Anda di halaman 1dari 12

MODUL I

METODOLOGI KEPELATIAHAN OLAHRAGA (MKO)


Prodi/Smt: PKOR / IV
Kode MK/SKS: KB2119418 / 3 sks
Dosen: Dr. Fadilah Umar, S.Pd., M.Or.
Drs. Bambang Widjanarko, M.Kes

KEPEMIMPINAN DAN FALSAFAH KEPELATIHAN OLAHRAGA

Modul ini berisi tentang peran dan tanggung jawab, tipe kepemimpinan serta falsafah
olahraga bagi pelatih dan atlet. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Memahami peran dan tanggung jawab seorang pelatih;
2. Mengidentifikasi tipe kepemimpinan dan falsafah kepelatihan olahraga;
3. Membandingkan berbagai tipe kepempimpinan;
4. Menjelaskan falsafah kepelatihan olahraga;
5. Menghindari kecurangan-kecurangan dalam berolahraga (penyalah gunaan doping,
pemalsuan dokumen, dll.)

MATERI
1. Falsafah Kepelatihan
Berkembangnya prestasi olahraga nasional memerlukan proses pembinaan jangka
panjang yang terencana dan terarah melalui pengelolaan yang baik dengan dukungan dana yang
memadai dan berkecukupan serta sarana dan prasarana olahraga yang memadai. Untuk
mencapai prestasi olahraga yang optimal harus diawali dari pemassalan olahraga, dilanjutkan
dengan pembibitan calon atlet usia dini melalui pembinaan secara berjenjang dan
berkesinambungan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
Pencapaian prestasi bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai setiap atlet dalam
kegiatan berolahraga. Perkembangan fisik, psikis, dan sosial atlet merupakan aspek yang tidak
kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam proses latihan. Oleh karena itu, pelatih perlu
memperhatikan berbagai faktor yang menjadi dasar dan prinsip dalam latihan, agar atlet tidak
menjadi korban ambisi berprestasi yang berlebihan sehingga dapat mengorbankan sisi
kehidupan yang lain.
Dari berbagai pendapat tentang batasan latihan olahraga yang memiliki berbagai
kesamaan, maka dalam buku ini batasan latihan merupakan proses jangka panjang yang
sistematik dan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja atlet sesuai dengan cabang olahraga
yang dipilihnya. Kinerja atlet dalam hal ini tentu saja mencakup berbagai factor seperti: fisik,
teknik, taktik, dan psikis, dalam upaya menuju pencapaian potensi optimal atlet yang disebut
dengan prestasi.
Mengingat atlet yang menjadi subjek dalam proses latihan adalah manusia, maka pelatih
tidak dapat dengan begitu saja melaksanakan proses latihan tanpa memiliki kompetensi dasar
yang baik, agar tidak terjadi korban dalam proses latihan yang sedang berlangsung. Untuk itu
diperlukan pemahaman yang baik dan komprehensif tentang prinsipprinsip dasar latihan dan
bagaimana melaksanakan latihan secara sistematik dan terprogram.
Prinsip dan sistematika serta program yang baik dalam melakukan proses latihan inilah
yang memungkinkan berbagai pencapaian prestasi terbaik dan pemecahan rekor dapat terjadi
dari tahun ke tahun. Sebaliknya, gagalnya pelatih menjalankan tugasnya dengan mengabaikan
hal tersebut di atas akan mengakibatkan para atlet mengalami kemandegan prestasi (stagnasi
dan burn out), atau keluar dari olahraga (drop-out) yang disebabkan oleh cedera, mengalami
berbagai penyakit, atau kebosanan yang tidak teratasi, serta berbagai masalah psikologis yang
lain.
Untuk memahami dan mendalami serta mengimplementasikan dengan lebih
komprehensif proses fasilitasi atlet dalam berlatih untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
pelatih perlu mempelajari berbagai ilmu yang diperlukan seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Dimensi Keilmuan dalam Kepelatihan Olahraga

Melihat gambar di atas bahwa melatih bukanlah tugas yang ringan dan tidak boleh
dilakukan secara asal-asalan. Oleh karena itu pembekalan tentang berbagai kompetensi
keilmuan diperlukan untuk memberi bekal yang baik bagi pelatih yang memenuhi persyaratan.
Pada bab-bab selanjutnya dalam modul ini akan berisi mengenai kandungan berbagai keilmuan
di atas.

