Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Lahirnya seorang juara tidak dapat dilepaskan dari peranan pelatih. Meskipun bakat
pembawaan merupakan modal dasar lahirnya seorang juara, namun persaingan ketat
dalam olahraga dewasa ini telah melibatkan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu,
sehingga tentu saja pelatih sangat memegang peran utama.

Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet
agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningkatkan bakat
kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi
serta kepribadian pada umumnya.

Dalam olahragapun tentunya kita sepakat bahwa atlet diharapkan dapat berbuat sebaik
–baiknya, selain kemampuan pribadinya dapat berfungsi baik dalam suatu tingkat
integrasi tertentu, juga menunjukkan kematangan emosional serta dapat menguasai
dirinya.

Atas dasar itulah sehingga nantinya kita berharap bahwa olahraga dapat memberi
dampak positif pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam
bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para
pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, disiplin yang akhirnya dapat diharapkan
menjadi warga negara yang baik.

Selain itu kita juga berharap tentu saja tugas pelatih bukan sekedar hanya membantu
atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur
yang terkandung di dalam olahraga. Semua itu bisa terwujud apabila setiap pelatih bisa
memahami sifat-sifat kepribadiannya sendiri untuk dapat menyadari kelemahan-
kelemahannya, dan selanjutnya berusaha mencapai target yang ditetapkannya, untuk
mencapai prestasi lebih tinggi, memenangkan pertandingan atau memecahkan rekornya
sendiri.

Namun kenyataan dilapangan tak jarang kita masih melihat beberapa pelatih yang
belum memposisikan dirinya sebagai pelatih yang benar- benar sesuai dengan apa yang
sudah menjadi norma dan tugas tanggung jawabnya, diantaranya dengan
mempertontonkan tingkah lakunya ketika sedang dalam pertandingan yang tentu saja
jauh dari keinginan dari harapan masyarakat pada umumnya.

Sebagai contoh kasus, penulis mencoba menampilkan dua pelatih yang kurang
menerima kekalahan timnya, contoh pertama pelatih Persik Kediri Jaya Hartono,
pihaknya mengaku timnya telah dikerjai oleh wasit saat melawan Perseman Manokwari
dalam laga terakhir putaran pertama Grup II Liga Divisi Utama Indonesia Ti-Phone di
Stadion Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, Minggu (6/2) lalu. Bahkan ia menuding
timnya telah dikerjain wasit, sehingaa permainan pun tidak berjalan secara fair play.
"Kami dikerjai oleh wasit habis-habisan. Permainan tidak berjalan secara fair play.
Sehingga kami banyak dirugikan dengan keputusan yang sifatnya kontroversial," kata
Jaya Hartono sebagaimana dilansir GOAL.com Indonesia.
Hal serupa tentu saja tidak terjadi hanya diliga Indonesia, bahkan di liga seri A dunia,
seperti halnya pelatih Napoli Walter Mazzari yang tidak puas dengan wasit saat
pasukannya dibekap Ac Milan. Bahkan

Mazzari mempertanyakan keputusan Nicola Rizzoli mengusir keluar Michele Pazienza di


menit 45, dan menganggap wasit tidak cermat melihat bahwa Napoli layak mendapat
penalti saat Lavezzi dijatuhkan Sokratis di kotak penalti. Atas ketidak puasannya
tersebut bahkan Mzzari sempat menyidir wasit dengan pertanyaan “Saya tidak ingin
berbicara soal wasit. Wasit harus menunjukan konsistensi dalam semua situasi di
sebuah pertandingan. Hand ball untuk Napoli, juga hand ball untuk Milan (bila
kejadiannya sama),” ungkap Mazzari, seperti dikutip Football-Italia.

Atas penomena di atas tentu saja kita sepakat bahwa banyak pelatih profesional pun
ketika di hadapkan dalam keadaan tertekan mereka menyimpang dari falsafah,
kepribadiannya sebagai pelatih.

B. Permasalahan

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan membahasnya secara rinci


berdasarkan kajian beberapa literatur yang relevan, yang memfokuskan pada
permasalahan secara spesifik. Adapun permasalahan tersebut penulis rinci sebagai
bentuk pertanyaan Apa implementasi nilai pedagogi dan apa nilai-nilai penting dari
falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih.

