Anda di halaman 1dari 121

TUGAS AKHIR

ANALISIS METAL POLLUTION INDEX (MPI)


BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DI SUNGAI CODE, YOGYAKARTA

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Teknik Lingkungan

FARIZ JANUAR ABDI


16513044

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
TUGAS AKHIR

ANALISIS METAL POLLUTION INDEX (MPI)


BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DI SUNGAI CODE, YOGYAKARTA

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Teknik Lingkungan

FARIZ JANUAR ABDI


16513044

Disetujui,
Dosen Pembimbing:

Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng. Adelia Anju Asmara, S.T., M.Eng.
NIK: 165131306 NIK: 195130101
Tanggal: 28 November 2020 Tanggal: 28 November 2020

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan FTSP UII

Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D.


NIK: 025100406
Tanggal:
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS METAL POLLUTION INDEX (MPI)


BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DI SUNGAI CODE, YOGYAKARTA

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji

Hari: Sabtu
Tanggal: 28 November 2020

Disusun Oleh:

FARIZ JANUAR ABDI


16513044

Tim Penguji:

Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng. ( )

Adelia Anju Asmara, S.T., M.Eng. ( )

Dr. Suphia Rahmawati, S.T., M.T. ( )


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik apapun, baik di Universitas Islam Indonesia maupun di perguruan tinggi
lainnya.
2. Karya tulis ini adalah merupakan gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Dosen Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan
nama penulis dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Program software komputer yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya
menjadi tanggungjawab saya, bukan tanggungjawab Universitas Islam Indonesia.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sangsi akademik dengan pencabutan gelar yang sudah
diperoleh, serta sangsi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan
tinggi.

Yogyakarta, 02 Oktober 2020


Yang membuat pernyataan,

Fariz Januar Abdi


NIM: 16513044
PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir dengan judul “Analisis Metal Pollution Index (MPI) Berdasarkan Kandungan
Logam Berat di Sungai Code Yogyakarta”. Shalawat serta salam juga senantiasa
tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat,
dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir
ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahan dan nikmat kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Keluarga besarku tercinta, Papa Abdi Machdin dan Mama Tatik Suprapti yang selalu
mendoakan, memberikan kasih sayang dan mendukungku di setiap saat. Tidak lupa
kepada kakak-kakakku Febrina Selvianti Abdi, Faizal Abdi, Ferdy Ferdian Abdi, Ferry
Himawan Abdi, Fahmi Septian Abdi dan adikku Fricilia Olvianti Abdi, terima kasih
telah menerima segala kekuranganku dan berbagi suka duka kehidupan bersama.
3. Bapak Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia.
4. Bapak Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing yang selalu
bersedia meluangkan waktu, memberikan inspirasi, ilmu dan pegalamannya kepada
penulis selama proses penyusunan tugas akhir ini.
5. Ibu Adelia Anju Asmara, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing yang selalu bersedia
meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis selama
proses penyusunan tugas akhir ini.

i
6. Seluruh dosen dan staff Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, terima kasih atas pelajaran, pengalaman,
dan bantuan yang selama ini telah diberikan.
7. Keluarga Toko Tanjung Baru Pasar Umbul, Bapak Nuzul Harianto dan Ibu Yuka
Sutrawardani yang telah bersedia menerima dan memberikan banyak bantuan kepada
penulis selama menjalani kuliah. Terima kasih atas segalanya.
8. Rekan-rekan kerjaku di PT. ANTAM Tbk dan PT. IPPS Tbk Maluku Utara yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala kebaikan dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis hingga saat ini.
9. Sedherek kawulo Dhandhun Wacano, S.Si., M.Sc. ingkang sampun maringi dukungan
utawi motivasi dumateng kawulo selami wonten jenjang pendidikan utawi kuliah.
Kawuolo ngaturaken agunging panuwun ikang tanpo upami.
10. Seluruh staff Balai Desa dan masyarakat Desa Pakuran yang telah banyak membantu
penulis selama menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kebumen.
11. Keluarga Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unit 253, Ari, Ali, Ndaru, Jesy, Virda, Meutia
dan Dinda yang telah bersedia berbagi suka duka dan banyak membantu.
12. Partner selama berproses dalam mengerjakan tugas akhir ini, Ahfi, Aina, Agi, Nofal
dan Reza. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan tugas akhir ini masih terdapat banyak
kekurangan, baik karena keterbatasan ilmu yang dimiliki maupun karena penulis tidak
luput dari salah dan khilaf. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kemajuan dan kebaikan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 02 Oktober 2020

Fariz Januar Abdi

ii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
ABSTRAK

Salah satu unsur pencemar yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas


perairan adalah buangan atau limbah yang mengandung unsur logam berat. Seiring
dengan pembangunan yang pesat di sekitar Sungai Code, maka terdapat kemungkinan
bahwa aliran Sungai Code dapat tercemar oleh unsur logam berat yang berasal dari
berbagai sumber. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kualitas air Sungai Code
ditinjau dari parameter logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn), Kromium (Cr),
Tembaga (Cu), Kadmium (Cd) dan menganalisis status Metal Pollution Index (MPI)
di Sungai Code Yogyakarta. Metode Metal Pollution Index (MPI) digunakan untuk
membandingkan total kandungan logam berat dari berbagai lokasi pengambilan
sampel. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada 6 (enam) site.
Pengujian parameter logam berat dilakukan menggunakan Atomic Absorption
Spectrofotometry (AAS). Hasil pengujian menunjukan konsentrasi logam di site 1 s.d.
6 Timbal (Pb) berturut-turut adalah sebesar 4,52 mg/L (± 2,19), 2,84 mg/L (± 1,11),
3,72 mg/L (± 0,71), 2,61 mg/L (± 1,32), 2,63 mg/L (± 1,34), 2,52 mg/L (± 1,40). Besi
(Fe) berturut-turut adalah sebesar 3,65 mg/L (± 2,82), 5,52 mg/L (± 2,35), 6,74 mg/L
(± 0,81), 8,99 mg/L (± 4,71), 10,24 mg/L (± 5,61), 3,85 mg/L (± 1,26). Mangan (Mn)
berturut-turut adalah sebesar 1,46 mg/L (± 0,59), 2,06 mg/L (± 0,36), 2,24 mg/L (±
0,59), 2,34 mg/L (± 0,29), 2,43 mg/L (± 0,33), 3,29 mg/L (± 1,93). Kromium (Cr)
berturut-turut adalah sebesar 0,03 mg/L (± 0,01), 0,06 mg/L (± 0,03), 0,07 mg/L (±
0,03), 0,10 mg/L (± 0,01), 0,12 mg/L (± 0,03), 0,09 mg/L (± 0,01). Tembaga (Cu)
berada dibawah Limit Detection < 0,0001 mg/L. Kadmium (Cd) berada dibawah Limit
Detection < 0,0037 mg/L. Nilai Metal Pollution Index (MPI) berada pada kisaran 0,95
sampai dengan 1,69. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa 5 (lima) dari 6 (enam)
site sampling air di Sungai Code telah tercemar oleh logam berat.

Kata Kunci: Logam Berat, Sungai Code, Metal Pollution Index (MPI).

iii
ABSTRACT

One of pollutants that can reduce water quality is waste containing heavy metals.
Along with the rapid development around Code River, it is possible that Code River
flow may be contaminated by heavy metals from various sources. Purpose of this study
was to test quality of Code River water in terms of metal parameters of Lead (Pb), Iron
(Fe), Manganese (Mn), Chromium (Cr), Copper (Cu), Cadmium (Cd) and analyze
status of Metal Pollution Index (MPI) on Code River Yogyakarta. Metal Pollution
Index (MPI) method is used to compare the total heavy metal content of various
sampling locations. Sampling in this study was conducted at 6 (six) sites. Testing of
heavy metal parameters was carried out using Atomic Absorption Spectrofotometry
(AAS). Test results show metal concentration at site 1 (one) to site 6 (six) consecutive
Lead (Pb) is 4,52 mg/L (± 2,19), 2,84 mg/L (± 1,11), 3,72 mg/L (± 0,71), 2,61 mg/L
(± 1,32), 2,63 mg/L (± 1,34), 2,52 mg/L (± 1,40). Iron (Fe) is 3,65 mg/L (± 2,82), 5,52
mg/L (± 2,35), 6,74 mg/L (± 0,81), 8,99 mg/L (± 4,71), 10,24 mg/L (± 5,61), 3,85 mg/L
(± 1,26). Manganese (Mn) is 1,46 mg/L (± 0,59), 2,06 mg/L (± 0,36), 2,24 mg/L
(± 0,59), 2,34 mg/L (± 0,29), 2,43 mg/L (± 0,33), 3,29 mg/L (± 1,93). Chromium (Cr)
is 0,03 mg/L (± 0,01), 0,06 mg/L (± 0,03), 0,07 mg/L (± 0,03), 0,10 mg/L (± 0,01), 0,12
mg/L (± 0,03), 0,09 mg/L (± 0,01). Copper (Cu) is below Limit Detection < 0,0001
mg/L. Cadmium (Cd) is below Limit Detection < 0,0037 mg/L. Metal Pollution Index
(MPI) values are in range of 0,95 to 1,69. Based on this, it is known that 5 (five) of 6
(six) water sampling sites in Code River have been contaminated by heavy metals.

Keywords: Heavy Metals, Code River, Metal Pollution Index (MPI).

iv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR ISI

PRAKATA ..................................................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. v

DAFTAR NOTASI .................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 3

1.5 Ruang Lingkup .................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5

2.1 Sungai Code ........................................................................................................ 5

2.2 Logam Berat ........................................................................................................ 6

2.2.1 Timbal (Pb) ................................................................................................... 8

2.2.2 Besi (Fe) ........................................................................................................ 8

2.2.3 Mangan (Mn) ................................................................................................ 8

2.2.4 Kadmium (Cd) .............................................................................................. 9

2.2.5 Tembaga (Cu) ............................................................................................... 9


v
2.2.6 Kromium (Cr) ............................................................................................... 9

2.3 Baku Mutu Air ................................................................................................... 10

2.4 Metal Pollution Index (MPI) ............................................................................. 11

2.5 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 13

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 15

3.1 Tahapan Penelitian ............................................................................................ 15

3.2 Pengambilan Sampel Air dan Wilayah Studi .................................................... 16

3.3 Pengujian Sampel Air ........................................................................................ 21

3.4 Analisis Data ..................................................................................................... 23

3.4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code .................................................. 23

3.4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site ............................................ 23

3.4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat ................................................................. 23

3.4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai ................................................... 24

3.4.3 Hubungan Logam Berat dengan Faktor Fisika Kimia ................................ 24

3.4.4 Metal Pollution Index (MPI)....................................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 26

4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code ........................................................ 26

4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site ............................................... 26

4.1.1.1 Timbal (Pb) .............................................................................................. 26

4.1.1.2 Besi (Fe) ................................................................................................... 28

4.1.1.3 Mangan (Mn) ........................................................................................... 29

4.1.1.4 Kromium (Cr) .......................................................................................... 30

4.1.1.5 Tembaga (Cu) .......................................................................................... 32

vi
4.1.1.6 Kadmium (Cd) ......................................................................................... 32

4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat .................................................................... 32

4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai .......................................................... 36

4.2.1 Debit............................................................................................................ 36

4.2.2 Temperatur .................................................................................................. 37

4.2.3 Total Dissolved Solids (TDS) ..................................................................... 38

4.2.4 Total Suspended Solid (TSS) ...................................................................... 39

4.2.5 Electrical Conductivity (EC) ...................................................................... 40

4.2.6 pH............................................................................................................... 41

4.2.7 Dissolved Oxygen (DO) ............................................................................. 42

4.2.8 Biochemical Oxygen Demand (BOD)........................................................ 43

4.2.9 Chemical Oxygen Demand (COD) ............................................................. 44

4.2.10 Amonia (NH3) ........................................................................................... 45

4.3 Hubungan Logam Berat dengan Fakor Fisika Kimia ........................................ 46

4.4 Metal Pollution Index (MPI) ............................................................................. 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 58

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 58

5.2 Saran .................................................................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 59

LAMPIRAN ................................................................................................................ 68

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................... 95

vii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR NOTASI

Cf1 = Konsentrasi logam berat pada parameter pertama.

Cf2 = Konsentrasi logam berat pada parameter kedua.

Cfn = Konsentrasi logam berat pada parameter ke-n.

n = Jumlah data/parameter.

viii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu.....................................................................................13

Tabel 3.1 Titik Sampling Sungai Code.........................................................................17

Tabel 3.2 Parameter, Metode/Alat dan Standar Nasional Indonesia (SNI)...................22

Tabel 4.1 Hasil Analisis Korelasi Spearman Logam....................................................33

Tabel 4.2 Hasil Analisis Korelasi Spearman Logam dan Fisika Kimia.........................46

ix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsentrasi BOD di Sungai Code...............................................................5

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian............................................................................15

Gambar 3.2 Peta Lokasi Sampling Sungai Code..........................................................16

Gambar 3.3 Lokasi Sampling Site 1.............................................................................18

Gambar 3.4 Lokasi Sampling Site 2.............................................................................18

Gambar 3.5 Lokasi Sampling Site 3.............................................................................19

Gambar 3.6 Lokasi Sampling Site 4.............................................................................20

Gambar 3.7 Lokasi Sampling Site 5.............................................................................20

Gambar 3.8 Lokasi Sampling Site 6.............................................................................21

Gambar 4.1 Timbal (Pb) Per Site..................................................................................26

Gambar 4.2 Besi (Fe) Per Site.......................................................................................28

Gambar 4.3 Mangan (Mn) Per Site...............................................................................29

Gambar 4.4 Kromium (Cr) Per Site..............................................................................30

Gambar 4.5 Debit Air Sungai Code Per Site.................................................................36

Gambar 4.6 Temperatur Air Sungai Code Per Site.......................................................37

Gambar 4.7 Total Dissolved Solids (TDS) Per Site.......................................................38

Gambar 4.8 Total Suspended Solid (TSS) Per Site......................................................39

Gambar 4.9 Electrical Conductivity (EC) Per Site......................................................40

x
Gambar 4.10 pH Air Sungai Code Per Site...................................................................41

Gambar 4.11 Dissolved Oxygen (DO) Per Site.............................................................42

Gambar 4.12 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Per Site........................................43

Gambar 4.13 Chemical Oxygen Demand (COD) Per Site.............................................44

Gambar 4.14 Amonia (NH3) Per Site............................................................................45

Gambar 4.15 Grafik Metal Pollution Index (MPI)........................................................50

xi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Boxplot Parameter Logam Berat dan Fisika Kimia

Lampiran 2 : Data Uji Normalitas

Lampiran 3 : Metal Pollution Index (MPI)

Lampiran 4 : Data Pengamatan Lapangan

Lampiran 5 : Data Pengujian Laboratorium

Lampiran 6 : Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008

Lampiran 7 : Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu unsur pencemar yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan
adalah limbah yang mengandung logam berat. Kontaminasi logam berat pada
ekosistem perairan secara intensif berhubungan dengan pelepasan logam berat oleh
limbah domestik, industri dan aktivitas manusia lainnya. Terjadinya suatu perubahan
dalam perairan akan menimbulkan dampak bagi organisme yang hidup didalamnya.
Adanya logam berat di perairan sangat berbahaya secara langsung terhadap kehidupan
biota perairan, yang selanjutnya mempengaruhi secara tidak langsung terhadap
kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yang sulit
didegradasi, sehingga terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya
secara alami sulit dihilangkan. Logam berat kemudian dapat terakumulasi dalam biota
perairan seperti kerang, udang dan ikan yang nantinya dapat dikonsumsi oleh manusia
(Dewanti et al. 2016).

Sungai Code merupakan salah satu sungai yang melintasi Kota Yogyakarta.
Seiring dengan pembangunan yang pesat di sekitar Sungai Code, maka dapat muncul
berbagai dampak negatif di masa mendatang. Sumber pencemar Sungai Code terbagi
menjadi 2 (dua), yaitu sumber pencemar titik (point source) dan bukan titik (non point
source). Sumber pencemar titik (point source) antara lain berupa industri, pariwisata,
perdagangan, apotik, klinik, dan laboratorium, rumah sakit, hotel, perumahan, dan
rumah makan. Sedangkan sumber pencemar bukan titik (non point source) antara lain
pertanian, peternakan dan rumah tangga (domestik dan sampah). Berdasarkan hasil
pemodelan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Yogyakarta diketahui
bahwa beban pencemaran Sungai Code adalah sebesar 1.709,638 kg/hari (DLH, 2018).

1
2

Tarigan (2013) menyebutkan bahwa hasil uji sampel air Sungai Code di 3 (tiga)
stasiun pemantauan memiliki konsentrasi Kadmium (Cd) berkisar antara 0,0003-
0,0080 mg/L. Selain itu, berdasarkan penelitian Sukirno et al. (2007) diketahui pula
bahwa air Sungai Code mengandung logam Titanium (Ti) 0,00148-0,00785 mg/L,
Magnesium (Mg) 0,1128-0,2238 mg/L, Vanadium (V) 0,0028-0,0061 mg/L,
Aluminium (Al) 0,0104-0,1265 mg/L, Mangan (Mn) 0,0091-0,075 mg/L, Arsenik (As)
0,00058-0,0036 mg/L, Kadmium (Cd) 0,00065-0,00714 mg/L, Kromium (Cr)
0,00063-0,00698 mg/L. Kemudian berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Sungai
Code yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta (2018) melalui titik
pantau Gondolayu, didapatkan konsentrasi Timbal (Pb) sebesar 0,0044 mg/L dan Seng
(Zn) sebesar 0,0071 mg/L.

Metal Pollution Index (MPI) adalah salah satu metode yang tepat untuk digunakan
dalam melakukan pemantauan pencemaran logam berat di lingkungan maupun dalam
makanan. MPI juga dapat digunakan untuk membandingkan total kandungan logam
berat dari berbagai lokasi pengambilan sampel. Semakin tinggi nilai MPI maka
mengindikasikan tingkat pencemaran atau progresif penurunan kualitas perairan
tersebut (Ali et al. 2016).

Merujuk dari berbagai penjelasan tentang keberadaan logam berat di perairan dan
bahaya yang dapat ditimbulkan, maka menjadi penting untuk melakukan suatu kajian
analisis ditinjau dari parameter logam berat. Berdasarkan beberapa penelitian yang
telah disebutkan, tidak terdapat penelitian yang menggunakan metode MPI. Oleh
karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian menggunakan metode MPI ditinjau
dari parameter logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn), Kadmium (Cd), Tembaga
(Cu) dan Kromium (Cr) melalui pengujian sampel air Sungai Code yang dilakukan 1
(satu) hingga 2 (dua) kali per bulan. Sehingga dapat diketahui informasi terkini
mengenai konsentrasi dan kondisi pencemaran yang disebabkan oleh logam berat di
Sungai Code Yogyakarta.
3

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Berapa konsentrasi logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn), Kadmium
(Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr) di perairan Sungai Code Yogyakarta?
2. Berapa nilai Metal Pollution Index (MPI) di perairan Sungai Code Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Menguji konsentrasi logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn), Kadmium
(Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr) di perairan Sungai Code Yogyakarta.
2. Menganalisis nilai Metal Pollution Index (MPI) di perairan Sungai Code
Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitan ini adalah:
1. Bagi Penulis
Merupakan suatu upaya dan kesempatan menambah pengetahuan serta
pengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai kualitas air sungai.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi terkini terkait konsentrasi logam berat yang terdapat
dalam air dan nilai MPI di Sungai Code, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk menjaga kualitas air sungai.
3. Bagi Pemerintah
Memberikan bahan acuan pertimbangan atau kajian dalam merumuskan
kebijakan dan melakukan pengendalian pencemaran air sungai.