2. Peran Pelatih
Pelatih tidak hanya memiliki peran tunggal sebagai pengajar keterampilan para atletnya,
tetapi juga memiliki peran yang cukup banyak dimana peran ini hanya dimiliki oleh profesi
pelatih. Berbagai peran dalam mengemban tugasnya dapat berupa sebagai:
a. Guru, mengajar dan mendidik atlet agar menjadi manusia yang berilmu, cerdas, dan
mampu menjadi manusia yang berkarakter, bermoral, dan bermanfaat.
b. Instruktur, memberikan instruksi yang harus dilakukan oleh atlet dan memberikan koreksi
serta umpan balik menuju gerakan yang efisien.
c. Orangtua, pelatih perlu memberikan kasih sayang dan berbagai nasihat serta perhatian dan
perlindungan yang baik kepada atletnya, agar merasa tentram dan nyaman dalam
melaksanakan latihan.
d. Teman, sebagai teman menerima aduan dan keluhan serta curahan hati para atletnya agar
mampu memberikan solusi yang tepat, sehingga atlet merasa percaya diri dan mengalami
kemajuan sosial yang baik.
e. Motivator, dalam proses latihan yang lama dan penuh ujian serta tantangan, pelatih perlu
memotivasi atletnya agar tetap berlatih untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
f. Administrator, pelatih perlu mengelola latihan dan melakukan pencatatan berbagai
peristiwa dan data yang telah dicapai baik dalam latihan maupun pertandingan agar
perkembangan atlet dapat terpantau dengan baik.
g. Ilmuwan, pengembangan keilmuan merupakan tanggung jawab pelatih agar tidak terjadi
malpraktik dalam proses latihan. Pelatih punya tanggung jawab untuk menjadikan
pendekatan keilmuan menjadi implementasi nyata dalam latihan.
h. Murid/siswa, proses belajar sepanjang hayat merupakan prinsip yang harus tetap dipegang
oleh pelatih agar perkembangan yang terjadi dalam dunia kepelatihan selalu menjadi
kebutuhan untuk dipelajari dari berbagai sumber.
i. Agen jurnalist, setiap keberhasilan dan masalah yang muncul dalam proses
latihan/pertandingan menjadi tanggung jawab pelatih untuk menyampaikan dengan tepat
kepada media massa/pers.
j. Disipliner, disiplin adalah jalan pertama menuju keberhasilan, sehingga pelatih memiliki
tanggung jawab untuk menerapkan disiplin bagi para atletnya agar mampu menghargai
waktu, perilaku, dan setiap jerih payah yang dilakukan bersama dalam rangka mencapai
karakter manusia yang baik.

3. Falsafah Latihan
Secara sederhana falsafah diartikan sebagai cara pandang terhadap situasi dan kejadian
dalam kehidupan kita (Thompson, 1991:11). Dengan kegiatan olahraga kita dituntun untuk
melakukan pertimbangan dan keputusan yang sesuai dengan prinsip kehidupan yang harmonis,
sesuai dengan filosofi “Nation and character building”.
Kegiatan olahraga mengandung berbagai aktivitas yang melibatkan berbagai pihak
seperti atlet, pelatih, wasit, organisator, penonton, dan pihak-pihak lain seperti media masa dan
sebagainya. Semua pihak memiliki peran sesuai dengan posisinya yang dilaksanakan untuk
menjamin kegiatan olahraga dapat berlangsung dengan harmonis dan mencapai tujuan yang
diharapkan.
Memahami filsafat berarti pelatih perlu menyadari bahwa:
a. Prestasi adalah hasil usaha keras tetapi jujur untuk mencapai potensi optimal atlet dengan
proses latihan yang tepat.
b. Pelatih memiliki berbagai peran dan kewajiban untuk mengembangkan atlet menjadi
manusia yang sehat jasmani, rohani, mental dan spritual, bukan hanya sekedar mencapai
prestasi tinggi.
Dari uraian di atas pelatih perlu menentukan pilihan falsafah yang harus ditempuh bagi
diri dan atletnya dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan nilai luhur yang ada pada
olahraga. Implementasi dari falsafah yang dijiwai oleh nilai luhur tersebut adalah :
a. Kesehatan atlet adalah utama dibanding yang lainnya, sedangkan ”kemenangan bukan
segala-galanya”.
b. Saling menghargai kawan dan lawan dalam pertandingan olahraga.
c. Menghormati peraturan dan keputusan wasit sebagai pengadil di lapangan sekaligus
memahami bahwa wasit dapat melakukan kesalahan yang tidak disengaja.
d. Menghargai jerih payah masing-masing pihak untuk mencapai prestasi, sehingga
kecurangan dapat dihindarkan dan menempatkan yang terbaik yang pantas mendapat
kemenangan.
e. Bersama-sama menjunjung tinggi arena olahraga sebagai tempat ibadah, sehingga yang
dilakukan di arena pertandingan adalah pengabdian pada bangsa, negara, dan Tuhan Yang
Maha Esa.

