

4. Hindari penggunaan pakaian terlalu ketat yang akan menghambat atau

mengurangi keleluasaan sewaktu tes.

5. Hindari makan dalam jumlah besar minimal 2 jam sebelum tes.

6. Hindari melakukan tes pada orang yang sedang flu atau pilek

7. Jika subjek mengenakan gigi palsu yang cukup longgar, sarankan untuk

terlabih dahulu melepasnya.

8. Pemeriksaan dilakukan ketika tidak sedang bekerja.

Kuesioner. Dilakukan untuk memperoleh data pendukung yang dilakukan

oleh peneliti. Kuesioner digunakan pada saat kegiatan wawancara dengan para

pekerja yang bekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Medan untuk mengetahui

karakteristik dari pekerja seperti umur, masa kerja, IMT dan kebiasaan merokok.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Metode Analisis Data

Analisis univariat. Analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan

terhadap variabel-variabel dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung

persentasenya dan disajikan dalam bentuk tabel untuk memperoleh gambaran

padamasing-masingvariabel

Analisis bivariat. Analisis bivariat yaitu analisis pengaruh antara variabel

bebas dengan terikat dalam bentuk tabulasi silang sehingga diketahui jumlah dan

persentase responden berdasarkan variabel bebas yang berhubungan dengan

variabel terikat. Variabel yang memiliki skala ukur ordinal dianalisis

menggunakan uji chi square digunakan bila dalam populasi/sampel terdiri dua

atau lebih kelas data dan sampelnya besar. Ho ditolak apabila p value < 0,05 pada

taraf kepercayaan 95 persen.

Analisis multivariat. Analisis multivariat dalam penelitian ini adalah

analisis melihat pengaruh variabel bebas paling dominan yaitu kadar debu, umur,

masa kerja, IMT dan kebiasaan merokok dengan variabel terikat gangguan fungsi

paru pekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Medan menggunakan regresi

logistik berganda. Pada regresi logistik berganda, variabel independennya boleh

campuran antara variable katagorik dan numerik. Namun sebaiknya variabel

independennya berupa katagorik karena dalam menginterpretasi hasil analisis

akan lebih mudah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di lingkungan Dinas Pekerjaan umum (PU)

tepatnya pada bagian AMP (Asphalt Mixing Plant) di Jalan Pinang Baris no.114

Kota Medan. AMP Dinas Pekerjaan Umum terletak di :

1. 2o.27I-2o.44I Lintang Utara

2. 98o.35I-98o.44I Bujur Timur Kota Medan

3. 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut

Berbatasan dengan :

1. Sebelah Selatan, Barat dan Timur dengan Kabupaten Deli Serdang

2. Sebelah Utara dengan selat Malaka

Gambaran Proses Pembuatan Aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota


Medan

Bahan Baku Batu Pecah/Agregat. Agregat adalah bahan utama yang

digunakan untuk lapisan permukaan perkerasan jalan atau beton, agregat ini

diperoleh dari distributor atau pemasok aspal, kemudian batu–batuan tersebut

diproses melalui mesin perengkahan Stone Crusher yang menghasilkan beberap

jenis agregat sesuai dengan yang di inginkan. dalam perkerjaan kosntruksi

menurut standar SNI (Satandar Nasional Indonesia) tentang penggunaan agregat

yang diproduksi adalah agregat dengan ukuran 1, 1/2, ¾ inch, dan abu batu pada

umumnya, yang selanjunya disimpan di gudang untuk dijadikan stock dan

sebagian di simpan pada bin-bin penampung bahan baku untuk pembuatan aspal

beton pada unit AMP (Aspal Mixing Plant), Batu- batu yang sudah sesuai dengan

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47

ukurannya dicampurkan ke dalam mesin AMP untuk dicampur dengan aspal cair,

untuk mencampurkan aspal dengan agrerat dibutuhkan suhu pembakaran sebesar

150-200 oC, dalam pencampuran mesin harus selalu diawasi karena proses

memasukan batu dan yang lainnya masih memakai system manual. Aspal yang

sudah jadi langsung dimasukan ke dalam truk melalui saluran mesin untuk

selanjutnya digunakan dan dipakai,ketahanan waktu untuk penggunaan aspal

sebagai bahan untuk patching yaitu berkisar 8-10 jam.

Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini untuk melihat distribusi frekuensi

dari karakteristik responden, karakteristik responden terdiri dari umur, masa kerja,

lama kerja, kebiasaan merokok, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

Tabel 4

Distribusi Berdasarkan Karakteristik Pekerja Produksi Aspal

Karakteristik Pekerja Frekuensi Persentase (%)


Umur
>30 tahun 34 75,6
≤30 tahun 11 24,4
Massa Kerja (tahun)
>5 tahun 41 91,1
≤5 tahun 4 8,9
Lama Kerja (perhari)
>8jam 23 51,1
<8jam 22 48,9
Merokok
Ya 31 68,9
Tidak 14 31,1
Penggunaan APD
Tidak 32 71,1
Iya 13 28,9
IMT
Kurus dan Gemuk 25 55,6
Normal 20 44,4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Berdasarkan tabel 4, pada variabel umur menunjukan bahwa umur

perkerja >30 tahun sebanyak 34 orang( 75,6%). Berdasarkan variabel diatas dari

45 orang pekerja memiliki masa kerja terbanyak >5 tahun sebanyak 41 orang

(91,1%). Berdasarkan variabel lama kerja per hari menunjukan bahwa sebanyak

23 orang (51,1%) memiliki > 8 jam kerja per hari.Selain lama kerja terdapat

kebiasaan merokok yaitumenunjukan bahwa sebanyak 31 orang (68,9%) yang

memiliki kebiasasaan merokok. Sedangkan, penggunaan APD khususnya masker

menunjukan sebanyak 32 orang (71,1%) tidak memakai masker saat melakukan

pekerjaan di AMP. Untuk variable IMT didapatkan sebanyak 25 orang (55,6%)

petugas yang memiliki nilai IMT tidak normal (kurus atau gemuk).

Berdasarkan pengukuran kadar debu total di AMP Dinas Pekerjaan Umum

Kota Medan menggunakan alat HVAS dengan metode grab sampling di 4 lokasi

pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan selama 1 jam disetiap titik.

Berdasarkan Permenaker RI No.05 tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan

kerja lingkungan kerja yang didalamnya tercantum nilai ambang batas faktor

fisika dan kimia di lingkungan kerja yaitu batas particulate debu inhalable yang

diperbolehkan masuk ke dalam tubuh menusia yaitu sebesar 10mg/m3.Setelah

dilakukan pengukuran di 4 lokasi kemudian dilakukan perhitungan dan analisa di

laboratorium Balai Kesehatan dan Keselamatan Kerja, hasil pengukuran

menunjukan hasil dibawah NAB.

Pengukuran dilakukan dalam satu hari yaitu pada tanggal 9 Juli 2019

mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 16.30 WIB didapatkan hasil seperti tabel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

berikut:

Tabel 5

Distribusi Kadar Debu (mg/ m3) pada Lokasi Asphalt Mixing Plant (AMP)
Lokasi Pengambilan Kadar debu Jumlah NAB Ket
Sampel (mg/m3) Pekerja (mg/m3)
AMP 7,0090 14 10 <NAB
Kantor AMP 8,1034 11 10 <NAB
Tempat Bahan Baku 4.3103 11 10 <NAB
Alat Berat 2,5860 9 10 <NAB
Keterangan : NAB (10mg/m3)

Berdasarkan tabel 5 didapatkan hasil pengukuran di 4 lokasi dibawah

NAB yaitu <10 mg/m3, kadar debu di lokasi 1 yaitu AMP memiliki kadar debu 7

mg/m3, lokasi 2 yaitu di depan kantor AMP memiliki kadar8,10 mg/m3, lokasi ke

3 yaitu tempat penyimpanan bahan baku memiliki kadar 4,31mg/m3, sedangkan

di lokasi 4 yaitu tempat penyimpanan alat berat sebesar 2,58 mg/m3. Kadar debu

tertinggi terdapat pada titik 2 yaitu kantor AMP sebesar 8,1034 mg/m3 dan kadar

terendah di area penyimpanan alat berat yaitu sebesar 2,5860 mg/m3.

Berdasarkan lokasi yang penuhkonsentrasi debu TSP pekerja yang berada

pada lokasi AMP sebanyak 14 orang (32%), jumlah pekerja yang berada di area

kantor AMP dan tempat bahan baku sebanyak masing-masing 11orang(24%) dan

yang bekerja di area alat berat sebanyak 9 orang (20%).

Berdasarkan pemeriksaan kapasitas fungsi parupada pekerja dengan

menggunakan spirometer yang dikategorikan menjadi normal dan ada gangguan.

