Anda di halaman 1dari 267

UNIVERSITAS INDONESIA

PERANCANGAN SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH UNTUK


MELAYANI FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
INDONESIA DENGAN SLOW SAND FILTER BERMEDIAKAN
PASIR SILIKA DAN KARBON AKTIF YANG EFEKTIF DALAM
MENGHILANGKAN PARAMETER BESI, MANGAN, DAN FEKAL
KOLIFORM

SKRIPSI

ADRIAN WASISTOADI BUDIARTO


1606885990

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPOK
JULI 2020
UNIVERSITAS INDONESIA

PERANCANGAN SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH UNTUK


MELAYANI FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
INDONESIA DENGAN SLOW SAND FILTER BERMEDIAKAN
PASIR SILIKA DAN KARBON AKTIF YANG EFEKTIF DALAM
MENGHILANGKAN PARAMETER BESI, MANGAN, DAN FEKAL
KOLIFORM

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

ADRIAN WASISTOADI BUDIARTO


1606885990

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPOK
JULI 2020
UNIVERSITAS INDONESIA

THE DESIGN OF WATER TREATMENT SYSTEM CONTAINS


SLOW SAND FILTER WITH SILICA SAND AND ACTIVATED
CARBON KNOWN EFFECTIVE TO REDUCE IRON,
MANGANESE, AND FECAL COLIFORM CONCENTRATION TO
SERVE THE FACULTY OF NURSING IN UNIVERSITY OF
INDONESIA

FINAL REPORT
Submitted as a partial fulfilment of the requirement for the degree of Bachelor of
Engineering

ADRIAN WASISTOADI BUDIARTO


1606885990

FACULTY OF ENGINEERING
ENVIRONMENTAL ENGINEERING MAJOR
DEPOK
JULY 2020
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

i
Universitas Indonesia
STATEMENT OF ORIGINALITY

ii
Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN

iii
Universitas Indonesia
STATEMENT OF LEGITIMATION

iv
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
berkatNya, penyusunan skripsi ini dapat dijalankan tanpa kurang suatu apapun dan
diselesaikan tepat waktu. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mendapatkan
gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Lingkungan di Fakultas Teknik Universitas
Indonesia. Dalam penyusunan skripsi ini, saya dibantu oleh beberapa pihak dan orang
dalam bentuk materi, bimbingan, doa, harapan, dan dukungan. Maka dari itu, saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Djoko Mulyo Hartono, S.E., M. Eng dan Ir. Irma Gusniani, M. Sc sebagai
dosen pembimbing yang senantiasa bersedia untuk membimbing dan memberikan
saran dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. R. M. Sandyanto Adityosulindro, S.T, M.T dan Dr. Nyoman Suwartha, S.T, M.T,
M.Agr sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik, feedback, dan saran
yang membangun untuk skripsi ini.
3. Papa, Mama, Dik Alex, Dik Andre dan keluarga yang tak henti-hentinya memberikan
doa, dukungan, dan cinta kepada saya.
4. Fairuz Tsania, selaku sahabat saya baik dalam kehidupan perkuliahan dan rekan
dalam topik skripsi slow sand filter ini.
5. Erdwin Hendriyanto Saputra dan Hamid Dewa Saputra selaku rekan dalam topik
skripsi slow sand filter ini.
6. Teman-teman DTS UI 2016 basis Bekasi, yaitu Farras Ammar, Jodi Noor, Rizky
Rizacky, Muhammad Luthfi, Dhavin Ariza, dan Radhitya Abiyoga yang telah
menjadi rekan berolahraga di saat kesibukan kuliah.
7. Bapak Tri, Bapak Dwipa dan Bapak Hasan, petugas kosan saya yang telah menjaga
kosan tempat saya tinggal dengan baik.
8. Atica Chairunnisa dan Gladys Indri Putri, sebagai sosok kakak dan teman bertukar
cerita selama perkuliahan saya.
9. Ainayya Salsabiyla, Cantika Rahmalia Putri, Virly Aswirta, Arma Oktaviani, Kintari
Faza, Safirra Tista, Abdurrahman Munif, Rafly Muhammad Fajar, Dicky Alamsyah,
Jafar Waliyudin, Jaffar Gibrani, Visionta, Deborah Sotya Larasati dan Benedicta
Vanessa, selaku sahabat dan teman dekat saya sejak awal masa perkuliahan hingga
saat ini.

v
Universitas Indonesia
10. Kak Inas Sharfina Rahmah, Alya Hafidza dan Benna Febrysha Azzahra, selaku
kakak dan saudara asuh saya selama berkuliah di DTS UI.
11. Peer Group Werewolf, yang senantiasa menjadi tempat untuk berkumpul dan
berkeluh kesah saya ketika mengalami kesulitan dalam masa perkuliahan dan
penyusunan seminar skripsi ini.
12. Teuku Rizki Reynaldy, Primetta Tatiana, Klemens Ryan, Gabby Jesica Abigail, dan
Putri Amelia sebagai adik asuh kesayangan saya di DTS UI.
13. Rizkia Afra dan Rachelya Olivya Kartika, juga merupakan adik kesayangan di DTS
UI yang selalu memberikan dukungan dan doa.
14. Seluruh sahabat dan teman-teman dari Program Studi Teknik Lingkungan dan
Teknik Sipil UI 2016 atas masa perkuliahan yang indah dilakukan bersama-sama.
15. Seluruh pihak yang telah membantu dalam bentuk apapun, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu namanya.
Saya menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, saya memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam skripsi yang telah
saya susun ini. Harapannya, penyusunan skripsi ini mendapatkan saran, kritik, dan
masukan yang membangun agar menjadi lebih baik, sehingga menjadi bermanfaat bagi
pembaca dan pihak lain yang membutuhkannya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan semoga Tuhan
memberkati kita semua.

Depok, 3 Juli 2020

Penulis

vi
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Adrian Wasistoadi Budiarto
NPM : 1606885990
Program Studi : Teknik Lingkungan
Departemen : Teknik Sipil
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Perancangan Sistem Pengolahan Air Bersih untuk Melayani Fakultas Ilmu


Keperawatan Universitas Indonesia dengan Slow Sand Filter Bermediakan Pasir
Silika dan Karbon Aktif yang Efektif dalam Menghilangkan Parameter Besi,
Mangan, dan Fekal Koliform”

Bersama dengan perangkat lainnya. Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini,
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 Juli 2020

vii
Universitas Indonesia
ABSTRAK

Nama : Adrian Wasistoadi Budiarto


Program Studi : Teknik Lingkungan
Judul : Perancangan Sistem Pengolahan Air Bersih untuk Melayani Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan Slow Sand Filter
Bermediakan Pasir Silika dan Karbon Aktif yang Efektif dalam
Menghilangkan Parameter Besi, Mangan, dan Fekal Koliform
Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Djoko M. Hartono, SE, M.Eng. & Ir. Irma Gusniani, M.Sc.

Air merupakan suatu senyawa yang penting dalam aspek kehidupan manusia,
salah satunya dalam dunia pendidikan. Sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia,
Universitas Indonesia tidak hanya menyediakan air bersih saja, tetapi juga berusaha untuk
meminimalisir dan menghemat air tersebut, terutama menghindari penggunaan sumber
air tanah, seperti tercantum di UI GreenMetric kategori air bersih. Namun, salah satu
fakultas universitas tersebut, yakni Fakultas Ilmu Keperawatan UI (FIK UI)
menggunakan air tanah sebagai sumber utama air bersih mereka dengan jumlah
pemakaian yang masif, yaitu sebesar 2.115.240 liter pada tahun 2018 dan 2.010.960 liter
pada tahun 2019 menurut Koordinator Fasilitas Gedung Pendidikan & Laboratorium FIK
UI. Agar mencapai tujuan UI GreenMetric, FIK UI perlu mencari sumber air alternatif
untuk mengurangi bahkan menghindari penggunaan air tanah, misalnya menggunakan air
permukaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sebuah sistem pengolahan air
bersih dengan menggunakan sumber air dari danau Agathis UI untuk melayani FIK UI
hingga tahun 2042. Unit operasi yang jadi fokus utama adalah filtrasi jenis slow sand
filter dengan media pasir silika dan karbon aktif berbutir, yang diketahui efektif dalam
menghilangkan kadar besi, mangan, dan fekal koliform sebagai parameter utama dalam
Permenkes RI no. 492/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Kebutuhan air
bersih FIK UI hingga tahun 2042 diproyeksikan mencapai 2,82 L/detik. Unit
operasi/proses utama yang digunakan pada IPAM tersebut adalah intake, saluran
transmisi, slow sand filter, desinfeksi dan reservoir. Perancangan sistem tersebut
dilakukan dengan mengandalkan literatur dan standar yang berlaku, terutama dalam
menentukan efisiensi penghilangan tiga parameter yang telah disebutkan dari unit slow
sand filter. Berdasarkan hasil tinjauan dan penggabungan kesimpulan dari beberapa
literatur, jurnal, dan hasil eksperimen, slow sand filter pada sistem pengolahan air bersih
rancangan ini dapat mencapai efisiensi penghilangan besi sebesar 95,07%; mangan
sebesar 97,09%; dan fekal koliform sebesar 99% apabila filter tersebut memiliki
ketebalan media pasir silika sebesar 60 cm dan karbon aktif berbutir sebesar 40 cm.
Dihasilkan desain IPAM dengan satu unit intake, dua unit suction well dengan dua unit
pompa sentrifugal, satu saluran transmisi, dua unit slow sand filter, satu unit desinfeksi
dan reservoir, serta dua unit pencucian media filter yang dapat melayani FIK UI dengan
debit 3,8 L/s hingga tahun 2042.

Kata Kunci: Slow Sand Filter, Besi, Mangan, Fekal Koliform, Perancangan, Sistem
Pengolahan Air Bersih, Air Permukaan.

viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Adrian Wasistoadi Budiarto
Study Major : Environmental Engineering
Title : The Design of Water Treatment System Contains Slow Sand Filter with
Silica Sand and Activated Carbon Known Effective to Reduce Iron,
Manganaese, and Fecal Coliform Concentration to Serve the Faculty of
Nursing in University of Indonesia.
Advisors : Prof. Dr. Ir. Djoko M. Hartono, SE, M.Eng. & Ir. Irma Gusniani, M.Sc.

Water is one of the very necessary essence in human life aspects, which
education is being one of them. As one of the best universities in Indonesia, University
of Indonesia is not only provide the clean water, but also create and find some ways to
save water by minimizing the use amount of it, especially to reduce groundwater uses, as
its noted in the UI GreenMetric purpose of clean water category. However, one of the
faculties in UI, which is the Faculty of Nursing (FIK UI), have used a massive amount of
groundwater in 2018 and 2019, with the amount number being 2.115.240 litres and
2.010.960 litres respectively according to the Head Facility of FIK UI Education &
Laboratory Building. To achieve the purpose of the UI GreenMetric, FIK UI must find
an alternative of water source other than groundwater, such as surface water.
The purpose of this research is to design a water treatment system using the
Agathis UI Lake water as the source to serve FIK UI need of clean water until 2042. The
operation unit being the main focus of this designing process is the filtration using slow
sand filter with silica sand and granular activated carbon as the filter medias, which both
known effective to reduce iron, manganese, and fecal coliform concentration in raw water
as the three parameters are important criterias in the Indonesia’s Health Minister Rule
number 492 year 2010 about The Criterias of Drinking Water Quality. The amount of
clean water need of FIK UI projected is 2,82 L/s. The main operation or processing units
used in this design are intake structure, conveyance system, slow sand filter, and
disinfection. This design based on literatures and legal standards, especially in deciding
the removal efficiency of the three parameters being said before of the slow sand filter.
Based on the review of literatures, journals, and experiment results being done by others,
the slow sand filter of this water treatment design can reach the removal efficiency of
iron, manganese, and fecal coliform by 95,07%; 97,09%; and 99% respectively if the
filter have 60 cm thick of silica sand above and 40 cm of granular activated carbon
underneath the sand. One intake unit, two suction wells with two centrifugal pumps, one
conveyance system, two slow sand filter units, one disinfection and reservoir unit, and
two filter media cleaning units created to produce 3,8 L/s of clean water for FIK UI until
2042.

Keywords: Slow Sand Filter, Iron, Manganese, Fecal Coliform, Design, Water
Treatment System, Surface Water.

ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………..........………………….i


STATEMENT OF ORIGINALITY................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xv
BAB 1: PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .......................................................................................... 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN ........................................................................................... 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN ....................................................................................... 5
1.5 BATASAN PENELITIAN ........................................................................................ 6
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................................... 6
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 8
2.1 DEFINISI AIR ....................................................................................................... 8
2.2 SUMBER AIR ....................................................................................................... 8
2.2.1 Air Permukaan................................................................................................ 8
2.2.2 Air Tanah........................................................................................................ 9
2.2.3 Air Laut .......................................................................................................... 9
2.2.4 Air Hujan ........................................................................................................ 9
2.3 KUALITAS AIR BERSIH ...................................................................................... 10
2.3.1 Besi ............................................................................................................... 10
2.3.2 Mangan ......................................................................................................... 11
2.3.3 Fekal Koliform ............................................................................................. 12
2.4 SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH ................................................................... 13
2.4.1 Bangunan Intake ........................................................................................... 13
2.4.2 Saluran Transmisi ......................................................................................... 15
2.4.3 Koagulasi-Flokulasi ..................................................................................... 15
2.4.4 Sedimentasi .................................................................................................. 16
2.4.5 Filtrasi........................................................................................................... 16
2.4.6 Desinfeksi ..................................................................................................... 17
2.5 FILTRASI ........................................................................................................... 17
2.6 SLOW SAND FILTER ............................................................................................ 20
2.6.1 Komponen Slow Sand Filter ........................................................................ 21
2.6.2 Mekanisme Penghilangan Parameter pada Slow Sand Filter ....................... 23

x
Universitas Indonesia
2.6.3 Pembersihan Slow Sand Filter ..................................................................... 26
2.6.4 Kelebihan dan Keterbatasan Slow Sand Filter ............................................. 27
2.6.5 Efisiensi Penghilangan Slow Sand Filter ..................................................... 28
2.6.6 Kriteria Desain Slow Sand Filter ................................................................. 29
2.7 PASIR SILIKA .................................................................................................... 31
2.8 KARBON AKTIF ................................................................................................. 31
2.9 PENELITIAN TERDAHULU .................................................................................. 33
2.10 HASIL STUDI LITERATUR .................................................................................. 44
BAB 3: GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI ........................................................ 58
3.1 PROFIL UNIVERSITAS INDONESIA ...................................................................... 58
3.2 DANAU DI KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA .................................................. 60
3.3 DANAU AGATHIS UNIVERSITAS INDONESIA ...................................................... 61
3.4 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA ............................. 63
BAB 4: METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 65
4.1 KERANGKA PENELITIAN ................................................................................... 65
4.2 PENDEKATAN PENELITIAN ................................................................................ 69
4.3 WAKTU PENELITIAN ......................................................................................... 70
4.4 LANGKAH PENELITIAN...................................................................................... 70
4.4.1 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih.................................................................... 70
4.4.2 Penentuan Komponen dan Unit-unit IPAM ................................................. 73
4.4.3 Penentuan Lokasi IPAM .............................................................................. 74
4.4.4 Perhitungan dan Gambar Desain IPAM ....................................................... 74
BAB 5: PERANCANGAN ........................................................................................... 76
5.1 KESIMPULAN HASIL STUDI LITERATUR ............................................................ 76
5.2 PROYEKSI KEBUTUHAN AIR BERSIH FIK UI ..................................................... 77
5.2.1 Proyeksi Jumlah Sivitas FIK UI ............................................................... 77
5.2.2 Perhitungan Kebutuhan Air Bersih FIK UI.................................................. 91
5.3 PENENTUAN UNIT-UNIT IPAM ......................................................................... 94
5.4 PENENTUAN LOKASI IPAM RANCANGAN ....................................................... 104
5.5 PERHITUNGAN DAN HASIL DESAIN ................................................................. 105
5.5.1 Shore Intake................................................................................................ 105
5.5.2 Pompa dan Saluran Transmisi .................................................................... 116
5.5.3 Alat Ukur Debit Venturi Meter .................................................................. 135
5.5.4 Filtrasi – Slow Sand Filter.......................................................................... 140
5.5.5 Unit Pencucian Media Filtrasi .................................................................... 158
5.5.6 Desinfeksi dan Reservoir ........................................................................... 166
5.5.7 Layout dan Profil Hidrolis .......................................................................... 182
5.6 RANGKUMAN HASIL DESAIN .......................................................................... 193

xi
Universitas Indonesia
BAB 6: PENUTUP ...................................................................................................... 195
6.1 KESIMPULAN .................................................................................................. 195
6.2 SARAN ............................................................................................................ 195
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 196
LAMPIRAN: HASIL PERHITUNGAN DAN PROYEKSI JUMLAH SIVITAS
DAN KEBUTUHAN AIR BERSIH FIK UI ............................................................. 202
LAMPIRAN: GAMBAR DESAIN AUTOCAD ...................................................... 213

xii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tampak Floating Intake ....................................................................... 14


Gambar 2.2 Potongan Bak Koagulasi dengan Pengaduk Mekanis .......................... 16
Gambar 2.3 Skema Cross-Section dari Slow Sand Filter ........................................ 21
Gambar 2.4 Proses Intersepsi, Sedimentasi, dan Difusi pada Mekanisme Transport
……………………………………………………………………………………...24
Gambar 2.5 Desain Reaktor Slow Sand Filter Karbon Aktif dan Pasir Silika ........ 45
Gambar 2.6 Diagram Alir Pengolahan Air Bersih dengan Filter Biofilm GAC...... 46
Gambar 2.7 Diagram Persentase Penghilangan Fekal Koliform pada Reaktor GAC
Milik Mohammed Hasan Al-Mughalles dkk ........................................................... 46
Gambar 2.8 Sketsa Alat Filter Milik Alwin Mugiyantoro dkk ................................ 49
Gambar 2.9 Desain Tiga Alat Filter Milik Nainggolan dkk .................................... 49
Gambar 2.10 Desain Dua Reaktor Saringan Pasir Lambat Milik Hamidah dkk ..... 52
Gambar 2.11 Grafik Efisiensi Logam Fe Terhadap Waktu Pengambilan Sampel Pada
Ketiga Reaktor Filter…………….…………………………………………...….…53
Gambar 3.1 Peta Wilayah Universitas Indonesia Kampus Depok .......................... 59
Gambar 3.2 Tampak Danau Agathis UI dari Aplikasi Google Earth Pro ................ 61
Gambar 3.3 Tampak Gedung Laboratorium dan Pendidikan FIK UI ..................... 63
Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan ...................................... 67
Gambar 4.2 Diagram Alir Perancangan Desain IPAM............................................ 68
Gambar 5.1 Diagram Alir Unit Paket IPAM Standar PUPR ................................... 95
Gambar 5.2 Diagram Alir Unit IPAM Standar Ireland EPA ................................... 97
Gambar 5.3 Diagram Alir Unit IPAM yang Dipilih dan Digunakan ..................... 103
Gambar 5.4 Lokasi Rencana Pembangunan IPAM Rancangan ............................ 104
Gambar 5.5 Sketsa Awal Pintu Intake dan Screen ................................................ 106
Gambar 5.6 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Samping Intake ................ 106
Gambar 5.7 Tampak Atas Unit Intake ................................................................... 114
Gambar 5.8 Tampak Depan dan Detail Pintu Unit Intake ..................................... 114
Gambar 5.9 Potongan Samping Unit Intake .......................................................... 115
Gambar 5.10 Detail Fine Screen (kiri) dan Coarse Screen ................................... 115
Gambar 5.11 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Samping Suction Well.... 116
Gambar 5.12 Grafik Dimensi Suction Well Berdasarkan Debit Layanan .............. 118
Gambar 5.13 Tampak Atas Rencana Saluran Transmisi Dari Aplikasi Google Earth
Pro .......................................................................................................................... 121
Gambar 5.14 Sketsa Awal Saluran Transmisi ....................................................... 121
Gambar 5.15 Grafik Karakteristik Pompa Sentrifugal .......................................... 127
Gambar 5.16 Tampak Atas Suction Well ............................................................... 131
Gambar 5.17 Potongan A-A Suction Well ............................................................. 132
Gambar 5.18 Potongan B-B Suction Well ............................................................. 132
Gambar 5.19 Detail Pompa Sentrifugal Suction Well dan Transmisi .................... 133

xiii
Universitas Indonesia
Gambar 5.20 Detail Suction Pipe .......................................................................... 133
Gambar 5.21 Tampak Atas Bak Penghubung Intake dan Suction Well................. 133
Gambar 5.22 Tampak Depan dan Detail Pintu Air Suction Well .......................... 134
Gambar 5.23 Tampak Samping Saluran Transmisi ............................................... 134
Gambar 5.24 Tampak Samping Saluran Transmisi ............................................... 135
Gambar 5.25 Contoh Desain Dimensi Venturimeter ............................................. 136
Gambar 5.26 Detail Venturimeter Rancangan ....................................................... 139
Gambar 5.27 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Bak Slow Sand Filter ..... 141
Gambar 5.28 Tampak Perpipaan Inlet Unit Saringan Pasir Lambat...................... 154
Gambar 5.29 Detail Perpipaan Inlet Unit Saringan Pasir Lambat ......................... 154
Gambar 5.30 Tampak Atas Bak Saringan Pasir Lambat ....................................... 155
Gambar 5.31 Potongan B-B Bak Saringan Pasir Lambat ...................................... 155
Gambar 5.32 Potongan A-A Bak Saringan Pasir Lambat ..................................... 156
Gambar 5.33 Potongan A-A Bak Katup dan Bak Outlet Unit Slow Sand Filter ... 156
Gambar 5.34 Tampak Perpipaan Underdrain pada Bak Saringan Pasir Lambat .. 157
Gambar 5.35 Detail Pipa Underdrain Bak Saringan Pasir Lambat ....................... 157
Gambar 5.36 Detail Perpipaan Outlet Unit Saringan Pasir Lambat ...................... 157
Gambar 5.37 Sketsa Awal Pencuci Media Filter ................................................... 158
Gambar 5.38 Sketsa Awal Bak Penampung Media Sementara dan Ruang Aktivasi
Karbon GAC .......................................................................................................... 159
Gambar 5.39 Detail Unit Pencucian Media Filtrasi ............................................... 165
Gambar 5.40 Tampak Bak Penampung Media Filtrasi dan Ruang Aktivasi Karbon
GAC ....................................................................................................................... 166
Gambar 5.41 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Samping Desinfeksi dan
Reservoir ................................................................................................................ 168
Gambar 5.42 Tampak Atas Unit Desinfeksi dan Reservoir................................... 180
Gambar 5.43 Potongan A-A Unit Desinfeksi ........................................................ 181
Gambar 5.44 Potongan B-B Unit Desinfeksi dan Reservoir ................................. 181
Gambar 5.45 Potongan C-C Unit Reservoir .......................................................... 182
Gambar 5.46 Denah Layout Utilitas Unit Intake dan Suction Well ....................... 187
Gambar 5.47 Denah Layout Utilitas Unit Desinfeksi dan Reservoir ..................... 187
Gambar 5.48 Denah Layout Utilitas Unit Slow Sand Filter .................................. 188
Gambar 5.49 Denah Layout Utilitas Unit Pencucian Media Filter ........................ 189
Gambar 5.50 Denah Layout Keseluruhan IPAM Rancangan ................................ 190
Gambar 5.51 Tampak Profil Hidrolis Unit Intake s/d Transmisi .......................... 192
Gambar 5.52 Tampak Profil Hidrolis Unit Slow Sand Filter s/d Reservoir .......... 192
Gambar 5.53 Tampak Profil Hidrolis IPAM Keseluruhan .................................... 193

xiv
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Parameter Air Bersih Permenkes RI no. 492/2010 ............................. 12
Tabel 2.2 Performa Pengolahan Air Pada Slow Sand Filter Bila Diberlakukan
Koagulasi dan Flokulasi Sebelumnya........................................................................... 18
Tabel 2.3 Perbedaan Kriteria Filter Pasir Cepat dan Filter Pasir Lambat .................... 19
Tabel 2.4 Efisiensi Penghilangan Parameter Tipikal pada Slow Sand Filter ............... 28
Tabel 2.5 Efisiensi Penghilangan Giardia dan Cryptosporidium pada Slow Sand
Filter ............................................................................................................................. 29
Tabel 2.6 Kriteria Desain Slow Sand Filter Menurut Beberapa Sumber ..................... 30
Tabel 2.7 Kriteria Desain Kedalaman Saringan Pasir Lambat SNI 3981:2008 ........... 30
Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu Terkait Perancangan IPAM Slow Sand Filter dengan
Media Pasir Silika dan Karbon Aktif ........................................................................... 33
Tabel 2.9 Efisiensi Penghilangan Kekeruhan dan Fe pada Filter 1 Milik Jenti &
Nurhayanti .................................................................................................................... 47
Tabel 2.10 Efisiensi Penghilangan Kekeruhan dan Fe pada Filter 2 Milik Jenti &
Nurhayanti .................................................................................................................... 48
Tabel 2.11 Hasil Efisiensi Penghilangan Kadar Fe Filter Milik Nainggolan dkk ........ 50
Tabel 2.12 Hasil Efisiensi Penghilangan Kadar Mn Filter Milik Nainggolan dkk ...... 51
Tabel 2.13 Hasil Penyingkiran Bakteri Pada Reaktor Saringan Pasir Lambat 2 .......... 52
Tabel 2.14 Rangkuman Hasil Eksperimen Literatur Terkait Komposisi Media, Waktu
Detensi, Laju Filtrasi Dan Efisiensi Penghilangan Parameter Besi, Mangan, dan Fekal
Koliform ....................................................................................................................... 54
Tabel 3.1 Hasil Uji Kualitas Air Danau Agathis UI pada November 2019 ................. 62
Tabel 3.2 Data Jumlah Sivitas FIK UI tahun 2014-2019 ............................................. 64
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanan Penelitian ....................................................................... 70
Tabel 4.2 Standar Pemakaian Air Bersih per Sarana SNI 03-7065-2005 .................... 73
Tabel 5.1 Hasil Penetapan Estimasi Efisiensi Penghilangan Parameter dan Komposisi
Media untuk Slow Sand Filter Rancangan ................................................................... 77
Tabel 5.2 Rerata Laju Tumbuh Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019 ...................... 78
Tabel 5.3 Hasil Proyeksi Mahasiswa FIK UI 2014-2019 dengan Metode Aritmatik .. 80
Tabel 5.4 Rerata Laju Tumbuh Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019 ............. 81
Tabel 5.5 Hasil Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2017-2019 dengan
Metode Aritmatik ......................................................................................................... 82
Tabel 5.6 Hasil Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019 dengan Metode
Geometris ..................................................................................................................... 84
Tabel 5.7 Hasil Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019 dengan
Metode Geometris ........................................................................................................ 86
Tabel 5.8 Data Regresi Proyeksi Mahasiswa FIK UI 2014-2019 ................................ 86
Tabel 5.9 Hasil Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019 dengan Metode
Regresi Linier ............................................................................................................... 88

xv
Universitas Indonesia
Tabel 5.10 Data Regresi Proyeksi Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019 ........ 88
Tabel 5.11 Hasil Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019 dengan
Metode Regresi Linier .................................................................................................. 89
Tabel 5.12 Nilai Standar Deviasi dan Koefisien Korelasi Ketiga Metode Proyeksi
Jumlah Sivitas FIK UI .................................................................................................. 90
Tabel 5.13 Hasil Proyeksi Jumlah Sivitas FIK UI 2022-2042 Metode Aritmatik ....... 91
Tabel 5.14 Asumsi Standar Kebutuhan Air Bersih per Rentang 5 Tahun .................... 92
Tabel 5.15 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Hari Total FIK UI 2022-2042 ................. 93
Tabel 5.16 Proyeksi Debit Desain IPAM FIK UI Rencana 2022-2042 ....................... 93
Tabel 5.17 Pilihan Jenis Komponen Unit Paket IPAM ................................................ 95
Tabel 5.18 Kebutuhan Unit Treatment Berdasarkan Kualitas Air Baku ...................... 96
Tabel 5.19 Kelebihan dan Kekurangan Setiap Jenis Intake ......................................... 99
Tabel 5.20 Tingkat Akurasi Setiap Jenis Alat Akur Debit ......................................... 102
Tabel 5.21 Estimasi Penyisihan Parameter Besi, Mangan, dan Fekal Koliform Setiap
Unit IPAM .................................................................................................................. 103
Tabel 5.22 Kriteria Desain Shore Intake .................................................................... 105
Tabel 5.23 Hasil Perhitungan Desain Unit Shore Intake ............................................ 112
Tabel 5.24 Kriteria Desain Suction Well dan Pipa Transmisi .................................... 116
Tabel 5.25 Komponen Pipa Transmisi Rancangan .................................................... 123
Tabel 5.26 Hasil Perhitungan Headloss Minor Pipa Transmisi ................................. 125
Tabel 5.27 Hasil Desain Suction Well, Saluran Transmisi, dan Pompa ..................... 129
Tabel 5.28 Kriteria Desain Venturimeter ................................................................... 135
Tabel 5.29 Hasil Perhitungan Desain Venturimeter ................................................... 138
Tabel 5.30 Kriteria Desain Slow Sand Filter Skala IPAM dengan Media Pasir Silika
dan Karbon Aktif ........................................................................................................ 140
Tabel 5.31 Ukuran dan ketebalan lapisan kerikil pada Slow Sand Filter ................... 143
Tabel 5.32 Kriteria Desain Underdrain pada Slow Sand Filter ................................. 144
Tabel 5.33 Rincian Headloss pada Perpipaan Inlet dan Outlet Unit Slow Sand
Filter ........................................................................................................................... 150
Tabel 5.34 Hasil Desain Unit Slow Sand Filter.......................................................... 151
Tabel 5.35 Kriteria Desain Bak Pencucian Media Filtrasi ......................................... 158
Tabel 5.36 Hasil Desain Unit Pencucian Media Filter ............................................... 162
Tabel 5.37 Pertimbangan Pemilihan Jenis Desinfektan IPAM .................................. 167
Tabel 5.38 Kriteria Desain Unit Desinfeksi ............................................................... 167
Tabel 5.39 Ekspektasi Penghilangan Giardia lamblia dan Virus pada Unit Desinfeksi
berdasarkan Jenis Proses pada IPAM ......................................................................... 169
Tabel 5.40 Nilai CTTab untuk klorinasi Giardia lamblia ............................................ 170
Tabel 5.41 Nilai CTTab untuk klorinasi Virus ............................................................. 170
Tabel 5.42 Nilai Cttab untuk Kloraminasi Giardia Lamblia dan Virus ...................... 171
Tabel 5.43 Nilai Rasio T10/T Berdasarkan Kondisi Baffling ...................................... 174
Tabel 5.44 Hasil Perhitungan Desain Unit Desinfeksi dan Reservoir ........................ 179
Tabel 5.45 Luas Total Unit Operasi/Proses IPAM ..................................................... 182

xvi
Universitas Indonesia
Tabel 5.46 Luas Total Unit + Utilitas IPAM .............................................................. 185
Tabel 5.47 Rincian Elevasi Air Setiap Unit Operasi/Proses IPAM ........................... 191

xvii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan unsur yang memiliki peran penting dalam menjamin
keberlangsungan hampir seluruh makhluk hidup yang ada di dunia ini. Senyawa kimia
yang terbentuk dari dua unsur, yaitu hidrogen dan okisgen ini digunakan untuk
mememnuhi kebutuhan sehari-hari manusia, seperti untuk diminum, dipakai untuk
mencuci, memasak, mandi dan lain sebagainya. Selain digunakan untuk kebutuhan
domestik, air juga memiliki peran besar dalam berjalannya sistem-sistem kehidupan yang
lebih besar seperti industri, irigasi dan transportasi air.
Air bersih juga memiliki peran penting dalam dunia pendidikan, seperti di
universitas. Selain digunakan untuk kebutuhan minum dan sanitasi bagi mahasiswa dan
dosen, air bersih digunakan untuk pembelajaran dan praktikum dalam laboratorium bagi
mahasiswa pada fakultas dan jurusan tertentu, seperti fakultas teknik, ilmu pengetahuan
alam, dan kesehatan. Sehingga, penyediaan air bersih menjadi tanggung jawab bagi pihak
universitas agar seluruh kegiatan baik belajar mengajar maupun lainnya yang dilakukan
oleh mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan dan staff dapat berjalan dengan
baik.
Sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia, Universitas Indonesia tidak
hanya sebatas menyediakan air bersih untuk seluruh kegiatan di dalam universitas, tetapi
juga mengatur bagaimana air yang disediakan dapat digunakan secara hemat dan
digunakan kembali. Hal tersebut dikarenakan Universitas Indonesia telah menerapkan
program kampus hijau dan keberlanjutan sejak tahun 2010. Program tersebut dikenal
sebagai UI GreenMetric, yang telah diatur dalam Keputusan Rektor Universitas
Indonesia Nomor 2893/SK/R/UI/2018 tentang Kebijakan Kampus Hijau Universitas
Indonesia. Terhitung sejak tahun 2017, sejumlah 719 universitas yang berasal dari Asia,
Eropa, Afrika, Australia, Amerika, dan Oseania telah mengikuti program ini. Secara
umum, UI GreenMetric menggunakan konsep lingkungan berkelanjutan dengan 3
komponen utama yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Dari 3 komponen ini,
terbentuklah 6 kategori yang digunakan sebagai penilaian, yaitu: penataan dan
infrastruktur,energi dan perubahan iklim, limbah, air, transportasi, serta pendidikan dan
penelitian (Universitas Indonesia, 2018).

1
Universitas Indonesia
2

Aspek air bersih menjadi salah satu indikator utama dalam penilaian UI
GreenMetric, dikarenakan jumlah mahasiswa, dosen, dan karwayan universitas yang
semakin bertambah seiring berjalannya waktu menyebabkan kebutuhan air dalam
lingkungan Universitas Indonesia juga semakin meningkat. Penggunaan air tanah sebagai
sumber air bersih sudah tidak dapat diandalkan, dikarenakan air tersebut diutamakan
untuk masyarakat sekitar yang lebih membutuhkan, sehingga UI lebih mengandalkan
sumber air bersih dari PDAM Depok. Meskipun begitu, biaya air bersih dari PDAM
cukup mahal. Maka dari itu, UI mengeluarkan kebijakan dalam Keputusan Rektor
Universitas Indonesia Nomor 1309/SK/R/UI/2011 mengenai Kebijakan Konservasi Air
Bersih di Kampus UI. Beberapa langkah penghematan air yang tercantum dalam
kebijakan tersebut adalah memanfaatkan daur ulang air pada penggunaan flush di toilet,
mencuci mobil, penyiraman tanaman, dan pemanfaaran air hujan.
Setiap tahunnya, dimulai dari tahun 2016, seluruh fakultas yang berada di
Universitas Indonesia, terdiri dari 15 fakultas dan 1 program vokasi diberlakukan
penilaian untuk keenam kategori utama pada UI GreenMetric. Fakultas Ilmu
Keperawatan UI pada tahun 2016 memperoleh peringkat 10 dari 16 fakultas untuk
keenam kategori. Pada tahun 2017 dan 2018, peringkat FIK UI naik menjadi posisi ketiga
untuk seluruh kategori, namun skor fakultas tersebut untuk kategori air bersih menurun
dari 595 menjadi 450 (UI GreenMetric, 2020). Adapun skor kategori air bersih FIK UI
meningkat menjadi 650 pada tahun 2019. Namun, skor tersebut masih lebih rendah
dibandingkan beberapa fakultas pada tahun yang sama, seperti FIA dengan skor 750, FK
dan FKM dengan skor 800, FISIP dengan skor 850, FIB dengan skor 900, serta FT dan
Fakultas Psikologi dengan skor tertinggi yakni 1000. Maka dari itu, peringkat FIK UI
dalam kategori air bersih UI GreenMetric adalah posisi kedelapan dari 16 fakultas.
Sebagai fakultas yang berhubungan langsung dengan sektor kesehatan, FIK UI
seharusnya menunjukkan performa konservasi air bersih yang lebih mengingat air bersih
merupakan komponen utama dalam menunjang kesehatan yang baik. FIK (di dalam
gedung RIK) termasuk sebagai fakultas di UI yang meminimalisir penggunaan air bersih
dari PDAM karena debit air yang diterima terlalu kecil dan berujung pada kebutuhan air
bersih di fakultas tersebut tidak terpenuhi (Lab Teknik UI, 2019), sehingga masih
menggunakan air tanah. Berdasarkan informasi yang didapat dari Koordinator Fasilitas
Gedung Pendidikan dan Laboratorium FIK UI yang diteruskan oleh Divisi Riset-

Universitas Indonesia
3

Publikasi-Pengmas FIK UI, pemakaian air tanah gedung tersebut selama 2018 dan 2019
cukup masif, yaitu masing-masing sebesar 2.115.240 liter dan 2.010.960 liter, dan sama
sekali tidak menggunakan air dari PDAM pada tahun-tahun tersebut. Adapun persediaan
air tanah di UI tidak selalu berlimpah dan bergantung pada kondisi musim di wilayah
Depok. Apabila memasuki musim kemarau, persediaan air tanah menjadi sedikit,
sehingga FIK UI dan fakultas lainnya harus mulai berhenti mengandalkan air tanah
sebagai sumber air bersih utama. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk melepas
ketergantungan pada air tanah dan meningkatkan performa konservasi air bersih bagi FIK
UI adalah dengan menggunakan sumber air bersih alternatif selain air tanah dan PDAM.
Fakultas ini dapat mengikuti FK UI yang memiliki sebuah tangki pengolahan air bekas
yang dapat didaur ulang menjadi air bersih untuk penyiraman toilet dan tanaman
berkapasitas 30 meter kubik per jam. Adapun terdapat danau artifisial yang terletak cukup
berdekatan dengan FIK UI, yaitu danau Agathis. Danau tersebut dapat dijadikan sumber
air bersih alternatif guna mengganti penggunaan air tanah dan meminimalisir air dari
PDAM yang cukup mahal.
Danau Agathis memiliki beberapa parameter yang belum memenuhi baku mutu,
salah satunya adalah kadar besi, mangan, dan fekal koliform. Menurut pengukuran yang
dilakukan oleh Lab Teknik UI (2019), besar kadar besi pada inlet danau Agathis adalah
2,31 mg/L, yang melampaui batas maksimum kadar besi menurut Permenkes RI no.
492/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum adalah 0,3 mg/L. Berdasarkan sumber
yang sama, kadar mangan dan fekal koliform danau tersebut masing-masing adalah 0,51
mg/L dan 34 MPN / 100 mL, dimana kedua-duanya melampaui batas maksimum kadar
mangan dan fekal koliform menurut Permenkes RI no. 492/2010 masing-masing sebesar
0,4 mg/L dan 0 MPN/100 mL. Maka dari itu, air dari danau Agathis harus diolah terlebih
dahulu sebelum dijadikan sumber air bersih di FIK UI.
Terdapat berbagai macam metode pengolahan air yang dapat dilakukan untuk
mengolah air baku dari sumbernya menjadi air bersih yang siap digunakan, salah satunya
adalah filtrasi. Filtrasi adalah proses pemisahan partikel-partikel padat dari fluida atau
cairan, dimana aliran fluida tersebut dialirkan melewati medium filter/penyaringan agar
partikel-partikel padat tersebut tertahan. Medium yang umum digunakan dalam
penyaringan adalah pasir. Filter dengan media pasir merupakan teknologi filtrasi yang

Universitas Indonesia
4

cukup sederhana, murah secara biaya pembuatan dan perawatannya, serta


pengoperasiannya yang mudah (Said, 1999).
Filter dengan media pasir berdasarkan debit air yang melewati filter dan lama
proses penyaringannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu rapid sand filter dan slow sand
filter. Rapid sand filter merupakan filter pasir yang menyaring fluida dengan waktu yang
cukup singkat, yang dapat menghasilkan debit air penyaringan yang lebih banyak
dibandingkan dengan slow sand filter. Meskipun begitu, rapid sand filter memiliki
efisiensi penghilangan yang kecil terutama untuk parameter-parameter biologis seperti
penghilangan bakteri patogen. Maka dari itu, rapid sand filter perlu menambahkan proses
desinfeksi yang lebih intensif setelahnya (Astari, et al., 2007). Sedangkan slow sand filter
adalah filter bermedium pasir dengan kecepatan penyaringan 20 s/d 50 kali lebih lembat
dari rapid sand filter (Schulz, et al., 1984). Slow sand filter adalah jenis yang tepat untuk
digunakan dalam penghilangan bakteri patogen, salah satunya adalah bakteri koliform.
Efisiensi penghilangan bakteri tersebut pada slow sand filter dapat mencapai 99%,
tergantung faktor yang mempengaruhinya, seperti ketebalan media dan laju filtrasinya
(Maryani, et al., 2014).
Penelitian ini akan menyajikan perancangan sebuah sistem pengolahan air bersih
dengan slow sand filter sebagai unit utama yang ditinjau, yang dirancang untuk melayani
Fakultas Ilmu Keperawatan UI (Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan dan Gedung
Pendidikan & Laboratorium FIK UI) agar dapat mencapai performa konservasi air bersih
yang lebih baik, serta menggantikan peran air tanah dan meminimalisir air dari PDAM
sebagai sumber air bersih fakultas tersebut. Adapun slow sand filter tersebut
menggunakan media karbon aktif dan pasir silika, yang efektif dalam menghilangkan dua
parameter utama dalam pengolahan air bersih, yakni besi, mangan, dan fekal koliform.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penulisan ini berdasarkan
latar belakang yang telah dituliskan di atas adalah:
1. Berapa hasil proyeksi jumlah kebutuhan air bersih FIK UI berdasarkan data dan
metode proyeksi?

Universitas Indonesia
5

2. Bagaimana kinerja slow sand filter dalam menghilangkan parameter besi,


mangan, dan fekal koliform dari air danau Agathis yang berperan sebagai air baku
berdasarkan studi literatur dan referensi?
3. Bagaimana hasil perancangan sistem pengolahan air bersih untuk melayani FIK
UI dengan danau Agathis sebagai sumber air baku?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memproyeksikan jumlah kebutuhan air bersih FIK UI sebagai tolak ukur
perancangan sistem pengolahan air bersih yang akan melayani fakultas tersebut.
2. Menganalisis kinerja penyingkiran kadar besi, mangan, dan fekal koliform dari
slow sand filter rancangan merujuk pada studi literatur dan referensi.
3. Merancang sistem pengolahan air bersih untuk melayani FIK UI dengan danau
Agathis sebagai sumber air baku yang tepat dan sesuai.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini diharapkan dapat memberikan
manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pembaca ataupun pihak
yakni:
1. Bagi penulis, sebagai pengerjaan tugas akhir yang menjadi salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar akademis terkait, serta dapat
dimanfaatkan penulis sebagai penambahan wawasan terkait topik
penelitian/perancangan yang diangkat pada penelitian ini.
2. Bagi sivitas akademika, sebagai bahan untuk melengkapi ataupun meneruskan
penelitian-penelitian yang terkait dengan topik yang diangkat pada penulisan ini.
3. Bagi pihak lain, terutama pihak dan petinggi FIK UI yang bertanggung jawab
dalam penyediaan dan pengolahan air bersih yang memadai bagi warga FIK UI,
serta pemerintah ataupun pihak berwajib dalam melayani penyediaan air bersih
untuk masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil, agar penelitian ini
dapat dijadikan pertimbangan baik sebagai opsi baru dalam pengolahan maupun
modifikasi dari sistem pengolahan air bersih yang sudah ada.

Universitas Indonesia
6

1.5 Batasan Penelitian


Adapun penelitian ini dilakukan dengan menetapkan batasan-batasan tertentu,
yakni:
1. Air baku yang digunakan dalam perancangan sistem pengolahan air bersih ini
adalah air inlet danau Agathis Universitas Indonesia.
2. Parameter yang ditinjau dalam perancangan ini adalah besi, mangan, dan fekal
koliform.
3. Fakultas yang dilayani oleh rancangan sistem pengolahan air bersih ini adalah
Fakultas Ilmu Keperawatan UI.
4. Perancangan slow sand filter sebagai unit utama yang ditinjau dalam penelitian
ini dirancang dengan skala lapangan.
5. Efisiensi penghilangan parameter besi, mangan, dan fekal koliform pada slow
sand filter yang dirancang mengacu pada studi literature.
6. Proyeksi jumlah sivitas FIK UI dilakukan dengan tiga metode: aritmatik,
geometrik, dan regresi linier. Metode proyeksi dengan koefisien korelasi tertinggi
dan standar deviasi terendah akan dipilih dan digunakan.
7. Standar kebutuhan air bersih yang digunakan mengacu pada SNI 03-7065-2005
mengenai Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing kategori SMU ke atas.
8. Gambar desain meliputi potongan, tampak, layout, dan profil hidrolis.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, batasan,
dan sistematika penulisan dari penelitian ini.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan penjelasan terkait studi literatur, landasan teori dan prinsip
dasar yang berkaitan dengan penelitian ini.
BAB 3: GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI
Bab ini menjelaskan gambaran umum dan kondisi eksisting dari objek studi yang
dipakai dalam penelitian ini, yakni danau Agathis Univesitas Indonesia dan Fakultas Ilmu
Keperawatan UI.

