SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
NPM : 1006682555
Tanda Tangan :
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
.......
Pembimbing II : Drs. Sudirman, M.Sc, APU ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 10 Januari 2014
iv Universitas Indonesia
6. Fathimah, S.Si terima kasih banyak ya kak mona atas pengarahannya dalam
penelitian ini, terima kasih selalu menjawab pertanyaan penulis terutama
terkait teknis hehe.
7. Nurul Shabrina, S.Si selaku kakak pertama NIC terima kasih banyak kak
atas bantuannya terutama dalam mengarahkan untuk karakterisasi GC dan
terima kasih banyak kepada semua kakak-kakak NIC atas saran-saran yang
diberikan untuk penulis dalam menghadapi setiap proses di penelitian ini.
8. Ibu Dr. Ivandini selaku pembimbing akademis yang senantiasa membantu
kelancaran akademik penulis.
9. Rekan Lab NIC Hore , terima kasih banyak sudah menemani penelitian ini,
dan selalu ada saat suka duka : Gea, Nanda, Wati, Kak Ando, Kak Menwa,
tari, Kak Leni, dan Ayun. Semangat terus ya kita
10. Rahmawati Fitri, terima kasih sudah menjadi sahabat baik dari semester 1,
kemana-mana selalu bareng kita hehe. Terima kasih telah menjadi sahabat
penulis yang rela menjadi teman curhat penulis baik dalam keadaan suka
dan duka.
11. Muhammad Safaat, S.Si, terima kasih banyak sudah banyak membantu
penulis dari segi akademik maupun non akademik dan terima kasih
senantiasa menginspirasi penulis. Terima kasih telah memperkenalkan
kimia fisik lewat seringnya dulu diskusi, terima kasih banyak ya kak,
semoga saya bisa sesukses dirimu...
12. Imah, Endang, Itin, Sari, Titin, Seto, Qivi, Kautsar, Novi, Fitriyanti, Arfin
dan teman-teman angkatan 2010, terima kasih atas kebersamaannya dan
dukungannya sehingga penulis merasa kuat untuk menjalani penelitian ini
hhe..
13. Pegawai lab afiliasi: Kak Puji dan Kak Ibam yang telah membantu penulis
terkait instrumen, serta Mba Ina, Mba Cucu, Pak Hedy, Pak Marji, Babeh
Sutrisno yang turut serta membantu kelancaran penelitian.
14. Kak yuni, nana, kak awi, ardan, kak zein, kak adilla, kak heru, heru, dan
rekan-rekan BPH MII 21 lainnya dterima kasih banyak telah memberikan
keceriaan dan motivasi. bismillah insyaAllah kita wisuda bareng.
v Universitas Indonesia
15. Adik –adik 2011,2012, 2013 terima kasih yang selalu memberikan semangat
agar penulis tetap kuat dalam penelitian. Terima kasih khususnya pada
praktikanku kevin, tiara, fajar, anas, sukma, magda, anjas, nisa, ilma, trina
terima kasih banyak telah memberikan keceriaan dan canda tawa hehe.
16. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebut satu per
satu, semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.
Penulis
2014
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Remazol Brilliant Blue R (RBBR) adalah salah satu zat warna jenis
anthraquinone. RBBR umum digunakan di industri tekstil dan termasuk pewarna
reaktif dengan toksisitas tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk
menangani limbah RBBR . Salah satu solusi yang efektif dan efisien adalah
dengan mendegradasi RBBR menjadi senyawa yang tidak berbahaya melalui
Advanced Oxidation Processes (AOPs). Pada penelitian ini, digunakan zeolit alam
Indonesia terimmobilisasi nanopartikel CuO dan nanopartikel ZnO sebagai katalis
dalam degradasi termal RBBR menggunakan H2O2. Katalis dikarakterisasi
menggunakan FT-IR, XRD, SEM-EDS dan TEM. Katalis zeolit@CuO
diaplikasikan dalam degradasi termal RBBR menggunakan H2O2 dengan variasi
suhu, konsentrasi H2O2, jumlah katalis, dan waktu reaksi. Sebagai perbandingan,
katalis zeolit@ZnO dengan zeolit@CuO dibandingkan dari segi variasi jumlah
katalis dan waktu reaksi. Karakterisasi produk degradasi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa penambahan 100 mg zeolit@CuO
mampu mempercepat reaksi degradasi termal RBBR pada konsentrasi 1,60 x10-5
M, dengan % dye removal mencapai 100 % dalam waktu 45 menit dan
konsentrasi H2O2 optimum sebesar 4,62x10-1 M. Untuk katalis zeolit@ZnO
dicapai kondisi optimum yaitu pada penambahan 100 mg katalis dan % dye
removal yang dihasilkan 92,09% dalam waktu 60 menit. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas katalitik zeolit@CuO lebih baik dari zeolit@ZnO dalam
mendegradasi RBBR. Studi kinetika memperlihatkan bahwa degradasi termal
RBBR dengan penambahan 100 mg zeolit@CuO mengikuti kinetika orde satu
semu dengan nilai tetapan laju reaksi 2,55x 10-2 menit -1. Hasil percobaan
menandakan bahwa zeolit@CuO merupakan katalis yang berpotensi untuk
degradasi termal RBBR.
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah............................................................................. 4
1.3. Hipotesis ............................................................................................. 4
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
x Universitas Indonesia
3.2.1. Pembuatan Larutan Induk .................................................... 24
3.2.1.1. Pembuatan Larutan HCl dan NaOH 0,05 M ............ 24
3.2.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 1 M............................... 24
3.2.1.3. Pembuatan Larutan NaCl 1M ................................. 24
3.2.1.4. Pembuatan Larutan Cu(NO3)2 1,0x10-2 M ............... 24
3.2.1.5. Pembuatan Larutan Zn (NO3)2 1,0x10-2 M.................24
3.2.2. Aktivasi Zeolit Alam............................................................. 24
3.2.2.1 Aktivasi Fisika ......................................................... 24
3.2.2.2 Aktivasi Kimia ......................................................... 25
3.2.2.3 Penyeragaman Kation ............................................... 25
3.2.3. Pembuatan Katalis Zeolit Terimmobilisasi Nano CuO .......... 25
3.2.3.1 Pembuatan Zeolit@CuO ........................................... 25
3.2.4. Pembuatan Katalis Zeolit Terimmobilisasi Nano CuO .......... 26
3.2.4.1 Pembuatan Zeolit@ZnO ........................................... 26
3.2.5 Penentuan Absorptivitas molar RBBR .................................. 26
3.2.6 Aplikasi Degradasi Termal RBBR ........................................ 26
3.2.7 Optimasi Degradasi Termal RBBR ....................................... 27
3.2.7.1 Variasi Konsentrasi H2O2 ......................................... 27
3.2.7.2 Variasi Suhu ............................................................. 27
3.2.7.3 Variasi Berat Katalis ................................................ 27
3.2.7.4 VariasiWaktu Reaksi ................................................ 28
3.2.8 Uji Adsorpsi .......................................................................... 28
3.2.9 Karakterisasi Produk akhir ................................................... 28
3.2.9.1 Karakterisasi dengan GC .......................................... 28
3.2.9.2 Karakterisasi dengan Density meter .......................... 28
3.2.9.3 Karakterisasi dengan Turbidimeter ........................... 28
xi Universitas Indonesia
4.3.2.6. Variasi Konsentrasi Awal RBBR dengan
Katalis............................................................... ........ 61
4.3.2.7. Uji Adsorpsi..............................................................63
4.4. Studi Kinetika ........................................................................ ...... 65
4.4.1. Metode Orde Satu ................................................................. 65
4.4.2 Metode Laju Awal....................................................................67
4.5. Karakterisasi Produk Akhir .............................................................. 70
4.5.1. Karakterisasi dengan GC........................................................ 70
4.5.2 Karakterisasi dengan Density meter.........................................72
4.5.3 Karakterisasi dengan Turbidimeter ......................................... 73
LAMPIRAN .................................................................................................. 81
xv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pengaruh berat katalis zeolit@CuO terhadap waktu dan persen dye
removal .......................................................................................... 50
Tabel 4.2 Nilai tetapan laju reaksi berdasarkan konsentrasi awal RBBR .......... 68
Tabel 4.3 Nilai laju awal berdasarkan konsentrasi awal RBBR ........................ 68
Tabel 4.4 Nilai Turbiditas (NTU) pada produk akhir degradasi dengan katalis
zeolit@CuO ..................................................................................... 73
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
termasuk dalam derivatif dari anthracene yang memiliki toksisitas cukup tinggi
dan termasuk dalam organopolutan (Machado et al., 2006). RBBR memiliki
struktur yang stabil bahkan di bawah kondisi normalnya.
Berbagai metode telah diuji untuk menangani limbah RBBR, diantaranya
dengan adsorpsi dan koagulasi (Trivedi et al., 2009). Metode ini cukup efektif,
tetapi kapasitas adsorpsi bergantung pada turbiditas air. Metode lain yang
digunakan yaitu biodegradasi dengan menggunakan mikroorganisme (Machado et
al., 2006; Santos et al., 2010). Namun, metode tersebut kurang efektif dan efisien.
Hal ini karena dalam prosesnya memakan waktu yang cukup lama untuk menjadi
produk akhir yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Proses oksidasi lanjutan atau
advanced oxidation processes (AOPs) dapat menjadi metode alternatif dalam
mendegradasi organopolutan, seperti RBBR, melalui pembentukan radikal
hidroksil (•OH) yang merupakan oksidator kuat. Dengan adanya •OH, senyawa
organopolutan akan dapat didegradasi. AOPs banyak dihasilkan dari proses
fotokimia maupun nonfotokimia Untuk menghasilkan spesi-spesi radikal, maka
AOPs membutuhkan suatu bantuan energi maupun oksidator, seperti : ozon,
H2O2/ozon, foton (fotokatalisis), katalis/oksidator, gelombang mikro, dan termal
(Munter, 2001).
Dalam AOPs diharapkan produk akhir yang dihasilkan, yaitu berupa air,
karbon dioksida, atau senyawa lain yang tidak berbahaya (Andreozzi et al.,
1999).Metode AOPs ini dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi senyawa zat
warna. Salah satu aplikasinya adalah degradasi dan penghilangan zat warna
(decolorization) menggunakan H2O2 dalam sistem Ultra Violet (UV) yang
memerlukan waktu 65 menit (Mahmoud et al., 2007).
Zeolit banyak digunakan sebagai katalis maupun support dalam proses
degradasi zat warna. Pada penelitian sebelumnya (Suparno, 2011)
zeolit alam teraktivasi menjadi katalis dalam degradasi zat warna indigosol. Selain
itu, zeolit/TiO2 menjadi katalis untuk fotodegradasi zat warna RBBR dalam
sistem UV penelitian tersebut RBBR berhasil didegradasi hampir 100 % dan laju
kinetika reaksi mengikuti orde satu semu (Kuo et al.,2012). Selain itu, zeolit
sintesis pun juga digunakan untuk katalis degradasi zat warna. Aravindhan et al.,
(2006) melakukan penelitian menggunakan kompleks Mn (III)-salen yang
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
1.3 Hipotesis
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6 Universitas Indonesia
7
Al2O3, H2O2+ nano Al2O3, dan H2O2 + FeO. Orde reaksi bergantung pada
konsentrasi reaktan. Didapatkan bahwa efisiensi degradasi Rhodamine B, yaitu :
(FeO +H2O2) > (nano Al2O3 +H2O2) > (Al2O3 +H2O2) > (H2O2)
Selain itu, oksida logam transisi juga digunakan dalam degradasi zat
warna, yaitu Ejhieh et al., (2013) melakukan degradasi campuran zat warna azo
yaitu Rhodamine B dan Methylene Blue dengan menggunakan CuO/nanozeolit-X
dengan penyinaran sinar matahari. CuO dalam zeolit merupakan pusat aktif untuk
mendegradasi. Nanozeolit-X disintesis dengan menggunakan metode kristalisasi
hidrothermal. Ukuran partikel nanozeolit-X yaitu 7-10 nm. Didapatkan kinetika
dekolorisasi yaitu mengikuti hukum laju orde pertama. Didapatkan kondisi
optimum pada pH 2,5; penambahan katalis 2,50 g/L, dengan konsentrasi H2O2
16 mM, dan waktu reaksi 60 menit pada suhu 30◦C. Akyol et al., (2005)
melakukan degradasi secara fotokatalitik untuk zat warna Remazol Red F3B .
Fotokatalitik degradasi dilakukan di reaktor. Dengan keberadaan katalis ZnO
(emisi di 254 nm dan 365 nm ), efek degradasi meningkat. Hasil menunjukkan
bahwa penghilangan warna (decolourization) dan penghilangan atom karbon
Total Organic Carbon (TOC) terjadi maksimum pada pH 7. Dekolorisasi lebih
cepat pada 365 nm. Hasil ini menunjukkan bahwa panjang gelombang UV
mempengaruhi kecepatan degradasi.
Beberapa penelitian mengenai penggunaan zeolit sebagai katalis degradasi
zat warna, yaitu Kuo et al., 2012 melakukan fotodegradasi Reactive Blue 19 atau
Remazol Brilliant Blue R (RBBR) menggunakan zeolit/TiO2 dalam reaktor
beraliran kontinu. Didapatkan bahwa hampir 100 % zat warna RBBR dapat
didegradasi. Pada penelitian ini digunakan variasi tiga sumber cahaya, yaitu
lampu UV dengan λ max 254 nm, λmax 365 nm, dan sumber cahaya matahari.
Kinetika reaksi dari fotodegradasi RBBR mengikuti orde satu semu. Selain itu,
zeolit alam dapat juga dijadikan template untuk suatu katalis, salah satunya yaitu
modifikasi zeolit alam dengan nanopartikel Au sebagai katalis untuk degradasi
termal Congo Red (CR) menggunakan H2O2 (Fathimah, skripsi 2013). Pada
penelitian ini, CR dapat didegradasi 100 % dalam waktu 30 menit, yaitu dengan
penambahan 100 mg katalis zeolit@Au, penambahan 4,62 x10-1 M H2O2, dan
suhu optimum reaksi yaitu pada 95◦C. Kinetika reaksi degradasi termal senyawa
Universitas Indonesia
8
CR ini mengikuti orde satu. Selain itu, zeolit sintesis pun digunakan, salah
satunya yaitu penelitian mengenai sintesis zeolit Mn-Y yang dikapsulasi dengan
ligan N,N-bis(salicylaldehyde)-ethylenediamine (salen H2) sebagai katalis untuk
mendegradasi zat warna Acid Brown melalui mekanisme oksidasi dengan
peroksida (Aravindhan et al., 2006). Penelitian tersebut mempelajari efek
beberapa parameter seperti pH, jumlah katalis, dan konsentrasi H2O2. Didapatkan
nilai % dye removal sebesar 90% dengan waktu reaksi 20 menit pada suhu 30oC,
serta konsentrasi H2O2 dan jumlah katalis optimum sebesar 0,175 M dan 3 g/L.
2.2.1. Zeolit
Universitas Indonesia
9
2.2.2. Nanoteknologi
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
- Semikonduktor (memiliki band gap yang besar yaitu 3,37 eV pada suhu
kamar)
- Aktivitas katalitik yang tinggi
- Mempunyai sifat sebagai UV blocking
- Mempunyai struktur kristal wurtzite yang stabil
- Murah
- Toksisitas rendah
- Tampak fisik nanopartikel ZnO berwarna putih.
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
2.2.6 Katalis
Katalis adalah suatu zat selain reaktan dan produk, yang ditambahkan
pada suatu sistem reaksi untuk mengubah atau meningkatkan laju reaksi kimia
dan setelah reaksi selesai, terbentuk kembali dalam kondisi tetap mencapai
keadaan kesetimbangan kimianya (Rufiati, 2011). Katalis ikut terlibat dalam
reaksi dan dihasilkan kembali pada akhir reaksi. Katalis terdiri dari dua tipe, yakni
katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang
mempunyai fasa yang sama dengan reaktan.Sementara itu, untuk katalis heterogen
kebalikan dari homogen, yaitu katalis berbeda fasa dengan reaktan. Pada proses
katalisis heterogen terjadi tahapan reaksi (Gates, 1991) :
1. Transport reaktan ke permukaan katalis
2. Interaksi antara reaktan dan katalis (adsorpsi).
3. Reaksi antara spesies-spesies teradsorpsi untuk menghasilkan
produk
Universitas Indonesia
14
Dasar dari spektroskopi UV-Vis adalah serapan cahaya. Bila cahaya jatuh
pada senyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai
dengan struktur dari molekul senyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul
dalam daerah spektrum UV-Vis tergantung pada struktur elektronik dari molekul.
Dengan UV-Vis akan dapat diketahui transisi elektronik yang terjadi dalam suatu
molekul.
Transisi elektronik yang mungkin dari elektron π , σ, dan n yaitu (R.A Day
Underwood. 2002):
Universitas Indonesia
15
a. Transisi σ → σ*
Elektron σ (suatu ikatan kovalen tunggal) terikat lebih kuat sehingga
memerlukan energi lebih besar (atau foton dengan panjang gelombang yang
pendek) untuk menjalani transisi. Pada spektrofotometri UV-Vis, transisi ini
sulit dideteksi karena energinya yang besar.
b. Transisi n→ σ*
Senyawa jenuh mengandung atom dengan pasangan elektron menyendiri
(non-bonding electrons) yang dapat mengalami transisi n→ σ*. Transisi ini
membutuhkan energi yang lebih dari transisi σ → σ* sehingga dapat
diinisiasi oleh cahaya dengan panjang gelombang antara 150-250 nm.
c. Transisi n→ π* dan π → π *
Elektron dalam ikatan rangkap dua dan rangkap tiga mengalami eksitasi
elektron dari π ke π *. Pada molekul terkonjugasi yaitu molekul yang
memiliki ikatan rangkap berselang-seling dengan ikatan tunggal, absorpsi
bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang sehingga energi untuk
mengeksitasikan elektron lebih kecil. Untuk transisi n→ π *, umum terjadi
pada senyawa yang memiliki pasangan elektron bebas.
Spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak banyak pada senyawa
organik didasarkan pada transisi n→ π * atau π ke π *.
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
[Sumber : http://teaching.shu.ac.uk/hwb/chemistry/tutorials/chrom/gaschrm.htm ]
Universitas Indonesia
18
Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada
hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik.
Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi
yang konstruktif.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada
sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar
yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai
sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel,
makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu
dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran
ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua
jenis material. Standar ini disebut JCPDS (Birkholz, 2006). Prinsip kerja XRD
secara umum adalah sebagai berikut : XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu
tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar X. Sinar X
dihasilkan di tabung sinar X yang berisi katoda memanaskan filamen, sehingga
menghasilkan elektron. Perbedaan teganganmenyebabkan percepatan elektron
akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi
dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar X. Objek
dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar X.
Detektor merekam dan memproses sinyal sinar X dan mengolahnya dalam bentuk
grafik (Warren,1969).
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Density meter merupakan alat pengukur densitas atau massa jenis dari
suatu bahan atau sampel. Densitas dari suatu bahan, terutama cairan merupakan
kunci utama dari pengontrolan proses di industri. Dengan diketahui densitas dari
suatu produk, maka akan dapat ditentukan kuantitas dan kualitas dari produk
Universitas Indonesia
22
tersebut (A.Furtado et al., 2009). Prinsip dasar dari pengukuran densitas pada alat
ini yaitu berdasarkan prinsip pipa U osilasi pada hukum osilasi harmonis.
[Sumber : http://www.dichtheid-density.nl/]
2.2.14 Turbidimeter
[Sumber : http://hach.com/2100p]
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : gelas kimia,
gelas ukur, labu bulat, pipet tetes, pipet volumetri, bulb, botol timbang, botol
semprot, tabung vial, tabung reaksi, test sieve 200 mesh , tabung sentrifuge,
batang pengaduk, spatula, corong, termometer, sentrifuge, oven (Memmert),
magnetic stirrer (Ika Work), magnetic bar, furnace (Nabhertem), dan neraca
analitik (Mettler Toledo).
Alat uji yang digunakan untuk karakterisasi pada penelitian ini yaitu :
Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (Shimadzu 2600), Fourier Transform Infra
Red (FT-IR) (Prestige 21 Shimadzu), SEM-EDS (JEOL JED-2300), X-Ray
Diffraction (XRD) (Shimadzu XD610), dan Gas Chromatography (GC) (Agilent
Technologies 1635), Turbidimeter (Hach 2100P).
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit alam (CV.
Transindo Citra Utama), Remazol Brilliant Blue R (PT.Dystar Indonesia),
H2O2 30 % (Merck), HCl (Merck), NaOH (Merck), Cu(NO3)2·3H2O (Merck),
Zn(NO3)2·4H2O (Merck), akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas) dan
gliserol 87%(Merck).
23 Universitas Indonesia
24
Secara fisika zeolit diaktifkan dengan cara mencuci zeolit dalam akuabides
dengan perbandingan zeolit : akuabides yaitu 1: 3 (w/v) (300 g zeolit dalam 900
mL akuabides) lalu zeolit diaduk selama 1 jam pada suhu 70 oC. Setelah diaduk
zeolit diendapkan selama 24 jam, lalu filtratnya di ambil. Filtrat yang diambil
selanjutnya dicuci kembali dengan menggunakan akuabides dan diaduk selama 1
jam pada suhu 70 oC lalu diendapkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk
Universitas Indonesia
25
kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC. Pencucian secara fisika dilakukan
sebanyak tiga kali.
Aktivasi secara kimia dilakukan dengan asam encer HCl 0,05 M dan
dilanjutkan dengan basa encer NaOH 0,05 M. Untuk aktivasi kimia dengan asam
encer yaitu dengan perbandingan zeolit : HCl adalah 1 : 3 (w/v) ( 165 g zeolit :
495 mL HCl 0,05 M) dan campuran diaduk selama 1 jam pada suhu 70oC dan
diendapkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk diambil dan dikeringkan pada
suhu 105o C. Aktivasi dengan basa encer dilakukan dengan menggunakan NaOH
0,05 M dengan perbandingan zeolit : basa yaitu 1: 3 (150 g zeolit : 450 mL NaOH
0,05M) dan diperlakukan sama seperti pada aktivasi dengan asam encer.
Universitas Indonesia
26
Sebanyak 0,25 gram padatan RBBR dilarutkan dalam labu ukur 250 mL
(1000 ppm). Larutan tersebut kemudian diencerkan menjadi 2 ppm, 4 ppm, 6
ppm, 8 ppm, dan 10 ppm. Penentuan panjang gelombang dan absorbansi
maksimum dilakukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Plot konsentrasi
dengan absorbansi untuk mendapatkan nilai ɛ yang merupakan absorptivitas
molar.
Universitas Indonesia
27
RBBR 10 ppm ke dalam labu bulat. Kemudian ditambahkan sejumlah H 2O2 dan
katalis (Na-zeolit, zeolit@CuO, dan zeolit@ZnO). Selanjutnya reaktor dipanaskan
dalam oil bath (gliserol) sambil diaduk selama kurang lebih 90 menit. Produk
degradasi yang dihasilkan dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Zeolit Alam
FT-IR
SEM-
Aktivasi Fisika Aktivasi Kimia Penyeragaman Kation EDS
FT-IR
XRD
Na-Zeolit SEM-EDS
Immobilisasi
FT-IR
Zeolit@CuO XRD
Zeolit@ZnO SEM-
EDS
TEM
Variasi Suhu
UV-Vis
Variasi Berat Katalis GC
Density
Variasi Waktu
meter
Metode Laju
Studi Kinetika Awal dan Orde Nilai kr
Satu
Universitas Indonesia
BAB 4
Pada penelitian ini digunakan zeolit alam yang berasal dari daerah Bayah,
Jawa Barat dan didapat dari CV. Transindo Citra Utama. Zeolit alam masih
mengandung berbagai pengotor. Untuk menghilangkan pengotor sekaligus
mengaktifkan zeolit agar dapat diaplikasikan sebagai katalis, maka diperlukan
aktivasi zeolit alam. Namun, sebelum dilakukan aktivasi, zeolit alam terlebih
dahulu diayak dengan test sieve 200 mesh (75 mikron). Hal ini agar didapatkan
ukuran partikel zeolit alam yang seragam. Setelah itu, dapat dilakukan aktivasi
zeolit alam yang meliputi tiga tahapan, yaitu aktivasi fisika, aktivasi kimia, dan
penyeragaman kation.
30 Universitas Indonesia
31
dealuminasi dan desilikasi pada zeolit. Aktivasi kimia berlangsung pada suhu
70 oC bertujuan agar dapat sedikit membuka pori-pori dan rongga pada zeolit
sehingga pengotor-pengotor yang terjebak di dalam pori dapat terbawa dan hilang
sehingga zeolit dapat aktif untuk digunakan sebagai support katalis.
Pada zeolit alam terdapat berbagai jenis kation penyeimbang (counter ion)
pada strukturnya. Hal ini dapat mengganggu immobilisasi nanopartikel CuO dan
nanopartikel ZnO pada zeolit. Oleh karena itu, diperlukan pengondisian zeolit
dengan hanya satu kation penyeimbang saja. Dilakukan proses penyeragaman
kation pada zeolit alam dengan menggunakan NaCl jenuh.
Pengondisian zeolit dengan NaCl jenuh dilakukan dengan mencuci zeolit
menggunakan NaCl 1M dengan perbandingan zeolit : NaCl (w/v) yaitu 1 : 10 dan
dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini bertujuan untuk mendifusikan kation Na+ ke
dalam pori zeolit. Ion Na+ akan menggantikan berbagai jenis dari kation
penyeimbang pada zeolit alam. Akan tetapi, tidak semua ion yang berada pada
struktur zeolit tergantikan oleh Na+ . Hal ini karena terjadinya proses
kesetimbangan saat pertukaran kation penyeimbang pada zeolit alam dengan Na+.
Semakin banyak ion Na+ dalam struktur zeolit, maka pergantian Na+ oleh Cu2+
dan Zn2+ serta proses immobilisasi nanopartikel CuO dan ZnO ke dalam zeolit
menjadi lebih mudah.
Setelah penyeragaman kation, prosedur uji bebas Cl- penting dilakukan,
yaitu dengan melakukan pencucian zeolit dengan akuabides panas. Langkah ini
sama dengan aktivasi fisika. Pencucian dengan akuabides panas dilakukan untuk
menghilangkan ion klorin (Cl-) setelah penyeragaman kation dengan NaCl. Hal ini
karena ion klorin (Cl-) mudah larut dalam air panas. Pencucian ini dilakukan
secara berulang hingga tidak terdapat ion Cl-. Uji bebas Cl- dilakukan pada filtrat
zeolit dengan menggunakan AgNO3 sampai tidak terdapat endapan putih (AgCl).
Endapan zeolit yang diperoleh kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC dan
dikalsinasi pada suhu 300 oC selama 2 jam untuk menghilangkan sisa air yang
masih terjebak pada pori atau rongga zeolit serta untuk menguraikan pengotor-
pengotor organik yang terkandung dalam zeolit. Hasil yang didapat yaitu
Universitas Indonesia
32
Na-zeolit yang secara tampak fisik lebih putih dibandingkan warna zeolit alam
seperti pada Gambar 4.1.
a b
) )
Universitas Indonesia
33
100
Zeolit Alam
Na-Zeolit
60
H-O-H tekuk
40
-OH ulur
T-O ulur asimetris
O-T-O tekuk
20
4000 3000 2000 1000
-1
Bilangan Gelombang (cm )
Universitas Indonesia
34
Hasil karakterisasi FT-IR pada Gambar 4.2 didukung oleh data SEM-EDS
dari Na-Zeolit pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 ,yaitu bahwa Na+ telah berhasil
masuk dalam zeolit dan kuantitas % atom Na melebihi atom Ca dan K. Pada
Gambar 4.3 yaitu hasil SEM Na-zeolit terlihat bahwa Na-zeolit secara morfologi
mempunyai pori dan rongga. Secara kuantitas, apabila kuantitas % atom Na
dibandingkan dengan zeolit alam, terlihat bahwa terjadi peningkatan kuantitas
% atom Na pada Na-zeolit. Pada zeolit alam, % atom Na hanya 0,62 % , hal ini
berbeda dengan % atom Na pada Na-zeolit yaitu sebesar 1,99%. Pada atom Ca
dan K terjadi pengurangan % atom. Pada zeolit alam % atom Ca 2,05 %,
sedangkan pada Na-zeolit yaitu terjadi penurunan cukup besar yaitu menjadi
0,41%.
a) b)
Universitas Indonesia
35
70,00
60,00
50,00
40,00
% Atom
30,00
20,00
10,00
0,00
O Na Al Si K Ca Mg Fe C
Na-Zeolit 68,04 1,99 3,54 25,62 0,41 0,405
Zeolit Alam 65,03 0,62 4,42 19,51 1,11 2,05 0,53 0,39 13,71
Universitas Indonesia
36
aging atau pengendapan selama 24 jam. Hal ini agar proses tukar kation antara
Na+ dengan Cu2+ dapat berlangsung optimal sehingga Cu2+ akan benar-benar
masuk ke dalam pori zeolit. Selanjutnya, dilakukan penambahan NaOH
1,0x10-4 M setetes demi tetes pada zeolit@Cu2+ hingga mencapai rentang pH 8,0.
Pemilihan pH pada 8,0 karena pada proses pembentukan CuO terlebih dahulu
akan terbentuk Cu(OH)2, dengan pemanasan, H2O akan menguap, maka akan
dapat terbentuk CuO. Pembentukan Cu(OH)2 ini termasuk dalam rentang pH basa,
khususnya pH 8,0. Pada proses ini, dibutuhkan panas yaitu pada suhu 80 oC. Hal
ini mengingat bahwa reaksi dasar dari pembentukan CuO, yaitu :
a b
) )
)
Gambar 4.5 Tampak fisik dari : a)Na-zeolit b)Zeolit@CuO
Pada Gambar 4.5 terdapat perbedaan warna yang jelas antara Na-zeolit
dengan zeolit@CuO. Zeolit@CuO berwarna coklat dan Na-zeolit berwarna putih.
Hal ini mengindikasikan bahwa secara kualitatif, CuO telah masuk ke dalam
zeolit. Pada karakterisasi zeolit@CuO dengan FT-IR yaitu pada Gambar 4.6,
terdapat vibrasi khas Cu-O pada 598 cm-1 (Ejhieh et al., 2013). Hasil FT-IR ini
didukung oleh hasil SEM-EDS dan XRD dari zeolit@CuO. Hasil SEM
zeolit@CuO yang terdapat pada Gambar 4.7 yang terlihat adalah morfologi dari
zeolit saja, sementara untuk nanopartikel CuO yang terperangkap dalam rongga
zeolit belum terlihat, hal ini disebabkan perbesaran yang digunakan belum mampu
memperlihatkan keberadaan nanopartikel CuO dalam zeolit. Oleh karena itu,
dibutuhkan perbesaran yang lebih besar dari perbesaran 10000x pada SEM.
Universitas Indonesia
37
100 Na-Zeolit
Zeolit-CuO
80
% Transmittan
60 Cu-O
40
20
4000 3000 2000 1000
-1
Bilangan Gelombang (cm )
Gambar 4.6 Spektra FT-IR Zeolit@CuO
a) b)
Universitas Indonesia
38
70 68,04
60
50,56
50
40
% Atom
36,31
30 25,62
20
10 6,36
3,54
1,52 1,99 1,65
0
O Na Al Si Cu
Zeolit@CuO Na-zeolit
800
700 Zeolit-CuO
Na-Zeolit
600
Intensitas (counts)
500
400
300
200
100
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
2 theta (deg)
Pada Gambar 4.8 yaitu pada zeolit@CuO, % atom Na telah berkurang dari
1,99 % menjadi 1,52 %. Hal ini menandakan bahwa sebagian Na+ telah bertukar
Universitas Indonesia
39
kation dengan Cu2+ dari CuO. Hal ini juga dibuktikan bahwa % atom Cu yang
dihasilkan yaitu sebesar 1,65 %. % CuO yang berhasil masuk pada zeolit yaitu
Pada hasil XRD terdapat CuO dengan intensitas lemah pada 2 theta di 31˚
(Fereshteh et al., 2013); 35,750; dan 38,930 sesuai dengan JCPDS No: 45-0937.
Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan zeolit@CuO telah berhasil dilakukan. Ini
ditunjukkan pada Gambar 4.9. Selain itu, dilakukan karakterisasi dengan
Transmission Electron Microscope (TEM). Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa
pada bagian gelap yaitu nanopartikel CuO telah terbentuk dan terperangkap di
dalam zeolit (bagian yang terang). Bagian gelap menunjukkan densitas yang lebih
besar, dalam hal ini yaitu nanopartikel CuO. Ukuran partikel nano CuO < 20 nm
bila dilihat dari scale bar100 nm, 50 nm, dan 20 nm. Namun, disini terlihat bahwa
distribusi nanopartikel CuO kurang merata.
a) b)
c)
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
a) b)
60 55,1
50
40
32,67
% Atom
30
20
10 6,91
1,38 1,45
0
O Na Al Si Zn
Zeolit@ZnO
Universitas Indonesia
42
800 Zeolit-ZnO
Na-Zeolit
600
Intensitas (counts)
400
200
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
2 theta (deg)
Gambar 4.13 X-ray Difraktogram zeolit@ZnO dan Na-zeolit
Universitas Indonesia
43
dengan hukum Lambert Beer. Absorbansi suatu senyawa pada panjang gelombang
tertentu bertambah seiring bertambahnya konsentrasi larutan. Hal ini dinyatakan
dalam persamaan 4.1.
0.2
2 ppm
4 ppm
6 ppm
8 ppm
10 ppm
Absorbansi
0.1
0
200 400 600 800
A = ɛ b c.......................................... (4.1)
Keterangan :
Universitas Indonesia
44
A= absorbansi
ɛ = absorptivitas molar (M-1 cm-1)
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi (M)
Nilai koefisien relasi (r) dari deret standar RBBR yang didapat yaitu
0,999. Hal ini menandakan bahwa deret standar yang didapat memiliki tingkat
kelinieritasan yang tinggi. Kurva deret standar RBBR disajikan pada Gambar
4.15.
0.1
y = a*x
0.08 a=1.063636x10 -2 ppm-1cm-1
|r|=0.999
Absorbansi
0.06
0.04
0.02
00 2 4 6 8 10
Konsentrasi (ppm)
Universitas Indonesia
45
0.3
0M
2,37x10 -1M
4,62x10 -1M
6,77x10 -1M
0.2 -1
8,82x10 M
Absorbansi
0.1
0
200 400 600 800
Panjang gelombang (nm)
Universitas Indonesia
46
........................ (4.2)
Keterangan :
Co = Konsentrasi awal larutan (ppm)
Cs = Konsentrasi akhir larutan (ppm)
100
80
% Dye Removal
60
40
20
0
0 2 4 6 8
Universitas Indonesia
47
Pada proses degradasi termal RBBR, dibutuhkan suhu optimum agar dapat
meningkatkan pembentukan spesi radikal OH dari H2O2. Pengaruh dari variasi
suhu reaksi terhadap absorbansi hasil degradasi termal terlihat pada Gambar 4.18.
Terlihat bahwa suhu reaksi optimum didapatkan pada suhu 98 ◦C.
0.2
450 C
900 C
920 C
Absorbansi
950 C
980 0C
100 C
0.1
0
200 400 600 800
Universitas Indonesia
48
0.3
0 mg 90 menit
20 mg 70 menit
0.2 50 mg 58 menit
Absorbansi
100 mg 40 menit
150 mg 40 menit
0.1
0
200 400 600 800
Universitas Indonesia
49
mempercepat waktu reaksi. Hal ini karena dengan bertambahnya katalis akan
meningkatkan situs aktif dari katalis.
0.8
20 mg 70 menit
50 mg 58 menit
100 mg 40 menit
Absorbansi
0.4
0.2
0
200 400 600 800
Universitas Indonesia
50
Tabel 4.1 Pengaruh berat katalis zeolit@CuO terhadap waktu dye removal dan
% dye removal
0.4
0.3
Absorbansi
20 mg 80 menit
50 mg 75 menit
100 mg 60 menit
0.2
150 mg 50 menit
0.1
0
200 400 600 800
Pada Gambar 4.21 disajikan spektra absorpsi UV-Vis dari hasil degradasi
terhadap variasi berat katalis zeolit@ZnO. Terdapat persamaan pada berat
optimum katalis zeolit@CuO dan zeolit@ZnO yang digunakan untuk
mendegradasi RBBR , yaitu 100 mg. Namun, bila dilihat dari waktu dekolorisasi,
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
Peak H2O2
4
Absorbansi
20 mg 80 menit
3 50 mg 75 menit
100 mg 60 menit
150 mg 50 menit
2
0
200 400 600 800
Universitas Indonesia
53
bereaksi. Namun, ketika waktu reaksi berlangsung selama 10 menit, peak H2O2
utuh sudah tidak ada lagi. Hal ini menandakan bahwa zeolit@CuO telah bereaksi
dengan H2O2. Atom O pada CuO akan berinteraksi dengan H2O2 membentuk
superoksida anion radikal (•O2-) yang selanjutnya akan menjadi radikal hidroksil
(•OH) sesuai dengan proses kesetimbangan H2O2 , seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.23 .
Universitas Indonesia
54
0.3
5 menit
10 menit
15 menit
0.2 20 menit
Absorbansi 30 menit
40 menit
45 menit
0.1
0
200 400 600 800
Gambar 4.24 Spektra absorpsi produk degradasi terhadap variasi waktu reaksi
pada penambahan 100 mg zeolit@CuO
Peak
4 H2O2 5 menit
10 menit
15 menit
20 menit
Absorbansi
30 menit
3 40 menit
45 menit
0
200 400 600 800
Universitas Indonesia
55
[10-5]
1.5
0.75
0.5
0.25
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Gambar 4.26 Kurva penurunan konsentrasi RBBR terhadap waktu reaksi pada
penambahan 50 mg, 100 mg, dan 150 mg katalis zeolit@CuO
100
80
Dye Removal (%)
60
50 mg
100 mg
150 mg
40
20
0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
Gambar 4.27 Kurva % dye removal RBBR terhadap waktu reaksi pada
penambahan 50 mg, 100 mg, dan 150 mg katalis zeolit@CuO
Universitas Indonesia
56
Universitas Indonesia
57
100
80
40
Zeolit-CuO
Na-Zeolit
20
0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
Gambar 4.28 Kurva % dye removal terhadap waktu reaksi pada penambahan
zeolit@CuO dan Na-zeolit sebanyak 100 mg
Peak H2O2
5
4
Absorbansi
0
200 400 600 800
Universitas Indonesia
58
[10-5]
1.5
1.25
Konsentrasi RBBR (M)
1
Zeolit-ZnO 100 mg
Zeolit-CuO 100 mg
0.75
0.5
0.25
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu (menit)
Gambar 4.30 Kurva penurunan konsentrasi RBBR terhadap waktu reaksi pada
penambahan 100 mg katalis zeolit@CuO dan 100 mg zeolit@ZnO
Universitas Indonesia
59
100
80
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu (menit)
Gambar 4.31 Kurva % dye removal terhadap waktu reaksi pada penambahan
100 mg katalis zeolit@CuO dan zeolit@ZnO
Universitas Indonesia
60
konsentrasi RBBR yang tersisa yaitu 1,04 x10-5 M. Pada konsentrasi H2O2
4,62x10-1 M, dalam waktu 45 menit konsentrasi RBBR sudah tidak bersisa yaitu
0 M. % Dye removal yang dihasilkan pun maksimal yaitu mencapai 100 %. Nilai
% dye removal dari masing-masing konsentrasi H2O2 terhadap waktu reaksi pada
penambahan 100 mg katalis zeolit@CuO ditunjukkan pada Gambar 4.33
Bila dilihat pada waktu 45 menit reaksi, dengan penambahan konsentrasi
H2O2 2,37x10-1 M hanya menghasilkan % dye removal RBBR sebesar 87,85 %,
sedangkan pada konsentrasi H2O2 6,77x10-1 M pada waktu 45 menit hanya
menghasilkan % dye removal RBBR sebesar 83,18 %. Apabila hasil ini
dibandingkan dengan variasi konsentrasi H2O2 yang tanpa katalis, variasi
konsentrasi H2O2 dengan katalis zeolit@CuO memberikan hasil berupa peningkatan
% dye removal yang signifikan. Selain itu, dengan katalis yaitu zeolit@CuO waktu
reaksi menjadi lebih cepat. Pada konsentrasi H2O2 2,37x10-1 M dengan tanpa katalis
dalam waktu 90 menit hanya dihasilkan % dye removal sebesar 61,68 %;
sedangkan dengan katalis zeolit@CuO, dalam waktu 45 menit dihasilkan % dye
removal 87,85 %.
[10-5]
1.5
Konsentrasi RBBR (M)
1.25
2,37x10 -1M
-1
4,62x10 M
1 6,77x10 -1M
0.75
0.5
0.25
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Universitas Indonesia
61
100
80
Dye Removal (%)
60
-1
2,37x10 M
4,62x10 -1
-1
M
6,77x10 M
40
20
0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
Gambar 4.33 Kurva % dye removal RBBR dengan variasi konsentrasi H2O2
terhadap waktu reaksi pada penambahan 100 mg katalis
zeolit@CuO
Untuk mencari kinetika reaksi degradasi termal RBBR ini, maka dilakukan
variasi konsentrasi awal RBBR. Selain itu, hal ini juga dapat melihat bagaimana
pengaruh konsentrasi awal RBBR terhadap hasil degradasi RBBR serta untuk
mengetahui konsentrasi awal RBBR yang optimum.
Universitas Indonesia
62
Variasi konsentrasi RBBR yang digunakan yaitu 7 ppm, 10 ppm, dan 15 ppm
atau setara dengan 1,12 x10 -5 M; 1,60 x10-5 M; dan 2,39 x10-5 M. Penurunan pada
tiap konsentrasi RBBR terhadap waktu reaksi ditunjukkan pada Gambar 4.34.
[10-5]
1.5
Konsentrasi RBBR (M)
1.25
1
1,12x10 -5 M
1,60x10 -5 M
2,39x10 -5 M
0.75
0.5
0.25
00 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
100
80
Dye Removal (%)
60
1,12x10 -5M
1,60x10 -5M
2,39x10 -5M
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Gambar 4.35 Kurva % dye removal RBBR dengan variasi konsentrasi awal
RBBR terhadap waktu reaksi
Universitas Indonesia
63
Pada Gambar 4.34 terlihat bahwa pada konsentrasi awal RBBR 10 ppm
atau setara dengan 1,60x10 -5 M memiliki penurunan konsentrasi RBBR yang
besar yaitu pada waktu 45 menit dan sudah tidak terdapat konsentrasi RBBR yang
tersisa. Pada Gambar 4.35 diperlihatkan bahwa % dye removal mencapai 100 %
ketika konsentrasi awal RBBR 1,60x10 -5 M. Hal ini berbeda ketika konsentrasi
awal RBBR 7 ppm atau 1,12x10-5 M yang digunakan. % Dye removal hanya
mencapai 95,32 % pada waktu 45 menit. Sementara itu, untuk konsentrasi awal
RBBR 15 ppm atau 2,39x10-5 M , % dye removal yang dihasilkan menurun, yaitu
menjadi 97,19 %. Hal ini terjadi karena terbatasnya kemampuan aktivitas katalitik
dari zeolit@CuO.
Kemampuan katalis zeolit@CuO dalam mengkatalisis reaksi degradasi
termal RBBR bergantung pada jumlah molekul senyawa RBBR. Semakin besar
konsentrasi larutan RBBR, maka jumlah molekul RBBR yang berinteraksi dengan
permukaan katalis akan semakin banyak hingga mencapai konsentrasi
optimumnya. Aktivitas katalitik terjadi pada permukaan katalis (Fathimah, skripsi
2013). Apabila konsentrasi RBBR berlebih, maka akan terdapat molekul RBBR
yang tidak berinteraksi dengan permukaan katalis zeolit@CuO.Hal ini mengingat
bahwa katalis zeolit@CuO memiliki kapasitas kemampuan katalitik dan ini
bergantung pada konsentrasi RBBR optimum.
Universitas Indonesia
64
Pada Gambar 4.36 terlihat bahwa pada menit ke-5 hingga menit ke-25,
katalis zeolit@CuO mampu mengadsorpsi secara konstan sehingga menghasilkan
% dye removal 41 %. Maka dapat dikatakan bahwa kapasitas adsorpsi dari
zeolit@CuO terhadap senyawa RBBR yaitu 41 %. Pengadukan terus dilakukan
dan disertai pemanasan pada kondisi suhu optimum yakni 98 oC. Terlihat pada
menit ke-30, % dye removal mengalami penurunan yaitu mencapai % dye removal
sebesar 29 %. Pada kondisi tersebut katalis mengalami desorpsi akibat awal
pemberian panas. Pada menit ke-35 dan menit ke-40, % dye removal perlahan
mulai meningkat. Hal ini karena pengaruh dari katalis yaitu pada CuO, pemberian
panas turut memberikan sumbangan energi pada CuO untuk mencapai band gap
nya. Selain itu, perlu diketahui bahwa CuO memiliki stabilitas termal yang baik
sehingga umum digunakan sebagai penghantar konduktivitas termal
(Kaur et al; 2006).
Pada kondisi berikutnya, pengadukan secara kontinu dilakukan dengan
suhu yang dijaga pada 98 ⁰C. Pada kondisi tersebut, ditambahkan H2O2 pada
konsentrasi optimum yaitu 4,62x10-1 M. Hal ini berdampak pada % dye removal
Universitas Indonesia
65
yang dihasilkan. Pada menit ke-45, didapat % dye removal sebesar 66,36 %.
Kenaikan % dye removal terus terjadi hingga pada menit ke-70 mencapai
92,52 %. Penambahan H2O2 yang dipicu oleh adanya energi termal dapat
membentuk sekaligus meningkatkan spesi radikal OH. Radikal OH tersebut akan
menyerang struktur RBBR sehingga RBBR akan terdegradasi. Dari data-data
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penurunan konsentrasi RBBR bukan dari
adsorpsi katalis zeolit@CuO, melainkan karena molekul-molekul RBBR telah
terdegradasi yaitu dengan bantuan katalis zeolit@CuO dan oksidator H 2O2.
Pada penelitian ini, dilakukan studi kinetika degradasi termal RBBR. Hal
ini untuk mengetahui kinetika reaksi dan nilai tetapan laju reaksi (kr). Terdapat
berbagai metode untuk menentukan nilai tetapan laju reaksi serta orde reaksi.
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode orde satu dan metode
laju awal (initial rate).
Studi kinetika ini menggunakan pendekatan dengan orde satu. Reaksi yang
terjadi pada setiap kondisi merupakan pendekatan reaksi berorde satu, yaitu
reaktan yang bereaksi hanyalah senyawa RBBR saja. Pada metode ini diharapkan
akan didapatkan nilai tetapan laju reaksi (kr). Hal ini dapat dibuktikan dengan
menggunakan persamaan orde satu dibawah ini:
Universitas Indonesia
66
.............................................. (4.3)
Reaksi orde satu dapat terjadi apabila dicapai kondisi dimana saat
pengaluran waktu t ([At]) terhadap waktu reaksi (t) menghasilkan kurva yang
fitting (r > 0,9) dengan persamaan 4.3. Kurva pengaluran konsentrasi terhadap
waktu untuk reaksi degradasi menggunakan 100 mg katalis zeolit@CuO terdapat
pada Gambar 4.37. Nilai tetapan laju reaksi teramati (kobs) didapat dari nilai c
yang berasal dari persamaan 4.3. Nilai k obs yang didapat untuk kondisi katalisis
dengan 100 mg zeolit@CuO pada konsentrasi awal RBBR 10 ppm atau
1,60 x 10-5 M seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.33 adalah sebesar
1,96x10-1 menit -1.
[10-5]
1.5
1.25
Konsentrasi RBBR (M)
0.75
0.5
0.25
00 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Universitas Indonesia
67
Metode ini digunakan untuk menentukan nilai tetapan laju reaksi dengan
melakukan variasi konsentrasi awal larutan. Persamaan laju reaksi awal yaitu
sebagai berikut :
............................ (4.4)
Pada Tabel 4.2 diketahui bahwa tetapan laju reaksi degradasi teramati
(kobs) RBBR dan % dye removal paling besar terjadi pada konsentrasi RBBR
1,60 x10-5 M. Nilai tetapan laju reaksi pada konsentrasi tersebut adalah
1,96 x10-1 menit -1. Selain itu, dilakukan pula penentuan kinetika reaksi dengan
metode laju awal (initial rate) pada Gambar 4.38-4.40. Ketika laju awal dari
masing-masing konsentrasi awal larutan RBBR didapatkan, maka akan dapat
diketahui kinetika reaksi dari reaksi degradasi RBBR ini.
Universitas Indonesia
68
Tabel 4.2 Nilai tetapan laju reaksi berdasarkan konsentrasi awal RBBR
Tabel 4.3 Nilai laju awal (v0) berdasarkan konsentrasi awal RBBR
[RBBR] v0
(M) (M menit-1)
1,12x10-5 M 9,021x10-7
1,60x10-5 M 1,077x10-6
2,39x10-5 M 1,505x10-6
[10-5]
1.5
Konsentrasi RBBR (M)
0.75
0.5
0.25
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Universitas Indonesia
69
[10-5]
1.5
y= 1,90x10-8x2 -1,077x10 -6x + 1,367x10 -5
|r|=0,936
0.75
0.5
0.25
0
0 10 20 30
Waktu (menit)
Gambar 4.39 Kurva fitting persamaan kuadrat kondisi degradasi dengan
Konsentrasi RBBR1,60x10-5M
[10-5]
1.5
y=4,052x10-8x2 -1,505x10 -6x + 1,641x10 -5
|r|=0,988
1.25
Konsentrasi RBBR (M)
0.75
0.5
0.25
00 10 20 30
Waktu (menit)
Universitas Indonesia
70
degradasi termal RBBR termasuk dalam orde satu semu dengan nilai kr sebesar
2,55x10-2 M menit -1.
[10-6]
1.5
1.25
1
v (M menit )
-1
0.75
y = 2,55x10-2x + 6,37x10 -7
|r|=0,985
kr = 2,55x10 -2 M menit-1
0
0.5
0.25
0
0 0.5 1 1.5 2
-5
[10 ]
Konsentrasi RBBR (M)
Gambar 4.41 Kurva hubungan laju awal (v0 ) terhadap variasi konsentrasi RBBR
untuk menentukan tetapan laju reaksi
Universitas Indonesia
71
Universitas Indonesia
72
Berdasarkan dari data di atas, hasil yang didapatkan yaitu pada reaksi
degradasi dengan katalis zeolit@CuO terlihat ada perubahan densitas (ρ ) pada
reaksi awal, setengah reaksi, dan pada reaksi sempurna. Hal ini menandakan
bahwa reaksi terjadi dan diindikasikan terjadi degradasi pada molekul-molekul
RBBR. Selain itu, pada reaksi sempurna dihasilkan densitas yang mendekati harga
ρ dari akuabides. Hal ini mengindikasikan bahwa produk akhir degradasi
Universitas Indonesia
73
Tabel 4.4 Nilai turbiditas (NTU) pada produk akhir degradasi dengan katalis
zeolit@CuO
Akuabides (H2O) 0
Berdasarkan data pada tabel di atas, hasil yang didapatkan yaitu pada
produk degradasi dengan kondisi reaksi optimum memiliki nilai turbiditas yang
meningkat dari reaksi awal degradasi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat
Universitas Indonesia
74
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
75 Universitas Indonesia
76
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
77
Universitas Indonesia
78
Indriati. 2011. Imobilisasi Nano Au pada Zeolit Alam serta Modifikasinya dengan
Asam 11-Merkapto Undekanoat dan L-Sistein untuk Adsorpsi Ion Logam
Berat. Depok : Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia
J.M Fanchiang., D.H Tseng. 2009 Degradation of anthraquinone dye C.I Reantive
Blue 19 in aqueous solution by ozonation. Chemosphere 77, 214-221
J.R Guimaraes., Maniero, Milena Guedes., de Araujo, Renata Nogueira. 2012.