Dalam pemeriksaan menggunakan spirometer didapatkan ada gangguan berupa

restriktif, obstruktif dan campuran. Hasil tersebut disajikan dalam tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kapasitas Fungsi Paru Pekerja Produksi Aspal

Kapasitas Fungsi Paru Frekuensi Persentase


Ada Gangguan 16 36
Restriktrif 12 27
Campuran 4 7
Normal 29 64

Tabel 6 menunjukan dari 45 pekerja terdapat 16 orang (36%) yang

mengalami gangguan pada kapasitas fungsi paru berupa restriktif, obstruktif dan

campuran, 16 orang (36%), sedangkan untuk responden yang memiliki kapasitas

fungsi paru normal sebanyak 29 orang (64%). Dari 16 pekerja yang mengalami

gangguan fungsi paru terdapat 12 orang (27%) yang mengalami restriktif dan 4

orang (7%) mengalami gangguan fungsi paru campuran.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan

variabel independen yang meliputi umur, lama kerja, masa kerja, kebiasaan

merokok, penggunaan alat pelindung diri, IMT dan paparan debu di udara ambien

dengan variabel dependen yaitu gangguan kapasitas fungsi paru pada petugas

produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Uji yang dilakukan

pada analisis bivariat ini adalah menggunakan uji Chi-Squareuntuk

karakteristikpada taraf kemaknaan yaitu 95% atau nilai p<0,05, dan uji mann-

whitney untuk paparan debu. Adapun hasil analisis uji bivariat pada penelitian ini

disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Tabel 7

Hubungan Karakteristik Petugas Produksi Aspal Berdasarkan Umur, Lama


Kerja, Masa Kerja, Kebiasaan Merokok, Penggunaan APD, IMT dengan
Kapasitas Fungsi Paru pada Petugas Produksi Aspal di AMP Dinas Pekerjaan
Umum Kota Medan

Gangguan Kapasitas Paru Total


Ada Tidak ada
Variabel
Gangguan Gangguan n % p-value
n % n %
Umur
> 30 tahun 13 38,2 21 61,8 34 100
0.720
≤ 30 tahun 3 27,3 8 72,7 11 100
Lama kerja
> 8 jam/hari 12 52,2 11 47,8 23 100
0,017
≤ 8 jam/hari 4 18,2 18 81,8 22 100
Masa kerja
>5 tahun 15 36,6 26 63,4 41 100 1,000
≤5 tahun 1 25,0 3 75,0 4 100
Kebiasaan merokok
Merokok 15 48,4 16 51,6 31 100 0,008
Tidak merokok 1 35,6 13 64,4 14 100
Penggunaan APD
Tidak 15 46,9 17 53,1 32 100
0,016
Ya 1 6,3 12 92,3 13 100
IMT
Kurus dan gemuk 12 48,0 13 52,0 25 100
0,051
Normal 4 20,0 16 80,0 20 100

Hasil penelitian pada tabel 7 menunjukan bahwa hasil analisis umur

responden terhadap kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di AMP

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dengan menggunakan uji fisher exact test

diperoleh nilai p= 0,720 (p>0,05) yang menunjukan bahwa tidak terdapat

hubungan antara umur dengan kapasitas fungsi paru pada petugas produksi. Untuk

variable lama kerja berdasarkan jam perhari, didapatkan hasil dengan nilai p =

0,017 (p<0,05) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara lama kerja perhari

dengan kapasitas fungsi paru.

Berdasarkan uji analisis fisher exact test didapatkan hasil antara masa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

kerja per tahun dengan kapasitas fungsi paru dengan nilai p= 1,000, artinya tidak

terdapat hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru, sedangkan

untuk analisis fisher exact test kebiasaan merokok dengan kapasitas fungsi paru

didapatkan hasil dengan nilai p= 0,008 (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara

kebiasaan merokok responden dengan kapasitas fungsi parunya. Untuk analisis

antara penggunaan alat pelindung diri (ADP) didapatkan hasil menggunakan uji

fisher exact test dengan nilai p= 0,016 (p<0,05), hal tersebut menunjukan terdapat

hubungan antara penggunaan APD dengan kapasitas fungsi paru. Analisis

hubungan antara IMT denga kapsitas fungsi paru diperoleh nilai p= 0,051

(p<0,05) artinya tidak memiliki hubungan antara IMT dengan kapsitas fungsi

paru.

Hasil uji mann-whitney hubungan antara paparan debu dengan kapasitas

fungsi paru :

Tabel 8

Hasil Uji Mann-Whitney antara Debu dengan Kapasitas Fungsi Paru pada
Petugas Produksi Aspal

Kapasitas fungsi paru n SD Mean p-value


Paparan Debu Ada gangguan 16 2,02 6,6625
0,013
Tidak ada gangguan 29 2,08 5,1003

Berdasarkan tabel 8, hasil uji mann-Whitney terhadap menunjukan nilai p

value 0.013, nilai p tersebut <0,05 yang artinya terdapat hubungan antara paparan

debu dengan kapasitas fungsi paru pada petugas produksi aspal hotmix di AMP

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

Analisis Multivariat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Uji statistik dalam analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini

adalah regresi logistik dimana variabel dependen berupa variabel kategorik yang

digunakan untuk mengetahui variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi

besar risiko terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru. Variabel independen yang

memenuhi kriteria untuk di masukkan dalam analisis multivariat adalah variabel

independen yang memiliki nilai p<0.25, sehingga variabel yang memenuhi syarat

untuk masuk dalam regresi logistik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 9

Variabel Independen yang Memenuhi Kriteria Analisis Multivariat

Variabel p. value
Lama kerja 0,017
IMT 0,051
Kebiasaan merokok 0,008
Penggunaan APD 0,016
Paparan debu 0,013

Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa variabel independen yang memenuhi

kriteria analisis multivariat dapat dilihat berdasarkan nilai p pada hasil uji bivariat

dengan nilai p≤ 0,25. Variabel yang memenuhi kriteria adalah lama kerja, IMT,

kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung diri dan paparan debu.

Selanjutnya, variabel independen (lama kerja, kebiasaan merokok, penggunaan

alat pelindung diri dan kadar paparan debu) dilakukan analisis multivariat dengan

menggunakan uji regresi logistik untuk memperkirakan pengaruh dari variabel

independen terhadap hipertensi dengan menggunakan metode metode Enter. Hasil

analisis disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik

Koefisien 95% C.I.for EXP(B)


Tahap Variabel P EXP (B)
(B) Lower Upper
1 Lama kerja 2,878 0,072 17,776 0,777 406,833
IMT 1,810 0,133 6,108 0,578 64,600
APD 3,894 0,044 49,129 1,103 2187,666
Debu -1,009 0,015 0,365 0,162 0,819
Merokok 2,627 0,064 13,827 0,862 221,758
Konstanta -8,061 0,018 0,000
2 Lama kerja 3,254 0,029 25,896 1,390 482,369
APD 3,637 0,039 37,973 1,209 1193,144
Debu -,957 0,011 0,384 0,184 0,803
Merokok 2,156 0,088 8,636 0,724 103,054
Konstanta -5,605 0,035 0,004
3 Lama kerja 3,825 0,018 45,840 1,940 1082,990
APD 4,290 0,018 72,933 2,109 2522,135
Debu -,989 0,010 0,372 0,175 0,789
Konstanta -4,228 0,095 0,015

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 10, pada tahap 1 diketahui bahwa

setelah variabel lama kerja, IMT, penggunaan APD, merokok dan paparandebu

dimasukkan ke analisis multivariat, ternyata variabel penggunaan APD memiliki

nilai p yang paling besar yaitu p=0,133 sehingga IMT tidak dimasukkan dalam

tahap 2.

Pada tahap 2 diketahui bahwa variabel yang dianalisis adalah variabel

lama kerja, penggunaan APD, merokok dan paparan debu ternyata variabel

kebiasaan merokok memiliki nilai p yang paling besar yaitu p=0,088 sehingga

variabel kebiasaan merokok tidak dimasukkan ke tahap 3.

Pada tahap 3 diketahui bahwa variabel yang dianalisis adalah variabel

lama kerja, penggunaan APD, dan paparan debu, dapat dilihat variabel lama kerja,

penggunaan APD, dan paparan debu,memiliki nilai p<0,05 sehingga variabel lama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

kerja, penggunaan APD, dan paparan debu, merupakan variabel yang paling

berpengaruh dalam penelitian ini dengan nilai Exp.B variabel lama kerja 45,840,

nilai Exp.B variabel penggunaan APD 72,933 dan nilai Exp.B paparan debu 0,372

Selanjutnya, hasil analisis multivariat di atas dimasukkan ke dalam model

persamaan regresi logistik berganda untuk mengidentifikasi probabilitas kapasitas

fungsi paru sebagai berikut:

1
p =
1+e-y
1
P = -(-4,228+4,290+3,825-0,989)
1+2,7
1
P =
1+2,7-(2,898)
1
P = x 100
1+0,06
1
P = x 100
1,06
P = 94,3%
Keterangan:

p = Probabilitas kapasitas fungsi paru

y = Jumlah koefisien regresi konstanta

e = Bilangan alamiah = 2,7

Berdasarkan persamaan tersebut, secara keseluruhan didapatkan nilai

peluang adalah 94,3 persen, hal ini berarti paparan debu di lingkungan, lama kerja

dan penggunanan alat pelindung berpeluang menyebabkan mengalamigangguan

kapasitas fungsi parupada petugas produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum

Kota Medan, sedangkan 5,7 persen dipengaruhi oleh faktor yang tidak diteliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Pembahasan

Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang antara umur

responden dengan kapasitas paru di bagian produksi aspal hotmix (p=0,720).

Responden memiliki umur yang beragam, namun pada penelitian ini umur

dikategorikan <30 tahun dan >30 tahun. Pada pekerja yang memiliki umur >30

tahun yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 13 orang (38,2%) dan

umur <30 tahunyang mengalami gangguan fungsi paru yaitu sebanyak 3

orang(27,3%).

Umur yang mengalami gangguan fungsi paru lebih banyak > 30 tahun

dibandingkan <30 tahun, karena penggunaan APD lebih banyak digunakan pada

umur < 30 tahun sebanyak 8 orang menggunakan APD hanya 3 orang tidak

menggunakan, sedangkan untuk umur > 30 tahun sebagian besar tidak

menggunakan APD terdapat 20 orang. Oleh sebab itu, pada usia > 30 tahun lebih

banyak yang mengalami gangguan fungsi paru.

