Anda di halaman 1dari 85

TA/TL/2020/1236

TUGAS AKHIR
PERUBAHAN PARAMETER FISIKA PADA
PROSES BIODEGRADASI LIMBAH TENUN OLEH
BAKTERI INDIGENOUS

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi


Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Teknik Lingkungan

SHONIA DWI RATNASARI


16513131

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
TUGAS AKHIR
PERUBAHAN PARAMETER FISIKA PADA PROSES
BIODEGRADASI LIMBAH TENUN OLEH BAKTERI
INDIGENOUS

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi


Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Teknik Lingkungan

SHONIA DWI RATNASARI


16513131

Disetujui,
Dosen Pembimbing:

Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng. Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng.
NIK. 165131306 NIK. 095130403
Tanggal: 12 November 2020 Tanggal: 5 November 2020

Mengetahui,
Ketua Prodi Teknik Lingkungan FTSP UII

Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D.


NIK. 025100406
Tanggal: 16 November 2020
HALAMAN PENGESAHAN

PERUBAHAN PARAMETER FISIKA PADA


PROSES BIODEGRADASI LIMBAH TENUN OLEH
BAKTERI INDIGENOUS

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji

Hari : Jumat
Tangggal : 2 Oktober 2020

Disusun Oleh:

SHONIA DWI RATNASARI


16513131

Tim Penguji :

Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng.

Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng.

Dewi Wulandari, S. Hut., M.Agr., Ph.D. ( )


PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik apapun, baik di Universitas Islam Indonesia maupun di perguruan
tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini adalah merupakan gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Dosen Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain, kecuali
secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama penulis dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Program software komputer yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya
menjadi tanggungjawab saya, bukan tanggungjawab Universitas Islam
Indonesia.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sangsi akademik dengan pencabutan gelar yang sudah
diperoleh, serta sangsi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan
tinggi.

Yogyakarta, 20 Juli 2020


Yang membuat pernyataan,

Shonia Dwi Ratnasari


NIM: 16513131
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Desember 2019 ini ialah
Perubahan Parameter Fisika pada Proses Biodegradasi Limbah Tenun oleh
Bakteri Indigenous.
Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk memenuhi syarat akademik untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknik bagi mahasiswa Program S1 Program Studi
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam
Indonesia.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak mendapat semangat,
dukungan, dorongan dan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan
kekuatan bagi peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
2. Kepada kedua orang tua tercinta Ibu Sri Indarwati dan Bapak Minoto, serta
kakak-kakak saya Agung Pulung Indarto dan Dinda Arya Arwanda yang
selama ini telah membantu peneliti dalam bentuk perhatian, kasih sayang,
semangat baik moril maupun materil, serta doa yang tidak henti-hentinya
mengalir demi kelancaran dan kesuksesan peneliti dalam menyelesaikan
tugas akhir ini,
3. Kepada Bapak Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing
yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan semangat kepada
peneliti, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan,
4. Kepada Bapak Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng., selaku dosen
pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, arahan dan semangat
kepada peneliti, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan,
5. Kepada Ibu Dewi Wulandari, S. Hut., M. Agr., Ph. D, selaku dosen penguji
yang selalu memberikan bimbingan, arahan dan semangat kepada peneliti,
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan,
6. Kepada Bapak Yebi Yuriandala, S.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing
akademik yang senantiasa memberikan arahan dan masukan sejak awal
perkuliahan hingga akhir masa studi,
7. Segenap dosen dan seluruh staf akademik yang selalu membantu dalam
memberikan fasilitas, ilmu, serta pendidikan pada peneliti hingga dapat
menunjang dalam penyelesaian tugas akhir ini,
8. Seluruh laboran dari Laboratorium Kualitas Lingkungan atas seluruh bantuan
selama penelitian di laboratorium,
9. Irfan Noor Pambudi, Afafun Nafisah, Itsna Maulidya, Zakia Ganjarrina Siwi,
M. Askuroini, M.Ismail dan M. Akbar Ardhiansyah selaku kelompok tugas
akhir yang telah berjuang bersama dalam penelitian maupun penyusunan
laporan tugas akhir ini,
10. Teman terdekat Zada Syahna Haditama yang telah memberikan semangat,
dukungan dan bantuan selama penyusunan laporan tugas akhir ini,
11. Teman teman di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Angkatan 2016 yang telah
bersama-sama berjuang baik selama kuliah maupun dalam kehidupan sehari-
hari, semoga persaudaraan ini selalu terjaga,
12. Mbak lisa dan mbak dina selaku kakak tingkat yang selalu memberikan
bantuan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
13. Devy Nur Adiana, Heppy Fani Krismaningrum, Devy Arum Sari, Elisa Nadia
Arinta selaku sahabat yang selalu memberikan dukungan dan hiburan disaat
rehat dari penelitian tugas akhir,
14. Keluarga besar KKN UII Desa Wonodadi, Kecamatan Buayan, Kabupaten
Kebumen, khususnya unit 112 (Zada Syahna Haditama, Rizki, Fairus,
Alfreda, Arif Wasiludin dan Utami Sariningrum) yang telah memberikan
semangat dan hiburan disaat rehat dari penelitian tugas akhir ini,
15. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak
terdapat berbagai kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengahrapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi menyempurnakan laporan tugas akhir ini.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat dan dapat ditindaklanjuti dengan
pengimplementasian.

Yogyakarta, 20 Juli 2020

Shonia Dwi Ratnasari


ABSTRAK
Shonia Dwi Ratnasari. Perubahan Parameter Fisika pada Proses Biodegradasi
Limbah Tenun oleh Bakteri Indigenous. Dibimbing oleh Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T.,
M.Eng. dan Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng.

Industri tenun Troso di Kabupaten Jepara mengalami peningkatan setiap


tahunnya. Semakin tinggi permintaan tekstil tenun, dapat menyebabkan
peningkatan yang seimbang antara produksi dan limbah produksi. Berdasakan uji
karakteristik limbah cair tenun Troso kandungan Total Suspended Solid (TSS),
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan fenol
melebihi ambang batas baku mutu yang dipersyaratkan. Oleh karenanya,
pengolahan secara biologis menggunakan mikroorganisme dengan memanfaatkan
bakteri pengurai (biodegradasi) dalam pengolahan limbah tenun menjadi alternatif
yang sederhana dan ekonomis. Bakteri indigenous dipilih sebagai bakteri
pendegradasi dikarenakan bakteri tersebut secara alami hidup bebas di alam yang
berasal dari habitatnya sendiri, sehingga bakteri dapat tumbuh dan berkembangbiak
dengan mudah karena tidak perlu menyesuaikan diri lagi dengan lingkungannya.
Dalam penentuan pendegradasian senyawa organik oleh bakteri indigenous, maka
terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan diantaranya parameter fisik seperti,
suhu, pH, daya hantar listrik dan Total Dissolved Solid (TDS). Pada penelitian ini
parameter pH dan TDS cenderung mengalami penurunan. Sedangkan parameter
suhu dan daya hantar listrik cenderung konstan dan fluktuatif. Adapun bakteri NA
T2 C2 yang berasal dari tanah yang ditanami talas (Colocasia esculenta) dan bakteri
B7 A1 yang berasal dari tanah yang ditanami rumput jariji memiliki potensi dalam
proses biodegradasi yang cukup baik dibandingkan dengan bakteri lainnya.

Kata kunci: Biodegradasi, DHL, Indigenous, pH, suhu, TDS, Troso


ABSTRACT
Shonia Dwi Ratnasari. Change of Physical Parameters in Biodegradation Process
by Indigenous Bacteria in Weaving Wastewater. Supervised by Dr. Joni Aldilla
Fajri, S.T., M.Eng. and Dr. Eng. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng.

Troso weaving industry in Jepara has increased every year. The higher
demand for woven textiles can cause a balanced increase between production and
production waste. Based on the test of Troso woven wastewater characteristics, the
Total Suspended Solid (TSS), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical
Oxygen Demand (COD) and phenol contents exceed the required quality standards.
Therefore, biological treatment using microorganisms by utilizing decomposing
bacteria (biodegradation) in the processing of weaving waste becomes a simple and
economical alternative. Indigenous bacteria are chosen as degrading bacteria
because these bacteria naturally live freely in nature originating from their own
habitat, so that bacteria can grow and multiply easily because they do not need to
adjust to their environment. In determining the degradation of organic compounds
by indigenous bacteria, there are several factors that need to be considered
including physical parameters such as temperature, pH, electrical conductivity and
Total Dissolved Solid (TDS). In this study, pH and TDS parameters tended to
decrease. Temperature and electrical conductivity parameters tend to be constant
and fluctuating. Meanwhile, NA T2 C2 bacteria originating from soil planted with
talas (Colocasia esculenta) and B7 A1 bacteria from soil planted with Jariji grass
have the potential for biodegradation process which is quite good compared to
other bacteria.

Keywords: Biodegradation, electrical conductivity, Indigenous, pH, temperature,


TDS, Troso
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
1.5 Ruang Lingkup .............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Industri Tenun Troso ..................................................................................... 5
2.2 Proses Pembuatan Tenun Troso .................................................................... 5
2.3 Limbah Cair Tenun Troso ............................................................................. 6
2.4 Biodegradasi .................................................................................................. 7
2.5 Bakteri Indigenous ........................................................................................ 8
2.6 Isolasi Bakteri .............................................................................................. 10
2.7 Parameter Fisika .......................................................................................... 10
2.7.1 Suhu ...................................................................................................... 10
2.7.2 pH.......................................................................................................... 11
2.7.3 Total Dissolved Solid (TDS) ................................................................. 11
2.7.4 Daya Hantar Listrik (DHL)................................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... 15
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................... 15
3.2 Metode Penelitian ........................................................................................ 15
3.3 Sampling ...................................................................................................... 16
3.4 Isolasi Bakteri Indigenous ........................................................................... 17
3.4.1 Identifikasi Bakteri ............................................................................... 18
3.4.2 Kulturisasi Bakteri ................................................................................ 18
3.5 Pembuatan Reaktor Limbah Skala Laboratorium ....................................... 20

i
3.6 Running Reaktor .......................................................................................... 20
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 23
4.1 Morfologi Bakteri Indigenous ..................................................................... 23
4.2 Karakteristik Parameter Fisika .................................................................... 24
4.2.1 Karakteristik Parameter Suhu ............................................................... 25
4.2.2 Karakteristik Parameter pH ................... Error! Bookmark not defined.
4.2.3 Karakteristik Parameter TDS ................. Error! Bookmark not defined.
4.2.4 Karakteristik Parameter DHL ................ Error! Bookmark not defined.
4.3 Korelasi antara Parameter pH dan DHL ...................................................... 36
4.3.1 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Reaktor Kontrol ........... 36
4.3.2 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Bakteri NA T4 B3 ........ 38
4.3.2 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Bakteri B7 A1 .............. 40
4.3.3 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Bakteri NA T2 C2 ........ 42
4.4 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL ................................................... 44
4.4.1 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada reaktor kontrol ........... 44
4.4.2 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada bakteri NA T4 B3 ...... 45
4.4.3 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada bakteri B7 A1 ............ 48
4.4.4 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada bakteri NA T2 C2 ...... 49
4.5 Pengaruh Variasi Beban Limbah terhadap Kinerja Bakteri ........................ 51
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 53
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 53
5.2 Saran ............................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 55
LAMPIRAN .......................................................................................................... 59

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh Penggunaan Isolat Indigenous Pada Pengendalian Badan


Air Tercemar ...................................................................................... 8
Tabel 3. 1 Hasil Pengukuran Optical Density (OD) ......................................... 19
Tabel 3.2 Jadwal Pengujian Parameter............................................................. 20
Tabel 4. 1 Sumber bakteri indigenous pada tanah............................................ 23
Tabel 4.2 Ciri-ciri Morfologi pada Koloni Bakteri Indigenous yang
Terpilih............................................................................................. 24
Tabel 4. 3 Karaktersitik Koloni Bakteri Indigenous ........................................ 25
Tabel 4. 4 Nilai Korelasi dan Interpretasi ........................................................ 51
Tabel 4. 5 Nilai R2 pada pengolahan air limbah dengan bakteri indigenous
.................................................................................................................... 52
Tabel 4. 6 Nilai R pada pengolahan air limbah dengan bakteri indigenous ..... 52

iii
iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses pewarnaan ........................................................................... 5


Gambar 2.2 Proses pengeringan ......................................................................... 6
Gambar 3. 1 Kondisi sungai di sekitar industri tenun Troso ............................ 15
Gambar 3. 2 Alur pengerjaan penelitian .......................................................... 16
Gambar 3. 3 Pengambilan sampel air limbah................................................... 17
Gambar 3. 4 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah ............................................ 17
Gambar 3. 5 Tahapan Kulturisasi Bakteri ........................................................ 19
Gambar 3.6 Reaktor Skala Laboratorium......................................................... 20
Gambar 4. 1 Grafik suhu pada konsentrasi 25%
............................................................................................................................... Er
ror! Bookmark not defined.
Gambar 4.2 Grafik suhu pada konsentrasi 50% Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.3 Grafik suhu pada konsentrasi 75% Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.4 Grafik suhu pada konsentrasi 100%Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.5 Grafik pH pada konsentrasi 25% ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.6 Grafik pH pada konsentrasi 50% ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.7 Grafik pH pada konsentrasi 75% ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.8 Grafik pH pada konsentrasi 100% . Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.9 Grafik TDS pada konsentrasi 25% Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.10 Grafik TDS pada konsentrasi 50%Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.11 Grafik TDS pada konsentrasi 75%Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.12 Grafik TDS pada konsentrasi 100%Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.13 Grafik DHL pada konsentrasi 25%Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.14 Grafik DHL pada konsentrasi 50%Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.15 Grafik DHL pada konsentrasi 75%Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.16 Grafik DHL pada konsentrasi 100%Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 17 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 25% ......................................................................................... 36
Gambar 4. 18 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 50% ......................................................................................... 37
Gambar 4. 19 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 75% ......................................................................................... 37
Gambar 4. 20 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 100% ....................................................................................... 37
Gambar 4. 21 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 25% ......................................................................................... 38
Gambar 4. 22 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 50% ......................................................................................... 38
Gambar 4. 23 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 75% ......................................................................................... 39

v
Gambar 4. 24 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 100% ....................................................................................... 39
Gambar 4. 25 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi
25% ............................................................................................................. 40
Gambar 4. 26 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi
50% ............................................................................................................. 41
Gambar 4. 27 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi
75% ............................................................................................................. 41
Gambar 4. 28 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi
100% ........................................................................................................... 41
Gambar 4. 29 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 25% ......................................................................................... 42
Gambar 4. 30 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 50% ......................................................................................... 42
Gambar 4. 31 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 75% ......................................................................................... 43
Gambar 4.32 Hubungan antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 100% ....................................................................................... 43
Gambar 4. 33 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 25% ......................................................................................... 44
Gambar 4. 34 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 50% ......................................................................................... 44
Gambar 4. 35 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 75% ......................................................................................... 44
Gambar 4. 36 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada
konsentrasi 100% ....................................................................................... 44
Gambar 4. 37 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 25% ......................................................................................... 46
Gambar 4. 38 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 50% ......................................................................................... 46
Gambar 4. 39 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 75% ......................................................................................... 47
Gambar 4. 40 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada
konsentrasi 100% ....................................................................................... 47
Gambar 4. 41 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada
konsentrasi 25% ......................................................................................... 48
Gambar 4. 42 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada
konsentrasi 50% ......................................................................................... 48
Gambar 4. 43 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada
konsentrasi 75% ......................................................................................... 48
Gambar 4. 44 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada
konsentrasi 100% ....................................................................................... 49
Gambar 4. 45 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 25% ......................................................................................... 49
Gambar 4. 46 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 50% ......................................................................................... 50
Gambar 4. 47 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 75% ......................................................................................... 50

vi
Gambar 4. 48 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada
konsentrasi 100% ....................................................................................... 50

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri tekstil merupakan salah satu industri manufaktur terbesar baik di


Indonesia maupun di dunia. Tekstil merupakan bahan atau material yang dibuat dari
proses penenunan benang. Industri tekstil telah berkembang setiap tahunnya
sebesar 0,85% (Christian dkk, 2007). Tekstil tenun merupakan salah satu dari
industri tekstil yang berkembang pesat. Salah satu daerah yang mengembangkan
industri tekstil tenun adalah Kabupaten Jepara yang biasa dikenal dengan Tenun
Troso yang berada di Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Berdasarkan data Bappeda tahun 2012 unit usaha tenun troso terus meningkat,
jumlah usaha tenun troso sekitar 435 unit, sedangkan data BPS Kabupaten Jepara
pada tahun 2015 unit usaha tenun troso mencapai 724 unit, sehingga mengalami
peningkatan 66,44% bila dibandingkan tahun 2012.
Semakin tinggi permintaan tekstil tenun, dapat menyebabkan peningkatan
yang seimbang antara produksi dan limbah produksi. Pencemaran yang terjadi di
Desa Troso diakibatkan oleh limbah cair yang dihasilkan dari proses pewarnaan
benang dan kain yang menggunakan bahan kimia seperti caustic soda, senyawa
amorf, naftol, hidro sulfite, klorin, klorida dan lain-lain. Berdasakan uji
karakteristik limbah cair tenun troso mengandung Total Suspended Solid (TSS)
sebesar 520 mg/L, kromium total 0,003 mg/L, Biological Oxygen Demand (BOD)
sebesar 1935 mg/L, Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 5593 mg/L, fenol
sebesar 2,348 mg/L dan pH sebesar 8 (Nuha dkk, 2016). Berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah,
kandungan maksimum yang diperkenankan untuk BOD sebesar 60 mg/L, COD
sebesar 150 mg/L, TSS sebesar 50 mg/L, fenol sebesar 0,5 mg/L dan kromium total
sebesar 1 mg/L. Sehingga dari data tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku,
kandungan TSS, BOD, COD dan fenol melebihi ambang batas baku mutu yang
dipersyaratkan.
Di Desa Troso sendiri sudah dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) namun tidak dimanfaatkan dengan efisien dikarenakan IPAL bersifat top
down sehingga masyarakat merasa tidak dilibatkan dan tetap membuang limbah ke
sungai. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada lingkungan, terutama pada
ekosistem air bila limbah cair dibuang secara langsung ke sungai maupun ke laut
tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Adapun kandungan dari limbah tekstil adalah
zat pewarna sintesis yang mana dapat merusak ekosistem air, menimbulkan
kekeruhan yang dapat menghalangi cahaya matahari untuk fotosintesis dan juga
menimbulkan efek karsinogen dan mutagenik. Selain zat warna, kandungan lain
dari limbah tekstil tersebut sukar larut atau sukar diuraikan, seperti amonia, garam
dan logam berat.
Pembuangan limbah pewarna tekstil tidak hanya berdampak pada perairan
(berubahnya warna air sungai) namun juga pada pertanian, dibuktikan dengan
warna tanaman padi yang mendapat pengairan dari air yang tercemar air limbah
berubah menjadi sedikit lebih menguning. Selain itu, bau yang tidak sedap dari

