TESIS
Oleh
THESIS
By
TESIS
Oleh
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pernyataan Keaslian Tesis
Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Pengaruh
Pekerja Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Dinas Pekerjaan Umum Kota
Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya benar karya saya sendiri dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan yang berlaku
dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung
risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak
Tempat produksi aspal dikenal dengan AMP (Asphalt Mixing Plant ). AMP sangat
berpotensi mengeluarkan limbah gas seperti debu. Kontak dengan waktu yang
relatif cukup lama dengan lingkungan yang dipenuhi debu menyebabkan stress
pada gangguan pernapasan seperti organ-organ pada paru sehingga menyebabkan
penyakit kelainan seperti obstruktif, restriktif dan lainnya. Tujuan penelitian ini
adalahuntuk menganalisis pengaruh paparan debu dan karakteristi pekerja dengan
kapasitas fungsi pada paru pekerja produksi aspal hotmix di AMP Dinas
Pekerjaan Umum Kota Medan tahun 2019. Jenis penelitian adalah survey analitik
dengan desain cross sectional. Sampel penelitian adalah seluruh pekerja yaitu 45
orang. Hasil penelitian menunjukan dari 45 orang terdapat 16 orang mengalami
gangguan fungsi paru, pengukuran pada lokasi penelitian didapatkan kadar debu
dibawah nilai ambang batas 10mg/m3 yaitu berkisar2,45- 8,10 mg/m3. Hasil uji
menunjukan bahwa bahwa ada pengaruh lama kerja, penggunaan alat pelindung
diri, IMT, kebiasaan merokok dan konsentrasi paparan debu di lingkungan kerja
Asphalt Mixing Plant Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Variabel paling
dominan berpengaruh terhadap gangguan kapasitas fungsi paru pada petugas
produksi aspal yaitu lama kerja, penggunaan APD dan paparan debu dengan nilai
probabilitas 94,3%. Diharapkan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan
untuk memperhatikan, mengawasi sistem pengelolaan limbah gas yang dihasilkan,
serta menyedikan APD yang sesuai seperti respirator,menghimbau kepada seluruh
petugas produksi aspal untuk menggunakan alat pelindung diri saat bekerja
terutama penggunaan masker untuk meminimalisir masuknya debu ke dalam
system pernafasan.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract
Asphalt production site is known as AMP (Asphalt Mixing Plant). AMP has the
potential to expel gas waste such as dust. Contact with a relatively long time with
a dust-filled environment causes stress on respiratory disorders such as the
organs in the lungs, causing abnormalities such as obstructive, restrictive and
other diseases. This study aimed analyze the effect of dust exposure and
characteristics of workers with function capacity on the lung, hotmix asphalt
production workers at AMP Medan Public Works Service in 2019. This type of
research is an analytical survey with a cross sectional design. The study sample
was all workers, 45 people. This study found that of 45 people there were 16
people experiencing pulmonary function disorders, the measurements at the study
location found dust levels below the threshold value of 10mg / m3 which ranged
from 2.45 to 8.10 mg / m3. The test results show that there is an influence on the
length of work, the use of personal protective equipment, BMI, smoking habits
and the concentration of dust exposure in the working environment of the Asphalt
Mixing Plant, Medan Public Works Office. The most dominant variable affects the
disruption of pulmonary function capacity in asphalt production officers, namely
the length of work, the use of PPE and dust exposure with a probability value of
94,3%. It is hoped that the Medan City Public Works Office will pay attention,
supervise the waste gas management system produced, and provide appropriate
PPE such as respirators, appeal to all asphalt production officers to use personal
protective equipment while working, especially the use of masks to minimize the
entry of dust into the respiratory system.
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Paru pada Pekerja Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Dinas Pekerjaan
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
khusunya kedua orang tua tercinta yaitu Papa (Ir. H. Bambang Hendarso
Prayogo, M.M.) dan Mama (Hj. Sriwaty) yang telah memberikan dukungan,
semangat, doa serta dana dalam menyelesaikan pendidikan karena mereka penulis
ada seperti saat ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Sumatera Utara.
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
ini selesai.
7. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Dosen Penguji I yang telah
9. Isa Anshari S.T., M.T. selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota
serta penelitian.
10. Selamat S.T. selaku Koordinator AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota
11. Seluruh Petugas produksi aspal yang telah membantu dan memberikan
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Seluruh Staff Pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
mengikuti pendidikan.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, baik itu dalam
penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam
penyajian data. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata
penulis mengucapkan terimakasih. Semoga tesis ini berguna bagi semua pembaca.
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xiv
Daftar Istilah xv
Riwayat Hidup xvi
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Tinjauan Pustaka 10
Pencemaran Udara 10
Klasifikasi bahan pencemar udara 10
Sumber-sumber pencemar udara 11
Faktor-fakor yang memengaruhi pencemaran udara 12
Indikator pencemar udara 13
Debu 13
Pengertian debu 13
Sifat-sifat debu 14
Sumber debu 15
Jenis debu 16
Mekanisme penimbunan debu dalam paru 17
Efek debu bagi kesehatan 18
Pengukuran kadar debu di lingkungan 19
Paru 20
Anatomi saluran pernafasan 20
Fisiologi paru 23
Volume dan kapasitas fungsi paru 23
Volume paru 23
Kapasitas paru 24
Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi paru di tempat kerja 28
Aspal 33
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengertian aspal 33
Komposisi aspal 33
Jenis aspal hotmix 34
Kerangka Teori 36
Kerangka Konsep 36
Hipotesis Penelitian 37
Metode Penelitian 38
Jenis Penelitian 38
Lokasi dan Waktu Penelitian 38
Lokasi penelitian 38
Waktu penelitian 38
Populasi dan Sampel 39
Populasi penelitian 39
Sampel penelitian 39
Variabel dan Definisi Operasional 39
Variabel penelitian 39
Definisi operasional 40
Metode Pengumpulan Data 41
Metode Pengukuran Variabel 42
Metode pengukuran debu 42
Pengukuran gangguan fungsi paru 42
Metode Analisis Data 45
Analisis univariat 45
Analisis bivariat 45
Analisis multivariat 45
Hasil Penelitian 46
Gambaran Lokasi Penelitian 46
Gambaran Umum AMP 46
Analisis Univariat 47
Analisis Bivariat 50
Analisis Multivariat 53
Pembahasan 56
Umur 56
Lama Kerja 57
Masa Kerja 59
Penggunaan APD 60
Merokok 62
IMT 64
Paparan Debu 66
Implikasi Penelitian 70
Keterbatasan Penelitian 70
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kesimpulan 71
Saran 72
Daftar Pustaka 73
Lampiran 77
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Tabel
No Judul Halaman
3 Definisi Operasional 40
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka teori 36
2 Kerangka konsep 36
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Lampiran
1 Kuesioner Penelitian 77
2 Master Data 79
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Istilah
xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Riwayat Hidup
Medan pada tanggal 15 April 1996 beragama Islam. Penulis anak pertama dari
satu bersaudara dari pasangan Ir. H. Bambang Hendarso Prayogo, M.M. dan Hj.
Bhayangkari 1 Medan dan lulus pada Tahun 2007, SMP Harapan 1 lulus pada
Tahun 2010, SMA Harapan 1 Medan dan lulus pada Tahun 2013. Penulis
Sumatera Utara dan lulus pada Tahun 2017. Pada Tahun 2017 penulis
xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
Pendahuluan
Latar Belakang
contohnya dapat ditemukannya air dalam bentuk uap dan karbon dioksida. Alam
tidak selalu ditemukan dalam keadaan kualitas udara yang sehat, beberapa gas
pencemar terbang bebas ke udara sebagai gas-gas pencemar dari proses alami
alam. Padatan partikel dan cairan yang memiliki ukurankecil itu dapat tersebar ke
pengendalian pencemaran udara yaitu proses suatu zat atau benda yang dletakkan
atau dimasukannya suatu zat ke dalam udara yang ada di lingkungan yang
disebabkan oleh berbagai aktivitas kegiatan manusia seperti proses produksi dari
industri seperti pabrik kimia, semen, kayu lapis, dan pabrik lainnya.Kegiatan-
membuat polusi udara seperti gas sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon
monoksida, amoniak, dan gas hidrokarbon serta partikel debu (Mukono, 2008).
daerah Kecamatan Medan Sunggal dibawah naungan Dinas Pekerjaan Umum kota
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Medan. Tempat produksi aspal dikenal dengan AMP (Asphalt Mixing Plant). AMP
sangat berpotensi mengeluarkan limbah gas seperti debu karena aspal memiliki
persen belerang dan selebihnya nitrogen, oksigen, besi, arenik, nikel, dan
vanadium serta dengan beberapa campuran aspal yang terdiri agereat/batu kasar,
halus, dan bahan lainnya dengan kadar perbandingan yang sama (Prima, 2010).
Asphalt Mixing Plant (AMP) adalah suatu unit mesin untuk memproduksi
mengeluarkan debu yang dapat memberikan efek kesehatan bagi petugas produksi
aspal. Proses produksi digunakan untuk perbaikan konstruksi jalan. Bahan baku
yang digunakan adalah aspal cair, batu split, abu batu, batu pecah, dan pasir.
Proses pembuatannya sendiri terdiri dari tiga tahap yaitu dari persiapan,
AMP. Proses pemecahan batu dilakukan dengan memasukan batu-batu yang akan
yang disebut split, medium, dan abu batu. Dalam proses pemecahan, debu yang
dihasilkan terlihat sangat banyak karena penghancuran batu yang menjadi abu
batu, dan hasilnya langsung dikumpulkan dibawah mesin crusher. Setelah batu
tersedia sampai menjadi aspal hotmix untuk selanjutnya dibawa ke dalam truk dan
fungsi paru. Partikel debu di lingkungan kerja disebabkan dari proses seperti
keadaan alami alam dan melalui proses produksi dimulai dari kegiatan
terpapar kadar debu dalam waktu yang cukup lama contoh dengan masa kerja
gejala seperti batuk dan sesak napas akibat banyaknya penimbunan debu dalam
paru.
kesehatan kerja lingkungan kerja yang didalamnya tercantum nilai ambang batas
faktor fisika dan kimia di lingkungan kerja yaitu batas particulate debu inhalable
saluran nafas berupa obstruksi saluran nafas dan terdapat pada peringkat kedua
dengan jumlah penderita 12,7 persen, angka tersebut terbanyak setelah penyakit
sirkulasi yaitu 26,4 persen. Data dari ILO (Ineternational Labour Organization)
tahun 2010 dapat disimpulkan terdapat 10-30 persen penyakit akibat kerja berupa
penyakit paru, dengan jumlah kasus baru 40.000 penyakit pneumoconiasis setiap
kesakitan paling tinggi terdapat pada penyakit paru obstruktif sebesar 35 persen,
Prevalensi penyakti ISPA di Kota Medan pada tahun 2016 sebanyak 40,23
persen dan penderita penyakit saluran pernapasan lainnya sebanyak 4,95 persen.
Data Puskesmas Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2017 periode januari -
desember menunjukan bahwa terdapat 8000 orang mengalami ISPA, hal tersebut
Kecamatan Medan Sunggal, dimana Medan Sunggal merupakan titik lokasi dari
selama 8 jam menyebabkan seorang menginhalasi 10m3 udara. Jika udara yang
orang tersebut menginhalasi sebanyak 100mg setiap harinya sama besar dengan
Kontak dengan waktu yang relatif cukup lama dengan lingkungan yang dipenuhi
lainnya. Hal tersebut dapat terjadi tergantung pada organ tempat partikel
menimbun dan menetap, dosis masuk, lama kontak dengan debu serta ketahanan
tubuh terhadap rentannya terkontaminasi debu dan zat lainnya serta efek khusus
masing-masing individu.
debu dengan gangguan fungsi paru. Dari keempat faktor tersebut didapatkan
faktor umur merupakan faktor yang dominan dalam membedakan besar atau
kecilnya pengaruh tersebut, dimana pekerja yang berusia tua lebih besar
besar pula proporsi usia muda yang mengalami gangguan fungsi paru (PT JR
28,6%).
industri produksi aspal memiliki kadar debu diatas nilai ambang batas. Kadar
signifikan antara kadar debu di sekitar tempat kerja dengan aktivitas pembuatan
sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara
jumlah debu di tempat kerja dengan gangguan fungsi paru pada petugas bagian
jumlah sebanyak 94,4 persen mengalami gangguan fungsi paru dan 5,6 persen
debu, penggunaan APD dan kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru
usia (p=0.021) dan kebiasaan merokok (p=0.019) dengan adanya gangguan fungsi
paru pada pekerja. Sedangkan pada penelitian ini faktor yang tidak memengaruhi
fungsi paru adalah lama paparan dan penggunaan APD karena memiliki nilai p
>0.05.
bahwa AMP ini memiliki beberapa proses kerja meliputi proses persiapan,
mesin crusher dan AMP yang sangat berpotensial mengeluarkan debu. Kondisi
lingkungan kerja yang tidak sehat atau dipenuhi padatan debu yang berterbangan
menempel pada mesin crusher, AMP, tong-tong berisi cairan aspal, alat-alat berat
seperti truck untuk mengangkut bahan baku dari tempat penyimpanan hingga
dan kasar, proses pemecehan batu dan pencampuran antara agrerat dengan aspal
cair. Proses pembuatan tersebut tidak hanya dapat menghasilakan TSP tetapi
melihat dari letak tempat produksi semi terbuka membuat zat tersebut dapat
orang yang memiliki keluhan pernapasan dan sebanyak 12 (48%) orang tidak
berupa batuk, sesak napas, nyeri dada dan pilek, responden yang paling banyak
mengalami keluhan pernapasan dengan jenis keluhan sering bersin dan keluhan
dengan batuk- batuk sebanyak, sedangkan jumlah yang paling sedikit diantara
jenis keluhan pernapasan yaitu keluhan sesak napas dan nyeri pada.
sebanyak 45 orang. Pekerja telah bekerja lebih dari 3 tahun dengan jam
operasional kerja rata-rata selama 8 jam, pekerja tidak memiliki kesadaran yang
tinggi akan pentingnya untuk patuh dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
alasan tidak menggunakan masker yaitu karena rasa tidak nyaman, tidak terbiasa
dan tidak tersedianya masker di tempat kerja serta kebiasaan merokok pada saat
Perumusan Masalah
AMP membuat merasa tidak nyaman apabila berada dalam waktu berjam-jam.
Setelah dilakukan survei awal ditemukan para pekerja memiliki rata-rata kerja
dengan seringnya batuk terus-menerus, sesak napas, bersin- bersin dan nyeri
gangguan fungsi paru pada pekerja produksi aspal hotmix di AMP Dinas
Tujuan Penelitian
kapasitas fungsi pada paru pekerja produksi aspal hotmix di AMP Dinas
Tujuan khusus. Tujuan khusus yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
3. Mengetahui keadaan fungsi paru pekerja akibat paparan debu selama bekerja
Manfaat Penelitian
lingkungan AMP Kota Medan tentang efek dari kadar debu terhadap
kesehatan.
Bagian Produksi Aspal hotmix untuk awal dari pengendalian terhadap zat-zat
Tinjauan Pustaka
Pencemaran Udara
disebabkan banyak faktor, seperti faktor ulah manusia dan faktor yang terjadi
secara alami, hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut yang berupa banyak gas
ataupun hasil berupa makhul hidup bercampur dengan sengaja atau tidak sengaja
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
yang bentuk uap H2O dan karbon diokside (CO2). Udara di alam tidak pernah
ditemukan bersih sama sekali, beberapa gas seperti sulfur diokside (SO2),
hydrogen sulfide (H2S) dan karbon monokside (CO) selalu dibebaskan ke udara
padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar oleh angin (Fardiaz,2010).
ditemukan dalam keadaan bebas bahan pencemar selalu dijumpai beberapa gas
contohnya seperti sulfur, CO, yang berada bebas diudara. Gas gas tersebut
dihasilkan dari berbagai proses seperti pembusukan sampah, kilang minyak, dan
industri lainnya termasuk industri aspal. Selain itu pencemaran udara dihasilkan
dua macam pencemaran udara yaitu dibedakan menjadi polusi primer dan polusi
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
pencemaran di udara dan berasal dari suatu sumber yang menghasilkan polutan
gas dan partikel. Partikel didapatkan bisa dari proses kondensasi, dipersi maupun
erosi. Contoh –contoh jenis partikel adalahasap biasa disebut jelaga yang
memiliki ukuran partikel dari karbon yang sangat halus. Debu adalah suatu
partikel- partikel padat berasal dari kegiatan industry seperti industry pemecah
2. Uap yaitu hasil dari proses sunlimasi, distilasi dan reaksi kimia.
diameter,antaralain :
1. Diameter>10 mikron memiliki nama lain yaitu Partikel debu yang kasar.
2. Diameter 1 sampai 10 mikron dapat dibilang sebagai debu, asap, serta uap.
Polutan Sekunder berasal dari sebuah proses dari reaksi dua zat atau lebih
yang menghasilkan polusi udara, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti konsentras derajat foto aktivasi, konsentrasi dari bahan reaktan yang
relatif, topografi local dan kondisi cuaca atau iklim di suatu lingkungan.
seperti kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, dan kapal laut. Selain
sumber bergerak terdapat sumber tidak bergerak atau disebut menetap, salah satu
contohnya adalah tempat pembuangan sampah padat dan proses kegiatan industri.
menyimpulkan bahwa kondisi dan situasi yang dapat memengaruhi kualitas udara
adalah temperatur Udara, kelembapan, tekanan udara, sinar matahari dan curah
Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan
pencemar udara, menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi pencemar
sekunder.
menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin
Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan
bahan pencemaran udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu
sumber akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah
Tekanan udara dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi kimia
antara pencemar dengan zat pencemar diudara atau zat-zat yang ada di udara,
adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat
kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi.
Demikian juga halnya mengenai banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi,
Curah hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari
atas jatu ke bumi, dapat menyerap pencemar gas tertentu kedalam partikel air,
serta dapat menangkap partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang
lain, menempel pada partikel air dan di bawa jatuh ke bumi. Dengan demikian
hujan.
sesuai kriteria dan dapat menentukan status baik atau buruknya udara adalah
dengan cara mengukur kadar zat diudara, seperti mengukur Gas sulfur dioksida
daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan dari sisa
pembakaran batubara dan bahan bakar minyak.Di dalam setiap survei pencemaran
udara, gas ini selalu diperiksa.Melalui Partikel-partikel berupa debu dan arang
dari hasil pembakaran sampah dan industry juga menentukan kualitas udara
derajat pencemaran udara.Setelah gas silfur dioksida dan partikel dapat di ukur
Debu
partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis, aktivitas manusia dan alam.
Debu yang berasal dari alam biasanya merupakan hasil dari serangkaian proses
berbagai kegiatan.
Sifat-sifat debu. Debu memiliki bebrapa sifat seperti sifat adsorbsi, sifat
1. Sifat mengendap partikel yang berukuran lebih besar dari 2-40 mikron
atau kimirisorbsi (sorbsi disertai dengan interaksi kimia). Sifat Absorbsi Jika
molekul yang tersorbsi tersebut larut di dalam partikel, jenis sorbsi ini sangat
3. Sifat Optik Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron
lebih besar dari 1 mikron jauh lebih besar dari pada panjang gelombang sinar
dengan penampung melintang partikel tersebut. Sifat optik ini penting dalam
Solubility, Komposisi kimia debu seperti inert dust dan poliferal dust, Ukuran
partikel dan konsentrasi debu. Solubility, jika bahan-bahan kimia penyusun debu
mudah larut dalam air, maka bahan- bahan itu akan larut dan langsung masuk ke
pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut,
tetapi ukurannya kecil, maka partikel- partikel itu dapat memasuki dinding
alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang peri bronchial menuju ke luar
yang tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat
sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal. Poliferal dust
golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis.
dalam paru, namun dapat ditimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat asam
atau asam kuat.Selain itu gangguan kesehatan juga dapat dilihat dari konsentrasi
debu karena semakin tinggi konsentrasi debu di udara tempat kerja, maka semakin
debu, karena ukuran partikel besar akan di tangkap oleh saluran nafas bagian atas.
pernapasan.
berasal dari alam seperti salah satu contohnya partikel-partikel akibat letusan
Jenis debu. Menurut Suma’mur (2013) terdapat dua jenis debu yaitu debu
organik dan anorganik. Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya.
Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan
mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan
yaitu: Debu karsigonik, adalah debu yang dapat merangsang terjadinya sel kanker.
Contohnya adalah debu arsenik, debu hasil peluruhan radon, dan asbes, Debu
radioaktif, adalah debu yang memiliki paparan radiasi alfa dan beta. Contohnya
bijih-bijih torium., dan debu eksplosif, adalah debu yang pada suhu dan kondisi
tertentu mudah untuk meledak. Contohnya debu metal, batubara, debu organi,
selain itu terdapat debu yang memiliki racun terhadap organ atau jaringan
tubuh.Contohnya debu mercuri, nikel, timbal, dan lain-lain. Debu inert, adalah
debu yang memiliki kandungan 10 µ yang hanya tertahan di hidung, dan debu
Respirable dust, adalah partikel debu yang berukuran<10 mikro yang dapat masuk
ke dalam paru-paru.
pulmonary yang berukuran 0,25 – 5 mikron adalah yang paling berbahaya, karena
debu-debu dengan butiran sedemikian kecil itu mengambang di udara dan mudah
terhisap ketika bernafas, dan selanjutnya debu-debu itu akan mengendap di paru-
paru.
Dari segi karakter zat nya debu terdiri atas, debu fisik (debu tanah, batu,
mineral, fiber), debu kimia (mineral organik dan anorganik) debu biologis (virus,
bakteri, kista), dan debu radioaktif. Pada tempat kerja, jenis-jenis debu ini dapat
kayu, batu kapur, batu bata, pengusaha kasur, pasar tradisional, pedagang pinggir
melalui inhalasi. Letak partikulat dalam tubuh tergantu pada pernafasan seperti
massa jenis, bentuk dan ukuran. Efek yang ditimbulkan juga dapat dipengaruhi
pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi pada sistem
5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang
berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan (Yunus, 2006).
yang masuk ke dalam tubuh akan tertahan pada bagian atas paru, ukuran 3 sampai
5 mikron dalam paru-paru terdapat pada bagian tengah pernafasan, ukuran 1 dan
3 mikron akan berhenti dan menumpuk di permukaan alveoli dan ukuran 0,1
mikron akan sulit menetap pada permukaan alveoli, karena ukurannya sangat kecil
dan adanya faktor gerakan brown yang membuat debu bergerak keluar menjauh
dari alveoli .
Menurut Suma’mur (2013) tiga cara terjadinya proses debu di dalam paru,
antara lain dengan cara Inertia yaitu gerakan membelok dengan artinya gerakan
tidak lurus yang menyebabkan debu yang berukuran besar mengendap di selaput
lendir karena tidak dapat membelok dan akhirnya debu mengendap di selaput
lendir tersebut. Kedua dengan cara Sendimentasi yaitu penimbunan debu yang
terletak di bagian bronkiolus, bagian paru itu mempunyai kecepatan udara lebih
kurang dari 1cm/detik sehingga dapat gaya tarik yang menyebabkan penimbunan
terus-menerus. Gerakan Brown dengan cara melihat ukuran jenis debu biasanya
terjadi gerakan pada ukuran kurang dari 0.1 mikron. Ketika debu tersebut
di bagian tersebut.
gejala kesehatan mulai dari ringan hingga berat, contohnya seperti batuk- batuk,
sesak napas, nyeri dada, penurunan fungsi paru sampai dengan kanker paru, tidak
hanya gangguan pernafasan tetapi gangguan iritasi mata dan kulit.Efek tersebut
tergantung pada komposisi debu dan sifat debu seperti kimia atau non kimia serta
Tiga hal penting tentang bahayanya partikel yang masuk ke dalam paru
yaitu Partikel beracun yang memiliki sifat kimiawi dan fisik, partikel yang
mempunyai sifat inert yaitu suatu partikel menetap dan menimbun di dalam paru
berbahaya dan menganggu fungsi paru khususnya paru yang bersifat sensitive.
Debu menumpuk dibagian salah satu paru dan menibulkan dampak yang
untuk mengukur debu tidak hanya di lingkungan kerja tetapi juga dilingkungan
sehat atau tidak.Tujuan dari hasil pengukuran dapat membantu perusahaan atau
High Volume Air Sampler (HVAS) kecepatan 1,1 - 1,7 m³/menit dalam
menghisap udara, ukuran debu yang dapat masuk menggunakan alat ini yang
dengan berbeda ukuran karena melewati seperti kertas saringan dan akan
bertumpuk pada atas permukaan gelas serat. Lama penggunaan HVAS selama 24
jam tetapi dapat dikurangi menjadi 6 atau 8 jam apabila konsentrasi debu
mengetahui penimbangan kertas saring debu sebelum dan sesudah dipakai, dapat
menangkap berbagai jenis ukuran debu, seperti 10 mikron dengan kecepatan flow-
rate 20L/menit.
Low Volume Dust Sampler (LVDS), peralatan ini sama seperti LVAS
Personal Dust Sampler (PDS), alat ini berukuran kecil sehingga mudah
oleh alat ini adalah debu yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron.
Paru
pernafasan pada manusia terletak di dalam paru, fungsi paru sangat banyak bagi
kehidupan dan salah satu fungsi pentingnya adalah dalam penyarikan gas dan
partikel bercun yang terkandung dalam udara yang dihirup dan masuk ke dalam
tubuh seseorang, agar alveolus terlindungi dari zat-zat toksik yang dapat
harus sehat, apabila tidak memenuhi standar yang ditentukan maka akan
menimbulkan berbagai gangguan penyakit paru akibat kerja seperti stress yang
Menurut Sarpini, (2015) Paru teridiri dari saluran pernapasan atas, organ-
organ saluran atas terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea. Sedangkan,
pernapasan bawah terdiri dari trakea dan paru.Pernapasan atas dan pernapasan
bawah termasuk dalam semua sistem pernapasan dimulai dari hidung hingga ke
alveoli. Ketika dilakukan inspirasi udara ke dalam tubuh tahap awal akan masuk
melalui hidung setelah itu udara diteruskan ke rongga hidung untuk terjadi
penyaringan melalui rambu silia dan menyaring udara, udara tyang tersaring
diteruskan ke laring dan trakea. Setelah itu terdapat berupa dua cabang yang
dikenal bronkus kanan dan bronkus kiri. Di dalam alveolus selanjutnya udara akan
pernapasan.
tubuh, terdapat dua lubang yaitu cavum nassal dan terpisah oleh sekat hidung atau
septum nassal, dilapisi oleh selaput lendir yang terdapat banyak pembuluh-
sebagai penyaring utama udara dan penghangat udara bagi mukosa serta
sistem pencernaan, selain itu faring juga menjadi tempat pemisah antara makanan
dan udara. Mekanisme ketika udara masuk, udara akan masuk dan melewati ke
berfungsi saat kita menelan makanan untuk dapat melindungi laring, tersusun atas
tulang-tulang rawan.
sampai 20 cincin, diperoleh dari kaki kuda yang merupakan salh satu bentuk dari
10 cm, dibelakangnya terdapat jaringan ikat yang terlapis otot polos berfungsi
untuk mengeluarkan benda asing dari pernafasan, peran tersebut dilakukan oleh
sel-sel bersilia.
Setelah trakea selanjutnya ada bronkus, memiliki dua buah yang terletak
yang hampir sama dengan trakea serta sel yang sama juga, namun bedanya
terdapat pada bronkus yang mempunyai percabangan lebih kecil dan terdapat
organ yang memiliki dari dua organ yang memiliki bentuk seperti bunga kerang
memiliki keelastisan dan sangat lunak, posisinya terletak di dalam torak manusia
dengan sisi lain berdekatan dengan pusat kehidupan jantung dan pembuluh darah
Paru-Paru yang terletak di sebelah kanan dan memiliki dua fisura primer
dan sekunder yaitu Fisura oblique atau interlobularis primer adalah Daerah atas
sebagai awal dan kebelakang sampai ke hilus setinggi vertebra torakalis ke4 terus
kebawah dan kedepan searah dengan iga ke-6 sampai linie aksilaris media ke
ruang interkostal ke-6 memotong margo inferior setinggi artikulasi iga ke-6 dan
dari fisura oblique pada aksilaris media berjalan horizontal memotong margo
anterior pada artikulasio kosta kondralis keenam terus ke hilus. Fisura oblique
memisahkan lobus inferior dari lobus medius dan lobus posterior.Fisura horizontal
memisahkan lobus medius dari lobus superior. Dalam paru terdapat alveoli yang
Pada paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Fisura ini
membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus, yaitu Lobus superior, bagian
yang terletak di atas dan sebagian di depan fisura dan Lobus inferior, bagian yang
Fisiologi paru. Menurut Raharjoe (2004) dari segi fisiologi, terdapat dua
luar adalah tempat terjadinya pertukaran udara yang dihirup dan dihembuskan
tersusun oleh beberapa faktor-faktor penting yaitu, terdapat pada dinding dada
yang terdiri dari otot, saraf perfier dan tulang dada, serta terletak pada parenkim
paru yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah, alveoli dan saluran napas.
keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung hampir tanpa
Volume Tidal (Tidal Volume = TV) / Volume tidal adalah volume udara
masuk dan keluar pada pernapasan. Besarnya TV orang dewasa sebanyak ± 500
cadangan inspirasi adalah volume udara yang masih dapat dihirup kedalam paru
sesudah inspirasi biasa, besarnya IRV pada orang dewasa adalah 3000 ml.
Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan
dari paru sesudah ekspirasi biasa, besarnya ERV pada orang dewasa adalah± 1100
ml, dan Volume Residu (Residual Volume= RV) / Volume residu adalah jumlah
udara yang masih ada di dalam paru sesudah melakukan ekspirasi maksimal atau
cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (± 3500 ml) yang dapat dihirup
alun napas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara
ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru
Rata-rata kapasitas paru yang dapat dicapai pria dewasa muda kira-kira
4.600 cc dan pada wanita dewasa muda kira-kira 3.100 cc, walaupun volume ini
lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan yang sama daripada yang
lainnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru, selain
dari anatomi seseorang ialah: (1) posisi seseorang selama pengukuran kapasitas
vital paru, (2) kekuatan otot pernapasan, (3) pengembangan paru dan rangka dada
1. FVC. Kapasitas Vital Paksa (Forced Vital Capacity) adalah udara maksimum
tergantung pada usaha. Lebih tergantung pada daya kembang jalan nafas.
sangat penting, oleh karena hal ini sangat mempengaruhi hasil.Maka itu
dimulai. Hasil yang tercantum di alat spirometri yang berupa nilai - nilai
parameter uji tidak serta merta dapat diterima untuk dianalisa, harus terlebih
dahulu ditelaah kembali apakah cara – cara pemeriksaan sudah sesuai dengan
Berikut adalah kriteria-kriteria dimana uji tersebut dapat diterima hasilnya atau
hembusan nafas.
4. Keluarnya udara dari mulut dan hidung yang tidak ditutup pada sela-sela
Tabel 1
Keterangan :
penurunan rasio : FVC<70 persen akan selalu berkurang pada obstruktif dan
Gangguan aliran udara dapat disebabkan karena tertumpuk debu atau partikel
2. Restriktif
disitu sehingga jalan napas menyempit dan terjadi hambatan jalan udara
kerja. Paru memiliki fungsi penting untuk kehidupan, terjadi penurunan paru
pada individu dapat terjadi secara bertahap dan memiliki sifat kronis. Oleh karena
itu lama waktu kerja seseorang di lingkungan yang penuh debu sampai mengalami
keluhan pernafasan dipengaruhi oleh faktor- faktor yang bersifat internal, antara
lain :
dan pernafasan, serta akan menurun kembali dengan pertambahan usia. Kondisi
waktu yang telah dihabiskan dari perkerja mulai bekerja pertama kali sampai
sekarang, biasanya terbilang tahun. Kontak yang lama dengan sumber pencemar
tahun salah satu informasi yang diperlukan untuk menilai risiko terjadinya
gangguan kesehatan, semakin lama pekerja tersebut menghirup debu atau zat
terjadinya penyakit paru obstruktif pada petugas atau pekerja industri adalah
Sumamur (2009), seseorang yang bekerja >5 tahun memiliki risiko besar
mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan dengan orang yang bekerja <5
tahun. Semakin lama masa kerja seseorang dengan lingkungan kerja yang penuh
debu dan berpolusi maka akan lebih mudah seseorang mengalami penurunan
fungsi paru.
memiliki peran penting dalam kesehatan. Peran dari status gizi adalah secara tidak
antioksidan sebagai pencegah radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan
polusi.
dengan pergerkan toraks sehingga menganggu sifat mekanik dan diagframa serta
Penimbunan lemak dapat terjadi pada bagian tubuh manapun dari manusia.
Penumpukan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dinding dada bisa
Manifestasi klinis dan kompikasi yang sering ditemukan pada seseorang yang
obesitas yang berkaitan dengan paru antara lain, sindrom pickwickian dan infeksi
pada ketentuan FAO atau WHO, status gizi menentukan daya tahan terhadap
suatu kesehatan seseorang menurun atau meningkat serta dengn menghitung IMT
seseorang dapat mengetahui tubuh yang dimiliki sudah memiliki BB normal atau
dapat diterapkan untuk umur seseorang mulai dari delapan belas tahun keatas dan
tidak dapat menjadi acuan atau terapan oleh anak-anak, anak baru lahir/bayi, ibu
yang sedang mengandung dan atlit olahraga. Batas ambang IMT yang telah
berikut:
Tabel 2
Gemuk Gemuk Kelebihan Berat Badan Tingkat 25,1 – 27,0 > 27,0
Ringan Kelebihan Berat Badan Tingkat
Berat
Sumber : Depkes RI 2003
FEV1 lebih besar pada orang yang memiliki kebiasaan merokok, penurunan ini
normal 20 mili setiap tahunnya dan pada orang aktif merokok sebesar 50 mili
pertahun.
gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FVC,
merokok, dilihat dari jumlah rokok yang dihisap dan lamanya seseorang merokok,
kebiasaan menghisap minimal 4 batang rokok setiap harinya. Jenis- jenis perokok
APD yang memiliki fungsi sebagai penutup hidung dan mulut untuk mencegah
masuknya zat pencemar seperti partikel debu yang berbahaya di tempat kerja ke
Alat pelindung diri atau APD dapat didefinisikan sebagai alat yang
partikel (debu, kabut asap dan uap logam), pencemaran oleh gas atau uap
(Rijanto, 2011).
Untuk mencegah inhalasi bahaya kerja dalam bentuk debu/uap kerja, maka
mulut dan hidung harus ditutup oleh bahan yang dapat menyaring masuknya
yang masuk kedalam pernafasan. Masker ini biasanya terbuat dari kain.Sedangkan
respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap
Aspal
denganHotmix yaitu suatu campuran komposisi aspal seperti agrerat kasar halus
sampai dengan bahan pengisi aspal, harus dalam kondisi tinggi atau panas dan
diatur secara teknis. Aspal memliki warna kecokelatan kedap terhadap air, dan
lapangan terbang untuk laluan kenderaan mobil, motor, truk, pesawat dan
kenderaan lainnya yang memiliki masa mulai dari ringan- berat dalam segala
Unit produksi campuran aspal atau yang disebut sebagai asphalt mixing
plant (AMP) yaitu sepaket alat-alat mekanik dan elektronik untuk memanaskan
agrerat kasar dan halus, dimulai dari pengeringan dan pencampuran aspal
panas.Letak AMP harus pada lokasi yang menetap dan diizinkan apabila
berpindah lokasi.
digunakan untuk pembentukan lapisan pekerasan jalan adalah agrerat yaitu, 90-95
persen dari berat campuran pekerasan. Bahan pengikat seperti aspal dan semen
dipergunakan sebagai bahan pengikat agrerat agar terbentuk perkerasan kedap air.
Aspal adalah zat cair yang memiliki tekstur kental dengan banyak senyawa
hidrokarbon dan sedikit zat lainnya seperti klor, sulfur dan oksigen.Kandungan
yang paling utama terdapat pada aspal yaitu senyawa karbon jenuh tidak jenuh
serta aromatic sehingga mempunyai atom karbon 150 persetiap molekulnya, Bisa
Jenis aspal hotmix. Menurut Prima (2010) ada 6 jenis aspal, antara lain:
lapis pondasi atas konstruksi jalan dengan lalu lintas berat / Tinggi.
2. Binder Course (BC) dengan tebal minimum 4cm biasanya digunakan sebagai
6. Sand Sheet dengan tebal Maximum 2.8 cm biasanya digunakan untuk jalan
Hotmix adalah lapisan yang terdapat pada aspal tahan air, langsung bisa dilalui
sifat tahan beban dan nyaman bagi pengendara serta menerima gesekan dan beban
dari kenderaan.
Nilai Ambang Batas (NAB) kadar debu. Nilai Ambang Batas (NAB)
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari- hari untuk waktu tidak melebihhi 8
jam sehari atau 40 jam perminggu. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor 05 Tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja
yang didalamnya tercantum nilai ambang batas faktor fisika dan kimia di Tempat
Kerja yaitu tentang partikulat tidak terklasifikasi, partikulat inhalabel dengan nilai
Kerangka Teori
-Bahan-bahan Udara
baku pembuatan -Melalu inhalasi
Gangguan
aspal, seperti : pernapasan
agrerat halus
dan agrerat
kasar
-Hasil produksi
aspal
Kerangka Konsep
Paparan Debu
Karakteristik
Pekerja :
1. Umur
2. Lama Kerja
3. Masa Kerja
4. Indeks
masa tubuh
(IMT)
5. Kebiasaan
merokok
6. Penggunaan
APD
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada pengaruh Paparan Debu dan
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi,
dimana variabel bebas dan variabel terikat yang terjadi pada obyek penelitian
Umum Kota Medan yang terletak di Jalan Pinang Baris No. 114 Kecamatan
digunakan untuk mengambil sampel udara di lingkungan kerja AMP. Dari titik-
titik lokasi pengukuran yang ditentukan ini, pengambilan sampel udara akan
bahan baku dan tempat para pekerja beristirahat. Keempat titik tersebut
merupakan tempat yang selalu menjadi lokasi aktifitas para pekerja setiap harinya.
pengolahan data serta penyelesaian tesis yang dilakukan mulai bulan Januari
sampai dengan Agustus 2019. Pengukuran debu dan fungsi paru dilakukan pada
38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
yang bekerja di bagian produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota
1. Kriteria Inklusi
b. Pekerja yang terpapar dan tidak terpapar secara langsung dengan debu.
2. Kriteria Eksklusi
radang paru.
independen yaitu Paparan debu, umur, masa kerja, IMT, kebiasaan merokok dan
Penggunaan APD serta variabel dependen yaitu kapasitas fungsi paru pada
Definisi operasional
Tabel 3
Definisi Operasional
Sumber data. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer
yaitu data yang dikumpulkan melalui pengukuran langsung yang dilakukan oleh
Balai K3 Medan dengan melihat kadar debu dengan menggunakan alat PDS
kuesioner kepada para pekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Medan untuk
Data primer. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dan
berikut :
1. Kuesioner.
yang bekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota untuk mengetahui faktor-
faktor karakteristik dari pekerja seperti umur, indeks massa tubuh (IMT),
Metode Pengukuran
Sampler yaitu alat untuk mengukur banyaknya partikel debu yang berada di
dengan sensitivitas tinggi yang dirancang untuk ambien kualitas udara lingkungan
3. Pilih dan pasang impactor yang sesuai dengan ukuran partikulat. Terdapat
Pilih system options - Pilih extended options - Pilih size select : pilih ukuran
pilih waktu pengukuran. - Pilih run - Pilih continue - Pilih run - Pilih now 48
paparan dari sumber berbahaya di lingkungan tempat kerja yang berasal dari
Software Care Fusion Type BTL 08 untuk mendiagnosa adanya gangguan fungsi
paru yang kemungkinan dialami oleh pekerja. Dengan mengukur FVC dan FEV1
kapasitas fungsi paru dari para pekerja di Medan apakah masih normal atau
mengalami gangguan.
teknis antar lain flow range, akurasi dengan kecepatan 50 ml/det, kisaran colum,
sensor suhu, sensor kelembapan, frekuensi sampling dan perkiraan berat serta
dilengkapi oleh asesoris tambahan seperti kertas termal, klip hidung, pena untuk
penunjuk layar sentuh, sesnsor pakai ulang dengan masker dari plastic, dan table
2. Persiapan individu / pekerja yang akan diperiksa baik fisik maupun mental.
dilakukan.
saluran pernapasan, flu, asma, bronkitis, TB paru dan penyakit paru lainnya.
mulut tanpa ada udara melalui hidung dan celah bibir yang mengatup mouth
piece.
dengan cepat dan sekuatnya dihembuskan melalui alat peniup (mouth piece).
6. Hindari melakukan tes pada orang yang sedang flu atau pilek
7. Jika subjek mengenakan gigi palsu yang cukup longgar, sarankan untuk
oleh peneliti. Kuesioner digunakan pada saat kegiatan wawancara dengan para
pekerja yang bekerja di AMP Dinas Pekerjaan Umum Medan untuk mengetahui
karakteristik dari pekerja seperti umur, masa kerja, IMT dan kebiasaan merokok.
padamasing-masingvariabel
bebas dengan terikat dalam bentuk tabulasi silang sehingga diketahui jumlah dan
menggunakan uji chi square digunakan bila dalam populasi/sampel terdiri dua
atau lebih kelas data dan sampelnya besar. Ho ditolak apabila p value < 0,05 pada
analisis melihat pengaruh variabel bebas paling dominan yaitu kadar debu, umur,
masa kerja, IMT dan kebiasaan merokok dengan variabel terikat gangguan fungsi
Hasil Penelitian
tepatnya pada bagian AMP (Asphalt Mixing Plant) di Jalan Pinang Baris no.114
Berbatasan dengan :
digunakan untuk lapisan permukaan perkerasan jalan atau beton, agregat ini
yang diproduksi adalah agregat dengan ukuran 1, 1/2, ¾ inch, dan abu batu pada
sebagian di simpan pada bin-bin penampung bahan baku untuk pembuatan aspal
beton pada unit AMP (Aspal Mixing Plant), Batu- batu yang sudah sesuai dengan
46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
ukurannya dicampurkan ke dalam mesin AMP untuk dicampur dengan aspal cair,
150-200 oC, dalam pencampuran mesin harus selalu diawasi karena proses
memasukan batu dan yang lainnya masih memakai system manual. Aspal yang
sudah jadi langsung dimasukan ke dalam truk melalui saluran mesin untuk
Analisis Univariat
dari karakteristik responden, karakteristik responden terdiri dari umur, masa kerja,
Tabel 4
perkerja >30 tahun sebanyak 34 orang( 75,6%). Berdasarkan variabel diatas dari
45 orang pekerja memiliki masa kerja terbanyak >5 tahun sebanyak 41 orang
(91,1%). Berdasarkan variabel lama kerja per hari menunjukan bahwa sebanyak
23 orang (51,1%) memiliki > 8 jam kerja per hari.Selain lama kerja terdapat
petugas yang memiliki nilai IMT tidak normal (kurus atau gemuk).
Kota Medan menggunakan alat HVAS dengan metode grab sampling di 4 lokasi
kerja lingkungan kerja yang didalamnya tercantum nilai ambang batas faktor
fisika dan kimia di lingkungan kerja yaitu batas particulate debu inhalable yang
Pengukuran dilakukan dalam satu hari yaitu pada tanggal 9 Juli 2019
mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 16.30 WIB didapatkan hasil seperti tabel
berikut:
Tabel 5
Distribusi Kadar Debu (mg/ m3) pada Lokasi Asphalt Mixing Plant (AMP)
Lokasi Pengambilan Kadar debu Jumlah NAB Ket
Sampel (mg/m3) Pekerja (mg/m3)
AMP 7,0090 14 10 <NAB
Kantor AMP 8,1034 11 10 <NAB
Tempat Bahan Baku 4.3103 11 10 <NAB
Alat Berat 2,5860 9 10 <NAB
Keterangan : NAB (10mg/m3)
NAB yaitu <10 mg/m3, kadar debu di lokasi 1 yaitu AMP memiliki kadar debu 7
mg/m3, lokasi 2 yaitu di depan kantor AMP memiliki kadar8,10 mg/m3, lokasi ke
di lokasi 4 yaitu tempat penyimpanan alat berat sebesar 2,58 mg/m3. Kadar debu
tertinggi terdapat pada titik 2 yaitu kantor AMP sebesar 8,1034 mg/m3 dan kadar
pada lokasi AMP sebanyak 14 orang (32%), jumlah pekerja yang berada di area
kantor AMP dan tempat bahan baku sebanyak masing-masing 11orang(24%) dan
restriktif, obstruktif dan campuran. Hasil tersebut disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 6
mengalami gangguan pada kapasitas fungsi paru berupa restriktif, obstruktif dan
fungsi paru normal sebanyak 29 orang (64%). Dari 16 pekerja yang mengalami
gangguan fungsi paru terdapat 12 orang (27%) yang mengalami restriktif dan 4
Analisis Bivariat
variabel independen yang meliputi umur, lama kerja, masa kerja, kebiasaan
merokok, penggunaan alat pelindung diri, IMT dan paparan debu di udara ambien
dengan variabel dependen yaitu gangguan kapasitas fungsi paru pada petugas
produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Uji yang dilakukan
karakteristikpada taraf kemaknaan yaitu 95% atau nilai p<0,05, dan uji mann-
whitney untuk paparan debu. Adapun hasil analisis uji bivariat pada penelitian ini
Tabel 7
responden terhadap kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di AMP
Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dengan menggunakan uji fisher exact test
hubungan antara umur dengan kapasitas fungsi paru pada petugas produksi. Untuk
variable lama kerja berdasarkan jam perhari, didapatkan hasil dengan nilai p =
0,017 (p<0,05) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara lama kerja perhari
Berdasarkan uji analisis fisher exact test didapatkan hasil antara masa
kerja per tahun dengan kapasitas fungsi paru dengan nilai p= 1,000, artinya tidak
terdapat hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru, sedangkan
untuk analisis fisher exact test kebiasaan merokok dengan kapasitas fungsi paru
didapatkan hasil dengan nilai p= 0,008 (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara
antara penggunaan alat pelindung diri (ADP) didapatkan hasil menggunakan uji
fisher exact test dengan nilai p= 0,016 (p<0,05), hal tersebut menunjukan terdapat
hubungan antara IMT denga kapsitas fungsi paru diperoleh nilai p= 0,051
(p<0,05) artinya tidak memiliki hubungan antara IMT dengan kapsitas fungsi
paru.
fungsi paru :
Tabel 8
Hasil Uji Mann-Whitney antara Debu dengan Kapasitas Fungsi Paru pada
Petugas Produksi Aspal
value 0.013, nilai p tersebut <0,05 yang artinya terdapat hubungan antara paparan
debu dengan kapasitas fungsi paru pada petugas produksi aspal hotmix di AMP
Analisis Multivariat
Uji statistik dalam analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini
adalah regresi logistik dimana variabel dependen berupa variabel kategorik yang
besar risiko terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru. Variabel independen yang
independen yang memiliki nilai p<0.25, sehingga variabel yang memenuhi syarat
untuk masuk dalam regresi logistik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 9
Variabel p. value
Lama kerja 0,017
IMT 0,051
Kebiasaan merokok 0,008
Penggunaan APD 0,016
Paparan debu 0,013
kriteria analisis multivariat dapat dilihat berdasarkan nilai p pada hasil uji bivariat
dengan nilai p≤ 0,25. Variabel yang memenuhi kriteria adalah lama kerja, IMT,
alat pelindung diri dan kadar paparan debu) dilakukan analisis multivariat dengan
Tabel 10
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 10, pada tahap 1 diketahui bahwa
setelah variabel lama kerja, IMT, penggunaan APD, merokok dan paparandebu
nilai p yang paling besar yaitu p=0,133 sehingga IMT tidak dimasukkan dalam
tahap 2.
lama kerja, penggunaan APD, merokok dan paparan debu ternyata variabel
kebiasaan merokok memiliki nilai p yang paling besar yaitu p=0,088 sehingga
lama kerja, penggunaan APD, dan paparan debu, dapat dilihat variabel lama kerja,
penggunaan APD, dan paparan debu,memiliki nilai p<0,05 sehingga variabel lama
kerja, penggunaan APD, dan paparan debu, merupakan variabel yang paling
berpengaruh dalam penelitian ini dengan nilai Exp.B variabel lama kerja 45,840,
nilai Exp.B variabel penggunaan APD 72,933 dan nilai Exp.B paparan debu 0,372
1
p =
1+e-y
1
P = -(-4,228+4,290+3,825-0,989)
1+2,7
1
P =
1+2,7-(2,898)
1
P = x 100
1+0,06
1
P = x 100
1,06
P = 94,3%
Keterangan:
peluang adalah 94,3 persen, hal ini berarti paparan debu di lingkungan, lama kerja
kapasitas fungsi parupada petugas produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum
Kota Medan, sedangkan 5,7 persen dipengaruhi oleh faktor yang tidak diteliti.
Pembahasan
Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang antara umur
Responden memiliki umur yang beragam, namun pada penelitian ini umur
dikategorikan <30 tahun dan >30 tahun. Pada pekerja yang memiliki umur >30
tahun yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 13 orang (38,2%) dan
orang(27,3%).
Umur yang mengalami gangguan fungsi paru lebih banyak > 30 tahun
dibandingkan <30 tahun, karena penggunaan APD lebih banyak digunakan pada
umur < 30 tahun sebanyak 8 orang menggunakan APD hanya 3 orang tidak
menggunakan APD terdapat 20 orang. Oleh sebab itu, pada usia > 30 tahun lebih
Bustan (2002), pada individu normal terjadi perubahan fungsi paru secara
22-24 tahun terjadi pertumbuhan paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru
dimulai pada saat umur 30 tahun sehingga mengalami peurunan nilai FEV dan
Kapasitas paru manusia tidak hanya dipengaruhi oleh umur, tetapi ada faktor lain
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
yang dapat mempengaruhi kapasitas paru seperti masa kerja, lama kerja, indeks
massa tubuh (IMT), riwayat penyakit, kebiasaan merokok, ada responden berumur
muda dengan masa kerja lama memiliki kapasitas paru tidak normal, dan ada juga
responden berumur tua memiliki kapasitas paru normal meskipun masa kerjanya
kejadian kelainan fungsi paru. Hasil penelitian yang sejalan dengan penelitian ini
menunjukkan tidak ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan fungsi
paru.
Lama Kerja
kapasitas fungsi paru, dengan nilai p =0,017 dibawah nilai p<0,05lama kerja >8
sedangkan responden yang memiliki lama kerja perhari <8 jam yang memiliki
gangguan kapasitas paru sebanyak 4 orang (18,2%). Hasil uji multivariate untuk
menunjukan lama kerja memiliki pengaruh terhadap kapasitas fungsi paru dengan
nilai Exp B= 45,840 artinya pekerja yang memiliki jam kerja >8jam memiliki
risiko 45,840 kali mengalami gangguan fungsi paru. Lama kerja seseorang
biasanya 6-8 jam, namun pada penelitian ini ditemukan responden yang memiliki
jam kerja >8 jam. Petugas produksi aspal dari hasil wawancara mereka bekerja >
8 jam. Khususnya petugas produksi aspal yang bertugas memasak aspal mulai dari
tahap persiapan sampai hasil, karena dalam pembuatan aspal hotmix tidak boleh
responden yang memiliki jam kerja 8 jam mereka bertugas membawa aspal
hotmix yang sudah jadi ataupun supir alat-alat berat seperti truk, beko, untuk
Gangguan fungsi paru pada pekerja dapat dilihat juga dari lama kerja
dengan penggunaan APD, penggunaan APD pada lama kerja <8 jam lebih
sedangkan pada pekerja >8 jam hanya 4 orang dari 22 pekerja. Kejadian tersebut
dapat mendukung terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru lebih banyak dialami
terkait dengan perjalanan waktu memerlukan pertimbangan dari variabel ini dalam
menganalisis berbagai faktor yang berhubungan dengan tempat dan orang. Lama
paparan dibutuhkan untuk menilai lamanya waktu para pekerja terpapar partikel
debu. Paparan dengan waktu yang lama dan sering mengalami keluhan
(Khumaidah, 2009).
seseorang yang bekerja karena semakin lama terpapar, bahaya yang ditimbulkan
menyatakan bahwa semakin lama seseorang terpapar debu maka makin besar
kemungkinan untuk terjadi gangguan kapasitas paru. Penelitian ini sejalan dengan
kapasitas fungsi paru, karena lama paparan perhari memengaruhi jumlah debu
Masa Kerja
artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru,
dan masa kerja tidak memiliki pengaruh sebagai penyebab gangguan fungsi paru.
tahun sebanyak 15 orang (36,6%) yang memiliki gangguan pada paru dan 26
orang (63,4%) tidak mengalami gangguan kapasitas fungsi paru, dan masa kerja
dibawah <5 tahun yang mengalami gangguan fungsi paru hanya 1 orang (25,%)
waktu pekerja bekerja di bagian produksi aspal dari awal pekerjaan sampai waktu
gangguan fungsi paru para pekerja yang sudah bekerja > 5 tahun. Semakin lama
masa kerja seseorang dalam tahun maka semakin rendah nilai kapasitas fungsi
parunya yaitu <80 persen sehingga memiliki efek berupa restriktif, obstruktif dan
campuran.
masa kerja >5 tahun, tidak pernah menggunakan APD saat bekerja dari 41 orang,
30 orangnya tidak memakai APD dan jika dibandingkan dengan masa kerja<5
tahun, dari 4 orang hanya 1 yang tidak memakai APD dan 3 orang nya memakai
APD. Hal tersebut bisa menjadi masa salah satu faktor terjadinya masa kerja tidak
berhubungan dengan kapasitas fungsi paru. Karena massa kerja > 5tahun lebih
Masa kerja menentukan seberapa sering dan dalam waktu yang lama
seorang pekerja terkena debu.Variabel ini terkait dengan tingkat variabel debu,
karena semakin lama paparan yang diperoleh, semakin besar potensi akumulasi
adanya hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru dapat dijelaskan
karena waktu kerja pertahun tidak berarti nahwa paparan juga semakin besar.
yang hampir sama, namun para pekerja memiliki dosis papaan debu yang berbeda,
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Sumamur (2009), seseorang
yang bekerja >5 tahun memiliki risiko besar mengalami gangguan fungsi paru
dibandingkan dengan orang yang bekerja <5 tahun. Semakin lama masa kerja
seseorang dengan lingkungan kerja yang penuh debu dan berpolusi maka akan
Penggunaan APD
penggunaan APD dengan kapasitas paru di bagian produksi aspal dengan nilai
p=0,018 dan nilai Exp B = 72,933 artinya pekerja yang tidak menggunakan APD
dengan pekerja yang menggunakan APD. Alat pelindung diri yang dimaksud
Frekuensi pekerja yang memakai APD saat bekerja ada yang selalu,
sering, dan kadang-kadang memakainya. Pekerja yang selalu memakai APD saat
bekerja ditemukan tidak ada yang mengalami gangguan kapasitas fungsi paru,
sedangkan dengan frekuensi sering memakai ditemukan bahwa ada pekerja yang
disediakan merupakan masker biasa bukan yang seharusnya dipakai untuk pekerja
industry, namun masker yang sudah disiapkan tersebut tidak digunakan dengan
baik. Alasan tidak pernah memakai APD karena merasa tidak nyaman
memakainya sehinga sulit bernapas ketika bekerja, menganggu aktivitas dan tidak
biasa bukan masker yang seharusnya untuk mencegah masuknya debu kedalam
system pernafasan
tipe dan kegunaannya, untuk kasus ini masker yang digunakan dapat berupa
respirator yaitu gunanya untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut,
uap, gas dan bahan berbahaya lainnya. Respirator jenis mechanical filter respirator
parikel zat padat karena dilengkapi oleh filter untuk menangkap zat-zat padat
seperti debu. Filter di respirator initerbuat dari fiber glass atau wol dan serat
sintesis yang dilapisi oleh resin. Pemilihan filter (yaitu 95%, 99% atau 99,7%)
saringan yang lebih tinggi berarti kemampuan untuk menyaring partikel lebih
besar (NOISH,2007)
memiliki risiko yang sama terhadap kapasitas paru. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mengkidi bahwa adanya hubungan yang
gangguan fungsi paru pada pekerja. Penelitian ini sejalan dengan Aryuni (2014)
dengan kapasitas paru di Bagian Cement Mill PT. Semen Bosowa Maros.
Merokok
nilai p=0,008, nilai p didapatkan dari uji fisher exact test. Terdapat pekerja yang
mengalami penurunan fungsi paru, sedangkan dari 13 orang yang tidak merokok
merokok ini dimiliki pekerja dari sebelum bekerja di Dinas Pekerjaan Umum dan
dilakukan pekerja ketika saat bekerja memproduksi aspal ataupun sedang dalam
waktu luang. Berdasarkan hasil kuesioner pekerja yang merokok memiliki tingkat
perokok yang berbeda yaitu prokok ringan, sedang, dan berat. Kategori perokok
ringan yaitu memiliki kebiasaan menghisab 1-10 batang rokok perhari, perokok
sedang 10-20 batang perhari dan perokok berat> 20 batang. Pekerja cenderung
berat hanya 1 orang dari 3 orang dan perokok ringan sebanyak 3 orang, sebagian
besar orang yang memiliki gangguan kapasitas fungsi paru merupakan perokok
sedang.
pekerja tidak memakai APD, karena dari 31 orang merokok hanya 6 orang yang
memakai APD sedangkan lebih banyak pada perokok yang tidak memakai APD.
pernapasan dan jaringan paru. Apabila kondisi lingkungan kerja seorang perokok
gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FVC,
dan FEV1) (Karabella, 2011). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan
paru akan mulai terjadi perubahan pada saluran napas kecil, semakin sering
merokok dan lama makan akan mengalami perubahan fisiologi pada paru-paru
terhadap kapasitas fungsi paru dengan nilai p=0,005. Jumlah batang rokok 1-10
VEP1/KVP.
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru pada
kapasitas fungsi paru dengan nilai p=0,051, Responden yang memiliki IMT
dibawah atau diatas normal sebanyak 25 orang, dari 25 orang yang mengalami
gangguan fungsi paru sebanyak 12 orang (48,0%) dan responden yang memiliki
fungsi paru. Kapasitas fungsi paru yang dialami lebih banyak pada IMT yang
tidak normal,hal tersebut terjadi karena pekerja yang memiliki nilai IMT lebih
berada pada titik lokasi kerja yang memiliki kadar debu paling tinggi. Sebanyak
16 orang yang lebih lama berada pada titik lokasi produksi AMP dengan kadar
debu 7,00-8,10 mg/m3, sedangkan pekerja yang memiliki IMT normal hanya 9
orang yang berada pada lokasi tinggi kadar debu di area AMP tersebut.
kesehatan. Peran dari status gizi adalah secara tidak langsung seperti pada
peran penting gizi terhadap fungsi paru, terutama berkaitan dengan konsumsi zat
lemak tubuh terutama di bagian tubuh atas, ditemukan memiliki hubungan dengan
Penimbunan lemak dapat terjadi pada bagian tubuh manapun dari manusia.
Penumpukan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dinding dada bisa
menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kapasitas fungsi
paru, berbeda dengan teori (almatsier, 2000), status gizi akan menentukan
anatomis seseorang.
Paparan Debu
menunjukan adanya hubungan antara paparan debu dengan kapastitas paru pada
petugas produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Hasil
menggunakan uji regresi logistic menunjukan nilai p=0,014 artinya paparan debu
memiliki pengaruh dengan kapasitas fungsi paru dengan nilai Exp B =0,372
pekerja yang berada pada lokasi dengan konstrasi debu tinggi berpengaruh 0,372
kali mengalami gangguan fungsi paru. Berdasarkan hasil pengukuran kadar debu
TSP di area AMP Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan didapatkan nilai dibawah
nilai ambang batas faktor fisika dan kimia di lingkungan kerja yaitu batas
dibawah NAB dengan kadar debu tertinggi 8.10 mg/m3 dan kadar terendah
sebesar 2.21 mg/m3. Dari 4 titik lokasi pengukuran yang dipilih merupakan
tersebut. Titik produksi aspal merupakan titik dengan nilai kadar debu yang paling
tinggi yaitu 8,10 mg/m3 dengan jumlah pekerja sebanyak 13 orang, titik kedua
merupakan kantor AMP terletak disebelah unit produksi memiliki kadar debu 7,00
sebanyak 13 orang, titik ketiga tempat penyimpanan bahan baku merupakan titik
tempat batu-batu pecah dengan kadar debu 4, sebanyak 11 orang dan titik kempat
tempat para supir beristirahat dan penyimpanan alat berat sebanyak 11 orang.
lokasi yang memiliki kadar debu tinggi yaitu 8,10 mg/m3 sebanyak 8 orang
pekerja yang mengalami sedangkan yang tidak mengalami gangguan fungsi paru
hanya 4 orang. Penurunan fungsi paru juga didukung oleh penggunaan masker
pada pekerja yang lebih memiliki risiko dengan tempat kerja yang memiliki kadar
debu tinggi seperti di titik lokasi AMP, karena dari hasil analisis penggunaan
masker saat bekerja lebih banyak dignakan pada pekerja yang tidak terlalu
Debu yang diukur di AMP adalah debu TSP, debu TSP yang dimaksud
adalah debu yang berukuran <1 mikro sampai dengan maksimal 500 mikro.Jenis
debu di tempat produksi aspal ini adalah Respirable dust, yaitupartikel debu yang
pengukuran debu di lokasi bisa karena faktor suhu udara dan kelembapan.Ketika
dilakukan pengukuran kondisi cuaca cukup tidak panas dan sedang hujan dengan
kelembapan 290C sampai 300C, pengukuran mulai dilakukan pada saat pagi hari
ketika titik puncak dari produksi aspal belum terpenuhi. Menurut Fardiaz (2010)
kecapatan angin dan suhu selama proses produksi memengaruhi polusi udara,
suhu yang rendah dapat mengurangi tingkat polusi pada suatu tempat.
Polusi udara khususnya debu dari hasil produksi aspal tersebut bersifat
respirable dimana ukuran debu dapat terhirup dan masuk ke dalam tubuh manusia.
Debu tersebut berasal dari bahan-bahan baku pembuatan aspal seperti agrerat
kasar dan halus, proses pemecahan batu menjadi batu pecah, serta dari proses
encampuran bahan bahan baku dengan aspal cair. Debu yang dihasilkan dapat
masuk ke saluran pernafasan dan tertahan di saluran nafas maupun menimbun dari
saluran nafas kecil atau bronkhiolus terminalis sampai ke dalam alveoli atau
fungsi paru. Gangguan fungsi paru dari hasil pemeriksaan kapasitas fungsi paru
didapatkan berupa restriktif, obstruktif dan campuran dengan nilai FVC dibawah
<80 persen. Nilai FVC terendah dialami oleh responden dengan nilai pengukuran
kapasitas fungsi paru jenis restriktif, yaitu nilai dari FVC paru <80 persen, nilai
mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada sesekali dan batuk yang terus-
menerus dialami. Hasil tabulasi silang menunjukkan dari 16 orang pekerja yang
Keluhan yang banyak dialami pekerja akibat penurunan fungsi paru berupa batuk
Hal ini sesuai dengan National Institute For Occupational Safety and
Health (NIOSH, 2011) dan hasil penelitian yang dilakukan nilai debu dibawah
NAB juga dapat menyebabkan penurunan kapasitas fungsi paru. Bila tenaga kerja
terpapar cukup lama oleh debu, risiko yang dapat lebih terjadi ketika kadar debu
yang diatas NAB kemungkinan besar akan timbul gangguan saluran pernapasan.
Pada penyakit paru restriktif oleh karena debu tertumpuk di saluran napas
menyempit dan terjadi hambatan jalan udara (obstruktif) dan disini terjadi
fibrosis pada paru dan berakibat adanya penurunan elastisitas dan pengembangan
paru sehingga alveoli mengalami beban kerja pernafasan yang sangat kuat, untuk
mengatasi daya elastisitas diperlukan nafas yang cepat dan dangkal. Pernafasan
(Khusna,2009)
Implikasi Penelitian
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pekerja produksi aspal ada
yang bekerja >8 jam per/hari. Informasi ini memberikan implikasi agar Dinas
Pekerjaan Umum memerhatikan jam kerja, atau merotasi pekerja dengan pekerja
yang memiliki jam kerja <8 jam/hari. Informasi ini memberikan implikasi dan
menjadi perhatian bagi Dinas terkait dan para pekerja untuk selalu patuh
dengan alasan tidak nyaman, hal tersebut berpengaruh dalam penurunan kapasitas
Kota Medan untuk memberikan penyuluhan dan menyediakan APD yang sesuai
Keterbatasan Penelitian
peneliti tidak bisa melakukan wawancara yang lebih mendalam agar mendapatkan
informasi dan hasil yang maksimal.Penelitian ini tidak dapat dilakukan di banyak
lokasi untuk pengukuran debu dan pemeriksaan kapasitas fungsi paru pada semua
pekerja di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan karena keterbatasan alat dan dana
dalam penelitian.
Kesimpulan
perkerja >30 tahun sebanyak 34 orang (75,6%), sebagian besar masa kerja
terbanyak >5 tahun sebanyak 41 orang (91,1%), sebagian besar lama kerja per
hari >8 jam sebanyak 23 orang (51,1%), sebagian besar pekerja memiliki
menggunakan APD saat kerja 32 orang (71,1%) dan sebagian pekerja memiliki
ditemukan nilai dibawah NAB. Jumlah kadar debu tertinggi yaitu 8,10 mg/m3
terletak pada lokasi titik produksi, sedangkan terendah terletak pada tempat
pelindung diri dan paparan debu terhadap gangguan kapasitas fungsi, sedangkan
variable yang tidak memiliki pengaruh yaitu antara umur, masa kerja, IMT, dan
merokok terhadap gangguan kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di
terhadap gangguan kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di AMP
71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dengan nilai Exp.(B)= 72,933; yang berarti
bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD berpengaruh sebesar 72,933 kali
APD.
Saran
aspal hotmix tentang pentingnya memakai APD (masker) secara rutin bagi
kesehatan, dan menyediakan APD yang tepat seperti respirator. Selain itu
perlunya dilakukan pemantauan dan pengendalian terhadap kadar debu agar tidak
alat penghisab debu (dust collector dan electrostatic precipitator). Dinas terkait
harus mengkaji ulang tentang mesin AMP, menyediakan tempat yang lebih luas,
tinggi minimal 3 meter. Untuk petugas yang sudah mengalami gangguan fungsi
paru, agar ditangani dengan meminimalisir kadar debu terhirup dengan mengatur
jam kerja dan memberikan pertukaran unit kerja/ mutasi, serta dilakukan
pemeriksaan kapasitas fungsi paru pada petugas produksi aspal hotmix secara
kontinyu.
kapasitas fungsi paru pada pekerja produksi aspal di AMP Dinas Pekerjaan
selanjutnya.
Daftar Pustaka
Aryuni, S. (2014). Hubungan kadar debu dengan kapasitas paru pada tenaga kerja
di bagian cement mill PT.Semen Bosowa Maros. Jurnal FKM Unhas
Makassar.5(8), 1-10.
Bustan MN. (2000). Epidemologi penyakit tidak menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan RI. (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Diakses
dari https://www.openlibrary.org.go.id.
Gold D., Wpij XW. (2005). Effect of cigarate smoking on lung function in
adolescent boys and girls. Journal N Engl Med. 35(13):931-972.
Grandjean, E. (1993). Fitting the Task to the Man, 4th ed. London: Taylor &
Francis Inc.
Guyton, A.,Hall J.E. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran (Edisi ke-9). Jakarta:
EGC.
Junaidi. (2002). Analisis kuantitatif kadar debu PT. Semen Andalas Indonesia di
Lingkungan AKL DEPKES RI Banda Aceh (Skripsi, Fakultas Kesehatan
73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
Khairuna Nisa. (2015). Pengaruh kebiasaan merokok terhadap fungsi paru pada
pegawai pria di Gedung Rektorat Universitas Lampung. E-jurnal
jpkedokterandd150180, 5(9), 38-42.
Sarpini, R. (2015). Anatomi dan fisiologi tubuh manusia (Cetakan ketiga). Bogor:
Penerbit In Media.
Setiati, S. (2014). Ilmu penyakit dalam jilid II (Cetakan Pertama), Jakarta: Interna
Publishing.
Suma’mur, PK. (2009). Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Gunung
Agung.
Syaifuddin. (1997). Anatomi dan fisiologi untuk siswa perawat. Jakarta: EGC.
2. Jenis kelamin :
3. Umur :
4. Pendidikan terakhir :
8. Berat Badan : kg
9. Tinggi Badan : cm
1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
KELUHAN PERNAPASAN
1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2.Tidak
Batuk-batuk : 1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
Frequency Table
kategori umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >=30 tahun 34 75,6 75,6 75,6
<30 tahun 11 24,4 24,4 100,0
Total 45 100,0 100,0
kategori imt
Cumulativ
Frequency Percent Valid Percent e Percent
Valid kurus dan gemuk 25 55,6 55,6 55,6
normal 20 44,4 44,4 100,0
Total 45 100,0 100,0
APD
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TIDAK 32 71,1 71,1 71,1
YA 13 28,9 28,9 100,0
Total 45 100,0 100,0
kategori debu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2,59 10 22,2 22,2 22,2
4,31 11 24,4 24,4 46,7
7,00 12 26,7 26,7 73,3
8,10 12 26,7 26,7 100,0
Total 45 100,0 100,0
Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid YA 31 68,9 68,9 68,9
TIDAK 14 31,1 31,1 100,0
Total 45 100,0 100,0
kapasitas paru
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ada gangguan 16 35,6 35,6 35,6
tidak ada gangguan 29 64,4 64,4 100,0
Total 45 100,0 100,0
Crosstabs
Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori >=30 Count 13 21 34
umur tahun Expected Count 12,1 21,9 34,0
% within kategori umur 38,2% 61,8% 100,0%
% within kapasitas paru 81,3% 72,4% 75,6%
<30 Count 3 8 11
tahun Expected Count 3,9 7,1 11,0
% within kategori umur 27,3% 72,7% 100,0%
% within kapasitas paru 18,8% 27,6% 24,4%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori umur 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,436 1 ,509
Continuity Correctionb ,089 1 ,766
Likelihood Ratio ,449 1 ,503
Fisher's Exact Test ,720 ,390
Linear-by-Linear ,426 1 ,514
Association
N of Valid Cases 45
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 3,91.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori 1,651 ,370 7,371
umur (>=30 tahun / <30
tahun)
Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori >5 tahun Count 15 26 41
masa Expected Count 14,6 26,4 41,0
kerjaa % within kategori masa 36,6% 63,4% 100,0%
kerjaa
% within kapasitas paru 93,8% 89,7% 91,1%
<5 tahun Count 1 3 4
Expected Count 1,4 2,6 4,0
% within kategori masa 25,0% 75,0% 100,0%
kerjaa
% within kapasitas paru 6,3% 10,3% 8,9%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori masa 35,6% 64,4% 100,0%
kerjaa
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,213 1 ,644
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,225 1 ,636
Fisher's Exact Test 1,000 ,552
Linear-by-Linear ,209 1 ,648
Association
N of Valid Cases 45
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1,42.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori 1,731 ,165 18,161
masa kerjaa (>5 tahun / <5
tahun)
For cohort kapasitas paru 1,463 ,256 8,376
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,846 ,459 1,559
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45
Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori <=5 Count 1 3 4
masa kerja tahun Expected Count 1,4 2,6 4,0
% within kategori masa 25,0% 75,0% 100,0%
kerja
% within kapasitas paru 6,3% 10,3% 8,9%
>5 tahunCount 15 26 41
Expected Count 14,6 26,4 41,0
% within kategori masa 36,6% 63,4% 100,0%
kerja
% within kapasitas paru 93,8% 89,7% 91,1%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori masa 35,6% 64,4% 100,0%
kerja
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,213 1 ,644
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,225 1 ,636
Fisher's Exact Test 1,000 ,552
Linear-by-Linear ,209 1 ,648
Association
N of Valid Cases 45
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1,42.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori >=8 jam Count 12 11 23
lama Expected Count 8,2 14,8 23,0
keja % within kategori lama 52,2% 47,8% 100,0%
keja
% within kapasitas paru 75,0% 37,9% 51,1%
<8 jam Count 4 18 22
Expected Count 7,8 14,2 22,0
% within kategori lama 18,2% 81,8% 100,0%
keja
% within kapasitas paru 25,0% 62,1% 48,9%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori lama 35,6% 64,4% 100,0%
keja
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5,670 1 ,017
Continuity Correctionb 4,284 1 ,038
Likelihood Ratio 5,870 1 ,015
Fisher's Exact Test ,029 ,018
Linear-by-Linear 5,544 1 ,019
Association
N of Valid Cases 45
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5,670 1 ,017
Continuity Correctionb 4,284 1 ,038
Likelihood Ratio 5,870 1 ,015
Fisher's Exact Test ,029 ,018
Linear-by-Linear 5,544 1 ,019
Association
N of Valid Cases 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,82.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori 4,909 1,263 19,081
lama keja (>=8 jam / <8
jam)
For cohort kapasitas paru 2,870 1,089 7,562
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,585 ,365 ,935
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45
Crosstab
kapasitas paru
Ada tidak ada
gangguan gangguan Total
kategori kurus dan Count 12 13 25
imt gemuk Expected Count 8,9 16,1 25,0
% within kategori imt 48,0% 52,0% 100,0%
% within kapasitas paru 75,0% 44,8% 55,6%
normal Count 4 16 20
Expected Count 7,1 12,9 20,0
% within kategori imt 20,0% 80,0% 100,0%
% within kapasitas paru 25,0% 55,2% 44,4%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within kategori imt 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3,802 1 ,051
Continuity Correctionb 2,678 1 ,102
Likelihood Ratio 3,940 1 ,047
Fisher's Exact Test ,066 ,050
Linear-by-Linear 3,717 1 ,054
Association
N of Valid Cases 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,11.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori imt 3,692 ,959 14,209
(kurus dan gemuk / normal)
For cohort kapasitas paru 2,400 ,913 6,311
= Ada gangguan
Crosstab
kapasitas paru
tidak ada
Ada gangguan gangguan Total
APD TIDAK Count 15 17 32
Expected Count 11,4 20,6 32,0
% within APD 46,9% 53,1% 100,0%
% within kapasitas paru 93,8% 58,6% 71,1%
YA Count 1 12 13
Expected Count 4,6 8,4 13,0
% within APD 7,7% 92,3% 100,0%
% within kapasitas paru 6,3% 41,4% 28,9%
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within APD 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas paru 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6,194 1 ,013
Continuity Correctionb 4,602 1 ,032
Likelihood Ratio 7,286 1 ,007
Fisher's Exact Test ,016 ,012
Linear-by-Linear 6,056 1 ,014
Association
N of Valid Cases 45
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4,62.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for APD 10,588 1,227 91,346
(TIDAK / YA)
For cohort kapasitas paru 6,094 ,894 41,518
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,576 ,401 ,826
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45
Crosstab
kapasitas paru
tidak ada
Ada gangguan gangguan Total
Meroko YA Count 15 16 31
k Expected Count 11,0 20,0 31,0
% within Merokok 48,4% 51,6% 100,0%
% within kapasitas 93,8% 55,2% 68,9%
paru
TIDAK Count 1 13 14
Expected Count 5,0 9,0 14,0
% within Merokok 7,1% 92,9% 100,0%
% within kapasitas 6,3% 44,8% 31,1%
paru
Total Count 16 29 45
Expected Count 16,0 29,0 45,0
% within Merokok 35,6% 64,4% 100,0%
% within kapasitas 100,0% 100,0% 100,0%
paru
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7,160 1 ,007
Continuity Correctionb 5,473 1 ,019
Likelihood Ratio 8,426 1 ,004
Fisher's Exact Test ,008 ,007
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Merokok 12,188 1,416 104,887
(YA / TIDAK)
For cohort kapasitas paru 6,774 ,990 46,361
= Ada gangguan
For cohort kapasitas paru ,556 ,384 ,805
= tidak ada gangguan
N of Valid Cases 45
Explore
Descriptives
Std.
kapasitas paru Statistic Error
kategori Ada Mean 6,6625 ,50508
debu gangguan 95% Confidence Lower Bound 5,5859
Interval for Mean Upper Bound 7,7391
5% Trimmed Mean 6,8089
Median 7,5500
Variance 4,082
Std. Deviation 2,02033
Minimum 2,59
Maximum 8,10
Range 5,51
Interquartile Range 3,12
Skewness -1,268 ,564
Kurtosis ,152 1,091
tidak ada Mean 5,1003 ,38586
gangguan 95% Confidence Lower Bound 4,3099
Interval for Mean Upper Bound 5,8907
5% Trimmed Mean 5,0732
Median 4,3100
Variance 4,318
Std. Deviation 2,07793
Minimum 2,59
Maximum 8,10
Range 5,51
Interquartile Range 4,41
Skewness ,136 ,434
Kurtosis -1,572 ,845
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
kapasitas paru Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kategori Ada gangguan ,316 16 ,000 ,721 16 ,000
debu tidak ada ,234 29 ,000 ,838 29 ,000
gangguan
a. Lilliefors Significance Correction
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
kapasitas paru N Mean Rank Sum of Ranks
kategori debu Ada gangguan 16 29,31 469,00
tidak ada gangguan 29 19,52 566,00
Total 45
Test Statisticsa
kategori debu
Mann-Whitney U 131,000
Wilcoxon W 566,000
Z -2,474
Asymp. Sig. (2- ,013
tailed)
a. Grouping Variable: kapasitas paru
Logistic Regression
Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
a
1 25,009 ,526 ,722
2 27,652a ,497 ,683
a. Estimation terminated at iteration number 7
because parameter estimates changed by less than
,001.
Classification Tablea
Predicted
kapasitas paru
Ada tidak ada Percentage
Observed gangguan gangguan Correct
Step 1 kapasitas paru Ada gangguan 13 3 81,3
tidak ada gangguan 3 26 89,7
Overall Percentage 86,7
Step 2 kapasitas paru Ada gangguan 13 3 81,3
tidak ada gangguan 5 24 82,8
Overall Percentage 82,2
a. The cut value is ,500
Logistic Regression
Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
a
1 31,410 ,453 ,623
Model Summary
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
a
1 31,410 ,453 ,623
a. Estimation terminated at iteration number 7
because parameter estimates changed by less than
,001.
Classification Tablea
Predicted
kapasitas paru
tidak ada Percentage
Observed Ada gangguan gangguan Correct
Step 1 kapasitas paru Ada gangguan 11 5 68,8
tidak ada gangguan 5 24 82,8
Overall Percentage 77,8
a. The cut value is ,500
Lampiran 8. Surat Balasan Permohonan Izin Penelitian dan Selesai Penelitian dari
Dinas pekerjaan Umum Kota Medan