Bustan (2002), pada individu normal terjadi perubahan fungsi paru secara

fisiologis sesuai dnegan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya. Umur

22-24 tahun terjadi pertumbuhan paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru

semakin besar bersamaan dengan bertambahnya umur. Fungsi paru akan

berkurang dengan bertambahnya umur secara pelan-pelan, penurunan biasanya

dimulai pada saat umur 30 tahun sehingga mengalami peurunan nilai FEV dan

FEV1 akan mengalami penurunan 20 ml tiap pertambahan umur individu.

Kapasitas paru manusia tidak hanya dipengaruhi oleh umur, tetapi ada faktor lain

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57

yang dapat mempengaruhi kapasitas paru seperti masa kerja, lama kerja, indeks

massa tubuh (IMT), riwayat penyakit, kebiasaan merokok, ada responden berumur

muda dengan masa kerja lama memiliki kapasitas paru tidak normal, dan ada juga

responden berumur tua memiliki kapasitas paru normal meskipun masa kerjanya

sudah di atas 10 tahun.

Menurut Nugroho (2010) Meskipun fungsi paru menurun selaras dengan

bertambahnya usia, hal tersebut tidak pernah berhubungan langsung dengan

kejadian kelainan fungsi paru. Hasil penelitian yang sejalan dengan penelitian ini

dilakukan oleh Khumaidah di PT. Kota Jati Furniture Kabupaten Jepara

menunjukkan tidak ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan fungsi

paru.

Lama Kerja

Hasil uji chi-square menunjukan ada hubungan lama kerja dengan

kapasitas fungsi paru, dengan nilai p =0,017 dibawah nilai p<0,05lama kerja >8

jam banyak yang mengalami gangguan yaitu sebanyak 12 orang (52,2%),

sedangkan responden yang memiliki lama kerja perhari <8 jam yang memiliki

gangguan kapasitas paru sebanyak 4 orang (18,2%). Hasil uji multivariate untuk

menunjukan lama kerja memiliki pengaruh terhadap kapasitas fungsi paru dengan

nilai Exp B= 45,840 artinya pekerja yang memiliki jam kerja >8jam memiliki

risiko 45,840 kali mengalami gangguan fungsi paru. Lama kerja seseorang

biasanya 6-8 jam, namun pada penelitian ini ditemukan responden yang memiliki

jam kerja >8 jam. Petugas produksi aspal dari hasil wawancara mereka bekerja >

8 jam. Khususnya petugas produksi aspal yang bertugas memasak aspal mulai dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

tahap persiapan sampai hasil, karena dalam pembuatan aspal hotmix tidak boleh

ditinggalkan, karena sistemnya harus berlanjut dan diawasi. Sedangkan,

responden yang memiliki jam kerja 8 jam mereka bertugas membawa aspal

hotmix yang sudah jadi ataupun supir alat-alat berat seperti truk, beko, untuk

mengangkut hasil akhir pembuatan aspal.

Gangguan fungsi paru pada pekerja dapat dilihat juga dari lama kerja

dengan penggunaan APD, penggunaan APD pada lama kerja <8 jam lebih

banyak jumlah penggunanya yaitu terdapat 9 orang yang menggunakan APD,

sedangkan pada pekerja >8 jam hanya 4 orang dari 22 pekerja. Kejadian tersebut

dapat mendukung terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru lebih banyak dialami

pekerja yang memiliki jam kerja >8 jam.

Lama kerja adalah karakteristik menurut waktu. Proses perubahan yang

terkait dengan perjalanan waktu memerlukan pertimbangan dari variabel ini dalam

menganalisis berbagai faktor yang berhubungan dengan tempat dan orang. Lama

paparan dibutuhkan untuk menilai lamanya waktu para pekerja terpapar partikel

debu. Paparan dengan waktu yang lama dan sering mengalami keluhan

pernapasan dapat menimbulkan riisko tinggi terhadap penyakit paru obstruktif

(Khumaidah, 2009).

Menurut Suma’mur (2009), Lama paparan berpengaruh negatif bagi

seseorang yang bekerja karena semakin lama terpapar, bahaya yang ditimbulkan

oleh tempat kerja dapat memengaruhi kesehatan terutama saluran pernapasan,

menyatakan bahwa semakin lama seseorang terpapar debu maka makin besar

kemungkinan untuk terjadi gangguan kapasitas paru. Penelitian ini sejalan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

penelitian Mengkidi (2016) bahwa lama kerja memiliki hubungan dengan

kapasitas fungsi paru, karena lama paparan perhari memengaruhi jumlah debu

yang masuk ke dalam system pernafasan.

Masa Kerja

Hasil penelitian menggunakan uji fisher exact testdiapatkan nilai p=1,000

artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru,

dan masa kerja tidak memiliki pengaruh sebagai penyebab gangguan fungsi paru.

Hasil menunjukan masa kerjasedangkan responden yang memiliki masa kerja>5

tahun sebanyak 15 orang (36,6%) yang memiliki gangguan pada paru dan 26

orang (63,4%) tidak mengalami gangguan kapasitas fungsi paru, dan masa kerja

dibawah <5 tahun yang mengalami gangguan fungsi paru hanya 1 orang (25,%)

dari 4 orang (75,0%).

Masa kerja sebagaimana dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya

waktu pekerja bekerja di bagian produksi aspal dari awal pekerjaan sampai waktu

penelitian dilakukan.Pada penelitian ini responden yang paling banyak mengalami

gangguan fungsi paru para pekerja yang sudah bekerja > 5 tahun. Semakin lama

masa kerja seseorang dalam tahun maka semakin rendah nilai kapasitas fungsi

parunya yaitu <80 persen sehingga memiliki efek berupa restriktif, obstruktif dan

campuran.

Sebagian besar pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru memiliki

masa kerja >5 tahun, tidak pernah menggunakan APD saat bekerja dari 41 orang,

30 orangnya tidak memakai APD dan jika dibandingkan dengan masa kerja<5

tahun, dari 4 orang hanya 1 yang tidak memakai APD dan 3 orang nya memakai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

APD. Hal tersebut bisa menjadi masa salah satu faktor terjadinya masa kerja tidak

berhubungan dengan kapasitas fungsi paru. Karena massa kerja > 5tahun lebih

banyak tidak menggunakan APD, karena sudah mengansumsikan diri mereka

telah beradaptasi dengan lingkungan kerja dan sudah terbiasa.

Masa kerja menentukan seberapa sering dan dalam waktu yang lama

seorang pekerja terkena debu.Variabel ini terkait dengan tingkat variabel debu,

karena semakin lama paparan yang diperoleh, semakin besar potensi akumulasi

debu pada saluran pernapasan dan menyebabkan gangguan fungsi paru.Tidak

adanya hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru dapat dijelaskan

karena waktu kerja pertahun tidak berarti nahwa paparan juga semakin besar.

Hasil pengukuran di lokasi menunjukan bahwa meskipun memiliki masa kerja

yang hampir sama, namun para pekerja memiliki dosis papaan debu yang berbeda,

karena sesuai lokasi pekerja tersebut bekerja.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Sumamur (2009), seseorang

yang bekerja >5 tahun memiliki risiko besar mengalami gangguan fungsi paru

dibandingkan dengan orang yang bekerja <5 tahun. Semakin lama masa kerja

seseorang dengan lingkungan kerja yang penuh debu dan berpolusi maka akan

lebih mudah seseorang mengalami penurunan fungsi paru.

Penggunaan APD

Hasil multivariat penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara

penggunaan APD dengan kapasitas paru di bagian produksi aspal dengan nilai

p=0,018 dan nilai Exp B = 72,933 artinya pekerja yang tidak menggunakan APD

berpengaruh 72,933 kali mengalami gangguan kapasitas fungsi paru dibandingkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

dengan pekerja yang menggunakan APD. Alat pelindung diri yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah masker. Hasil wawancara menggunakan kuesioner

responden menyatakan dari 45 orang hanya 13 orang yang memakai masker,

sedangkan 32 orang tidak memakai masker.

Frekuensi pekerja yang memakai APD saat bekerja ada yang selalu,

sering, dan kadang-kadang memakainya. Pekerja yang selalu memakai APD saat

bekerja ditemukan tidak ada yang mengalami gangguan kapasitas fungsi paru,

sedangkan dengan frekuensi sering memakai ditemukan bahwa ada pekerja yang

mengalami gangguan tersebut.Sedangkan, pada pekerja yang hanya kadang-

kadang memakainya di dapatkan semuanya tidak mengalami gangguan paru.

Pekerja yang menggunakan APD cenderung sering memakainya.

Pihak instansi menyediakan masker untuk para pekerja, masker yang

disediakan merupakan masker biasa bukan yang seharusnya dipakai untuk pekerja

industry, namun masker yang sudah disiapkan tersebut tidak digunakan dengan

baik. Alasan tidak pernah memakai APD karena merasa tidak nyaman

memakainya sehinga sulit bernapas ketika bekerja, menganggu aktivitas dan tidak

bisa merokok. Pekerja yang mengggunakan masker hanya menggunakan masker

biasa bukan masker yang seharusnya untuk mencegah masuknya debu kedalam

system pernafasan

Alat pelindung pernafasan yang efektif terhadap paparan debu adalah

masker debu dengan tujuan untuk memberi memperkecil masuknya debu ke

dalam system pernafasan dan menimbulkan gangguan kesehatan pada paru-paru

(suma,mur,2013). Pemilihan masker debu yang tepat dapat dilihat berdasarkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

tipe dan kegunaannya, untuk kasus ini masker yang digunakan dapat berupa

respirator yaitu gunanya untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut,

uap, gas dan bahan berbahaya lainnya. Respirator jenis mechanical filter respirator

dapat menjadi alternative pilihan karena berguna untuk menangkap partikel-

parikel zat padat karena dilengkapi oleh filter untuk menangkap zat-zat padat

seperti debu. Filter di respirator initerbuat dari fiber glass atau wol dan serat

sintesis yang dilapisi oleh resin. Pemilihan filter (yaitu 95%, 99% atau 99,7%)

tergantung pada seberapa banyak kebocoran filter dapat diterima. Efesiensi

saringan yang lebih tinggi berarti kemampuan untuk menyaring partikel lebih

besar (NOISH,2007)

Penggunaan masker yang tidak memenuhi syarat pada saat bekerja

memiliki risiko yang sama terhadap kapasitas paru. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Mengkidi bahwa adanya hubungan yang

bermakna antara penggunaan APD dengan gangguan fungsi paru (p=0,010)

menunjukkan penggunaan APD merupakan faktor protektif untuk terjadi

gangguan fungsi paru pada pekerja. Penelitian ini sejalan dengan Aryuni (2014)

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan masker

dengan kapasitas paru di Bagian Cement Mill PT. Semen Bosowa Maros.