1
2

limbah pewarna tekstil juga sangat menganggu masyarakat sekitar (Wasiyanto,


2004).
Menurut Sugiharto (2008), efek dari air buangan yang tidak dikelola dengan
baik dapat mencemari lingkungan seperti, menimbulakan bau yang tidak sedap,
menimbulkan kerusakan pada benda atau bangunan, merusak keindahan (estetika)
dan juga menyebabkan berbagai penyakit sehingga membahayakan kesehatan
manusia. Logam berat yang terdapat pada limbah tenun seperti cadmium (Cd) dapat
berdampak pada kesehatan masyarakat, diantaranya menyebabkan penyakit paru-
paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjar
pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Rohayati dkk, 2017).
Dalam mengatasi tingkat pencemaran yang disebabkan oleh adanya limbah
tekstil terdapat berbagai macam pengolahan baik fisika, kimia maupun biologi.
Limbah tekstil memiliki karakteristik alkalinitas, padatan tersuspensi (Suspended
Solid), suhu dan Biochemical oxygen demand (BOD) yang tinggi. Ditinjau dari
bahan baku dan bahan penolong dalam proses pembuatan tekstil, limbah yang
dihasilkan mengandung konsentrasi BOD yang tinggi. Oleh karenanya, pengolahan
secara biologis menggunakan mikroorganisme dengan memanfaatkan bakteri
pengurai (biodegradasi) dalam pengolahan limbah tekstil menjadi alternatif yang
sederhana dan ekonomis karena pengurangan penggunaan bahan kimia.
Menurut Cheremisinoff (1996) biodegradasi didefinisikan sebagai suatu
proses oksidasi senyawa organik oleh mikroorganisme, baik di tanah, perairan, atau
pada instalasi pengolahan air limbah. Biodegradasi terjadi karena bakteri dapat
melakukan metabolisme zat organik melalui sistem enzim untuk menghasilkan
karbon dioksida, air, dan energi. Energi digunakan untuk sintesis, motilitas, dan
respirasi. Peran aktifitas bakteri sebagai pengurai (degradasi) senyawa organik
sehingga terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya bagi
kehidupan perairan. Senyawa organik yang terdapat dalam limbah seperti protein,
karbohidrat dan lemak dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber nutrisi
untuk menghasilkan energi. Menurut Goel (2010) kelebihan dari proses biologis
anaerobik adalah tidak mengeluarkan banyak sludge dan juga dapat mendegradasi
warna air limbah tekstil sebesar 99,4%. Keuntungan lainnya adalah yield biomass
untuk proses anaerob lebih rendah dibanding sistem aerob, aerasi tidak diperlukan
sehingga biaya dan pemakaian energi rendah. Sedangkan kelemahannya adalah
menimbulkan bau yang tidak sedap dari gas H2S yang dihasilkan.
Bakteri indigenous merupakan bakteri yang secara alami hidup bebas di alam
yang berasal dari habitatnya sendiri, sehingga bakteri dapat tumbuh dan
berkembangbiak dengan mudah karena tidak perlu menyesuaikan diri lagi dengan
lingkungannya (Arief dkk, 2010). Bakteri indigenous bekerja sebagai agen
bioremediasi limbah, agen pengendali hayati tanaman, penghasil antibiotik, pelarut
fosfat penghasil enzim-enzim potensial yang pemanfaatannya dapat digunakan
dalam berbagai macam bidang industri (Batubara dkk, 2015). Sehingga dalam
penentuan pendegradasian senyawa organik oleh bakteri indigenous, maka terdapat
beberapa faktor yang perlu diperhatikan diantaranya parameter fisika seperti, suhu,
pH, daya hantar listrik dan Total Dissolved Solid (TDS). Parameter tersebut dapat
mempengaruhi tersedianya bahan organik yang dibutuhkan oleh mikroba.
3

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang sudah dijelaskan, maka dapat


dirumuskan permasalahan yang dapat disusun adalah penggunaan pewarna sintetik
pada proses pembuatan tenun di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten
Jepara yang secara langsung dibuang ke sungai dan menimbulkan beberapa dampak
pada perairan, pertanian bahkan berdampak pada manusia. Pengolahan secara
biologis (biodegradasi) menggunakan bakteri indigenous menjadi salah satu
alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi kandungan pencemar pada
limbah tenun Troso. Sehingga dalam proses biodegradasi perlu adanya pemantauan
dari beberapa parameter fisika seperti suhu, pH, daya hantar listrik dan Total
Dissolved Solid (TDS).

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Menganalisis perubahan parameter fisika (suhu, pH, daya hantar listrik
dan Total Dissolved Solid) pada proses biodegradasi limbah tenun oleh
bakteri indigenous.
b. Mengetahui hubungan antara parameter TDS dengan DHL dan pH
dengan DHL pada proses biodegradasi dengan menggunakan bakteri
indigenous
c. Menentukan isolat bakteri indigenous yang lebih efektif dalam
mendegradasi air limbah tenun.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:


a. Memberikan rekomendasi alternatif pengolahan limbah tenun troso
melalui proses biodegradasi dengan penambahan bakteri indigenous.
b. Memberikan pengetahuan mengenai perubahan dari parameter fisika
dalam dalam mendegradasi air limbah tenun menggunakan bakteri
indigenous.
c. Memberikan pengetahuan mengenai isolat bakteri indigenous yang lebih
efektif dalam mendegradasi air limbah tenun.
d. Menjadi referensi dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitain ini meliputi:


a. Sampel air limbah berasal dari lokasi industri tenun Troso di Kecamatan
Pecangaan, Kabupaten Jepara.
b. Isolasi bakteri indigenous berasal dari tanah yang terkontaminasi limbah
tenun Troso.
c. Parameter fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu, pH,
daya hantar listrik dan TDS.
d. Pengolahan limbah tenun Troso menggunakan reaktor skala laboratorium.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Tenun Troso

Troso merupakan salah satu desa di Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara.


Desa ini mempunyai potensi industri tenun yang maju dan sudah dikenal sejak lama.
Keunikan dari tenun troso sendiri terletak pada motifnya yang cenderung
mengadopsi motif-motif dari luar daerah terutama motif dari Indonesia bagian
timur, yaitu : Bali, Flores dan Sumbawa (Hendro G, 2000). Tenun troso sudah
berkembang sejak tahun 1935 hingga saat ini. Kreativitas dari Desa Troso pun
semakin berkembang ditandai dengan warna, motif dan bahan yang digunakan
sangat bervariatif. Tenun troso tidak hanya dibuat dalam bentuk pakaian, namun
terdapat banyak produk yang dihasilkan seperti, selendang, sajadah, taplak meja,
tas, dan lain sebagainya (Ramadhani, 2015)

2.2 Proses Pembuatan Tenun Troso

Proses pembuatan tenun troso terbagi menjadi 4 tahapan, diantaranya :


a. Proses Ngeteng
Merupakan proses menyusun benang pada alat segi empat yang disebut
plangkan (bentangan benang di figura).
b. Proses Pemotifan
Pembuatan motif pada plankan dengan menggunakan tinta, benang pada
plankan diikat dengan tali rafia sesuai dengan bentuk motifnya.
c. Proses Pewarnaan (Menter)
Bahan yang digunakan dalam proses pewarnaan berupa pewarna sintetis
seperti naptol, direct, sulfur dan lain-lain, dengan cara mencelupkan
benang ke dalam pewarna secara berulang kali sesuai dengan jumlah
warna yang digunakan. Kemudian dijemur hingga kering dan melepas tali
rafia yang mengikat benang.

Gambar 2.1 Proses pewarnaan


(Sumber : Dokumentasi lapangan)

5
6

Gambar 2.2 Proses pengeringan


(Sumber : Dokumentasi lapangan)

d. Proses Penenunan
Menenun benang menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
menjadi kain. Sebelum adanya ATBM, masyarakat Troso menggunakan
alat tenun gendong dan hasil produksinya berupa lurik dan mori kasar.

2.3 Limbah Cair Tenun Troso

Limbah cair industri tenun tergolong limbah cair yang berasal dari proses
pewarnaan yang menggunakan senyawa kimia sintetis dan memiliki kekuatan
pencemar yang kuat. Secara umum, zat pewarna tekstil digolongkan menjadi zat
pewarna alami yang dapat berupa klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Zat
pewarna alami dapat diekstrak dari daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga
tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit
(Curcuma), teh akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal
(Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium
guajava), akan tetapi zat pewarna alami dianggap kurang praktis dan ketersediaan
serta warnanya terbatas. Sedangkan zat pewarna sintetik yang dibuat dengan reaksi
kimia dengan bahan dasar tar, arang, batu bara atau minyak bumi yang merupakan
hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan
antrasena. Bahan pewarna tersebut telah terbukti mampu mencemari lingkungan.
Berdasarkan penelitian Al-kdasi et all (2004) secara alami, adanya cahaya matahari
dapat mendekomposisi senyawa zat warna di lingkungan perairan, namun reaksi
tersebut berlangsung relatif lambat, karena intensitas cahaya UV yang sampai ke
permukaan bumi relatif rendah sehingga akumulasi zat warna ke dasar perairan atau
tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya.
Zat warna yang digunakan untuk proses pewarnaan tenun merupakan
gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom sebagai
pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Zat warna yang
banyak dipakai industri tekstil adalah remazol black, red dan golden yellow. Dalam
pewarnaan, senyawa ini hanya digunakan sekitar 5% sedangkan sisanya yaitu 95%
akan dibuang sebagai limbah (Suprihatin, 2014). Sedangkan pada penelitian
Ruzicka dkk (2014) dalam proses pewarnaan, senyawa yang digunakan hanya
sekitar 10% hingga 15% dan sisa zat pewarna yang sudah dipakai tidak dapat
digunakan ulang dan harus dibuang.
Limbah tekstil umumnya memiliki kandungan limbah organik phenol
(fenol). Senyawa fenol merupakan senyawa yang sangat beracun dan sulit
terdegradasi serta dapat menyebabkan rasa dan bau pada air. Limbah cair yang
7

berasal dari pencelupan zat warna reaktif umumnya mempunyai pH basa yakni >9,
hal ini disebabkan karena pada proses pencelupan menggunakan alkali untuk proses
fiksasi warna, sehingga pH larutan menjadi tinggi. Limbah cair juga berwarna
pekat, disebabkan karena tidak semua zat yang digunakan dapat berdiksasi dengan
serat. Limbah cair pewarnaan mempunyai kandungan COD (Chemical Oxygen
Demand) yang cukup tinggi, disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang
terkandung dalam limbah cair tersebut, seperti sisa zat warna, zat pembasah, dan
pembantu yang digunakan (Hidayat, 2014).
Jika industri tersebut membuang limbah cair, maka aliran limbah tersebut
akan melalui perairan di sekitar pemukiman. Dengan demikian mutu lingkungan
tempat tinggal penduduk menjadi turun. Limbah tersebut dapat menaikkan
kandungan organik seperti COD, BOD,TSS dan pH. Jika hal ini melampaui ambang
batas yang diperbolehkan, maka gejala yang paling mudah diketahui adalah
matinya organisme perairan (Al-kdasi, 2004).

2.4 Biodegradasi

Proses biodegradasi dapat dijadikan sebagai pengolahan biologis untuk


mengkatalisis perubahan dari berbagai macam bahan kimia yang dapat berdampak
pada pencemaran lingkungan. Prinsip dari proses biodegradasi adalah proses
penguraian senyawa kompleks dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme
yang dapat merombak limbah organik menjadi senyawa organik sederhana dan
mengkonversi dalam bentuk gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan energi yang
dibutuhkan mikroorganisme sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan dan proses
reproduksinya. Proses penguraian tersebut memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme sehingga terjadi perubahan integritas molekuler (Firdus dan
Muchlisin, 2010).
Biodegradasi terbagi menjadi dua yakni secara aerob dan anaerob.
Pengolahan limbah aerob merupakan metode penguraian bahan organik atau
anorganik dengan adanya oksigen (udara). Sedangkan pengolahan limbah anaerob
adalah sebuah metode penguraian bahan organik atau anorganik tanpa kehadiran
oksigen. Produk akhir dari degradasi anaerob adalah gas, paling banyak metana
(CH4), karbondioksida (CO2), dan sebagian kecil hidrogen sulfida (H2S) dan
hidrogen (H2). Bakteri anaerob tidak memerlukan oksigen bebas dan dapat bekerja
dengan baik pada suhu yang semakin tinggi hingga 40°C, serta pada pH sekitar 7.
Bakteri anaerob juga akan bekerja dengan baik pada keadaan yang gelap dan
tertutup.
Dalam proses anaerob, penguraian bahan organik oleh mikroorganisme
dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, fase non-methanogenic. Bakteri
pembentuk asam yang terdiri dari bakteri anaerob dan fakultatif menghidrolisis
senyawa organik komplek menjadi molekul sederhana. Glukosa yang terhidrolisis
menjadi gula sederhana dan protein yang dipecah menjadi asam amino, sementara
lemak tetap utuh. Metabolisme ini akan menekan pH dan menghambat
pertumbuhan bakteri dekomposisi. Tahap kedua, fase methanogenic (penghasil
metan). Mikroorganisme ini disebut sebagai bakteri pembentuk metan yang
memanfaatkan asam organik sebagai substrat dan memetabolisme asam organik
yang dibentuk oleh tahap pertama menjadi karbondioksida (CO2) dan metan (CH4).
Asam amino akan dipecah dan mengakibatkan pembentukan amonia yang
8

berfungsi untuk menetralkan asam dan meningkatkan pH bagi bakteri metan. Asam
lemak didekomposisi menjadi senyawa sederhana, yaitu CH4 dan CO2 (Seabloom,
2004).
Pada proses degradasi akan terjadi perbedaan atau variasi antara
mikroorganisme satu dengan mikroorganisme yang lain, karena setiap
mikroorganisme mempunyai karakteristik yang berbeda. Kecepatan proses
biodegradasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi pH, temperatur,
nutrien, mineral, oksigen, dan kelembaban harus menyesuaikan dengan jenis
mikroba yang akan digunakan sebagai biodegradator (Sumarsono, 2011).

2.5 Bakteri Indigenous

Dalam proses biodegradasi dilakukan dengan mengeksploitasi kemampuan


mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik. Pemilihan
mikroorganisme biodegradasi sangat berpengaruh terhadap proses degradasi. Hal
tersebut dikarenakan setiap spesies mikroorganisme membutuhkan substrat yang
spesifik untuk mendegradasi keseluruhan komponen senyawa dalam air limbah.
Perlu adanya pendekatan lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas metode
biodegradasi oleh mikroorganisme yang digunakan baik mikroorganisme yang
diperoleh dari luar (nonindigenous) atau mikroorganisme lokal (indigenous).
Bakteri indigenous merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa
nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Metabolit yang diproduksi dapat
diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk
perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan. Fungsi mikroorganisme
tersebut antara lain: penambat nitrogen, pelarut fosfat dan mikroba pendegradasi
selulosa (Nia, 2010).
Bakteri indigenous berpotensi dalam penurunan kandungan logam, bakteri
indigenous lain yang berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) juga
mempunyai kemampuan untuk menurunkan pencemar organik, seperti isolat hasil
penelitian Suyasa (2007) yang mendapatkan 17 isolat bakteri yang berasal dari RPH
mempunyai kemampuan menurunkan COD 63% waktu retensi 7 hari. Berikut
adalah beberapa contoh penggunaan isolat indigenous pada pengendalian badan air
tercemar.
Tabel 2.1 Contoh Penggunaan Isolat Indigenous Pada Pengendalian Badan Air
Tercemar
No Identifikasi Sumber Digunakan Metode Referensi
Bioremediator pada Aplikasi
Bakteri nitrifikasi Perairan Perairan Ditebar di Badjoeri
dan bakteri tambak tambak tambak dengan Muhammad
denitrifikasi udang udang windu dosis 50 L/ha dan Tri
dosis 50 L (udang umur Widiyanto,
Menurunkan 30-60 hari) dan 2008
kadar nitrat 100 L/h (60-
1
dan nitrit di 120 hari)
tambak dengan
udang kepadatan
populasi 10ꝰ
upk/mL setiap
10 hari
9

No Identifikasi Sumber Digunakan Metode Referensi


Bioremediator pada Aplikasi
2 Isolat bakteri Air dan Sulfida dan Laboratorium: Rusnam;
untuk mereduksi sediment ammonia Petri disk, Efrizal;
sulfida danau mereduksi Erlenmeyer Arifin
7 Isolat bakteri Maninjau amonia Bustanul,
2
untuk mereduksi >35% (dari 2009
amonia >35% konsentrasi
(dari konsentrasi awal 500
awal 500 mg/L) mg/L)
Micrococus, Sedimen Penurunan Laboratorium: Wulandari
Corynebacterium, Sungai Logam Pb Petri disk, Sri, Nila
Phenylo- Siak Jumlah total Fitri Dewi
bacterium, bakteri dan
3
Enhydro-bacter, pengikat Pb: Suwondo
Morrococcus, 3,0 X 10⁷ 2005
Flavobacterium sampai 1,5 x
10⁶ sel/mL
17 isolat bakteri Sedimen Penurunan Laboratorium: Suyasa, I
Rumah Perairan COD 63% Petri disk, W.B, 2007
Pemotongan Tercemar waktu retensi Erlenmeyer
4
Hewan (RPH) dan Bak 7 hari
Pengolahan
Limbah
Bacillus subtilis Activated Penurunan Tube test Buthelezi,
Exiguobacterium Sludge Turbidity et al, 2009
acetylicum 84,07 -
Klebsiella 93,56% at 10
terrigena ppm
5 Staphylococcus
aureus
Pseudomonas
Pseudoalcaligenes
Pseudomonas
plecoglossicida
Gram-positive Sewage Mendapatkan Laboratorium, Jalal
bacillus (GPB) Treatment isolasi Petri disk, K.C.A, et
Gram-positive Plants bakteri untuk Kepadatan al, 2006
cocci (GPC) pengolahan populasi 10⁴ -
Gram-negative air limbah 10⁹ upk/mL,
bacillus (GNB) penduduk total isolate 46:
6
Gram-negative 22 isolat GPB
cocci (GNC) dan GPC, 19
isolat GNP dan
GNC, 5 isolat
tidak
terderterminasi

Sumber : Priadie B, 2012


10

2.6 Isolasi Bakteri

Populasi bakteri di alam merupakan populasi campuran dari berbagai jenis


bakteri sehingga diperlukan isolasi untuk mendapatkan bakteri isolat yang kita
kehendaki. Pemisahan mikroorganisme yang akan diuji dengan mikroorganisme
lain menggunakan media selektif untuk mendapatkan biakan atau kultur murni.
Isolasi bakteri sangat mudah terkontaminasi, oleh karena itu pemindahan
bakteri ke dalam media selektif diperlukan ketelitian dan sterilisasi alat-alat yang
digunakan. Jika media agar dibuat pada cawan petri, maka setelah penambahan agar
baru, cawan petri harus dibalik untuk menghindari adanya tetesan air yang melekat
pada dinding tutup cawan petri (Handayani dkk, 2016).
Isolasi bakteri indigenous dilakukan dengan metode pengenceran berseri.
Contoh tanah ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer ukuran 250 mL dan ditambahkan 90 mL larutan garam fisiologis steril
(0,85% NaCl) lalu ditutup. Suspensi tanah yang telah dikocok diambil 1 mL dengan
menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah
mengandung 9 ml NaCl 0,85% steril, sehingga didapatkan suspensi dengan tingkat
pengenceran 10-2. Seterusnya dilakukan pengenceran dengan cara yang sama
sehingga diperoleh suspensi 10-6 (Sudrajat dkk, 2015).

