Anda di halaman 1dari 57

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA

PELANGGARAN LALU LINTAS AKIBAT


PENERAPAN KEBIJAKAN GANJIL GENAP DI
WILAYAH POLRES KARAWANG
(Study Putusan No. 1908/Pid.LL/2021/PN Kwg)

TESIS
Diajukan untuk memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister Hukum
Pada Fakultas Ilmu Hukum

Oleh
Enjang Sukandi
2007020035

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG

i
2022

ii
MENYETUJUI DAN MENGESAHKAN

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. HasnahAziz, S.H., M.H, M.Pd. Dr. Tina Asmarawati, S.H., M.H.
NIDN: 0328086004 NIDK: 8832011019

MENGETAHUI:

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi

Dr. Edi Mulyadi , S.E, M.Si. Dr.Hasnah Aziz, S.H., M.H, M.Pd.
NIDN/NIDK NIDN: 0328086004

i
MENYETUJUI DAN MENGESAHKAN

No Nama Penguji Tanggal Tanda Tangan

MENGETAHUI:

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi

Dr. Edi Mulyadi, S.E, M.Si. Dr.Hasnah Aziz, S.H., M.H., M.Pd. NIDN:
NIDN: 0328086004

ii
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Bismillahirrohmannirrohim, Segala puji bagi Allah SWT, yang telah senantiasa
melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, kepada kita baik nikmat sehat, nikmat iman,
nikmat panjang umur yang selalu disyukuri dalam suka dan duka. Semoga Allah
SWT melimpahkan keberkahan ilmu kepada kita semua dan bahwa atas ijin-Nya
juga, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “ ANALISIS
YURIDIS TINDAK PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS AKIBAT
PENERAPAN KEBIJAKAN GANJIL GENAP DI WILAYAH POLRES
KARAWANG (Study Putusan No. 1908/Pid.LL/2021/PN Kwg) ”.
Adapun tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
Program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf. Penulis selalu belajar
dan terus ingin menjadi lebih baik meski dengan penuh segala keterbatasan dan
kekurangan untuk menyelesaikan tesis ini. Dengan harapan tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis
menyadari terdapat banyak kekurangan dan ini menjadi motivasi bagi penulis untuk
dapat belajar lebih giat dan menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Dalam penyusunan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Dr. Edi Mulyadi , S.E., M.Si. Selaku Direktur Pasca Sarjana
Universitas Islam Syekh-Yusuf (UNIS);
2. Prof. Dr. Mustofa Kamil, Dipl.RSI., M.Pd. selaku Rektor Universitas
Islam Syekh-Yusuf (UNIS);
3. Dr. Hasnah Aziz, S.H., M.H., M.Pd. Selaku Pembimbing I sekaligus
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Islam
Syekh-Yusuf (UNIS);
4. Dr. Tina Asmarawati, S.H., M.H. Selaku Pembimbing II;

iii
5. AKBP Aldi Subartono, S.H., S.I.K., M.H., CPHR selaku Kapolres
Karawang;
6. Istri dan anak-anak tercinta, yang telah banyak memberikan
dukungan moril dalam menempuh pendidikan hingga tersusunnya
tesis ini;

7. Staff dan pengajar/dosen program studi Magister Ilmu Hukum


Universitas Islam Syekh-Yusuf (UNIS);

8. Rekan-rekan di lingkungan Polres Karawang yang selalu


memotivasi, terima kasih atas kerjasamanya;
9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih atas bantuannya.

Penulis tidak bisa membalas semua kebaikan ini, semoga Allah SWT
senantiasa melipat gandakan amal dan pahala atas kebaikan Bapak, Ibu dan
rekan sekalian. Amin.

Karawang, 20 Februari 2022

Enjang Sukandi

2007020035

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... iv

DAFTAR ISI.......................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah.................................................................... 6

C. Fokus Penelitian Dan Perumusan Masalah................................. 6

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian................................................... 7

E. Keaslian Penelitian...................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 12

A. Kajian Teori................................................................................. 12

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan............................................ 28

C. Alur Pikir Pengertian................................................................... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................... 30

A. Jenis Penelitian............................................................................ 30

B. Sifat Penelitian............................................................................ 30

C. Sumber Data dan Bahan.............................................................. 31

D. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 32

E. Teknik Analisis Data ..................... 33

F. Lokasi Dan Waktu....................................................................... 36

v
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 28

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Wilayah Indonesia sangat luas. Penduduk Indonesia juga semakin lama
semakin bertambah. Kepadatannya makin meningkat, dan kebutuhannyapun
semakin besar. Dengan Caranya masing-masing penduduk Indonesia memenuhi
kebutuhannya. Mobilitas Penduduk Indonesia juga semakin tinggi. Karena
luasnya wilayah Indonesia, maka dibutuhkannya alat transportasi guna
menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan
antar wilayah, antar perkotaan dan antar perdesaan serta untuk mempercepat
pembangunan. Hampir setiap hari manusia dalam melakukan kegiatannya
mempergunakan jalan raya. Jalan raya yang merupakan jalan dalam bentuk
apapun yang terbuka untuk lalu lintas umum, sudah merupakan salah satu
kebutuhan pokok bagi warga masyarakat. Dengan sendirinya, maka kalau warga
masyarakat mempergunakan jalan raya tersebut, maka dia terkena peraturan-
peraturan mengenai lalu lintas maupun angkutan jalan. Supaya jalan raya sebagai
salah satu kebutuhan pokok warga masyarakat benar-benar berfungsi, sehingga
diperlukan pengaturan-pengaturan tertentu mengenai ketertiban maupun
keamanan dan keselamatannya (Soekanto, 1984:1).
Tujuan pembangunan transportasi darat adalah meningkatkan pelayanan
jasa transportasi secara efisien, handal, berkualitas, aman, dengan harga
terjangkau yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat
luas. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari system transportasi
nasional harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan
keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan
jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan
wilayah.Tidak seimbangnya pertambahan jaringan jalan serta fasilitas lalu lintas
dan angkutan bila

1
dibandingkan dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan, berakibat pada
meningkatnya volume lalu lintas kendaraan sehingga menyebabkan kurang
disiplinnya pengguna jalan dan masalah lalu lintas lainnya. Masalah lalu lintas
merupakan hal yang sangat rumit. Keadaan jalan yang semakin padat dengan
jumlah lalu lintas kendaraan yang semakin meningkat tersebut, merupakan salah
satu penyebabnya. Misalnya saja pelanggaran rambu-rambu lalu lintas,
kemacetan, kecelakaan, polusi udara, dan lain sebagainya (Soekanto, 1984:42).
Setiap masyarakat pemakai jalan seharusnya mengetahui, memahami serta
mematuhi aturan-aturan yang berlaku di jalan raya. bila hal tersebut diabaikan
maka pelanggaran di jalan raya akan sering terjadi, hal ini akibat kurangnya
disiplin dan kesadaran hukum masyarakat pemakai jalan. Tetapi kecenderungan
untuk melanggar tata tertib lalu lintas semakin tinggi seiring bertambahnya
peradaban manusia di zaman modern saat ini.
Salah satu bentuk tindak pidana yang timbul dalam bidang lalu lintas adalah
pelanggaran (over tredingen), yakni suatu perbuatan yang oleh pembuat undang-
undang ditetapkan bertentangan dengan hukum dan diancam sanksi pidana.
Dalam bidang lalu lintas, pelanggaran sering merupakan suatu bentuk perbuatan
yang mendahului terjadinya kecelakaan lalu lintas, sebagaimana diungkapkan oleh
Naning Randlon bahwa kecelakaan lalu lintas adalah kejadian akhir daripada
suatu peristiwa lalu lintas jalan baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran
yang mengakibatkan kerugian jiwa manusia atau kerugian harta benda (Hadiman,
1986:19)
Pengguna jalan raya khususnya pengemudi kendaraan, seringkali tidak
menyadari bahwa pelanggaran yang dilakukan walaupun ringan, tetapi dapat
berakibat fatal bagi pengguna jalan lainnya. Oleh karena pelanggaran lalu lintas
hendaknya dihindari oleh setiap pengguna jalan raya guna menghindari bentuk
tindak pidana yang lebih berat berupa kecelakaan lalu lintas(Hadiman, 1986:1)
Menurut Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa
Tengah Urip Syihabuddin mengatakan, “Sesuai UU 22 tahun 2009 ada empat
jenis pelanggaran yaitu:
1) Pelanggaran terhadap persyaratan teknis dan

