SKRIPSI
TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH KEDALAMAN PONDASI (DF/B) DAN JARAK LAPIS PERTAMA
GEOGRID (U/B) TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PERSEGI DENGAN
DIMENSI PONDASI (L/B) = 1,5 DAN JARAK ANTAR GEOGRID (H/B) = 0,3
SKRIPSI
TEKNIK SIPIL
NIM. 135060101111022
Mengetahui,
Ketua Program Studi
JUDUL SKRIPSI : Pengaruh Kedalaman Pondasi (Df/B) dan Jarak Lapis Pertama Geogrid
(U/B) terhadap Daya Dukung Pondasi Persegi dengan Dimensi Pondasi
(L/B) =1,5 dan Jarak Antar Geogrid (H/B)=0,3
Nama Mahasiswa : Ekki Darmawan Pujo Susilo
NIM : 135060101111022
Program Studi : Teknik Sipil
Minat : Geoteknik
Mahasiswa,
NIM. 135060101111022
RIWAYAT HIDUP
Ekki Darmawan Pujo Susilo lahir pada 24 Agustus 1995, merupakan putra dari
Bapak Sunar dan Ny. Endang Yuli Ningsih. Mengawali tingkat Sekolah Dasar (SD) pada
tahun 2001 sampai pada tahun 2007 di SDN Babadan 01, Blitar. Kemudian melanjutkan
pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 2007 hingga tahun 2010 pada
SMPN 01 Wlingi. Setelah itu melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) pada
tahun 2010 sampai tahun 2013 di SMA 1 Talun. Pada tahun 2013 melanjutkan kuliah di
Universitas Brawijaya.
Selama kuliah aktif mengikuti beberapa kegiatan kampus dan organisasi, diantaranya
kegiatan kepanitiaan seperti probin maba dan civil fiesta. Sedangkan organisasi yang diikuti
adalah Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) yaitu Departemen Amera tahun kepengurusan
2014 – 2017. Pada Tahun 2016 juga mengikuti Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia yang
dilaksanaklan di Kota Palembang. Selain aktif dalam aktifitas kepanitiaan dan organisasi
juga aktif sebagai asisten Mata Kuliah Statika pada tahun 2016.
Penulis
LEMBAR PERUNTUKAN
Puji Syukur kepada Allah SWT karena atas barokah dan rahmatnya, Skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Ucapan Shalawat kepada Nabi besar Muhammad SAW, ucapan
terima kasih juga tidak lupa saya haturkan kepada Bapak-Ibu serta Saudara yang telah
memberikah dukungan moral dan material dalam proses penyelesaian skripsi ini, Bapak-Ibu
dosen dan dosen pembimbing yang telah membimbing selama perkuliahan dan penyusunan
skripsi. Begitu juga untuk Tim skripsi, Pugil, Jepris, Karunia, Ellen, Nadia, Acenk, serta
Nanas yang telah berjuang bersama dalam penyelesaian skripsi ini. Dan teman-teman
mahasiswa teknik sipil khusus nya teman-teman Amera, kawan seperjuangan serta Avon R.
Malanva, A.Md.
Akhir kata, saya mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas
kesalahan yang pernah saya lakukan selama ini. Sekian dan terima kasih.
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Kedalaman Pondasi
(Df/B) dan Jarak Lapis Pertama Geogrid (u/B) terhadap Daya Dukung Pondasi
Persegi dengan Dimensi Pondasi (L/B) =1,5 dan Jarak Antar Geogrid (h/B)=0,3”.
Tujuan dari pembuatan tugas akhir ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan yang
harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya untuk
meraih gelar sarjana serta diharapkan dapat menjadi sumbangsih bagi ilmu pengetahuan di
bidang Teknik Sipil khususnya bidang Geoteknik.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan.
Maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta Bapak Sunar dan Ny. Endang Yuli Ningsih serta Ny.
Enggrit Dewi Nilasari, S.Kep yang selalu memberi dukungan dan doa kepada saya.
2. Ir. Sugeng P. Budio, MS dan Ir. Siti Nurlina, MT, selaku Ketua dan Sekretaris
Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya yang sangat membantu
kelancaran tugas akhir ini.
3. Dr. Eng. Indradi Wijatmiko, ST, M.Eng (Prac) selaku Ketua Program Studi S1
Teknik Sipil Falkutas Teknik Universitas Brawijaya yang sangat membantu
kelancaran tugas akhir ini.
4. Dr. Ir. As’ad Munawir, MT dan Dr. Ir. Arief Rachmansyah selaku dosen pembimbing
pertama dan kedua yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi
saran serta masukan kepada penulis.
5. Dr. Ir. Harimurti, MT, Ir. Suroso, Dipl.HE, M.Eng, Eko Andi Suryo, ST., MT., Ph.D,
Dr.Eng. Yulvi Zaika, MT selaku dosen geoteknik yang telah meluangkan waktu
memberi saran serta masukan kepada penulis.
6. Dr. M. Zainul Arifin, MT selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama perkuliahan.
7. Prof. Dr. Ir. Sri Murni Dewi, MS, selaku Kepala Laboratorium Struktur dan
Konstruksi Bahan
8. Bapak dan Ibu dosen Teknik Sipil yang telah memberikan saran dan masukan
penulis.
i
9. Pak Sugeng, Pak Hadi, Mbak Retno dan Mas Dino selaku pihak dari Laboratorium
Struktur dan Konstruksi Bahan yang telah membantu penulis.
10. Pak Ketut, Mbak Indah dan Mbak Asmi, selaku pihak dari Laboratorium Mekanika
Tanah dan Geoteknik yang telah membantu penulis.
11. Jepris, Karunia, Pugil (Putri), Acenk (Arif), Ellen, Anas, Nadia yang telah bekerja
bersama selama berbulan-bulan dan menjadi teman seperjuangan serta keluarga yang
dengan penuh kerj keras dan pengorbanan sehingga kita bisa menyelesaikan tugas
akhir ini bersama-sama.
12. Ny. Avon R. Malanva, A.Md yang tidak banyak membantu.
13. Teman-teman assisten Laboratorium Mekanika Tanah.
14. Dan semua teman-teman Teknik Sipil seperjuangan
15. yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah sangat membantu penulis
untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis pun menyadari bahwa penulis tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan.
Begitupun dalam penyusunan tugas akhir ini, dengan kerendahan hati penulis menantikan
adanya masukkan, baik berupa saran maupun kritik yang dapat bersifat membangun guna
penyusunan laporan-laporan yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
pembaca dan semua pihak yang memerlukan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.5.3 Efek Skala Model Terhadap Nilai Daya Dukung Teoritis ....................... 31
2.6 Bearing Capacity Ratio dan Settlement Reduction Factor ............................. 32
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 35
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................... 35
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 35
3.3 Jumlah dan Perlakuaan Benda Uji ................................................................... 36
3.4 Metode Penelitian ............................................................................................ 37
3.4.1 Pengujian Dasar ....................................................................................... 37
3.4.2 Persiapan Benda Uji ................................................................................ 37
3.4.3 Metode Pelaksanaan Sampel Uji ............................................................. 38
3.4.4 Pengujian Pembebanan ............................................................................ 43
3.4.5 Metode Analisis Data .............................................................................. 45
3.5 Variasi Penelitian ............................................................................................. 46
3.6 Bagan Alir Tahapan Penelitian ........................................................................ 48
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................................. 51
4.1 Analisis Bahan ................................................................................................. 51
4.1.1 Analisis Saringan...................................................................................... 52
4.1.2 Analisis Spesific Grafity .......................................................................... 53
4.1.3 Analisis Kepadatan Tanah (Compaction) ................................................ 53
4.1.4 Analisis Kuat Geser Langsung ................................................................ 55
4.2 Hasil Pengujian Kepadatan dan Kadar Air Model Test ................................... 56
4.2.1 Tanah Pasir Tanpa Perkuatan .................................................................. 56
4.2.2 Tanah Pasir dengan Perkuatan ................................................................. 56
4.3 Hasil Pengujian Daya Dukung Tanah pasir Tanpa Perkuatan Geogrid ........... 57
4.3.1 Hasil Perhitungan Teoritik ....................................................................... 57
4.3.2 Hasil Eksperimen Mengunakan Model Test ............................................ 57
4.3.3 Analisis Penurunan Secara Teoritik dan Eksperimen .............................. 58
4.3.4 Efek Skala Model terhadap Daya Dukung Teoritik ................................ 59
4.4 Hasil Pengujian Daya Dukung Pondasi pada Tanah pasir dengan Perkuatan
Geogrid .......................................................................................................... 62
4.4.1 Analisis Daya Dukung Pondasi Persegi pada Tanah Pasir dengan
Perkuatan Geogrid .................................................................................. 62
4.4.2 Analisis Penurunan Tanah Pasir dengan Variasi Kedalaman Pondasi. ... 65
4.4.3 Analisis Penurunan Tanah Pasir dengan Variasi Jarak Lapis Geogrid. ... 67
4.5 Perbandingan Hubungan Penurunan dan Daya Dukung Tanah Pasir Tanpa
Perkuatan dan Pasir dengan Perkuatan Geogrid ............................................ 70
4.5.1 Df/B = 0.3 ................................................................................................. 71
4.5.2 Df/B = 0,45 ............................................................................................... 72
iv
4.5.3 Df/B = 0,6 ................................................................................................. 73
4.6 Analisis Bearing Capacity Ratio ..................................................................... 74
4.6.1 Bearing Capacity Ratio (BCR) pada Sampel Tanah dengan Variasi
Kedalaman Pondasi (Df) ......................................................................... 74
4.6.2 Bearing Capacity Ratio (BCR) pada Sampel Tanah dengan Variasi Jarak
Lapis Pertama Geogrid (u) ...................................................................... 75
4.7 Analisis Peningkatan Nilai Daya Dukung pada Tanah Pasir yang
Menggunakan Perkuatan Geogrid .................................................................. 77
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 81
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 81
5.2 Saran................................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 83
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 87
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 3.5 (a) sebelum dilakukan pemadatan pasir diratakan terlebih dahulu; (b) proses
pemadatan pasir dengan silinder beton ............................................................ 39
Gambar 3.6 Pengujian kadar air dan density pada sampel uji. ........................................... 40
Gambar 3.7 (a) Penempatan posisi pondasi sehingga tepat di tengah; (b)membuat garis untuk
plot bentuk pondasi; (c) garis yang digunakan sebagai acuan letak pandasi; (d)
Meletakkan mal untuk mengukur kedalaman pondasi yang digunakan;
(e)kontrol kedalaman pondasi setelah mal dilepas; (f)memasang pondasi yang
akan digunakan; (g)kontrol waterpass sehingga tidak ada inklinasi;
(penimbunan tanah kembali sesuai dengan volume kepadatan tanah; (i) pondasi
siap untuk dibebani. ......................................................................................... 41
Gambar 3.8 perletakan geogrid pada sampel uji. ................................................................ 42
Gambar 3.9 pemsangan load cell pada sampel uji .............................................................. 43
Gambar 3.10 LVDT yang telah terpasang. ......................................................................... 44
Gambar 3.11 Siap dilakukan uji pembebanan. .................................................................... 44
Gambar 3.12 Model pengujian sampel ............................................................................... 44
Gambar 3.13 Bagan alir percobaan ..................................................................................... 49
Gambar 4.1 Hasil pembagian ukuran butiran tanah ............................................................ 52
Gambar 4.2 Hasil pengujian pemadatan di laboratorium mekanika tanah. ........................ 54
Gambar 4.3 Hubungan antara tegangan geser dan tegangan normal pada uji direct shear . 55
Gambar 4.4 Grafik pengujian model test tanpa perkuatan. ................................................. 58
Gambar 4.5 Perbandingan daya dukung teoritis dan model test. ........................................ 58
Gambar 4.6 Perbandingan nilai qu/ɣB antara model dengan metode teoritis Mayerhoff ... 60
Gambar 4.7 Perbandingan besar nilai daya dukung skala model dengan teoritis (Mayerhoff)
pada lebar pondasi yang berbeda beda ........................................................... 60
Gambar 4.8 Grafik hubungan N*/N-B modifikasi Shiraishi (1990) dan model tes ......... 61
Gambar 4.9 Nilai daya dukung ultimit (qu) eksperimen pondasi persegi dengan perkuatan
geogrid pada variasi rasio Df/B .................................................................... 63
Gambar 4.10 Nilai daya dukung ultimit (qu) eksperimen pondasi persegi dengan perkuatan
geogrid pada variasi u/B ............................................................................... 64
Gambar 4.11 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid saat Df/B = 0,3 serta u/B = 0,3 ; 0,4 dan 0,5 ................. 65
Gambar 4.12 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid saat Df/B = 0,45 serta u/B=0,3 ; 0,4 dan 0,5 ................. 66
viii
Gambar 4.13 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid saat Df/B = 0,6 serta u/B = 0,3 ; 0,4 dan 0,5 .................. 67
Gambar 4.14 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid saat u/B=0,3 serta Df/B = 0,3; 0,45 dan 0,6 .................... 68
Gambar 4.15 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid saat u/B=0,4 serta Df/B = 0,3; 0,45 dan 0,6 .................... 69
Gambar 4.16 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid saat u/B=0,5 serta Df/B = 0,3; 0,45 dan 0,6 .................... 70
Gambar 4.17 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi tanpa
perkuatan geogrid dan pondasi persegi dengan perkuatan geogrid, u/B = 0,3 ;
0,4 ; 0,5 serta Df/B = 0,3 ............................................................................... 71
Gambar 4.18 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi tanpa
perkuatan geogrid dan pondasi persegi dengan perkuatan geogrid, u/B = 0,3 ;
0,4 ; 0,5 serta Df/B = 0,45 ............................................................................. 72
Gambar 4.19 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi tanpa
perkuatan geogrid dan pondasi persegi dengan perkuatan geogrid, u/B = 0,3 ;
0,4 ; 0,5 serta Df/B = 0,6 ............................................................................... 73
Gambar 4.20 Perbandingan nilai BCR untuk variasi rasio Df/B ......................................... 75
Gambar 4.21 Perbandingan nilai BCR untuk variasi jarak lapis pertama geogrid .............. 76
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
RINGKASAN
Ekki Darmawan Pujo Susilo, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya, Mei 2017, Pengaruh Kedalaman Pondasi (Df/B) dan Jarak Lapis Pertama
Geogrid (u/B) terhadap Daya Dukung Pondasi Persegi dengan Dimensi Pondasi (L/B) =
1,5 dan Jarak Antar Geogrid (h/B )= 0,3, Dosen Pembimbing : Dr. Ir. As’ad Munawir,
MT dan Dr. Ir. Arief Rachmansyah.
Jenis tanah berpasir merupakan salah satu jenis tanah yang memiliki beberapa
masalah geoteknik dikarenakan sifat pasir yang memiliki ikatan antar partikel yang kecil
dan sudut gesek dalam yang besar, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada tanah
tersebut. Salah satu perbaikan yang dapat dilakukan pada tanah berpasir adalah
penggunaan geogrid. Geogrid merupakan salah satu jenis geosintetis dimana dapat
memberikan pengaruh interlocking pada tanah pasir sehingga dapat meningkatkan daya
dukung tanah tersebut apabila dibandingkan dengan geotekstil.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian fisik pada pondasi persegi dengan
beberapa kombinasi variabel. Pengujian yang dilakukan memerlukan bantuan alat uji
seperti hidraulic jack dan dial LVDT dimana akan diperoleh nilai daya dukung serta
penurunan pada tanah pasir. Sampel tanah pasir dimasukan pada box uji bertahap menjadi
7 layer dan setiap layernya memiliki ketinggian 10 cm. Setelah sampel dimasukkan
dilakukan pemadatan kemudian dilakukan cek kepadatan dan kadar air pada masing
masing layer. Kemudian pemasangan geogrid dan pondasi diletakkan pada tengah box
dan dipastikan tidak mengalami kemiringan (inklinasi). Pemodelan fisik pada penelitian
ini menggunakan tanah pasir dengan perkuatan geogrid 3 lapis serta menerapkan variasi
berupa kedalaman pondasi (3,6 cm; 5,4 cm; 7,2 cm) dan rasio jarak lapis pertama geogrid
terhadap lebar pondasi (0,3; 0,4; 0,5).
Dari hasil pengujian didapatkan bahwa penggunaan geogrid mempengaruhi
peningkatan daya dukung tanah pasir sebesar 30,532 %. Selain itu nilai daya dukung
maksimum terjadi ketika semakin kecilnya variasi rasio jarak lapis pertama geogrid serta
saat semakin meningkatnya variasi rasio kedalaman pondasi. Jika dilihat dari analisa BCR
terlihat bahwa kenaikan daya dukung maksimum terletak pada kedalaman pondasi 3,6 cm
dengan rasio u/B = 0,3. Untuk prosentase peningkatan daya dukung untuk variabel jarak
lapis pertama geogrid pada perkuatan tanah pasir adalah sebesar 11,154 %, sedangkan
untuk variabel rasio kedalaman pondasi adalah 13,008 %. Dapat dikatakan bahwa,
variable kedalaman pondasi memiliki pengaruh yang lebih besar daripada variabel rasio
jarak lapis pertama geogrid dalam peningkatan daya dukung pondasi persegi pada
perkuatan tanah pasir.
Kata Kunci: daya dukung, tanah pasir, perkuatan geogrid, variasi kedalaman
pondasi, variasi rasio jarak lapis pertama geogrid terhadap lebar pondasi.
xi
SUMMARY
Sandy soil type is one type of soil that has some geotechnical problems due to the
nature of the sand that has a bond between small particles and large friction angle in a
large, so it needs to be repaired on the soil. One of the improvements that can be made on
sandy soil is the use of geogrid. Geogrid is one type of geosynthetic which can give
interlocking effect on sand soil so that it can increase the carrying capacity of the soil
when compared with geotextile.
From the test results obtained that the use of geogrid affect the increase in soil
bearing capacity of sand by 30.532%. In addition the maximum carrying capacity value
occurs when the smaller the variation of the first geogrid spacing ratio as well as the
increasing variation in the depth ratio of the foundation. If seen from BCR analysis seen
that the maximum increase of support capacity lies in the foundation depth of 3.6 cm with
a ratio of u / B = 0.3. For the percentage of increase in carrying capacity for the first
geogrid spacing variable on the soil sand reinforcement is 11.154%, while for the depth
of the foundation depth ratio is 13.008%. It can be argued that, the depth of the foundation
variation has a greater influence than the geogrid first spatial ratio variable in increasing
the carrying capacity of the square foundation in the sand soil retention.
xii
1 BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Pada tahun 1964 Henry Vidal memperkenalkan teknik modern perkuatan pada tanah.
Henry Vidal menambahkan material komposit yang berbentuk lembaran metal yang
diletakan secara horizontal pada tanah granular dengan menganalogi pemanfaatan friksi
pada material tanah dengan penambahan material komposit tersebut.
Perbaikan tanah dengan geosintetis banyak mengalami perkembangan dalam
beberapa dekade terakhir ini. Salah satu metode yang menggunakan perkuatan geosintetis
adalah perkuatan pondasi tanah, metode ini merupakan perkuatan konstruksi tanah pondasi
dangkal yang pengaplikasiannya dapat dipertimbangkan sebagai inovasi alternatif
perkuatan tanah dengan biaya yang lebih efektif dibanding alternatif perkuatan
konvensional lainnya.
Wilson Chung dan Giovani Cascante (2006) melakukan penelitian didapatkan
kesimpulan bahwa perkuatan berlapis akan bekerja dengan baik apabila diletakkan pada
kedalaman geogrid layer pertama u = 0,3B (kedalaman kritis) dan apabila jarak antar geogrid
lebih kecil dari 0,3B (h < 0,3B).
Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari tanah pasir dengan perkuatan geogrid jauh
meningkat dibandingkan dengan pondasi tanpa perkuatan geogrid. Disebutkan hal ini dapat
terjadi karena terjadi ikatan antara butiran pasir dengan goegrid sehingga menambah
kohesifitas pasir, dan geogrid juga dapat membantu untuk menahan gaya tarik saat tanah
menerima beban dari atas. Pada penelitian tersebut didapatakan bahwa nilai BCR optimum
dengan nilai u/B adalah 0,33 (Hemantkumar Ronad, 2014)
Dari beberapa penelitian yang sudah disebutkan diatas, belum ada kesimpulan yang
menyebutkan pengaruh kedalaman pondasi (overbudden) dan jarak pertama geogrid
terhadap peningkatan daya dukung tanah dengan perkuatan geogrid. Sehingga hal tersebut
yang melatarbelakangi penelitian ini.
3
3
4
5
6
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasir
Pasir merupakan material yang lepas sebab tidak memiliki gaya ikat satu dengan yang
lainnya. Pettijohn dan Siever (1973) menyampaikan pendapat mengenai definisi pasir yang
merupakan material granular alami yang belum terkonsolidasi. Pasir terdiri dari butiran-
butiran yang berukuran dari 0,0625 – 2 mm. Material granular yang lebih halus dari pasir
disebut sebagai lanau, dan yang lebih besar disebut sebagai kerikil.
Berikut merupakan persyaratan pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan
bangunan. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dank eras dengn indeks
kekerasan < 2,2. Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat. Tidak boleh
mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila pasir tersebut mengandung lumpur lebih dari
5% maka pasir harus dicuci Pasir tidak boleh mengandung bahan organic yang terlalu
banyak. Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan 1,5 sampai 3,8 dan terdiri
dari butir-butir yang beraneka ragam Tanah pasir merupakan tanah yang memiliki butiran
tanah yang terpisah ketika keadaan kering dan melekat hanya apabila berada dalam keadaan
basah akibat gaya tarik permukaan di dalam air. Tanah pasir merupakan tanah non-kohesif
yang tidak memiliki garis batas antara keadaan plastis dan tidak plastis, karena jenis tanah
ini tidak plastis untuk semua nilai kadar air. Tetapi dalam beberapa kondisi tertentu, tanah
non-kohesif dengan kadar air cukup tinggi dapat bersifat sebagai suatu cairan kental. Tarikan
permukaan memberikan tanah non-kohesif suatu kohesi semu (apparent cohesion) yang
disebut demikian karena kohesi tersebut akan hilang apabila tanah itu benar-benar kering
atau benar-benar jenuh. (Bowles, 1993:38)
Menurut penjelasan dari Teng (1981) bahwa karakteristik dari tanah granular antara
lain adalah sebagai berikut :
a. Secara umum merupakan material yang baik sebagai tanah dasar dari struktur
maupun jalan. Kecuali pasir lepas, daya dukung dari tanah
7
8
b. granular besar dan penurunan yang terjadi kecil. Penurunan terjadi dalam waktu
singkat setelah beban diberikan.
c. Merupakan material tanggul yang baik, karena memiliki kuat geser yang tinggi.
Mudah dipadatkan, dan tidak rentan membeku.
d. Merupakan material timbunan (backfill) terbaik untuk dinding penahan, dinding
basement, dan lainnya dikarenakan gaya tekan lateralnya yang kecil, mudah
dipadatkan, dan mudah mengalirkan air.
e. Tidak dapat digunakan sebagai tanggul untuk bendungan, reservoir, dan lain-lain
karena memiliki permeabilitas. Oleh karena itu, diperlukan proses dewatering
pada tanah pasir yang berada di bawah muka air tanah rentan mengalami
penurunan bila terkena beban yang bergetar. Kriteria teknis dari tanah berbutir
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepadatan, gradasi, dan bentuk
butiran penyusunnya. Bentuk dari butiran penyusun tanah pasir dapat diamati
menggunakan mata telanjang maupun dengan bantuan kaca pembesar. Bentuk
dari butiran-butiran tersebut dideskripsikan dalam bentuk angular, subangular,
subrounded, rounded, dan very rounded.
Definisi dari kepadatan relatif atau persentase kepadatan tertentu adalah sebagai nilai
banding dari berat volume kering di pemodelan atau di lapangan dengan berat volume kering
maksimum di laboratorium menurut percobaan standar, seperti percobaan standar proctor
atau modifikasi proctor. Persamaan untuk kepadatan relatif dapat dilihat pada Persamaan (2-
1).
d− field
RC = x 100% ...............................................................................(2-1)
d−laboratory
12
Perlu diingat bahwa memadatkan tanah pada sisi fase basah akan menghasilkan kuat
geser tanah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air pada sisi fase kering. Oleh
karena itu, selain nilai persentase kepadatan, rentang kadar air tanah pada tanah yang akan
dipadatkan juga perlu diperhatikan.
Rumus umum yang digunakan untuk menentukan faktor pengaruh bentuk, kedalaman
dan kemiringan beban dapat digunakan seperti dalam Tabel 2.4
13
footing) adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam menopang beban kolom (Hadiyatmo,
2006). Macam-macam jenis pondasi dangkal dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Menurut Peck dkk (1953) dalam buku Hadiaytmo (2006) membedakan pondasi
sumuran dan pondasi dangkal dari nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B). Untuk pondasi
sumuran Df/B > 4, sedangkan untuk pondasi dangkal Df/B ≤ 1.
Dimana:
A = Luas bidang pondasi
15
𝑄
𝜎=
𝐴
Perilaku pondasi tergantung pada besarnya beban yang diterima oleh pondasi dan juga
karakteristik tanah tersebut. Pada pondasi dangkal hubungan perilaku penurunan pondasi
dengan bertambahnya beban dapat dilihat pada Gambar 2.4.
16
b. Fase II
Fase ini merupakan zona plastis dimana baji tanah mulai terbentuk. Dengan semakin
bertambahnya beban maka gerakan tanah ke arah lateral akan semakin terllihat, hal ini
diikuting dengn retakan lokal juga pergeseran tanah disekeliling pondasi. Pada zona plastis
ini kuat geser tanah sanat berpengaruh dalam menahan beban.
c. Fase III
Fase ini diidentifiksi dengan kecepatan defromasi yang semakin bertambah seiring
dengan bertabahnya beban. Defromasi terbut diikuti dengan pergerakan tanah kearah luar
dan penggembungan tanah kepermukaan, selanjutnya tanah akan mengalami keruntuhan
ddengan bidang runtuh yang berbentuk lengkungan dan garis (bidang geser radial dan bidang
geser linier).
17
c. Keruntuhan Penetrasi
Pada tipe keruntuhan ini, tidak terjadi penggembungan pada sekitar pondasi. Penurunan
tanah sebanding dengan bertambahnya beban sehingga menyebabkan tanah disekitar pindasi
mengalami pemampatan. Karena pergeseran lateral tidak cukup besar hal ini mengakibatkan
kuat geser ultimit tanah tidak dapat berkembang. Pondasi menembus tanah ke bawah dan
baji tanah yang terbentuk hanya menyebabkan tanah menyisih. Saat keruntuhan, bidang
runtuh pada tanah tidak dapat terlihat.
18
Besarnya kapasitas dukung ijin kotor (qijin = qall = gross allowable load-bearing
capacity) adalah :
qu
q ijin ……. ..............................................................................................(2-9)
SF
keterangan :
qu = kapasitas dukung batas kotor (gross ultimate bearing capacity)
qu(net) = kapasitas dukung batas netto (net ultimate bearing capacity)
q = tekanan overburden = .Df
SF = faktor keamanan (factor of safety) umumnya minimal bernilai 3.
20
2.3 Geosintetik
Geosintetik berasal dari kata (Geosynthetic) yaitu terdiri dari dua bagian, yaitu Geo
yang berhubungan dengan tanah dan Synthetic yang berarti bahan buatan manusia. Definisi
yang disampaikan para ahli di bidang geosintetik adalah sebagai berikut, geosintektik
umumnya berbentuk lembaran dan sebagainya difungsikan untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh konstruksi yang berkaitan dengan tanah. (Niken, 2012).
GEOSINTETIK
TEKTIL JARING
JARING
KEDAP AIR : JARING RAPAT:
LULUS AIR TERBUKA :
GEOMEMBRAN MATRAS, NET
GEOGRID
GOTEKSTIL
2.3.2 Geogrid
Produk geosintetik yang terdiri dari jaringan yang beraturan dan terhubung satu sama
lainnya, dengan ukuran bukaan lebih besar dari 6,35 mm sehingga memungkinkan untuk
saling mengunci dengan tanah, batuan ataupun struktur lain di sekitarnya serta memiliki
fungsi primer sebagai perkuatan (ASTM D 4439)
a. Pengertian Geogrid
Penelitian yang dilakukan ini adalah menggunakan material perkuatan geosintektik
berjenis jaring terbuka yaitu geogrid . Geogrid merupakan salah satu jenis geosintetik yang
berbentuk jaring dengan jala terbuka. Fungsi utama geogrid adalah sebagai perkuatan.
Penguatannya mengacu pada mekanisme sifat teknis tanah komposit / agregat yang dapat
ditingkatkan secara mekanis. Geogrid dibentuk oleh suatu jaring teratur dan terhubung satu
sama lainnya yang mempunyai bukaan berukuran tertentu sehingga saling mengunci
(interlock) dengan bahan pengisi di sekelilingnya baik tanah, atuan ataupun struktur lain
disekitarnya. Menurut ASTM D4439, bukaan (aperture) pada geogrid memiliki ukuran yang
lebih besar dari 6,35 mm (1/4 in.).
22
b. Jenis Geogrid
Geogrid memiliki bentuk geometri yang tersusun dari dua set elemen ortogonal penahan
tarik dengan pola segi empat. Karena keperluan akan sifat geosintetik yang memiliki kuat
tarik serta ketahanan rangkak yang tinggi, maka geogrid diproduksi dari bahan plastic yang
molekulnya diorientasikan kearah Tarik. Jenis geogrid dijabarkan oleh Isparmo dalam
Geotextile.web.id sebagai berikut. Material dasar geogrid bisa berupa : Polyphropylene,
Polyethilene dan Polyesther atau material polymer yang lain. Berdasarkan bentuk bukaannya
(Aperature), maka Geogrid bisa dibagi antara lain sebagai berikut :
23
• Geogrid Uniaksial
Adalah Geogrid yang mempunyai bentuk bukaan tunggal dalam satu segmen (ruas)
• Geogrid Biaksial
Adalah Geogrid yang mempunyai bukaan berbentuk persegi
• Geogrid Triaksial
Adalah Geogrid yang mempunyai bukaan berbentuk segitiga
• Kekuatan Tarik
“Kuat tarik didefinisikan sebagai tegangan tarik maksimum yang mampu ditahan oleh
benda uji pada titik keruntuhan. Seluruh aplikasi geosintetik bergantung pada sifat mekanik
ini baik sebagai fungsi primer maupun fungsi sekunder.” (Dirjen Bina Marga, 2009:45).
Hal hal yang mempengaruhi kuat tarik pada suatu elemen geosintetik ialah rasio lebar
geosintetik terhadap panjang benda uji, suhu, ketebalan geosintetik dan kelembaban ruangan
saat pengujian dilakukan.
Dalam modul pelatihan geosintetik oleh direktoran jendral bina marga, dijelaskan
bahwa Geogrid memiliki kuat tarik serta modulus tarik yang tinggi dengan tingkat regangan
rendah bahkan dengan regangan 2%. Hal ini ditunjukkan pada gambar.
Pada penelitian broms (1988) dilakukan penelitian mengenai dinding penahan tanah
yang diperkuat dengan geotekstil. Didapatkan kesimpulan bahwa tahanan geser antar
permukaan tanah dan perkuatan tidak termobilisasi penuh sepanjang radius lembar
perkuatan.
Pada penelitian Nimmesgern dan Bush (1991) dilakukan uji cabut (pull-out) pada
geogrid yang diletakkan dalam material granuler. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan
bahwa penambahan tegagan kompresi meningkatkan kekuatan tanah dan berkontribusi
dalam ketahanan cabut.
Geogrid sebagai salah satu jenis geosintetik memiliki banyak kegunaan, salah satunya
yaitu berfungsi untuk stabilitas tanah dengan meningkatkan sifat mekanis tanah,
meningkatkan faktor keamanan, serta meningkatkan daya dukung tanah khususnya tanah
pasir.
Tanah pasir yang diberi perkuatan geogrid umumnya terdiri dari timbunan padat dengan
digabungkan perkuatan geosintetik yang disusun ke arah horisontal. “Ketika tanah dan
geosintetik digabungkan, material komposit (tanah yang diperkuat) tersebut menghasilkan
kekuatan tekan dan tarik tinggi sehingga dapat menahan gaya yang bekerja dan deformasi.
Pada tahapan tersebut, geosintetik berlaku sebagai bagian tahanan tarik (gesekan, adhesi,
saling mengikat (interlocking) atau pengurungan (confinement) yang digabungkan ke
tanah/timbunan dan menjaga stabilitas massa tanah” (Prasasti, 2014:3).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Qiming Chen (2007) yang menggunakan pondasi
persegi dengan variasi nilai rasio u/B adalah 0,4; 0,5; 0,67; dan 1,0 dan jenis perkuatan
miragrid didapatkan bahwa nilai BCR optimum berada pada rasio 0,3 dengan nilai BCR
diantara 0,3B cenderung turun seperti pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Grafik Pengaruh rasio u/B terhadap nilai BCR pondasi persegi.
Sumber: Qiming Chen (2007)
30
Dalam menentukan daya dukung tanah ultimate ada beberapa cara, antara lain dapat
dilihat pada Gambar 2.20 berikut.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.20 Metode penentuan nilai daya dukung pada pondasi dangkal (a) metode
tangent intersection; (b) Metode Log – Log; (c) Metode Hiperbolic;(d) Metode 0,1B
Pada Gambar 2.20 terdapat beebrapa metode yang dapat digunakan sebagai acuan
keruntuhan atau daya dukung tanah. Metode yang pertama adalah metode tangent
intersection. Pada metode ini digunakan 2 garis tangensial yang satu ditarik dari atas dan
yang lainnya ditarik dari sisi bawah pada kurva sehingga akan berpotongan. Perpotongan ini
kemudian ditarik garis vertikal ke bawah, dan titik dimana garis vertikal tersebut menyentuh
kurva adalah daya dukung dan penurunan yang terjadi (Mansur andKaufman,1956). Metode
kedua adalah metode Log- log, metode ini tidak banyak berbeda dengan metode tangent
intersection hanya saja pada metode log – log ini digunakan grafik logaritmik dalam
penentuan nilai beban ultimatenya ataupun penurunannya. Metode ketiga merupakan
metode hiperbolic, metode ini digunakan perbandingan segitiga, dimana garis miring
31
segitiga tersebut didapatkan melalui bagian bawah kurva, kemudian penentuan nilai beban
ultimit didapatkan melalui perbandingan 1/b. Kemudian metode keempat adalah dengan
menentukan penurunan izin sebesar 10% dari B atau 0,1B, dimana B merupakan lebar
pondasi.
Dimana :
N* = Faktor daya dukung modifikasi
N = Faktor daya dukung Terzaghi
Bi = Lebar pondasi acuan = 1,4 m (kondisi N*/N = 1)
B = Lebar pondasi sebenarnya
Rumus empirik ini didapatkan dari penelitian model oleh De Beer (1963)
menggunakan nilai lebar pondasi 0,05-0,2 m dan nilai sudut geser tanah 41-44o.
Shiraishi (1990) mendapati bahwa perhitungan dari rumus eksperimen yang berasal
dari tes skala model untuk pondasi prototipe dapat mengarah terhadap perkiraan nilai N*
yang terlalu besar. Untuk mengatasi hal ini, Shiraishi (1990) mengusulkan rumus “rekayasa
praktis” yang mereduksi nilai N* sekitar 30% dari nilai rumus sebenarnya (2-13)
32
0,71𝑁
𝑁∗ = ........................................................................................... (2-14)
𝐵0,2
Cerato (2007) melakukan penelitian menggunakan jenis pondasi persegi dan lingkaran
dengan lebar 25,4; 50,8 dan 101,6 mm, Dr 24%, 57% dan 87% yang selanjutnya diplot
terhadap persamaan Shiraishi (1990) pada Gambar 2.23 berikut
Gambar 2.22 (a) titik runtuh tidak diketahui, (b) titik runtuh diketahui
BCR sendiri dibagi menjadi 2 yaitu, BCRs dan BCRu. BCRs adalah nilai BCR yang
diambil pada titik penurunan tertentu, nilai penurunan untuk SRF juga diambil berdasarkan
nilai penurunan pada saat pengambilan nilai untuk BCRs. Sedangkan BCRu adalah nilai
BCR yang diambil pada daya dukung ultimit. Pada saat hasil penelitian menunjukkan titik
keruntuhan yang pasti Gambar 2.20 (b), maka keuntunagan penggunaan perkuatan dapat
dihitung dengan BCRs, BCRu dan SRF, namun apabila titik keruntuhan tidak dapat
dipastikan Gambar 2.20 (a), maka keuntungan penggunaan perkuatan hanya dapat dihitung
dengan BCRs dan SRF (Q. Chen, 2007). Berikut rumus yang digunakan :
qu( R) qR su( R) s
BCR u ; BCR s ; SRFu ; SRF r .................................(2-15)
qu q su s
Dimana :
BCRu = Bearing Capacity Ratio saat daya dukung ultimit
BCRs = Bearing Capacity Ratio pada titik tertentu
SRFu = Settlement Reduction Factor pada daya dukung ultimit
SRF = Settlement Reduction Factor pada titik tertentu
qu(R) = Nilai daya dukung tanah ultimit dengan perkuatan
qu = Nilai daya dukung tanah ultimit tanpa perkuatan
qR = Nilai daya dukung tanah pada titik tertentu dengan perkuatan
qu = Nilai daya dukung tanah pada titik tertentu tanpa perkuatan
sr = Nilai penurunan tanah dengan perkuatan
s = Nilai penurunan tanah tanpa perkuatan
34
Penentuan nilai BCR didasarkan pada penelitian sekala penuh yang dilakukan oleh
Laboratories des Ponts et Chaussees (LPC) pada pondasi dangkal pada jurnal amar et al
(1994), disebutkan bahwa nilai bearing capacity didefinisikan berdasarkan beban pada saat
penurunan 10% dari lebar pondasi (s/B = 0,1) (Lavasan dan Ghazavi, 2012).
3 BAB III
METODE PENELITIAN
35
36
B L L
L B L B
Df Df
u u
h h
70 70 l = 3L L/B = 1,5 b = 3B
h/B = 0,3
Df/B = 0,3 ; 0,45 dan 0,6
L/B = 1,5
Df/B = 0,3 ; 0,45 dan 0,6 u/B = 0,3 ; 0,4 an 0,5
RC = 85% RC = 85%
B = 12 cm B = 12 cm
N =3
150 100
150 100
(a) (b)
Gambar 3.2 Model tes percobaan (a) Potongan melintang dan memanjang sampel tanpa
perkuatan; (b) Potongan melintang sampel dengan perkuatan geogrid.
Dalam penelitian ini faktor yang perlu diperhatikan adalah metode pemadatan benda uji.
Tanah yang dipakai merupakan tanah dengan jenis pasir, maka metode mekanis pemadatan
yang dipakai adalah dengan menggilas menggunakan beton silinder. Jenis pemadatan seperti
ini lebih memungkinkan pemadatan yang lebih merata pada setiap lapisan.
37
Pemadatan dilakukan tiap lapisan. Ketinggian tanah di tiap lapisan yaitu 10 cm,
sehingga penggilasan dilakukan beberapa kali sampai ketinggian yang diinginkan di tiap
lapisannya. Pemadatan dengan cara ini didasarkan pada kontrol volume, sehingga berat
tanah yang dimasukkan ke dalam box pengujian setiap lapisnya diukur dan ditimbang sesuai
dengan kepadatan untuk keinggian lapisan setiggi 10 cm. Volume tanah yang dimasukkan
didasarkan pada penelitian pendahuluan untuk mengukur kepadatan tanah dengan
menggunakan density test.
Dalam penelitian ini dilakukan penelitian dasar pada tanah, yaitu seperti antara lain :
a. Pemeriksaan specific gravity butiran tanah mengikuti ASTM D-854-58
b.Pemeriksaan analisis saringan (grain size) menurut ASTM C-136-46
c. Pemeriksaan kekuatan geser langsung (direct shear) menurut ASTM D-3080-72
d.Pemadatan standar (compaction) mengikuti ASTM D-698-70
Pada pengujian ini, tanah yang akan digunakan disaring terlebih dahulu dengan
saringan No. 4 .Tanah yang lolos saringan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam box uji
dengan volume tanah 100 x 150 x 70 cm = 1050000 cm3 yang dibagi dalam beberapa lapisan.
Kepadatan didapatkan menggunakan metode penggilasan urugan tanah dengan
menggunakan silinder yang terbuat dari beton seberat 11,28 kg dengan diameter 15 cm dan
tinggi 30 cm. Pemadatan dengan cara ini didasarkan pada kontrol volume, sehingga tanah
yang dimasukkan ke dalam box pengujian tiap lapisannya diukur ketinggiannya dan
ditimbang. Jumlah gilasan yang dilakukan untuk mendapatkan kepadatan yang diinginkan
didapatkan dengan cara memadatkan hingga ketinggian yang diinginkan, yaitu 10 cm,
kemudian di kontrol kepadatannya dengan menggunakan uji density. Adapun metode
pengambilan atau kontrol density pada sampel uji adalah seperti pada Gambar 3.3.
38
Pondasi
Df
7
6
7@10 = 70.0
5
4
3
2
1
Pemodelan tanah pasir yang dilakukan di box uji dirancang menyerupai kondisi yang
ada di lapangan sehingga mempermudah pengamatan dan menghemat waktu. Beberapa
langkah yang dilakukan dalam melaksanakan pemodelan uji fisik tanpa perkuatan geogrid
adalah sebagai berikut:
39
1. Tanah pasir diayak menggunakan ayakan no.4 sampai didapatkan gradasi butiran
halus sampai sedang.
2. Tanah pasir dimasukkan ke dalam box uji perlapis lalu digilas menggunakan silinder
beton pada setiap lapisannya sesuai tinggi lapisan yang ditunjukkan pada Gambar
3.3. Metode pemadatan seperti pada Gambar 3.5
(a)
(b)
Gambar 3.5 (a) sebelum dilakukan pemadatan pasir diratakan terlebih dahulu; (b)
proses pemadatan pasir dengan silinder beton
3. Stelah dilakukan pemdatan, setial layer pada sampel uji dilakukan pengujia kadar air
dan density (kepadatan) seperti pada Gambar 3.6.
40
Gambar 3.6 Pengujian kadar air dan density pada sampel uji.
4. Pengujian dilakukan dengan nilai u= 0,3B dan lebar pondasi dalah 12cm x 18cm,
metode pemasangan pondasi adalah sebagai berikut (Gambar 3.7):
a. Menentukan posisi Pondasi yang akan digunakan dengan menggunakan unting-
untuing sehingga posisi pondasi seperti yang diinginkan (tepat di tenah box uji)
sehingga garis runtuh pondasi tidak menatap box uji.
b. Memberikan tanda sesuai dengan ukuran dasar pondasi.
c. Tanda digunakan untuk posisi perletakan mal kayu.
d. Mal kayu ditancapkan pada tanda yng telah diberikan untuk memberikan
kedalaman pondasi yang ditentukan, dalam penelitian ini digunakan Df/B=0,3 ;
0,45 dan 0,6.
e. Setelah mal dilepas, dan sebagian tanah diambil kontrol Df dengan penggaris.
f. Meletakkan pondasi pada kedalam yang telah dibuat.
g. Kontrol kemiringan dengan waterpass sehingga tidak terjadi inklinasi saat
pembebanan.
h. Penimbunan kembali tanah dengan volume yang sesuai dengan kepadatan tanah.
i. Pemasangan pondasi selesai.
41
5. Tanah didiamkan selama ± 30 menit agar rongga-rongga yang ada pada tanah terisi
oleh partikel partikel yang juga menyesuaikan terhadap pergeseran tanah sehingga
rongga rongga tersebut dapat terisi.
Langkah-langkah dalam percobaan pada pembuatan pemodelan pondasi persegi pada
tanah pasir dengan menggunakan perkuatan geogrid, yaitu:
1. Tanah pasir diayak menggunakan ayakan no.4 sampai didapatkan gradasi butiran
halus sampai dengan sedang.
42
2. Tanah pasir dimasukkan ke dalam box uji perlapis lalu digilas menggunakan silinder
beton pada setiap lapisannya sesuai tinggi lapisan yang ditunjukkan pada Gambar
3.2 (b). Setiap lapisan dikontrol kadar air dan kepadatannya menggunakan uji
density.
3. Menghamparkan geogrid dengan perletakan seperti pada Gambar 3.8. pemasngan
geogrid juga digunakan unting-uting sehingga letaknya sesuai dengan yang
diharapkan.
Load Cell
Extension
Df
Pondasi
Berdasarkan hasil uji pembebanan, didapat data beban serta penurunan yang terjadi
pada pondasi. Data yang diambil merupakan data dari pondasi tanpa perkuatan dan pondasi
dengan perkuatan geogrid variasi rasio h/B dan rasio u/B.
Daya dukung dihitung dengan Persamaan 3.1 berikut:
Pu
qu = (3-1)
A
dengan :
Pu = beban maksimum yang dicatat saat uji pembebanan
A = luasan pondasi
Data-data di atas kemudian disajikan pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3 sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Persegi Tanpa Perkuatan
Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Persegi Tanpa Perkuatan
1 3,6
2 5,4
3 7,2
Tabel 3.2 Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Persegi Dengan Perkuata
Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Persegi Dengan Perkuatan
Rasio
Rasio Beban
Jarak Lapis Penurunan qu
Kedalaman maksimum
No. Pertama (mm) (kg/cm2)
Pondasi (kg)
Geogrid
1 0,3
2 0,3 0,45
3 0,6
4 0,3
5 0,4 0,45
6 0,6
7 0,3
8 0,5 0,45
9 0,6
46
Data diatas digunakan sebagai dasar grafik hubungan antara penurunan dan daya
dukung. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan geogrid sebagai perkuatan pondasi dalam
meningkatkan daya dukung, dilakukan analisis Bearing Capacity Ratio (BCR). Perhitungan
BCR diperoleh dari rumus Persamaan 3.2, yaitu :
q
BCR = (3-2)
qo
dengan :
BCR = Bearing Capacity Ratio
q = daya dukung dengan perkuatan geogrid
qo = daya dukung tanpa perkuatan
Data hasil perhitungan BCR nantinya ditampilkan seperti dalam tabel berikut :
Tabel 3.3 Bearing Capacity Ratio (BCR) Untuk Variasi Jarak Lapis Pertama Geogrid
Bearing Capacity Ratio (BCR) Untuk Variasi Jarak Lapis Pertama Geogrid terhadap
Dasar Pondasi (u/B) dan Variasi Kedalaman Pondasi Df/B
qu qu Pondasi Dengan
Pondasi Perkuatan Geogrid BCR
Rasio
No. Tanpa (kg/cm2)
u/B
Perkuatan
(kg/cm2)
Df=3,6 Df=5,4 Df=7,2 Df=3,6 Df=5,4 Df=7,2
1 0,3
2 0,4
3 0,5
Mulai
gg
gg
A
49
Pengolahan data
Analisis :
1. Daya dukung tanah
2. Penurunan
Kesimpulan
Selesai
51
52
Sebelum dilakukan penelitian utama, dilakukan penelitian dasar pada pasir yang
digunakan. Salah satunya adalah analisis gradasi butiran tanah. Pengujian ini dimaksudkan
untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan saringan. Data yang diperoleh dari hasil pengujian analisis saringan terhadap
gradasi butiran tanah disajikan pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Diketahui:
D60 = 1,2
D30 = 0,56
D10 = 0,32
53
(1,2) (0,56)2
𝐶𝑢 = = 375 < 6 𝐶𝑐 = 0,32 𝑥 1,2 = 0,816
0,32
Karena nilai Cu kurang dari 6 dan nilai Cc tidak diantara 1 dan 3 maka dapat
disimpulkan bahwa jenis pasir ini tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW (Well Graded
Sand) sehingga gradasi pasir tersebut adalah SP (Poorly Graded Sand), yaitu pasir
bergradasi buruk dan pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran
halus.
Tabel 4.2 Hasil pengujian specific grafity pada tanah pasir sample.
Hasil pengujian specific grafity pada tanah pasir sample.
Labu
A B C
Ukur
Gs 2,628 2,661 2,644
Rata-rata 2,644
Analisis kepadatan dilakukan dalam dua cara, yaitu kepadatan di laboratorium dan
kepadatan saat dilakukan sampel uji. Kepadatan di laboratorium digunakan utnuk mengetahu
kepadatan tanah yang maksimum dan kadar air optimumnya sehingga dapat digunakan
54
acuan dalam kontrol kepadatan pada sampel uji. Pada penelitian ini digunakan RC 85%,
yang artinya bukan kepadatan maksimum yang digunakan namun 85% dari kepadatan
maksimumnya. RC 85% tersebut yang digunakan dalam kepadatan sampel uji.
a. Kepadatan Tanah Standar di Laboratorium (Proctor Test)
Grafik Pemadatan
2.100
2.000
Dry density (gr/cm3)
1.900
1.800
1.700
1.600
1.500
4 5 6 7 8 9 10 11 12
water content,w (%)
(γlap) dengan berat isi kering yang diperoleh dari pemadatan standar di laboratorium (γlab).
Berat isi basah (γlap) yang dipakai dalam penelitian ini adalah 1,613 gr/cm 3 untuk
kepadatan relatif sebesar 85%.
Pemodelan pondasi dibagi menjadi 7 lapisan dengan tinggi masing-masing sebesar 10
cm. Pemadatan tanah pada tiap lapisan dilakukan dengan cara menggilas tanah dengan
menggunakan beton silinder dengan berat 11,28 kg dan tinggi 30 cm. Jumlah gelindingan
yang dilakukan untuk mendapatkan kepadatan yang diinginkan didapatkan dengan cara
memadatkan hingga ketinggian target yaitu 10 cm. Kemudian dilakukan pengujian density
test untuk mengontrol nilai kepadatan agar sesuai dengan kepadatan rencana.
Pengujian dasar lainnya adalah Analisis pengujian geser langsung. Pengujian ini
dimaksudkan untuk menetukan parameter nilai kohesi tanah (c) serta nilai sudut geser dalam
tanah (ϕ). Hasil dari pengujian ini disajikan dalam grafik hubungan antara tengangan normal
(σ) dan tegangan geser maksimum (τ). Dari grafik tersebut dapat diperoleh nilai kohesi tanah
serta nilai sudut geser tanah dengan menghubungkan ketiga titik yang diperoleh dengan garis
linear sehingga membentuk garis lurus yang memotong sumbu vertikal pada nilai kohesi (c)
dan memotong sumbu horizontal dengan membentuk sebuah sudut yang merupakan sudut
geser dalam tanah (ϕ). Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diperoleh nilai sudut
geser dalam tanah (ϕ) sebesar 31,691o dan nilai kohesi (c) sebesar 0,0029 kg/cm2. Grafik
hasil pengujian direct shear disajikan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Hubungan antara tegangan geser dan tegangan normal pada uji direct shear
56
4.3 Hasil Pengujian Daya Dukung Tanah pasir Tanpa Perkuatan Geogrid
Hasil pengujian yang akan dijelaskan berupa daya dukung pondasi tanpa perkuatan
yang dikerjakan secata teoritik dan model test. Sehingga dapat diketahui perbandingan antara
pengerjaan secara toeritis apabila dibandingkan dengan model test.
Pendekatan secara analitik pada tanah pasir tanpa perkuatan dapat dicari dengan
beberapa cara. Untuk memperkirakan dasar nilai daya dukung digunakan metode Meyerhof,
Hansen dan Vesic. Hasil dari perhitungan dengan metode analitik tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.5 Nilai Daya Dukung Analitik untuk Pondasi Persegi tanpa Perkuatan Geogrid
Nilai Daya Dukung Analitik untuk Pondasi Persegi tanpa Perkuatan Geogrid
Dimensi qu (kN/m2)
Pondasi Df/B
(L/B) Meyerhof Hansen Vesic
0,3 42, 632 33,184 40,478
1,5 0,45 52,239 43,784 51,559
0,6 62,271 55,116 63,406
Tabel 4.6 Nilai Daya Dukung Berdasarkan Eksperimen untuk Pondasi Tanpa Perkuatan
Nilai Daya Dukung Berdasarkan Eksperimen untuk Pondasi Tanpa Perkuatan
Df
qu (kN/m2)
(cm)
3,6 101,129
5,4 119,206
7,2 145,817
Dari percobaan pembebanan yang dilakukan pada model tanah pasir tanpa perkuatan
didapatkan hasil pembacaan terhadap daya dukung dan penurunan yang terjadi. Hasil
pembacaan daya dukung dan penurunan yang terjadi disajikan pada grafik hubungan antara
daya dukung dan penurunan pada Gambar 4.4 berikut ini.
58
TANPA PERKUATAN
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
-3 Df/B=0,3 | L/B=1,5
Df/B=0,45 | L/B=1,5 5
-8
Df/B=0,6 | L/B=1,5
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28 B=12
L
25
-33
Df
30
-38
100 cm
-43 70 cm 35
-48 100 cm
40
Melalui beberapa hasil yang telah disampaikan maka ddapat diketahui seperti pada
Gambar 4.5, bahwa dukung pondasi lebih besar saat dilakukan melalui pengujian model test
dibandingkan dengan perhitungan secara teoritik.
175
150
Tegangan Tanah (kN/m2)
125
100
75
50
25
0
Df/B = 0,3 Df/B = 0,45 Df/B = 0,6
EKSPERIMEN L=1,5B 101.129 119.206 145.817
MEYERHOF L=1,5B 42.632 52.239 62.271
HANSEN L=1,5B 33.184 43.784 55.116
VESIC L=1,5B 40.478 51.559 63.406
60.0
40.0
20.0
0.0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
B
Gambar 4.6 Perbandingan nilai qu/ɣB antara model dengan metode teoritis Mayerhoff
Pada Gambar 4.6 diketahui bahwa terdapat berbedaan yang siginifikan antara teoritis
dengan model, dimana nilai qu/ɣB pada skala model lebih besar dibandingkan dengan
teoritis. Perbesaran yang terjadi antara skala model terhadap teoritis hampir mencapai 3 kali
lipat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. Namun dengan samakin bertambahnya
lebar pondasi perbedan antara nilai teoritis dan skala model menjadi lebih kecil.
3
Nɣ model/Nɣ teoritis
2.5
1.5
0.5
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
B
Gambar 4.7 Perbandingan besar nilai daya dukung skala model dengan teoritis (Mayerhoff)
pada lebar pondasi yang berbeda beda
Pada jurnal Cerato dan Lutenegger (2007) digunakan metode modofikasi shiraisi untuk
merubah dari skala prototipe ke skala model.
61
5
Shiraishi
4 Shiraishi Reduksi 30%
Model Tes
3
Nɣ*/Nɣ
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
B
Gambar 4.8 Grafik hubungan N*/N-B modifikasi Shiraishi (1990) dan model tes
Dari Gambar 4.8 didapatkan bahwa pada pondasi dengan lebar 0,12 m berada diantara
2 persamaan Shiraishi, sementara pondasi dengan lebar 0,18 dan 0,24 m berada di bawah
dari garis persamaan modifikasi Shiraishi. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan sudut
geser tanah mengingat Shiraishi menggunakan dasar penelitian pada sudut geser tanah
sebesar 41-44o, juga akibat panjang pondasi pada model dengan lebar pondasi 0,18 dan 0,24
m yang memiliki panjang yang konstan (0,12 m) dimana bentuk pondasi tidak konstan
berbentuk persegi melainkan berubah menjadi persegi panjang.
62
4.4 Hasil Pengujian Daya Dukung Pondasi pada Tanah pasir dengan Perkuatan
Geogrid
Hasil pengujian yang akan dijelaskan berupa daya dukung pondasi dengan perkuatan
yang pada masing-masing variabel bebas yang telah ditentukan. Adapaun variabel bebas
yang digunakan adalah kedalaman pondasi (Df) yaitu 0,3B; 0,45B; dan 0,6B, serta jarak
lapis pertama geogrid (u) yaitu 0,3B; 0,4B; dan 0,5B.
4.4.1 Analisis Daya Dukung Pondasi Persegi pada Tanah Pasir dengan Perkuatan
Geogrid
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pondasi pada tanah pasir dengan Pada
pengujian yang dilakukan pada model pondasi peregi dengan perkuatan geogrid 3 lapis
dengan variasi (Df/B) serta variasi jarak pertama geogrid u/B dan dimensi pondasi (L/B)=1,5
dengan h/B = 0,3 didapatkan nilai daya dukung yang ditunjukkan pada Tabel 4.9 dan Tabel
4.10. Sedangkan nilai daya dukung terhadap variasi rasio Df/B dan jarak lapis pertama
geogrid ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10.
Tabel 4.9 Nilai Daya Dukung Eksperimen Pondasi Persegi dengan Perkuatan Geogrid
Nilai Daya Dukung Eksperimen Pondasi Persegi dengan Perkuatan Geogrid pada Variasi
Rasio Df/B
Df Beban Penurunan qu qu
u/B s/B (%)
(cm) (kg) (mm) (kg/cm2) (kN/cm2)
0,3 473 12 10 2,194 219,402
3,6 0,4 447 12 10 2,071 207,142
0,5 380 12 10 1,762 176,207
0,3 529 12 10 2,452 245,290
5,4 0,4 502 12 10 2,327 232,737
0,5 420 12 10 1,946 194,641
0,3 598 12 10 2,769 276,993
7,2 0,4 559 12 10 2,588 258,814
0,5 501 12 10 2,322 232,207
63
300
250
200
q (kN/m2)
150
100
Df/B=0,3
50 Df/B=0,45
Df/B=0,6
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
u/B
Gambar 4.9 Nilai daya dukung ultimit (qu) eksperimen pondasi persegi dengan perkuatan
geogrid pada variasi rasio Df/B
Tabel 4.10 Nilai Daya Dukung Eksperimen Pondasi Persegi dengan Perkuatan Geogrid
Nilai Daya Dukung Eksperimen Pondasi Persegi dengan Perkuatan Geogrid pada Variasi
u/B
Df
u/B Beban (kg) Penurunan (mm) s/B (%) qu (kg/cm2) qu (kN/cm2)
(cm)
3,6 473 12 10 2,194 219,402
0,3 5,4 529 12 10 2,452 245,290
7,2 598 12 10 2,769 276,993
3,6 447 12 10 2,071 207,142
0,4 5,4 502 12 10 2,327 232,737
7,2 559 12 10 2,588 258,814
3,6 380 12 10 1,762 176,207
0,5 5,4 420 12 10 1,946 194,641
7,2 501 12 10 2,322 232,207
64
300
250
200
q (kN/m2)
150
100
u/B=0,3
50 u/B=0,4
u/B=0,5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Df/B
Gambar 4.10 Nilai daya dukung ultimit (qu) eksperimen pondasi persegi dengan perkuatan
geogrid pada variasi u/B
Dapat dilihat dari Tabel 4.7 dan 4.8, Gambar 4.6 dan 4.7 bahwa semakin kecil rasio
jarak lapis pertama geogrid (u/B) maka semakin besar daya dukungnya, hal ini dikarenakan
semakin dekat jarak lapis pertama geogrid maka respon perkuatan yang dikarenakan gaya
tarik geogrid semakin cepat, sehingga daya dukungnya juga semakin besar. Selain itu
semakin besarnya rasio kedalaman pondasi (Df/B), maka nilai daya dukung akan semakin
besar. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh timbunan tanah diatas pondasi, sehingga
semakin dalam pondasi di letakan maka tanah yang menahan keruntuhan tanah juga semakin
tebal dan daya dukung tanah juga akan semakin besar. Teori diatas dapat dibuktikan dengan
rumus umum daya dukung yang dibuat oleh mayerhof sebagai berikut,
qu = c . Nc . fcs .f cd .fci + q . Nq . fqs . f qd . fqi + 0,5 . ϒ . B . Nϒ .fγs .f γd .fγi
Dimana fcd, fqd dan f γd merupakan faktor kedalaman pondasi yang di rumuskan
sebagai berikut,
f cd = 1 + 0,2 √𝐾𝑝 (D/B)
bisa terjadi dikarenakan lapisan tanah bawah akan terpengaruh saat lapisan atasnya
dipadatkan. Tanah yang ada di bawah akan semakin padat dibandingkan tanah diatasnya
Variasi kedalaman pondasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam daya
dukung tanah pasir dengan perkuatan geogrid. Pada penelitian ini digunakan nilai Df adalah
0,3B; 0,45B, dan 0,6B, dan diharapkan didapatkan nilai daya dukung yang paling maksimum
dengan variasi kedalaman pondasi tersebut.
a. Rasio kedalaman pondasi dengan lebar pondasi (Df/B) 0,3
Berdasarkan hasil pembebanan yang dilakukan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid 3 lapis di laboratorium dengan Df/B = 0,3, didapatkan nilai daya dukung
dan penurunan yang terjadi. Hasil pembacaan daya dukung dan penurunan untuk model
pondasi persegi dengan perkuatan geogrid saat Df/B = 0,3 disajikan dalam grafik hubungan
antara daya dukung dan penurunan yang dapat dilihat pada Gambar 4.11 berikut.
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28 B=12
25
-33 L
30
-38 Df
u
100 cm
-43
h 70 cm 35
-48 100 cm 40
Gambar 4.11 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi
dengan perkuatan geogrid saat Df/B = 0,3 serta u/B = 0,3 ; 0,4 dan 0,5
Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa semakin kecil jarak pertama lapis pertama
geogrid, maka nilai daya dukung yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk hasil pengujian
model pondasi persegi dengan rasio Df/B = 0,3, pada u=0,3B didapatkan penurunan sebesar
12 mm dengan nilai qu = 219,402 kN/cm2, pada u=0,4B didapatkan penurunan sebesar 12
66
mm dengan nilai qu = 207,142 kN/cm2, dan pada u=0,5B didapatkan penurunan sebesar 12
mm dengan nilai qu = 176,207 kN/cm
b. Rasio kedalaman pondasi dengan lebar pondasi (Df/B) 0,45
Berdasarkan hasil pembebanan yang dilakukan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid 3 lapis di laboratorium dengan Df/B = 0,45, didapatkan nilai daya dukung
dan penurunan yang terjadi. Hasil pembacaan daya dukung dan penurunan untuk model
pondasi persegi dengan perkuatan geogrid saat Df/B = 0,45 disajikan dalam grafik hubungan
antara daya dukung dan penurunan yang dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut.
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28 B=12
25
-33 L
30
-38 Df
u
100 cm
-43
h 70 cm 35
-48 100 cm 40
Gambar 4.12 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi
dengan perkuatan geogrid saat Df/B = 0,45 serta u/B=0,3 ; 0,4 dan 0,5
Dari Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa semakin kecil jarak lapis pertama geogrid, maka
nilai daya dukung yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk hasil pengujian model pondasi
persegi dengan rasio Df/B = 0,45; pada u=0,3B didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 245,290 kN/cm2, pada u=0,4B didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan nilai
qu = 232,737 kN/cm2, dan pada u=0,5B didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan nilai
qu = 194,641 kN/cm2.
67
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
B=12 25
-33 L
30
-38 Df
100 cm u
-43 h 70 cm
35
-48 100 cm
40
Gambar 4.13 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi
dengan perkuatan geogrid saat Df/B = 0,6 serta u/B = 0,3 ; 0,4 dan 0,5
Dari Gambar 4.13 dapat dilihat bahwa semakin kecil jarak lapis pertama geogrid, maka
nilai daya dukung yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk hasil pengujian model pondasi
persegi dengan rasio df/B = 0,6, pada u=0,3B didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 276,993 kN/cm2, pada u=0,4B didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan nilai
qu = 258,814 kN/cm2, dan pada u=0,5B didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan nilai
qu = 232,207 kN/cm2.
4.4.3 Analisis Penurunan Tanah Pasir dengan Variasi Jarak Lapis Geogrid.
Variasi jarak lapis pertama geogrid merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
dalam daya dukung tanah pasir dengan perkuatan geogrid. Pada penelitian ini digunakan
68
nilai h adalah 0,2B; 0,25B, dan 0,3B, dan diharapkan didapatkan nilai daya dukung yang
paling maksimum dengan variasi jarak pertama geogrid tersebut.
a. Rasio jarak pertama geogrid dengan lebar pondasi (u/B) 0,3
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28 B=12
L
25
-33
Df 30
-38 100 cm u
h 70 cm
-43 35
100 cm
-48 40
Gambar 4.14 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi
dengan perkuatan geogrid saat u/B=0,3 serta Df/B = 0,3; 0,45 dan 0,6
Dari Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi rasio kedalaman pondasi,
maka nilai daya dukung yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk hasil pengujian model
pondasi persegi pada u=0,3B, pada Df/B = 0,3 didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 219,402 kN/cm2, pada Df/B = 0,45 didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 245,290 kN/cm2, dan pada d/B = 0,6 didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 276,993 kN/cm2.
69
Berdasarkan hasil pembebanan yang dilakukan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid 3 lapis di laboratorium dengan menggunakan jarak lapis pertama geogrid
u/B=0,4, didapatkan nilai daya dukung dan penurunan yang terjadi. Hasil pembacaan daya
dukung dan penurunan untuk model pondasi persegi dengan perkuatan geogrid
menggunakan u/B=0,4 disajikan dalam grafik hubungan antara daya dukung dan penurunan
yang dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut.
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28 B=12
25
L
-33
30
-38 100 cm
Df
u
-43
h 70 cm 35
-48 100 cm 40
Gambar 4.15 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi
dengan perkuatan geogrid saat u/B=0,4 serta Df/B = 0,3; 0,45 dan 0,6
Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi rasio kedalaman pondasi,
maka nilai daya dukung yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk hasil pengujian model
pondasi persegi pada u=0,4B, pada Df/B = 0,3 didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 207,142 kN/cm2, pada Df/B = 0,45 didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 232,737 kN/cm2, dan pada Df/B = 0,6 didapatkan penurunan sebesar 12 mm
dengan nilai qu = 258,814 kN/cm2.
c. Rasio jarak pertama geogrid dengan lebar pondasi (u/B) 0,5
Berdasarkan hasil pembebanan yang dilakukan pada model pondasi persegi dengan
perkuatan geogrid 3 lapis di laboratorium dengan menggunakan jarak lapis pertama geogrid
u/B=0,5, didapatkan nilai daya dukung dan penurunan yang terjadi. Hasil pembacaan daya
70
dukung dan penurunan untuk model pondasi persegi dengan perkuatan geogrid
menggunakan u/B=0,5 disajikan dalam grafik hubungan antara daya dukung dan penurunan
yang dapat dilihat pada Gambar 4.13 berikut.
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28 B=12
25
L
-33
30
-38 100 cm
Df
u
-43
h 70 cm 35
-48 100 cm 40
Gambar 4.16 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi
dengan perkuatan geogrid saat u/B=0,5 serta Df/B = 0,3; 0,45 dan 0,6
Dari Gambar 4.16 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi rasio kedalaman pondasi,
maka nilai daya dukung yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk hasil pengujian model
pondasi persegi pada u=0,5B, pada Df/B = 0,3 didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 176,207 kN/cm2, pada Df/B = 0,45 didapatkan penurunan sebesar 12 mm dengan
nilai qu = 194,641 kN/cm2, dan pada Df/B = 0,6 didapatkan penurunan sebesar 12 mm
dengan nilai qu = 232,207 kN/cm2.
4.5 Perbandingan Hubungan Penurunan dan Daya Dukung Tanah Pasir Tanpa
Perkuatan dan Pasir dengan Perkuatan Geogrid
Hubungan penurunan dan daya dukung pada pasir tanpa perkuatan dan pasir
menggunakan perkuatan geogrid ditujukan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa
geogrid terbukti dapat meningkatan daya dukung pada tanah pasir secara signifikan. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tanah pasir yang digunakan memiliki kepadatan
85%, dimana dengan kepadatan itu pasir diungkinkan memiliki residual strenght sehingga
beban dapat terus bertambah walaupun tanah telah mengalami keruntuhan. Oleh karena itu,
71
itu mengetahui keruntuhan dari tanah pasir digunkan rasio penurunan terhadap lebar pondasi
yaitu 10%. Nilai 10% ini diambil dari beberapa penelitian sebelumnya juga beberapa jurnal
yang telah dipatenkan.
Df/B=0,3
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-3
u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3
5
-8 u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
Tanpa Perkuatan
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
B=12 25
-33 L
30
-38 Df
100 cm u
-43 h 70 cm
35
-48 100 cm
40
Gambar 4.17 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi tanpa
perkuatan geogrid dan pondasi persegi dengan perkuatan geogrid, u/B = 0,3 ; 0,4 ; 0,5 serta
Df/B = 0,3
Dapat diperhatikan pada Gambar 4.17 terlihat bahwa penurunan yang terjadi pada
pondasi persegi dengan perkuatan geogrid pada awal pembebanan lebih besar dari
penurunan pondasi tanpa perkuatan geogrid, kemudian di akhir penurunannya menjadi lebih
kecil daripada pondasi persegi tanpa perkuatan geogrid jika ditinjau dari beban yang sama.
Namun apabila dilihat dari pola runtuhnya tanah pasir yang diberikan perkuatan akan lebih
besar ketimbang tanah pasir tanpa perkuatan. Hal ini terjadi dikarenakan beban yang mampu
ditahan oleh tanah pasir dengan perkuatan akan jauh lebih besar jika dibandingkan tanah
72
pasir tanpa perkuatan, dengan begitu nilai dari daya dukung yang dihasilkan oleh tanah pasir
dengan perkuatan pun akan semakin besar.
Df/B=0,45
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-3
u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3
5
-8 u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
Tanpa Perkuatan 10
-13
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28 B=12
25
-33 L
30
-38 Df
u
100 cm
-43
h 70 cm 35
-48 100 cm 40
Gambar 4.18 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi tanpa
perkuatan geogrid dan pondasi persegi dengan perkuatan geogrid, u/B = 0,3 ; 0,4 ; 0,5 serta
Df/B = 0,45
Dapat diperhatikan pada Gambar 4.18 terlihat bahwa penurunan yang terjadi pada
pondasi persegi dengan perkuatan geogrid pada awal pembebanan lebih besar dari
penurunan pondasi tanpa perkuatan geogrid, kemudian di akhir penurunannya menjadi lebih
kecil daripada pondasi persegi tanpa perkuatan geogrid jika ditinjau dari beban yang sama.
Namun apabila dilihat dari pola runtuhnya tanah pasir yang diberikan perkuatan akan lebih
besar ketimbang tanah pasir tanpa perkuatan. Hal ini terjadi dikarenakan beban yang mampu
ditahan oleh tanah pasir dengan perkuatan akan jauh lebih besar jika dibandingkan tanah
pasir tanpa perkuatan, dengan begitu nilai dari daya dukung semakin besar.
73
Df/B=0,6
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-3 u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3
u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
5
-8
Tanpa Perkuatan
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
B=12
25
-33 L
30
-38 Df
u
-43
100 cm
h 70 cm
35
-48 100 cm
40
Gambar 4.19 Hubungan tegangan tanah dan penurunan pada model pondasi persegi tanpa
perkuatan geogrid dan pondasi persegi dengan perkuatan geogrid, u/B = 0,3 ; 0,4 ; 0,5 serta
Df/B = 0,6
Dapat diperhatikan pada Gambar 4.19 terlihat bahwa penurunan yang terjadi pada
pondasi persegi dengan perkuatan geogrid pada awal pembebanan lebih besar dari
penurunan pondasi tanpa perkuatan geogrid, kemudian di akhir penurunannya menjadi lebih
kecil daripada pondasi persegi tanpa perkuatan geogrid jika ditinjau dari beban yang sama.
Namun apabila dilihat dari pola runtuhnya tanah pasir yang diberikan perkuatan akan lebih
besar ketimbang tanah pasir tanpa perkuatan. Hal ini terjadi dikarenakan beban yang mampu
ditahan oleh tanah pasir dengan perkuatan akan jauh lebih besar jika dibandingkan tanah
pasir tanpa perkuatan, dengan begitu nilai dari daya dukung yang dihasilkan oleh tanah pasir
dengan perkuatan pun akan semakin besar.
74
4.6.1 Bearing Capacity Ratio (BCR) pada Sampel Tanah dengan Variasi Kedalaman
Pondasi (Df)
Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada setiap variasi rasio jarak lapisan
Pembebanan yang dilakukan pada setiap variasi kedalaman pondasi didapatkan nilai Bearing
Capacity Ratio (BCR) yang bisa dilihat pada Tabel 4.11 dan untuk grafik perbandingan nilai
BCR variasi kedalaman pondasi tanah pasir dapat dilihat pada Gambar 4.20.
2.500
2.000
1.500
q (kN/m2)
1.000
u/B=0,3
0.500 u/B=0,4
u/B=0,5
0.000
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Df/B
4.6.2 Bearing Capacity Ratio (BCR) pada Sampel Tanah dengan Variasi Jarak Lapis
Pertama Geogrid (u)
Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada setiap variasi rasio jarak lapisan
Pembebanan yang dilakukan pada setiap variasi jarak lapis pertama geogrid didapatkan nilai
Bearing Capacity Ratio (BCR) yang bisa dilihat pada Tabel 4.12 dan untuk grafik
perbandingan nilai BCR variasi jarak lapis pertama geogrid tanah pasir dapat dilihat pada
Gambar 4.21.
76
Tabel 4.12 Nilai BCR untuk Variasi Jarak Lapis Pertama Geogrid
Nilai BCR untuk Variasi Jarak Lapis Pertama Geogrid
Df qu Tanpa Perkuatan qu dengan Perkuatan
u/B BCR
(cm) Geogrid (kN/cm2) Geogrid (kN/cm2)
0,3 101.129 219,402 2,170
3,6 0,4 101.129 207,142 2,048
0,5 101.129 176,207 1,742
0,3 119.206 245,290 2,058
5,4 0,4 119.206 232,737 1,952
0,5 119.206 194,641 1,633
0,3 145.817 276,993 1,900
7,2 0,4 145.817 258,814 1,775
0,5 145.817 232,207 1,592
2.500
2.000
1.500
q (kN/m2)
1.000
Df/B=0,3
Df/B=0,45
0.500
Df/B=0,6
0.000
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
u/B
Gambar 4.21 Perbandingan nilai BCR untuk variasi jarak lapis pertama geogrid
Dari Tabel 4.12 dan Gambar 4.21 diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin kecil jarak
lapis pertama geogrid maka nilai daya dukung akan semakin besar, sementara nilai BCR
maksimum pada penelitian ini diperoleh pada saat u/B = 0,3 dengan rasio Df/B = 0,3 yaitu
77
sebesar 2,170. Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka sejalan dengan pendapat terdahulu
yang diutarakan oleh (Hemantkumar Ronad, 2014) tentang bagaimana pengaruh jarak lapis
pertama geogrid yakni nilai BCR optimum terjadi saat nilai u/B = 0,33
4.7 Analisis Peningkatan Nilai Daya Dukung pada Tanah Pasir yang Menggunakan
Perkuatan Geogrid
Dari analisis yang telah dilakukan pada sub-bab 4.5 dan 4.6 dibuktikan bahwa dengan
Hasil analisis BCR yang telah dilakukan, dapat diperhatikan bahwa peningkatan nilai daya
dukung tanah pasir tanpa perkuatan dengan yang menggunakan perkuatan geogrid.
Peningkatan nilai daya dukung dapat dilihat pada Tabel 4.13 dengan melihat prosentasenya,
sedangkan untuk peningkatan daya dukung antara variabel pada tanah pasir dengan
perkuatan dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Peningkatan Daya Dukung antar Variasi Jarak Lapis Pertama Geogrid
Peningkatan Daya Dukung antar Variasi Jarak Lapis Pertama Geogrid
Peningkatan
qu dengan Rata-rata
Df/B qu antar
u/B Perkuatan Peningkatan
(cm) variasi u/B
(kN/cm2) (%)
(%)
0,3 285,594 5,919
0,4 222,222 17,556 11,737
3,6
0,5 214,269 -
0,3 334,615 5,394
0,4 263,575 19,575 12,483
5,4
0,5 253,914 -
0,3 214,675 7,024
7,2 0,4 194,851 11,458 9,241
0,5 188,111 -
Rata-rata Total 11,154%
Peningkatan
79
Tabel 4.14 dan Tabel 4.15 menunjukkan bahwa rata-rata prosentase peningkatan daya
dukung untuk variabel jarak lapis pertama geogrid tanah pasir adalah sebesar 11,154 %,
sedangkan untuk variabel rasio Df/B adalah 13,008 %. Dapat dikatakan bahwa, variable
Df/B memiliki pengaruh yang lebih besar daripada variabel rasio jarak lapis pertama geogrid
dalam peningkatan daya dukung pondasi persegi pada tanah pasir.
80
5 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan variasi rasio kedalaman pondasi
dengan jarak lapis pertama geogrid (Df/B) 0,3 ; 0,45 dan 0,6 serta jarak lapis pertama geogrid
3,6 ; 4,8 dan 6 cm pada pemodelan fisik pondasi persegi tanah pasir dengan jumlah lapisan
perkuatan (n) sejumlah 3 lapis dan jarak antar geogrid (h/B) sebesar 0,3 dengan lebar pondasi
sebesar L = 1,5B, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Daya dukung ultimate pada pondasi persegi tanpa perkuatan geogrid nilainya lebih
kecil dibandingkan daya dukung ultimate pada pondasi persegi dengan perkuatan
geogrid pada variasi rasio kedalaman pondasi (Df/B) dengan jarak lapis pertama
geogrid (u/B), sehingga dengan adanya perkuatan geogrid terjadi peningkatan daya
dukung pada pondasi persegi rata-rata sebesar 87,446%. Saat tanah dibebani,
geogrid akan berinteraksi dengan partikel tanah dan memberi respon gaya tarik guna
meningkatkan daya dukung pada tanah. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya.
2. Semakin besar variasi rasio kedalaman pondasi, maka akan semakin besar nilai daya
dukung ultimate pada pondasi persegi dengan perkuatan geogrid. Dengan rata-rata
nilai peningkatan sebesar 13,008 %.
3. Semakin kecil variasi rasio jarak lapis pertama geogrid, maka akan semakin besar
nilai daya dukung ultimate pada pondasi persegi dengan perkuatan geogrid. Dengan
rata-rata nilai peningkatan sebesar 11,154%.
4. Dapat dilihat dari hasil analisia BCR bahwa nilai daya dukung dari pondasi persegi
dengan perkuatan geogrid variasi rasio Df/B dan variasi rasio u/B mengalami
penurunan seiring meningkatnya rasio keduanya. Apabila ditinjau dari nilai daya
dukung ultimate pada variasi rasio kedalaman pondasi Df/B akan meningkat seiring
meningkatnya rasio tetapi jika ditinjau pada variasi rasio jarak lapis pertama geogrid
u/B akan menurun seriring meningkatnya rasio tersebut.
81
82
5.2 Saran
Penelitian ini berpedoman terhadap penelitian terdahulu serta diperlukan ketelitian dan
metode pelaksanaan yang baik agar tercapainya hasil yang baik. Karena itu ada beberapa
saran untuk melanjutkan penelitian tentang pondasi persegiu pada tanah pasir antara lain
sebagai berikut.
1. Menambah jumlah sampel pada setiap variasi dari 3 menjadi 4 sehingga dapat
meningkatkan keakuratan penelitian seperti yang dicontohkan penelitian terdahulu.
2. Untuk penelitian pada tanah pasir sebaiknya selalu menjaga nilai kadar air pada
benda uji pasir dengan melakukan penelitian didalam ruangan yang bebas dari sinar
matahari langsung dan angin, mengingat bahwa pasir merupakan material lepas.
Selain itu perlunya melakukan pemadatan yang baik dan konsisten sehingga
perilaku pondasi yang ditunjukan oleh grafik tegangan tanah dan penurunannya
tetap sama pada setiap variasi.
3. Perlunya melakukan perbaikan pada box uji dikarenakan frame profil WF sudah
mengalami kemiringan dikarenakan seringnya digunakan untuk pengujian. Hal ini
dapat berpengaruh terhadap miringnya load cell pada saat melakukan pembebanan
pada model pondasi sehingga akan mempengaruhi hasil akhir.
83
6 DAFTAR PUSTAKA
Alamshahi, S., & Hataf, N. (2009) "Bearing capacity of strip footings on sand slopes
reinforced with geogrid and grid-anchor", Geotextiles and Geomembranes, 27(3),
217–226. doi:10.1016/j.geotexmem.2008.11.011.
ASTM C-136 Standard test method for Sieve analysis of fine and coarse aggregate, Annual
Books of ASTM Standards, USA, 2002.
ASTM D-698 Standard test method for Laboratory Compaction Characteristic using
Standard Effort, Annual Books of ASTM Standards, USA, 2002
ASTM D-854 Standard test methods for specific gravity of soil solids by water pycnometer,
Annual Books of ASTM Standards, USA, 2002
ASTM D-3080 Standard test method direct shear test of soils under consolidated drained
conditions, USA, 2002
Bowles, J.E. 1993. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Jakarta: Erlangga.
Brinch Hansen, J. 1970. A Revised and Extended Formula for Bearing Capacity.
Copenhagen : Danish Geotechnical Institute Bulletin No. 28, DGI
Direktorat Jendral Bina Marga. 2009. Modul Pelatihan Geosintetik. Jakarta: Direktorat
Jendral Bina Marga.
Direktorat Jendral Bina Marga. 2009. Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatanan Tanah
Dengan Geosintetik. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Marga.
83
84
Hardiyatmo, H.C. 2002. Teknik Fondasi 1 Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Hardiyatmo, H.C. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi I. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Meyerhof, G.G. (1963). “Some Recent Research on the Bearing Capacity of Foundations,”
Canadian Geotechnical Journal, Vol. 1, pp. 16-26.
Patra CR, Das MB, dan Shin EC. 2005. Ultimate Bearing Capacity Of Eccentrically Loaded
Strip Foundasion On Sand Reinforce With Geogrid .Makalah dalam Symposium in
Tsunami Reconstruction with Geosynthetics.National Institue of Technology.
Bangkok, 8-9 Desember 2005
Shin, E.C. and Das, B.M., (2000). Experimental Study of Bearing Capacity of a Strip
Foundation on Geogrid Reinforced Sand. Geosynthetics International, Vol. 7, No. 1,
pp. 59-71.
85
Shin, E.C., Das, B.M., Lee, E.S., and Atalar, C., 2002. “Bearing capacity of strip foundation
on geogrid-reinforced sand.” Geotechnical and Geological Engineering, 20, pp. 169-
180.
Taha and Altalhe, (2013). Numerical and Experimental Evaluation of Bearing Capacity
Factor Ng of Strip Footing on Sand Slopes. International Jurnal of Physical Science
Vol. 8 (36), pp 1807-1823.
Tiwari S. K., Kumawat N. K., (2014), “Recent Development in Ground Improvement
Techniques – A Review”. International Journal of Recent Development in
Engineering and Technology, Vol. 2, Issue 3, March 2014.
Vesic, A.S. 1963. Ultimate Loads and Settlements of Deep Foundation in Sand. Proc. Symp.
On Bearing Capacity and Settlement of Foundation, Duke University
Vesic, A.S., 1975. Foundation Engineering Handbook. Winterkorn and Fang, Van Nostrand
Reinhold, pp. 121-147.
Yetimoglu, T.,Wu, J.T.H., Saglamer, A., (1994),” Bearing capacity of rectangular footings
on geogridreinforced sand”, Journal of Geotechnical Engineering, ASCE, 120 (12),
pp. 2083–2099.
86
1. LAMPIRAN
Tertahan Jumalah %
Saringan %
Saringan Tertahan Komulatif
Komulatif
Diameter Lolos
Nomor (gram) (gram) Tertahan
(mm) Saringan
4.75 4 52.33 52.33 5.44 94.561
2 10 143.41 195.74 20.34 79.656
0.84 20 273.3 469.04 48.75 51.252
0.42 40 364.66 833.7 86.65 13.352
0.3 50 56.03 889.73 92.47 7.529
0.18 80 45.37 935.1 97.19 2.813
0.15 100 13.18 948.28 98.56 1.444
0.075 200 0.62 948.9 98.62 1.379
87
88
90
91
NORMAL
FORCE P1 = 0.4 kg P2 = 0.8 kg P3 = 1.2 kg
NORMAL TESION
STRESS s1 = 0.20 kg/cm2 s2 = 0.40 kg/cm2 s3 = 0.60 kg/cm2
STRAIN DIAL SHEAR SHEAR DIAL SHEAR SHEAR DIAL SHEAR SHEAR
DIAL READING FORCE STRESS READING FORCE STRESS READING FORCE STRESS (mm)
75 2.2 0.79 0.03 7.2 2.58 0.09 22.8 8.16 0.29 1.25
100 3.0 1.07 0.04 8.5 3.04 0.11 28.0 10.02 0.35 1.67
125 4.5 1.61 0.06 11.0 3.94 0.14 30.0 10.74 0.38 2.08
150 5.1 1.83 0.06 12.2 4.37 0.15 30.0 10.74 0.38 2.50
175 6.0 2.15 0.08 13.7 4.90 0.17 30.0 10.74 0.38 2.92
200 7.0 2.51 0.09 16.5 5.91 0.21 30.0 10.74 0.38 3.33
225 8.0 2.86 0.10 18.0 6.44 0.23 3.75
250 8.5 3.04 0.11 18.5 6.62 0.23 4.17
275 8.7 3.11 0.11 18.7 6.69 0.24 4.58
300 9.0 3.22 0.11 18.7 6.69 0.24 5.00
325 9.5 3.40 0.12 18.7 6.69 0.24 5.42
350 9.7 3.47 0.12 5.83
375 9.9 3.54 0.13 6.25
400 10.5 3.76 0.13 6.67
425 10.5 3.76 0.13 7.08
450 10.5 3.76 0.13 7.50
475
92
93
94
Kepdatan (Density)
Adding Water CC 150 200 250 300 400 500 600
Moisture can no. 1 2 3 4 5 6 7
Wt. of can + wet soil gram 14,58 13,91 23,51 16,68 14,28 23,49 12,71
Wt. of can + dry soil gram 14,23 13,56 22,58 16,03 13,46 21,78 11,86
Wt. of water gram 0,4 0,4 0,9 0,6 0,8 1,7 0,8
Wt. of can gram 5,74 5,03 5,20 5,90 4,22 4,09 4,24
Wt. of dry soil gram 8,49 8,53 17,38 10,13 9,25 17,69 7,63
Water content, w % 4,16 4,18 5,33 6,38 8,87 9,65 11,06
Wt. of soil + mold gram 9480 9560 9640 9720 9800 9940 9780
Wt. of mold gram 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000
Wt. of soil in mold gram 3480 3560 3640 3720 3800 3940 3780
Wet density, gw gr/cm3 1,6534 1,6914 1,7294 1,7674 1,8054 1,8719 1,7959
Dry density, gd gr/cm3 1,5873 1,6235 1,6418 1,6614 1,6583 1,7072 1,6171
1.600
1.500
4 5 6 7 8 9 10 11 12
water content,w (%)
Lampiran 5 Hasil Pengujian Kepadatan dan Kadar Air Benda Uji
95
96
LVDT Penurunan
Beban (kg) s/B (%) q (kg/cm2) q (kN/m2) y
Pembacaan 1 Pembacaan 2 Pembacaan 1 Pembacaan 2 Rata-Rata
0 55.54 54.92 0.00 0.00 0.00 0.00 0.000 0.000 0.000
20 55.54 54.87 0.00 0.05 0.03 0.02 0.093 9.259 -0.025
40 55.43 54.81 0.11 0.11 0.11 0.09 0.185 18.519 -0.110
60 55.38 54.76 0.16 0.16 0.16 0.13 0.278 27.778 -0.160
80 55.26 54.74 0.28 0.18 0.23 0.19 0.370 37.037 -0.230
100 55.16 54.54 0.38 0.38 0.38 0.32 0.463 46.296 -0.380
120 54.33 54.01 1.21 0.91 1.06 0.88 0.556 55.556 -1.060
140 53.08 53.07 2.46 1.85 2.16 1.80 0.648 64.815 -2.155
160 52.09 51.47 3.45 3.45 3.45 2.88 0.741 74.074 -3.450
180 49.44 50.04 6.10 4.88 5.49 4.58 0.833 83.333 -5.490
200 46.84 46.22 8.70 8.70 8.70 7.25 0.926 92.593 -8.700
220 43.32 42.7 12.22 12.22 12.22 10.18 1.019 101.852 -12.220
240 42.25 38.13 13.29 16.79 15.04 12.53 1.111 111.111 -15.040
260 38.56 36.8 16.98 18.12 17.55 14.63 1.204 120.370 -17.550
280 34.57 33.95 20.97 20.97 20.97 17.48 1.296 129.630 -20.970
300 32.78 30.49 22.76 24.43 23.60 19.66 1.389 138.889 -23.595
320 29.1 26.65 26.44 28.27 27.36 22.80 1.481 148.148 -27.355
340 25.21 23.05 30.33 31.87 31.10 25.92 1.574 157.407 -31.100
360 20.27 19.05 35.27 35.87 35.57 29.64 1.667 166.667 -35.570
380 14.73 12.72 40.81 42.20 41.51 34.59 1.759 175.926 -41.505
400 11.21 8.58 44.33 46.34 45.34 37.78 1.852 185.185 -45.335
420 7.09 4.17 48.45 50.75 49.60 41.33 1.944 194.444 -49.600
440 45.44 46.25 51.73 54.08 52.91 44.09 2.037 203.704 -52.905
460 39.96 40.79 57.21 59.54 58.38 48.65 2.130 212.963 -58.375
480 38.97 29.36 58.20 70.97 64.59 53.82 2.222 222.222 -64.585
103
B= 120 mm
L= 180 mm
Bacaan Pembacaan 1 pembacaan 2
A= 216 cm2 1 55.45 53.09
Df / B = 0.45
2 55.67 55.03
H/B= 0.3
U/ B= 0.5
LVDT Penurunan
Beban (kg) s/B (%) q (kg/cm2) q (kN/m2) y
Pembacaan 1 Pembacaan 2 Pembacaan 1 Pembacaan 2 Rata-Rata
0 55.45 53.09 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
20 55.45 52.86 0.000 0.230 0.115 0.096 0.093 9.259 -0.115
40 55.44 52.52 0.010 0.570 0.290 0.242 0.185 18.519 -0.290
60 55.43 52.05 0.020 1.040 0.530 0.442 0.278 27.778 -0.530
80 55.41 51.6 0.040 1.490 0.765 0.638 0.370 37.037 -0.765
100 55.4 51.2 0.050 1.890 0.970 0.808 0.463 46.296 -0.970
120 55.4 50.85 0.050 2.240 1.145 0.954 0.556 55.556 -1.145
140 55.39 50.54 0.060 2.550 1.305 1.088 0.648 64.815 -1.305
160 55.38 50.21 0.070 2.880 1.475 1.229 0.741 74.074 -1.475
180 55.37 49.89 0.080 3.200 1.640 1.367 0.833 83.333 -1.640
200 55.36 49.55 0.090 3.540 1.815 1.513 0.926 92.593 -1.815
220 55.34 49.1 0.110 3.990 2.050 1.708 1.019 101.852 -2.050
240 55.32 48.73 0.130 4.360 2.245 1.871 1.111 111.111 -2.245
260 55.29 48.28 0.160 4.810 2.485 2.071 1.204 120.370 -2.485
280 55.21 47.72 0.240 5.370 2.805 2.338 1.296 129.630 -2.805
300 55.19 46.85 0.260 6.240 3.250 2.708 1.389 138.889 -3.250
320 55.01 45.05 0.440 8.040 4.240 3.533 1.481 148.148 -4.240
340 53.96 43.82 1.490 9.270 5.380 4.483 1.574 157.407 -5.380
360 53.28 42.13 2.170 10.960 6.565 5.471 1.667 166.667 -6.565
380 52.31 40.02 3.140 13.070 8.105 6.754 1.759 175.926 -8.105
400 51.07 37.41 4.380 15.680 10.030 8.358 1.852 185.185 -10.030
420 49.84 34.82 5.610 18.270 11.940 9.950 1.944 194.444 -11.940
440 47.76 31.26 7.690 21.830 14.760 12.300 2.037 203.704 -14.760
460 44 28.24 11.450 24.850 18.150 15.125 2.130 212.963 -18.150
480 40.03 24.25 15.420 28.840 22.130 18.442 2.222 222.222 -22.130
500 36.16 21.73 19.290 31.360 25.325 21.104 2.315 231.481 -25.325
520 31.7 16.54 23.750 36.550 30.150 25.125 2.407 240.741 -30.150
540 27.92 12.88 27.530 40.210 33.870 28.225 2.500 250.000 -33.870
560 24.62 9.71 30.830 43.380 37.105 30.921 2.593 259.259 -37.105
580 20.11 5.42 35.340 47.670 41.505 34.588 2.685 268.519 -41.505
600 54.92 54.39 36.090 48.310 42.200 35.167 2.778 277.778 -42.200
620 51.44 53.24 39.570 49.460 44.515 37.096 2.870 287.037 -44.515
640 49.67 51.61 41.340 51.090 46.215 38.513 2.963 296.296 -46.215
660 46.83 49.72 44.180 52.980 48.580 40.483 3.056 305.556 -48.580
111
B= 120 mm
L= 180 mm
BacaanPembacaan p1embacaan 2
A= 216 cm2
1 53.66 52.73
Df / B = 0.6
2 48.40 50.46
H/B= 0.3
U/ B= 0.3
LVDT Penurunan
Beban (kg) s/B (%) q (kg/cm2) q (kN/m2) y
Pembacaan 1 Pembacaan 2 Pembacaan 1 Pembacaan 2 Rata-Rata
0 53.66 52.73 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
20 53.53 52.65 0.130 0.080 0.105 0.087 0.093 9.259 -0.105
40 53.3 52.51 0.360 0.220 0.290 0.242 0.185 18.519 -0.290
60 52.98 52.32 0.680 0.410 0.545 0.454 0.278 27.778 -0.545
80 52.64 52.07 1.020 0.660 0.840 0.700 0.370 37.037 -0.840
100 52.33 51.82 1.330 0.910 1.120 0.933 0.463 46.296 -1.120
120 52.05 51.58 1.610 1.150 1.380 1.150 0.556 55.556 -1.380
140 51.79 51.38 1.870 1.350 1.610 1.342 0.648 64.815 -1.610
160 51.57 51.19 2.090 1.540 1.815 1.513 0.741 74.074 -1.815
180 51.34 51.02 2.320 1.710 2.015 1.679 0.833 83.333 -2.015
200 51.12 50.84 2.540 1.890 2.215 1.846 0.926 92.593 -2.215
220 50.9 50.65 2.760 2.080 2.420 2.017 1.019 101.852 -2.420
240 50.65 50.44 3.010 2.290 2.650 2.208 1.111 111.111 -2.650
260 50.4 50.23 3.260 2.500 2.880 2.400 1.204 120.370 -2.880
280 50.21 50.05 3.450 2.680 3.065 2.554 1.296 129.630 -3.065
300 49.93 49.82 3.730 2.910 3.320 2.767 1.389 138.889 -3.320
320 49.7 49.61 3.960 3.120 3.540 2.950 1.481 148.148 -3.540
340 49.42 49.37 4.240 3.360 3.800 3.167 1.574 157.407 -3.800
360 49.12 49.15 4.540 3.580 4.060 3.383 1.667 166.667 -4.060
380 48.82 48.91 4.840 3.820 4.330 3.608 1.759 175.926 -4.330
400 48.41 48.61 5.250 4.120 4.685 3.904 1.852 185.185 -4.685
420 47.88 48.3 5.780 4.430 5.105 4.254 1.944 194.444 -5.105
440 47.35 48.03 6.310 4.700 5.505 4.588 2.037 203.704 -5.505
460 46.68 47.64 6.980 5.090 6.035 5.029 2.130 212.963 -6.035
480 45.76 47.18 7.900 5.550 6.725 5.604 2.222 222.222 -6.725
500 45.11 46.73 8.550 6.000 7.275 6.063 2.315 231.481 -7.275
520 44.02 46.06 9.640 6.670 8.155 6.796 2.407 240.741 -8.155
540 43.28 45.66 10.380 7.070 8.725 7.271 2.500 250.000 -8.725
560 42.28 44.48 11.380 8.250 9.815 8.179 2.593 259.259 -9.815
580 41.11 43.44 12.550 9.290 10.920 9.100 2.685 268.519 -10.920
600 39.94 42.25 13.720 10.480 12.100 10.083 2.778 277.778 -12.100
620 38.75 41.04 14.910 11.690 13.300 11.083 2.870 287.037 -13.300
640 37.69 40.05 15.970 12.680 14.325 11.938 2.963 296.296 -14.325
660 36.51 38.92 17.150 13.810 15.480 12.900 3.056 305.556 -15.480
680 35.21 37.35 18.450 15.380 16.915 14.096 3.148 314.815 -16.915
700 33.52 36.17 20.140 16.560 18.350 15.292 3.241 324.074 -18.350
720 32.8 34.82 20.860 17.910 19.385 16.154 3.333 333.333 -19.385
740 30.18 33.1 23.480 19.630 21.555 17.963 3.426 342.593 -21.555
760 28.53 31.51 25.130 21.220 23.175 19.313 3.519 351.852 -23.175
780 26.57 29.65 27.090 23.080 25.085 20.904 3.611 361.111 -25.085
800 24.48 27.67 29.180 25.060 27.120 22.600 3.704 370.370 -27.120
820 22.14 25.42 31.520 27.310 29.415 24.513 3.796 379.630 -29.415
840 20.21 23.62 33.450 29.110 31.280 26.067 3.889 388.889 -31.280
860 18.18 21.64 35.480 31.090 33.285 27.738 3.981 398.148 -33.285
880 15.6 19.12 38.060 33.610 35.835 29.863 4.074 407.407 -35.835
900 13.65 17.35 40.010 35.380 37.695 31.413 4.167 416.667 -37.695
920 11.66 15.55 42.000 37.180 39.590 32.992 4.259 425.926 -39.590
940 9.71 13.33 43.950 39.400 41.675 34.729 4.352 435.185 -41.675
960 6.77 10.94 46.890 41.790 44.340 36.950 4.444 444.444 -44.340
980 47.76 50.23 47.530 42.020 44.775 37.313 4.537 453.704 -44.775
1000 45.6 49.34 49.690 42.910 46.300 38.583 4.630 462.963 -46.300
1020 43.53 48.47 51.760 43.780 47.770 39.808 4.722 472.222 -47.770
1040 41.05 47.11 54.240 45.140 49.690 41.408 4.815 481.481 -49.690
112
B= 120 mm
L= 180 mm Bacaan Pembacaan 1 pembacaan 2
1 54.95 51.67
A= 216 cm2
2 53.53 50.74
Df / B = 0.6
H/B= 0.3
U/ B= 0.4
LVDT Penurunan
Beban (kg) s/B (%) q (kg/cm2) q (kN/m2) y
Pembacaan 1 Pembacaan 2 Pembacaan 1 Pembacaan 2 Rata-Rata
0 54.95 51.67 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
20 54.94 51.68 0.010 -0.010 0.000 0.000 0.093 9.259 0.000
40 54.91 51.67 0.040 0.000 0.020 0.017 0.185 18.519 -0.020
60 54.85 51.63 0.100 0.040 0.070 0.058 0.278 27.778 -0.070
80 54.77 51.55 0.180 0.120 0.150 0.125 0.370 37.037 -0.150
100 54.67 51.48 0.280 0.190 0.235 0.196 0.463 46.296 -0.235
120 54.55 51.4 0.400 0.270 0.335 0.279 0.556 55.556 -0.335
140 54.37 51.29 0.580 0.380 0.480 0.400 0.648 64.815 -0.480
160 54.18 51.16 0.770 0.510 0.640 0.533 0.741 74.074 -0.640
180 53.96 50.98 0.990 0.690 0.840 0.700 0.833 83.333 -0.840
200 53.76 50.83 1.190 0.840 1.015 0.846 0.926 92.593 -1.015
220 53.53 50.61 1.420 1.060 1.240 1.033 1.019 101.852 -1.240
240 53.23 50.34 1.720 1.330 1.525 1.271 1.111 111.111 -1.525
260 53.02 50.15 1.930 1.520 1.725 1.438 1.204 120.370 -1.725
280 52.71 49.85 2.240 1.820 2.030 1.692 1.296 129.630 -2.030
300 52.38 49.56 2.570 2.110 2.340 1.950 1.389 138.889 -2.340
320 52.09 49.3 2.860 2.370 2.615 2.179 1.481 148.148 -2.615
340 51.71 48.95 3.240 2.720 2.980 2.483 1.574 157.407 -2.980
360 51.28 48.57 3.670 3.100 3.385 2.821 1.667 166.667 -3.385
380 50.9 48.23 4.050 3.440 3.745 3.121 1.759 175.926 -3.745
400 50.39 47.75 4.560 3.920 4.240 3.533 1.852 185.185 -4.240
420 49.88 47.25 5.070 4.420 4.745 3.954 1.944 194.444 -4.745
440 49.27 46.53 5.680 5.140 5.410 4.508 2.037 203.704 -5.410
460 48.54 45.49 6.410 6.180 6.295 5.246 2.130 212.963 -6.295
480 47.93 44.54 7.020 7.130 7.075 5.896 2.222 222.222 -7.075
500 47.16 43.6 7.790 8.070 7.930 6.608 2.315 231.481 -7.930
520 46.16 42.16 8.790 9.510 9.150 7.625 2.407 240.741 -9.150
540 44.79 40.8 10.160 10.870 10.515 8.763 2.500 250.000 -10.515
560 43.21 39.26 11.740 12.410 12.075 10.063 2.593 259.259 -12.075
580 41.36 37.83 13.590 13.840 13.715 11.429 2.685 268.519 -13.715
600 39.39 35.99 15.560 15.680 15.620 13.017 2.778 277.778 -15.620
620 37.8 34.34 17.150 17.330 17.240 14.367 2.870 287.037 -17.240
640 36.12 32.83 18.830 18.840 18.835 15.696 2.963 296.296 -18.835
660 34.3 31 20.650 20.670 20.660 17.217 3.056 305.556 -20.660
680 32.45 28.94 22.500 22.730 22.615 18.846 3.148 314.815 -22.615
700 30.73 27.35 24.220 24.320 24.270 20.225 3.241 324.074 -24.270
720 28.31 24.85 26.640 26.820 26.730 22.275 3.333 333.333 -26.730
740 26.74 23.32 28.210 28.350 28.280 23.567 3.426 342.593 -28.280
760 25.01 21.6 29.940 30.070 30.005 25.004 3.519 351.852 -30.005
780 22.92 19.46 32.030 32.210 32.120 26.767 3.611 361.111 -32.120
800 21.07 17.62 33.880 34.050 33.965 28.304 3.704 370.370 -33.965
820 18.84 15.3 36.110 36.370 36.240 30.200 3.796 379.630 -36.240
840 16.73 13.15 38.220 38.520 38.370 31.975 3.889 388.889 -38.370
860 14.47 10.83 40.480 40.840 40.660 33.883 3.981 398.148 -40.660
880 12.45 8.81 42.500 42.860 42.680 35.567 4.074 407.407 -42.680
900 51.44 48.61 44.590 44.990 44.790 37.325 4.167 416.667 -44.790
920 50.35 47.45 45.680 46.150 45.915 38.263 4.259 425.926 -45.915
940 48.91 45.45 47.120 48.150 47.635 39.696 4.352 435.185 -47.635
960 47.72 43.2 48.310 50.400 49.355 41.129 4.444 444.444 -49.355
113
B= 120 mm
L= 180 mm
Bacaan Pembacaan 1 pembacaan 2
A= 216 cm2 1 54.250 53.150
Df / B = 0.6
2 53.08 50.74
H/B= 0.3
U/ B= 0.5
LVDT Penurunan
Beban (kg) s/B (%) q (kg/cm2) q (kN/m2) y
Pembacaan 1 Pembacaan 2 Pembacaan 1 Pembacaan 2 Rata-Rata
0 54.250 53.150 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
20 54.230 53.110 0.020 0.040 0.030 0.025 0.093 9.259 -0.030
40 54.170 53.000 0.080 0.150 0.115 0.096 0.185 18.519 -0.115
60 54.110 52.870 0.140 0.280 0.210 0.175 0.278 27.778 -0.210
80 54.040 52.700 0.210 0.450 0.330 0.275 0.370 37.037 -0.330
100 53.670 52.218 0.580 0.932 0.756 0.630 0.463 46.296 -0.756
120 53.551 51.969 0.699 1.181 0.940 0.783 0.556 55.556 -0.940
140 53.402 51.690 0.848 1.460 1.154 0.962 0.648 64.815 -1.154
160 53.242 51.422 1.008 1.728 1.368 1.140 0.741 74.074 -1.368
180 53.053 51.123 1.197 2.027 1.612 1.343 0.833 83.333 -1.612
200 52.579 50.569 1.671 2.581 2.126 1.772 0.926 92.593 -2.126
220 52.371 50.292 1.879 2.858 2.369 1.974 1.019 101.852 -2.369
240 52.074 49.896 2.176 3.254 2.715 2.263 1.111 111.111 -2.715
260 51.797 49.550 2.453 3.601 3.027 2.522 1.204 120.370 -3.027
280 51.539 49.223 2.711 3.927 3.319 2.766 1.296 129.630 -3.319
300 50.880 48.511 3.370 4.639 4.004 3.337 1.389 138.889 -4.004
320 50.516 48.088 3.734 5.062 4.398 3.665 1.481 148.148 -4.398
340 50.202 47.725 4.048 5.425 4.737 3.947 1.574 157.407 -4.737
360 49.720 47.194 4.530 5.956 5.243 4.369 1.667 166.667 -5.243
380 49.170 46.565 5.080 6.585 5.833 4.861 1.759 175.926 -5.833
400 48.401 45.575 5.849 7.575 6.712 5.593 1.852 185.185 -6.712
420 47.814 44.528 6.436 8.622 7.529 6.274 1.944 194.444 -7.529
440 47.257 43.443 6.993 9.707 8.350 6.958 2.037 203.704 -8.350
460 46.719 42.426 7.531 10.724 9.128 7.606 2.130 212.963 -9.128
480 45.898 41.047 8.352 12.103 10.228 8.523 2.222 222.222 -10.228
500 44.333 39.259 9.917 13.891 11.904 9.920 2.315 231.481 -11.904
520 43.137 38.005 11.113 15.145 13.129 10.941 2.407 240.741 -13.129
540 41.417 36.168 12.833 16.982 14.907 12.423 2.500 250.000 -14.907
560 39.901 34.078 14.349 19.072 16.711 13.925 2.593 259.259 -16.711
580 38.307 32.679 15.943 20.471 18.207 15.173 2.685 268.519 -18.207
600 36.2683 30.4871 17.982 22.663 20.322 16.935 2.778 277.778 -20.322
620 35.01 29.03 19.240 24.120 21.680 18.067 2.870 287.037 -21.680
640 32.81 26.78 21.440 26.370 23.905 19.921 2.963 296.296 -23.905
660 30.48 24.43 23.770 28.720 26.245 21.871 3.056 305.556 -26.245
680 28.87 22.84 25.380 30.310 27.845 23.204 3.148 314.815 -27.845
700 25.04 19.15 29.210 34.000 31.605 26.338 3.241 324.074 -31.605
720 22.82 16.89 31.430 36.260 33.845 28.204 3.333 333.333 -33.845
740 20.46 14.49 33.790 38.660 36.225 30.188 3.426 342.593 -36.225
760 18.84 12.87 35.410 40.280 37.845 31.538 3.519 351.852 -37.845
780 16.5 10.48 37.750 42.670 40.210 33.508 3.611 361.111 -40.210
800 13.25 7.21 41.000 45.940 43.470 36.225 3.704 370.370 -43.470
820 52.22 49.89 41.860 46.790 44.325 36.938 3.796 379.630 -44.325
840 50.98 48.67 43.100 48.010 45.555 37.963 3.889 388.889 -45.555
860 49.7 47.33 44.380 49.350 46.865 39.054 3.981 398.148 -46.865
880 47.56 44.1 46.520 52.580 49.550 41.292 4.074 407.407 -49.550
114
TANPA PERKUATAN
0 100 200 300 400 500
0
-3 Df/B=0,3 | L/B=1,5
5
-8 Df/B=0,45 | L/B=1,5
-13 10
Df/B=0,6 | L/B=1,5
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
q ( kN/m2 )
Df/B=0,3
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
-3 u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3 5
-8
u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
115
Df/B=0,45
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
-3 u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3 5
-8
u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
Df/B=0,6
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
-3 u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3 5
-8
u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
116
u/B=0,3
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
-3 Df/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
Df/B=0,45 | L/B=1,5 | h/B=0,3 5
-8 Df/B=0,6 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
u/B=0,4
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
Df/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-3
Df/B=0,45 | L/B=1,5 | h/B=0,3 5
-8
Df/B=0,6 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
117
u/B=0,5
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
Df/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3 0
-3
Df/B=0,45 | L/B=1,5 | 5
-8
h/B=0,3
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
Df/B=0,3
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-3
u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3
5
-8 u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
Tanpa Perkuatan
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
118
Df/B=0,45
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-3
u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3
5
-8 u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
Tanpa Perkuatan 10
-13
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
Df/B=0,6
q ( kN/m2 )
0 100 200 300 400 500
0
u/B=0,3 | L/B=1,5 | h/B=0,3
-3 u/B=0,4 | L/B=1,5 | h/B=0,3
u/B=0,5 | L/B=1,5 | h/B=0,3
5
-8
Tanpa Perkuatan
-13 10
Sattlement ( mm )
-18 15
s/B ( % )
-23 20
-28
25
-33
30
-38
-43 35
-48 40
119
A. Metode Meyerhof
γ = 16,13 kN/m3
c = 0,0029
Ø = 31,691
B = 0,12 m
L = 0,18 m
▪ Df/B = 0,3
L = 0,18 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = (Nq-1) tan (1,4 Ø) = (22,353-1) tan (1,4 . 31,691) = 20,887
Kp = tan2 (45 + Ø/2) = tan2 (45 + 31,691/2) = 3,2
fcs = 1 + 0,2 Kp B/L = 1 + 0,2 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,43
fqs = 1 + 0,1 Kp B/L = 1 + 0,1 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,21
fγs = 1 + 0,1 Kp B/L = 1 + 0,1 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,21
f cd = 1 + 0,2 √𝐾𝑝 (D/B) = 1 + 0,2 √3,2 (0,036/0,12) = 1,11
▪ Df/B = 0,45
L = 0,18 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = (Nq-1) tan (1,4 Ø) = (22,353-1) tan (1,4 . 31,691) = 20,887
Kp = tan2 (45 + Ø/2) = tan2 (45 + 31,691/2) = 3,2
fcs = 1 + 0,2 Kp B/L = 1 + 0,2 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,43
fqs = 1 + 0,1 Kp B/L = 1 + 0,1 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,21
fγs = 1 + 0,1 Kp B/L = 1 + 0,1 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,21
f cd = 1 + 0,2 √𝐾𝑝 (D/B) = 1 + 0,2 √3,2 (0,054/0,12) = 1,16
▪ Df/B = 6
L = 0,18 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = (Nq-1) tan (1,4 Ø) = (22,353-1) tan (1,4 . 31,691) = 20,887
Kp = tan2 (45 + Ø/2) = tan2 (45 + 31,691/2) = 3,2
fcs = 1 + 0,2 Kp B/L = 1 + 0,2 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,43
fqs = 1 + 0,1 Kp B/L = 1 + 0,1 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,21
fγs = 1 + 0,1 Kp B/L = 1 + 0,1 . 3,2 . 0,12/0,18 = 1,21
f cd = 1 + 0,2 √𝐾𝑝 (D/B) = 1 + 0,2 √3,2 (0,072/0,12) = 1,21
B. Metode Hansen
γ = 16,13 kN/m3
c = 0,0029
Ø = 31,691
B = 0,12 m
L = 0,18 m
▪ Df/B = 0,3
L = 0,18 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = 1,5 (Nq-1) tan (1,4 Ø) = 1,5 (Nq-1) tan 31,691 = 19,775
fcs = 1 + (B/L)(Nq / Nc) = 1 + (0,12/0,18) . (22,353/34,586) = 1,43
fqs = 1 + (B/L) tan Ø = 1 + (0,12/0,18) tan 31,691 = 1,41
fγs = 1 – 0,4 (B/L) = 1 – 0,4 (0,12/0,18) = 0,73
f cd = 1 + 0,4 (D/B) = 1 + 0,4 (0,036/0,12) = 1,12
fqd = 1 + 2 tan Ø (1-sin Ø)2(D/B)
= 1 + 2 tan 31,691 (1-sin 31,691) 2 (0,036/0,12) = 1,08
fγ d,fci, fqi, fγ i, fcδ, fqδ, fγ δ, fcβ, fqβ, fγ β =1
qu = c . Nc . fcs . f cd . fci + q . Nq . fqs . f qd . fqi + 0,5 . γ . B . Nγ . fγ s .f γ d .fγ i
= 0,0029 . 34,586 . 1,43 . 1,12 . 1 + (0,036 . 16,13) . 22,353 . 1,41 . 1,08 . 1 +
0,5 . 16,13. 0,12 . 19,775 . 0.73 . 1 . 1
= 33,184 kN/m3
122
▪ Df/B = 0,45
L = 0,18 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = 1,5 (Nq-1) tan (1,4 Ø) = 1,5 (Nq-1) tan 31,691 = 19,775
fcs = 1 + (B/L)(Nq / Nc) = 1 + (0,12/0,18) . (22,353/34,586) = 1,43
fqs = 1 + (B/L) tan Ø = 1 + (0,12/0,18) tan 31,691 = 1,41
fγs = 1 – 0,4 (B/L) = 1 – 0,4 (0,12/0,18) = 0,733
f cd = 1 + 0,4 (D/B) = 1 + 0,4 (0,054/0,12) = 1,18
fqd = 1 + 2 tan Ø (1-sin Ø)2(D/B)
= 1 + 2 tan 31,691 (1-sin 31,691) 2 (0,054/0,12) = 1,13
fγ d,fci, fqi, fγ i, fcδ, fqδ, fγ δ, fcβ, fqβ, fγ β =1
qu = c . Nc . fcs . f cd . fci + q . Nq . fqs . f qd . fqi + 0,5 . γ . B . Nγ . fγ s .f γ d .fγ i
= 0,0029 . 34,586 . 1,43 . 1,18 . 1 + (0,054 . 16,13) . 22,353 . 1,41 . 1,13 . 1 +
0,5 . 16,13. 0,12 . 19,775 . 0.733 . 1 . 1
= 43,784 kN/m3
▪ Df/B = 0,6
L = 0,24 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = 1,5 (Nq-1) tan (1,4 Ø) = 1,5 (Nq-1) tan 31,691 = 19,775
fcs = 1 + (B/L)(Nq / Nc) = 1 + (0,12/0,18) . (22,353/34,586) = 1,43
fqs = 1 + (B/L) tan Ø = 1 + (0,12/0,18) tan 31,691 = 1,41
fγs = 1 – 0,4 (B/L) = 1 – 0,4 (0,12/0,18) = 0,73
f cd = 1 + 0,4 (D/B) = 1 + 0,4 (0,072/0,12) = 1,24
fqd = 1 + 2 tan Ø (1-sin Ø)2(D/B)
= 1 + 2 tan 31,691 (1-sin 31,691) 2 (0,072/0,12) = 1,17
fγ d,fci, fqi, fγ i, fcδ, fqδ, fγ δ, fcβ, fqβ, fγ β =1
qu = c . Nc . fcs . f cd . fci + q . Nq . fqs . f qd . fqi + 0,5 . γ . B . Nγ . fγ s .f γ d .fγ i
= 0,0029 . 34,586 . 1,43 . 1,24 . 1 + (0,054 . 16,13) . 22,353 . 1,41 . 1,17 . 1 +
0,5 . 16,13. 0,12 . 19,775 . 0,73 . 1 . 1
= 55,116 kN/m3
123
C. Metode Hansen
γ = 16,13 kN/m3
c = 0,0029
Ø = 31,691
B = 0,12 m
L = 0,18 m
▪ Df/B = 0,3
L = 0,18 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = 2 (Nq + 1) tan Ø = 2 (76,671 + 1). tan 31,691 = 28,836
▪ Df/B = 0,45
L = 0,18 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = 2 (Nq + 1) tan Ø = 2 (76,671 + 1). tan 31,691 = 28,836
▪ Df/B = 0,6
L = 0,24 m (panjang pondasi)
Nq = e(π tanØ) tan2 (45 + Ø/2) = e(π tan 31,691) tan2 (45 + 31,691/2) = 22,353
Nc = (Nq-1) cot Ø = (22,353-1) cot 31,691= 34,586
Nγ = 2 (Nq + 1) tan Ø = 2 (76,671 + 1). tan 31,691 = 28,836
125
Tahap 2
Tahap 3
(Density Test)
127
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6
Tahap 7
Tahap 8
Tahap 9