2.7 Parameter Fisika

Pada dasarnya, pengolahan secara biologis adalah perombakan molekul


komplek menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme. Proses ini sangat peka
terhadap faktor suhu, pH, oksigen terlarut (DO), dan zat-zat inhibitor terutama zat-
zat beracun. Menurut Sumarsono (2011) proses degradasi terjadi karena senyawa
tersebut dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber nutrisi untuk
pertumbuhannya. Kecepatan proses biodegradasi dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor- faktor tersebut diantaranya adalah kelembaban, jenis mikroorganisme,
temperatur, pH, jenis polimer, dan ketebalan polimer. Kondisi biodegradasi yang
meliputi pH, temperatur, nutrien, mineral, oksigen dan kelembaban harus
menyesuaikan dengan jenis mikroba yang akan digunakan sebagai biodegradator.
Sehingga, aktivitas biodegradasi dari mikroorganisme (bakteri) dapat diketahui dari
perubahan parameter fisika yang terjadi, adapun parameter tersebut diantaranya :

2.7.1 Suhu

Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim, kenaikan suhu akan


menyebabkan penurunan pH enzim dan pada pH rendah enzim-enzim pencernaan
akan lebih mudah menghancurkan materi-materi kasar yang berasal dari makanan
yang dikonsumsi. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap kerja enzim pada
bakteri dimana semakin tinggi suhu maka proses enzimatis atau metabolisme
bakteri akan semakin meningkat sehingga aktivitas penguraian suatu bahan (amonia
atau nitrit) akan semakin cepat. Kecepatan reaksi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu sampai batas optimum, kemudian menurun setelah melewati
batas suhu optimum tersebut (Taufik dkk, 2005).
Perbedaan suhu air antara 25°C-31°C mempunyai pengaruh nyata terhadap
perkembangan jumlah bakteri bioremediasi (Nitrosomonas dan Nitrobacter).
Menurut Salle (1961), hal ini disebabkan karena bakteri nitrifikasi mempunyai daya
11

toleransi suhu yang cukup lebar untuk dapat berkembang biak, yakni antara 10°C-
37°C. Namun suhu optimal yang dikehendaki bakteri agar dapat beraktivitas dan
berkembang biak dengan baik berada pada kisaran suhu 25°C-29°C.
Suhu air limbah akan mempengaruhi kinerja proses penanganan biologis.
Suhu optimum aktivitas bakteri berada dalam kisaran 25°C sampai 35ºC.
Pencernaan atau penguraian secara aerobik dan nitrifikasi akan terhenti bila suhu
naik sampai 50ºC. Bila suhu turun sampai 15ºC, maka bakteri penghasil metana
menjadi inaktif, dan pada suhu sekitar 5ºC, bakteri autotrofiknitrifikasi praktis tidak
berfungsi. Pada suhu 2ºC, bakteri kemoheterotrofik yang bekerja pada bahan
berkarbon menjadi dorman (Jenie, 1993).

2.7.2 pH

Derajat keasaman atau pH merupakan istilah yang digunakan untuk


menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH merupakan salah
satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme
dalam air (Sutrisno, 2006).
pH merupakan parameter penting dalam analisis kualitas air karena
pengaruhnya terhadap proses-proses biologis dan kimia di dalamnya. Nilai pH
menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan
mewakili konsentrasi ion hidrogennya, pH tidak mengukur seluruh kemasaman
atau seluruh alkalinitas. nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara
asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen
dalam larutan. Adanya karbonat, hidroksida, dan bikarbonat menaikkan kebasaan
air (Chapman, 2000). Sedangkan adanya asam-asam mineral bebas dan asam
karbonat menaikkan kemasaman. Perairan yang bersifat asam lebih banyak
dibandingkan dengan perairan alkalis. Nilai pH air dapat mempengaruhi jenis dan
susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya unsur hara,
serta toksitas dari unsur-unsur renik.
pH tanah sangat mempengaruhi aktivitas dan perkembangan mikroorganisme
di dalam tanah. Umumnya pH yang dibutuhkan tanaman sama dengan pH
pertumbuhan mikroorganisme disekitarnya. Penurunan pH pada kondisi tertentu
dapat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme basofil di dalam tanah. Namun,
untuk kelompok bakteri asidofil kondisi pH yang rendah (pH 2-5) lebih baik.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh optimum pada pH netral, tetapi ada juga yang
tumbuh pada pH 2 dan pH 10 (Batubara dkk, 2015).

2.7.3 Total Dissolved Solid (TDS)

Total dissolved solid (TDS) atau zat padatan terlarut merupakan padatan-
padatan yang memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan padatan-padatan
tersuspensi. Zat padatan terlarut terdiri atas zat organik, garam organik dan gas
terlarut (Togatorop, 2009).
Total dissolved solid (TDS) merupakan jumlah semua partikel ion yang lebih
kecil dari 2 mikron (0,0002 cm), termasuk semua elektrolit yang dipisahkan yang
membentuk konsentrasi salinitas, serta senyawa lain seperti bahan organik terlarut.
Bahan-bahan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, namun jika
jumlahnya berlebihan dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga menghambat
12

penetrasi cahaya matahari dan mempengaruhi proses fotosintesis di perairan


(Thompson, 2006).
Pengukuran zat padat terlarut dapat dilakukan dengan metode gravimetry dan
konduktivitas listrik. Metode gravimetry merupakan metode langsung dalam
pengukuran jumlah zat padat terlarut yang biasanya dinyatakan dalam besaran total
dissolved solid (TDS). TDS merupakan jumlah padatan yang berasal dari material-
material terlarut yang dapat melewati filter yang lebih kecil daripada 2 µm
(Djuhariningrum, 2005). Metode gravimetry merupakan metode standar yang
memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, namun metode ini harus dilakukan di
laboratorium dan pengukurannya membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu,
diperlukan metode alternatif untuk pengukuran TDS tersebut. Metode lain yang
dapat digunakan untuk pengukuran nilai TDS melalui pengukuran konduktivitas
listrik (Herlambang, 2006).
Keberadaan TDS dalam konsentrasi tinggi di badan air dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran dan kematian terhadap organisme air. TDS yang tinggi akan
mengurangi kemampuan badan air dalam menjaga ekosistem air. Analisis TDS
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran dan untuk merancang sistem
penanganan air limbah secara biologis. Oleh sebab itu, dilakukan suatu usaha untuk
mengolah TDS tersebut agar didapatkan kandungan TDS (Total Dissolved Solid)
yang sesuai dengan baku mutu (Ilyas dkk, 2013).

2.7.4 Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya hantar listrik (DHL) adalah ukuran kemampuan suatu benda, suatu zat
atau suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. DHL menurut The American
Society for Testing Material (Arislan, 1989), adalah suatu kebalikan tahanan dalam
ohm yang diukur pada muka tanah yang berlawanan dalam cm x cm3 pada suhu
25⁰C diukur dalam micromho (s). Arus listrik di dalam larutan dihantarkan oleh ion
yang terkandung di dalamnya. Ion tersebut memiliki karakteristik tersendiri dalam
menghantarkan arus listrik. Maka dari itu nilai daya hantar listrik hanya
menunjukkan konsentrasi ion total dalam larutan.
Daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductivity (EC) menunjukkan
gambaran numerik dari kemampuan air untuk menghantarkan atau meneruskan
aliran listrik berdasarkan banyaknya garam terlarut yang terionisasi (APHA, 1976).
Konduktivitas berkaitan langsung dengan konsentrasi ion dalam air. Ion konduktif
ini berasal dari garam terlarut dan bahan anorganik seperti alkali, klorida, sulfida,
dan senyawa karbonat (Miller et al, 1988).
Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi,
semakin tinggi pula nilai DHL. Daya hantar listik dinyatakan dengan satuan
µmhos/cm, dapat dideteksi dengan menggunakan alat EC meter (Electric
Conductance). Pengukuran daya hantar listrik bertujuan mengukur kemampuan
ion-ion dalam air untuk menghantarkan listrik serta memprediksi kandungan
mineral dalam air. Konduktivitas air dapat dinyatakan dalam satuan mhos/cm atau
Siemens/cm. Air tanah dangkal umumnya mempunyai harga 30-2000 µmhos/cm.
Daya hantar listik air murni berkisar antara 0-200 μS/cm (low conductivity), daya
hantar listik sungai sungai besar/major berkisar antara 200-1000 μS/cm (mid range
conductivity), dan air saline adalah 1000-10000 μS/cm (high conductivity)
(Khairunnas dan Gusman, 2018).
13

Menurut Effendi (2003), diketahui bahwa pengukuran DHL berguna dalam


menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi dari air destilasi,
memperkirakan efek total dari konsentrasi ion, mengevaluasi pengolahan yang
cocok dengan kondisi mineral air, memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam
air dan menentukan air layak dikonsumsi atau tidak.
14

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


15

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Teknik


Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta. Laboratorium ini telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi
Nasional (KAN) sesuai ISO/IEC 17025:2005. Laboratorium ini berfungsi untuk
laboratorium pendidikan dan riset di Program Studi Teknik Lingkungan yang telah
mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 oleh TUV Rheinland. Penelitian ini dimulai
pada bulan Desember 2019 hingga bulan Mei 2020.

3.2 Metode Penelitian

Pada industri tenun Troso di Jepara, air limbah yang berasal dari proses
pewarnaan tidak dikelola secara baik melainkan dibuang ke sungai, sehingga hal
tersebut dapat mencemari lingkungan, menurunnya estetika lingkungan dan
berdampak pada perairan, pertanian setempat bahkan berdampak pada kesehatan.
Berikut merupakan kondisi dari sungai di sekitar wilayah industri tenun Troso
Jepara.

Gambar 3. 1 Kondisi sungai di sekitar industri tenun Troso


(Sumber : Dokumentasi lapangan)

Terlihat pada gambar 3.1 bahwa secara langsung kondisi sungai memiliki
indikator pencemar seperti bau menyengat dan berwarna keruh dan pekat. Warna
keruh tersebut bersumber dari penggunaan bahan pewarna tekstil pada proses
pewarnaan limbah tenun Troso. Air limbah tersebut dibuang langsung ke saluran
irigasi/selokan sekitar industri tenun. Sementara itu saluran irigasi mengalirkan air
untuk kebutuhan lahan pertanian, baik secara langsung maupun tidak langsung
tanah disekitar industri termasuk persawahan dan pertanian disekitarnya telah
terkontaminasi oleh limbah cair. Oleh karenanya, untuk mengatasi permasalahan
lingkungan di Desa Troso, salah satu alternatif yaitu dengan proses biodegradasi air
limbah.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis perubahan parameter fisika
seperti suhu, pH, TDS dan DHL) pada bakteri indigenous dalam mendegradasi air

15
16

limbah tenun Troso. Secara singkat metode penelitian dapat dilihat di bagan alir
dibawah ini :

Gambar 3. 2 Alur pengerjaan penelitian


3.3 Sampling

Sampel air limbah yang digunakan pada penelitian ini yaitu air limbah tenun
yang berada di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara. Adapun
untuk sumber spesifik air limbah yang didapatkan berasal dari pencucian kain tenun
dan pewarnaan kain tenun. Metode pengambilan sampel air limbah menggunakan
metode grab sampling mengacu pada SNI 6989.59:2008 tentang Metode
Pengambilan Contoh Air Limbah. Sampel air limbah diambil langsung dari tempat
17

penampungan proses pewarnaan seperti pada gambar berikut dan disimpan dalam
jerigen berukuran 20 L.

Gambar 3. 3 Pengambilan sampel air limbah


(Sumber : Dokumentasi lapangan)

Sampel tanah berasal dari penelitian sebelumnya (Sa’adah, 2020) yang


digunakan sebagai sumber bakteri indigenous dan diambil dari tanah di sekitar
lokasi industri tenun Troso yang terkontaminasi air limbah. Sampel tanah
merupakan sampel komposit yang diambil pada kedalaman 10-20 cm. Kemudian
sampel tanah dimasukkan pada kantong plastik ziplock dan disimpan dalam ice box
dalam perjalanan menuju laboratorium untuk selanjutnya sampel disimpan di dalam
refrigerator dengan suhu 5℃.

Gambar 3. 4 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah


(Sumber : Sa’adah, 2020)

3.4 Isolasi Bakteri Indigenous

Berbagai macam mikroorganisme atau bakteri tumbuh dengan baik di tanah.


Kompleksnya nutrisi untuk pertumbuhan bakteri yang terkandung dalam tanah
menyebabkan bakteri yang tumbuh sangat beragam. Dengan demikian populasi
campuran dari berbagai jenis bakteri dapat tumbuh di media tanah secara alami,
sehingga dilakukan isolasi bakteri menggunakan media NA pada skala
laboratorium.
18

Tahap isolasi bakteri merupakan salah satu cara untuk mendapatkan jenis
bakteri yang dikehendaki. Isolasi merupakan kegiatan pemisahan mikroorganisme
dari habitatnya di alam dan menumbuhkannya pada media selektif yang akan diuji
dari mikroorganisme lain sehingga diharapkan akan diperoleh biakan atau kultur
murni.
Proses isolasi bakteri yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri
dalam mendegradasi maupun menghidrolisis dapat dilakukan pada media selektif
yang telah ditambah dengan indikator kerja bakteri. Proses isolasi bakteri ini
bertujuan agar kerja bakteri lebih efisien jika diisolasi pada media selektif yang
sesuai dengan tempat hidupnya (Darmayasa, 2008).
Dalam proses isolasi bakteri, memindahkan bakteri dari medium lama ke
dalam medium baru diperlukan ketelitian dan sterilisasi alat-alat yang akan
digunakan untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Pada pemindahan bakteri di
cawan petri setelah agar baru, maka cawan petri tersebut harus dibalik, hal ini
berfungsi untuk menghindari adanya tetesan air yang mungkin melekat pada
dinding tutup cawan petri (Handayani dkk, 2016)
Isolasi bakteri indigenous dari tanah yang tercemar limbah tekstil dilakukan
berdasarkan acuan Shehzadi et.al (2014). Berikut merupakan tahapan yang
dilakukan.

3.4.1 Identifikasi Bakteri

Bakteri yang sebelumnya telah berhasil tumbuh dalam proses media preparasi
perlu diidentifikasi untuk mengetahui morfologi masing-masing bakteri. Metode
identifikasi bakteri yang digunakan mengacu pada panduan morfologi bakteri oleh
Jackie Reynold (2010). Karakteristik morfologi bakteri yang perlu diidentifikasi
diantaranya adalah shape, chromatogenesis, elevation, surface, opacity, dan
consistency.

3.4.2 Kulturisasi Bakteri

Bakteri yang telah diidentifikasi kemudian dipindahkan ke dalam media NA


(Nutrient Agar) baru pada cawan petri steril yang selanjutnya dilakukan proses
purifikasi yang bertujuan memisahkan bakteri berdasarkan morfologinya masing-
masing sehingga diperoleh single koloni. Single koloni digunakan untuk
memperbanyak bakteri. Pemindahan bakteri dilakukan secara steril menggunakan
metode streak atau metode gores dengan alat bantu jarum ose. Setelah proses streak
selesai, bakal bakteri dalam cawan petri berisi media NA perlu diisolasi dengan cara
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37◦C selama 24 jam. Proses inkubasi
diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan bakteri sekaligus untuk menghindari
terjadinya kontaminasi.
Tahap selanjutnya adalah inokulasi bakteri, yaitu memindahkan bakteri
terpilih dari agar miring berisi media NA ke test tube berisi media NB (Nutrient
Broth) untuk memudahkan pemindannya ke limbah cair. Pemindahan bakteri
tersebut dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
19

Gambar 3. 5 Tahapan Kulturisasi Bakteri


Pada penelitian ini digunakan jenis shaking waterbath, kegunaan waterbath
adalah untuk menginkubasi kultur bakteri pada suhu konstan air di kisaran 30°C-
100°C, getaran yang konstan memungkinkan kultur sel cair berkembang dan secara
konstan bercampur dengan udara. Kemudian penggunaan centrifuge bertujuan
memisahkan cairan atau senyawa yang kepadatanya serta berat molekulnya
berbeda. Selanjutnya dilakukan uji Optical Density (OD). Isolat bakteri yang
diinokulasi pada medium NB menunjukkan adanya peningkatan kekeruhan. Hal ini
dilihat dengan meningkatnya nilai hasil pengukuran Optical Density (OD) pada
panjang gelombang 600 nm menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan hasil uji
yang dilakukan oleh Febriyansari (2008) panjang gelombang yang optimal dalam
membaca densitas dari suspensi bakteri berkisar 600 nm – 625 nm. Berikut
merupakan hasil pengukuran nilai absorbansi Optical Density (OD). Peningkatan
nilai OD pada tiap sampel mengindikasikan adanya pertumbuhan bakteri pada
media NB cair yang telah ditambahkan bakteri.

