Modul ini berisi tentang peran dan tanggung jawab, tipe kepemimpinan serta falsafah
olahraga bagi pelatih dan atlet. Setelah mempelajari modul ini para pelatih mampu:
1. Memahami peran dan tanggung jawab seorang pelatih;
2. Mengidentifikasi tipe kepemimpinan dan falsafah kepelatihan olahraga;
3. Membandingkan berbagai tipe kepempimpinan;
4. Menjelaskan falsafah kepelatihan olahraga;
5. Menghindari kecurangan-kecurangan dalam berolahraga (penyalah gunaan doping,
pemalsuan dokumen, dll.)
MATERI
1. Falsafah Kepelatihan
Berkembangnya prestasi olahraga nasional memerlukan proses pembinaan jangka
panjang yang terencana dan terarah melalui pengelolaan yang baik dengan dukungan dana yang
memadai dan berkecukupan serta sarana dan prasarana olahraga yang memadai. Untuk
mencapai prestasi olahraga yang optimal harus diawali dari pemassalan olahraga, dilanjutkan
dengan pembibitan calon atlet usia dini melalui pembinaan secara berjenjang dan
berkesinambungan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
Pencapaian prestasi bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai setiap atlet dalam
kegiatan berolahraga. Perkembangan fisik, psikis, dan sosial atlet merupakan aspek yang tidak
kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam proses latihan. Oleh karena itu, pelatih perlu
memperhatikan berbagai faktor yang menjadi dasar dan prinsip dalam latihan, agar atlet tidak
menjadi korban ambisi berprestasi yang berlebihan sehingga dapat mengorbankan sisi
kehidupan yang lain.
Dari berbagai pendapat tentang batasan latihan olahraga yang memiliki berbagai
kesamaan, maka dalam buku ini batasan latihan merupakan proses jangka panjang yang
sistematik dan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja atlet sesuai dengan cabang olahraga
yang dipilihnya. Kinerja atlet dalam hal ini tentu saja mencakup berbagai factor seperti: fisik,
teknik, taktik, dan psikis, dalam upaya menuju pencapaian potensi optimal atlet yang disebut
dengan prestasi.
Mengingat atlet yang menjadi subjek dalam proses latihan adalah manusia, maka pelatih
tidak dapat dengan begitu saja melaksanakan proses latihan tanpa memiliki kompetensi dasar
yang baik, agar tidak terjadi korban dalam proses latihan yang sedang berlangsung. Untuk itu
diperlukan pemahaman yang baik dan komprehensif tentang prinsipprinsip dasar latihan dan
bagaimana melaksanakan latihan secara sistematik dan terprogram.
Prinsip dan sistematika serta program yang baik dalam melakukan proses latihan inilah
yang memungkinkan berbagai pencapaian prestasi terbaik dan pemecahan rekor dapat terjadi
dari tahun ke tahun. Sebaliknya, gagalnya pelatih menjalankan tugasnya dengan mengabaikan
hal tersebut di atas akan mengakibatkan para atlet mengalami kemandegan prestasi (stagnasi
dan burn out), atau keluar dari olahraga (drop-out) yang disebabkan oleh cedera, mengalami
berbagai penyakit, atau kebosanan yang tidak teratasi, serta berbagai masalah psikologis yang
lain.
Untuk memahami dan mendalami serta mengimplementasikan dengan lebih
komprehensif proses fasilitasi atlet dalam berlatih untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
pelatih perlu mempelajari berbagai ilmu yang diperlukan seperti pada gambar di bawah ini.
Melihat gambar di atas bahwa melatih bukanlah tugas yang ringan dan tidak boleh
dilakukan secara asal-asalan. Oleh karena itu pembekalan tentang berbagai kompetensi
keilmuan diperlukan untuk memberi bekal yang baik bagi pelatih yang memenuhi persyaratan.
Pada bab-bab selanjutnya dalam modul ini akan berisi mengenai kandungan berbagai keilmuan
di atas.
2. Peran Pelatih
Pelatih tidak hanya memiliki peran tunggal sebagai pengajar keterampilan para atletnya,
tetapi juga memiliki peran yang cukup banyak dimana peran ini hanya dimiliki oleh profesi
pelatih. Berbagai peran dalam mengemban tugasnya dapat berupa sebagai:
a. Guru, mengajar dan mendidik atlet agar menjadi manusia yang berilmu, cerdas, dan
mampu menjadi manusia yang berkarakter, bermoral, dan bermanfaat.
b. Instruktur, memberikan instruksi yang harus dilakukan oleh atlet dan memberikan koreksi
serta umpan balik menuju gerakan yang efisien.
c. Orangtua, pelatih perlu memberikan kasih sayang dan berbagai nasihat serta perhatian dan
perlindungan yang baik kepada atletnya, agar merasa tentram dan nyaman dalam
melaksanakan latihan.