Universitas Indonesia
7

BAB 4: METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini berisikan penjelasan terkait tahapan-tahapan dalam melakukan
penelitian ini, dimulai dari pengambilan sampel data, percobaan dalam laboratorium,
pengolahan data yang diperoleh dari percobaan hingga analisa hasil data tersebut.
BAB 5: PERANCANGAN
Bab ini berisikan tahap perancangan dari sistem pengolahan air bersih, dimulai
dari estimasi kebutuhan air bersih hingga gambar hasil rancangan.
BAB 6: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan secara keseluruhan
dan saran terkait langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan
penelitian ini.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Air
Air merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang dan menjaga
keberlangsungan hidup manusia, hewan, tumbuhan dan semuanya yang hidup di bumi
ini, termasuk makhluk hidup berukuran mikroskopik seperti mikroorganisme (bakteri).
Di bumi ini, air merupakan salah satu unsur yang berlimpah dan mudah ditemukan. Air
memiliki banyak jenis berdasarkan sumbernya, yakni air tanah, air permukaan (dari badan
air seperti sungai dan danau), air laut dan air hujan. Adapun air yang digunakan oleh
makhluk hidup untuk menunjang keberlangsungan hidupnya adalah air bersih, yakni air
yang tidak berbau, berwarna, dan tidak mengandung bakteri atau zat-zat kimia seperti
logam dengan jumlah yang melampaui batas standar menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI no. 492 tahun 2010. Apabila air yang yang dikonsumsi oleh makhluk hidup
tersebut merupakan air kotor, atau air dengan definisi yang berlawanan dengan air bersih
dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang
mengonsumsinya.
Namun pada saat ini, jumlah ketersediaan air bersih di bumi ini semakin
menurun. Meskipun sumber air di bumi ini masih berlimpah, namun kualitas air di
sumber-sumber tersebut sudah buruk dan tidak memenuhi standar baku mutu untuk air
bersih yang aman dan sehat untuk dikonsumsi baik manusia maupun makhluk hidup
lainnya. Sumber air yang berada di kota-kota besar misalkan, umumnya sudah tercemar
oleh hasil buangan domestik dan industri. Sehingga, air bersih menjadi suatu hal yang
langka, dikarenakan meningkatnya populasi dan taraf hidup manusia yang berpengaruh
pada bertambahnya pula jumlah air bersih yang dibutuhkan (Susana, 2003).

2.2 Sumber Air


Di bumi ini, terdapat 4 jenis sumber air yang dapat diandalkan, yakni air
permukaan, air tanah, air laut, dan air hujan.
2.2.1 Air Permukaan
Air permukaan merupakan air yang berada di atas permukaan bumi, seperti air
yang berada di sungai dan danau. Namun pada saat ini, air permukaan khususnya yang
berada dekat dengan pemukiman, seperti kota ataupun kawasan industri, memiliki

8
Universitas Indonesia
9

kualitas yang buruk. Akibat dekat dengan tempat-tempat tersebut, banyak sisa kegiatan
manusia maupun industri dibuang pada sungai atau danau sehingga mencemari air
permukaannya. Sisa-sisa yang dapat mencemari air permukaan berupa benda padat
tersuspensi, zat-zat kimia, bakteri, kotoran, dan lain sebagainya. Sehingga, pada saat ini
air permukaan yang umumnya digunakan untuk kehidupan sehari-hari adalah air
permukaan yang berasal dari daerah pegunungan atau area yang jauh dari jangkauan
pemukiman ataupun kegiatan masyarakat. Karena jauh dari pemukiman ataupun kegiatan
manusia, air permukaan di area-area tersebut relatif lebih bagus kondisinya, sehingga
tidak memerlukan pengolahan yang rumit untuk dijadikan air bersih yang aman
digunakan bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari maupun kegiatan
lainnya (Susana, 2003).
2.2.2 Air Tanah
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah dan mengalir
di tengah-tengah lapisan kulit bumi, dimana air tersebut berasal dari air hujan yang
terserap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah tersebut. Karena letaknya yang berada di
dalam tanah, air tanah umumnya lebih terhindar dari kontaminasi-kontaminasi bakteri
dibandingkan dengan air permukaan, sehingga lebih sering digunakan untuk keperluan-
keperluan tertentu, khususnya untuk keperluan domestik. Namun, air tanah mengandung
zat-zat mineral seperti Fe, Mn, Mg, dan Ca, serta senyawa kimia seperti CO3 dan SO4
(Bolt, 1976).
2.2.3 Air Laut
Sekitar dua per tiga permukaan bumi ditutupi oleh air laut. Air laut merupakan
97% dari seluruh jumlah air yang ada di bumi ini (Triatmojo, 2008).
Air laut merupakan jenis air murni, namun mengandung banyak garam terlarut.
Air laut merupakan pelarut yang handal untuk zat-zat kimia dalam reaksi. Agar air laut
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, perlu diberlakukan proses
desalinasi. Proses desalinasi dapat dilakukan dengan berbagia cara, namun umumnya
adakag destilasi, elektrodialisasi, osmosis, dan hiperfiltrasi.
2.2.4 Air Hujan
Air hujan dapat dimanfaatkan dengan cara dikumpulkan dari atap rumah, lalu
dialirkan menuju tong, bak, atau kolam. Air hujan pada hakekatnya mengandung unsur-
unsur atau senyawa kimia yang berasal dari udara seperti karbondioksida, nitrogen, dan

Universitas Indonesia
10

asam-asam kuat yang berasal dari asap buangan industri (Schroeder, 1977). Agar dapat
digunakan secara aman, umumnya air hujan dalam bak penampungan dialirkan menuju
filter untuk disaring terlebih dahulu, atau dapat direbus dan dipanaskan.

2.3 Kualitas Air Bersih


Untuk mengetahui apakah air aman untuk digunakan atau tidak, maka perlu
diketahui kualitas dari air tersebut. Kualitas dari air dapat digambarkan dari karakteristik
yang dimiliki oleh air tersebut. Dari karakteristik itulah, dibuat standar yang mengatur
kelayakan kualitas air. Standar kelayakan tersebut umumnya berbeda dan bergantung dari
jenis aktivitas yang menggunakan air. Tentunya, standar kelayakan untuk air minum lebih
ketat dibandingkan dengan air yang digunakan untuk pemandian umum dan irigasi.
Standar kualitas air bersih atau minum pada Indonesia diatur pada Permenkes RI no.
492/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Tiga parameter utama yang dijadikan
fokus pada perancangan ini adalah besi, mangan, dan fekal koliform.
2.3.1 Besi
Besi merupakan logam yang berasal dari bijih besi, umumnya diperoleh dari
pertambangan, yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari manusia,
khususnya di bidang perindustrian dan pembangunan. Simbol besi adalah Fe dan nomor
atomnya adalah 26 dalam tabel periodik unsur kimia. Besi merupakan logam keempat
terbanyak dan melimpah di bumi ini. Di alam, besi dapat ditemukan dalam bentuk
senyawa, seperti hematite, magnetit, pirit, siderite, dan limonit.
Logam besi merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Setidaknya
sekitar 7 – 35 mg besi diperlukan oleh tubuh manusia setiap harinya agar dapat berfungsi
dengan baik (Sutrisno, 2008). Meskipun begitu, jumlah besi yang berlebihan dalam tubuh
dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti kerusakan pada dinding usus halus. Besi
juga dapat menimbulkan efek racun pada tubuh apabila dikonsumsi berlebihan, dan dapat
menyebabkan penuaan dini hingga kematian mendadak.
Logam besi yang ditemukan di dalam air umumnya berasal dari limbah sisa
kegiatan manusia, seperti limbah domestik dan industri (Rahayu, et al., 2013). Namun,
bentuk besi ketika dibuang tidak seluruhnya dalam bentuk Fe, umumnya dalam bentuk
senyawa seperti ferrous carbonate. Ferrous carbonate umumnya ditemukan dalam
suplemen atau obat untuk mengurangi efek dan menyembuhkan penyakit anemia.

Universitas Indonesia
11

Ferrous carbonate dapat bereaksi dengan CO2 yang berada di dalam air, umumnya
berasal dari pertukaran udara antara permukaan air dengan udara di dekatnya, sehingga
dapat membentuk ion Fe2+ di dalam air tersebut (Sawyer, et al., 2003).
Berdasarkan Permenkes RI no.492/2010, standar maksimum kadar besi pada air
minum adalah 0,3 mg/L.
2.3.2 Mangan
Mangan (Mn) merupakan logam berwarna abu-abu keperakan yang merupakan
unsur pertama logam golongan VII B. Mangan digunakan dalam campuran baja, pupuk
pestisida, keramik, bahan baku elektronik, bahan pembuatan alloy, baterai, cat, dan zat
tambahan pada makanan. Sulit sekali untuk menemukan mangan dalam bentuk bebas atau
alami, umumnya ditemukan dalam senyawa atau ion.
Komponen mangan dapat hadir di atmosfer sebagai partikel tersuspensi yang
berasal dari emisi industri, erosi tanah, emisi vulkanik, dan pembakaran bahan bakar yang
mengandung MMT (Rumbsy, 2014). Mangan terlaurut data ditemukan di air permukaan
maupun air tanah pada kondisi anerobik. Keberadaan mangan dalam air tanah tersebut
dapat diakibatkan oleh tanah yang mengadsorbsi mangan di atasnya, lalu merambat
menuju air tanah tersebut (Du, 2004). Di dalam daerah pertambangan batu bara, mangan
juga dapat timbul dari akibat aktivitas pertambangan baik di permukaan maupun bawah
tanah.
Mangan memiliki fungsi tertentu bagi makhluk hidup. Speerti contoh, mangan
dibutuhkan oleh tumbuhan dalam melakukan fotosintesis, yaitu berperan dalam
pengembangan kompleks oksigen yang dihasilkan. Mangan dalam bentuk enzim dapat
berperan sebagai detoksifikator pada organisme. Meskipun begitu, mangan yang
dibutuhkan makhluk hidup hanyalah dalam jumlah dan konsentrasi yang sedikit. Apabila
berlebihan, dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti neurotoksin.
Kawamura et al. (1941) melakukan penelitian mengenai efek kesehatan yang
ditimbulkan dari konsumsi air sumur yang mengandung mangan terjadi selama 2 – 3
bulan oleh 25 individu. Hasilnya, ditemukan bahwa unsur mangan masuk ke dalam air
melalui lindi yang dihasilkan dari pembakaran 400 baterai kering di dekat sumur.
Konsentrasi mangan yang berada di dalam air dapat mencapai kurang lebih 28 mg/L, jika
setiap orang meminum 2 liter dari sumber tersebut setiap harinya, maka dalam tubuh

Universitas Indonesia
12

mereka terdapat kurang lebih 58 mg/L mangan. Terdapat efek kerusakan pada sistem
saraf, termasuk beberapa indikasi terkena serangan Parkinson (Kawamura, et al., 1941).
Berdasarkan Permenkes RI no.492/2010, kadar maksimum mangan yang
diperbolehkan pada air minum adalah 0,4 mg/L.
2.3.3 Fekal Koliform
Fekal koliform atau bakteri koliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu
hidup dalam saluran pencernaan manusia. Maka dari itu, fekal koliform adalah kelompok
folikorm yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, namun dalam jumlah dan kondisi
tertentu. Kelompok bakteri coliform, antara lain Eschericia coli, Enterrobacter
aerogenes, dan Citrobacter fruendii.
Bakteri koliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain
(Simatupang, 2006), sehingga dapat dijadikan parameter untuk kelayakan air bersih.
Apabila pada sampel air terdapat bakteri koliform, maka dapat disimpulkan bahwa bakteri
pathogen penyebab penyakit ada di dalam air tersebut.
Berdasarkan Permenkes RI no.492/2010, kadar maksimum fekal koliform atau
total koliform yang diperbolehkan pada air minum adalah 0/100 mL.
Tabel 2.1 Jenis Parameter Air Bersih Permenkes RI no. 492/2010.

Universitas Indonesia
13

Sumber: (Menteri Kesehatan RI, 2010).

2.4 Sistem Pengolahan Air Bersih


Sistem pengolahan air bersih merupakan suatu proses dalam mengolah air baku
menjadi air yang aman digunakan dan sesuai dengan persyaratan dan baku mutu air bersih
yang berlaku. Proses pengolahan air bersih yang baik terdiri dari proses fisik, kimia, dan
biologi, namun tergantung pada karakteristik air baku yang akan digunakan (Mulia,
2005). Unit-unit yang umum terdapat pada IPAM adalah bangunan intake, transmisi,
koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, dan unit pengolahan lumpur yang
berasal dari unit sedimentasi.
2.4.1 Bangunan Intake
Kegunaan dari bangunan intake adalah untuk menangkap air baku yang asalnya
dari air permukaan seperti danau dan sungai sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya,
bangunan intake dilengkapi dengan penyaring kasar atau bar screen, guna menyaring
sampah atau benda kasar agar tidak masuk bersamaan dengan air baku yang akan diolah.
Terdapat 5 jenis intake dalam IPAM (Qasim, et al., 2000), yaitu:
a. Floating Intake
Floating intake merupakan jenis bangunan intake dengan struktur yang
mengapung di atas permukaan air yang dilengkapi pompa, penyaring, katup, dan
komponen lainnya. Struktur tersebut umumnya ditopang oleh setidaknya dua tiang pier,
yang terdiri dari kolom yang terbuat dari besi atau beton yang ditancapkan di dasar
sungai/danau yang dijadikan sumber baku IPAM. Kelebihan dari floating intake yakni
memakan biaya yang sedikit dan bisa dibongkar-susun dengan mudah. Meskipun begitu,
pier penopang dari strukturnya harus diawasi dengan sesering mungkin karena rentan
rusak oleh gaya dari aliran air maupun angin berhembus.
b. Submerged Intake
Submerged Intake digunakan untuk mengambil air baku dari sungai atau danau
yang jarang mengalami perubahan ketinggian permukaan air. Strukturnya terdiri dari

Universitas Indonesia
14

sebuah balok beton untuk menopang influen dari pipa transmisi. Sistem alirannya dapat
berupa gravitasi atau menggunakan tenaga pompa. Pembuka dari struktur intake dilapisi
dengan besi. Bentuk struktur yang mudah dan tidak kompleks menyebabkan biaya untuk
membangun submerged intake sangat murah, namun memiliki kelemahan yakni hanya
dapat mengambil air baku di ketinggian paling bawah dimana air di ketinggian tersebut
umumnya memiliki kualitas yang buruk karena terdapat sedimen.
c. Tower intake
Tower intake merupakan jenis bangunan intake menyerupai menara, umumnya
digunakan di reservoir atau sungai/danau dengan ketinggian permukaan air yang
berubah/fluktuatif. Jenis intake ini dapat dibangun dengan jarak dekat dengan tepi
sungai/danau, namun juga dapat dibangun di tengah-tengah sungai/danau lalu dibuatkan
jembatan penyebrangan dari bangunan intake menuju tepi sungai/danau tersebut. Intake
ini memiliki beberapa pintu air kecil di beberapa ketinggian tertentu, sehingga pengelola
memiliki banyak opsi untuk memilih ketinggian air dengan kualitas air baku yang cukup
baik untuk diolah di IPAM.
d. Shore Intake
Shore intake dibangun di tepi sungai/danau yang cukup dalam. Umumnya,
bangunan shore intake merupakan struktur beton dengan pintu air yang diletakkan di
pinggir sungai/danau, dilengkapi dengan penyaring dan pompa.
e. Pier intake
Pier intake digunakan di tepi sungai/danau yang dangkal, terdiri dari struktur
besi/beton yang ditopang oleh beberapa pier.

Gambar 2.1 Tampak Floating Intake.


Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Universitas Indonesia
15

2.4.2 Saluran Transmisi


Saluran transmisi atau lebih dikenal dengan water-conveyance system adalah
sebuah saluran yang mengalirkan air baku dari sumber menuju IPAM maupun air siap
dikonsumsi dari IPAM menuju konsumen. Terdapat beberapa jenis saluran transmisi
yang dapat diaplikasikan, dapat berbentuk kanal, terowongan, maupun conduit. Conduit
lebih sering digunakan karena hanya menggunakan pipa tanpa harus membuat struktur
saluran yang rumit. Conduit dapat dioperasikan secara gravitasional maupun tekanan.

2.4.3 Koagulasi-Flokulasi
Koagulasi merupakan proses kimiawi yang bertujuan untuk mengurangi
stabilitas dari partikel koloid. Dalam proses koagulasi, koagulan ditambahkan dengan
pengadukan cepat untuk meratakan kontak antara koagulan dengan air baku agar
terbentuk inti flok, yang selanjutnya pada proses flokulasi akan terbentuk flok-flok yang
lebih besar yang siap diendapkan (Reynolds, et al., 1982). Koagulan adalah zat kimia
yang mempunyai kemampuan untuk mengikat partikel dan netralisasi muatan partikel
koloid. Beberapa contoh koagulan yang umum dipakai adalah aluminium sulfat dan iron
salts.
Flokulasi merupakan proses dimana inti-inti flok yang beraal dari koloid pada
proses koagulasi saling bersentuhan dan membentuk flok-flok yang lebih besar. Ketika
bersentuhan, terjadi gerakan tarik-menarik antar inti-inti flok, yang dapat membentuk flok
yang besar dan padat. Flok yang telah membesar dan menjadi lebih padat mudah untuk
mengendap.
Berbeda dengan koagulasi, proses flokulasi memerlukan pengadukan dengan
kecepatan yang lebih rendah. Pengadukan lambat ini umumnya disebut dengan agitasi.
Metoda pengadukan flokulasi kurang lebih sama dengan koagulasi, hanya saja
perbedaanya terletak pada kecepatan gradien pengadukan yang lebih kecil dari
pengadukan koagulasi (Reynolds, et al., 1982).
Pada IPAM, unit koagulasi dan flokulasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni
hidrolis dan mekanis. Koagulasi dengan sistem hidrolis diperasikan dengan
mengandalkan terjunan. Terjunan dengan ketinggian tertentu menyebabkan air dapat
bercampur dengan koagulan. Sedangkan koagulasi mekanis menggunakan pengaduk
propeller, impeller, atau turbine. Koagulasi mekanis menggunakan konsumsi listrik agar

Universitas Indonesia
16

pengaduk dapat dioperasikan dengan sesuai. Flokulasi hidrolis menggunakan unit bak
flokulasi yang terdiri dari beberapa baffle, dapat dioperasikan dengan aliran horizontal
maupun vertikal. Sedangkan flokulasi mekanis menggunakan propeller bersegmen yang
juga menggunakan tenaga listrik.

Gambar 2.2 Potongan Bak Koagulasi dengan Pengaduk Mekanis.


Sumber: (Qasim, et al., 2000).

2.4.4 Sedimentasi
Sedimentasi merupakan proses pemisahan partikel tersuspensi dari air
mengandalkan gravitasi. Pada proses ini, partikel penyebab kekeruhan pada air olahan
dipisahkan setelah melalui proses koagulasi flokulasi. Dalam proses sedimentasi hanya
partikel – partikel yang lebih berat dari air yang dapat mengendap, seperti kerikil dan
pasir, padatan pada tangki pengendapan primer, bioflok pada tangki pengendapan
sekunder, flok hasil pengolahan secara kimia, dan lumpur. Faktor penting dalam proses
sedimentasi adalah kecepatan pengendapan dari partikel-partikel yang akan dipisahkan
dari air olahan. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh ukuran, densitas larutan,
viskositas cairan, dan suhu (Sutrisno, et al., 2002).
2.4.5 Filtrasi
Filtrasi merupakan proses pemisahan antar partikel atau molekul dengan
mengandalkan perantara atau media. Filtrasi dijelaskan lebih lanjut pada subbab 2.6.

Universitas Indonesia
17

2.4.6 Desinfeksi
Desinfeksi berfungsi untuk menghilangkan bakteri patogen yang terdapat pada
air olahan IPAM agar sesuai dengan standar baku mutu air bersih yang berlaku,
Kehadiran bakteri tersebut pada air bersih dapat menimbulkan penyakit bagi konsumen,
sehingga desinfeksi perlu dilakukan untuk mencegah hal tersebut. Disinfektan yang
umum digunakan adalah klorin, potassium permanganat, ultraviolet. Adapaun unit
desinfeksi dapat diaplikasikan dengan sistem baffle, hydraulic jump atau terjunan
hidrolis, open channel, maupun dengan pengaduk mekanis.

2.5 Filtrasi
Filtrasi merupakan salah satu bentuk dari proses pemisahan. Filtrasi merupakan
tindakan pemisahan satu atau lebih fase/wujud dari fase lainnya dalam suatu proses yang
melibatkan perbedaan secara fisik sebagai faktor utama dalam pemisahan tersebut
(Sutherland, et al., 2008). Filtrasi merupakan salah satu metode pemisahan yang umum
digunakan dalam proses pemisahan, selain sedimentasi. Pada filtrasi, partikel atau flok
yang melewati filter akan tertahan pada media berpori, sehingga air yang keluar dari filter
terpisah dari partikel atau flok tersebut.
Dalam pengolahan air bersih, filtrasi memisahkan zat-zat atau partikel padat dari
air yang diolah. Filtrasi pada unit pengolahan air bersih bertujuan untuk menyaring air
yang telah melewati proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Filtrasi dapat
menghilangkan rasa, bau, bakteri, besi, dan mangan.
Berdasarkan kapasitas air atau laju filtrasi air yang akan diolah, filter pasir
terbagi menjadi dua, yaitu rapid sand filter dan slow sand filter:
1. Rapid Sand Filter
Saringan pasir cepat berkembang pesat di akhir abad ke-19 di Amerika
Serikat. Metode ini lebih populer dikarenakan hanya membutuhkan lahan atau
daerah yang lebih kecil dibandingkan dengan slow sand filter. Rapid sand filter
merupakan proses pengolahan fisik murni. Namun, rapid sand filter tidak
menjamin dapat mengolah air olahan menjadi air bersih yang aman untuk
dikonsumsi. Maka dari itu, perlu adanya pengolahan tambahan seperti koagulasi
dan flokulasi sebelum diberlakukan rapid sand filter tersebut.

Universitas Indonesia
18

Metode filtrasi ini dipengaruhi oleh dua prinsip fisik dasar, yakni
mechanical straining dan physical adsorption. Pada mechanical straining, partikel-
partikel tersuspensi berukuran besar tertahan dan tersangkut diantara butiran-
butiran pasir ketika melewati media filter. Sedangkan physical adsorption
merupakan peristiwa dimana partikel berukuran kecil menempel pada permukaan
butiran pasir yang disebabkan oleh gaya Van der Waals (Schmitt, et al., 1996).
Dalam proses ini, semakin banyak partikel yang terkumpul dan
terakumulasi pada media filter, sehingga terjadi clogging pada filter dan
menurunkan performanya. Maka dari itu, filter perlu dicuci agar performa
penghilangan partikelnya dapat kembali seperti semula.
Rapid sand filter memiliki efektifitas penghilangan kekeruhan yang sangat
tinggi apabila diaplikasikan dengan benar (Brikke, et al., 2003). Berikut dibawah
ini adalah parameter yang dapat dan kurang efektif dalam penghilangannya:
Tabel 2.2 Performa Pengolahan Air Pada Slow Sand Filter Bila Diberlakukan
Koagulasi dan Flokulasi Sebelumnya.
Efektif Sedikit Efektif Tidak Efektif
 Kekeruhan  Rasa  Virus
 Besi  Bau  Fluorida
 Mangan  Bakteri  Arsen
 Zat Organik  Garam
Sumber: (Brikke, et al., 2003).

Adapun kelebihan dari Rapid Sand Filter adalah:


a. Efektif dalam menghilangkan kekeruhan (umumnya <0,1-1 NTU)
b. Laju filtrasi yang tinggi (4000 s/d 12000 liter per jam per meter persegi
area)
c. Pembersihan filter hanya membutuhkan beberapa menit dan filter tersebut
dapat langsung dioperasikan seusai dicuci.

Sedangkan kelemahan dari Rapid Sand Filter adalah:


a. Tidak efektif dalam menghilangkan bakteri, virus, fluorida, arsen, bau, dan
zat organik (memerlukan pra dan paska pengolahan)

Universitas Indonesia
19

b. Biaya operasional yang mahal


c. Harus dicuci sesering mungkin, sekitar 24-72 jam sekali
d. Memerlukan energi yang banyak

2. Slow Sand Filter


Slow sand filter adalah filter yang memiliki kecepatan filtrasi lambat, yaitu
di kisaran 0,1 – 0,4 m/jam, dengan media pasir yang memiliki ukuran yang kecil di
kisaran 0,15 – 0,35 mm. Untuk penjelasan mengenai slow sand filter lebih lanjut
dapat dilihat di poin 2.7.
Menurut Schulz dan Okun (1984), perbedaan rapid sand filter dan slow
sand filter adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Perbedaan Kriteria Filter Pasir Cepat dan Filter Pasir Lambat
KRITERIA RAPID SAND FILTER SLOW SAND FILTER
Kecepatan Laju Filtrasi 4 – 21 m/jam 0,1 – 0,4 m/jam
Ukuran Pasir  Effective Size >  Effective Size:
0,55 mm 0,25-0,3 mm
 Uniformity  Uniformity
Coefficient <1,5 Coefficient: 2-3
Ukuran Bed Kecil, 40-400 m2 Besar, 2000 m2
Kedalaman Bed 30-45 cm kerikil dan 60-70 30 cm kerikil dan 90-110
cm pasir, tidak berkurang cm pasir, namun
saat pencucian. berkurang sekitar 50-80
cm ketika dicuci.
Distribusi Ukuran Terstratifikasi Tidak terstratifikasi
Media
Sistem Underdrain Pipa lateral berlubang yang Sama dengan filter cepat
mengalirkan air ke pipa atau batu kasar dan beton
utama berlubang sebagai saluran
utama
Kehilangan Energi 30 cm saat awal, hingga 6 cm saat awal, hingga
275 cm saat akhir 120 cm saat akhir
Lama Operasi 12-72 jam 20-60 jam

Universitas Indonesia
20

KRITERIA RAPID SAND FILTER SLOW SAND FILTER


Metode Pembersihan Mengangkat kotoran dan Mengambil lapisan pasir
pasir ke atas dengan di permukaan dan
backwash mencucinya
Jumlah Air untuk 1 – 6% dari air tersaring 0,2 – 0,6% dari air
Pembersihan tersaring
Pre-treatment Koagulasi – Flokulasi – Umumnya tidak
Sedimentasi diperlukan apabila
kekeruhan kurang dari 50
NTU
Biaya Konstruksi Relatif Tinggi Relatif Rendah
Biaya Operasi Relatif Tinggi Relatif Rendah
Biaya Depresiasi Relatif Tinggi Relatif Rendah
Sumber: (Schulz, et al., 1984).

2.6 Slow Sand Filter


Slow sand filter adalah filter bermedia pasir yang memiliki kecepatan filtrasi
yang sangat lambat, yaitu di kisaran 0,1-0,4 m/jam. Laju filtrasi yang lambat tersebut
disebabkan oleh ukuran effective size media pasir pada filter tersebut yang kecil. Menurut
Visscher (1990), effective size media pasir pada slow sand filter yang dijadikan kriteria
desain adalah di rentang 0,15 – 0,35 mm. Slow sand filter lebih sering digunakan dalam
skala kecil, seperti untuk kebutuhan rumah tangga. Karena skalanya yang kecil, biaya
instalasi dan pengoperasian slow sand filter relatif murah.
Slow sand filter ditemukan pertama kali oleh John Gibb pada tahun 1804 di
distrik Paisley, Skotlandia (Huisman, et al., 1974). Awalnya, filter pasir lambat yang
dibuat oleh Gibb hanyalah sebuah percobaan, dimana ia menjual air yang telah disaring
berlebih ke masyarakat (Baker, 1948). Pada tahun 1829, Gibb dengan rekannya
mengembangkan slow sand filter dan digunakan dalam instalasi pengolahan air bersih
yang dimiliki oleh Chelsea Water Company di London. Filter ini menjadi terkenal dan
mulai digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1885, dan pada tahun 1899, filter tersebut
dikembangkan sehingga dapat dioperasikan secara otomatis dengan mengandalkan
tekanan pompa di Inggris. Sejak saat itu, slow sand filter termodifikasi umum digunakan

Universitas Indonesia
21

oleh negara-negara industri. Hingga saat ini, kemampuan slow sand filter dalam
menghilangkan parameter-parameter biologis masih belum tertandingi.

2.6.1 Komponen Slow Sand Filter

Gambar 2.3 Skema Cross-Section dari Slow Sand Filter.


Sumber: (Barrett, et al., 1991).
Adapun komponen utama dalam alat slow sand filter pada umumnya adalah
sebagai berikut:
a. Control Valve
Valve ini merupakan jalur masuk air mentah menuju alat slow sand filter.
Pada valve ini, jumlah air mentah yang masuk juga diatur sedemikian rupa agar
beban yang ditanggung oleh filter tidak terlalu berlebihan (Barrett, et al., 1991).
b. Headwater reservoir/Supernatant water reservoir
Reservoir ini berfungsi untuk menampung air mentah dari control valve.
Pada reservoir ini, air mentah yang siap diolah melewati filter akan memperoleh
constant head yang sesuai, dimana head tersebut memberikan tekanan untuk
mendorong air masuk melewati filter (Huisman, et al., 1974). Kisaran kedalaman
reservoir ini adalah 1-1,5 m. Waktu tinggal air mentah di reservoir ini berkisar
antara 3-12 jam, bergantung pada laju filtrasi.
c. Schmutzdecke
Schmutzdecke merupakan sebuah lapisan biologis yang memiliki berbagai
macam mikroorganisme yang tinggal didalamnya. Mikroorganisme tersebut dapat
berupa plankton, diatom, protozoa, rotifer, dan bakteri. Mikroorganisme

Universitas Indonesia
22

schmutzdecke tersebut berfungsi untuk menjebak dan menghancurkan zat-zat


organik seperti alga dan bakteri patogen yang terdapat pada air mentah sebelum
masuk ke medium filter. Lapisan schmutzdecke dapat menghilangkan komponen
nitrogen dengan cara mengoksidasikannya, serta beberapa partikel tersuspensi dan
warna (Huisman, et al., 1974). Air yang melewati schmutzdecke akan mengalami
penyingkiran bakteri dengan efisiensi 90-99% (Elliott, et al., 2015).
d. Media Filter
Media yang umum digunakan pada slow sand filter adalah pasir dan
kerikil. Ketika air melewati media pasir, terjadi proses adsorpsi. Pada proses ini,
terjadi pelekatan antara partikel padat pada air olahan dengan butiran pasir pada
media filter. Pelekatan ini disebabkan oleh terjadinya gaya tarik menarik, yang
didorong oleh gaya statis dan ikatan kimiawi. Air olahan mengalir melewati celah
atau pori-pori yang berada di antara butir-butir pasir. Sehingga ketika air sampai di
underdrain, air tersebut sudah tersingkirkan dari zat-zat atau partikel padat yang
telah tertangkap atau menempel pada media pasir atau kerikil. Adapun ukuran
efektif media filter dibuat tidak terlalu besar, untuk mencegah terjadinya
penyumbatan akibat partikel padat yang tertangkap dan menempel pada butiran
media. Sehingga, pencucian media filter perlu dilakukan sebagai alternatif untuk
mencegah hal tersebut terjadi.
e. Underdrain
Underdrain merupakan bagian slow sand filter yang tersusun berada di
bagian paling bawah dari filter tersebut. Fungsi dari underdrain adalah sebagai jalur
bagi air yang telah diolah filter untuk keluar dan digunakan. Sebaiknya, pipa yang
digunakan sebagai jalur underdrain adalah pipa yang terbuat dari bahan
polyvinylchloride atau PVC, dimana pipa tersebut ditutupi oleh lapisan kerikil
untuk mencegah masuknya butiran media filter yang masuk ke dalam pipa
underdrain tersebut (Huisman, et al., 1974).
f. Pipa outlet dan outlet valve
Pipa outlet mengalirkan air yang berasal dari underdrain menuju outlet
valve, dimana air hasil pengolahan filter sudah siap digunakan.

Universitas Indonesia
23

2.6.2 Mekanisme Penghilangan Parameter pada Slow Sand Filter


Mekanisme penghilangan partikel dalam slow sand filter memiliki beberapa
kesamaan dengan mekanisme pada rapid sand filter. Menurut Yao et al. (1971),
mekanisme penghilangan partikel pada slow sand filter dipengaruhi oleh transport dan
attachment. Namun, Huisman dan Wood (1974) menambahkan mekanisme purifikasi
dalam kinerja slow sand filter. Ketika attachment atau pelekatan terjadi, partikel pada
butiran media pasir akan dihilangkan oleh biofilm lewat proses metabolisme, sehingga
partikel tersebut tersingkirkan secara permanen (Barrett, et al., 1991).
1. Mekanisme pengangkutan
Dalam mekanisme ini, tabrakan atau pelekatan antara partikel dengan
butiran media pasir terjadi. Mekanisme transport terbagi menjadi 3, yaitu intersepsi,
sedimentasi, dan difusi.
a. Intersepsi, merupakan proses dimana pelekatan antara partikel dengan butiran
pasir terjadi. Intersepsi terjadi hanya ketika partikel terbawa oleh salah satu jalur
aliran yang berdekatan dengan butiran media pasir. Semakin besar ukuran
partikel, maka probabilitas terjadinya intersepsi semakin besar pula.
b. Sedimentasi, dimana partikel akan menempel pada butiran pasir akibat dari gaya
gravitasi. Adapun sedimentasi pada mekanisme ini hanya terjadi ketika ukuran
partikel lebih besar dari 10 μm (Yao, et al., 1971).
c. Difusi, adalah proses mekanisme dimana partikel pada air olahan terpengaruh
oleh molekul, seperti gas ataupun energi termal. Pengaruh yang diberikan oleh
molekul tersebut menyebabkan partikel berpindah jalur aliran, yang
memungkinkan jalur yang menjadi tujuan berpindah dari partikel tersebut
berdekatan dengan butiran pasir, sehingga terjadilah pelekatan antara partikel
dengan butiran media pasir tersebut. Adapun difusi terjadi pada partikel yang
berukuran lebih kecil dari 1 μm.

Universitas Indonesia
24

Gambar 2.4 Proses Intersepsi, Sedimentasi, dan Difusi pada Mekanisme


Transport.
Sumber: (Yao, et al., 1971).
Peristiwa mekanisme diatas diakibatkan oleh aliran interstisial yang terjadi
pada aliran air mentah yang mengalir pada media filter (Barrett, et al., 1991). Jalur-
jalur aliran akan bercabang ketika melewati pori-pori atau open space antar butiran
pasir, lalu akan bersatu kembali, dan kemudian akan bercabang atau berpisah
kembali terus menerus. Jalur aliran yang membentuk cabang tersebut disebut
bifurkasi. Bifurkasi inilah yang menaikkan probabilitas terjadinya tabrakan atau
pelekatan antar partikel dengan butiran media pasir.
Selain ketiga peristiwa diatas, terdapat proses-proses lainnya yang dapat
terjadi pada mekanisme pengangkutan menurut Huisman & Wood (1974), yakni
proses gaya sentrifugal, atraksi massa, dan pengikatan elektrostatik-elektrokinetik.
a. Gaya inersial dan sentrifugal, terjadi pada partikel yang memiliki specific gravity
lebih besar dibandingkan dengan air yang berada disekelilingnya. Gaya ini
menyebabkan partikel meninggalkan jalur aliran dan bersentuhan dengan butiran
pasir.
b. Atraksi massa, atau lebih dikenal dengan gaya Van der Waals, merupakan gaya
yang ditemukan oleh ilmuwan asal Belanda, Johannes Diderik Van der Waals.
Gaya ini merupakan gaya tolak menolak ataupun tarik menarik antar molekul.
Adapun gaya ini tidak terlalu kuat apabila antar molekul atau partikel terdapat
jarak yang cukup jauh.
c. Gaya pengikatan elektrostatik dan elektrokinetik berperan untuk menahan
partikel yang menabrak butiran pasir.

Universitas Indonesia
25

2. Mekanisme Attachment
Menurut Huisman & Wood (1974), ketika partikel telah menempel dengan
butiran pasir, terdapat 3 gaya utama yang menahan partikel tersebut sehingga
terpisah dari air olahan, yaitu gaya Van der Waals, atraksi elektrostatik, dan adhesi.
a. Gaya Van der Waals yang juga berperan pada mekanisme pengangkutan,
memiliki peran yang besar dalam mengikat partikel yang menempel pada butiran
pasir, mengingat gaya ini cukup efektif ketika jarak antar molekul dekat.
b. Gaya atraksi elektrostatik bekerja mirip dengan gaya Van der Waals, namun
dapat bekerja meskipun jarak antar molekul tidak begitu dekat, dengan
memanfaatkan gaya tarik menarik antara komponen elektrikal yang memiliki
muatan berlawanan. Secara alami, pasir yang digunakan sebagai media pada
filter memiliki muatan negatif, sehingga dapat menarik partikel bermuatan
positif seperti karbonat, flok besi dan aluminium hidroksida. Namun pasir tidak
dapat mengikat bakteri, karena bakteri memiliki muatan negatif. Sehingga, pada
slow sand filter, lapisan schmutzdecke menjadi lapisan yang diletakkan diatas
media pasir, agar dapat menghilangkan bakteri secara efektif terlebih dahulu.
c. Adhesi merupakan proses dimana partikel padat yang umumnya memiliki
muatan positif terikat oleh bakteri aktif dari zooglea yang bermuatan negatif.
Zooglea sendiri terbentuk akibat partikel organik yang terbentuk diantara dasar
bawah schmutzdecke dan dasar atas lapisan pasir, sehingga bakteri aktif
berkembang biak di lapisan partikel organik tersebut.

3. Mekanisme purifikasi
Dalam mekanisme ini, terjadi dua jenis oksidasi, yaitu oksidasi kimiawi
dan mikrobiologi.
Pada schmutzdecke dan lapisan biofilm yang terbentuk, bakteri ataupun
mikroorganisme yang tinggal didalamnya menangkap materi organik yang terdapat
pada air mentah. Materi organik tersebut dijadikan sebagai makanan bagi
mikroorganisme tersebut, dengan cara oksidasi. Hasil dari oksidasi tersebut adalah
materi sel yang dijadikan bahan untuk mikroorganisme tersebut tumbuh. Namun,
hanya sebagian materi organik saja yang dijadikan makanan oleh mikroorganisme
tersebut. Sisa materi organik yang dibiarkan begitu saja akan terdegradasi menjadi

Universitas Indonesia
26

air, karbondioksida, ataupun senyawa seperti sulfat, fosfat, dan nitrat anorganik
(Schmidt, 1963).

2.6.3 Pembersihan Slow Sand Filter


Media filter perlu dicuci ketika head loss air setelah melewati filter melewati
batas kriteria desain, efisiensi penghilangan parameter terutama kekeruhan dibawah
ekspektasi atau masa beroperasi filter maksimum terlewati sejak terakhir filter tersebut
dicuci (Qasim et al., 2000). Pencucian filter dilakukan dengan cara cleaning atau
backwashing. Backwashing dilakukan dengan cara air dilewati menuju media filter
sehingga partikel padat yang terakumulasi pada butiran media tersingkirkan. Ketika
backwash diberlakukan, lapisan media bertambah ukuran. Pada kondisi tersebut, laju
vertikal air sama dengan kecepatan settling media filter, sehingga partikel kecil yang
terakumulasi pada media tersebut terbawa oleh air dan tersingkirkan.
Langkah pertama dalam mencuci lapisan media filter adalah dengan menutup
jalur masuk air mentah, untuk memberikan waktu bagi filter untuk mengeluarkan sisa air
yang disaring sehingga tidak ada lagi air di dalam filter tersebut. Pengosongan filter
tersebut akan memakan waktu sekitar beberapa jam. Filter kosong ditunjukkan dengan
kosongnya supernatant reservoir. Seusai supernatant reservoir kosong, air yang sudah
melewati filter dikuras melewati effluent pipe. Pembersihan dapat dimulai ketika lapisan
schmutzdecke sudah cukup kering untuk dipindahkan terlebih dahulu (Huisman, et al.,
1974).
Lapisan pasir dikelupas dari bagian atas, lalu diletakkan pada wadah untuk
dicuci bersih dengan air. Sembari lapisan pasir dicuci, dinding bagian dalam filter dapat
dibersihkan untuk menghindari terjadinya pertumbuhan alga atau lendir pada dinding
tersebut. Apabila kedalaman media ingin diubah, maka ketinggian supernatant reservoir
dan outlet weir harus dipertimbangkan terlebih dahulu. Setelah itu, media filter baru
dimasukkan, dimulai dengan penempatan media penyangga di bagian bawah filter.

Universitas Indonesia
27

2.6.4 Kelebihan dan Keterbatasan Slow Sand Filter


Kelebihan dari penggunaan slow sand filter menurut Huisman & Wood (1974)
adalah:
a. Kualitas air yang diolah sangat baik dan belum tertandingi oleh pengolahan air
bersih manapun terkecuali filtrasi secara biologis. Adapun pengolahan ini tifak
memerlukan penambahan bahan kimia.
b. Desain yang sederhana membuat slow sand filter dapat dibuat dalam skala kecil,
umumnya pada level rumah tangga. Selain itu, biaya untuk membuat slow sand
filter relatif murah.
c. Biaya operasi dan perawatan sebagian besar hanya untuk mencuci media filter.
d. Slow sand filter mengalami proses ripening, dimana air yang dialirkan melewati
filter tersebut setalah dicuci atau sebelum fungsi biologisnya bekerja kembali dapat
dikembalikan ke sumber atau diarahkan ke filter lain, sehingga tidak perlu dibuang.
Proses ripening ini secara tidak langsung merupakan tindakan penghematan air.
e. Slow sand filter menghasilkan lumpur yang sedikit, dan tidak akan dibuang karena
kondisinya dalam keadaan kering. Sehingga, lumpur tersebut umumnya digunakan
petani sebagai pupuk atau dijadikan bahan dalam campuran pasir, dan menjadi zat
organik untuk pengondisian tanah liat.
Sedangkan keterbatasan dan kekurangan dari slow sand filter berdasarkan
sumber yang sama adalah:
a. Slow sand filter membutuhkan lahan yang luas, sehingga biaya untuk instalasi filter
ini pada skala besar cukup tinggi untuk membeli lahan. Lahan yang luas diakibatkan
oleh laju filtrasi slow sand filter yang sangat lambat.
b. Tidak dapat menanggung beban kekeruhan yang tinggi, sehingga diperlukan pre-
treatment apabila bebannya terlalu tinggi.
c. Karena merupakan filter biologis, proses pembersihan filter menjadi sering
dilakukan untuk mencegah alga yang muncul dan bertumbuh dari schmutzdecke
merambat ke media filter.

Universitas Indonesia
28

2.6.5 Efisiensi Penghilangan Slow Sand Filter


Berdasarkan literatur dan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para ahli,
slow sand filter dapat menyingkirkan:
a. Kekeruhan, bakteri, virus entero, dan protozoa menurut Galvis et al. (2002).
Efisiensi penghilangan dibawah ini adalah tipikal, dimana sebagian besar studi yang
dijadikan literatur merupakan uji slow sand filter yang beroperasi pada suhu diatas
50oC, laju filtrasi diantara 0,04-0,2 m/jam, kedalaman bed filter diatas 0,5 m, dan
ukuran efektif media berkisar antara 0,15-0,3 mm.
Tabel 2.4 Efisiensi Penghilangan Parameter Tipikal pada Slow Sand Filter.
PARAMETER EFISIENSI KETERANGAN
PENGHILANGAN
Kekeruhan < 1 NTU Bergantung pada jumlah, sifat alami
dan distribusi partikel penyebab
kekeruhan
Bakteri Koliform >99% Bergantung pada kesiapan biologis
filter
Bakteri Entero 90 – 99,9% Bergantung pada suhu, laju filtrasi,
ukuran media, kedalaman lapisan
media dan pencucian filter
Virus Entero dan 90 – 99,9% Minim dalam efek metode pencucian
Giardia sp. terhadap persentase penghilangan pada
bed yang matang secara biologis
Warna Asli 25 – 40% Warna terasosiasi dengan zat organik
dan asam humik. Umumnya adalah
30%
Karbon Organik Total < 15-25% Umumnya 16%
Karbon Organik 5 – 40% Umumnya 37%
Terlarut
Besi dan Mangan 30 – 90% Kadar Fe diatas 1 mg/L mengurangi
laju filtrasi akibat clogging pada filter
dan presipitasi
Sumber: (Galvis, et al., 2002).

Universitas Indonesia
29

b. Bakteri Patogen dengan efisiensi penghilangan sebesar 99 – 99,9% (Van Dijk, et


al., 1978). Namun, efisiensi tersebut bergantung pada sumber air dan operasional
filter.
c. Virus yang dapat hilang sebesar 2 – 6 log (Troyan, et al., 1989).Penghilangan
tersebut dapat meningkat dengan syarat meningkatkan kedalaman media filter,
menurunkan laju filtrasi, dan meningkatkan suhu air.
d. Parasit seperti Giardia dan Cryptosporidium menurut Hsu et al. (2001). Jika
dibandingkan, Cryptosporidium lebih sulit untuk dihilangkan dibandingkan Giardia
karena ukurannya yang lebih kecil. Berikut dibawah ini adalah penghilangan
Giardia dan Cryptosporidium yang dirangkum Hsu berdasarkan literatur lainnya:
Tabel 2.5 Efisiensi Penghilangan Giardia dan Cryptosporidium pada Slow Sand
Filter.
LITERATUR TAHUN EFISIENSI PENGHILANGAN
TERBIT Giardia Cryptosporidium
Bellamy et al. 1985 >98% -
Schuler et al. 1988 99.8-100% 100%
Schuler et al. 1991 - 3.9 – 7.11 log
Fogel et al. 1993 Rerata 93% -
Logsdon et al. 1993 93.7-99.9% -
Sumber: (Hsu, et al., 2001).