4. Anti Doping dan Narkoba.


Anti-Doping telah menjadi salah satu agenda utama di dalam pembahasan dan
perkembangan dunia olahraga modern. Isu ini menjadi penting di tengah maraknya penemuan
berbagai cara penggunaan doping dalam meningkatkan performa seorang atlet.
Sesuai Pasal 85 UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN),
maka:
a. Doping dilarang dalam semua kegiatan olahraga;
b. Setiap Induk Organisasi Cabang Olahraga dan/atau Lembaga Organisasi Olahraga
Nasional wajib membuat peraturan doping dan disertai sanksi;
c. Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah.

Ada 2 (dua) pengertian doping, yaitu:


a. Adanya zat terlarang (menurut daftar WADA) di dalam tubuh seorang atlet;
b. Penggunaan, upaya-upaya yang dilarang WADA oleh seorang atlet untuk meningkatkan
prestasinya.
Untuk mencegah pemakaian doping, harus memberi informasi tentang
makanan/minuman, suplemen, vitamin kepada pelatih dan atlet, membuat buku-buku
panduan/buletin informasi tentang doping, atlet tidak boleh memakan obat sembarangan tanpa
sepengetahuan dokter. Penggunaan makanan/minuman yang dapat meningkatkan kemampuan
atlet dengan cara yang tidak wajar, merupakan kecurangan dan pengkhianatan terhadap nilai-
nilai luhur olahraga.
Pelatih harus memiliki prinsip untuk menjauhkan atletnya dari penyalahgunaan doping,
penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang. Prinsip anti- doping dan narkoba tersebut
harus menjadi jiwa pelaku olahraga, sehingga olahraga bersih dari berbagai akibat negatif
bahan-bahan tersebut. Prinsip ini akan mampu membawa olahraga sebagai solusi kehidupan
bermasyarakat sehingga citra olahraga akan semakin membaik dan meningkat.
Dalam upaya pencapaian prestasi olahraga yang maksimal, masih dijumpai olahragawan
melakukan tindakan tidak terpuji/tercela dengan mengkonsumsi penggunaan zat terlarang
dan/atau menggunakan metode terlarang untuk meningkatkan kinerja fisik dalam olahraga
(doping). Hal inimerupakan penipuan dan membahayakan kesehatan atlet yang bersangkutan.
Masyarakat olahraga yang selama ini menganut prinsipprinsip dasar keolahragaan yang
menjunjung tinggi nilai sportivitas, menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan, mengecam
keras pemanfaatan doping dan penyalahgunaan narkoba oleh atlet.
Selain itu doping memiliki efek yang merusak atlet: kerusakan organ tubuh dalam waktu
panjang, ketergantungan yang sulit untuk diatasi, dan menghancurkan masa depan kehidupan
atlet secara keseluruhan.
Gambar 2. Anti-Doping dan Narkoba (IOC)
5. Kepemimpinan dalam Kepelatihan Olahraga
a. Makna Kepemimpinan
Pada hakekatnya kepemimpinan tidak hanya berkenaan dengan jabatan formal pimpinan
dalam suatu organisasi atau instansi tertentu, tetapi juga melekat pada diri seseorang karena
situasi atau kondisi tertentu dan karakteristik profesinya harus menggerakkan orang lain agar
mau berbuat sesuatu.
Kepemimpinan secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain. Pemimpin adalah seseorang yang mampu memotivasi, memberi arahan,
menggerakkan untuk berbuat, dan mengendalikan atau mengontrol orang lain. Pemimpin
memberikan tantangan kepada anggotanya untuk mengerjakan tugas, mengatasi masalah, dan
membuat keputusan untuk mencapai sasaran atau tujuan bersama kelompoknya.
Tanggung jawab utama pemimpin adalah mengelola sumber daya manusia pengikutnya
dalam mengatasi kendala situasional. Untuk itu pemimpin perlu memahami kualitas personal
pengikutnya, dan untuk menjadi pemimpin yang baik tidak mungkin hanya berlangsung
sekejap, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengalaman yang dapat menghasilkan
pertumbuhan dan perkembangan personal.
Berkaitan dengan kualitas pemimpin, ada beberapa pendekatan yaitu:
1) Trait Theories, menyatakan bahwa pemimpin adalah dilahirkan. Artinya bahwa faktor
bakatlah yang dibawa sejak lahir yang menentukan seseorang dapat menjadi pemimpin
yang baik atau tidak. Sifat-sifat dasar yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang baik
dibawa sejak lahir, misalnya: karismatik, cerdas, bersemangat, antusias, empatik, dan loyal.
2) Behavioral Theories menyatakan bahwa pemimpin tidak dilahirkan, melainkan dapat
dibentuk melalui latihan. Artinya bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik dapat dicapai
melalui proses pendidikan dan latihan.
Dalam perkembangannya kebanyakan orang percaya bahwa untuk menjadi pemimpin
yang baik ditentukan oleh kedua-duanya. Faktor bakat berperan penting, tetapi hanya dapat
diaktualisasikan secara optimal melalui pendidikan dan latihan.