1.5 Ruang Lingkup


Batasan penelitian ini meliputi:
1. Pengujian sampel air Sungai Code dengan parameter logam Timbal (Pb), Besi
(Fe), Mangan (Mn), Kadmium (Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr).
4

2. Metode pengujian parameter logam berat mengacu pada:


• Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.8:2009 cara uji Timbal (Pb) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
• Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.4:2009 cara uji Besi (Fe) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
• Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.5:2009 cara uji Mangan (Mn) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
• Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.16:2009 cara uji Kadmium (Cd)
secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
• Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.6:2009 cara uji tembaga (Cu) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
• Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.17:2009 cara uji Krom Total (Cr-T)
secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
3. Pengujian parameter pendukung:
• Debit menggunakan alat current meter.
• Temperatur menggunakan alat temperatur meter.
• Total Dissolved Solids (TDS) menggunakan alat TDS meter.
• Total Suspended Solid (TSS) mengacu pada SNI 06-6989.3:2004 cara uji
TSS secara gravimetri.
• Electrical Conductivity (EC) menggunakan alat EC meter.
• pH menggunakan alat pH meter.
• Dissolved Oxygen (DO) menggunakan alat DO meter.
• Biochemical Oxygen Demand (BOD) menggunakan alat DO meter.
• Chemical Oxygen Demand (COD) mengacu pada SNI 6989.2:2009 cara uji
Kebutuhan Oksigen Kimiawi refluks tertutup secara spektrofotometri.
• Amonia (NH3) mengacu pada Metode Nessler secara spektrofotometri.
4. Musim hujan (bulan Desember 2019 - Maret 2020).
5. Pengambilan sampel dilakukan 6 kali, dari 30 Desember 2019 - 10 Maret 2020.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai Code


Sungai Code merupakan sungai yang melintasi bagian tengah dari Kota
Yogyakarta, yaitu Kecamatan Jetis, Gondokusuman, Danurejan, Gondomanan,
Pakualaman, Mergangsan, dan Umbulharjo. Penggunaan lahan di Sungai Code
didominasi oleh pemukiman, sedangkan penggunaan lahan pertanian maupun sawah
irigasi berada pada bagian hulu (Kabupaten Sleman) dan hilir (Kabupaten Bantul)
(DLH, 2018). Salah satu parameter yang melebihi batas maksimum air kelas II
(3 mg/L) berdasarkan Peraturan Gubernur DIY, Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Air di Provinsi DIY adalah BOD. Secara umum, terjadi peningkatan konsentrasi
BOD dari hulu hingga hilir. Berdasarkan Gambar 2.1 terlihat bahwa titik sampling
Jambu mempunyai konsentrasi BOD paling tinggi. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas
penduduk di segmen tersebut cenderung lebih tinggi, sehingga jumlah limbah yang
dihasilkan juga lebih tinggi (DLH, 2018).

Sumber: DLH Kota Yogyakarta (2018)

Gambar 2.1 Konsentrasi BOD di Sungai Code


5
6

2.2 Logam Berat


Logam berat dapat menimbulkan efek negatif dalam kehidupan makhluk hidup
seperti menghambat absorbsi dari nutrien yang esensial (Ashraf, 2006). Logam berat
menjadi berbahaya disebabkan proses bioakumulasi. Bioakumulasi berarti peningkatan
konsentrasi unsur kimia dalam tubuh makhluk hidup. Logam berat dapat terakumulasi
melalui rantai makanan, semakin tinggi tingkatan rantai makanan yang ditempati oleh
suatu organisme, akumulasi logam berat di dalam tubuhnya juga semakin bertambah.
Dengan demikian manusia yang merupakan konsumen puncak, akan mengalami proses
bioakumulasi logam berat yang besar di dalam tubuhnya (BLH, 2010).

Seprianto et al. (2017) dalam penelitian tentang Kandungan Logam Berat Timbal
(Pb) pada air di Sungai Tondano Sulawesi Utara, menyebutkan bahwa hasil analisis
menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) menunjukan
konsentrasi Timbal (Pb) pada stasiun I (hulu) sebesar 0,12 mg/L, pada stasiun II
(tengah) sebesar 0,09 mg/L dan pada stasiun III (hilir) sebesar 0,13 mg/L. Berdasarkan
hasil pengujian tersebut diketahui bahwa konsentrasi logam Timbal (Pb) pada 3 (tiga)
stasiun pemantauan tersebut telah melebihi batas maksimum menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum yakni sebesar 0,01 mg/L.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Saputra (2010) tentang Analisis
Cemaran Logam Tembaga (Cu) di Sungai Code Yogyakarta Secara Spektroskopi
Serapan Atom, disebutkan bahwa konsentrasi logam Tembaga (Cu) di Sungai Code
Sungai Code bagian hulu (Jembatan Boyong) sebesar 0,011 mg/L, Sungai Code bagian
tengah (Jembatan Gondolayu) sebesar 0,016 mg/L dan Sungai Code bagian hilir
(Jembatan Pasar) sebesar 0,041 mg/L. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi Tembaga
(Cu) pada Sungai Code bagian hilir (Jembatan Pasar) telah melebihi batas maksimum
Tembaga (Cu) Air Kelas I menurut Peraturan Gubernur DIY, Nomor 20 Tahun 2008
tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY yakni sebesar 0,02 mg/L.
7

Rahardjo dan Prasetyaningsih (2017) dalam penelitian Distribusi dan Akumulasi


Kromium (Cr) di Lingkungan Kawasan Industri Kulit Desa Banyakan Kabupaten
Bantul, menyebutkan bahwa aktivitas industri penyamakan kulit merupakan salah satu
kegiatan yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi menimbulkan
masalah pencemaran karena sebagian besar menggunakan proses penyamakan secara
kimia dengan menggunakan Kromium (Cr) yang membutuhkan banyak air.
Berdasarkan hasil analisis buangan limbah cair dari 3 (tiga) industri penyamakan kulit
tersebut diketahui bahwa dalam buangan limbah cair 3 (tiga) industri tersebut
mengandung logam berat Kromium (Cr) dengan kisaran 1,240 mg/L sampai dengan
77,180 mg/L. Konsentrasi Kromium (Cr) tersebut telah melebihi baku mutu limbah
cair dari yang dipersyaratkan oleh Standar Baku Mutu Limbah Cair menurut Surat
Keputusan Gubernur DIY Nomor 214/KPTS/1991 untuk golongan baku mutu limbah
I-IV. Kemudian diketahui pula bahwa konsentrasi Kromium (Cr) pada sampel air
sungai yang diambil dari 5 (lima) stasiun pemantauan memiliki konsentrasi yang
berada pada kisaran 0,110 mg/L sampai dengan 27,180 mg/L. Konsentrasi (Kromium)
tersebut telah melebihi batas maksimum Kromium (Cr) dari yang dipersyaratkan oleh
Standar Baku Mutu Air menurut Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun
2008 untuk kategori air kelas I-III.

Perairan sungai memiliki kapasitas terima yang terbatas terhadap bahan pencemar.
Adanya buangan air limbah dari aktivitas manusia yang mengandung senyawa logam
berat cepat atau lambat akan merusak ekosistem di sungai. Hal ini disebabkan karena
logam berat sukar diuraikan baik secara fisika, kimia, maupun biologis (Mohiuddin et
al. 2011). Berdasarkan penelitian Anjani (2018) tentang Analisis Water Quality Index
Kandungan Logam Berat di Sepanjang Sungai Code Yogyakarta, diketahui bahwa
Status mutu air dengan metode Indeks Pencemar menunjukkan bahwa Sungai Code
Yogyakarta termasuk dalam kategori tercemar ringan oleh logam berat. Sedangkan
Status mutu air Sungai Code Yogyakarta dengan metode Storet menunjukkan bahwa
Sungai Code Yogyakarta berstatus tercemar sedang dalam kategori kelas C.
8

2.2.1 Timbal (Pb)


Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi makhluk
hidup karena bersifat karsinogenik dan toksisitasnya tidak berubah. Pada perairan
timbal (Pb) ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Timbal (Pb) dapat
masuk ke perairan melalui pengkristalan di udara dengan bantuan air hujan. Proses
korofikasi dari batuan mineral merupakan salah satu jalur masuknya sumber Timbal
(Pb) ke perairan. Timbal (Pb) dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan,
minuman, pernafasan dan penetrasi pada kulit (Effendi, 2003).

2.2.2 Besi (Fe)


Besi (Fe) sebenarnya adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, terdapat pada buah, sayuran, serta suplemen makanan. Dalam perairan
besi (Fe) tersuspensi dan berwarna kecoklatan. Suspensi yang terbentuk akan segera
menggumpal dan mengendap di dasar badan air. Kadar besi (Fe) dalam perairan alami
berkisar antara 0,05-0,2 mg/L. Pada air tanah dalam dengan kadar oksigen yang
rendah, kadar besi (Fe) dapat mencapai 10-100 mg/L, pada air hujan kadar besi (Fe)
sekitar 0,05 mg/L, sedangkan pada air laut sekitar 0,01 mg/L. Besi (Fe) dalam jumlah
berlebihan dalam tubuh dapat merusak dinding usus (Effendi, 2003).

2.2.3 Mangan (Mn)


Mangan (Mn) adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa
dengan besi. Mangan (Mn) mampu menimbulkan keracunan kronis pada manusia
hingga berdampak menimbulkan lemah pada bagian kaki, wajah menjadi kusam dan
dampak lain yang ditimbulkan bagi manusia yang keracunan Mangan (Mn) adalah
kemampuan berbicara menjadi lambat serta hyperrefleksi, clonus pada patella dan
tumit seperti penderita parkinsonism. Perairan asam dapat mengandung mangan (Mn)
sekitar 10-150 mg/L, perairan laut dapat mengandung mangan (Mn) sekitar 0,002
mg/L. Kadar mangan (Mn) pada perairan tawar sangat bervariasi antara 0,002 mg/L
hingga lebih dari 4,0 mg/L. Perairan bagi irigasi pertanian untuk tanah yang bersifat
asam dapat memiliki kadar mangan (Mn) sekitar 0,2 mg/L (Effendi, 2003).
9

2.2.4 Kadmium (Cd)


Kadmium (Cd) merupakan logam yang memiliki toksisitas tinggi. Kadmium
(Cd) termasuk ke dalam logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya
dalam tubuh masih tidak diketahui manfaatnya bahkan bersifat toksik, sehingga
adanya logam Kadmium (Cd) perlu diketahui secara pasti dalam perairan sebab kadar
yang terlalu tinggi dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Toksisitas Kadmium (Cd)
bisa merusak sistem fisiologis, sistem respirasi, sistem sirkulasi darah dan jantung,
kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan
tulang dan kerusakan ginjal (Widowati, 2008).

2.2.5 Tembaga (Cu)


Tembaga (Cu) termasuk ke dalam kelompok logam essensial, dimana dalam
kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai koenzim dalam proses
metabolisme tubuh, akan tetapi dapat bersifat toksik dalam kadar yang tinggi. Pada
konsentrasi 0,01 mg/L dapat membunuh fitoplankton karena Tembaga (Cu)
menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton. Konsentrasi
Tembaga (Cu) dalam kisaran 2,5-3,0 mg/L dalam badan perairan dapat membunuh
ikan-ikan. Sumber masukan logam Tembaga (Cu) ke dalam strata lingkungan yang
umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan perindustrian, kegiatan rumah
tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan bakar (Palar, 2004).

2.2.6 Kromium (Cr)


Krom (Cr) di alam berada pada valensi 3 (Cr3+) dan valensi 6 (Cr6+). Cr6+ lebih
toksik dibandingkan dengan Cr3+, karena sifatnya yang berdaya larut dan mobilitas
tinggi di lingkungan. Melalui rantai makanan Kromium (Cr) dapat terdeposit pada
bagian tubuh makhluk hidup yang pada suatu ukuran tertentu dapat bersifat toksik.
Terakumulasinya Kromium (Cr) dalam jumlah besar di tubuh manusia dapat
mengganggu kesehatan karena Kromium (Cr) memiliki dampak negatif terhadap
organ hati dan ginjal. Selain itu juga bersifat karsinogen (penyebab kanker), teratogen
(menghambat pertumbuhan janin) dan mutagen (Schiavon et al. 2008).
10

2.3 Baku Mutu Air


Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, baku mutu air
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada
atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-
parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sedangkan kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih
layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu:


a. Kelas satu: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
b. Kelas dua: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

Perubahan kualitas air sungai sangat dipengaruhi oleh adanya aktivitas manusia
dan mengakibatkan penurunan tingkat daya guna, produktivitas, daya dukung, dan
daya tampung sumber daya air (Suwondo et al. 2014).
11

2.4 Metal Pollution Index (MPI)


MPI digunakan untuk membandingkan total kandungan logam di berbagai lokasi
pengambilan sampel (Usero et al. 2005). MPI juga merupakan salah satu metode yang
tepat untuk digunakan dalam melakukan pemantauan pencemaran logam di lingkungan
maupun dalam makanan (Khan et al. 2014). Nilai MPI yang tinggi menunjukkan
akumulasi kumulatif logam yang lebih besar dalam sampel (Islam et al. 2017). Cara
sederhana yang digunakan untuk menilai kualitas perairan berdasarkan MPI yaitu: nilai
MPI < 1 (lebih kecil dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut tidak
terkontaminasi oleh polutan logam berat. Sedangkan nilai MPI > 1 (lebih besar dari
satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut telah terkontaminasi oleh polutan
logam berat dan semakin tinggi nilai MPI maka mengindikasikan tingkat pencemaran
atau progresif penurunan kualitas perairan (Ali et al. 2016).

MPI menunjukkan akumulasi logam berat dalam sampel dan menunjukkan


gambaran yang lebih informatif tentang keseluruhan kontaminasi logam berat pada
sampel. Ali dan Khan (2018) dalam penelitian Assessment of Potentially Toxic Heavy
Metals and Health Risk in Water, Sediments, and Different Fish Species of River Kabul,
Pakistan, menyebutkan bahwa nilai MPI di lokasi pengambilan sampel yang berbeda
di Sungai Kabul masing-masing adalah (Warsak Dam: 10,59), (Sar Daryab: 12,3),
(Nowshera: 14,85) dan (Jahangira: 12,95). Nilai tersebut menunjukkan terdapat lebih
banyak akumulasi logam berat di bagian hilir dibandingkan dengan yang ada di bagian
paling hulu. Nilai MPI tertinggi adalah di Nowshera, yang dianggap sebagai lokasi
tercemar di Sungai Kabul karena pembuangan limbah industri yang tidak diolah dan
limbah domestik dari daerah perkotaan Nowshera serta limpasan dari pertanian yang
masuk kedalam sungai.
12

Jugovac et al. (2015) dalam penelitian Metal Pollution Index (MPI) for Freshwater
Monitoring Based on Trace Metal Accumulation, menyebutkan bahwa nilai MPI
tertinggi di Sungai Tisza menunjukan nilai sebesar 1,57. Nilai tersebut
mengindikasikan bahwa beberapa lokasi di Sungai Tisza telah tercemar oeh logam
berat. Nilai MPI sebesar 1,57 tersebut diperoleh berdasarkan hasil pengujian sampel
air yang diambil di lokasi perkotaan yang juga terdapat pemukiman penduduk. Adapun
nilai MPI tersebut dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi logam Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd) yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian sampel air. Hal tersebut
sejalan dengan hasil penelitian Shehu (2019) dalam penelitian Water and Sediment
Quality Status of The Toplluha River in Kosovo yang menyebutkan bahwa salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi tingginya nilai MPI adalah lokasi, dimana pada lokasi
perkotaan dengan tingkat aktivitas yang tinggi dan berbagai jenis kegiatan yang
dilakukkan maka akan berpotensi menghasilkan nilai MPI yang tinggi pula.