C. Tujuan

Makalah ini bertujuan mendeskripsikan berbagai penomena pelatih khususnya yang


berkenaan dengan falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih. Selain itu nilai-naial
apa yang penting dan bagaimana implementasi nilai pedagogi dari falsafah, tugas, peran
dan kepribadian pelatih. 

D. Metoda

Dalam memecahkan masalah dalam makalah ini, menggunakan metoda studi litelatur ,
dimana penulis mencoba untuk mengeksplorasi berbagai referensi yang relevan dengan
topik permasalahan yang penulis bahas.

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini tentunya akan membahas lebih dalam lagi tentang falsafah
pelatihan olahraga dan tugas, peran dan kepribadian pelatih.

A.Falsafah Pelatih

Berbicara tentang falsafah tentu saja setiap orang mempunyai falsafah hidup masing-
masing, termasuk juga dengan pelatih. Dan sebelum kita membahas lebih dalam tentang
falsafah pelatih, tentu kita harus mengenal terlebih dahulu apa arti dari falsafah itu
sendiri. Salah satu arti dari falsafah adalah bahwa falsafah ialah suatu system dari
prinsip-prinsip yang dipakai untuk membimbing orang dalam kegiatan-kegiatannya.
(Harsono:1988).

Jadi kalau kita bicara mengenai falsafah kepelatihan, kita bicara mengenai suatu
perangkat sikap (attitudes) atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan
perilaku di dalam situasi-situasi praktek. Ada pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya
adalah “memenangkan setiap pertandingan”. Maka sikap dan perilakunya, serta cara
menangani olahraganya dan atlet-atletnya adalah tercermin dalam falsafahnya tersebut.
Berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah menanamkan
kepribadian yang baik dan prilaku etis pada atlet-atletnya. Penangannya juga akan
berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya lain.

Dengan mengobservasi perilaku para atletnya, kita biasanya akan dapat mengetahui
falsafah pelatihnya. Gaya permainan para atletnya, rasa hormat (respect) yang
diperlihatkan kepada para ofisial dan lawan-lawannya, bahasa yang digunakannya.
Perilaku di luar lapangan, kesanggupan untuk mengatasi stress-stress pertandingan,
semangat bertandingnya, kesetiaan terhadap teman dan timnya, staminanya pada akhir-
akhir pertandingan, ya,, sampai kepada kostum latihan dan pertandingannya, itu semua
dapat merupakan sebagian dari indikator –indikator yang mencerminkan falsafah
pelatihnya.

Aspek-aspek falsafah dan etika coaching adalah saling berhubungan, yang keduanya
mengacu kepada system nilai-nilai seseorang, sikap, kepercayaan (belief), dan prinsip-
prinsip yang menuntun (guide) perilaku orang sebagaii pelatih (Harsono:1988).

1. Motivasi menjadi pelatih.

Motivasi memilih karier menjadi pelatih tentu saja setiap orang tidak sama, ada yang
memilih karier menjadi pelatih atas dasar ia ingin mengamalkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya kepada orang lain, atau ada juga yang beranggap dengan
menjadi pelatih ia bisa mendapat kepuasan setelah atlet didikannya memperlihatkan
peningkatan prestasi. Namun selain itu ada juga yang beranggapan dengan menjadi
pelatih ia akan memperoleh kekuasaan, seperti halnya memperoleh status dan
pengakuan dimasyarakat. Ada pula yang memang senang mengasuh anak-anak muda
dan senang akan keterlibatan yang terus menerus dalam sensasi stress dan sensasi
pertandingan. Dan tidak sedikit pula yang menjadikan keahlian melatihnya semata-mata
sebagai sumber hidupnya.

2. Harapan orang dari seorang pelatih.

Dalam setiap profesi musti ada kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh
anggotanya. Demikian pula dalam profesi melatih. Ada seperangkat ketentuan dan
kewajiban moral yang harus kita patuhi, yaitu berperilaku dan berkiprah sesuai dengan
norma-norma, tujuan-tujuan, serta cita-cita tinggi dari profesi tersebut. Perangkat
ketentuan-ketentuan tersebut biasanya dituangkan di dalam kode etik pelatih.

Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam pendapatnya dan tingkah lakunya
dalam melaksanakan tugasnya sebagai coach dan dalam membina atletnya-atletnya
untuk memperkembangkan secara optimal kesehatan fisik, mental, spiritual, dan
sosialnya. Di samping itu tugasnya adalah juga untuk memperkembangkan keterampilan
motorik dan prestasi atlet, perilaku etis, moral yang baik, kepribadian, dan respek
terhadap orang lain.
Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam watak luhurnya, pertimbangan-
pertimbangan intelektualnya, sportivitasnya, dan sifat-sifat demokratisnya.

Coach harus pula dapat memberikan bimbingan agar atlet-atletnya bisa berdikari dalam
hidupnya kelak dan menjadi warga negara yang baik. Itu semua adalah (dan seharusnya)
merupakan tanggungjawab seorang pemimpin olahraga, dan dengan sendirinya juga
yang diharapkan dari seorang pelatih. (Harsono:1988).

3. Dilema pelatih

Karena sering kali kurang memperlihatkan pentingnya tujuan berolahraga ini, dan selalu
merasa bahwa kepintaran coachingnya senantiasa dinilai oleh masyarakat dengan
menang kalahnya atlet-atletnya dalam pertandingan, maka mereka seringkali lupa akan
tugas-tugas moral dan tujuan-tujuan yang murni dari olahraga. Oleh karena itu sering
kali pelatih mengahalalkan segala macam cara untuk bisa memenangkan pertandingan.
Hal negatif inilah yang serring kali menyebabkan olahraga menjadi suatu aktivitas
komersial dan bukan lagi sesuatu yang menyenangkan dan yang dapat dinikmati.

B.Tugas, Peran dan Kepribadian Pelatih

Tugas pelatih bukan hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi lebih jauh
dari itu, pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam
olahraga. Artinya bukan hanya juara yang dikejar oleh pelatih akan tetapi prilaku sosial
atlet juga harus dapat perhatian, karena atlet adalah model bagi masyarakat. Apalagi
bagi anak-anak seorang pemain yang juara suka dijadikan sebagai idola hidupnya.
Sudah kebayang apabila ada seorang atlet yang memiliki perilaku buruk, maka secara
tidak langsung akan diikuti oleh penggemar-penggemarnya. Jauh dari itu seorang
pelatih harus mampu menjadi guru sebagai pendidik, bapak, teman sejati. Sebagai guru
pelatih akan disegani dan dihormati, sebagai bapak dia akan dicintai oleh atletnya, dan
sebagai teman hanya dia yang akan dipercaya apabila atlet memiliki masalah yang
bersifat pribadi. Begitu kompleks dan rumitnya peran dan tugas sebagai seorang pelatih.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa tugas utama seorang pelatih, dan juga termasuk
bagaimana sebenarnya perilaku seorang pelatih dalam masyarakat.

1. Perilaku. Perilaku seorang pelatih dimasyarakat harus menjadi contoh yang baik
dalam masyarakat, artinya jangan sampai seorang pelatih ada perilakunya yang tidak
sesuai dengan norma atau aturan-aturan kehidupan dalam masyarakat. Karena
kehidupan seorang pelatih selalu jadi sorotan masyarakat, sehingga apabila ada tindak
tanduk perilaku yang tidak baik maka dengan cepat akan menyebar ke seluruh
masyarakat dan ini akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri juga bagi tim yang di
asuhnya.

2. Kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan harus dimiliki oleh seorang pelatih. Bagaimana


mau diturut atau digugu oleh atletnya apablia ia tidak memiliki sikap sebagai seorang
pemimpin. Pemimpin yang baik ialah yang disegani bukan ditakuti. Sebagai seorang
pemimpin harus mampu memberikan motivasi kepada atletnya juga harus mau
menerima saran dari para pembantunya. Juga sifat seorang pemimpin akan terlihat
dalam kondisi yang sekalipun kritis . Contohnya dalam keadaan klubnya atau atletnya
kalah seorang pelatih harus bisa memperlihatkan sifat getelmennya.

3. Sikap sportif. Seorang pelatih harus memberikan contoh sikap yang sportif kepada
atletnya. Artinya dalam kondisi atau situasi apapun kita harus bisa menghormati
keputusan yang dibuat oleh wasit, walaupun sebenarnya keputusan wasit itu sangat
merugikan klub atau atletnya dan menghormati kemenangan lawan, akan tetapi bukan
berarti kita harus sering mengalah melainkan kita kalah dengan terhormat.