2.6.6 Kriteria Desain Slow Sand Filter


Kriteria desain perlu diikuti agar slow sand filter yang dirancang pada penelitian
ini dapat bekerja sesuai yang diharapkan. Berikut dibawah ini adalah kriteria desain slow
sand filter yang mengacu kepada beberapa sumber:

Universitas Indonesia
30

Tabel 2.6 Kriteria Desain Slow Sand Filter Menurut Beberapa Sumber.
KRITERIA SUMBER LITERATUR
Huisman Schulz dan Visscher Indian MIWR
(1974) Okun (1990) Standard GONU, WHO
(1984) (1990) & UNICEF
(2009)
Laju Filtrasi 0,1 – 0,4 0,1 – 0,4 0,1 – 0,2 0,1 – 0,2 0,1 – 0,2
(m/jam)
Kedalaman filter bed 1,2 1,2 – 1,4 0,9 0,8 – 0,9 0,8 – 0,9
(m)
Ukuran Efektif Pasir, 0,15 – 0,35 0,25–0,3 0,15 – 0,15–0,3 0,15 – 0,3
d10 (mm) 0,35
Uniformity <2 2–3 <3 <3 <3
Coefficient Pasir, UC
Kedalaman kerikil - 0,3 0,3 – 0,5 0,3 – 0,5 0,3 – 0,5
atau media penahan
(m)
Kedalaman 1 – 1,5 - 0,9 1 1
maksimum
supernatant
reservoir (m)
Freeboard (m) 0,2 – 0,3 - 0,1 - 0,5
Sumber: (Huisman, et al., 1974); (Schulz, et al., 1984); (Visscher, 1990); (Bureau of Indian Standards,
1990); (MIWR-GONU, 2009)

Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia dalam SNI 3981:2008 mengenai


Instalasi Unit Saringan Pasir Lambat, kriteria desain slow sand filter terkait
kedalamannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.7 Kriteria Desain Kedalaman Saringan Pasir Lambat SNI 3981:2008.
Kedalaman (D) Ukuran (m)
Freeboard 0,2 – 0,3
Tinggi air di atas media pasir 1 – 1,5

Universitas Indonesia
31

Kedalaman (D) Ukuran (m)


Tebal pasir penyaring 0,6 – 1
Tebal kerikil penahan 0,15 – 0,3
Saluran pengumpul bawah 0,1 – 0,2
Sumber: (BSN RI, 2008)

2.7 Pasir Silika


Pasir silika adalah jenis pasir yang terbentuk dari pelapukan batuan yang
mengandung mineral kuarsa dan feldspar, dimana hasil pelapukan tersebut mengendap di
tepi-tepi sungai atau danau (Kusnaedi, 2010). Mineral kuarsa terdiri dari silika trigonal
terkristalisasi atau SiO2. Pasir ini umum digunakan untuk mengolah air limbah, yang
dapat menghilangkan kekeruhan yang berasal dari kotoran atau endapan pada air tersebut.
Pasir silika dapat membantu filter menurunkan kadar besi pada air baku dengan reaksi
berikut:

2Fe+ + 2SiO2 + 5H2O 2Fe(OH)3 + Si2O3 + 4H+

Reaksi diatas menunjukkan bahwa SiO2 pada pasir silika bereaksi dengan besi ferrous
yang mudah larut dengan air, dan menghasilkan besi ferric yang sukar larut dengan air.
Alhasil besi ferric tersebut mengendap pada media filter, sehingga mengurangi kadar besi
pada air yang diolah. Reaksi tersebut umumnya menghasilkan endapan (Joko, 2010).

2.8 Karbon Aktif


Karbon aktif merupakan suatu bentuk karbon yang telah terproses, yang
memiliki volume pori yang kecil sehingga meningkatkan luas permukaan dari karbon itu
sendiri yang tersedia sebagai tempat untuk proses adsorpsi maupun reaksi kimiawi (Soo,
et al., 2013). Satu gram karbon aktif memiliki luas permukaan hingga 3000 m2 yang
digunakan sebagai tempat untuk adsorpsi gas (Chada, et al., 2012). Karbon aktif
umumnya berasal dari batu bara.
Karbon aktif dikenal dapat menghilangkan pencemar pada air baku yang ebrasal
dari sungai atau danau yang digunakan sebagai sumber air pada IPAM. Dalam regulasi
Safe Drinking Water Act di Amerika Serikat, disebutkan bahwa US EPA mengusulkan

Universitas Indonesia
32

pengolahan air bersih dimana pada unit filtrasi digunakan granular activated carbon
sebagai medianya. Namun regulasi ini dihapus akibat harga GAC yang cukup mahal.
Meskipun begitu, filtrasi yang menggunakan karbon aktif dapat menghilangkan pencemar
lebih efektif.
Karbon aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan seperti bambu, cangkang kelapa,
kayu, dan batu bara (Marsh, et al., 2006). Terdapat dua proses pembuatan karbon aktif,
yaitu:
1. Aktivasi fisik: Bahan baku diberikan gas panas yang dicampur dengan udara, sehingga
gas tersebut terbakar dan menghasilkan karbon aktif dalam bentuk debu. Suhu
pemanasan untuk karbonisasi adalah sekitar 600-900oC, sedangkan aktivasi
membutuhkan pemanasan pada suhu sekitar 600-1200oC.
2. Aktivasi kimiawi: bahan baku diberikan zat-zat kimia seperti asam kuat atau garam,
biasanya terdiri dari asam fosforik, potassium hidroksida, sodium hidroksida, kalsium
hidroksida, dan zink klorida. Setelah itu, diberlakukan pemanasan dengan suhu di
sekitar 250-600oC.
Karbon aktif merupakan bahan yang cukup sulit untuk dikategorikan dari
karakteristiknya, namun dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran, cara membuatnya,
dan kegunaan atau aplikasinya terutama di bidang industri. Karbon aktif terdiri dari
berbagai jenis, yaitu:
1. Powdered Activated Carbon: terbuat dari karbon tanah yang dihancurkan yang lolos di
saringan sieve hingga 95-100%, dimana saringan yang digunakan memiliki diameter
lolos sebesar 0.177 mm. Umumnya, PAC dicampurkan langsung di unit-unit
pengolahan air bersih, seperti intake dan bak pengadukan cepat.
2. Granular Activated Carbon: karbon aktif berukuran besar dibandingkan PAC. Karbon
ini cocok untuk adsorpsi gas dan uap. Dalam unit pengolahan air bersih, GAC
digunakan pada deodorisasi, separasi, dan bak pengadukan cepat.
3. Extruded Activated Carbon: karbon aktif yang diekstrusi dengan bahan campuran
antrasit dan batu bara hingga berbentuk butiran silindris.
4. Bead Activated Carbon: karbon aktif yang dibuat dari minyak bumi dengan diameter
0.35-0.8 mm. BAC memiliki titik tekanan rendah dan kekuatan mekanis yang tinggi,
yang sering digunakan sebagai media bed pada unit filtrasi.

Universitas Indonesia
33

2.9 Penelitian Terdahulu


Penulis menggunakan meta-analisis atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait efisiensi slow sand filter sebagai acuan
dalam melaksanakan penelitian ini. Berikut dibawah ini adalah beberapa studi dan penelitian terdahulu yang dijadikan acuan:
Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu Terkait Perancangan IPAM dan Slow Sand Filter dengan Media Pasir Silika dan Karbon Aktif.
No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
1. Analisis Efektivitas Amalia Rizky 2019 Skripsi Program Variabel bebas: Penelitian ini Efisiensi penghilangan
Intermittent Slow Sand Ramadhanis Studi Teknik Laju filtrasi, menggunakan dua unit parameter air danau
Filter Dengan Lingkungan, ketebalan media slow sand filter. Satu filter Mahoni UI pada filter
Tambahan Media Universitas filter, ukuran merupakan filter acuan karbon aktif adalah 60-
Karbon Aktif Dalam Indonesia butiran media dengan media pasir silika 100% untuk parameter
Menghilangkan filter, koefisien Bangka, yang merupakan mangan, 13-36% untuk
Kandung Besi, Mangan, keseragaman acuan dari penelitian parameter kekeruhan, dan
Kekeruhan, dan Fekal media filter terdahulu, dan filter 73-99% untuk parameter
Koliform (Studi Kasus: lainnya merupakan filter fekal koliform. Namun,
Danau Mahoni UI) Variabel terikat: yang dijadikan objek filter dengan karbon aktif
besi, mangan, penelitian dengan kurang mampu untuk
kekeruhan, dan tambahan media karbon menghilangkan parameter
fekal koliform aktif. Air baku yang besi.

Universitas Indonesia
34

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
digunakan adalah air danau
Mahoni UI.
2. Greywater Treatment Mohamed Hasan 2012 Journal of Variabel bebas: Reaktor biofilm dengan Reaktor memiliki performa
Using GAC Biofilm Al-Mughalles, Applied Sciences waktu tunggal, tinggi 80 cm dan diameter penghilangan fekal
Reactor and Sand Filter Rakmi Abdul Research ukuran tangki, 40 cm diisi granular koliform sebesar 63-80%,
System Rahman, Fatihah ketebalan media, activated carbon setebal 50 dan penghilangan COD
Binti Suja, Mastura laju filtrasi cm. Reaktor ini diletakkan dan TSS masing-masing
Mahmud, Sharifah di dalam reaktor pasir sebesar 70% dan 72%.
Mastura Syed Variabel terikat: setinggi 130 cm dan Semakin lama HRT,
Abdullah efisiensi diameter 100 cm berisikan efisiensi penghilangan
penghilangan media pasir silika. Reaktor fekal koliform semakin
TSS, COD, NO3, dioperasikan dengan HRT tinggi.
NH4-N. 1, 2, 4, dan 6 jam.
3. Pengaruh Penggunaan Usman Bapa Jenti, 2014 Jurnal Teknik Variabel bebas: Terdapat dua jenis filter Air baku yakni sumur gali
Media Filtrasi Terhadap Indah Nurhayati WAKTU Volume kombinasi jenis yang digunakan. Filter 1 menjadi air sampel. Filter 1
Kualitas Air Sumur Gali 12 Nomor 02 media filtrasi, berisi pasir kwarsa dengan memiliki efisiensi
di Kelurahan Tambak ketebalan media. tebal 40 cm, karbon aktif penghilangan kekeruhan
setebal 20 cm, dan kerikil sebesar 75% dan kadar besi

Universitas Indonesia
35

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
Rejo Waru Kabupaten Variabel terikat: setebal 20 cm. Filter 2 sebesar 83%. Filter 2
Sidoarjo efisiensi berisikan pasir kwarsa memiliki efisiensi
penghilangan setebal 50 cm, karbon aktif penghilangan kekeruhan
kadar kekeruhan setebal 10 cm, dan kerikil sebesar 87% dan kadar besi
dan Fe. setebal 20 cm. HRT filtrasi sebesar 89%. Filter dengan
adalah 65 menit. ketebalan pasir kwarsa
terbesar memiliki efisiensi
penghilangan parameter
besi dan kekeruhan yang
lebih besar.
4. Penggunaan Bahan Alwin 2017 Proceeding Variabel bebas: Filter yang digunakan Hasil kedua reaktor mirip,
Alam Zeolit, Pasir Mugiyantoro, Seminar Nasional Kombinasi media, berupa reaktor berdiameter dimana efisiensi
Silika, dan Arang Aktif Istifari Husna Kebumian Ke-10 ketebalan media. 25 cm, dengan ketebalan penghilangan parameter
dengan Kombinasi Rekinagara, zeolit, arang aktif, dan pasir tertinggi untuk
Teknik Shower dalam Corintia Dian Variabel terikat: silika masing-masing penghilangan besi adalah
Filterisasi Fe, Mn, dan Primaristi, Joko kadar besi, sebesar 10 cm, 6 cm, dan 5 99,54%, mangan sebesar
Mg pada Air Tanah di Soesilo mangan, dan cm. Terdapat dua reaktor, 99,8%; dan magnesium
dimana reaktor pertama sebesar 77,82%.

Universitas Indonesia
36

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
UPN Veteran magnesium pada bekerja sendiri, dan reaktor
Yogyakarta. air sampel. kedua dikombinasikan
dengan teknik shower.
5. Pengaruh variasi Sri Astri Ningsih 2015 Skripsi Jurusan Variabel bebas: Terdapat dua filter yang Filter dengan ketebalan
ketebalan pasir dan Panigoro, Dian Kesehatan Kombinasi media, dioperasikan. Filter pasir 80 cm dan karbon
karbon aktif pada media Saraswati, Ekawaty Masyarakat, ketebalan media. pertama memiliki aktif 40 cm memiliki
saringan pasir lambat Prasetya Universitas ketebalan pasir 40 cm dan efisiensi penghilangan Fe
terhadap penurunan Negeri Gorontalo Variabel terikat: karbon aktif 20 cm. dan Mn tertinggi, dimana
kadar besi (Fe) dan kadar besi, Sedangkan filter kedua sampel A mengalami
mangan (Mn) pada air mangan. memiliki ketebalan pasir penghilangan Fe dan Mn
sumur 80 cm dan karbon aktif 40 masing-masing sebesar
cm. Sampel air diambil dari 95,07% dan 97,87%;
3 titik sumur berbeda sampel B sebesar 96,64%
dengan jarak antar sumur dan 98,23%; dan sampel C
25 meter. sebesar 98,12% dan
97,09%.

Universitas Indonesia
37

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
6. Pengaruh Aerasi Abdul Hafidz 2014 Jurnal Teknik Variabel bebas: Penelitian yang bersifat Penurunan kadar Fe yang
Bertingkat Dengan Nainggolan, Lingkungan HRT, rentang eksperimen ini bertujuan tertinggi ialah
Kombinasi Saringan Ahmad Perwira UNAND waktu untuk mengetahui menggunakan alat 1
Pasir, Karbon Aktif, dan Mulia Tarigan, pengambilan pengaruh aerasi bertingkat dengan efisiensi penurunan
Zeolit dalam Hafizhul Khair sampel, dengan kombinasi saringan sebesar 47,22 %.
Menyisihkan Parameter Kombinasi media, pasir, karbon aktif dan Sedangkan penurunan
Fe dan Mn dari Air ketebalan media. zeolit. Pemeriksaan sampel kadar Mn yang terdapat
Tanah di Pesantren Ar- dilakukan secara pada setiap alat dengan
Raudhatul Hasanah Variabel terikat: continuous sampling setiap efisiensi penurunan sebesar
kadar besi, 1 jam sekali dalam 5 jam 100 %.
mangan. pada alat 1 (aerasi 2 tingkat
dilanjutkan dengan
saringan pasir, karbon
aktif, dan zeolit), alat 2
(aerasi 2 tingkat dengan
kombinasi zeolit
dilanjutkan dengan
saringan pasir, karbon

Universitas Indonesia
38

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
aktif, dan zeolit), dan alat 3
(saringan pasir, karbon
aktif, dan zeolit).
7. Increase of Purification Mahmudur 2011 International Variabel bebas: Filter yang digunakan Jumlah sampel yang
Capacity and the Rahman, Alias Journal of Jumlah sampel, sangat kecil, hanya setinggi diambil adalah 17 buah,
Performance of Slow Mohd Yusof, Wan Environmental Kombinasi media, 18 cm dan diameter 8,5 cm. dengan kadar total
Filtering in the Removal Sani, W. B. Wan Science and ketebalan media. Media yang digunakan koliform yang bervariasi
of Bacteria in an Nik. Technology adalah modified activated dari 2 – 25 / 100 mL.
Activated Carbon-Soil- Variabel terikat: carbon setebal 5,2 cm; Adapun hasil filtrasi
Sand Filter Unit total koliform tanah setebal 3,8 cm; menunjukkan ketujuhbelas
pada air sampel. karbon aktif diimprovisasi sampel tersebut tidak
setebal 4 cm, partikel terdapat satu pun total
silikat setebal 2,5 cm; dan koliform didalamnya.
pasir silika setebal 2,4 cm.
8. Pemanfaatan Zeolit dan Laily Noer 2018 Conference Variabel Bebas: Penelitian ini Kedua filter dapat
Karbon Aktif dalam Hamidah, Ardhana Proceeding on Variasi susunan menggunakan dua jenis menurunkan pH air dari 9
Menurunkan Jumlah Rahmayanti Waste Treatment media, waktu filter yang memiliki menjadi 7, namun tidak
Technology: pengambilan komposisi media yang efektif dalam

Universitas Indonesia
39

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
Bakteri pada Filter Program Studi D4 sampel hasil sama namun dengan urutan menghilangkan salinitas
Pengolah Air Payau Teknik pengolahan susunan yang berbeda/ dan TDS. Untuk
Pengolahan filtrasi. Filter 1 terdiri dari (mulai penghilangan bakteri, filter
Limbah – dari atas ke bawah) 20 cm 2 memiliki performa
Polteknik Variabel terikat: karbon aktif, 15 cm zeolit, tertinggi dengan 98%.
Perkapalan Negeri Kadar TDS, pH, 15 cm pasir silika, dan 10
Surabaya Salinitas, Bakteri cm kerikil. Filter 2 terdiri
Total Koliform dari 20 cm karbon aktif, 15
cm pasir silika, 15 cm
zeolit, dan 10 cm kerikil.
9. Pengaruh Tinggi Putriani, Shinta 2019 Jom FTEKNIK Variabel bebas: Terdapat 3 buah filter yang Didapatkan hasil efisiensi
Unggun Karbon Aktif Elystia, dan Aryo Volume 6 Laju filtrasi, akan dioperasikan. Reaktor penghilangan logam besi
dan Pasir Kuarsa Pada Sasmita waktu filter pertama terdiri dari terbesar adalah 97,52%
Saringan Pasir Lambat pengambilan kerikil 10 cm, pasir kuarsa oleh reaktor filter pertama
Untuk Penyisihan sampel, 50 cm, dan karbon aktif 20 yang memiliki lapisan
Logam Fe Pada Air komposisi media cm. Reaktor filter kedua karbon aktif paling tebal
Sungai Siak filter terdiri dari kerikil 10 cm, dari reaktor lainnya,
pasir kuarsa 60 cm, dan dengan sampel diambil 60

Universitas Indonesia
40

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
Variabel terikat: karbon aktif 10 cm. menit setelah air
Efisiensi Reaktor filter ketiga dimasukkan ke reaktor.
penghilangan memakai kerikil 10 cm, Semakin lama waktu
kadar logam besi, pasir kuarsa 70 cm, dan detensi, semakin tinggi
dimensi reaktor tidak memiliki karbon pula efisiensi penghilangan
aktif. besi.
10. Perencanaan dan Kevin Arianto 2018 Skripsi Sarjana n/a Penelitian ini merupakan Dihasilkan perancngan
Perancangan Instalasi Pandiangan Departemen perancangan sebuah IPAM sistem pengolahan air
Pengolahan Air Bersih Teknik untuk melayani Kecamatan bersih untuk melayani
di Kecamatan Pantai Lingkungan Pantai Labu Kabupaten Kecamatan Pantai Labu
Labu Kabupaten Deli Universitas Deli Serdang, dimana Kabupaten Deli Serdang
Serdang Sumatera Utara kualitas sumber air bersih yang melayani 1016460
pada kecamatan tersebut liter/hari dengan unit
tidak memenuhi syarat intake, koagulasi, flokulasi,
baku mutu PP RI no. 82 sedimentasi, saringan pasir
Tahun 2001 dan cepat, desinfeksi dan
Permenkes RI no. reservoir.
492/2010.

Universitas Indonesia
41

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
11. Perancangan Unit Eko Ary Priambodo 2016 Skripsi Jurusan n/a Pada kampus ITS akan Dirancang 3 unit IPAM
Bangunan Pengolahan Teknik dirancang sebuah IPAM yang dibangun pada lahan
Air Minum Kampus Lingkungan, yang melayani sekitar seluas 1927 m2 di Jalan
Institut Teknologi Institut Teknologi 25.000 sivitas akademik Teknik Mesin Kampus
Sepuluh Nopember Sepuluh dengan kebutuhan air ITS, serta kolam
Nopember, minum sebesar 17 L/detik penampung air baku hujan
Surabaya. dengan memanfaatkan air seluas 4458 m2 dengan
hujan yang ditampung pada kedalaman 4-5 meter yang
sekitar kampus ITS. berada 442 meter dari
lokasi IPAM. Unit-unit
yang digunakan pada
IPAM Kampus rancangan
tersebut adalah intake,
koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, filtrasi,
desinfeksi, reservoir, dan
rumah pompa.

Universitas Indonesia
42

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
12. Perencanaan Bangunan Fathimah Hanun 2019 Skripsi FALTL n/a Perancangan IPAM dengan Unit yang digunakan
Instalasi Pengolahan Air Syifaul Jannah Universitas kapasitas 100 L/detik pada adalah intake (terdiri dari
Minum Klapanunggal di Trisakti Kecamatan Klapanunggal, pintu air, bar screen,
Kecamatan Bogor untuk menanggung saluran pembawa, dan
Klapanunggal, kebutuhan air bersih yang sumur pengumpul dengan
Kabupaten Bogor bertambah akibat dua pompa submersible),
meningkatnya jumlah koagulasi hidrolis,
penduduk pada kecamatan flokulasi hidrolis
tersebut. Kriteria desain heksagonal, sedimentasi
yang diacu adalah data plate settler, filtrasi
evaluasi IPAM Gunung saringan cepat, desinfeksi
Putri. dan reservoir. Rencana
anggaran biaya untik
pembangunan IPAM
Klapanunggal adalah
Rp3.050.416.234,-

Universitas Indonesia
43

No Judul Penelitian Penulis Tahun Nama Jurnal Variabel Ringkasan Peneltian Kesimpulan dan Hasil
Penelitian
13. Perencanaan Bangunan Dini Amalini 2007 Skripsi FALTL n/a Karena Pengolahan air Diperoleh hasil desain
Pengolahan Air Minum Universitas Bersih untuk kawasan IPAM dengan satu
di Perumahan Citra Trisakti Perumahan Citra Raya di bangunan intake, tiga
Raya – Tangerang Tangerang, Banten belum bangunan pra-sedimentasi,
Banten maksimal, dimana hanya tiga unit koagulasi
ada satu IPAM hydraulic jump, tiga unit
berkapasitas 80 L/detik, flokulasi mekanis dengan
maka dirancang sebuah paddle mixer, tiga unit
IPAM yang dapat melayani sedimentasi konvensional,
1080 L/detik dengan dan 13 unit filtrasi.
menggunakan data
penunjang: keadaan daerah
perencanaan, kualitas dan
kuantitas air baku,
pemilihan alternatif unit
IPAM serta perhitungan
desainnya.

Universitas Indonesia
44

2.10 Hasil Studi Literatur


Berikut dibawah ini adalah hasil ringkasan literatur-literatur yang digunakan
sebagai estimasi efisiensi penghilangan parameter besi, mangan, dan fekal koliform dari
slow sand filter pada IPAM yang akan dirancang:
a. Analisis Efektivitas Intermittent Slow Sand Filter dengan Tambahan Media Karbon
Aktif untuk Menghilangkan Kandungan Besi, Mangan, Kekeruhan, dan Fekal
Koliform (Ramadhanis, 2019)
Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhanis (2019) ini bertujuan untuk
membandingkan dua buah slow sand filter yang hanya menggunakan pasir silika saja
dengan pasir silika yang ditambahkan dengan lapisan karbon aktif. Filter pertama, yaitu
filter acuan, berisikan dua jenis pasir silika dengan ES dan UC yang berbeda (lapisan
pasir silika pertama memiliki ES=0,2 mm dan UC=3 dengan tebal 6,5 cm; dan lapisan
pasir silika kedua memiliki ES=0,45 mm dan UC=2,2 dengan tebal 47,5 cm). Dibawah
kedua lapisan pasir silika tersebut, terdapat lapisan kerikil ukuran ½ - 3/8 inci dengan
ketebalan 15 cm. Sedangkan filter kedua, memiliki 4 lapisan media. Lapisan teratas
pertama adalah pasir silika (ES=0,25 mm dan UC=2,2) dengan ketebalan 6 cm, lapisan
kedua merupakan karbon aktif (ES=1 mm dan UC=3) dengan ketebalan 10 cm, lapisan
ketiga adalah pasir silika (ES=0,45 mm dan UC=3) dengan ketebalan 40 cm, dan lapisan
keempat terbawah merupakan lapisan kerikil ukuran ½ - 3/8 inci dengan ketebalan 20 cm.
Air sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air danau Mahoni UI.
Parameter yang dijadikan fokus adalah besi, mangan, dan kekeruhan. Sebelum dialirkan
ke dalam reaktor, air sampel diberlakukan pra-sedimentasi selama 24 jam. Pada penelitian
ini, filter berisikan pasir silika dan karbon aktif yang diperhatikan. Filter tersebut
beroperasi dengan laju fltrasi 0,24-0,67 m/jam.
Adapun hasil yang diperoleh terkait efisiensi penghilangan parameter dari filter
karbon aktif pada penelitian ini adalah, penghilangan mangan sebesar 60-100%,
penghilangan kekeruhan sebesar 13-36%, dan 73-99% untuk fekal koliform. Filter
tersebut tidak dapat menyingkirkan parameter besi. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu
detensi yang kurang lama serta pengoperasian slow sand filter yang melebihi standar
menurut Huisman & Wood (1974) serta Schulz dan Okun (1984) yakni hanya berkisar
antara 0,1-0,4 m/jam. Sedangkan laju filtrasi filter karbon aktif pada penelitian ini
mencapai 0,67 m/jam.

Universitas Indonesia
45

Gambar 2.5 Desain Reaktor Slow Sand Filter Karbon Aktif dan Pasir Silika.
Sumber: (Ramadhanis, 2019).

b. Greywater Treatment Using GAC Biofilm Reactor and Sand Filter System (Al-
Mughalles, et al., 2012)
Sebuah reaktor filter biofilm dengan media karbon aktif dan pasir yang
dioperasikan secara lambat dirancang untuk mengolah air limbah sebuah masjid di
Sana’a, Yemen. Air limbah dialirkan menuju reaktor filter GAC secara up flow, lalu
dialirkan pada filter pasir secara down flow. Reaktor biofilm GAC diisikan karbon aktif
granular dengan ketebalan 50 cm, dimana reaktor tersebut memiliki tinggi 80 cm dan
diameter 40 cm dengan luas permukaan filter 0,126 m2. Reaktor GAC diletakkan di dalam
dan tengah-tengah reaktor filter pasir dengan tinggi 130 cm dan diameter 100 cm, dimana
luas permukaan reaktor tersebut adalah 0,785 m2. Di dalam reaktor pasir tersebut terdapat
kerikil setebal 5 cm, pasir berukuran 0,15-0,6 mm setebal 30 cm diatas lapisan kerikil,
dan lapiasn pasir lainnya setebal 75 cm untuk mengelilingi isi tangki.

Universitas Indonesia
46

Gambar 2.6 Diagram Alir Pengolahan Air Bersih dengan Filter Biofilm GAC.
Sumber: (Al-Mughalles, et al., 2012).

Kedua reaktor tersebut dioperasikan dengan waktu detensi selama 1, 2, 4, dan 6


jam. Debit air yang dialirkan adalah 2400 L/hari untuk waktu detensi 1 jam, 1200 L/hari
untuk waktu detensi 2 jam, 600 L/hari untuk waktu detensi 4 jam, dan 400 L/hari untuk
waktu detensi 6 jam. Filter tersebut menghasilkan efisiensi penghilagan fekal koliform
antara 63-80%. Efisiensi terendah adalah 63% untuk waktu detensi selama 1 jam, dan
efisiensi tertinggi adalah 80% dengan waktu detensi pada filtrasi selama 4 jam. Laju
filtrasi kedua reaktor tersebut berkisar antara 0,135-0,79 m/jam untuk reaktor GAC dan
0,02-0,127 m/jam untuk reaktor pasir halus.

Gambar 2.7 Diagram Persentase Penghilangan Fekal Koliform pada Reaktor


GAC Milik Mohammed Hasan Al-Mughalles dkk.
Sumber: (Al-Mughalles, et al., 2012).

Universitas Indonesia
47

c. Pengaruh Penggunaan Media Filtrasi Terhadap Kualitas Air Sumur Gali Di


Kelurahan Tambak Rejo Waru Kabupaten Sidoarjo (Jenti, et al., 2014).
Air sumur gali pada kelurahan Tambak Rejo, Sidoarjo dijadikan sampel untuk
dua reaktor filter yang dioperasikan. Filter pertama berisikan batu kerikil setebal 20 cm,
pasir kwarsa setebal 40 cm, dan karbon aktif setebal 20 cm. Sedangkan filter kedua
berisikan batu kerikil setebal 20 cm, pasir kwarsa setebal 50 cm, dan karbon aktif setebal
10 cm. Dengan kata lain, filter 2 memiliki ketebalan karbon aktif yang lebih kecil. Filter
dioperasikan dengan debit 1 L/menit atau 60 L/jam, dengan reaktor berupa pipa PVC
berdiameter 4 inci dan panjang 1 meter. Reaktor tersebut jika dihitung memiliki luas
permukaan filter sebesar 0,008 m2. Laju filtrasi dari filter penelitian ini adalah debit dibagi
dengan luas permukaan tersebut, didapat sebesar 7,5 m/jam. Ketika air dimasukkan ke
dalam filter, akan dilakukan pengambilan sampel pada waktu detensi 25, 35, 50, dan 65
menit. Parameter yang ditinjau adalah besi dan kekeruhan.
Hasilnya, filter kedua dengan lapisan karbon aktif yang lebih tipis menghasilkan
efisiensi penghilangan besi dan kekeruhan yang lebih besar dari filter pertama, dengan
penghilangan kekeruhan sebesar 44,76-87,27% dan penghilangan besi sebesar 58,07-
89,16%. Semakin lama waktu detensi, maka semakin tinggi pula efisiensi
penghilangannya.
Tabel 2.9 Efisiensi Penghilangan Kekeruhan dan Fe pada Filter 1 Milik Jenti &
Nurhayanti.

Sumber: (Jenti, et al., 2014).

Universitas Indonesia
48

Tabel 2.10 Efisiensi Penghilangan Kekeruhan dan Fe pada Filter 2 Milik Jenti
& Nurhayanti.

Sumber: (Jenti, et al., 2014).

d. Penggunaan Bahan Alam Zeolit, Pasir Silika, dan Arang Aktif dengan Kombinasi
Teknik Shower dalam Filterisasi Fe, Mn, dan Mg pada Air Tanah di UPN Veteran
Yogyakarta (Mugiyantoro, et al., 2017)
Alat filter yang digunakan adalah tabung bening berdiameter 25 cm. Diatas
tabung terdapat alat shower dengan lubang-lubang yang dibuat sekecil mungkin dengan
diameter 2 mm. Tujuan dari shower adalah agar air baku dikeluarkan dengan kecepatan
aliran yang diperkecil, dan berkontak dengan udara sebelum masuk ke filter untuk
mendapatkan proses aerasi. Pada filter, terdapat 4 lapisan media, yaitu 2 lapisan zeolit
masing-masing setebal 5 cm, arang aktif setebal 6 cm, dan pasir silika setebal 5 cm.
Hasilnya, filter yang didului dengan perlakuan shower memiliki efisiensi
penghilangan parameter yang tinggi untuk besi dan mangan, masing-masing sebesar
99,54% dan 99,80%. Ketika air keluar dari shower, air tersebut mengalami proses aerasi,
dimana oksigen tersebut akan bereaksi dengan senyawa ferus dan manganus pada air dan
merubahnya jadi senyawa ferric dan manganic oxide hydrates yang tidak larut, sehingga
senyawa-senyawa tersebut terserap oleh media-media pada filter.

Universitas Indonesia
49

Gambar 2.8 Sketsa Alat Filter Milik Alwin Mugiyantoro dkk.


Sumber: (Mugiyantoro, et al., 2017).

e. Pengaruh Variasi Ketebalan Pasir Dan Karbon Aktif Pada Media Saringan Pasir
Lambat Terhadap Penurunan Kadar Besi (Fe) Dan Mangan (Mn) Pada Air Sumur
(Panigoro, et al., 2015).
Reaktor filter yang digunakan oleh Panigoro (2015) ada 2 jenis. Filter pertama
memiliki ketebalan pasir 40 cm dan karbon aktif 20 cm. Sedangkan filter kedua memiliki
memiliki ketebalan pasir 80 cm dan karbon aktif 40 cm. Pada penelitian ini, diambil 3
buah sampel. Sampel yang digunakan adalah air sumur kelurahan Pulubala di Gorontalo.
Filter yang lebih efektif dalam menghilangkan Fe dan Mn adalah filter kedua yang
memiliki tebal pasir dan karbon aktif dua kali lipat dari filter pertama, dengan
penghilangan Fe sebesar 95,07-98,12% dan penghilangan Mn sebesar 97,09-98,23%.

f. Pengaruh Aerasi Bertingkat Dengan Kombinasi Saringan Pasir, Karbon Aktif, Dan
Zeolit Dalam Menyisihkan Parameter Fe Dan Mn Dari Air Tanah Di Pesantren Ar-
Raudhatul Hasanah (Nainggolan, et al., 2014)

Gambar 2.9 Desain Tiga Alat Filter Milik Nainggolan dkk.


Sumber: (Nainggolan, et al., 2014).

Universitas Indonesia
50

Terdapat 3 buah filter yang dioperasikan pada suatu wadah berdiameter 10 cm


dan tinggi 70 cm. Alat pertama memiliki aerasi 2 tingkat yang dilanjutkan dengan
saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit. Alat kedua memiliki aerasi 2 tingkat dengan
kombinasi zeolit yang dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit. Alat
ketiga tidak diberlakukan aerasi, hanya filtrasi biasa dengan media pasir, karbon aktif,
dan zeolit. Sehingga, alat yang dijadikan fokus adalah alat ketiga tanpa aerasi. Pada alat
ketiga, ketebalan zeolit dan karbon aktif masing-masing adalah 20 cm, sedangkan
ketebalan pasir dan kerikil masing-masing sebesar 5 cm.
Tabel 2.11 Hasil Efisiensi Penghilangan Kadar Fe Filter Milik Nainggolan dkk.

Sumber: (Nainggolan, et al., 2014).

Universitas Indonesia
51

Tabel 2.12 Hasil Efisiensi Penghilangan Kadar Mn Filter Milik Nainggolan


dkk.

Sumber: (Nainggolan, et al., 2014).

Berdasarkan tabel diatas, performa efisiensi penghilangan parameter besi alat


ketiga berkisar antara 36,11-44,44% untuk percobaan pertama dan 16,32-32,45% di
percobaan kedua. Sedangkan untuk penghilangan parameter mangan, alat ketiga meraih
persentase 0-100% di percobaan pertama dan 32,96-71,13% di percobaan kedua. Adapun
debit aliran air sampel pada filter adalah 240 mL/menit, dengan laju filtrasi 1,78 m/jam.

g. Pemanfaatan Zeolit dan Karbon Aktif dalam Menurunkan Jumlah Bakteri pada
Filter Pengolah Air Payau (Hamidah, et al., 2018)
Penelitian ini bertujuan untuk mengolah air payau dengan menggunakan reaktor
filter berdiameter 6 inci dan panjang 80 cm. Dua reaktor yang digunakan memiliki
komposisi media filter yang sama namun urutan susunan yang berbeda. Filter pertama
terdiri dari (mulai dari atas ke bawah) 20 cm karbon aktif, 15 cm zeolit, 15 cm pasir silika,
dan 10 cm kerikil. Filter kedua terdiri dari 20 cm karbon aktif, 15 cm pasir silika, 15 cm
zeolit, dan 10 cm kerikil. Kedua filter beroperasi dengan debit 5 ml/s, sehingga
menghasilkan laju filtrasi sekitar 1 m/jam. Divariasikan waktu pengambilan sampel
setelah reaktor mulai dioperasikan pada menit ke-60, 90, 120, 150, dan 180.

Universitas Indonesia
52

Gambar 2.10 Desain Dua Reaktor Saringan Pasir Lambat Milik Hamidah dkk.
Sumber: (Hamidah, et al., 2018).

Tabel 2.13 Hasil Penyingkiran Bakteri Pada Reaktor Saringan Pasir Lambat 2.

Sumber: (Hamidah, et al., 2018).

Diperoleh waktu pengambilan sampel dengan efisiensi penghilangan bakteri terbaik


untuk kedua reaktor adalah pada menit ke-60, diaman reaktor 1 memiliki efisiensi 97%
dan reaktor 2 sebesar 98%.

h. Pengaruh Tinggi Unggun Karbon Aktif dan Pasir Kuarsa Pada Saringan Pasir
Lambat Untuk Penyisihan Logam Fe Pada Air Sungai Siak (Putriani, et al., 2019)
Penelitian ini menggunakan 3 reaktor untuk dioperasikan dengan variasi berikut:
Reaktor 1 berisikan kerikil 10 cm, pasir kuarsa 50 cm, dan karbon aktif 20 cm; reaktor
filter kedua terdiri dari kerikil 10 cm, pasir kuarsa 60 cm, dan karbon aktif 10 cm; reaktor
filter ketiga memakai kerikil 10 cm, pasir kuarsa 70 cm, dan tidak memiliki karbon aktif.
Reaktor berbentuk rectangular dengan panjang dan lebar 30 cm, serta tinggi 100 cm.
Kecepatan aliran air pada saringan pasir lambat tersebut dijadikan 0,3 m/jam. Waktu

Universitas Indonesia
53

pengambian air sampel dari reaktor saringan pasir lambat adalah pada menit ke-0, 15, 30,
45, dan 60.

Gambar 2.11 Grafik Efisiensi Logam Fe Terhadap Waktu Pengambilan Sampel


Pada Ketiga Reaktor.
Sumber: (Putriani, et al., 2019).

Grafik diatas menunjukkan efisiensi penghilangan besi yang semakin meningkat pada
waktu pengambilan yang semakin lama. Semakin lama waktu kontak air dengam media
filter menyebabkan penempelan molekul pencemar pada media adsorben tersebut
berlangsung lebih baik. Ketiga reaktor memiliki efisiensi penghilangan besi tertinggi
pada waktu kontak menit ke-60. Namun, reaktor 1 dengan lapisan karbon aktif paling
tebal memiliki efisiensi penghilangan logam besi terbesar, yaitu 97,52%.

Universitas Indonesia
54

Berdasarkan hasil rangkuman literatur pada subbab sebelumnya, berikut adalah tabel kesimpulan dari literatur-literatur tersebut
terkait komposisi media, waktu detensi, laju filtrasi dan efisiensi penghilangan parameter yang dijadikan fokus di penelitian ini:
Tabel 2.14 Rangkuman Hasil Eksperimen Literatur Terkait Komposisi Media, Waktu Detensi, Laju Filtrasi Dan Efisiensi
Penghilangan Parameter Besi, Mangan, dan Fekal Koliform
WAKTU LAJU EFISIENSI PENGHILANGAN (%)
JUDUL LITERATUR KOMPOSISI MEDIA DETENSI FILTRASI
Fe Mn FK*
(jam) (m/jam)
Analisis Efektivitas Intermittent Slow Sand Dari atas ke bawah:
Filter dengan Tambahan Media Karbon a. Pasir silika (ES=0,25 mm dan
Aktif untuk Menghilangkan Kandungan UC=2,2) tebal 6 cm
Besi, Mangan, Kekeruhan, dan Fekal b. Karbon aktif (ES=1 mm dan 24 0,24 – 0,67 0 60-100 73-100
Koliform (Amalia Rizky Ramadhanis, UC=3) tebal 10 cm
2019) c. Pasir silika (ES=0,45 mm dan
UC=3) tebal 40 cm
Greywater Treatment Using GAC Biofilm Reaktor GAC: 4 Reaktor
Reactor and Sand Filter System oleh a GAC tebal 50 cm. (% GAC:
(Mohammed Hasan Al-Mughalles et al., penghilangan 0,135-0,79
n/a n/a 63 - 80
2012) Reaktor pasir halus: fekal
a. Pasir halus 30 cm dengan ES = koliform Reaktor pasir
0,15 – 0,6 mm. terbaik) halus:

Universitas Indonesia
55

WAKTU LAJU EFISIENSI PENGHILANGAN (%)


JUDUL LITERATUR KOMPOSISI MEDIA DETENSI FILTRASI
Fe Mn FK*
(jam) (m/jam)
b. Gravel setebal 5 cm 0,02 – 0,127

Pengaruh Penggunaan Media Filtrasi Filter kedua, dari bawah ke atas: 1,1
Terhadap Kualitas Air Sumur Gali Di a. kerikil setebal 20 cm (%
Kelurahan Tambak Rejo Waru Kabupaten b. pasir kwarsa setebal 50 cm penghilangan
7,5 58,07-89,16 n/a n/a
Sidoarjo (Usman Bapa Jenti dan Indah c. karbon aktif setebal 10 cm besi dan
Nurhayanti, 2014) kekeruhan
terbaik)
Penggunaan Bahan Alam Zeolit, Pasir Dari atas ke bawah:
Silika, dan Arang Aktif dengan Kombinasi a. pasir silika setebal 5 cm
Teknik Shower dalam Filterisasi Fe, Mn, b. zeolit setebal 5 cm
dan Mg pada Air Tanah di UPN Veteran c. arang aktif setebal 6 cm n/a n/a 99,54 99,80 n/a
Yogyakarta (Alwin Mugiyantoro et al., d. zeolit setebal 5 cm
2017)

Pengaruh Variasi Ketebalan Pasir Dan a. Pasir silika 80 cm


n/a n/a 95,07-98,12 97,09-98,23 n/a
Karbon Aktif Pada Media Saringan Pasir b. Karbon aktif 40 cm

Universitas Indonesia
56

WAKTU LAJU EFISIENSI PENGHILANGAN (%)


JUDUL LITERATUR KOMPOSISI MEDIA DETENSI FILTRASI
Fe Mn FK*
(jam) (m/jam)
Lambat Terhadap Penurunan Kadar Besi
(Fe) Dan Mangan (Mn) Pada Air Sumur
(Sri Astri Ningsih Panigoro et al., 2015)
Pengaruh Aerasi Bertingkat Dengan Alat filter tanpa aerasi, dari atas ke
Kombinasi Saringan Pasir, Karbon Aktif, bawah:
Dan Zeolit Dalam Menyisihkan Parameter a. zeolit setebal 20 cm
Fe Dan Mn Dari Air Tanah Di Pesantren b. karbon aktif setebal 20 cm n/a 1,78 16,32–44,44 0 – 100 n/a
Ar-Raudhatul Hasanah (Abdul Hafidz c. pasir setebal 5 cm
Nainggolan, 2017) d. kerikil setebal 5 cm

Pemanfaatan Zeolit dan Karbon Aktif Dari atas ke bawah:


dalam Menurunkan Jumlah Bakteri pada a. karbon aktif setebal 20 cm
Filter Pengolah Air Payau (Laily Noer b. pasir silika setebal 15 cm
1 1 n/a n/a 97
Hamidah dan Ardhana Rahmayanti, 2018) c. zeolit setebal 15 cm
d. kerikil setebal 10 cm

Universitas Indonesia
57

WAKTU LAJU EFISIENSI PENGHILANGAN (%)


JUDUL LITERATUR KOMPOSISI MEDIA DETENSI FILTRASI
Fe Mn FK*
(jam) (m/jam)
Pengaruh Tinggi Unggun Karbon Aktif dan Dari atas ke bawah:
Pasir Kuarsa Pada Saringan Pasir Lambat a. pasir kuarsa setebal 50 cm
0,3 1 97,52 n/a n/a
Untuk Penyisihan Logam Fe Pada Air b. karbon aktif setebal 20 cm
Sungai Siak (Putriani dkk, 2019) c. kerikil setebal 10 cm
*Fekal Koliform

Universitas Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI
3.1 Profil Universitas Indonesia
Universitas Indonesia merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia,
yang terletak di Depok, Jawa Barat dan Salemba, DKI Jakarta Pusat. Namun, sebagian
besar gedung fakultas berada di kampus Depok. Kampus UI Depok terletak persis di
perbatasan Depok dengan Jakarta Selatan. Kampus UI Depok terletak di Jl. Margonda
Raya, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424.
Secara geografis, letak kampus UI Depok berada di 6o 21’ 46,789’’ LS dan 106o
49’ 53,547’’ BT. Mengenai perbatasan administratif, Kampus UI Depok berbatasan
dengan Pasar Minggu (sebelah utara kampus UI), Bojong Gede (sebelah selatan),
Cimanggis (sebelah timur), dan Sawangan (sebelah barat). Luas lahan kampus UI Depok
adalah sekitar 320 ha, dengan rincian gedung fisik dan tata ruang hijau seluas 172 ha,
fasilitas dan infrastruktur penduduk seluas 12 ha, kawasan hutan kota seluas 100 ha, dan
ekosistem perairan seluas 30 ha. Menyandang status green campus, kampus UI hanya
menggunakan 25% lahannya sebagai gedung sarana akademik, riset, dan
kemahawasiswaan. Sisa 75% lahan lainnya adalah area hijau berupa hutan kota.
Terdapat 14 fakultas, 2 sekolah tinggi, dan 1 program vokasi di Universitas
Indonesia yang terbagi menjadi beberapa rumpun:
a. Rumpun Ilmu Kesehatan, terdiri dari: Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Gigi, Fakultas Farmasi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Ilmu
Keperawatan
b. Rumpun Sains-Teknologi, terdiri dari: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ilmu Komputer
c. Rumpun Sosial-Humaniora, terdiri dari: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, dan Fakultas Ilmu Administrasi
d. Sekolah Pascasarjana Multidisiplin Ilmu yang terdiri dari Sekolah Ilmu Lingkungan
dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global
e. Vokasi/Kejuruan: Program Vokasi

58
Universitas Indonesia
59

Gambar 3.1 Peta Wilayah Universitas Indonesia Kampus Depok.