Tabel 3. 1 Hasil Pengukuran Optical Density (OD)


Nilai
No Bakteri
Absorbansi
1 NA T4 B3 1,26
2 NA T1 A1 1,23
3 B7 A1 1,35
4 NA T4 B1 1,39
5 NA T2 B2 0,95
6 NA T2 C2 1,31
20

3.5 Pembuatan Reaktor Limbah Skala Laboratorium

Reaktor yang digunakan dalam penelitian ini berupa toples kaca berukuran
±800 mL yang dilapisi aluminium foil yang bertujuan untuk menghalangi cahaya
matahari yang dapat menembus masuk ke dalam reaktor, sehingga potensi
terganggunya fase hidup bakter oleh faktor luar dapat dihindari. Sebelum digunakan,
reaktor kaca perlu disterilisasi untuk menghindari terjadinya kontaminasi bakteri
lain dalam proses reduksi limbah dengan cara dioven selama 1 jam pada suhu 105◦C.
Selain itu limbah tenun Troso juga disterilisasi menggunakan autoclave selama 30
menit. Reaktor yang telah steril kemudian diisi oleh 500 mL limbah tenun yang
telah disterilisasi. Variasi konsentrasi limbah yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu konsentrasi limbah 25%, 50%, 75%, dan 100%. Selain itu terdapat 4 reaktor
kontrol air limbah masing masing memiliki konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Gambar 3.6 Reaktor Skala Laboratorium


(Sumber: Dokumentasi lapangan)

3.6 Running Reaktor

Running reaktor dilakukan selama satu minggu tepat setelah proses


inokulasi bakteri ke dalam limbah tenun yang ada pada rektor. Jumlah reaktor yang
digunakan disesuaikan dengan jumlah bakteri yang tumbuh dengan baik pada
proses isolasi, karena satu reaktor diperuntukkan untuk satu jenis bakteri. Pengujian
sampel dilakukan perkala dalam kurun waktu 7 hari. Interval waktu pengujian zat
warna pada disampel dilakukan sesuai jadwal seperti yang disajikan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Jadwal Pengujian Parameter
1 2 3 4 5 6 7
Hari ke- 0
hari hari hari hari hari hari hari
Pengujian Parameter
√ √ √ √ √ √ √ √
Fisika

Tahapan pengujian parameter fisika dilakukan dengan memasukkan alat pH


meter dan TDS meter kedalam reaktor.
21

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian yang diperoleh perlu diolah dan dianalisa agar dapat
menjawab tujuan mengenai perubahan parameter fisika pada proses biodegradasi
limbah tenun oleh bakteri indigenous dan penentuan jenis bakteri yang tepat untuk
proses pengolahan limbah tenun. Pengujian akan dilakukan setiap hari selama 7
hari. Fungsi dari pengujian tersebut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
parameter fisika terhadap pertumbuhan bakteri. Analisis data dilakukan dengan
cara menganalisis grafik perubahan dari parameter fisika seperti suhu, pH, daya
hantar listrik dan Total Dissolved Solid. Untuk pengujian suhu menggunakan alat
termometer, pH menggunakan alat pH meter, daya hantar listrik dan TDS
menggunakan TDS&EC meter. Pengukuran daya hantar listrik dan TDS dilakukan
dengan menggunakan conductivity meter dengan membersihkan elektrodanya
terlebih dahulu dengan menggunakan aquades. Setelah dibersihkan elektroda
dicelupkan ke dalam sampel dan dicatat nilai daya hantar listrik dan TDS untuk
setiap sampel. Data hasil pengujian diolah dalam bentuk grafik untuk melihat tren
dari perubahan parameter fisika.
22

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Morfologi Bakteri Indigenous

Sejumlah mikroorganisme diketahui dapat hidup pada tanah dan mempunyai


kemampuan untuk mendegradasi zat-zat pencemar atau yang disebut dengan
biodegradasi. Biodegradasi merupakan suatu proses oksidasi senyawa organik oleh
mikroba karena adanya proses metabolisme zat organik melalui enzim untuk
menghasilkan karbon dioksida, air dan energi yang akan digunakan dalam sintesis,
mortalitas dan respirasi (Shovitri dkk, 2012).
Bakteri indigenous didapatkan dari hasil ekstraksi tanah yang terkontaminasi
oleh limbah cair tenun. Terdapat 4 area pengambilan sampel tanah, pengambilan
sampel berdasarkan tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut, 3 diantaranya
merupakan area saluran irigasi. Area sampling tanah yang pertama yakni pertanian
warga yang ditanami padi (Oryza sativa), area sampling kedua adalah saluran
irigasi, tanaman yang tumbuh yakni tanaman talas (Colocasia esculenta), area
sampling ketiga merupakan saluran irigasi, tanaman yang tumbuh adalah rumput
jariji (Digitaria sanguinalis) sedangkan area sampling yang keempat merupakan
saluran irigasi yang ditumbuhi tanaman kremah air (Althernanthera philoxeroides)
(Sa’adah, 2020). Berikut merupakan sumber tanah yang digunakan pada penelitian
sebelumnya.
Tabel 4. 1 Sumber bakteri indigenous pada tanah

Media Sumber Tanah pada Tanaman Kode Cawan


Padi (Oryza sativa) NA T1
Talas (Colocasia esculenta) NA T2
NA
Rumput Jariji (Digitaria sanguinalis) NA T3
Kremah Air (Althernanthera philoxeroides) NA T4
(Sumber : Sa’adah, 2020)

Dalam pelaksanaan identifikasi, terlebih dahulu isolat bakteri yang berpotensi


dalam pendegradasian polutan organik diamati dan dideskripsikan ciri-ciri
makroskopisnya. Deskripsi ciri-ciri makroskopis koloni bakteri meliputi bentuk
koloni, warna koloni, tepi koloni, elevasi koloni, mengkilat atau suramnya koloni,
diameter koloni, tipe pertumbuhan pada medium miring dan kepekatan koloni
(Fidiastuti dan Suarsini, 2017). Adapun dalam penelitian ini karakteristik morfologi
bakteri yang perlu diidentifikasi diantaranya adalah shape, chromatogenesis,
elevation, surface, opacity, dan consistency.
Setelah proses identifikasi maka dilakukan kulturisasi untuk memperbanyak
bakteri, sehingga dapat ditentukan bakteri yang dapat bekerja dengan baik dalam
mendegradasi kandungan polutan pada limbah cair tenun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ditemukan 6 isolat bakteri yang berpotensi dalam
mendegradasikan kandungan pencemar pada limbah cair. Hasil degradasi tersebut
terlihat dalam kurun waktu 7 hari. Berikut merupakan ciri-ciri morfologi dari hasil
pemilihan bakteri indigenous.

23
24

Tabel 4.2 Ciri-ciri Morfologi pada Koloni Bakteri Indigenous yang Terpilih

No Bacteria Morfology
Shape Rhizoid
Chromogenesis White Bone
NA T4 Elevation Flat
1
B3 Surface Rough
Opacity Tranlucent
Consistency Buttery
Shape Irregular
Chromogenesis White Milk
NA T1 Elevation Flat
2
A1 Surface Smooth
Opacity Opaque
Consistency Viscid
Shape Irregular
Chromogenesis White
NA T4 Elevation Raised
3
B1 Surface Smooth
Opacity Opaque
Consistency Viscid
Shape Irregular
Chromogenesis White
NA T2 Elevation Flat
4
B2 Surface Smooth
Opacity Transparant
Consistency Buttery
Shape Irregular
Chromogenesis Peach
Elevation Flat
5 B7 A1
Surface Smooth
Opacity Opaque
Consistency Viscid
Shape Irregular
Chromogenesis White
NA T2 Elevation Flat
6
C2 Surface Smooth
Opacity Opaque
Consistency Viscid

Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak dapat


mengadsorbsi atau membiaskan cahaya, sehingga digunakan zat warna untuk
25

mewarnai bakteri tersebut atau latar belakangnya. Zat warna mengadsorbsi dan
membiaskan cahaya sehingga bakteri kontras dengan sekelilingnya. Dalam proses
identifikasi, untuk lebih memudahkan bakteri dapat dilihat dan diwarnai dengan zat
warna, beberapa zat yang digunakan untuk mewarnai bakteri juga dapat digunakan
untuk mengamati struktur bagian dalam sel. Dengan adanya pewarnaan terutama
bakteri yang mempunyai sel dengan ukuran yang retif kecil akan lebih mudah
terlihat di bawah mikroskop dengan menggunakan lensa objektif minyak imersi
yang mempunyai tingkat pembesaran yang relatif tinggi. Berikut merupakan hasil
karakteristik dari koloni bakteri indigenous.
Tabel 4. 3 Karaktersitik Koloni Bakteri Indigenous

No Isolat Bakteri Sifat Gram Bentuk Sel Susunan Sel


1 NA T4 B3 Positif Basil Berantai
2 NA T1 A1 Negatif Basil Berantai
3 NA T4 B1 Negatif Kokus Berantai
4 NA T2 B2 Positif Basil Berantai
5 B7 A1 Positif Basil Berantai
6 NA T2 C2 Positif Basil Berantai

4.2 Karakteristik Parameter Fisika

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses degradasi zat organik secara
anaerob adalah tersedianya bakteri yang cocok dengan bahan organik yang akan
diolah, selain itu terdapat faktor eksternal yang dapat mempengaruhi proses
degradasi yakni parameter fisika. Pengukuran parameter fisika yang dilakukan
yakni suhu, pH, Total Dissolved Solid (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL).

4.2.1 Karaktersitik Parameter Suhu


Suhu merupakan salah satu parameter penting bagi kehidupan organisme
perairan, karena dapat mempengaruhi keseimbangan oksigen terlarut, aktivitas
kimia dan biologi dalam air. Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap
proses pertukaran zat (metabolisme) pada makhluk hidup. Pada umumnya setiap
enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas enzim akan
semakin meningkat dengan bertambahnya suhu sampai suhu optimum tercapai.
Bertambahnya skala suhu yang membuktikan proses oksidasi dan respirasi
berguna untuk menguraikan bahan organik. Setelah itu kenaikan lebih lanjut
akan menyebabkan aktivitas enzim menurun.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Singh et al, suhu dengan variasi dari
20℃ ke 40℃ mempengaruhi aktivitas bakteri dalam mendegradasi warna. Suhu
optimum untuk mendegradasi warna yaitu 35℃ dengan efisiensi degradasi
warna 92,38% yang diuji sampai 60 jam.
Bakteri anaerob tidak memerlukan oksigen bebas dan dapat bekerja
dengan baik pada suhu yang semakin tinggi hingga 40°C, serta pada pH sekitar
7. Bakteri anaerob juga akan bekerja dengan baik pada keadaan yang gelap dan
tertutup (Seabloom, 2004).
26

Pengukuran suhu bertujuan untuk mengetahui suhu dari limbah pewarnaan


pada setiap reaktor. Pengukuran suhu dilakukan selama rentang waktu 7 hari
secara berturut-turut. Hasil pengukuran suhu dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
28.00

27.50
Kontrol (25%)
27.00 NA T4 B3
Suhu (°C)

26.50 NA T1 A1

26.00 B7 A1
NA T4 B1
25.50
NA T2 B2
25.00
NA T2 C2
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (hari)

Gambar 4. 1 Grafik suhu pada konsentrasi 25%

28.00

27.50
Kontrol (50%)
27.00 NA T4 B3
Suhu (°C)

26.50 NA T1 A1

26.00 B7 A1
NA T4 B1
25.50
NA T2 B2
25.00
NA T2 C2
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (hari)

Gambar 4. 2 Grafik suhu pada konsentrasi 50%

27.60
27.40
27.20 Kontrol (75%)
27.00
26.80 NA T4 B3
Suhu (°C)

26.60
NA T1 A1
26.40
26.20 B7 A1
26.00
NA T4 B1
25.80
25.60 NA T2 B2
25.40
NA T2 C2
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (hari)

Gambar 4. 3 Grafik suhu pada konsentrasi 75%


27

29.00
28.50 Kontrol (100%)
28.00
NA T4 B3
Suhu (°C) 27.50
27.00 NA T1 A1
26.50
B7 A1
26.00
25.50 NA T4 B1
25.00 NA T2 B2
0 1 2 3 4 5 6 7
NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 4 Grafik suhu pada konsentrasi 100%


Pada reaktor air limbah dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%
menunjukkan tren grafik yang hampir sama dan tidak terlalu signifikan. Suhu
pada konsentrasi 25% berada dalam rentang 25,4°C – 27,4°C. Suhu pada
konsentrasi 50% berada dalam rentang 25,3°C – 27,5°C. Suhu pada konsentrasi
75% berada dalam rentang 25,6°C – 27,4°C. Sedangkan suhu pada konsentrasi
100% berada dalam rentang 25,6°C – 28,5°C. Reaktor NA T1 A1 dan NA T4
B3 menunjukkan hasil pengukuran suhu berada di bawah reaktor kontrol,
namun mengalami kenaikan suhu setiap harinya, sedangkan untuk reaktor
B7A1, NA T4 B1, NA T2 B2 dan NA T2 C2 menunjukkan hasil pengukuran
suhu diatas pengukuran reaktor kontrol, sehingga dalam hal ini terdapat
aktivitas bakteri, tren grafik pada reaktor B7A1, NA T4 B1, NA T2 B2 dan NA
T2 C2 menunjukkan hasil pengukuran suhu yang tidak jauh beda yakni
mengalami penurunan di hari pertama dan hari ke-7. Pada reaktor kontrol
menunjukkana adanya nilai suhu yang fluktuatif. Penurunan tersebut dapat
dipengaruhi oleh suhu ruangan di sekitar tempat penyimpanan reaktor, walaupun
reaktor yang digunakan telah dilapisi aluminium foil yang dapat memantulkan
panas, pelapisan aluminium foil dilakukan supaya matahari tidak mengenai
reaktor secara langsung. Jika dibandingkan dengan keenam isolat bakteri, bakteri
NA T2 C2 dan bakteri B7 A1 menunjukkan peningkatan suhu yang konstan
namun tidak terlalu siginifikan yakni berkisar 0,1oC–1,3oC. Terjadinya
peningkatan suhu pada perlakuaan keenam isolat ini dikarenakan adanya
peningkatan aktivitas mikroorganisme untuk melakukan proses penguraian
bahan organik pada perairan. Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih
banyak pada suhu optimum.
Suhu juga menentukan efisiensi biodegradasi. Pada suhu yang rendah,
viskositas akan meningkat dan volatilitas senyawa toksik akan menurun
sehingga akan menghambat proses biodegradasi. Secara umum, laju
biodegradasi akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu sampai batas
tertentu (Moenir, 2010). Menurut Caroline dan Moa (2015), semakin tinggi suhu
maka kadar oksigen akan semakin berkurang, yang mana akan menyebabkan
penurunan removal COD dan BOD.
Pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 untuk
kadar maksimum suhu yang diperbolehkan yakni sebesar 38⁰C. Apabila
dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapat, suhu pada semua reaktor
memenuhi batas baku mutu yang dipersyaratkan.
28

4.2.2 Karakteristik Parameter pH


Biodegradasi senyawa bakteri menghasilkan produk berupa asam organik
yang dapat menurunkan pH media. Besarnya penurunan pH bergantung pada
besarnya prosentase degradasi, semakin besar aktivitas mikroba pendegradasi,
semakin besar pula penurunan pH yang dihasilkan. Kecenderungan penurunan
pH teramati pada setiap sampel dengan nilai penurunan yang hampir sama.
Penurunan tersebut menunjukkan bahwa akumulasi asam-asam organik sebagai
hasil akhir metabolisme meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
inkubasi (Sudrajat dkk, 2015)
Untuk proses biodegradasi yang baik dibutuhkan kisaran pH 6,5 dan 7,5
merupakan pH yang sesuai bagi aktivitas mikroba dalam proses bioflokulasi dan
biodegradasi limbah. pH tersebut masih dalam selang pH 6-9 dimana proses
sporulasi, pertumbuhan vegetatif, biodegradasi dan bioflokulasi limbah oleh
mikroba berjalan secara optimum (Komarawidjaja, 2007).
Pengukuran pH dilakukan selama rentang waktu 7 hari secara berturut-
turut. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

11.00
10.50
Kontrol (25%)
10.00
9.50 NA T4 B3
pH

9.00 NA T1 A1
8.50 B7 A1
8.00
NA T4 B1
7.50
NA T2 B2
7.00
0 1 2 3 4 5 6 7 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 5 Grafik pH pada konsentrasi 25%

9.80

9.60 Kontrol (50%)


9.40 NA T4 B3
pH

9.20 NA T1 A1

9.00 B7 A1

8.80 NA T4 B1
NA T2 B2
8.60
0 1 2 3 4 5 6 7 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 6 Grafik pH pada konsentrasi 50%


29

10.40
10.20
Kontrol (75%)
10.00
NA T4 B3
9.80
pH

NA T1 A1
9.60
B7 A1
9.40
NA T4 B1
9.20
NA T2 B2
9.00
0 1 2 3 4 5 6 7 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 7 Grafik pH pada konsentrasi 75%

10.40
10.30
10.20 Kontrol (100%)
10.10 NA T4 B3
10.00
pH

NA T1 A1
9.90
9.80 B7 A1
9.70 NA T4 B1
9.60
NA T2 B2
9.50
0 1 2 3 4 5 6 7 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 8 Grafik pH pada konsentrasi 100%