2
laik jalan,
2) Pelanggaran terhadap muatan,
3) Pelanggaran perizinan,
4) Pelanggaran terhadap rambu dan marka.
Tiga pelanggaran yang disebut terdahulu yaitu pelanggaran persyaratan teknis,
pelanggaran muatan dan pelanggaran perizinan adalah hal dominan yang menjadi
Tugas pokok bagi PPNS Bidang LLAJ. Banyaknya pelanggaran yang terjadi
menunjukkan ketidakberdayaan dari aturan yang ada. Dalam penegakan hukum
diperlukan kerjasama dengan instansi terkait yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan. Dibidang LLAJ ada tiga hal yang menjadi area kerja para penegak
hukum bidang LLAJ, yang terintegrasi dari pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota. Ketiga hal itu adalah pengujian kendaraan bermotor, terminal dan
jembatan timbang. Penanganan terminal yang kurang baik dapat mengakibatkan
munculnya angkutan-angkutan liar. Kemudian adanya pemalsuan buku uji
kendaraan bermotor yang banyak ditemukan dilapangan juga menunjukkan
kelemahan penegakan hukum kita.
Menurut Hadiman, dalam bidang lalu lintas terdapat tiga masalah pokok
yang timbul, yaitu:
1) Kemacetan jalan,
2) Pelanggaran,
3) Kecelakaan lalu lintas.
Pelanggaran
yang masih sering
dilakukan antara
lain, seperti
menerobos lampu
merah, melawan
arah arus
kendaraan, tidak
melengkapi
perlengkapan

3
keselamatan dalam
berkendara, seperti
helm, spion dan
lain-lain, serta
tidak membawa
kelengkapan surat
kendaraan. Bahkan
tabrak lari yang
merupakan bentuk
contoh
pelanggaran
norma sosial
kadang juga
dilakukan tanpa
bertanggung
jawab. Pelaku
pelanggaran lalu
lintas didominasi
oleh kalangan
Milenial.
Sesuai catatan Satlantas Polres Karawang, kasus kecelakaan yang terjadi
sepanjang tahun 2018 mencapai 558 kasus. Dari 558 kasus kecelakaan itu,
sebanyak 236 korban meninggal dunia, 89 korban luka berat, dan korban luka
ringan sebanyak 579 korban. Dibandingkan dengan kasus kecelakaan yang terjadi
pada tahun 2017, jika dilihat dari kasusnya terjadi peningkatan sekitar 4,69
persen. Menurut Kapolres Karawang, AKBP Aldi Subartono, adapun korban
korban luka berat tahun 2020 mencapai 77 orang sedangkan tahun 2021 mencapai
57 orang. Sedangkan korban luka ringan tahun 2020 sebanyak 895 orang dan
tahun 2021 sebanyak 681 orang atau turun 2,01 persen. Berdasarkan Laporan
Anatomi Laka Lantas Polres Karawang diperoleh data kenaikan jumlah
pelanggaran dan korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pada tahu 2020

4
dan 2021. Data menunjukkan sebagian besar penyebab terjadinya kenaikan
jumlah kecelakaan dan korban meninggal akibat perilaku Pengguna jalan.
Semua aturan yang telah dibuat bertujuan untuk mencapai kestabilan,
keamanan dan keselamatan setiap warga yang mengakses jalan raya. Kecelakaan
akibat tidak mematuhi aturan berlalu lintas telah banyak terjadi, namun hal itu
tidak dapat dijadikan titik jenuh atau sebagai sebuah kewaspadaan.
Berbagai upaya mengatasi pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pihak
kepolisian untuk membuat pelanggar jenuh sudah sering dilakukan. Salah satunya
dengan cara penilangan meski hal itu dinilai oleh berbagai pihak yang menjadi
saksi terjadinya pelanggaran sebagai cara yang kurang efektif. Apa saja upaya
mengatasi pelanggaran lalu lintas yang lain dan bisa dilakukan?
Pelanggaran Lalu lintas merupakan sebuah persoalan yang hendak
diselesaikan oleh pemerintah Kabupaten Karawang terlebih dalam upaya
mencapai ketertiban pada Lalu lintas dan kenyamanan pengguna jalan raya.
Penerapan sistem Ganjil-Genap dipandang sebagai solusi berbasis kebijakan
kondisional yang menarik untuk dianalisis.
Bagaimana dampak yang ditimbulkan pelanggaran terhadap sistem Ganjil-
Genap dalam penyelenggaraan hukum lalu-lintas di Kabupaten Karawang?
Tujuannya adalah Untuk meninjau sejauh mana pengaruh penerapan kebijakan
Ganjil-Genap di Kabupaten Karawang dalam mengurangi pelanggaran Lalu lintas.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terdapat pengaturan dan penerapan
sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan,
dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun,
terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi
pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek
jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat.
Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juga
diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan
berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda. Ketentuan
mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau
penyelenggara jalan.

5
Adanya Undang-undang No 22 tahun 2009 tidak berarti pelanggaran lalu
lintas lebih baik, Praktik pungutan liar dengan modus tilang oleh oknum polisi
lalu lintas, marak terjadi. Ini mengingatkan masyarakat pada ulah aparat
penegak hukum yang kerap dikeluhkan masyarakat pada zaman orde baru
Asas pemberlakuan hukum pidana atas integritas lalu-lintas yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas Angkutan Jalan;
serta Untuk menelaah prinsip pemberian sanksi pidana terhadap pelanggar
kebijakan Ganjil-Genap pada beberapa ruas jalan tersebut diatur secara khusus
ataukah disamaratakan dengan kebijakan lalu lintas pada umumnya. Kebijakan
Genap Ganjil masih memiliki kelemahan pada aspek keberlanjutan.
Kebijakan Ganjil Genap merupakan salah satu upaya pengendalian moda
transportasi yang sedang diterapkan pemerintah selama masa pandemi. Mengenai
untuk siapa kebijakan ini diberlakukan, hal itu sudah tertuang dalam Peraturan
Gubernur DKI Jakarta No. 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial
Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan
Produktif. Dalam Pergub tersebut telah diatur, jika angka terakhir nomor plat
kendaraan Ganjil, maka dilarang melintasi ruas-ruas jalan tertentu pada tanggal
Genap. Begitu pun sebaliknya, bila angka terakhir nomor plat kendaraan Genap,
maka tidak diperbolehkan untuk melintasi beberapa ruas jalan tertentu pada
tanggal Ganjil. Pada awal pemberlakuan masa transisi dan pembukaan terbatas
beberapa sektor, mobilitas masyarakat kembali meningkat. Sejumlah ruas jalan di
Karawang kembali dipenuhi kendaraan-kendaraan pribadi, baik roda dua maupun
roda empat.
Penerapan Ganjil Genap dapat melemahkan perekonomian di Karawang,
karena pemberlakuan Ganjil Genap itu di area sektor perdagangan yaitu jalur
Tuparev-Kertabumi yang merupakan jalur pertokoan dan perdagangan. Penerapan
Ganjil Genap secara umum diterapkan untuk mengurangi kemacetan di jalur
Tuparev-Kertabumi yang rumit yang diakibatkan juga tidak teraturnya konsep
perparkiran.
Namun pada kenyataannya Kebijakan Ganjil Genap tidak banyak
mengurangi pelanggaran lalu lintas di Wilayah Kabupaten Karawang, hanya

6
cenderung memindahkan lokasi kemacetan yang berakibat terjadi pelanggaran di
wilayah Polres Karawang.
Merujuk latar belakang masalah di atas, peneliti mengambil judul ”Analisis
Yuridis Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Akibat Penerapan Kebijakan
Ganjil Genap Di Wilayah Polres Karawang (Study Putusan No.
1908/Pid.LL/2021/PN Kwg)”.

B. Identifikasi Masalah

Latar belakang di atas dapat disimpulkan


identifikasi masalahnya adalah sebagai
berikut:
1) Apakah ada tindak pidana pelanggaran lalu
lintas akibat penerapan kebijakan ganjil
genap dan apa dampaknya bagi pengguna
lalu lintas.?
2) Bagaimana Penanganan perkara pelaku
tindak pidana pelanggaran lalulintas jalan
raya di wilayah Polres Karawang ?
3) Apakah kebijakan Ganjil Genap dapat
menurunkan pelanggaran lalu lintas di
wilayah Polres Karawang?
4) Apakah dampak kebijakan Ganjil-Genap bagi
pengguna lalulintas di wilayah Polres
Karawang?

C. Fokus Penelitian Dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan


identifikasi masalah yang diatas maka fokus
penelitian ini adalah:

1) Dampak Kebijakan Ganjil-Genap bagi

7
pengguna lalulintas di wilayah Polres
Karawang

2) Adanya Pengaruh kebijakan Ganjil Genap


pada pelanggaran lalu lintas di polres
karawang
3) Penanganan perkara pelaku tindak pidana
pelanggaran lalulintas jalan raya di wilayah
Polres Karawang.