Secara umum, kandungan logam berat dalam air dapat berasal dari sumber
pencemar titik (point source) dan bukan titik (non point source). Sumber pencemar
titik (point source) dapat terkait dengan pembuangan limbah industri secara langsung
ke dalam sungai. Sedangkan sumber pencemar bukan titik (non point source) dapat
berasal dari limpasan pertanian atau buangan dari rumah tangga (Zahari et al. 2016).
Berdasarkan penelitian Abdullah et al. (2015) tentang Metal Pollution and Ecological
Risk Assessment of Balok River, Pahang Malaysia, diketahui pula bahwa salah faktor
yang juga dapat berpengaruh terhadap tingginya nilai MPI adalah adanya aktivitas
manusia di bidang industri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sampel yang
diambil di sekitar kawasan industi Gebeng (industri pelapisan pipa) menunjukan nilai
MPI tertinggi yaitu 3,7. Diketahui pula bahwa tinggi rendahnya konsentrasi logam
berat pada sampel sangat berkontribusi terhadap nilai MPI.
13

2.5 Penelitian Terdahulu

Berikut Tabel 2.1 di bawah ini merupakan penelitian terdahulu terhadap sungai di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian Penelitian
1 M. Haikal Analisis Menganalisis Analisis Water Status mutu air dengan
Ahram Water tingkat Quality Index menggunakan metode Indeks
Quality Water menggunakan Pencemaran dan metode Storet
Index Quality metode Indeks di sepanjang Sungai Opak
Kandungan Index Pencemaran termasuk kedalam kategori
Logam di sepanjang dan mtode tercemar ringan.
Berat di aliran Sungai Storet.
Sepanjang Opak
Sungai Yogyakarta.
Opak
Yogyakarta.
2 Tommy Analisis Menganalisis Analisis Water Status mutu air dengan metode
Alfiansyah Hubungan hubungan Quality Index Indeks Pencemaran
Tata Guna tata guna menggunakan mendapatkan hasil bahwa pada
Lahan lahan metode Indeks daerah hulu tmasuk ke kategori
Terhadap terhadap Pencemaran. memenuhi baku mutu.
Kualitas Air kualitas air Kemudian untuk daerah tengah
Parameter di Sungai Analisis ke hilir masuk ke kategori
Logam Opak untuk hubungan tata tercemar ringan.
Berat (Fe, parameter guna lahan
Mn, Cd, Pb) logam berat dengan logam Hasil korelasi pemukiman
di (Fe, Mn, Cd, berat hubungannya kuat. Untuk kebun
Sepanjang Pb). menggunakan dan sawah korelasi yang
Sungai software berpengaruh adalah Cd dan Pb.
Opak SPSS. Untuk hutan hubungan Cd dan
Yogyakarta. Pb searah karena adanya unsur
alam yang mengandung kedua
unsur tersebut.
14

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian Penelitian
3 Aldi Analisis Menganalisa Analisis Water Status mutu air dengan
Fahmi Hubungan hubungan Quality Index menggunakan metode Indeks
Raziq Tata Guna tata guna menggunakan Pencemaran menunjukan bahwa
Lahan lahan metode Indeks semua lokasi pengambilan
Terhadap terhadap Pencemaran. sampel berstatus tercemar
Kualitas Air kualitas air ringan.
Parameter (parameter Analisis
Kimia Di kimia) di hubungan tata Hasil korelasi menunjukan
Sungai Sungai guna lahan bahwa terdapat hubungan antara
Code Code. dengan tata guna lahan dengan kualitas
Yogyakarta. parameter air parameter kimia (BOD,
kimia COD, dan Amonia).
menggunakan
software
SPSS.
4 Mayu Analisis Menganalisis Analisis Water Status mutu air dengan metode
Dwi Water tingkat Quality Index Indeks Pencemaran
Anjani Quality Water menggunakan menunjukkan bahwa Sungai
Index Quality metode Indeks Code Yogyakarta termasuk
Kandungan Index Pencemaran dalam kategori tercemar ringan
Logam di sepanjang dan mtode oleh logam berat.
Berat di aliran Sungai Storet.
Sepanjang Code Status mutu air Sungai Code
Sungai Yogyakarta. Analisis Yogyakarta dengan metode
Code statistik Storet menunjukkan bahwa
Yogyakarta. menggunakan Sungai Code Yogyakarta
Analysis berstatus tercemar sedang
of Variance dalam kategori kelas C.
(ANOVA).
Lokasi dan musim berpengaruh
signifikan terhadap perbedaan
rata-rata konsentrasi logam Pb,
Cd, Fe, dan Mn di Sungai Code
Yogyakarta.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian


Adapun tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


15
16

3.2 Pengambilan Sampel Air dan Wilayah Studi


Pada penelitian ini, pengambilan sampel air Sungai Code mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) 6989.57:2008 tentang metoda pengambilan contoh air
permukaan. Pengambilan sampel air Sungai Code dilakukan sebanyak 6 (enam) kali
yang dilakukan 1 (satu) hingga 2 (dua) kali per bulan, dimulai dari 30 Desember 2019
hingga 10 Maret 2020 untuk melihat variasi kualitas air dalam bulan tersebut.
Pengambilan sampel air sungai pada penelitian ini dilakukan pada 6 (enam) titik. Titik
sampling ini dipilih berdasarkan pengaruh penggunan lahan seperti wilayah
perkebunan, hutan, sawah dan pemukiman dengan cara membagi daerah penelitian
menjadi beberapa titik atau segmen yang diharapkan dapat mewakili masing-masing
populasi penelitian. Selain itu, penentuan titik pengambilan sampel air didasarkan pada
kemudahan akses untuk melakukan pengambilan sampel. Titik pengambilan sampel
ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2 Peta Lokasi Sampling Sungai Code


17

Tabel 3.1 Titik Sampling Sungai Code

Site Lokasi Lebar Lintang Bujur


Sungai (m)
Jembatan Gantung Boyong,
1 Desa Purowbinangun, 5,90 7° 36' 57.47'' S 110° 24' 56.53'' T
Kecamatan Pakem, Sleman.
Jembatan Ngentak,
2 Jl. Kapten Haryadi, 9,55 7° 43' 21.42'' S 110° 23' 21.4'' T
Kecamatan Ngaglik, Sleman.
Jembatan Pogung,
3 Jl. Jembatan Baru UGM, 7° 45' 48.08'' S 110° 22' 14.23'' T
Pogung Kidul, 25,00
Kecamatan Mlati, Sleman.
Jembatan Jambu,
4 Jl. Mas Suharto, 14,25 7° 47' 38.79'' S 110° 22' 10.93'' T
Kota Yogyakarta.
Jembatan Keparakan Kidul,
5 Jl. Kolonel Sugiyono, 22,20 7° 48' 55.76'' S 110° 22' 28.77'' T
Kota Yogyakarta.
Jembatan Kembang Songo,
6 Desa Trimulyo, 13,20 7° 89' 29.19'' S 110° 38' 55.19'' T
Kecamatan Jetis, Bantul.

A. Jembatan Gantung Boyong


Jembatan Gantung Boyong terletak di Desa Purowbinangun, Kecamatan Pakem,
Sleman dengan Garis Lintang 7° 36' 57.47'' S dan Garis Bujur 110° 24' 56.53'' T.
Lokasi sampling ini dipilih sebagai site hulu pada penelitian ini. Kondisi lingkungan
disekitar lokasi sampling site 1 ini didominasi oleh hutan serta terdapat beberapa
pemukiman dan perkebunan warga.
18

Gambar 3.3 Lokasi Sampling Site 1


B. Jembatan Ngentak
Jembatan Ngentak terletak di Jl. Kapten Haryadi, Kecamatan Ngaglik, Sleman
dengan Garis Lintang 7° 43' 21.42'' S dan Garis Bujur 110° 23' 21.4'' T. Kondisi
lingkungan disekitar lokasi sampling site 2 ini didominasi oleh lahan pertanian dan
pemukiman serta terdapat pertokoan.

Gambar 3.4 Lokasi Sampling Site 2


19

C. Jembatan Pogung
Jembatan Pogung UGM terletak di Jl. Jembatan Baru UGM, Pogung Kidul,
Kecamatan Mlati, Sleman dengan Garis Lintang 7° 45' 48.08'' S dan Garis Bujur
110° 22' 14.23'' T. Kondisi lingkungan disekitar lokasi sampling site 3 ini
didominasi dengan pemukiman warga serta terdapat pertokoan, ruko dan restoran.

Gambar 3.5 Lokasi Sampling Site 3


D. Jembatan Jambu
Jembatan Jambu terletak di Jl. Mas Suharto, Kota Yogyakarta dengan Garis Lintang
7° 47' 38.79'' S dan Garis Bujur 110° 22' 10.93'' T. Kondisi lingkungan disekitar
lokasi sampling site 4 ini didominasi dengan pemukiman warga, hotel, motel,
ruko/toko serta pusat perbelanjaan.
20

Gambar 3.6 Lokasi Sampling Site 4

E. Jembatan Keparakan Kidul


Jembatan Keparakan Kidul terletak di Jl. Kolonel Sugiyono, Kota Yogyakarta
dengan Garis Lintang 7° 48' 55.76'' S dan Garis Bujur 110° 22' 28.77'' T. Kondisi
lingkungan disekitar lokasi sampling site 5 ini didominasi dengan pemukiman
warga dan berbagai jenis industri serta ruko/toko.

Gambar 3.7 Lokasi Sampling Site 5


21

F. Jembatan Kembang Songo


Jembatan Kembang Songo terletak di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Bantul
dengan Garis Lintang 7° 89' 29.19'' S dan Garis Bujur 110° 38' 55.19'' T. Kondisi
lingkungan disekitar lokasi sampling site 6 ini didominasi dengan lahan pertanian
dan pemukiman serta terdapat pertokoan.

Gambar 3.8 Lokasi Sampling Site 6


3.3 Pengujian Sampel Air
Pengujian sampel air Sungai Code dilakukan dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
secara langsung (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ). Parameter yang diuji
secara langsung (in situ) di lapangan yaitu debit, pH, temperatur, TDS dan EC.
Sedangkan untuk parameter DO, BOD, COD, NH3, TSS, Pb, Fe, Mn, Cd, Cu, Cr diuji
secara tidak langsung (ex situ) di Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanan, Universitas Islam Indonesia. Selain itu, perlu diperhatikan tata cara
memasukan sampel air kedalam jerigen plastik (volume 2,5 L) sehingga tidak terdapat
gelembung udara yang dapat menyebabkan perubahan DO pada sampel uji. Selama
proses sampling, sampel uji yang telah diambil dari masing-masing site kemudian
disimpan didalam cool box yang telah diisi dengan ice pack.
22

Pengujian DO dilakukan sesampainya di laboratorium, sedangkan untuk parameter


BOD pengujian dilakukan keesokan harinya. Kemudian untuk parameter COD dan
NH3 dilakukan pengawetan dengan cara menambahkan H2SO4 hingga pH sampel < 2.
Untuk parameter Pb, Fe, Mn, Cd, Cu, Cr dilakukan pengawetan dengan cara
menambahkan HNO3 hingga pH sampel < 2. Seluruh sampel uji kemudian di simpan
di lemari pendingin dengan suhu 4 °C. Adapun keseluruhan parameter, metode/alat dan
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan dapat dilihat pada tabel Tabel 3.2
berikut.
Tabel 3.2 Parameter, Metode/Alat dan Standar Nasional Indonesia (SNI)

No Parameter Satuan Metode/Alat SNI


1 Debit m3/s Current meter. -
2 Temperatur °C Temperatur meter. -
3 TDS mg/L TDS meter. -
4 TSS mg/L Gravimetri. 6989.03:2004
5 EC µS/cm EC meter. -
6 pH - pH meter. -
7 DO mg/L DO meter. -
8 BOD mg/L DO meter. 6989.72:2009
9 COD mg/L Refluks tertutup secara spektrofotometri. 6989.02:2009
10 NH3 mg/L Nessler secara spektrofotometri. -
11 Pb mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.08:2009
12 Fe mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.04:2009
13 Mn mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.05:2009
14 Cd mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.16:2009
15 Cu mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.06:2009
16 Cr mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.17:2009
23

3.4 Analisis Data


Pada tahapan ini dilakukan pengolahan data dengan berbagai metode untuk
menggambarkan kualitas air Sungai Code.

3.4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code

3.4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site


Pada tahapan ini dilakukan plotting data konsentrasi parameter logam berat
terhadap masing-masing site. Kemudian dilakukan perbandingan dengan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap masing-masing
parameter logam berat yang diuji dalam penelitian ini. Sehingga dapat diketahui
apakah parameter logam berat di Sungai Code Yogyakarta masih berada pada
batas yang diizinkan atau tidak.

3.4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat


Pada tahapan ini dilakukan analisis korelasi antar logam berat. Secara umum
analisis korelasi digunakan untuk melihat hubungan dua variabel signifikan atau
tidak, melihat tingkat kekuatan (keeratan) hubungan dua variabel dan melihat arah
(jenis) hubungan dua variabel tersebut. Metode analisis korelasi yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode Spearman. Metode Spearman dipilih karena data
yang dimiliki tidak berdistribusi normal. Pengolahan data dikerjakan
menggunakan software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 25.
Dalam metode Spearman terdapat dasar acuan yang digunakan untuk mengambil
keputusan dan menentukan derajat hubungan (Sugiyono, 2013). Dasar dan
pedoman tersebut adalah sebagai berikut.

1. Dasar pengambilan keputusan.


• Nilai signifikansi ˂ 0,05 : terdapat hubungan yang signifikan.
• Nilai signifikansi ˃ 0,05 : tidak terdapat hubungan yang signifikan.
24

2. Pedoman derajat hubungan.


• Nilai korelasi 0,00 s.d. 0,25 : hubungan sangat lemah.
• Nilai korelasi 0,26 s.d. 0,50 : hubungan cukup/sedang.
• Nilai korelasi 0,51 s.d. 0,75 : hubungan kuat.
• Nilai korelasi 0,76 s.d. 0,99 : hubungan sangat kuat.
• Nilai korelasi 1,00 : hubungan sempurna.
3. Pedoman arah nilai korelasi.
• Jika koefisien korelasi bernilai + (positif), maka hubungan kedua variabel
dikatakan searah.
• Jika koefisien korelasi bernilai - (negatif), maka hubungan kedua variabel
dikatakan tidak searah.

3.4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai


Pada tahapan ini dilakukan plotting data konsentrasi parameter fisika kima
terhadap masing-masing site. Kemudian dilakukan perbandingan dengan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu
Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap masing-masing parameter
fisika kimia yang diuji dalam penelitian ini. Sehingga dapat diketahui apakah
parameter fisika kimia di Sungai Code Yogyakarta masih berada pada batas yang
diizinkan atau tidak.

3.4.3 Hubungan Logam Berat dengan Faktor Fisika Kimia


Pada tahapan ini akan dilakukan analisis bagaimana hubungan parameter logam
berat dengan parameter fisika kimia di Sungai Code Yogyakarta. Sama halnya dengan
sebelumnya, metode yang digunakan untuk melihat hubungan antara kedua variabel
tersebut adalah korelasi Spearman. Analisis tersebut dilakukkan mengingat bahwa
faktor yang juga dapat mempengaruhi distribusi logam berat pada suatu perairan
adalah parameter fisika kimia seperti temperatur dan pH (Nurjaya et al. 2016).
25

3.4.4 Metal Pollution Index (MPI)


MPI digunakan untuk membandingkan total kandungan logam di berbagai lokasi
pengambilan sampel, yang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
(Usero et al. 2005):
MPI = (Cf1 x Cf2 x ..... x Cfn)1/n…..................................................................(3.1)
dimana Cfn adalah konsentrasi logam berat pada parameter ke-n.
Nilai MPI < 1 (lebih kecil dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan
tersebut tidak terkontaminasi oleh polutan logam berat. Sedangkan nilai MPI > 1
(lebih besar dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut telah
terkontaminasi oleh polutan logam berat dan semakin tinggi nilai MPI maka
mengindikasikan tingkat pencemaran atau progresif penurunan kualitas perairan
tersebut (Ali et al. 2016).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code


Pada penelitian ini pengambilan sampel air Sungai Code dilakukan sebanyak 6
(enam) kali, yang dimulai pada 30 Desember 2019 sampai dengan 10 Maret 2020.
Sampel air Sungai Code diambil dari 6 (enam) titik di sepanjang Sungai Code dari hulu
(Kabupaten Sleman) hingga hilir (Kabupaten Bantul). Hasil pengujian terhadap
masing-masing parameter logam berat kemudian dibandingkan dengan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Detail perhitungan dapat dilihat pada
lampiran 1.

4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site


4.1.1.1 Timbal (Pb)
Berikut Gambar 4.1 dibawah ini merupakan konsentrasi Timbal (Pb) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

8,00
7,00
Konsentrasi Pb (mg/L)

6,00
Batas Maksimum
5,00 Pb Air Kelas III :
0,03 mg/L
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.1 Timbal (Pb) Per Site


26
27

Konsentrasi Timbal (Pb) yang diperoleh berkisar antara 0,898 mg/L sampai
dengan 7,047 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, konsentrasi Timbal (Pb) yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas III adalah 0,03 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa
konsentrasi Timbal (Pb) di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah
ditentukan. Secara alamiah Timbal (Pb) terdapat di dalam kerak bumi dan batuan. Pada
batuan batuan fosfat dan batuan pasir konsentrasi Timbal (Pb) dapat mencapai 100
mg/kg. Timbal (Pb) tersebar di lingkungan melalui proses alami termasuk erupsi
gunung berapi dan geokimia. Timbal (Pb) dapat masuk ke perairan melalui limpasan
air yang melewati deposit logam di lingkungan (Male et al. 2014).

Wahyuni et.al (2012) menyebutkan bahwa abu vulkanik dari Gunung Merapi
mengandung berbagai unsur logam seperti Timbal (Pb), Barium (Ba), Stronsium (Sr),
Zirkonium (Zr) dan dengan adanya unsur logam tersebut dalam abu vulkanik yang
menyebar di lingkungan dengan kuantitas yang cukup besar sangat dimungkinkan
bahwa abu vulkanik dari Gunung Merapi tersebut dapat mengkontaminasi perairan
(sungai atau sumur) yang berada di sekitarnya. Berdasarkan penelitian tersebut
diketahui konsentrasi Timbal (Pb) dalam abu vulkanik Gunung Merapi sebesar 16,71
mg/kg. Selain itu, berdasarkan informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan
Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) (2020), diketahui bahwa sepanjang
Tahun 2019 erupsi Gunung Merapi terjadi sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada 14 Oktober
2019, 09 November 2019, dan 17 November 2019 sedangkan pada awal Tahun 2020
erupsi Gunung Merapi terjadi sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada 13 Februari 2020 dan
03 Maret 2020. Oleh karena itu, tingginya konsentrasi Timbal (Pb) di site 1 selama
periode penelitian ini diduga disebabkan oleh abu vulkanik dari Gunung Merapi yang
masuk kedalam Sungai Boyong yang merupakan bagian hulu site 1 ataupun masukan
secara langsung kedalam perairan disekitar site 1, mengingat bahwa pada saat sampling
13 Februari 2020 abu vulkanik akibat erupsi Gunung Merapi dapat mencapai site 1.
28

4.1.1.2 Besi (Fe)


Berikut Gambar 4.2 dibawah ini merupakan konsentrasi Besi (Fe) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

18,0
16,0
Konsentrasi Fe (mg/L)

14,0
Batas Maksimum
12,0 Fe Air Kelas I :
10,0 0,3 mg/L

8,0
6,0
4,0
2,0
0,0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.2 Besi (Fe) Per Site


Konsentrasi Besi (Fe) yang diperoleh berkisar antara 1,975 mg/L sampai dengan
15,662 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
20 tahun 2008, konsentrasi Besi (Fe) yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori
kelas I adalah 0,3 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa konsentrasi Besi (Fe)
di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Besi (Fe)
merupakan salah satu unsur yang secara alami terdapat di alam. Kandungan Besi (Fe)
dalam air dapat berasal dari larutan batuan yang mengandung senyawa Besi (Fe) seperti
pirit. Adapun Besi (Fe) di perairan dapat berasal dari proses elektro kimia atau buangan
limbah industri baja, batik serta pengrajin logam, keramik dan lencana (Ginting, 2017).
29

Syiva (2017) dalam penelitian Analisis Kualitas Air Melalui Deteksi Besi (Fe)
pada Sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan bahwa hasil pengujian
sampel air yang diambil dari Sungai Gadjah Wong, Sungai Winongo dan Sungai Code
menunjukkan konsentrasi Besi (Fe) berkisar antara 0,15 sampai dengan 10,32 mg/L.
Adapun konsentrasi Besi (Fe) tertinggi yaitu 10,32 mg/L didapatkan dari sampel air
yang diambil dari Sungai Code yang berlokasi di stasiun pengamatan yang berada di
daerah perkotaan dan dekat dengan area industri batik. Selain itu, berdasarkan
penelitian Tuty dan Herny (2009) diketahui pula bahwa pada limbah batik terdapat
konsentrasi Besi (Fe) sebesar 4,85 mg/L. Oleh karena itu, tingginya konsentrasi Besi
(Fe) di site 5 yang berada di daerah perkotaan selama periode penelitian ini
kemungkinan dapat disebabkan oleh limbah dari berbagai kegiatan seperti buangan
dari limbah industri batik yang mengandung Besi (Fe) yang berada di daerah
perkotaaan yang kemudian masuk kedalam perairan Sungai Code.