Profil aktivitas pH dari suatu enzim menggambarkan pH pada saat gugus
pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada
dalam tingkat ionisasi yang diinginkan.
Air limbah yang digunakan berasal dari proses pewarnaan, sehingga nilai
pH cenderung basa yakni sekitar 9 - 10. Hasil analisa pH pada reaktor air limbah
dengan konsentrasi 25% menunjukkan bahwa pH pada air limbah berfluktuasi
pada kisaran 7,6 – 10,5. pH pada konsentrasi air limbah 50% berada dalam
rentang 8,8 – 9,7. pH pada konsentrasi air limbah 75% berada dalam rentang 9,1
– 10,2. Sedangkan pH pada konsentrasi air limbah 100% berada dalam rentang
9,6 – 10,3. Dapat dilihat semakin besar konsentrasi air limbah maka nilai pH
semakin tinggi (basa). Pada air limbah dengan konsentrasi 25%, nilai pH
cenderung konstan pada reaktor bakteri NA T1 A1, B7 A1, NA T4 B1 dan NA
T2 B2. Sedangkan pada reaktor bakteri NA T4 B3 menunjukkan adanya
peningkatan pH yang cukup siginifikan dibandingkan dengan reaktor bakteri
lainnya. Pada air limbah dengan konsentrasi 50% dan 100%, nilai pH cenderung
fluktuatif dan tidak mengalami adanya perbedaan yang signifikan dengan nilai
pH pada reaktor kontrol. Sedangkan pada air limbah dengan konsentrasi 75%,
nilai pH menunjukkan adanya peningkatan pada keseluruhan reaktor bakteri
30

kecuali pada reaktor bakteri NA T2 C2 yang mengalami penurunan yakni dari


pH 9,6 hingga 9,2.
Pada konsentrasi air limbah 50% dan 75%, reaktor NA T4 B3, NA T1 A1
dan NA T2 C2 menunjukkan hasil pengukuran pH berada di bawah reaktor
kontrol dan cenderung terus mengalami penurunan. Nilai pH pada reaktor
kontrol menjukkan adanya penurunan yang tidak terlalu signifikan dan
cenderung konstan. Adanya perubahan pH menunjukkan terjadinya proses
biodegradasi bahan organik. Aktivitas mikroorganisme pendegradasi
memungkinkan terjadi penurunan pH karena senyawa organik telah diuraikan
menjadi asam organik. Hidrolisis senyawa organik terjadi dimana ion hidrogen
berfungsi untuk mengkatalisis reaksi pemutusan ikatan pada polisakarida, lipid
dan protein. Dengan demikian, melalui proses hidrolisis, senyawa organik
makromolekul dalam limbah tenun dapat diuraikan menjadi senyawa yang lebih
sederhana oleh bantuan mikroorganisme.
Sehingga, pada penelitian ini nilai pH perlakuan mengalami penurunan
selama masa inkubasi, hal ini dapat disebabkan karena proses yang terjadi di
dalam bioreaktor sudah memasuki tahap pembentukan asam organik dengan
adanya aktivitas biodegradasi yang dilakukan oleh isolat bakteri indigenous.
Sedangkan untuk reaktor lainnya seperti B7A1, NA T4 B1 dan NA T2 B2
cenderung menunjukkan hasil pengukuran pH yang tidak stabil dan berada
diatas pH reaktor kontrol. Peningkatan pH terjadi saat proses hidrolisis dimana
H+ digunakan untuk mengkatalisis reaksi pemutusan ikatan pada polisakarida,
lipid dan protein. Peningkatan pH menunjukkan adanya kegiatan
mikroorganisme menguraikan bahan organik seperti karbohidrat yang diuraikan
menjadi glukosa. Berdasarkan penelitian Doraja dkk (2012) bahwa pada proses
biodegradasi bakteri anaerob pada fase methanogenic, asam organik dirombak
menjadi CO2 dan CH4, asam amino dipecah dan terjadi pembentukan amonia.
Pembentukan amonia tersebut berfungsi menetralkan asam, sehingga terjadi
peningkatan pH. Menurut Effendi (2003), peningkatan nilai pH pada penelitian
ini disebabkan karena adanya aktivitas degradasi bakteri selama delapan hari.
Adanya faktor lain yang dapat mengubah nilai pH yaitu reaksi biologis oleh
mikroorganisme terhadap nutrien yang ditambahkan pada air limbah.
Pada penelitian ini, reaktor dengan bakteri NA T2 C2 menunjukkan
penurunan pH yang lebih signifikan pada semua konsentrasi air limbah jika
dibandingkan dengan reaktor bakteri yang lainnya. Pada konsentrasi air limbah
25%, reaktor bakteri NA T2 C2 menunjukkan adanya penurunan nilai pH dari 9
hingga 7, pada konsentrasi air limbah 50% menunjukkan adanya penurunan nilai
pH dari 9,7 hingga 8,9. Pada konsentrasi air limbah 75% menunjukkan adanya
penurunan nilai pH dari 9,6 hingga 9,1. Pada konsentrasi air limbah 100%
menunjukkan adanya penurunan nilai pH dari 10,2 hingga 9,7. Sehingga
konsentrasi air limbah 25% menunjukkan adanya penurunan pH yang lebih
tinggi dibandingkan dengan konsentrasi air limbah 50%, 75% dan 100%. Namun
jika dibandingkan pada beberapa konsentrasi air limbah, air limbah dengan
konsentrasi 100% menunjukkan hasil pengukuran pH yang stabil yakni nilai pH
berada dibawah reaktor kontrol dan cenderung mengalami penurunan pada
keseluruhan.
31

4.2.3 Karakteristik Parameter TDS


TDS merupakan jumlah zat padat terlarut yang berukuran ≤ 1 μm, dimana
semakin besar peningkatan nilai TDS mengindikasikan pada bahan organik
limbah belum tergedradasi sempurna menjadi gas.
Menurut Effendi (2003), Total Dissolved Solid (TDS) adalah bahan-bahan
terlarut dengan diameter <10-6 dan koloid dengan diameter 10-6-10-3 yang
merupakan senyawa kimia dan partikel lainnya yang tidak dapat tersaring
dengan kertas saring berdiameter 0,45 µm.
Pengukuran TDS dilakukan selama rentang waktu 7 hari secara berturut-
turut. Hasil pengukuran TDS dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

2300
2250
Kontrol (25%)
2200
2150 NA T4 B3
TDS (ppm)

2100 NA T1 A1
2050 B7 A1
2000
NA T4 B1
1950
NA T2 B2
1900
0 1 2 3 4 5 6 7 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 9 Grafik TDS pada konsentrasi 25%

4000
Kontrol (50%)
3500 NA T4 B3
TDS (ppm)

NA T1 A1
3000
B7 A1
2500 NA T4 B1
NA T2 B2
2000
0 1 2 3 4 5 6 7 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 10 Grafik TDS pada konsentrasi 50%


32

6500
Kontrol (75%)
6000
NA T4 B3
TDS (ppm)

5500 NA T1 A1
B7 A1
5000
NA T4 B1
4500 NA T2 B2
0 1 2 3 4 5 6 7
NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 11 Grafik TDS pada konsentrasi 75%

7500

7000 Kontrol (100%)


NA T4 B3
6500
TDS (ppm)

NA T1 A1
6000
B7 A1
5500 NA T4 B1

5000 NA T2 B2
0 1 2 3 4 5 6 7 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 12 Grafik TDS pada konsentrasi 100%


Menurut penelitian Imtiazuddin et al (2012) hasil pengukuran TDS pada
air limbah tekstil cukup tingi yakni berkisar antara 2469 ppm - 7295 ppm.
Adapun penelitian lainnya (Widayanti dkk, 2012) yang dilakukan di sungai
Pekalongan yang telah tercemar limbah tekstil menunjukkan hasil pengukuran
TDS dalam rentang 1893 ppm – 7393 ppm. Sama halnya pada penelitian ini hasil
pengukuran awal TDS adalah 2120 ppm - 7170 ppm. Pada reaktor air limbah
dengan konsentrasi 25% nilai TDS dalam rentang 1960 ppm – 2240 ppm. TDS
pada konsentrasi 50% berada dalam rentang 2090 ppm – 4080 ppm. TDS pada
konsentrasi 75% berada dalam rentang 4690 ppm – 5580 ppm. Sedangkan TDS
pada konsentrasi 100% berada dalam rentang 5450 ppm – 7110 ppm. Dapat
dilihat semakin besar konsentrasi air limbah maka nilai TDS juga semakin tinggi
dikarenakan kandungan partikel pada limbah konsentrasi 100% lebih besar. Dari
hasil pengukuran TDS selama 7 hari mengalami penurunan dan kenaikan,
namun pada semua reaktor bakteri cenderung mengalami penurunan untuk
semua konsentrasi dan berada dibawah hasil pengukuran TDS pada reaktor
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri dapat bekerja dalam
pendegradasian bahan organik.
Pada reaktor air limbah dengan konsentrasi 25% hasil pengukuran TDS
pada reaktor bakteri NA T4 B1 dan B7 A1 menunjukkan peningkatan pada hari
pertama, sedangkan pada hari selanjutnya menunjukkan penurunan dan
33

peningkatan yangkurang stabil. Namun pada keseluruhan reaktor bakteri


menunjukkan adanya penurunan TDS dan nilai TDS berada di bawah nilai TDS
reaktor kontrol. Pada reaktor air limbah dengan konsentrasi 50% reaktor bakteri
NA T4 B3 dan NA T1 A1 menunjukkan hasil pengukuran TDS berada dibawah
reaktor kontrol, sedangkan pada reaktor lainnya menunjukkan hasil nilai TDS
yang fluktuatif dan menunjukkan tren yang berbanding lurus dengan nilai TDS
reaktor kontrol. Pada reaktor air limbah dengan konsentrasi 75% dan 100%
menunjukkan perubahan nilai TDS yang cukup stabil dan berada dibawah reaktor
kontrol. Jika dibandingkan pada keenam isolat bakteri, reaktor bakteri NA T4
B3, NA T1 A1 dan NA T2 C2 menunjukkan penurunan TDS yang cukup
signifikan pada semua konsentrasi air limbah khususnya air limbah dengan
konsentrasi 25%.
Penurunan yang terjadi karena adanya proses bioremediasi, TDS memiliki
kandungan partikel terlarut dapat berupa partikel padatan (aluminium, tembaga,
fosfat, dll) dan bisa berupa partikel padatan seperti mikroorganisme. Penurunan
nilai kandungan TDS juga disebabkan pada partikel terlarut telah terkonversi ke
dalam bentuk gas yang dikeluarkan sebagai hasil samping proses biodegradasi
oleh mikroorganisme. Sebab, partikel berukuran lebih kecil yang terlarut di
dalam air limbah akan melalui fase metanogenik, sehingga partikel yang terlarut
di dalam limbah akan dikonversikan dalam bentuk gas.
Peningkatan nilai TDS, dapat disebabkan karena adanya proses
pemecahan bahan organik yang tadinya merupakan suspended solid menjadi
berukuran lebih kecil. Seharusnya, meskipun terdapat bahan organik yang
tadinya berukuran TSS didegradasi menjadi berukuran TDS, nilai TDS tetap
mengalami penurunan karena bahan organik tersebut digunakan
mikroorganisme sebagai sumber energi. Sejalan dengan penelitian Seabloom
(2004) nilai TDS mengalami peningkatan diduga karena proses penggunaan
bahan organik yang berukuran kecil yakni <1 µm yang digunakan sebagai
sumber energi oleh mikroorganisme belum terdegradasi secara sempurna
menjadi gas. Selain itu, peningkatan nilai TDS dapat terjadi karena adanya
peningkatan biomassa yang diakibatkan dari pertumbuhan mikroorganisme.
Namun hasil pengukuran TDS tersebut berada diatas baku mutu yang ditetapkan
oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, baku
mutunya yaitu 1000 mg/L. Hal ini disebabkan akibat tingginya kandungan
bahan-bahan organik dan hasil penguraiannya, mineral dan garam-garam yang
terlarut didalam air limbah (Effendi, 2003).
4.2.4 Karakteristik Parameter DHL
Daya hantar listik adalah ukuran kemampuan suatu larutan untuk
menghantarkan arus listrik. Arus listrik di dalam larutan dihantarkan oleh ion
yang terkandung di dalamnya. Ion memiliki karakteristik tersendiri dalam
menghantarkan arus listrik. Maka dari itu nilai konduktivitas listrik hanya
menunjukkan konsentrasi ion total dalam larutan (Manalu, 2014).
Semakin banyak ion yang hadir, semakin tinggi daya hantar listik air.
Demikian juga, semakin sedikit ion yang ada di dalam air, semakin sedikit nilai
daya hantar listiknya. Peningkatan atau penurunan daya hantar listik yang tiba-
tiba dalam badan air dapat mengindikasikan polusi. Pencemaran air limbah akan
34

meningkatkan daya hantar listik karena adanya penambahan ion klorida, fosfat,
dan nitrat (EPA, 2012).
Berkut merupakan hasil pengukuran nilai Daya Hanter Listrik (DHL)
selama 7 hari.
3.40
3.30 Kontrol (25%)
DHL (mS/cm)

3.20 NA T4 B3
3.10 NA T1 A1

3.00 B7 A1

2.90 NA T4 B1

2.80 NA T2 B2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 13 Grafik DHL pada konsentrasi 25%

6.50

6.00 Kontrol (50%)


DHL (mS/cm)

NA T4 B3
5.50
NA T1 A1
5.00
B7 A1
4.50 NA T4 B1

4.00 NA T2 B2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 14 Grafik DHL pada konsentrasi 50%

8.80
8.60
8.40 Kontrol (75%)
DHL (mS/cm)

8.20 NA T4 B3
8.00
NA T1 A1
7.80
7.60 B7 A1
7.40 NA T4 B1
7.20
NA T2 B2
7.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 15 Grafik DHL pada konsentrasi 75%


35

10.80
10.60
10.40 Kontrol (100%)
DHL (mS/cm) 10.20
NA T4 B3
10.00
9.80 NA T1 A1
9.60
B7 A1
9.40
9.20 NA T4 B1
9.00
NA T2 B2
8.80
0 2 4 6 8 NA T2 C2
Waktu (hari)

Gambar 4. 16 Grafik DHL pada konsentrasi 100%


Dari data hasil pengukuran dan tren grafik, daya hantar listrik atau
electrical conductivity mengalami kenaikan dan penurunan pada keseluruhan
reaktor bakteri dalam rentang waktu 7 hari. Pada reaktor air limbah dengan
konsentrasi 25% pengukuran nilai Daya Hantar Listrik (DHL) dalam rentang 2,9
– 3,34 mS/cm. Pengukuran nilai DHL pada konsentrasi 50% berada dalam
rentang 4,85 – 6,1 mS/cm. Pengukuran nilai DHL pada konsentrasi 75% berada
dalam rentang 7,26 – 8,59 mS/cm. Sedangkan Pengukuran nilai DHL pada
konsentrasi 100% berada dalam rentang dalam rentang 9,07 – 10,67 mS/cm.
Diketahui dari hasil tersebut maka pada semakin besar konsentrasi air limbah
maka semakin besar pula nilai DHL, hal ini dikarenakan semakin banyaknya
bahan organik dalam air limbah semakin tinggi pula nilai DHL.
Meskipun pada beberapa data ada yang mengalami kenaikan nilai DHL,
tetapi menunjukkan data yang cenderung mengalami penurunan. Jika
dibandingkan dari beberapa konsentrasi, air limbah dengan konsentrasi 50%
memiliki data nilai DHL yang fluktuatif diantara konsentrasi yang lainnya. Pada
air limbah konsentrasi 25%, 75% dan 100% menunjukkan data nilai DHL yang
cenderung berada di bawah data nilai DHL reaktor kontrol, jika dilihat pada
grafik reaktor bakteri NA T4 B3 dan NA T1 A1 memiliki nilai DHL yang cukup
stabil dan cenderung mengalami penurunan.
Pada air limbah dengan konsentrasi 25%, nilai DHL pada reaktor bakteri
cenderung mengalami penurunan dan peningkatan namun nilai tersebut tetap
berada di bawah nilai DHL reaktor kontrol. Bakteri NA T2 C2, NA T4 B3 dan
NA T2 B2 menunjukkan tren grafik yang cukup signifikan dibandingkan dengan
bakteri lainnya. Pada air limbah dengan konsentrasi 50% dan 100% nilai DHL
cukup tinggi dan nilai tersebut melampaui nilai DHL dari reaktor kontrol, namun
bakteri NA T1 A1 dan NA T4 B3 menunjukkan hasil nilai DHL cukup stabil dan
berada di bawah nilai DHL reaktor kontrol. Banyaknya ion di dalam larutan
dipengaruhi oleh padatan terlarut di dalamnya. Semakin besar jumlah padatan
terlarut di dalam larutan maka kemungkinan jumlah ion dalam larutan juga akan
semakin besar, sehingga nilai daya hantar listik juga akan semakin besar.
Sehingga dalam penelitian ini penurunan nilai DHL dapat diakibatkan karena
kandungan nilai TDS mengalami penurunan.
36

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Das et al (2005)


diketahui bahwa nilai daya hantar listik memiliki hubungan yang linier dengan
TDS. Dari penelitian tersebut teramati bahwa nilai daya hantar listik meningkat
seiring dengan meningkatnya nilai TDS yang menunjukkan peningkatan
konsentrasi sulfat dan ion lainnya. Pada penelitiannya diketahui bahwa
pengukuran daya hantar listik jauh lebih mudah daripada pengukuran TDS
langsung.
Hasil penelitian Ezeweali, dkk (2014) yang dilakukan di daerah Boji-Boji
Agbor menunjukkan bahwa temperatur memiliki hubungan dengan daya hantar
listik dan TDS. Daya hantar listik memiliki korelasi positif dengan TDS dan
temperatur. Disamping itu, peningkatan temperatur air akan menurunkan
kepadatan dari gas seperti O2, CO2, N2, dan CH4 di dalam larutan. Jadi, dapat
dilihat bahwa terdapat hubungan antara jumlah zat padat terlarut yang
dinyatakan dengan TDS dengan nilai daya hantar listik. Sesuai data yang
diperoleh dalam penelitian ini, secara keseluruhan kandungan TDS pada reaktor
bakteri terus mengalami penurunan, sehingga nilai DHL juga semakin kecil. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Irwan dan Afdal (2016), hubungan
TDS dengan daya hantar listik air sungai linier pada daya hantar listik yang kecil
dan mulai tidak linier pada nilai daya hantar listik tinggi.

4.3 Korelasi antara Parameter pH dan DHL

Korelasi antara parameter pH dan DHL digunakan 3 isolat bakteri yang


menunjukkan perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan isolat bakteri
yang lainnya. Ketiga isolat bakteri tersebut adalah NA T4 B3, B7 A1 dan NA T2
C2.