4. Pengetahuan dan keterampilan. Tidak diragukan lagi bahwa seorang pelatih harus
memiliki dan menguasai pengetahuan yang luas terutama pengetahuan tentang ilmu-
ilmu yang mendukung dalam proses pelatihan, juga harus mampu memberikan contoh
yang baik dalam hal keterampilan cabang olahraganya.

Dari sini kita bisa menangkap bahwa seorang pelatih itu harus memiliki ilmu
pengetahuan tentang ilmu pelatihan, ini berarti pelatih itu ada sekolahnya atau ada
pendidikan secara formalnya. Begitu juga mengenai kemampuan keterampilannya ini
akan lebih baik jika pelatih itu adalah orang yang berpendidikan dalam ilmunya juga
mantan atlet cabang olahraga tersebut,

akan tetapi ilmu pengetahuannyalah yang lebih penting dalam mendukung prestasi
dalam melatihnya.

5. Keseimbangan emosional. Kemampuan bersikap wajar dalam kondisi dan situasi yang
sangat tertekan, atau terpaksa harus menerima kenyataan dilapangan padahal klubnya
dirugikan itu adalah cerminan tingkat keseimbangan emosional yang baik. Seorang
pelatih akan selalu ada dalam tingkat stress yang tinggi, tekanan emosional, suasana
ketegangan yang terus menerus terutama pada saat kompetisi sedang berlangsung, ini
artinya seorang pelatih harus mampu mengendalikan emosinya (self control), dan yang
penting lagi sifat ini harus mampu ditularkan kepada atlet-atletnya.

6. Imajinasi. Kemampuan ini adalah kemampuan untuk membentuk hayalan-hayalan


mental tentang obyek yang tidak nampak. Ini biasanya dibutuhkan dalam kreativitas
untuk merubah-rubah kondisi dilapangan atau strategi yang baik untuk mensiasati
lawan supaya mencapai kemenangan. Ini biasanya tertuang dalam proses latihan yang
selalu menciptakan hal-hal yang baru, juga dalam taktik permainan baik taktik
menyerang atau taktik bertahan. Bahkan dalam keadaan sedang bermain atletnya
pelatih dapat merubah-rubah taktik yang dipakai, sehingga lawan sulit untuk membaca
permainan yang diterapkannya, dan ini sangat beruntung untuk klub atau atletnya

7. Ketegasan dan keberanian. Seorang pelatih harus memiliki keberanian yang tegas
dalam mengambil keputusan pada kondisi yang tertekan. Seorang pelatih tidak boleh
mendengar ucapan-ucapan penonton yang memberikan saran untuk mengganti pemain
atau menukar posisi dalam situasi pertandingan. Karena yang mengetahui kondisi
permainan dan kondisi atletnya hanyalah pelatihnya sendiri oleh karena itu keputussan
yang diambilpun harus berdasarkan pada analisanya sendiri.

8. Humor. Satu sifat yang tampaknya enteng padahal ssangat perlu, citra rasa humor
yang tinggi akan lebih mendekatkan hubungan dengan para atletnya. Kemampuan
untuk membuat orang lain tertawa akan membawa pada situasi yang menyegarkan,
rileks, dan ini akan membawa dampak yang positif kepada atletnya, karena dengan
humor akan menurunkan tingkat ketegangan yang dirasakan oleh atlet.

9. Kesehatan. Betapa beratnya tugas seorang pelatih, disamping tugas sehari-harinya dia
juga harus mempersiapkan program untuk latihan esok harinya, mengevaluasi dan
menganalisa hasil kerjanya dalam hal melatih apakah ada kemajuan atau mandeg atau
bahkan mundur, ini merupakan tugas yang sangat berat, apalagi pada saat terjun
dilapangan memberikan contoh gerakan yang baik, atau bahkan ikut dalam proses
latihan. Ini semua menuntut kesehatan dan vitalitas yang tinggi dari seorang pelatih.

10. Administator. Pelatih juga sebagai pengelola olahraga, oleh karena itu ia harus
mampu mengorganisir program latihan dan pertandingan, menginventalisir data-data
atletnya, data kondisi fisiknya, bahkan kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh
atletnya tidak boleh terlewatkan dari analisanya.

11. Pendewasaan anak. Perkembangan serta pendewasaan anak, termasuk mengajar


sifat-sifat kepemimpinan, kekompakan tim, mengambil inisiatif, ambisi disiplin
tentunya sangatlah penting diperhatikan oleh seorang pelatih. Salah satu contohnya
bagaimana menangani masalah menang dan kalah. Atlet harus belajar bagaimana hidup
dalam kemenangan dan bagaimana dalam kekalahan. Mengajar mereka bagaimana
mengelola sukses secara santun adalah penting akan tetapi yang lebih penting lagi
bagaimana mereka mengelola kalah dengan baik. Atlet harus diajar untuk senantias
berusaha untuk mencoba terus , dan selalu ingat bahwa masih ada hari esok.

12. Kegembiraan berlatih. Pelatih harus dapat mengajarkan kegembiraan bermain dan
berlatih. Kegembiraan bermain dan berlatih tersebut bisa diselipkan dalam latihan-
latihan, akan tetapi dengan tetap tidak melupakan disiplin.

13. Hargai wasit. Pelatih raus dapat menghargai keputusan-keputusan wasit dan ofisial
pertandingan lainnya. Kendatipun tidak setuju dengan keputusan wasit salurkanlah
melalui proses yang resmi.

14. Hargai tim tamu. Pelatih harus memperlakukan tim tamu dengan menyuguhkan
permainan yang seru dan bermutu dengan tetap menjunjung rasa sportifitas dan
mengedepankan fair play.

15. Perhatian pribadi. Pelatih yang sukses biasanya adalah pelatih yang sangat
memperhatikan atlet-atletnya, karena setiap atlet merasa bahwa dia mendapat perhatian
pribadi dari pelatihnya. Atlet ingin agar dia diakui sebagai orang dan bukan sebagai
sesuatu yang hanya dipergunakan untuk pertandingan. Sukses akan diperoleh kalau
perhatian banyak ditujukan kepada kebutuhan-kebutuhan atlet.

16. Berpikir positif. Pelatih harus melatih atlet-atletnya agar mereka selalu berpikiran
positi, optimistic. Dan selalu memusatkan pada kekuatan yang miliki bukan kepada
kelamahan pada saat disetiap pertandingan.

17. Larang judi. Pelatih harus berani untuk melarang judi kepada atletnya dan apabila
ada yang melakukannya tentu saja pelatih harus berani memberikan sanksi bagi
atletnya.

18. Berbahasa baik dan benar. Berbicara didepan umumm dengan menggunakan bahasa
yang baik dan benar tentu saja selain dapat dengan mudah dicerna juga bisa menaikan
prestise pelatih itu sendiri dimata para pendengarnya.

19. Mengisukan orang. Pelatih yang baik sebaiknya jangan mengkritik, mengisukan,
menceritakan kekurangan-kekurangan atlet, pelatih lain, atau ofesial lain kepada orang
lain. Kalau sekiranya perlu untuk memberikan contoh mengenai kekurangan-
kekurangan demikian, alangkah baiknya menyebutnya secara umum.

20. Menggunakan wewenang. Pelatih janganlah menggunakan wewenang untuk


kepentingan pribadi, seperti halnya dnegan menerima hadiah yang bisa memberikan
peluang untuk dirinya menyimpang dari kode etik profesinya.

21. Sikap mental. Pelatih harus secara sungguh-sungguh untuk mempersiapkan


mentalnya seperti halnya siap mengabdikan diri sepenuhnya, mengamalkan segala
pengetahuan yang dimiliki dan yang terpenting berani berkorban baik fisik maupun
mental untuk profesinya tersebut.

22. Hubungan dengan para asisten pelatih. Hubungan yang baik antara pelatih dengan
para asistennya adalah penting oleh karena turut menentukan sukses tidaknya tim yang
dilatihnya. Diantaranya sebagai pelatih harus merupakan sebagai bapak yang selalu
memberikan bimbingan dan adanya rangsang kepada asistennya, menerima silang
pendapat dengan para asistennya bila ada suatu masalah yang perlu dipecahkan, selalu
menerima dengan tangan terbuka baik padangan maupun kritik yang diberikan para
asistennya, tidak selalu menumpahkan segala kesalahan kepada para asistennya akan
tetapi selalu menjalin kerjasama dengan baik yang didasarkan atas kepentingan
bersama.

Selain apa yang dipaparkan di atas, untuk dapat melakukan tugas dan peranan pelatih
dengan sebaik-baiknya maka beberapa hal dibawah ini perlu mendapat perhatian. yaitu ;

1. Terlebih dahulu perlu diciptakan komunikasi yang sebaik-baiknya antar pelatih


dengan atlet. Bagaimanapun hebatnya seorang pelatih tidak akan dapat membina atlet
dengan baik apabila tidak ada kesediaan psikologik dari atlet untuk mendengarkan dan
menerima petunjuk-petunjuk dari pelatihnya. Interaksi edukatif perlu diciptakan oleh
pelatih, yaitu interaksi antara pelatih dan atlet, dan antara sesama atlet yang didasarkan
atas nilai-nilai pendidikan, yaitu antara lain rasa keakraban, keterbukaan, penuh kasih
sayang, kesedian untuk dikoreksi, menerima saran-saran dan sebagainya, yang semua
itu didasarkan atas sikap-sikap positif konstuktif.

2. Memahami watak, sifat-sifat, kebutuhan dan minat atlet sebagaimana dikatakan


Dewey (1964) keberhasilan pendidikan juga akan ditentukan oleh seberapa jauh kita
memperhatikan minat (interest), kebutuhan (needs) dan kemampuan (ability) yang
harus dikembangkan dari subyek didik.

3. Pelatih harus mampu menjadi motivator yang baik sebagaimana dikatakan Singer
(1984) : “ To be agood coach one has to be a good motivator”, karena pada akhirnya
keberhasilan penampilan seorang atlet akan bergantung pada diri atlet itu sendiri.

4. Tugas pelatih yang tidak boleh diabaikan yaitu membantu atlet dalam memecahkan
problema-problema yang dihadapi, baik problema yang dihadapi dalam latihan dan
pertandingan, maupun problema dalam keluarga, sekolah ataupun pekerjaan. 

Sementara untuk kepribadian pelatih akan dibahas pula gaya kepempimpinan pelatih
dengan membanding-bandingkan sifat-sifat pelatih dengan berbagai kelebihan dan
kekurangnya yaitu dengan membedakan gaya kepemimpinan pelatih atas dasar sifat-
sifat kepribadiannya (Tutko dan Richards (1971) seperti di bawah ini.

1. The Hardnosed authoritarian coach. Adalah gambaran seorang pelatih yang bergaya
jagoan yang merasa yakin dalam tindakan-tindakan menetapkan sasaran atau target,
mendorong atlet untuk berjuang mencapai target yang ditetapkan.

Gaya pelatih seperti ini banyak terdapat pada pelatih- pelatih muda (tidak semua)
dengan ciri-ciri : sangat disiplin, sering memaksakan peraturan dengan ancaman
hukuman, sangat kaku dalam menerapkan jadwal dan rencana, dapat bertindak kejam
dan sadis, kurang hangat dalam pergaulan, dapat mengorganisasikan sesuatu dengan
baik dan terencana dengan baik, segan berhubungan dekat dengan orang lain, sering
bersikap moralitas dan religius, keras memegang pendirian sering berprasangka, lebih
senang mempunyai asisten orang-orang yang lemah, untuk menimbulkan motivasi
menggunakan perlakuan-perlakuan (push ups, lari keliling, dsb nya)

Kebaikan dari gaya pelatih seperti ini antara lain : terbentuknya displin yang kuat, team
yang mampu bermain keras dan agresif, team terorganisir baik, biasanya kondisi fisik
anggota tema lebih baik dari lain team, team spirit baik pada saat menang.

Beberapa hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : team mudah
mendiskusikan sesuatu apabila ada hal-hal yang tidak baik dalam suasana yang tidak
menyenangkan, pemain-pemain yang sensitive mudah droup out, sering membenci atau
khawatir, suasana team tegang.

2. The Nice guy coach. Adalah pelatih yang bergaya seperti bujangan yang pandai
bergaul, rumahnya selalu terbuka bagi para atlet ; dengan memiliki ciri-ciri : disenangi
banyak orang, penuh perhatian kepada orang lain, penumbuhkan motivasi dengan cara
positif, terlalu fleksibel dalam membuat perencanaan namun kadang-kadang menjadi
kacau balau, seiring mencoba-coba sesuatu dan terbuka terhadap saran-saran.

Kebaikan pelatih dengan gaya seperti ini, yaitu antara lain : ikatan team kuat/akrab,
atlet sering menunjukan prestasi melebihi apa yang diharapkan, suasana team rileks
penuh kekeluargaan, permasalahan-permasalahan atlet dapat ditangani lebih efektif.

Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan, antara lain : pelatih sering kelihatan
lemah, atlet berbakat kurang ditangani dengan baik, dapat kehilangan atlet-atlet yang
mempunyai sifat pemalu.

3. Intense or driven coach.

Intense atau driven coach dalam banyak hal sifat-sifatnya mirip dengan the hardnosed
authoritarian coach, bedanya drive coach lebih emosional dan tidak suka menghukum.
Adapun ciri driven coach adalah : mudah kelihatah khawatir dan bingung, suka
mendramatisasikan keadaan, segala sesuatu ditangani secara pribadi, selalu memiliki
pengetahuan yang lengkap mengenai permainan dan segala peraturannya, selalu
berkemauan keras melibatkan diri dan tidak pernah puas dengan apa yang dihasilkan,
menyediakan seluruh waktu untuk memahami permasalahan yang dihadapi, memotivasi
atlet atas dasar pengalaman pribadi.

Kebaikan dari driven coach yaitu antara lain : tema yang dibina pada umumnya sikses
dalam pertandingan, team dibantu sepenuhnya kalau mau kerja keras, pelatih tersebut
biasanya kerja lebih keras daripada atlet yang dibinanya.

Adapun kelemahan atau hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : suka
menakut-nakuti atlet dalam upaya member tantangan, kemungkinan team mengalami
burn out sebelum berakhir season, membenci atlet yang menunjukkan penampilan
malas, mudah kehilangan atlet karena kurang ditangani dengan baik, tuntutannya sering
tidak realistic, sering anggota team malu mengenai penampilannya yang emosional.

4. The easy going coach


Pelatih ini sering menganggap enteng permasalahan, merupakan pelatih yang memiliki
sifat kebalikan dari driven coach yang penuh semangat dan suka memaksa. Adapun ciri-
cirinya yaitu antara lain : tidak pernah tampak serius menghadapi segala sesuatu,
enggan membuat jadwal kerja, tidak pernah mendesah segalanya dilihatnya mudah,
member kesan bahwa semuanya dapat dikendalikan sehingga pada saat –saat tertentu
kelihatan malas.

Kebaikan pelatih ini antara lain : team hanya mengalami sedikit tekanan, penanganan
team kurang untuk dapat kerja keras, segala sesuatu didapat dengan mudah oleh team,
menumbuhkan perasaan tidak tergantung pada pelatih, sehingga pelatih lebih
menyerupai guide dan konsultan.

Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan,, yaitu antara lain : sering pelatih
tampak tidak mampu menguasai pemainnya, sering tampak seperti playboy tidak
senang olahraga, team sering tidak dalam kondisi fisik yang baik karena kurang keras
latihan, adanya tekanan karena tidak menangani team dengan baik dapat mudah
menimbulkan panik, pelatih sering tampak tidak ambil pusing oleh keadaan.

5. The business like coach

Pelatih yang bergaya seperti business men ini sangat berhasrat untuk belajar,
mempelajari sesuatu, selalu berusaha mendapat informasi terbaru, biasanya selfish yaitu
memiliki sifat semau gue.

Adapun ciri business like coach yaitu : menggunakan pendekatan dalam olahraga atas
dasar untung rugi, pendekatannya sangat logis, tampaknya berpribadi dingin tidak
hangat dalam pergaulan, pemikirannya tajam, pikiran utamanya ditujukan pada lawan
bertanding, pragmatis dan tekun.

Kebaikan pelatih ini antara lain : team selalu up to date dalam penguasaan teknik-teknik
baru, team tampak terorganisasi secara strategis untuk dapat mencapai sukses, atlet
merasa percaya dirinya berkembang melalui organisasi yang dikelola secara cerdik.

Segi-segi kekurangan yang terjadi antara lain : sering timbul rasa dianggap tidak
penting, team spirit kurang, sulit menghadapi atlet yang kurang terorganisasi dengan
baik, mudah kehilangan atlet karena kurang motivasi secara emosional.

BAB III

KESIMPULAN

Kewajiban dan tugas seorang pelatih sangat luas dan komplek, maka dalam kehidupan
sehari-hari pelatoh sebagai seorang model atau panutan para atletnya serta senantiasa
bertindak sebagai bapak atau seorang teman yang merupakan tempat tumpuan curahan
isi hati setiap atlet. Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan
untuk membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan
meningktakna bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap,
penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya.