4.1.1.3 Mangan (Mn)


Berikut Gambar 4.3 dibawah ini merupakan konsentrasi Mangan (Mn) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

6,0

5,0
Konsentrasi Mn (mg/L)

4,0
Batas Maksimum
3,0 Mn Air Kelas I :
0,1 mg/L
2,0

1,0

0,0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.3 Mangan (Mn) Per Site


30

Konsentrasi Mangan (Mn) yang diperoleh berkisar antara 1,095 mg/L sampai
dengan 5,509 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, konsentrasi Mangan (Mn) yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas I adalah 0,1 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa
konsentrasi Mangan (Mn) di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah
ditentukan. Mangan (Mn) dapat masuk ke dalam lingkungan melalui aktivitas industri
seperti industri pembuatan pupuk dan petrokimia (Hasan et al. 2012). Adapun aktivitas
lain yang dapat meningkatkan konsentrasi Mangan (Mn) di lingkungan adalah
penggunaan pupuk yang mengandung Mangan (Mn) seperti pupuk Mangan Sulfat
(MnSO₄) (Sunarsih, 2018). Oleh karena itu, tingginya konsentrasi Mangan (Mn) di site
6 selama periode penelitian ini kemungkinan dapat disebabkan oleh pengaruh lokasi
site 6 yang didominasi oleh lahan pertanian dan penggunaan pupuk mengandung
Mangan (Mn) yang kemudian ketika hujan dapat ikut terbawa masuk kedalam perairan.

4.1.1.4 Kromium (Cr)


Berikut Gambar 4.4 dibawah ini merupakan konsentrasi Kromium (Cr) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

0,20
0,18
0,16
Konsentrasi Cr (mg/L)

0,14
Batas Maksimum
0,12 Cr Air Kelas III :
0,10 0,05 mg/L
0,08
0,06
0,04
0,02
0,00
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.4 Kromium (Cr) Per Site


31

Konsentrasi Kromium (Cr) yang diperoleh berkisar antara 0,025 mg/L sampai
dengan 0,156 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, konsentrasi Kromium (Cr) yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas III adalah 0,050 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa
konsentrasi Kromium (Cr) di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah
ditentukan terkecuali untuk site 1. Pada perairan Kromium (Cr) dapat berasal dari run-
off dari daratan. Kromium (Cr) dapat meningkat dalam jumlah besar juga akibat
aktivitas manusia seperti buangan limbah rumah tangga dan kegiatan industri besi,
baja, cat, elektroplating, tekstil, penyamakan kulit, keramik dan gelas (Maulana et al.
2017).

Rahardjo dan Prasetyaningsih (2017) dalam penelitian Distribusi dan Akumulasi


Kromium (Cr) di Lingkungan Kawasan Industri Kulit Desa Banyakan Kabupaten Bantul ,
menyebutkan bahwa industri penyamakan kulit merupakan salah satu jenis industri
yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi menimbulkan masalah
pencemaran karena penggunaan bahan-bahan kimia. Industri penyamakan kulit
sebagian besar menggunakan proses penyamakan secara kimia dengan menggunakan
Kromium (Cr) yang membutuhkan banyak air. Hasil analisis buangan limbah cair dari
3 (tiga) industri penyamakan kulit menunjukkan konsentrasi Kromium (Cr) tertinggi
adalah 77,180 mg/L. Konsentrasi Kromium (Cr) tersebut telah melebihi baku mutu
limbah cair. Sedangkan konsentrasi Kromium (Cr) pada sampel air sungai yang
diambil dari 5 (lima) stasiun pemantauan memiliki konsentrasi yang berada pada
kisaran 0,110 sampai dengan 27,180 mg/L. Oleh karena itu, tingginya konsentrasi
Kromium (Cr) di site 5 selama periode penelitian ini kemungkinan dapat disebabkan
oleh adanya industri penyamakan kulit yang berada di bantaran sungai yang berjarak
sekitar 200 meter dari titik pengambilan sampel.
32

4.1.1.5 Tembaga (Cu)


Konsentrasi Tembaga (Cu) yang diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium
berada di bawah Limit Detection yaitu < 0,0001 mg/L. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa konsentrasi Tembaga (Cu) yang ada di perairan Sungai Code masih sangat
rendah dan diduga dengan ditambah dengan faktor musim penghujan maka dapat
terjadi pengenceran dan semakin menurunkan konsentrasi logam tersebut.

4.1.1.6 Kadmium (Cd)


Konsentrasi Kadmium (Cd) yang diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium
berada di bawah Limit Detection yaitu < 0,0037 mg/L. Sama halnya dengan Tembaga
(Cu), hal tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi Kadmium (Cd) yang ada di
perairan Sungai Code masih sangat rendah dan diduga dengan ditambah dengan faktor
musim penghujan maka dapat terjadi pengenceran dan semakin menurunkan
konsentrasi logam tersebut.

4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat


Analisis hubungan antar logam berat dilakukan dengan menggunakan metode
korelasi Spearman. Metode korelasi Spearman digunakan untuk mengukur derajat erat
tidaknya hubungan antar satu variabel terhadap variabel lainnya, dimana pengamatan
pada masing-masing variabel tersebut didasarkan pada pemberian peringkat tertentu
yang sesuai dengan pengamatan serta pasangannya, korelasi ini juga digunakan untuk
mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi antar variabel (Sugiyono, 2013).
Metode korelasi Spearman dipilih karena data dalam penelitian ini tidak berdistribusi
normal berdasarkan hasil uji normalitas. Dalam uji normalitas, variabel memiliki nilai
distribusi normal jika (nilai signifikasi > 0,05) dan tidak berdistribusi normal jika (nilai
signifikansi < 0,05). Detail perhitungan uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 2.
33

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat hasil analisis korelasi Spearman menggunakan
software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 25. Dalam metode
Spearman terdapat dasar acuan yang digunakan untuk mengambil keputusan dan
menentukan derajat hubungan (Sugiyono, 2013). Dasar dan pedoman tersebut adalah
terdapat hubungan yang signifikan (nilai signifikansi ˂ 0,05) dan tidak terdapat
hubungan yang signifikan (nilai signifikansi > 0,05). Nilai korelasi 0,00-0,25
(hubungan sangat lemah), nilai korelasi 0,26-0,50 (hubungan cukup/sedang), nilai
korelasi 0,51-0,75 (hubungan kuat), nilai korelasi 0,76-0,99 (hubungan sangat kuat),
nilai korelasi 1,00 (hubungan sempurna). Jika koefisien korelasi bernilai + (positif)
maka hubungan kedua variabel dikatakan searah dan jika koefisien korelasi bernilai -
(negatif) maka hubungan kedua variabel dikatakan tidak searah.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Korelasi Spearman Logam


Spearman Correlations

Pb Fe Mn Cr

Correlation Coefficient 1,000 -0,253 -0,486 -0,414


Pb
Sig. (1-tailed) - 0,272 0,390 0,305

Correlation Coefficient -0,253 1,000 0,829 0,402


Fe
Sig. (1-tailed) 0,272 - 0,041 0,298

Correlation Coefficient -0,486 0,829 1,000 0,382


Mn
Sig. (1-tailed) 0,390 0,041 - 0,221

Correlation Coefficient -0,414 0,402 0,382 1,000


Cr
Sig. (1-tailed) 0,305 0,298 0,221 -
34

Hasil analisis korelasi Spearman Timbal (Pb) dengan Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,272, 0,390, 0,305
dan nilai koefisien korelasi berturut-turut sebesar -0,253, -0,486, -0,414. Berdasarkan
hal tersebut dapat diketahui bahwa Timbal (Pb) dengan Besi (Fe) tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi sangat lemah dan tidak
searah, artinya peningkatan konsentrasi Timbal (Pb) tidak diikuti dengan peningkatan
konsentrasi Besi (Fe). Timbal (Pb) dengan Mangan (Mn) tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi cukup/sedang dan tidak searah,
artinya peningkatan konsentrasi Timbal (Pb) tidak diikuti dengan peningkatan
konsentrasi Mangan (Mn). Timbal (Pb) dengan Kromium (Cr) tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi cukup/sedang dan tidak
searah, artinya peningkatan konsentrasi Timbal (Pb) tidak diikuti dengan peningkatan
konsentrasi Kromium (Cr).

Hasil analisis korelasi Spearman Besi (Fe) dengan Kromium (Cr) dan Mangan
(Mn) menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,298, 0,041 dan nilai
koefisien korelasi berturut-turut sebesar 0,402, 0,829. Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa Besi (Fe) dengan Kromium (Cr) tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi cukup/sedang dan searah, artinya
peningkatan konsentrasi Besi (Fe) diikuti dengan peningkatan konsentrasi Kromium
(Cr). Besi (Fe) dengan Mangan (Mn) memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat kekuatan korelasi sangat kuat dan searah, artinya peningkatan konsentrasi Besi
(Fe) diikuti dengan peningkatan konsentrasi Mangan (Mn).

Hasil analisis korelasi Spearman Mangan (Mn) dengan Kromium (Cr) menunjukan
nilai signifikansi sebesar 0,221 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,382. Berdasarkan
hal tersebut dapat diketahui Mangan (Mn) dengan Kromium (Cr) tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi cukup/sedang dan searah,
artinya peningkatan konsentrasi Mangan (Mn) diikuti dengan peningkatan konsentrasi
Kromium (Cr).
35

Berdasarkan hasil analisis statistik korelasi Spearman di atas, telah diketahui


derajat hubungan dan tingkat kekuatan korelasi antar logam berat. Secara garis besar
diketahui bahwa logam berat yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat
kekuatan korelasi sangat kuat adalah logam Besi (Fe) dengan Mangan (Mn). Besi (Fe)
dan Mangan (Mn) dalam bentuk Fe2+ dan Mn2+ memiliki kelarutan yang cukup tinggi
didalam perairan (Said, 2010). Pada umumnya air di alam mengandung Besi (Fe) dan
Mangan (Mn) disebabkan adanya kontak langsung antara air tersebut dengan lapisan
tanah yang mengandung Besi (Fe) dan Mangan (Mn) (Notodarmojo dan Makhmudah,
2016). Selain itu, Dissolved Oxygen (DO) dalam air mampu mengoksidasi Besi (Fe)
dan Mangan (Mn) menjadi bentuk tidak larut, yaitu Besi (III) dan Mangan (IV).
Apabila kondisi perairan minim DO maka Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dapat terlarut
kembali. Dasar sungai pada umumnya berkondisi minim DO, sehingga endapannya
dapat kembali melepaskan kandungan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang nantinya dapat
mengakibatkan peningkatan konsentrasi logam berat tersebut dalam suatu perairan
(Arifin et al. 2015). Oleh karena itu, pada air permukaan masih dapat ditemukan Besi
(Fe) dan Mangan (Mn) karena laju konversi Besi (Fe) dan Mangan (Mn) terlarut
menjadi bentuk tidak larut lebih lambat daripada laju pembentukannya atau karena
adanya tambahan masukan logam berat tersebut dari sumber lainnya kedalam perairan.

Selanjutnya hasil analisis statistik korelasi Spearman menunjukan bahwa Timbal


(Pb) dan Kromium (Cr) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap logam berat
lainnya dengan tingkat kekuatan korelasi sangat lemah dan cukup/sedang. Timbal (Pb)
memiliki kelarutan yang cukup rendah didalam perairan (Effendi, 2003). Kromium
(Cr) dalam bentuk Cr6+ memiliki kelarutan yang cukup tinggi, sedangkan dalam bentuk
Cr3+ memiliki kelarutan yang cukup rendah didalam perairan (Oktiawan, 2009). Perlu
diingat kembali bahwa tidak selamanya yang berhubungan dapat mempengaruhi atau
sebaliknya, karena terdapat faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi dan patut
dipertimbangkan misalnya seperti karakteristik dan kondisi lingkungan sekitar, lokasi
pengambilan sampel, musim dan parameter fisika kimia seperti temperatur dan pH air.
36

4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai


4.2.1 Debit
Berikut Gambar 4.5 dibawah ini merupakan debit air per site di sepanjang Sungai
Code Yogyakarta.

5,00
4,50
4,00
3,50
Debit (m3/s)

3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.5 Debit Air Sungai Code Per Site


Debit air Sungai Code yang diperoleh berkisar antara 0,10 m3/s sampai dengan
4,25 m3/s. Fluktuasi pada debit dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
seperti topografi dan curah hujan. Besar kecilnya debit kemudian juga dapat
dipengaruhi oleh kecepatan aliran air dan luas area penampang saluran. Semakin tinggi
kecepatan aliran air dan luas area penampang saluran, maka semakin besar pula debit
yang dihasilkan (Putra, 2014). Selanjutnya Wardhani (2015) mengklasifikasikan
kecepatan aliran air dimana (> 1,00 m/s : sangat cepat), (0,50-1,00 m/s : cepat), (0,25-
0,50 m/s : sedang), (0,01-0,25 m/s : lambat) dan (< 0,01 m/s : sangat lambat).
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan, maka debit air tertinggi berada pada site 5
yaitu sebesar 4,25 m3/s. Adapun penyebab menurunnya debit air pada site 6 yang
berada lebih hilir dikarenakan adanya perbedaan luas penampang dan kecepatan aliran
pada ke kedua site tersebut, dimana site 5 memiliki luas penampang yang lebih besar
dan kecepatan aliran air yang lebih tinggi dibanding site 6.
37

4.2.2 Temperatur
Berikut Gambar 4.6 dibawah ini merupakan temperatur air per site di sepanjang
Sungai Code Yogyakarta.

34

32
Batas Atas
30
Temperatur °C

Temperatur Air
Kelas III : 28 °C
28

26
Batas Bawah
24 Temperatur Air
Kelas III : 22 °C
22

20
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.6 Temperatur Air Sungai Code Per Site


Temperatur air Sungai Code yang diperoleh berkisar antara 23,70 °C sampai
dengan 31,80 °C. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, batas bawah temperatur air yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas III adalah 22 °C sedangkan untuk batas atas temperatur air yang
diperbolehkan adalah 28 °C. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui
bahwa temperatur air Sungai Code yang telah melampaui batas atas terdapat pada site
4, 5 dan 6. Temperatur pada suatu perairan mempunyai kaitan yang erat dengan
pemanasan matahari dan besarnya intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan
(Happy et al. 2012). Tingginya temperatur air pada site 4, 5 dan 6 disebabkan oleh
kondisi sekitar yang merupakan daerah terbuka dan minim vegetasi sehingga dapat
meningkatkan intensitas pemanasan matahari yang masuk secara langung ke dalam
perairan. Selain mencegah pemanasan matahari secara langsung kedalam perairan
vegetasi juga dapat berfungsi sebagai stabilisator temperatur (Sittadewi, 2008).
38

4.2.3 Total Dissolved Solids (TDS)


Berikut Gambar 4.7 dibawah ini merupakan konsentrasi Total Dissolved Solids
(TDS) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

1100
1000
Konsentrasi TDS (mg/L)

900
800
Batas Maksimum
700 TDS Air Kelas III
600 : 1.000 mg/L
500
400
300
200
100
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.7 Total Dissolved Solids (TDS) Per Site


Konsentrasi TDS yang diperoleh berkisar antara 113 mg/L sampai dengan 351
mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun
2008, batas maksimum TDS yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori kelas III
adalah 1000 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa
konsentrasi TDS di semua site masih berada di bawah batas maksimum yang
diperbolehkan. Adapun tingginya konsentrasi TDS di site 5 dibanding site lainnya
dapat disebabkan oleh pengaruh lokasi site 5 yang berada di daerah perkotaan yang
berpotensi menerima buangan dari aktivitas domestik maupun non domestik. Penyebab
utama tingginya konsentrasi TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum
dijumpai di perairan. Sebagai contoh yaitu pada air buangan rumah tangga yang
mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut dalam air ataupun zat
pewarna dan senyawa garam diazonium yang pada umumnya digunakan pada industri
batik (Arlindia, 2015).
39

4.2.4 Total Suspended Solid (TSS)


Berikut Gambar 4.8 dibawah ini merupakan konsentrasi Total Suspended Solid
(TSS) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

450
400
Konsentrasi TSS (mg/L)

350
300
Batas Maksimum
250 TSS Air Kelas III
200 : 400 mg/L

150
100
50
0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.8 Total Suspended Solid (TSS) Per Site


Konsentrasi TSS yang diperoleh berkisar antara 16 mg/L sampai dengan 70 mg/L.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun 2008,
batas maksimum TSS yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori kelas III adalah
400 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa konsentrasi TSS
di semua site masih berada di bawah batas maksimum. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi konsentrasi TSS adalah masuknya berbagai buangan dari rumah tangga
ataupun berbagai kegiatan di sekitar sungai. Selain itu, tingkat erosi tanah yang tinggi
di kawasan padat penduduk dan perkotaan dapat menjadi pemicu tingginya TSS
(Winarsih et al. 2016). Adapun tingginya konsentrasi TSS di site 3, 4, 5 dan 6
dibanding site 1 dan 2 dapat disebabkan oleh banyaknya pemukiman penduduk dan
berbagai kegiatan di sekitar sungai yang berpotensi membuang limbahnya secara
langsung ke perairan. Hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya berbagai jenis
sampah rumah tangga yang terlalrut ketika pengambilan sampel air dilakukan.
40

4.2.5 Electrical Conductivity (EC)


Berikut Gambar 4.9 dibawah ini merupakan Electrical Conductivity (EC) per site
di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

2600

2100
Batas Maksimum
EC (µS/cm)

EC Air Golongan
1600
D : 2.250 µS/cm

1100

600

100
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.9 Electrical Conductivity (EC) Per Site


Nilai EC yang diperoleh berkisar antara 160 µS/cm sampai dengan 452 µS/cm.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990, batas
maksimum EC yang diperbolehkan pada air golongan D (air yang dapat digunakan
untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga
air) adalah 2.250 µS/cm. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa
EC di semua site masih berada di bawah batas maksimum. Tinggi rendahnya nilai EC
pada perairan dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam yang terlarut dalam air.
Intensitas hujan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan nilai EC. Tingginya
intensitas hujan dapat menyebabkan bertambahnya massa air. Hal tersebut
menyebabkan konsentrasi ion-ion pada zat terlarut, seperti pada mineral, menurun
(Purbalisa dan Mulyadi, 2013). Oleh karena itu, rendahnya nilai EC pada penelitian ini
dapat disebabkan oleh pengaruh musim hujan yang dilakukan selama periode
penelitian.
41

4.2.6 pH
Berikut Gambar 4.10 dibawah ini merupakan pH air per site di sepanjang Sungai
Code Yogyakarta.