Sumber: (Hubungan Masyarakat UI, 2020).

Universitas Indonesia
60

3.2 Danau di Kampus Universitas Indonesia


Selain ternama karena kualitasnya dalam pengajaran dan menghasilkan lulusan-
lulusan terbaik, Universitas Indonesia juga dikenal oleh komponen alam yang
dimilikinya, salah satunya adalah danau. Danau-danau yang terdapat pada area kampus
UI Depok awalnya merupakan satu kesatuan sungai, namun dibagi menjadi 6 bagian pada
tahun 1995. Pembagian sungai menjadi 6 situ agar pihak Lingkungan Hidup Universitas
Indonesia dapat melakukan perawatan dan pemeliharaan dengan baik, serta untuk
meminimalisir terjadinya pencemaran sungai yang menumpuk.
Enam danau yang berada di kampus UI Depok memiliki nama masing-masing,
yaitu Danau Agathis, Danau Mahoni, Danau Puspa, Danau Ulin, Danau Salam, dan
Danau Kenanga. Apabila huruf pertama dari nama keenam danau tersebut diambil, dan
disusun berurutan sesuai dengan arah alirannya, maka akan membentuk kata
“KAMPUS”. Secara berurutan, air masuk dari Danau Agathis, lalu mengalir menuju
Danau Mahoni, Danau Puspa, Danau Ulin, dan Danau Salam, yang kemudian keluar
menuju aliran sungai Ciliwung. Adapun profil dan letak masing-masing danau yang telah
disebutkan adalah sebagai berikut (Rosmairini, 2002):
 Danau Agathis, terletak di antara gedung Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UI dan jalur masuk Politeknik Negeri Jakarta, dengan luas
sekitar 2 ha.
 Danau Mahoni, terletak di antara Stadion Universitas Indonesia, Fakultas Teknik
UI, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, dan Fakultas Ilmu Budaya UI, dengan luas
sekitar 4,5 ha.
 Danau Puspa, terletak diantara Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI dan area hutan UI,
dengan luas sekitar 2,8 ha.
 Danau Ulin, terletak di dalam hutan UI, merupakan danau terluas di Kampus UI
dengan luas sebesar 7,2 ha.
 Danau Salam, terletak dekat dengan Asrama UI, dengan luas sekitar 4,2 ha,
berhubungan dengan outlet menuju Sungai Ciliwung.
 Danau Kenanga, terletak di tengah area Perpustakaan Pusat UI, dengan luas sekitar
2,8 ha. Danau ini tidak berhubungan dengan danau-danau lainnya di Kampus UI.

Universitas Indonesia
61

3.3 Danau Agathis Universitas Indonesia


Danau Agathis UI terletak disebelah utara gedung Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UI dan disebelah selatan jalur masuk Politeknik Negeri Jakarta.
Secara astronomis, danau Agathis terletak di 6o 22’ 14,62” Lintang Selatan dan 106o 49’
31,55” Bujur Timur (Dermawan, 2010). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, danau
Agathis merupakan awal dari aliran danau yang mengalir di danau-danau Kampus UI.
Danau Agathis memiliki luas sekitar 2 ha.

DANAU
AGATHIS
UI

INLET DANAU
AGATHIS UI
PERUMAHAN
BEJI TIMUR

Gambar 3.2 Tampak Danau Agathis UI dari Aplikasi Google Earth Pro.

Inlet danau Agathis menerima air dari saluran yang berasal dari perumahan
sekitar, yaitu di Kukusan, Beji Timur. Air tersebut merupakan air buangan domestik yang
berasal dari perumahan (Riyanto, 2006). Air buangan rumah tangga yang kaya akan
nitrogen dan fosfat tersebut menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada danau, yang
merupakan peristiwa melimpahnya kadar nitrogen dan fosfat yang merupakan makanan
bagi mikroorganisme, khususnya alga untuk hidup, bertumbuh, dan berkembang biak.
Sehingga, danau Agathis menjadi berwarna dan memiliki aroma yang tidak sedap.
Sedangkan, outlet danau Agathis mengalir menuju ke danau Mahoni.

Universitas Indonesia
62

Adapun pada situ Agathis telah diberlakukan berbagai macam uji kualitas air
untuk mengetahui kadar pencemar yang ada pada situ tersebut. Berikut dibawah ini adalah
hasil uji parameter kualitas air danau Agathis UI dari Lab Teknik UI (2019):
Tabel 3.1 Hasil Uji Kualitas Air Danau Agathis UI pada November 2019.

Sumber: (Lab Teknik UI, 2019).

Universitas Indonesia
63

Hasil uji pada gambar diatas menunjukkan beberapa parameter yang tidak
memenuhi standar PP no. 82 tahun 2001 dengan kategori badan air Kelas I, terutama pada
aspek kimia anorganik seperti mangan, fosfat, ammonia, dan klorin bebas. Kadar besi air
danau Agathis UI pada hulu adalah sebesar 2,15 mg/L. Adapun standar maksimal kadar
besi menurut PP yang dimaksud dan Permenkes RI no. 492/2010 adalah sebesar 0,3 mg/L.
Kadar mangan danau tersebut adalah 0,51 mg/L, sedikit melebihi batas maksimum
Permenkes RI no. 492/2010 sebesar 0,4 mg/L. Adapun fekal koliform pada inlet danau
tersebut memenuhi standar PP RI no. 82/2001, namun pada Permenkes RI no. 492/2010
disebutkan fekal koliform pada air baku untuk diminum adalah 0 MPN/100 mL. Sehingga
berdasarkan hasil uji diatas yang telah dibandingkan dengan standar baku mutu, kadar
besi, mangan, kekeruhan, dan fekal koliform pada danau Agathis UI tidak memenuhi
standar tersebut.

3.4 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, disingkat FIK UI, merupakan
salah satu fakultas yang termasuk dalam Rumpun Ilmu Kesehatan UI. Fakultas ini
berlokasi di tiga tempat, yaitu Gedung Pascasarjana FIK UI & Laboratorium dan Gedung
Rumpun Ilmu Kesehatan yang beralamatkan di Jl. Prof. Dr. Sudjono D. Pusponegoro
Kampus UI Depok, serta Jalan Salemba Raya No. 6 di Kampus UI Salemba Jakarta Pusat.

Gambar 3.3 Tampak Gedung Laboratorium dan Pendidikan FIK UI.


Sumber: (Hubungan Masyarakat FIK UI, 2020).
FIK UI pertama kali didirikan pada 1985, masih dalam bentuk Program Studi
Ilmu Keperawatan yang digabungkan pada Fakultas Kedokteran UI. Namun pada 1995,
berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 0332/O/1995,

Universitas Indonesia
64

PSIK diubah menjadi Fakultas Ilmu Kesehatan UI hingga sekarang. Sehingga,


pengelolaan pendidikan fakultas tersebut dilakukan secara independen oleh pihak FIK
UI. Sejak 2012, kegiatan pembelajaran FIK UI di Kampus Depok dilaksanakan di dua
tempat, yaitu gedung RIK UI untuk program S1 (bersamaan dengan Fakultas Kedokteran,
Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Farmasi UI) dan
gedung Pendidikan & Laboratorium FIK UI khusus untuk mahasiswa Pascasarjana.
Jumlah sivitas FIK UI dari tahun 2014 hingga 2019 keseluruhan baik mahasiswa
dari program Sarjana, Magister, Doktor, maupun Spesialis beserta dengan dosen dan
tendik adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Data Jumlah Sivitas FIK UI tahun 2014-2019.
JUMLAH JUMLAH JUMLAH
TAHUN
MAHASISWA DOSEN TENDIK
2014 1202 74 47
2015 1250 76 51
2016 1263 82 53
2017 1203 82 54
2018 1123 78 53
2019 1371 82 54
Sumber: (Divisi Riset Publikasi Pengmas FIK UI, 2020).

Universitas Indonesia
65

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Kerangka Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang desain suatu pengolahan air bersih
berskala besar untuk melayani banyak konsumen. Pada IPAM yang akan dirancang di
penelitian ini, unit yang dijadikan fokus adalah filtrasi jenis slow sand filter. Unit tersebut
dijadikan fokus dikarenakan efisiensi penghilangan besi, mangan, fekal koliform dan
kekeruhan yang cukup besar, mengingat parameter besi dan kekeruhan pada danau
Agathis UI yang direncanakan sebagai sumber air baku dalam IPAM yang melayani
Fakultas Ilmu Keperawatan UI tidak memenuhi standar baku mutu yang berlaku, yakni
PP RI no. 82 tahun 2001 kategori badan air kelas I dan Permenkes RI no. 492 tahun 2010.
IPAM yang dimaksud diperkirakan mulai dibangun pada 2021 dan mulai dioperasikan
pada 2022. Sehingga, pelayanan IPAM kepada FIK UI dimulai pada tahun 2022 dan
direncakan dapat beroperasi maksimal hingga 20 tahun kedepan, yakni sampai sekitar
tahun 2042.
IPAM memerlukan intake yang berfungsi mengambil air baku dari sumbernya.
Adapun jumlah air yang diperlukan harus diperhitungkan untuk mengetahui ukuran dan
efisiensi dari unit-unit IPAM yang akan didesain. Jumlah air yang perlu dicari adalah
kebutuhan air bersih objek yang akan dilayani, yakni Fakultas Ilmu Keperawatan UI.
Kebutuhan air bersih fakultas tersebut dapat diestimasikan dengan cara mengetahui
jumlah mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan yang ada pada fakultas tersebut.
Jumlah tersebut akan diberlakukan proyeksi hingga tahun 2042, dimana di setiap
tahunnya mulai dari tahun 2022 dan 2042 ditemukan estimasi jumlah sivitas FIK UI.
Adapun proyeksi ini dapat diberlakukan dalam 3 jenis metode, yaitu metode aritmatik,
metode geometrik, dan metode regresi linier. Perlakuan ketiga metode proyeksi tersebut
agar mendapatkan hasil proyeksi yang lebih sesuai dan akurat. Setelah diproyeksikan
dengan cara tertentu, setiap metode akan menghasilkan koefisien determinasi ketika
diplot dalam bentuk grafik atau R2 dan dihitung nilai standar deviasinya. Data proyeksi
dari metode dengan nilai R2 terbesar dan standar deviasi terkecil dari ketiga metode
tersebut akan dipilih dan digunakan. Setelah itu, estimasi kebutuhan air bersih dapat
dihitung dengan cara mengkalikan jumah penduduk hasil proyeksi dengan standar
kebutuhan air bersih menurut SNI 03-7065-2005 mengenai Tata Cara Perencanaan

Universitas Indonesia
66

Sistem Plambing. Sehingga, didapatkan jumlah kebutuhan air bersih FIK UI berdasarkana
analisis literatur. Jumlah kebutuhan air bersih FIK UI yang telah dicari secara analisis
literatur tersebut menjadi patokan utama jumlah air baku yang perlu diambil oleh
bangunan intake dari IPAM rancangan. Selain itu, angka tersebut menjadi angka penting
untuk melakukan perhitungan desain dari unit-unit IPAM rancangan.
Sebelum melakukan perhitungan desain, studi literatur mengenai kriteria desain
dan standar dari setiap unit IPAM yang akan dirancang perlu dilakukan, khususnya unit
filtrasi jenis slow sand filter. Khusus untuk unit tersebut, digunakan media pasir silika
dan karbon aktif. Maka dari itu, dilakukan studi literatur seperti mengutip jurnal atau hasil
eksperimen terkait saringan pasir lambat yang menggunakan kedua media yang telah
disebutkan. Diutamakan data yang diperlukan dari studi tersebut adalah performa
penghilangan parameter besi, mangan dan fekal koliform, dimana performa tersebut
dijadikan sebagai patokan untuk menentukan efisiensi estimasi dari penghilangan kedua
parameter tersebut pada slow sand filter IPAM. Selain menggunakan jurnal dan makalah,
standar lain yang digunakan dalam menentukan dan merancang unit-unit IPAM adalah
SNI 6774:2008 mengenai Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air.
Studi mengenai kriteria desain IPAM diakhiri dengan penentuan unit-unit yang akan
digunakan pada IPAM beserta dengan standar dan kriteria desain dari unit-unit tersebut.
Kemudian, penulis menentukan lokasi IPAM yang cocok dan sesuai dimana lokasi
tersebut tidak memiliki jarak jauh dengan sumber air baku, yakni danau Agathis UI dan
objek pelayanan IPAM, yaitu gedung aktivitas FIK UI. Penetapan lokasi ini dapat dibantu
dengan aplikasi Google Earth Pro. Setelah mendapatkan lokasi yang cocok, perhitungan
desain dilakukan berdasarkan data jumlah air bersih dan kriteria desain atau standar yang
telah ditetapkan.
Perhitungan desain yang telah dilakukan akan dijadikan patokan untuk
merancang gambar desain dari IPAM, yang terbagi menjadi beberapa unit. Setiap unit
setidaknya memiliki gambar tampak atas/depan dan detail potongan samping. Selain itu,
gambar layout dan profil hidrolis dari unit-unit IPAM akan dibuat sebagai pelengkap.

Universitas Indonesia
67

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan.

Universitas Indonesia
68

Gambar 4.2 Diagram Alir Perancangan Desain IPAM.

Universitas Indonesia
69

4.2 Pendekatan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan sebuah IPAM untuk
melayani sebuah fakultas terdiri dari lebih dari 1000 konsumen dengan mengacu pada
studi literatur dan asumsi terkait. Pendekatan penelitian ini adalah jenis pendekatan studi
kasus dan studi literatur.
Pendekatan studi kasus dan studi literatur termasuk dalam jenis penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan jenis metode penelitian yang umumnya
menjelaskan deskripsi dari data yang didapatkan dari suatu eksperimen, yang sering
disebut sebagai metode penelitian naturalistik (Sugiyono, 2014). Pendekatan kualitatif
terbagi menjadi 5 jenis, yakni etnografi, fenomenologi, naratif, teori Grounded, dan studi
kasus. Studi kasus merupakan metode penelitian yang melakukan pengumpulan berbagai
macam informasi yang diolah menjadi sebuah solusi akan sebuah masalah. Studi kasus
dapat dijelaskan sebagai pemahaman sebuah objek penelitian secara integratif dan
komprehensif agar memperoleh suatu solusi dari masalah yang dihadapi oleh objek
tersebut (Rahardjo, et al., 2011). Sedangkan penelitian literatu atau dapat disebut dengan
penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang didasarkan atas karya tertulis,
termasuk penelitian baik yang sudah maupun belum terpublikasi. Penelusuran pustaka
dapat menjadi langkah awal dalam menyusun kerangka penelitian dan memanfaatkan
sumber-sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian (Zed, 2014). Studi
literatur tidak perlu melakukan tindakan turun ke lapangan,cukup mengumpulkan data-
data yang dibutuhkan dalam penelitian seperti sumber pustaka maupun dokumen.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian ini termasuk dalam pendekatan
studi kasus, karena dalam penelitian ini bertujuan untuk merancang solusi untuk
meningkatkan performa konservasi air bersih dan mencegah/meminimalisir penggunaan
air tanah oleh FIK UI, yakni sebuah IPAM yang akan melayani kebutuhan air bersih
fakultas tersebut. Penelitian ini juga menganut pendekatan studi literatur, dikarenakan
membutuhkan data dari sumber-sumber perpustakaan seperti jurnal hasil eksperimen
yang telah dilakukan untuk mendapatkan estimasi jumlah kebutuhan air bersih FIK UI,
kriteria desain dari unit-unit IPAM yang akan dirancang, serta estimasi efisiensi
penghilangan parameter air baku untuk setiap unit pada IPAM, terutama unit filtrasi jenis
slow sand filter yang bermediakan pasir silika dan karbon aktif.

Universitas Indonesia
70

4.3 Waktu Penelitian


Penulis menyusun jadwal yang menjabarkan kegiatan-kegiatan berkaitan dengan
penyusunan penelitian ini dan waktu pelaksanaannya. Penjabaran jadwal yang dimaksud
tertuang pada tabel dibawah berikut:
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanan Penelitian.
2020
KEGIATAN April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Literatur
Penyusunan
Pendahuluan (Latar
Belakang & Tujuan
Penelitian)
Penyusunan Teori Dasar
Penentuan Metodologi
Penelitian
Estimasi Proyeksi
Jumlah Kebutuhan Air
Bersih Objek Penelitian
Penentuan Lokasi
Perancangan & Kriteria
Desain
Perhitungan Desain
Gambar Desain di
AutoCAD
Kesimpulan dan Saran
Perkiraan Sidang Skripsi
Revisi Akhir
Pengumpulan Laporan
Final

4.4 Langkah Penelitian


4.4.1 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih
Langkah pertama dalam penentuan proyeksi kebutuhan air bersih adalah
menentukan jumlah konsumen yang akan dilayani. Konsumen tersebut adalah sivitas
Fakultas Ilmu Keperawatan UI (mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan). Karena
rencananya IPAM rancangan akan melayani fakultas tersebut hingga 2042, jumlah sivitas
di setiap tahunnya mulai dari 2020 hingga 2042 harus diketahui. Jumlah tersebut dapat
diketahui dengan melakukan proyeksi. Proyeksi jumlah civitas FIK UI dapat dilakukan
dengan menggunakan 3 jenis metode, yaitu aritmatik, geometrik, dan regresi linier.

Universitas Indonesia
71

a. Metode Aritmatik
Metode ini merupakan teknik proyeksi yang paling sederhana. Metode ini
umumnya digunakan pada suatu daerah yang pertumbuhan penduduknya konstan,
atau tingkat pertumbuhannya rendah. Metode ini akan menghasilkan proyeksi
pertumbuhan penduduk dalam grafik yang berbentuk linear. Adapun metode ini
memiliki rumus-rumus sebagai berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃0 + 𝐾𝑎 (𝑇𝑛 + 𝑇0 )
(𝑃𝑛 − 𝑃0 )
𝐾𝑎 =
(𝑇𝑛 − 𝑇0 )

Keterangan:
𝑃𝑛 = jumlah penduduk tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah penduduk tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝐾𝑎 = konstanta pertumbuhan populasi penduduk
𝑇𝑛 = tahun ke-n
𝑇0 = tahun dasar atau awal perencanaan

b. Metode Geometri
Metode ini mengandalkan persentase pertumbuhan penduduk setiap tahunnya
dalam memproyeksikan jumlah penduduk untuk beberapa tahun ke depan.
Umumnya metode ini untuk memperkirakan proyeksi penduduk di daerah yang
berkembang pesat pada jumlah penduduknya. Metode ini akan menghasilkan
proyeksi penduduk dengan grafik berbentuk parabola. Rumus-rumus yang
digunakan pada metode ini adalah sebagai berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃0 (1 + 𝑟)𝑛
𝑃𝑛 1
𝑟 = ( )𝑁 − 1
𝑃0

Dimana,
𝑃𝑛 = jumlah penduduk tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah penduduk tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝑛 = jangka waktu atau tahun
𝑟 = kenaikan rata-rata jumlah penduduk per tahunnya

Universitas Indonesia
72

𝑁 = selisih tahun n dengan tahun 0

c. Metode Regresi Linier


Regresi Linier memberikan penyimpangan minimum dari data-data penduduk pada
masa lalu, dimana karakteristik perkembangan penduduk di masa tersebut masih
relevan untuk digunakan dalam memproyeksikan jumlah penduduk di masa depan.
Rumus-rumus yang dipakai dalam metode ini adalah:
𝑃 = 𝑎 + 𝑏𝑥
∑ 𝑃 ∑ 𝑥 2 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃𝑥
𝑎=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
𝑁 ∑ 𝑃𝑥 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃
𝑏=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2

Dimana,
𝑎&𝑏 = konstanta
𝑃 = jumlah penduduk yang dicari
𝑥 = nilai yang diambil dari variabel bebas
𝑁 = jumlah data yang dimiliki

Perhitungan proyeksi dengan ketiga metode diatas akan dilakukan pada Microsoft Excel
agar lebih mudah dan cepat. Data yang dipakai sebagai dasar adalah jumlah mahasiswa,
dosen, dan tenaga kependidikan FIK UI dari tahun 2014-2018. Setelah dibuatkan grafik
pada ketiga metode proyeksi, akan muncul nilai koefisien korelasi determinasi atau R.
Nilai R mendekati 1 menunjukkan bahwa hubungan antara variabel x dan y (dalam kasus
ini x adalah tahun dan y adalah jumlah penduduk hasil proyeksi di tahun tersebut) sangat
kuat atau memiliki korelasi (Spiegel, et al., 2007). Maka dari itu, hasil proyeksi suatu
metode dengan nilai R terbesar atau mendekati nilai 1 akan digunakan. Selain koefisien
korelasi, standar deviasi setiap metode juga akan dihitung sebagai tambahan bahan
pertimbangan dalam menentukan metode proyeksi yang tepat. Semakin kecil nilai standar
deviasi, semakin menunjukkan bahwa data memiliki korelasi atau kesamaan.
Untuk menghitung jumlah air bersih yang diperlukan, jumlah proyeksi penduduk
yang telah didapatkan akan disesuaikan dan dikalikan dengan standar kebutuhan air
bersih. Pada kasus ini, standar kebutuhan air bersih yang digunakan adalah SNI 03-7065-

Universitas Indonesia
73

2005 mengenai Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing. SNI tersebut berisikan standar
kebutuhan air bersih untuk setiap sarana, seperti rumah sakit, sekolah, toko, restoran, dan
lain sebagainya. Mengacu pada SNI tersebut, FIK UI termasuk dalam kategori
penggunaan gedung atau sarana SMU/SMK dan lebih tinggi, dengan standar pemakaian
air sebesar 80 liter/siswa/hari. Kebutuhan air bersih yang telah didapatkan dengan
mengkalikan jumlah proyeksi penduduk dengan standar tersebut, dikalikan kembali
dengan faktor sebesar 1,15 – 1,2 sebagai kebutuhan air bersih maksimum (Direktorat
Jenderal Cipta Karya, 2007).
Tabel 4.2 Standar Pemakaian Air Bersih per Sarana SNI 03-7065-2005.

Sumber: (BSN RI, 2005).

4.4.2 Penentuan Komponen dan Unit-unit IPAM


Pada langkah ini, ditentukan unit-unit apa saja yang akan digunakan pada IPAM
rancangan sebagai pelengkap slow sand filter. Penentuan unit-unit yang akan digunakan
pada IPAM didasarkan dari karakteristik air baku secara fisik, kimiawi, maupun biologis,
yang kemudian disesuaikan dengan standar yang menyangkut perancangan IPAM dan
saringan pasir lambat baik di Indonesia maupun internasional. Standar-standar yang akan
digunakan dalam penentuan komponen IPAM pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum (2014)
b. Technical Guidelines for the Construction and Management of Slow Sand Filters
oleh Public Water Corporation MIWR-GONU (Ministry of Irrigation and Water

Universitas Indonesia
74

Resources – Government of National Unity) dan MWRI-GOSS (Ministry of Water


Resources and Irrigation – Government of Southern Sudan) didukung oleh
UNICEF (2007)
c. Water Treatment Manuals Filtration oleh EPA (1995)
d. Modul Sosialisasi dan Diseminasi Standar Pedoman dan Manual dari Instalasi
Saringan Pasir Lambat oleh Balitbang PUPR (2014)
Setelah unit-unit IPAM yang akan digunakan telah ditetapkan, langkah
selanjutnya adalah menentukan kriteria desain dari unit-unit tersebut. Kriteria desain unit-
unit tersebut mengacu pada buku Water Works Engineering oleh Qasim et al. (2000),
Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air oleh PUPR, dan SNI 6774:2008.

4.4.3 Penentuan Lokasi IPAM


Penentuan lokasi yang cocok untuk IPAM rancangan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google Earth Pro. Lokasi yang ditentukan perlu
dipastikan tidak terlalu jauh dengan objek pelayanan (FIK UI), tidak terlalu jauh dengan
sumber air baku atau titik intake (Danau Agathis UI), dan tidak berdekatan dengan
permukiman. Adapun jarak minimal antara permukiman dengan titik intake adalah 65
meter (Randtke, et al., 2012). Lokasi yang ditentukan juga perlu dipastikan cukup luas
untuk dijadikan tempat komponen-komponen pada IPAM.

4.4.4 Perhitungan dan Gambar Desain IPAM


Seusai menentukan unit-unit apa saja yang akan digunakan di IPAM, setiap unit
tersebut perlu diberlakukan perhitungan desain yang detail agar menghasilkan desain
yang tepat dan akurat. Perhitungan tersebut harus mengikuti langkah-langkah perhitungan
dan rumus yang sesuai, serta memastikan agar hasil desain memenuhi standar atau kriteria
desain yang berlaku. Hasil perhitungan desain ini nantinya akan digunakan sebagai dasar
dalam melakukan gambar desain. Baik kriteria desain hingga langkah perhitungannya
mengacu pada buku Water Works Engineering oleh Qasim et al. (2000), Spesifikasi Unit
Paket Instalasi Pengolahan Air oleh PUPR, dan SNI 6774:2008.
Gambar desain dilakukan dengan menggunakan aplikasi AutoCAD. Untuk
setiap unitnya, akan digambarkan tampak atas, tampak samping, minimal satu potongan,
dan detail pelengkap apabila diperlukan. Selain unit, akan digambarkan pula layout dan

Universitas Indonesia
75

profil hidrolis. Profil hidrolis dihitung berdasarkan ketinggian letak dan headloss yang
dialami air baku pada setiap unit.

Universitas Indonesia
76

BAB 5
PERANCANGAN
5.1 Kesimpulan Hasil Studi Literatur
Kesimpulan dan estimasi yang akan diambil berdasarkan review literatur pada
subbab 2.11 adalah sebagai berikut:
a. Komposisi media yang cocok adalah komposisi pada penelitian Panigoro et al.
(2015), yaitu pasir silika setebal 80 cm dan karbon aktif setebal 40 cm. Pemilihan
ketebalan ini karena menghasilkan efisiensi penghilangan parameter besi dan
mangan yang tinggi. Menurut SNI 3981:2008, ketinggian media pasir harus berada
di rentang 0,6 – 1 m. Maka dari itu, ketebalan pasir silika akan dikurangi menjadi
60 cm dan tebal karbon aktif tetap 40 cm. Sehingga, total kedalaman media tetap di
angka 1 meter.
b. Untuk efisiensi penghilangan parameter besi, diambil angka 95,07% yang
mendekati rentang 95,07 – 98,12% menurut Panigoro et al. (2015). Angka terendah
pada rentang tersebut diambil karena ketebalan pasir silika yang akan digunakan
dikurangkan dari 80 cm menjadi 60 cm, dimana ketebalan yang berkurang pada
umumnya di beberapa penelitian akan mengalami penurunan efisiensi.
c. Untuk efisiensi penghilangan parameter mangan, diambil 97,09% dari rentang
97,09-98,23% menurut Panigoro et al. (2015). Angka terendah pada rentang
tersebut diambil karena ketebalan pasir silika yang akan digunakan dikurangkan
dari 80 cm menjadi 60 cm.
d. Karena pada penelitian Panigoro et al. (2015) tidak menguji fekal koliform, maka
angka efisiensi penghilangan parameter tersebut diambil dari penelitian
Ramadhanis (2019), yaitu sebesar 99% dari rentang 73-100%, dimana reaktor
penelitiannya menyerupai reaktor milik Panigoro dalam komposisi media, namun
dengan ketebalan yang berbeda.
e. Waktu detensi dan laju filtrasi tidak dapat ditetapkan pada estimasi ini, karena akan
didapat pada perhitungan desain dan disesuaikan dengan kriteria desain.
f. Seluruh estimasi ini terlepas dari faktor upscale, dan hanya merupakan perkiraan
saja dengan harapan ketika IPAM beroperasi, unit slow sand filter memiliki
performa penghilangan parameter yang mendekati estimasi/perkiraan.

Universitas Indonesia
77

Tabel 5.1 Hasil Penetapan Estimasi Efisiensi Penghilangan Parameter dan


Komposisi Media untuk Slow Sand Filter Rancangan.
PARAMETER BESAR SATUAN REFERENSI
Efisiensi penghilangan parameter:
 Besi 95,07 % Panigoro et al. (2015)
 Mangan 97,09 % Panigoro et al. (2015)
 Fekal Koliform 99 % Ramadhanis (2019)
Komposisi media dinyatakan dalam
ketebalan (dari atas ke bawah):
 Pasir silika 60 cm Panigoro et al. (2015)
 Karbon aktif 40 cm Panigoro et al. (2015)

5.2 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih FIK UI


Langkah awal penentuan jumlah kebutuhan air bersih FIK UI adalah melakukan
proyeksi jumlah sivitas FIK UI hingga tahun 2042, lalu dikalikan dengan standar
kebutuhan air bersih fasilitas pendidikan menurut SNI 03-7065-2005.
5.2.1 Proyeksi Jumlah Sivitas FIK UI
Proyeksi jumlah sivitas FIK UI akan dilakukan melalui tiga jenis metode. Ketiga
metode tersebut adalah aritmatik, geometris, dan regresi linier. Perlakuan proyeksi
dengan ketiga metode tersebut adalah untuk mendapatkan hasil proyeksi yang lebih
akurat dan tepat dengan melakukan perbandingan. Objek perbandingan dari ketiga
metode adalah nilai koefisien korelasi dan nilai standar deviasinya. Apabila nilai
koefisien korelasi mendekati angka 1, menunjukkan bahwa korelasi antar datanya
semakin erat. Untuk standar deviasi, semakin kecil nilainya menunjukkan bahwa antar
data memiliki kesamaan yang lebih.
Sivitas FIK UI yang akan diproyeksikan adalah jumlah mahasiswa, dosen, dan
tenaga kependidikan. Adapun dalam penelitian ini, proyeksi mahasiswa dipisahkan
dengan proyeksi dosen dan tenaga kependidikan. Hal ini dikarenakan jumlah dan
pertumbuhan angka mahasiswa yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dosen dan
tenaga kependidikan. Data yang digunakan sebagai dasar pada proyeksi ini terdapat pada
Tabel 3.2. Adapun proyeksi sivitas FIK UI ini didasarkan berdasarkan asumsi bahwa
setiap tahunnya, ada pertambahan jumlah mahasiswa dan dosen untuk mempertahankan

Universitas Indonesia
78

rasio jumlah dosen dan mahasiswa yang ideal, yaitu 1:20 atau 1:30 berdasarkan Peraturan
Menristekdikti. Rasio dosen berdasarkan akreditas tersebut tidak termasuk tenaga
kependidikan.

5.2.1.1 Proyeksi Metode Aritmatik


a. Mahasiswa
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengetahui persentase pertumbuhan
mahasiswa dari tahun ke tahun dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑃𝑛 − 𝑃0
% 𝑇𝑀 =
𝑃0
Dimana:
𝑃𝑛 = jumlah mahasiswa tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah mahasiswa tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.

Contoh perhitungan persentase pertumbuhan berikut adalah untuk tahun 2014 menuju
2015. Diketahui jumlah mahasiswa FIK UI di tahun 2014 dan 2015 masing-masing
adalah 1202 dan 1250 orang, sehingga:
1250 − 1202
% 𝑇𝑀 (2014 − 2015) =
1202
% 𝑇𝑀 (2014 − 2015) = 4
Perhitungan tersebut dilakukan hingga mencapai persentase pertumbuhan mahasiswa dari
tahun 2018 hingga 2019. Berikut dibawah ini adalah rerata pertumbuhan jumlah
mahasiswa dari tahun 2014 hingga 2019:
Tabel 5.2 Rerata Laju Tumbuh Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019.
%
JUMLAH
TAHUN PERTUMBUHAN
MAHASISWA
MAHASISWA
2014 1202 0
2015 1250 4
2016 1263 1
2017 1203 -4.8
2018 1123 -6.7
2019 1371 22.1
RERATA LAJU
3
TUMBUH

Selanjutnya, konstanta pertumbuhan jumlah mahasiswa dicari dengan persamaan berikut:

Universitas Indonesia
79

(𝑃𝑛 − 𝑃0 )
𝐾𝑎 =
(𝑇𝑛 − 𝑇0 )
Keterangan:
𝑃𝑛 = jumlah mahasiswa tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah mahasiswa tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝐾𝑎 = konstanta pertumbuhan populasi mahasiswa
𝑇𝑛 = tahun urutan ke-n
𝑇0 = tahun dasar atau awal perencanaan, urutan ke-0.

Adapun (𝑇𝑛 − 𝑇0 ) dapat diartikan jumlah data yang dimiliki. Data yang dimiliki terkait
jumlah mahasiswa FIK UI sebanyak 6 buah. Diketahui, jumlah mahasiswa FIK UI tahun
2014 dan 2019 masing-masing adalah 1202 dan 1371 orang, sehingga:
(𝑃𝑛 − 𝑃0 )
𝐾𝑎 =
(𝑇𝑛 − 𝑇0 )
1371 − 1202
𝐾𝑎 =
6
𝐾𝑎 = 28,17

Nilai Ka digunakan untuk menghitung proyeksi jumlah mahasiswa FIK UI dengan


menggunakan persamaan berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃0 + 𝐾𝑎 (𝑇𝑛 + 𝑇0 )

Keterangan:
𝑃𝑛 = jumlah mahasiswa tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah mahasiswa tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝐾𝑎 = konstanta pertumbuhan jumlah mahasiswa
𝑇𝑛 = tahun urutan ke-n
𝑇0 = tahun dasar atau awal perencanaan, urutan ke-0.

Contoh perhitungan proyeksi jumlah mahasiswa FIK UI berikut dibawah ini untuk tahun
2015. Ditetapkan 2014 sebagai tahun 0 dan 2015 sebagai tahun 1. Diketahui jumlah
mahasiswa pada tahun 0 adalah 1202 dan Ka adalah 28,17.
𝑃2015 = 𝑃0 + 𝐾𝑎 (𝑇𝑛 + 𝑇0 )

Universitas Indonesia
80

𝑃2015 = 1202 + 28,17 (1 + 0)


𝑃2015 = 1230

Perhitungan tersebut dilakukan hingga tahun 2019 dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.3 Hasil Proyeksi Mahasiswa FIK UI 2014-2019 dengan Metode Aritmatik.
JUMLAH Proyeksi
TAHUN N Ka
MAHASISWA Mahasiswa
2014 1202 0 1202
2015 1250 1 1230
2016 1263 2 1258
28.17
2017 1203 3 1287
2018 1123 4 1315
2019 1371 5 1343

Nilai korelasi dan standar deviasi dari proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan rumus
Ms. Excel. Rumus untuk korelasi adalah “CORREL” dan standar deviasi adalah
“STDEV.S” dengan jumlah mahasiswa asli dan jumlah mahasiswa hasil proyeksi yang
diperbandingkan. Hasilnya, nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 52,69 dan R
sebesar 0,261.

b. Dosen dan Tenaga Kependidikan (Pendidik)


Langkah pertama yang dilakukan adalah mengetahui persentase pertumbuhan
pendidik dari tahun ke tahun dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑃𝑛 − 𝑃0
% 𝑇𝐷 =
𝑃0
Dimana:
𝑃𝑛 = jumlah pendidik tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah pendidik tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.

Contoh perhitungan persentase pertumbuhan berikut adalah untuk tahun 2014 menuju
2015. Diketahui jumlah pendidik FIK UI di tahun 2014 dan 2015 masing-masing adalah
121 dan 127 orang, sehingga:
127 − 121
% 𝑇𝐷 (2014 − 2015) =
121
% 𝑇𝐷 (2014 − 2015) = 5

Universitas Indonesia
81

Perhitungan tersebut dilakukan hingga mencapai persentase pertumbuhan pendidik dari


tahun 2014 hingga 2015. Berikut dibawah ini adalah rerata pertumbuhan jumlah pendidik
dari tahun 2014 hingga 2019:
Tabel 5.4 Rerata Laju Tumbuh Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019.
%
JUMLAH
TAHUN PERTUMBUHAN
PENDIDIK
PENDIDIK
2014 121 0
2015 127 5
2016 135 6,3
2017 136 0,7
2018 131 -3,7
2019 136 3,8
RERATA LAJU
3,8
TUMBUH

Selanjutnya, konstanta pertumbuhan jumlah pendidik dicari dengan persamaan berikut:


(𝑃𝑛 − 𝑃0 )
𝐾𝑎 =
(𝑇𝑛 − 𝑇0 )
Keterangan:
𝑃𝑛 = jumlah pendidik tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah pendidik tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝐾𝑎 = konstanta pertumbuhan jumlah pendidik
𝑇𝑛 = tahun urutan ke-n
𝑇0 = tahun dasar atau awal perencanaan, urutan ke-0.

Adapun (𝑇𝑛 − 𝑇0 ) dapat diartikan jumlah data yang dimiliki. Data yang dimiliki terkait
jumlah pendidik FIK UI sebanyak 6 buah. Diketahui, jumlah pendidik FIK UI tahun 2014
dan 2019 masing-masing adalah 121 dan 136 orang, sehingga:
(𝑃𝑛 − 𝑃0 )
𝐾𝑎 =
(𝑇𝑛 − 𝑇0 )
136 − 121
𝐾𝑎 =
6
𝐾𝑎 = 2,5

Universitas Indonesia
82

Nilai Ka digunakan untuk menghitung proyeksi jumlah pendidik FIK UI dengan


menggunakan persamaan berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃0 + 𝐾𝑎 (𝑇𝑛 + 𝑇0 )

Keterangan:
𝑃𝑛 = jumlah pendidik tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah pendidik tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝐾𝑎 = konstanta pertumbuhan populasi dosdik
𝑇𝑛 = tahun urutan ke-n
𝑇0 = tahun dasar atau awal perencanaan, urutan ke-0.

Contoh perhitungan proyeksi jumlah pendidik FIK UI berikut dibawah ini untuk tahun
2015. Ditetapkan 2014 sebagai tahun 0 dan 2015 sebagai tahun 1. Diketahui jumlah
pendidik pada tahun 0 adalah 121 dan Ka adalah 2,5.
𝑃2015 = 𝑃0 + 𝐾𝑎 (𝑇𝑛 + 𝑇0 )
𝑃2015 = 121 + 2,5 (1 + 0)
𝑃2015 = 124

Perhitungan tersebut dilakukan hingga tahun 2019 dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.5 Hasil Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2017-2019
dengan Metode Aritmatik.
JUMLAH Proyeksi
TAHUN N Ka
PENDIDIK Pendidik
2014 121 0 121
2015 127 1 124
2016 135 2 126
2,5
2017 136 3 129
2018 131 4 131
2019 136 5 134

Nilai korelasi dan standar deviasi dari proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan rumus
Ms. Excel. Rumus untuk korelasi adalah “CORREL” dan standar deviasi adalah
“STDEV.S” dengan jumlah pendidik asli dan jumlah pendidik hasil proyeksi yang

Universitas Indonesia
83

diperbandingkan. Hasilnya, nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 2,5 dan R sebesar
0,787.

5.2.1.2 Proyeksi Metode Geometris


a. Mahasiswa
Langkah pertama adalah menghitung kenaikan rata-rata jumlah mahasiswa per
tahunnya namun dengan rumus yang berbeda dari aritmatik sebagai berikut:
𝑃𝑛 1
𝑟 = ( )𝑁 − 1
𝑃0

Dimana,
𝑃𝑛 = jumlah mahasiswa tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah mahasiswa tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝑟 = kenaikan rata-rata jumlah mahasiswa per tahunnya
𝑁 = selisih tahun n dengan tahun 0.

Contoh perhitungan kenaikan rata-rata jumlah mahasiswa FIK UI dibawah ini adalah
untuk tahun 2014 ke 2019. Jumlah mahasiwa FIK UI tahun 2014 dan 2019 masing-
masing adalah 1202 dan 1371 orang. Sehingga:
𝑃𝑛 1
𝑟 = ( )𝑁 − 1
𝑃0
1371 1
𝑟= ( )5 − 1
1202
𝑟 = 0,027

Selanjutnya, nilai r digunakan untuk menghitung proyeksi mahasiswa secara geometris


dengan persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃0 (1 + 𝑟)𝑛

Dimana,
𝑃𝑛 = jumlah mahasiswa tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah mahasiswa tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝑛 = jangka waktu atau tahun

Universitas Indonesia
84

𝑟 = kenaikan rata-rata jumlah mahasiswa per tahunnya

Contoh perhitungan berikut dibawah ini adalah perhitungan proyeksi jumlah mahasiswa
FIK UI di tahun 2018. Ditetapkan tahun ke-0 adalah 2014 dan tahun 2018 sebagai tahun
ke-4. Diketahui jumlah mahasiswa FIK UI di tahun 2014 adalah 1202 orang, sehingga:
𝑃2018 = 𝑃0 (1 + 𝑟)𝑛
𝑃2018 = 1202 (1 + 0,016)4
𝑃2018 = 1335

Perhitungan tersebut dilakukan hingga tahun 2019, sehingga menghasilkan hasil proyeksi
sebagai berikut:
Tabel 5.6 Hasil Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019 dengan
Metode Geometris.
JUMLAH Proyeksi
TAHUN n R
MAHASISWA Mahasiswa
2014 1202 0 1202
2015 1250 1 1234
2016 1263 2 1267
0.027
2017 1203 3 1301
2018 1123 4 1335
2019 1371 5 1371

Nilai korelasi dan standar deviasi dari proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan rumus
Ms. Excel. Rumus untuk korelasi adalah “CORREL” dan standar deviasi adalah
“STDEV.S” dengan jumlah mahasiswa asli dan jumlah mahasiswa hasil proyeksi yang
diperbandingkan. Hasilnya, nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 63,237 dan R
sebesar 0,269.

b. Dosen dan Tenaga Kependidikan (Pendidik)


Langkah pertama adalah menghitung kenaikan rata-rata jumlah pendidik per
tahunnya namun dengan rumus yang berbeda dari aritmatik sebagai berikut:
𝑃𝑛 1
𝑟 = ( )𝑁 − 1
𝑃0

Universitas Indonesia
85

Dimana,
𝑃𝑛 = jumlah pendidik tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah pendidik tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝑟 = kenaikan rata-rata jumlah pendidik per tahunnya
𝑁 = selisih tahun n dengan tahun 0.

Contoh perhitungan kenaikan rata-rata jumlah pendidik FIK UI dibawah ini adalah untuk
tahun 2014 ke 2019. Jumlah pendidik FIK UI tahun 2014 dan 2019 masing-masing adalah
121 dan 136 orang. Sehingga:
𝑃𝑛 1
𝑟 = ( )𝑁 − 1
𝑃0
136 1
𝑟= ( )2 − 1
121
𝑟 = 0,06

Selanjutnya, nilai r digunakan untuk menghitung proyeksi pendidik secara geometris


dengan persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃0 (1 + 𝑟)𝑛

Dimana,
𝑃𝑛 = jumlah pendidik tahun n, satuan jiwa.
𝑃0 = jumlah pendidik tahun ke-0 atau tahun awal perencanaan, satuan jiwa.
𝑛 = jangka waktu atau tahun
𝑟 = kenaikan rata-rata jumlah pendidik per tahunnya

Contoh perhitungan berikut dibawah ini adalah perhitungan proyeksi jumlah pendidik
FIK UI di tahun 2015. Ditetapkan tahun ke-0 adalah 2014 dan tahun 2015 sebagai tahun
ke-1. Diketahui jumlah pendidik FIK UI di tahun 2014 adalah 121 orang, sehingga:
𝑃2015 = 𝑃0 (1 + 𝑟)𝑛
𝑃2015 = 121 (1 + 0,073)1
𝑃2015 = 128

Universitas Indonesia
86

Perhitungan tersebut dilakukan hingga tahun 2019, sehingga menghasilkan hasil proyeksi
sebagai berikut:
Tabel 5.7 Hasil Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019
dengan Metode Geometris.
JUMLAH Proyeksi
TAHUN n R
PENDIDIK PENDIDIK
2014 121 0 121
2015 127 1 128
2016 135 2 136
0,073
2017 136 3 144
2018 131 4 153
2019 136 5 162

Nilai korelasi dan standar deviasi dari proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan rumus
Ms. Excel. Rumus untuk korelasi adalah “CORREL” dan standar deviasi adalah
“STDEV.S” dengan jumlah pendidik asli dan jumlah pendidik hasil proyeksi yang
diperbandingkan. Hasilnya, nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 15,366; R
sebesar 0,76.