Merokok

Hasil penelitian terdapat hubungan merokok dengan kapasitas paru dengan

nilai p=0,008, nilai p didapatkan dari uji fisher exact test. Terdapat pekerja yang

memiliki kebiasaan merokok sebanyak 31 orang dan 14 orang tidak merokok.

Responden yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 15 orang (48,4%) yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

mengalami penurunan fungsi paru, sedangkan dari 13 orang yang tidak merokok

hanya 1 orang (35,6%) yang mengalami gangguan fungsi paru. Kebiasaan

merokok ini dimiliki pekerja dari sebelum bekerja di Dinas Pekerjaan Umum dan

dilakukan pekerja ketika saat bekerja memproduksi aspal ataupun sedang dalam

waktu luang. Berdasarkan hasil kuesioner pekerja yang merokok memiliki tingkat

perokok yang berbeda yaitu prokok ringan, sedang, dan berat. Kategori perokok

ringan yaitu memiliki kebiasaan menghisab 1-10 batang rokok perhari, perokok

sedang 10-20 batang perhari dan perokok berat> 20 batang. Pekerja cenderung

menghisab rokok 10-20 batang rokok perhari. Berdasarkan tabulasi silang

didapatkan 20 pekerja yang merupakan perokok sedang, dari 20 orang tersebut

sebanyak 10 orang yang mengalami gangguan fungsi paru, sedangkan perokok

berat hanya 1 orang dari 3 orang dan perokok ringan sebanyak 3 orang, sebagian

besar orang yang memiliki gangguan kapasitas fungsi paru merupakan perokok

sedang.

Kebiasaan merokok yang dimiliki pekerja menjadi salah satu alasan

pekerja tidak memakai APD, karena dari 31 orang merokok hanya 6 orang yang

memakai APD sedangkan lebih banyak pada perokok yang tidak memakai APD.

APD dianggap sesuatu hal yang menghalagi mereka untuk merokok.

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran

pernapasan dan jaringan paru. Apabila kondisi lingkungan kerja seorang perokok

memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka dapat menyebabkan

gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FVC,

dan FEV1) (Karabella, 2011). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

berada di lingkungan kerja yang penuh dengan debu cenderung mengalami

gangguan fungsi paru dibandingkan dengan pekerja yang berada di lingkungan

berdebu tetapi tidak merokok.

Abdurahman (2002) menyebutkan bahwa setelah >2 tahun merokok paru-

paru akan mulai terjadi perubahan pada saluran napas kecil, semakin sering

merokok dan lama makan akan mengalami perubahan fisiologi pada paru-paru

secara terus menerus. Penelitian Nisa (2005) di Lampung pada karyawan

menemukan bahwa jumlah konsumsi batang rokok harian rokok berpengaruh

terhadap kapasitas fungsi paru dengan nilai p=0,005. Jumlah batang rokok 1-10

batang merupakan faktor yang sangat berpegaruh dalam penurunan rasio

VEP1/KVP.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Karthiningtyas (2013) terdapat

hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru pada

pekerja perusahaan genteng HST Sokka Kebumen dengan nilai p

value=0,038<0,05 dengan koefesien kontingensi 0,030. Hasil penelitian Gold et

all (2005) di Amerika menunjukan adanya hubungan dose respon antara

kebiasaan merokok dengan rendahnya level VEP1/KVP. Jumlah rokok

memengaruhi, ditemukan kebiasaan menghisab rokok sebanyak 10 batang perhari

ditemukan adanya hubungan penurunan fungsi paru 25-75 persen jika

dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan antara IMT dengan

kapasitas fungsi paru dengan nilai p=0,051, Responden yang memiliki IMT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

dibawah atau diatas normal sebanyak 25 orang, dari 25 orang yang mengalami

gangguan fungsi paru sebanyak 12 orang (48,0%) dan responden yang memiliki

IMT normal sebanyak 20 orang, sebanyak 4 orang (20,0%) mengalami gangguan

fungsi paru. Kapasitas fungsi paru yang dialami lebih banyak pada IMT yang

tidak normal,hal tersebut terjadi karena pekerja yang memiliki nilai IMT lebih

berada pada titik lokasi kerja yang memiliki kadar debu paling tinggi. Sebanyak

16 orang yang lebih lama berada pada titik lokasi produksi AMP dengan kadar

debu 7,00-8,10 mg/m3, sedangkan pekerja yang memiliki IMT normal hanya 9

orang yang berada pada lokasi tinggi kadar debu di area AMP tersebut.

Menurut Budiono (2007), status gizi memiliki peran penting dalam

kesehatan. Peran dari status gizi adalah secara tidak langsung seperti pada

penyakit cystic fibrosis.Namun demikian, penelitianepidemologis menunjukan

peran penting gizi terhadap fungsi paru, terutama berkaitan dengan konsumsi zat

gizi yang merupakan sumber antioksidan. Peran antioksidan sebagai pencegah

radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan polusi.

Berat badan berlebih memiliki dampak buruk bagi faal paru.Kelebihan

lemak tubuh terutama di bagian tubuh atas, ditemukan memiliki hubungan dengan

pergerakan toraks sehingga menganggu sifat mekanik dan diagframa serta

menunjukan adanya perubahan fungsi pernapasan. Hal ini menurunkan volume

paru dan perbuhan gambaran ventilasi pada setiap respires (Flecther.C.,1977).

Penimbunan lemak dapat terjadi pada bagian tubuh manapun dari manusia.

Penumpukan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dinding dada bisa

menekan paruparu, sehingga timbul gangguan pernapasan dan sesak napas,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

meskipun penderitanya hanya melakukan aktivitas ringan (Karabella, 2011).

Hasil penelitian inisejalan dengan penelitian Khumaidah (2009)

menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kapasitas fungsi

paru, berbeda dengan teori (almatsier, 2000), status gizi akan menentukan

anatomis seseorang.

Paparan Debu

Hasil penelitian menggunakan uji mann-whitney nilai p=0,013

menunjukan adanya hubungan antara paparan debu dengan kapastitas paru pada

petugas produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Hasil

menggunakan uji regresi logistic menunjukan nilai p=0,014 artinya paparan debu

memiliki pengaruh dengan kapasitas fungsi paru dengan nilai Exp B =0,372

pekerja yang berada pada lokasi dengan konstrasi debu tinggi berpengaruh 0,372

kali mengalami gangguan fungsi paru. Berdasarkan hasil pengukuran kadar debu

TSP di area AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan didapatkan nilai dibawah

ambang batas. Berdasarkan Permenaker RI No.05 tahun 2018 tentang

keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja yang didalamnya tercantum

nilai ambang batas faktor fisika dan kimia di lingkungan kerja yaitu batas

particulate debu inhalable yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh menusia

yaitu sebesar 10mg/m3.

Hasil yang didapatkan dari 4 titik lokasi pengukuran menunjukan hasil

dibawah NAB dengan kadar debu tertinggi 8.10 mg/m3 dan kadar terendah

sebesar 2.21 mg/m3. Dari 4 titik lokasi pengukuran yang dipilih merupakan

tempat- tempat dimana pekerja banyak menghabiskan untuk bekerja ditempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

tersebut. Titik produksi aspal merupakan titik dengan nilai kadar debu yang paling

tinggi yaitu 8,10 mg/m3 dengan jumlah pekerja sebanyak 13 orang, titik kedua

merupakan kantor AMP terletak disebelah unit produksi memiliki kadar debu 7,00

sebanyak 13 orang, titik ketiga tempat penyimpanan bahan baku merupakan titik

tempat batu-batu pecah dengan kadar debu 4, sebanyak 11 orang dan titik kempat

tempat para supir beristirahat dan penyimpanan alat berat sebanyak 11 orang.

Pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru lebih banyak berada di

lokasi yang memiliki kadar debu tinggi yaitu 8,10 mg/m3 sebanyak 8 orang

pekerja yang mengalami sedangkan yang tidak mengalami gangguan fungsi paru

hanya 4 orang. Penurunan fungsi paru juga didukung oleh penggunaan masker

pada pekerja yang lebih memiliki risiko dengan tempat kerja yang memiliki kadar

debu tinggi seperti di titik lokasi AMP, karena dari hasil analisis penggunaan

masker saat bekerja lebih banyak dignakan pada pekerja yang tidak terlalu

terpapar dengan debu tinggi yaitu dengan kadar 2,59-3,41 mg/m3

Debu yang diukur di AMP adalah debu TSP, debu TSP yang dimaksud

adalah debu yang berukuran <1 mikro sampai dengan maksimal 500 mikro.Jenis

debu di tempat produksi aspal ini adalah Respirable dust, yaitupartikel debu yang

berukuran <10 mikro yang dapat masuk ke dalam paru-paru.Rendahnya hasil

pengukuran debu di lokasi bisa karena faktor suhu udara dan kelembapan.Ketika

dilakukan pengukuran kondisi cuaca cukup tidak panas dan sedang hujan dengan

kelembapan 290C sampai 300C, pengukuran mulai dilakukan pada saat pagi hari

ketika titik puncak dari produksi aspal belum terpenuhi. Menurut Fardiaz (2010)

kecapatan angin dan suhu selama proses produksi memengaruhi polusi udara,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

suhu yang rendah dapat mengurangi tingkat polusi pada suatu tempat.