4.3.1 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Reaktor Kontrol

3.33
3.32
y = -0.0323x + 3.5713
3.31 R² = 0.1243
DHL (mS/cm)

3.30
3.29
3.28 Kontrol (25%)
3.27 Linear (Kontrol (25%))
3.26
3.25
3.24
8.4 8.6 8.8 9.0 9.2 9.4
pH

Gambar 4. 17 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi 25%
37

5.90
y = 0.0129x + 5.4206
5.80
R² = 0.0002
DHL (mS/cm) 5.70
5.60
5.50
Kontrol (50%)
5.40
Linear (Kontrol (50%))
5.30
5.20
5.10
9.1 9.2 9.3 9.4 9.5 9.6 9.7
pH

Gambar 4. 18 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi 50%

8.45

8.40 y = 0.4466x + 3.9247


8.35 R² = 0.2554
DHL (mS/cm)

8.30

8.25 Kontrol (75%)

8.20 Linear (Kontrol (75%))

8.15

8.10
9.5 9.6 9.7 9.8 9.9 10.0
pH

Gambar 4. 19 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi 75%

10.24
10.22 y = 0.0247x + 9.8809
10.20 R² = 0.0044
10.18
DHL (mS/cm)

10.16
10.14
10.12 Kontrol (100%)
10.10 Linear (Kontrol (100%))
10.08
10.06
10.04
9.7 9.8 9.9 10.0 10.1 10.2 10.3
pH

Gambar 4. 20 Korelasi antara pH dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi 100%
Berdasarkan grafik yang diperoleh dari korelasi antara pH dan DHL pada
reaktor kontrol pada konsentrasi air limbah 25% nilai korelasi R2 sebesar 0,1243,
pada konsentrasi air limbah 50% nilai korelasi R2 sebesar 0,0002, pada konsentrasi
38

air limbah 75% nilai korelasi R2 sebesar 0,2554, pada konsentrasi air limbah 100%
nilai korelasi R2 sebesar 0,0044. Nilai korelasi (R2) pada reaktor kontrol
menunjukkan angka yang kecil, sehingga dapat dijelaskan bahwa tidak adanya
aktivitas bakteri pada reaktor kontrol.

4.3.2 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Bakteri NA T4 B3


10.6
10.4
10.2
10
pH

9.8
y = -1.4041x + 14.226 NA T4 B3
9.6
R² = 0.1523 Linear (NA T4 B3)
9.4
9.2
9
2.8 2.9 3 3.1 3.2 3.3
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 21 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


25%

9.7

9.5
y = 3.3767x - 7.0863
9.3 R² = 0.3952
pH

NA T4 B3
9.1
Linear (NA T4 B3)
8.9

8.7
4.7 4.75 4.8 4.85 4.9 4.95 5
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 22 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


50%
39

10.40
10.30
10.20
10.10
10.00
pH

9.90 y = 0.1965x + 8.2984 NA T4 B3


R² = 0.0047
9.80 Linear (NA T4 B3)
9.70
9.60
9.50
7.75 7.8 7.85 7.9 7.95 8 8.05 8.1
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 23 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


75%

10.4
10.3
10.2
10.1
10
pH

9.9 NA T4 B3
9.8 y = -0.6266x + 15.71
Linear (NA T4 B3)
R² = 0.1079
9.7
9.6
9.5
9 9.1 9.2 9.3 9.4 9.5
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 24 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


100%

Besarnya penurunan pH bergantung pada besarnya prosentase degradasi,


semakin besar aktivitas mikroba pendegradasi, semakin besar pula penurunan pH
yang dihasilkan. Kecenderungan penurunan pH teramati pada setiap sampel dengan
nilai penurunan yang hampir sama. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa
akumulasi asam-asam organik sebagai hasil akhir metabolisme meningkat seiring
dengan bertambahnya waktu inkubasi. Semakin kecil nilai pH maka akan semakin
besar nilai DHL pada air limbah
Hal yang sama dinyatakan oleh Purnomo (2010) pada penelitiannya yang
menyatakan bahwa semakin kecil nilai pH maka daya hantar listik perairan tersebut
akan semakin besar dan sebaliknya. Pada konduktor elektrolit, elektron mengalir
dibawa oleh ion-ion, sedangkan yang dapat menghasilkan ion antara lain asam, basa
dan garam. Asam terdiri asam kuat yang banyak menghasilkan banyak ion
sedangkan asam lemah menghasilkan sedikit ion dimana semakin asam suatu
perairan maka semakin kecil nilai pHnya, demikian pula semakin lemah tingkat
keasaman suatu perairan maka pH akan semakin besar. Sehingga apabila suatu
40

perairan memiliki tingkat keasaman tinggi (pH kecil) maka semakin banyak ion
yang dihasilkan sehingga daya hantar listik (DHL) akan semakin besar.
Berdasarkan grafik hubungan pH dan DHL pada reaktor bakteri NA T4 B3
dapat dilihat bahwa hasil pengukuran antara nilai pH dan nilai DHL mempunyai
koefisien korelasi dari beberapa konsentrasi. Pada reaktor bakteri NA T4 B3 dengan
konsentrasi air limbah 25% dan 100% grafik tren menunjukkan korelasi negatif
sedangkan pada konsentrasi 50% dan 75% grafik tren menunjukkan korelasi positif.
Namun hasil dari nilai koefisien korelasi (R2) pada reaktor bakteri NA T4 B3 tidak
terlalu tinggi, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa pada hubungan pH dan DHL
memiliki korelasi negatif maupun positif. Berdasarkan grafik korelasi antara pH
dan DHL, adanya perbedaan korelasi negatif dan positif pada konsentrasi air limbah
dapat dijealskan bahwa semakin kecil konsentrasi air limbah maka korelasi
cenderung negatif. Nilai korelasi pada reaktor bakteri NA T4 B3 dengan
konsentrasi air limbah 50% merupakan nilai korelasi yang tertinggi diantara
konsentrasi air limbah 25%,75% dan 100% yakni sebesar 0,3952. Sehingga dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa pada reaktor bakteri NA T4 B3 dengan konsentrasi
air limbah 50% memiliki korelasi positif antara nilai pH dengan nilai DHL.
Sedangkan pada konsentrasi air limbah 75% menunjukkan nilai koefisian korelasi
rendah yakni sebesar 0,0047.

4.3.2 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Bakteri B7 A1


9.5
9.4
9.3
9.2
pH

9.1 y = 2.1805x + 2.0451


R² = 0.3011 B7 A1
9
8.9 Linear (B7 A1)
8.8
8.7
3.15 3.2 3.25 3.3 3.35 3.4
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 25 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi 25%

9.8
9.7 y = 0.4696x + 6.7897
9.6 R² = 0.4971
pH

9.5
B7 A1
9.4
Linear (B7 A1)
9.3
9.2
5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2
DHL (mS/cm)
41

Gambar 4. 26 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi 50%

10.20

10.10

10.00 y = 0.5563x + 5.3539


R² = 0.6008
pH

9.90
B7 A1
9.80
Linear (B7 A1)
9.70

9.60
7.6 7.8 8 8.2 8.4
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 27 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi 75%

10.4
10.3
10.2
10.1
10 y = 0.174x + 8.1566
pH

R² = 0.3894
9.9 B7 A1
9.8 Linear (B7 A1)
9.7
9.6
9.5
9 9.5 10 10.5 11
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 28 Korelasi antara pH dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi 100%


Berdasarkan grafik hubungan pH dan DHL dapat dilihat bahwa sebagian
besar pada hasil grafik dari beberapa konsentrasi, semakin kecil pH maka akan
semakin besar nilai DHL pada air limbah, semakin lemah tingkat keasaman suatu
perairan maka pH akan semakin besar. Sehingga apabila suatu perairan memiliki
tingkat keasaman tinggi (pH kecil) maka semakin banyak ion yang dihasilkan
sehingga daya hantar listik (DHL) akan semakin besar. Selain itu, peningkatan nilai
daya hantar listrik dapat dipengaruhi oleh temperatur, dimana peningkatan
temperatur hingga mencapai suhu 60°C juga meningkatkan nilai daya hantar
listriknya. Semakin tinggi temperatur, nilai daya hantar listik juga semakin tinggi.
Apabila temperatur semakin tinggi, maka ion-ion bergerak semakin cepat dan nilai
daya hantar listik juga akan semakin tinggi (Irwan dan Afdal, 2016).
Berdasarkan grafik hubungan pH dan DHL pada reaktor bakteri B7 A1 dapat
dilihat bahwa hasil pengukuran antara nilai pH dan nilai DHL mempunyai koefisien
korelasi dari beberapa konsentrasi. Pada reaktor bakteri B7 A1 pada semua
konsentrasi air limbah grafik tren menunjukkan korelasi positif. Pada reaktor
bakteri B7 A1 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R2) yang cukup baik walaupun
42

tidak terlalu tinggi, namun pada air limbah dengan konsentrasi 75% mencapai nilai
korelasi (R2) sebesar 0,6008 sehingga dapat dikatakan bahwa pada hubungan pH
dan DHL pada bakteri B7 A1 dengan konsentrasi air limbah 75% memiliki korelasi
positif. Sedangkan pada kosentrasi air limbah 25%,50% dan 100% memiliki nilai
korelasi yang cukup seragam dalam rentang 0,3 sampai dengan 0,5.

4.3.3 Korelasi antara Parameter pH dan DHL pada Bakteri NA T2 C2


10

9.5

9
pH

NA T2 C2
8.5
Linear (NA T2 C2)
8 y = -2.6898x + 16.965
R² = 0.0765

7.5
3 3.05 3.1 3.15 3.2 3.25 3.3 3.35
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 29 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


25%

9.7

9.5 y = 2.5419x - 4.9982


R² = 0.4284
9.3
pH

NA T2 C2
9.1
Linear (NA T2 C2)
8.9

8.7
5.5 5.6 5.7 5.8
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 30 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


50%
43

9.70
9.60 y = 0.6848x + 3.6826
9.50 R² = 0.5391
9.40
pH

9.30
NA T2 C2
9.20
9.10 Linear (NA T2 C2)
9.00
8.90
7.8 8 8.2 8.4 8.6
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 31 Korelasi antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


75%

10.4
10.3
10.2
y = 0.3466x + 6.4245
10.1 R² = 0.4366
10
pH

9.9 NA T2 C2
9.8 Linear (NA T2 C2)
9.7
9.6
9.5
9 9.5 10 10.5 11
DHL (mS/cm)

Gambar 4.32 Hubungan antara pH dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


100%
Berdasarkan grafik hubungan antara pH dan DHL pada reaktor NA T2 C2
menunjukkan adanya korelasi negatif pada konsentrasi air limbah 25%, sedangkan
pada konsentrasi air limbah 50%,75% dan 100% memiliki korelasi positif dengan
nilai korelasi dalam rentang 0,4 – 0,5. Sedangkan pada konsentrasi air limbah 25%,
menunjukkan tren korelasi negatif, berdasarkan data yang diperoleh semakin kecil
konsentrasi maka menunjukkan adanya korelasi negatif. Sehingga dalam hal ini,
reaktor NA T2 C2 memiliki korelasi yang cukup baik antara nilai pH dengan nilai
DHL. Pada konsentrasi air limbah 25% cenderung memiliki nilai korelasi yang
rendah yakni sebesar 0,0765 sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi hubungan
yang lemah antara pH dan DHL. Kecenderungan penurunan pH teramati pada
setiap sampel dengan nilai penurunan yang hampir sama. Penurunan tersebut
menunjukkan bahwa akumulasi asam asam organik sebagai hasil akhir metabolisme
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Semakin kecil nilai pH
maka akan semakin besar nilai DHL pada air limbah.
44

4.4 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL

Korelasi antara parameter TDS dan DHL digunakan 3 isolat bakteri yang
menunjukkan perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan isolat bakteri
yang lainnya. Ketiga isolat bakteri tersebut adalah NA T4 B3, B7 A1 dan NA T2
C2.

4.4.1 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada reaktor kontrol
2.26
x 10³
2.24
2.22
TDS (ppm)

2.20 y = 0.0097x + 2.163


2.18 R² = 5E-05
Kontrol (25%)
2.16
Linear (Kontrol (25%))
2.14
2.12
3.24 3.26 3.28 3.3 3.32 3.34
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 33 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi
25%
3.90
x 10³
3.85
y = 0.19x + 2.6955
TDS (ppm)

3.80
R² = 0.1438
3.75
Kontrol (50%)
3.70
Linear (Kontrol (50%))
3.65
3.60
5 5.2 5.4 5.6 5.8 6
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 34 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi
50%
5.70
x 10³
5.65
TDS (ppm)

5.60

5.55 Kontrol (75%)

5.50 y = -0.4225x + 9.0468 Linear (Kontrol (75%))


R² = 0.5925
5.45
8.1 8.2 8.3 8.4 8.5
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 35 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi
75%
45

7.10
7.00
x 10³
6.90
6.80
y = -0.1913x + 8.6584
TDS (ppm)

6.70
R² = 0.0019
6.60
Kontrol (100%)
6.50
6.40 Linear (Kontrol (100%))
6.30
6.20
6.10
10 10.05 10.1 10.15 10.2 10.25
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 36 Korelasi antara TDS dan DHL reaktor kontrol pada konsentrasi
100%
Berdasarkan grafik yang diperoleh dari korelasi antara TDS dan DHL pada reaktor
kontrol, pada konsentrasi air limbah 25% nilai korelasi R2 sebesar 0,00005 pada
konsentrasi air limbah 50% nilai korelasi R2 sebesar 0,1438, pada konsentrasi air
limbah 75% nilai korelasi R2 sebesar 0,5925, pada konsentrasi air limbah 100%
nilai korelasi R2 sebesar 0,0019. Nilai korelasi (R2) pada reaktor kontrol dengan
konsentrasi air limbah 25%, 50% dan 100% menunjukkan angka yang kecil,
sehingga dapat dijelaskan bahwa tidak adanya aktivitas bakteri pada reaktor kontrol.
Namun pada konsentrasi air limbah 75% nilai korelasi (R2) pada reaktor kontrol
sebesar 0,6 sehingga menunjukkan adanya korelasi (hubungan yang kuat) antara
TDS dan DHL.

4.4.2 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada bakteri NA T4 B3

Banyaknya ion di dalam larutan dipengaruhi oleh padatan terlarut di


dalamnya. Semakin besar jumlah padatan terlarut di dalam larutan maka
kemungkinan jumlah ion dalam larutan juga akan semakin besar, sehingga nilai
daya hantar listrik juga akan semakin besar. Jadi, di sini dapat dilihat bahwa
terdapat hubungan antara jumlah zat padat terlarut yang dinyatakan dengan TDS
dengan nilai daya hantar listrik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Das et al (2005) di Danau
Subhas Sarovar dan Rabindra Sarovar, Kolkata, India diketahui bahwa nilai daya
hantar listrik listrik memiliki hubungan yang linier dengan TDS. Dari penelitian
tersebut teramati bahwa nilai daya hantar listrik meningkat seiring dengan
meningkatnya nilai TDS yang menunjukkan peningkatan konsentrasi sulfat dan ion
lainnya. Pada penelitiannya diketahui bahwa pengukuran daya hantar listrik jauh
lebih mudah daripada pengukuran TDS langsung.
Hayashi (2003) yang melakukan penelitian pada beberapa jenis air yang
memiliki komposisi dan salinitas yang berbeda. Dari penelitian ini didapatkan
hubungan daya hantar listrik dengan temperatur yang sedikit nonlinier pada suhu
46

berkisar 0- 30°C, tetapi persamaan linier masih dapat mendekati dengan cukup baik.
Hasil penelitian Ezeweali, dkk (2014) yang dilakukan di daerah Boji-Boji Agbor
menunjukkan bahwa daya hantar listrik memiliki korelasi positif dengan TDS dan
temperatur. Disamping itu, peningkatan temperatur air akan menurunkan kepadatan
dari gas seperti O2, CO2, N2, dan CH4 di dalam larutan.
Berikut merupakan hasil perbandingan nilai TDS dan DHL pada penelitian
ini:
2.2 x 10³
2.18
2.16
2.14
TDS (ppm)

2.12
2.1 y = -0.0506x + 2.2528 NA T4 B3
2.08 R² = 0.0127
Linear (NA T4 B3)
2.06
2.04
2.02
2.8 2.9 3 3.1 3.2 3.3
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 37 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


25%

3.4 x 10³
3.2
y = 0.0188x + 2.9859
3 R² = 5E-06
TDS (ppm)

2.8
2.6 NA T4 B3
2.4 Linear (NA T4 B3)
2.2
2
4.75 4.8 4.85 4.9 4.95
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 38 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


50%
47

5.38 x 10³
5.36 y = 0.4111x + 2.0325
5.34 R² = 0.4035
TDS (ppm)
5.32
5.3
NA T4 B3
5.28
5.26 Linear (NA T4 B3)
5.24
5.22
7.75 7.8 7.85 7.9 7.95 8 8.05 8.1
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 39 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


75%

6.4 x 10³
6.3
6.2
y = 0.1193x + 4.9942
6.1 R² = 0.0027
TDS (ppm)

6
5.9
5.8 NA T4 B3
5.7 Linear (NA T4 B3)
5.6
5.5
5.4
9 9.1 9.2 9.3 9.4 9.5
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 40 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T4 B3 pada konsentrasi


100%
Pada penelitian yang dilakukan Irwan dan Afdal (2016), hubungan TDS
dengan daya hantar listrik air sungai linier pada daya hantar listrik yang kecil
dan mulai tidak linier pada nilai daya hantar listrik tinggi. Berdasarkan tren diatas
diketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi antara jumlah zat padat terlarut
yang dinyatakan dengan TDS dengan nilai daya hantar listrik. Sesuai data yang
diperoleh dalam penelitian ini, secara keseluruhan kandungan TDS pada reaktor
bakteri mengalami penurunan maupun peningkatan yang fluktuatif dan tidak
signifikan sehingga tidak dapat dijelaskan bahwa adanya korelasi antara TDS
dan DHL. Pada konsentrasi air limbah 25% menunjukkan adanya tren korelasi
negatif, sedangkan pada konsentrasi air limbah 50%, 75% dan 100%
menunjukkan adanya tren korelasi positif. Pada reaktor NA T4 B3 pada
konsentrasi air limbah 25%, 50% dan 100% menunjukkan nilai korelasi (R2)
yang cukup rendah maka dapat dijelaskan bahwa pada konsentrasi air limbah
tersebut tidak terjadi korelasi antara TDS dan DHL. Namun pada konsentrasi air
limbah 75% nilai korelasi sebesar 0,4035 sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi
hubungan sedang antara TDS dan DHL.
48

4.4.3 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada bakteri B7 A1


2.25 x 10³
y = 0.7895x - 0.4126
2.2 R² = 0.4455
TDS (ppm)

2.15

2.1 B7 A1
Linear (B7 A1)
2.05

2
3.15 3.2 3.25 3.3 3.35 3.4
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 41 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi 25%

4.2
x 10³
4.1
4 y = 0.4703x + 1.0753
TDS (ppm)

3.9 R² = 0.3117
3.8
B7 A1
3.7
3.6 Linear (B7 A1)
3.5
3.4
5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 42 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi 50%

6.6 x 10³
6.4
6.2
TDS (ppm)

6
5.8
y = 0.4683x + 1.7335 B7 A1
5.6 R² = 0.0412
5.4 Linear (B7 A1)
5.2
5
7.7 7.8 7.9 8 8.1 8.2 8.3 8.4
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 43 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi 75%
49

7.2 x 10³
7.1
7
TDS (ppm) y = 0.2914x + 3.8711
6.9 R² = 0.5186

6.8 B7 A1

6.7 Linear (B7 A1)

6.6
6.5
9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 10.4 10.6 10.8
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 44 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri B7 A1 pada konsentrasi


100%
Berdasarkan grafik korelasi TDS dan DHL dapat dilihat bahwa sebagian
besar pada hasil grafik dari beberapa konsentrasi, semakin tinggi nilai TDS maka
akan semakin besar nilai DHL pada air limbah. Sehingga apabila suatu perairan
memiliki tingkat ketersediaan bahan organik terlarut yang tinggi maka semakin
banyak ion yang dihasilkan sehingga daya hantar listrik akan semakin besar.
Berdasarkan grafik korelasi TDS dan DHL pada reaktor bakteri B7 A1 dapat
dilihat bahwa hasil pengukuran antara nilai TDS dan nilai DHL mempunyai
koefisien korelasi yang cukup baik dari beberapa konsentrasi. Pada reaktor bakteri
B7 A1 pada semua konsentrasi air limbah grafik tren menunjukkan korelasi positif.
Pada reaktor bakteri B7 A1 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R2) yang cukup
baik walaupun tidak terlalu tinggi, namun pada air limbah dengan konsentrasi 75%
memiliki nilai korelasi (R2) sebesar 0,0412 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak
terjadi korelasi antara TDS dan DHL. Sedangkan pada kosentrasi air limbah
25%,50% dan 100% memiliki nilai korelasi yang cukup seragam yakni dalam
rentang 0,3 sampai dengan 0,5. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif
(hubungan sedang) antara nilai TDS dan DHL.