5.2.1.3 Proyeksi Metode Regresi Linier


a. Mahasiswa
Langkah awal pada metode ini adalah membuat tabel regresi yang terdiri dari
kolom x, y, x2, y2, dan xy. Ditetapkan x adalah urutan tahun dan y atau P adalah jumlah
mahasiswa FIK UI pada tahun yang bersangkutan. Tahun urutan pertama adalah 2014
hingga tahun urutan keenam adalah 2019.
Tabel 5.8 Data Regresi Proyeksi Mahasiswa FIK UI 2014-2019.
TAHUN x y x2 y2 xy
2014 1 1202 1 1444804 1202
2015 2 1250 4 1562500 2500
2016 3 1263 9 1595169 3789
2017 4 1203 16 1447209 4812
2018 5 1123 25 1261129 5615
2019 6 1371 36 1879641 8226
Ƹ 21 7412 91 9190452 26144

Universitas Indonesia
87

Tabel tersebut digunakan sebagai dasar dalam menghitung konstanta a dan b, yang
dihitung dengan persamaan berikut:
∑ 𝑃 ∑ 𝑥 2 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃𝑥
𝑎=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
𝑁 ∑ 𝑃𝑥 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃
𝑏=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
Dimana,
𝑎&𝑏 = konstanta
𝑃 = jumlah mahasiswa pada tahun x
𝑥 = tahun n
𝑁 = jumlah data yang dimiliki

Perhitungan konstanta a adalah sebagai berikut:


∑ 𝑃 ∑ 𝑥 2 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃𝑥
𝑎=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
7412 𝑥 91 − 21 𝑥 26144
𝑎=
6 𝑥 91 − (21)2
𝑎 = 1194,933
Sedangkan perhitungan konstanta b adalah sebagai berikut:
𝑁 ∑ 𝑃𝑥 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃
𝑏=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
6 𝑥 26144 − 21 𝑥 7412
𝑏=
6 𝑥 91 − (21)2
𝑏 = 11,54

Sehingga, persamaan regresi linier untuk proyeksi mahasiswa FIK UI adalah:


𝑃 = 𝑎 + 𝑏𝑥
𝑃 = 1194,933 + 11,54𝑥

Berikut dibawah ini adalah hasil proyeksi mahasiswa FIK UI tahun 2014-2019 dengan
metode regresi linier:

Universitas Indonesia
88

Tabel 5.9 Hasil Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019 dengan


Metode Regresi Linier.
Proyeksi
TAHUN x
Mahasiswa
2014 1 1206
2015 2 1218
2016 3 1230
2017 4 1241
2018 5 1253
2019 6 1264

Nilai korelasi dan standar deviasi dari proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan rumus
Ms. Excel. Rumus untuk korelasi adalah “CORREL” dan standar deviasi adalah
“STDEV.S” dengan jumlah mahasiswa asli dan jumlah mahasiswa hasil proyeksi yang
diperbandingkan. Hasilnya, nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 52,86 dan R
sebesar 0,234.

b. Pendidik
Langkah awal pada metode ini adalah membuat tabel regresi yang terdiri dari
kolom x, y, x2, y2, dan xy. Ditetapkan x adalah urutan tahun dan y atau P adalah jumlah
pendidik FIK UI pada tahun yang bersangkutan. Tahun urutan pertama adalah 2014
hingga tahun urutan keenam adalah 2019.
Tabel 5.10 Data Regresi Proyeksi Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019.
TAHUN x y x2 y2 xy
2014 1 121 1 14641 121
2015 2 127 4 16129 254
2016 3 135 9 18225 405
2017 4 136 16 18496 544
2018 5 131 25 17161 655
2019 6 136 36 18496 816
Ƹ 21 786 91 103148 2795

Tabel tersebut digunakan sebagai dasar dalam menghitung konstanta a dan b, yang
dihitung dengan persamaan berikut:
∑ 𝑃 ∑ 𝑥 2 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃𝑥
𝑎=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2

Universitas Indonesia
89

𝑁 ∑ 𝑃𝑥 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃
𝑏=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
Dimana,
𝑎&𝑏 = konstanta
𝑃 = jumlah pendidik pada tahun x
𝑥 = tahun n
𝑁 = jumlah data yang dimiliki

Perhitungan konstanta a adalah sebagai berikut:


∑ 𝑃 ∑ 𝑥 2 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃𝑥
𝑎=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
786 𝑥 91 − 21 𝑥 2795
𝑎=
6 𝑥 91 − (21)2
𝑎 = 122,2

Sedangkan perhitungan konstanta b adalah sebagai berikut:


𝑁 ∑ 𝑃𝑥 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑃
𝑏=
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
6 𝑥 2795 − 21 𝑥 786
𝑏=
6 𝑥 91 − (21)2
𝑏 = 2,52

Sehingga, persamaan regresi linier untuk proyeksi pendidik FIK UI adalah:


𝑃 = 𝑎 + 𝑏𝑥
𝑃 = 122,2 + 2,52𝑥

Berikut dibawah ini adalah hasil proyeksi pendidik FIK UI tahun 2014-2019 dengan
metode regresi linier:
Tabel 5.11 Hasil Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Didik FIK UI 2014-2019
dengan Metode Regresi Linier.
Proyeksi
TAHUN x
Pendidik
2014 1 125
2015 2 127

Universitas Indonesia
90

Proyeksi
TAHUN x
Pendidik
2016 3 130
2017 4 132
2018 5 135
2019 6 137

Nilai korelasi dan standar deviasi dari proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan rumus
Ms. Excel. Rumus untuk korelasi adalah “CORREL” dan standar deviasi adalah
“STDEV.S” dengan jumlah pendidik asli dan jumlah pendidik hasil proyeksi yang
diperbandingkan. Hasilnya, nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 8,5; R sebesar
0,773.
Tabel 5.12 Nilai Standar Deviasi dan Koefisien Korelasi Ketiga Metode
Proyeksi Jumlah Sivitas FIK UI.
STANDAR KOEFISIEN
METODE PROYEKSI
DEVIASI KORELASI
Proyeksi Mahasiswa:
 Aritmatik 52,69 0,261
 Geometris 63,237 0,269
 Regresi Linier 52,86 0,234
Proyeksi Dosen dan Tenaga
Kependidikan:
 Aritmatik 2,5 0,787
 Geometris 15,366 0,760
 Regresi Linier 8,5 0,773

Nilai koefisien korelasi baik proyeksi mahasiswa maupun pendidik untuk


metode aritmatik dan regresi linier memiliki nilai yang hampir sama, dimana nilai
koefisien tertinggi dicapai oleh metode geometris. Namun, perbedaan terdapat pada nilai
standar deviasi metode aritmatik yang nilainya jauh lebih kecil dari dua metode lainnya.
Sehingga, diputuskan metode proyeksi yang digunakan adalah metode aritmatik baik
untuk proyeksi mahasiswa maupun dosen dan tenaga kependidikan. Adapun nilai
koefisien korelasi ketiga metode proyeksi mahasiswa sangat rendah, dan nilai standar
deviasinya terlalu tinggi. Alasan hal tersebut terjadi dikarenakan ada data penurunan

Universitas Indonesia
91

jumlah mahasiswa FIK UI pada tahun 2017 dan 2018, dimana tahun-tahun lainnya
mengalami peningkatan. Sehingga, terjadinya data hasil proyeksi yang tidak sinkron
dengan data kenyataan, dimana pada data hasil proyeksi jumlah mahasiswa FIK UI 2017
dan 2018 mengalami kenaikan.
Berikut dibawah ini adalah hasil proyeksi mahasiswa dan pendidik FIK UI tahun
2022-2042 dengan menggunakan metode aritmatik:
Tabel 5.13 Hasil Proyeksi Jumlah Sivitas FIK UI 2022-2042
Metode Aritmatik.
PROYEKSI SIVITAS FIK UI TOTAL
TAHUN MAHASISWA PENDIDIK TOTAL
2022 1456 144 1599
2023 1484 146 1630
2024 1512 149 1660
2025 1540 151 1691
2026 1568 154 1722
2027 1596 156 1752
2028 1625 159 1783
2029 1653 161 1814
2030 1681 164 1844
2031 1709 166 1875
2032 1737 169 1906
2033 1765 171 1936
2034 1794 174 1967
2035 1822 176 1998
2036 1850 179 2028
2037 1878 181 2059
2038 1906 184 2090
2039 1934 186 2120
2040 1963 189 2151
2041 1991 191 2182
2042 2019 194 2212

5.2.2 Perhitungan Kebutuhan Air Bersih FIK UI


Langkah selanjutnya adalah menentukan standar kebutuhan air bersih yang akan
digunakan. Standar tersebut adalah SNI 03-7065-2005 mengenai Tata Cara Perencanaan
Sistem Plambing. SNI tersebut berisikan standar kebutuhan air bersih untuk setiap sarana
perkotaan. Mengacu pada SNI tersebut, FIK UI termasuk dalam kategori penggunaan
gedung atau sarana SMU/SMK dan lebih tinggi, dengan standar pemakaian air sebesar

Universitas Indonesia
92

80 liter/siswa/hari. Seiring berjalannya waktu, standar tersebut akan mengalami kenaikan


akibat pertumbuhan penduduk yang menyebabkan munculnya berbagai macam
kebutuhan atau keperluan tambahan yang menggunakan air bersih. Sehingga,
diasumsikan standar tersebut mengalami kenaikan sebesar 5 liter/siswa/hari setiap 5
tahunnya. Hingga tahun 2042, standar kebutuhan air bersih mencapai angka 100
liter/siswa/hari.
Tabel 5.14 Asumsi Standar Kebutuhan Air Bersih per Rentang 5 Tahun.
STANDAR
RENTANG KEBUTUHAN
TAHUN AIR BERSIH
(L/siswa/hari)
2022-2026 80
2027-2031 85
2032-2036 90
2037-2041 95
2042 100

Selain kebutuhan air bersih untuk konsumsi sivitas, kebutuhan air untuk
laboratorium akan diperhitungkan, dikarenakan FIK UI memiliki ruang laboratorium dan
eksperimen di gedung Pendidikan & Laboratorium FIK UI. Kebutuhan air bersih untuk
laboratorium diasumsikan sebesar 10% dari kebutuhan air bersih total sivitas. Kebutuhan
air bersih yang telah didapatkan dengan mengkalikan jumlah proyeksi penduduk dengan
standar tersebut, dikalikan kembali dengan faktor sebesar 1,2 sebagai kebutuhan air
bersih hari maksimum (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2007).
Kebutuhan air bersih total pada peak hour akan ditambahkan dengan debit
instalasi untuk mendapatkan debit desain. Debit instalasi adalah debit penambahan untuk
mencegah terjadinya overload atau overflow pada pengoperasian IPAM nantinya,
diasumsikan sebesar 10% dari kebutuhan air bersih harian maksimum (Qasim et al.,
2000).

Universitas Indonesia
93

Tabel 5.15 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Hari Total FIK UI 2022-2042.

STANDAR KEBUTUHAN TOTAL


KEBUTUHAN
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH KEBUTUHAN
TAHUN AIR LAB
AIR BERSIH SIVITAS AIR BERSIH

Jiwa L/jiwa/hari L/hari L/hari L/detik


2022 1599 80 127920 12792 1.63
2023 1630 80 130373 13037 1.66
2024 1660 80 132827 13283 1.69
2025 1691 80 135280 13528 1.72
2026 1722 80 137733 13773 1.75
2027 1752 85 148948 14895 1.90
2028 1783 85 151555 15156 1.93
2029 1814 85 154162 15416 1.96
2030 1844 85 156768 15677 2.00
2031 1875 85 159375 15938 2.03
2032 1906 90 171510 17151 2.18
2033 1936 90 174270 17427 2.22
2034 1967 90 177030 17703 2.25
2035 1998 90 179790 17979 2.29
2036 2028 90 182550 18255 2.32
2037 2059 95 195605 19561 2.49
2038 2090 95 198518 19852 2.53
2039 2120 95 201432 20143 2.56
2040 2151 95 204345 20435 2.60
2041 2182 95 207258 20726 2.64
2042 2212 100 221233 22123 2.82

Tabel 5.16 Proyeksi Debit Desain IPAM FIK UI Rencana 2022-2042.

KEBUTUHAN
TOTAL
AIR BERSIH DEBIT DEBIT
KEBUTUHAN FAKTOR
TAHUN AIR BERSIH HARIAN INSTALASI DESAIN
MAKSIMUM MAKSIMUM
L/detik L/detik L/detik L/detik
2022 1.63 1.2 1.95 0.20 2.15
2023 1.66 1.2 1.99 0.20 2.19
2024 1.69 1.2 2.03 0.20 2.23
2025 1.72 1.2 2.07 0.21 2.27
2026 1.75 1.2 2.10 0.21 2.31
2027 1.90 1.2 2.28 0.23 2.50
2028 1.93 1.2 2.32 0.23 2.55

Universitas Indonesia
94

KEBUTUHAN
TOTAL
AIR BERSIH DEBIT DEBIT
KEBUTUHAN FAKTOR
TAHUN AIR BERSIH HARIAN INSTALASI DESAIN
MAKSIMUM MAKSIMUM
L/detik L/detik L/detik L/detik
2029 1.96 1.2 2.36 0.24 2.59
2030 2.00 1.2 2.40 0.24 2.63
2031 2.03 1.2 2.43 0.24 2.68
2032 2.18 1.2 2.62 0.26 2.88
2033 2.22 1.2 2.66 0.27 2.93
2034 2.25 1.2 2.70 0.27 2.98
2035 2.29 1.2 2.75 0.27 3.02
2036 2.32 1.2 2.79 0.28 3.07
2037 2.49 1.2 2.99 0.30 3.29
2038 2.53 1.2 3.03 0.30 3.34
2039 2.56 1.2 3.08 0.31 3.39
2040 2.60 1.2 3.12 0.31 3.43
2041 2.64 1.2 3.17 0.32 3.48
2042 2.82 1.2 3.38 0.34 3.72

Sehingga, diambil debit desain untuk perancangan IPAM untuk tahun 2042 sebesar 3,72
L/s, yang dibulatkan menjadi 3,8 L/s. Pentahapan tidak diperhitungkan karena debit
layanan yang terlalu kecil.

5.3 Penentuan Unit-unit IPAM


Unit-unit yang akan digunakan pada IPAM sebagai pelengkap slow sand filter
akan didasarkan pada kondisi air baku dan standar-standar mengenai IPAM dan saringan
pasir lambat.
a. Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum
Standar ini menjelaskan sistem unit paket IPAM yang telah banyak digunakan
di Indonesia. Adapun standar tersebut menjelaskan komponen-komponen umum IPAM,
yang terbagi menjadi dua bagian yaitu komponen utama dan komponen penunjang.
Komponen utama terdiri dari unit pengambil air baku, pengukur aliran air, pembubuh
larutan kimia, mikser, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi.

Universitas Indonesia
95

Penampung dan distribusi berperan sebagai komponen penunjang pasca pengolahan di


IPAM.

Gambar 5.1 Diagram Alir Unit Paket IPAM Standar PUPR.


Sumber: (Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2014).

Tabel 5.17 Pilihan Jenis Komponen Unit Paket IPAM.

Sumber: (Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2014).

b. Technical Guidelines for the Construction and Management of Slow Sand Filters
oleh Public Water Corporation MIWR-GONU (Ministry of Irrigation and Water
Resources – Government of National Unity) dan MWRI-GOSS (Ministry of Water
Resources and Irrigation – Government of Southern Sudan) didukung oleh
UNICEF

Universitas Indonesia
96

Standar ini menyebutkan bahwa efektifitas dari slow sand filter bergantung pada
kekeruhan dari air baku. Kadar kekeruhan paling besar yang dapat ditanggung slow sand
filter adalah 20 NTU, dan kadar ideal berada dibawah angka 10 NTU. Apabila air baku
yang ditanggung slow sand filter melebihi 20 NTU maka air baku tersebut harus
diberlakukan pre-treatment terlebih dahulu sebelum dialirkan menuju slow sand filter.
Unit pre-treatment yang dapat digunakan adalah grit chambers dan tangki sedimentasi.
Mirip dengan Permenkes RI no. 492/2010, MIWR-GONU menetapkan standar
air bersih yang baik adalah air yang memiliki kekeruhan dibawah 5 NTU, tidak terdapat
satu pun fekal koliform, dan tidak ada satupun cacing guinea ataupun schistosomiasis.
Sedangkan, unit slow sand filter tidak memerlukan pre-treatment apabila air baku
memilik kekeruhan tidak lebih dari 20 NTU dan memiliki fekal koliform sebanyak 1-500
MPN, namun memerlukan unit klorinasi atau desinfeksi seusai dialirkan pada slow sand
filter.
Tabel 5.18 Kebutuhan Unit Treatment Berdasarkan Kualitas Air Baku.

Sumber: (MIWR-GONU, 2009).

Universitas Indonesia
97

c. Water Treatment Manuals Filtration oleh Ireland EPA


Standar ini menjelaskan komponen-komponen IPAM berdasarkan jenis filtrasi
yang akan diimplementasikan. Untuk penggunaan rapid sand filter, komponen-
komponen IPAM terdiri dari screening atau penyaringan, penambahan zat kimia pada
pengadukan cepat, koagulasi/flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, pengecekan dan
penetralan pH, fluoridasi, dan tangki reservoir. Khusus untuk slow sand filter, unit
pengadukan cepat hingga sedimentasi dihilangkan, sehingga komponen IPAM yang
dipakai hanya penyaringan, filtrasi, disinfeksi, koreksi pH, fluoridasi, dan tangki
reservoir. Unit pengadukan cepat dengan pencampuran zat kimiawi, koagulasi, flokulasi,
dan sedimentasi dihilangkan karena zat kimia tersebut berpotensi mengganggu kerja
bakteri pada lapisan schmutzdecke yang terdapat pada slow sand filter.

Gambar 5.2 Diagram Alir Unit IPAM Standar Ireland EPA.


Sumber: (EPA, 1995).

Universitas Indonesia
98

d. Modul Sosialisasi dan Diseminasi Standar Pedoman dan Manual dari Instalasi
Saringan Pasir Lambat oleh Balitbang PUPR (2014)
Menurut standar ini, proses pengolahan air dengan saringan pasir lambat terdiri
atas bangunan penyadap atau intake, bak penampung, saringan pasir lambat dan bak
penampung air bersih. Apabila kandungan kekeruhan terlalu tinggi dan kadar oksigen
terlarut rendah, maka perlu ditambahkan pre-treatment. Kadar oksigen minimal untuk
slow sand filter adalah 2-3 mg/L untuk memperoleh proses biokimia dan biologi yang
optimal, terutama pada lapisan schmutzdecke (Unger, 2007).
Kekeruhan inlet danau Agathis UI berada di angka 9,77 NTU (Nusantara, 2019).
Sedangkan, fekal koliform dan kadar oksigen terlarut pada danau tersebut masing-masing
adalah 34/100 mL dan 3,15 mg/L (Lab Teknik UI, 2019). Sehingga, untuk mengolah air
baku dari danau tersebut agar sesuai dengan Permenkes RI no. 492/2010 tidak
memerlukan pre-treatment. Unit-unit IPAM yang akan digunakan dalam perancangan ini
adalah intake dengan coarse dan bar screen, sumur pengumpul, saluran transmisi, slow
sand filter, desinfeksi, dan reservoir. Adapun intake dengan dua jenis screen untuk
menyingkirkan partikel-partikel padat yang pada umumnya dihilangkan pada proses
koagulasi-flokulasi dan sedimentasi yang ditiadakan pada perancangan ini.
Dari setiap unit yang telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menentukan
jenis atau tipe apa yang akan diimplementasikan pada IPAM. Jenis-jenis unit IPAM dapat
ditentukan berdasarkan kondisi sumber air baku dan lokasi tempat IPAM tersebut
didirikan.
1. Struktur Intake
Kegunaan dari bangunan intake atau bangunan penyadap adalah untuk
menangkap air baku yang asalnya dari air permukaan seperti danau dan sungai sesuai
dengan kebutuhan. Pada umumnya, bangunan intake dilengkapi dengan penyaring kasar
atau bar screen, guna menyaring sampah atau benda kasar agar tidak masuk bersamaan
dengan air baku yang akan diolah. Terdapat 5 jenis intake dalam IPAM (Qasim et al.,
2000), yaitu floating, submerged, tower, shore, dan pier. Setiap jenis intake tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan, baik secara eknomis maupun desain.

Universitas Indonesia
99

Tabel 5.19 Kelebihan dan Kekurangan Setiap Jenis Intake.


Jenis Intake Kelebihan Kekurangan
Floating intake  Biaya relatif  Harus ditopang oleh
pembangunan yang struktur yang sangat
rendah kuat agar tahan dari
 Struktur dapat disusun gaya angin dan
atau dibangun langsung gelombang
di tempat / on-site danau/sungai.
 Dapat beroperasi pada  Tidak dapat
sumber air baku dengan menjangkau sumber air
kedalaman yang dangkal baku dengan kedalaman
yang besar.
Submerged intake  Struktur yang tidak rumit  Hanya dapat
 Mudah dibangun menjangkau air dari
 Biaya pembangunan yang kedalaman terendah,
murah dan terjangkau dimana air pada
kedalaman tersebut
memiliki kualitas yang
buruk.
 Sulit untuk melakukan
perawatan akibat
letaknya yang berada di
dasar sumber air baku.
Tower intake  Dapat menjangkau air  Biaya yang mahal untuk
baku dari ketinggian dibangun.
manapun.  Sulit untuk melakukan
 Dapat dibangun di perawatan apabila tidak
tengah-tengah sumber air ada jembatan akses.
baku, dengan
membangun jembatan
akses dari tepi.

Universitas Indonesia
100

Jenis Intake Kelebihan Kekurangan


Shore intake  Akses yang mudah untuk  Biaya pembangunan
melakukan perawatan yang lebih mahal dari
 Apabila didirikan dengan floating dan submerged
jumlah pintu air yang  Perlu proses pengerukan
cukup, dapat memperoleh di tepi untuk mencapai
air baku dengan kualitas air baku yang cukup
yang baik dalam.
 Desain yang mudah dan
sederhana
Pier intake  Mudah untuk dibangun  Hanya dapat mengambil
 Mudah untuk melakukan air baku dari kedalaman
perawatan berdasarkan ukuran
panjang pipa penyedot
 Sulit untuk
mendapatkan air baku
dengan kualitas yang
baik.
Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Karena danau Agathis UI yang akan dijadikan sumber air baku memiliki
kedalaman hanya di kisaran 1-4 meter (Nabilah, 2012), maka tower intake bukan opsi
jenis intake yang cocok untuk danau tersebut. Danau Agathis UI lebih cocok dengan jenis
intake shore, floating, dan submerged. Adapun submerged memiliki kekurangan dimana
air yang diambil hanyalah air pada kedalaman terendah. Adapun air pada kedalaman
terendah terdapat sedimen dan lumpur yang menumpuk, sehingga air tersebut memiliki
kualitas yang buruk. Floating intake memerlukan struktur penopang yang kuat, dan dapat
diasumsikan bahwa intake jenis ini memiliki biaya perawatan struktur yang lebih karena
struktur tersebut dapat mengalami penurunan kualitas pada cuaca buruk yang berasal dari
angin kencang atau aliran danau yang deras. Sehingga, shore intake menjadi jenis intake
yang terpilih untuk IPAM rancangan pada penelitian ini. Dengan kedalaman yang

Universitas Indonesia
101

dangkal, pengerukan tanah yang dibutuhkan dalam membangun intake ini tidak akan
berlangsung rumit.

2. Bar Screen
Pada intake, akan diletakkan penyaring sebelum memasuki sumur pengumpul.
Terdapat dua jenis screen, yaitu coarse dan fine screen. Coarse screen berfungsi untuk
menghalang partikel padat berukuran besar seperti kayu, ranting, batu, dan sampah. Space
antar bar pada coarse screen berada di kisaran 5-8 cm. Kecepatan air melewati coarse
screen harus berada di bawah 0,08 m/s., agar menghindari intake dimasuki oleh hewan
air seperti ikan. Kecepatan yang sangat kecil tersebut dapat diatur dengan bukaan pintu
air intake. Fine screen berfungsi untuk menyaring partikel-partikel padat kecil seperti
pasir dan kerikil. Spasi antar bar pada fine screen sekitar 0,5 cm.
Karena pada IPAM penelitian ini tidak menggunakan unit koagulasi, flokulasi,
dan sedimentasi, maka pada intake akan dipasang coarse dan bar screen untuk mencegah
partikel padat ataupun kecil masuk ke dalam unit-unit selanjutnya, dimana partikel kecil
pada umumnya dihilangkan pada unit flokulasi dan koagulasi dengan membentuk
flokulen.

3. Saluran Transmisi
Air yang berasal dari bak pengumpul intake akan dialirkan melalui pipa pressure
conduits menuju unit pengolahan pertama IPAM. Dikarenakan ketinggian unit IPAM
lebih tinggi dari intake, yaitu 69 mdpl berbanding 66 mdpl. Pipa transmisi yang digunakan
berbahan cast iron yang kokoh dan tahan lama. Air yang melalui saluran transmisi akan
dialirkan dengan tenaga pompa. Pipa transmisi akan dipasang di atas permukaan tanah,
untuk memudahkan perawatan dan pengecekan, serta menghindari biaya untuk
pengerukan tanah.

4. Alat Ukur Debit


Alat ukur debit berguna untuk memantau dan memantau debit air baku yang
mengalir pada unit-unit IPAM. Alat ini umumnya dipasang sebelum masuk ke dalam unit
filtrasi, atau setelah melewati pompa. Pengukuran debit menurut U.S E.P.A (2015) dibagi
menjadi dua jenis, yaitu pengukuran debit untuk open channel dan closed conduit.

Universitas Indonesia
102

Tabel 5.20 Tingkat Akurasi Setiap Jenis Alat Akur Debit.


Jenis/Alat Ukur Open Closed Akurasi
Debit Channel Conduit (%)
Weirs √ ±5
Flumes √ ±5
Open Flow Nozzles √ ±5
Velocity-Area √ n/a
Method
Venturi Meter √ ±1-2
Orifice Meter √ ± 0.5
Flow Nozzle √ n/a
Electromagnetic √ ±1
Flow Meter
Sumber: (U.S EPA, 2015).

Karena sistem transmisi yang digunakan adalah pressure conduit, maka alat ukur
debit yang digunakan adalah jenis closed conduit. Dari seluruh alat ukur debit jenis closed
conduit, venturi meter memiliki tingkat akurasi pengukuran yang lebih besar yaitu 1 – 2
%, sehingga dipilih dalam perancangan ini. Venturi meter akan dipasang pada pipa
transmisi setelah melewati pompa.

5. Filtrasi
Jenis filtrasi yang digunakan adalah slow sand filter yang dialirkan secara down
flow atau air akan turun secara gravitasional melewati media dari atas ke bawah. Adapun
slow sand filter dipilih sebagai opsi dan unit utama pada IPAM rancangan ini,
dikarenakan tingkat efisiensi penghilangan pada tiga parameter tinjauan pada penelitian
ini sangat tinggi, yaitu 99% untuk penghilangan bakteri koliform dan 30-90% untuk
penghilangan besi dan mangan, namun bergantung pada jenis dan ketebalan medianya
(Galvis et al., 2002). Sedangkan rapid sand filter diketahui tidak efektif dalam
menghilangkan bakteri, virus, fluorida, arsen, bau, dan zat organik (memerlukan pra dan
paska pengolahan), serta biaya pembangunan dan operasional yang mahal (Brikke &
Bredero, 2003).

Universitas Indonesia
103

6. Desinfeksi
Unit desinfeksi yang akan digunakan adalah bak bersekat dengan jenis aliran
vertikal yang untuk menghemat space atau luas lahan yang terpakai dibandingkan dengan
horizontal. Desinfektan yang akan digunakan adalah klor dan kloramin.

Gambar 5.3 Diagram Alir Unit IPAM yang Dipilih dan Digunakan.

Tabel 5.21 Estimasi Penyisihan Parameter Besi, Mangan, dan Fekal Koliform Setiap
Unit IPAM.
Penghilangan di Unit
Kadar
Kadar
Inlet
Intake s/d Slow Desinfeksi Kadar Maksimum
Parameter Satuan (Lab.
Suction Sand & Outlet Permenkes RI
Teknik,
Well Filter Reservoir no.492/2010
2019)
5% 95.07% -
Besi mg/L 2.15 0.102 0.3
2.04 0.102 0.102
5% 97.09% -
Mangan mg/L 0.51 0.014 0.4
0.48 0.014 0.014
Fekal Jumlah/100 - 99% 90%
34 0** 0
Koliform mL 34 0* 0**
*Hasil sebenarnya adalah 0,34; namun dalam perhitungan MPN atau koloni bakteri tidak ada
hasil decimal, sehingga angka bakteri dibawah 1 per 100 mL dianggap 0 atau tidak ada bakteri.
**Hasil sebenarnya adalah 0,034; namun dalam perhitungan MPN atau koloni bakteri tidak ada
hasil decimal, sehingga angka bakteri dibawah 1 per 100 mL dianggap 0 atau tidak ada bakteri.

Universitas Indonesia
104

5.4 Penentuan Lokasi IPAM Rancangan

Gambar 5.4 Lokasi Rencana Pembangunan IPAM Rancangan.


Sumber: Google Earth Pro, 2020.

Selain di lahan kosong yang luas, penentuan lokasi IPAM yang baik juga
mempertimbangkan hal-hal berikut (Randtke, et al., 2012):
1. Jarak IPAM tidak jauh dengan titik intake
2. Jarak IPAM tidak jauh dari tujuan pelayanan.
3. IPAM berdekatan atau mudah mengakses jalan raya.
4. Lahan cukup besar untuk direncanakan ekspansi atau penambahan kapasitas IPAM.
5. IPAM dan titik intake cukup berjarak dari kegiatan manusia maupun hewan, setidaknya
65 meter.
6. Lokasi IPAM bukan merupakan area bersejarah atau lokasi arkeologi.
Lokasi rencana pembangunan IPAM rancangan untuk melayani FIK UI ditandai
dengan daerah berwarna kuning sedikit transparan pada gambar diatas. Lokasi tersebut
memiliki luas sekitar 16300 m2. Adapun lokasi ini menjadi pilihan dengan alasan bahwa
tempat tersebut cukup dekat dengan sumber air baku dan tujuan pelayanan. Lokasi
tersebut berjarak kurang lebih 75 meter dari danau Agathis dan 206 meter dari Gedung
Pendidikan & Laboratorium FIK UI. Lokasi ini dikelilingi oleh gedung kampus PNJ, RS

Universitas Indonesia
105

UI, dan Jalan Tol Depok Antasari. Titik intake berjarak 81 meter dari bangunan terdekat,
yaitu kampus PNJ dan berjarak 285 meter dari perumahan terdekat yaitu Beji Timur.
Ketinggian tanah pada lokasi ini berada di kisaran 70-72 mdpl.

5.5 Perhitungan dan Hasil Desain


5.5.1 Shore Intake

5.5.1.1 Kriteria Desain


Berikut adalah kriteria desain untuk unit shore intake beserta penyaring:
Tabel 5.22 Kriteria Desain Shore Intake.
PARAMETER BESARAN SATUAN SUMBER
Kecepatan air melewati pintu ≤ 0,08 m/s (Qasim, et al.,
air 2000)
Spasi antar bar (coarse 2-8 cm (Davis, 2010)
screen)
Tebal bar 1-2 cm (Davis, 2010)
Kemiringan screen 20 – 30 (dari o
(Davis, 2010)
vertikal)
Kecepatan air melewati ≤ 0,1 m/s (Davis, 2010)
coarse screen
Spasi antar bar pada fine 0,1 - 1 cm (Qasim, et al.,
screen 2000)
Kecepatan melewati fine ≤ 0,3 m/s (Qasim, et al.,
screen 2000)
Headloss maksimum 0,75 – 1,5 m (Davis, 2010)
melewati screen
Kedalaman minimum intake 2 m (Davis, 2010)

Universitas Indonesia
106

5.5.1.2 Perhitungan Desain

Gambar 5.5 Sketsa Awal Pintu Intake dan Screen.

Gambar 5.6 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Samping Intake.

Universitas Indonesia
107

Diketahui data-data sebagai berikut:


1. Debit desain 2022 = 2,15 L/s = 0,0022 m3/s
2. Debit desain 2042 = 3,8 L/s = 0,0038 m3/s
3. Kedalaman danau = 4 m
4. Elevasi danau = 64,7 mdpl (asumsi ketinggian permukaan atas air danau 30 cm
dibawah tinggi tepi)
5. Elevasi intake = 65 mdpl
6. Kecepatan maksimum melalui pintu air = 0,01 m/s (dikarenakan debit desain terlalu
kecil sehingga dipilih kecepatan maksimum terkecil)
Langkah pertama adalah menghitung luas bukaan pintu air pada intake. Rumus
dan perhitungannya adalah sebagai berikut:
𝑄
𝐴=
𝑣

dimana Q adalah debit desain dan v adalah kecepatan air baku melalui pintu air intake.
0,0038 𝑚3 /𝑠
𝐴=
0,01 𝑚/𝑠
𝐴 = 0,38 𝑚2

Adapun standar kedalaman minimum intake adalah 2 meter, sehingga diasumsikan tinggi
pintu air disamakan dengan kedalaman tersebut. Maka, lebar pintu air dihitung dengan
rumus berikut:
𝐴
𝐿=
𝐻

dimana A adalah luas bukaan pintu air dan H adalah kedalamannya.


0,38 𝑚2
𝐿=
2𝑚
𝐿 = 0,19 𝑚 = 19 𝑐𝑚

Adapun pintu air selebar 19 cm terlalu kecil dan kurang efektif apabila diaplikasikan.
Sehingga, digunakanlah pintu air dengan tinggi 1,5 meter dan lebar 1 meter. Dimana sisa
0,5 meter dari kedalaman intake merupakan dinding penahan. Langkah selanjutnya

Universitas Indonesia
108

adalah menentukan tinggi bukaan pintu air apabila lebar pintu tersebut adalah 1 meter.
Luas bukaan pintu air sudah diketahui, sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut:
𝐴
𝑇=
𝐿

dimana T adalah tinggi bukaan pintu air, A adalah luas bukaan pintu air dan L adalah
lebar pintu air yang telah ditetapkan.
0,38 𝑚2
𝑇=
1𝑚
𝑇 = 0,38 𝑚 = 38 𝑐𝑚

Sehingga, tinggi bukaan pintu air agar kecepatan maksimum air masuk intake sebesar
0,01 m/s dengan debit air 3,8 L/s adalah 38 cm. Tinggi bukaan air untuk debit air tahun
2022 juga akan dihitung sebagai awal pengoperasian dan pengecekan apakah pintu air
dengan tinggi 1,5 meter dan lebar 1 meter tetap sesuai dan dapat beroperasi pada tahun
awal. Debit air pada tahun 2022 adalah 0,0022 m3/s. Luas bukaan untuk debit air tahun
2022 adalah:
0,0022 𝑚3 /𝑠
𝐴=
0,01 𝑚/𝑠
𝐴 = 0,22 𝑚2

Sehingga, tinggi bukaan pintu air apabila pintu tersebut memiliki lebar 1 meter adalah:
0,22 𝑚2
𝑇=
1𝑚
𝑇 = 0,22 𝑚 = 22 𝑐𝑚

Tinggi bukaan pintu air untuk pelayanan di tahun 2022 tidak terlalu rendah dan masih
sesuai, sehingga pintu air dengan tinggi 1,5 meter dan lebar 1 meter dapat beroperasi
normal dari tahun 2022 hingga 2042. Karena debit desain yang kecil, maka jumlah pintu
air pada intake cukup 1 buah saja.
Untuk menghitung bar screen, berikut adalah data-data awal yang akan
digunakan:
1. Spasi antar bar coarse screen = 2 cm (dari kriteria desain 2 – 8 cm)

Universitas Indonesia
109

2. Tebal bar coarse screen dan fine screen = 2 cm (dari kriteria desain 1 – 2 cm)
3. Spasi antar bar fine screen = 0,5 cm (dari kriteria desain 0,1 – 1 cm)
4. Kemiringan bar pada coarse dan fine screen = 30o (dari kriteria desain 20o-30o)
Diasumsikan dimensi bar screen sama dengan dimensi pintu air, sehingga
didapat dimensi bar screen baik coarse maupun fine screen adalah sebagai berikut:
1. Tinggi vertikal bar screen = 2 m
2. Lebar bar screen = 1 m
Karena bar screen dimiringkan dengan sudut 30o, maka ketinggian bar screen sebenarnya
adalah:
𝑇𝑉𝐵𝑆
𝑇𝐵𝑆 =
cos 30𝑜

dimana TBS adalah tinggi bar screen ketika dimiringkan, dan TVBS adalah tinggi bar
screen ketika ditegakkan atau disetarakan pada garis vertikal.
2𝑚
𝑇𝐵𝑆 =
cos 30𝑜
2𝑚
𝑇𝐵𝑆 =
0,867
𝑇𝐵𝑆 = 2,3 𝑚

Jumlah spasi dan bar pada coarse screen adalah:


𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐵𝑎𝑟 𝑆𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑆 =
(𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑆 + 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑟)
1𝑚
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑆 =
(0,02 𝑚 + 0,02 𝑚)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑆 = 25
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑟 𝐶𝑆 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑆 − 1 = 25 − 1 = 24 𝑏𝑎𝑟

Jumlah spasi dan bar pada fine screen adalah:


𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐵𝑎𝑟 𝑆𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑆 =
(𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑆 + 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑟)
1𝑚
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑆 =
(0,005 𝑚 + 0,02 𝑚)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑆 = 40

Universitas Indonesia
110

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑟 𝐹𝑆 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑆 − 1 = 40 − 1 = 39 𝑏𝑎𝑟

Luas bukaan untuk 1 coarse screen adalah:


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐶𝑆 = 𝐽𝑚𝑙 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑆 𝑥 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑆 𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑟 𝑆𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐶𝑆 = 25 𝑥 0,02 𝑚 𝑥 2,3 𝑚
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐶𝑆 = 1,15 𝑚2

Luas bukaan untuk 1 fine screen adalah:


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐹𝑆 = 𝐽𝑚𝑙 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑆 𝑥 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑆 𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑟 𝑆𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐹𝑆 = 40 𝑥 0,005 𝑚 𝑥 2,3 𝑚
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐹𝑆 = 0,46 𝑚2

Kecepatan aliran air melalui coarse screen:


𝑄
𝑣𝑐𝑠 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐶𝑆
0,0056 𝑚3 /𝑠
𝑣𝑐𝑠 =
1,15 𝑚2
𝑣𝑐𝑠 = 0,005 𝑚/𝑠

Maka dari itu, kecepatan aliran air melalui coarse screen tersebut memenuhi
kriteria desain (Vcs ≤ 0,1 m/s).
Kecepatan aliran air melalui fine screen:
𝑄
𝑣𝑓𝑠 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑘𝑎 𝐹𝑆
0,0038 𝑚3 /𝑠
𝑣𝑓𝑠 =
0,46 𝑚2
𝑣𝑓𝑠 = 0,0102 𝑚/𝑠

Maka dari itu, kecepatan aliran air melalui fine screen tersebut memenuhi kriteria desain
(Vcs ≤ 0,3 m/s). Agar dapat menyaring sampah dan kotoran lain yang banyak dan baik
tanpa perlu terlalu sering melakukan pembersihan pada screen, ditentukan jarak coarse
screen dari pintu air adalah 3 meter, serta jarak coarse screen dengan fine screen adalah
3 meter pula. Sehingga, dapat diperhitungkan luas satu unit intake adalah:

Universitas Indonesia
111

𝐴𝑖𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒 = 𝑃𝑖𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒 𝑥 𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒


𝐴𝑖𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒 = 6 𝑚 𝑥 1 𝑚
𝐴𝑖𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒 = 6 𝑚2

Adapun perhitungan headloss yang terjadi di pintu air, coarse screen, dan bar
screen adalah sebagai berikut:
a. Headloss pintu air
𝑣 2 1
ℎ𝐿 = ( ) 𝑥
𝐶𝑑 2𝑔
v adalah kecepatan air saat memasuki pintu air, Cd adalah coefficient discharge
sebesar 0,6; dan g adalah percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s2.
0,01 𝑚/𝑠 2 1
ℎ𝐿 = ( ) 𝑥
0,6 2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,000014 𝑚

b. Headloss pada coarse screen


(𝑣 2 − 𝑣𝑎 2 ) 1
ℎ𝐿 = 𝑥
2𝑔 0,7
v adalah kecepatan air melewati coarse screen, va adalah approach velocity yang
diasumsikan tidak ada, dan g adalah percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s2.
𝑚
((0,005 𝑠 )2 − 02 ) 1
ℎ𝐿 = 2
𝑥
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 0,7
ℎ𝐿 = 0,0000015 𝑚

c. Headloss pada fine screen


(𝑣 2 − 𝑣𝑎 2 ) 1
ℎ𝐿 = 𝑥
2𝑔 0,7
v adalah kecepatan air melewati fine screen, va adalah approach velocity yang
diasumsikan tidak ada, dan g adalah percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s2.
𝑚
((0,0102 𝑠 )2 − 02 ) 1
ℎ𝐿 = 𝑥
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2 0,7
ℎ𝐿 = 0,0000108 𝑚

Universitas Indonesia
112

d. Total headloss
ℎ𝐿 = 0,000014 𝑚 + 0,0000015 𝑚 + 0,0000108 𝑚
ℎ𝐿 = 0,0000263 𝑚

Tabel 5.23 Hasil Perhitungan Desain Unit Shore Intake.


Parameter Besaran Satuan
Jumlah Unit 1 buah
Kedalaman Unit Intake 2 meter
Tinggi Pintu Air 1,5 meter
Lebar Pintu Air 1 meter
Tinggi Dinding Atas Pintu Air 0,5 meter
Kecepatan melalui pintu air 0,01 m/s
Tinggi bukaan pintu air tahun 2022 22 cm
Tinggi bukaan pintu air tahun 2042 38 cm
Tebal dinding intake (sisi kiri dan kanan) 30 cm
Tinggi bar screen 2,3 meter
Lebar bar screen 1 meter
o
Kemiringan bar screen dari garis vertikal 30
Tebal bar screen 2 cm
Spasi antar bar coarse screen 2 cm
Spasi antar bar fine screen 0,5 cm
Jumlah spasi coarse screen 25 buah
Jumlah bar coarse screen 24 buah
Jumlah spasi fine screen 40 buah
Jumlah bar fine screen 39 buah
Kecepatan melalui coarse screen 0,005 m/s
Kecepatan melalui fine screen 0,0102 m/s
Jarak pintu air dengan coarse screen 3 meter
Jarak coarse screen dengan fine screen 3 meter
Panjang intake 6 meter
Luas intake 6 m2

Universitas Indonesia
113

Parameter Besaran Satuan


Headloss total intake 0,0000263 meter

5.5.1.3 Operasional dan Perawatan


1. Struktur Intake
a. Mengoperasikan atau mengatur buka-tutup pintu air dalam satu siklus setidaknya
sekali sebulan untuk mencegah terjadinya jamming pada pintu air tersebut.
b. Membersihkan debris pada bangunan intake dan sekitarnya setidaknya empat kali
dalam setahun.
c. Mengecek bagian dasar bangunan intake untuk gerusan, dapat dilakukan sebulan
sekali atau sekali setahun.

2. Coarse screen
a. Memperhatikan dan menjaga kondisi screen agar dapat menyaring sampah dengan
baik.
b. Sampah yang tersaring pada coarse screen diangkat dan dibersihkan setidaknya
sehari sekali untuk mencegah penyumbatan.
c. Memeriksa agar coarse screen memiliki kemiringan minimal 60o dari arah
horizontal untuk mencegah arus yang terlalu kencang dan mempermudah
pembersihan screen.
d. Memastikan screen terpasang kokoh dan tidak longgar.

3. Fine Screen
a. Mengawasi headloss melewati screen agar tidak terlalu besar.
b. Melumasi bantalan dan sela-sela bar screen.
c. Memastikan pembersihan dilakukan rutin setidaknya sekali sehari dan membuang
sampah terkumpul ke tempat yang sesuai.
Sumber: Qasim et al., 2000 & Permen PUPR no. 4/PRT/M/2017

Universitas Indonesia
114

5.5.1.4 Detail Desain

Gambar 5.7 Tampak Atas Unit Intake.

Gambar 5.8 Tampak Depan dan Detail Pintu Unit Intake.

Universitas Indonesia
115

Gambar 5.9 Potongan Samping Unit Intake.

Gambar 5.10 Detail Fine Screen (kiri) dan Coarse Screen.

Universitas Indonesia
116

5.5.2 Pompa dan Saluran Transmisi


Setelah melewati pintu air dan penyaringan pada intake, air baku akan sampai
pada suction well atau sumur penampung. Di ujung sumur penampung tersebut terdapat
pipa hisap yang akan menghisap air dari penampung dengan tenaga pompa, dan
mengalirkannya melewati pipa transmisi menuju unit pengolahan pertama IPAM, yaitu
filtrasi.