b. Gaya Kepemimpinan
Ada berbagai upaya yang dilakukan para ahli untuk mengenali karakteristik pemimpin
berdasarkan gaya yang ditampilkan. Pelatih sebagai seorang pemimpin memiliki gaya tertentu
yang pada dasarnya dapat diklasifikasi berdasarkan gaya kepemimpinan pada umumnya.
Pate dkk.(1984) mengemukakan 2 macam klasifikasi gaya kepemimpinan, yaitu gaya
kepemimpinan Autoritarian versus Demokratis; dan gaya kepemimpinan berpusat pada orang
versus Berorientasi Tugas. Adapun karakteristik, kelebihan, dan kelemahan setiap gaya tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Gaya Kepemimpinan Autoritarian
a) Mengontrol orang lain menggunakan autoritasnya.
b) Menggerakkan orang lain dengan cara memerintah.
c) Berusaha segala sesuatu berjalan sesuai kemauan sendiri.
d) Berbuat dengan cara tidak personal.
e) Menghukum anggota yang keliru atau menyimpang.
f) Menentukan sesuatu berdasarkan pembagian kerja.
g) Menetapkan bagaimana sesuatu harus dikerjakan.

Kelebihannya:
(1) Dapat efektif bila pemimpin berstatus jauh lebih tinggi dibanding pengikutnya.
(2) Cocok untuk situasi yang memerlukan keseriusan dan kedisiplinan.
(3) Cocok untuk situasi dimana pengikut kurang memiliki rasa percaya diri dan merasa
perlu perlindungan dari pemimpin.

Kelemahannya:
(1) Banyak peserta yang merasa tertekan.
(2) Tidak dapat diperoleh saran dan masukan dari pengikut yang sebenarnya dapat
bermanfaat.

2) Gaya Kepemimpinan Demokratis


a) Berbuat secara bersahabat dan bersifat personal.
b) Melibatkan semua anggota dalam perencanaan.
c) Memperbolehkan anggota saling berinteraksi tanpa harus minta ijin.
d) Mau menerima saran dan masukan.
e) Tidak berusaha mendominasi dalam percakapan.

Kelebihannya:
(1) Kebanyakan pengikut merasa dihargai.
(2) Dapat meningkatkan kekompakan dan persatuan.
(3) Berpeluang lebih besar untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan.

Kelemahannya:
(1) Tidak cocok untuk situasi yang mengharuskan pengambilan
(2) keputusan secara cepat.
(3) Tidak cocok untuk situasi yang memerlukan disiplin ketat
(4) dan agresivitas dalam penyelesaian tugas.
(5) Penggunaan waktu kurang efisien.

3) Gaya Kepemimpinan Berpusat pada Orang


Gaya ini dapat disebut juga Kepemimpinan Berorientasi Hubungan Baik Antar Individu.
Cirinya terutama menekankan pada pemenuhan kebutuhan personal dari pengikutnya. Gaya ini
lebih efektif untuk pengikut yang karakteristiknya:
a) Kebutuhan afiliasi tinggi.
b) Kebutuhan pencapaian rendah.
c) Lebih memilih hadiah intrinsik.
d) Kebutuhan untuk independen tinggi.
e) Penerimaan autoritas rendah.
f) Toleransi terhadap kemenduaan tinggi.