Polusi udara khususnya debu dari hasil produksi aspal tersebut bersifat

respirable dimana ukuran debu dapat terhirup dan masuk ke dalam tubuh manusia.

Debu tersebut berasal dari bahan-bahan baku pembuatan aspal seperti agrerat

kasar dan halus, proses pemecahan batu menjadi batu pecah, serta dari proses

encampuran bahan bahan baku dengan aspal cair. Debu yang dihasilkan dapat

masuk ke saluran pernafasan dan tertahan di saluran nafas maupun menimbun dari

saluran nafas kecil atau bronkhiolus terminalis sampai ke dalam alveoli atau

gelembuug-gelembung udara di dalam paru yang merupakan akhir dari saluran

nafas (Khusna, 2009).

Kadar debu dibawah NAB tidak menutup kemungkinan efek yang

ditimbulkan tidak ada, terlihat dari hasil pengukuran menggunakan spirometer

ditemukan 16 orang (36%) dari 45 orang sudah mengalami gangguan kapasitas

fungsi paru. Gangguan fungsi paru dari hasil pemeriksaan kapasitas fungsi paru

didapatkan berupa restriktif, obstruktif dan campuran dengan nilai FVC dibawah

<80 persen. Nilai FVC terendah dialami oleh responden dengan nilai pengukuran

47 persen. Dalam penelitian ini responden paling banyak mengalami gangguan

kapasitas fungsi paru jenis restriktif, yaitu nilai dari FVC paru <80 persen, nilai

FVC yang dialami beragam dengan nilai terendah 47 persen.

Hal tersebut dapat dilihat dari pengukuran menggunakan spirometer dan

melalui kuesioner untuk mengetahui gejala-gejala yang sering dialami

responden.Responden yang mengalami restiktif, obstruktif dan campuran

mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada sesekali dan batuk yang terus-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

menerus dialami. Hasil tabulasi silang menunjukkan dari 16 orang pekerja yang

memiliki gangguan fungsi paru didapatkan sebanyak 11 orang yang mengalami

keluhan pada pernafasan, sedangkan dari 29 orang yang tidak mengalami

gangguan fungsi paru 19 orang tidak merasakan keluhan pada pernafasan.

Keluhan yang banyak dialami pekerja akibat penurunan fungsi paru berupa batuk

terus-menerus serta adanya sesak napas sesakali.

Hal ini sesuai dengan National Institute For Occupational Safety and

Health (NIOSH, 2011) dan hasil penelitian yang dilakukan nilai debu dibawah

NAB juga dapat menyebabkan penurunan kapasitas fungsi paru. Bila tenaga kerja

terpapar cukup lama oleh debu, risiko yang dapat lebih terjadi ketika kadar debu

yang diatas NAB kemungkinan besar akan timbul gangguan saluran pernapasan.

Pada penyakit paru restriktif oleh karena debu tertumpuk di saluran napas

kecil, yang dapat menimbulkan pembengkakan disitu sehingga jalan napas

menyempit dan terjadi hambatan jalan udara (obstruktif) dan disini terjadi

kombinasi antara kelainan obstruktif dan restriktif (Setiati, 2014)

Efek Pathofisiologis yang diakibatkan oleh paparan debu organic bersifat

fibrosis pada paru dan berakibat adanya penurunan elastisitas dan pengembangan

paru sehingga alveoli mengalami beban kerja pernafasan yang sangat kuat, untuk

mengatasi daya elastisitas diperlukan nafas yang cepat dan dangkal. Pernafasan

ini mengakibatkan ketidakmampuan bertahan pada hipoventilasi alveolar dan

ketidakmampuan mempertahankan gas dalam keadaan normal. Hal tersebut dapat

menyebabkan pengurangan pengembangan paru dan kapasitas paru

(Khusna,2009)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pekerja produksi aspal ada

yang bekerja >8 jam per/hari. Informasi ini memberikan implikasi agar Dinas

Pekerjaan Umum memerhatikan jam kerja, atau merotasi pekerja dengan pekerja

yang memiliki jam kerja <8 jam/hari. Informasi ini memberikan implikasi dan

menjadi perhatian bagi Dinas terkait dan para pekerja untuk selalu patuh

menggunakan APD berupa masker yang tepat untuk mengurangi masuknya

paparan debu ke dalam system pernafasan. Hasil penelitian menunjukan bahwa

sebagian besar pekerja bekerja memproduksi aspal tidak menggunakan APD

dengan alasan tidak nyaman, hal tersebut berpengaruh dalam penurunan kapasitas

fungsi paru pada pekerja.Menjadi pertimbangan bagi Dinas Pekerjaan Umum

Kota Medan untuk memberikan penyuluhan dan menyediakan APD yang sesuai

seperti respirator untuk pekerja produksi aspal serta melakukan pemeriksaan

secara berkala bagi para pekerja.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya melakukan wawancara dalam satu waktu, sehingga

peneliti tidak bisa melakukan wawancara yang lebih mendalam agar mendapatkan

informasi dan hasil yang maksimal.Penelitian ini tidak dapat dilakukan di banyak

lokasi untuk pengukuran debu dan pemeriksaan kapasitas fungsi paru pada semua

pekerja di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan karena keterbatasan alat dan dana

dalam penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan 45 responden didapatkan bahwa sebagian besar umur

perkerja >30 tahun sebanyak 34 orang (75,6%), sebagian besar masa kerja

terbanyak >5 tahun sebanyak 41 orang (91,1%), sebagian besar lama kerja per

hari >8 jam sebanyak 23 orang (51,1%), sebagian besar pekerja memiliki

kebiasaan merokok sebanyak 31 orang (68,9%), sebagia besar pekerja tidak

menggunakan APD saat kerja 32 orang (71,1%) dan sebagian pekerja memiliki

IMT tidak normal sebanyak 25 orang (55,6%).

Konsentrasi paparan debu dari empat titik lokasi pengambilan tidak

ditemukan nilai dibawah NAB. Jumlah kadar debu tertinggi yaitu 8,10 mg/m3

terletak pada lokasi titik produksi, sedangkan terendah terletak pada tempat

penyimpanan alat berat yaitu dengan kadar 2,58 mg/m3.

Hasil pengukuran menggunakan spirometer, dari 45 orang pekerja

produksi aspal terdapat 16 orang (36%) yang mengalami gangguan kapasitas

fungsi paru berupa restriktif dan campuran.

Ada pengaruh yang signifikan antara lama kerja, penggunaan alat

pelindung diri dan paparan debu terhadap gangguan kapasitas fungsi, sedangkan

variable yang tidak memiliki pengaruh yaitu antara umur, masa kerja, IMT, dan

merokok terhadap gangguan kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di

AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

Penggunaan APD merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh

terhadap gangguan kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di AMP

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dengan nilai Exp.(B)= 72,933; yang berarti

bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD berpengaruh sebesar 72,933 kali

pada pekerja produksi aspal dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan

APD.

Saran

Disarankan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, Pihak Instansi

wajib memberikan sosialisasi kepada pekerja khususnya pekerja bagian Produksi

aspal hotmix tentang pentingnya memakai APD (masker) secara rutin bagi

kesehatan, dan menyediakan APD yang tepat seperti respirator. Selain itu

perlunya dilakukan pemantauan dan pengendalian terhadap kadar debu agar tidak

menimbulkan dampak yang lebih membahayakan, dengan memasang sejumlah

alat penghisab debu (dust collector dan electrostatic precipitator). Dinas terkait

harus mengkaji ulang tentang mesin AMP, menyediakan tempat yang lebih luas,

memperbaruhi pembuangan limbah gas seperti cerobong asap setidaknya dengan

tinggi minimal 3 meter. Untuk petugas yang sudah mengalami gangguan fungsi

paru, agar ditangani dengan meminimalisir kadar debu terhirup dengan mengatur

jam kerja dan memberikan pertukaran unit kerja/ mutasi, serta dilakukan

pemeriksaan kapasitas fungsi paru pada petugas produksi aspal hotmix secara

kontinyu.

Bagi Ilmu Pengetahuan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan

bagi ilmu pengetahuan sebagai informasi pengaruh paparan debu dengan

kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan

Umum dan dapat dijadikan sabagai literatur dalam melakukan penelitian

selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Daftar Pustaka

Abdulrahman W. F. (2002). Efect of smoking on peak expiratory flow rate in


tikrit university. Tikrit Medical Journal. 17(1), 11-18.

Adha, R. N. (2012). Faktor yang mempengaruhi kejadian gangguan fungsi paru


pada pekerja pengangkut semen di gudang penyimpanan semen Pelabuhan
Maludung Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Jurnal UNHAS, 3(5),1-8.
Diakses dari http://www. repository.unhas.ac.id/handle/123456789/6069.

Aryuni, S. (2014). Hubungan kadar debu dengan kapasitas paru pada tenaga kerja
di bagian cement mill PT.Semen Bosowa Maros. Jurnal FKM Unhas
Makassar.5(8), 1-10.

Bustan MN. (2000). Epidemologi penyakit tidak menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Chandra, B. (2006). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Diakses
dari https://www.openlibrary.org.go.id.