5.5.2.1 Kriteria Desain


Tabel 5.24 Kriteria Desain Suction Well dan Pipa Transmisi.
Parameter Besaran Satuan Sumber
Kecepatan air melewati suction well ≤ 0,5 m/s (Qasim, et al.,
2000)
Kecepatan air melewati pipa transmisi 0,3 - 3 m/s (Qasim, et al.,
2000)
Panjang suction well ≥ 5D meter (Qasim, et al.,
2000)
*D = Diameter pipa suction well

5.5.2.2 Perhitungan Desain


1. Suction well

Gambar 5.11 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Samping Suction Well.

Universitas Indonesia
117

Diameter pipa suction akan dihitung untuk melayani debit sebesar 2,15 L/s pada
tahun 2022 hingga 3,8 L/s pada tahun 2042. Kecepatan pipa suction yang digunakan
adalah 1,7 m/s, yang merupakan rekomendasi menurut ANSI (1998). Persamaan yang
digunakan adalah:
4𝑄 1/2
𝐷= ( )
л𝑣

dimana Q adalah debit desain, л adalah 3,14; dan v adalah kecepatan suction pipe sebesar
1,7 m/s. Diameter pipa yang diperlukan untuk melayani debit air tahun 2022 adalah:
4 𝑥 0,0022 𝑚3 /𝑠 1/2
𝐷= ( )
3,14 𝑥 1,7 𝑚/𝑠
𝐷 = 4,47 𝑐𝑚

Sedangkan, diameter pipa untuk pelayanan tahun 2042 adalah:


4 𝑥 0,0038 𝑚3 /𝑠 1/2
𝐷= ( )
3,14 𝑥 1,7 𝑚/𝑠
𝐷 = 5,4 𝑐𝑚

Diameter pipa yang diperlukan pada tahun 2022 dan 2042 tidak jauh berbeda, sehingga
akan langsung disimpulkan diameter pipa untuk pelayanan tahun 2042 sebesar 5,4 cm.
Karena diameter pipa terlalu kecil, digunakan pipa air yang terkecil pada katalog sebesar
25 cm atau 0,25 meter. Pemilihan angka 25 cm agar disamakan dengan ukuran diameter
pipa transmisi.
Digunakan dua buah unit pompa hisap, dimana satu buah dijadikan sebagai
cadangan. Alasan terdapat satu buah pompa tambahan sebagai cadangan karena
perawatan yang cukup memakan waktu yang lama sehingga dapat menunda
pengoperasian pengolahan air terlalu lama pula. Debit maksimum yang dilayani oleh satu
pompa adalah 0,0038 m3/s atau 13,68 m3/jam. Debit maksimum suction pump tersebut
digunakan untuk menentukan dimensi suction well dengan menggunakan grafik berikut:

Universitas Indonesia
118

13,68 m3/h

Gambar 5.12 Grafik Dimensi Suction Well Berdasarkan Debit Layanan.


Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Sehingga, didapatkan dimensi suction well sebagai berikut:


a. Jarak lepas suction pipe dengan dasar suction well ( C ) = 0,25 meter
b. Jarak garis tengah pipa suction dengan dinding well ( B ) = 0,4 meter
c. Panjang pipa suction yang terendam ( S ) = 0,8 meter
d. Jarak minimal pipa suction dengan yang lainnya ( W ) = 1 meter
e. Jarak minimal pintu masuk suction well dengan garis tengah pipa suction ( Y ) = 2
meter
f. Panjang minimal suction well ( A ) = 2,5 meter
Untuk memastikan agar luas suction well cukup dan mencegah overload, jarak
pintu masuk suction well dengan garis tengah pipa suction (Y) dijadikan 2,6 meter; dan
jarak antar pipa suction (W) dijadikan 2 meter. Diasumsikan dinding tengah antar 2 unit
suction well memiliki ketebalan 30 cm., maka jarak antara garis tengah pipa suction
dengan dinding tengah tersebut atau E adalah:

Universitas Indonesia
119

𝑊 − 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝐷𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔
𝐸=
2
2 𝑚 − 0,3 𝑚
𝐸=
2
𝐸 = 0,85 𝑚

Sehingga, luas suction well yang diperoleh:


𝐴𝑤𝑒𝑙𝑙 = 𝑃 𝑥 𝐿
𝐴𝑤𝑒𝑙𝑙 = (𝑌 + 𝐵) 𝑥 (4𝐸 + 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝐷𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔)
𝐴𝑤𝑒𝑙𝑙 = (2,6 𝑚 + 0,4 𝑚) 𝑥 (3,4 𝑚 + 0,3 𝑚)
𝐴𝑤𝑒𝑙𝑙 = 11,2 𝑚2

Jumlah suction well yang digunakan adalah 2 buah, disamakan dengan jumlah pompa. Di
setiap jalur masuk menuju suction well akan dipasang pintu air, yang tingginya disamakan
dengan pintu air intake di awal, dikarenakan bangunan suction well terhubung langsung
dengan intake, yaitu setinggi 2 meter. Tetapi lebarnya berbeda, yakni sebesar 2 x E atau
1,7 meter. Sehingga, luas pintu air suction well adalah 3,4 m2.
Sebelum memasuki sumur pengumpul, air yang berasal dari intake akan
melewati sebuah bak penghubung antara intake dengan suction well, dimana bak ini
berfungsi untuk menahan air agar tidak masuk ke well yang sedang diberlakukan
maintenance. Sehingga, pada well akan dipasang pintu air kembali. Diasumsikan jarak
bak penghubung tersebut adalah 3 meter dengan sisi kiri dan kanan miring, lebar bawah
sebesar 2 kali lebar suction well (karena well suction terdapat 2 unit) dan lebar atas setara
dengan lebar intake yaitu 1 meter, maka luas dari bak penghubung tersebut adalah 6 m2.
Kecepatan aliran air yang memasuki suction well dihitung dengan persamaan
berikut, dengan asumsi pintu air akan dibuka setengah ketinggian pintu tersebut:
𝑄
𝑣𝑤𝑒𝑙𝑙 =
𝐴𝑜𝑝𝑒𝑛 𝑤𝑒𝑙𝑙 𝑔𝑎𝑡𝑒
0,0038 𝑚3 /𝑠
𝑣𝑤𝑒𝑙𝑙 =
1,7 𝑚 𝑥 1 𝑚
𝑣𝑤𝑒𝑙𝑙 = 0,0025 𝑚/𝑠
Sehingga, kecepatan air melewati well masih memenuhi standar kriteria (≤ 0,5 m/s).

Universitas Indonesia
120

Diasumsikan bahwa pada sumur pengumpul terdapat kadar besi dan mangan
yang bersedimen menjadi lumpur, dengan asumsi sekitar 5% dari kadar total besi dan
mangan pada air baku. Setiap 1 mg/L kadar besi atau mangan yang bersedimen
menghasilkan 2 mg/L lumpur, atau setara dengan dua kali lipat kadar besi atau mangan
pada air baku (Qasim et al., 2000). Diketahi kadar besi dan mangan air baku masing-
masing 2,15 mg/L dan 0,51 mg/L, serta debit layanan untuk tahun 2042 adalah 328,32
m3/hari.
𝑞𝑏𝑒𝑠𝑖 = 2 𝑥 5% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑒𝑠𝑖 𝑥 𝑄
𝑞𝑏𝑒𝑠𝑖 = 2 𝑥 5% 𝑥 2,15 𝑚𝑔⁄𝐿 𝑥 328,32 𝑚3 ⁄ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑞𝑏𝑒𝑠𝑖 = 0,071 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
Lumpur besi yang dihasilkan hanya sebesar 0,071 kg/hari.
𝑞𝑚𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 2 𝑥 5% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑀𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥 𝑄
𝑞𝑚𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 2 𝑥 5% 𝑥 0,51 𝑚𝑔⁄𝐿 𝑥 328,32 𝑚3 ⁄ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑞𝑏𝑒𝑠𝑖 = 0,017 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
Lumpur mangan yang dihasilkan hanya sebesar 0,017 kg/hari.
Total lumpur yang dihasilkan pada well hanya sebesar 0,088 kg/hari. Maka dari
itu, tidak perlu ditambahkan unit pengolahan lumpur pada IPAM. Adapun lumpur
sedimen ini akan dibersihkan rutin setidaknya sekali dalam sebulan.

2. Saluran Transmisi
Transmisi yang digunakan adalah pressure conduit, dimana air baku akan
dialirkan dari suction well menuju unit filtrasi. Jarak dari suction well menuju filtrasi
kurang lebih sepanjang 44,8 meter. Beda ketinggian kedua unit adalah 3 meter, dimana
elevasi suction well atau transmisi awal adalah 66 mdpl dan filtrasi adalah 69 mdpl.
Karena jarak yang tidak terlalu jauh, maka jumlah segmen pipa pada transmisi hanya satu.
Akan dipasang hanya satu unit saluran transmisi, karena debit layanan yang hanya 3,8
L/s.

Universitas Indonesia
121

Gambar 5.13 Tampak Atas Rencana Saluran Transmisi Dari Aplikasi Google
Earth Pro.

Gambar 5.14 Sketsa Awal Saluran Transmisi.


Berikut data-data yang diketahui untuk menghitung sistem transmisi:
a. Debit desain 2022 = 2,15 L/s = 0,0022 m3/s
b. Debit desain 2042 = 3,8 L/s = 0,0038 m3/s
c. Panjang pipa transmisi = 44,8 meter
d. Jumlah segmen pipa = 1 segmen
e. Bahan pipa = cast iron

Universitas Indonesia
122

f. Koefisien Hazen-Williams = 140


Saluran transmisi yang mengalirkan air dari elevasi 65 mdpl menuju 68 mdpl
memiliki kemiringan atau slope. Slope tersebut dihitung dengan rumus berikut:
∆ 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖
𝑆=
𝐿𝑝𝑖𝑝𝑎
69 𝑚 − 66 𝑚
𝑆=
44,8 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑆 = 0,067

Karena saluran transmisi memiliki slope dan menggunakan tenaga pompa bertekanan,
maka diameter pipa transmisi dihitung dengan persamaan Hazen-Williams berikut:
𝑄 = 0,278 𝑥 𝐶 𝑥 𝐷2,63 𝑥 𝑆 0,54
𝑄
𝐷= ( )1/2,63
0,278 𝑥 𝐶 𝑥 𝑆 0,54

dimana Q adalah debit desain, C adalah koefisien Hazen-Williams bahan pipa, dan S
adalah slope atau kemiringan. Diameter pipa yang diperlukan untuk pelayanan tahun
2022 adalah:
𝑄
𝐷= ( )1/2,63
0,278 𝑥 𝐶 𝑥 𝑆 0,54
0,0022 𝑚3 /𝑠
𝐷= ( 0,54
)1/2,63
0,278 𝑥 140 𝑥 (0,067)
𝐷 = 2,71 𝑐𝑚

Sedangkan diameter pipa yang diperlukan untuk pelayanan tahun 2042 adalah:
𝑄
𝐷= ( )1/2,63
0,278 𝑥 𝐶 𝑥 𝑆 0,54
0,0038 𝑚3 /𝑠
𝐷= ( )1/2,63
0,278 𝑥 140 𝑥 (0,067)0,54
𝐷 = 4,8 𝑐𝑚

Diameter pipa untuk pelayanan 2022 maupun 2042 tidak jauh berbeda, sehingga di awal
tahun pelayanan dapat langsung menggunakan ukuran diameter pipa pelayanan di tahun
2042. Karena diameter pipa tersebut terlalu kecil, akan dibulatkan ke 15 cm.

Universitas Indonesia
123

Kecepatan aliran air yang melewati pipa transmisi dihitung dengan persamaan
Hazen-Williams berikut:
𝑣 = 0,355 𝑥 𝐶 𝑥 𝐷2,63 𝑥 𝑆 0,54

dimana D adalah diameter pipa transmisi, C adalah koefisien Hazen-Williams bahan pipa,
dan S adalah slope atau kemiringan.
𝑣 = 0,355 𝑥 140 𝑥 (0,15 𝑚)2,63 𝑥 (0,067)0,54
𝑣 = 0,079 𝑚/𝑠

Kecepatan tersebut belum memenuhi kriteria desain rentang 0,3 – 3 m/s. Terdapat dua
cara untuk meningkatkan kecepatan air pada pipa transmisi, yaitu dengan meningkatkan
diameter pipa atau menaikkan slope. Slope yang terlalu besar akan menambah kesulitan
dalam pemasangan maupun perawatan pipa transmisi nantinya, sehingga opsi yang dapat
diambil adalah meningkatkan diameter pipa. Diameter pipa akan dinaikkan menjadi 0,25
meter.
𝑣 = 0,355 𝑥 140 𝑥 (0,25 𝑚)2,63 𝑥 (0,067)0,54
𝑚
𝑣 = 0,301
𝑠

Kecepatan air pada pipa transmisi telah masuk ke dalam rentang kriteria desain 0,3 – 3
m/s.
Pipa transmisi menyebabkan dua jenis headloss, yaitu headloss friksi dan
headloss minor. Headloss friksi terjadi sepanjang jalur lurus pipa transmisi, sedangkan
headloss minor terjadi pada perlengkapan atau komponen kecil pada pipa transmisi,
seperti belokan pipa (bend, elbow) atau valve. Berikut dibawah ini adalah daftar
perlengkapan atau komponen kecil pada pipa transmisi perancangan ini:
Tabel 5.25 Komponen Pipa Transmisi Rancangan.
Segmen Komponen Jumlah
0 (sebelum Bellmouth 1
melewati Bend 90o (3 x 30o) 1
pompa)

Universitas Indonesia
124

Segmen Komponen Jumlah


Bend 90o 2
1 (setelah Bend 30o 1
pompa) Elbow 45o 2
Gate valve 2

Headloss friksi dihitung menggunakan persamaan berikut:


𝑣 𝐿
ℎ𝐿 = 6,81 𝑥 ( )1,85 𝑥 1,167
𝐶 𝐷

dimana v adalah kecepatan aliran air pada pipa, C adalah koefisien Hazen-Williams, L
adalah panjang segmen pipa, dan D adalah diameter pipa.
Maka dari itu, headloss friksi yang terjadi pada pipa segmen adalah:
0,301 𝑚/𝑠 1,85 44,8 𝑚
ℎ𝐿 = 6,81 𝑥 ( ) 𝑥
140 (0,25 𝑚)1,167
ℎ𝐿 = 0,0178 𝑚

Sedangkan headloss minor dihitung dengan persamaan berikut:


𝑘 𝑥 𝑣2
ℎ𝐿 =
2𝑔
dimana k adalah koefisien headloss komponen, v adalah kecepatan air pada pipa, dan g
adalah percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s2.
a. Gate valve
𝑚
0,12 𝑥 (0,301 𝑠 )2
ℎ𝐿 =
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,00055 𝑚

b. Bend 90o (3 x 30o)


𝑚
0,3 𝑥 (0,301 𝑠 )2
ℎ𝐿 =
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,0014 𝑚

Universitas Indonesia
125

c. Bellmouth
𝑚
0,05 𝑥 (0,301 𝑠 )2
ℎ𝐿 =
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,00023 𝑚

d. Bend 30o
𝑚
0,1 𝑥 (0,301 𝑠 )2
ℎ𝐿 =
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,00046 𝑚

e. Elbow 45o
𝑚
0,18 𝑥 (0,301 𝑠 )2
ℎ𝐿 =
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,00083 𝑚

Tabel 5.26 Hasil Perhitungan Headloss Minor Pipa Transmisi.


Segmen Komponen Jumlah K (Davis, 2010) hL (m)
0 (sebelum melewati Bellmouth 1 0,05 0,00023
pompa) Bend 90o (3 x 1 0,3 0,0014
30o)
Bend 90o 2 0,3 0,0028
Bend 30o 1 0,1 0,00046
1 (setelah pompa)
Elbow 45o 2 0,18 0,00166
Gate valve 2 0,12 0,00110
TOTAL HEADLOSS MINOR (m) 0,00765

Sehingga, total headloss pipa transmisi adalah dengan menjumlahkan headloss friksi dan
minor, yaitu sebesar 0,0245 meter.

3. Pompa
Jenis pompa yang akan digunakan adalah pompa sentrifugal. Untuk mengetahui
tenaga yang dibutuhkan oleh pompa, perlu diketahui nilai TDH. TDH adalah nilai total

Universitas Indonesia
126

energi hidrolik yang diperlukan untuk mengangkat air dari suction well menuju IPAM
melalui saluran pipa transmisi.
𝑇𝐷𝐻 = 𝐻𝑠𝑡𝑎𝑡 + ℎ𝑓 + ℎ𝑚

Hf dan hm adalah headloss friksi dan headloss minor. H-stat adalah perbedaan elevasi
antara discharge reservoir dengan suction reservoir. Dalam kasus ini, discharge reservoir
adalah unit filtrasi dan suction reservoir adalah suction well. Diketahui perbedaan elevasi
kedua unit tersebut adalah 3 meter.
𝑇𝐷𝐻 = 3 𝑚 + 0,0178 𝑚 + 0,00765 𝑚
𝑇𝐷𝐻 = 3,025 𝑚
Kinerja dari pompa suction diukur dengan NPSH. Net Positive Suction Head adalah
perhitungan yang menunjukkan perbedaan antara tekanan suction pump dan tekanan
saturasi dari cairan atau air yang dipompa (Davis, 2010). terdapat NPSH requirement dan
NPSH average. NPSHreq merupakan nilai NPSH yang dibutuhkan agar kerja pompa tidak
memunculkan efek kaviatsi, yang merupakan pembentukan gelembung-gelumbung yang
diakibatkan oleh perubahan tekanan yang berpotensi merusak komponen pada pompa
suction. Sedangkan, NPSHav adalah nilai NPSH teoritis dari perpompaan yang ditinjau.
Untuk mengetahui dimensi pompa dan nilai NPSH requirement dapat menggunakan
grafik dibawah ini, dengan TDH 3,025 meter dan debit yang digunakan adalah untuk
pelayanan tahun 2042 sebesar 13,68 m3/jam.

Universitas Indonesia
127

13,68 m3/h
3,025 m

Gambar 5.15 Grafik Karakteristik Pompa Sentrifugal.


Sumber: (ITT Industries, 2020).
Berdasarkan grafik diatas didapatkan data berikut:
 Efisiensi pompa = 40%
 Diameter impeller pompa sentrifugal = 5 inci
 NPSH requirement = 4 feet = 1,2 meter

Efisiensi pompa digunakan untuk menghitung besar daya pompa yang dibutuhkan. Daya
pompa sentrifugal untuk suction dihitung dengan persamaan berikut:
𝑄 𝑥 𝑇𝐷𝐻 𝑥 𝛾
𝑃=
𝜂

dimana Q adalah debit desain, TDH adalah total energi hidraulik, 𝛾 adalah 9,81 kN/m3,
dan 𝜂 adalah efisiensi pompa.

Universitas Indonesia
128

𝑚3
0,0038 𝑠 𝑥 3,025 𝑚 𝑥 9,81 𝑘𝑁/𝑚3
𝑃=
40%
𝑃 = 0,28 𝑘𝑊

NPSH average pada suction pump dihitung dengan persamaan berikut:


𝑁𝑃𝑆𝐻𝑎𝑣 = 𝐻𝑎𝑡𝑚 ± 𝐻𝑠 − ℎ𝐿 − 𝐻𝑣𝑝

dimana 𝐻𝑎𝑡𝑚 adalah nilai kolom air untuk tekanan atmosfer (1 atm = 10,33 m), 𝐻𝑠 adalah
nilai static suction, ℎ𝐿 adalah headloss total pipa transmisi, dan 𝐻𝑣𝑝 nilai head air
berdasarkan tekanan uap. Nilai static suction adalah beda elevasi pompa dengan
permukaan air pada suction well, dimana tinggi letak pompa sama dengan panjang pipa
suction, yaitu 2 meter. Sedangkan, panjang bagian pipa suction yang terendam air baku
pada suction well adalah 0,8 meter. Sehingga, nilai static suction yang didapat adalah 1,2
meter.
Diasumsikan air baku pada pipa transmisi memiliki suhu 25oC, sehingga
didapatkan besar tekanan vapor air baku sebesar 23,8 torr. Adapun satu torr setara dengan
0,0446 feet H2O atau 0,0134 meter tinggi kolom air, sehingga nilai head vapor yang
diperoleh untuk air baku bersuhu 25oC adalah 0,319 meter. Karena pompa berada diatas
suction well, dimana air baku dipompa terangkat ke atas (lifted), maka nilai static suction
pada rumus perhitungan NPSH average adalah negatif.
𝑁𝑃𝑆𝐻𝑎𝑣 = 𝐻𝑎𝑡𝑚 ± 𝐻𝑠 − ℎ𝐿 − 𝐻𝑣𝑝
𝑁𝑃𝑆𝐻𝑎𝑣 = 10,33 𝑚 − 1,2 𝑚 − 0,027 𝑚 − 0,319 𝑚
𝑁𝑃𝑆𝐻𝑎𝑣 = 8,78 𝑚

Nilai NPSH tersebut akan dicek untuk memastikan apakah suction pump akan mengalami
kavitasi atau tidak ketika beroperasi.
𝑁𝑃𝑆𝐻𝑎𝑣 > 𝑁𝑃𝑆𝐻𝑟𝑒𝑞 + 1 𝑚
8,78 𝑚 > 1,2 𝑚 + 1 𝑚
8,78 𝑚 > 2,2 𝑚

Maka dari itu, suction pump tidak akan mengalami kavitasi ketika beroperasi.

Universitas Indonesia
129

Tabel 5.27 Hasil Desain Suction Well, Saluran Transmisi, dan Pompa.
Parameter Besaran Satuan
Suction Well
Jumlah Unit 2 buah
Diameter pipa suction 0,15 meter
Jarak lepas suction pipe dengan dasar 0,25 meter
suction well
Jarak garis tengah pipa suction 0,4 meter
dengan dinding well
Panjang pipa suction yang terendam 0,8 meter
Jarak antar pipa suction 2 meter
Jarak pintu masuk suction well 2,6 meter
dengan garis tengah pipa suction
Spasi antara garis tengah pipa 0,85 meter
suction dengan dinding tengah
Panjang pipa suction 2 meter
Lebar well 1,7 meter
Luas well 11,2 m2
Kecepatan air pada well 0,0025 m/s
Tinggi pintu air well 2 meter
Lebar pintu air well 1,7 meter
Luas bukaan pintu air well 1,7 m2
Tinggi bukaan pintu air well 1 meter
Panjang bak penghubung intake dan 3 meter
well
Luas bak penghubung intake dan 6 m2
well
Saluran Transmisi
Jumlah saluran pipa transmisi 1 unit
Panjang pipa transmisi 44,8 meter

Universitas Indonesia
130

Parameter Besaran Satuan


Jumlah segmen pipa 1 segmen
Bahan pipa Cast-Iron -
Kemiringan 0,067 -
Diameter pipa 0,25 meter
Kecepatan air melalui pipa 0,301 m/s
Headloss friksi 0,0178 meter
Headloss minor 0,00765 meter
Headloss total 0,0245 meter
Pompa Suction dan Transmisi
TDH / total energi hidrolik 3,025 meter
Efisiensi pompa 40 %
Diameter impeller pompa sentrifugal 5 inci
NPSH requirement 1,2 meter
Daya pompa 0,28 kW
NPSH average 8,78 meter

5.5.2.3 Operasional dan Perawatan


1. Perpipaan/conveyance system
a. Melakukan pencatatan debit aliran terhadap head pemompaan, untuk memperoleh
tanda-tanda terjadinya penurunan performa pada perpipaan.
b. Melakukan pengecekan rutin setidaknya sebulan sekali terhadap kegiatan atau
kondisi di sekitar perpipaan, kebocoran dan kerusakan struktur dari pipa.
c. Melakukan pengecekan rutin pada komponen-komponen pipa seperti valve dan
belokan pipa, kemungkinan besar terdapat kotoran yang mengumpul pada
komponen-komponen tersebut dan harus dibersihkan untuk menghindari
penyumbatan.
d. Mengecek keberadaan korosi pada pipa, dan menggunakan bahan kimia untuk
mengurangi korosi tersebut.

Universitas Indonesia
131

2. Suction Pump
a. Mengecek kondisi pompa penyedot secara rutin: kondisi pompa, bearing
temperature, motor apabila terdapat suara bising yang tidak biasa.
b. Mengecek impeller wear, wear ring clearance, bearing dan seal condition.

3. Suction Well
a. Mengecek adanya sedimen terbentuk pada dasar well, dan membersihkannya
ketika suction pump sedang tidak dioperasikan minimal sekali sebulan.
b. Membersihkan sedimen mengumpul pada penyaring yang terletak di lubang
masuk suction pipe minimal sekali sebulan.
c. Mengecek mekanisme pintu air suction well untuk mencegah tejadinya jamming.
(Sumber: Qasim et al., 2000)

5.5.2.4 Detail Desain


1. Suction Well & Pompa

Gambar 5.16 Tampak Atas Suction Well.

Universitas Indonesia
132

Gambar 5.17 Potongan A-A Suction Well.

Gambar 5.18 Potongan B-B Suction Well.

Universitas Indonesia
133

Gambar 5.19 Detail Pompa Sentrifugal Suction Well dan Transmisi.

Gambar 5.20 Detail Suction Pipe.

Gambar 5.21 Tampak Atas Bak Penghubung Intake dan Suction Well.

Universitas Indonesia
134

Gambar 5.22 Tampak Depan dan Detail Pintu Air Suction Well.

2. Transmisi

Gambar 5.23 Tampak Samping Saluran Transmisi.

Universitas Indonesia
135

Gambar 5.24 Tampak Samping Saluran Transmisi.

5.5.3 Alat Ukur Debit Venturi Meter


Karena pada IPAM rancangan penelitian ini tidak menggunakan unit koagulasi-
flokulasi dan sedimentasi, air baku yang dialirkan melalui pipa transmisi akan langsung
masuk ke unit filtrasi. Namun sebelum masuk ke dalam unit tersebut, air akan melalui
alat ukur debit untuk memantau kecepatan aliran maupun debit dari air baku. Alat ukur
debit yang digunakan adalah venturimeter.

5.5.3.1 Kriteria Desain


Tabel 5.28 Kriteria Desain Venturimeter.
Parameter Besaran Satuan Sumber
Koefisien headloss 0,098 - Qasim et al., 2000
Panjang pipa lurus ≥ 10 D meter Qasim et al., 2000
setelah venturi meter

Universitas Indonesia
136

Parameter Besaran Satuan Sumber


Diameter throat 0,224 D – meter Fowles & Boyes,
0,742 D 2010
Panjang throat 1d meter Fowles & Boyes,
2010
Panjang entrance ≥1D meter Fowles & Boyes,
2010
Diameter pressure ≤ 0,1 D meter Fowles & Boyes,
holes 2010
Panjang conical 2,7 (D-d) meter Fowles & Boyes,
section 2010
Panjang divergent ≥ 1,5 d meter Fowles & Boyes,
outlet section 2010
Sudut kemiringan 5 – 15 o
Fowles & Boyes,
divergent outlet 2010
section

*D = diameter masuk, d = diameter throat

Gambar 5.25 Contoh Desain Dimensi Venturimeter.


Sumber: (Fowles, et al., 2010).

Universitas Indonesia
137

5.5.3.2 Perhitungan
Diameter masuk dari venturi meter disamakan dengan diameter pipa transmisi,
yaitu sebesar 0,25 meter. Diameter masuk dari venturi meter tersebut dijadikan informasi
dasar untuk menghitung dimensi venturimeter menurut Fowles & Boyes (2010).
1. Diameter throat (d)
𝑑 = 0,742 𝐷
𝑑 = 0,742 𝑥 0,25 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑑 = 18,55 𝑐𝑚 ~ 20 𝑐𝑚

2. Panjang throat (Pt)


𝑃𝑡 = 𝑑
𝑃𝑡 = 20 𝑐𝑚

3. Panjang entrance (Pe)


Diasumsikan panjang entrance dua kali diameter entrance.
𝑃𝑡 = 2 𝐷
𝑃𝑡 = 2 𝑥 0,25 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑃𝑡 = 0,5 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

4. Diameter pressure holes (Dph)


𝐷𝑝ℎ = 0,1 𝐷
𝐷𝑝ℎ = 0,1 𝑥 0,25 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝐷𝑝ℎ = 2,5 𝑐𝑚

5. Panjang conical section (Pcs)


𝑃𝑐𝑠 = 2,7 (𝐷 − 𝑑)
𝑃𝑐𝑠 = 2,7 (0,25 𝑚 − 0,2 𝑚)
𝑃𝑐𝑠 = 1,35 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

6. Panjang divergent outlet section (Pdiv)


Panjang divergent outlet section diambil sebesar 2 kali diameter throat.
𝑃𝑑𝑖𝑣 = 2 𝑑

Universitas Indonesia
138

𝑃𝑑𝑖𝑣 = 2 𝑥 0,2 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟


𝑃𝑑𝑖𝑣 = 0,4 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Venturimeter yang dipasang adalah satu unit. Debit yang mengalir melalui venturimeter
adalah 0,0038 m3/s untuk tahun 2042. Kecepatan aliran air melalui venturimeter dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut, dengan diketahui diameternya adalah 20 cm:
4𝑥𝑄
𝑣=
𝜋 𝑑2
4 𝑥 0,0038 𝑚3 /𝑠
𝑣=
3,14 𝑥 (0,2 𝑚)2
𝑣 = 0,12 𝑚/𝑠

Headloss dari venturimeter dihitung dengan persamaan berikut, dimana koefisien


headloss diketahui sebesar 0,098.
𝑘 𝑣2
ℎ𝐿 =
2𝑔
0,098 𝑥 (0,12 𝑚/𝑠)2
ℎ𝐿 =
2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,0007 𝑚

Tabel 5.29 Hasil Perhitungan Desain Venturimeter.


Parameter Besaran Satuan
Diameter throat 20 cm
Panjang throat 20 cm
Panjang entrance 50 cm
Diameter pressure holes 2,5 cm
Panjang conical section 135 cm
Panjang divergent outlet section 40 cm
Panjang venturimeter 260 cm
o
Sudut kemiringan divergent outlet section 10
Kecepatan aliran air melalui venturimeter 0,12 m/s
Headloss melalui venturimeter 0,0007 meter

Universitas Indonesia
139

5.5.3.3 Operasional dan Perawatan


Seluruh komponen dari venturi-meter harus dicek rutin terkait penyumbatan atau
munculnya lendir. Flow-meter harus dicek apabila terdapat masalah dalam pembacaan,
kebocoran dan korosi, serta juga harus rutin dikalibrasikan setidaknya sekali seminggu.
(Sumber: Qasim et al., 2000)

5.5.3.4 Detail Desain

Gambar 5.26 Detail Venturimeter Rancangan.

Universitas Indonesia
140

5.5.4 Filtrasi – Slow Sand Filter


Unit filtrasi yang digunakan adalah slow sand filter bermediakan pasir silika dan
karbon aktif granular. Arah aliran pada proses filtrasi adalah downflow.

5.5.4.1 Kriteria Desain


Tabel 5.30 Kriteria Desain Slow Sand Filter Skala IPAM dengan Media Pasir
Silika dan Karbon Aktif.
Parameter Besaran Satuan Sumber
Jumlah Unit ≥2 unit MIWR-GONU, 2009
Luas Unit 5 - 200 m2 tiap unit MIWR-GONU, 2009
Laju filtrasi 0,1 – 0,4 m/jam Huisman & Wood,
1974
Effective Size Butiran Media 0,2 – 0,4 mm SNI 3981:2008
(Pasir)
Effective Size GAC 0,8 - 1 mm Davis, 2010
Rasio Panjang : Lebar Bak (1-2) : 1 - SNI 3981:2008
Freeboard 0,2 – 0,3 meter SNI 3981:2008
Tinggi air di atas media pasir 1 – 1,5 meter SNI 3981:2008
Tebal pasir penyaring 0,6 - 1 meter SNI 3981:2008
Tebal kerikil penahan 0,15 – 0,3 meter SNI 3981:2008
Saluran pengumpul bawah 0,1 – 0,2 meter SNI 3981:2008

5.5.4.2 Perhitungan Desain


Jumlah unit slow sand filter yang dibutuhkan ditentukan dengan persamaan
berikut (MIWR-GONU, 2009):
𝑛 = 0,25 (𝑄)0,5

dimana n adalah jumlah unit filtrasi dan Q adalah debit air yang dilayani.
𝑛 = 0,25 (𝑄)0,5
𝑛 = 0,25 (13,68 𝑚3 /ℎ)0,5
𝑛 = 1,02 𝑢𝑛𝑖𝑡 ~ 2 𝑢𝑛𝑖𝑡

Universitas Indonesia
141

Gambar 5.27 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Bak Slow Sand Filter.

Dua unit slow sand filter akan dioperasikan. Bak filtrasi yang digunakan berbentuk
persegi panjang. Diasumsikan kecepatan filtrasi yang digunakan ketika slow sand filter
beroperasi adalah 0,25 m/jam. Luas bak slow sand filter dihitung dengan persamaan
berikut:
𝑄
𝐴=
𝑉

dimana Q adalah debit per unit dan V adalah kecepatan filtrasi. Karena diasumsikan
sebanyak 2 unit slow sand filter, jumlah debit yang dilayani per unit adalah 6,84 m3/jam.
𝑄
𝐴=
𝑉
6,48 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
𝐴=
0,25 𝑚/𝑗𝑎𝑚
𝐴 = 25,92 𝑚2

Rasio panjang terhadap lebar bak yang digunakan adalah 2:1. Sehingga, didapatkan
dimensi bak sebagai berikut:

Universitas Indonesia
142

𝐴=𝑃𝑥𝐿
𝐴 = 2𝐿 𝑥 𝐿
25,92 𝑚2 = 2𝐿2
𝐿 = 3,6 𝑚 ~ 4 𝑚
𝑃 = 2𝐿 = 2 𝑥 4 𝑚 = 8 𝑚

Luas bak filtrasi yang baru adalah 4 m x 8 m = 32 m2. Diketahui debit layanan pada tahun
2022 adalah 0,0022 m3/s atau 7,92 m3/jam (setiap unit melayani sekitar 3,96 m3/jam),
maka kecepatan filtrasi dengan luas bak baru pada tahun 2022 adalah:
𝑣 = 𝑄/𝐴
3,96 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
𝑣=
32 𝑚2
𝑣 = 0,124 𝑚/𝑗𝑎𝑚
Kecepatan filtrasi untuk debit layanan 2022 tersebut masih memenuhi standar 0,1-0,4
m/jam.
Kecepatan filtrasi untuk tahun 2042 yang melayani debit 6,84 m3/jam adalah:
𝑣 = 𝑄/𝐴
6,84 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
𝑣=
32 𝑚2
𝑣 = 0,2 𝑚/𝑗𝑎𝑚
Kecepatan filtrasi untuk debit layanan 2022 tersebut masih memenuhi standar 0,1-0,4
m/jam. Sehingga, slow sand filter dapat beroperasi sesuai kriteria desain dari tahun 2022
hingga 2042.
Akan ada suatu kondisi ketika salah satu unit slow sand filter mengalami
clogging, maka media pada unit tersebut harus dihentikan pengoperasiannya untuk
diberlakukan pencucian media. Sehingga, unit lainnya harus dapat menanggung beban
debit tambahan dari unit yang sedang dicuci medianya. Debit yang ditanggung menjadi
dua kali lipat, yaitu sebesar 13,68 m3/jam. Sehingga, kecepatan filtrasi dari unit yang
menanggung beban debit dua kali lipat tersebut adalah:
𝑣 = 𝑄/𝐴
13,68 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
𝑣 =
32 𝑚2
𝑣 = 0,4275 𝑚/𝑗𝑎𝑚

Universitas Indonesia
143

Karena kecepatan filtrasinya melewati rentang kriteria desain 0,1-0,4 m/jam, maka
apabila satu unit slow sand filter dicuci, sebaiknya pengoperasian IPAM dihentikan
sementara, mengingat bahwa IPAM tidak dioperasikan selama 24 jam penuh.
Media saringan yang digunakan adalah pasir silika dan karbon aktif jenis
granular. Ditetapkan bahwa ketebalan pasir yang digunakan pada slow sand filter adalah
0,6 meter untuk pasir dan 0,4 meter untuk karbon aktif. Setiap media perlu diketahui
berapa ukuran butirannya masing-masing. Adapun untuk ukuran efektif pasir silika
didasarkan oleh kriteria desain (0,2 mm – 0,4 mm), diambil ukuran efektif sebesar 0,4
mm.
𝑆𝐺𝑠𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎 − 1 0,67
𝑑𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = 𝑑𝑠𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎 𝑥 ( )
𝑆𝐺𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 − 1

Specific Gravity pasir silika adalah 2,65 dan karbon aktif granular adalah 1,5 (Davis,
2010).
2,65 − 1 0,67
𝑑𝐺𝐴𝐶 = 0,4 𝑚𝑚 𝑥 ( )
1,5 − 1
𝑑𝐺𝐴𝐶 = 0,89 𝑚𝑚

Ukuran efekif butiran GAC masih memenuhi kriteria desain (0,8 – 1 mm). Di bawah
media pasir silika dan karbon aktif akan diletakkan lapisan kerikil dengan tebal 30 cm.
Lapisan kerikil terbagi menjadi lapisan atas dan bawah. Pada lapisan atas akan diletakkan
kerikil berdiameter 3-4 mm dengan ketebalan 10 cm. Lapisan bawah diletakkan kerikil
berdiameter 10-30 mm dengan ketebalan 20 cm.
Tabel 5.31 Ukuran dan ketebalan lapisan kerikil pada Slow Sand Filter.
Lapisan Kerikil Diameter Kerikil Ketebalan (cm)
(mm)
Atas 3–4 10
Bawah 10 – 30 20
Total Ketebalan Media Kerikil 30
Sumber: (Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2014).

Dibawah lapisan kerikil diletakkan perpipaan underdrain dari filter. Fungsi


underdrain adalah untuk mengumpulkan air yang telah melewati media filter dan

Universitas Indonesia
144

dialirkan keluar menuju unit pengolahan selanjutnya. Kriteria desain dari underdrain
filter adalah sebagai berikut:
Tabel 5.32 Kriteria Desain Underdrain pada Slow Sand Filter.
Parameter Nilai Satuan
Diameter orifice 0,25 – 0,75 inci
Diameter lateral 3 – 12 inci
Rasio luas orifice : luas media (1,5 – 5) x 0,001 : 1 -
Rasio luas lateral : luas orifice (2 – 4) : 1 -
Rasio luas manifold : luas lateral (1,5 – 3) : 1 -
Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Orifice merupakan lubang kecil yang terdapat pada lateral dari underdrain filter.
Ukuran orifice yang sangat kecil bertujuan untuk mencegah butiran media masuk ke
dalam underdrain filter bersamaan dengan air yang telah melewati media filter. Diambil
rasio luas orifice : luas media sebesar 0,004 : 1. Diketahui luas media atau luas bak filtrasi
adalah 32 m2.
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐿𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑥 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑂𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 32 𝑚2 𝑥 0,004
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,128 𝑚2

Digunakan diameter orifice sebesar 0,5 inci atau 0,013 meter. Sehingga, luas satu orifice
adalah:
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = (𝐷𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 )2 𝑥 0,25 𝑥 𝜋
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = (0,013 𝑚)2 𝑥 0,25 𝑥 3,14
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = 0,00013 𝑚2

Jumlah orifice yang dimiliki untuk satu unit slow sand filter adalah:
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑛𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 =
𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒
0,128 𝑚2
𝑛𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 =
0,00013 𝑚2
𝑛𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = 984,6 𝑏𝑢𝑎ℎ ~ 985 𝑏𝑢𝑎ℎ

Universitas Indonesia
145

Lateral adalah bagian pipa memanjang yang memiliki beberapa orifice atau
lubang kecil. Lateral adalah cabang dari manifold. Dipilih rasio luas lateral : luas orifice
total adalah 4 : 1.
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐿𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐿𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,128 𝑚2 𝑥 4
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,512 𝑚2

Diambil diameter lateral sebesar 8 inci atau 20 cm. Maka, luas satu lateral adalah:
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = (𝐷𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 )2 𝑥 0,25 𝑥 𝜋
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = (0,2 𝑚)2 𝑥 0,25 𝑥 3,14
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 0,0314 𝑚2

Jumlah lateral yang dimiliki satu unit slow sand filter adalah:
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑛𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =
𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
0,512 𝑚2
𝑛𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =
0,0314 𝑚2
𝑛𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 16,3 𝑏𝑢𝑎ℎ ~ 18 𝑏𝑢𝑎ℎ

Jumlah lubang orifice pada satu pipa lateral adalah:


𝑛𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒
𝑛𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =
𝑛𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
985 𝑏𝑢𝑎ℎ
𝑛𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =
18 𝑏𝑢𝑎ℎ
𝑛𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 54,72 ~ 55 𝑏𝑢𝑎ℎ

Manifold ada bagian pipa yang mengumpulkan seluruh air dari beberapa lateral.
Posisi manifold berada di tengah-tengah pada underdrain filter. Air dari lateral akan
dialirkan manifold menuju outlet dan unit pengolahan selanjutnya. Diambil rasio luas
manifold : luas lateral total = 1,5 : 1.
𝐿𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 𝐿𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑀𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑
𝐿𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 0,512 𝑚2 𝑥 1,5
𝐿𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 0,768 𝑚2

Universitas Indonesia
146

Diameter pipa manifold adalah:

𝐿𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 𝑥 4
𝐷𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = √
𝜋

0,768 𝑚2 𝑥 4
𝐷𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = √
3,14

𝐷𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 0,98 𝑚 ~ 0,2 𝑚

Adapun kriteria desain untuk tinggi maksimum dari saluran pengumpul bawah adalah 0,2
meter. Maka, diameter manifold akan dijadikan 0,2 meter agar memenuhi kriteria desain.
Ditentukan free-board 30 cm dan ketinggian supernatant adalah 1 meter, yang
didasarkan pada debit layanan yang kecil, maka ketinggian bak slow sand filter adalah:
ℎ𝑆𝑆𝐹 = 𝐹𝑟𝑒𝑒𝑏𝑜𝑎𝑟𝑑 + ℎ𝑠𝑢𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑎𝑛𝑡 + ℎ𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 + ℎ𝑘𝑒𝑟𝑖𝑘𝑖𝑙 + 𝐷𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑
ℎ𝑆𝑆𝐹 = 0,3 𝑚 + 1 𝑚 + 1 𝑚 + 0,3 𝑚 + 0,2 𝑚
ℎ𝑆𝑆𝐹 = 2,8 𝑚
Durasi yang diperlukan agar bak slow sand filter penuh perlu diketahui untuk
mengetahui lama pengoperasian. Dengan tidak memasukkan free-board pada kedalaman
operasi slow sand filter, volume satu bak slow sand filter adalah:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝐴 𝑥 ℎ𝑆𝑆𝐹
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 32 𝑚2 𝑥 2,5 𝑚
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 80 𝑚3

Dengan debit masing-masing unit adalah 6,84 m3/jam, maka durasi slow sand filter
hingga penuh dengan air baku layanan adalah:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑇𝑓𝑢𝑙𝑙 =
𝑄𝑢𝑛𝑖𝑡
80 𝑚3
𝑇𝑓𝑢𝑙𝑙 =
6,48 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
𝑇𝑓𝑢𝑙𝑙 = 11,69 𝑗𝑎𝑚 ~ 12 𝑗𝑎𝑚

Maka dari itu, pengoperasian slow sand filter kedua unit dilakukan selama 12 jam dalam
satu hari.