10

9
Batas Atas pH
Air Kelas III : 9
8
Batas Bawah pH
pH

7 Air Kelas III : 6

5
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.10 pH Air Sungai Code Per Site


pH air yang diperoleh berkisar antara 7,0 sampai dengan 7,8. Berdasarkan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun 2008, batas bawah
pH air yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori kelas III adalah 6 (enam)
sedangkan untuk batas atas pH air yang diperbolehkan adalah 9 (sembilan). Dari hasil
pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa pH air Sungai Code masih berada pada
rentang yang diperbolehkan. Adapun rendahnya nilai pH air pada site 6 kemungkinan
dapat disebabkan oleh limpasan dari aktivitas pertanian berupa sisa pupuk yang masuk
kedalam perairan ketika hujan. Perlu diketahui bahwa pupuk seperti NPK, TSP,
maupun ZA adalah pupuk yang bersifat asam karena mengandung asam belerang. Pada
aktivitas pertanian pupuk ZA juga pada umumnya digunakan untuk keperluan
inseksitisida, herbisida dan fungisida (Arief, 2016).
42

Selain itu, pH perairan yang rendah dapat meningkatkan toksisitas logam berat
(Desriyan et al. 2015). Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian beberapa studi
terdahulu yang menunjukkan bahwa pada Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei)
toksisitas Timbal (Pb) lebih tinggi saat kondisi pH 6,5 dibandingkan pH 8,5 (Pratama,
2018). Selanjutnya pada Kerang Hijau (Perna Viridis) toksisitas Besi (Fe) lebih tinggi
saat kondisi pH 5,4 dibandingkan pH 7,0 (Supriyantini dan Endrawati, 2015).

4.2.7 Dissolved Oxygen (DO)


Berikut Gambar 4.11 dibawah ini merupakan konsentrasi Dissolved Oxygen (DO)
per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

7
Konsentrasi DO (mg/L)

Batas Minimum
6 DO Air Kelas III
: 4 mg/L
5

2
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.11 Dissolved Oxygen (DO) Per Site


Konsentrasi DO yang diperoleh berkisar antara 4,21 mg/L sampai dengan 6,03
mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun
2008, batas minimum DO yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori kelas III
adalah 4 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa konsentrasi
DO di semua site masih berada di atas batas minimum yang diperbolehkan.
43

Adapun rendahnya konsentrasi DO di site 5 dibanding site lainnya dapat


disebabkan oleh lokasi site 5 yang berada di perkotaan dan juga banyaknya pemukiman
padat penduduk di sekitar sungai. Sehingga potensi masuknya berbagai buangan dari
berbagai sumber juga akan ikut meningkat. Selain itu, konsentrasi DO berkaitan
dengan BOD. Hal ini dikarenakan DO dibutuhkan oleh mikroba untuk menguraikan
bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Ketika terdapat bahan
pencemar pada perairan, maka DO akan digunakan oleh mikroorganisme untuk
melakukan dekomposisi untuk menguraikan bahan pencemar tersebut sehingga
konsentrasi DO pada perairan akan menurun (Riza et al. 2015).

4.2.8 Biochemical Oxygen Demand (BOD)


Berikut Gambar 4.12 dibawah ini merupakan konsentrasi Biochemical Oxygen
Demand (BOD) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

16

14
Konsentrasi BOD (mg/L)

12

10
Batas Maksimum
8 BOD Air Kelas III
: 6 mg/L
6

0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.12 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Per Site


Konsentrasi BOD yang diperoleh berkisar antara 3,90 mg/L sampai dengan 13,59
mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun
2008, batas maksimum BOD yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori kelas
III adalah 6 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa
44

konsentrasi BOD di site 2, 3, 4, 5 dan 6 telah melebihi batas maksimum. Adapun


tingginya konsentrasi BOD di site 5 dibanding site lainnya dapat disebabkan oleh
lokasi site 5 yang berada di perkotaan dan juga banyaknya pemukiman padat penduduk
di sekitar sungai. Sehingga potensi masuknya berbagai buangan dari berbagai sumber
juga akan ikut meningkat.

BOD merupakan jumlah miligram oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik
untuk menguraikan bahan organik karbon dalam 1 L air selama 5 (lima) hari pada suhu
20 °C ± 1 °C. BOD merupakan salah satu parameter yang dapat dijadikan tolak ukur
beban pencemaran suatu perairan. Semakin tinggi konsentrasi BOD mengindikasikan
bahwa perairan tersebut telah tercemar sedangkan semakin rendah konsentrasi BOD
megindikasikan bahwa hanya sedikit jumlah bahan pencemar yang terdapat dalam
perairan tersebut (Vandra et al. 2016). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
menunjukan bahwa konsentrasi BOD dan akumulasi konsentrasi logam berat tertinggi
terdapat pada site 5.

4.2.9 Chemical Oxygen Demand (COD)


Berikut Gambar 4.13 dibawah ini merupakan konsentrasi Chemical Oxygen
Demand (COD) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

55
50
Konsentrasi COD (mg/L)

45
40
35
Batas Maksimum
30 COD Air Kelas III
25 : 50 mg/L
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.13 Chemical Oxygen Demand (COD) Per Site


45

Konsentrasi COD yang diperoleh berkisar antara 11,91 mg/L sampai dengan 36,70
mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun
2008, batas maksimum COD yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori kelas
III adalah 50 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa
konsentrasi COD di semua site tidak melebihi batas maksimum. Adapun tingginya
konsentrasi COD di site 5 dibanding site lainnya dapat disebabkan oleh lokasi site 5
yang berada di perkotaan dan juga banyaknya pemukiman padat penduduk di sekitar
sungai. Sehingga potensi masuknya berbagai buangan dari berbagai sumber juga akan
ikut meningkat. COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada, sehingga
nilai COD pada umumnya akan lebih besar daripada nilai BOD. Hal tersebut dapat
terjadi karena jumlah senyawa organik yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih
besar dibandingkan secara biologis (Prabowo et al. 2016). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang menunjukan bahwa konsentrasi COD lebih besar dibandingkan BOD.
4.2.10 Amonia (NH3)
Berikut Gambar 4.14 dibawah ini merupakan konsentrasi Amonia (NH3) per site
di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

0,6
Konsentrasi Amonia (mg/L)

0,5

0,4
Batas Maksimum
0,3 Amonia Air Kelas
I : 0,5 mg/L
0,2

0,1

0,0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.14 Amonia (NH3) Per Site


Konsentrasi Amonia (NH3) yang diperoleh berkisar antara 0,007 mg/L sampai
dengan 0,467 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
46

Nomor 20 tahun 2008, batas maksimum Amonia (NH3) yang diperbolehkan pada
sungai dengan kategori kelas III adalah 0,5 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah
dilakukan diketahui bahwa konsentrasi Amonia (NH3) di semua site tidak melebihi
batas maksimum. Adapun tingginya konsentrasi Amonia (NH3) di site 5 dibanding site
lainnya dapat disebabkan oleh lokasi site 5 yang berada di perkotaan dan juga
banyaknya pemukiman padat penduduk di sekitar sungai. Sehingga potensi masuknya
buangan dari berbagai sumber juga akan ikut meningkat. Amonia (NH3) pada perairan
dapat berasal dari air seni, tinja serta air buangan dari berbagai aktivitas manusia.
Sebagaimana ketika pengambilan sampel air dilakukkan masih terlihat warga yang
buang air sembarangan dan temuan tinja pada aliran sungai. Konsentrasi Amonia
(NH3) yang tinggi kemudian dapat menyebabkan penurunan DO (Zhang et al. 2012).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa konsentrasi DO
terendah terdapat pada site 5 yang memiliki konsentrasi Amonia (NH3) tertinggi.

4.3 Hubungan Logam Berat dengan Fakor Fisika Kimia


Berikut Tabel 4.2 dibawah ini merupakan hasil analisis korelasi Spearman logam
berat dengan faktor fisika kimia.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Korelasi Spearman Logam dan Fisika Kimia

Spearman Correlations
Debit Suhu TDS TSS EC pH DO BOD COD NH3
Correlation
-0,714 0,771 0,414 -0,488 0,454 -0,372 -0,722 0,747 0,695 0,351
Coefficient
Pb
Sig. (1-tailed) 0,059 0,036 0,048 0,057 0,043 0,087 0,039 0,035 0,038 0,044

Correlation
-0,829 0,657 0,429 -0,472 0,413 -0,395 -0,629 0,422 0,386 0,293
Coefficient
Fe
Sig. (1-tailed) 0,062 0,044 0,041 0,064 0,048 0,077 0,042 0,045 0,047 0,049

Correlation
-0,833 0,693 0,442 -0,454 0,431 -0,321 -0,636 0,435 0,359 0,277
Coefficient
Mn
Sig. (1-tailed) 0,065 0,047 0,045 0,059 0,046 0,071 0,044 0,042 0,042 0,047

Correlation
-0,708 0,794 0,433 -0,463 0,448 -0,338 -0,733 0,726 0,677 0,324
Coefficient
Cr
Sig. (1-tailed) 0,054 0,032 0,043 0,061 0,041 0,083 0,035 0,038 0,040 0,045
47

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) dengan temperatur menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar
0,036, 0,044, 0,047, 0,032. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara logam dengan temperatur. Fauziah et al. (2012)
menyebutkan bahwa peningkatan temperatur di perairan cenderung mempengaruhi
proses kelarutan logam berat di perairan sehingga dapat mengakibatkan kelarutan
logam berat akan semakin meningkat dan partikel logam berat akan bergerak lebih
cepat sehingga meningkatkan akumulasi logam berat di perairan. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian, dimana temperatur tertinggi dari seluruh lokasi pengambilan
sampel air berada di site 5 yang mencapai temperatur 31,80 °C, sehingga
memungkinkan kelarutan logam berat menjadi lebih tinggi dan memiliki akumulasi
logam berat tertinggi dibandingkan site lainnya.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) dengan TDS menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,048,
0,041, 0,045, 0,043. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara logam dengan TDS. TDS merupakan jumlah partikel
atau zat terlarut baik berupa mineral, garam, senyawa organik maupun anorganik. TDS
pada suatu perairan juga dapat meningkat akibat masuknya buangan dari berbagai
aktivitas manusia yang mengandung logam berat kedalam suatu perairan (Eleonora et
al. 2016). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana TDS tertinggi terdapat pada
site 5 yang berlokasi di daerah perkotaan, yang mana memiliki potensi terbesar
menerima buangan yang mengandung logam berat dari berbagai usaha/kegiatan yang
terdapat di sepanjang daerah aliran sungai.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) dengan EC menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,043,
0,048, 0,046, 0,041. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara logam dengan EC. EC merupakan kemampuan air
untuk menghantarkan listrik. Semakin banyak garam dan senyawa organik anorganik
48

yang dapat terionisasi, semakin tinggi pulai nilai EC. Tingginya nilai EC kemudian
dapat mengindikasikan bahwa terdapat logam yang terlarut dalam air (Purbalisa dan
Mulyadi, 2013). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana EC tertinggi sebesar
452 µS/cm terdapat pada site 5, yang juga merupakan site dengan akumulasi logam
berat tertinggi.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) dengan DO menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,039,
0,042, 0,044, 0,035. Selanjutnya Amonia (NH3) menunjukan nilai signifikansi berturut-
turut sebesar 0,044, 0,049, 0,047, 0,045. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan DO dan Amonia (NH3).
DO adalah gambaran dari jumlah oksigen terlarut yang terdapat di dalam suatu
perairan. Kandungan DO di suatu perairan dapat dijadikan indikasi awal mengenai
adanya pencemaran bahan organik maupun anorganik. Suatu perairan dapat dikatakan
baik dan mempunyai tingkat pencemaran yang rendah jika memiliki konsentrasi DO
lebih besar dari 5 mg/L (Salmin, 2015). Selain itu, Riza et al. (2015) menyebutkan
bahwa semakin meningkat bahan pencemar organik maupun anorganik di suatu
perairan, maka akan meningkat pula aktivitas mikroorganisme dalam proses
menguraikan bahan pencemar tersebut, yang mana nantinya dapat mengurangi
konsentrasi DO di perairan tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana
DO terendah sebesar 4,21 mg/L terdapat pada site 5, yang juga merupakan site dengan
akumulasi logam berat dan konsentrasi Amonia (NH3) tertinggi dibanding site lainnya.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) dengan BOD menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,035,
0,045, 0,042, 0,038. Selanjutnya COD menunjukan nilai signifikansi berturut-turut
sebesar 0,038, 0,047, 0,042, 0,040. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan BOD dan COD. BOD
merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan
bahan organik yang terdapat di suatu perairan. Sedangkan COD merupakan jumlah
49

oksigen kimiawi yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik, baik yang mudah
urai, kompleks ataupun sukar urai (Nanik, 2009). Pada umumnya nilai COD akan lebih
tinggi dibanding BOD. Hal tersebut dikarenakan senyawa anorganik dapat teroksidasi
oleh oksidator kuat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat.
Dengan tingginya konsentrasi BOD dan COD maka dapat mengakibatkan konsentrasi
DO semakin menurun (Riyanda et al. 2013). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian,
dimana site 5 dengan konsentrasi BOD dan COD tertinggi memiliki konsentrasi DO
terendah. Kemudian adanya selisih nilai BOD dan COD mengindikasikan bahwa
terdapat senyawa sukar urai, yang mana senyawa tersebut dapat berasal dari senyawa
logam berat pada perairan tersebut.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) dengan debit menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,059,
0,062, 0,065, 0,054. Nilai signifikansi yang > 0,05 menunjukkan bahwa belum terdapat
hubungan yang signifikan antara logam dengan debit. Berdasarkan penelitian Mahmud
(2012) diketahui bahwa meningkatnya debit air pada musim penghujan tidak selalu
diikuti dengan menurunnya konsentrasi logam berat di perairan. Hal ini dikarenakan
faktor lain seperti limpasan dari daratan yang mengandung bahan-bahan antropogenik
juga dapat ikut terlarut ke suatu badan air selama musim penghujan. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian, dimana debit tertinggi sebesar 4,25 m3/s pada site 5 tidak
diikuti dengan penurunan konsentrasi logam berat. Mengingat bahwa perlu juga
diperhatikan kondisi dan karakteristik lingkungan sekitar serta lokasi pengambilan
sampel. Site 5 memiliki debit tertinggi, akan tetapi site 5 berada di daerah perkotaan
dan disepanjang badan sungai terdapat pemukiman padat penduduk dan berbagai
usaha/kegiatan yang berpotensi membuang limbahnya secara langsung kedalam
sungai.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn) dan
Kromium (Cr) dengan pH menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,087,
0,077, 0,071, 0,083. Nilai signifikansi yang > 0,05 menunjukkan bahwa belum terdapat
50

hubungan yang signifikan antara logam dengan pH. pH atau derajat keasaman dapat
mempengaruhi konsentrasi logam berat di suatu perairan. Dalam hal ini kelarutan
logam berat pada suatu perairan akan semakin meningkat pada kondisi pH rendah
(asam). Sifat asam atau basa suatu larutan ditunjukkan oleh nilai pH yang berkisar
antara 0-14, dimana pH 7 merupakan larutan netral (Desriyan et al. 2015). Berdasarkan
pengukuran di lapangan, diketahui bahwa pH air Sungai Code di seluruh lokasi
pengambilan sampel berada pada kondisi netral, sehingga dapat dikatakan bahwa pH
belum berpengaruh terhadap konsentrasi ataupun kelarutan logam berat selama periode
penelitian ini.

4.4 Metal Pollution Index (MPI)


Pada tahapan ini hasil analisis konsentrasi logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan
(Mn), Kadmium (Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr) pada sampel air Sungai Code
Yogyakarta digunakan untuk menghitung nilai MPI. Pada Gambar 4.15 dibawah ini
dapat dilihat grafik yang menunujukkan hasil perhitungan dengan menggunakan
metode MPI berdasarkan masing-masing lokasi pengambilan sampel air Sungai Code
Yogyakarta. Untuk detail perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3.

2,00
1,80 1,69 Nilai MPI < 1
1,52 Tidak
Metal Pollution Index (MPI)

1,60
1,41 Tercemar
1,40 1,30 Nilai MPI > 1
1,20 Tercemar
1,20
0,95
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.15 Grafik Metal Pollution Index (MPI)


51

Nilai MPI < 1 (lebih kecil dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan
tersebut tidak terkontaminasi oleh polutan logam berat. Sedangkan nilai MPI > 1 (lebih
besar dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut telah terkontaminasi
oleh polutan logam berat dan semakin tinggi nilai MPI maka mengindikasikan tingkat
pencemaran atau progresif penurunan kualitas perairan tersebut (Ali et al. 2016).
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.17 diatas diketahui bahwa nilai MPI berada di
kisaran 0,95 sampai dengan 1,69. Shehu (2019) dalam penelitian Water and Sediment
Quality Status of The Toplluha River in Kosovo, menyebutkan bahwa salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi tingginya nilai MPI adalah lokasi, dimana pada lokasi
perkotaan dengan tingkat aktivitas yang tinggi dan berbagai jenis kegiatan yang
dilakukkan maka akan menghasilkan nilai MPI yang tinggi pula. Hal tersebut sejalan
dengan hasil perhitungan nilai MPI yang didapatkan dari penelitian ini, yang mana nilai
MPI tertinggi berada pada site 4 dan 5 yang sama-sama berada di wilayah Kota
Yogyakarta. Selain itu, semakin tinggi nilai MPI maka menunjukkan bahwa semakin
tinggi pula nilai akumulasi logam yang terdapat di dalam sampel (Islam et al. 2017).

Sementara itu, nilai MPI terendah terdapat pada site 1. Site 1 sendiri menjadi titik
hulu pada penelitian ini. Kondisi site 1 didominasi oleh hutan, perkebunan serta dekat
dengan Gunung Merapi. Kontaminasi logam berat umumnya dapat berasal dari faktor
alam seperti kegiatan gunung berapi atau faktor aktivitas manusia seperti kegiatan
pertanian dan limbah buangan rumah tangga. Dengan kondisi site 1 yang masih asri
dan jauh dari berbagai aktivitas manusia, maka menjadikan site 1 sebagai satu-satunya
lokasi yang memiliki nilai MPI < 1 yang mengindikasikan bahwa lokasi tersebut tidak
tercemar oleh logam berat.

Berdasarkan penelitian Abdullah et al. (2015) tentang Metal Pollution of Balok


River, Pahang Malaysia, diketahui bahwa salah faktor yang juga dapat berpengaruh
terhadap tingginya nilai MPI adalah adanya aktivitas manusia di bidang industri. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa sampel yang diambil di sekitar kawasan
industi Gebeng (industri pelapisan pipa) menunjukan nilai MPI tertinggi yaitu 3,7.
52

Selain itu, perubahan guna lahan dengan beragam pola hidup masyarakat serta semakin
meningkatnya aktivitas manusia yang juga berpotensi menghasilkan limbah domestik
menjadikan beban pencemar di sungai semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Terjadinya penurunan kualias air dapat terjadi akibat pembuangan limbah yang tidak
terkendali dari segala jenis aktivitas di sepanjang sungai sehingga tidak sesuai dengan
daya dukung sungai tersebut (Prayogo et al. 2015). Pembuangan sampah secara
langsung di sepanjang aliran sungai juga berpotensi menjadi penyebab tingginya
pencemaran air sungai. Ali dan Khan (2018) dalam penelitian Assessment of
Potentially Toxic Heavy Metals and Health Risk in Water, Sediments, and Different
Fish Species of River Kabul, Pakistan, menyebutkan bahwa nilai MPI di lokasi
pengambilan sampel yang berbeda di Sungai Kabul berkisar antara 10,59-14,85. Nilai
MPI tertinggi adalah di Nowshera, yang dianggap sebagai lokasi tercemar di Sungai
Kabul karena pembuangan limbah industri yang tidak diolah dan limbah domestik dari
daerah perkotaan Nowshera serta limpasan dari pertanian yang masuk kedalam sungai.