Berdasarkan latar belakang masalah dan


fokus penelitian di atas maka Peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:

1) Dampak kebijakan Ganjil-Genap bagi


pengguna lalulintas di wilayah Polres
Karawang?
2) Kebijakan Ganjil Genap dapat menurunkan
pelanggaran lalu lintas di wilayah Polres
Karawang
3) Penanganan perkara tindak pidana pelanggaran
lalulintas jalan raya di wilayah Polres
Karawang.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah upaya


untuk memperoleh data dan informasi
mengenai rumusan masalah dan fokus
penelitian yang ditentukan Peneliti. Tujuan
penelitian ini meliputi:

a. Tujuan Umum:

8
Untuk untuk memahami peranan ilmu Hukum dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan masyarakat berkaitan dengan penertiban penggunaan
jalan raya serta upaya mengurangi pelanggaran lalu lintas demi
tercapainya ketertiban, keselamatan, dan kenyamanan masyarakat umum
pengguna lalu lintas jalan raya.

b. Tujuan Khusus:
1) Untuk mengetahui dan memahami adanya tindak pidana pelanggaran lalu
lintas akibat penerapan kebijakan Ganjil Genap dan dampaknya bagi
pengguna lalu lintas.
2) Untuk mengetahui Penanganan perkara pelaku tindak pidana pelanggaran
lalulintas jalan raya di wilayah Polres Karawang.
3) Untuk mengetahui jumlah penurunan pelanggaran lalu lintas akibat
penerepan kebijakan Ganjil Genap di wilayah Polres Karawang
4) Untuk mengetahui dan memahami adanya dampak kebijakan Ganjil-
Genap bagi pengguna lalulintas di wilayah Polres Karawang

5) Untuk mengetahui dan memahami faktor penyebab terjadinya


pelanggaran lalu lintas akibat penerapan kebijakan Ganjil Genap serta
penangananya berdasarkan Putusan No. 1908/Pid.LL/2021/PN Kwg.

2. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi atas manfaat teoritis


dan manfaat praktis :

a. Manfaat Teoritis:

Adapun manfaat penelitian ini adalah:


1. Meningkatkan pemahaman kita mengenai tindak hukum pidana Pelanggaran
Lalu lintas di jalan raya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No
22 tahun 2009.
2. Meningkatkan pengetahuan kita secara teori dan praktek dalam penanganan
pidana pelanggaran lalu lintas di jalan raya

9
b. Manfaat Praktis:
1. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai kebijakan pemerintah
dalam upaya menjaga ketertiban, keselamatan dan kenyamanan pengguna lalu
lintas di jalan raya.
2. Meningkatkan kesadaran Aparat Penegak Hukum dalam menjalankan tugasnya
sebaik mungkin dengan selalu mengedepankan pelayanan terbaik bagi
masyarakat pengguna lalu lintas di wilayah Karawang khususnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya.

E. Keaslian Penelitian

Dalam perancangan maupun penelitian yang dilakukan memiliki bukti


keaslian, Setiap keaslian dari penelitian akan diperhatikan. Pada Prosesnya
penelitian terdahulu akan mengalami pengembangan pada penelitian yang sedang
dilakukan dengan memperhatikan etika penulisan dalam mencantumkan ide,
gagasan, atau teori orang lain pada penelitian ini. Berikut ini penelitian terdahulu
yang pernah dilakukan:

- Penelitian pertama dilakukan oleh Ayu Komang Yuliantari Candra Dewi


dan I Gusti Ngurah Dharma Laksana, tahun 2021 dengan judul penelitian”
Kebijakan Sistem Pengurai Kemacetan Lalu Lintas Dengan Menggunakan
Sistem Genap-Ganjil Di Provinsi Bali”

- Penelitian kedua dilakukan oleh Ari Ananda Putri, Yuanda Patria Tama,
Mega Suryandari, tahun 2020, dengan judul penelitian “Simulasi Dampak
Rencana Penerapan Skema Ganjil Genap Di Kota Bekasi”

Untuk lebih jelasnya Keaslian penelitian ini dapat kita lihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 2.
Keaslian Penelitian
-
Nama & HP

10
Tahun e
r
b
e
as
d
a
a
n

A Kebijakan P Penelitian ini menunjukkan bahwa: L


y Sistem e 1. Kebijakan genap ganjil masih o
u Pengurai n memiliki kelemahan pada aspek k
Kemacetan e keberlanjutan mnfaatnya; a
K Lalu Lintas l 2.kebijakan ganjil genap merupakan s
o Dengan i kebijakan kondisional yang belum i
m Menggunakan t memiliki pengaturan secara khusus.
a Sistem Genap- i P
n Ganjil Di a e
g Provinsi Bali n n
e
Y H l
u u i
l k t
i u i
a m a
n n
t N ,
a o
r r W
i m a
a k
C t t
a i u
n f
d Penelitian,
r d Sifat
a e penelitian,
n metode
D g pendekatan
e a penelitian
w n
i
p
d e
a n
n d
e
I k
a
G t
a

11
u n
s
t p
i e
r
N u
g n
u d
r a
a n
h g
u
D n
h d
a a
r n
m g
a a
n
L
a d
k a
s n
a
n p
a e
n
( d
2 e
0 k
2 a
1 t
) a
n

k
o
n
s
e
p
t
u
a
l

A Simulasi P Hasil Penelitian ini menunjukkan L


r Dampak e adanya simulasi penerapan ganjil o
i Rencana n genap pada beberapa ruas jalan utama k
Penerapan e di kota Bekasi mengakibatkan a
Skema Ganjil l penurunan volume ruas jalan yang s

12
A Genap Di Kota i melintas seperti di ruas jalan uji coba i
n Bekasi t sebesar 21 %,namun ada beberapa
a i ruas jalan lainnya yang mengalami P
n a peningkatan volume lalulintas seperti e
d n ruas jalan Rawa Kalong, Kali abang, n
a Siliwnagi, Jl. H.Agus Salim, under e
i pass Bella sebesar 22%. Halini efek l
P n dari rencan peerapan kebijakan ganjil i
u i genap, dimana para pengguna t
t transportasi yang ingin menggunakan i
r b kendaraan pribadi cenderung mencari a
i e rute alternatif lain yang tidak ada n
, r penerapan kebijakan Ganjil Genap. ,
s
Y i W
u f a
a a k
n t t
d u
a D
e Penelitian,
P d variable,
a u Sifat
t k penelitian
r t dan metode
i i penelitian
a f

T d
a e
m n
a g
, a
n
M
e M
g e
a t
o
S d
u e
r
y p
a e
n n
d e
a l
r i
i t
, i
a

13
n
(
2 k
0 u
2 a
0 n
) t
i
t
a
t
i
f
.

Kesimpulan:

Dari dua penelitian terdahulu yang sudah dilaksanakan, beberapa hal yang
membedakan dengan penelitian ini yaitu:

1) Lokasi Penelitian

Lokasi pada tiga penelitian tersebut sudah jelas berbeda pada penelitian
pertam di Bali dan pada penelitian kedua di Bekasi, sedangkan lokasi
penelitian ini adalah di Polres Karawang.

2) Waktu penelitian

Waktu pada dua penelitian tersebut tidak dalam waktu yang bersamaan
dengan penelitian ini, tentunya dengan rencana-rencana pengembangan
penelitian yang lebih baik dari penelitian terdahulu.

3) Sifat penelitian

Pada dua penelitian tersebut bersifat deduktif sedangkan pada penelitian


ini bersifat Induktif. Dua penelitian tersebut merupakan penelitian
uantitatif yang membutuhkan variabel berbentuk angka sebagai
data,sedang penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif.

4) Metode penelitian

14
Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan
pendekatan analisis dan konseptual, pendekatan fakta dan pendekatan
perundang-undangan. Sedangkan Penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum yuridis empiris, dengan Teknik analisis data Deskriptif
analisis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Berikut adalah konsep, teori dan pengetahuan berkaitan dengan


permasalahan dalam penelitian ini.
1. Teori Pemidanaan

Teori-teori tentang pemidanaan beserta tujuannya


masing-masing yaitu sebagai berikut:

1) Teori Absolut/Teori pembalasan (Vergeldings Theorien). Menurut teori ini


pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau
tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori Absolut
didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti
memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya
sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat
pidana adalah pembalasan (revegen).
Menurut Vos
(Andi Hamzah,
1993 : 27), bahwa:
Teori pembalasan absolut ini terbagi atas
a. pembalasan subyektif adalah pembalasan terhadap kesalahan pelaku,

15
b. pembalasan obyektif adalah pembalasan terhadap apa yang telah
diciptakan oleh pelaku di dunia luar.
2) Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)
Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal
pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk
menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat.
Teori ini berbeda dengan teori absolut, dasar
pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi
hukuman artinya penjatuhan pidana mempunyai
tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental
atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi,
dibutuhkan proses pembinaan sikap mental. Menurut
Muladi (Zainal Abidin, 2005 : 11) tentang teori ini
bahwa: Pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas
kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang
bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju
kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada
tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak
melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk
pemuasan absolut atas keadilan.
Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang
sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus
(speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku
maupun pencegahan umum (general preventie) yang
ditujukan ke masyarakat. Teori relatif ini berasas
pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu:
a. preventif yaitu untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku
kejahatan terpisah dari masyarakat.
b. Deterrence yaitu untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan, baik
bagi individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya, maupun bagi
publik sebagai langkah panjang.

16
c. Reformatif yaitu untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya
pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan
kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-
nilai yang ada di masyarakat.
d. suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidaklah saja
dilihat pada masa lampau, tetapi juga pada masa depan.
3) Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan
bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan
absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana
pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai
suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter
tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu
reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.

2. Pelanggaran

Tidak satu pun tindak pidana yang atas dasar


suatu sistem pengertian tertentu dapat dikategorikan
sebagai kejahatan dan yang lainya sebagai
pelanggaran. Yang lebih menentukan adalah makna
dari kebendaan hukum yang tersentuh oleh tindak
pidana yang bersangkutan, ruang lingkup
pelanggaran hukum yang terjadi, bagaimana hal itu
terjadi. Jika ada perbedaan substansial antara
keduanya, pembuat undang-undang akan mengalami
kesulitan ketika ingin mengubah kategorisasi suatu
delik. Hal ini telah terjadi misalnya, dalam hukum
lalu lintas, yaitu ketika tindakan mengemudi
kendaraan bermotor dalam keadaan terpengaruh oleh
minuman beralkohol pertama kali digolongkan
sebagai pelanggaran, dan kemudian (1951) diubah

17
menjadi kejahatan yaitu: (Remmelink. 2003:63)

1) adanya perbuatan manusia;

2) perbuatan tersebut harus sesuai dengan


ketentuan hukum;

3) adanya kesalahan;

4) orang yang berbuat harus dapat


dipertanggungjawabkan

Pelanggaran secara esensial tidak berbeda dengan kejahatan, dilihat dari


sudut pandang sistem yang kuantitatif kurat berat dibandingkan tindak pidana
yang dikategorikan sebagai kejahatan. Ini dapat menjelaskan mengapa
penggarapan perumusan delik maupun sanksi yang diancamkan terhadap
pelanggaran lebih ringan ketimbang yang diancam terhadap kejahatan. Perbedaan
kejahatan dan pelanggaran dapat dilihat sebagai berikut:

1) Perumusan delik dalam hal pelanggaran umumnya dilakukan secara lebih


singkat.

2) Pelanggaran lazimnya tidak diancam pidana penjara

3) Perbedaan dalam hal pelanggaran adalah percobaan untuk melakukan


pelanggaran, tindakan persiapan dan pembantuan tidak diancam pidana.

4) Jangka waktu kadaluwarsanya pelanggaran lebih singkat.

Pelanggaran lalu lintas ini tidak di atur dalam KUHP akan tetapi ada yang
menyangkut delik delik yang disebut dalam KUHP, misalnya karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang (Pasal 359), karena kealpaanya menyebabkan orang
lain luka berat, dan sebagainya (Pasal 360), karena kealpaanya menyebabkan
bangunan-bangunan: trem kereata api, telegram, telepon dan listrik dan
sebagainya hancur atau rusak (Pasal 409).

Jika kita mengkaji aktor-faktor yangmempengaruhi ketaatan terhadap hukum


secara umum, menurut C.G. Howard dan R..S. Mumners (Ali, 2009:375)

18
1) Relevansi aturan hukum secara umum, dengan
kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi
target aturan hukum secara umum itu. Oleh karena
itu, jika aturan hukum yang dimaksud berbentuk
undang-undang, maka pembuat undang-undang
dituntut untuk mampu memahami kebutuhan hukum
dari target pemberlakuan undang-undang tersebut.

2) Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum,


sehingga mudah dipahami oleh target
diberlakukannya aturan hukum. Jadi, perumusan
substansi aturan hukum. Jadi, perumusan substansi
aturan hukum itu, harus dirancang dengan baik, jika
aturanya tertulis, harus ditulis dengan jelas dan
mampu dipahami secara pasti. Meskipun nantinya
tetap membutuhkan interpretasi dari penegak hukum
yang akan menerapkannya.

3) Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target


aturan hukum itu. Kita tidak boleh meyakini fiksi
hukum yang menentukan bahwa semua penduduk
yang ada dalam wilayah suatu negara, dianggap
mengetahui seluruh aturan hukum yang berlaku di
negaranya.

4) Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu,


harus dipandankan dengan sifat aturan hukum yang
dilanggar tersebut. Satu sanksi yang dapat kita
katakan tepat untuk suatu tujuan tertentu, belum
tentu tepat untuk tujuan lain.

5) Berat ringannya sanksi yang diancamkan dalam


aturan hukum, harus proposional dan memungkinkan
untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, sanksi denda

19
yang diancamkan oleh Undang-undang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Raya yang berlaku di Indonesia
saat ini, terlalu berat jika dibandingkan penghasilan
orang Indonesia. Saksi denda jutaan rupiah untuk
pengemudi kendaraan umum yang tidak memiliki
ikat penggang pengaman atau pemadam kebakaran,
terlalu berat untuk mampu dilaksanakan oleh
mereka. Sebaliknya, sanksi yang terlalu ringan untuk
suatu jenis kejahatan, tentunya akan berakibat, warga
masyarakat tidak akan segan untuk melakukan
kejahatan tersebut.

6) Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum


secara umum, juga tergantung pada optimal dan
profesional tidaknya aparat penegak hukum untuk
menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut;
mulai dari tahap pembuatannya, sosialisasinya,
proses penegakan hukumnya yang mencakupi
tahapan penemuan hukum (penggunaan penalaran
hukum, interpretasi dan konstruksi), dan
penerapannya terhadap suatu kasus konkret.

Kesadaran masyarakat kita terhadap hukum yang dinilai masih lemah,


adalah penilaian secara umum. Tetapi kenapa ketaatan terhadap aturan lalu linta
diprioritaskan. Sosiolog Hukum Jepang, Prof. Watanabe secara ektrem menilai
tinggi rendahnya disiplin nasional suatu bangsa diukur dari sejauh mana ketaatan
masyarakat terhadap hukum lalu lintas di jalan raya.

Penyelesaian atas pelanggaran lalu lintas yang lazim disebut Bukti


Pelanggaran ( tilang) itu berada dalam sistem peradilan pidana (criminal justice
system) yang melibatkan kejaksaan dan pengadilan. Mengacu pada Pasal 211
KUHAP dan PP No 43 tahun 1993 terdapat 28 jenis pelanggaran yang dapat
dikenakan tilang. Sistem tilang yang berlaku saat ini memberi tiga opsi bagi

20
pelanggar yakni,(1). disidang di pengadilan, (2), bayar ke Bank Rakyat Indonesia,
(3), pilihan lain dengan menitipkan kepada kuasa untuk sidang, kuasa untuk
sidang itu tidak lain adalah polisi. Ketiga opsi tersebut landasan hukumnya Surat
Keputusan Kepala Kapolri No Pol: SKEP/443/IV/1998, tanggal 17 April 1998
(SK 1998).
Sebagian dari masyarakat banyak yang
belum tahu bagaimana kalau mereka di tilang
oleh anggota Polisi Lalu Lintas di jalan raya,
ada yang sebagian tidak rela apabila mereka di
tilang, ada yang pasrah atau ikhlas dan ada pula
yang tak mau ambil pusing yaitu selesai
ditempat (dengan jalan damai). Sampai
sekarang banyak masyarakat bertanya-tanya apa
yang harus dilakukan apabila sudah di tilang
oleh Polisi. Penyelesaian atas pelanggaran lalu
lintas yang lazim disebut tilang itu berada
dalam sistem peradilan pidana (criminal justice
system) yang melibatkan kejaksaan dan
pengadilan.
Mengacu pada Pasal 211 KUHAP dan PP No 43 tahun 1993 terdapat 28
jenis pelanggaran yang dapat dikenakan tilang. Dengan landasan hukumnya Surat
Keputusan Kepala Kapolri No Pol: SKEP/443/IV/1998, tanggal 17 April 1998
(SK 1998). (http://www.lantasmotro.polri.go.id, 2011)
Sistem tilang yang berlaku saat ini memberi
tiga opsi bagi pelanggar yakni:
1) Sidang di pengadilan,
2) Bayar ke Bank Rakyat Indonesia,
3) Pilihan lain dengan menitipkan kepada kuasa untuk sidang, kuasa untuk
sidang itu tidak lain adalah polisi.

21
3. Klasifikasi Jenis Pelanggaran serta Pengaturan Pelanggaran lalu lintas
menurut UU No. 22 Tahun 2009.
Pengertian tentang pelanggaran lalu lintas
jalan raya menurut Randlon Naning
“Perbuatan atau tindakan seseorang yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undangan lalu lintas
dan angkutan jalan”
(http://www.lantasmotro.polri.go.id, 2011).
Dalam surat keputusan Mahkamah Agung,
Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia
tanggal 23 Desember 1992 dinyatakan ada 28
jenis pelanggaran yang di klasifikasikan
menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Klasifikasi jenis pelanggaran ringan;
2) Klasifikasi jenis pelanggaran sedang;
3) Klasifikasi jenis pelanggaran berat.

4. Penyidikan dan Penindakan Pelanggaran


Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tata cara penyidikan dan penindakan
pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan
diatur dalam Bab XIX Penyidikan dan
Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Bagian Kesatu Penyidik.
Pasal 259 menyatakan:
(1) Penyidikan tindak pidana lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan oleh:
a. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. Penyidik Pengawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus menurut Undang-undang ini.

22
(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas
dan Angkatan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a terdiri
atas:
a. Penyidik; dan
b. Penyidik Pembantu

5. Penerapan Ketentuan KUHAP tentang Acara Pemeriksaan cepat


terhadap perkara pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Acara
pemeriksaan
tindak pidana
ringan diatur
dalam Pasal 205-
210 bagian
keenam Acara
Pemeriksaan
Cepat, paragraf I
Acara
pemeriksaan
Tindak Pidana
Ringan dalam
Pasal 205
menyakan:
1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksana tindak pidana ringan ialah
perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama
tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah
dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian
ini
2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa
penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara
pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan

23
terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan
atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
(3) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), pengadilan
mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat
pertama dan terakhir, kecuali dalam hal
dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan
terdakwa dapat minta banding.
Pasal 206 menyatakan:
Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara
dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
Pasal 207 menyatakan:
1) Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari,
tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan. dan hal
tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama
berkas dikirim ke pengadilan. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak
pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu
juga.
2) Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku
register semua perkara yang diterimanya. Dalam buku register dimuat
nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang
didakwakan kepadanya.
Pasal 208 menyatakan:
Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana
ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji
kecuali hakim menganggap perlu.
Pasal 209 menyatakan:
1) Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara danselanjutnya
oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim
yang bersangkutan dan panitera.

24
2) Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam
pemeriksaan tersebut temyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita
acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.
Pasal 210 menyatakan:
Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini
tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf
ini.Dalam paragraf II Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP,
ketentuan bagian keenam tentang acara pemeriksaan cepat menurut
KUHAP dalam Paragraf II diatur tentang Acara Pemeriksaan Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas diatur dalam Pasal 211-216.
Pasal 211 menyatakan:
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas
jalan.

Pasal 212 menyatakan:


Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan
tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh
karena itu catatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a segera
diserahkan kepada pengadilan selambat-
lambatnya pada kesempatan hari sidang
pertama berikutnya.
Pasal 213 menyatakan:
Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan
surat untuk mewakilinya di sidang.
Pasal 214 menyatakan:
1) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di
sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan.

25
2) Dalam hal putusan diucapkan di luar
hadirnya terdakwa, surat amar putusan
segera disampaikan kepada terpidana.
3) Bukti bahwa surat amar putusan telah
disampaikan oleh penyidik kepada
terpidana, diserahkan kepada panitera untuk
dicatat dalam buku register
4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar
hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa
pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa
dapatmengajukan perlawanan.
5) Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan
diberitahukan secara sah kepada terdakwa,
ia dapat mengajukan perlawanan kepada
pengadilanyang menjatuhkan putusan itu.
6) Dengan perlawanan itu putusan di luar
hadirnya terdakwa menjadi gugur.Setelah
panitera memberitahukan kepada penyidik
tentang perlawanan itu hakim menetapkan
hari sidang untuk memeriksakembali
perkara itu.
7) Setelah panitera memberitahukan kepada
penyidik tentang perlawanan itu hakim
menetapkan hari sidang untuk memeriksa
kembali perkara itu.
8) Jika putusan setelah diajukannya
perlawanan tetap berupa pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),
terhadap putusan tersebut terdakwa dapat
mengajukan banding.

26
Pasal 215 menyatakan:
Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak,
segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.
Pasal 216 menyatakan:
Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak
bertentangan dengan Paragraf ini.

6. Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu


Lintas dan Angkutan
Jalan
Tata cara
penindakan
Pelanggaran Lalu
Lintas dan
Angkutan Jalan
diatur dalam
Undang-Undang
No. 22 tahun
2009, diatur dalam
Pasal 267- 269.
Pasal 267
menyatakan:

1) Setiap pelanggaran di bidang lalu lintas dan


angkutan jalan yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan cepat dapat dikenai pidana denda
berdasarkan penetapan pengadilan.
2) Acara pemeriksaan cepat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan
tanpa kehadiran pelanggar

27
3) Pelanggar yang tidak dapat hadir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat menitipkan
denda kepada bank yang ditunjuk oleh
pemerintah
4) Jumlah denda yang dititipkan kepada bank sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sebesar denda maksimal yang dikenalan untuk setiap pelanggar
lalu lintas dan angkutan jalan.
5) Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti
pelanggar.

Pasal 268 menyatakan:


1) Dalam hal putusan pengadilan menetapkan
pidana denda lebih kecil daripada uang denda
yang dititipkan, sisa uang denda harus
diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil.
2) Sisa uang denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang tidak diambil dalam waktu 1
(satu) tahun sejak penetapan putusan
pengadilan disetorkan ke kas negara.
Pasal 269 menyatakan:
1) Uang denda yang ditetapkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 267 ayat (1) disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara
bukan pajak
2) Sebagaimana penerimaan negara bukan pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) dialokasikan
sebagai intensif bagi petugas kepolisian
Negara Republik Indonesia dan Penyidik
Pengawai Negeri Sipil yang melaksanakan
penegakan hukum di jalan yang

28
pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

7. Penerapan Kebijakan Ganjil Genap di Wilayah Polres Karawang


Penerapan Kebijakan Pemerintah untuk menekan mobilisasi pengguna
kendaraan pribadi adalah penerapan Ganjil Genap yaitu teknik sistem genap ganjil
adalah satu konsep pembatasan kendaraan yang mengacu pada dua nomor terakhir
pelat nomor kendaraan. Dengan begitu, nantinya setiap kendaraan yang melintas
akan bergantian sesuai hari pemberlakuan dua digit angka terakhir pelat
nomornya. artinya: Ganjil Genap kendaraan adalah angka terakhir di nomor polisi
kendaraan harus disesuaikan dengan tanggal di hari tersebut. Apabila angka
terakhir Ganjil berarti mobil hanya bisa melintas di tanggal Ganjil. Jika angka
terakhir nopol kendaraan Genap, itu berarti kendaraan hanya boleh melintas di
tanggal Genap. Misalnya:
- Pada 2 September 2021. Itu berarti hanya kendaraan berpelat Genap yang
boleh melintas di beberapa ruas jalan. Sedangkan kendaraan yang plat
belakangnya bernomor Ganjil, tidak diperkenankan lewat. hari Senin digit
genap kemudian Selasa digit ganjil begitu seterusnya. Penentuan genap
dan ganjilnya ditentukan dari dua angka paling belakang plat.
- Pelat mobil B 3412 VII, berarti genap. Atau misal B 2533 SFA, nah itu
berarti ganjil karena dua angka di belakangnya 33.
Pembatasan Ganjil Genap ini tidak berlaku
sepenjang hari, tapi hanya pagi dan sore dengan
waktu 06.00-10.00 WIB dan 16.00-21.00 WIB
dari Senin hingga Jumat. Merujuk pada
informasi tersebut, artinya secara implementasi
masih sama, namun demikian tidak semua
kendaran terdampak.
Kebijakan Pemerintah Pusat ini telah diterapkan di DKI Jakarta dan
selanjutnya diuji cobakan di daerah lain. Hal ini disebabkan karena kemacetan di
Jakarta sudah sangat memprihatinkan. Berbagai terobosan dilakukan Pemprov

29
DKI Jakarta bersama Ditlantas Polda Metro Jaya untuk mengurai kepadatan
volume kendaraan di jalan. Salah satu konsep terbaru yang saat ini tengah
dipikirkan Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya adalah pembatasan kendaraan
dengan sistem nomor pelat ganjil genap.
Tahap awal, kebijakan ini hanya berlaku untuk kendaraan roda empat.
Sebab, kendaraan roda empat dinilai sebagai biang kemacetan ibu kota. Kebijakan
ini juga untuk mencegah para pemilik kendaraan roda empat yang lebih dari satu
agar tidak mengoperasikan seluruh kendaraan yang dimiliki. Sistem ini juga
diberlakukan untuk kendaraan di luar pelat B. Intinya, aturan ini berlaku semua
kendaraan roda empat yang beroperasi di Jakarta.
Dalam pengawasannya, pihak kepolisian meminta Pemprov DKI menambah
jumlah CCTV di ruas jalan yang diberlakukan sistem genap ganjil. CCTV
diyakini sangat membantu petugas dalam melakukan pemantauan di lapangan.
Dengan begitu, sistem ini bisa berjalan efektif. Sarana dan prasarana seperti
pengadaan CCTV juga harus mendukung agar bisa berjalan dengan efektif.
Sehingga tidak membebankan kepada petugas. Kamera CCTV idealnya harus
dipasang di semua titik perempatan jalan protokol, apalagi yang kerap terjadi
kemacetan. TMC-nya harus hidup dan jangan sampai mati. Maka TMC harus
menjadi handal. Selain untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, pemberlakuan
sistem ini juga bertujuan agar para pemilik kendaraan bermotor mematenkan
tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) atau pelat nomor mereka. Dengan
begitu tidak ada lagi pemalsuan kendaraan bermotor karena nomor tidak boleh
diubah. Perubahan ini menyangkut penegakan hukum. Untuk itu masyarakat yang
belum melakukan balik nama pada kendaraannya diimbau segera melakukannya.
Ada beberapa jenis kendaraan yang bebas atau kebal dengan aturan Ganjil Genap
sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) 51 tahun
2020, yakni:
1) Kendaraan yang membawa masyarakat disabilitas
2) Kendaraan ambulan
3) Pemadam kebakaran
4) Angkutan umum (pelat kuning)

30
5) Kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik
6) Sepeda motor
7) Kendaraan angkutan barang khsusus bahan bakar minyak dan bahan bakar gas
8) Kendaraan pimpinan lembaga tinggi negara RI
9) Kendaraan berpelat dinas, TNI dan Polri
10) Kendaran pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang
menjadi tamu negara
11) Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
12) Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas polri.
Contohnya, kendaraan pengangkut uang (Bank Indonesia , antar bank,
pengisian ATM) dengan pengawasan dari Polri.
Untuk para pelanggar Ganjil Genap, sanksinya
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ), yakni berupa denda
maksimal sebesar Rp 500.000.
Dan kebijakan Ganjil Genap direncanakan
awalnya akan diterapkan di sejumlah kota-kota
besar di Indonesia seperti:Bogor, Bandung,
Karawang, Cirebon, Mojokerto, Pandeglang.

8. Tilang hukuman/sanksi/tindak pidana pelanggaran lalu lintas


Penyelesaian atas pelanggaran lalu lintas ini berada dalam criminal justice
system yang melibatkan aparat penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan dan
pengadilan. Untuk mempermudah masyarakat dan mencegah kolusi aparat, maka
sistem tilang memberi sejumlah opsi bagi pelanggar.
Dari opsi yang bertujuan baik inilah akhirnya muncul penyimpangan, sebab,
salah satu opsi yang tersedia adalah pelanggar yang tidak ingin menghadiri sidang
dapat menunjuk kuasa yang dalam hal ini adalah polisi dan menitipkan terlebih
dahulu uang denda di bank yang telah dijuntuk. Dalam prakteknya, ketentuan

31
aturan mengenai uang denda yang harus dititipkan sering kali lebih besar dari
vonis hakim, sehingga ada selisih.
Putusan hakim yang telah dieksekusi
oleh jaksa ini memang menyisakan kelebihan
uang yang mengendap di bank. Sekalipun
jumlahnya berlimpah, namun tidak ada pihak
yang dapat memanfaatkannya karena status
hukum uang tersebut adalah milik mereka yang
terkena tilang.Karena berbagai alasan, baik
waktu maupun biaya trasportasi, mereka yang
terkena tilang ini enggan mengambil sisa uang
denda tersebut. Tentu tidak adil jika karena
keengganan anggota masyarakat untuk
mengurus haknya atas sisa denda tersebut,
kemudian polisi yang harus menanggung
konsekwensinya.Hasil dari berbagai upaya
untuk mengatasi persoalan ini memang telah
mulai nampak.
Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 268 dari
Undang-Undang:.
1) Ayat pertama mengatur ketentuan sisa uang denda harus diberitahukan
kepada para pelanggar untuk diambil.
2) Ayat berikutnya mengatur ketentuan jika sisa uang denda tersebut tidak
diambil dalam jangka waktu satu tahun akan disetorkan ke kas negara.
Pasal 269 juga menegaskan:
bahwa uang denda tilang tersebut disetorkan ke
kas negara sebagai penerimaan negara bukan
pajak (PNBP).
Undang-Undang No 23 Tahun 2009
dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun

32
2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
dikeluarkan kementerian keuangan.Sesuai
dengan PP ini, dan dengan adanya penetapan
atas perubahan kode akun denda atas tilang,
maka penatausahaan atas pendapatan denda
tilang tersebut dialihkan dari satker di
lingkungan kejaksaan ke Satker Polri. Polri
telah berupaya meluncurkan sistem tilang baru
untuk memangkas jalur birokrasi dan
mengurangi interkasi petugas dengan pelanggar
untuk menekan suap. Yang menjadi persoalan
penting sekarang adalah bagaimana memastikan
agar masyarakat tidak perlu”damai” dengan
aparat di jalanan.

Kondisi Sistem tilang yang berlaku saat ini


memberikan tiga opsi bagi pelanggar yakni:
1) Disidang di pengadilan,
2) Membayar ke Bank Rakyat Indonesia,
3) Menitipkan kepada kuasa untuk sidang.
Kuasa untuk sidang itu tidak lain adalah polisi.
Ketiga opsi tersebut landasan hukumnya Surat
Keputusan Kepala Kapolri No. Pol:
SKEP/443/IV/1998, tanggal 17 April 1998 (SK
1998). Akan tetapi kondisi sistem tilang yang
berlaku saat ini mempunyai beberapa
kelemahan antara lain:
a. Opsi Sidang Pengadilan

Sidang Lalu lintas di Pengadilan Negeri

33
Karawang selalu dilaksanakan pada hari Jumat,

kondisi ruangan utama Pengadilan yang

dijadikan sebagai tempat sidang penuh sesak

oleh pelanggar. Proses sidang hanya berjalan

singkat sekitar 1 hingga 2 menit untuk setiap

pelanggar. Ternyata soal pungutan liar (pungli)

tidak hanya domain petugas di jalanan. Ketika

mengikuti proses sidang pun aroma calo mulai

merebak sejak dari papan pengumuman nomor

tilang. Tidak hanya urusan melihat nomor urut.

Praktik percaloan juga bisa dilihat dari tawaran-

tawaran oknum tertentu agar si pelanggar tidak

perlu mengikuti sidang. Hal ini menjadi

keniscayaan mengingat banyaknya jumlah

pelanggar dan tenggang waktu gelar sidang

yang hanya setiap hari jumat. Selebihnya

pelanggar bisa mengambil SIM atau STNK di

loket yang telah disediakan atau kantor

kejaksaan setelah berkas dikembalikan

b. Opsi Membayar ke Bank yang ditunjuk

Indonesia tidak menggunakan sistem tiket

seperti di luar negeri secara murni. Tapi dipakai

sistem penggabungan (hybrid) sesuai hukum

34
acara Indonesia. Memang masyarakat diberi

alternatif, Kalau orang dikasih lembar biru, dia

bisa titip uang sesuai tabel, atau bisa langsung

ke BRI (Bank Rakyat Indonesia). Apabila

pelanggar memilih untuk membayar ke BRI,

polisi bisa menunjuk petugas khusus atau

pelanggar bisa menyetorkan denda ke BRI. BRI

kemudian memberikan struk sebagai bukti, lalu

pelanggar tinggal datang ke kantor polisi yang

ditunjuk penilang. Setelah pelanggar membayar

denda dan meminta kembali SIM/STNK yang

dititipkannya, lembar biru tersebut dikirim ke

Pengadilan Negeri untuk dilaksanakan sidang

tanpa kehadiran pelanggar (verstek). Besarnya

denda ditentukan dari tabel jumlah uang tilang

yang telah disepakati hakim. Jumlah denda pada

tabel ini berbeda untuk tiap provinsi. Tabel

yang juga dilampirkan di belakang buku tilang

ini, dibuat untuk mempermudah pelanggar.

Pelanggar mengakui pelanggaran yang telah

dilakukan, dan akan menyelesaikan denda Tilang

di bank BRI. Alternatif ini, petugas akan menulis

denda tertinggi yang dikenakan oleh UU pada

lembar tilang, sehingga alternatif ini sekarang

35
jarang diminta pelanggar karena untuk pasal SIM

saja dikenakan denda sebesar 1 juta rupiah.

Namun apabila pelanggar lalu lintas memiliki

uang yang cukup, silahkan minta alternatif II, dan

pelanggar lalu lintas akan menerima lembar

berwarna biru. Datang ke bank BRI dengan

membayar denda maksimal disana, lalu bawa

tanda bukti pembayaran ke satuan yang menilang.

Kelemahan lain dengan membayar di Bank,

Bank melayani pada jam kerja saja mulai jam 8

pagi sampai jam 2 sore, sedangkan pelanggar

lalu lintas di tilang malam hari pelanggar tidak

bisa membayar langsung di Bank.

c. Opsi Menitipkan Kepada Kuasa Untuk Sidang (Polisi).

Selain ikut sidang dan membayar ke BRI,

dengan slip biru pelanggar bisa memberi uang

titipan ke petugas khusus (polisi). Dengan cara

ini, pelanggar itu memberi kuasa kepada polisi

untuk hadir disidang, dan perkaranya akan

disidangkan secara verstek. Surat tilang berlaku

sebagai surat kuasa juga.Misalnya BRI tutup,

hari sudah malam atau malas orangnya, dia

dapat menyetor ke petugas khusus. Kemudian

petugas tersebut membayar ke BRI dan

36
mengirimkan slipnya ke Pengadilan Negeri.

Pelanggar mengakui pelangggaran yang telah

dilakukan, dan akan menitipkan denda kepada

petugas Polri. Alternatif ini ditujukan bagi

pelanggar dari luar kota yang tidak memiliki

waktu untuk menyelesaikan sidang di

Pengadilan maupun di bank BRI.

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Ayu Komang Yuliantari Candra Dewi danI Gusti Ngurah Dharma Laksana
(2019) dalam penelitainnya yang berjudul” Kebijakan Sistem Pengurai
Kemacetan Lalu Lintas Dengan Menggunakan Sistem Genap-Ganjil Di Provinsi
Bali”. Hasil dari Penelitian ini adalah Kebijakan Ganjil-Genap yang diterapkan di
Provinsi Bali sudah memenuhi kebutuhan hukum atas kesesuaiannya dengan asas
UULLAJ yang disebutkan pada Pasal 2 peraturan a quo. Dampak yang
ditimbulkan terhadap pelanggaran sistem ganjil-genap di Indonesia disetarakan
dengan tindakan pelanggaran pada umumnya

Ari Ananda Putri, Yuanda Patria Tama, Mega Suryandari (2021) dengan
judul penelitian” Simulasi Dampak Rencana Penerapan Skema Ganjil Genap Di
Kota Bekasi”. Penelitian ini menghasilkan Analisa penerapan ganjil genap di
Bekasi, mampu mengurangi kemacetan dan membawa dampak positif pada
kesehatan masyarakat tetapi berakibat masyarakat mengubah moda transportasi ke
kendaraan roda dua dan transportasi moda online

C. Alur Pikir Pengertian

Untuk memudahkan dalam penulisan Tesis


ini maka dibuatlah Alur Pikir Pengertian

37
ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA
PELANGGARAN LALU LINTAS AKIBAT
PENERAPAN KEBIJAKAN GANJIL
GENAP DI WILAYAH POLRES
KARAWANG (Study Putusan No.
1908/Pid.LL/2021/PN Kwg), maka dibuatlah
Alur Pikir Pengertian sebagai berikut:Prosedur
Tilang Menurut SKEP KAPOLRI No.
Pol:SKEP/443/IV/1998 Tanggal 17 April 1998
Tentang Petunjuk Tehnis Penggunaan Blangko
Tilang (Lembar Biru).

Gambar 1. Alur Pikir Pengertian

38
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis
sosiologis. Penelitian Yuridis Sosiologis sering disebut
Penelitian Hukum Empiris menggunakan fakta-fakta
empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik
perilaku verbal yang didapat dari wawancara maupun
perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan
langsung. Penelitian empiris dilakukan menggunakan
bukti-bukti empiris. Bukti empiris inilah sebagai
informasi yang diperoleh melalui observasi. Pemilihan
jenis penelitian didasarkan pada pendekatan konseptual,
peraturan perundang-undangan, pendekatan kasus atau
pendekatan perbandingan.Pemikiran bahwa telaah
terhadap penelitian bersumber pada peraturan
perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan penegakan hukum tindak pidana
pelanggaran Lalu Lintas.

B. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat Deskriptif, dengan maksud
untuk menggambarkan keadaan yang ada dengan
mempergunakan metode penelitian ilmiah serta
memecahkan masalah berdasarkan data dan fakta yang
terkumpul sebagaimana adanya pada saat penelitian ini
dilakukan.
Teknik analisis data deskriptif pada penelitian

30
kualitatif ini berupa proses menganalisis,
menggambarkan dan meringkas kejadian atau fenomena
dari data yang diperoleh melalui proses wawancara
maupun pengamatan langsung ke lapangan. Adapun
tujuan dari analisis deskriptif kualitatif adalah untuk
menggambarkan secara utuh dan mendalam mengenai
kejadian berbagai fenomena yang diteliti.

C. Sumber Data atau Bahan Hukum


Dalam penelitian hukum ini untuk memecahkan isu hukum atau rumusan
masalah, maka dibutuhkan data atau bahan hukum atau rumusan masalah, maka
dibutuhkan data atau bahan Hukum. Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi
3, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber bahan hukum yaitu :
1. Bahan Hukum Primer (Marjuki, 2011:35)
Bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari peraturan perundang-undangan,
catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.
Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang dikumpulkan dilapangan
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
c. Undang-undang No. 22 Tahun 2009
d. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
e. Surat Keputusan Kepala Kapolri No Pol: SKEP/443/IV/1998, tanggal 17
April 1998 (SK 1998).
f. Keputusan Pengadilan No. 1908/Pid.LL/2021/PN
g. Bukti Pelanggaran Tilang Lalu lintas Jalan Tertentu Nomor:F3609838
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang utama adalah buku teks karena buku teks berisi
mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan- pandangan klasik

31
para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.
Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi :
a. Buku-buku ilmiah dibidang hukum
b. Makalah-makalah
c. Jurnal ilmiah
d. Artikel ilmiah
3. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini bahan hukum
tertier yang digunakan meliputi :
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia
b. Kamus hukum
c. Situs internet yang berkaitan dengan pertanggungjawaban notaris dan
Asas-asas pelaksanaan tugas notaris yang baik.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dipergunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Metode atau teknik ini menunjuk suatu kata
yang abstrak dan tidak dapat diwujudkan dalam bentuk benda, tetapi hanya dapat
dilihatkan penggunaanya melalui angket, pengamatan, ujian, dokumen, dan
lainnya (Riduwan, 2007:24). Pada umumnya alat pengumpulan data dalam
penelitian yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi,
dan wawancara atau interview.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini
adalah dengan:
1. Pengumpulan data primer
Pengumpulan data dilakukan secara interaktif dan noninteraktif. Pada
pengumpulan data dilakukan secara interaktif data primer dikumpulkan dengan
metode wawancara. Wawancara yaitu suatu tanya jawab peneliti dengan
narasumber terdakwa dan saksi Penyidik. Untuk itu, jenis wawancara yang
digunakan adalah wawancara bebas. Berikut adalah data primer yang diperoleh

32
melalui pengumpulan data langsung dari lapangan:
Data primer dalam penelitian ini juga berupa wawancara dengan narasumber yaitu
Enceng Sujari bin Supriatna selaku terdakwa dan AIPTU Saefuloh seorang
anggota POLRI selaku selaku saksi dan penindak dalam perkara tindak pidana
pelanggaran Lalu lintas. Dalam hal ini AIPTU Aep Saefuloh yang bertugas di
Asrama Polisi jalan Pasundan No.1, Karawang telah memberhentikan sebuah
mobil Avanza berwarna putih milik Enceng Sujari bin Supriatna dengan sapaan
sopan dan mengucap salam di Pintu tol Karawang Timur. Enceng Sujari bin
Supriatna mengaku sengaja mengemudi mobilnya dengan nomor H7442UG
menuju Bandung dengan tujuan menengok keluarga karena bertepatan dengan
libur panjang. Pada saat ini sedang diterapkan kebijakan nomor Ganjil Genap dan
Hari itu hanya mobil dengan plat bernomor Ganjil yang boleh melintas. Enceng
Sujari bin Supriatna mengaku bahwa dirinya tidak menyangka sanksi pelanggaran
ini bakal diterapkan pada saat kepadatan lalu lintas naik melonjak. Enceng Sujari
bin Supriatna juga berharap pelanggarannya tersebut tidak diketahui Petugas Lalu
lintas. AIPTU Aep Saefuloh selaku penindak memberikan 3 option: disidang di
pengadilan, bayar ke Bank Rakyat Indonesia, atau pilihan lain dengan menitipkan
kepada kuasa untuk sidang 2. Enceng Sujari bin Supriatna memilih untuk
membayar ke Bank BRI yang ditunjuk. AIPTU Aep Saefuloah menyita bukti
Tilang berupa STNK Mobil dengan Nomor nomor H7442UG dan memberikan
Slip Biru pada Enceng Sujari Bin Supriatna.