Universitas Indonesia
147

Setelah melewati pipa manifold, air yang telah tersaring akan masuk ke dalam
bak outlet. Sebelum masuk ke bak tersebut, akan dipasangkan 2 katup, yaitu katup outlet
dan katup pengatur aliran (Balitbang Kementerian PU, 2014). Kedua katup berfungsi
untuk menjaga bak outlet agar tidak terlalu penuh dan mencegah air masuk ke dalam bak
tersebut apabila bak outlet sedang dilakukan pencucian, yang diletakkan pada bak dengan
panjang 2 meter. Pada bak outlet terdapat dua section, dimana setiap section memiliki
panjang masing-masing 2 meter, dengan rectangular weir sebagai alat ukur debit
diantaranya. Apabila dihitung, luas bak katup dan bak outlet filtrasi masing-masing
adalah 8 m2 dan 16 m2 (lebar kedua bak sama dengan lebar bak filtrasi, yaitu 4 meter).
Headloss yang dihasilkan oleh unit filtrasi terjadi ketika air baku melewati media
filter. Media dengan jenis yang berbeda akan menghasilkan headloss yang berbeda pula.
Informasi yang digunakan untuk menghitung headloss unit filtrasi ketika melewati media
adalah sebagai berikut:
a. Laju filtrasi = 0,2 m/jam = 0,00006 m/s
b. Berat jenis air = 1000 kg/m3
c. Viskositas air pada suhu 25oC adalah 0,887 x 10-3 kg/m.s
d. Porositas pasir silika = 0,47
e. Porositas GAC = 0,5
f. Diameter efektif pasir silika = 0,4 mm
g. Diameter efektif GAC = 0,89 mm
h. Shape factor = 1
i. Tebal pasir silika = 0,6 meter
j. Tebal GAC = 0,4 meter

1. Headloss pada media pasir silika


a. Nilai Reynolds
Nilai Reynolds dihitung dengan persamaan berikut:
𝑑𝑥𝑣
𝑁𝑅 = 𝑥 𝜌𝑤
𝜇
dimana d adalah diameter media, v adalah lau filtrasi, μ adalah viskositas air dan ρw
adalah berat jenis air.
0,0004 𝑚 𝑥 0,00006 𝑚/𝑠
𝑁𝑅 = 𝑥 1000 𝑘𝑔/𝑚3
0,00088 𝑘𝑔⁄𝑚. 𝑠

Universitas Indonesia
148

𝑁𝑅 = 0,36

b. Faktor Friksi
Faktor Friksi dihitung dengan persamaan berikut:
1− 𝜀
𝑓 = 150 𝑥 ( ) + 1,75
𝑁𝑅
dimana 𝜀 adalah porositas dan NR adalah nilai Reynolds
1 − 0,47
𝑓 = 150 𝑥 ( ) + 1,75
0,36
𝑓 = 222,58

c. Nilai Headloss
Headloss dihitung dengan persamaan berikut:
𝑓 𝑥 (1 − 𝜀) 𝑥 𝐿 𝑥 𝑣 2
ℎ𝐿 =
∅ 𝑥 𝜀3 𝑥 𝑑 𝑥 𝑔
dimana f adalah faktor friksi, 𝜀 adalah porositas, L adalah tebal media, v adalah laju
filtrasi, Ꝋ adalah shape factor, d adalah diameter efektif media, dan g adalah percepatan
gravitasi.
222,58 𝑥 (1 − 0,47) 𝑥 0,6 𝑚 𝑥 (0,00006 𝑚/𝑠)2
ℎ𝐿 =
1 𝑥 (0,47)3 𝑥 0,0004 𝑚 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,0011 𝑚

2. Headloss pada GAC


a. Nilai Reynolds
Nilai Reynolds dihitung dengan persamaan berikut:
𝑑𝑥𝑣
𝑁𝑅 = 𝑥 𝜌𝑤
𝜇
dimana d adalah diameter media, v adalah lau filtrasi, μ adalah viskositas air dan ρw
adalah berat jenis air.
0,00089 𝑚 𝑥 0,00006 𝑚/𝑠
𝑁𝑅 = 𝑥 1000 𝑘𝑔/𝑚3
0,00088 𝑘𝑔⁄𝑚. 𝑠
𝑁𝑅 = 0,8

Universitas Indonesia
149

b. Faktor Friksi
Faktor Friksi dihitung dengan persamaan berikut:
1− 𝜀
𝑓 = 150 𝑥 ( ) + 1,75
𝑁𝑅
dimana 𝜀 adalah porositas dan NR adalah nilai Reynolds.
1 − 0,5
𝑓 = 150 𝑥 ( ) + 1,75
0,8
𝑓 = 95,5

c. Nilai Headloss
Headloss dihitung dengan persamaan berikut:
𝑓 𝑥 (1 − 𝜀) 𝑥 𝐿 𝑥 𝑣 2
ℎ𝐿 =
∅ 𝑥 𝜀3 𝑥 𝑑 𝑥 𝑔
dimana f adalah faktor friksi, 𝜀 adalah porositas, L adalah tebal media, v adalah laju
filtrasi, Ꝋ adalah shape factor, d adalah diameter efektif media, dan g adalah percepatan
gravitasi.
95,5 𝑥 (1 − 0,5) 𝑥 0,4 𝑚 𝑥 (0,00006 𝑚/𝑠)2
ℎ𝐿 =
1 𝑥 (0,5)3 𝑥 0,00089 𝑚 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2
ℎ𝐿 = 0,00012 𝑚
Sehingga, total headloss yang terjadi pada kedua media adalah:
ℎ𝐿 = 0,00012 𝑚 + 0,0011 𝑚 = 0,00122 𝑚

Air baku pada unit filtrasi juga mengalami headloss pada perpipaan inlet
sebelum masuk ke bak filtrasi dan perpipaan outlet setelah melalui bak filtrasi.
Perhitungan headloss berdasarkan segmen dan komponen pada perpipaan inlet dan outlet
filtrasi sesuai gambar desain pada poin 6.4.4.5 dihitung sebagai berikut:
a. Contoh perhitungan headloss pada segmen
Diketahui segmen 1 memiliki debit 0,0038 m3/s dan diasumsikan memiliki
diameter pipa 25 cm yang sama seperti ukuran pipa transmisi, dengan demikian kecepatan
aliran pada segmen 1 adalah 0,106 m/s. Panjang segmen 1 adalah 10 meter. Perhitungan
headloss segmen menggunakan rumus yang sama ketika menghitung headloss friksi pipa
transmisi.

Universitas Indonesia
150

𝑣 𝐿
ℎ𝐿 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 1 = 6,81 𝑥 ( )1,85 𝑥 1,167
𝐶 𝐷
0,106 𝑚/𝑠 1,85 10 𝑚
ℎ𝐿 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 1 = 6,81 𝑥 ( ) 𝑥
140 (0,25 𝑚)1,167
ℎ𝐿 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 1 = 0,0006 𝑚

b. Contoh perhitungan headloss komponen pipa


Headloss komponen yang dihitung adalah cross run-to-run antara pipa segmen
1 dan segmen 2. Diketahui koefisien headloss cross branch flow adalah 0,75 (Davis,
2010) dan kecepatan aliran adalah 0,106 m/s.
𝑘𝑣 2
ℎ𝑚 𝑇𝑒𝑒 𝐵𝑟𝑎𝑛𝑐ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤 𝑆𝑒𝑔. 1 − 2 =
2𝑔
𝑚
0,75 (0,106 𝑠 )2
ℎ𝑚 𝑇𝑒𝑒 𝐵𝑟𝑎𝑛𝑐ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤 𝑆𝑒𝑔. 1 − 2 =
2 𝑥 9,81 𝑚⁄𝑠 2
ℎ𝑚 𝑇𝑒𝑒 𝐵𝑟𝑎𝑛𝑐ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤 𝑆𝑒𝑔. 1 − 2 = 0,0004 𝑚

Tabel 5.33 Rincian Headloss pada Perpipaan Inlet dan Outlet Unit Slow Sand
Filter.
Bagian Koefisien Debit Diameter Panjang Kecepatan Headloss
Headloss (m3/s) (m) (m) Aliran (m)
(m) (m/s)
Perpipaan Inlet
Segmen 1 - 0,0038 0,25 10 0,106 0,0006
Segmen 2 - 0,0019 0,15 8 0,053 0,0001
Tee branch- 0,75 0,0038 0,25 - 0,053 0,0004
flow (antara
segmen 1 dan
segmen 2)
Gate Valve 1 0,0019 0,15 - 0,053 0,00014
(Segmen 3)
Segmen 3 - 0,0019 0,25 5 0,053 0,00015

Universitas Indonesia
151

Bagian Koefisien Debit Diameter Panjang Kecepatan Headloss


Headloss (m3/s) (m) (m) Aliran (m)
(m) (m/s)
Butterfly Valve 1,2 0,0019 0,15 - 0,053 0,00018
(Segmen 3)
90o Elbow 0,18 0,0019 0,19 - 0,053 0,00002
Long Radius
(Segmen 3)
Perpipaan Outlet
Segmen 4 - 0,0019 0,25 2 0,053 0,00003
90o Elbow 0,18 0,0019 0,25 - 0,053 0,00002
Long Radius
(Segmen 4-5)
Segmen 5 - 0,0019 0,25 8 0,053 0,00012
Tee Line-Flow 0,3 0,0038 0,25 - 0,106 0,00016
(Segmen 5-6)
TOTAL HEADLOSS 0,0019

Sehingga, total headloss unit filtrasi keseluruhan adalah 0,00312 meter.


Tabel 5.34 Hasil Desain Unit Slow Sand Filter.
Parameter Nilai Satuan
Jumlah Unit 2 unit
Panjang bak 8 meter
Lebar bak 4 meter
Luas bak filtrasi 32 m2
Kecepatan filtrasi 0,2 m/jam
Waktu operasi 12 jam
Kedalaman bak 2,8 meter
Ketinggian supernatant 1 meter
ES Pasir Silika 0,4 mm
ES GAC 0,89 mm
Tebal Pasir Silika 60 cm
Tebal GAC 40 cm
Tebal Kerikil 30 cm
Diameter Kerikil 3-30 mm
Jumlah Orifice 985 buah
Jumlah Lateral 18 buah

Universitas Indonesia
152

Parameter Nilai Satuan


Diameter Manifold 20 cm
Ukuran bak katup (P x L) 2 x 4 meter
Luas bak katup 8 m2
Ukuran Bak Outlet 4 x 4 (P x L) meter
Luas bak outlet 16 m2
Total Headloss 0,00312 meter

5.5.4.3 Operasional dan Perawatan Unit


Pengoperasian instalasi saringan pasir lambat dilakukan sebagai berikut :
1. Mengisi air bak penyaring pertama kali dengan air bersih, urutannya sebagai berikut :
a. Sediakan air bersih untuk mengisi bak saringan pasir lambat;
b. Alirkan air sampai menggenangi permukaan pasir teratas,;
c. Ratakan permukaan media pasir;
d. Lakukan pengisian bak saringan melalui pipa masukan (pipa inlet) secara perlahan-
lahan sampai mencapai supernatant reservoir yang direncanakan;
e. Matangkan media penyaringan.

2. Mematangkan media pasir dengan cara :


a. Lakukan pematangan media pasir selama ±2 minggu. Air hasil olahan jangan
dimanfaatkan untuk air minum selama proses pematangan, dan sebaiknya
menggunakan air yang kaya akan zat organik seperti air danau Agathis UI.
b. Lakukan juga pematangan pada saringan pasir lambat yang sudah tidak
dioperasikan minimal satu minggu.

3. Operasi saringan sebagai berikut :


a. Operasikan saringan pasir lambat dengan influen tetap dan efluen menurun dengan
cara membuka pintu/katup inlet dan membiarkan kondisi demikian sampai bak
penuh dengan air baku;
b. Filter dioperasikan selama 12 jam. Dimana bak filter akan penuh selama waktu
operasi tersebut.
c. Ketika outlet filter berjalan, air outlet tersebut diambil dan diuji pada laboratorium
mini untuk parameter besi, mangan, dan kekeruhan.

Universitas Indonesia
153

4. Pengurasan bak dan pengangkatan pasir dalam instalasi dengan cara :


a. Menutup kran inlet dan kran outlet bak saringan yang akan dikuras;
b. Membuka kran-kran penguras;
c. Menutup kran penguras pada saat permukaan air sampai minimal 5 cm maksimal
10 cm di bawah permukaan lapisan pasir yang teratas;
d. Mengambil seluruh lapisan pasir silika dan GAC, dipindahkan ke truk pengangkut
menuju unit pencucian media filter.
e. Untuk kerikil dan perpipaan underdrain, dapat dicuci langsung di tempat dengan
melakukan perendaman.

5. Pencucian media dilakukan dengan cara hidrolis yang dijelaskan lebih lanjut pada
subbab 6.4.5.4. Apabila dari hasil uji, penghilangan salah satu parameter utama turun
10% dari persentase yang telah diestimasikan, maka sudah saatnya media filter dicuci.
Namun, pencucian media dilakukan rutin setidaknya sekali dalam seminggu higga dua
minggu. Pencucian sebaiknya dilakukan pada akhir pekan, direkomendasikan hari
Sabtu mengingat kegiatan kampus pada akhir pekan tidak berjalan. Sehingga, media
filter dapat digunakan untuk operasional pada hari Senin atau Selasa, bergantung pada
durasi pematangan lapisan schmutzdecke.

6. Penyusunan kembali pasir media dan GAC ke dalam bak dengan cara sebagai berikut:
a. Pasir yang sudah dicuci serta GAC yang sudah diaktifkan kembali dapat langsung
dimasukkan kembali ke dalam bak saringan, dengan urutan GAC dahulu yang
dimasukkan.
b. Melakukan pengisian bak saringan, air yang dipakai berasal dari air hasil olahan bak
saringan pasir lambat di sebelahnya melalui pengaturan kran-kran yang tersedia
untuk pengisian tersebut;
c. Menghentikan pengisian dari bawah setelah pasir dan GAC terendam oleh air, dan
lakukan pengisian dari atas (melalui inlet) sampai kedalaman air maksimum yang
direncanakan;
d. Kembali lakukan pematangan media seperti semula. Setelah itu saringan pasir lambat
sudah siap dioperasikan kembali.
(Sumber: Balitbang Kementerian PU, 2014)

Universitas Indonesia
154

5.5.4.4 Detail Desain

Gambar 5.28 Tampak Perpipaan Inlet Unit Saringan Pasir Lambat.

Gambar 5.29 Detail Perpipaan Inlet Unit Saringan Pasir Lambat.

Universitas Indonesia
155

Gambar 5.30 Tampak Atas Bak Saringan Pasir Lambat.

Gambar 5.31 Potongan B-B Bak Saringan Pasir Lambat.

Universitas Indonesia
156

Gambar 5.32 Potongan A-A Bak Saringan Pasir Lambat.

Gambar 5.33 Potongan A-A Bak Katup dan Bak Outlet Unit Slow Sand Filter.

Universitas Indonesia
157

Gambar 5.34 Tampak Perpipaan Underdrain pada Bak Saringan Pasir Lambat.

Gambar 5.35 Detail Pipa Underdrain Bak Saringan Pasir Lambat.

Gambar 5.36 Detail Perpipaan Outlet Unit Saringan Pasir Lambat.

Universitas Indonesia
158

5.5.5 Unit Pencucian Media Filtrasi


Karena slow sand filter tidak dapat dirawat atau dibersihkan dengan cara
backwash, maka perlu didesain sistem pencucian media terpisah. Media pada slow sand
filter akan diambil/diangkat dari bak dan dipindahkan ke bak pencucian. Sistem
pencucian media filtrasi dapat berupa tipe hidrolik maupun manual. Pemilihan tipe
pencucian berdasarkan pada jumlah media yang akan dicuci dan debit layanan filtrasi.
Debit filtrasi kurang dari 3 L/s sebaiknya menggunakan pencucian tipe manual (Balitbang
Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2014). Debit filtrasi pada slow sand filter adalah 3,8
L/s pada tahun 2042; sehingga digunakanlah sistem pencucian tipe hidrolik.

5.5.5.1 Kriteria Desain


Tabel 5.35 Kriteria Desain Bak Pencucian Media Filtrasi.
Parameter Besaran Satuan
Kecepatan Air Berpasir Menuju ≥ 1,5 m/s
Tangki Pencucian
Minimum Debit Filtrasi ≥3 L/s
Sumber: (Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2014).

5.5.5.2 Perhitungan Desain

Gambar 5.37 Sketsa Awal Pencuci Media Filter.

Universitas Indonesia
159

Gambar 5.38 Sketsa Awal Bak Penampung Media Sementara dan Ruang
Aktivasi Karbon GAC.

Alat pencucian tipe hidrolik untuk media filtrasi dapat mencuci pasir hingga 8
m3/jam dengan luas penampang atas 1 m2, memiliki bak di awal untuk mencampurkan
pasir dengan air pencuci, sebuah pompa ejektor untuk mengalirkan air bercampur pasir
ke atas tangki pencuci denga kecepatan air berpasir lebih dari 1,5 m/s (Balitbang PUPR,
2014).
 Volume media pasir silika
𝑉𝑠𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎 = 𝐿𝑏𝑎𝑘 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑆𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎 𝑥 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑒𝑟 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑉𝑠𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎 = 32 𝑚2 𝑥 0,6 𝑚 𝑥 2
𝑉𝑠𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎 = 38,4 𝑚3
 Volume media GAC
𝑉𝐺𝐴𝐶 = 𝐿𝑏𝑎𝑘 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑇𝑒𝑏𝑎𝑙 𝐺𝐴𝐶 𝑥 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑒𝑟 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑉𝐺𝐴𝐶 = 32 𝑚2 𝑥 0,4 𝑚 𝑥 2
𝑉𝐺𝐴𝐶 = 25,6 𝑚3
Pada unit pencucian akan direncakan pembangunan 2 bak penampungan
sementara masing-masing satu bak untuk menampung pasir silika dan GAC.
Diasumsikan ketinggian bak penampung masing-masing bak adalah 2 meter dan bak
tersebut berbentuk persegi, maka sisi dari kedua bak tersebut adalah:
 Dimensi bak penampung pasir silika

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎


𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑟 = √
ℎ𝑏𝑎𝑘

Universitas Indonesia
160

38,4 𝑚3
𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑟 = √
2𝑚

𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑟 = √19,2 𝑚2


𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑟 = 4,35 𝑚 ~ 4,5 𝑚

 Dimensi bak penampung GAC

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐺𝐴𝐶


𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝐺𝐴𝐶 = √
ℎ𝑏𝑎𝑘

25,6 𝑚3
𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑟 = √
2𝑚

𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑟 = √12,8 𝑚2


𝑆𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑟 = 3,57 𝑚 ~ 3,6 𝑚

Sehingga, luas bak penampung pasir silika adalah 20,25 m2 dan bak GAC 12,96 m2.
Agar dapat mencuci pasir dengan laju 8 m3/jam, bak awal pengumpul media
kotor atau bak pencampuran dirancang dengan panjang, lebar, dan kedalaman bak
masing-masing sebesar 2 meter. Jumlah air yang dibutuhkan disamakan dengan laju
pencucian pasir, dimana air untuk mencuci diambil dari sebagian air yang telah difiltrasi
pada slow sand filter. Pada bagian bawah bak pencampuran terdapat dua perpipaan. Pipa
pertama adalah ejektor untuk memasukkan air bersih sebagai pencuci pasir dan pipa outlet
menuju tangki pencucian. Adapun aliran air berpasir melewati pipa outlet menuju tangki
pencucian harus ≥ 1,5 m/s. Sehingga, diameter pipa outlet bak pencampuran adalah:
1 𝑄
𝜋 𝑑2 =
4 𝑉
1 2
8 𝑚3 ⁄𝑗𝑎𝑚
𝜋𝑑 =
4 1,5 𝑚/𝑠
1 0,0022 𝑚3 ⁄𝑠
𝜋 𝑑2 =
4 1,5 𝑚/𝑠
1
𝜋 𝑑 2 = 0,0015 𝑚2
4
𝑑 2 = 0,0019 𝑚2
𝑑 = 4,35 𝑐𝑚 ~ 15 𝑐𝑚

Universitas Indonesia
161

Diameter pipa ejektor disamakan dengan pipa outlet bak pencampuran sebesar 15 cm.
Air yang sudah bercampur dengan pasir akan diangkat ke tangki pencucian
melaliui pipa dengan menggunakan tenaga pompa. Pompa yang digunakan adalah pompa
sentrifugal. Adapun perbedaan ketinggian atau head antara bak pencampuran dan tangki
pencucian adalah 5,2 meter dan debit atau laju pencucian adalah 8 m3/jam atau 0,002
m3/s, dengan asumsi efisiensi pompa adalah 75%, maka daya pompa yang dibutuhkan:
𝑄 𝑥 𝑇𝐷𝐻 𝑥 𝛾
𝑃=
𝜂
0,002 𝑚3 ⁄𝑠 𝑥 5,2 𝑚 𝑥 9,81 𝑘𝑁⁄𝑚3
𝑃=
75%
𝑃 = 0,14 𝑘𝑊ℎ

Untuk tangki pencucian akan dirancang berbentuk kerucut terbalik atau corong
ke bawah seperti bak sedimentasi, untuk memisahkan pasir dengan air pencuci sebelum
berpindah ke bak pengering. Tangki pencucian terdiri dari 3 bagian; bagian inlet/atas,
bagian corong/tengah, dan bagian outlet/bawah. Bagian inlet memiliki tinggi 2,2 m (Free-
board 0,2 m); panjang dan lebar masing-masing 2 meter untuk menampung air pencucian
volume 8 m3. Di kanan tangki bagian inlet terdapat pipa outlet air pencucian dengan
diameter 15 cm atau dibuat setengah diameter pipa inlet tangki pencucian. Tangki bagian
corong memiliki tinggi 2 meter, panjang dan lebar atas 2 meter, serta panjang dan lebar
bawah 1 meter. Tangki bagian bawah atau outlet memiliki ketinggian, panjang, dan lebar
masing-masing 1 meter. Untuk menampung air sisa pencucian, dibuat bak berukuran 2 m
x 2 m x 2 m di bawah pipa outlet air bekas pencucian.
Bak pengeringan akan dibuat dengan kedalaman 2 meter, panjang dan lebar
masing-masing 4 meter. Jumlah sistem pencucian media filter yang dibangun adalah 2
unit, untuk mencuci pasir silika dan GAC. Air bekas pencucian akan digunakan untuk
flush toilet kantor dan menyiram tanaman di area IPAM.
Setelah dikeringkan, media pasir silika akan dikembalikan ke bak penampung
untuk menunggu diangkut oleh truk kembali ke unit filtrasi. Adapun untuk media karbon
aktif harus direaktivasikan terlebih dahulu sebelum disusun kembali pada bak filtrasi.
Proses reaktivasi dilakukan dengan tiga tahap, yaitu oksidasi, karbonisasi, dan aktivasi
(Apriyanti, 2010). GAC yang digunakan pada filter adalah yang berbahan baku batu bara,
sehingga jenis aktivasi yang sebaiknya dilakukan adalah aktivasi fisik. Apabila

Universitas Indonesia
162

menggunakan aktivasi kimiawi, maka ada potensi GAC yang telah dicuci dan diaktivasi
kembali mengalami pencemaran dari zat-zat kimia yang berat. Proses oksidasi diperlukan
bagi GAC untuk menyerap oksigen yang cukup untuk meningkatkan reaktivitas arang
pada proses karbonisasi (Alonso, et al., 2001). Pada pross karbonisasi, GAC akan
mengalami penguapan pada suhu 450-750oC untuk menguapkan bahan non-karbon
seperti CO dan CO2 (Gavalas, 1982). CO2 yang lepas tersebut akan teradsorpsi kembali
oleh butiran GAC, dimana electron butiran memiliki ketertarikan dengan atom O dari
CO2 tersebut, yang berujung meingkatkan kereaktifan permukaan karbon pada GAC
tersebut (Apriyanti, 2010).
Untuk proses reaktivasi GAC pada perancangan ini, lama dan suhu ketiga proses
akan didasarkan menurut penelitian Apriyanti (2010) yang melakukan eksperimen
aktivasi karbon aktif secara fisika. Proses oksidasi akan dilakukan selama 6 jam pada
suhu 250oC, dimana lama tersebut akan menghasilkan kereaktifan karbon yang lebih baik
pada GAC. Proses karbonisasi akan dilakukan dengan tambahan nitrogen 500 mL/ menit
pada suhu 650oC selama 30 menit untuk menghasilkan gas CO2 dan CO yang lebih
banyak. Proses aktivasi dilakukan dengan tambahan gas CO2 500 mL/menit pada suhu
1000oC selama 60 menit. GAC akan dipanaskan dengan 2 buah heater. Untuk ruang
aktivasi akan disamakan ukurannya seperti bak penampung GAC, namun dengan lebar
tambahan 2 meter untuk peletakkan heater. Sehingga, panjang dan lebar ruangan aktivasi
masing-masing adalah 3,6 meter dan 5,6 meter; dengan kedalaman ruangan tersebut 2
meter. Luas ruangan aktivasi adalah 20,16 m2. Ruang aktivasi GAC diletakkan
bersampingan dengan bak penampung GAC, agar mudah untuk melakukan
perpindahannya. Pada dinding antara bak penampung dengan ruang aktivasi GAC akan
dibuatkan pintu mekanis yang akan dibuka ketika GAC telah diaktivasikan kembali dan
dipindahkan ke bak penampungnya.
Tabel 5.36 Hasil Desain Unit Pencucian Media Filter.
Parameter Nilai Satuan
Jumlah unit pencucian media filter 2 unit
Laju cuci pasir 8 m3/jam
Volume bak pencampuran 8 m3
Kedalaman bak pencampuran 2 meter
Sisi bak pencampuran 2 meter
Daya Pompa Sentrifugal Bak Pencampuran 0,14 kW
dan Injektor
Tinggi tangki bagian inlet + Free-board 2,2 meter

Universitas Indonesia
163

Parameter Nilai Satuan


Tinggi tangki bagian corong 2 meter
Tinggi tangki bagian outlet 1 meter
Lebar tangki bagian inlet 2 meter
Lebar tangki bagian outlet 1 meter
Kedalaman bak pengeringan 2 meter
Sisi bak pengeringan 4 meter
Kedalaman tangki penyimpanan air sisa 2 meter
pencucian
Sisi tangki penyimpanan air sisa pencucian 2 meter
Luas bak pencampuran per unit 4 m2
Luas tangki pencucian keseluruhan per unit 4 m2
Luas bak pengeringan per unit 16 m2
Luas bak air sisa pencucian per unit 4 m2
Sisi bak penampungan pasir silika 4,5 meter
Luas bak penampungan pasir silika 20,25 m2
Sisi bak penampungan GAC 3,6 meter
Luas bak penampungan GAC 12,96 m2
Panjang ruang aktivasi GAC 3,6 meter
Lebar ruang aktivasi GAC 5,6 meter
Panjang ruang aktivasi GAC 20,16 m2

5.5.5.3 Operasional dan Perawatan


Pencuci pasir dengan cara hidrolik dikerjakan sebagai berikut:
a) Sekop pasir dan masukkan ke dalam bak pencampur air dan pasir, sesuai dengan daya
tampung bak yang tersedia;
b) Menghidupkan pompa ejektor air pencuci dan air tersebut akan mengalir ke dalam bak
pencampuran
c) Menghidupkan pompa pengangkat air bercampur pasir menuju tangki pencucian
setelah air dan pasir homogen;
d) Setelah seluruh pasir mengendap pada tangki pencucian, pintu outlet pasir tangki
dibuka dan pasir yang telah tercuci akan berpindah menuju bak pengeringan;
e) Setelah pasir sudah kering pada bak pengeringan, pasir dapat digunakan kembali pada
unit filtrasi.

Universitas Indonesia
164

Sedangkan perawatan yang dapat dilakukan adalah:


a) Membersihkan bak pencampur, tangki pencucian, dan bak pengeringan setiap setelah
seluruh media filtrasi selesai dicuci agar bersih dari sedimen maupun kotoran yang
menumpuk.
b) Air bekas pencucian yang keluar dari tangki pencucian dan masuk ke dalam bak
penampungan air bekas cuci dimanfaatkan untuk penyiraman tanaman ataupun flush
toilet.

Terkhusus untuk pencucian GAC, media tersebut harus diaktivasikan terlebih dahulu
sebelum ditaruh di bak penampung kembali:
a) Memeriksa kondisi heater sekali dalam sebulan apabila terdapat kerusakan atau
penurunan performa.
b) Pembersihan bak pemanasan heater rutin sekali dalam sebulan dari butiran-butiran
GAC yang menempel atau menumpuk.
c) Pengecekan dan Pengisian Ulang tabung nitrogen dan CO2 untuk kebutuhan aktivasi
GAC setiap kali akan dilakukan proses aktivasi agar kebutuhan nitrogen dan CO2
cukup dalam proses tersebut.
d) Operator wajib menggunakan APD, diutamakan menggunakan masker N95.
e) Proses oksidasi akan dilakukan selama 6 jam pada suhu 250 oC, karbonisasi akan
dilakukan dengan tambahan nitrogen 500 mL/ menit pada suhu 650oC selama 30
menit, dan aktivasi dilakukan dengan tambahan gas CO2 500 mL/menit pada suhu
1000oC selama 60 menit
(Sumber: Balitbang Kementerian PU, 2014 & Apriyanti, 2010 )

Universitas Indonesia
165

5.5.5.4 Detail Desain

Gambar 5.39 Detail Unit Pencucian Media Filtrasi.

Universitas Indonesia
166

Gambar 5.40 Tampak Bak Penampung Media Filtrasi dan Ruang Aktivasi
Karbon GAC.

5.5.6 Desinfeksi dan Reservoir


Desinfeksi berfungsi untuk menyingkirkan mikroorganisme dan bakteri
penyebab patogen pada air sebelum disalurkan ke konsumen. Desinfektan yang
digunakan adalah bahan kimia. Setelah air berkontak dengan desinfektan pada unit
desinfeksi, air tersebut akan dialirkan ke reservoir atau clearwell.

5.5.6.1 Kriteria Desain


Terdapat beberapa jenis desinfektan yang umum digunakan pada IPAM, seperti
klorin, sodium hipoklorit atau NaOCl, klorin dioksida atau ClO2, kloramin, ozon atau O3,
dan UV. Masing-masing desinfektan memiliki kelebihan dan kekurangan, yang dapat
dijadikan pertimbangan untuk memilih jenis desinfektan yang tepat. Pertimbangan
tersebut dapat berupa residual persistence, ketergantungan pH, bahaya, perlengkapan
serta syarat operasional dan perawatannya.

Universitas Indonesia
167

Tabel 5.37 Pertimbangan Pemilihan Jenis Desinfektan IPAM.

Sumber: (Davis, 2010).

Pertimbangan yang menjadi poin penting dalam pemilihan desinfektan adalah


persistensi residu dan syarat operasional perawatan. Persistensi residu yang renah
menandakan bahwa sisa desinfektan yang terdapat pada air setelah melakukan kontak
pada unit desinfeksi mudah untuk dihilangkan atau bahkan dapat hilang dengan
sendirinya. Persyaratan operasional dan perawatan yang rendah atau tidak rumit sangat
penting untuk menekan biaya maintenance. Untuk IPAM ini, dipilih desinfektan klorin
dengan pertimbangan persistensi residu yang kecil dan persyaratan maintenance yang
mudah. Klorin mudah didapatkan dan memiliki performa yang sangat baik untuk
menghilangkan bakteri dan virus (Crittenden, 2012). Meskipun faktor keselamatan yang
sangat tinggi mengindikasikan bahwa tingkat kebahayaan dari penggunaan klorin cukup
tinggi, hal tersebut dapat diatasi dengan pelatihan pengoperasian dan safety induction
yang lebih untuk operatornya. Selain itu, kloramin akan digunakan sebagai desinfektan
sekunder untuk meningkatkan performa penghilangan bakteri dan virus pada air bersih.
Tabel 5.38 Kriteria Desain Unit Desinfeksi.
Parameter Besaran Satuan Sumber
Jumlah unit ≥2 unit Qasim, 2000
Rasio inaktivasi ≥1 - Qasim, 2000
Dosis klorin/kloramin 0,5 - 4 mg/L Crittenden, 2012
pH optimum 6,5 – 7,5 - Davis, 2010
Rasio kondisi baffling, 0,1 (tanpa buffle) – 1 - Qasim, 2000
T10/T (plug flow)
Koefisien penyekatan 0,5 - Qasim, 2000
bak kontak (average)

Universitas Indonesia
168

Parameter Besaran Satuan Sumber


Koefisien penyekatan 0,2 - Qasim, 2000
bak reservoir
(unbaffled clearwell)

5.5.6.2 Perhitungan Desain

Gambar 5.41 Sketsa Awal Tampak Atas dan Potongan Samping Desinfeksi dan
Reservoir.

Universitas Indonesia
169

1. Menentukan target kinerja penyisihan proses desinfeksi


Tabel 5.39 Ekspektasi Penghilangan Giardia lamblia dan Virus pada Unit
Desinfeksi berdasarkan Jenis Proses pada IPAM.
Process Train Expected Log Recommended Disinfection
Removal by Primary Disinfectant
Giardia Viruses Giardia lamblia Viruses
lamblia
Conventional filtration plant 2,5 2 0,5 2
Direct filtration plant 2 1 1 3
Slow-sand filtration 2 2 1 2
Diatomaceous-earth filtration 2 1 1 3
Treatment plant without - - 3 4
filtration
Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Karena pada IPAM ini digunakan slow sand filter, maka diasumsikan estimasi
penyingkiran giardia lamblia dan virus pada filtrasi slow sand masing-masing sebesar 2-
log. Sehingga, penghilangan giardia lamblia dan virus untuk unit desinfeksi yang harus
dicapai masing-masing sebesar 1-log dan 2-log.

2. Menentukan nilai CTTab


Diasumsikan pH sebesar 7, suhu air baku 25oC, dan digunakan dosis klorin dan
kloraminasi masing-masing sebesar 2 mg/L.

Universitas Indonesia
170

Tabel 5.40 Nilai CTTab untuk klorinasi Giardia lamblia.

Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Tabel 5.41 Nilai CTTab untuk klorinasi Virus.

Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Universitas Indonesia
171

Tabel 5.42 Nilai Cttab untuk Kloraminasi Giardia Lamblia dan Virus.

Sumber: (Qasim, et al., 2000).

Diperoleh data CTTab sebagai berikut:


a. CTTab klorinasi Gardia lamblia = 14 mg.min/L
b. CTTab klorinasi virus = 1 mg.min/L
c. CTTab kloraminasi Gardia lamblia = 250 mg.min/L
d. CTTab kloraminasi virus = 214 mg.min/L

3. Menentukan rasio inaktivasi awal


Diasumsikan 𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 ⁄𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 klorinasi sebesar 0,9 dan 𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 ⁄𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 kloraminasi sebesar 0,3.
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
∑ = 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 + 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
∑ = 0,9 + 0,3
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
∑ = 1,2
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏

Universitas Indonesia
172

Dengan demikian, rasio inaktivasi awal masih memenuhi kriteria (>1).

4. Menentukan nilai CTCal inaktivasi Giardia lamblia


a. Klorinasi
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑥 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝐺𝑎𝑟𝑑𝑖𝑎
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 0,9 𝑥 14 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 12,6 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿

b. Kloraminasi
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 = 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝑥 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐺𝑎𝑟𝑑𝑖𝑎
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 = 0,3 𝑥 250 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 = 75 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿

5. Menentukan rasio inaktivasi virus


a. Klorinasi
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝐺𝑎𝑟𝑑𝑖𝑎
𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 =
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 12,6 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 =
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 1 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 = 12,6
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏

b. Kloraminasi
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐺𝑎𝑟𝑑𝑖𝑎
𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 =
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 75 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 =
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 214 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 = 0,35
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏

Universitas Indonesia
173

c. Cek Rasio Inaktivasi Virus


𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙 𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
∑ 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 = 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 + 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏 𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
∑ 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 = 12,6 + 0,35
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏
𝐶𝑇𝑐𝑎𝑙
∑ 𝑉𝑖𝑟𝑢𝑠 = 12,95
𝐶𝑇𝑡𝑎𝑏
Dengan demikian, rasio inaktivasi virus masih memenuhi standar kriteria (>1).

6. Menghitung T10 bak kontak dan reservoir


Diasumsikan residu klor dan reservoir disamakan dengan dosis pemakaiannya,
yaitu masing-masing 2 mg/L.
a. Bak kontak
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛
𝑇10 𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 =
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝐾𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛
12,6 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝑇10 𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 =
2 𝑚𝑔/𝐿
𝑇10 𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 = 6,3 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

b. Reservoir
𝐶𝑇𝐶𝑎𝑙 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛
𝑇10 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 =
𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 𝐾𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑖𝑛
75 𝑚𝑔. 𝑚𝑖𝑛/𝐿
𝑇10 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 =
2 𝑚𝑔/𝐿
𝑇10 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 37,5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

7. Menghitung waktu detensi teoritis bak kontak dan reservoir


Bak kontak yang direncanakan memiliki kondisi baffle atau penyekatan yang
sederhana atau average, sehingga dipilih koefisien penyekatan atau T10/T sebesar 0,5.
Reservoir direncakana tidak memiliki baffle dan berbentuk bak biasa, sehingga koefisien
penyekatan yang digunakan adalah 0,1.

Universitas Indonesia
174

Tabel 5.43 Nilai Rasio T10/T Berdasarkan Kondisi Baffling.

Sumber: (Qasim, et al., 2000).

a. Bak Kontak
𝑇10 𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘
𝑇𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 =
𝑇10 ⁄𝑇 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒
6,3 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑇𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 =
0,5
𝑇𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 = 12,6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

b. Reservoir
𝑇10 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟
𝑇𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 =
𝑇10 ⁄𝑇 𝑈𝑛𝑏𝑎𝑓𝑓𝑙𝑒𝑑
37,5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑇𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 =
0,1
𝑇𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 375 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

8. Menghitung dimensi bak kontak


Digunakan 1 unit bak kontak aliran vertikal atau up and down flow. Debit
layanan adalah 0,0038 m3/s atau 0,228 m3/menit untuk satu unit bak kontak beroperasi.
a. Volume bak kontak
𝑉𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 = 𝑄𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝑇𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘
𝑉𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 = 0,228 𝑚3 ⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 12,6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑉𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 = 2,87 𝑚3 ~ 3 𝑚3

Universitas Indonesia
175

b. Menghitung luas bak kontak


Diasumsikan kedalaman bak kontak adalah 1,15 meter yang sudah termasuk
dengan freeboard 15 cm.
𝑉𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘
𝐴𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 =
𝐻
3 𝑚3
𝐴𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 =
1,15 𝑚
𝐴𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 = 2,61 𝑚2

c. Menentukan panjang dan lebar bak kontak


Digunakan rasio panjang:lebar bak sebesar 2:1, sehingga ukuran panjang adalah
dua kali ukuran lebar bak.
𝐴𝑏𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 = 𝑃 𝑥 𝐿
2,61 𝑚2 = 2𝐿 𝑥 𝐿
2,61 𝑚2 = 2𝐿2
𝐿 = 1,14 𝑚 ~ 1,2 𝑚
𝑃 = 2𝐿 = 2,4 𝑚

d. Menentukan jumlah sekat pada bak kontak


Ditentukan rasio kedalaman air bak:lebar antar sekat sebesar 4:1. Sehingga lebar
antar sekat yang didapat sebesar 0,25 meter atau 25 cm apabila kedalaman air bak sebesar
1 meter tanpa freeboard.
𝑃𝑏𝑎𝑘
𝑛𝑠𝑒𝑘𝑎𝑡 =
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑡
2,4 𝑚
𝑛𝑠𝑒𝑘𝑎𝑡 =
0,25 𝑚
𝑛𝑠𝑒𝑘𝑎𝑡 = 9,6 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑡 ~ 8 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑡

Agar setiap sekat memiliki lebar yang sama, maka jumlah sekat yang digunakan
adalah 8 sekat, dan lebar sekat ditambahkan menjadi 30 cm.

Universitas Indonesia
176

9. Penentuan ukuran reservoir inlet channel


Reservoir inlet channel berfungsi untuk menampung air setelah melalui bak
kontak, dimana pada bak ini air akan ditahan sebelum masuk ke reservoir/clearwell agar
kadar klor sisa dari bak kontak dapat berkurang/hilang. Pada bak ini akan terdapat sebuah
roof mounted valve sebagai saluran keluar gas klor dan pintu air keluar menuju reservoir.
Reservoir inlet channel berupa bak dengan panjang 2,1 meter; lebar dan kedalaman
disamakan dengan ukuran bak kontak (1,4 meter dan 1,15 meter). Pintu air yang
digunakan berukuran 50 cm x 50 cm.

10. Menghitung dimensi bak reservoir


a. Volume bak
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 𝑄𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝑇𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 0,228 𝑚3 ⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 375 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 85,5 𝑚3

b. Dimensi bak reservoir


Diasumsikan reservoir memiliki kedalaman 2,3 meter (30 cm sebagai free-
board) dan berbentuk persegi (P=L).
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟
𝐴𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 =
𝐻
85,5 𝑚3
𝐴𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 =
2,3 𝑚
𝐴𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 37,2 𝑚2

Sehingga, sisi dari reservoir memiliki panjang sebesar:


𝐴𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 𝑃 𝑥 𝐿
37,2 𝑚2 = 𝐿2
𝐿 = 6,1 𝑚 ~ 6,5 𝑚

Maka, volume baru reservoir adalah:


𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 𝐿 𝑥 𝐿 𝑥 𝐻
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 6,5 𝑚 𝑥 6,5 𝑚 𝑥 2,3 𝑚
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = 97,2 𝑚3

Universitas Indonesia
177

11. Menentukan waktu detensi riil reservoir


Waktu detensi riil dihitung dengan membagikan volume reservoir terhadap debit
layanan per jam. Akan dicek waktu detensi pada debit layanan tahun 2022 dan 2042.
Debit layanan pada tahun 2022 adalah 0,132 m3/menit dan tahun 2042 adalah 0,228
m3/menit.
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟
𝑇𝑑 2022 =
𝑄2022
97,2 𝑚3
𝑇𝑑 2022 =
0,132 𝑚3 ⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑇𝑑 2022 = 736 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 ~ 12,3 𝑗𝑎𝑚
Waktu detensi riil reservoir pada debit layanan 2022 adalah 12,3 jam.
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟
𝑇𝑑 2042 =
𝑄2042
97,2 𝑚3
𝑇𝑑 2042 =
0,228 𝑚3 ⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑇𝑑 2042 = 426 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 ~ 7,1 𝑗𝑎𝑚
Waktu detensi riil reservoir pada debit layanan 2042 adalah 7,1 jam.

12. Penentuan ukuran outlet reservoir


Outlet reservoir yang digunakan adalah wet well. Air dari reservoir masuk ke
dalam well tersebut melalui pintu air 50 cm x 50 cm, yang terletak 2 meter dibawah dasar
reservoir. Air pada wet well akan disedot oleh pompa sentrifugal pada ruang pompa yang
berada di atas well. Air yang disedot akan disalurkan ke pipa utama yang mengalirkan air
yang sudah bersih tersebut ke objek pelayanan. Diasumsikan terdapat 4 wet well, dengan
kedalaman 2,1 meter; panjang 2,5 meter dan lebar 1,5 meter. Maka dari itu, terdapat 4
pompa sentrifugal pada ruang pompa yang berada di atas well.

13. Daya Pompa Wet Well


Air yang berada pada wet well akan dinaikan ke pipa distribusi ke FIK UI
berdiameter 50 cm dengan pompa sentrifugal. Jumlah pompa sentrifugal beroperasi
adalah 4 buah disesuaikan dengan jumlah wet well. Adapaun head atau ketinggian antara
bagian bawah pipa wet well menuju pipa distribusi menuju FIK UI adalah 3,5 meter

Universitas Indonesia
178

dengan debit layanan 0,0038 m3/s dan debit 0,00095 m3/s per unit pompa, dengan asumsi
efisiensi pompa adalah 75%, maka daya pompa yang dibutuhkan per unit adalah:
𝑄 𝑥 𝑇𝐷𝐻 𝑥 𝛾
𝑃=
𝜂
0,00095 𝑚3 ⁄𝑠 𝑥 3,5 𝑚 𝑥 9,81 𝑘𝑁⁄𝑚3
𝑃=
75%
𝑃 = 0,0325 𝑘𝑊ℎ

Total daya pompa untuk mengoperasikan keempat unit pompa adalah 0,13 kWh.

14. Menentukan Penyimpanan Klorin dan Kloramin


Diasumsikan dosis klorin yang digunakan adalah 2 mg/L, sehingga
menghasilkan nilai CTTab yang cukup besar agar ukuran dimensi bak kontak tidak terlalu
kecil (debit layanan sangat kecil). Efisiensi penghilangan bakteri koliform pada
desinfeksi dapat mencapai 1,02 log atau 90% (Liu, et al., 2017). Kadar kloramin
disamakan dengan dosis klorin dan debit air yang dilayani adalah 328,32 m3/hari.
a. Menghitung kebutuhan klorin harian
𝑚𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 𝑐𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑥 𝑄𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑚𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 2 𝑚𝑔⁄𝐿 𝑥 328,32 𝑚3 ⁄ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑚𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 0,002 𝑘𝑔⁄𝑚3 𝑥 328,32 𝑚3 ⁄ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑚𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 0,66 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖

b. Menghitung kapasitas penyimpanan klorin untuk satu bulan


𝐶𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 𝑚𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 𝑥 30 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐶𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 0,66 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 30 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐶𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑛 = 19,8 𝑘𝑔 ~ 20 𝑘𝑔

Akan digunakan penampung klorin dalam tabung berkapasitas 20 kg, dan di setiap
bulannya, tabung tersebut akan diisi ulang. Jumlah tabung yang digunakan adalah
sebanyak 2 buah, masing-masing berkapasitas 20 kg dengan satu tabung sebagai
cadangan agar tidak kehabisan klorin terlalu cepat sebelum masa isi ulang kembali. Maka,
jumlah tabung yang dipakai adalah 4 buah, klor dan kloramin masing-masing disimpan

Universitas Indonesia
179

pada 2 tabung. Klor diinjeksikan ke pipa sebelum memasuki inlet bak desinfeksi, dan
kloramin diinjeksikan pada bak reservoir inlet channel.
Tabel 5.44 Hasil Perhitungan Desain Unit Desinfeksi dan Reservoir.
Parameter Nilai Satuan
Jumlah unit bak desinfeksi 1 unit
Jumlah unit reservoir 1 unit
Lebar bak kontak desinfeksi 1,2 meter
Panjang bak kontak desinfeksi 2,4 meter
Jumlah sekat bak kontak desinfeksi 8 sekat
Waktu detensi bak kontak desinfeksi 12,6 menit
Sisi bak reservoir 6,5 meter
Kedalaman bak reservoir 2,3 meter
Waktu detensi riil bak reservoir 2022 12,3 jam
Waktu detensi riil bak reservoir 2042 7,1 jam
Jumlah tabung penyimpanan klorin 2 buah
Jumlah tabung penyimpanan kloramin 2 buah
Kapasitas tabung desinfektan 20 kg
Jumlah wet well 4 buah
Jumlah Pompa wet well 4 buah
Kedalaman wet well 2,5 meter
Lebar wet well 1,5 meter
Panjang wet well 2,5 meter
Daya Pompa wet well keseluruhan 0,13 kWh
Luas Unit Desinfeksi dan Reservoir 70,20 m2
keseluruhan

5.5.6.3 Operasional dan Perawatan


Pengoperasian dan perawatan rutin untuk unit desinfeksi dan reservoir dapat
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Mengecek klorinator dan tangki penyimpanan klorin/kloramin setiap hari terkait
munculnya masalah-masalah seperti injektor yang tersumbat maupun kerusakan
pada bagian atau perlengkapan tertentu.
b. Menghitung residu klorin rutin. Apabila jumlah residu yang dihasilkan terlalu
bervariasi atau berbeda-beda, maka dapat dipastikan terjadi permasalahan pada
klorinator maupun bak kontak.
c. Melakukan pengujian rutin terkait kualitas air bersih siap disalurkan pada reservoir
untuk memastikan agar air aman untuk dikonsumsi dan sesuai dengan standar baku
mutu yang berlaku.