4) Gaya Kepemimpinan Berorientasi Tugas


Cirinya adalah secara eksklusif menekankan pada penyelesaian tugas. Gaya ini lebih
efektif untuk pengikut yang memiliki karakteristik:
a) Kebutuhan afiliasi rendah.
b) Kebutuhan pencapaian tinggi.
c) Lebih memilih hadiah materi.
d) Kebutuhan untuk independen rendah.
e) Kemenerimaan autoritas tinggi.
f) Toleransi terhadap kemenduaan rendah.

Ada pendapat lain mengenai klasifikasi gaya kepemimpinan, khususnya mengenai gaya
pelatih olahraga. Berikut yang diungkapkan dalam buku Beginning Coaching yang diterbitkan
oleh Australian Coaching Council, yang membedakan menjadi 5 gaya, yaitu gaya: 1)
Autoritarian; 2) Praktis dan cekatan; 3) Ramah dan baik hati; 4) Bersemangat; dan 5)
Gampangan dan tenang.
1) Pelatih Autoritarian (Autoritarian Coach)
a) Selalu menggunakan perintah atau komando.
b) Lugas dan disiplin.
c) Sering menggunakan hukuman.
d) Bersemangat bila timnya menang dan mengumpat bila timnya kalah.
e) Menggunakan cara marah-marah agar dihormati.
2) Pelatih Praktis dan Cekatan (Businesslike Coach)
a) Tidak berorientasi pada orang-orang, tetapi berorientasi pada tugas.
b) Bekerja keras, tekun dan cermat melaksanakan tugasnya.
c) Menggunakan sepenuh waktunya untuk memikirkan tugasnya.
3) Pelatih Ramah dan Baik Hati (Nice Guy Coach)
a) Selalu menggunakan pendekatan personal dan kooperatif.
b) Penuh perhatian dan ramah terhadap atlet.
c) Peduli pada masalah yang dihadapi setiap atlet.
4) Pelatih Bersemangat (Intense Coach)
a) Menggunakan cara marah-marah agar dihormati.
b) Selalu berusaha mencapai keinginannya dengan terlalu bersemangat sehingga tampak
tegang dan gelisah.
c) Memberikan dorongan kepada atlet dengan cara menggebugebu.
d) Menghadapi situasi dengan sikap emosional.
5) Pelatih Gampangan dan Tenang (Easy going Coach)
a) Selalu bersikap gampangan, santai, dan sambil lalu dalam menghadapi situasi.
b) Tidak menunjukkan keseriusan dalam menghadapi masalah.
c) Selalu bersikap tenang dan acuh-tak acuh dalam menghadapi masalah.
Gaya-gaya kepemimpinan tersebut merupakan klasifikasi yang dibuat secara ekstrim.
Masing-masing gaya memiliki kelebihan dan kelemahan dalam efektivitas kepemimpinan.
Sesuai dengan kelebihan dan kelemahannya, pada dasarnya setiap gaya dapat efektif bila
diterapkan dalam situasi dan kondisi yang tepat, dengan kata lain bahwa untuk suatu situasi dan
kondisi tertentu dibutuhkan gaya tertentu pula agar efektif kepemimpinannya.
Dalam kenyataannya memang jarang ada pelatih yang secara ekstrim hanya memiliki satu
gaya saja, dan pada umumnya gaya pelatih secara natural merupakan perpaduan dari gaya-gaya
tersebut, secara sengaja memadukan atau menggunakan gaya-gaya kepemimpinan secara
berganti-ganti sesuai dengan situasi dan kondisi. Memahami karakteristik, kelebihan, dan
kelemahan setiap gaya kepemimpinan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelatih untuk
mengevaluasi diri dan kemudian memformulasikan gaya kepemimpinan yang akan digunakan
untuk menghadapi situasi dan kondisi tertentu dalam melaksanakan tugasnya.

c. Pemimpin yang Efektif


Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat menjadikan anggotanya merasa
kebutuhannya terpenuhi dan dirinya sendiri merasa anggotanya dapat memenuhi kebutuhannya.
Efektivitas pemimpin pada dasarnya dipengaruhi oleh 3 (tiga) factor yang kompleks,
yaitu: faktor individual pemimpin; faktor pengikut; dan faktor kondisi lingkungan.

1) Faktor Individual Pemimpin


Kualitas individual pemimpin yang berpengaruh langsung terhadap efektivitas pemimpin
adalah:
a) Usia dan pengalaman.
b) Kompetensi teknis.
c) Gaya.
d) Posisi kontrol dalam organisasi.
e) Kualitas kepribadian.

2) Faktor Pengikut
Kualitas perilaku kepemimpinan yang baik memerlukan pemahaman tentang para
pengikutnya atau orang-orang yang dipimpin. Masalah yang kompleks, apakah kepemimpinan
yang baik menyebabkan pengikutnya berbuat baik, atau sebaliknya pengikut yang baik
menyebabkan kepemimpinan menjadi efektif, memang sulit untuk dijawab secara pasti. Namun
demikian dapat diyakini bahwa kepribadian, sifat, watak, dan perilaku pengikut mempunyai
pengaruh yang besar terhadap efektivitas pemimpin.
Beberapa sifat pengikut yang penting untuk dipertimbangkan adalah:
a) Kebutuhan berafiliasi.
b) Kebutuhan mencapai sesuatu.
c) Mengharapkan hadiah (reward).
d) Kebutuhan untuk tidak tergantung.
e) Penerimaan pada autoritas.
f) Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity).
Adanya hubungan antara sifat pengikut dengan efektivitas pemimpin secara parsial, dapat
terbukti dari fakta bahwa tipe sifat tertentu dari pengikut akan merespon dengan baik atau
sebaliknya merespon dengan buruk terhadap gaya kepemimpinan tertentu.
3) Faktor Kondisi Lingkungan
Kondisi dan situasi lingkungan yang ada pada saat pelaksanaan tugas akan berpengaruh
terhadap efektif atau tidaknya pemimpin. Beberapa faktor lingkungan yang dapat berpengaruh
adalah:
a) Sifat tugas.
b) Derajat ketertekanan (stress).
c) Kejelasan peran.
d) Ukuran kelompok.
e) Kendala waktu.
f) Ketergantungan tugas.
Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dalam proses berlangsungnya aktivitas, dengan
demikian masing-masing factor akan memberikan warna atau andil untuk menjadikan efektif
atau tidaknya kepemimpinan. Apabila faktor-faktor itu dapat berada pada kondisi yang saling
mendukung, maka akan terjadilah kepemimpinan yang benar-benar efektif.

d. Meningkatkan Kemampuan Kepemimpinan


Pemimpin sebaiknya selalu berusaha meningkatkan kemampuan kepemimpinannya agar
semakin efektif. Agar kepemimpinan benarbenar efektif, pemimpin perlu berusaha menemukan
berbagai kondisi lingkungan dan variabel-variabel yang membentuk suatu situasi tertentu dan
berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan.
Ada beberapa saran yang dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kemampuan
kepemimpinannya, yang diungkapkan dalam buku Sport Leadership Course yang diterbitkan
oleh International Olympic Committee, yaitu:
1) Berusahalah menyadari kemampuan diri anda, dan motif-motif yang akan berpengaruh
terhadap kepemimpinan anda.
2) Berusahalah menyadari karakteristik dan minat para pengikut.
3) Berusahalah fleksibel, ubahlah gaya anda untuk menyesuaikan dengan situasi.
4) Minggirlah, dan berikan kesempatan orang lain untuk tampil bilamana situasinya
memang mengharuskan.
5) Kenalilah bahwa keberhasilan bukan hanya karya anda sendiri, melainkan juga atas
partisipasi para pengikut, dan situasi yang mendukung keberhasilan.
6) Memerintah dan mengawasi pelaksanaannya bukanlah kepemimpinan. Hal itu
mengabaikan pentingnya dimensi yang disebut mempengaruhi.
7) Pendelegasian adalah penting untuk keterlibatan pengikut dan diperlukan motivasi untuk
menjaga keberlanjutan pengikut.
8) Berusahalah mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam berbagai situasi yang akan
berpengaruh terhadap usahanya mempengaruhi orang-orang.
9) Kembangkan suatu pendekatan rencana induk dalam kepemimpinan untuk mencapai
sasaran dan tujuan secara konsisten.
10) Berikan pengalaman berlatih bagi pemimpin masa depan.

e. Pelatih yang dihormati


Untuk menjadi pelatih yang dihormati dan disegani, selain harus memiliki kompetensi
profesional juga perlu memiliki kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, dan
kompetensi sosial.
Pelatih sebagai pemimpin, dihormati dan disegani juga karena komitmennya terhadap
tugas, kebijaksanaan atau kearifan, keadilan dan ketepatan dalam memperlakukan orang lain.
Secara lebih operasional ada pendapat yang menjelaskan bahwa kehormatan pelatih
diperoleh karena berbuat sebagai berikut:
1) Menanamkan cita-cita atau harapan terbaik yang diinginkan.
2) Mengenakan pakaian sesuai dengan sesi yang dilaksanakan.
3) Bertanggungjawab memelihara kedisiplinan selama sesi latihan berlangsung.
4) Percaya diri, tegas, konsisten, bersahabat, adil, dan ahli.
5) Dapat menangani pertolongan awal cedera ringan.
6) Mengorganisasi dengan baik mulai dari rencana setiap sesi latihan, mingguan, bulanan,
sampai tahunan.
7) Mampu memutuskan dan memberi argumentasi mengapa sesuatu harus dilakukan, atau
juga meminta saran dan masukan ketika dirinya ragu-ragu.

f. Tanggung Jawab Legal Pelatih


Pelatih setidaknya memiliki 10 (sepuluh) tugas ketika menjalankan aktivitasnya, yaitu
sebagai berikut:
1) Memberikan lingkungan yang aman.
2) Aktivitas harus direncanakan secara tepat.
3) Atlet harus dievaluasi bila cedera dan kehilangan kapasitas atau kemampuan.
4) Atlet muda harus ditangani sesuai tingkat perkembangannya.
5) Memberikan peralatan yang aman dan sesuai.
6) Atlet harus diperingatkan tentang resiko dalam cabang olahraganya.
7) Aktivitas harus disupervisi secara baik.
8) Pelatih harus tahu pertolongan pertama pada kecelakaan.
9) Membuat aturan tertulis secara jelas mengenai latihan dan pelaksanaan umum.
10) Pelatih harus membuat dan menyimpan catatan secara tertib.

g. Landasan Filosofi
Secara umum dapat dikatakan bahwa seseorang yang dalam hidupnya memiliki landasan
filosofi yang baik akan menjadikan dirinya bijaksana dalam bertindak. Filosofi merupakan
seperangkat pemandu yang menjadikan pedoman seseorang untuk bertindak.
Filosofi seseorang terbentuk dari gagasan yang berkembang dari pengalaman, pendapat
yang diperoleh dari pengetahuan yang dikumpulkan, dan harapan-harapan tentang masa
depannya. Demikian juga para pelatih dalam menjalani profesinya perlu memiliki landasan
filosofi yang baik dan jelas, sehingga tidak terombang-ambing pikirannya dan dapat mengambil
keputusan yang tepat bila menghadapi masalah yang rumit.
Untuk mengembangkan filosofi kepelatihan yang diyakini kebenarannya, dalam buku
Beginning Coaching didasarkan pada:
1) Mengetahui mengapa para pelatih menjadi pelatih.
Pertimbangkan alasan-alasan para pelatih menjadi pelatih, seperti berikut:
a) Saya ingin membantu orang lain untuk berkembang.
b) Saya merasa melewatkan waktu dengan baik ketika melatih.
c) Saya senang dihargai.
d) Saya ingin dikenal sebagai pelatih yang sukses.
e) Saya senang melihat orang lain melewatkan waktu dengan baik.
f) Saya senang membantu orang lain.
g) Saya senang merasa punya kekuasaan yang diperoleh dari melatih.
h) Saya senang melihat atlet makin baik.
i) Saya merasa telah melakukan hal yang berharga setelah melatih.
j) Saya senang menerapkan pengalaman lampau dalam olahraga.
Untuk setiap pelatih, alasan-alasan tersebut berlaku pada dirinya walaupun dengan
penekanan yang berbeda-beda. Mana yang sesuai bagi dirinya dapat direnungkan.

2) Mengetahui mengapa para atlet menjadi atlet.


Pertimbangkan alasan-alasan para atlet menjadi atlet, seperti berikut:
a) Ingin berprestasi.
b) Merasa memperoleh arahan.
c) Mencari persahabatan.
d) Merasa ikut serta dalam kelompok.
e) Sekedar sensasi.