Pengumpulan data sekunder (bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,


dan bahan hukum tersier). Pada pengumpulan data sekunder dilakukan secara
noninteraktif melalui dengan penelitian kepustakaan (library research) yang
dilakukan dengan cara meneliti dokumen-dokumen atau literatur yang ada yaitu
dengan mengumpulkan data dan informasi baik yang berupa buku, karangan
ilmiah, peraturan perundang-undangan, dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini, yaitu dengan jalan mencari, mempelajari, dan mencatat
serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.
Dokumen-dokumen atau literatur yang ada menjadi data sekunder bagi penelitian

33
ini. Bahan hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan identifikasi
peraturan perundang-undangan, serta klasifikasi dan sistematisasi bahan hukum
sesuai permasalahan penelitian.

E. Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data
secara induktif. Analisis data secara induktif ialah analisis data yang prosesnya
berlangsung dari fakta-fakta (data) ke teori. Penggunaan analisis dengan cara
induktif ini karena untuk menghindari manipulasi data-data penelitian, sehingga
berdasarkan data baru disesuaikan dengan teori (Rohmadi & Nasucha, 2015:34).
Bryman & Burgess (2002:4) menjelaskan bahwa analisis data model
induktif sangat erat kaitannya dengan studi mengenai permasalahan sosial. Pada
model analisis induktif ini mengharuskan seorang peneliti untuk menyesuaikan
kasus yang tidak sesuai dengan hipotesis, sehingga memerlukan revisi lebih lanjut
dari hipotesis tersebut, atau bahkan peneliti kembali ke lapangan untuk
mendapatkan data-data yang valid.
Analisis dilakukan dengan melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu :
1) Bukti Pelanggaran Tilang Lalu lintas Jalan Tertentu Nomor:F3609838
2) Pengadilan Negeri Karawang Keputusan Pengadilan No. 908/Pid.LL/2021/PN
Kemudian menginventarisasi dan mengidentifikasi peraturan perundang-
undangan, selanjutnya dilakukan analisis terhadap kasus terkait dan peraturan
perundang-undangan tersebut dengan melakukan penafsiran terhadap undang-
undang, untuk kemudian ditarik kesimpulan dari hasil analisis tersebut.
Dalam penelitian hukum ini peraturan
perundang-undangan yang penulis inventarisasi terdiri
dari :
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).

34
c. Undang-undang No. 22 Tahun 2009
d. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
e. Surat Keputusan Kepala Kapolri No Pol: SKEP/443/IV/1998, tanggal 17
April 1998 (SK 1998).
f. Keputusan Pengadilan No. 1908/Pid.LL/2021/PN
g. Bukti Pelanggaran Tilang Lalu lintas Jalan Tertentu Nomor:F3609838
Penafsiran terhadap undang-undang yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Penafsiran Gramatikal
Penafsiran gramatikal adalah menafsirkan undang-undang menurut arti perkataan
(istilah). Antara bahasa dengan hukum terdapat hubungan yang erat sekali. Bahasa
merupakan alat satu-satunya yang dipakai pembuat undang-undang untuk
menyatakan kehendaknya, tetapi adakalanya pembuat undang-undang tidak dapat
merangkai kata-kata yang tepat, Oleh karena itu Peneliti mencari kata yang
dimaksud yang lazim dipakai sehari- hari.
2. Penafsiran Sistematis
Penafsiran sistematis adalah menafsirkan undang-undang dengan jalan
menghubungkan pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam suatu perundang-
undangan atau dengan undang-undang lain (Ardiwisastra, 2012:9)
Berikut merupakan penjelasan dari tahapan yang dilakukan dalam menganalisa
data adalah sebagai berikut:
1) Peneliti melakukan pengumpulan data-data yang dibutuhkan dengan
dokumentasi dan wawancara secara mendalam. Tahap ini akan berhenti
apabila data-data yang diterima atau diperoleh peneliti telah memadai
dan/tidak ada data yang dianggap baru.
2) Reduksi Data
Reduksi data merupakan tahap dari teknik analisis data kualitatif. Reduksi
data merupakan penyederhanaan, penggolongan, dan membuang yang
tidak perlu data sedemikian rupa sehingga data tersebut dapat
menghasilkan informasi yang bermakna dan memudahkan dalam

35
penarikan kesimpulan. Banyaknya jumlah data dan kompleksnya data,
diperlukan analisis data melalui tahap reduksi. Tahap reduksi ini dilakukan
untuk pemilihan relevan atau tidaknya data dengan tujuan akhir.
3) Display data atau penyajian data juga merupakan tahap dari teknik analisis
data kualitatif. Penyajian data merupakan kegiatan saat sekumpulan data
disusun secara sistematis dan mudah dipahami, sehingga memberikan
kemungkinan menghasilkan kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif
bisa berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik,
jaringan ataupun bagan. Melalui penyajian data tersebut, maka nantinya
data akan terorganisasikan dan tersusun dalam pola hubungan, sehingga
akan semakin mudah dipahami.Penyimpulan data ini dilakukan setelah
dilakukan interpretasi data terhadap data yang sudah disajikan
sebelumnya. Interpretasi data merupakan proses penafsiran atau
pemahaman makna dari serangkaian data yang sudah disajikan
sebelumnya dan diungkapkan dalam bentuk teks atau narasi. Interpretasi
data dikemukakan secara obyektif sesuai dengan data atau fakta yang ada,
sehingga hasil penelitian dapat ditemukan dan dapat dilakukan penarikan
kesimpulan.
4) Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dan verifikasi data merupakan tahap akhir dalam
teknik analisis data kualitatif yang dilakukan melihat hasil reduksi data
tetap mengacu pada tujuan analisis hendak dicapai. Tahap ini bertujuan
untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan,
persamaan, atau perbedaan untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari
permasalahan yang ada.Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan memungkinan mengalami perubahan apabila tidak
ditemukan bukti yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid, maka kesimpulan yang dihasilkan
merupakan kesimpulan yang kredibel. Verifikasi dimaksudkan agar
penilaian tentang kesesuaian data dengan maksud yang terkandung dalam

36
konsep dasar analisis tersebut lebih tepat dan obyektif. Salah satu cara
dapat dilakukan adalah dengan Peer debriefing.

F. Lokasi Dan Waktu


Lokasi penelitian ini adalah Kantor Kepolisian
Resor Karawang yang berlokasi di Jl. Pasundan,
Karawang. Untuk mempermudah melihat waktu penelitian
dapat dilihat pada pada tabel jadwal penelitian di bawah ini:

Tabel 2. Jadwal Penelitian

No KEGIATAN TAHU
N
2022,
BULA
N KE:

Persiapan Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan Data dan Observasi
Penyusunan Laporan Proposal
Sidang Proposal
Sidang Akhir

37
38
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.
Malang: Bayu Publlishing. hlm.26
Riduwan. 2009. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta. Hlm.24

Peter Mahmud Marzuki. 2011. Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Media


Group. hlm 35
Soerjono Soekanto. 2012. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:UI Press. Hlm 24
Sugiono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan,Pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta. hlm. 268-269.
Yudha Bhakti Ardiwisastra. 2012 Penafsiran dan Konstruksi Hukum.
Bandung:PT.Alumni. hlm.9
Achmad Ali.2009. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta:
Kencana Prenada Media. Hal. 375
Jan Remmelink.2003. Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting
dari Kitab Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan
Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
Surat Keputusan Kepala Kapolri No Pol: SKEP/443/IV/1998, tanggal 17 April
1998 (SK 1998).

30
WEBSITE
Nila Kusuma. 2021.https://jabar.inews.id/berita/260-orang-tewas-akibat-
kecelakaan-lalu-lintas-di-karawang-pada-2021. Karawang.(Diakses 25
Februari 2022)
http://www.lantas.metro.polri.go.id.Chryshnanda DL, Polisi Masa Depan dalam
Prespektif Polisi Lalu Lintas.( Diakses tanggal 17 November 2011)
Forum Keadilan”Tiga Opsi Bagi Pelanggar” No. 23 tanggal 16 Oktober 2011
https://indonesiabaik.id/infografis/12-jenis-kendaraan-bebas-melintas-di-Ganjil
Genap. (Diakses 15 Februari 2022)
https://www.carmudi.co.id/journal/cara-urus-tilang-slip-biru-makin-
gampang/.2021. (Diakses tanggal 22 Februari 2022)
http://dephub.go.id/post/read/denda-tak-bikin-jera-pelanggar-lalu-lintas-60412.
(Diakses 25 Februari 2022)

31

Anda mungkin juga menyukai