Universitas Indonesia
180

d. Melakukan pengurasan dan pembersihan pada bak kontak, wet well, dan reservoir
secara rutin, serta mengecek kondisi structural pada bak kontak.
e. Menguji detektor kebocoran pada klorinator/injektor setidaknya sekali dalam enam
bulan.
f. Untuk seluruh pegawai agar menggunakan masker atau APD pernapasan yang
memadai ketika melakukan inspeksi di sekitar bak desinfeksi dan reservoir.
g. Mengecek kinerja dan kondisi pompa wet well, serta pipa pendistribusian menuju
FIK UI rutin seminggu sekali.
(Sumber: Qasim et al., 2000)

5.5.6.4 Detail Desain

Gambar 5.42 Tampak Atas Unit Desinfeksi dan Reservoir.

Universitas Indonesia
181

Gambar 5.43 Potongan A-A Unit Desinfeksi.

Gambar 5.44 Potongan B-B Unit Desinfeksi dan Reservoir.

Universitas Indonesia
182

Gambar 5.45 Potongan C-C Unit Reservoir.

5.5.7 Layout dan Profil Hidrolis


Layout dari IPAM rancangan sangat dibutuhkan untuk menentukan tata letak
unit-unit dan mengetahui kekurangan atau kelebihan dari lahan yang tersedia. Setiap unit
pada IPAM yang telah dirancang sudah diperhitungkan luasnya masing-masing. Adapun
berikut merupakan rincian luas total dari setiap unit operasi dan proses pada IPAM
rancangan ini:
Tabel 5.45 Luas Total Unit Operasi/Proses IPAM.
Luas per
Jumlah Luas Total
Unit IPAM unit
unit (m2)
(m2)
Bangunan Intake 6 1 6
Bak Penghubung Intake dan Suction Well 6 1 6
Suction Well 5,6 2 11,2
Slow Sand Filter
 Bak filter 32 2 64

Universitas Indonesia
183

 Bak katup 8 2 16
 Bak outlet 16 2 32
Pencucian Media Filter
 Bak Pencampuran 4 2 8
 Tangki Pencucian 4 2 8
 Bak Pengeringan 16 2 32
 Bak Air Sisa Pencucian 4 2 8
 Bak Penampung Pasir Silika 20,25 1 20,25
 Bak Penampung GAC 12,96 1 12,96
 Ruang aktivasi karbon GAC 20,16 1 20,16

Unit Desinfeksi dan Reservoir 70,2 1 70,2


LUAS TOTAL UNIT OPERASI DAN PROSES IPAM 314,77

Jumlah luas lahan yang diperlukan hanya 314,77 m2. Adapun lahan yang tersedia di lokasi
adalah 16300 m2. Kebutuhan luas yang kecil ini dikarenakan debit layanan IPAM yang
kecil. Sisa lahan yang banyak tersisa tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
IPAM, serta digunakan untuk mendirikan utilitas.
Utilitas yang umumnya diperlukan dalam suatu IPAM adalah laboratorium,
ruang pegawai, kantor, toilet pegawai, dan lain sebagainya. Berikut adalah rincian utilitas
yang kemungkinan diperlukan di sekitar unit operasi dan proses IPAM agar dapat
beroperasi dengan baik, serta menjamin kenyamanan pegawai yang bekerja pada IPAM
tersebut:
1. Bangunan Intake dan Suction Well
a. 2 ruang pegawai dengan ukuran 3 m x 3,5 m
b. 1 gudang dengan ukuran 3 m x 1,5 m
c. 1 ruang pengawas dengan ukuran 2 m x 3 m
d. 1 laboratorium kecil dengan ukuran 3 m x 6,5 m, untuk menguji kualitas air baku.
e. 2 ruang kontrol pompa dengan ukuran 1,95 m x 2, m
f. 2 ruang WC dengan ukuran 2,5 m x 2 m

Universitas Indonesia
184

2. Slow Sand Filter


a. 2 garasi dengan ukuran 6 m x 5 m, untuk truk atau kendaraan pengangkut media
filtrasi yang akan/sudah dicuci.
b. 1 ruang rapat besar dengan ukuran 10 m x 5 m, untuk rapat dan presentasi kinerja
dari pegawai IPAM.
c. 1 ruang kantor dengan ukuran 10 m x 5 m
d. 1 ruang pegawai dengan ukuran 5 m x 5 m
e. 1 gudang dengan ukuran 6 m x 5 m
f. 1 laboratorium kecil ukuran 7 m x 5 m, untuk menguji kualitas air setelah
transmisi/setelah filtrasi.
g. 2 ruang WC dengan ukuran 1,5 m x 2,5 m
h. 1 ruang pengawas atau penjaga dengan ukuran 4 m x 5 m

3. Unit Desinfeksi dan Reservoir


a. 1 ruang kontrol dan injektor desinfektan dengan ukuran 4 m x 2,5 m, untuk
melakukan injeksi klor pada inlet bak kontak dan kloramin pada reservoir inlet
channel. Pada ruang ini juga ditaruh tabung penyimpanan klor dan kloramin.
b. 1 laboratorium kecil dengan ukuran 3 m x 2,5 m, untuk mengukur kualitas air
sesudah melalui desinfeksi/reservoir.
c. 1 ruang pegawai dengan ukuran 5 m x 2,5 m
d. 1 ruang WC dengan ukuran 2 m x 2,5 m

4. Unit Pencucian Media Filter


a. 1 ruang pegawai dengan ukuran 5 m x 2,5 m
b. 1 gudang dengan ukuran 4 m x 2,5 m
c. 1 ruang WC dengan ukuran 1,7 m x 2,5 m
d. Lahan parkir untuk truk pengangkut media yang akan/sudah dicuci dengan ukuran
6 m x 8,7 m
e. Ruang kontrol aktivasi karbon GAC ukuran 5,6 m x 2 m, untuk
memantau/mengatur operasional aktivasi karbon GAC
f. Smoking Area ukuran 3 m x 2,5 m untuk tempat menunggu para supir truk
pengangkut media filter yang sedang dicuci/diaktivasikan.

Universitas Indonesia
185

g. Ruang Penjaga ukuran 3 m x 2,5 m

Sehingga, jumlah lahan yang digunakan apabila ditambahkan dengan kebutuhan utilitas
tersebut dan disesuaikan dengan gambar layout dibawah adalah:
Tabel 5.46 Luas Total Unit + Utilitas IPAM.
Unit/Ruang Luas per Jumlah Luas Total
Unit/Ruang Unit/Ruang Unit/Ruang
(m2) (m2) (m2)
Intake – Suction Well
1. Bak Intake 6 1 6
2. Bak Penghubung 6 1 6
3. Suction Well 5,6 2 11,2
4. Laboratorium Kecil 19,5 1 19,5
5. Ruang Pengawas 6 1 6
6. Gudang 4,5 1 4,5
7. Ruang Pegawai 10,5 2 21
8. WC 5 2 10
9. Ruang Kontrol Pompa 3,9 2 7,8
10. Ruang Terbuka 95,62 1 123,28
Total Luas Intake – Suction Well 215,28
Filtrasi
1. Bak Slow Sand Filter + Katup 32 2 64
+ Outlet
2. Ruang Rapat 50 1 50
3. Ruang Kantor 50 1 50
4. Ruang Pegawai 25 1 25
7. Ruang Pengawas 20 1 20
8. Laboratorium 35 1 35
9. WC 3,75 2 7,5
10. Garasi Truk 30 2 60
11. Gudang 30 1 30
12. Ruang Terbuka 1121,5 1 859,15

Universitas Indonesia
186

Unit/Ruang Luas per Jumlah Luas Total


Unit/Ruang Unit/Ruang Unit/Ruang
(m2) (m2) (m2)
Total Luas Filtrasi 1200,65
Desinfeksi - Reservoir
1. Bak Desinfeksi + Reservoir + 70,2 1 70,2
Wet Well
2. Ruang Kontrol + Ejektor 10 1 10
Desinfektan
3. Ruang Pegawai 12,5 1 12,5
4. Laboratorium 7,5 1 7,5
5. WC 5 1 5
6. Lorong 36,175 1 36,175
7. Ruang Terbuka 114,885 1 114,465
Total Luas Desinfeksi - Reservoir 255,84
Unit Pencucian Media Filter
1. Bak Pencucian Media Filter 28 2 56
Keseluruhan
2. Bak Penampung Pasir Silika 20,25 1 20,25
3. Bak Penampung GAC 12,96 1 12,96
4. Ruang Aktivasi Karbon GAC 20,16 1 20,16
5. Smoking Area 7,5 1 7,5
6. Ruang Penjaga 7,5 1 7,5
7. Gudang 10 1 10
8. Ruang Pegawai 12,5 1 12,5
9. WC 4,25 1 4,25
10. Ruang Kontrol Aktivasi GAC 11,2 1 11,2
11. Lahan Parkir Truk 52,2 1 52,2
12. Ruang Terbuka 226,6 1 226,6
Total Luas Unit Pencucian Media Filter 441,12
TOTAL LUAS BANGUNAN IPAM KESELURUHAN 2112,89

Universitas Indonesia
187

Gambar 5.46 Denah Layout Utilitas Unit Intake dan Suction Well.

Gambar 5.47 Denah Layout Utilitas Unit Desinfeksi dan Reservoir.

Universitas Indonesia
188

Gambar 5.48 Denah Layout Utilitas Unit Slow Sand Filter.

Universitas Indonesia
189

Gambar 5.49 Denah Layout Utilitas Unit Pencucian Media Filter.

Universitas Indonesia
190

Gambar 5.50 Denah Layout Keseluruhan IPAM Rancangan.

Universitas Indonesia
191

Profil hidrolis diperhitungkan untuk menentukan ketinggian atau elevasi dari


suatu unit operasi/proses, umumnya pada IPAM dan IPAL agar aliran air dalam
pengoperasian sebisa mungkin dapat mengalir secara gravitasional. Data yang
diperhitungkan pada profil hidrolis adalah elevasi/ketinggian air dan headloss yang
dialami oleh air tersebut.
Pada IPAM rancangan ini, pengaliran air yang membutuhkan tenaga bantuan
dari pompa adalah air yang mengalir dari suction well menyusuri saluran transmisi untuk
mencapai ketinggian dari unit yang dituju, yaitu slow sand filter. Penyebab hal tersebut
adalah letak titik intake yang terlalu rendah, yang juga diakibatkan oleh minimnya opsi
lahan kosong yang dapat digunakan. Berikut dibawah ini adalah rincian profil hidrolis
dari setiap unit operasi/hidrolis pada IPAM terkecuali unit pencucian media filter:
Tabel 5.47 Rincian Elevasi Air Setiap Unit Operasi/Proses IPAM.
Elevasi Pengurangan/
Elevasi
Unit Inlet Headloss (m) Penambahan
Outlet (m)
(mdpl) (m)
Intake 64 -0,0000263 - 64
Suction Well 64 - +2 66
Transmisi 66 -0,0245 +3 68,98
Venturimeter 68,98 -0,0007 - 68,98
Slow Sand Filter 68,98 -0,00312 -2,6 66,38
Desinfeksi 66,38 - -0,25 66,13
Reservoir 66,13 - -3 63,13
Wet Well 63,13 - +0,75 63,88
*Pengurangan/Penambahan pada elevasi air dapat dikarenakan: diangkat oleh pompa,
arah aliran unit downflow, dsb.

Universitas Indonesia
192

Gambar 5.51 Tampak Profil Hidrolis Unit Intake s/d Transmisi.

Gambar 5.52 Tampak Profil Hidrolis Unit Slow Sand Filter s/d Reservoir.

Universitas Indonesia
193

Gambar 5.53 Tampak Profil Hidrolis IPAM Keseluruhan.

5.6 Rangkuman Hasil Desain


Diperoleh hasil desain IPAM untuk melayani FIK UI 2022-2042 dengan rincian
sebagai berikut:
a. Satu unit struktur intake dengan panjang 6 meter, kedalaman 2 meter dan lebar 1
meter, dilengkapi dengan coarse screen dan fine screen.
b. Dua unit suction well dengan panjang 3 meter, lebar 1,7 m; dan kedalaman 2 meter.
c. Satu unit saluran pipa transmisi berdiameter 25 cm dan panjang 44,8 meter yang
mengalami kenaikan 3 meter, didorong dengan pompa sentrifugal berdaya 0,28 kW.
d. Satu unit alat ukur debit utama sebelum memasuki unit filtrasi berjenis
venturimeter.
e. Dua unit slow sand filter dengan panjang bak filtrasi 8 meter dan lebar bak filtrasi
4 meter.
f. Satu unit bak kontak desinfeksi dengan total panjang dan lebar unit sebesar 4,5
meter (ditambah dengan reservoir inlet channel) dan 1,2 meter, serta total panjang
dan lebar unit reservoir (ditambah wet well) masing-masing sebesar 9 m dan lebar
6,5 meter.

Universitas Indonesia
194

g. Dua unit pencucian media filter terdiri dari bak pencampuran 2 m x 2 m, tangki
pencucian 2 m x 2 m, bak pengeringan 4 m x 4 m, bak penampung air sisa pencucian
2 m x 2 m, bak penampung pasir silika sementara 4,5 m x 4,5 m, nak penampungan
GAC 3,6 m x 3,6 m; dan ruang aktivasi karbon GAC 3,6 m x 5,6 m.
h. Penambahan ruang-ruang utilitas pada unit intake-suction well, slow sand filter,
desinfeksi-reservoir, dan pencucian media filter dengan total luas lahan keseluruhan
yang dibutuhkan adalah 2112,89 m2.

Universitas Indonesia
195

BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah:
1. Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah kebutuhan air bersih sivitas FIK UI dari tahun
2022-2042 adalah 1,63 L/s s/d 2,82 L/s. Debit desain yang didapat berdasarkan
perhitungan debit harian maksimum dan debit desain menurut Qasim et al. (2000)
untuk melayani FIK UI tahun 2022-2042 adalah 2,15 L/s s/d 3,8 L/s.
2. Berdasarkan hasil studi literatur, jurnal, dan eksperimen yang dilakukan oleh peneliti
lain, slow sand filter dengan ketebalan sekitar 60 cm untuk lapisan pasir silika (atas)
dan 40 cm untuk lapisan karbon aktif berbutir (dibawah lapisan pasir silika) dapat
mencapai efisiensi penghilangan parameter besi dan mangan masing-masing sebesar
95,07% dan 97,09% (Panigoro et al., 2015), serta penghilangan parameter fekal
koliform 99%.
3. Hasil desain sistem penyediaan air bersih/IPAM yang dapat melayani pemenuhan
kebutuhan air bersih sivitas FIK UI hingga 2042 dapat dilihat pada subbab 5.6.

6.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diambil untuk penelitian/perancangan yang lebih
baik adalah sebagai berikut:
1. Mempertimbangkan kondisi geografi dan hidrologi yang lebih lengkap dan akurat
sebagai dasar dalam merancang sebuah sistem penyediaan air bersih, dapat dilakukan
dengan survei langsung ke lapangan/lokasi yang akan digunakan untuk merancang
IPAM.
2. Mempertimbangkan dan menghitung Detailed Engineering Design terkait struktur dari
unit-unit IPAM.
3. Melakukan perhitungan RAB terkait pembangunan maupun operasional.
4. Proyeksi jumlah konsumen pelayanan suatu fakultas juga meliputi jumlah karyawan
(petugas keamanan/satpam, petugas kebersihan) selain mahasiswa dan tenaga
pendidik.

Universitas Indonesia
196

DAFTAR PUSTAKA
Al-Mughalles, M. H., Rahman, R. A., Suja, F., Mahmud, M., & Syed Abdullah, S. N.
(2012). Greywater Treatment Using GAC Biofilm Reactor and Sand Filter
System. (8(2): 1065-1074).
Alonso, M. J., Alvarez, D., Borego, A. G., Menendez, R., & Marban, G. (2001).
Systematic Effects of Coal Rank and Type on The Kinetics of Coal Pyrolysis.
15(413-428).
Amalini, D. (2007). Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum di Perumahan Citra
Raya - Tangerang Banten. Jakarta: Skripsi FALTL Universitas Trisakti.
ANSI. (1998). American National Standard for Pump Intake Design. New Jersey:
Hydraulic Institute.
Apriyanti, E. (2010). Pembuatan Karbon Aktif dari Batubara dengan Proses Aktivasi
Karbondioksida.
Astari, S., & Iqbal, R. (2007). Kehandalan Saringan Pasir Lambat dalam Pengolahan Air.
Jurnal Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.
Baker, M. N. (1948). The Quest for Pure Water. New York: The American Water Works
Association.
Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum RI. (2014). Modul Sosialisasi dan Diseminasi
Standar Pedoman dan Manual dari Instalasi Saringan Pasir Lambat. Bandung:
PUSKIM.
Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum RI. (2014). Spesifikasi Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air. Bandung: PUSKIM.
Barrett, J. M., Bryck, J., Collins, M., Janonis, B., & Logsdon, G. (1991). Manual of
Design for Slow Sand Filtration. Denver: AWWA Research Foundation.
Bolt, G. H. (1976). Adsorption of Anions by Soils. Soil Chemistry Journal of G. H. Bolt
and G. M. Bruggenwert, eds.
Brikke, F., & Brerdero, M. (2003). Linking Technology Choice with Operation and
Maintenance in the Context of Community Water Supply and Sanitation. Geneva:
WHO and IRC Water and Sanitation Center.
BSN RI. (2005). SNI 03-7065-2005 mengenai Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing.
Bandung: Badan Standardisasi Nasional.
BSN RI. (2008). SNI 3981:2008 mengenai Perencanaan Instalasi Saringan Pasir
Lambat. Bandung: Badan Standardisasi Nasional.
BSN RI. (2008). SNI 6774:2008 mengenai Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air. Bandung: Badan Standardisasi Nasional.

Universitas Indonesia
197

Bureau of Indian Standards. (1990). General Requirements for Slow Sand Filter Part 2:
Design, Construction, Operation and Maintenance. New Delhi: Indian Standards.
Chada, N., Romanos, J., Hilton, R., Suppes, G., Burress, J., & Pfeifer, P. (2012).
Activated Carbon Monoliths for Methane Storage. (57(1): W33 012).
Crittenden, J. C. (2012). MWH's Water Treatment: Principles and Design 3rd Edition.
New Jersey: McGraw Hill Companies Incorporated.
Davis, M. L. (2010). Water and Wastewater Engineering. New York: McGraw Hill
Companies Incorporated.
Dermawan, H. (2010). Studi Komunitas Gastropoda di Situ Agathis Kampus Universitas
Indonesia, Depok. Depok: Skripsi Departemen Biologi, Fakultas MIPA UI.
Direktorat Jenderal Cipta Karya. (2007). Buku Panduan Pengembangan Air Minum.
Jakarta Selatan: Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Divisi Riset Publikasi Pengmas FIK UI. (2020). Data Jumlah Mahasiswa dan Pegawai
FIK UI 2014-2019. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan UI.
Du, J. (2004). Drinking Water Health Advisory for Manganese. Washington DC: Health
and Ecological Criteria Division, U.S Environmental Protection Agency.
Elliott, M., Stauber, C. E., DiGiano, F. A., Aceituno, A. F., & Sobse, M. D. (2015).
Investigation of E.Coli and Virus Reductions Using Replicate, Bench-Scale
Biosand Filter Columns and Two Filter Media. 12(10276-10299).
EPA. (1995). Water Treatment Manuals filtration. Irlandia: Environmental Protection
Agency.
Fowles, G., & Boyes, W. H. (2010). Instrumentation Reference Book 4th Edition. Oxford:
Butterworth-Heinemann.
Galvis, G., Latorre, J., & Galvies, A. (2002). Multi-stage Filtration Technology: In Small
Community Water Supplies. 40(121-345).
Gavalas, G. R. (1982). Coal Pyrolysis. New York: Elsevier Scientific Publishing
Company.
Hamidah, L. N., & Rahmayanti, A. (2018). Pemanfaatan Zeolit dan Karbon Aktif dalam
Menurunkan Jumlah Bakteri pada Filter Pengolah Air Payau. Conference
Proceeding on Waste Treatment Technology. Program Studi D4 Teknik
Pengolahan Limbah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Hsu, B. M., Huang, C., & Pan, J. R. (2001). Filtration Behaviours of Giardia and
Cryptosporidium-Ionic Strength and PH Effects. 35(16)(77-82).
Hubungan Masyarakat FIK UI. (2020). Profil Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Dipetik Mei 11, 2020, dari Website Resmi Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia: nursing.ui.ac.id

Universitas Indonesia
198

Hubungan Masyarakat UI. (2020). Peta Wilayah Kampus Universitas Indonesia Depok.
Dipetik Mei 11, 2020, dari Profil UI: humas.ui.ac.id
Huisman, L., & Wood, W. E. (1974). Slow Sand Filtration. Geneva: WHO.
ITT Industries. (2020). Products: Pump Selection. Dipetik Mei 20, 2020, dari Goulds
Pumps: gouldspumps.com/en-US
Jannah, F. H. (2019). Perencanaan Bangunan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM)
Klapanunggal di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Jakarta: Skripsi
FALTL Universitas Trisakti.
Jenti, U., & Nurhayati, I. (2014). Pengaruh Penggunaan Media Filtrasi Terhadap Kualitas
Air Sumur Gali di Kelurahan Tambak Rejo Waru Kabupaten Sidoarjo. 12(2).
Joko, T. (2010). Unit Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Kawamura, R., Ikuta, H., Fukuzumi, S., Yamada, R., Tsubaki, S., Kodama, T., & Kurata,
S. (1941). Intoxication by Manganese in Wellwater. Archive of Clinical and
Experimental Medicine, 18, 145-169.
Kusnaedi. (2010). Mengolah Air Kotor untuk Air Minum: Memperoleh Air Bersih dengan
Teknologi Sederhana. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lab Teknik UI. (2019). Laporan Final Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum
Kampus Depok Universitas Indonesia. Depok: Laboratorium Teknik Universitas
Indonesia.
Liu, L., MacDougall, A., Hall, G., & Champagne, P. (2017). Disinfection Performance in
Wastewater Stabilization Ponds in Cold Climate Conditions: A Case Study in
Nunavut, Canada. 4(93).
Marsh, H., & Rodriguez-Reinoso, F. (2006). Activated Carbon. Amsterdam: Elsevier
Science and Technology Books.
Maryani, D., Masduqi, A., & Moesriati, A. (2014). Pengaruh Ketebalan Media dan Rate
Filtrasi pada Sand Filter dalam Menurunkan Kekeruhan dan Total Koliform.
Jurnal Teknik POMITS Vol. 3, No. 2, ISSN: 2337-3539.
Menteri Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 492 tahun 2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta: Sekretariat Negara.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2017). Peraturan Menteri PUPR
no.4/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah
Domestik. Jakarta: Sekretariat Negara.
MIWR-GONU. (2009). Technical Guidelines for the Construction and Management of
Slow Sand Filters. Sudan: WHO and UNICEF Public Water Corporation.
Mugiyantoro, A., Rekinagara, I. H., Primaristi, C. D., & Soesilo, J. (2017). Penggunaan
Bahan Alam Zeolit, Pasir Silika, dan Arang Aktif dengan Kombinasi Teknik

Universitas Indonesia
199

Shower dalam Filterisasi Fe, Mn, dan Mg pada Air Tanah di UPN Veteran
Yogyakarta. Proceeding Seminar Nasional Kebumian ke-10. Yogyakarta.
Mulia, R. M. (2005). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nabilah. (2012). Struktur Komunitas Hidrofita di Situ Agathis Kampus Universitas
Indonesia, Depok, Jawa Barat. Depok: Skripsi Fakultas MIPA UI.
Nainggolan, A. H., Tarigan, A. P., & Khair, H. (2014). Pengaruh Aerasi Bertingkat
dengan Kombinasi Saringan pasir, Karbon Aktif dan Zeolit dalam Menyisihkan
Parameter Fe dan Mn dari Air Tanah di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah.
Nusantara, D. (2019). Laporan Survey Danau UI + Kecepatan. Depok: Laboratorium
Teknik Penyehatan Lingkungan UI.
Pandiangan, K. A. (2018). Perencanaan dan Perancangan Instalasi Pengolahan Air
Bersih di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Medan: Skripsi
Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara.
Panigoro, S. A., Saraswati, D., & Prasetya, E. (2015). Pengaruh Variasi Ketebalan Pasir
dan Karbon Aktif pada Media Saringan Pasir Lambat Terhadap Penurunan
Kadar Besi dan Mangan pada Air Sumur. Gorontalo: Skripsi Jurusan Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo.
Pemerintah Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah RI no. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Priambodo, E. A. (2016). Perancangan Unit Bangunan Pengolahan Air Minum Kampus
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya: Skripsi Jurusan Teknik
Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Putriani, Elystia, S., & Sasmita, A. (2019). Pengaruh Tinggi Unggun Karbon Aktif dan
Pasir Kuarsa Pada Saringan Pasir Lambat Untuk Penyisihan Logam Fe Pada Air
Sungai Siak. 6.
Qasim, S. R., Motley, E. M., & Zhu, G. (2000). Water Works Engineering: Planning,
Design, and Operation. New Jersey: Prentice Hall.
Rahardjo, S., & Gudnanto. (2011). Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Kudus: Nora
Media Enterprises.
Rahayu, B., Napitupulu, M., & Tahril. (2013). Analisis Logam Zink dan Besi Air Sumur
di Kelurahan Pantoloan Kecamatan Palu Utara. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Universitas Tadulako Palu.
Ramadhanis, A. R. (2019). Analisis Efektivitas Intermittent Slow Sand Filter dengan
Tambahan Media Karbon Aktif dalam Menghilangkan Kandung Besi, Mangan,
Kekeruhan, dan Fekal Koliform (Studi Kasus: Danau Mahoni UI). Depok: Skripsi
Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia
200

Randtke, S., & Horsley, M. (2012). Water Treatment Plant Design 5th Edition. New
York: McGraw Hill.
Reynolds, T. D., & Richards, P. A. (1982). Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering Second Edition. Boston: PWS Publishing Company.
Riyanto, R. (2006). Studi PErbandingan Struktur Komunitas Fitoplankton di Situ
Kenanga dan Situ Agathis, Kampus Universitas Indonesia Depok. Depok: Skripsi
Departemen Biologi, Fakultas MIPA UI.
Rosmairini. (2002). Kelimpahan dan Sebaran Temporal Makrobentos di Situ Mahoni,
Kampus UI Depok, Jawa Barat. Depok: Skripsi Departemen Biologi, Fakultas
MIPA UI.
Rumbsy, P. (2014). Speciation of Manganese in Drinking Water. London: Imperial
College, National Centre for Environmental Technology, WRC.
Said. (1999). Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Sawyer, C., McCarthy, P., & Parkin, G. (2003). Chemistry for Environmental
Engineering and Sciences. New York: McGraw-Hill.
Schmidt, K. (1963). The Decomposition of Bacterial Flora in Slow Sand Filtration and
the Influence Thereon of Raw Water Quality and Other Environmental Factors.
Schmitt, D., & Shinault, C. (1996). Rapid Sand Filtration. Blacksburg: Virginia
Technology.
Schroeder, E. D. (1977). Water and Wastewater Treatment. New York: McGraw-Hill
Education.
Schulz, C. R., & Okun, D. A. (1984). Surface Water Treatment for Communities in
Developing Countries. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Simatupang, M. (2006). Morfologi, Struktur, Fisiologi, dan Metabolisme Bakteri. Medan:
Departemen Mikrobiologi, Universitas Sumatera Utara.
Soo, Y., Chada, N., Beckner, M., Romanos, J., Burress, J., & Pfeifer, P. (2013). Adsorbed
Methane Film Properties in Nanoporous Carbon Monoliths. 58(1)(M38 001).
Spiegel, M., & Stephens, L. (2007). Schaum's Outline of Statistics. New York: McGraw
Hill Professional.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Method). Bandung: Alfabeta.
Susana, T. (2003). Air Sebagai Sumber Kehidupan. Jakarta: Bidang Dinamika Laut, Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI.
Sutherland, K., & Chase, G. (2008). Filters and Filtration Handbook 5th Edition.
Amsterdam: Elsevier Science.

Universitas Indonesia
201

Sutrisno. (2008). Penentuan Salinitas Air dan Jenis Pakan Alami yang Tepat dalam
Pemeliharaan Benih Ikan Sidat. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1), 71-77.
Sutrisno, C. T., & Suciastuti, E. (2002). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka
Cipta.
Triatmojo, B. (2008). Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Troyan, J. J., & Hansen, S. P. (1989). Treatment of Microbial Contaminants in Potable
Water Supplies. New Jersey: Noyes Data Corporation, Park Ridge.
U.S EPA. (2015). Operating Procedure: Wastewater Flow Measurement. Georgia:
United States Environmental Protection Agency.
UI GreenMetric. (2020, May 11). Peringkat Fakultas. Diambil kembali dari
Sustainability at Universitas Indonesia: green.ui.ac.id
Unger, M. C. (2007). The Role of Schmutzdecke in E.Coli Removal in Slow Sand and
Riverbank Filtration. United States: UMI.
Universitas Indonesia. (2018). University of Indonesia Sustainability. Depok, Jawa Barat:
Universitas Indonesia.
Van Dijk, J. C., & Ooman, J. H. (1978). Slow Sand Filtration for Community Water
Supply in Developing Countries: A Design and Construction Manual. The Hague,
Netherlands: WHO International Reference Center for Community Water Supply.
Visscher, J. T. (1990). Slow Sand Filtration: Design, Operation, and Maintenance (Vol.
82). Denver, Colorado: American Water Works Association.
Yao, K., Habibian, M. T., & O'Melia, C. R. (1971). Water and Wastewater Filtration:
Concepts and Application. 5(11), 1105-1112.
Zed, M. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Universitas Indonesia
202

LAMPIRAN
HASIL PERHITUNGAN DAN PROYEKSI JUMLAH SIVITAS DAN
KEBUTUHAN AIR BERSIH FIK UI

Universitas Indonesia
203

1. Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019


TAHUN
Program Studi
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sarjana (Kelas Reguler) 446 455 465 465 464 522
Sarjana (Kelas Ekstensi) 94 102 99 98 88 107
Profesi 135 134 137 149 147 178
Magister 363 393 388 291 250 324
Spesialis Kep. Komunitas 17 18 18 18 12 18
Spesialis Kep. Maternitas 11 10 13 9 12 16
Spesialis Kep. Medikal Bedah 31 19 34 48 37 49
Spesialis Kep. Jiwa 22 22 23 23 13 35
Spesialis Kep. Anak 15 28 21 26 14 29
Doktor 68 69 65 76 86 93
TOTAL MAHASISWA 1202 1250 1263 1203 1123 1371

2. Jumlah Dosen dan Tenaga Pendidik FIK UI 2014-2019

TAHUN
PEGAWAI
2014 2015 2016 2017 2018 2019

DOSEN 74 76 82 82 78 82
TENDIK 47 51 53 54 53 54
TOTAL 121 127 135 136 131 136

3. Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019 Metode Aritmatik

%
JUMLAH PERTAMBAHAN PROYEKSI
TAHUN N K
MAHASISWA JUMLAH MAHASISWA
MAHASISWA
2014 1202 0.00 0 28.17 1202.00
2015 1250 0.04 1 1230.17
2016 1263 0.01 2 1258.33
2017 1203 -0.05 3 1286.50
2018 1123 -0.07 4 1314.67
2019 1371 0.22 5 1342.83
LAJU TUMBUH 0.03
STDV 52.695
R 0.261

Universitas Indonesia
204

4. Proyeksi Jumlah Dosen Tenaga Pendidik FIK UI 2014-2019 Metode Aritmatik

%
JUMLAH PERTAMBAHAN Proyeksi
TAHUN N K
PENDIDIK JUMLAH PENDIDIK
PENDIDIK
2014 121 0.000 0 2.5 121
2015 127 0.050 1 2.5 123.5
2016 135 0.063 2 2.5 126
2017 136 0.007 3 2.5 129
2018 131 -0.037 4 2.5 131
2019 136 0.038 5 2.5 134
LAJU TUMBUH 0.038
STDV 2.5
R 0.78738

5. Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2020-2042 Metode Aritmatik


LAJU
TAHUN PO n TUMBUH K PROYEKSI
2020 1371 1 0.03 28.167 1399
2021 1371 2 0.03 28.167 1427
2022 1371 3 0.03 28.167 1456
2023 1371 4 0.03 28.167 1484
2024 1371 5 0.03 28.167 1512
2025 1371 6 0.03 28.167 1540
2026 1371 7 0.03 28.167 1568
2027 1371 8 0.03 28.167 1596
2028 1371 9 0.03 28.167 1625
2029 1371 10 0.03 28.167 1653
2030 1371 11 0.03 28.167 1681
2031 1371 12 0.03 28.167 1709
2032 1371 13 0.03 28.167 1737
2033 1371 14 0.03 28.167 1765
2034 1371 15 0.03 28.167 1794
2035 1371 16 0.03 28.167 1822
2036 1371 17 0.03 28.167 1850
2037 1371 18 0.03 28.167 1878
2038 1371 19 0.03 28.167 1906
2039 1371 20 0.03 28.167 1934
2040 1371 21 0.03 28.167 1963
2041 1371 22 0.03 28.167 1991
2042 1371 23 0.03 28.167 2019

Universitas Indonesia
205

6. Proyeksi Jumlah Dosen Tenaga Pendidik FIK UI 2020-2042 Metode Aritmatik


LAJU
TAHUN PO n TUMBUH K PROYEKSI
2020 136 1 0.038 2.5 139
2021 136 2 0.038 2.5 141
2022 136 3 0.038 2.5 144
2023 136 4 0.038 2.5 146
2024 136 5 0.038 2.5 149
2025 136 6 0.038 2.5 151
2026 136 7 0.038 2.5 154
2027 136 8 0.038 2.5 156
2028 136 9 0.038 2.5 159
2029 136 10 0.038 2.5 161
2030 136 11 0.038 2.5 164
2031 136 12 0.038 2.5 166
2032 136 13 0.038 2.5 169
2033 136 14 0.038 2.5 171
2034 136 15 0.038 2.5 174
2035 136 16 0.038 2.5 176
2036 136 17 0.038 2.5 179
2037 136 18 0.038 2.5 181
2038 136 19 0.038 2.5 184
2039 136 20 0.038 2.5 186
2040 136 21 0.038 2.5 189
2041 136 22 0.038 2.5 191
2042 136 23 0.038 2.5 194

7. Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2014-2019 Metode Geometrik


Jumlah Proyeksi
TAHUN n Ra Po
Mahasiswa Mahasiswa
2014 1202 0 0.0267 1202 1202
2015 1250 1 0.0267 1234 1202
2016 1263 2 0.0267 1267 1202
2017 1203 3 0.0267 1301 1202
2018 1123 4 0.0267 1335 1202
2019 1371 5 0.0267 1371 1202
STDV 63.237
R 0.269

Universitas Indonesia
206

8. Proyeksi Jumlah Dosen Tenaga Pendidik FIK UI 2014-2019 Metode Geometrik

JUMLAH Proyeksi
TAHUN n Ra Po
PENDIDIK Pendidik
2014 121 0 0.0602 121 121
2015 127 1 0.0602 121 128
2016 135 2 0.0602 121 136
2017 136 3 0.0602 121 144
2018 131 4 0.0602 121 153
2019 136 5 0.0602 121 162
STDV 15.366
R 0.760

9. Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2020-2042 Metode Geometrik


TAHUN PO n Ra Proyeksi
2020 1371 1 0.0267 1408
2021 1371 2 0.0267 1445
2022 1371 3 0.0267 1484
2023 1371 4 0.0267 1523
2024 1371 5 0.0267 1564
2025 1371 6 0.0267 1605
2026 1371 7 0.0267 1648
2027 1371 8 0.0267 1692
2028 1371 9 0.0267 1737
2029 1371 10 0.0267 1784
2030 1371 11 0.0267 1831
2031 1371 12 0.0267 1880
2032 1371 13 0.0267 1930
2033 1371 14 0.0267 1982
2034 1371 15 0.0267 2034
2035 1371 16 0.0267 2089
2036 1371 17 0.0267 2144
2037 1371 18 0.0267 2201
2038 1371 19 0.0267 2260
2039 1371 20 0.0267 2320
2040 1371 21 0.0267 2382
2041 1371 22 0.0267 2446
2042 1371 23 0.0267 2511

Universitas Indonesia
207

10. Proyeksi Jumlah Dosen Tenaga Pendidik FIK UI 2020-2042 Metode Geometrik
TAHUN PO n Ra Proyeksi
2020 136 1 0.0602 144
2021 136 2 0.0602 153
2022 136 3 0.0602 162
2023 136 4 0.0602 172
2024 136 5 0.0602 182
2025 136 6 0.0602 193
2026 136 7 0.0602 205
2027 136 8 0.0602 217
2028 136 9 0.0602 230
2029 136 10 0.0602 244
2030 136 11 0.0602 259
2031 136 12 0.0602 274
2032 136 13 0.0602 291
2033 136 14 0.0602 308
2034 136 15 0.0602 327
2035 136 16 0.0602 346
2036 136 17 0.0602 367
2037 136 18 0.0602 389
2038 136 19 0.0602 413
2039 136 20 0.0602 438
2040 136 21 0.0602 464
2041 136 22 0.0602 492
2042 136 23 0.0602 521

11. Tabel Regresi Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI Metode Regresi Liner

TAHUN x y x2 y2 xy a b
2014 1 1202 1 1444804 1202 1194.933 11.54286
2015 2 1250 4 1562500 2500
2016 3 1263 9 1595169 3789
2017 4 1203 16 1447209 4812
2018 5 1123 25 1261129 5615
2019 6 1371 36 1879641 8226
Ƹ 21 7412 91 9190452 26144

Universitas Indonesia
208

12. Hasil Proyeksi Jumlah Mahasiswa FIK UI 2020-2042 Metode Regresi Linier
TAHUN x Proyeksi
2014 1 1206
2015 2 1218
2016 3 1230
2017 4 1241
2018 5 1253
2019 6 1264
2020 7 1276
2021 8 1287
2022 9 1299
2023 10 1310
2024 11 1322
2025 12 1333
2026 13 1345
2027 14 1357
2028 15 1368
2029 16 1380
2030 17 1391
2031 18 1403
2032 19 1414
2033 20 1426
2034 21 1437
2035 22 1449
2036 23 1460
2037 24 1472
2038 25 1484
2039 26 1495
2040 27 1507
2041 28 1518
2042 29 1530

STDV 52.86
R 0.234

Universitas Indonesia
209

13. Tabel Regresi Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Pendidik FIK UI Metode Regresi
Linier

TAHUN x y x2 y2 xy a b
2014 1 121 1 14641 121 122.2 2.514286
2015 2 127 4 16129 254
2016 3 135 9 18225 405
2017 4 136 16 18496 544
2018 5 131 25 17161 655
2019 6 136 36 18496 816
Ƹ 21 786 91 103148 2795

14. Hasil Proyeksi Jumlah Dosen dan Tenaga Pendidik FIK UI 2020-2042 Metode
Regresi Linier

TAHUN n Proyeksi TAHUN n Proyeksi


2014 1 125 2025 12 152
2015 2 127 2026 13 155
2016 3 130 2027 14 157
2017 4 132 2028 15 160
2018 5 135 2029 16 162
2019 6 137 2030 17 165
2020 7 140 2031 18 167
2021 8 142 2032 19 170
2022 9 145 2033 20 172
2023 10 147 2034 21 175
2024 11 150 2035 22 178
2036 23 180
2037 24 183
2038 25 185
2039 26 188
2040 27 190
2041 28 193
2042 29 195
STDV 8.5
R 0.773

Universitas Indonesia
210

15. Hasil Proyeksi Sivitas FIK UI Metode Pilihan Aritmatik


PROYEKSI SIVITAS FIK UI TOTAL
TAHUN MAHASISWA PENDIDIK TOTAL
2020 1399 139 1538
2021 1427 141 1568
2022 1456 144 1599
2023 1484 146 1630
2024 1512 149 1660
2025 1540 151 1691
2026 1568 154 1722
2027 1596 156 1752
2028 1625 159 1783
2029 1653 161 1814
2030 1681 164 1844
2031 1709 166 1875
2032 1737 169 1906
2033 1765 171 1936
2034 1794 174 1967
2035 1822 176 1998
2036 1850 179 2028
2037 1878 181 2059
2038 1906 184 2090
2039 1934 186 2120
2040 1963 189 2151
2041 1991 191 2182
2042 2019 194 2212

Universitas Indonesia
211

16. Hasil Proyeksi Kebutuhan Air Bersih dan Debit Desain FIK UI 2022-2042

KEBUTUHAN
STANDAR KEBUTUHAN TOTAL
KEBUTUHAN AIR BERSIH DEBIT DEBIT
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH KEBUTUHAN FAKTOR
TAHUN AIR LAB HARIAN INSTALASI DESAIN
AIR BERSIH SIVITAS AIR BERSIH MAKSIMUM MAKSIMUM
Jiwa L/jiwa/hari L/hari L/hari L/detik L/detik L/detik L/detik
2022 1599 80 127920.00 12792.00 1.63 1.2 1.95 0.20 2.15
2023 1630 80 130373.33 13037.33 1.66 1.2 1.99 0.20 2.19
2024 1660 80 132826.67 13282.67 1.69 1.2 2.03 0.20 2.23
2025 1691 80 135280.00 13528.00 1.72 1.2 2.07 0.21 2.27
2026 1722 80 137733.33 13773.33 1.75 1.2 2.10 0.21 2.31
2027 1752 85 148948.33 14894.83 1.90 1.2 2.28 0.23 2.50
2028 1783 85 151555.00 15155.50 1.93 1.2 2.32 0.23 2.55
2029 1814 85 154161.67 15416.17 1.96 1.2 2.36 0.24 2.59
2030 1844 85 156768.33 15676.83 2.00 1.2 2.40 0.24 2.63
2031 1875 85 159375.00 15937.50 2.03 1.2 2.43 0.24 2.68
2032 1906 90 171510.00 17151.00 2.18 1.2 2.62 0.26 2.88
2033 1936 90 174270.00 17427.00 2.22 1.2 2.66 0.27 2.93
2034 1967 90 177030.00 17703.00 2.25 1.2 2.70 0.27 2.98
2035 1998 90 179790.00 17979.00 2.29 1.2 2.75 0.27 3.02
2036 2028 90 182550.00 18255.00 2.32 1.2 2.79 0.28 3.07
2037 2059 95 195605.00 19560.50 2.49 1.2 2.99 0.30 3.29
2038 2090 95 198518.33 19851.83 2.53 1.2 3.03 0.30 3.34
2039 2120 95 201431.67 20143.17 2.56 1.2 3.08 0.31 3.39
2040 2151 95 204345.00 20434.50 2.60 1.2 3.12 0.31 3.43

Universitas Indonesia
212

KEBUTUHAN
STANDAR KEBUTUHAN TOTAL
KEBUTUHAN AIR BERSIH DEBIT DEBIT
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH KEBUTUHAN FAKTOR
TAHUN AIR LAB HARIAN INSTALASI DESAIN
AIR BERSIH SIVITAS AIR BERSIH MAKSIMUM MAKSIMUM
jiwa L/jiwa/hari L/hari L/hari L/detik L/detik L/detik l/detik
2041 2182 95 207258.33 20725.83 2.64 1.2 3.17 0.32 3.48
2042 2212 100 221233.33 22123.33 2.82 1.2 3.38 0.34 3.72

Universitas Indonesia
213

LAMPIRAN
GAMBAR DESAIN AUTOCAD

Universitas Indonesia
214

Universitas Indonesia
215

Universitas Indonesia
216

Universitas Indonesia
217

Universitas Indonesia
218

Universitas Indonesia
219

Universitas Indonesia
220

Universitas Indonesia
221

Universitas Indonesia
222

Universitas Indonesia
223

Universitas Indonesia
224

Universitas Indonesia
225

Universitas Indonesia
226

Universitas Indonesia
227

Universitas Indonesia
228

Universitas Indonesia
229

Universitas Indonesia
230

Universitas Indonesia
231

Universitas Indonesia
232

Universitas Indonesia
233

Universitas Indonesia
234

Universitas Indonesia
235

Universitas Indonesia
236

Universitas Indonesia
237

Universitas Indonesia
238

Universitas Indonesia
239

Universitas Indonesia
240

Universitas Indonesia
241

Universitas Indonesia
242

Universitas Indonesia
243

Universitas Indonesia
244

Universitas Indonesia
245

Universitas Indonesia
246

Universitas Indonesia
247

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai