Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

FILOSOFI DAN PERAN PELATIH

DISUSUN OLEH :
Nama : JEREMI JORDAN MALAU
NIM : 6203121014
Kelas : PKO C / 2020

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Lahirnya seorang juara tidak dapat dilepaskan dari peranan pelatih. Meskipun bakat
pembawaan merupakan modal dasar lahirnya seorang juara, namun persaingan ketat dalam
olahraga dewasa ini telah melibatkan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga
tentu saja pelatih sangat memegang peran utama.
Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet
agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningkatkan bakat
kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta
kepribadian pada umumnya.
Dalam olahragapun tentunya kita sepakat bahwa atlet diharapkan dapat berbuat
sebaik-baiknya, selain kemampuan pribadinya dapat berfungsi baik dalam suatu tingkat
integrasi tertentu, juga menunjukkan kematangan emosional serta dapat menguasai dirinya.
Atas dasar itulah sehingga nantinya kita berharap bahwa olahraga dapat memberi
dampak positif pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam bermain,
kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan
pembina, setia, toleran, disiplin yang akhirnya dapat diharapkan menjadi warga negara yang
baik.
Selain itu kita juga berharap tentu saja tugas pelatih bukan sekedar hanya membantu
atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalam olahraga. Semua itu bisa terwujud apabila setiap pelatih bisa memahami
sifat-sifat kepribadiannya sendiri untuk dapat menyadari kelemahan-kelemahannya, dan
selanjutnya berusaha mencapai target yang ditetapkannya, untuk mencapai prestasi lebih
tinggi, memenangkan pertandingan atau memecahkan rekornya sendiri.
Namun kenyataan dilapangan tak jarang kita masih melihat beberapa pelatih yang
belum memposisikan dirinya sebagai pelatih yang benar- benar sesuai dengan apa yang sudah
menjadi norma dan tugas tanggung jawabnya, diantaranya dengan mempertontonkan tingkah
lakunya ketika sedang dalam pertandingan yang tentu saja jauh dari keinginan dari harapan
masyarakat pada umumnya.
Sebagai contoh kasus, penulis mencoba menampilkan dua pelatih yang kurang
menerima kekalahan timnya, contoh pertama pelatih Persik Kediri Jaya Hartono, pihaknya
mengaku timnya telah dikerjai oleh wasit saat melawan Perseman Manokwari dalam laga
terakhir putaran pertama Grup II Liga Divisi Utama Indonesia Ti-Phone di Stadion
Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, Minggu (6/2) lalu. Bahkan ia menuding timnya telah
dikerjain wasit, sehingaa permainan pun tidak berjalan secara fair play. "Kami dikerjai oleh
wasit habis-habisan. Permainan tidak berjalan secara fair play. Sehingga kami banyak
dirugikan dengan keputusan yang sifatnya kontroversial," kata Jaya Hartono sebagaimana
dilansir GOAL.comIndonesia.
Hal serupa tentu saja tidak terjadi hanya diliga Indonesia, bahkan di liga seri A dunia,
seperti halnya pelatih Napoli Walter Mazzari yang tidak puas dengan wasit saat pasukannya
dibekap Ac Milan. Bahkan Mazzari mempertanyakan keputusan Nicola Rizzoli mengusir
keluar Michele Pazienza di menit 45, dan menganggap wasit tidak cermat melihat bahwa
Napoli layak mendapat penalti saat Lavezzi dijatuhkan Sokratis di kotak penalti. Atas ketidak
puasannya tersebut bahkan Mzzari sempat menyidir wasit dengan pertanyaan “Saya tidak
ingin berbicara soal wasit. Wasit harus menunjukan konsistensi dalam semua situasi di
sebuah pertandingan. Hand ball untuk Napoli, juga hand ball untuk Milan (bila kejadiannya
sama),” ungkap Mazzari, seperti dikutip Football-Italia.
Atas penomena di atas tentu saja kita sepakat bahwa banyak pelatih profesional pun
ketika di hadapkan dalam keadaan tertekan mereka menyimpang dari falsafah,
kepribadiannya sebagai pelatih.
Tutko dan Richards (1971) menegaskan bahwa tugas pelatih adalah membantu atlet agar
pada akhirnya atlet dapat menolong dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri. Ini penting
sekali untuk dipahami pelatih karena atlet adalah individu yang sering mengalami persaingan,
stress, perasaan gagal. Sukses dan sebagainya.