d. Teman, sebagai teman menerima aduan dan keluhan serta curahan hati para atletnya agar
mampu memberikan solusi yang tepat, sehingga atlet merasa percaya diri dan mengalami
kemajuan sosial yang baik.
e. Motivator, dalam proses latihan yang lama dan penuh ujian serta tantangan, pelatih perlu
memotivasi atletnya agar tetap berlatih untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
f. Administrator, pelatih perlu mengelola latihan dan melakukan pencatatan berbagai
peristiwa dan data yang telah dicapai baik dalam latihan maupun pertandingan agar
perkembangan atlet dapat terpantau dengan baik.
g. Ilmuwan, pengembangan keilmuan merupakan tanggung jawab pelatih agar tidak terjadi
malpraktik dalam proses latihan. Pelatih punya tanggung jawab untuk menjadikan
pendekatan keilmuan menjadi implementasi nyata dalam latihan.
h. Murid/siswa, proses belajar sepanjang hayat merupakan prinsip yang harus tetap dipegang
oleh pelatih agar perkembangan yang terjadi dalam dunia kepelatihan selalu menjadi
kebutuhan untuk dipelajari dari berbagai sumber.
i. Agen jurnalist, setiap keberhasilan dan masalah yang muncul dalam proses
latihan/pertandingan menjadi tanggung jawab pelatih untuk menyampaikan dengan tepat
kepada media massa/pers.
j. Disipliner, disiplin adalah jalan pertama menuju keberhasilan, sehingga pelatih memiliki
tanggung jawab untuk menerapkan disiplin bagi para atletnya agar mampu menghargai
waktu, perilaku, dan setiap jerih payah yang dilakukan bersama dalam rangka mencapai
karakter manusia yang baik.
3. Falsafah Latihan
Secara sederhana falsafah diartikan sebagai cara pandang terhadap situasi dan kejadian
dalam kehidupan kita (Thompson, 1991:11). Dengan kegiatan olahraga kita dituntun untuk
melakukan pertimbangan dan keputusan yang sesuai dengan prinsip kehidupan yang harmonis,
sesuai dengan filosofi “Nation and character building”.
Kegiatan olahraga mengandung berbagai aktivitas yang melibatkan berbagai pihak
seperti atlet, pelatih, wasit, organisator, penonton, dan pihak-pihak lain seperti media masa dan
sebagainya. Semua pihak memiliki peran sesuai dengan posisinya yang dilaksanakan untuk
menjamin kegiatan olahraga dapat berlangsung dengan harmonis dan mencapai tujuan yang
diharapkan.
Memahami filsafat berarti pelatih perlu menyadari bahwa:
a. Prestasi adalah hasil usaha keras tetapi jujur untuk mencapai potensi optimal atlet dengan
proses latihan yang tepat.
b. Pelatih memiliki berbagai peran dan kewajiban untuk mengembangkan atlet menjadi
manusia yang sehat jasmani, rohani, mental dan spritual, bukan hanya sekedar mencapai
prestasi tinggi.
Dari uraian di atas pelatih perlu menentukan pilihan falsafah yang harus ditempuh bagi
diri dan atletnya dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan nilai luhur yang ada pada
olahraga. Implementasi dari falsafah yang dijiwai oleh nilai luhur tersebut adalah :
a. Kesehatan atlet adalah utama dibanding yang lainnya, sedangkan ”kemenangan bukan
segala-galanya”.
b. Saling menghargai kawan dan lawan dalam pertandingan olahraga.
c. Menghormati peraturan dan keputusan wasit sebagai pengadil di lapangan sekaligus
memahami bahwa wasit dapat melakukan kesalahan yang tidak disengaja.
d. Menghargai jerih payah masing-masing pihak untuk mencapai prestasi, sehingga
kecurangan dapat dihindarkan dan menempatkan yang terbaik yang pantas mendapat
kemenangan.
e. Bersama-sama menjunjung tinggi arena olahraga sebagai tempat ibadah, sehingga yang
dilakukan di arena pertandingan adalah pengabdian pada bangsa, negara, dan Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Gaya Kepemimpinan
Ada berbagai upaya yang dilakukan para ahli untuk mengenali karakteristik pemimpin
berdasarkan gaya yang ditampilkan. Pelatih sebagai seorang pemimpin memiliki gaya tertentu
yang pada dasarnya dapat diklasifikasi berdasarkan gaya kepemimpinan pada umumnya.
Pate dkk.(1984) mengemukakan 2 macam klasifikasi gaya kepemimpinan, yaitu gaya
kepemimpinan Autoritarian versus Demokratis; dan gaya kepemimpinan berpusat pada orang
versus Berorientasi Tugas. Adapun karakteristik, kelebihan, dan kelemahan setiap gaya tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Gaya Kepemimpinan Autoritarian
a) Mengontrol orang lain menggunakan autoritasnya.
b) Menggerakkan orang lain dengan cara memerintah.
c) Berusaha segala sesuatu berjalan sesuai kemauan sendiri.
d) Berbuat dengan cara tidak personal.
e) Menghukum anggota yang keliru atau menyimpang.
f) Menentukan sesuatu berdasarkan pembagian kerja.
g) Menetapkan bagaimana sesuatu harus dikerjakan.
Kelebihannya:
(1) Dapat efektif bila pemimpin berstatus jauh lebih tinggi dibanding pengikutnya.
(2) Cocok untuk situasi yang memerlukan keseriusan dan kedisiplinan.
(3) Cocok untuk situasi dimana pengikut kurang memiliki rasa percaya diri dan merasa
perlu perlindungan dari pemimpin.
Kelemahannya:
(1) Banyak peserta yang merasa tertekan.
(2) Tidak dapat diperoleh saran dan masukan dari pengikut yang sebenarnya dapat
bermanfaat.
Kelebihannya:
(1) Kebanyakan pengikut merasa dihargai.
(2) Dapat meningkatkan kekompakan dan persatuan.
(3) Berpeluang lebih besar untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan.
Kelemahannya:
(1) Tidak cocok untuk situasi yang mengharuskan pengambilan
(2) keputusan secara cepat.
(3) Tidak cocok untuk situasi yang memerlukan disiplin ketat
(4) dan agresivitas dalam penyelesaian tugas.
(5) Penggunaan waktu kurang efisien.
Ada pendapat lain mengenai klasifikasi gaya kepemimpinan, khususnya mengenai gaya
pelatih olahraga. Berikut yang diungkapkan dalam buku Beginning Coaching yang diterbitkan
oleh Australian Coaching Council, yang membedakan menjadi 5 gaya, yaitu gaya: 1)
Autoritarian; 2) Praktis dan cekatan; 3) Ramah dan baik hati; 4) Bersemangat; dan 5)
Gampangan dan tenang.
1) Pelatih Autoritarian (Autoritarian Coach)
a) Selalu menggunakan perintah atau komando.
b) Lugas dan disiplin.
c) Sering menggunakan hukuman.
d) Bersemangat bila timnya menang dan mengumpat bila timnya kalah.
e) Menggunakan cara marah-marah agar dihormati.
2) Pelatih Praktis dan Cekatan (Businesslike Coach)
a) Tidak berorientasi pada orang-orang, tetapi berorientasi pada tugas.
b) Bekerja keras, tekun dan cermat melaksanakan tugasnya.
c) Menggunakan sepenuh waktunya untuk memikirkan tugasnya.
3) Pelatih Ramah dan Baik Hati (Nice Guy Coach)
a) Selalu menggunakan pendekatan personal dan kooperatif.
b) Penuh perhatian dan ramah terhadap atlet.
c) Peduli pada masalah yang dihadapi setiap atlet.
4) Pelatih Bersemangat (Intense Coach)
a) Menggunakan cara marah-marah agar dihormati.
b) Selalu berusaha mencapai keinginannya dengan terlalu bersemangat sehingga tampak
tegang dan gelisah.
c) Memberikan dorongan kepada atlet dengan cara menggebugebu.
d) Menghadapi situasi dengan sikap emosional.
5) Pelatih Gampangan dan Tenang (Easy going Coach)
a) Selalu bersikap gampangan, santai, dan sambil lalu dalam menghadapi situasi.
b) Tidak menunjukkan keseriusan dalam menghadapi masalah.
c) Selalu bersikap tenang dan acuh-tak acuh dalam menghadapi masalah.
Gaya-gaya kepemimpinan tersebut merupakan klasifikasi yang dibuat secara ekstrim.
Masing-masing gaya memiliki kelebihan dan kelemahan dalam efektivitas kepemimpinan.
Sesuai dengan kelebihan dan kelemahannya, pada dasarnya setiap gaya dapat efektif bila
diterapkan dalam situasi dan kondisi yang tepat, dengan kata lain bahwa untuk suatu situasi dan
kondisi tertentu dibutuhkan gaya tertentu pula agar efektif kepemimpinannya.
Dalam kenyataannya memang jarang ada pelatih yang secara ekstrim hanya memiliki satu
gaya saja, dan pada umumnya gaya pelatih secara natural merupakan perpaduan dari gaya-gaya
tersebut, secara sengaja memadukan atau menggunakan gaya-gaya kepemimpinan secara
berganti-ganti sesuai dengan situasi dan kondisi. Memahami karakteristik, kelebihan, dan
kelemahan setiap gaya kepemimpinan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelatih untuk
mengevaluasi diri dan kemudian memformulasikan gaya kepemimpinan yang akan digunakan
untuk menghadapi situasi dan kondisi tertentu dalam melaksanakan tugasnya.
2) Faktor Pengikut
Kualitas perilaku kepemimpinan yang baik memerlukan pemahaman tentang para
pengikutnya atau orang-orang yang dipimpin. Masalah yang kompleks, apakah kepemimpinan
yang baik menyebabkan pengikutnya berbuat baik, atau sebaliknya pengikut yang baik
menyebabkan kepemimpinan menjadi efektif, memang sulit untuk dijawab secara pasti. Namun
demikian dapat diyakini bahwa kepribadian, sifat, watak, dan perilaku pengikut mempunyai
pengaruh yang besar terhadap efektivitas pemimpin.
Beberapa sifat pengikut yang penting untuk dipertimbangkan adalah:
a) Kebutuhan berafiliasi.
b) Kebutuhan mencapai sesuatu.
c) Mengharapkan hadiah (reward).
d) Kebutuhan untuk tidak tergantung.
e) Penerimaan pada autoritas.
f) Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity).
Adanya hubungan antara sifat pengikut dengan efektivitas pemimpin secara parsial, dapat
terbukti dari fakta bahwa tipe sifat tertentu dari pengikut akan merespon dengan baik atau
sebaliknya merespon dengan buruk terhadap gaya kepemimpinan tertentu.
3) Faktor Kondisi Lingkungan
Kondisi dan situasi lingkungan yang ada pada saat pelaksanaan tugas akan berpengaruh
terhadap efektif atau tidaknya pemimpin. Beberapa faktor lingkungan yang dapat berpengaruh
adalah:
a) Sifat tugas.
b) Derajat ketertekanan (stress).
c) Kejelasan peran.
d) Ukuran kelompok.
e) Kendala waktu.
f) Ketergantungan tugas.
Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dalam proses berlangsungnya aktivitas, dengan
demikian masing-masing factor akan memberikan warna atau andil untuk menjadikan efektif
atau tidaknya kepemimpinan. Apabila faktor-faktor itu dapat berada pada kondisi yang saling
mendukung, maka akan terjadilah kepemimpinan yang benar-benar efektif.
g. Landasan Filosofi
Secara umum dapat dikatakan bahwa seseorang yang dalam hidupnya memiliki landasan
filosofi yang baik akan menjadikan dirinya bijaksana dalam bertindak. Filosofi merupakan
seperangkat pemandu yang menjadikan pedoman seseorang untuk bertindak.
Filosofi seseorang terbentuk dari gagasan yang berkembang dari pengalaman, pendapat
yang diperoleh dari pengetahuan yang dikumpulkan, dan harapan-harapan tentang masa
depannya. Demikian juga para pelatih dalam menjalani profesinya perlu memiliki landasan
filosofi yang baik dan jelas, sehingga tidak terombang-ambing pikirannya dan dapat mengambil
keputusan yang tepat bila menghadapi masalah yang rumit.
Untuk mengembangkan filosofi kepelatihan yang diyakini kebenarannya, dalam buku
Beginning Coaching didasarkan pada:
1) Mengetahui mengapa para pelatih menjadi pelatih.
Pertimbangkan alasan-alasan para pelatih menjadi pelatih, seperti berikut:
a) Saya ingin membantu orang lain untuk berkembang.
b) Saya merasa melewatkan waktu dengan baik ketika melatih.
c) Saya senang dihargai.
d) Saya ingin dikenal sebagai pelatih yang sukses.
e) Saya senang melihat orang lain melewatkan waktu dengan baik.
f) Saya senang membantu orang lain.
g) Saya senang merasa punya kekuasaan yang diperoleh dari melatih.
h) Saya senang melihat atlet makin baik.
i) Saya merasa telah melakukan hal yang berharga setelah melatih.
j) Saya senang menerapkan pengalaman lampau dalam olahraga.
Untuk setiap pelatih, alasan-alasan tersebut berlaku pada dirinya walaupun dengan
penekanan yang berbeda-beda. Mana yang sesuai bagi dirinya dapat direnungkan.
Reference:
Bompa, T. & Buzzichelli, C. 2015. Periodization training for sports, Third Edition. Australia:
Human Kinetics
Frank Pyke, 1991. Better Coaching. Australia: Australian Coaching Council Incoorparated.
Friedman, Howard S., Schustack, Miriam W. (2002). Kepribadian, Teori Klasik dan Riset
Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harsono. 1988. Coaching dan Aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: PIO (Pusat Ilmu
Olahraga)
Thompson, Peter. Pengenalan kepada Teori Pelatihan. Jakarta: diterjemahkan oleh Persatuan
Atletik Seluruh Indonesia, judul asli: Introduction to Coaching Theory, 1993.