Departemen Kesehatan RI. (2004). Modul pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan


Kerja. Diakses dari https://onesearch.kemenkesri.go.id.

Djajadiningrat. S. T. (1991). Penilaian secara cepat sumber-sumber pencemaran


air, tanah dan udara (Edisi ke-3). Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Fardiaz, S. (2010). Polusi air dan udara. Yogyakarta: Kanisius.

Gold D., Wpij XW. (2005). Effect of cigarate smoking on lung function in
adolescent boys and girls. Journal N Engl Med. 35(13):931-972.

Grandjean, E. (1993). Fitting the Task to the Man, 4th ed. London: Taylor &
Francis Inc.

Guyton, A.,Hall J.E. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran (Edisi ke-9). Jakarta:
EGC.

Harrianto, R. (2010). Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC.

Imron., M. (2010). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan (Edisi ke-1). Jakarta:


CV Sagung Seto.

Junaidi. (2002). Analisis kuantitatif kadar debu PT. Semen Andalas Indonesia di
Lingkungan AKL DEPKES RI Banda Aceh (Skripsi, Fakultas Kesehatan

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan). Diakses dari


https://www.repository.usu.ac.id.

Khumaidah. (2009). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan


fungsi paru pada pekerja mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal
Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara (Tesis, Universitas Diponegoro).
Diakses dari https://www.eprints.undip.ac.id.

Marpaung, Y.M. (2012). Pengaruh pajanan debu respirable pm2,5 terhadap


kejadian gangguan fungsi paru pedagang tetap di terminal terpadu Kota
Depok Tahun 2012 (Skripsi, Univesitas Indonesia). Diakses dari
https://www.e-journal.unair.ac.id.

Mengkidi, Dorce. (2006). Gangguan fungsi paru dan faktor-faktor yang


mempengaruhinya pada karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi
Selatan (Tesis, Universitas Diponegoro). Diakses dari
https:/www.ejournal.undip.ac.id.

Misnadiarly. (2007). Obesitas sebagai faktor risiko beberapa penyakit. Jakarta:


Pustaka Obor Populer.

Mukty., Abdul. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga


University Press.

Mukono. (2000.) Prinsip dasar kesehatan lingkungan (Edisi ke-2). Surabaya:


Airlangga University Press.

Mukono. (2005). Toksikologi lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.

Mukono. (2008). Pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan.


Jakarta: Gramedia Pustaka

Khairuna Nisa. (2015). Pengaruh kebiasaan merokok terhadap fungsi paru pada
pegawai pria di Gedung Rektorat Universitas Lampung. E-jurnal
jpkedokterandd150180, 5(9), 38-42.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta:


Rineka Cipta.

Nugroho., Antonius SS. (2010). Hubungan konsentrasi debu total dengan


gangguan fungsi paru pada pekerja di PT. KS Tahun 2010 (Tesis,
Universitas Indonesia). Diakses dari https://www.media.neliti.com.

Prima. H. (2010). Aspal beton (hotmix). Jakarta: Pustaka Ilmu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Ryadi, A.L. Slamet. (2002). Pengantar kesehatan lingkungan dimensi dan


tinjauan konseptual. Surabaya: Penerbit Karya Anda.

Sarudji, D. (2010). Kesehatan lingkungan. Bandung: CV. Karya Putra Darwati.

Sarpini, R. (2015). Anatomi dan fisiologi tubuh manusia (Cetakan ketiga). Bogor:
Penerbit In Media.

Setiati, S. (2014). Ilmu penyakit dalam jilid II (Cetakan Pertama), Jakarta: Interna
Publishing.

Simaela, S. (2000). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas maksimal


paru pekerja perusahaan pemecah batu pada PT. P di Daerah Bogor
Jawa Barat Tahun 2000 (Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat:
Universitas Indonesia, Depok). Diakses dari http://lib.ui.ac.id/bo/unbo/-
detail.jsp?id=72049&lokasi=lokal

Soemirat, J. (2009). Kesehatan lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Sukirman.S. (2003). Beton aspal campuran panas. Jakarta: Penerbit Granit.

Suma’mur, PK. (2009). Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Gunung
Agung.

Suma’mur, P. K. (2014). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES).


Jakarta: CV Sagung Seto

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif & RND. Bandung:


Alfabeta

Suskmeri. (2003). Faktor–faktor yang mempengaruhi kadar karbon monoksida di


beberapa ruas jalan di Kota Padang Tahun 2003 (Tesis, Universitas
Andalas). Diakses dari https://www.media.neliti.com.

Suyono. (2014). Pencemaran kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. (1997). Anatomi dan fisiologi untuk siswa perawat. Jakarta: EGC.

Tambayong, J. (2001). Anatomi fisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Virgo., G. (2016). Pengaruh kadar debu ambien terhadap gangguan kapasitas


fungsi paru: studi komferatif antar pekerja pada PT. Jr dan PT. Sr.
Semarang. Jurnal Lingkungan, 6(5), 1-12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Wardhana, W.A. (2004). Dampak pencemaran lingkungan (Edisi ke-3).


Yogyakarta: Andi.

Yunus., F. (2006). Dampak debu industri pada serikat pekerja. Jurnal


Teknosains,4(2), 1-17

Yusri. (2012). Pengaruh lingkungan aktivitas produksi aspal hotmix terhadap


syndrome Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada pekerja dan
penduduk di kawasan Pelabuhan Balohan Sabang Tahun 2011 (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/-123456789/33047.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian


KUESIONER

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DAN KARAKTERISTIK DENGAN


KAPASITAS PARU PADA PEKERJA PRODUKSI ASPAL DI ASPHALT
MIXING PLANT (AMP) DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA MEDAN
TAHUN 2019
Sehubungan dengan penelitian tesis yang akan saya laksanakan dengan judul
diatas maka dengan ini saya mohon bantuan anda untuk dapat mengisi kuesioner
ini. Kuesioner ini tidak mempengaruhi pekerjaan anda, tetapi hanya untuk
memberi sumbangan terhadap penelitian. Atas waktu, tenaga dan pikiran yang
saudara berikan saya ucapkan banyak terimakasih.
PETUNJUK PENGISIAN
Jawablah pernyataan dengan memberikan tanda ( √ ) pada satu dari dua pilihan
jawaban
IDENTIFIKASI RESPONDEN
1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Umur :

4. Pendidikan terakhir :

5. Bagian / Unit Kerja :

6. Masa kerja : tahun

7. Lama kerja perhari : jam

8. Berat Badan : kg

9. Tinggi Badan : cm

10. Apakah anda merokok?

1. Ya 2. Tidak

11. Jika ya, berapa batang dalamsehari anda hisab?

a.<10batang b.10-20batang c.>20batang

12. Apakah selama bekerja anda memakai APD (masker)?

1. Ya 2. Tidak

13. Seberapa sering anda menggunakannya?

77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78

1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 3. Tidak pernah

KELUHAN PERNAPASAN

1. Apakah anda memiliki riwayat penyakit asma?

1. Ya 2. Tidak

2. Apakah anda memiliki riwayat penyakit TBC?

1. Ya 2. Tidak

3. Apakah selama bekerja, anda memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan

dengan system pernapasan?

1. Ya 2.Tidak

4. Jika ya gejala apa saja yang anda rasakan?

Batuk-batuk : 1. Ya 2. Tidak

Batuk darah : 1. Ya 2. Tidak

Sesak napas : 1. Ya 2. Tidak

Nyeri dada : 1. Ya 2. Tidak

5. Apakah ada bunyi napas mengi(bengek) saat bernapas saat bekerja?

1. Ya 2. Tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Lampiran 2. Master Data Penelitian

Unit_ Masa_ Lama_ Tingkatan kat_ kat__ kat_


Nama Umur kerja kerja kerja IMT merokok umur massa masa KLAMA
Riski 45 survey 5 8 26 4 1.00 2.00 1 2.00
M.syafii 33 survey 8 8 27 1 1.00 2.00 1 2.00
Fitra 38 survey 10 8 24 3 1.00 1.00 2 2.00
Galih 30 survey 8 8 20 3 2.00 1.00 2 2.00
Ismail 34 Patching 9 8 24 4 1.00 1.00 2 1.00
Ahmadahrp 36 AMP 17 8 24 4 1.00 1.00 2 2.00
Dian 31 AMP 6 8 28 2 1.00 1.00 2 1.00
Sutrisno 30 Patching 6 8 22 4 2.00 1.00 2 1.00
Zuhri 50 Patching 10 8 24 2 1.00 1.00 2 1.00
Zulfadli 26 Patching 5 8 27 2 2.00 2.00 1 1.00
Zulfan 32 AMP 10 8 21 3 1.00 1.00 2 2.00
Alfarisal 33 Patching 10 8 25 3 1.00 1.00 2 1.00
Rusman 49 Patching 9 8 24 1 1.00 1.00 2 2.00
Ilham 26 AMP 7 10 22 2 1.00 1.00 2 1.00
Edwar 33 AMP 7 10 29 1 1.00 1.00 2 1.00
Suryanto 29 AMP 5 10 20 2 2.00 2.00 1 1.00
Bambang 32 AMP 9 10 19 2 1.00 1.00 2 2.00
Ferrynaldi 39 AMP 8 10 26 4 1.00 1.00 2 2.00
Sabar 30 Patching 10 10 27 2 2.00 1.00 2 2.00
Syaprianto 26 AMP 8 10 25 3 2.00 1.00 2 2.00
Kikiefendi 33 AMP 8 10 27 3 1.00 1.00 2 1.00
Ikowijaya 32 AMP 9 10 24 2 1.00 1.00 2 1.00
Waridi 54 AMP 25 10 20 2 1.00 1.00 2 1.00
Feri 31 AMP 8 10 18 1 1.00 1.00 2 1.00
Edi 34 AMP 9 10 30 2 1.00 1.00 2 1.00
Samiun 57 AMP 35 10 22 2 1.00 1.00 2 2.00
Boyman 51 AMP 20 10 16 4 1.00 1.00 2 2.00
Paryamusmi 45 AMP 10 10 35 2 1.00 1.00 2 1.00
Khaidir 33 AMP 10 10 32 3 1.00 1.00 2 1.00
Irfan 27 AMP 8 10 21 3 2.00 1.00 2 2.00
Manihar 47 AMP 28 10 30 4 1.00 1.00 2 1.00
Bambang 30 Patching 11 8 36 4 2.00 1.00 2 2.00
Fadli 36 Patching 8 8 18 2 1.00 1.00 2 2.00
Suranto 42 AMP 6 10 23 4 1.00 1.00 2 1.00
Dasar 42 Patching 10 8 30 2 1.00 1.00 2 2.00
Mariono 53 AMP 30 10 26 2 1.00 1.00 2 1.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Dedek 35 AMP 10 10 31 4 1.00 1.00 2 1.00