Adapun status mutu air di Sungai Code berdasarkan analasis hasil pemantauan
kualitas air yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta (2018)
menggunakan metode Storet di 5 (lima) lokasi pemantauan adalah sebagai berikut:
(Jembatan Sardjito: cemar berat), (Jembatan Gondolayu: cemar berat), (Jembatan
Jambu: cemar berat), (Jembatan Sayidan: cemar berat) dan (Jembatan Tungkak: cemar
berat). Kelebihan metode Storet adalah dapat menggabungkan banyak data parameter
kualitas air sehingga gambaran mengenai kualitas air akan lebih komprehensif dan
tidak terpaku pada parameter-paramater tertentu. Kekurangan yang dimiliki adalah
tidak adanya jumlah parameter tetap yang harus digunakan. Sedangkan metode MPI
memiliki kelebihan selain dapat digunakan untuk pemantauan pencemaran logam di
lingkungan dapat juga untuk pemantauan logam dalam makanan (Ali et al. 2014).
Kelemahan metode MPI adalah hanya terpaku pada parameter logam berat saja.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian Analisis Metal Pollution Index (MPI) Berdasarkan
Kandungan Logam Berat di Sungai Code Yogyakarta, adalah sebagai berikut:

1. Konsentrasi logam berat di site 1 s.d. 6 Timbal (Pb) berturut-turut adalah sebesar
4,52 mg/L (± 2,19), 2,84 mg/L (± 1,11), 3,72 mg/L (± 0,71), 2,61 mg/L (± 1,32),
2,63 mg/L (± 1,34), 2,52 mg/L (± 1,40). Besi (Fe) berturut-turut adalah sebesar 3,65
mg/L (± 2,82), 5,52 mg/L (± 2,35), 6,74 mg/L (± 0,81), 8,99 mg/L (± 4,71), 10,24
mg/L (± 5,61), 3,85 mg/L (± 1,26). Mangan (Mn) berturut-turut adalah sebesar 1,46
mg/L (± 0,59), 2,06 mg/L (± 0,36), 2,24 mg/L (± 0,59), 2,34 mg/L (± 0,29), 2,43
mg/L (± 0,33), 3,29 mg/L (± 1,93). Kromium (Cr) berturut-turut adalah sebesar 0,03
mg/L (± 0,01), 0,06 mg/L (± 0,03), 0,07 mg/L (± 0,03), 0,10 mg/L (± 0,01), 0,12
mg/L (± 0,03), 0,09 mg/L (± 0,01). Tembaga (Cu) berada dibawah Limit Detection
< 0,0001 mg/L. Kadmium (Cd) berada dibawah Limit Detection < 0,0037 mg/L.
2. Nilai Metal Pollution Index (MPI) di Sungai Code berada pada kisaran 0,95 sampai
dengan 1,69. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa 5 (lima) dari 6 (enam) site
sampling air di Sungai Code telah tercemar oleh logam berat.

5.2 Saran
Saran dari penelitian Analisis Metal Pollution Index (MPI) Berdasarkan
Kandungan Logam Berat di Sungai Code Yogyakarta yaitu perlu adanya kegiatan
sosialisasi kepada masyarakat untuk memberikan informasi mengenai pentingnya
menjaga kualitas perairan Sungai Code dan pengetahuan mengenai dampak yang dapat
ditimbulkan oleh logam berat di lingkungan. Kemudian untuk kedepannya perlu
dilakukan penelitian dengan mempertimbangkan rentang waktu pengambilan sampel
secara berkala yang dapat mewakili musim sehingga data yang diperoleh lebih akurat.
58
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., Abas, M., dan Louis, V. (2015). Metal Pollution and Ecological Risk
Assessment of Balok River Sediment, Pahang Malaysia. American Journal of
Environmental Engineering. Vol. 5. pp. 1-7.

Ahram, M. (2018). Analisis Water Quality Index Kandungan Logam Berat di


Sepanjang Sungai Opak Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.

Alfiansyah, T. (2019). Analisis Hubungan Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas


Air Parameter Logam Berat (Fe, Mn, Cd, Pb) di Sepanjang Sungai Opak
Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Ali, H., dan Khan, E. (2018). Assessment of Potentially Toxic Heavy Metals and
Health Risk in Water, Sediments, and Different Fish Species of River Kabul,
Pakistan. International Journal Human and Ecological Risk Assessment.
Vol. 24. pp. 2101-2118.

Ali, M., Lokman, M., Islam, S., dan Rahman, Z. (2016). Preliminary Assessment of
Heavy Metals in Water and Sediment of Karnaphuli River, Bangladesh.
Journal Environmental Nanotechnology, Monitoring and Management. Vol. 5.
pp. 27-35.

Anjani, M. (2018). Analisis Water Quality Index Kandungan Logam Berat di


Sepanjang Sungai Code Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.

Arief, A. (2016). Penggunaan Pupuk ZA Sebagai Pestisida Untuk Meningkatkan


Hasil dan Kualitas Tanaman Tomat dan Cabai. Jurnal FIK UINAM. Vol. 4.
pp. 73-82.

59
60

Arifin, T., Prartono, T., dan Kusuma, A. (2016). Sebaran Logam Berat Terlarut dan
Terendapkan di Perairan Teluk Jakarta. Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelautan. Vol. 6. pp. 41-49.

Arlindia, I. (2015). Analisis Pencemaran Danau Maninjau dari Nilai TDS dan
Konduktivitas Listrik. Jurnal Fisika Unand. Vol. 4. pp. 325-331.

Ashraf, W. (2006). Levels Of Selected Heavy Metals in Tuna. The Arabian Journal
for Science and Engineering. Vol. 31. pp. 89-92.

Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang. (2010). Laporan Kualitas Perairan


Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001 - 2010. Semarang.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi. (2020).


Laporan Aktivitas Gunung Merapi 14 Oktober 2019 - 03 Maret 2020.
Yogyakarta.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta. (2018). Laporan Kualitas Air Sungai
Januari - Desember 2018. Yogyakarta.

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman. (2013). Laporan Kualitas Air Sungai
Januari - Desember 2013. Yogyakarta.

Desriyan, R., Wardhani, E., dan Pharmawati, K. (2015). Identifikasi Pencemaran


Logam Berat Timbal (Pb) Pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen
Dayeuhkolot Sampai Nanjung. Jurnal Institut Teknologi Nasional.
Vol. 3. pp. 1-12.

Dewanti, N., Budiastuti, P., dan Raharjo, M. (2016). Analisis Pencemaran Logam
Berat Timbal (Pb) di Badan Sungai Babon, Kecamatan Genuk Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 4. pp. 119-125.
61

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Eleonora, A., Pratama, A., dan Ramadhani, M. (2016). Analisis Pola Sebaran Logam
Berat Menggunakan Metode Kelistrikan Batuan di Daerah Pertambangan
Emas Pangalengan, Kabupaten Bandung. Prosiding Seminar Nasional Fisika.
Tgl. 10 Oktober 2016. pp. 150-158.

Fauziah, A., Rahardja, B., dan Cahyoko, Y. (2012). Korelasi Ukuran Kerang Darah
(Anadara Granosa) dengan Konsentrasi Merkuri (Hg) di Muara Sungai
Ketingan, Jawa Timur. Journal Marine and Coastal. Vol. 1. pp. 34-44.

Ginting, P. (2017). Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Indsutri. Yrama


Widya. Bandung.

Happy, A., Dhahiyat, Y., dan Masyamsir. (2012). Distribusi Kandungan Logam
Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Kolom Air dan Sedimen
Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3.
pp. 175-182.

Hasan, H., Abdullah, S., Kofli, N., dan Kamarudin, S. (2012). Effective Microbes for
Simultaneous Bio-Oxidation of Ammonia and Manganese in Biological
Aerated Filter System. Journal Bioresource Technology. Vol. 124. pp. 355-363.

Hudiyah, M., dan Saptomo, S. (2019). Analysis of Water Quality of Water


Distribution Channels in New Building of Faculty of Economics and
Management Bogor Agricultural University. Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan. Vol. 4. pp. 13-24.

Islam, R., Habib, M., dan Waid, J. (2017). Heavy Metal Contamination of
Freshwater Prawn (Macrobrachium Rosenbergii) and Prawn Feed in
Bangladesh: A Market-Based Study to Highlight Probable Health Risks.
Journal Chemosphere. Vol. 170. pp. 282-289.
62

Jugovac, N., Miljanovic, B., dan Maletin, S. (2015). Metal Pollution Index (MPI) for
Freshwater Monitoring Based on Trace Metal Accumulation. Journal
Ecological. Vol. 32. pp. 55-60.

Khan, F., Jolly, Y., Islam, G., Akhter, S., dan Kabir, J. (2014). Contamination Status
and Health Risk Assessment of Trace Elements in Foodstuffs Collected from
The Buriganga River Embankments, Dhaka, Bangladesh. International
Journal of Food Contamination. Vol. 1. pp. 1-8.

Mahmud, M. (2012). Model Sebaran Spasial dan Temporal Konsentrasi Merkuri


(Hg) Akibat Penambangan Emas Tradisional Sebagai Dasar Monitoring
dan Evaluasi Pencemaran di Ekosistem Sungai Tulabolo Provinsi
Gorontalo. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Male, Y., Sunarti, S., dan Nunumete, N. (2014). Analisys Of Lead (Pb) and
Chromium (Cr) in The Roots of Seagrass (Enhalus Acoroides) in Water of
Tulehu Village Central Maluku Regency. Indonesian Journal of Chemical
Research. Vol. 1. pp. 66-71.

Maulana, I., Endrawati, H., dan Nuraini, R. (2017). Analisis Kandungan Logam
Berat Kromium (Cr) Pada Air, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis)
Di Perairan Trimulyo Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. Vol. 20. pp. 48-55.

Mohiuddin, M., Ogawa, Y., dan Zakir, M. (2011). Heavy Metals Contamination in
The Water and Sediments of Urban River in Developing Country.
International Journal of Environmental Science and Technology. Vol. 8.
pp. 723-736.

Nanik, N. (2009). Analisis Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical


Oxygen Demand (COD) di Sungai Sroyo Sebagai Dampak Industri di
Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Prosiding Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia. Tgl. 10 November 2009. pp. 369-378.
63

Notodarmojo, S., dan Makhmudah, N. (2016). Penyisihan Besi (Fe) dan Mangan
(Mn) Menggunakan Saringan Pasir Lambat Dua Tingkat Pada Kondisi
Aliran Tak Jenuh. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol. 16. pp. 150-159.

Nurjaya, W., Sanusi, H., dan Pratono, T. (2016). Distribution and Behaviour of
Dissolved and Particulate Pb and Zn in Jeneberang Estuary, Makassar.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 8. pp. 11-28.

Oktiawan, W. (2009). Pengurangan Kromium (Cr) Dalam Limbah Cair Industri


Kulit Pada Proses Tannery Menggunakan Senyawa Alkali Ca(OH)2, NaOH
dan NaHCO3. Jurnal Air Indonesia.Vol. 5. pp. 41-54.

Palar, H. (2004). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. (2008). Peraturan Gubernur Nomor 20


Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta.

Prabowo, R., Sunoko, H., dan Purwanto. (2016). Akumulasi Cadmium (Cd) Pada
Ikan Wader Merah (Puntius Bramoides) di Sungai Kaligarang. Jurnal MIPA.
Vol. 39. pp. 1-10.

Pratama, R. (2018). Pengaruh Perbedaan Derajat Keasaman (pH) Terhadap Uji


Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) Pada Udang Vaname (Litopenaeus
Vannamei). Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Prayogo, T., Soemarno, M., dan Mahyudin, M. (2015). Analisis Kualitas Air Dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen
Kabupaten Malang. Indonesian Journal of Environment and Sustainable
Development. Vol. 6. No. pp. 105-114.
64

Purbalisa, W., dan Mulyadi. (2013). Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) Pada Badan
Air dan Tanah Sawah Sub-Das Solo Hilir Kabupaten Lamongan.
Jurnal Agrologia. Vol. 2. pp. 116-123.

Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Putra, A. (2014). Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi Pulau Kemaro
sampai dengan Muara Sungai Komering. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan.
Vol. 2. pp. 603-608.

Rahardjo, D., dan Prasetyaningsih, A. (2017). Chromium Distribution and


Accumulation in Leather Industry Area Banyakan Village. Prosiding
Seminar Nasional III (Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif
Interdisipliner). Tgl. 29 April 2017. pp. 330-338.

Raziq, A. (2019). Analisis Hubungan Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air
Parameter Kimia Di Sungai Code Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.

Riyanda, A., Lubis, K., dan Jamilah, N. (2013). Kajian Karakteristik Kimia Air,
Fisika Air Dan Debit Sungai Pada Kawasan DAS Padang Akibat
Pembuangan Limbah Tapioka. Jurnal Agroekoteknologi. Vol. 1. pp. 615-625.

Riza, F., Bambang, A., dan Kismartini. (2015). Tingkat Pencemaran Lingkungan
Perairan Ditinjau Dari Aspek Fisika, Kimia dan Logam di Pantai Kartini
Jepara. Indonesian Journal of Conservation. Vol. 4. pp. 52-60.

Said, N. (2010). Metode Penghilangan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) di Dalam Air.
Jurnal Air Indonesia. Vol. 6. pp. 136-148.

Salmin. (2015). Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi Sebagai
Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana.
Vol. 30. pp. 21-26.
65

Saputra, R. (2010). Analisis Cemaran Logam Tembaga (Cu) di Sungai Code Secara
Spektroskopi Serapan Atom. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Yogyakarta.

Schiavon, M., Pilon, H., Smits, M., Wirtz, R., dan Malagoli, M. (2008). Interactions
Between Chromium And Sulfur Metabolism In Brassica juncea. Journal Of
Enviromental Quality. Vol. 37. pp. 153-154.

Seprianto, S., Paputungan, M., Syarifuddin, A., Mambuat, J., dan Alla, G. (2017).
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air Sungai dan Ikan Mujair
(Oreochromis Mossambicus) di Sungai Tondano. Journal Public Health
Science. Vol. 9. pp. 153-159.

Shehu, I. (2019). Water and Sediment Quality Status of The Toplluha River in
Kosovo. Journal of Ecological Engineering. Vol. 20. pp. 266-275.

Sittadewi, E (2008). Identifikasi Vegetasi Di Koridor Sungai Siak dan Peranannya


dalam Penerapan Metode Bioengineering. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia. Vol. 10. pp. 112-118.

Sugiyono, S. (2013). Metodelogi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.


Alfabeta. Bandung.

Sukirno., Irianto, B., dan Murniasih, S. (2007). Evaluasi Logam Dalam Air dan
Sedimen Sungai Code Dengan Teknik AAN (Tahap 2). Prosiding PPI-
PDIPTN. Tgl. 10 Juli 2007. pp. 183-189.

Sunarsih, E. (2018). Analisis Paparan Besi dan Mangan Pada Air Terhadap
Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat Desa Ibul Kecamatan Indralaya
Kabupaten Ogan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 17. pp. 68-73.
66

Supriyantini, E., dan Endrawati, H. (2015). Kandungan Logam Berat Besi (Fe) Pada
Air, Sedimen dan Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Tanjung Emas
Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. Vol. 18. pp. 38-45.

Suwondo, Darmadi, dan Yunus. (2014). Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya


Alam Berbasis Pengetahuan Lokal. Universitas Riau Press. Pekanbaru.

Syiva, A. (2017). Analisis Kualitas Air Melalui Deteksi Besi (Fe) pada Sungai di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

Tarigan, Y. (2013). Kandungan Kadmium (Cd) Pada Air Sungai dan Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linnaeus) di Sungai Code Yogyakarta. Tugas Akhir.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Tuty, A., dan Herny, B. (2009). Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cap Khas
Palembang Dengan Proses Filtrasi dan Adsorpsi. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia Indonesia. Tgl. 17 Oktober 2009. pp. 1-6.

Usero, J., Morillo, J., dan Gracia, I. (2005). Heavy Metal Concentrations in Mollusks
from The Atlantic Coast of Southern Spain. Journal Chemosphere. Vol. 59.
pp. 1175-1181.

Vandra, B., Sudarno, S., dan Nugraha, W. (2016). Studi Analisis Kemampuan Self
Purification pada Sungai Progo Ditinjau dari Parameter Biological Oxygen
Demand (BOD) dan Dissolved Oxygen (DO). Jurnal Teknik Lingkungan.
Vol. 5. pp. 1-8.

Wardhani, E. (2015). Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Perairan


Sungai Citarum Segmen Dayeuhkolot-Nanjung. Jurnal Institut Teknologi
Nasional. Vol. 3. pp. 1-11.
67

Wahyuni, E., Triyono, S., dan Suherman, S. (2012). Determination of Chemical


Composition of Volcanic Ash From Merapi Mt. Eruption. Jurnal Manusia
dan Lingkungan. Vol. 2. pp. 150-159.

Widowati, W. (2008). Efek Toksik Logam. Andi Offset. Yogyakarta.

Winarsih, W., Emiyati, E., dan Afu, L. (2016). Distribusi Total Suspended Solid
Permukaan Di Perairan Teluk Kendari. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 1.
pp. 54-59.

Zahari, M., Rashidah, N., dan Hamzah, Z. (2016). Assessment of Surface Water
Metal Pollution Based on Metal Pollution Index (MPI) Supported By
Multivariate Statistical Analysis. International Journal of Environmental.
Vol. 35. pp 23-35.