Tutko dan Richards (1971) menegaskan bahwa tugas pelatih adalah membantu atlet agar
pada akhirnya atlet dapat menolong dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri. Ini
penting sekali untuk dipahami pelatih karena atlet adalah individu yang sering
mengalami persaingan, stress, perasaan gagal. Sukses dan sebagainya.
Harsono (1988) juga menegaskan bahwa berbicara mengenai falsafah coaching tidak
terlepas dari suatu perangkat sikap atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan
perilaku pelatih di dalam situasi-situasi praktek. Dan sapek –aspek tersebut tidak
terlepas dari peran motivasi menjadi pelatih, harapan orang dari seorang pelatih dan
dilema pelatih.

Pendapat para ahli pada umumnya menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu
bahwa olahraga dapat memberikan dampak positip pada individu seperti peningkatan
tanggung jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain,
kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, displin yang
akhirnya dapat diharapkan menjadi warga Negara yang baik.

Sehubungan hal di atas tiap-tiap pelatih diharapkan lebih peka menghadapi : 1) tuntutan
kebutuhan dan motivasi atlet-atletnya, 2) hubungan interpersonal yang terjadi antara
atlet dengan atlet, atlet dengan pelatih, atlet dengan orang tua, keluarga kelompok-
kelompok pergaulan dan sebagainya.

Ini semua sangat berguna untuk dapat memahami kemampuan atlet, serta untuk dapat
mengontrol dan mengembalikan perkembangannya.Dengan upaya pembinaan atlet yang
dilakukan secara terencana, teratur terarah dan berkesinambungan sehingga dapat
meningkatkan :

1. Pengetahuan atlet menganai apa yang harus dilakukan agar dapat mencapai prestasi
tinggi dan mengapa latihan-latihan tertentu dilakukan

2. Meningkatkan keadaan fisik dan kemampuan keterampilan atlet sesuai cabang yang
ditekuni atas dasar analisis yang cermat dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi mutahir

3. Mengembangkan sikap positif kontruktif terhadap sesame atlet terhadap program


latihan terhadap pelatih dan pembina.

4. Meningkatkan kemampuan penguasaan emosi, penguasaan diri dan lebih


meningkatkan motif berprestasi untuk bisa mencapai prestasi setinggi-tingginya.

5. Menanamkan cita-cita dan kepribadian yang mantap sehingga mampu


mengembangkan diri sendiri dan mampu menghadapi hambatan-hambatan dalam
keadaan bagaimanapun juga.

Sementara untuk gambaran kepribadian pelatih dengan berbagai sifat sebagai cirinya
yang oleh Tutko dan Richards (1971) dibedakan dalam lima gaya kepemimpinan pelatih
yang terdiri dari : the hardnosed authoritarian coach, the nice guy coach, intense or
driven coach, the easy going coach dan the business like coach, bukanlah satu-satunya
cara untuk dapat memahami kepribadian pelatih.

Kepribadian manusia dapat dibedakan atas sifat-sifat yang dimilkinya, dan kombinasi
dari sifat-sifat tersebut dapat bervariasi, berpuluh-puluh kemungkinan variasi sehingga
dapat menimbulkan lebih dari lima pola/gaya kepemimpinan pelatih.

Intinya sifat dan kepribadian pelatih akan banyak turut menentukan keberhasilan atau
tidak tugas pengabdiannya. Sehingga kalau kita berbicara tentang kepribadian seorang
pelatih maka hal ini tidaklah dapat dipisahkan dengan kepemimpinannya dalam
melatih. Dan bila kita membicarakan mengenai kepemimpinan maka sudah barang
tentu akan menyangkut sifat dan ciri-ciri kepribadian seseorang.

Seorang pelatih disamping falsafah hidup yang benar, ia juga harus memiliki falsafah
yang baik tentang olahraga dan latihan. Ia harus sadar bahwa apa yang dilakukannya
adalah benar, bermanfaat, bertujuan dan merupakan sumbangan yang vital guna
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Ia adalah seorang guru, pendidik dan seorang ayah.
Sehingga segala ucapannya dan tindak tanduknya akan pula mempunyai peranan yang
penting dalam pembentukan falsafah hidup si anak/atlet.

Anda mungkin juga menyukai