3) Mempertimbangkan pendapat orang lain, seperti dalam hal:


Kepentingan orangtua terhadap program olahraga antara lain:
a) Keselamatan.
b) Kesenangan.
c) Melayani keinginan anak.
d) Keterlibatan famili.
e) Kesuksesan.
f) Mengembangkan olahraga.
Hasil yang diharapkan administrator dari program olahraga meliputi:
a) Memperoleh penghasilan.
b) Mengikuti kejuaraan.
c) Pencapaian personal.
d) Kepuasan melihat atlet perprestasi.
e) Dapat melibatkan anak-anaknya.

4) Mengkomunikasikan filosofinya kepada pihak terkait.


Langkah menetapkan tujuan dan mengkomunikasikan kepada fihak-fihak terkait perlu
dilakukan agar semua pihak dapat berperan dalam fungsi sebagai suatu sistem, dan masing-
masing berperan secara kompak menuju ke arah tujuan yang sama. Karakteristik tujuan yang
ditetapkan sebaiknya:
a) Dapat diukur.
b) Dapat diobservasi.
c) Cukup menantang.
d) Dapat dicapai dan dapat dipercaya.
e) Berjangka pendek dan berjangka panjang.
Dengan memahami hal-hal tersebut, maka setiap pelatih dapat mengembangkan
filosofinya masing-masing sesuai dengan pengalaman, apa yang dipahami, dan tujuan yang
ingin dicapainya.
h. Kode Etik Pelatih
Suatu profesi yang sudah mapan seharusnya memiliki asosiasi profesi. Salah satu
perangkat yang perlu diadakan oleh asosiasi profesi adalah Kode Etik Profesi. Kode Etik Profesi
digunakan sebagai acuan norma berperilaku dan berbuat dalam berkarya melaksanakan tugas
profesionalnya. Pelatih olahraga merupakan salah satu profesi yang sedang berkembang di
Indonesia. Kedepan perlu dipikirkan para pelatih olahraga untuk membentuk asosiasi profesi
dan mengembangkan kode etik pelatih olahraga.
Berikut dikemukakan pendapat mengenai prinsip-prinsip seharusnya pelatih berperilaku,
yang dapat diacu dalam mengembangkan kode etik pelatih olahraga, yaitu :
1) Mengajarkan kepada para atlet bahwa peraturan dalam olahraga merupakan kesepakatan
bersama yang tak seorangpun boleh tidak melaksanakan atau melanggarnya.
2) Ketika dimungkinkan, sekelompok atlet diberi kesempatan yang masuk akal untuk
sukses.
3) Hindari terjadinya atlet berbakat bermain berlebihan, atlet perlu sama rata dan berhak
mendapat waktu yang sama.
4) Pastikan bahwa peralatan dan fasilitas memenuhi standar keselamatan dan sesuai dengan
usia dan kemampuan atlet.
5) Kembangkan rasa hormat tim terhadap kemampuan lawan, juga terhadap keputusan
official dan pelatih tim lawan.
6) Ikutilah saran dokter ketika menentukan kapan atlet yang cedera diijinkan kembali
berlatih atau mengikuti kompetisi.
7) Buatlah komitmen personal untuk menjaga diri selalu menyampaikan prinsip-prinsip
pelatihan yang benar, dan prinsipprinsip pertumbuhan-perkembangan yang dikaitkan
dengan para atlet.
Selain hal-hal tersebut, ketika menangani atlet usia dini perlu prinsipprinsip sebagai
berikut.
1) Dalam menggunakan waktu, energi, dan antusiasme para atlet muda harus masuk akal
atau rasional.
2) Skedul dan lamanya waktu praktik dan kompetisi harus disesuaikan dengan tingkat
kematangan anak.
3) Perlu diingat bahwa anak bermain untuk mendapat kesenangan dan menikmatinya, dan
kemenangan hanyalah bagian dari motivasi.
4) Jangan pernah mengejek atau meneriaki atlet yang melakukan kesalahan atau kalah dalam
kompetisi.

Reference:
Bompa, T. & Buzzichelli, C. 2015. Periodization training for sports, Third Edition. Australia:
Human Kinetics
Frank Pyke, 1991. Better Coaching. Australia: Australian Coaching Council Incoorparated.
Friedman, Howard S., Schustack, Miriam W. (2002). Kepribadian, Teori Klasik dan Riset
Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harsono. 1988. Coaching dan Aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: PIO (Pusat Ilmu
Olahraga)
Thompson, Peter. Pengenalan kepada Teori Pelatihan. Jakarta: diterjemahkan oleh Persatuan
Atletik Seluruh Indonesia, judul asli: Introduction to Coaching Theory, 1993.

Anda mungkin juga menyukai