4.4.4 Korelasi antara Parameter TDS dan DHL pada bakteri NA T2 C2


2.2
x 10³
2.18
2.16
TDS (ppm)

2.14
2.12 NA T2 C2
2.1 Linear (NA T2 C2)
y = -0.2609x + 2.9386
2.08
R² = 0.1971
2.06
3 3.05 3.1 3.15 3.2 3.25 3.3 3.35
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 45 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


25%
50

3.9 x 10³

3.85 y = 0.6229x + 0.2462


R² = 0.3186
TDS (ppm) 3.8

3.75
NA T2 C2
3.7
Linear (NA T2 C2)
3.65

3.6
5.5 5.55 5.6 5.65 5.7 5.75 5.8
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 46 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


50%
5.85 x 10³
5.8
5.75
5.7 y = 0.5199x + 1.2294
R² = 0.8056
TDS (ppm)

5.65
5.6
5.55 NA T2 C2
5.5
5.45 Linear (NA T2 C2)
5.4
5.35
5.3
7.8 8 8.2 8.4 8.6 8.8
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 47 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


75%

6.8 x 10³
6.7
6.6
TDS (ppm)

6.5
6.4 NA T2 C2
y = -0.3635x + 10.181 Linear (NA T2 C2)
6.3
R² = 0.456
6.2
6.1
9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 10.4 10.6 10.8
DHL (mS/cm)

Gambar 4. 48 Korelasi antara TDS dan DHL bakteri NA T2 C2 pada konsentrasi


100%
Berdasarkan grafik hubungan antara TDS dan DHL pada reaktor NA T2 C2
menunjukkan adanya korelasi negatif pada konsentrasi air limbah 25% dan 100%,
51

sedangkan pada konsentrasi air limbah 50% dan 75% memiliki korelasi positif.
Pada konsentrasi air limbah 75% memliki nilai korelasi yang cukup tinggi yakni
sebesar 0,8056, sehingga dalam hal ini terdapat korelasi antar TDS dan DHL bahwa
semakin tinggi nilai TDS maka semakin tinggi nilai DHL. Sehingga dalam hal ini,
reaktor NA T2 C2 memiliki korelasi yang cukup baik antara nilai TDS dengan nilai
DHL. Pada konsentrasi air limbah 25% cenderung memiliki nilai korelasi yang
rendah yakni sebesar 0,1971 sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi hubungan
yang lemah antara pH dan DHL. Sedangkan pada konsentrasi air limbah 100%
terjadi korelasi negatif dengan nilai korelasi sebesar 0,456. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin rendah nilai TDS maka semakin tinggi nilai DHL.

4.5 Pengaruh Variasi Beban Limbah terhadap Kinerja Bakteri

Indikator yang digunakan dalam penentuan keberhasilan proses biodegradasi


dalam limbah cair tenun adalah kesesuaian parameter fisika dalam proses
biodegradasi limbah tenun oleh bakteri indigenous. Efektivitas penguraian bahan
organik yang terdapat pada limbah cair tenun dengan penambahan inokulum bakteri
menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan penguraian bahan organik tanpa
penambahan inokulum bakteri. Hal ini terjadi karena mikroorganisme dapat
mengkonsumsi polutan organik dan mengubahnya menjadi karbondioksida, air dan
energi untuk proses pertumbuhan dan reproduksinya. Sehingga dengan adanya
inokulum bakteri waktu yang dibutuhkan untuk menguraikan polutan organik dapat
lebih singkat.
Analisis regresi linier sederhana dilakukan untuk mengukur seberapa besar
pengaruh pH terhadap daya hantar listrik. Sedangkan analisis korelasi dilakukan
untuk mengukur seberapa kuat hubungan antara pH dan daya hantar listrik. Analisis
statistik dikerjakan menggunakan Microsoft Excel. Koefisien determinasi (R2)
adalah bagian dari keragaman total variabel terikat (Y) yang dapat diterangkan oleh
keragaman variabel bebas (X). Koefisien ini dihitung dengan mengkuadratkan
koefisien korelasi. Berikut merupakan nilai korelasi dan interpretasi.
Tabel 4. 4 Nilai Korelasi dan Interpretasi

No R2 Interpretasi
Tidak ada hubungan/hubungan
1 0.00 - 0.25
lemah
2 0.26 - 0.5 Hubungan sedang
3 0.51 - 0.75 Hubungan kuat
4 0.76 - 1.00 Hubungan sangat kuat/ sempurna
Sumber: Hastono, 2006

Adanya variasi beban limbah memberikan pengaruh terhadap aktivitas


bakteri indigenous pada masing-masing pengolahan. Hal tersebut dapat dilihat dari
nilai R2 pada masing-masing pengolahan sesuai yang terdapat pada tabel 4.4. Dari
grafik terlihat bahwa pH terhadap daya hantar listrik memiliki hubungan linier
positif, yang artinya semakin kecil nilai pH maka nilai daya hantar listrik semakin
besar. Adapun interpretasi dari nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini.
52

.
Tabel 4. 5 Nilai R2 pada pengolahan air limbah dengan bakteri indigenous

Nilai R2
Bakteri Konsentrasi Air Limbah
25% 50% 75% 100%
NA T4 B3 0.1523 0.3952 0.0047 0.1079
B7 A1 0.3011 0.4971 0.6008 0.3894
NA T2 C2 0.0765 0.4284 0.5391 0.4366
Kontrol 0.1243 0.0002 0.2554 0.0044
2
*Nilai R adalah koefisien determinasi
Tabel 4. 6 Nilai R pada pengolahan air limbah dengan bakteri indigenous

Nilai R
Bakteri Konsentrasi Air Limbah
25% 50% 75% 100%
NA T4 B3 0.3903 0.6286 0.0686 0.3285
B7 A1 0.5487 0.7051 0.7751 0.6240
NA T2 C2 0.2766 0.6545 0.7342 0.6608
Kontrol 0.3526 0.0141 0.5054 0.0663

Berdasarkan tabel 4.4 dan tabel 4.5 dilihat bahwa aktivitas masing-masing
bakteri akan berbeda baik pada konsentrasi air limbah 25%, 50%, 75% dan 100%
sehingga menghasilkan nilai R2 yang fluktuatif. Pada reaktor bakteri NA T4 B3
memiliki nilai korelasi yang cukup tinggi pada konsentrasi air limbah 50%,
sedangkan pada konsentrasi lainnya memiliki nilai korelasi yang cukup rendah.
Sehingga pada bakteri NA T4 B3 dengan konsentrasi air limbah 50% memiliki
kemampuan biodegradasi yang cukup baik. Pada reaktor bakteri B7 A1 nilai
korelasi cukup seragam dan tinggi dari beberapa konsentrasi. Hal ini menunjukkan
bahwa bakteri B7 A1 memiliki kemampuan yang cukup bagus dalam mendegradasi
air limbah baik pada konsentrasi 25%, 50%,75% maupun 100%. Namun nilai
korelasi menunjukkan bahwa konsentrasi air limbah 75% cukup tinggi jika
dibandingkan dengan konsentrasi air limbah yang lain yakni sebesar 0,6008.
Sedangkan pada bakteri NA T2 C2 memiliki nilai korelasi yang cukup tinggi pada
konsentrasi air limbah 75%, sedangkan pada konsentrasi lainnya memiliki nilai
korelasi yang cukup rendah. Sehingga pada bakteri NA T2 C2 dengan konsentrasi
air limbah 50% memiliki kemampuan biodegradasi yang cukup baik. Jika
dibandingkan dari ketiga isolat bakteri dan berdarkan nilai korelasi yang didapatkan,
bakteri NA T2 C2 dan B7 A1 merupakan bakteri yang cukup baik dalam proses
biodegradasi air limbah tenun.
53

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan,


antara lain:
1. Penambahan bakteri indigenous pada limbah cair tenun Troso tidak
memberikan banyak perubahan pada parameter suhu dan DHL. Tren
pengolahan pada kedua parameter ini cenderung konstan atau bahkan
kurang stabil. Parameter fisik yang direduksi adalah pH dan TDS, namun
grafik penurunan pH dan TDS tidak terlalu signifikan sehingga tidak
memberikan banyak perubahan. Pengukuran nilai pH cenderung menurun,
hal ini dapat disebabkan karena proses yang terjadi di dalam bioreaktor
sudah memasuki tahap pembentukan asam organik dengan adanya aktivitas
biodegradasi yang dilakukan oleh isolat bakteri indigenous.
2. pH memiliki korelasi positif dan linier dengan nilai DHL. Sehingga semakin
kecil nilai pH semakin rendah pula nilai DHL. Namun korelasi antara TDS
dan nilai DHL memiliki tingkat korelasi negatif, sehingga terjadi hubungan
lemah antara kedua parameter.
3. Pada penelitian ini bakteri NA T2 C2 yang berasal dari tanah yang ditanami
talas (Colocasia esculenta) dan bakteri B7 A1 yang berasal dari tanah yang
ditanami rumput jariji memiliki nilai korelasi (R2) yang cukup tinggi dan
memiliki karakteristik parameter fisika yang lebih baik dari bakteri lainnya.
Sehingga pada penambahan bakteri NA T2 C2 dan bakteri B7 A1 memiliki
potensi dalam proses biodegradasi yang cukup baik dibandingkan dengan
bakteri lainnya.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang
dapat diberikan, antara lain:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkombinasikan bakteri
indigenous dengan penambahan tanaman agar diperoleh hasil degradasi air
limbah yang lebih baik.
2. Pada penelitian sejenis, perlu dilakukan pengukuran Total Plate Count
(TPC) untuk mengetahui pertumbuhan bakteri pada air limbah.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kdasi, A., Idris, A., Saed, K. dan Guan, C.T. 2004. Treatment of Textile
Wastewater by Advanced Oxidation Processes. Global Nest the Int. Page:
222- 230.
Arief, Muhammad., Sulmartiwi, Laksmi., Prayogo dan Saputri, H.M. 2015. Isolasi
Bakteri Indigen Sebagai Pendegradasi Bahan Organik Pada Media
Pembenihan Ikan Lele Dumbo (Clarias Sp.) Sistem Resirkulasi Tertutup.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 2, No. 2, Hal 117-122.
Batubara, U.M., Susilawati, Ika Oksa., Riany, Hesti. 2015. Isolasi dan
Karakterisasi Bakteri Indigenous Tanah di Kawasan Kampus
Universitas Jambi. Universitas Tanjungpura Pontianak. Hal 243-250.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Jepara Dalam Angka 2017. BPS:
Kabupaten Jepara.
Cheremisinoff, N.P. 1996. Biotechnology for Waste and Wastewater Treatment.
USA: Noyes Publications 66.
Chapman. D. 2000. Water Quality Assesment- A Guide to use of Biota,
Sediments and Water in Environmental Monitoring-Second Edition.
Inggris: Cambridge University Press.
Christian, H., Suwito, E., Ferdian, T.A., Setiadi, T. & Suhardi, S.H. 2007.
Kemampuan Pengolahan Warna Limbah Tekstil oleh Berbagai Jenis
Fungi dalam Suatu Bioreaktor. Seminar Nasional Fundamental dan
Aplikasi Teknik Kimia, JurusanTeknik Kimia FTI-ITS. Surabaya.
Das, R., Ranjan N.S., Kumar P.R., dan Mitra D. 2005. Asian Journal of Water,
Environment and Pollution. Page 143-146.
Darmayasa., I. B.G. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Lipid
(Lemak) Pada Beberapa Tempat Pembuangan Limbah Dan Estuari
DAM Denpasar. Jurnal Bumi Lestari. Vol. 8, Hal 122-127.
Djuhariningrum T. 2005. Pusat Pengembangan Geologi Nuklir-Batan. Jakarta
Doraja, P.H, Shovitri, Maya dan Kuswytasari N.D. 2012. Biodegradasi Limbah
Domestik dengan Menggunakan Inokulum Alami dari Tangki Septik.
Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 1, No. 1.
Ezeweali, D., Oyem, H.H. dan Oyem, I.M. 2014. Research Journal of
Environmental Science 8. Page 444-450.
Febriyansari, A.N. 2008. Penerapan Model Gompertz Pada Pertumbuhan
Bakteri L. acidophilus dan B. Longum di Media Adonan Es Krim (Ice
Cream Mix atau ICM) Jenis Standar. Skrips. Malang: Universitas
Brawijaya.
Firdus dan Muchlisin Z.A. 2010. Degradation Rate of Sludge and Water Quality
of Tangki septik (Water Closed) by Using Starbio and Freshwater
Catfish as Biodegradator. Jurnal Natural. Vol. 10, No. 1.
Goel, Simmi. 2010. Anaerobic Baffled Reactor For Treatment Of Textile Dye
Effluent. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 69. Page 305-307.
Handayani, N.I., Moenir, Misbachul., Setianingsih N.I dan Malik, R.A. 2016.
Isolasi Bakteri Hererotrofik Anaerobik Pada Pengolahan Air Limbah
Industri Tekstil. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri.
Vol.7, No.1, Hal 39-46

55
Hastono, S. P. 2006. Basic Data Analysis for Health Research. Universitas
Indonesia (UI): Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Hayashi, M. 2003. Environmental Monitoring and Assessment. Page 119-128.
Hendro G, Eko Punto. 2000. Ketika Tenun Mengubah Desa Troso. Semarang:
Bendera.
Herlambang, A. 2006. Pencemaran Air dan Strategi Penanggulangannya.
Jurnal Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan. Vol.2, No. 1, Hal 16-28.
Hidayat, M.Fikri. 2014. Penurunan Kandungan Zat Warna Pada Limbah
Songket Menggunakan Membran Komposit Berbasis Kitosan-PVA
Secara Ultrafiltrasi. Laporan Akhir. Palembang : Politeknik Negeri
Sriwijaya.
Ilyas, N.I., Nugraha, W.D., dan Sumiyati, Sri. 2013. Penurunan Kadar TDS Pada
Limbah Tahu Dengan Teknologi Biofilm Menggunakan Media Biofilter
Kerikil Hasil Letusan Gunung Merapi Dalam Bentuk Random (studi
kasus: Industri Tahu Jomblang Semarang). Jurnal Teknik Lingkungan.
Vol. 2, No. 3.
Imtiazzuddin, S. M., Mumtaz, M., and Mallick, K. A. 2012. Pollutant of Waste
Water Characteristic in Textile Industries. Journal of Basic & Applied
Sciences. Page 554-556.
Irwan, F dan Afdal. 2016. Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan
Total Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air.
Jurnal Fisika Unand. Vol. 5, No. 1.
Jackie, R. 2010. Bacterial Colony Morphology. Texas: Richland College
Jenie, BSL. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Bogor : Bogor
Agricultural University
Khairunnas dan Gusman, Mulya. 2018. Analisis Pengaruh Parameter
Konduktivitas, Resistivitas dan TDS Terhadap Salinitas Air Tanah
Dangkal pada Kondisi Air Laut Pasang dan Air Laut Surut di Daerah
Pesisir Pantai Kota Padang. Jurnal Bina Tambang. Vol.3, No.4.
Komarawidjaja, Wage. 2007. Peran Mikroba Aerob Dalam Pengolahan Limbah
Cair Tekstil. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol.8, No.3, Hal 223-228.
Nia. 2010. Pengolahan Sampah dengan Membuatnya Menjadi Kompos. Solo:
Kompos Media.
Nuha, Agus U., HB, F. Putut M., dan Mubarok, Ibnul. 2016. Toksisitas Letal Akut
Limbah Cair Tenun Troso terhadap Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.).
Tugas Akhir. Universitas Negeri Semarang.
Priadie, Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif Dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 10, Hal 38-48.
Purnomo, H. 2010. Pengaruh Keasaman Buah Jeruk Terhadap Konduktivitas
Listrik. Jurnal Orbith Vol.6, No.2, Hal 276-281.
Ramadhani, Ratri Dewi. 2015. Keberadaan dan Perkembangan Tenun Troso
Jepara. Jurnal Kriya. Vol. 12, No. 01, Hal 117-139.
Ruzicka, O. dan L. Safira. 2014. Aplikasi Fotokatalis TiO2 Pada Degradasi
Limbah Cair Zat Warna Tekstil. Lomba Karya Ilmiah Sumber Daya Air.
Rohayati, Zaina., Fajrin M.M., Rua Jumardin., Yulan dan Riyanto. 2017.
Pengolahan Limbah Industri Tekstil Berbasis Green Technology
Menggunakan Metode Gabungan Elektrodegradasi dan

56
Elektrodekolorisasi dalam Satu Sel Elektrolisis. Chimica et Natura Acta
Vol. 5 No. 2, Hal 95-100
Sa’adah, Nurun Nailis. 2020 . Pengolahan Limbah Cair Tenun dengan Sistem
Floating Treatment Wetland Menggunakan Kombinasi Tanaman
Vetiver dan Bakteri Endofit. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Salle, A.J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriotogy. Fifth edition. New
York: Mc Graw hill book company, Inc.
Seabloom, R.W. 2004. University Curriculum Development for Decentralized
Wastewater Management: Septic Tanks. Emeritus Professor of Civil and
Environmental Engineering Dept. of Civil and Environmental Engineering.
University of Washington.
Shehzadi M, Afzal M, Khan MU, Islam E, Mobin A, Anwar S and Khan QM. 2014.
Enhanced Degradation of Textile Effluent in Constructed Wetland
System using Typha Domingensis and Textile Effluent-Degrading
Endophytic Bacteria. Water Res. Vol. 58. Page 152–159
Singh, R. P., Singh, P. K., & Singh, R. L. 2014. Bacterial Decolorization of Textile
Azo Dye Acid Orange by Staphylococcus Hominis RMLRT03. Toxicology
International. Vol. 21, No. 2. Page 160–166.
Sudrajat, Dadang., Mulyana, Nana dan DL, Retno Tri. 2015. Isolasi dan Aplikasi
Mikroba Indigen Pendegradasi Hidrokarbon dari Tanah Tercemar
Minyak Bumi. Jurnal Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Nuklir.
Sugiharto. 2008. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Sukias, J. P. S., J. Park, T. R. Headley, dan C. C. Tanner. 2011. Nutrient Removal
from Eutrophic Waters by Floating Treatment Wetlands. Science of The
Total Environment.
Sumarsono, T. 2011. Efektivitas Jenis dan Konsentrasi Nutrien dalam
Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Mentah yang Diaugmentasi
Dengan Konsorsium Bakteri. Skripsi. Departemen Biologi FSAINTEK
Universitas Airlangga, Surabaya
Suprihatin, H. 2014. Kandungan Organik Limbah Cair Industri Batik Jetis
Sidoarjo Dan Alternatif Pengolahannya. Tugas Akhir. Surabaya: Institut
Teknologi Pembangunan.
Sutrisno, T. (2006). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta
Suyasa, W.B. 2007. Isolasi Bakteri Pendegradasi Minyak/Lemak dari
Beberapa Sedimen Perariran Tercemar dan Bak Pengolahan Limbah.
Jurnal Bumi Lestari. Vol. 7, No. 2, Hal 39-42.
Taufik, Imam., Sutrisno., Yuliati, Parwatining., Supriyadi, Hambali., Subandiyah,
Siti dan Muthalib, Irvan. 2005. Studi Pengaruh Suhu Air Terhadap
Aktivitas Bakteri Bioremediasi (Nitrosomonas dan Nitrobacter) Pada
Pemeliharaan Benih Ikan Patin Siam (Pangasius Hypopthalmus). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.11, No. 7, Hal 59-66
Togatorop. 2009. Korelasi Antara Biological Oxygen Demand (BOD) Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit Terhadap pH, Total Suspended Solid (TSS),
Alkaliniti Dan Minyak Atau Lemak. Thesis, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.

57
Wasiyanto. 2004. Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Pada Industri
Tenun Ikat di Desa Troso Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara.
Tesis. Magister Universitas Diponegoro.
Widayanti, G., Widodo, D.S., dan Haris Abdul. 2012. Elektrodekolorisasi
Perairan Tercemar Limbah Cair Industri Batik dan Tekstil di Daerah
Batang dan Pekalongan. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. Vol. 15, No 2,
Hal 62 – 69.

58
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pewarnaan Gram Bakteri

No Bakteri Hasil Pewarnaan Gram Bakteri

1 NA T4 B3

2 NA T1 A1

3 NA T4 B1

4 NA T2 B2

5 B7 A1

59
No Bakteri Hasil Pewarnaan Gram Bakteri

6 NA T2 C2

Lampiran 2. Hasil pengukuran nilai suhu pada reaktor bakteri

Suhu (°C)
Konsentrasi 25%
Bakteri/Waktu (hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 27.00 26.20 25.80 26.10 25.90 25.90 26.10 26.80
NA T1 A1 27.00 26.30 25.90 26.10 26.00 26.10 26.30 26.70
B7 A1 27.40 25.40 26.70 26.90 26.90 26.90 27.20 26.80
NA T4 B1 27.40 25.80 26.50 27.00 26.90 26.90 27.10 26.70
NA T2 B2 27.40 25.40 26.60 26.70 26.90 26.80 27.20 26.60
NA T2 C2 27.6 27.3 26.7 26.9 27 27 27.2 26.8
Konsentrasi 50%
Bakteri/Waktu (hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 27.00 26.20 25.80 26.10 25.90 25.90 26.10 26.70
NA T1 A1 27.00 26.20 25.90 26.10 26.00 26.00 26.30 26.50
B7 A1 27.40 25.30 26.60 26.80 26.90 27.00 27.20 26.80
NA T4 B1 27.40 25.80 26.50 26.80 26.90 26.80 27.00 26.70
NA T2 B2 27.40 25.50 26.50 26.70 26.90 26.80 27.10 26.60
NA T2 C2 27.5 26.3 26.6 26.8 27 27 27.2 26.8
Konsentrasi 75%
Bakteri/Waktu (hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 27.00 26.20 25.80 26.00 25.90 25.90 26.10 26.60
NA T1 A1 27.00 26.20 25.90 26.00 26.00 26.00 26.20 26.50
B7 A1 27.40 25.60 26.50 26.80 26.90 27.00 27.10 26.80
NA T4 B1 27.40 25.90 26.40 26.70 26.80 26.80 27.00 26.70
NA T2 B2 27.40 25.60 26.40 26.60 26.80 26.80 27.00 26.60
NA T2 C2 27.1 26.2 26.6 26.8 26.9 27 27.1 26.8
Konsentrasi 100%
Bakteri/Waktu (hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 27.00 26.10 25.80 26.00 25.90 25.90 26.10 26.50
NA T1 A1 27.00 26.20 25.90 26.00 26.00 26.00 26.20 26.50
B7 A1 27.40 25.70 26.50 26.80 26.90 27.00 27.10 26.80
NA T4 B1 27.40 25.90 26.40 26.70 26.80 26.80 27.00 26.70
NA T2 B2 27.40 25.60 26.40 26.60 26.80 26.80 27.00 26.60
NA T2 C2 28.5 26.2 26.5 26.8 26.9 27 27.1 26.8

60
Lampiran 3. Hasil pengukuran suhu pada reaktor kontrol

SUHU
No Keterangan Kode 0 1 2 3 4 5 6 7
Kontrol (25%) 27.33 26.67 26.67 26.90 26.43 26.80 27.03 26.67
Kontrol (50%) 27.30 26.57 26.63 26.80 26.43 26.70 26.97 26.67
1 Kontrol
Kontrol (75%) 27.17 26.40 26.33 26.67 26.53 26.43 26.67 26.53
Kontrol (100%) 27.63 26.50 26.57 26.73 26.43 26.63 26.73 26.63

Lampiran 4. Hasil pengukuran pH pada reaktor bakteri

pH
Konsentrasi 25%
Bakteri/Waktu
(hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 9.2 10.5 10.2 10.1 9.8 9.8 9.8 9.4
NA T1 A1 9.2 9 9.1 8.8 9.1 9.1 8.9 8.6
B7 A1 9.3 9.4 9.2 9.2 9.1 9 8.9 8.8
NA T4 B1 9.3 9.5 9.3 9.2 9.1 9.1 9 8.9
NA T2 B2 9.3 9.4 9.2 9.1 9.1 9 8.9 8.8
NA T2 C2 8.9 8.8 8.4 8.6 9.7 8.1 8 7.6
Konsentrasi 50%
Bakteri/Waktu
(hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 9.6 9.6 9.6 9.5 9.4 9.2 9.1 8.9
NA T1 A1 9.6 9.6 9.4 9.3 9.3 9.2 9.2 8.8
B7 A1 9.7 9.6 9.5 9.5 9.4 9.4 9.4 9.3
NA T4 B1 9.7 9.7 9.6 9.6 9.4 9.5 9.5 9.4
NA T2 B2 9.7 9.7 9.5 9.5 9.4 9.4 9.5 9.4
NA T2 C2 9.7 9.6 9.4 9.4 9.2 9.2 9 8.9
Konsentrasi 75%
Bakteri/Waktu
(hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 10.20 10.10 10.00 9.90 9.60 9.70 9.80 9.60
NA T1 A1 10.20 10.00 10.00 9.90 9.80 9.70 9.80 9.60
B7 A1 10.1 9.9 9.9 9.8 9.8 9.8 9.8 9.7
NA T4 B1 10.1 10.1 9.9 9.9 9.8 9.8 9.9 9.8
NA T2 B2 10.1 10 9.8 9.9 9.8 9.8 9.8 9.7
NA T2 C2 9.6 9.5 9.4 9.6 9.4 9.3 9.1 9.1
Konsentrasi 100%
Bakteri/Waktu
(hari) 0 1 2 3 4 5 6 7
NA T4 B3 10.3 10.1 10 9.9 9.7 9.8 9.8 9.6
NA T1 A1 10.3 10.1 10 9.9 9.9 9.7 9.7 9.6
B7 A1 10.1 10 9.9 9.9 9.9 9.8 9.8 9.8
NA T4 B1 10.1 10.1 10 9.9 9.8 9.8 9.9 9.9
NA T2 B2 10.1 10 9.9 9.9 9.9 9.8 9.9 9.9
NA T2 C2 10.2 10.1 9.9 9.9 9.7 9.8 9.8 9.7

61
Lampiran 5. Hasil pengukuran pH pada reaktor kontrol

pH
No Keterangan Kode 0 1 2 3 4 5 6 7
Kontrol (25%) 9.13 9.20 9.00 8.97 8.73 8.60 8.63 8.63
Kontrol (50%) 9.67 9.60 9.43 9.37 9.30 9.33 9.27 9.20
1 Kontrol
Kontrol (75%) 9.97 9.77 9.67 9.67 9.60 9.60 9.60 9.60
Kontrol (100%) 10.20 10.03 9.97 9.97 9.83 9.80 9.77 9.77

Lampiran 6. Hasil pengukuran TDS pada reaktor bakteri

TDS
Konsentrasi 25%
Bakteri/Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 2180 2050 2040 2130 2040 2110 2070 2140
NA T1 A1 2180 2110 2160 2140 2210 2060 2060 2150
B7 A1 2220 2240 2120 2150 2050 2110 2140 2140
NA T4 B1 2220 2220 1960 2150 2160 2160 2140 2120
NA T2 B2 2220 2140 2070 2140 2150 2140 2110 2150
NA T2 C2 2120 2080 2070 2140 2130 2080 2150 2180
Konsentrasi 50%

Bakteri/Waktu 0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 3310 2090 3180 3070 3240 3290 3230 3210
NA T1 A1 3310 3200 3220 3240 3210 3270 3070 3230
B7 A1 4080 3490 3710 3800 3780 3700 3780 3780
NA T4 B1 4080 3840 3750 3800 3750 3780 3770 3790
NA T2 B2 4080 3860 3730 3800 3750 3800 3760 3790
NA T2 C2 3880 3840 3640 3770 3750 3710 3690 3720
Konsentrasi 75%
Bakteri/Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 5370 5252 5230 5320 5280 5360 5280 5340
NA T1 A1 5370 5120 5190 5390 5230 5300 4950 5270
B7 A1 5580 5440 5300 6440 5380 5260 5380 5370
NA T4 B1 5580 5450 4690 5430 5360 5410 5360 5360
NA T2 B2 5580 5640 5300 5460 5360 5440 5370 5400
NA T2 C2 5780 5480 5600 5620 5470 5600 5470 5390
Konsentrasi 100%
Bakteri/Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 6150 5450 6110 6160 6220 6310 6150 6250
NA T1 A1 6150 6180 6120 6290 6140 6310 5970 6210
B7 A1 7110 6840 6690 6570 6800 6790 6800 6720
NA T4 B1 7110 6860 6700 6790 6770 6220 6780 6800
NA T2 B2 7110 6830 6620 6840 6700 6800 6800 6690
NA T2 C2 6160 6730 6670 6460 6480 6560 6630 6700

62
Lampiran 7. Hasil pengukuran nilai TDS pada reaktor kontrol

TDS
No Keterangan Kode 0 1 2 3 4 5 6 7
Kontrol (25%) 2173 2140 2200 2250 2197 2203 2183 2213
Kontrol (50%) 3757 3693 3710 3885 3690 3737 3660 3855
1 Kontrol
Kontrol (75%) 5577 5520 5517 5480 5610 5657 5513 5615
Kontrol (100%) 6155 6770 6693 6920 6707 6790 6777 6960

Lampiran 8. Hasil pengukuran nilai DHL pada reaktor bakteri

DHL
Konsentrasi 25%
Bakteri/Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 3.23 3.04 3.23 2.9 3.22 3.16 3.05 3.1
NA T1 A1 3.23 3.2 3.34 3.19 3.22 3.26 3.22 3.34
B7 A1 3.35 3.28 3.19 3.22 3.24 3.21 3.22 3.22
NA T4 B1 3.35 3.22 3.15 3.22 3.22 3.21 3.21 3.19
NA T2 B2 3.35 3.32 3.08 3.21 3.1 3.2 3.14 3.2
NA T2 C2 3.16 3.14 3.29 3.12 3.06 3.11 3.12 3.14
Konsentrasi 50%
Bakteri/Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 4.91 4.88 4.9 4.85 4.9 4.93 4.8 4.8
NA T1 A1 4.91 4.83 4.87 4.88 4.85 4.88 4.81 4.88
B7 A1 6.1 5.8 5.63 5.73 5.67 5.41 5.68 5.73
NA T4 B1 6.1 5.59 5.62 5.71 5.66 5.64 5.69 5.7
NA T2 B2 6.1 5.75 5.57 4.85 5.68 5.64 5.69 5.71
NA T2 C2 5.78 5.61 5.65 5.64 5.58 5.54 5.59 5.61
Konsentrasi 75%
Bakteri/Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 8.03 7.96 7.93 7.94 7.94 8.08 7.81 7.98
NA T1 A1 8.03 7.81 7.92 7.26 7.81 8.05 7.91 7.88
B7 A1 8.31 8.18 8.03 8.11 8.09 8.06 8.15 7.73
NA T4 B1 8.31 8.15 7.98 8.11 8.06 8.08 8.06 8.09
NA T2 B2 8.31 8.16 7.79 8.14 8.1 7.95 8.06 8.11
NA T2 C2 8.59 8.34 8.4 8.5 8.09 8.38 8.26 7.94
Konsentrasi 100%
Bakteri/Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
(hari)
NA T4 B3 9.22 9.32 9.07 9.32 9.24 9.46 9.19 9.36
NA T1 A1 9.22 9.28 9.3 9.45 9.23 9.4 9.09 9.26
B7 A1 10.55 10.27 9.67 9.88 10.19 10.13 10.13 9.32
NA T4 B1 10.55 10.25 10.09 10.3 10.15 10.05 10.22 10.2
NA T2 B2 10.55 10.27 10.11 10.31 10.18 10.09 10.2 10.2
NA T2 C2 10.67 10.02 10.02 10.01 9.95 9.86 9.4 10

63
Lampiran 9. Hasil pengukuran nilai DHL pada reaktor kontrol

DHL
No Keterangan Kode 0 1 2 3 4 5 6 7
Kontrol (25%) 3.25 3.30 3.27 3.29 3.28 3.27 3.32 3.29
Kontrol (50%) 5.60 5.58 5.57 5.57 5.53 5.20 5.51 5.78
1 Kontrol
Kontrol (75%) 8.31 8.32 8.35 8.43 8.15 8.12 8.16 8.16
Kontrol (100%) 10.15 10.19 10.09 10.05 10.13 10.10 10.07 10.22

Lampiran 10. Dokumentasi

Pengambilan Sampel

64
Kulturisasi Bakteri

Pembuatan Media Agar

65
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jepara, pada tanggal 16 Februari 1999. Penulis


merupakan putri kedua dari dua bersaudara, dari pasangan ayahanda Minoto dan
ibunda Sri Indarwati. Pendidikan formal ditempuh di SD Negeri 02 Kedungcino
Jepara (2004- 2010), SMP Negeri 4 Jepara (2010-2013), dan SMA Negeri 1
Jepara (2013-2016). Pada tahun 2016 penulis diterima di Universitas Islam
Indonesia (Kota Yogyakarta) melalui jalur CBT (Computer Based Test) di
Program Studi Teknik Lingkungan. Selama masa kuliah, penulis pernah menjadi
anggota dari organisasi mahasiswa Zero Waste sebagai staff bidang impact.
Tidak hanya itu, penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan dan
berbagai seminar selama masa kuliah. Pada bulan Juli hingga Agustus 2019,
penulis melakukan Kerja Praktik di PLTU Tanjung Jati B Unit 3 dan 4 (PT.
KPJB) dengan topik Analisis Pengolahan Limbah Cair Pada PLTU Tanjung Jati
B Unit 3&4. Sedangkan, untuk menyelesaikan masa studi pendidikan strata 1
(S1) di Program Studi Teknik Lingkungan, penulis melakukan penelitian dengan
judul “Perubahan Parameter Fisika pada Proses Biodegradasi Limbah Tenun
oleh Bakteri Indigenous”.

66

Anda mungkin juga menyukai