Harsono (1988) juga menegaskan bahwa berbicara mengenai falsafah coaching tidak
terlepas dari suatu perangkat sikap atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan
perilaku pelatih di dalam situasi-situasi praktek. Dan sapek –aspek tersebut tidak terlepas dari
peran motivasi menjadi pelatih, harapan orang dari seorang pelatih dan dilema pelatih.
Pendapat para ahli pada umumnya menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu bahwa
olahraga dapat memberikan dampak positip pada individu seperti peningkatan tanggung
jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan,
menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, displin yang akhirnya dapat
diharapkan menjadi warga Negara yang baik.
Sehubungan hal di atas tiap-tiap pelatih diharapkan lebih peka menghadapi :
1) tuntutan kebutuhan dan motivasi atlet-atletnya, 2) hubungan interpersonal yang terjadi
antara atlet dengan atlet, atlet dengan pelatih, atlet dengan orang tua, keluarga kelompok-
kelompok pergaulan dan sebagainya.
Ini semua sangat berguna untuk dapat memahami kemampuan atlet, serta untuk dapat
mengontrol dan mengembalikan perkembangannya.
Dengan upaya pembinaan atlet yang dilakukan secara terencana, teratur terarah dan
berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan :
1. Pengetahuan atlet menganai apa yang harus dilakukan agar dapat mencapai prestasi
tinggi dan mengapa latihan-latihan tertentu dilakukan.
2. Meningkatkan keadaan fisik dan kemampuan keterampilan atlet sesuai cabang yang
ditekuni atas dasar analisis yang cermat dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi mutahir.
3. Mengembangkan sikap positif kontruktif terhadap sesame atlet terhadap program
latihan terhadap pelatih dan pembina.
4. Meningkatkan kemampuan penguasaan emosi, penguasaan diri dan lebih
meningkatkan motif berprestasi untuk bisa mencapai prestasi setinggi-tingginya.
5. Menanamkan cita-cita dan kepribadian yang mantap sehingga mampu mengembangkan
diri sendiri dan mampu menghadapi hambatan-hambatan dalam keadaan bagaimanapun juga.

Sementara untuk gambaran kepribadian pelatih dengan berbagai sifat sebagai cirinya
yang oleh Tutko dan Richards (1971) dibedakan dalam lima gaya kepemimpinan pelatih yang
terdiri dari : the hardnosed authoritarian coach, the nice guy coach, intense or driven coach,
the easy going coach dan the business like coach, bukanlah satu-satunya cara untuk dapat
memahami kepribadian pelatih.
B.Permasalahan
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan membahasnya secara rinci
berdasarkan kajian beberapa literatur yang relevan, yang memfokuskan pada permasalahan
secara spesifik. Adapun permasalahan tersebut penulis rinci sebagai bentuk pertanyaan Apa
implementasi nilai pedagogi dan apa nilai-nilai penting dari falsafah, tugas, peran dan
kepribadian pelatih.
C.Tujuan
Makalah ini bertujuan mendeskripsikan berbagai penomena pelatih khususnya yang
berkenaan dengan falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih. Selain itu nilai-nilai apa
yang penting dan bagaimana implementasi nilai pedagogi dari falsafah, tugas, peran dan
kepribadian pelatih.
D.Metoda
Dalam memecahkan masalah dalam makalah ini, menggunakan metoda studi litelatur,
dimana penulis mencoba untuk mengeksplorasi berbagai referensi yang relevan dengan topik
permasalahan yang penulis bahas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. FALSAFAH PELATIH
Berbicara tentang falsafah tentu saja setiap orang mempunyai falsafah hidup masing-
masing, termasuk juga dengan pelatih. Dan sebelum kita membahas lebih dalam tentang
falsafah pelatih, tentu kita harus mengenal terlebih dahulu apa arti dari falsafah itu sendiri.
Salah satu arti dari falsafah adalah bahwa falsafah ialah suatu system dari prinsip-prinsip
yang dipakai untuk membimbing orang dalam kegiatan-kegiatannya. (Harsono:1988).
Jadi kalau kita bicara mengenai falsafah kepelatihan, kita bicara mengenai suatu
perangkat sikap (attitudes) atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan perilaku di
dalam situasi-situasi praktek. Ada pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah
“memenangkan setiap pertandingan”.
Maka sikap dan perilakunya, serta cara menangani olahraganya dan atlet-atletnya
adalah tercermin dalam falsafahnya tersebut. Berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah
coachingnya adalah menanamkan kepribadian yang baik dan prilaku etis pada atlet-atletnya.
Penangannya juga akan berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya lain.
Dengan mengobservasi perilaku para atletnya, kita biasanya akan dapat mengetahui
falsafah pelatihnya. Gaya permainan para atletnya, rasa hormat (respect) yang diperlihatkan
kepada para ofisial dan lawan-lawannya, bahasa yang digunakannya. Perilaku di luar
lapangan, kesanggupan untuk mengatasi stress-stress pertandingan, semangat bertandingnya,
kesetiaan terhadap teman dan timnya, staminanya pada akhir-akhir pertandingan, ya,, sampai
kepada kostum latihan dan pertandingannya, itu semua dapat merupakan sebagian dari
indikator –indikator yang mencerminkan falsafah pelatihnya.
Aspek-aspek falsafah dan etika coaching adalah saling berhubungan, yang keduanya
mengacu kepada system nilai-nilai seseorang, sikap, kepercayaan (belief), dan prinsip-prinsip
yang menuntun (guide) perilaku orang sebagaii pelatih (Harsono:1988).
1. MOTIVASI MNJADI PELATIH
Motivasi memilih karier menjadi pelatih tentu saja setiap orang tidak sama, ada yang
memilih karier menjadi pelatih atas dasar ia ingin mengamalkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya kepada orang lain, atau ada juga yang beranggap dengan
menjadi pelatih ia bisa mendapat kepuasan setelah atlet didikannya memperlihatkan
peningkatan prestasi. Namun selain itu ada juga yang beranggapan dengan menjadi pelatih
ia akan memperoleh kekuasaan, seperti halnya memperoleh status dan pengakuan
dimasyarakat. Ada pula yang memang senang mengasuh anak-anak muda dan senang akan
keterlibatan yang terus menerus dalam sensasi stress dan sensasi pertandingan. Dan tidak
sedikit pula yang menjadikan keahlian melatihnya semata-mata sebagai sumber hidupnya.
2. HARAPAN ORANG DARI SEORANG PELATIH
Dalam setiap profesi musti ada kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh
anggotanya. Demikian pula dalam profesi melatih. Ada seperangkat ketentuan dan kewajiban
moral yang harus kita patuhi, yaitu berperilaku dan berkiprah sesuai dengan norma-norma,
tujuan-tujuan, serta cita-cita tinggi dari profesi tersebut. Perangkat ketentuan-ketentuan
tersebut biasanya dituangkan di dalam kode etik pelatih.
Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam pendapatnya dan tingkah lakunya
dalam melaksanakan tugasnya sebagai coach dan dalam membina atletnya-atletnya untuk
memperkembangkan secara optimal kesehatan fisik, mental, spiritual, dan sosialnya. Di
samping itu tugasnya adalah juga untuk memperkembangkan keterampilan motorik dan
prestasi atlet, perilaku etis, moral yang baik, kepribadian, dan respek terhadap orang lain.
Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam watak luhurnya, pertimbangan-
pertimbangan intelektualnya, sportivitasnya, dan sifat-sifat demokratisnya.
Coach harus pula dapat memberikan bimbingan agar atlet-atletnya bisa berdikari
dalam hidupnya kelak dan menjadi warga negara yang baik. Itu semua adalah (dan
seharusnya) merupakan tanggungjawab seorang pemimpin olahraga, dan dengan sendirinya
juga yang diharapkan dari seorang pelatih. (Harsono:1988).
3. DILEMA PELATIH
Karena sering kali kurang memperlihatkan pentingnya tujuan berolahraga ini, dan
selalu merasa bahwa kepintaran coachingnya senantiasa dinilai oleh masyarakat dengan
menang kalahnya atlet-atletnya dalam pertandingan, maka mereka seringkali lupa akan tugas-
tugas moral dan tujuan-tujuan yang murni dari olahraga. Oleh karena itu sering kali pelatih
mengahalalkan segala macam cara untuk bisa memenangkan pertandingan. Hal negatif inilah
yang serring kali menyebabkan olahraga menjadi suatu aktivitas komersial dan bukan lagi
sesuatu yang menyenangkan dan yang dapat dinikmati.
B. TUGAS PERAN DAN KEPRIBADIAN PELATIH
Tugas pelatih bukan hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi lebih
jauh dari itu, pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam
olahraga. Artinya bukan hanya juara yang dikejar oleh pelatih akan tetapi prilaku sosial atlet
juga harus dapat perhatian, karena atlet adalah model bagi masyarakat. Apalagi bagi anak-
anak seorang pemain yang juara suka dijadikan sebagai idola hidupnya. Sudah kebayang
apabila ada seorang atlet yang memiliki perilaku buruk, maka secara tidak langsung akan
diikuti oleh penggemar-penggemarnya.
Jauh dari itu seorang pelatih harus mampu menjadi guru sebagai pendidik, bapak,
teman sejati. Sebagai guru pelatih akan disegani dan dihormati, sebagai bapak dia akan
dicintai oleh atletnya, dan sebagai teman hanya dia yang akan dipercaya apabila atlet
memiliki masalah yang bersifat pribadi.
Begitu kompleks dan rumitnya peran dan tugas sebagai seorang pelatih.
Dibawah ini akan diuraikan beberapa tugas utama seorang pelatih, dan juga termasuk
bagaimana sebenarnya perilaku seorang pelatih dalam masyarakat.
1. Perilaku.
Perilaku seorang pelatih dimasyarakat harus menjadi contoh yang baik dalam
masyarakat, artinya jangan sampai seorang pelatih ada perilakunya yang tidak sesuai dengan
norma atau aturan-aturan kehidupan dalam masyarakat.
Karena kehidupan seorang pelatih selalu jadi sorotan masyarakat, sehingga apabila
ada tindak tanduk perilaku yang tidak baik maka dengan cepat akan menyebar ke seluruh
masyarakat dan ini akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri juga bagi tim yang di
asuhnya.
2. Kepemimpinan.
Jiwa kepemimpinan harus dimiliki oleh seorang pelatih. Bagaimana mau diturut atau
digugu oleh atletnya apablia ia tidak memiliki sikap sebagai seorang pemimpin. Pemimpin
yang baik ialah yang disegani bukan ditakuti. Sebagai seorang pemimpin harus mampu
memberikan motivasi kepada atletnya juga harus mau menerima saran dari para
pembantunya. Juga sifat seorang pemimpin akan terlihat dalam kondisi yang sekalipun kritis .
Contohnya dalam keadaan klubnya atau atletnya kalah seorang pelatih harus bisa
memperlihatkan sifat getelmennya.
3. Sikap sportif.
Pelatih harus memberikan contoh sikap yang sportif kepada atletnya. Artinya dalam
kondisi atau situasi apapun kita harus bisa menghormati keputusan yang dibuat oleh wasit,
walaupun sebenarnya keputusan wasit itu sangat merugikan klub atau atletnya dan
menghormati kemenangan lawan, akan tetapi bukan berarti kita harus sering mengalah
melainkan kita kalah dengan terhormat.
4. Pengetahuan dan Keterampilan.
Tidak diragukan lagi bahwa seorang pelatih harus memiliki dan menguasai
pengetahuan yang luas terutama pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang mendukung dalam
proses pelatihan, juga harus mampu memberikan contoh yang baik dalam hal keterampilan
cabang olahraganya.
Dari sini kita bisa menangkap bahwa seorang pelatih itu harus memiliki ilmu
pengetahuan tentang ilmu pelatihan, ini berarti pelatih itu ada sekolahnya atau ada pendidikan
secara formalnya. Begitu juga mengenai kemampuan keterampilannya ini akan lebih baik jika
pelatih itu adalah orang yang berpendidikan dalam ilmunya juga mantan atlet cabang
olahraga tersebut, akan tetapi ilmu pengetahuannyalah yang lebih penting dalam mendukung
prestasi dalam melatihnya.
5. Keseimbangan emosional.
Kemampuan bersikap wajar dalam kondisi dan situasi yang sangat tertekan, atau
terpaksa harus menerima kenyataan dilapangan padahal klubnya dirugikan itu adalah
cerminan tingkat keseimbangan emosional yang baik. Seorang pelatih akan selalu ada dalam
tingkat stress yang tinggi, tekanan emosional, suasana ketegangan yang terus menerus
terutama pada saat kompetisi sedang berlangsung, ini artinya seorang pelatih harus mampu
mengendalikan emosinya (self control), dan yang penting lagi sifat ini harus mampu
ditularkan kepada atlet-atletnya.
6. Imajinasi.
Kemampuan ini adalah kemampuan untuk membentuk hayalan-hayalan mental
tentang obyek yang tidak nampak. Ini biasanya dibutuhkan dalam kreativitas untuk merubah-
rubah kondisi dilapangan atau strategi yang baik untuk mensiasati lawan supaya mencapai
kemenangan. Ini biasanya tertuang dalam proses latihan yang selalu menciptakan hal-hal
yang baru, juga dalam taktik permainan baik taktik menyerang atau taktik bertahan.Bahkan
dalam keadaan sedang bermain atletnya pelatih dapat merubah-rubah taktik yang dipakai,
sehingga lawan sulit untuk membaca permainan yang diterapkannya.
7. Ketegasan dan Keberanian.
Seorang pelatih harus memiliki keberanian yang tegas dalam mengambil keputusan
pada kondisi yang tertekan. Seorang pelatih tidak boleh mendengar ucapan-ucapan penonton
yang memberikan saran untuk mengganti pemain atau menukar posisi dalam situasi
pertandingan. Karena yang mengetahui kondisi permainan dan kondisi atletnya hanyalah
pelatihnya sendiri oleh karena itu keputussan yang diambilpun harus berdasarkan pada
analisanya sendiri.
8. Humor.
Satu sifat yang tampaknya enteng padahal ssangat perlu, citra rasa humor yang tinggi
akan lebih mendekatkan hubungan dengan para atletnya. Kemampuan untuk membuat orang
lain tertawa akan membawa pada situasi yang menyegarkan, rileks, dan ini akan membawa
dampak yang positif kepada atletnya, karena dengan humor akan menurunkan tingkat
ketegangan yang dirasakan oleh atlet.
9. Kesehatan.
Betapa beratnya tugas seorang pelatih, disamping tugas sehari-harinya dia juga harus
mempersiapkan program untuk latihan esok harinya, mengevaluasi dan menganalisa hasil
kerjanya dalam hal melatih apakah ada kemajuan atau mandeg atau bahkan mundur, ini
merupakan tugas yang sangat berat, apalagi pada saat terjun dilapangan memberikan contoh
gerakan yang baik, atau bahkan ikut dalam proses latihan. Ini semua menuntut kesehatan dan
vitalitas yang tinggi dari seorang pelatih.
10. Administator.
Pelatih juga sebagai pengelola olahraga, oleh karena itu ia harus mampu
mengorganisir program latihan dan pertandingan, menginventalisir data-data atletnya, data
kondisi fisiknya, bahkan kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh atletnya tidak boleh
terlewatkan dari analisanya.
11. Pendewasaan anak.
Perkembangan serta pendewasaan anak, termasuk mengajar sifat-sifat kepemimpinan,
kekompakan tim, mengambil inisiatif, ambisi disiplin tentunya sangatlah penting
diperhatikan oleh seorang pelatih. Salah satu contohnya bagaimana menangani masalah
menang dan kalah. Atlet harus belajar bagaimana hidup dalam kemenangan dan bagaimana
dalam kekalahan. Mengajar mereka bagaimana mengelola sukses secara santun adalah
penting akan tetapi yang lebih penting lagi bagaimana mereka mengelola kalah dengan baik.
Atlet harus diajar untuk senantias berusaha untuk mencoba terus dan selalu ingat bahwa
masih ada hari esok.
12. Kegembiraan Berlatih.
Pelatih harus dapat mengajarkan kegembiraan bermain dan berlatih. Kegembiraan
bermain dan berlatih tersebut bisa diselipkan dalam latihan-latihan, akan tetapi dengan tetap
tidak melupakan disiplin.
13. Hargai Wasit.
Pelatih raus dapat menghargai keputusan-keputusan wasit dan ofisial pertandingan
lainnya. Kendatipun tidak setuju dengan keputusan wasit salurkanlah melalui proses yang
resmi.
14. Hargai Tim Tamu.
Pelatih harus memperlakukan tim tamu dengan menyuguhkan permainan yang seru
dan bermutu dengan tetap menjunjung rasa sportifitas dan mengedepankan fair play.
15. Perhatian Pribadi.
Pelatih yang sukses biasanya adalah pelatih yang sangat memperhatikan atlet-atletnya,
karena setiap atlet merasa bahwa dia mendapat perhatian pribadi dari pelatihnya. Atlet ingin
agar dia diakui sebagai orang dan bukan sebagai sesuatu yang hanya dipergunakan untuk
pertandingan. Sukses akan diperoleh kalau perhatian banyak ditujukan kepada kebutuhan-
kebutuhan atlet.
16. Berpikir Positif.
Pelatih harus melatih atlet-atletnya agar mereka selalu berpikiran positi, optimistic.
Dan selalu memusatkan pada kekuatan yang miliki bukan kepada kelamahan pada saat
disetiap pertandingan.
17. Larang Judi.
Pelatih harus berani untuk melarang judi kepada atletnya dan apabila ada yang
melakukannya tentu saja pelatih harus berani memberikan sanksi bagi atletnya.
18. Berbahasa Baik dan Benar.
Berbicara didepan umumm dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar tentu
saja selain dapat dengan mudah dicerna juga bisa menaikan prestise pelatih itu sendiri dimata
para pendengarnya.
19. Mengisukan Orang.
Pelatih yang baik sebaiknya jangan mengkritik, mengisukan, menceritakan
kekurangan-kekurangan atlet, pelatih lain, atau ofesial lain kepada orang lain. Kalau
sekiranya perlu untuk memberikan contoh mengenai kekurangan-kekurangan demikian,
alangkah baiknya menyebutnya secara umum.
20. Menggunakan Wewenang.
Pelatih janganlah menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, seperti halnya
dnegan menerima hadiah yang bisa memberikan peluang untuk dirinya menyimpang dari
kode etik profesinya.
21. Sikap Mental.
Pelatih harus secara sungguh-sungguh untuk mempersiapkan mentalnya seperti
halnya siap mengabdikan diri sepenuhnya, mengamalkan segala pengetahuan yang dimiliki
dan yang terpenting berani berkorban baik fisik maupun mental untuk profesinya tersebut.
22. Hubungan Dengan Para Asisten Pelatih.
Hubungan yang baik antara pelatih dengan para asistennya adalah penting oleh karena
turut menentukan sukses tidaknya tim yang dilatihnya. Diantaranya sebagai pelatih harus
merupakan sebagai bapak yang selalu memberikan bimbingan dan adanya rangsang kepada
asistennya, menerima silang pendapat dengan para asistennya bila ada suatu masalah yang
perlu dipecahkan, selalu menerima dengan tangan terbuka baik padangan maupun kritik yang
diberikan para asistennya, tidak selalu menumpahkan segala kesalahan kepada para
asistennya akan tetapi selalu menjalin kerjasama dengan baik yang didasarkan atas
kepentingan bersama.
Selain apa yang dipaparkan di atas, untuk dapat melakukan tugas dan peranan pelatih
dengan sebaik-baiknya maka beberapa hal dibawah ini perlu mendapat perhatian. yaitu ;
1. Terlebih dahulu perlu diciptakan komunikasi yang sebaik-baiknya antar pelatih dengan
atlet.
Bagaimanapun hebatnya seorang pelatih tidak akan dapat membina atlet dengan baik
apabila tidak ada kesediaan psikologik dari atlet untuk mendengarkan dan menerima
petunjuk-petunjuk dari pelatihnya. Interaksi edukatif perlu diciptakan oleh pelatih, yaitu
interaksi antara pelatih dan atlet, dan antara sesama atlet yang didasarkan atas nilai-nilai
pendidikan, yaitu antara lain rasa keakraban, keterbukaan, penuh kasih sayang, kesedian
untuk dikoreksi, menerima saran-saran dan sebagainya, yang semua itu didasarkan atas sikap-
sikap positif konstuktif.
2. Memahami watak, sifat-sifat, kebutuhan dan minat atlet sebagaimana dikatakan Dewey
(1964) keberhasilan pendidikan juga akan ditentukan oleh seberapa jauh kita
memperhatikan minat (interest), kebutuhan (needs) dan kemampuan (ability) yang harus
dikembangkan dari subyek didik.
3. Pelatih harus mampu menjadi motivator yang baik sebagaimana dikatakan Singer (1984):
“To be agood coach one has to be a good motivator”, karena pada akhirnya keberhasilan
penampilan seorang atlet akan bergantung pada diri atlet itu sendiri.

4. Tugas pelatih yang tidak boleh diabaikan yaitu membantu atlet dalam memecahkan
problema-problema yang dihadapi, baik problema yang dihadapi dalam latihan dan
pertandingan, maupun problema dalam keluarga, sekolah ataupun pekerjaan.

Sementara untuk kepribadian pelatih akan dibahas pula gaya kepempimpinan pelatih
dengan membanding-bandingkan sifat-sifat pelatih dengan berbagai kelebihan dan
kekurangnya yaitu dengan membedakan gaya kepemimpinan pelatih atas dasar sifat-sifat
kepribadiannya (Tutko dan Richards (1971) seperti di bawah ini.
1. The Hardnosed authoritarian coach. Adalah gambaran seorang pelatih yang bergaya
jagoan yang merasa yakin dalam tindakan-tindakan menetapkan sasaran atau target,
mendorong atlet untuk berjuang mencapai target yang ditetapkan.
Gaya pelatih seperti ini banyak terdapat pada pelatih- pelatih muda (tidak semua) dengan
ciri-ciri : sangat disiplin, sering memaksakan peraturan dengan ancaman hukuman, sangat
kaku dalam menerapkan jadwal dan rencana, dapat bertindak kejam dan sadis, kurang hangat
dalam pergaulan, dapat mengorganisasikan sesuatu dengan baik dan terencana dengan baik,
segan berhubungan dekat dengan orang lain, sering bersikap moralitas dan religius, keras
memegang pendirian sering berprasangka, lebih senang mempunyai asisten orang-orang yang
lemah, untuk menimbulkan motivasi menggunakan perlakuan-perlakuan (push ups, lari
keliling, dsb nya).
Kebaikan dari gaya pelatih seperti ini antara lain : terbentuknya displin yang kuat, team
yang mampu bermain keras dan agresif, team terorganisir baik, biasanya kondisi fisik
anggota tema lebih baik dari lain team, team spirit baik pada saat menang.
Beberapa hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : team mudah
mendiskusikan sesuatu apabila ada hal-hal yang tidak baik dalam suasana yang tidak
menyenangkan, pemain-pemain yang sensitive mudah droup out, sering membenci atau
khawatir, suasana team tegang.
2. The Nice guy coach.
Adalah pelatih yang bergaya seperti bujangan yang pandai bergaul, rumahnya selalu
terbuka bagi para atlet ; dengan memiliki ciri-ciri : disenangi banyak orang, penuh perhatian
kepada orang lain, penumbuhkan motivasi dengan cara positif, terlalu fleksibel dalam
membuat perencanaan namun kadang-kadang menjadi kacau balau, seiring mencoba-coba
sesuatu dan terbuka terhadap saran-saran.
Kebaikan pelatih dengan gaya seperti ini, yaitu antara lain : ikatan team kuat/akrab, atlet
sering menunjukan prestasi melebihi apa yang diharapkan, suasana team rileks penuh
kekeluargaan, permasalahan-permasalahan atlet dapat ditangani lebih efektif. Mengenai hal-
hal yang kurang menguntungkan, antara lain : pelatih sering kelihatan lemah, atlet berbakat
kurang ditangani dengan baik, dapat kehilangan atlet-atlet yang mempunyai sifat pemalu.
3. Intense or driven coach.
Intense atau driven coach dalam banyak hal sifat-sifatnya mirip dengan the hardnosed
authoritarian coach, bedanya drive coach lebih emosional dan tidak suka menghukum.
Adapun ciri driven coach adalah : mudah kelihatah khawatir dan bingung, suka
mendramatisasikan keadaan, segala sesuatu ditangani secara pribadi, selalu memiliki
pengetahuan yang lengkap mengenai permainan dan segala peraturannya, selalu berkemauan
keras melibatkan diri dan tidak pernah puas dengan apa yang dihasilkan, menyediakan
seluruh waktu untuk memahami permasalahan yang dihadapi, memotivasi atlet atas dasar
pengalaman pribadi.
Kebaikan dari driven coach yaitu antara lain : tema yang dibina pada umumnya sikses
dalam pertandingan, team dibantu sepenuhnya kalau mau kerja keras, pelatih tersebut
biasanya kerja lebih keras daripada atlet yang dibinanya.
Adapun kelemahan atau hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : suka
menakut-nakuti atlet dalam upaya member tantangan, kemungkinan team mengalami burn
out sebelum berakhir season, membenci atlet yang menunjukkan penampilan malas, mudah
kehilangan atlet karena kurang ditangani dengan baik, tuntutannya sering tidak realistic,
sering anggota team malu mengenai penampilannya yang emosional.
4. The easy going coach
Pelatih ini sering menganggap enteng permasalahan, merupakan pelatih yang memiliki
sifat kebalikan dari driven coach yang penuh semangat dan suka memaksa. Adapun ciri-
cirinya yaitu antara lain : tidak pernah tampak serius menghadapi segala sesuatu, enggan
membuat jadwal kerja, tidak pernah mendesah segalanya dilihatnya mudah, member kesan
bahwa semuanya dapat dikendalikan sehingga pada saat –saat tertentu kelihatan malas.
Kebaikan pelatih ini antara lain : team hanya mengalami sedikit tekanan, penanganan
team kurang untuk dapat kerja keras, segala sesuatu didapat dengan mudah oleh team,
menumbuhkan perasaan tidak tergantung pada pelatih, sehingga pelatih lebih menyerupai
guide dan konsultan.
Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan,, yaitu antara lain : sering pelatih tampak
tidak mampu menguasai pemainnya, sering tampak seperti playboy tidak senang olahraga,
team sering tidak dalam kondisi fisik yang baik karena kurang keras latihan, adanya tekanan
karena tidak menangani team dengan baik dapat mudah menimbulkan panik, pelatih sering
tampak tidak ambil pusing oleh keadaan.
5. The business like coach
Pelatih yang bergaya seperti business men ini sangat berhasrat untuk belajar,
mempelajari sesuatu, selalu berusaha mendapat informasi terbaru, biasanya selfish yaitu
memiliki sifat semau sendiri.
Adapun ciri business like coach yaitu : menggunakan pendekatan dalam olahraga atas
dasar untung rugi, pendekatannya sangat logis, tampaknya berpribadi dingin tidak hangat
dalam pergaulan, pemikirannya tajam, pikiran utamanya ditujukan pada lawan bertanding,
pragmatis dan tekun.
Kebaikan pelatih ini antara lain : team selalu up to date dalam penguasaan teknik-
teknik baru, team tampak terorganisasi secara strategis untuk dapat mencapai sukses, atlet
merasa percaya dirinya berkembang melalui organisasi yang dikelola secara cerdik.
Segi-segi kekurangan yang terjadi antara lain : sering timbul rasa dianggap tidak
penting, team spirit kurang, sulit menghadapi atlet yang kurang terorganisasi dengan baik,
mudah kehilangan atlet karena kurang motivasi secara emosional.
BAB III

A. KESIMPULAN DAN SARAN


Lahirnya seorang juara tidak dapat dilepaskan dari peranan pelatih. Meskipun bakat
pembawaan merupakan modal dasar lahirnya seorang juara, namun persaingan ketat dalam
olahraga dewasa ini telah melibatkan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga
tentu saja pelatih sangat memegang peran utama.

Kewajiban dan tugas seorang pelatih sangat luas dan komplek, maka dalam kehidupan
sehari-hari pelatoh sebagai seorang model atau panutan para atletnya serta senantiasa
bertindak sebagai bapak atau seorang teman yang merupakan tempat tumpuan curahan isi hati
setiap atlet. Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu
atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningktakna bakat
kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta
kepribadian pada umumnya.

Kepribadian manusia dapat dibedakan atas sifat-sifat yang dimilkinya, dan kombinasi
dari sifat-sifat tersebut dapat bervariasi, berpuluh-puluh kemungkinan variasi sehingga dapat
menimbulkan lebih dari lima pola/gaya kepemimpinan pelatih.

Intinya sifat dan kepribadian pelatih akan banyak turut menentukan keberhasilan atau
tidak tugas pengabdiannya. Sehingga kalau kita berbicara tentang kepribadian seorang pelatih
maka hal ini tidaklah dapat dipisahkan dengan kepemimpinannya dalam melatih. Dan bila
kita membicarakan mengenai kepemimpinan maka sudah barang tentu akan menyangkut sifat
dan ciri-ciri kepribadian seseorang.

Seorang pelatih disamping falsafah hidup yang benar, ia juga harus memiliki falsafah
yang baik tentang olahraga dan latihan. Ia harus sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah
benar, bermanfaat, bertujuan dan merupakan sumbangan yang vital guna mencapai tujuan-
tujuan tersebut. Ia adalah seorang guru, pendidik dan seorang ayah. Sehingga segala
ucapannya dan tindak tanduknya akan pula mempunyai peranan yang penting dalam
pembentukan falsafah hidup si anak/atlet.

Anda mungkin juga menyukai