Zhang, J., Ni, W., Zhu, Y., dan Pan, Y. (2012). Effects of Different Nitrogen Species
on Sensitivity and Photosynthetic Stress of Three Common Freshwater
Diatoms. Journal Aquat Ecol. Vol. 47. pp. 25-35.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
LAMPIRAN

Lampiran 1: Boxplot Parameter Logam Berat dan Fisika Kimia

Timbal (Pb)

Timbal (Pb)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 3,222 1,560 3,309 1,084 1,084 0,898
Q1 3,256 2,498 3,313 2,220 2,227 2,111
Q2 3,291 3,436 3,316 3,356 3,371 3,324
Q3 5,169 3,485 3,929 3,376 3,404 3,325
MAX 7,047 3,535 4,542 3,396 3,436 3,327
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 3,256 2,498 3,313 2,220 2,227 2,111
Q2-Q1 0,035 0,938 0,004 1,136 1,144 1,213
Q3-Q2 1,878 0,049 0,613 0,020 0,033 0,002
Q1-MIN 0,035 0,938 0,004 1,136 1,144 1,213
MAX-Q3 1,878 0,049 0,613 0,020 0,033 0,002
BM 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030

Besi (Fe)

Besi (Fe)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 1,975 2,993 6,215 4,149 4,458 2,640
Q1 2,022 4,465 6,275 6,707 7,533 3,205
Q2 2,069 5,938 6,335 9,265 10,607 3,771
Q3 4,484 6,791 7,002 11,415 13,135 4,462
MAX 6,898 7,644 7,669 13,564 15,662 5,153
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 2,022 4,465 6,275 6,707 7,533 3,205
Q2-Q1 0,047 1,473 0,060 2,558 3,075 0,565
Q3-Q2 2,415 0,853 0,667 2,149 2,527 0,691
Q1-MIN 0,047 1,473 0,060 2,558 3,075 0,565
MAX-Q3 2,415 0,853 0,667 2,149 2,527 0,691
BM 0,300 0,300 0,300 0,300 0,300 0,300

68
69

Mangan (Mn)

Mangan (Mn)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 1,095 1,658 1,844 2,051 2,113 2,029
Q1 1,122 1,922 1,902 2,191 2,264 2,175
Q2 1,149 2,185 1,960 2,331 2,415 2,320
Q3 1,647 2,260 2,440 2,485 2,589 3,915
MAX 2,145 2,335 2,920 2,640 2,764 5,509
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 1,122 1,922 1,902 2,191 2,264 2,175
Q2-Q1 0,027 0,264 0,058 0,140 0,151 0,145
Q3-Q2 0,498 0,075 0,480 0,155 0,175 1,595
Q1-MIN 0,027 0,264 0,058 0,140 0,151 0,145
MAX-Q3 0,498 0,075 0,480 0,155 0,175 1,595
BM 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100

Kromium (Cr)

Kromium (Cr)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 0,025 0,036 0,040 0,084 0,095 0,076
Q1 0,031 0,053 0,060 0,091 0,109 0,082
Q2 0,036 0,069 0,080 0,098 0,124 0,087
Q3 0,038 0,078 0,085 0,105 0,140 0,095
MAX 0,040 0,087 0,091 0,113 0,156 0,102
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 0,031 0,053 0,060 0,091 0,109 0,082
Q2-Q1 0,005 0,016 0,020 0,007 0,015 0,005
Q3-Q2 0,002 0,009 0,005 0,007 0,016 0,007
Q1-MIN 0,005 0,016 0,020 0,007 0,015 0,005
MAX-Q3 0,002 0,009 0,005 0,007 0,016 0,007
BM 0,050 0,050 0,050 0,050 0,050 0,050
70

Debit

DEBIT
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 0,10 0,21 0,53 1,20 2,09 0,67
Q1 0,13 0,34 0,61 1,24 2,64 0,71
Q2 0,15 0,39 0,75 1,26 2,71 0,74
Q3 0,25 0,75 1,02 1,99 3,71 1,27
MAX 0,30 0,92 1,35 2,50 4,25 1,88
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 0,13 0,34 0,61 1,24 2,64 0,71
Q2-Q1 0,03 0,05 0,13 0,02 0,07 0,03
Q3-Q2 0,10 0,36 0,28 0,73 0,99 0,53
Q1-MIN 0,03 0,13 0,08 0,04 0,55 0,05
MAX-Q3 0,05 0,17 0,33 0,51 0,54 0,62

Temperatur

TEMPERATUR
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 23,70 25,50 26,20 27,00 27,90 27,20
Q1 24,08 26,00 26,78 27,08 28,53 27,60
Q2 24,40 26,10 27,00 28,15 30,00 28,75
Q3 24,73 26,43 27,15 29,23 31,18 29,45
MAX 25,00 27,00 27,70 30,10 31,80 30,00
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 24,08 26,00 26,78 27,08 28,53 27,60
Q2-Q1 0,32 0,10 0,23 1,08 1,48 1,15
Q3-Q2 0,33 0,32 0,15 1,08 1,18 0,70
Q1-MIN 0,38 0,50 0,57 0,07 0,63 0,40
MAX-Q3 0,27 0,57 0,55 0,88 0,63 0,55
BM ATAS 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00
BM BAWAH 22,00 22,00 22,00 22,00 22,00 22,00
71

Total Dissolved Solids (TDS)

TDS
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 113 159 219 268 310 258
Q1 120 167 227 280 323 267
Q2 126 173 232 285 333 276
Q3 143 184 246 290 337 280
MAX 152 193 267 293 351 290
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 119,50 166,75 227,25 279,50 322,75 267,00
Q2-Q1 6,00 5,75 4,75 5,00 10,25 8,50
Q3-Q2 17,25 11,75 13,75 5,75 4,25 4,00
Q1-MIN 6,50 7,75 8,25 11,50 12,75 9,00
MAX-Q3 9,25 8,75 21,25 2,75 13,75 10,50
BM 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Total Suspended Solid (TSS)

TSS
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 16 22 31 36 44 33
Q1 18 24 33 39 47 37
Q2 20 26 37 42 50 39
Q3 21 29 41 51 59 47
MAX 23 34 46 61 70 55
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 18,25 24,25 32,75 39,50 47,25 36,75
Q2-Q1 1,25 2,25 3,75 3,00 2,25 2,25
Q3-Q2 1,25 2,25 4,50 8,25 9,75 7,50
Q1-MIN 2,25 2,25 1,75 3,50 3,25 3,75
MAX-Q3 2,25 5,25 5,00 10,25 10,75 8,50
BM 400 400 400 400 400 400
72

Electrical Conductivity (EC)

EC
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 160 221 256 347 397 334
Q1 176 232 272 362 403 343
Q2 181 241 293 370 410 351
Q3 186 244 303 380 431 363
MAX 195 252 319 390 452 368
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 176,3 232,3 272,3 361,5 402,5 343,3
Q2-Q1 4,25 8,25 20,25 8,00 7,00 7,75
Q3-Q2 5,75 3,75 10,50 10,25 21,25 11,50
Q1-MIN 16,25 11,25 16,25 14,50 5,50 9,25
MAX-Q3 8,75 7,75 16,00 10,25 21,25 5,50
BM 2250 2250 2250 2250 2250 2250

pH

pH
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 7,4 7,3 7,5 7,5 7,3 7,0
Q1 7,5 7,4 7,6 7,5 7,3 7,1
Q2 7,6 7,5 7,7 7,6 7,5 7,2
Q3 7,6 7,5 7,7 7,7 7,5 7,3
MAX 7,8 7,6 7,7 7,7 7,6 7,4
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 7,5 7,4 7,6 7,5 7,3 7,1
Q2-Q1 0,05 0,05 0,05 0,07 0,13 0,08
Q3-Q2 0,05 0,05 0,05 0,08 0,05 0,08
Q1-MIN 0,10 0,10 0,10 0,03 0,03 0,13
MAX-Q3 0,20 0,10 0,00 0,03 0,10 0,13
BM ATAS 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00
BM BAWAH 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
73

Dissolved Oxygen (DO)

DO
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 5,83 5,38 5,31 4,27 4,21 4,34
Q1 5,87 5,44 5,38 4,34 4,24 4,39
Q2 5,94 5,48 5,45 4,53 4,40 4,62
Q3 5,98 5,59 5,49 4,84 4,60 4,80
MAX 6,03 5,73 5,62 5,04 4,73 4,94
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 5,87 5,44 5,38 4,34 4,24 4,39
Q2-Q1 0,07 0,05 0,06 0,19 0,15 0,23
Q3-Q2 0,04 0,11 0,05 0,31 0,21 0,18
Q1-MIN 0,04 0,05 0,07 0,07 0,03 0,05
MAX-Q3 0,05 0,14 0,13 0,20 0,13 0,15
BM 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 3,90 5,06 6,14 8,94 10,10 8,22
Q1 4,03 5,34 6,59 9,35 10,30 9,03
Q2 4,30 5,51 7,26 9,42 10,71 9,74
Q3 4,71 6,27 8,07 11,46 12,34 11,82
MAX 5,10 6,62 8,30 12,31 13,59 12,63
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 4,03 5,34 6,59 9,35 10,30 9,03
Q2-Q1 0,27 0,17 0,67 0,07 0,41 0,71
Q3-Q2 0,41 0,76 0,81 2,04 1,63 2,08
Q1-MIN 0,13 0,28 0,45 0,41 0,20 0,81
MAX-Q3 0,39 0,35 0,23 0,85 1,25 0,81
BM 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
74

Chemical Oxygen Demand (COD)

COD
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 11,91 18,43 20,61 23,65 25,83 21,48
Q1 12,78 20,17 21,48 24,09 27,13 23,65
Q2 14,09 21,48 23,65 26,70 30,17 25,39
Q3 18,43 28,00 27,13 32,35 35,83 32,78
MAX 18,87 28,87 27,57 32,78 36,70 33,65
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 12,78 20,17 21,48 24,09 27,13 23,65
Q2-Q1 1,30 1,30 2,17 2,61 3,04 1,74
Q3-Q2 4,35 6,52 3,48 5,65 5,65 7,39
Q1-MIN 0,87 1,74 0,87 0,43 1,30 2,17
MAX-Q3 0,43 0,87 0,43 0,43 0,87 0,87
BM 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00

Amonia (NH3)

AMONIA
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 0,007 0,015 0,048 0,087 0,179 0,070
Q1 0,009 0,024 0,055 0,101 0,192 0,088
Q2 0,013 0,034 0,062 0,121 0,240 0,106
Q3 0,015 0,039 0,081 0,177 0,325 0,145
MAX 0,028 0,046 0,116 0,336 0,467 0,198
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 0,009 0,024 0,055 0,101 0,192 0,088
Q2-Q1 0,004 0,010 0,008 0,020 0,048 0,018
Q3-Q2 0,002 0,005 0,019 0,056 0,086 0,039
Q1-MIN 0,003 0,009 0,007 0,014 0,013 0,018
MAX-Q3 0,013 0,007 0,034 0,159 0,141 0,053
BM 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500
75

Lampiran 2: Data Uji Normalitas

Pb terhadap Fe Pb terhadap Mn Pb terhadap Cr


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 2,38382878 Std. 0,38584495 Std. 0,01807034
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,185 Most Absolute 0,239 Most Absolute 0,152
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,114 Positive 0,239 Positive 0,113
Differences Differences Differences
Negative -0,185 Negative -0,143 Negative -0,152
Test Statistic 0,185 Test Statistic 0,239 Test Statistic 0,152
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20

Fe terhadap Pb Fe terhadap Mn Fe terhadap Cr


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 0,71346768 Std. 0,59265003 Std. 0,02020113
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,159 Most Absolute 0,288 Most Absolute 0,190
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,159 Positive 0,288 Positive 0,190
Differences Differences Differences
Negative -0,139 Negative -0,184 Negative -0,135
Test Statistic 0,159 Test Statistic 0,288 Test Statistic 0,190
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,13 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20
76

Mn terhadap Pb Mn terhadap Fe Mn terhadap Cr


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 0,52402861 Std. 2,68931231 Std. 0,02371151
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,277 Most Absolute 0,164 Most Absolute 0,268
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,265 Positive 0,164 Positive 0,268
Differences Differences Differences
Negative -0,277 Negative -0,155 Negative -0,158
Test Statistic 0,277 Test Statistic 0,164 Test Statistic 0,268
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,17 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20

Cr terhadap Pb Cr terhadap Fe Cr terhadap Mn


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 0,45734874 Std. 1,70827456 Std. 0,44187380
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,284 Most Absolute 0,385 Most Absolute 0,297
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,187 Positive 0,265 Positive 0,297
Differences Differences Differences
Negative -0,284 Negative -0,385 Negative -0,187
Test Statistic 0,284 Test Statistic 0,385 Test Statistic 0,297
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,14 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,01 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,11
77

Lampiran 3: Metal Pollution Index (MPI)

Desember I
Parameter
Site Timbal Besi Mangan Kadmium Tembaga Kromium
(Pb) (Fe) (Mn) (Cd) (Cu) (Cr)
S1 7,047 6,898 2,145 < 0,0037 < 0,0001 0,040
S2 1,560 2,993 2,185 < 0,0037 < 0,0001 0,087
S3 4,542 6,335 2,920 < 0,0037 < 0,0001 0,091
S4 1,084 4,149 2,640 < 0,0037 < 0,0001 0,084
S5 1,084 4,458 2,764 < 0,0037 < 0,0001 0,095
S6 0,898 5,153 5,509 < 0,0037 < 0,0001 0,076

Januari I
Parameter
Site Timbal Besi Mangan Kadmium Tembaga Kromium
(Pb) (Fe) (Mn) (Cd) (Cu) (Cr)
S1 3,291 1,975 1,149 < 0,0037 < 0,0001 0,036
S2 3,436 5,938 1,658 < 0,0037 < 0,0001 0,069
S3 3,309 6,215 1,844 < 0,0037 < 0,0001 0,080
S4 3,356 9,265 2,051 < 0,0037 < 0,0001 0,113
S5 3,371 10,607 2,113 < 0,0037 < 0,0001 0,156
S6 3,327 2,640 2,029 < 0,0037 < 0,0001 0,102

Januari II
Parameter
Site Timbal Besi Mangan Kadmium Tembaga Kromium
(Pb) (Fe) (Mn) (Cd) (Cu) (Cr)
S1 3,222 2,069 1,095 < 0,0037 < 0,0001 0,025
S2 3,535 7,644 2,335 < 0,0037 < 0,0001 0,036
S3 3,316 7,669 1,960 < 0,0037 < 0,0001 0,040
S4 3,396 13,564 2,331 < 0,0037 < 0,0001 0,098
S5 3,436 15,662 2,415 < 0,0037 < 0,0001 0,124
S6 3,324 3,771 2,320 < 0,0037 < 0,0001 0,087
78

Metal Pollution Index (MPI)


Parameter Metal
Site Timbal Besi Mangan Kromium Kadmium Tembaga Pollution
(Pb) (Fe) (Mn) (Cr) (Cd) (Cu) Index (MPI)

S1 4,52 3,65 1,46 0,034 < 0,0037 < 0,0001 0,95


S2 2,84 5,52 2,06 0,064 < 0,0037 < 0,0001 1,20
S3 3,72 6,74 2,24 0,070 < 0,0037 < 0,0001 1,41
S4 2,61 8,99 2,34 0,098 < 0,0037 < 0,0001 1,52
S5 2,63 10,24 2,43 0,125 < 0,0037 < 0,0001 1,69
S6 2,52 3,85 3,29 0,088 < 0,0037 < 0,0001 1,30
79

Lampiran 4: Data Pengamatan Lapangan


Tanggal 30 - 31 Desember 2019

Desember I
Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Waktu Cuaca Site pH
(m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
30/12/2019 10:30 Mendung S1 5,82 0,20 0,30 0,25 0,00 0,09 0,11 0,10 7,6 24,8 147 187 5,98
30/12/2019 12:50 Mendung S2 9,40 0,26 0,25 0,50 0,13 0,03 0,04 0,21 7,5 26 188 239 5,43
30/12/2019 15:00 Gerimis S3 25 0,42 0,32 0,33 0,06 0,12 0,11 0,86 7,7 27 231 267 5,37
31/12/2019 11:00 Berawan S4 14,20 0,28 0,32 0,24 0,43 0,15 0,35 1,23 7,5 29 293 390 4,32
31/12/2019 12:45 Cerah S5 22 0,30 0,24 0,26 0,42 0,34 0,31 2,09 7,4 30,5 335 412 4,21
31/12/2019 14:45 Mendung S6 13 0,28 0,37 0,40 0,20 0,13 0,11 0,67 7,1 29 290 366 4,34

Tanggal 16 Januari 2020

Januari I
Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Waktu Cuaca Site pH
(m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
16/01/2020 9:19 Berawan S1 5,78 0,11 0,35 0,21 0,00 0,16 0,13 0,12 7,4 25 152 195 5,86
16/01/2020 10:33 Mendung S2 9,28 0,36 0,43 0,34 0,11 0,09 0,10 0,35 7,3 27 193 252 5,38
16/01/2020 11:50 Cerah S3 24,80 0,32 0,25 0,27 0,05 0,10 0,08 0,53 7,6 27,7 219 256 5,47
16/01/2020 13:24 Cerah S4 14 0,20 0,28 0,22 0,40 0,32 0,38 1,20 7,5 30,1 281 361 4,39
16/01/2020 14:30 Cerah S5 21,85 0,45 0,40 0,33 0,25 0,27 0,40 2,64 7,3 31,8 320 397 4,28
16/01/2020 15:29 Cerah S6 13,10 0,26 0,34 0,38 0,24 0,11 0,15 0,71 7,0 30 265 341 4,49
80

Tanggal 29 Januari 2020

Januari II
Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Waktu Cuaca Site pH
(m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
29/01/2020 17:10 Mendung S1 5,85 0,14 0,36 0,25 0,00 0,15 0,14 0,14 7,5 24,5 130 176 5,83
29/01/2020 16:05 Mendung S2 9,32 0,33 0,48 0,36 0,10 0,07 0,11 0,34 7,4 26,5 172 245 5,45
29/01/2020 15:10 Berawan S3 24,50 0,29 0,22 0,26 0,08 0,12 0,09 0,61 7,7 27,2 226 288 5,31
29/01/2020 10:30 Cerah S4 14,10 0,22 0,30 0,20 0,38 0,35 0,39 1,26 7,6 29,3 288 376 4,27
29/01/2020 11:45 Cerah S5 22,15 0,41 0,42 0,30 0,28 0,26 0,42 2,67 7,3 31,4 331 407 4,23
29/01/2020 12:34 Cerah S6 13 0,23 0,30 0,34 0,25 0,20 0,12 0,72 7,2 29,6 278 352 4,36

Tanggal 13 Februari 2020

Februari I
Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Waktu Cuaca Site pH
(m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
13/02/2020 14:50 Berawan S1 5,90 0,21 0,35 0,29 0,01 0,16 0,13 0,17 7,6 24,3 113 160 5,90
13/02/2020 14:00 Berawan S2 9,43 0,35 0,50 0,40 0,11 0,10 0,12 0,43 7,5 26,2 165 230 5,51
13/02/2020 13:10 Mendung S3 25 0,27 0,20 0,24 0,09 0,13 0,10 0,63 7,7 27 233 297 5,42
13/02/2020 9:10 Cerah S4 14,20 0,21 0,27 0,18 0,40 0,38 0,42 1,25 7,6 27,3 268 347 4,67
13/02/2020 9:55 Cerah S5 22,10 0,38 0,40 0,30 0,33 0,31 0,40 2,76 7,5 29,5 310 401 4,51
13/02/2020 11:00 Cerah S6 13,10 0,21 0,28 0,31 0,28 0,24 0,14 0,77 7,3 28,5 258 334 4,75
81

Tanggal 26 Februari 2020

Februari II
Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Waktu Cuaca Site pH
(m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
26/02/2020 7:20 Cerah S1 5,90 0,28 0,37 0,31 0,08 0,19 0,17 0,28 7,5 24 119 177 5,98
26/02/2020 7:55 Cerah S2 9,50 0,39 0,53 0,44 0,21 0,20 0,23 0,92 7,4 26 159 221 5,62
26/02/2020 8:30 Cerah S3 25 0,29 0,24 0,26 0,14 0,19 0,16 1,08 7,5 26,7 250 305 5,50
26/02/2020 9:00 Cerah S4 14,23 0,35 0,39 0,29 0,47 0,44 0,46 2,23 7,7 27 279 363 4,90
26/02/2020 9:30 Cerah S5 22,15 0,45 0,49 0,40 0,39 0,40 0,43 4,02 7,6 28,2 338 437 4,63
26/02/2020 10:00 Cerah S6 13,14 0,35 0,40 0,42 0,33 0,29 0,22 1,43 7,2 27,3 273 350 4,81

Tanggal 10 Maret 2020

Maret I
Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Waktu Cuaca Site pH
(m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
10/03/2020 6:40 Cerah S1 5,91 0,22 0,40 0,33 0,09 0,21 0,18 0,30 7,8 23,7 121 184 6,03
10/03/2020 7:35 Cerah S2 9,54 0,44 0,58 0,48 0,07 0,22 0,25 0,86 7,6 25,5 173 242 5,73
10/03/2020 8:10 Cerah S3 25 0,31 0,29 0,30 0,16 0,21 0,17 1,35 7,6 26,2 267 319 5,62
10/03/2020 8:45 Cerah S4 14,25 0,37 0,41 0,33 0,49 0,45 0,48 2,50 7,7 27 291 381 5,04
10/03/2020 9:20 Cerah S5 22,20 0,47 0,50 0,42 0,40 0,41 0,43 4,25 7,5 27,9 351 452 4,73
10/03/2020 10:05 Cerah S6 13,18 0,40 0,43 0,47 0,37 0,34 0,28 1,88 7,4 27,2 280 368 4,94
82

Lampiran 5: Data Pengujian Laboratorium

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Desember I
Konsentrasi
BM Kelas III
No Kode Sampel DO 0 DO 5
BOD (mg/L) (mg/L)
(mg/L) (mg/L)
1 S1 6,48 5,33 4,30 6
2 S2 6,03 4,75 5,34 6
3 S3 5,87 4,35 7,26 6
4 S4 4,92 3,13 9,42 6
5 S5 4,71 2,81 10,30 6
6 S6 4,94 3,11 9,74 6

Januari I
Konsentrasi
BM Kelas III
No Kode Sampel DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L) (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)

1 S1 A 6,46 5,11 5,26 6


5,10
2 S1 B 6,50 5,19 4,94 6
3 S2 A 6,20 4,69 6,54 6
6,62
4 S2 B 6,16 4,63 6,70 6
5 S3 A 6,37 4,61 8,54 6
8,30
6 S3 B 6,42 4,72 8,06 6
7 S4 A 5,23 3,11 11,42 6
11,46
8 S4 B 5,18 3,05 11,50 6
9 S5 A 4,98 2,76 12,22 6
12,34
10 S5 B 4,92 2,67 12,46 6
11 S6 A 5,11 2,96 11,66 6
11,82
12 S6 B 5,09 2,90 11,98 6
83

Januari II
Konsentrasi
BM Kelas III
No Kode Sampel DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L) (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 S1 A 6,46 5,21 4,75 6
4,71
2 S1 B 6,53 5,29 4,67 6
3 S2 A 6,25 4,81 6,27 6
6,27
4 S2 B 6,19 4,75 6,27 6
5 S3 A 6,13 4,46 8,11 6
8,07
6 S3 B 6,08 4,42 8,03 6
7 S4 A 5,25 3,05 12,35 6
12,31
8 S4 B 5,17 2,98 12,27 6
9 S5 A 4,93 2,60 13,39 6
13,59
10 S5 B 4,88 2,50 13,79 6
11 S6 A 5,14 2,92 12,51 6
12,63
12 S6 B 5,26 3,01 12,75 6

Februari I
Konsentrasi
BM Kelas III
No Kode Sampel DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L) (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 S1 A 6,60 5,48 3,99 6
4,03
2 S1 B 6,56 5,43 4,07 6
3 S2 A 6,11 4,79 5,59 6
5,51
4 S2 B 6,16 4,86 5,43 6
5 S3 A 6,07 4,60 6,79 6
6,59
6 S3 B 6,01 4,59 6,39 6
7 S4 A 5,37 3,55 9,59 6
9,35
8 S4 B 5,43 3,67 9,11 6
9 S5 A 5,21 3,27 10,55 6
10,71
10 S5 B 5,18 3,20 10,87 6
11 S6 A 5,45 3,69 9,11 6
9,03
12 S6 B 5,49 3,75 8,95 6
84

Februari II
Konsentrasi
BM Kelas III
No Kode Sampel DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L) (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 S1 A 6,68 5,55 3,86 6
3,90
2 S1 B 6,63 5,49 3,94 6
3 S2 A 6,22 4,95 4,98 6
5,06
4 S2 B 6,27 4,98 5,14 6
5 S3 A 6,10 4,69 6,10 6
6,14
6 S3 B 6,16 4,74 6,18 6
7 S4 A 5,50 3,74 8,90 6
8,94
8 S4 B 5,46 3,69 8,98 6
9 S5 A 5,33 3,43 10,02 6
10,10
10 S5 B 5,37 3,45 10,18 6
11 S6 A 5,46 3,80 8,10 6
8,22
12 S6 B 5,42 3,73 8,34 6

Chemical Oxygen Demand (COD)

Januari I
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,183 0,180 17,57 20,17 2 18,87 50
2 S2 0,171 0,169 28,00 29,74 2 28,87 50
3 S3 0,173 0,170 26,26 28,87 2 27,57 50
4 S4 0,165 0,167 33,22 31,48 2 32,35 50
5 S5 0,161 0,163 36,70 34,96 2 35,83 50
6 S6 0,166 0,165 32,35 33,22 2 32,78 50
85

Januari II
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,181 0,183 19,30 17,57 2 18,43 50
2 S2 0,170 0,172 28,87 27,13 2 28,00 50
3 S3 0,171 0,173 28,00 26,26 2 27,13 50
4 S4 0,165 0,166 33,22 32,35 2 32,78 50
5 S5 0,162 0,160 35,83 37,57 2 36,70 50
6 S6 0,164 0,165 34,09 33,22 2 33,65 50

Februari I
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,188 0,189 13,22 12,35 2 12,78 50
2 S2 0,179 0,181 21,04 19,30 2 20,17 50
3 S3 0,178 0,179 21,91 21,04 2 21,48 50
4 S4 0,175 0,176 24,52 23,65 2 24,09 50
5 S5 0,171 0,173 28,00 26,26 2 27,13 50
6 S6 0,177 0,175 22,78 24,52 2 23,65 50

Februari II
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,189 0,190 12,35 11,48 2 11,91 50
2 S2 0,183 0,181 17,57 19,30 2 18,43 50
3 S3 0,180 0,179 20,17 21,04 2 20,61 50
4 S4 0,175 0,177 24,52 22,78 2 23,65 50
5 S5 0,173 0,174 26,26 25,39 2 25,83 50
6 S6 0,179 0,178 21,04 21,91 2 21,48 50
86

Maret I
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,187 0,187 14,09 14,09 2 14,09 50
2 S2 0,179 0,178 21,04 21,91 2 21,48 50
3 S3 0,176 0,176 23,65 23,65 2 23,65 50
4 S4 0,173 0,172 26,26 27,13 2 26,70 50
5 S5 0,169 0,168 29,74 30,61 2 30,17 50
6 S6 0,173 0,175 26,26 24,52 2 25,39 50

Amonia (NH3)

Desember I
Konsentrasi
Absorbansi Konsentrasi
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,012 0,011 0,009 0,004 0,007 0,5
2 S2 0,015 0,015 0,022 0,022 0,022 0,5
3 S3 0,023 0,025 0,057 0,065 0,061 0,5
4 S4 0,034 0,033 0,105 0,100 0,102 0,5
5 S5 0,053 0,051 0,188 0,179 0,183 0,5
6 S6 0,030 0,029 0,087 0,083 0,085 0,5

Januari I
Konsentrasi
Absorbansi Konsentrasi
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,017 0,016 0,031 0,026 0,028 0,5
2 S2 0,021 0,020 0,048 0,044 0,046 0,5
3 S3 0,037 0,036 0,118 0,113 0,116 0,5
4 S4 0,073 0,101 0,275 0,397 0,336 0,5
5 S5 0,118 0,116 0,471 0,462 0,467 0,5
6 S6 0,056 0,055 0,201 0,196 0,198 0,5
87

Januari II
Konsentrasi
Absorbansi Konsentrasi
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,014 0,013 0,017 0,013 0,015 0,5
2 S2 0,018 0,019 0,035 0,039 0,037 0,5
3 S3 0,029 0,031 0,083 0,092 0,087 0,5
4 S4 0,051 0,056 0,179 0,201 0,190 0,5
5 S5 0,089 0,090 0,345 0,349 0,347 0,5
6 S6 0,045 0,046 0,153 0,157 0,155 0,5

Februari I
Konsentrasi
Absorbansi Konsentrasi
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,013 0,012 0,013 0,009 0,011 0,5
2 S2 0,016 0,018 0,026 0,035 0,031 0,5
3 S3 0,021 0,023 0,048 0,057 0,052 0,5
4 S4 0,033 0,033 0,100 0,100 0,100 0,5
5 S5 0,059 0,061 0,214 0,222 0,218 0,5
6 S6 0,031 0,033 0,092 0,100 0,096 0,5

Februari II
Konsentrasi
Absorbansi Konsentrasi
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,012 0,012 0,009 0,009 0,009 0,5
2 S2 0,014 0,013 0,017 0,013 0,015 0,5
3 S3 0,021 0,021 0,048 0,048 0,048 0,5
4 S4 0,031 0,029 0,092 0,083 0,087 0,5
5 S5 0,052 0,050 0,183 0,174 0,179 0,5
6 S6 0,025 0,027 0,065 0,074 0,070 0,5
88

Maret I
Konsentrasi
Absorbansi Konsentrasi
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,014 0,013 0,017 0,013 0,015 0,5
2 S2 0,018 0,020 0,035 0,044 0,039 0,5
3 S3 0,025 0,024 0,065 0,061 0,063 0,5
4 S4 0,043 0,041 0,144 0,135 0,140 0,5
5 S5 0,071 0,069 0,266 0,257 0,262 0,5
6 S6 0,037 0,036 0,118 0,113 0,116 0,5

Total Suspended Solid (TSS)

Desember I
Berat Kertas Berat Kertas
TSS BM Kelas III
No Kode Sampel Saring + Residu Saring
(mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 215,5 213,7 18 400
2 S2 215,6 213,2 24 400
3 S3 217,9 214,7 32 400
4 S4 219,5 215,4 41 400
5 S5 218,9 214,1 48 400
6 S6 217,2 213,3 39 400

Januari I
Berat Kertas Berat Kertas
TSS BM Kelas III
No Kode Sampel Saring + Residu Saring
(mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 216,5 214,5 20 400
2 S2 215,6 212,8 28 400
3 S3 216,7 213,6 31 400
4 S4 218,7 215,1 36 400
5 S5 217,6 213,2 44 400
89

6 S6 218,2 214,9 33 400

Januari II
Berat Kertas Berat Kertas
TSS BM Kelas III
No Kode Sampel Saring + Residu Saring
(mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 215,5 213,9 16 400
2 S2 214,7 212,5 22 400
3 S3 216,9 213,4 35 400
4 S4 216,2 212,3 39 400
5 S5 217,8 213,1 47 400
6 S6 219,2 215,6 36 400

Februari I
Berat Kertas Berat Kertas
TSS BM Kelas III
No Kode Sampel Saring + Residu Saring
(mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 215,1 213,2 19 400
2 S2 216,7 213,8 29 400
3 S3 217,3 213,5 38 400
4 S4 217,2 212,8 44 400
5 S5 219,6 214,5 51 400
6 S6 218,6 214,7 39 400

Februari II
Berat Kertas Berat Kertas
TSS BM Kelas III
No Kode Sampel Saring + Residu Saring
(mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 218,7 216,6 21 400
2 S2 219,8 217,3 25 400
3 S3 221,3 217,1 42 400
4 S4 221,8 216,5 53 400
5 S5 223,7 217,5 62 400
6 S6 222,1 217,2 49 400
90

Maret I
Berat Kertas Berat Kertas
TSS BM Kelas III
No Kode Sampel Saring + Residu Saring
(mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 217,9 215,6 23 400
2 S2 219,6 216,2 34 400
3 S3 221,1 216,5 46 400
4 S4 221,4 215,3 61 400
5 S5 224,1 217,1 70 400
6 S6 221,4 215,9 55 400
91

Lampiran 6: Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008

PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


NOMOR 20 TAHUN 2008
TANGGAL 14 AGUSTUS 2008
TENTANG
BAKU MUTU AIR DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Parameter KANDUNGAN
Baku Mutu Satuan Kelas Kelas Kelas Kelas Keterangan
Air DIY I II III IV
FISIKA
Temperatur °C ± 30C ± 30C ± 30C ± 30C Deviasi temperatur dari
Terhadap Terhadap Terhadap Terhadap keadaan alamiah
suhu suhu suhu suhu
udara udara udara udara
Bau Tidak - - -
berbau
Kekeruhan NTU 5 - - -
Warna TCU 50 100 - -
Residu mg/L 1000 1000 1000 2000
Terlarut (TDS)
Residu mg/L 0 50 400 400
Tersuspensi
(TSS)
KIMIA
Ph mg/L 6 – 8.5 6 – 8.5 6-9 5-9
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 5 4 0 Angka batas
minimum
Fosfat mg/L 0.2 0.2 1 5
Nitrat mg/L 10 10 20 20
Amoniak NH3 mg/L 0.5 - - - Bagi perikanan, kandungan
amonia bebas untuk ikan
yang peka ≤ 0,02 mg/L
sebagai NH3
Arsen mg/L 0.05 1 1 1
Kobalt mg/L 0.2 0.2 0.2 0.2
92

Barium mg/L 1 - - -
Boron mg/L 1 1 1 1
Selemium mg/L 0.01 0.05 0.05 0.05
Kadmium mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01
Krom (VI) mg/L 0.05 0.05 0.05 1
Tembaga mg/L 0.02 0.02 0.02 0.2 Bagi pengolahan air minum
secara konvesional Cu ≤ 1
mg/L
Besi mg/L 0,3 - - - Bagi pengolahan air minum
secara konvesional Fe ≤ 5
mg/L

Timbal mg/L 0.03 0.03 0.03 1 Bagi pengolahan air minum


secara konvesional Pb ≤ 0,1
mg/L

Mangan mg/L 0.1 - - -


Raksa (Hg) mg/L 0.001 0.002 0.002 0.005
Seng (Zn) mg/L 0.05 0.05 0.05 2 Bagi pengolahan air minum
secara konvesional Zn ≤ 5
mg/L

Klorida (Cl) mg/L 600 800 1000 1200


Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 -
Flourida mg/L 0.5 1.5 1.5 -
Nitrit mg/L 0.06 0.06 0.06 - Bagi pengolahan air minum
secara konvesional N02-N
≤ 1 mg/L

Sulfat mg/L 400 - - -


Klorin (Cl2) mg/L 0,03 0,03 0,03 - Bagi ABAM tidak
dipersyaratkan
Sulfida mg/L 0.002 0.002 0.002 - Bagi pengolahan air minum
secara konvesional H2S
≤ 0,1 mg/L

SAR (Sodium mg/L 10 - 18 Maksimum 10 untuk


Adsorption tanaman peka maksimum 18
Ratio)*) untuk tanaman kurang peka

MIKROBIOLOGI
Fecal coliform MPN/100 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum
mL konvesional Fecal coliform
≤ 2000 MPN /100 mL
93

Total coliform MPN/100 1000 5000 10000 10000 Bagi pengolahan air minum
mL konvesional Fecal coliform
≤ 10000 MPN/100 mL

Total coliform MPN/100 200


(untuk mL
pemandian
umum)
Jumlah kuman Koloni/ 200 Jumlah Koloni/
kolam renang mL kuman mL
kolam
renang
RADIOAKTIFITAS
Gross - Alfa Bq/L 0.1 0.1 0.1
Gross - Bq/L 1 1 1
Gross - Bq/L 1 1 1
SENYAWA ORGANIK DAN PESTISIDA
Minyak/lemak µg/L 1000 1000 1000 -
Minyak bumi µg/L nihil - - -
Deterjen µg/L 200 200 200 -
Fenol µg/L 1 1 1 -
BHC µg/L nihil nihil nihil nihil
Aldrin/Dieldrin µg/L nihil nihil nihil nihil
Chlordane µg/L nihil nihil nihil nihil
DDT µg/L nihil nihil nihil nihil
Heptachlor dan µg/L nihil nihil nihil nihil
heptachlor
epoxide
Lindane µg/L nihil nihil nihil nihil
methoxychlor µg/L nihil nihil nihil nihil
Endrin µg/L nihil nihil nihil nihil
Toxaphan µg/L nihil nihil nihil nihil
Pestisida Total µg/L nihil nihil nihil nihil

KETERANGAN
(-) : tidak dipersyaratkan
Mg : milligram
µg : mikrogram
ml : mililiter
L : Liter
Bq : Bequerel
94

Lampiran 7: Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 20 TAHUN 1990
TANGGAL 05 JUNI 1990
TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Kualitas Air Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian
serta usaha perkotaan, industri, dan pembangkit
listrik tenaga air.

Parameter Satuan Kadar Keterangan


Maksimum
Fisika
Suhu °C Suhu Normal Sesuai dengan kondisi setempat
TDS mg/liter 2.000 Tergantung jenis tanaman.
Kadar tersebut untuk tanaman
yang tidak peka.
DHL µS/cm 2.250 Tergantung jenis tanaman.
Kadar tersebut untuk tanaman
yang tidak peka.
Kimia
Arsen mg/liter 0,005
Air Raksa mg/liter 1,0
Boron mg/liter 1,0
Kadmium mg/liter 0,01
Kobalt mg/liter 0,2
Kromium valensi 6 mg/liter 1
Mangan mg/liter 2,0
Na (garam alkali) mg/liter 60,0
Nikel mg/liter 0,5
pH - 5-9
Selenium mg/liter 0,05
Seng mg/liter 2
Tembaga mg/liter 0,2
Timbal mg/liter 1
Residual Sodium Carbonat mg/liter 1,25-2,50 Maksimum 1,25 untuk tanaman
peka; Maksimum 2,50 untuk tanam
kurang peka.
Radioaktifitas
Aktivitas Alfa Bq/liter 0,1
Aktivitas Beta Bq/liter 1,0
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
RIWAYAT HIDUP

Penulis Tugas Akhir ini bernama Fariz Januar Abdi. Lahir di Kota Samarinda,
Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 19 Januari 1994. Penulis merupakan anak ke
6 (enam) dari 7 (tujuh) bersaudara dari pasangan Bapak Abdi Machdin dan Ibu Tatik
Suprapti. Saat ini tinggal di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, No Telp:
+6282220833444, E-mail: fariz.abdi19@gmail.com dan 16513044@students.uii.ac.id.
Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SDN 014 Kota Samarinda. Pendidikan sekolah
menengah pertama ditempuh di SMPN 38 Kota Samarinda. Pendidikan sekolah
menengah atas di tempuh di SMKN 6 Kota Samarinda. Pada tahun 2016 penulis
diterima di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia, Kota Yogyakarta.

95

Anda mungkin juga menyukai