Sudarma 30 Survey 7 8 29 2 2.00 1.00 2 2.00
Junaidi 45 Survey 8 8 24 2 1.00 1.00 2 2.00
Hartono 48 AMP 10 10 18 1 1.00 1.00 2 1.00
Andikia 32 AMP 9 8 25 4 1.00 1.00 2 1.00
Indra 45 AMP 6 8 28 4 1.00 1.00 2 2.00
Budinta 36 AMP 10 8 20 4 1.00 1.00 2 2.00
Wahyu 28 AMP 9 8 26 1 2.00 1.00 2 1.00
Doni 26 AMP 9 8 21 3 2.00 1.00 2 2.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

kat_ kat_ kat_ Kapasitas keluhan_ Batuk Nyeri


IMT apd f debu rokok Merokok paru debuu1 pernafasan batuk sesak darah dada mengi
1 2.00 1.00 2.59 2 1 2 4.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 2.00 3.00 8.10 4 2 2 1.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 2.59 2 1 2 4.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 8.10 2 1 1 1.00 1 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00
2 2.00 3.00 4.31 4 2 2 3.00 1 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00
2 2.00 3.00 4.31 4 2 2 3.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 8.10 2 1 1 1.00 1 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00
2 1.00 4.00 2.59 4 2 2 4.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 7.00 2 1 1 2.00 1 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 8.10 2 1 1 1.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 4.31 2 1 2 3.00 1 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 2.59 3 1 2 4.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 2.00 2.00 8.10 2 1 2 1.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 4.31 1 1 2 3.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 2.00 2.00 8.10 2 1 1 1.00 1 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00
2 2.00 1.00 4.31 1 1 2 3.00 1 1.00 2.00 2.00 1.00 2.00
2 2.00 1.00 4.31 2 1 2 3.00 1 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00
1 1.00 4.00 8.10 4 2 2 1.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 4.31 2 1 2 3.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 7.00 1 1 2 2.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 2.59 2 1 1 4.00 1 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 7.00 2 1 1 2.00 1 1.00 2.00 2.00 1.00 2.00
2 1.00 4.00 8.10 3 1 1 1.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 8.10 3 1 1 1.00 1 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00
1 1.00 4.00 4.31 2 1 1 3.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 8.10 2 1 1 1.00 1 2.00 2.00 2.00 2.00 1.00
1 1.00 4.00 7.00 4 2 1 2.00 1 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00
1 1.00 4.00 4.31 1 1 2 3.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 4.31 2 1 2 3.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 2.59 2 1 2 4.00 1 1.00 2.00 2.00 2.00 1.00
1 1.00 4.00 2.59 4 2 2 4.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 2.59 4 2 2 4.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 7.00 1 1 1 2.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 2.00 2.00 7.00 4 2 2 2.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 2.00 1.00 7.00 2 1 2 2.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 2.59 1 1 1 4.00 1 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00
1 1.00 4.00 2.59 4 2 2 4.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 2.00 2.00 7.00 1 1 2 2.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 1.00 4.00 7.00 2 1 2 2.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

1 1.00 4.00 4.31 1 1 1 3.00 1 1.00 2.00 2.00 2.00 1.00


1 2.00 2.00 7.00 4 2 2 2.00 1 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 7.00 4 2 2 2.00 1 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00
2 1.00 4.00 8.10 4 2 2 1.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
1 1.00 4.00 8.10 2 1 1 1.00 2 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
2 2.00 2.00 7.00 4 2 2 2.00 1 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

Lampiran 3. Output SPSS

Frequency Table

kategori umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >=30 tahun 34 75,6 75,6 75,6
<30 tahun 11 24,4 24,4 100,0
Total 45 100,0 100,0

kategori masa kerjaa


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >5 tahun 41 91,1 91,1 91,1
<5 tahun 4 8,9 8,9 100,0
Total 45 100,0 100,0

kategori lama keja


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >=8 jam 23 51,1 51,1 51,1
<8 jam 22 48,9 48,9 100,0
Total 45 100,0 100,0

kategori imt
Cumulativ
Frequency Percent Valid Percent e Percent
Valid kurus dan gemuk 25 55,6 55,6 55,6
normal 20 44,4 44,4 100,0
Total 45 100,0 100,0

APD
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TIDAK 32 71,1 71,1 71,1
YA 13 28,9 28,9 100,0
Total 45 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

kategori debu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2,59 10 22,2 22,2 22,2
4,31 11 24,4 24,4 46,7
7,00 12 26,7 26,7 73,3
8,10 12 26,7 26,7 100,0
Total 45 100,0 100,0

Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid YA 31 68,9 68,9 68,9
TIDAK 14 31,1 31,1 100,0
Total 45 100,0 100,0

kapasitas paru
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ada gangguan 16 35,6 35,6 35,6
tidak ada gangguan 29 64,4 64,4 100,0
Total 45 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Crosstabs

kategori umur * kapasitas paru

Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori >=30 Count 13 21 34
umur tahun Expected Count 12,1 21,9 34,0
% within kategori umur 38,2% 61,8% 100,0%
% within kapasitas paru 81,3% 72,4% 75,6%
<30 Count 3 8 11
tahun Expected Count 3,9 7,1 11,0
% within kategori umur 27,3% 72,7% 100,0%
% within kapasitas paru 18,8% 27,6% 24,4%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori umur 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,436 1 ,509
Continuity Correctionb ,089 1 ,766
Likelihood Ratio ,449 1 ,503
Fisher's Exact Test ,720 ,390
Linear-by-Linear ,426 1 ,514
Association
N of Valid Cases 45
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 3,91.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori 1,651 ,370 7,371
umur (>=30 tahun / <30
tahun)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

For cohort kapasitas paru 1,402 ,488 4,028


= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,849 ,542 1,330
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45
kategori masa kerjaa * kapasitas paru

Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori >5 tahun Count 15 26 41
masa Expected Count 14,6 26,4 41,0
kerjaa % within kategori masa 36,6% 63,4% 100,0%
kerjaa
% within kapasitas paru 93,8% 89,7% 91,1%
<5 tahun Count 1 3 4
Expected Count 1,4 2,6 4,0
% within kategori masa 25,0% 75,0% 100,0%
kerjaa
% within kapasitas paru 6,3% 10,3% 8,9%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori masa 35,6% 64,4% 100,0%
kerjaa
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,213 1 ,644
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,225 1 ,636
Fisher's Exact Test 1,000 ,552
Linear-by-Linear ,209 1 ,648
Association
N of Valid Cases 45
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1,42.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori 1,731 ,165 18,161
masa kerjaa (>5 tahun / <5
tahun)
For cohort kapasitas paru 1,463 ,256 8,376
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,846 ,459 1,559
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

kategori masa kerja * kapasitas paru

Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori <=5 Count 1 3 4
masa kerja tahun Expected Count 1,4 2,6 4,0
% within kategori masa 25,0% 75,0% 100,0%
kerja
% within kapasitas paru 6,3% 10,3% 8,9%
>5 tahunCount 15 26 41
Expected Count 14,6 26,4 41,0
% within kategori masa 36,6% 63,4% 100,0%
kerja
% within kapasitas paru 93,8% 89,7% 91,1%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori masa 35,6% 64,4% 100,0%
kerja
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,213 1 ,644
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,225 1 ,636
Fisher's Exact Test 1,000 ,552
Linear-by-Linear ,209 1 ,648
Association
N of Valid Cases 45
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1,42.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