Journal of Environmental Management 110, 33-39
Jin, Liu, Xu, Tao 2007. Decolorization of a dye industry effluent by Aspergillus
fumigatus XC6. Appl Microbiol Biotechnol,74, 239–243
Kamel, Sihem, Halima, Tahar. 2009. Decolourization process of an azoı¨que dye
(Congo red) by photochemical methods in homogeneous medium.
Desalination, 247, 412-422.
Khophar. S. M. 1984. Kimia Dasar Analitik. Jakarta : UI Press.
Kumar, Surabhi Siva.,Venkateswarlu,Putcha., Rao, Vanka Ranga., Rao,Gollapalli
Nagewsara. 2013. Synthesis, characterization and optical properties
of zinc oxide nanoparticles. International Nano Letters 3:30
Lestari, Dewi Yuanita. 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam
dari Berbagai Negara. Yogyakarta : Jurdik Kimia UNY.
Universitas Indonesia
79
Rindle, E., Troll, W. J., (1975) Metabolic reduction of benzidine azo dyes to
benzidine in the Rhesus monkey. Journal of National Cancer Institute, 55,
pp 181.
Rufiati, Erna. 2011. Handout Katalis. Perkumpulan Guru Indonesia
S.Lee, U.S. Choi, S.Li, J.A. Eastman. 1999. J.Heat Transfer, 121, 280
Sadar, M.J. 1996. Understanding Turbidity Science. Technical Information
Series-Booklet No.11. Hach Company.
Santos, Rafaella C.B., Durrant, Lucia Regina., Sette, Lara Duraes. 2010.
Biodegradation of Textile dyes decolorization and ligninolyticactivity by
marine-derived Peniophorasp.
Shah,M.Asharf., Al-Ghamdi,M.S.2011. Preparation of Copper (Cu) and Copper
Oxide (Cu2O) Nanoparticles under Supercritical Conditions. Materials
Sciences and Application, 2, 977-980
Shirato, Midori., Ikai, Hiroyo., Nakamura, Keisuke. 2011. Booster Effect of
Thermal Energy on Bactericidal Action of Hydroxyl Radical generated by
Photolysis of H2O2. Springer
Suparno, Tesis.2011. Degradasi zat warna Indigosol dengan Metode Oksidasi
Katalitik Menggunakan zeolit alam teraktivasi dan ozonasi. Depok.
Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia.
S-H Chang., Chuang, Shun-Hsing., Ching Li,Heng., Hao Liang,Hsiu. 2010.
Comparative study on the degradation of I.C. Remazol Brilliant Blue R
Universitas Indonesia
80
and I.C.Acid Black 1 by Fenton oxidation and Fe0/air process and toxicity
evaluation. Journal of Hazardous Materials 166 1279–1288
Talam,Satyanarayana, Karumuri,Srinivas Rao., Gunnam,Nagarujan. 2012.
Synthesis, Characterization, and Spectroscopic Properties of ZnO
Nanoparticles. International Scholarly Research Network Nanotechnology,
Vol.2012, 6 pages
Trivedi et al., 2009. Adsorption of Remazol Brilliant Blue R Dye From Water by
Polyaluminum Chloride. J.Chem,Vol.2, No.2 , 379-385
V. Shah, Verma, Pradeep., Stopka, Pabel., Gabriel, Jiri. 2003. Decolorization of
dyes with copper(II)/organic acid/hydrogen peroxide systems . Applied
Catalysis B: Environmental 46, 287–292
Vaseem,Mohammad., Umar, Ahmad., Hahn,Yoon-Bong. 2010. ZnO
Nanoparticles: Growth, Properties, and Applications. American Scientific
Publishers.
Vinu R, Akki SU, Madras G. 2010. Investigation of dye functional group on the
photocatalytic degradation of dyes by nano-TiO2. J.Hazard Mater,
176 (1-3) : 765-73
Universitas Indonesia
81
Lampiran 1
Lampiran 2
Zeolit-Awal
Zeolit Aktivasi
Intensitas (A.U)
2 Tetha
10 20 30 40 50 60 70 80
Gambar 1. Difraktogram XRD zeolit dan Na-Zeolit [Sumber: Nova, Skripsi 2011]
Universitas Indonesia
82
Lampiran 3
Hasil Karakterisasi BET Zeolit Alam
Tabel 3. Karakterisasi BET zeolit alam
Universitas Indonesia
83
Lampiran 4
Karakterisasi BET Na-Zeolit
Universitas Indonesia
84
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
85
Lampiran 5
Universitas Indonesia
86
Lampiran 6
1. Zeolit Alam
Universitas Indonesia
87
Universitas Indonesia
88
2. Na-Zeolit
Universitas Indonesia
89
Universitas Indonesia
90
Lampiran 7
Optimasi Degradasi Termal RBBR Tanpa Katalis
Tabel 4. Data hasil degradasi termal senyawa Remazol Brilliant Blue R(RBBR)
10 ppm tanpa menggunakan katalis dengan waktu reaksi 90 menit
Tabel 5. Data hasil degradasi termal senyawa RBBR 10 ppm tanpa menggunakan
katalis dengan konsentrasi H2O2 optimum selama 90 menit
Universitas Indonesia
91
Lampiran 8
Optimasi Degradasi Termal RBBR dengan Katalis
Universitas Indonesia
92
Universitas Indonesia
93
Tabel 10. Data degradasi termal senyawa RBBR 10 ppm dengan penambahan 100
mg katalis Na-zeolit pada kondisi optimum terhadap waktu
Tabel 11. Data degradasi termal senyawa RBBR 10 ppm dengan menggunakan
katalis zeolit@ZnO dan konsentrasi H2O2 optimum
Universitas Indonesia
94
Tabel 12. Data degradasi termal senyawa RBBR 10 ppm dengan penambahan 100
mg katalis zeolit@ZnO pada kondisi optimum terhadap waktu
Universitas Indonesia
95
Tabel 15. Data hasil degradasi termal senyawa RBBR 7 ppm menggunakan katalis
zeolit@CuO dengan konsentrasi H2O2 optimum terhadap waktu
Universitas Indonesia
96
Tabel 16. Data hasil degradasi termal senyawa RBBR 15 ppm menggunakan
katalis zeolit@CuO dengan konsentrasi H2O2 optimum terhadap waktu
Universitas Indonesia
97
Lampiran 9
Ilustrasi Mekanisme Kerja Katalis zeolit@CuO dalam degradasi termal RBBR
Pembuatan
zeolit@Cu2+
Kalsinasi
350oC
+ RBBR
H2O2
∆ 98oC
Universitas Indonesia
98
Lampiran 10
Karakterisasi Produk Akhir Degradasi dengan GC
Universitas Indonesia
99
Lampiran 11
Universitas Indonesia
100
Lampiran 12
Data SEM-EDS Zeolit@ZnO dan Zeolit@CuO
Universitas Indonesia