Odds Ratio for kategori ,578 ,055 6,063


masa kerja (<=5 tahun / >5
tahun)
For cohort kapasitas paru ,683 ,119 3,911
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru 1,183 ,642 2,180
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45

kategori lama keja * kapasitas paru

Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori >=8 jam Count 12 11 23
lama Expected Count 8,2 14,8 23,0
keja % within kategori lama 52,2% 47,8% 100,0%
keja
% within kapasitas paru 75,0% 37,9% 51,1%
<8 jam Count 4 18 22
Expected Count 7,8 14,2 22,0
% within kategori lama 18,2% 81,8% 100,0%
keja
% within kapasitas paru 25,0% 62,1% 48,9%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori lama 35,6% 64,4% 100,0%
keja
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5,670 1 ,017
Continuity Correctionb 4,284 1 ,038
Likelihood Ratio 5,870 1 ,015
Fisher's Exact Test ,029 ,018
Linear-by-Linear 5,544 1 ,019
Association
N of Valid Cases 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5,670 1 ,017
Continuity Correctionb 4,284 1 ,038
Likelihood Ratio 5,870 1 ,015
Fisher's Exact Test ,029 ,018
Linear-by-Linear 5,544 1 ,019
Association
N of Valid Cases 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,82.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori 4,909 1,263 19,081
lama keja (>=8 jam / <8
jam)
For cohort kapasitas paru 2,870 1,089 7,562
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,585 ,365 ,935
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

kategori imt * kapasitas paru

Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori kurus dan Count 12 13 25
imt gemuk Expected Count 8,9 16,1 25,0
% within kategori imt 48,0% 52,0% 100,0%
% within kapasitas paru 75,0% 44,8% 55,6%
normal Count 4 16 20
Expected Count 7,1 12,9 20,0
% within kategori imt 20,0% 80,0% 100,0%
% within kapasitas paru 25,0% 55,2% 44,4%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori imt 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3,802 1 ,051
Continuity Correctionb 2,678 1 ,102
Likelihood Ratio 3,940 1 ,047
Fisher's Exact Test ,066 ,050
Linear-by-Linear 3,717 1 ,054
Association
N of Valid Cases 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,11.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori imt 3,692 ,959 14,209
(kurus dan gemuk / normal)
For cohort kapasitas paru 2,400 ,913 6,311
= Ada gangguan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

For cohort kapasitas paru ,650 ,420 1,005


= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45

APD * kapasitas paru

Crosstab
kapasitas paru
tidak ada
Ada gangguan gangguan Total
APD TIDAK Count 15 17 32
Expected Count 11,4 20,6 32,0
% within APD 46,9% 53,1% 100,0%
% within kapasitas paru 93,8% 58,6% 71,1%
YA Count 1 12 13
Expected Count 4,6 8,4 13,0
% within APD 7,7% 92,3% 100,0%
% within kapasitas paru 6,3% 41,4% 28,9%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within APD 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6,194 1 ,013
Continuity Correctionb 4,602 1 ,032
Likelihood Ratio 7,286 1 ,007
Fisher's Exact Test ,016 ,012
Linear-by-Linear 6,056 1 ,014
Association
N of Valid Cases 45
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4,62.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for APD 10,588 1,227 91,346
(TIDAK / YA)
For cohort kapasitas paru 6,094 ,894 41,518
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,576 ,401 ,826
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45

Merokok * kapasitas paru

Crosstab
kapasitas paru
tidak ada
Ada gangguan gangguan Total
Meroko YA Count 15 16 31
k Expected Count 11,0 20,0 31,0
% within Merokok 48,4% 51,6% 100,0%
% within kapasitas 93,8% 55,2% 68,9%
paru
TIDAK Count 1 13 14
Expected Count 5,0 9,0 14,0
% within Merokok 7,1% 92,9% 100,0%
% within kapasitas 6,3% 44,8% 31,1%
paru
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within Merokok 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas 100,0% 100,0% 100,0%
paru

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7,160 1 ,007
Continuity Correctionb 5,473 1 ,019
Likelihood Ratio 8,426 1 ,004
Fisher's Exact Test ,008 ,007

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Linear-by-Linear 7,001 1 ,008


Association
N of Valid Cases 45
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4,98.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Merokok 12,188 1,416 104,887
(YA / TIDAK)
For cohort kapasitas paru 6,774 ,990 46,361
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,556 ,384 ,805
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

Explore

Descriptives
Std.
kapasitas paru Statistic Error
kategori Ada Mean 6,6625 ,50508
debu gangguan 95% Confidence Lower Bound 5,5859
Interval for Mean Upper Bound 7,7391
5% Trimmed Mean 6,8089
Median 7,5500
Variance 4,082
Std. Deviation 2,02033
Minimum 2,59
Maximum 8,10
Range 5,51
Interquartile Range 3,12
Skewness -1,268 ,564
Kurtosis ,152 1,091
tidak ada Mean 5,1003 ,38586
gangguan 95% Confidence Lower Bound 4,3099
Interval for Mean Upper Bound 5,8907
5% Trimmed Mean 5,0732
Median 4,3100
Variance 4,318
Std. Deviation 2,07793
Minimum 2,59
Maximum 8,10
Range 5,51
Interquartile Range 4,41
Skewness ,136 ,434
Kurtosis -1,572 ,845

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
kapasitas paru Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kategori Ada gangguan ,316 16 ,000 ,721 16 ,000
debu tidak ada ,234 29 ,000 ,838 29 ,000
gangguan
a. Lilliefors Significance Correction

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks
kapasitas paru N Mean Rank Sum of Ranks
kategori debu Ada gangguan 16 29,31 469,00
tidak ada gangguan 29 19,52 566,00
Total 45

Test Statisticsa
kategori debu
Mann-Whitney U 131,000
Wilcoxon W 566,000
Z -2,474
Asymp. Sig. (2- ,013
tailed)
a. Grouping Variable: kapasitas paru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

Logistic Regression

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,595 ,311 3,647 1 ,056 1,812

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Step 0 Variables KLAMA 5,670 1 ,017
kat_IMT 3,802 1 ,051
KAPD 6,194 1 ,013
debu 5,463 1 ,019
Merokok 7,160 1 ,007
Overall Statistics 23,859 5 ,000

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 1 Step 33,565 5 ,000
Block 33,565 5 ,000
Model 33,565 5 ,000
Step 2a Step -2,643 1 ,104
Block 30,922 4 ,000
Model 30,922 4 ,000
a. A negative Chi-squares value indicates that the
Chi-squares value has decreased from the previous
step.

Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
a
1 25,009 ,526 ,722
2 27,652a ,497 ,683
a. Estimation terminated at iteration number 7
because parameter estimates changed by less than
,001.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

Classification Tablea
Predicted
kapasitas paru
Ada tidak ada Percentage
Observed gangguan gangguan Correct
Step 1 kapasitas paru Ada gangguan 13 3 81,3
tidak ada gangguan 3 26 89,7
Overall Percentage 86,7
Step 2 kapasitas paru Ada gangguan 13 3 81,3
tidak ada gangguan 5 24 82,8
Overall Percentage 82,2
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
a
Step 1 KLAM 2,878 1,597 3,246 1 ,072 17,776 ,777 406,833
A
kat_IMT 1,810 1,203 2,261 1 ,133 6,108 ,578 64,600
KAPD 3,894 1,937 4,043 1 ,044 49,129 1,103 2187,66
6
debu -1,009 ,413 5,976 1 ,015 ,365 ,162 ,819
Meroko 2,627 1,416 3,442 1 ,064 13,827 ,862 221,758
k
Constant -8,061 3,411 5,584 1 ,018 ,000
Step 2a KLAM 3,254 1,492 4,756 1 ,029 25,896 1,390 482,369
A
KAPD 3,637 1,759 4,275 1 ,039 37,973 1,209 1193,14
4
debu -,957 ,376 6,474 1 ,011 ,384 ,184 ,803
Meroko 2,156 1,265 2,904 1 ,088 8,636 ,724 103,054
k
Constant -5,605 2,653 4,465 1 ,035 ,004
a. Variable(s) entered on step 1: KLAMA, kat_IMT, KAPD, debu, Merokok.

Model if Term Removed


Change in -2
Model Log Log Sig. of the
Variable Likelihood Likelihood df Change
Step 1 KLAMA -14,824 4,640 1 ,031

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

kat_IMT -13,826 2,643 1 ,104


KAPD -16,331 7,654 1 ,006
debu -18,715 12,421 1 ,000
Merokok -14,882 4,755 1 ,029
Step 2 KLAMA -17,842 8,031 1 ,005
KAPD -17,631 7,609 1 ,006
debu -20,428 13,205 1 ,000
Merokok -15,705 3,758 1 ,053

Variables not in the Equation


Score df Sig.
a
Step 2 Variables kat_IMT 2,512 1 ,113
Overall Statistics 2,512 1 ,113
a. Variable(s) removed on step 2: kat_IMT.

Logistic Regression

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,595 ,311 3,647 1 ,056 1,812

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Step 0 Variables KLAMA 5,670 1 ,017
KAPD 6,194 1 ,013
debu 5,463 1 ,019
Overall Statistics 19,198 3 ,000

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 1 Step 27,164 3 ,000
Block 27,164 3 ,000
Model 27,164 3 ,000

Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
a
1 31,410 ,453 ,623

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
a
1 31,410 ,453 ,623
a. Estimation terminated at iteration number 7
because parameter estimates changed by less than
,001.

Classification Tablea
Predicted
kapasitas paru
tidak ada Percentage
Observed Ada gangguan gangguan Correct
Step 1 kapasitas paru Ada gangguan 11 5 68,8
tidak ada gangguan 5 24 82,8
Overall Percentage 77,8
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step KLAMA 3,825 1,613 5,621 1 ,018 45,840 1,940 1082,990
1a KAPD 4,290 1,808 5,630 1 ,018 72,933 2,109 2522,135
debu -,989 ,384 6,639 1 ,010 ,372 ,175 ,789
Constant -4,228 2,531 2,791 1 ,095 ,015
a. Variable(s) entered on step 1: KLAMA, KAPD, debu.

Model if Term Removed


Change in -2
Model Log Log Sig. of the
Variable Likelihood Likelihood df Change
Step 1 KLAM -21,522 11,633 1 ,001
A
KAPD -21,491 11,572 1 ,001
debu -23,273 15,135 1 ,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

Lampiran 4. Surat Hasil Pemeriksaan Balai K3 Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

Lampiran 5. Surat Survei Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

Lampiran 7. Surat Balasan Izin Penelitian dari Litbang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

Lampiran 8. Surat Balasan Permohonan Izin Penelitian dan Selesai Penelitian dari
Dinas pekerjaan Umum Kota Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai